DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK
MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID
MELALUI PCR
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disain Nested Primer
Gen Hemolisin untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui
PCR adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Wawan Abdullah Setiawan
NRP P051100031
RINGKASAN
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Disain Nested Primer Gen Hemolisin
untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR. Dibimbing
oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUNTI YUHANA.
Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas
unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Spesies penaeid ini memiliki
beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain
produktivitasnya yang tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa
panennya lebih cepat, serta lebih resisten terhadap penyakit. Meskipun lebih
resisten, penyakit bakterial vibrio berpendar yang disebabkan oleh Vibrio harveyi
masih menjadi kendala dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia.
Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk
melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk
vibriosis pada udang. Nested PCR merupakan variasi dari reaksi PCR biasa. Pada
nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil dari PCR pertama menjadi
DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari nested PCR adalah
meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer
yang sekaligus juga dapat meningkatkan sensitivitas PCR. Gen hemolisin
diketahui mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen
toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler dalam mendeteksi V. harveyi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendisain primer nested PCR menggunakan gen
hemolisin untuk mendeteksi Vibrio harveyi pada udang penaeid.
Sekuen gen hemolisin dari sampel V. harveyi MR5339 dan V. harveyi 275
dideteksi menggunakan primer yang didisain dari sekuen gen lengkap hemolisin
V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133
sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didesain dari sekuen gen hemolisin
isolat V. harveyi MR 5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer awal. PCR I
nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai urutan ke-405
dan PCR II nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-204 sampai
urutan ke-405. Hasil uji spesifisitas menunjukkan bahwa primer nested PCR hasil
disain hanya mampu mengamplifikasi isolat-isolat V. harveyi. Hasil PCR bagi
isolat-isolat bakteri V. parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp.,
Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang juga
diujikan diketahui tidak terdapat hasil amplifikasi. Berdasarkan uji sensitivitas
diketahui bahwa primer nested PCR hasil disain mampu menDisain Primer V.
harveyi sampai kepadatan 100
cfu/ml atau konsentrasi DNA sampai 101 fg/µl.
Melalui uji surveillance diketahui bahwa deteksi terendah adalah pada sampel hari
ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR 5339 infeksi awal sebanyak
101
cfu/ml.
Kata kunci: V. harveyi, L. vannamei, hemolisin, DNA, nested PCR.
SUMMARY
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Nested Primer Design of Haemolysin
Gene to Detect Vibrio harveyi in Penaeid Shrimp By PCR. Under direction of
UTUT WIDYASTUTI and MUNTI YUHANA.
Litopenaeus vannamei or white shrimp is one of the most important
aquaculture commodity in Indonesia. This penaeid species have several
advantages compared to other shrimp species, such as higher productivity that can
reach more than 13,600 kg/ha, growth faster and at beginning of introduction it
was believed more resistant against diseases. However the later it was known that
luminous Vibrio disease still becomes problem in white shrimp hatchery in
Indonesia.
Application of PCR (Polymerase Chain Reaction) could allow early
detection of disease caused by bacteria, including Vibriosis in shrimp. Nested
PCR is a modification of the regular PCR reaction, which use two successive runs
of PCR. The first PCR fragment product is used as template for the second PCR.
The advantage of nested PCR is to minimize error by using 2 pairs of primers
which also means increasing the PCR sensitivity. Haemolysin gene was known
has better specificity and sensitivity than toxR gene and gyrB gene as molecular
marker to detect V. harveyi. The aim of this study was to design nested PCR
primers using haemolysin gene to detect V. harveyi in penaeid shrimp.
Haemolysin gene sequences from V. harveyi MR5339 and V. harveyi 275
samples was detected by primer pair that designed from complete sequence of V.
harveyi VIB391 haemolysin gene (accesion number: DQ640264) from 133 to 756
sequence. Nested PCR primers was designed from sequencing result of V. harveyi
MR5339 haemolysin gene which have been successfully amplified by the initial
primers. Primer pairs I of nested PCR was designed to amplified the DNA
fragment from positions 52 to 405. Primer pairs II of nested PCR was designed to
amplified the positions 204 to 405. Specificity test showed that nested PCR
primers just only amplified V. harveyi isolates. PCR results for isolates V.
parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas
hydrophila, dan Streptococcus iniae was known has no amplification. Based on
sensitivity test was known that nested PCR primers designed was able to detect V.
harveyi cells density of 100 cfu/ml or at concentration of 10
1 fg/µl extracted DNA.
From surveillance test, it was observed that lowest concentration was detected on
dead shrimp DNA extract suspect V. harveyi MR 5339 initial infected 101 cfu/ml.
.
Keywords: V. harveyi, L. vannamei, haemolysin, DNA, nested PCR.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK
MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID
MELALUI PCR
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Judul Tesis : Disain Nested Primer Gen Hemolisin Untuk Mendeteksi
Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR
Nama : Wawan Abdullah Setiawan
NRP : P051100031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Dr Munti Yuhana, SPi, MSi
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Bioteknologi
Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 30 Mei 2014 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai
bulan April 2013 ini ialah disain nested primer gen hemolisin untuk mendeteksi
Vibrio harveyi pada udang penaeid melalui PCR.
Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan
penulisan tesis ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan banyak
pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.S. dan Ibu Dr. Munti Yuhana,
S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing atas ilmu, cara berfikir, dana dan fasilitas
penelitian kepada penulis. Terimakasih penulis haturkan juga atas waktu,
kesabaran, serta semangat, bimbingan dan semua masukan yang sangat berarti
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini
yang insya Alloh akan penulis jadikan acuan dalam melangkah ke depan. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.S.
selaku penguji atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Terimakasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA sebagai ketua program studi Bioteknologi yang telah banyak
memberikan ilmu, saran, dan masukan sejak awal perkuliahan, penelitian, hingga
selesainya tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional, kepada Bapak Bambang Irawan, Bapak Sumardi, dan Ibu
C. N. Ekowati, serta Bapak/Ibu dosen Jurusan Biologi Universitas Lampung
sebagai orang tua penulis atas arahan, kesempatan, dan penyediaan beasiswa
sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Magister di Insitut
Pertanian Bogor. Semoga penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis
dapatkan bagi sebesar-besarnya kemajuan di tanah kelahiran penulis, tempat
orangtua penulis mencari penghidupan pada khususnya dan khasanah ilmu
pengetahuan pada umumnya.
Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ince
Ayu Khairana Kadriah atas semua kebaikannya sehingga penulis dapat
mengerjakan penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis
sampaikan kepada Mbak Peppy Elvavina selaku teknisi di Laboratorium BIORIN
atas semua masukan, kemudahan, serta kebaikannya selama penelitian. Kepada
Pak Keresyanto, Pak Mulya, Pak Yanto, A’ Saeri, Mbak Nia, Mbak Ara, Pak
Asep, Mbak Pipit, Pak Ranta, dan Mas Rahman, penulis ucapkan banyak
terimakasih atas semua kebaikan dan kebersamaannya kepada penulis. Bapak/Ibu
dan rekan-rekan Lab. BIORIN: Pak Muzuni, Bu Ratna, Pak Radite, Bu Cinta, Pak
Ulung, Pak Asri, Pak Ilyas, Bu Ifa, Mbak Fajri, Mbak Nurul, Mbak Nuril, Ahya,
serta adik-adik tingkat PS Bioteknologi, penulis menyampaikan terima kasih
untuk semua kebersamaan yang telah memberi semangat, masukan, dan
pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih karena sudah berbagi kebahagiaan,
ilmu, dan menjadi pendukung di saat-saat tersulit dalam penyelesaian tesis ini.
Teman-teman PS BTK angkatan 2010 : Mbak Goli, Ratna, Seagames, Mbak
Atun, Stephani, Mas Asep, Rani, Ista, Mbak Cynthia, Ricky, Nanda, Evan, Mas
Aji, Mas Swastika, Mas Fajarudin, Delih, Mbak Anky, Mbak Neng, dan Mbak
Ihat, penulis menyampaikan terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah
memberi semangat dan pengalaman yang tak terlupakan.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada istri
tersayang Ulia Fajriah, keempat orangtua, dan adik-adik tersayang untuk semua
cinta, kasih sayang, dukungan dan perhatiannya selama ini. Terimakasih juga
kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga penulis
mampu menyelesaikan program S2 di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan
penulisan selanjutnya. Bagaimanapun, penulis berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2014
Wawan Abdullah Setiawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Vibriosis pada Udang Putih ................................................................ 3
2.2 Nested PCR ........................................................................................ 5
2.3 Disain Primer ..................................................................................... 6
3 BAHAN DAN METODE 8
3.1 Bahan ................................................................................................. 8
3.2 Peremajaan Isolat Bakteri ................................................................... 8
3.3 Ekstraksi DNA Bakteri ....................................................................... 8
3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis ........................................ 9
3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA ........................... 9
3.6 Desain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ................................ 10
3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ............ 10
3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen
Gen Hemolisin ................................................................................. 11
3.9 Disain Primer Nested PCR ............................................................... 11
3.10 Nested PCR ...................................................................................... 11
3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................. 12
3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................. 12
3.13 Surveillance Test .............................................................................. 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339
dan Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin .............................................. 14
4.2 Disain Primer Nested PCR ................................................................. 16
4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................... 16
4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................... 19
4.5 Surveillance Test ................................................................................ 22
5 SIMPULAN DAN SARAN 25
5.1 Simpulan ............................................................................................ 25
5.2 Saran .................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
RIWAYAT HIDUP 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,
Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan
Streptococcus iniae pada medium agar darah ................................................... 4
2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal ...................................................... 15
3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi
MR5339 ......................................................................................................... 17
4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi 275 .......... 18
5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml ........... 19
6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 102 ng/µl s.d 10
1 fg/µl ..... 21
7 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test .................... 22
8 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test
sampel ke-7 ..................................................................................................... 23
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi pereaksi PCR ................................................................................ 10
2 Program awal pada alat thermocycler ............................................................. 10
3 Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri ........... 14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi MR5339 ...................................... 29
2 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi 275 .............................................. 31
3 Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ......................................... 33
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disain Nested Primer
Gen Hemolisin untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui
PCR adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Wawan Abdullah Setiawan
NRP P051100031
RINGKASAN
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Disain Nested Primer Gen Hemolisin
untuk Mendeteksi Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR. Dibimbing
oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUNTI YUHANA.
Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas
unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Spesies penaeid ini memiliki
beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain
produktivitasnya yang tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa
panennya lebih cepat, serta lebih resisten terhadap penyakit. Meskipun lebih
resisten, penyakit bakterial vibrio berpendar yang disebabkan oleh Vibrio harveyi
masih menjadi kendala dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia.
Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk
melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk
vibriosis pada udang. Nested PCR merupakan variasi dari reaksi PCR biasa. Pada
nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil dari PCR pertama menjadi
DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari nested PCR adalah
meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer
yang sekaligus juga dapat meningkatkan sensitivitas PCR. Gen hemolisin
diketahui mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen
toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler dalam mendeteksi V. harveyi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendisain primer nested PCR menggunakan gen
hemolisin untuk mendeteksi Vibrio harveyi pada udang penaeid.
