i
DISERTASI
KOMUNIKASI KULTURAL TERHADAP KEPEMILIKAN JAMBAN KELUARGA DI DESA ROMPU KECAMATAN
MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2017
CULTURAL COMMUNICATION OWNERS AGAINST ROMPU
FAMILY TOILET IN THE VILLAGE OF NORTH LUWU DISTRICT OF MASAMBA
YUSUF : P1000314011
PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018
ii
PENGESAHAN UJIAN PROMOSI
KOMUNIKASI KULTURAL TERHADAP KEPEMILIKAN JAMBAN KELUARGA DI DESA ROMPU KECAMATAN
MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2017
Disusun dan diajukan oleh :
ANDI YUSUF Nomor Pokok P1000314011
Menyetujui, Komisi Penasehat
Prof. Dr.dr. H. Muhammad Syafar, MS Promotor
Prof. Dr. Anwar Daud, SKM.,M.Kes Dr. Darmawansyah, SE.,MS Ko.Promotor Ko.Promotor
Ketua Program Studi Doktor (S3)
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc,Ph.D
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Andi Yusuf
Nomor Pokok : P1000314011
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat S3 Unhas
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa disertasi yang saya tulis ini
benar benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
disertasi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan tersebut.
Makassar, Januari 2018
Yang menyatakan
Andi Yusuf
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkah
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini dengan judul “Model Komunikasi Kultural Terhadap Kepemilikan
Jamban Keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan” Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya, serta
para pengikutnya sampai akhir zaman.
Disertasi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Doktor pada Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulisan dan penyusunan disertasi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan yang sangat berharga ini, saya dengan
tulus menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :
Prof. Dr. dr. H. Muhammad Syafar,MS, selaku Promotor di tengah
kesibukannya yang sangat padat, waktu yang sangat sempit, beliau masih
bersedia menjadi Promotor, senantiasa memberi arahan dengan penuh
kesabaran.
v
Prof. Dr. Anwar Daud, SKM.,M.Kes, selaku Ko-Promotor atas
bimbingan, arahan dan petunjuk yang sangat bermanfaat dalam
pemahaman konsep dan penyususnan disertasi ini.
Dr. Darmawansyah,SE.,MS, selaku Ko-Promotor atas arahan dan
petunjuk yang sangat bermanfaat dalam pemahaman dan penyususnan
disertasi ini.
Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS, Dr. Muhammad Farid, M.Si,
Dr. Agus Bintara Birawida,S.Kel.,M.Kes, selaku penguji Internal yang
berkenan meluangkan waktu di sela sela kesibukan beliau beliau untuk
menjadi penguji serta arahan dan masukan yang bermanfaat sebagai
perbaikan dalam penyusunan disertasi ini.
dr. Oedojo Soedirham,MPH.,MA.,Ph.D, selaku penguji Eksternal
yang berkenan meluangkan waktu disela sela kesibukan beliau untuk
menjadi penguji eksternal serta arahan dan masukan yang bermanfaat
sebagai perbaikan dalam penyususnan disertasi ini.
Secara khusus penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya
sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, Rektor Universitas
Hasanuddin, yang telah memberi izin dan kesempatan untuk
menimbah ilmu di Program Doktor pada Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE.,MS Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memperkenankan
vi
penulis untuk mengikuti pendidikan Doktor pada Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes, Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah banyak
memberikan motivasi dalam penyelesaian disertasi ini.
4. Prof. Dr. dr. Veni Hadju,M.Sc,Ph.D, Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat yang telah memperkenankan penulis untuk
mengikuti pendidikan Doktor pada Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
5. Segenap Dosen dan staf program Doktor Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.
6. Bupati Luwu Utara yang telah memberikan izin bagi penulis
melakukan penelitian di Desa Rompu Kecamatan Masamba
Kabupaten Luwuw Utara.
7. Camat Masamba yang telah memberikan izin bagi penulis
melakukan penelitian di Desa Rompu Kecamatan Masamba
Kabupaten Luwu Utara.
8. Rusdi, S.Pd.I selaku Kepala Desa Rompu telah bersediah dan
menerima penulis untuk melakukan penelitian di Desa Rompu
Kecamatan Maamba Kabupaten Luwu Utara.
Seluruh staf Administrasi Program Doktor pada Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang telah membantu administrasi
untuk penyelesaian studi Doktor. Teman teman Program Doktor Ilmu
vii
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu atas dukungan dan motivasinya dalam penelitian hingga
penyusunan disertasi ini.
Terima kasi kepada Pemerintah Kabupaten Luwu Utara yang telah
banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini, responden dan
keluarga yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini serta seluruh pihak terkait yang turut berkontribusi
pada penelitian ini.
Kesempatan ini pula, perkenankan saya menghaturkan ucapan
terima kasih terkhusus pada ayahanda Andi Muhammad Semmang Opu
Dg. Pasandre (almarhum) dan Ibunda Hj. Suhrah Puang Tobaga yang
sangat kami cintai, sayangi, patuhi, banggakan yang telah banyak
mengorbankan segala apa yang dimiliki dicurahkan kepada penulis terkait
percepatan penyelesaian penulisan, serta semua saudara saya yang telah
membantu baik moril maupun material dan memberikan doa kepada
penulis untuk dapat mendorong menyelesaikan studi di program Doktor.
Terkhusus pada penulis cintai, sayangi, kepada anak saya Andi
Ardiansyah Pasandre dan Andi Astriani Pasandre dengan sabar dan
penuh pengertian selalu memberikan dorongan pada penulis untuk dapat
segerah menyelesaikan studi ini.
Terima kasih pula pada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi sehingga penulisan ini dapat terselesaikan, terhusus pada
teman teman di STIK, Pascasarjana STIK Tamalatea dan STIPAR
viii
Tamalatea, Politeknik Kemenkes Depkes Makassar dan AIGI
Amanagappa Makassar. Semoga apa yang telah diberikan pada penulis
akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT, dan kita semua diberi
kesehatan dan keselamatan serta umur yang panjang Amin Ya Rabbal
Alamin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih sangat
jauh untuk dikatakan sempurna. Olehnya itu, saran, kritik dan masukan
yang sifatnya korektif dan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan.
Semoga Disertasi ini mempunyai manfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan anak bangsa ke depan Amin Yarabbal Alamin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Januari 2018
Andi Yusuf
viii
ABSTRAK Andi Yusuf, Komunikasi Kultural Terhadap Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara Dibimbing oleh : Muhammad Syafar, Anwar Daud, Darmawansyah Komunikasi dapat dikatakan sempurna jika ia mampu memperlihatkan semua aspek aspek yang mendukung terjadinya sebuah proses. Secara sederhana model komunikasi dapat digambarkan sebagai gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perubahan pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan sebelum dan sesudah di laksanakan komunikasi kultural terhadap kepemilikan jamban keluarga. Desain penelitian ini adalah Quasy Eksperiment yaitu pre test dan post test yaitu kelompok intervensi dan kelompok control. Populasi adalah kepala keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara dengan metode purposive samling didapatkan sampel sebesar 150 orang yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok. Analisis yang digunakan adalah uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada awal pengukuran dengan pengukuran kedua, ketiga dan pengukuran ke empat, ada perubahan pengetahuan tentang regulasi pada uji chi square saat awal pengukuran dan akhir pengukuran pada semua kelompok (p<0,05), ada perubahan pengetahuan tentang partisipasi pada uji chi square saat awal pengukuran dan akhir pengukuran pada semua kelompok (p<0,05),dan ada perubahan pengetahuan tentang kemitraan pada uji chi square saat awal pengukuran dan akhir pengukuran pada semua kelompok (p<0,05), Kata Kunci : Pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan.
ix
ABSTRACT
Andi Jusuf, Cultural Communication Owners Against Rompu Family toilet in the village of North Luwu District of Masamba (Supervised by: Muhammad Syafar, Anwar Daud, Darmawansyah)
Communication can be said to be perfect if it able to show all aspects of the favor of the occurrence of a process. In a simple model of communication can be described as a simple overview of the communication process that shows a link between the components of communication with other components.
The purposes of this study were to assess changes in knowledge, regulation, participation and partnerships before and after the cultural communication carried on to the ownership of the family latrines. This study design is quasy experiment with pre-test and post-test, namely the intervention and control groups. Population was the head of the family in the village Rompu Masamba District of North Luwu using purposive sampling obtained a sample of 150 people, divided into three (3) groups. The analysis was using chi square test. The results showed that there are differences in knowledge at the first measurement, the second measurement, third measurement and fourth measurement, there are changes in the regulation of knowledge about chi square test measurements at the beginning and end of the measurement in all groups (p <0.05), there were changes in knowledge about participation in chi square test measurements at the beginning and end of the measurement in all groups (p <0.05), and no change in knowledge about the partnership at chi square test measurements at the beginning and end of the measurement in all groups (p <0.05).
Keywords: Knowledge, Regulation, Participation And Partnership. `
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ………………………………..iii KATA PENGANTAR …………………………………………………… …iv ABSTRAK …………………………………………………………………...vi ABSTRACT ………………………………………………………………….ix DAFTAR ISI …………………………………………………………………x DAFTAR TABEL ……………………………………………………………xii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… ..xiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………xiv BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………..……………………………………….1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………12
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..13
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………...14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Komunikasi …………………………………. ... 15
B. Kultural …………………………………………………………… 33
C. Jamban …………………………………………………………….38
D. Perilaku …………………………………………………………….49
E. Pengetahuan ………………………………………………………59
F. Regulasi ……………………………………………………………65
xi
G. Partisipasi …………………………………………………………. 66
H. Kemitraan …………………………………………………………. 92
I. Kerangka Teori ……………………………………………………100
J. Kerangka Konsep …………………………………………………101
K. Definisi Operasioal ………………………………………………..102
L. Hipotesis ……………………………………………………………103
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ……………………………………………………104
B. Alur Penelitian…………………………………………………….. 106
C. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………….110
D. Populasi dan Sampel ……………………………………………. 111
E. Pengumpulan Data ………………………………………………. 112
F. Pengolahan dan Analisa Data ………………………………….. 113
G. Etika Penelitian …………………………………………………… 117
H. Kontrol Kualitas …………………………………………………… 119
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………………… 121
B. Pembahasan ……………………………………………………... 134
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 159
B. Saran ……………………………………………………………. 160
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Table 3.1 : Skema rancangan penelitian ………………………………. 104
Tabel 3.2 : Analisis pemilihan uji statistic ……………………………… 116
Table 3.3 : Standarisasi instrumen …………………………………….. 120
Table 4.1 : Sebaran karakteristik responden ………………………….. 122
Table 4.2 : distribusi responden kepemilikan jamban ………………… 123
Table 4.3 : Perubahan skor pengetahuan responden sebelum dan
sesudah intervensi ………………………………………….. 125
Table 4.4 : Pengetahuan keberadaan regulasi pemilikan jamban ……126
Table 4.5 : Perubahan partisipasi masyarakat sebelum dan sesudah
intervensi …………………………………………………… 127
Table 4.6 : Perubahan pengetahuan tentang kemitraan dalam
pembuatan jamban …………………………………………..129
Table 4.7 : Perubahan kepemilikan jamban …………………………….130
Table 4.8 : Alasan Penambahan Jamban Keluarga …………………...131
Table 4.9 : Pengetahuan, Regulasi, Partisipasi, Kemitraan dengan
perubahan kepemilikan jamban ………………………….. 132
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Model dasar komunikasi …………………………………. 20
Gambar 2.2 : Model komunikasi formula Lasswell ……………………. 20
Gambar 2.3 : Model proses komunikasi ………………………………… 21
Gambar 2.4 : Alur penularan penyakit dari tinja ke manusia …………. 44
Gambar 2.5 : Pemutusan alur penularan penyakit ………………………45
Gambar 2.6 : Penyakit yang ditularkan oleh tinja ………………………. 49
Gambar 2.7 : The theory plannet behavior ……………………………… 50
Gambar 2.8 : Tangga partisipasi menurut Arnstein ……………………. 85
Gambar 2.9 : Kerangka teori …………………………………………… 100
Gambar 2.10 : Kerangka Konsep ……………………………………… 101
Gambar 2.11 : Definisi operasional………………………………………102
Gambar 3.1 : Alur penelitian …………………………………………… 110
Gambar 4.1 : Perubahan skor pengetahuan responden …………….. 124
Gambar 4.2 : Pengetahuan keberadaan regulasi pemilikan jamban .. 127
Gambar 4.3 : Perubahan partisipasi masyarakat sebelum dan
sesudah intervensi ……………………………………… 128
Gambar 4.4 : Perubahan pengetahuan tentang kemitraan ………… 130
Gambar 4.5 : Perubahan kepemilikan jamban …………………………131
Gambar 4.6 : Hasil temuan dilapangan …………………………………133
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kusioner
2. Output Analisis Data
3. Rekomendasi persetujuan etik
4. Surat pengantar izin penelitian dari Universitas Hasanuddin
5. Surat Izin Penelitian dari Kesbang Luwu Utara
6. Surat keterangan telah selesai penelitian
7. Modul penelitian.
8. Dokumentasi penelitian
9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan
dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya,
bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu
ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat,
orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan
terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan
menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawah orang
kehilangan keseimbangan jiwa. Menurut Everett Kleinjan dari East West
Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan
manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia
perlu berkomunikasi.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah
dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab
tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi. Apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi
dengan manusia lainnya. Teori dasar biologi menyebut adanya dua
2
kebutuhan, yakni kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja
merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat
terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut
peran serta yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat
ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Fasilitas rumah tinggal yang
berkaitan dengan kesehatan adalah ketersediaan jamban sendiri dengan
tangki septik (Dinkes Sulsel 2015)
Selain perilaku, riwayat keturunan, pelayanan kesehatan dan
kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor penting dari status
kesehatan. Keempat elemen ini disamping berpengaruh langsung
terhadap kesehatan juga saling mempengaruhi satu sama lain. Kesehatan
lingkungan merupakan faktor mutlak dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau
determinan dalam kesejahteraan penduduk. Dimana lingkungan yang
sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan
meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan
kesehatan khususnya bidang hygiene dan sanitasi masih sangat besar.
Untuk itu perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
3
nasional dari pendekatan sektor dengan penyediaan subsidi perangkat
keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan
perilaku hygiene dan peningkatan akses sanitasi.
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan
lingkungan yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap keluarga.
Hubungan yang paling mendasar dengan kualitas lingkungan dalam hal
penggunaan jamban adalah ketersediaan fasilitas dan jemis
penampungan tinja yang digunakan. Berbagai cara telah dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut agar tidak menjadi ancaman bagi kesehatan
lingkungan.
Pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat dengan lima pilar
akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat
yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keterlanjutan
budaya hidup bersih dan sehat. Pelakasanaan STBM dalam jangka
panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong
terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
Perubahan perilaku dalam STBM dilakukan melalui metode
pemicuan yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran
secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi secara mandiri
sesuai kemampuan.21. Masa yang akan datang pemerintah lebih focus
pada pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan
wilayah yang
4
berkesadaran lingkungan, sementara pihak pengguna infrastruktur dalam
hal ini masyarakat secara keseluruhan harus disiapkan dengan kesadaran
lingkungan yang lebih baik (tahu sesuatu atau tahu bersikap yang
semestinya). Masa datang kita dihadapkan dengan penggunaan IPTEK
yang lebih maju dan lebih kompleks yang memerlukan profesionalisme
yang lebih baik dengan jenjang pendidikan yang memadai.
Proses pembangunan masa datang diperlukan adanya teknologi
kesehatan lingkungan yang menitik beratkan upaya pada metodologi
mengukur dampak kesehatan dari pencemaran yang ditimbulkan oleh
adanya pembangunan, indikator ini harus mudah, murah untuk diukur juga
sesitif menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan.
Perumusan pokok pokok pengertian kesehatan lingkungan selain
didasarkan atau berorientasi pada kesehatan masyarakat seperti
pelestarian alam, system lingkungan, kelengkapan body of knewledge
dalam kesatuan pendekatan multidisipliner dan hal hal lain tentang
kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan adalah kondisi lingkungan
yang mampu menopang keseimbangan yang dinamis antara manusia dan
lingkungan untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang
sehat, aman, nyaman dan bersih.