Sekuen gen hemolisin dari sampel V. harveyi MR5339 dan V. harveyi 275
dideteksi menggunakan primer yang didisain dari sekuen gen lengkap hemolisin
V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133
sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didesain dari sekuen gen hemolisin
isolat V. harveyi MR 5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer awal. PCR I
nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai urutan ke-405
dan PCR II nested PCR didesain untuk mengamplifikasi urutan ke-204 sampai
urutan ke-405. Hasil uji spesifisitas menunjukkan bahwa primer nested PCR hasil
disain hanya mampu mengamplifikasi isolat-isolat V. harveyi. Hasil PCR bagi
isolat-isolat bakteri V. parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp.,
Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang juga
diujikan diketahui tidak terdapat hasil amplifikasi. Berdasarkan uji sensitivitas
diketahui bahwa primer nested PCR hasil disain mampu menDisain Primer V.
harveyi sampai kepadatan 100
cfu/ml atau konsentrasi DNA sampai 101 fg/µl.
Melalui uji surveillance diketahui bahwa deteksi terendah adalah pada sampel hari
ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR 5339 infeksi awal sebanyak
101
cfu/ml.
Kata kunci: V. harveyi, L. vannamei, hemolisin, DNA, nested PCR.
SUMMARY
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN. Nested Primer Design of Haemolysin
Gene to Detect Vibrio harveyi in Penaeid Shrimp By PCR. Under direction of
UTUT WIDYASTUTI and MUNTI YUHANA.
Litopenaeus vannamei or white shrimp is one of the most important
aquaculture commodity in Indonesia. This penaeid species have several
advantages compared to other shrimp species, such as higher productivity that can
reach more than 13,600 kg/ha, growth faster and at beginning of introduction it
was believed more resistant against diseases. However the later it was known that
luminous Vibrio disease still becomes problem in white shrimp hatchery in
Indonesia.
Application of PCR (Polymerase Chain Reaction) could allow early
detection of disease caused by bacteria, including Vibriosis in shrimp. Nested
PCR is a modification of the regular PCR reaction, which use two successive runs
of PCR. The first PCR fragment product is used as template for the second PCR.
The advantage of nested PCR is to minimize error by using 2 pairs of primers
which also means increasing the PCR sensitivity. Haemolysin gene was known
has better specificity and sensitivity than toxR gene and gyrB gene as molecular
marker to detect V. harveyi. The aim of this study was to design nested PCR
primers using haemolysin gene to detect V. harveyi in penaeid shrimp.
Haemolysin gene sequences from V. harveyi MR5339 and V. harveyi 275
samples was detected by primer pair that designed from complete sequence of V.
harveyi VIB391 haemolysin gene (accesion number: DQ640264) from 133 to 756
sequence. Nested PCR primers was designed from sequencing result of V. harveyi
MR5339 haemolysin gene which have been successfully amplified by the initial
primers. Primer pairs I of nested PCR was designed to amplified the DNA
fragment from positions 52 to 405. Primer pairs II of nested PCR was designed to
amplified the positions 204 to 405. Specificity test showed that nested PCR
primers just only amplified V. harveyi isolates. PCR results for isolates V.
parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas
hydrophila, dan Streptococcus iniae was known has no amplification. Based on
sensitivity test was known that nested PCR primers designed was able to detect V.
harveyi cells density of 100 cfu/ml or at concentration of 10
1 fg/µl extracted DNA.
From surveillance test, it was observed that lowest concentration was detected on
dead shrimp DNA extract suspect V. harveyi MR 5339 initial infected 101 cfu/ml.
.
Keywords: V. harveyi, L. vannamei, haemolysin, DNA, nested PCR.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DISAIN NESTED PRIMER GEN HEMOLISIN UNTUK
MENDETEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG PENAEID
MELALUI PCR
WAWAN ABDULLAH SETIAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Judul Tesis : Disain Nested Primer Gen Hemolisin Untuk Mendeteksi
Vibrio harveyi pada Udang Penaeid Melalui PCR
Nama : Wawan Abdullah Setiawan
NRP : P051100031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Dr Munti Yuhana, SPi, MSi
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Bioteknologi
Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 30 Mei 2014 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai
bulan April 2013 ini ialah disain nested primer gen hemolisin untuk mendeteksi
Vibrio harveyi pada udang penaeid melalui PCR.
Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan
penulisan tesis ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan banyak
pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.S. dan Ibu Dr. Munti Yuhana,
S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing atas ilmu, cara berfikir, dana dan fasilitas
penelitian kepada penulis. Terimakasih penulis haturkan juga atas waktu,
kesabaran, serta semangat, bimbingan dan semua masukan yang sangat berarti
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini
yang insya Alloh akan penulis jadikan acuan dalam melangkah ke depan. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.S.
selaku penguji atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Terimakasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA sebagai ketua program studi Bioteknologi yang telah banyak
memberikan ilmu, saran, dan masukan sejak awal perkuliahan, penelitian, hingga
selesainya tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional, kepada Bapak Bambang Irawan, Bapak Sumardi, dan Ibu
C. N. Ekowati, serta Bapak/Ibu dosen Jurusan Biologi Universitas Lampung
sebagai orang tua penulis atas arahan, kesempatan, dan penyediaan beasiswa
sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Magister di Insitut
Pertanian Bogor. Semoga penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis
dapatkan bagi sebesar-besarnya kemajuan di tanah kelahiran penulis, tempat
orangtua penulis mencari penghidupan pada khususnya dan khasanah ilmu
pengetahuan pada umumnya.
Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ince
Ayu Khairana Kadriah atas semua kebaikannya sehingga penulis dapat
mengerjakan penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis
sampaikan kepada Mbak Peppy Elvavina selaku teknisi di Laboratorium BIORIN
atas semua masukan, kemudahan, serta kebaikannya selama penelitian. Kepada
Pak Keresyanto, Pak Mulya, Pak Yanto, A’ Saeri, Mbak Nia, Mbak Ara, Pak
Asep, Mbak Pipit, Pak Ranta, dan Mas Rahman, penulis ucapkan banyak
terimakasih atas semua kebaikan dan kebersamaannya kepada penulis. Bapak/Ibu
dan rekan-rekan Lab. BIORIN: Pak Muzuni, Bu Ratna, Pak Radite, Bu Cinta, Pak
Ulung, Pak Asri, Pak Ilyas, Bu Ifa, Mbak Fajri, Mbak Nurul, Mbak Nuril, Ahya,
serta adik-adik tingkat PS Bioteknologi, penulis menyampaikan terima kasih
untuk semua kebersamaan yang telah memberi semangat, masukan, dan
pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih karena sudah berbagi kebahagiaan,
ilmu, dan menjadi pendukung di saat-saat tersulit dalam penyelesaian tesis ini.
Teman-teman PS BTK angkatan 2010 : Mbak Goli, Ratna, Seagames, Mbak
Atun, Stephani, Mas Asep, Rani, Ista, Mbak Cynthia, Ricky, Nanda, Evan, Mas
Aji, Mas Swastika, Mas Fajarudin, Delih, Mbak Anky, Mbak Neng, dan Mbak
Ihat, penulis menyampaikan terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah
memberi semangat dan pengalaman yang tak terlupakan.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada istri
tersayang Ulia Fajriah, keempat orangtua, dan adik-adik tersayang untuk semua
cinta, kasih sayang, dukungan dan perhatiannya selama ini. Terimakasih juga
kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga penulis
mampu menyelesaikan program S2 di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan
penulisan selanjutnya. Bagaimanapun, penulis berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2014
Wawan Abdullah Setiawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Vibriosis pada Udang Putih ................................................................ 3
2.2 Nested PCR ........................................................................................ 5
2.3 Disain Primer ..................................................................................... 6
3 BAHAN DAN METODE 8
3.1 Bahan ................................................................................................. 8
3.2 Peremajaan Isolat Bakteri ................................................................... 8
3.3 Ekstraksi DNA Bakteri ....................................................................... 8
3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis ........................................ 9
3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA ........................... 9
3.6 Desain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ................................ 10
3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi ............ 10
3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen
Gen Hemolisin ................................................................................. 11
3.9 Disain Primer Nested PCR ............................................................... 11
3.10 Nested PCR ...................................................................................... 11
3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................. 12
3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................. 12
3.13 Surveillance Test .............................................................................. 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339
dan Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin .............................................. 14
4.2 Disain Primer Nested PCR ................................................................. 16
4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR .................................................... 16
4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR .................................................... 19
4.5 Surveillance Test ................................................................................ 22
5 SIMPULAN DAN SARAN 25
5.1 Simpulan ............................................................................................ 25
5.2 Saran .................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
RIWAYAT HIDUP 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,
Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan
Streptococcus iniae pada medium agar darah ................................................... 4
2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal ...................................................... 15
3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi
MR5339 ......................................................................................................... 17
4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi 275 .......... 18
5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml ........... 19
6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 102 ng/µl s.d 10
1 fg/µl ..... 21
7 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test .................... 22
8 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test
sampel ke-7 ..................................................................................................... 23
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi pereaksi PCR ................................................................................ 10
2 Program awal pada alat thermocycler ............................................................. 10
3 Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri ........... 14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi MR5339 ...................................... 29
2 Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi 275 .............................................. 31
3 Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ......................................... 33
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Litopenaeus vannamei atau udang putih merupakan salah satu komoditas
unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia dimana produksinya pada tahun
2014 ditargetkan sebesar 511 ribu ton (KKP 2010). Spesies ini memiliki beberapa
keunggulan dibanding spesies udang lainnya, antara lain produktivitasnya yang
tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, masa panennya lebih cepat, serta
lebih resisten terhadap penyakit (Boyd dan Clay 2002). Meskipun lebih resisten,
penyakit bakterial Vibrio berpendar masih menjadi kendala dalam usaha
pembenihan udang putih di Indonesia (Felix et al. 2011). Spesies bakteri Vibrio
yang sering menyebabkan kematian massal terutama pada larva udang di
Indonesia adalah Vibrio harveyi (Teo et al. 2000). Serangan bakteri Vibrio yang
mengakibatkan kematian udang dalam waktu yang cepat dan dalam jumlah yang
besar. Bakteri ini merupakan jenis patogen yang menginfeksi dan menyebabkan
penyakit pada saat kondisi udang lemah dan faktor lingkungan yang ekstrim
(Austin dan Zhang 2006).
Lightner (1996) menyatakan bahwa pemeriksaan Vibriosis pada udang saat
ini masih dilakukan secara konvensional yaitu dengan melihat gejala klinis pada
tubuh udang, mengisolasi bakteri penyebab penyakit, melakukan uji fisiologi dan
biokimia, yang kesemuanya membutuhkan waktu hingga beberapa hari. Jika hasil
pemeriksaan tersebut sudah positif menunjukkan Vibriosis, inipun sudah
terlambat karena biasanya populasi Vibrio sudah dalam kepadatan yang tinggi,
lebih dari 109 cfu/ml sehingga lebih sukar dikendalikan.
Aplikasi teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memungkinkan untuk
melakukan deteksi dini suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk
Vibriosis pada udang. PCR merupakan teknik yang digunakan untuk
mengamplifikasi sekuen asam nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari
sekuen DNA (Kolmodin dan Birch. 2002). Nested PCR merupakan variasi dari
reaksi PCR biasa. Pada nested PCR, dilakukan 2 kali reaksi PCR dimana hasil
dari PCR pertama menjadi DNA cetakan bagi PCR kedua. Keuntungan dari
nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan
menggunakan 2 pasang primer yang sekaligus juga dapat meningkatkan
sensitivitas PCR (Siebert et al. 1995).