Buang Air Besar (BAB) dalam Millenium Development Goals
(MDGs). Menyatakan Buang Air Besar disebut sebagai sanitasi yang layak
adalah bila penggunaan fasilitas tempat Buang Air Besar milik sendiri atau
bersama, jenis kloset yang digunakan jenis leher angsa ‘latrine’ dan
5
tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau
sarana pembuangan air limbah atau SPAL (Bank Dunia, 2014).
Pembuangan tinja/kotoran manusia yang tidak memenuhi
kesehatan dapat menjadi sumber penularan berbagai macam penyakit.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan
suatu buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang
kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti: diare, typhus,
muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk
serta estetika. Semakin besar persentase yang buang air besar
sembarang tempat maka ancaman penyakit semakin tinggi intensitasnya
Banyak faktor yang menjadi penyebab masyarakat enggan
membuat dan menggunakan jamban keluarga diantaranya yaitu:
rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang pentingnya jamban
keluarga, sehingga mereka kurang respon untuk dapat menerima
informasi yang bermanfaat bagi dirinya. Disamping itu adanya sikap dan
tindakan yang mengarah pada kebiasaan hidup masyarakat yang selalu
membuang kotoran disembarang tempat (Sadiman AS, 2009).
Sanitasi lingkungan haruslah mendapatkan perhatian khusus dalam
menilai kondisi kesehatan masyarakat. Sebab pada hakekatnya keadaan
lingkungan yang optimal membawa pengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan lingkungan yang optimal pula. Pembuangan kotoran
manusia, apabila tidak dikelolah dengan baik, seringkali mencemarkan air
6
bersih, sehingga air tersebut dapat menyebarkan penyakit. Atau dapat
juga langsung mencemari permukaan tanah (Dainur, 1995;35). Jamban
keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia yang lasim disebut kakus/wc (Pebriani dkk,
2012).Jamban keluarga sebaiknya dibangun, dimiliki dan digunakan untuk
satu keluarga dengan penempatan yang mudah dijangkau oleh penghuni
rumah baik itu berada dalam dan luar bangunan rumah.Pemanfaatan
jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan masyarakat.
Data Bank Dunia tahun 2014 diperkirakan sejumlah 2,5 miliar
penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap jamban layak atau sarana
pembuangan limbah manusia. Dan 1 miliar penduduk dunia yang
melakukan buang air besar sembarangan di sungai dan ladang. Di
Indonesia setengah dari populasi masyarakat perdesaan tidak memiliki
akses sanitasi layak, dan dari 57 juta orang yang melakukan BABS, 40
juta diantaranya tinggal di perdesaan.
Dean (2013) juga menegaskan bahwa perilaku BABS menjadi
variable penting yang memengaruhi kualitas hidup seseorang
kedepannya. Sebanyak lebih dari 70 % masyarakat India melakukan
perilaku BABS yang berdampak terjadinya stunting pada balita.
Rendahnya sanitasi dan kondisi ekonomi yang sulit, ikut mendukung
kondisi tersebut, menunjukan adanya hubungan signifikan antara perilaku
BABS dengan terjadinya stunting pada balita.
7
Murwati (2012) menuliskan berdasarkan hasil Riskesdas 2010,
penduduk Indonesia yang BABS mencapai angka besar 36,4 %. Salah
satu pemicunya adalah ketersediaan akses sanitasi dasar yang hanya
sebesar 55,5 % . dari hasil penelitian keluarga yang BABS dan tidak
memiliki jamban berisiko 1,32 kali anaknya terkena diare akut dan 1,43
kali terjadi kematian pada anak usia dibawah lima tahun. Tidak
tersedianya sarana jamban berisiko 17.25 kali terkena diare pada bayi dan
balita.
Data profil Kesehatan Indonesia, Sulawesi Selatan pada tahun
2014 persentase jamban sehat baru mencapai 72,97%.10 Jamban adalah
tempat pembuangan kotoran manusia atau tinja yng diperuntukan bagi
suatu/beberapa keluarga dengan konstruksi yang memenuhi syarat
kesehatan yakni yang mempunyai lantai yang kedap air/tidak licin,
mempunyai tempat pembuangan air yang berfungsi dengan baik serta
mempunyai dinding dan atap.
Data Profil Kesehatan Kabupaten Luwu Utara tahun 2015 yang
terdiri dari 14 Kecamatan dengan jumlah penduduk 302,687 jiwa, dengan
jumlah sarana jamban leher angsa 42.175 dengan jumlah penduduk
pengguna sebanyak 194.357 (21,69 %), dan untuk Kecamatan Masamba
jumlah penduduk pengguna jamban 27.741 dan jumlah sarana jamban
leher angsa adalah 6.070 (21,88 %). Desa Rompu jumlah penduduk
pengguna jamban 1466 dan jumlah sarana jamban adalah 246 (16,78 %)
jamban (Data Puskesmas Masamba).
8
Holly B. Shakya dalam penelitiannya di India adalah perubahan
teoritis dalam proporsi jamban masyarakat sebagai fungsi transitivitas
pada tingkat yang berbeda dari proporsi jamban masyarakat. Kami
mengunakan metode analisis jaringan social algoritmik untuk
mengidentifikasi kelompok masyarakat dan memprediksi perilaku
kesehatan dipengaruhi social, jamban kepemilikan di pedesaan
India.Sanitasi yang buruk termasuk kurangnya air bersih, toilet tidak
berfungsi merupakan perbaikan utama terhadap morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit menular khususnya di India (2008, 39-41).
Sejalan hasil penelitian (Ikhsan Ibrahim, 2012),24 bahwa ditinjau
dari sudut kesehatan lingkungan, kotoran manusia merupakan masalah
yang sangat penting.Pembuangan tinja secara layak merupakan
kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara
tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air,
tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi
kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan
muda berjangkit. Yang termasuk waterborne disease adalah typhoid,
paratyphoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan
sebagainya (Chandra, 2006).
Penggunaan jamban yang disertai partisipasi keluarga akan baik,
bila didukung oleh beberapa factor. Diantaranya factor yang berasal dari
dalam diri individu disebut factor internal seperti pendidikan, pengetahuan,
sikap, tindakan atau kebiasaan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin,
9
umur, suku dan sebagainya. Adapun faktor dari luar individu disebut faktor
eksternal seperti fasilitas jamban baik meliputi jenisnya, kebersihannya,
kondisinya, ketersediannya termasuk kecukupan air bersih dan pengaruh
lingkungan seperti penyuluhan oleh petugas kesehatan termasuk tokoh
adat dan agama tentang penggunaan jamban sehat (Depkes RI,2005).
Gambaran keadaan jamban di Desa Pintu Langit Jae Kecamatan
Sidimpuan Angkola Julu tahun 2011 dari 259 rumah yang diperiksa
tentang kepemilikan jamban terdapat sekitar 236 rumah atau 80 % yang
tidak memiliki jamban. Masyarakat yang berada di Desa Pintu Langit Jae
selama ini melakukan aktivitas buang air besar pada jamban umum yang
dibangun dari program PNPM yang berjumlah 4 buah. Angka ini sangat
jauh dibawah target indikator kesehatan yaitu 80 % keluarga harus
memiliki jamban (profil kesehatan Sidimpuan, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara (penjajakan awal) peneliti dengan
beberapa kepala keluarga yang menggunakan jamban umum sebagai
tempat pembuangan tinja disebabkan karena :
1. Faktor ekonomi dimana pendapatan rumah tangga yang masih
rendah membuat masalah kesehatan bukan merupakan
prioritas seperti halnya untuk memiliki jamban dalam rumah
sendiri serta memperbaiki kondisi jamban yang tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga layak untuk di pakai.
10
2. Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk
menjaga kebersihan jamban dan akibat penggunaan jamban
yang tidak sehat.
3. Kualitas pendidikan masyarakat yang relative rendah juga
sangat berpengaruh.
Kepemilikan dan penggunaan jamban sehat merupakan salah satu
indicator program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), ditatanan
rumah tangga. Berdasarkan hasil kajian PHBS secara Nasional
persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sehat sebesar 39
%, diperkotaan 60 %, jauh lebih tinggi disbanding pedesaan 23 %.
Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sehat di Provinsi
Jawa Barat sedikit diatas rata rata nasional yaitu 39,6%. Sedangkan target
yang diharapkan pada akhir tahun 2009 adalah 80% keluarga memiliki
akses terhadap jamban (Erlinawati Pane).
Sasaran pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan yang optimal. Peningkatan derajat kesehatan
yang optimal tersebut diselenggarakan melalui pendekatan, pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Dalam upaya pencapaian sasaran ini yang utama dilaksanakan sesuai
paradigma sehat yaitu upaya promotif dan preventif,
11
tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative guna membangun partisipasi
masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025
adalah meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya dapat terwujud (RPJM Depkes RI,2009).
Keberhasilan penyuluhan kesehatan pada masyarakat termasuk
kepemilikan jamban keluarga tergantung kepada komponen
pembelajaran. Media penyuluhan kesehatan merupakan salah satu
komponen dari proses pembelajaran yang akan mendukung komponen-
komponen yang lain. Media diartikan sebagai segala bentuk atau saluran
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi (Sadiman,
dkk. 2008).
Media penyuluhan sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai
pelengkap yaitu membantu pemberi informasi untuk pengingat, namun
media mempunyai fungsi atensi yaitu memiliki kekuatan untuk menarik
perhatian. Media yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga
perubahan kognitif afeksi dan psikomotor dapat dipercepat.
Pengelompokan media berdasarkan perkembangan teknologi dibagi
menjadi media cetak, audiovisual dan komputer. Audiovisual merupakan
salah satu media yang menyajikan informasi atau pesan secara audio dan
visual (Setiawati dan Dermawan, 2008).
12
Jenis media yang saat ini tersedia dan digunakan masih sangat
terbatas yaitu leaflet dan lembar balik, namun jika fasilitas mendukung
seperti tempat penyuluhan, LCD dan laptop kadang-kadang
menggunakan slide powerpoint (Pulungan, 2008). Penelitian Basuki tahun
2006 mengemukakan bahwa metode penyuluhan mempunyai hubungan
yang bermakna dengan peningkatan pengetahuan. Keberhasilan suatu
penyuluhan dapat dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan dan sikap
yang mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti komunikasi kultural
terhadap penggunaan jamban sehat.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut maka muncul pertanyaan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Apakah ada pengaruh pengetahuan terhadap kepemilikan jamban
keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Apakah ada pengaruh regulasi terhadap kepemilikan jamban
keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Apakah ada pengaruh partisipasi terhadap kepemilikan jamban
keluargadi Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
13
4. Apakah ada pengaruh kemitraan terhadap kepemilikan jamban
keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
5. Apakah upaya meningkatkan kepemilikan jamban keluarga
memerlukan komunikasi kultural dengan pendekatan lokal ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pendekatan komunikasi kultural terhadap kepemilikan
jamban keluarga di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten
Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah :
a. Menilai perubahan pengetahuan sebelum dan sesudah
dilaksanakan Komunikasi Kultural terhadap Kepemilikan Jamban
Keluarga.
b. Menilai pengetahuan tentang Regulasi sebelum dan sesudah
dilaksanakan Komunikasi Kultural terhadap Kepemilikan Jamban
Keluarga
c. Menilai perubahan partisipasi sebelum dan sesudah dilaksanakan
Komunikasi Kultural terhadap Kepemilikan Jamban Keluarga.
d. Menilai perubahan Kemitraan sebelum dan sesudah dilaksanakan
Komunikasi Kultural Terhadap Kepemilikan Jamban Keluarga.
14
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu kerangka
pengembangan kemitraan berbasis komunitas pada program
kesehatan dalam upaya peningkatan penggunaan jamban keluarga.
2. Manfaat praktis
a. Bagi responden : dapat mengetahui kepercayaan/niat terhadap
penggunaan jamban keluarga.
b. Bagi Masyarakat : dapat berperanserta untuk meningkatkan dan
menggunakan jamban keluarga serta mewujudkan ketersediaan
jamban keluarga yang sehat.
c. Bagi pemerintah : sebagai penguatan kemitraan sector informal
masyarakat sebagai kearifan local guna mempercepat
pembangunan Universal Access Sanitation.
15
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi
1. Konsep Dasar Komunikasi
Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan
tindakan yang terampil dari manusia (communication involves both
attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi social kalau
dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi,
ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-
simbol dengan orang lain. Komunikasi manusia itu melayani segala
sesuatu, akibatnya orang bilang komunikasi itu sangat mendasar dalam
kehidupan manusia.
Komunikasi internasional yang merujuk terutama untuk komunikasi
antara negara negara dan pemerintah.ini adalah komunikasi diplomasi
dan propaganda, dan sering melibatkan kedua situasi antar budaya dan
antara ras. Dalam kasus komunikasi internasional, kebutuhan dan
ekonomi dari negara negara. Bentuk komunikasi adalah sangat ritual yang
berlangsung dalam negara negara netral, Negara Negara bersatu, atau
oleh ketiga pihak diplomatik. Komunikasi antar budaya telah digambarkan
sebagai bentuk multidimensi interaksi antara anggota kelompok nasional,
etnis, ras dan budaya (Amparo, 2006)
Perluasan jaringan komunikasi di dunia dikombinasikan dengan
peningkatan wisata untuk kesenangan atau bisnis, dan migrasi
16
internasional atau pengungsi mempertinggi kesadaran kita akan
kebutuhan untuk memahami budaya lain dan orang orang lain mereka.62
Littlejohn dan Hawes (1983) teori merupakan penjelasan
(explanation), sedangkan model hanya merupakan representasi. Dalam
pengertian luas, model menunjuk pada setiap representasi simbolis dari
suatu benda, proses atau gagasan ide. Model dipandang sebagai analogi
dari beberapa fenomena. Model dapat berbentuk gambar grafis,verbal
atau matematika. Dengan demikian model dapat diartikan sebagai
representasi dari peristiwa komunikasi.
Pauley (1999) dalam Liliweri (2013) memberikan definisi khusus
atas komunikasi, setelah membandingkan tiga komponen yang harus ada
dalam sebuah persistiwa komunikasi, jadi kalau satu komponen kurang
maka komunikasi tak akan terjadi. Dia berkata komunikasi merupakan :
1. Transmisi informasi
2. Transmisi pengertian
3. Menggunakan symbol symbol yang sama.
Attias (2000) dalam Liliweri (2013) mengatakan definisi komunikai itu
harus mempertimbangkan tiga model komunikasi antara lain
1. Model retorikal dan perspektif dramaturgi.
2. Model transmisi
3. Model ritual
17
Jadi komunikasi itu :
1. Membuat orang lain mengambil bagian, menanamkan,
mengalihkan, berita atau gagasan.
2. Mengatur kebersamaan
3. Membuat orang yang terlibat memiliki komunikasi
4. Membuat orang saling berhubungan.
5. Mengambil bagian dalam kebersamaan.
Beberapa manfaat model yaitu :
1. Menyediakan representasi visual dari sebuah proses sehingga
dapat lebih cepat memahaminya (fungsi deskriptif).
2. Meringkas penelitian di suatu area.
3. Berhubungan dengan teori atau didasarkan pada penelitian actual.
4. Membantu memahami gangguan komunikasi telah terjadi (fungsi
pemecahan masalah). Dalam hal ini model dapat membantu
komunikasi dan membuatnya menjadi lebih baik.
2. Konsep Dasar Komunikasi
a. Havland dalam bukunya Social Communication mengatakan bahwa
“Komunikasi adalah proses individu atau komunikator mengoperkan
perangsang, biasanya dengan menggunakan lambing lambing
bahasa untuk mengubah tingkah laku individu yang lain
(Komunikan).
18
b. Dalam organisasi, komunikasi adalah rangkaian pemahaman yang
memadukan anggota organisasi dari atas ke bawah, bawah ke atas
dalam dan dengan berbagai arah.
c. Komunikasi adalah penyampaian informasi, pikiran dan gagasan
dari seseorang kepada orang lain.
d. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
sesorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah
sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung melalui media.
Model Komunikasi adalah suatu gambaran yang sistematis dan
abstrak, dimana menggambarkan potensi potensi tertentu yang berkaitan
dengan berbagai aspek dari sebuah proses. Model dibangun agar kita
dapat mengidentifikasi, menggambarkan atau mengkategorikan
komponen komponen yang relevan dari suatu proses. Sebuah model
dapat dikatakan sempurna jika ia mampu memperlihatkan semua aspek
aspek yang mendukung terjadinya sebuah proses.Misalnya dapat
melakukan spesipikasi dan menunjukan kaitan antara satu komponen
dengan komponen lainnya dalam suatu proses, serta keberadaannya
dapat ditunjukan secara nyata.