Hemolisin merupakan eksotoksin yang diproduksi oleh bakteri Vibrio
berpendar yang menyerang membran sel darah inang dan menyebabkan sel darah
pecah (Zhang dan Austin 2005). Pada sebagian besar kasus, bukti epidemiologi
dan eksperimental menunjukkan bahwa hemolisin terlibat dalam patogenesis
penyakit Vibriosis (Shinoda 1999). Hemolisin disandikan oleh gen hemolisin
dimana urutan gennya telah banyak diketahui dan dapat diakses di GeneBank.
Kadriah et al. (2013) menjelaskan bahwa gen hemolisin mempunyai spesifisitas
dan sensitivitas yang lebih baik dibanding gen toxR dan gen gyrB sebagai penanda
molekuler dalam mendeteksi V. harveyi. Primer yang didisain dari penelitian
tersebut menunjukkan sensitivitas untuk mendeteksi V. harveyi pada kepadatan
100 cfu/ml dan konsentrasi DNA sebanyak 10
1 pg.
2
Sambrook dan Russel (2001) menerangkan bahwa teknik PCR
memungkinkan untuk mengamplifikasi 1 kopi cetakan DNA. Oleh karena itu,
dengan menggunakan teknik nested PCR diharapkan dapat ditemukan primer
nested PCR yang lebih spesifik dan sensitif bagi gen penyandi hemolisin V.
harveyi sehingga keberadaan bakteri Vibrio berpendar patogenik strain lokal pada
budidaya udang putih dapat dideteksi lebih dini.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendisain nested primer gen hemolisin untuk
mendeteksi bakteri V. harveyi patogenik pada udang penaeid melalui PCR.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vibriosis pada Udang Putih
Udang putih dengan nama ilmiah Litopennaeus vannamei merupakan salah
satu komoditas unggulan dalam budidaya perikanan di Indonesia. Selama periode
tahun 2003 s.d 2007 ekspor udang cenderung meningkat, yaitu dari 137.636 ton
menjadi 160.797 ton (Poernomo 2008). Produksi udang nasional mengalami
kenaikan sebesar 2,6% dari 338.060 ton tahun 2009 menjadi 352.600 ton pada
tahun 2010. Pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan menargetkan
produksi udang putih pada tahun 2014 sebesar 511 ribu ton (KKP 2010).
Udang putih memiliki beberapa keunggulan dibanding beberapa spesies
udang lainnya, diantaranya masa panennya yang lebih cepat, produktifitasnya
yang tinggi yang dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha, dan lebih resisten
terhadap penyakit (Boyd dan Clay 2002). Walaupun udang putih lebih resisten
terhadap penyakit, penyakit bakterial Vibrio berpendar masih menjadi kendala
dalam usaha pembenihan udang putih di Indonesia (Felix et al. 2011).
Penyakit berpendar pada larva udang merupakan penyakit yang berbahaya
karena dapat menyebabkan kematian massal. Bakteri Vibrio berpendar sering
dilaporkan sebagai penyebab kematian massal pada berbagai ikan laut dan udang
di berbagai belahan dunia (Austin dan Zhang 2006). Bakteri Vibrio berpendar
juga dilaporkan sebagai agen penyebab utama penyakit Vibriosis pada udang
budidaya di wilayah Asia Tenggara yang menyebabkan kerugian yang besar
(Lavilla-Pitogo et al. 1998; Liu et al. 1996). Vibriosis telah menyebabkan
mortalitas pada berbagai stadia larva, pasca larva, juvenil, dan dewasa (Lightner
1996). Spesies bakteri Vibrio yang sering menyebabkan kematian massal terutama
pada larva udang di Indonesia adalah Vibrio harveyi (Teo et al. 2000).
Pada sebagian besar kasus, bukti epidemiologi dan eksperimental
menunjukkan bahwa hemolisin terlibat dalam patogenesis penyakit Vibriosis
(Shinoda 1999). Hemolisin merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap
kerusakan membran sel darah (hemolisis) dan dilaporkan bahwa gen hemolisin
terdapat pada beberapa genus Vibrio termasuk V. harveyi (Zhang dan Austin
2005). Kadriah (2013) menerangkan bahwa selain V. harveyi, bakteri V.
parahaemolyticus, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila,
dan Streptococcus iniae diketahui mempunyai aktivitas α hemolisin setelah
ditumbuhkan di medium agar darah. Hasil uji aktivitas hemolisin disajikan pada
gambar 1.
Lebih lanjut menurut Zhang dan Austin (2005), sekuen gen hemolisin
bervariasi pada spesies bakteri yang berbeda sehingga gen ini dapat digunakan
untuk mendeteksi keberadaan bakteri Vibrio sampai pada tingkat spesifik spesies,
antara lain spesies V. harveyi. Hemolisin merupakan jenis toksin yang terdistribusi
paling banyak pada bakteri Vibrio patogen. Berbagai jenis hemolisin yang
diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain, tetapi
tidak identik. Gen hemolisin yang dimiliki V. harveyi termasuk dalam kategori α
hemolisin yang melisis sel darah secara tidak sempurna. Hemolisin V. harveyi
dinamai Vhh yang termasuk dalam famili thermolable haemolysin/TLH.
4
Gambar 1 Hasil uji aktivitas hemolisin isolat V. harveyi, V. parahaemolyticus,
Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan
Streptococcus iniae pada medium agar darah. (A) P-275 = V. harveyi,
AH: A. hydrophila, SM = Salmonella sp., Si = S. iniae. (B) P-275 = V.
harveyi, Si = S. iniae, ES = E. tarda, AH = A. hydrophila. (C) Vp =
V. parahaemolyticus, Vh = V. harveyi. (D) Vh = V. harveyi, Vp = V.
parahaemolyticus (Kadriah 2013).
Kadriah (2013) menjelaskan bahwa spesifisitas dan sensitivitas gen
hemolisin lebih baik dibanding gen toxR dan gen gyrB sebagai penanda molekuler
dalam mendeteksi V. harveyi. Ketiga gen tersebut merupakan gen-gen yang aktif
dalam mekanisme patogenitas bakteri genus Vibrio (Pang et al. 2005; Conejero
dan Hedreyda 2004; Thaithongnum et al. 2006). Gen-gen yang bertanggung
jawab dalam mekanisme patogenitas V. harveyi diekspresikan setelah kondisi
kuorum bakteri ini tercapai (Madigan et al. 2012). Dengan kata lain, gen-gen
tersebut termasuk dalam gen-gen yang sifat ekspresinya inducible yang
terekspresi melalui pengaturan tertentu (Weaver 2012). Primer gen hemolisin hasil
disain Kadriah mampu mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 100
cfu/ml dan
konsentrasi DNA sebanyak 101 pg.
Conejero dan Hedreyda (2004) juga sudah pernah menggunakan gen
hemolisin V. harveyi sebagai penanda untuk deteksi vibrioisis. Primer tersebut
mempunyai spesifisitas yang tinggi karena hanya mendeteksi V. harveyi, namun
dalam penelitiannya tidak disajikan data yang menjelaskan sensitivitasnya.
Deteksi patogen V. harveyi melalui PCR juga dilakukan oleh Thaitongnum et al.
5
(2006) yang menghasilkan sensitivitas sebesar 1,5 x 101 cfu/ml. Primer hasil
disain Thongkao et al. (2013) hanya mampu mendeteksi V. harveyi sampai
kepadatan 1,1 x 102 cfu/ml.
Robertson et al. (1998a) pernah mendeteksi V. harveyi menggunakan
metode enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA), namun tingkat
sensitivitasnya hanya sebesar 105 cfu/ml. Buchatip et al. (2010) mendeteksi V.
harveyi menggunakan imunosensor berbasis quartz crystal microbalance (QCM)
dimana tingkat sensitivitasnya hanya sampai kepadatan 103 cfu/ml, walaupun
spesifisitasnya tinggi.
2.2 Nested PCR
PCR merupakan teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi sekuen asam
nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari sekuen DNA. Teknik ini disusun
dan dipraktikkan oleh Kary B. Mullis pada pertengahan tahun 1985.
Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuen DNA yang
diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al.
1988). Dalam melakukan PCR, ekstrak DNA, enzim DNA polimerase, dan primer
direaksikan dalam larutan buffer yang sesuai. Reaksi PCR dilakukan dengan
bantuan alat thermocycle (Saiki et al. 1988).
Ekstrak DNA yang digunakan harus murni. Kemurnian ekstrak DNA
mempengaruhi hasil PCR dimana jika pada ekstrak DNA banyak pengotornya,
maka akan mengganggu proses PCR yang mengakibatkan kesalahan dalam
menganalisa. DNA dikatakan murni jika rasio OD260/OD280 berkisar antara 1,8
sampai 2,0 (Sambrook dan Russel 2001). Enzim DNA polimerase saat ini sudah
banyak diproduksi oleh perusahaan yang bergerak di bidang molekuler sehingga
lebih memudahkan pengguna dalam melakukan PCR (Apte dan Singh 2007).
Reaksi PCR merupakan sebuah siklus yang berlangsung dalam tiga tahapan.
Siklus diawali dengan tahap denaturasi pada suhu tinggi (90-95°C) yang
mengakibatkan untai ganda DNA mengalami pemisahan menjadi untai tunggal.
Tahap selanjutnya adalah penempelan primer (annealing) yang biasanya terjadi
pada suhu 45-55°C, primer akan melekat pada DNA cetakan sesuai dengan
komplementasi basa nukleotidanya. Tahap yang terakhir yaitu pemanjangan
nukleotida (elongation), pembentukan molekul DNA menggunakan molekul-
molekul dNTP yang merupakan komponen dari cetakan pada suhu 70-75°C
(Kolmodin dan Birch. 2002).
Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA
menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan 2 pasang
primer untuk mengamplifikasi fragmen. Pasangan primer yang pertama akan
mengamplifikasi sekuen yang cara kerjanya mirip dengan PCR pada umumnya.
Pasangan primer yang kedua biasanya disebut nested primer yang berikatan di
dalam sekuen produk PCR yang pertama untuk memungkinkan terjadinya
amplifikasi produk PCR yang kedua dimana hasilnya lebih pendek dari yang
pertama. Waktu yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada
PCR biasa karena pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada
PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR (Siebert et al. 1995).
6
Dengan menggunakan nested PCR, jika ada sekuen yang salah diamplifikasi
maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer
yang kedua sangat rendah. Dengan demikian, nested PCR sangat spesifik dalam
melakukan amplifikasi karena meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan
menggunakan 2 pasang primer (Siebert et al. 1995). Lebih lanjut Nandagopal et
al. (2010) melaporkan bahwa nested PCR dengan target sekuen IS6110 pada
Mycobacterium tuberculosis mempunyai tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan PCR biasa untuk mendeteksi bakteri tersebut
dari fraksi leukosit sampel darah.
2.3 Disain Primer
Primer adalah oligonukleotida spesifik yang komplemen dengan daerah
yang ditentukan pada DNA target sebagai tempat dimulainya sintesis DNA baru
dengan PCR. Untuk mendapatkan daerah tertentu pada DNA target diperlukan
disain primer forward dan reverse dari daerah tersebut. Khusus untuk primer
reverse diperoleh dari sekuen antisensenya. Jadi nukleotida yang didapat dari
sekuen ujung 3 daerah DNA target tadi dicari komplemennya baru kemudian
dibalik (Glick dan Pasternak 2003).
Disain primer spesifik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan amplifikasi DNA dengan PCR. Keakuratan sekuen yang dijadikan
acuan dalam pembuatan primer PCR mampu meminimalisir kesalahan amplifikasi
yang berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi sensitivitas
dan atau spesifisitas primer (Apte dan Singh 2007). Ukuran, komposisi, dan
homologi primer terhadap DNA target harus ditentukan dengan baik agar
diperoleh produk amplifikasi yang diinginkan saat melakukan PCR (Glick dan
Pasternak 2003).
Kolmodin dan Birch (2002) menyatakan bahwa primer yang digunakan bisa
berukuran antara 20 sampai 30 nukleotida. Sambrook dan Russel (2001)
menyatakan bahwa sebaiknya kandungan basa G+C adalah sekitar 50%. Apabila
basa G dan C terdapat dalam jumlah banyak pada ujung 3’ akan memungkinkan
terjadinya kesalahan, misalnya terbentuk struktur “jepit rambut” (hair pin). Dalam
penentuan primer, diusahakan agar tidak terjadi perpasangan sendiri (self priming)
dan dimer-duplex. Primer yang rendah kandungan basa G dan C nya masih
memungkinkan untuk dipilih asalkan primernya berukuran lebih panjang untuk
menghindari temperatur melting (Tm) yang terlalu rendah.
Sambrook dan Russel (2001) lebih jauh menerangkan bahwa Tm
berhubungan dengan suhu annealing atau suhu dimana dimulainya
hibridisasi/penempelan primer dengan komplemennya pada template. Suhu
annealing biasanya lebih rendah 5oC dari Tm. Sesuai dengan peraturan Wallace,
temperatur melting (Tm) dapat ditentukan dengan rumus:
Tm = 4°C (G+C) + 2°C (A+T), dimana
G+C merupakan banyaknya basa G dan C dalam primer yang didisain, sedangkan
A+T merupakan banyaknya basa A dan T.
Penentuan homologi primer dapat dilakukan melalui penelusuran data
sekuen di Genebank seperti website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), EBI
http://www.ebi.ac.uk, maupun DDBJ http://www.ddbj.nig.ac.jp (Claverie dan
7
Notredame 2003). Sekuen gen dari organisme target dijadikan sebagai acuan
dalam mendisain primer untuk memperoleh akurasi yang maksimal (Apte dan
Singh 2007).
Setelah sekuen gen target didapatkan, selanjutnya sekuen tersebut
dibandingkan dengan sekuen lainnya yang telah tersedia di Genebank.
Pembandingan ini dapat dilakukan melalui website NCBI. Pada website NCBI
dapat diakses program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang
merupakan program untuk menganalisa kesamaan yang didisain dalam
mengekplorasi semua database sekuen yang diminta, baik berupa DNA maupun
protein (Claverie dan Notredame 2003). Setelah sekuen-sekuen hasil BLAST
didapatkan, selanjutnya dapat dianalisis penjajaran dengan metode clustalW
menggunakan software BIOEDIT (Hall 1999). Berdasarkan hasil clustalW dapat
terlihat daerah sekuen yang conserved maupun yang tidak conserved. Menurut
Apte dan Singh (2007), area conserved merupakan daerah spesifik gen dan area
yang tidak conserved merupakan daerah spesifik spesies. Dalam mendisain
primer, terlebih bagi pendeteksian patogen, spesifisitas maupun sensitivitas primer
merupakan hal yang sangat penting untuk meminimalisir hasil positif palsu dan
negatif palsu.
8
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi isolat V. harveyi
MR5339 dari koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI) Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Perikanan IPB dan isolat V. harveyi 275, V.
parahaemolyticus, V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas
hydrophila, dan Streptococcus iniae dari Laboratorium Karantina Ikan Makassar.
Semua isolat bakteri yang digunakan telah diverifikasi (Kadriah 2013). Isolat-
isolat V. harveyi dan V. parahaemolyticus diremajakan menggunakan medium Sea
Water Complete. Isolat V. campbelli, Salmonella sp., Edwardsiella tarda,
Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae masing-masing ditumbuhkan
dalam medium Luria Bertani.
Sebelum dilakukan disain primer nested PCR, sekuen gen hemolisin V.
harveyi sampel dideteksi menggunakan primer awal yang didisain dari gen
lengkap hemolisin V. harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264) mulai
dari urutan ke-133 sampai urutan ke-756. Primer nested PCR didisain dari sekuen
gen hemolisin isolat V. harveyi MR5339 yang berhasil teramplifikasi oleh primer
awal. Primer I nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan ke-52 sampai
urutan ke-405 dan primer II nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan
ke-204 sampai urutan ke-405.
3.2 Peremajaan Isolat Bakteri
Isolat-isolat Vibrio diremajakan menggunakan medium Sea Water
Complete/ SWC (bacto peptone 5 g, bacto-yeast extract 1 g, gliserol 3 ml, air laut
750 ml, dan akuades 250 ml). Isolat- isolat bakteri lain ditumbuhkan dalam
masing-masing 3 ml medium Luria Bertani/ LB (bacto tryptone 10g, bacto-yeast
extract 5g, NaCl 10 g, dan akuades 1 l). Isolat-isolat diinkubasikan pada suhu
ruang selama 24 jam.
3.3 Ekstraksi DNA Bakteri
Masing-masing koloni bakteri Vibrio ditumbuhkan dalam 3 ml media SWC
cair. Isolat-isolat bakteri lain ditumbuhkan dalam masing-masing 3 ml media LB
cair. Isolat-isolat tersebut diinkubasi di atas shaker dengan kecepatan 250 rpm
pada suhu ruang selama semalam.
Masing-masing kultur diambil sebanyak 1,5 ml dan dipindahkan ke dalam
tabung eppendorf 1,5 ml lalu diendapkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm 4°C
selama 10 menit, supernatan dibuang. Endapan bakteri lalu disuspensikan ke
dalam 600 µl larutan CTAB (cationic detergent hexadecyltrimethyl ammonium
bromide) yang telah ditambahkan dengan 3% PVP (polyvinylpyrrolidone) untuk
kultur bakteri selain V. harveyi dan 5% PVP untuk kultur bakteri V. harveyi.
Selanjutnya larutan diresuspensi. Larutan diinkubasi pada suhu 65°C
menggunakan heater block selama 30-60 menit, setiap 5 menit larutan dibolak-
9
balik perlahan. Larutan kemudian diletakkan di dalam es selama 5 menit. Ke
dalam larutan ditambahkan larutan CI (chloroform:isoamylalcohol, perbandingan
4:1) kemudian tabung dibolak-balik perlahan beberapa kali. Tabung selanjutnya
disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 10.000 rpm suhu 4°C.
Fase air yang berada di bagian atas selanjutnya diambil sebanyak 500 µl lalu
dimasukkan ke dalam tabung baru. Selanjutnya ditambahkan 500 µl PCI (phenol:
chloroform:isoamylalcohol, perbandingan 25:24:1). Tabung dibolak-balik
perlahan lalu disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit suhu
4°C. Fase air yang berada di bagian atas diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
baru lalu ditambahkan 0,1 kali volume sodium asetat 2M pH 5.2 dan 2 kali
volume etanol absolut, kemudian dicampurkan perlahan-lahan untuk kemudian
disimpan di dalam pendingin pada suhu -20°C selama 30 menit. Larutan yang ada
di dalam tabung lalu disentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan 10.000 rpm.
Semua supernatan dibuang.
Ke dalam tabung yang berisi pelet, ditambahkan 500 µl etanol 70% lalu
disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Supernatan lalu
dibuang dan pelet dikeringkan dengan alat vakum pada suhu 40oC selama 15
menit. Pelet yang didapat merupakan DNA genom. Ke dalam tabung tersebut lalu
ditambahkan 20 µl dH2O dan 4 µl/0,2 kali volume RNAse (1 mg/ml) dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam hingga semalaman. Setelah diinkubasi,
dilakukan inaktivasi RNAse dengan menyimpan tabung pada heater blok suhu
70oC selama 10 menit.
3.4 Analisa DNA Vibrio dengan Elektroforesis
Pertama-tama, dibuat suspensi 0,8 % agarose dalam TAE 1X dengan cara
melarutkan 0,8 gram agarose dalam 100 ml TAE 1X, kemudian dipanaskan
dengan microwave hingga larutan menjadi jernih. Setelah agak dingin dituang ke
dalam cetakan dan dibiarkan membeku. Sampel DNA sebanyak 10 μl dicampur
dengan 1 μl loading dye lalu dimasukkan ke dalam sumur gel. Marker lamda juga
dimasukkan sebagai penanda. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 Volt
selama 28 menit. Gel lalu dipindahkan ke dalam larutan ethidium bromide (EtBr)
0,5 mg/l selama 5 menit dan selanjutnya diamati di atas UV setelah sebelumnya
dicuci dengan dH2O.
3.5 Uji Kemurnian dan Penghitungan Konsentrasi DNA
Sebanyak 1 μL sampel DNA dilarutkan dengan 699 μL ddH2O kemudian
dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer pada OD260 dan OD280.
Diukur 2 x nilai absorbansinya dengan spektrofotometer pada OD260 dan OD280
kemudian dihitung konsentrasi DNA sampel (μg/ml) pada pengenceran 700x
tersebut. Dihitung rasio nilai absorbansinya pada OD260/OD280 . Setiap OD260 = 1
setara dengan 50 ng/ml DNA.Untuk mengukur kemurnian DNA terhadap
kontaminan, nilai absorbansi 260 nm dibandingkan dengan nilai absorbansi 280
nm. DNA dikatakan murni jika memiliki rasio OD260/OD280 antara 1,8 sampai 2,0.
10
Menurut Lee et al. (1995), 2,6 fg DNA sebanding dengan 1 sel bakteri V.
parahaemolyticus.
3.6 Disain Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi
Pertama-tama dicari sekuen gen hemolisin V. harveyi melalui website EBI
(http://www.ebi.ac.uk/). Setelah didapatkan, dicari gen lainnya yang mirip dengan
menggunakan program BLAST di website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov).
Sekuen hasil BLAST disimpan ke dalam 1 file fasta. File ini selanjutnya akan
dianalisis clustalW menggunakan program BIOEDIT untuk mendisain primer
awal.
3.7 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi
Terlebih dahulu dibuat campuran pereaksi PCR. Komposisi pereaksi PCR
dijelaskan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Komposisi pereaksi PCR
Komponen Volume (µl)
ddH2O steril 12,8
Buffer reaksi 10 X 2
dNTP (2 mM) 2
Primer Forward (10 pM) 0,5
Primer Reverse (10 pM) 0,5
Taq DNA Polimerase (5 U/µl) 0,2
Masing-masing 2 µl ekstrak DNA konsentrasi 100 ng/µl dari beberapa isolat
V. harveyi akan dicampurkan dengan pereaksi PCR. Pada setiap campuran
pereaksi PCR hanya akan dicampurkan dengan 1 strain ekstrak DNA V. harveyi.