Secara sederhana model komunikasi dapat digambarkan sebagai
gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan
kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya.
Menurut Sereno dan Mortensen, satu model komunikasi merupakan
19
deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya
komunikasi. Secara garis besar model dapat dibedakan atas dua macam
yaitu model operasional dan model fungsional. Model operasional
menggambarkan proses dengan cara melakukan pengukuran dan
proyeksi kemungkinan kemungkinan operasional, baik terhadap luaran
maupun factor factor lain yang mempengaruhi jalannya suatu proses.
Sedangkan model fungsional berusaha menspesifikasi hubungan tertentu
diantara berbagai unsur dari suatu proses serta menggeneralisasiannya
menjadi hubungan hubungan baru. Model fungsional banyak digunakan
dalam mengkaji ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan yang
menyangkut tingkah laku manusia (behavioral science).
Selain dari itu model juga dapat membantu untuk memberi
gambaran fungsi komunikasi dari segi alur kerja, membuat hypothesis
riset dan juga untuk memenuhi perkiraan perkiraan praktis dalam strategi
komunikasi. Dalam hal ini ada tiga model komunikasi yang perlu diketahui
dalam memahami komunikasi antar manusia yaitu model analisis dasar
komunikasi,model proses komunikasi,model komunikasi partisipasi.
1. Model analisis dasar komunikasi.
Model ini dinilai sebagai model klasik atau model pemula
komunikasi yang dikembangkan sejak Aristoteles, kemudian Lasswell
hingga Shannon dan Weaver. Aristoteles yang hidup pada saat
komunikasi retorika sangat berkembang di Yunani terutama
keterampilan orang membuat pidato pembelaan dimuka pengadilan
20
dan rapat rapat umum yang dihadiri oleh rakyat. Atas dasar itu,
Aristoteles membuat model komunikasi yang terdiri atas tiga unsur :
Sumber Pesan Penerima
Gambar 1: Model dasar komunikasi
Model dasar komunikasi yang dibuat Aristoteles telah mempengaruhi
Harold D. Lasswell, seorang sarjana politik Amerika yang kemudian
membuat model komunikasi yang dikenal dengan formula Lasswell
(1948).
Gambar 2 : Model komunikasi formula Lasswell.
Lasswell melihat bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai
efek atau pengaruh. Karena itu tidak mengherankan kalau model
Lasswell ini banyak menstimuli riset komunikasi, khususnya dibidang
komunikasi massa dan komunikasi politik.
Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi
lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab,
mengapa manusia perlu berkomunikasi (Cangarah Hafid, 2003).
1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui
komunikasi manusia dapat mengetahui peluang peluang yang ada
untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal hal yang
Siapa Mengatakan apa Kepada Siapa
siapa Mengatakan
apa
Melalui
apa
Kepada siapa
Dan apa
akibatnya
21
mengancam dalam sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat
mengetahui suatu kejadian atau peristiwa. Bahkan melalui
komunikasi manusia dapat mengembangkan pengetahuannya,
yakni belajar dari pengalamannya, maupun melalui informasi yang
mereka terima dari lingkungan sekitarnya.
2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Proses kelanjutan suatu masyarakat sesungguhnya tergantung
bagaimana masyarakat itu bias beradaptasi dengan lingkungannya.
3. Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu
masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka
anggota masyarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai,
perilaku dan peranan.(Cangara Hafid,2003)
2. Model Proses Komunikasi
Salah satu model yang banyak digunakan untuk menggambarkan
proses komunikasi adalah model sirkulator yang dibuat oleh Osgood
bersama schramm (1954). Kedua tokoh ini mencurahkan perhatian
mereka pada peranan sumber dan penerima sebagai pelaku utama
komunikasi.
Gambar 3 : Model proses komunikasi.
Message
Encoder Interpreter Decoder
Decoder Interpreter
Encoder
Messag
e
22
Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis,
dimana pesan ditransmit melalui proses encoding. Encoding adalah
translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding
adalah translasi yang dilakukan oleh penerima terhadap pesan yang
berasal dari sumber. Hubungan antara encoding dan decoding adalah
hubungan antara sumber dan penerima secara simultan dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
Sebagai proses yang dinamis, maka interpreter pada model sirkular
ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan. Pada
tahap awal, sumber berfungsi sebagai encoder dan penerima sebagai
decoder. Tetapi pada tahap berikutnya penerima berfungsi sebagai
pengirim (encoder) dan sumber sebagai penerima (decoder), dengan kata
lain sumber pertama akan menjadi penerima kedua dan penerima
pertama akan berfungsi sebagai sumber kedua, dan seterusnya.
3. Bentuk Komunikasi Partisipasi
Dalam proses komunikasi yang memusat, setiap pelaku berusaha
menafsirkan dan memahami informasi yang diterimanya dengan sebaik
baiknya. Dengan demikian pelaku komunikasi dapat memberi reaksi atau
menyampaikan hasil pikirannya dengan baik kepada orang lain.
Dari perspektif perilaku, komunikasi memberi tekanan pada rangsangan
(stimuli) yang dibuat oleh sumber dan reaksi (response) yang diberikan
oleh penerima. Kajian komunikasi disini banyak memakai pendekatan
23
psikologi, yang mempelajari tentang cara cara bagaimana individu
dipengaruhi oleh pesan.
Perspektif transmisi memandang komunikasi sebagai suatu
pengalihan informasi dari sumber kepada penerima. Model yang
digunakan disini sifatnya linier (satu arah) dan bergerak dari satu tempat
ke tempat lainnya. Perspektif transmisi memberi tekanan pada peranan
media serta waktu yang digunakan dalam menyalurkan informasi.
Perspektif interaksi menekankan bahwa komunikator atau sumber
memberi respon secara timbal balik pada komunikator lainnya. Proses
komunikasi disini melingkar (sirkulator) dengan adanya mekanisme umpan
balik yang saling mempengaruhi (interplay) antara sumber dan penerima.
Perspektif transaksional memberi tekanan pada proses dan fungsi untuk
berbagai dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Komunikasi disini
dimaksudkan sebagai suatu proses dimana semua peserta ikut aktif
secara dinamis dalam memenuhi fungsi sosialnya sebagai anggota
masyarakat.
4. Komunikasi Kesehatan
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus)
dalam bentuk lambang atau symbol bahasa atau gerak (non-verbal) untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat
berupa suara/bunyi atau bahasa lisan,maupun berupa gerakan, tindakan,
atau symbol symbol yang diharapkan dapat dimengerti oleh pihak lain,
dan pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud
24
pihak yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau respon baik
dalam bentuk bahasa maupun symbol symbol ini merupakan pengaruh
atau hasil proses proses komunikasi. Proses komunikasi yang
menggunakan stimulus atau respons dalam bentuk bahasa baik lisan
maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila
proses komunikasi tersebut menggunakan symbol symbol disebut
komunikasi non verbal.
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistimatis untuk
mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik
menggunakan komunikasi interpersonal, maupun maupun komunikasi
massa. Tujuan utama komunikasi kesehatan adalah perubahan perilaku
kesehatan masyarakat. Dan selanjutnya perilaku masyarakat yang sehat
tersebut akan berpengaruh kepada meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat.
1. Studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi
komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan yang
dapat memengaruhi individu dan komunitas agar mereka dapat
membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan
kesehatan.
2. Studi yang menekankan peranan teori komunikasi yang dapat
digunakan dalam penelitian dan praktik yang berkaitan dengan
promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
25
3. Kegunaan teknik komunikasi dan teknologi komunikasi secara
positif untuk memengaruhi individu, organisasi, komunitas dan
penduduk bagi tujuan mempromosikan kondisi yang kondusif atau
yang memungkinkan tumbuhnya kesehatan manusia dan
lingkungannya. Kegunaan ini termasuk beragam aktifitas sperti
interaksi interaksi antara profesional kesehatan dengan para pasien
diklinik, self help groups, mailings, hotlines, kampanye media
massa, penciptaan peristiwa.
4. Pendidikan kesehatan yakni suatu pendekatan yang menekankan
pada usaha mengubah perilaku kesehatan audiens (skala makro)
agar mereka mempunyai kepekaan terhadap masalah kesehatan
tertentu yang sudah didefinisikan dalam satuan waktu
tertentu.(Elayne Chlif dan Vicki Freimuth, 1995).
5. Proses untuk mengembangkan atau membangin pesan kesehatan
kepada audiens tertentu dengan maksud mengaruhi pengetahuan,
sikap, keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat.
6. Seni dan teknik penyebarluasan informasi kesehatan yang
bermaksud memengaruhi dan memotivasi individu, mendorong
lahirnya lembaga atau institusi baik sebagai peraturan ataupun
sebagai organisasi dikalangan audiens yang mengatur perhatian
terhadap kesehatan. Komunikasi kesehatan meliputi informasi
tentang pencegahan penyakit,promosi kesehatan, kebijaksanaan
pemeliharaan kesehatan, regulasi bisnis dalam bidang kesehatan,
26
yang sejauh mungkin mengubah dan membaharui kualitas individu
dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan
mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika. (Health
Communication Partnership’s M/MC health Communication
Materials Database,2004).
7. Proses kemitraan antara para partisipan berdasarkan dialog dua
arah yang didalamnya ada suasana interaktif, ada pertukaran
gagasan, ada kesepakatan mengenai kesatuan gagasan mengenai
kesehatan, juga merupakan teknik dari pengirim dan penerima
untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan yang seimbang
demi membaharui pemahaman bersama (Ratzan, S.C, 1994).
8. Komunikasi yang berkaitan dengan proses pertukaran
pengetahuan, meningkatkan consensus, mengidentifikasi aksi aksi
yang berkaitan dengan kesehatanyang mungkin dapat dilakukan
secara efektif. Melalui proses dialog tersebut maka informasi
kesehatan yang dipertukarkan diantara dua pihak itu bertujuan
membangun pengertian bersama demi penciptaan pengetahuan
baru yang dapat diwariskan bersama. Jadi, dasar dari persetujuan
adalah aksi dan kerjasama.(W.A. and Hornik,R,1999; US
Departement of health and Human Shervices 2000; Clift, E. and
Freimuth, 1995; dan Ratzan,S.C.ed.1994).
5. Tujuan komunikasi kesehatan meliputi :
1.Tujuan strategis.
27
Pada umumnya program program yang berkaitan dengan komunikasi
kesehatan yang dirancang dalam bentuk paket acara atau paket modul itu
dapat berfungsi untuk :
a. Relay information meneruskan informasi kesehatan dan suatu sumber
kepada pihak lain secara berangkai (hunting).
b. Enable informed decision making memberikan informasi akurat untuk
memungkinkan pengambilan keputusan.
c. Promote healthy behaviors informasi untuk memperkenalkan perilaku
hidup bersih sehat.
c. Promote peer information exchange and emotional support mendukung
pertukaran informasi pertama dan mendukung secara emosional
pertukaran informasi kesehatan.
d. Promote self care memeperkenalkan pemeliharaan kesehatan diri
sendiri.
e. Manage demand for health service memenuhi permintaan layanan
kesehatan.
2. Tujuan Praktis.
Menurut Taibi Kahler (Kahler Communications), Washington,DC.Courses
Process Communication Model, 2003, sebenarnya secara praktis tujuan
khusus komunikasi kesehatan itu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui beberapa usaha pendidikan dan pelatihan agar dapat :
1. Meningkatkan pengetahuan yang mencakup :
a. Prinsip prinsip dan proses komunikasi manusia
28
b. Menjadi komunikator yang memiliki etos,patos, logos,
kredibilitas dan lain lain.
c. Menyusun pesan verbal dan non verbal dalam komunikasi
kesehatan
d. Memilih media yang yang sesuai dengan konteks komunikasi
kesehatan.
e. Menentukan segmen komunikasi yang sesuai dengan konteks
komunikasi kesehatan.
f. Mengelola umpan balik atau dampak pesan kesehatan yang
sesuai dengan kehendak komunikasi dan komunikan.
g. Mengelola hambatan hambatan dalam komunikasi kesehatan
h. Mengenal dan mengelola konteks komunikasi kesehatan.
i. Prinsip prinsip riset
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan berkomunikasi efektif,
praktis berbicara, berpidato, memimpin rapat, dialog, diskusi,
negosiasi, menyelesaikan konflik, menulis, membaca, wawancara,
menjawab pertanyaan, argumentasi dan lain lain.
3. Membentuk sikap dan perilaku berkomunikasi.
a. Berkomunikasi yang menyenangkan, empati
b. Berkomunikasi dengan kepercayaan pada diri.
c. Menciptakan kepercayaan public dan pemberdayaan public
d. Membuat pertukaran gagasan dan informasi makin
menyenangkan.
29
e. Memberikan apresiasi terhadap terbentuknya komunikasi yang
baik.
6. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya,
pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana
menghindari atau mencegah hal – hal yang merugikan kesehatan mereka
dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan jika
sakit, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan Kesehatan
merupakan upaya untuk membantu individu, keleluarga, dan masyarakat
dalam meningkatkan perilakunya untuk mencapai kesehatan secara
optimal. Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis di mana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan pula seperangkat prosedur,
tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri
individu, kelompok, atau masyarakat sendiri ( Wafid Iqbal Mubarak & Nurul
C, 2009).
1) Tujuan dan sasaran Pedidikan Kesehatan
Secara umum, tujuan dari pendidikan kesehatan ialah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo S,
30
2003:21).Mubarak dan Chayati, (2009) mengatakan bahwa pendidikan
kesehatan meliputi :
a) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya,
dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan
dukungan dari luar.
c) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat
Sasaran pendidikan kesehatan seperti yang ditetapkan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI 1998) antara lain :
a) Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi pribadi,
keluarga dan masyarakat umum sehingga dapat memberikan
dampak yang bermakna terhadap derajat kesehatan masyarakat
b) Meningkatnya pengertian terhadap pencegahan dan pengobatan
terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh perubahan gaya
hidup dan perilaku seperti AIDS, Kanker, penyakit jantung,
ketergantungan obat dan minuman keras sehingga angka
kesakitan terhadap penyakit tersebut berkurang.
c) Meningkatnya peran swasta / dunia usaha dalam berbagai upaya
pembangunan kesehatan terutama pelayanan kesehatan
pencegahan dan peningkatan derajat kesehatan yang selama ini
masih dibiayai pemerintah seperti imunisasi, foging untuk DBD,
penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman.
31
d) Meningkatnya kreatifitas, produktifitas dan peran serta generasi
muda dalam mengatasi masalah kesehatan diri, lingkungan dan
masyarakat
e) Meningkatnya dan lebih rasionalnya pembiayaan kesehatan yang
berasal dari masyarakat termasuk swasta terutama melaui
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan masyarakat dan dikelola
berdasarkan JPKM.
2) Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Menurut ( Notoatmodjo. S, 2003: 27 ) ruang lingkup pendidikan
kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: dimensi aspek
kesehatan, dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan pendidikan
kesehatan, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dimensi sasaran
pendidikan meliputi Pertama sasaran individu kedua, sasaran kelompok
dan ketiga masyarakat. Sementara dimensi pelaksanaan pendidikan
kesehatan seperti pertama di sekolah, dilakukan di sekolah dengan
sasaran murid, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya
kesehatan sekolah (UKS) kedua Pendidikan kesehatan di pelayanan
kesehatan, dilakukan di pusat kesehatan masyarakat, balai kesehatan,
rumah sakit umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga
pasien dan ketiga pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan
sasaran buruh atau karyawan.
Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran
yang ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:
32
a) Metode Berdasarkan Pendekatan Individu
Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk membina
perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi.Pendekatan yang dapat digunakan
pertama bimbingan dan penyuluhan, kedua dengan cara wawancara.
b) Metode berdasarkan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Cara ini
dalam promosi kesehatan perlu mempertimbangkan besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran.
Kelompok bisa berupa kelompok kecil atau kelompok besar.
c) Metode berdasarkan pendekatan massa.
Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan
pesan- pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.
Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, seperti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Pendekatan ini
membutuhkan kemampuan untuk mendesain pesan-pesan kesehatan
yang dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
3) Faktor berpengaruh dalam pendidikan Kesehatan
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan
kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :
a) Tingkat Pendidikan
33
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang
terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah
seseorang menerima informasi yang didapatnya.
b) Faktor Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah
pula dalam menerima informasi baru.
c) Adat Istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat
istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan
d) Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh
orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada
kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi
e) Ketersediaan waktu
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat
aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat
dalam penyuluhan
B. Kultural
Dalam kehidupan sehari hari orang begitu sering membicarakan
soal kultural. Juga dalam kehidupan sehari hari, orang tak mungkin tidak
berurusan dengan hasil hasil kultural. Setiap hari orang melihat,
mempergunakan dan bahkan kadang kadang merusak kultural.
34
Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan
kultural. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kultural dan sebaliknya tak ada kultural tanpa masyarakat sebagai wadah
dan pendukungnya.
Kultural mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan
kultural. Kultural merupakan pedoman individual sebagai anggota
masyarakat dan bagaimana cara memandang dunia, bagaimana
mengungkapkan emosionalnya dan bagaimana berhubungan dengan
orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan serta lingkungan alamnya.63
Beberapa pakar mendefinisikan kultural sebagai berikut :
a. Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat
didalam masyarakat di tentukan oleh kultural yang dimiliki oleh
masyarakat. Herskovits memandang kultural sebagai sesuatu yang
super organik, karena kultural yang berturun temurun dari generasi
ke generasi tetap hidup terus. Walaupun orang orang yang menjadi
anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian
dan kelahiran. Adapun istilah culture yang merupakan istilah
bahasa asing yang sama artinya dengan kultural, berasal dari kata
latin colere artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah
tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian
culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam.
35
b. EB.Tylor (1871) Kultural adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat
dan lain kemampuan kemampuan serta kebiasaan kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono
Sukanto,2013).
c. Andreas Eppink, kultural adalah keseluruhan pengertian nilai social,
norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur social,
religious, dan lain lain, serta segala pernyataan intelektual dan
artistic yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
d. Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi, kultural adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dsimpulkan bahwa kultural
meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia
yang bersifat abstrak. Perwujudan kultural adalah benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang kultural berupa perilaku dan benda
benda yang bersifat nyata, pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi social, religi, seni, dan lain lain, yang kesemuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Unsur unsur kultural.
Kultural setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur unsur
besar maupun unsur unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu
kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan.
36
Melville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kultural :
1. Alat alat teknologi
2. System ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik.
Bronislaw malinowaski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori
fungsional dalam antropologi menyebut unsur unsur pokok kultural :
A. System norma yang memungkinkan kerjasama antara para
anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
B. Organisasi ekonomi
C. Alat alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat
bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama.
D. Organisasi kekuatan.
Fungsi kultural bagi masyarakat.
Kultural mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan
anggota anggota seperti kekuatan alam, maupun kekuatan kekuatan
lainnya didalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya.
Factor kebiasaan mempunyai tiga arti menurut Ferdinand Tonnies :
1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat
obyektif.
2. Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut di jadikan kaidah bagi
sesorang norma mana diciptakan untuk dirinya sendiri.
37
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan sesorang untuk
berbuat sesuatu.
Sifat Hakikat Kultural.
1. Kultural terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kultural telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia
generasi yang bersangkutan.
3. Kultural diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya
4. Kultural mencakup aturan aturan berisikan kewajiban kewajiban,
tindakan tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan tindakan
yang dilarang dan tindakan tindakan yang diizinkan.
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir
merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut
kultural. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,
tindakan tindakan social,kegiatan kegiatan ekonomi dan politik dan
teknologi, semua itu berdasarkan pola pola kultural.
Kultural adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara
formal kultural didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek objek materi dan milik yang
diperoleh sekolompok besar orang dari generasi melalui usaha individu
dan kelompok .
38
C. Jamban
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupa
sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu
dalam kesejahteraan penduduk. Di mana lingkungan yang sehat sangat
dibutuhkan,bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meningkatkan
efisiensi kerja dan belajar. Departemen Kesehatan telah mencanangkan
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi
paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang model
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah
kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor,
dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan
perlindungan kesehatan. Kesehatan lingkungan dan sanitasi lingkungan
merupakan dua hal yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat. Di
daerah pedesaan terutama dengan masyarakat berpenghasilan rendah,
penyakit yang penularannya berkaitan dengan air dan lingkungan
terutama penyakit diare masih endemis dan masih merupakan masalah
kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat belum membudaya pada
masyarakat pedesaan karena kurang pengertian dan kesadaran
pentingnya terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (healthy life style).
Dengan demikian penyadaran kesehatan adalah program yang dirancang
untuk membawa perubahan baik di dalam masyarakat sendiri maupun
39
dalam organisasi dan lingkungannya berupa lingkungan fisik, sosial
budaya.69
Indonesia adalah salah satu negara yang saat ini masih
mengahadapi masalah sanitasi dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat.
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Indonesia telah membuat
kebijakan mengenai persoalan sanitasi misalnya Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). STBM terdiri dari 5 pilar yaitu Stop Buang Air Besar
Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan
Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga. Pembuangan tinja yang
merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang harus memenuhi
sanitasi dasar bagi setiap keluarga. Pembuangan kotoran yang baik harus
dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau
tempat duduk dengan leher angsah (cemplung) yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya ( Proverawati,
2012). Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari
kehidupan manusia karena jamban dapat mencegah berkembangbiaknya
berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak
dikelola dengan baik (Chandra, 2006).
40
Arti pembuangan tinja adalah pengumpulan kotoran manusia
disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada
kotoran manusia mengganggu estetika. Berarti jamban keluarga sangat
berguna bagi kehidupan manusia karena jamban dapat mencegah
berkembangnya bermacam penyakit yang disebabkan oleh kotoran yang
tidak dikelolah dengan baik. Jamban atau sarana pembuangan kotoran
yang memenuhi syarat adalah upaya penyehatan lingkungan
permukiman. Sarana jamban yang tidak saniter berperan terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan.(Josep Soemardji 1999).
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai
lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni
(urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. (Notoatmodjo,
2003;158).
Pembuangan tinja/kotoran manusia yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat menjadi sumber penularan berbagai macam penyakit.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan
suatu buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang
kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti: diare, typhus,
muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk
serta estetika. Semakin besar persentase yang BABS maka ancaman
penyakit semakin tinggi intensitasnya
41
Manusia secara naluriah banyak mengambil manfaat terhadap
alam lingkungan, terutama untuk bahan bangunan, air, sumber pangan,
sumber obat-obatan, dan sumber bahan kerajinan (Sastrapraja et al.
1979). Oleh karena itu berbagai unsur sosial, budaya, ekonomi, teknologi,
dan politik yang tumbuh dan berkembang di setiap kelompok etnik
mempengaruhi cara pandang dan pengelolaan terhadap alam lingkungan.
Pengetahuan tersebut membangun system tata nilai budaya sebagai
satuan ide dan gagasan dalam kebudayaan yang mempengaruhi aktivitas
dalam system social (tata cara, perilaku, dan cara hidup kelompok), serta
mempengaruhi kreativitas dalam sistem teknologi (Suparlan 1980).
Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia atau tinja
yng diperuntukan bagi suatu/beberapa keluarga dengan konstruksi yang
memenuhi syarat kesehatan yakni yang mempunyai lantai yang kedap
air/tidak licin, mempunyai tempat pembuangan air yang berfungsi dengan
baik serta mempunyai dinding dan atap.
Jamban sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan
antara tinja dan lingkungan, sebuah jamban dikategorikan sehat (Azwar,
2000), jika :
a. Mencegah kontaminasi kebadan air
b. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
c. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta
binatang lainnya.
d. Mencegah bau yang tidak sedap.
42
e. Konstruksi duduknya dibuat dengan baik, aman dan mudah
dibersihkan.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan
untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu
keluarga yang lasim disebut kakus atau WC (Madjid, 2000) dalam
Pebriani dkk (2012).
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola dengan
baik.Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke
sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara
yang menimbulkan bau.Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus
mengetahui persyaratan pembuangan tinja.
Pembuangan tinja yang kurang baik dapat mengkotori dan
mencemari lingkungan disekitarnya termasuk tanah dan air sebagai
sumber kehidupan masusia. Serta dapat menjadi tempat bersarang
dan berkambang biak berbagai vektor penyakit.
1. Syarat-Syarat Jamban
Jamban yang tidak sehat dan tidak bersih dapat menjadi
sumber penyebaran bakteri yang ada dalam tinja manusia, yang
dibawa oleh hewan perantara seperti serangga atau melalui kontak
43
langsung, sehingga bakteri dapat masuk kedalam tubuh (Wandasari,
2013).
Jamban keluarga sehat (Depkes RI, 2012), adalah jamban yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.
b. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya.
c. Tidak mengotori air tanah disekitarnya.
d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa,
dan binatang-binatang lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
g. Sederhana desainnya.
h. Murah.
i. Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu
diperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung
dari pandangan orang (pravace) dan sebagainya.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat
berpijak yang kuat dan sebagainya.
44
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang
tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan
sebagai sebagainya.
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas
pembersih.
2. Manfaat dan Fungsi Jamban
Pemeliharaan kesehatan lingkungan dititik beratkan kepada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang memudahkan
timbulnya penyakit dan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini tidak terlepas dari perilaku masyarakat dan menjaga kebersihan
diri dan lingkungannya, termasuk dalam penggunaan jamban keluarga.
Gambar 4 : Alur penularan penyakit dari tinja ke manusia (Suyono,
2014;90).
Sumber pencemaran tinja (feses) yang terinfeksi melalui tanah
dapat langsung kemanusia melalui dua cara yaitu dengan perantara
tangan/kuku langsung masuk kesistem pencernaan atau dengan
Tangan
Serangga
Ma Min
Tanah
Air
Tinja ygterinfek
si
Inang baru
Mati
Sakit
45
perantara makanan, susu atau sayuran masuk kesistem pencernaan.
WHO ( 2008) dalam Suyono (2014) menyatakan bahwa dalam satu
gram tinja manusia mengandung 10.000.000 virus, 1.000.000 bakteri,
1.000 parasit, dan 100 telur parasit.
Pemamfaatan jamban keluarga berguna untuk menjaga
lingkungan agar tetap dalam keadaan bersih, sehat dan tidak berbau.
Memamfaatkan jamban keluarga yang bersih dan sehat juga tidak
mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi
penularan penyakit yang dapat diakibatkan oleh tinja manusia, seperti
diare, kolera, disentri, typus, kecacingan, berbagai penyakit saluran
pencernaan, macam-macam penyakit kulit dan keracunan (wandasari,
2013).
Cuci tangan
Jamban sehat
Gambar 5 : Pemutusan alur penularan penyakit dari tinja ke manusia
Serangga
Makanan
Tanah
Air
Tangan
……..pemutus
an
Tinja yg terinfeksi
Mati
Inang baru
Sakit
46
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan.
Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin
beberapa hal, yaitu:
a. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit.
b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana
yang aman.
c. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan.
Upaya penggunaan jamban berdampak besar bagi penurunan
resiko penularan penyakit.Setiap anggota keluarga harus buang air
besar di jamban. Beberapa hal harus diperhatikan keluarga (Tarigan,
2007):
a. Jamban keluarga berfungsi baik dan dipakai semua anggota
keluarga.
b. Siramlah jamban dengan air sampai bersih setiap menggunakan
jamban.
c. Bersihkan jamban dengan alat pembersih jamban bagi semua
anggota keluarga secara bergiliran minimal 2- 3 kali seminggu.
d. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak pergi ketempat buang
air besar sendiri, hendaknya dilakukan jauh dari rumah, lebih
kurang 10 meter dari sumber air, atau dikebun tempat bermain
anak dengan menggali tanah dan menutupnya kembali, lalu
47
dibersihkan, jangan biarkan kotoran menempel dianus anak, dan
hindari tanpa alas kaki.
3. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik.
Adapun cara pemeliharaan yang baik (Depkes RI,2012) adalah
sebagai berikut:
a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
b. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
c. Tidak ada sampah berserakan
d. Rumah jamban dalam keadaan baik
e. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
f. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
g. Tersedia alat pembersih
h. Bila ada yang rusak segera diperbaiki. (Depkes, 2012).
Jamban adalah tempat pembuangan tinja dan urine yang
biasanya disebut latrine/kakus/WC (watercloset).Jamban digunakan
sebagai tempat untuk pembuangan kotoran manusia.
Kotoran manusia/Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor
dan bau juga media penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran
manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air, makanan,
lalat menjadi penyakit seperti: salmonella, vibriokolera, amuba, virus,
cacing, poliomyelitis, ascariasis, dll. Kotoran mengandung agen
48
penyebab infeksi masuk saluran pencernaan Warsito (1996) dalam
Tarigan (2007).
4. Penentuan Letak Jamban
Dalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus.
Penentuan jarak tergantung pada:
a. Keadaan daerah datar atau lereng
b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam
c. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah
liat atau kapur.
Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya
peresapan tanah.Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara
sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 sampai dengan 15 meter
atau rata-rata 10 meter.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan letak jamban adalah:
a. Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di
sebelah bawah dari letak sumber air.
b. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi
yang sering digenangi banjir.
c. Mudah dan tidak sulit memperoleh air.
Cara penularan penyakit yang berhubungan dengan pembuangan tinja
(jamban) tergantung dari kondisi sanitasi suatu tempat.Secara umum
penyebaran penyakit dari tinja manusia dapat melalui air, tangan,
49
makanan dan minuman serta tanah. Soemirat (1999) dalam Tarigan
(2007).
Gambar 6 : Penyakit yang ditularkan oleh tinja
No Penyebab Penyakit
(Agent)
Nama Penyakit
A
1.
2
3
4
B
1
2
C
1
2
D
1
2
Bacteria
Vibrio Cholera
Salmonella typhi
Shigella dysentri
Salmonella
Virus
Hepatitis virus A
Volio viruses
Protozoa
Entamoeba histolitica
Ballantidium coli
Helmintes (cacing)
Ascaris lumbricuides
Telechuris trichura
Cholera
Typhoid fever
Shigellosis
Salmonellasis
Vital hepatitis
Poliomyyelitis
Amoebadysentry
Ballantidiasis
Acariasis
Trichinasis
Sumber : Kusnoputranto 1995.
D. Perilaku
Teori perilaku yang direncanakan dikembangkan oleh Ajzen pada
tahun 1988. Teori mengusulkan sebuah model yang dapat mengukur
bagaimana tindakan manusia dipandu. Ini memprediksi terjadinya
perilaku tertentu, asalkan perilaku disengaja. Teori perilaku yang
direncanakan adalah teori yang memprediksi perilaku disengaja, karena
perilaku bisa musyawarah dan direncanakan.
50
Teori Planned Perilaku telah menjadi terkenal sebagai salah satu
yang paling berpengaruh dan populer konseptual kerangka kerja untuk
studi perilaku manusia dan ada banyak dukungan untuk kemanjuran teori
sebagai prediktor baik niat dan perilaku (Armitage & Conner, 2001).Premis
utama dari teori ini adalah bahwa anteseden langsung dari perilaku adalah
niat seseorang untuk melakukan itu (Bai, Middlestadt, Peng, & Fly, 2009).
Tujuannya adalah tergantung pada fungsi dari tiga faktor penentu
independen: (1) sikap terhadap perilaku, (2) norma subjektif, dan (3)
dirasakan kontrol perilaku
Model ini keluar berjajar pada gambar berikutnya dan merupakan
tiga variabel yang teori menyatakan akan memprediksi niat untuk
melakukan perilaku. Niat adalah prekursor perilaku. Secara alur teori TPB
seperti dicantumkan dalam bagan berikut ini :
Gambar 7 : The Theory Planned Behaviour,Ajzen 1991
Faktor Enabling - Program dan Pelayanan - Sarana dan Prasarana - KemampuanAnggaran
Sikap Perilaku
keyakinan dan evaluasi
hasil
Norma subyektif keyakinan normatif
dan compty motivasi
Behavioural intention
The Theory Planned Behaviour, Ajzen 1991
Perilaku
kontrol perilaku yang
dirasakan Kontrol
keyakinan x pengaruh
keyakinan kontrol
51
Tingkah Laku
Penelitian, untuk intervensi masalah tingkah laku bukan pekerjaan
yang mudah. Sehingga membutuhkan kehati – hatian dan kepekaan
dalam mendefenisikan dan menentukan target, aksi dan waktu.