Campuran-campuran ini lalu dihomogenkan untuk kemudian dilakukan PCR
menggunakan alat thermocycler.
Pada alat thermocycler diatur program yang pradenaturasi, denaturasi,
extensi, extensi akhir, dan pendinginannya disamakan untuk tiap-tiap primer.
Suhu dan waktu annelingnya disesuaikan dengan masing-masing primer. Program
ini dilakukan sebanyak 35 siklus. Hasil PCR kemudian dielektroforesis dengan
1% agarose. Program awal ini dipaparkan pada tabel 2.
Tabel 2. Program awal pada alat thermocycler
Tahapan PCR Suhu (oC) Waktu (menit)
Pradenaturasi (pra PCR) 95 5
Denaturasi 94 1
Extensi 72 1
Extensi akhir 72 5
Pendinginan 15 10
11
3.8 Elusi Sekuen Gen Hemolisin V. harveyi dan Pengurutan Sekuen Gen
Hemolisin
Sekuen DNA V. harveyi hasil PCR di atas selanjutnya diisolasi mengikuti
metode Suharsono dan Widyastuti (2010). Gel yang mengandung pita DNA yang
diinginkan dipotong diatas UV. Hasil pemotongan dipindahkan ke cawan petri
dan dicacah menggunakan scalpel. Gel disaring menggunakan membran hybon N
netral dalam tabung mikro. Membran dibasahi dengan 50µl buffer elusi (0,1 %
SDS; 50 mM Tris pH 7,5) sebelum dimasukkan gel. Potongan gel lalu
dimasukkan lalu ditambahkan lagi buffer elusi sebanyak 150 µl. Campuran
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit pada suhu 20°. Ke
dalam campuran ditambahkan lagi 150 µl larutan buffer elusi diatas gel dan
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.
Penambahan larutan buffer elusi dilakukan hingga volume total menjadi 500 µl.
Larutan DNA hasil penyaringan diendapkan dengan penambahan dengan 0,1
kali volume (50 µl) NaOAc 3 M pH 5 dan ditambah dengan 2 kali volume larutan
dengan etanol absolut (1 ml). Hasil penyaringan disimpan dalam freezer bersuhu -
20°C selama 30 menit lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu
4° selama 20 menit. Endapan yang diperoleh dibilas dengan 500 µl etanol 70%
dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4° selama 10 menit.
Supernatan dibuang dan endapan dikeringkan dengan mesin vakum. Endapan
kemudian disuspensikan dengan 10 µl TE (10 mM Tris-HCl; 1 mM EDTA pH 8).
Sekuen DNA yang didapatkan dari isolat V. harveyi ini akan dijadikan
sebagai kontrol positif gen hemolisin V. harveyi pada nested PCR selanjutnya.
Sekuen ini juga diurutkan basa-basanya dengan alat sequencer menggunakan jasa
analisis dari 1st Base.
3.9 Disain Primer Nested PCR
Sekuen yang didapat dari hasil pengurutan akan digunakan untuk mendisain
pasangan primer nested PCR. Dalam mendisain pasangan primer dari nested PCR,
hasil sekuen yang didapat kemudian dianalisis culstalW menggunakan program
BIOEDIT bersama sekuen-sekuen gen hemolisin sebelumnya.
Masing-masing ekstrak DNA murni dari beberapa isolat bakteri Vibrio akan
dilakukan uji penempelan pasangan primer pertama nested PCR hasil disain. Jika
primer yang ada masih belum spesifik menempel hanya pada isolat V. harveyi
maka akan dilakukan disain primer baru sampai primer hanya spesifik bagi V.
harveyi.
3.10 Nested PCR
Setelah diperoleh pasangan primer bagi nested PCR, dilakukan PCR
menggunakan primer PCR I nested PCR menggunakan ekstrak DNA V. harveyi
masing-masing sebanyak 20 ng/µl. Sekuen hasil PCR yang didapat kemudian
dilakukan PCR kembali dengan primer PCR II nested PCR. Masing-masing
12
ekstrak DNA murni isolat-isolat bakteri V. harveyi akan dilakukan uji penempelan
primer bagi nested PCR hasil disain.
3.11 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR
Untuk mengetahui sensitivitas primer nested PCR hasil disain, dilakukan
pengenceran berseri terhadap genom isolat-isolat bakteri V. harveyi mulai dari
pengenceran105, 10
4, 10
3, 10
2, 10
1, dan 10
0 cfu/ml. Pengenceran berseri juga
dilakukan terhadap ekstrak DNA genom yaitu 102 ng/µl sampai 10
1 fg/µl.
Masing-masing hasil pengenceran diamplifikasi dengan PCR menggunakan
primer nested PCR hasil disain. Hasil PCR kemudian dielektroforesis untuk
melihat ada-tidaknya pita hasil amplifikasi. Sebagai kontrol positif digunakan
sekuen DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan primer awal sebanyak 102
ng/µl dan sebagai kontrol negatif digunakan ddH2O steril.
3.12 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR
Untuk mengetahui spesifisitas primer nested PCR tersebut terhadap isolat V.
harveyi, dilakukan juga amplifikasi dengan PCR terhadap ekstrak DNA bakteri
Vibrio non harveyi yaitu V. parahaemolyticus dan V. campbelli serta bakteri non
Vibrio yaitu Salmonella sp., E. tarda, A. hydrophila, dan S.s iniae yang telah
disiapkan sebelumnya. Sekuen DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan
primer awal digunakan sebagai kontrol positif dan ddH2O steril digunakan sebagai
kontrol negatif.
3.13 Surveillance Test
Setelah dilakukan uji sensitivitas dan spesifisitas secara in vitro, dilakukan
uji lapang melalui pengecekan langsung terhadap udang putih fase post larvae
yang diinfeksikan dengan V. harveyi. Bakteri V. harveyi sebelumnya ditumbuhkan
di media SWC padat yang mengandung antibiotik rifampisin 50 mg/l untuk
memudahkan verifikasi.
Mula-mula post larvae diaklimatisasi selama 24 jam. Selanjutnya post
larvae diinfeksikan selama 2 jam dalam suspensi V. harveyi dalam air laut mulai
dari konsentrasi 105, 10
4, 10
3, 10
2, 10
1, dan 10
0cfu/ml. Air lalu diganti dengan air
laut steril. Selama diuji, post larvae diberi pakan Artemia (Wickins dan Lee
2002).
Infeksi V. harveyi pada post larvae udang putih tersebut dicek setiap hari
hingga hari ke-6. Pengecekan dilakukan terhadap post larvae yang hidup maupun
yang mengalami kematian. Setiap hari larva digerus untuk selanjutnya dilakukan
ekstraksi DNA (Robertson et al. 1998b). Ekstraksi dilakukan dengan modifikasi
metode CTAB + PVP dari Suryati (2013) dimana 3% PVP diganti menjadi 5%.
Ekstrak kemudian dilakukan PCR dengan primer nested PCR. Hasil PCR
kemudian dielektroforesis untuk melihat ada-tidaknya pita hasil amplifikasi.
Khusus bagi post larvae yang mati, sebelum dilakukan ekstraksi DNA, gerusan
13
ditumbuhkan di media SWC padat yang mengandung antibiotik rifampisin untuk
verifikasi infeksi V. Harveyi sampel. Sebagai kontrol positif digunakan sekuen
DNA isolat V. harveyi hasil PCR menggunakan primer awal hasil elusi. Ekstrak
DNA V. harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/µl juga digunakan sebagai kontrol
positif untuk memperkuat data. Sebagai kontrol negatif digunakan ddH2O steril,
air laut steril, dan ekstrak DNA udang yang tidak terinfeksi V. harveyi.
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PCR Menggunakan Primer Awal Gen Hemolisin V. harveyi MR5339 dan
Pengurutan Sekuen Gen Hemolisin
PCR menggunakan primer awal dilakukan pada ekstrak DNA V. harveyi
MR5339 dan V. harveyi 275. Ekstraksi DNA juga dilakukan pada isolat-isolat
bakteri lain. Semua ekstrak DNA diuji kemurnian dan konsentrasinya yang
hasilnya dipaparkan pada tabel 3. Hasil penghitungan uji kemurnian melalui
spektrofotometri menunjukkan bahwa ekstrak DNA yang diperoleh telah murni.
Kemurnian terendah adalah pada ekstrak DNA V. harveyi yaitu 1,8 dan
kemurnian tertinggi adalah pada ekstrak DNA E. tarda yaitu 1,92. Sesuai dengan
pernyataan Sambrook dan Russel (2001), DNA dikatakan murni jika rasio
OD260/OD280 berkisar antara 1,8 sampai 2,0. Selanjutnya Sambrook dan Russel
(2001) menerangkan bahwa kemurnian DNA mempengaruhi hasil PCR dimana
jika pada ekstrak DNA banyak kontaminannya, maka akan mengganggu proses
PCR.
Melalui analisa spektrofotometri juga diketahui bahwa konsentrasi DNA
terendah adalah pada ekstrak DNA E. tarda yaitu 8,75 x 102 ng/μl dan tertinggi
pada ekstrak DNA V. parahaemolyticus yaitu 3,395 x 103 ng/μl. Konsentrasi ini
telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian selanjutnya karena konsentrasi
DNA tertinggi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1 x 102 ng/μl.
Tabel 3. Hasil penghitungan uji kemurnian dan konsentrasi DNA isolat bakteri.
Nama Sampel Bakteri OD260 OD280 Kemurnian
DNA
Konsentrasi DNA
(ng/µl)
V. harveyi MR5339 0,052 0,029 1,79 1820
V.harveyi 275 0,042 0,022 1,91 1470
V.campbelli 0,038 0,021 1,81 1330
V. parahaemolyticus 0,097 0,052 1,87 3395
Streptococcus iniae 0,039 0,021 1,86 1365
Salmonella sp. 0,044 0,024 1,83 1540
Aeromonas hydrophila 0,061 0,033 1,85 2135
Edwardsiella tarda 0,025 0,013 1,92 875
Ekstrak DNA V. harveyi yang telah diuji kemurnian dan konsentrasinya
dilakukan sebagai templat PCR dengan primer awal. Berdasarkan hasil PCRnya
diketahui bahwa ukuran DNA yang didapatkan sesuai dengan yang diperkirakan
yaitu 624 pb. Berdasarkan hasil PCR menggunakan primer awal, divisualisasikan
pada gambar 2. Dari gambar 2 diketahui bahwa primer awal mengamplifikasi
seluruh bakteri genus Vibrio sedangkan bakteri genus lain tidak terlihat
amplifikasi. Menurut Zhang dan Austin (2005), berbagai jenis hemolisin yang
diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain, tetapi
tidak identik. Kemunculan pita amplifikasi pada semua bakteri genus Vibrio dapat
15
terjadi karena primer awal yang didisain berasal dari daerah yang conserved
dimana menurut Apte dan Singh (2007) daerah yang conserved merupakan daerah
spesifik gen, bukan spesies. Primer awal ini didesain dari gen hemolisin V.
harveyi strain VIB 391 (nomor akses: DQ640264). Tidak munculnya pita
amplifikasi pada bakteri non Vibrio dimungkinkan karena tidak identiknya
hemolisin yang dimiliki oleh bakteri non Vibrio tersebut (gambar 2). Hal ini
diperkuat dengan penelusuran kemungkinan menempelnya primer awal melalui
NCBI dimana tidak ditemukan adanya penempelan pada spesies non Vibrio.
Dengan kata lain, primer awal hasil disain ini adalah primer spesifik gen
hemolisin bakteri genus Vibrio.
Gambar 2 Visualisasi hasil PCR dengan primer awal. Visualisasi hasil PCR
dengan primer awal bagi ekstrak DNA V. parahaemolyticus (A),
Salmonella sp. (B), E. tarda (C), V. harveyi 275 (D), V. harveyi
MR5339 (E), V. campbelli (F), A. hydrophila (G), dan S. iniae (H)
dengan marker 1kb dari Invitrogen.
Sekuen gen hemolisin V. harveyi MR5339 yang teramplifikasi diketahui
berukuran 624 pb dan sekuen gen hemolisin V. harveyi 275 juga berukuran 624
pb. Setelah dibandingkan dengan sekuen gen hemolisin yang ada di Genebank
melalui website NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/), kedua sekuen tersebut
mempunyai kemiripan sebesar 99% dengan sekuen gen hemolisin V. harveyi
strain VH34, nomor akses EU827170 (lampiran 1 dan 2).
Primer awal ini didisain dari sekuen gen lengkap V. harveyi strain VIB 391
(nomor akses: DQ640264) mulai dari urutan ke-133 sampai urutan ke-756.
Tujuan primer awal ini didisain adalah untuk mendapatkan urutan nukleotida
sekuen gen hemolisin V. harveyi langsung dari bakterinya dan bukan dari sekuen
yang telah terdeposit di Genebank dimana diharapkan dari urutan tersebut dapat
didisain primer nested PCR untuk meminimalisir kesalahan amplifikasi yang
berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi spesifisitas dan
sensitivitas dari nested primer yang didisain. Sesuai dengan pernyataan Apte dan
Singh (2007), keakuratan sekuen yang dijadikan acuan dalam pembuatan primer
PCR mampu meminimalisir kesalahan amplifikasi yang berupa positif palsu
maupun negatif palsu yang akan mengurangi spesifisitas dan sensitivitas primer.
Komposisi, ukuran, dan homologi primer terhadap DNA target harus ditentukan
dengan baik agar diperoleh produk amplifikasi yang diinginkan saat melakukan
PCR (Glick dan Pasternak 2003).
Gen hemolisin dipilih karena berdasarkan hasil penelitian Kadriah (2013),
gen ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik sebagai penanda
molekuler dibandingkan dengan gen toxR maupun gen gyrB. Ketiga gen tersebut
merupakan gen-gen yang aktif dalam mekanisme patogenitas bakteri genus Vibrio
(Pang et al. 2005; Conejero dan Hedreyda 2004; Thaithongnum et al. 2006). Gen-
gen yang bertanggung jawab dalam mekanisme patogenitas V. harveyi
16
diekspresikan setelah kondisi kuorum bakteri ini tercapai (Madigan et al. 2012).
Dengan kata lain, gen-gen tersebut termasuk dalam gen-gen yang sifat
ekspresinya inducible yang terekspresi melalui pengaturan tertentu (Weaver
2012). Dengan mendisain primer dari gen yang bersifat inducible, spesifisitas dan
sensitivitas primer memungkinkan untuk menjadi lebih tinggi lagi.
Hemolisin merupakan eksotoksin yang mampu melisis membran sel darah
yang menyebabkan terlepasnya ikatan besi pada beberapa protein seperti pada
haemoglobin. Hemolisin merupakan jenis toksin yang terdistribusi paling banyak
pada bakteri Vibrio patogen (Zhang dan Austin 2005). Pada sebagian besar kasus,
bukti epidemiologi dan eksperimental menunjukkan bahwa hemolisin terlibat
dalam patogenesis penyakit Vibriosis (Shinoda 1999). Berbagai jenis hemolisin
yang diproduksi oleh bakteri genus Vibrio mempunyai kemiripan satu sama lain,
tetapi tidak identik. Gen hemolisin yang dimiliki V. harveyi termasuk dalam
kategori α hemolisin yang melisis sel darah secara tidak sempurna. Hemolisin V.
harveyi dinamai Vhh yang termasuk dalam famili thermolable haemolysin/TLH
(Zhang dan Austin 2005). Tidak identiknya gen hemolisin memungkinkan lebih
tingginya spesifisitas dan sensitivitasnya sebagai marka molekuler dibanding
dengan gen toxR maupun gen gyrB, sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Kadriah (2013).
4.2 Disain Primer Nested PCR
Primer nested PCR didisain dari informasi gen hemolisin V. harveyi
MR5339 yang telah disekuen menggunakan jasa 1st Base dari PT. Genetika.
Disain primer ini dimulai dengan melakukan alignment terhadap hasil sekuen gen
hemolisin yang didapatkan dengan data sekuen yang terdeposit di website NCBI
(Claverie dan Notredame 2003). Sekuen-sekuen hasil penjajaran tersebut
selanjutnya disimpan di dalam 1 file untuk dianalisis penjajaran dengan metode
clustalW pada program BIOEDIT (Hall 1999). Berdasarkan hasil analisis tersebut,
dipilih daerah yang paling tidak conserved untuk dijadikan primer. Sesuai dengan
pernyataan Apte dan Singh (2007), daerah yang paling tidak conserved
merupakan daerah spesifik spesies tersebut sehingga pemilihan daerah tersebut
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mengamplifikasi sekuen gen
hemolisin V. harveyi.
Daerah yang paling tidak conserved dan yang paling memungkinkan dari
gen hemolisin V. harveyi MR5339 diketahui berada pada urutan ke-52 sampai
urutan ke-405. Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain ditunjukkan
pada lampiran 3. Primer I nested PCR didisain untuk mengamplifikasi urutan ke-
52 sampai urutan ke-405 dan primer II nested PCR didisain untuk
mengamplifikasi urutan ke-204 sampai urutan ke-405.
4.3 Uji Sensitivitas Primer Nested PCR
Hasil elektroforesis uji sensitivitas primer nested PCR terhadap V. harveyi
MR5339 menggunakan pengenceran sel 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml dan ekstrak
DNA 101 fg/µl s.d. 10
2 ng/µl divisualisasikan pada gambar 3. Primer nested yang
17
digunakan mempunyai sensitivitas hingga s.d 100 cfu/ml mendeteksi V. harveyi
MR5339 (gambar 3a dan 3b). Hasil PCR dengan primer I nested PCR
menghasilkan pita yang berukuran 354 pb. Adanya 2 pita yang muncul pada hasil
PCR II dimungkinkan karena suhu penempelan primer yang berdekatan, yaitu
63oC untuk PCR I dan 64
oC untuk PCR II sehingga primer dari PCR I yang
kemungkinan terikut dari pengambilan produk PCR I ikut mengamplifikasi pada
reaksi PCR II. Sesuai dengan Sambrook dan Russel (2001), pada optimasi PCR,
suhu penempelan primer yang berdekatan masih memungkinkan untuk
penempelan primer. Mengacu kepada kontrol positif, kemunculan 2 pita tersebut
tidak mempengaruhi kesimpulan akhir penelitian ini.
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 3 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi
MR5339. a) Hasil PCR dengan primer I nested PCR (A5 s.d. A0 =
ekstrak DNA bakteri V. harveyi MR5339 pengenceran berturut-turut
dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). b) Hasil PCR dengan primer II nested
PCR dan DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 µl (A5 s.d.
A0 = Produk PCR I bakteri V. harveyi MR5339 pengenceran berturut-
turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). c) Hasil PCR dengan primer I
nested PCR (A2n s.d A1f = ekstrak DNA V. harveyi MR5339 102
ng/µl s.d 101fg/µl). d) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan
DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 µl (A2n s.d A1f =
Produk PCR I ekstrak DNA V. harveyi MR5339 102 ng/µl s.d
101fg/µl). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339
konsentrasi 102 ng/µl produk PCR I, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O, M
= marker 100 pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.
Sensitivitas primer nested juga memungkinkan untuk mendeteksi ekstrak
DNA V. harveyi MR5339 hingga 101 fg/µl (gambar 3c dan 3d), lebih sensitif
dibandingkan dengan metode deteksi yang dilakukan oleh Kadriah et al. (2013).
Sensitivitas hingga 101 fg/µl ini sesuai dengan Lee et al. (1995) yang menyatakan
bahwa 2,6 fg DNA sebanding dengan 1 sel bakteri V. parahaemolyticus, dimana
bakteri ini satu genus dengan V. harveyi sehingga bisa dikatakan bahwa
konsentrasi DNA 1 sel bakteri V. parahaemolyticus dengan bakteri V. harveyi
tidak jauh berbeda karena kekerabatan secara filogenetisnya juga sangat dekat. Uji
sensitivitas juga memberikan hasil yang sama pada V. harveyi 275 dimana primer
nested PCR hasil disain mampu mendeteksi hingga kepadatan sel 100 cfu/ml dan
ekstrak DNA hingga 101 fg/µl (gambar 4).
18
Uji sensitivitas sangat diperlukan dalam disain primer untuk mendeteksi
patogen karena melalui uji ini dapat diketahui adanya kemungkinan munculnya
hasil negatif palsu. Tingginya sensitivitas primer PCR mampu meminimalisir
hasil negatif palsu (Apte dan Singh 2007). Berdasarkan hasil penelitian ini maka
dapat dikatakan bahwa primer nested hasil disain mempunyai sensitivitas yang
tinggi. Primer nested PCR yang digunakan dalam penelitian ini diketahui mampu
mendeteksi V. harveyi hingga kepadatan 100 cfu/ml dan ekstrak DNA hingga 10
1
fg/µl sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai penanda molekuler bagi
proses yang berhubungan dengan budidaya maupun pengolahan udang L.
vannamei untuk mengantisipasi kontaminasi patogen V. harveyi.
Sebagai perbandingan, Robertson et al. (1998a) hanya mencapai sensitivitas
sebesar 105 cfu/ml mendeteksi V. harveyi menggunakan metode enzyme-linked
immunosorbent assays (ELISA). Deteksi V. harveyi menggunakan imunosensor
berbasis quartz crystal microbalance (QCM) hanya mendeteksi sampai kepadatan
103cfu/ml, walaupun spesifisitasnya tinggi (Buchatip et al. 2010).
Thaitongnum et al. (2006) yang juga mendisain primer untuk mendeteksi V.
harveyi menghasilkan sensitivitas sebesar 1,5 x 101 cfu/ml. Primer hasil disain
Thongkao et al. (2013) hanya mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 1,1 x 102
cfu/ml. Semua hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil uji sensitivitas
dalam penelitian ini.