Keyakinan/Niat.
Meskipun tidak ada hubungan yang sempurna antara niat perilaku
dan Perilaku aktual, niat dapat digunakan ukuran proksi perilaku.
Pengamatan ini salah satu kontribusi paling penting dari model TPB
dibandingkan dengan sebelumnya model hubungan sikap-perilaku. Oleh
karena itu, variabel dalam model ini dapat digunakan untuk menentukan
efektivitas intervensi implementasi bahkan jika tidak ada mudah ukuran
aktual tingkah laku.
Green dalam Notoatmodjo, ( 2003) bahwa perilaku kesehatan
individu dan masyarakat dipengaruh oleh faktor prilaku kesehatan dan non
prilaku. Sementara faktor prilaku ditentukan oleh pertama faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma social dan
bentuk lainnya yang ada dalam diri individu dan masyarakat). Kedua
faktor pendukung (ketersediaan sumber atau fasilitas kesehatan) dan
ketiga faktor pendorong (sikap dan prilaku petugas kesehatan, tokoh
masyarakat, kelompok perseorangan). Untuk mensinergikan ketiga hal
tersebut harus di kuatkan kegiatan promosi kesehatan agar prilaku
individu dan masyarakat dapat menerima dengan baik program
kesehatan.
52
1. Beraktivitas, akan tetapi perilaku secara biologis prilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme. Sehingga
secara biologis semua makhluk hidup antara manusia dan
binatang mempunyai perbedaan dalam beraktiviats, biasanya
binatang aktivitas sangat monoton tanpa variasi. Menurut
Notoatmodjo aktivitas manusia dapat dibedakan menjadi yakni
pertama aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain dan kedua
aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain.
Sementara menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005)
merumuskan bahwa prilaku merupakan respon atau reaksi terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Selanjutnya menurut Skiner ada dua jenis
respons yaitu :
a) Respondent respons atau reflektif yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eleciting
stimuli karena menimbulkan respons relatif tetap.
b) Operant respons atau instrumental respons yakni respon yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang
lain.
2. Bentuk Perilaku
Berdasarkan teori S-O-R (stimulus – organisme – respons) maka
prilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu
a. Perilaku tertutup (cover behavior), prilaku tertutup terjadi bila respons
terhadap stimulur tersebut masih belum diamati orang lain (dari luar)
53
secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk
perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobsevable behavior” atau
conver behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap
b. Perilaku terbuka (over behavior), terjadi apabila respons terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati
oleh orang lain dari luar atau ”observable behavior”
Roger (1962) menembangkan teori dari Lewin (19510) tentang 3 tahap
perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat
dalam perubahan dan lingkungan dimana perubahan tersebut
dilaksanakan. Roger menjelaskan 5 tahap dalam perubahan, yaitu :
kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba dan penerimaan atau dikenal
juga sebagai IETA (Awareness, Interest,Evaluation, Trial dan Adoption).
Mengadakan suatu perubahan perlu ada langkah yang ditempuh sehingga
harapan atau tujuan akhir dari perubahan dapat tercapai. Langkah
langkah tersebut antara lain :
1. Tahap Awareness.
Tahap ini merupakan tahap awal yang mempunyai arti bahwa dalam
mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah
apabila tidak ada kesadaran untuk berubah, maka tidak mungkin
tercipta suatu perubahan.
54
2. Tahap Interest
Tahap yang kedua dalam mengadakan perubahan harus timbul
perasaan minat terhadap perubahan yang dikenal. Timbul minat yang
mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah.
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap suatu yang baru agar tidak
terjadi hambatan yang akan ditemukan selama mengadakan
perubahan. Evaluasi ini dapat memudahkan tujuan dan langkah dalam
melakukan perubahan.
4. Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap suatu yang baru atau
hasil perubahan dengan harapan suatu yang baru dapat diketahui
hasilnya sesuai dengan kondisi atau situasi yang ada dan memudahkan
untuk diterima oleh lingkungan.
5. Tahap Adoption
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses
penerimaan terhadap suatu yang baru setelah dilakukan uji coba dan
merasaka adanya manfaat dari suatu yang baru sehingga selalu
mempertahankan hasil perubahan.
Sifat dan Proses Perubahan
Dalam proses perubahan akan menghasilkan penerapan diri konsep atau
ide terbaru, menurut Lancaster 1982, proses perubahan memiliki tiga sifat
diantaranya perubahan bersifat berkembang, spontan dan direncanaka.
55
1. Perubahan Bersifat Berkembang
Sifat perubahan ini mengikuti dari proses perkembangan yang baik
pada individu, kelompok atau masyarakat secara umum proses
perkembangan ini dimulai dari keadaan atau yang paling besar
menuju keadaan yang optimal atau matang sebagaimana dalam
perkembangan manusia sebagai mahluk individu yang memiliki sifat
yang selalu berubah dalam tingkat perkembangannya.
2. Perubahan Bersifat Spontan
Sifat perubahan ini dapat terjadi karena keadaan yang dapat
memberikan respon tersendiri terhadap kejadian kejadian yang
bersifat alamiah yang diluar kehendak manusia yang tidak diramalkan
atau diprediksi hingga sulit untuk di antisipasi seperti perubahan
keadaan alam, tanah longsor banjir dan lain lain. Semuanya akan
menimbulkan terjadi perubahan baik dalam diri, kelompok atau
masyarakat bahkan pada sistem yang mengaturnya.
3. Perubahan Bersifat Direncanakan
Perubahan bersifat direncanakan ini dilakukan bagi individu, kelompok
atau masyarakat yang ingin mengadakan perubahan yang kearah
yang lebih maju atau mencapai tingkat perkembangan yang lebih baik
dari keadaan yang sebelumnya, sebagaimana perubahan dalam
sistem pendidikan keperawatan di Indonesia yang selalu mengadakan
perubahan sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran dan sistem
pelayanan kesehatan pada umumnya.
56
Tipe Perubahan
Perubahan merupakan sesuatu yang mungkin sulit diterima bagi
seseorang, kelompok atau masyarakat yang belum memahami makna
perubahan. Tipe tipe perubahan antara lain :
1. Tipe Indoktrinasi
Suatu perubahan yang dilakukan oleh sekelompok atau masyarakat
yang menginginkan pencapaian tujuan yang diharapkan dengan cara
memberi doktrin atau menggunakan kekuatan sepihak untuk dapat
berubah.
2. Tipe Paksaan atau Kekerasan
Merupakan tipe perubahan dengan melakukan pemaksaan atau
kekerasan pada anggota atau seorang dengan harapan tujuan yang
hendak di capai dapat terlaksana.
3. Tipe teknokratik
Merupakan tipe perubahan dengan melibatkan kekuatanlain dalam
mencapai tujuan yang diharapkan terdapat satu pihak merumuskan
tujuan dan pihak lain untuk membantu mencapai tujuan.
4. Tipe Interaksional
Merupakan perubahan dengan menggunakan kekuatan kelompok
yang berinteraksi satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang
harapkan dari perubahan.
5. Tipe Sosialisasi
57
Merupakan suatu perubahan dalam mencapai tujuan dengan
menggunakan kerjasama dengan kelompok lain tetapi masih
menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
6. Tipe Emultif
Merupakan suatu perubahan dengan menggunakan kekuatan
unilateral dengan tidak merumuskan tujuan terlebih dahulu secara
sungguh sungguh perubahan ini dapat dilakukan pada system
diorganisasi yang bawahannya berusaha.
7. Tipe Alamiah
Perubahan yang terjadi akibat sesuatu yang tidak disengaja tetapi
dalam merumuskan dilakukan secara tidak sungguh sungguh, dseperti
kecelakaan maka seseorang ingin mengadakan perubahan untuk
lebih berhati hati dalam berkendaraan dan lain sebagainya.
Proses Terjadinya Perubahan.
Dalam proses perubahan akan terjadi sebuah siklus. Siklus dalam
sistem perubahan tersebut itulah yang dinamakan seuah proses yang
akan menghasilkan sesuatu dan berdampak pada sesuatu. Dalam proses
perubahan terdapat komponen yang satu dengan yang lain dapat
mempengaruhi seperti perubahan perilaku sosial, perubahan struktural
dan institusional dan perubahan teknologi. Proses perubahan dapat saling
mempengaruhi komponen yang ada, sebagaimana contoh dengan adanya
penemuan teknologi tepat guna, maka di masyarakat akan terjadi
perubahan dalam perilaku sosial kemungkinan masyarakat akan
58
menggunakan dari teknologi yang dihasilkan. Perilaku sosial di
masyarakat akan dapat berubah struktural institusional dari sistem
organisasi yang ada di masyarakat.
Motivasi Dalam Perubahan.
Pada dasarnya setiap manusia mengalami proses perubahan dan memiliki
sifat berubah, mengingat berubah merupakan salah satu bagian dari
kebutuhan manusia. Berubah timbul karena adanya suatu motivasi yang
ada dalam diri manusia. Motivasi timbul karena ada tuntutan kebutuhan
dasar manusia sedang kebutuhan dasar manusia antara lain :
1. Kebutuhan Fisiologis.
Kebutuhan ini seperti makanan, minuman, tidur,oksigen dan lain lain
yang secara fisiologis dibutuhkan manusia untuk mempertahankan
hidupnya, berdasarkan kebutuhan tersebut, manusia akan selalu ingin
mempertahankan hidupnya dengan jalan memenuhi atau selalu
mengadakan perubahan.
2. Kebutuhan Aman
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia agar mendapat jaminan
keamanan atau perlindungan dari berbagai ancaman bahaya yang
ada sehingga manusia selalu ingin memenuhinya dengan jalan
mengadakan perubahan untuk mempertahankan kebutuhan tersebut,
seperti mendapatkan pekerjaan yang tetap, bertempat tinggal yang
aman dan lebih baik.
3. Kebutuhan Sosial
59
Ketentuan ini mutlak diperlukan karena manusia tidak akan dapat
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga untuk memenuhi
kehidupan sosialnya manusia selalu termotivasi untuk mengadakan
perubahan dalam memenuhi kebutuhan seperti mengadakan kegiatan
sosial kemasyarakatan.
4. Kebutuhan Penghargaan dan Dihargai.
Setiap manusia selalu ingin mengadakan penghargaan dimata
masyarakat akan prestasi, status dan lain lain untuk manusia akan
termotivasi untuk mengadakan untuk mengadakan perubahan.
5. Kebutuhan aktualisasi Diri.
Kebutuhan perwujudan agar diakui masyarakat akan kemampuannya
dan potensi yang dimiliki, akan motivasi seseorang untuk memacu diri
dalam memenuhi suatu kebutuhan. Kebutuhan interpersonal yang
meliputi kebutuhan untuk berkumpul bersama, kebutuhan untuk
melakukan kontrol dalam mendapatkan pengaruh dari lingkungan
dalam menjalankan sesuatu dan kebutuhan untuk dikasihi dapat
menjadikan motivasi tersendiri dalam mengadakan perubahan.
E. Pengetahuan
Manusia secara naluriah banyak mengambil manfaat terhadap
alam lingkungan, terutama untuk bahan bangunan, air, sumber pangan,
sumber obat-obatan, dan sumber bahan kerajinan (Sastrapraja et al.
1979). Oleh karena itu berbagai unsur sosial, budaya, ekonomi, teknologi,
dan politik yang tumbuh dan berkembang di setiap kelompok etnik
60
mempengaruhi cara pandang dan pengelolaan terhadap alam lingkungan.
Pengetahuan tersebut membangun system tata nilai budaya sebagai
satuan ide dan gagasan dalam kebudayaan yang mempengaruhi aktivitas
dalam system social (tata cara, perilaku, dan cara hidup kelompok), serta
mempengaruhi kreativitas dalam sistem teknologi (Suparlan 1980).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Smaryo
2004). Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004). Perilaku diawali
dengan adanya pengalaman-pengalaman serta faktor-faktor diluar orang
tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik, kemudian pengalaman
dan lingkungan tersebut diketahui, dispersepsikan diyakini dan
sebagainya sehingga menimbulkan movitasi, niat untuk bertindak, dan
akhirnya terjadilah perwujudkan niat berupa perilaku (Notoatmodjo,2010).
Peran serta merupakan bentuk keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain :
1) Perilaku Individu
Setiap individu yang membentuk suatu masyarakat mempunyai
perilaku masing-masing, perilaku individu dipengaruhi oleh
(Dep.Kes.RI,1978) antara lain :
61
a) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala seuatu yang diketahui oleh manusia
didapatkan berdasarkan pengalaman melalui indra manusia. Pengetahuan
menurut Notoadmodjo, (1993) adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu. Untuk lebih maksimalnya peran masyarakat dibutuhkan
kemampuan berkomunikasi untuk mendapatkan informasi, motivasii dalam
mempengahui perilaku seseorang (individu), misalnya melalui tahapan
pengenalan, permintaan, penilaian, percobaan dan penerimaan.
Pengetahuan menurut Poedjawijatna, (1986) merupakan tahap awal bagi
seseorang untuk berbuat sesuatu karena itu kalau dilihat manusia sebagai
individu maka unsur-unsur yang diperlukan agar ia dapat berbuat sesuatu
adalah :
a) Pengetahuan tentang apa yang dilakukannya
b) Keyakinan atau kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa
yang dilakukannya
c) Sarana yang dieperlukan untuk melakukannya
d) Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan
yang dirasakan
b) Sikap Mental
Sikap mental yang dimiliki oleh individu pada hakekatnya adalah
merupakan kondisi psiskis, perasaan, keinginan individu yang
mempengaruhi perbuatan atau prilaku sehari-hari. Sikap mental ini
62
didapatkan individu seiring dengan perkembangan jiwa yang dipengaruhi
oleh pengalaman, pendidikan atau berintraksi dengan lingkungan sosial di
mana berada. Sikap mental ini akan sangat berpengaruh pada kemauan
dan keinginan untuk mengambil peran di masyarakat. Sikap menurut
Mar’at (1987) merupakan produk dari proses sosialisasi dimana
seseorang breaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
Sementara menurut Notoadmodjo (2005) bahwa sikap mempunyai
tingkatan berdasarkan intensitasnya yaitu :
a) Menerima (Receiving) adalah seseorang atau subyek atau subyek mau
menerima stimulus yang diberikan ( obyek)
b) Merespon (Responding), menanggapi disini diartikan memberikan
jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau obyek yang
dihadapi.
c) Menghargai (Valuing), menghargai diartikan subyek atau seseorang
memberikan nilai yang possitif terhadap obyek atau stimulus.
d) Bertanggungjawab (Responsible), seseorang yang telah mengambil
sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil
resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain
c) Tingkat Kebutuhan setiap individu beragam, misalnya dapat dilihat
tingkat kebutuhan oleh Maslow yang membagi tingkat kebutuhan
manusia. Misalnya tingkat kebutuhan yang dasar yaitu kebutahan
fisiologis yang semua manusia akan berusaha untuk memenuhinya.
d) Tingkat Keterikatan dalam kelompok.
63
Masyarakat adalah kumpulan dari individu yang terorganisir dalam
suatu sistem sosial atau ikatan. Untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan atau aspirasi anggotanya sistem sosial tersebut dapat
berupa organisasi atau ikatan politik, ekonomi, sosial budaya ,agama
profesi hukum dan seebagainya.
e) Kemampuan sumber daya.
Sumber daya yang dimiliki oleh suatu masyarakat sangat berpengaruh
untuk berpartisipasi dalam kegiatan.
2) Perilaku Masyarakat
Masyarakat sebagai suatu komunitas yang saling berintraksi satu
sama lain. Dalam berintraksi akan tercermian pola prilaku masyarakat.
Perilaku masyarakat di pengaruhui oleh beberapa faktor yaitu :
a. Politik
Apabila suatu negara memberikan kebabasan (ruang gerak)
masyarakat untuk berekspresi, maka akan mendorong masyarakat untuk
berperan.
b. Ekonomi
Secara umum bahwa kemampuan ekonomi akan mempengaruhi
dalam memainkan peran seseorang di masyarakat di masyarakat. Oleh
karena itu, untuk berperan tidaknya seseorang terkadang diukur oleh
kemampuan ekonominya .
c. Sosial budaya
64
Setiap masyarakat mempunyai sistem sosial budaya yang berbeda.