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 4 Uji sensitivitas primer nested PCR menggunakan DNA V. harveyi
275. a) Hasil PCR dengan primer I nested PCR (B5 s.d B0 = ekstrak
DNA bakteri V. harveyi 275 pengenceran berturut-turut dari 105
cfu/ml s.d 100 cfu/ml). b) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan
DNA produk PCR I masing-masing sebanyak 1 µl (B5 s.d B0 =
Produk PCR I bakteri V. harveyi 275 pengenceran berturut-turut dari
105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). c) Hasil PCR dengan primer I nested PCR
(B2n s.d B1f = ekstrak DNA V. harveyi 275 102 ng/µl s.d , 10
1fg/µl).
d) Hasil PCR dengan primer II nested PCR dan DNA produk PCR I
masing-masing sebanyak 1 µl (B2n s.d B1f = ekstrak DNA V. harveyi
275 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V.
harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/µl, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O,
M = marker 100 pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.
19
4.4 Uji Spesifisitas Primer Nested PCR
Uji spesifisitas primer nested PCR dilakukan pada kepadatan bakteri 105 cfu
/ml s.d 100 cfu/ml dan ekstrak DNA 10
1 fg/µl s.d. 10
2 ng/µl. Dari hasil PCR
ekstrak DNA bakteri V. campbelli, V. parahaemolyticus, S. iniae, Salmonella sp.,
A. hydrophila, dan E. tarda yang yang digunakan sebagai pembanding dalam uji
spesifisitas ini, tidak ada satupun dihasilkan amplikon (gambar 5 dan 6), merujuk
pada kontrol positif ((+)1) hasil elusi V. harveyi 275 konsentrasi 102 ng/µl, kontrol
negatif ((-)1) ddH2O.
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 5 Hasil uji spesifisitas pada kepadatan bakteri 10
5 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml.
a) Hasil uji spesifisitas isolat V. campbelli (PCR I: C5 s.d. C0 =
ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0
cfu/ml. PCR II: C5 s.d. C0 = Produk PCR I pengenceran berturut-
turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). b) Hasil uji spesifisitas bagi
isolat V. parahaemolyticus (PCR I: D5 s.d. D0 = ekstrak DNA
pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml. PCR II: D5
s.d. D0 = Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d
100 cfu/ml). c) Hasil uji spesifisitas bagi isolat S. iniae (PCR I: E5
20
s.d. E0 = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d
100 cfu/ml. PCR II: E5 s.d. E0 = Produk PCR I pengenceran berturut-
turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). d) Hasil uji spesifisitas bagi
isolat Salmonella sp. (PCR I: F5 s.d. F0 = ekstrak DNA pengenceran
berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml. PCR II: F5 s.d. F0 =
Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0
cfu/ml). e) Hasil uji spesifisitas bagi isolat A. hydrophila (PCR I: G5
s.d. G0 = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d
100 cfu/ml. PCR II: G5 s.d. G0 = Produk PCR I pengenceran
berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu/ml). f) Hasil uji spesifisitas
bagi isolat E. tarda (PCR I: H5 s.d. H0 = ekstrak DNA pengenceran
berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0 cfu /ml. PCR II: H5 s.d. H0 =
Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 105 cfu/ml s.d 10
0
cfu/ml). (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339
konsentrasi 102 ng/µl, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O, M = marker 100
pb dari Jena Bioscience konsentrasi 60 ng.
Isolat-isolat V. parahaemolyticus, Salmonella sp., Edwardsiella tarda,
Aeromonas hydrophila, dan Streptococcus iniae yang digunakan sebagai
pembanding dalam penelitian ini diketahui mempunyai kemampuan melisis sel
darah. Melalui uji aktivitas hemolisin di medium agar darah, isolat-isolat tersebut
mempunyai aktivitas α hemolisin (Kadriah 2013). Tidak munculnya amplikon
pada isolat V. parahaemolyticus dan V. campbelli dimungkinkan karena menurut
Zhang dan Austin (2005) hemolisin yang diproduksi bakteri genus Vibrio
meskipun mirip, namun tidak identik. Dengan semakin jauhnya hubungan
taksonomi isolat Salmonella sp., Edwardsiella tarda, Aeromonas hydrophila, dan
Streptococcus iniae, maka semakin banyak ketidakmiripan gen hemolisin yang
diproduksinya. Dengan kata lain, terdapat perbedaan pada urutan basa nukleotida
masing-masing gen hemolisin.
Spesifisitas primer nested hasil disain ini juga tidak terlepas dari tahapan-
tahapan yang dilakukan sebelumnya. Primer nested diambil dari sekuen gen V.
harveyi MR5339, bukan dari Genebank dan dipilih sekuen yang paling tidak
conserved. Apte dan Singh (2007) menjelaskan bahwa keakuratan sekuen yang
dijadikan acuan dalam pembuatan primer PCR mampu meminimalisir kesalahan
amplifikasi yang berupa positif palsu maupun negatif palsu yang akan mengurangi
sensitivitas dan atau spesifisitas primer.
Berdasarkan hasil uji spesifisitas dapat diketahui bahwa primer nested hasil
disain mempunyai spesifisitas yang tinggi yang mampu mengamplifikasi hanya
pada V. harveyi. Tingginya spesifisitas primer mampu meminimalisir kesalahan
amplifikasi yang berupa positif palsu (Apte dan Singh 2007). Conojero dan
Hedreyda (2004) juga menggunakan primer gen hemolisin untuk mendeteksi V.
harveyi. Primer tersebut mempunyai spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi V.
harveyi, namun tidak disajikan data yang menjelaskan sensitivitasnya sedangkan
primer hasil disain dalam penelitian ini diketahui mempunyai spesifisitas dan
sensitivitas yang sangat tinggi. Menurut Apte dan Singh (2007), spesifisitas dan
sensitivitas merupakan hal yang penting dalam disain primer PCR untuk
mendeteksi patogen.
21
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 6 Hasil uji spesifisitas pada ekstrak DNA konsentrasi 10
2 ng/µl s.d 10
1
fg/µl. a) Hasil uji spesifisitas isolat V. campbelli (PCR I: C2n s.d. C1f
= ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl.
PCR II: C2n s.d. C1f = Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari
102 ng/µl s.d 10
1fg/µl). b) Hasil uji spesifisitas bagi isolat V.
parahaemolyticus (PCR I: D2n s.d. D1f = ekstrak DNA pengenceran
berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl. PCR II: D2n s.d. D1f =
Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1 fg/µl).
C) Hasil uji spesifisitas bagi isolat S. iniae (PCR I: E2n s.d. E1f =
ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1 fg/µl.
PCR II: E2n s.d. E1f = Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari
102 ng/µl s.d 10
1fg/µl). d) Hasil uji spesifisitas bagi isolat Salmonella
sp. (PCR I: F2n s.d. F1f = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut
dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl. PCR II: F2n s.d. F1f = Produk PCR I
pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl). e) Hasil uji
spesifisitas bagi isolat A. hydrophila (PCR I: G2n s.d. G1f = ekstrak
DNA pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl. PCR II:
22
G2n s.d. G1f = Produk PCR I pengenceran berturut-turut dari 102
ng/µl s.d 101fg/µl). f) Hasil uji spesifisitas bagi isolat E. tarda (PCR
I: H2n s.d. H1f = ekstrak DNA pengenceran berturut-turut dari 102
ng/µl s.d 101fg/µl. PCR II: H2n s.d. H1f = Produk PCR I
pengenceran berturut-turut dari 102 ng/µl s.d 10
1fg/µl). (+)1 =
Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/µl,
(-)1 = Kontrol negatif ddH2O, M = marker 100 pb dari Jena
Bioscience konsentrasi 60 ng.
4.5 Surveillance Test
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua sampel uji pada PCR II
menggunakan primer II nested PCR terlihat amplikon walaupun pada PCR I
sampel a, b, f, g (gambar 7) dan h (gambar 8) tidak terdeteksi. Hal ini dapat
disebabkan oleh sedikitnya pita hasil amplifikasi pada PCR I sehingga tidak
dimungkinkan untuk tervisualisasi (Sambrook dan Russel 2001). Ini juga
merupakan kelebihan dari metode nested PCR yang juga membuktikan
sensitivitas dan spesifisitasnya dalam mengamplifikasi urutan DNA. Siebert et al.
(1995) menerangkan bahwa kelebihan dari nested PCR adalah meminimalkan
kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer yang sekaligus
juga dapat meningkatkan sensitivitas PCR. Dengan menggunakan nested PCR,
jika ada sekuen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut
diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua sangat rendah (Siebert
et al. 1995). Lebih lanjut diketahui bahwa primer nested PCR dengan target
sekuen IS6110 pada Mycobacterium tuberculosis mempunyai tingkat sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan PCR biasa untuk
mendeteksi bakteri tersebut dari fraksi leukosit sampel darah.
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 7 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test. PCR
I: Hasil PCR menggunakan primer I nested PCR dengan cetakan
ekstrak DNA udang suspect V. harveyi (a = sampel hari ke-3 ekstrak
DNA udang mati suspect V. harveyi MR5339 infeksi awal sebanyak
101
cfu/ml, b = sampel hari ke-2 ekstrak DNA udang mati suspect V.
harveyi MR5339 infeksi awal sebanyak 105 cfu/ml, c = sampel hari
ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR5339 infeksi
awal sebanyak 102 cfu/ml, d = sampel hari ke-4 ekstrak DNA udang
mati suspect V. harveyi MR5339 infeksi awal sebanyak 102 cfu/ml, e
= sampel hari ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi 275
infeksi awal sebanyak 101 cfu/ml, f = sampel hari ke-3 ekstrak DNA
23
udang hidup suspect V. harveyi 275 infeksi awal sebanyak 101 cfu/ml,
g = sampel hari ke-3 ekstrak DNA udang hidup suspect V. harveyi 275
infeksi awal sebanyak 102 cfu/ml, (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V.
harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/µl, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O,
M = marker 1 kb dari Fermentas konsentrasi 60 ng). PCR II: Hasil
PCR menggunakan primer II nested PCR dengan cetakan hasil PCR I
ekstrak DNA udang suspect V. harveyi(a2 = sampel sebanyak 1 µl
hasil PCR I a, b2 = sampel sebanyak 1 µl hasil PCR I b, c2 = sampel
sebanyak 1 µl hasil PCR I c, d2= sampel sebanyak 1 µl hasil PCR I d,
e2 =sampel sebanyak 1 µl hasil PCR I e, f2 = sampel sebanyak 1 µl
hasil PCR I f, g2 = sampel sebanyak 1 µl hasil PCR I g, (+1) =
Kontrol positif hasil PCR I (+1) sebanyak 1 µl, (-1) = Kontrol negatif
hasil PCR I (-1) sebanyak 1 µl, M = marker 1 kb, Fermentas, 60 ng).