Sehingga untuk melihat tinggi atau tidaknya partisipasi di masyarakat
sangat di tentukan oleh nilai-nilai budaya yang dianutnya.
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan suatu bangsa akan sangat mempengaruhi
kemampuan dan kepedulian masyarakat untuk terlibat serta dalam suatu
kegiatan sosial
3) Determinan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk di
batasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Menurut Green faktor perilaku dibentuk oleh
tiga faktor utama, yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai
dan tradisi.
b. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan
atau yang memfasiltasI perilaku atau tindakan antara lain umur, status
sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
c. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan
adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
65
F. Regulasi
Pengertian regulasi adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengendalikan masyarakat dengan aturan tertentu. Istilah regulasi ini
banyak digunakan dalam segala hal sehingga pengertiannya memang
cukup luas.Regulasi ini banyak digunakan untuk menggambarkan
peraturan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian Regulasi menurut para ahli adalah regulasi merupakan
sebuah istilah yang bisa dipakai dalam segala bidang. Pengrtiannya yang
cukup luas membuat istilah ini mampu mewakili segala segi ilmu.
Pengertian regulasi menurut para ahlipun ikut beragam menyesuaikan
bidang dan segi ilmu yang dikaji tersebut. Regulasi seringkali di kaitkan
dengan suatu peraturan dalam kehidupan. Peraturan tersebut biasa
berupa peraturan yang mengikat suatu kelompok lembaga atau organisasi
untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam kehidupan bersama,
bermasyarakat dan bersosialisasi. Lalu apa kaitan regulasi dengan
peraturan, bidang apa saja yang biasanya terkait dengan istila regulasi.
Semuanya akan diulas dalam pembahasan di bawah ini.
Dalam KBBI (kamus bahasa Indonesia) regulasi diartikan sebagai
sebuah peraturan. Secara lebih lengkap regulasi merupakan cara untuk
mengendalikan manusia atau masyarakat dngan suatu aturan atau
pembatasan tertentu. Penerapan regulasi biasa dilakukan dengan
berbagai macam bentuk, yakni pembatasan hukum yang diberikan oleh
pemerintah, regulasi oleh suatu perusahaan dan sebagainya. Terkait
66
dengan cakupan regulasi sangat luas dalam pembahasan kali ini akan
dibatasi hanya pada regulasi bisnis dan perekonomian saja. Mengingat
saat ini dunia bisnis tengah mengalami perkembangan yang sangat pesat
dan menarik minat banyak masyarakat. Akan tepat rasanya bila
membahas mengenai regulasi bisnis secara lebih rinci. Pengertian
regulasi menurut para ahli, regulasi bisnis biasa dibagi menjadi beberapa
kajian yang lebih detail yakni regulasi bisnis di bidang merek dan regulasi
bisnis di bidang perlindungan konsumen.
G. Partisipasi
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu proses
pembangunan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam
prosesnya. Masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya
meningkatkan proses belajar masyarakat. Saat ini pembangunan
berbasis masyarakat banyak dilakukan oleh pemerintah, hal ini
dikarenakan pengaruh masyarakat yang cukup besar dalam
mensukseskan program-program tersebut. Akan tetapi, tidak semua
program berbasis peran serta masyarakat yang dilakukan oleh
pemerintah memberikan hasil yang maksimal. Hal ini dikarenakan
kurangan penekanan dalam hal kemandirian masyarakat itu sendiri yang
mengelola dan menggorganisasi sumber-sumber lokal baik yang bersifat
materiil, pikiran, maupun tenaga (Slamet Sumirat, 2002).
Istilah partisipasi berasal dari bahasa asing yang artinya
mengikutsertakan pihak lain. Secara umum, partisipasi masyarakat berarti
67
keikutsertaan dan kebersamaan anggotanya dalam suatu kegiatan baik
langsung ataupun tidak langsung.
Keterlibatan itu muncul dari gagasan, perumusan kebijakan, hinga
pelaksanaan program.
Juliantara (2002:87) substansi dari partisipasi adalah bekerjanya
suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil
tanpa adanya persetujuan dari rakyat. Sedangkan arah dasar yang akan
dikembangkan adalah proses pemberdayaan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah : pertama, bahwa
partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom)
mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan masyarakat
menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai
kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya
menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan
memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi
menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan
masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika
pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat
(juliantara, 2002: 89-90).
Literatur klasik selalu menunjukkan bahwa partisipasi adalah
keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai
evaluasi program pembangunan, tetapi makna substansi yang terkandung
dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control
68
(Juliantara. 2002: 90-91). Pengertian dari masing-masing sekuen adalah
sebagai berikut :
a. Suara, maksudnya adalah hak dan tindakan warga masyarakat faham
menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan dan
tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan
pemerintah.
b. Akses, maksudnya adalah mempengaruhi dan menentukan kebijakan
serta telah aktif mengelola barang-barang publik, termasuk
didalamnya akses warga terhadap pelayanan publik.
c. Kontrol, maksudnya adalah bagaimana masyarakat mau dan mampu
terlibat untuk mengawasi jalannya tugas-tugas pemerintah. Sehingga
nantinya akan terbentuk suatu pemerintahan yang transparan,
akuntabel dan responsive terhadap berbagai kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya, Ae (2005: 81) mengemukakan pengertian
perencanaan partisipatif sebagai berikut : “perencanaan partisipatif adalah
perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat,
dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun
tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan.
Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa
melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit dipastikan bahwa
rumusan akan berpihak pada rakyat”.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling
ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi
69
rakyat.Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya
sendiri, maka semakin besar pula kemapuan mereka dalam
pembangunan. Dengan demikian pengalaman seseorang yang
merupakan akumulasi dari hasil berinteraksi dengan lingkungan hidupnya
setiap kali dalam masyarakat, lokasi geografisnya, latar belakang sosial-
ekonomi-politiknya, keterlibatan religiusnya, sangat menentukan
persepsinya terhadap suatu kegiatan dan keadaan.
Kultural dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berhubungan erat
dengan perilaku manuasia dan kepercayaan, maka ia meliputi berbagai
hal dalam kehidupan manusia, yang diantaranya adalah agama,
pendidikan, struktur sosial ekonomi, pola kekeluargaan, kebiasaan
mendidik anak dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kondisi kehidupan seseorang sehari-harinya sangat mempengaruhi
persepsi pada setiap peristiwa sosial, dimana dalam setiap kegiatan sosial
tersebut selalu melibatkan hubungan antar-subjek dan terbentuknya
makna. Makna tersebut akan menentukan kesanggupan seseoranguntuk
terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan tertentu dalam masyarakatnya.
Mikkelsen (2003: 64), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat
secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh
masyarakat. Selain itu, partisipasi juga diartikan Mikkelsen sebagai
keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan
kehidupan dan diri mereka sendiri. Kemudian Adi (2007 : 27) menjelaskan
lebih jauh lagi mengenai partisipasi masyarakat terlibat dalam program
70
pemberdayaan dimulai dari proses pengidentifikasian maslah potensi
yang ada di dalam masyrakat, pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya
mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mubyarto (dalam Ndaraha, 1990:102), melihat sisi lain dari
partisipasi, partisipasi dimaksud yaitu adanya kesediaan dari masyarakat
untuk membantu berhasilnya setiap program yang dijalankan sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri
sendiri. Mubyarto melihat unsur tidak mengorbankan kepentingan sendiri
sebagai sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan. Partisipasi harus
berasal dari masyarakat dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri karena ini
adalah tujuan dari proses demokrasi. (Mikkelsen dalam Adi, 2008: 108).
Partisipasi adalah keterlibatan suka rela oleh masyarakat dalam
perubahan dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka
(Mikkelsen, 2001).
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok
masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan
maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran,
tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan
dan menikmati hasil –hasil pembangunan (Sumaryadi, 2010).
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk
memberikan kesempatan dan kewenangan yang lebih luas kepada
71
masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai
persoalan. Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses
belajar masyarakat mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang
bertanggung jawab, mengeliminasi perasaan terasing sebagian
masyarakat serta menimbulkan dukungan dan penerimaan dari
pemerintah (Notoatmodjo, 2012).
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
masyarakat tersebut. Dalam hal ini masyarakat sendirilah yang akan
memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-
program kesehatan mereka. Didalam partisipasi setiap anggota
masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Sumbangan
tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat
berbentuk daya (tenaga), dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat
diwujudkan dalam 4 M yaitu manpower (tenaga), money (uang), material
(benda-benda lain), dan mind (ide atau gagasan) (Notoatmodjo, 2012).
Partisipasi masyarakat dalam program kesehatan adalah
merupakan (1) suatu proses yang dinamis yang anggota masyarakatnya
baik secara individu maupun kelompok, (2) ikut aktif bertanggung jawab
pada kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri dan masyarakat pada
umumnya, dan (3) meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan
kontribusi pada pembangunan kesehatan. Dari beberapa pengertian
72
tentang partisipasi masyarakat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud partisipasi masyarakat dalam program kesehatan adalah :
Suatu proses keterlibatan yang bertanggung jawab dalam suatu kegiatan
dari suatu individu yang merupakan suatu kegiatan (unit of action) pada
proses pengambilan keputusan, kontribusi dalam pelaksanaannya dan
pemanfaatan hasil kegiatan, sehingga terjadi peningkatan kemampuan
kelompok tersebut dalam mempertahankan perkembangan yang telah
dicapai serta mengembangkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
secara mandiri.
1. Manfaat Partisipasi
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi
masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan
langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang
berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Menurut Thomsen
yang dikutip oleh Suriana (2008), keuntungan dari partisipasi masyarakat
adalah :
a. Partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi
b. Partisipasi membantu terbangunnya transparansi komunikasi dan
hubungan-hubungan kekuasaan di antara stakeholders.
c. Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan interaktif dan siklikal dan
menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan
pengetahuan lokal.
73
d. Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan
akuntabilitas.
e. Partisipasi dapat membangun kapabilitas masyarakat dan modal
sosial.
2. Jenis – jenis partisipasi masyarakat
Berdasarkan pengertian tentang partisipasi dalam pembangunan
seperti diuraikan di atas, maka partisipasi dalam pembangunan dapat
dibagi menjadi lima jenis (Slamet, 2003) :
a. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan ikut menikmati hasilnya.
b. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
c. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara langsung.
d. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi
input.
e. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya.
3. Metode Partisipasi Masyarakat
Notoatmodjo (2012) dua cara yang dapat dilakukan untuk mengajak
atau menumbuhkan partisipasi masyarakat yakni :
a. Partisipasi dengan paksaan (Enforcement participation)
Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu
program baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan
maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat dan
74
mudah tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa, dan kaget
karena dasarnya bukan kesadarantetapi ketakutan akibatnya
masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.
b. Partisipasi Dengan Persuasi Dan Edukasi
Yakni suatu partisipasi yang didasarkan pada kesadaran. Sukar
ditumbuhkan dan akan memakan waktu yang lama tetapi bila tercapai
hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.
Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, penyuluhan, pendidikan
dan sebagainya baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Bentuk – bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu
bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan
juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata
(abstrak).Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda,
tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata
adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan
dan partisipasi representative (Hamijoyo, 2007).
Beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat
dalam suatu program pembangunan: (Hamijoyo, 2007).
a. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-
usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan
bantuan
75
b. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang
harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
c. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk
tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan suatu program
d. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui
keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang
membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
sosialnya
e. Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa
ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun
program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga
untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan
pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
f. Partisipasi sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai
tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya
dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam
rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.
g. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat
dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan
yang terkait dengan kepentingan bersama (Chapin, 2002).
76
h. Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara
memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam
organisasi atau panitia (Chapin, 2002).
5. Prinsip – Prinsip Partisipasi Masyarakat
Adapun prinsip-prinsip partisipasi masyarakat , sebagaimana
tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang
disusun oleh Department for International Development (DFID)
(Sumampouw, 2004) adalah:
1) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang
terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek
pembangunan.
2) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap
orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta
mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam
setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan
jenjang dan struktur masing-masing pihak.
3) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan
komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga
menimbulkan dialog.
4) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai
pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi
kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
77
5) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena
adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya
dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah
selanjutnya.
6) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak
lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak,
sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan,
terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu
sama lain.
7) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat
untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan
yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber
daya manusia.
6. Tipe Partisipasi Masyarakat
Tipe partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat
dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar
kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan. Kegunaan dari adanya tipologi partisipasi ini adalah: (a) untuk
membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat, (b) untuk
mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan partisipasi
masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja
dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.
78
Sherry Arnstein (1969) adalah yang pertama kali mendefinisikan
strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara
masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah (agency). Dengan
pernyataannya bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan
masyarakat (citizen partisipation is citizen power), Arnstein menggunakan
metafora tangga partisipasi dimana tiap anak tangga mewakili strategi
partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan
sebagai berikut :
1. Manipulasi (manipulation).
Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada
komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan
masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk
mendidik atau ”menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tahu sama
sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum).
Pengelola desa siaga memilih dan mendidik sejumlah orang
sebagai wakil dari publik. Fungsinya, ketika mereka mengajukan berbagai
program, maka para wakil publik tadi harus selalu menyetujuinya.
Sedangkan publik sama sekali tidak diberitahu tentang hal tersebut
Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang
atau telah terjadi; Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana
proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; Informasi yang
dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok
sasaran.
79
2. Terapi (therapy).
Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif
datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Pengelola program sedikit
memberitahu kepada publik tentang beberapa programnya yang sudah
disetujui oleh wakil publik. Publik hanya bisa mendengarkan.
3. Informasi (information).
Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih
bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah
diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan
kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back).
Pengelola menginformasikan macam-macam program yang akan
dan sudah dilaksanakan. Namun hanya dikomunikasikan searah, publik
belum dapat melakukan komunikasi umpan-balik secara langsung.
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya; Masyarakat tidak
punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses
penyelesaian; Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
4. Konsultasi (consultation).
Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi
masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi,
telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi
masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi
tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
80
Pengelola berdiskusi dengan banyak elemen publik tentang
pelbagai agenda. Semua saran dan kritik didengarkan. Tetapi mereka
yang kuasa memutuskan, apakah saran dan kritik dari publik dipakai atau
tidak. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;Orang luar
mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk
kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan
memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat; Tidak ada peluang bagi
pembuat keputusan bersama;Para profesional tidak berkewajiban
mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti
5. Penentraman (placation).
Level komunikasi ini telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi
antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk
memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun
pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan
keberadaan usulan tersebut. Pengelola berjanji melakukan berbagai saran
dan kritik dari publik. namun janji tinggal janji, mereka diam-diam
menjalankan rencananya semula
6. Kemitraan (partnership).
Tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan
mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara
masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang
81
selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan
diberikan kesempatan untuk bernegosiasi dan melakukan
kesepakatan.Pengelola memperlakukan publik selayaknya rekan kerja.
Mereka bermitra dalam merancang dan mengimplementasi aneka
kebijakan publik.
7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power).
Berarti pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat
untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga
masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap keberhasilan program.Pengelola mendelegasikan
beberapa kewenangannya kepada publik. Contoh, publik punya hak veto
dalam proses pengambilan keputusan.
8. Pengendalian warga (citizen control).
Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola
berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati
bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah. Publik yang lebih
mendominasi ketimbang mereka. Bahkan sampai dengan mengevaluasi
kinerja mereka.
82
Partisipasi publik yang ideal tercipta di level ini
Citizen Power
Tokenism
Non Participation
Gambar 8 : Tangga partisipasi menurut Arnstein (1969)
Tangga terbawah merepresentasikan kondisi tanpa partisipasi
(non participation), meliputi: (1) manipulasi (manipulation) dan (2) terapi
(therapy). Kemudian diikuti dengan tangga (3) menginformasikan
8 Citizen Control
7 Delegated Power
6 Partnership
5 Placation
4 Consultation
3 Informing
2 Therapy
1 Manipulation
83
(informing), (4) konsultasi (consultation), dan (5) penentraman (placation),
dimana ketiga tangga itu digambarkan sebagai tingkatan tokenisme
(degree of tokenism). Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan
sekedarnya, berupa upaya superfisial (dangkal, pada permukaan) atau
tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Jadi sekadar
menggugurkan kewajiban belaka dan bukannya usaha sungguh-sungguh
untuk melibatkan masyarakat secara bermakna. Tangga selanjutnya
adalah (6) kemitraan (partnership), (7) pendelegasian wewenang /
kekuasaan (delegated power), dan (8) pengendalian masyarakat (citizen
control). Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam
keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk
sesungguhnya dari partisipasi masyarakat.
Menurut Linda Ewles dan Ina Simnett (1994) Tingkat partisipasi
masyarakat dalam usaha menyusun kegiatan kesehatan yang diorganisir
oleh suatu lembaga (seperti lembaga daerah atau kesehatan) akan
bervariasi antara tidak berpartisipasi dan sangat berpartisipasi, dengan
tingkatan sebagai berikut:
1. Tidak adanya partisipasi, masyarakat tidak diberi pengetahuan apapun
serta tidak dilibatkan dalam kegiatan apapun.
2. Partisipasi sangat rendah, dimana masyarakat diberitahu suatu
rencana serta mengumumkannya.
3. Masyarakat dikumpulkan atau dengan cara lain sehingga bisa diberi
tahu.
84
4. Partisipasi serendah rendahnya, dengan diperlukannya dukungan
seperlunya dari masyarakat, agar rencana dapat dilaksanakan.
5. Partisipasi moderat , masyarakat memberi saran melalui proses
konsultasi
6. Partisipasi setinggi tingginya, proses penyusunan rencana dilakukan
bersama sama dengan masyarakat.
7. Partisipasi sangat tinggi, masyarakat telah mendelegasikan
wewenang. Pada tingkatan ini lembaga mengenalkan dan
mempresentasikan sebuah permasalahan kepada masyarakat,
mendefinisikan batasan-batasannya dan meminta masyarakat untuk
menyusun serangkaian keputusan yang dapat diwujudkan dalam
sebuah rencana yang diterima oleh lembaga.
8. Partisipasi paling tinggi, masyarakat mempunyai kendali. Pada
tingkatan ini lembaga meminta masyarakat untuk mengidentifikasi
masalah dan membuat semua keputusan penting mengenai rencana
dan tujuannya. Lembaga akan membantu masyarakat dalam setiap
langkah guna mencapai tujuannya, hingga pengendalian administrasi
pun akan didelegasikan.
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999) partisipasi bisa diartikan
sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial
dalam situasi tertentu. Tipe partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat
kita sebut juga sebagai tingkatan partisipasi yang dilakukan oleh
85
masyarakat. Dibagi menjadi 7 (tujuh) tipe berdasarkan karakteristiknya
yaitu :
1. Partisipasi pasif/ manipulatif
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang
atau telah terjadi
b. Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek
tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat
c. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di
luar kelompok sasaran.
2. Partisipasi dengan cara memberikan informasi
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya
b. Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan
mempengaruhi proses penyelesaian
c. Akurasi (hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat
3. Partisipasi melalui konsultasi
a. Masyarakatberpartisipasi dengan cara berkonsultasi
b. Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-
pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan
permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi
tanggapan-tanggapan masyarakat
c. Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama
86
d. Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-
pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
4. Partisipasi untuk insentif materil
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya
seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi,
dan sebagainya
b. Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses
pembelajarannya
c. Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang
disediakan/diterima habis.
5. Partisipasi fungsional
a. Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk
mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek
b. Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-
keputusan utama yang disepakati
c. Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak
luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri
6. Partisipasi interaktif
a. Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah
pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru
atau penguatan kelembagaan yang telah ada
87
b. Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang
mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang
terstruktur dan sistematik
c. Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas
keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil
dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
7. Self mobilization
a. Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas
(tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-
sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki
b. Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga
lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya
yang dibutuhkan
c. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya
yang ada.
Untuk pengembangan partisipasi masyarakat, perlu pemahaman
dasar mengenai tingkatan partisipasi. Menurut Cohen dan Uphoff dikutip
oleh Soetomo (2010) membagi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ke dalam 4 tingkatan, yaitu :
a. Partisipasi dalam perencanaan yang diwujudkan dengan keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat. Sejauh mana masyarakat dilibatkan
dalam proses penyusunan dan penetapan program pembangunan dan
88
sejauh mana masyarakat memberikan sumbangan pemikiran dalam
bentuk saran untuk pembangunan.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan dengan wujud nyata partisipasi berupa:
partisipasi dalam bentuk tenaga, partisipasi dalam bentuk uang,
partisipasi dalam bentuk harta benda.
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil,yang diwujudkan keterlibatan
seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek
tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tingkatan ini
berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara
proyek yang telah dibangun.
d. Partisipasi dalam evaluasi, yang diwujudkan dalam bentuk
keikutsertaan masyarakat dalam menilai serta mengawasi kegiatan
pembangunan serta hasil-hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara
langsung, misalnya dengan ikut serta dalam mengawasi dan menilai
atau secara tidak langsung, misalnya memberikan saran-saran, kritikan
atau protes.
7. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan partisipasi masyarakat
Keberhasilan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
dipengaruhi (1) Kegiatan atau program sesuai dengan situasi dan kondisi
sosial dari masyarakat setempat, (2) faktor kepemimpinan dalam
masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam menggerakkan
masyarakat. Sedang sebagai indikator adanya partisipasi masyarakat
keterlibatan yang luas dari masyarakat, dalam hal; (1) pengambilan
89
berbagai keputusan, (2) pelaksanaan kegiatan, (3) pemanfaatan sarana
yang telah di bangun, dan (4) pemeliharaan sarana tersebut (Compton,
1982).
Menurut Sadik (1996), Faktor pendukung yang penting lainnya
adalah partisipasi masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi aktif
masyarakat, terutama Tokoh Masyarakat (TOMA) dan Tokoh Agama
(TOGA), yaitu mencakup semua tahap: perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi program.
Pendapat Abe (2005), bahwa partisipasi masyarakat dilakukan atas
dasar kesadaran sendiri untuk membantu keberhasilan program
pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat (Poskesdes), tidak
mengharapkan besarnya sumbangan yang akan diterima dan partisipasi
tersebut dilakukan sejak perencanaan, implementasi, pengendalian dan
evaluasi program.
Mengutip pendapat Mikkelsen (2001), membedakan adanya empat
pendekatan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat.
a. Pendekatan partisipasi pasif, pelatihan dan informasi. Pendekatan ini
berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang lebih tahu,
lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya.
Bentuk partisipasi ini tipe komunikasi satu arah, dari atas ke bawah,
hubungan pihak eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.
b. Pendekatan partisipasi aktif. Dalam pendekatan ini sudah dicoba
dikembangkan komunikasi dua arah, pada dasarnya masih
90
berdasarkan pra anggapan yang sama dengan pendekatan yang
pertama, pendekatan ini sudah mulai membuka dialog, guna memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih
intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pendekatan
pelatihan dan kunjungan.
c. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan. Pendekatan ini mirip
kontrak sosial antara pihak eksternal dengan masyarakat lokal. Dalam
model ini masyarakat setempat mempunyai tanggung jawab terhadap
pengelola kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari
pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Keuntungan pendekatan
ini adalah memberi kesempatan kepada masyarakat lokal untuk belajar
dalam melakukan pengelolaan pembangunan dan modifikasi atas
model yang disepakati sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
d. Partisipasi atas permintaan setempat. Bentuk ini mencerminkan
kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh
masyarakat setempat. Kegiatan dan peranan pihak eksternal lebih
bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh
masyarakat lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang
dirancang dari luar.
Perlunya peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu
bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif
yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan
dalam masyarakat (pedesaan). Partisipasi masyarakat, menjadi salah satu
91
faktor pendukung keberhasilan perencanaan pembangunan diupayakan
menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang
disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan
penentuan prioritas (urutan berdasar besar kecilnya tingkat
kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efisien. (Slamet,
2003).
Mengapa anggota masyarakat diajak untuk berperan serta dan
didorong untuk berpartisipasi. Alasan atau pertimbangannya adalah
anggota masyarakat dianggap mengetahui sepenuhnya tentang
permasalahan dan kepentingannya atau kebutuhan mereka, memahami
keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya.mampu
menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam
masyarakat, sehingga mampu merumuskan solusi untuk mengatasi
permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat. mampu
memanfaatkan sumberdaya pembangunan (sumber daya alam, sumber
daya masyarakat, dana, teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan masyarakatnya. Anggota masyarakat dengan upaya
meningkatkan kemauan dan kemampuan SDM (sumber daya manusia)
nya sehingga dengan berlandaskan pada kepercayaan diri dan
92
keswadayaan yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar
ketergantungan terhadap pihak luar (Adisasmita, 2006).
Masyarakat harus terlibat dalam pembangunan, mulai dari
perencanaan agar pembangunan dimanfaatkan. Bila dalam perencanaan
masyarakat tidak terlibat maka manfaat pembangunan bagi mereka akan
kecil/tidak ada, karena pembangunan yang dilaksanakan itu akan tidak
selaras dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Akhirnya
manfaatnya pun tidak ada bagi masyarakat.Jika pembangunan itu tidak
banyak bermanfaat atau tidak dirasakan manfaatnya oleh banyak orang di
masyarakat, maka pembangunan itu bukanlah pembangunan untuk
masyarakat.Atau apabila manfaat pembangunan itu bagi masyarakat
hanya sesaat,sebentar alias tidak berkesinambungan, maka
pembangunan itu boleh dibilang pembangunan yang tidak
berkesinambungan atau gagal.(Gardner, et.al, 1996).
H. Kemitraan
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerja sama Kemitraan adalah
suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan
harapan masing masing, tentang peninjauan kembali terhadap
kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat, dan saling berbagi, baik
dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
93
Ada 3 kata kunci dalam kemitraan antara lain :
1. Kerjasama antara kelompok, organisasi, individu.
2. Bersama sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama).
3. Saling menanggung resiko dan keuntungan atau aliansi, maka setiap
pihak yang terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja
sama, dan melepaskan kepentingan masing masing, kemudian
membangun kepentingan bersama. Oleh sebab itu membangun sebuah
kemitraan, harus didasarkan pada hal hal berikut :
1. Kesamaan perhatian (common interest) kepentingan.
2. Saling mempercayai dan saling menghormati.
3. Tujuan yang jelas dan terukur.
4. Kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya
yang lain.
Prinsip-prinsip kemitraan
Dalam membangun sebuah kemitraan ada 3 prinsip kunci yang perlu
dipahami oleh masing masing anggota kemitraan yakni :
a. Persamaan (equity)
Individu, organisasi, atau institusi yang telah bersedia menjalin
kemitraan harus merasa “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi”.
Bagaimana besarnya suatu institusi atau organisasi, dan bagaiman
kecilnya suatu institusi atau organisasi, apabila sudah bersedia untuk
menjalin kemitraan harus merasa sama. Oleh sebab itu didalam forum
kemitraan asas demokrasi harus dijunjung, tidak boleh satu anggota
94
memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi,
dan tidak adanya dominasi terhadap yang lain.
b. Keterbukaan (transparency)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau
kelebihan dan apa yang menjadi kekurangan atau kelemahan masing
masing anggota harus diketahui oleh anggota yang lain. Demikian pula
berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang satu harus
diketahui oleh anggota yang lain. Maksudnya bukan untuk
menyombongkan yang satu terhadap yang lain, tetapi lebih untuk saling
memahami satu dengan yang lain, sehingga tidak ada rasa saling
mencurigai. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan rasa
saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota (mitra).
c. Saling menguntungkan (mutual benefit)
Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dengan materi atau uang
tetapi lebih kepada nonmateri.Saling menguntungkan disini lebih dilihat
dari kebersamaan atau sinergis dalam mencapai tujuan bersama. Ibarat
mengangkat barang atau beban 50 kg, diangkat secara bersama sama
4 orang jelas lebih ringan dibandingkan dengan diangkat sendiri. Upaya
promosi kesehatan dalam suatu komunitas tertentu, jelas akan lebih
efektif bila dilakukan melalui kemitraan beberapa institusi atau
organisasi daripada hanya oleh satu institusi saja.
95
Kerangka berpikir kemitraan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan
kemitraan di bidang kesehatan terdapat 3 institusi kunci organisasi atau
unsur pokok yang terlibat didalamnya. Ketiga institusi pokok tersebut
adalah :
1. Unsur pemerintah, unsur ini terdiri dari berbagai sector pemerintah
yang terkait dengan kesehatan sebagai sector kuncinya,
pendidikan, pertanian, kehutanan, lingkungan hidup, industry dan
perdagangan, agama dan seagainya.
2. Dunia usaha atau unsur swasta (private sectors) atau kalangan
bisnis yakni dari kalangan pengusaha, industriawan, dan para
pemimpin berbagai perusahaan.
3. Unsur organisasi non pemerintah atau sering disebut omop atau
non government organitation (NGO), yang meliputi 2 unsur penting
yakni :
a. Unsur lembaga lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan
organisasi massa (ormas) termasuk yayasan yayasan bidang
kesehatan.
b. Organisasi organisasi profesi seperti IDI, PDGI. IAKMI, PPNI,
dan sebagainya.
Didalam institusi departemen kesehatan terdiri dari berbagai program,
yang seyogianya terlebih dahulu melakukan jaringan kerja lintas program
juga. Setelah itu harus dikembangkan kemitraan yang lebih luas yang
96
melibatkan sector pemerintahan yang lain, LSM, Organisasi profesi dan
swasta. Dari uraian tersebut maka dalam membangun kemitraan
kesehatan secara konsep terdiri dari 3 tahap :
1. Kemitraan lintas program dilingkungan sector kesehatan sendiri,
direktorat promosi kesehatan, kesehatan keluarga, P2M, lingkungan,
gizi dan sebagainya.
2. Kemitraan lintas sector di lingkungan instansi pemerintahan,
departemen kesehatan , pendidikan nasional, pertanian, kehutanan,
dan sebagainya.
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sector,
lintas bidang dan lintas organisasi yang mencakup :
a. Unsur pemerintah
b. Unsur dunia usaha (bisnis)
c. Unsur LSM dan organisasi massa
d. Unsur organisasi profesi.
Model kemitraan
1. Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk
jaring kerja (networking) atau seing juga disebut building linkages.
2. Kemitraan model ini lebih baik dan solid, masing masing
anggota(mitra) mempunyai tanggungjawab yang lebih besar
terhadap program atau kegiatan bersama.
97
Langkah langkah penanggulangan kemitraan.
1. Melakukan identifikasi stakeholder (mitra dan pelaku potensial).
2. Membangun jaringan kerjasama antar mitra kerja dalam upaya
mencapai tujuan.
3. Memadukan sumber daya yang tersedia di masing masing mitra kerja.
4. Melaksanakan kegiatan terpadu.
5. Menyelenggaran pertemuan berkala untuk perencanaan, pemantauan,
penilaian dan pertukaran informasi.
Kemitraan dan pemberdayaan pada dasarnya merupakan sebuah
konsep terpisah walaupun dalam praktiknya dapat saling melengkapi.
Pada pola yang sederhana, keterkaitan antara kemitraan dan
pemberdayaan dapat dilihat pada berbagai implementasi kebijakan
pemerintah khususnya terkait peningkatan kesejahteraan kelompok
masyarakat tertentu seperti kelompok petani, nelayan dan pekerja
informal.
Keterkaitan antara kemitraan dan pemberdayaan dapat juga dilihat
dari defenisi kedua konsep tersebut yang intinya adalah sama, yakni
membangun kepercayaan, menciptakan kemandirian, dan peningkatan
kesejahteraan. Kemitraan merupakan suatu bentuk hubungan kjerja yang
terjadi antara dua pihak atau lebih yang berbagi komitmen untuk
mencapai tujuan dengan menggabungkan sumber daya dan
mengkoordinasikan kegiatan bersama. Kemitraan hanya dapat terbentuk
apabila pihak pihak yang terlibat didalamnya telah memiliki kesepakatan.