Nested PCR I Nested PCR II
Gambar 8 Visualisasi hasil PCR dengan nested PCR bagi surveillance test
sampel ke-7. PCR I: Hasil PCR menggunakan primer I nested PCR
dengan cetakan ekstrak DNA udang suspect V. harveyi ((+2)= kontrol
positif ekstrak DNA bakteri V. harveyi MR5339 konsentrasi 102 ng/µl,
h = sampel hari ke-1 ekstrak DNA udang hidup suspect V. harveyi
275 infeksi awal sebanyak 104 cfu/ml, (-3) = kontrol negatif udang
yang tidak terinfeksi V. harveyi, (-2) = kontrol negatif air laut steril
sebelum infeksi, (+)1 = Kontrol positif hasil elusi V. harveyi MR5339
konsentrasi 102 ng/µl, M = marker 1 kb dari Fermentas konsentrasi 60
ng, (-)1 = Kontrol negatif ddH2O). PCR II: Hasil PCR menggunakan
primer I nested PCR dengan cetakan hasil PCR I ekstrak DNA udang
suspect V. harveyi((+2) = Kontrol positif hasil PCR I(+2)1 µl, h2 =
sampel sebanyak 1 µl hasil PCR I h, (-3) = kontrol negatif udang yang
tidak terinfeksi V. harveyi hasil PCR I (-3) sebanyak 1 µl, (-2) =
kontrol negatif air laut steril hasil PCR I (-2) sebanyak 1 µl, (+1) =
Kontrol positif hasil PCR I (+1) sebanyak 1 µl, M = marker 1 kb dari
Fermentas konsentrasi 60 ng, (-1) = Kontrol negatif hasil PCR I (-1)
sebanyak 1 µl).
Melalui surveillance test diketahui bahwa deteksi terendah adalah pada
sampel a yaitu sampel hari ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi
MR5339 infeksi awal sebanyak 101
cfu/ml. Hasil verifikasi terhadap udang mati
dengan menumbuhkan koloni pada media SWC yang mengandung 50 mg/l
rifampisin menunjukkan bahwa udang memang terinfeksi oleh V. harveyi yang
diujikan. Terdapat 1,28 x 1010
cfu/g V. harveyi yang tumbuh pada sampel a, 2,36
x 1011
cfu/g pada sampel d, dan 1,73 x 1011
cfu/g pada sampel e. Kemunculan
amplikon pada sampel a sangat mungkin terjadi karena berdasarkan hasil uji
24
sensitivitas sebelumnya primer nested hasil disain mampu mendeteksi sampel V.
harveyi sampai kepadatan terendah yaitu 100 cfu/ml.
Deteksi patogen V. harveyi pada udang juga pernah dilakukan oleh
Thaitongnum et al. (2006) dan Thongkao et al. (2013). Thaitongnum et al. (2006)
mampu mendeteksi V. harveyi pada udang sampai kepadatan 150-1,1 x 108
cfu/g
udang tetapi hanya mempunyai sensitivitas untuk mendeteksi koloni V. harveyi
sampai kepadatan 1,5 x 101 cfu/ml. Thongkao et al. (2013) menjelaskan bahwa
primer hasil disainnya mampu mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 1,8 x 103
cfu/g udang, namun hanya mendeteksi koloni V. harveyi sampai kepadatan 1,1 x
102 cfu/ml.
25
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Teknik PCR menggunakan nested primer gen hemolisin hasil disain berhasil
mendeteksi V. harveyi sampai kepadatan 100
cfu/ml atau konsentrasi DNA sampai
101 fg/µl. Deteksi terendah pada surveilance test adalah adalah pada sampel hari
ke-3 ekstrak DNA udang mati suspect V. harveyi MR5339 infeksi awal sebanyak
101 cfu/ml dengan jumlah koloni sebanyak 2,36 x 10
11 cfu/g.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian sensitivitas bagi sampel V. harveyi genotipik
lainnya dan uji spesifisitas bagi isolat bakteri Vibrio non harveyi lain yang ada di
Indonesia untuk validasi primer menjadi marka molekuler bagi patogen V. harveyi
di Indonesia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Apte A, Singh S. 2007. A Patogen Detection and Identification System. Methods
in Molecular Biology: PCR Primer Design. 402:329-345. ISBN-13:978-
1588297259
Austin B, Zhang XH. 2006. Under the microscope. Vibrio harveyi: a significant
patogen of marine vertebrates and invertebrates. Lett Appl Microbiol 43:
119–124. doi:10.1111/j.1472-765X.2006.01989.x
Boyd CE, Clay JW. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture Ltd: A Superintensive
Shrimp Aquaculture System. Report prepared under the WorldBank, NACA,
and FAO Consortium Program On Shrimp Farming and the Environment.
Thailand: Consortium and obtainable through NACA
Buchatip S, Ananthanawat C, Sithigorngul P, Sangvanich P, Rengpipat S, Hoven
VP. 2010. Detection of the shrimp pathogenic bacteria, Vibrio harveyi, by a
quartz crystal microbalance-specific antibody based sensor. Sensors and
Actuators B 145:259–264. doi:10.1016/j.snb.2009.12.003
Claverie JM, Notredame C. 2003. Bioinformatics For Dummies. Ed ke-2. New
York: Wiley Publishing, Inc. ISBN:978-0-470-08985-9
Conejero MJU, Hedreyda CT. 2004. PCR detection of hemolysin (vhh) gene in
Vibrio harveyi. J Appl Microbiol 50:137-142. doi:10.2323/jgam.50.137
Felix F, Titania T, Nugroho TT, Silalahi S, Octavia Y. 2011. Skrining Bakteri
Vibrio sp. Asli Indonesia sebagai Penyebab Penyakit Udang Berbasis Tehnik
16s Ribosomal DNA. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(2):85-
99
Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology: Principles and
Application of Recombinant DNA. Ed ke-4. Washington DC: ASM Press.
ISBN:978-1-55581-498-4
Hall TA. 1999. BioEdit: a user-friendly biological sequence alignment editor and
analysis program for Windows 95/98/NT. Nucleic Acids Symp Ser 41:95-98
Kolmodin LA, Birch DE. 2002. Polymerase Chain Reaction: Basic Principles and
Routine Practice. Di dalam: Chen BY, Janes HW,editor. PCR Cloning
Protocols. Ed ke-2. New Jersey: Humana Press. hlm 3-16.ISSN:1064-3745
Kadriah IAK. 2013. Pengembangan Metode Deteksi Cepat Vibrio Berpendar
Patogenik Pada Udang Penaeid [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[KKP]. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana Strategis Kementrian
Kelautan dan Perikanan 2010-2014. [online]. http://www.kkp.go.id/
27
Lavilla-Pitogo CR, Leano EM, Paner MG. 1998. Mortalities of Pond-cultured
Juvenile Shrimp Penaeus monodon Associated With Dominance Of
Luminescent Vibrios In the Rearing Environment. Aquaculture 164:337–
349. doi:10.1016/S0044-8486(98)00198-7
Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, Clark DP. 2012. Brock Biology of
Microorganisms. Ed ke-13. San Francisco: Pearson Education. ISBN:978-
0321649638
Lee CY, Pan SF, Chen CH. 1995. Sequence of a Cloned pR72H Fragment and Its
Use for Detection of Vibrio parahaemolyticus in Shellfish with the PCR.
Appl Environ Microbiol 61: 1311-1317
Lightner DV. 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedure
for Disease of Culture Penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society.
Lousiana: Baton Rouge. ISBN:0-962-4529-9-8
Liu PC, Lee KK, Chen SN. 1996. Patogenicity of different isolates of Vibrio
harveyi In Tiger Shrimp, Penaeus monodon. Lett Appl Microbiol 22:413-
416. doi:10.1111/j.1472-765X.1996.tb01192.x
Nandagopal B, Sankar S, Lingesan K, Appu KC, Sridharan G, Gopinathan AK.
2010. Evaluation of a nested PCR targeting IS6110 of Mycobacterium
tuberculosis for detection of the organism in the leukocyte fraction of blood
samples. Indian J Med Microbiol 28:227-32. doi:10.4103/0255-0857.66480
Pang L, Zhang XH, Zhong Y, Chen J, Li Y, Austin B. 2006. Identification of
Vibrio harveyi using PCR amplification of the toxR gene. Lett Appl
Microbiol 43: 249–255. doi:10.1111/j.1472-765X.2006.01962.x
Poernomo SH. 2008. DKP Pacu Produksi Udang Nasional. Siaran Pers
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Pusat Data, Statistik, dan Informasi
DKP. http://www.kkp.go.id [22 Agustus 2011].
Robertson PAW, Xu H-S, Austin B. 1998a. An enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) for the detection of Vibrio harveyi in penaeid shrimp and
water. J. Microbiol. Methods 34:31–39. doi:10.1016/S0167-7012(98)00066-
9
Robertson PAW, Calderon J, Carrera L, Stark JR, Zherdmant M, Austin B. 1998b.
Experimental Vibrio harveyi infections In Penaeus vannamei larvae. Dis
Aquat Org 32:151-155. doi:10.3354/dao032151
Saiki RK, Gelfand DH, Stoffel S, Scharf SJ, Higuchi R, Horn GT, Mullis KB,
Erlich HA. 1988. Primer-directed enzymatic amplification of DNA with a
thermostable DNA polymerase. Science 239:487-491.
doi:10.1126/science.2448875
28
Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Ed ke-
3. Cold Spring Harbor: Cold Spring Harbor Laboratory Press. ISBN:0-
87969-576-3
Shinoda S. 1999. Protein Toxins Produced by Patogenic Vibrios. J Nat Toxins
8:259-269.
Siebert PD, Chenchik A, Kellogg DE, Lukyanov' KA, Lukyanov' SA. 1995. An
Improved PCR Method for Walking In Uncloned Genomic DNA. Nucleic
Acids Res 23: 1087-1088
Suharsono, Widyastuti U. 2010. Penuntun Praktikum Genetika Molekular. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Suryati E, Puspaningtyas L, Widyastuti U, Suharsono. 2013. Karakteristik genetik
Kappachycus alvarezii sehat dan terinfeksi penyakit ice-ice dengan metode
amplified fragment length polymorphism. JRA 8(2013):21-30
Teo JWP, Suwanto A, Poh CL. 2000. Novel β-Lactamase Genes from Two
Environmental Isolates of Vibrio harveyi. Antimicrob Agents Chemother.
44: 1309-1314
Thaithongnum S, Ratanama R, Weeradechapol K, Sukhoom A, Vuddhakul V.
2006. Detection of Vibrio harveyi in shrimp postlavae and hatchery tank
water by the most probable number technique with PCR. Aquaculture 261:
1–9. doi:10.1016/j.aquaculture.2006.07.001
Weaver R F. 2012. Molecular Biology. Ed ke-5. New York: McGraw-Hill.
ISBN:978-0-07-352532-7
Wickins JF, Lee DOC. 2002. Crustacean Farming Ranching and Culture. Ed ke-
2. Australia: Blackwell Science. ISBN:0-632-05464-6
Zhang XH, Austin B. 2005. Haemolysins In Vibrio Species. J Appl Microbiol
98:1011–1019. doi:10.1111/j.1365-2672.2005.02583.x
500 400 300 200 100 1
80-200 >=200 <40 40-50 Query
Lampiran 1. Similaritas Sekuen Gen Hemolisin V harveyi MR5339.
29
El l!J
30
Lampiran 2. Similaritas sekuen gen hemolisin V harveyi 275.
31
32
33
Lampiran 3. Daerah amplifikasi primer nested PCR hasil disain
a. Urutan ke-52
b. Urutan ke-405
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 30 Desember 1979 dari
ayah Abim dan ibu Aminah. Penulis merupakan putra pertama dari tujuh
bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Tahun 2006, penulis bekerja
sebagai Spv. Quality Assurance Food Processing Plant Division di PT. Central
Pertiwi Bahari dan tahun 2009 penulis diterima sebagai CPNS Dosen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Pada
tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada sekolah
pascasarjana IPB dengan biaya dari program beasiswa pascasarjana Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.