98
Konsep kemitraan itu sendiri mengandung proses membangun
kepercayaan, pemecahan masalah bersama dan mengelola hubungan
antara pihak pihak yang terkait didalamnya (Sukada,dkk 2007)
Sementara pemberdayaan dalam penegrtian yang lebih luas dapat
diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan atau kemandirian
masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui penciptaan suasana atau
iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang, peningkatan
kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan
dana, pelatihan pembangunan prasarana dan sarana (fisik dan social)
serta kelembagaan, dan perlindungan atau pemilahan kepada yang lemah
untuk mencegah persaingan yang tidak imbang dan menciptakan
kemitraan dan pemberdayaan merupakan suatu strategi yang tepat dalam
meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
(Sumodiningrat,2007 dalam Devi Asiati dan Nawawi 2016).
Kemitraan sebagai upaya untuk mengembangkan usaha kecil
dimulai sejak dicanangkannya Gerakan Kemitraan Usaha Nasional
(GKUN) pada tahun1996,di Jumbaran, yaiu menindaklanjuti kebijakan
pemerintah yang menjadikan kemitraan usaha sebagai program untuk
mengembangkan usaha kecil sebagaimana yang tertuang dalam Undang
Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Gerakan ini dilakukan
sebagai upaya untuk mempersempit kesenjangan yang terjadi antara
usaha kecil dan menengah.
99
Sumodiningrat (1977) mengemukakan bahwa strategi untuk
memberdayakan masyarakat dalam bentuk kemitraan dapat dilakukan
melalui tiga hal :
1. Menciptakan suasan atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat.
3. Pemberian perlindungan dalam proses pemberdayaan harus
dicegah yang lemah menjadi lebih lemah.
100
I. KERANGKA TEORI
Lingkungan Perilaku Pelayanan Kesehatan
Kependudukan
Derajat Kesehatan
Behavioural intention compty
Perilaku
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan individu
Pendidikan Kelompok
Faktor Reinforcing - Dukungan Keluarga - Dukungan Masyarakat - DukunganPetugas
kesehatan - Dukungan Kebijakan
- Dukungan Media
Faktor Enabling - Program dan Pelayahan - Sarana dan Prasarana - Kemampuan anggaran
Faktor Fredisposing - Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Persepsi
- Nilai
Kepemilikan
Jamban keluarga
Pendidikan Massa
Sikap Perilaku keyakinan dan evaluasi hasil
Norma subyektif keyakinan normatif dan compty motivasi
Kontrol perilaku yang dirasakan Kontrol keyakinan pengaruh keyakinan kontrol
Teori : Blum, Green, Arzen,Mark Conner and Paul Norman
101
J. KERANGKA KONSEP
Kepemilikan Jamban Keluarga
Komunikasi Kultural
Variabel Independen
Variabel dependen
Assesment Jamban Keluarga
Partisipasi
Regulasi
Pengetahuan
Kemitraan
Keinginan (Niat)
Pendidikan Kesehatan Jamban Sehat
102
K. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
NO VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL
1. Pengetahuan Pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki
responden terhadap kepemilikan jamban keluarga
2. Regulasi Mengacu pada Permenkes dan Perda tentang
pembuatan jamban keluarga
3. Partisipasi Keterlibatan masyarakat dalam upaya
pembangunan lingkungan kehidupan dan diri
mereka sendiri terhadap kepemilikan jamban
keluarga
4. Kemitraan Kerjasama antara individu, kelompok atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam
kepemilikan jamban keluarga.
5. Komunikasi Kultural
Penyampaian informasi, pikiran dan gagasan dari
seseorang kepada orang lain tentang budaya siri.
6. Jamban Sehat
Jamban yang dimiliki oleh responden harus
memenuhi syarat kesehatan.
Gambar 11 : Definisi Operasional
103
L. Hipotesis
1. Ada perubahan pengetahuan komunikasi kultural terhadap
kepemilikan jamban keluarga
2. Ada pengaruh regulasi terhadap kepemilikan jamban keluarga
3. Ada pengaruh partisipasi terhadap kepemilikan jamban keluarga
4. Ada hubungan kemitraan terhadap kepemilikan jamban keluarga
104
104
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kuantitatif
dengan menggunakan rancangan quasi intervensi yaitu pre test dan post
test. Kelompok dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang
terdiri dari kelompo kontrol dan kelompok intervensi, dengan desain pre
test dan post test yaitu Kelompok pertama di berikan kusioner tanpa
modul dan ceramah, kelompok kedua diberikan ceramah tanpa modul
sedangkan kelompok tiga diberikan modul tanpa ceramah. Kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dapat mengintervensi komunikasi kultural
terhadap kepemilikan jamban keluarga.
Table 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Subyek Pre - Test Perlakukan Post - Test
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
TO
TO
TO
X1
X2
X3
T1 - T2 - T3
T1 - T2 - T3
T1 - T2 - T3
Keterangan :
TO = Pengukuran Awal
X1 = Intervensi pengetahuan tanpa mengikuti cerakah dan modul
X2 = Intervensi pengetahuan mengikuti ceramah tanpa diberikan modul.
X3 = Intervensi pengetahuan diberikan modul tanpa mengikuti ceramah.
105
T1 = Pengukuran minggu pertama.
T2 = Pengukuran bulan pertama
T3 = Pengukuran bulan ke empat.
Cara perlakuan (intervensi) :
1. Responden diberikan kusioner untuk dijawab sebelum materi
diberikan (pre-test).
2. Responden diberikan kusioner untuk dijawab sebelum diberikan
modul (pre-test).
3. Seminggu setelah pemberian materi para responden diberikan
kusioner dan dijawab pada saat didatangi oleh enumerator di rumah
masing masing responden (pos-test)
4. Seminggu setelah pemberian modul para responden diberikan
kusioner dan dijawab pada saat didatangi oleh enumerator di rumah
masing masing responden (pos-test)
5. Kusioner kembali diberikan setelah 30 hari dengan kusioner yang
sama dan dijawab pada saat didatangi oleh enumerator kepada
responden, baik yang diberikan ceramah maupun yang menerima
modul (pos-test).
6. Kusioner kembali diberikan kepada responden untuk dijawab pada
saat enumerator mendatangi responden dirumahnya masing masing
pada bulan ke empat dengan kusioner yang sama baik yang
menerima ceramah maupun yang menerima modul (pos-test).
106
Sementara kelompk control dengan pola sebagai berikut :
1. Kusioner diberikan kepada responden untuk di jawab di rumah
masing masing tanpa menerima ceramah maupun modul yang
diberikan oleh enumerator (pre-test).
2. Seminggu setelah pemberian kusioner para responden diberikan
kusioner yang sama dan dijawab pada saat didatangi oleh
enumerator di rumah masing masing responden (pos-test)
3. Kusioner kembali diberikan setelah 30 hari dengan kusioner yang
sama dan dijawab pada saat didatangi oleh enumerator kepada
responden (pos-test).
4. Kusioner kembali diberikan kepada responden untuk dijawab pada
saat enumerator mendatangi responden dirumahnya masing masing
pada bulan ke empat dengan kusioner yang sama (pos-test).
B. ALUR PENELITIAN
1. Persiapan penelitian.
Sebelum melakukan penelitian maka yang perlu dipersiapkan
adalah persuratan atau izin penelitian selain itu pembuatan modul
yang akan dilakukan di lapangan untuk melakukan intervensi
kepala keluarga terhadap kepemilikan jamban keluarga.
2. Pembuatan modul jamban keluarga berbasis komunikasi kultural.
Sebelum pembuatan modul maka dilakukan pendekatan dengan
Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Pemerintah Desa, Puskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten serta Organisasi Pemuda. Setelah
107
dilakukan pendekatan dengan berbagai organisasi masyarakat
maka di undang menghadiri rapat Focus Group Discussion (FGD)
untuk menyamakan persepsi mengenai kepemilikan jamban
keluarga. Adapun isi modul adalah
a. Pendahuluan
b. Tujuan penyusunan modul
c. Peta konsep
d. Dasar hukum
e. Pengertian
f. Model jamban
g. Bentuk kepedulian masyarakat
3. Uji coba modul.
Modul yang sudah dibuat dan disepakati bersama pada saat
pertemuan FGD maka dilakukan uji coba pada batas desa tempat
lokasi penelitian dengan menggunakan kusioner sebanyak 10 – 15
kusioner masing masing Desa Pombakka dan Desa Pandak
sebagai batas Desa Rompu.
4. Uji peneliti.
Kusioner di bagikan kepada kepala keluarga terdekat pada batas
desa yang sudah di isi dan dijawab oleh kepala keluarga Desa
Pombakka dan kepala keluarga Desa Pandak maka dilanjutkan
untuk melakukan uji pre-test pada Desa Rompu sebagai desa
tempat penelitan.
108
5. Pengembangan komunikasi.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu , mengubah sikap
pendapat, atau perilaku, baik dengan cara lisan ( langsung )
ataupun tidak langsung ( melewati media )
Pengembangan komunikasi terhadap masyarakat di Desa Rompu
adalah bahasa yang utama dipelajari untuk melakukan pendekatan
dan mempelajari bahasa yang digunakan setiap hari sehingga kita
bisa berkomunikasi dengan masyarakat desa.
6. Membentuk tim pendamping.
Sebelum kusioner di berikan kepada masyarakat maka terlebih
dahulu dibentuk tim pendamping untuk membantu peneliti dalam
pengambilan data baik data primer maupun data secunder. Tim
pendamping (enumerator) dibentuk sebanyak 3 orang dan
bertanggungjawab masing masing satu kelompok. Enumerator
diarahkan dan dibina cara pengisian kusioner untuk diberikan
kepada kepala keluarga untuk diisi dan dijawab.
7. Identifikasi subyek.
Untuk mengidentifikasi subyek adalah melalukan penjajakan awal
untuk mencari informasi tentang keberadaan subyek yang berkaitan
dengan karakteristik responden adalah ciri khas responden yang
melekat pada diri responden meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga tentang
109
kepemilikan jamban keluarga. Kepemilikan jamban keluarga
mayoritas memiliki hanya aplikasi penggunaannya belum maksimal
dia gunakan.
8. Informed consent.
Sebelum melakukan pengisian kusioner oleh responden maka
terlebih dahulu meminta persetujuan (informed consent) pada
subyek. Bila subyek setuju ikut berpartisipasi dalam penelitian,
maka responden diminta membaca dan menandatangani informed
consent.
9. Proses penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah persuratan ada, maka kusioner
dibagikan kepada responden untuk dijawab baik responden yang
diintervensi maupun responden control, dengan melakukan pre test
dan post test.
10. Analisis
Analisis ini digunakan untuk menganalisis data berupa karakteristik
responden dan variabel penelitian dengan menggunakan tabel
distribusi frekwensi. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel independen (katagorik) dengan variabel independen
(katagorik) yaitu pengaruh model komunikasi kultrural terhadap
kepemilikan jamban keluarga, untuk lebih jelasnya dapat dilihat alur
penelitian dibawah ini :
110
Gambar 3.1 : Alur penelitian
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rompu Kecamatan Masamba
Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, dimulai bulan
Desember 2016 dan dilanjutkan setelah ujian proposal bulan Januari
2017
Skriming Memiliki Jamban dan Tidak Memiliki Jamban
Kontrol
Tidak ada modul Kom Kultural
PreTest
Modul Kom Kultural
Perlakuan
Post Test
Penggunaan Jamban
Pre Test
Penggunaan Jamban
Post Test
Informed Consent
Assesment Pembuatan
Modul
Analisis
111
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga
yang memiliki jamban sendiri adalah 246 dan 1466 pengguna jamban
di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara sebagai
lokasi penelitian.
2. Sampel
Sampel dihitung berdasarkan populasi seluruh Kepala Keluarga
yang memiliki jamban sendiri di lokasi penelitian, dengan besar sampel
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
n = pqZNd
pqNZ22
2
)1(
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi = 246 jamban
Z : nilai standar normal (α = 0,05) = 1,96
P : perkiraan proporsi sample = 0,5
q : 1 – q = 0,5
d : derajat ketepatan yang diinginkan = 0,05
Berdasarkan rumus tersebut maka dapat ditentukan besar
sampel sebagai berikut :
𝑛 =(246) 1,96 2 (0,5)(0,5)
0,05 2 246−1 + 1,96 2 (0,5)(0,5)
112
= 236,26
1,57
= 150
Kriteria responden :
a. Memiliki atau tidak memiliki jamban keluarga
b. Bersedia mengikuti penelitian
c. Bertempat tingal di lokasi penelitian.
E. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah keluarga yang memilki
rumah tempat tinggal milik sendiri di lokasi penelitian.
a. Persiapan penelitian
1. Persiapan dimulai dengan mengurus izin penelitian. Penelitian ini
dimulai setalah ada persetujuan dari Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik kabupaten Luwu Utara dan Rekomendasi Komisi Etik
penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, sebagai
laporan kepada Ketua Prodi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Kepala Badan Kesbang Kabupaten Luwu
Utara, Kepala Kecamatan Masamba, dan diteruskan ke Desa
Rompu sebagai lokasi penelitian.
2. Penelitian ini, didahului survey awal dengan membagikan kusioner
sebagai langkah awal untuk mengkaji pengetahuan responden
terhadap kepemilikan jamban keluarga.
3. Hasil Kajian kusioner sebagai dasar untuk mengetahui model
komunikasi kultural yang dilakukan oleh responden.
113
4. Pendataan awal dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria
responden. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, kelompok 1
sebagai kelompok intervensi dengan menggunakan ceramah dan
memberikan modul dan kelompok 2 sebagai kelompok control.
b. Pelaksanaan penelitian.
Kelompok intervensi
1. Modul yang dibagikan dibawa pulang untuk dibaca dengan waktu
selama seminggu.
2. Seminggu setelah pembagian modul, para responden diberikan
kusioner dan dijawab pada saat dilokasi dan didampingi oleh
peneliti
3. Kusioner kembali diberikan setelah 30 hari dengan kusioner yang
sama.
Sementara kelompk control dengan pola sebagai berikut :
a. Kelompok control tidak diberikan modul untuk dibaca.
b. Setelah itu responden diberikan kusioner untuk dijawab.
c. Kusioner ini kembali dibagikan setelah 30 hari
F. Pengelolaan dan Analisis Data
Hasil data yang dikumpulkan dari kusioner dan wawancara dengan
responden akan dianalisis berdasarkan tahapan berikut :
1. Editing
Pemeriksaan data yang missing dalam kusioner setelah
dilakukan penelitian serta memperbaiki data – data
114
2. Coding
Pemberian kode pada setiap item dalam kusioner yang
dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengolah dan
menganalisis data dengan member
3. Tabulasi
Mengelompokan data dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan
penelitian, agar mudah untuk menganalisis. Setelah data
ditabulasi maka pengelolaan dilakukan dengan computer
program SPSS yang disajikan dalam bentuk table distribusi
frekwensi dan tabulasi silang. Selanjutnya dilakukan uji statistic
dengan tingkat kemaknaan/taraf nyata (0) yang dipilih adalah
0,05. Uji statistic yang digunakan adalah chi square. Interpretasi
kemaknaan jika p < 0(0,05)
4. Processing
Jawaban responden yang diterjemahkan dalam bentuk angka
selanjuntnya diproses agar mudah dianalisis
5. Cleaning
Pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukan dalam master
tabel yang meliputi pemeriksaan ulang terhadap data dan
pengkodean, sehingga apabila ditemukan pengkodean data
yang salah akan diganti berdasarkan pada kusioner. Untuk
menjawab tujuan penelitian yang ingin dicapai dilakukan analisis
data dengan menggunakan program SPSS 21.
115
Langkah-langkah analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu :
a. Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisis yang ditunjukkan untuk meninjau
gambaran dari masing masing variable penelitian baik variable dependen
(kepemilikan jamban keluarga) maupun variable independen
(pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan).
b. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan variable dependen
dan variable independen dengan menggunakan uji chis-square. Jika nilai
p<0,05 maka Ho di tolak dan Ha diterima, yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara variable bebas dan variable terikat. Jika p>0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan.
𝑋2 = Σ(𝑜−𝐸)2
𝐸
Keterangan :
X2 = nilai chi-square
O = nilai yang diobservasi
E = nilai yang diharapkan
c. Analisis multivariat
Analisis multivariat dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
logistik ganda. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui:
1. Variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling besar
terhadap variabel dependen.
116
2. Mengetahui apakah hubungan variabel independen dengan variabel
dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak.
3. Bentuk hubungan beberapa variabel independen dengan variabel
dependen apakah berhubungan langsung atau pengaruh tidak
langsung.
Table 3.2 : Analisis pemilihan uji statistic
No Tujuan analisis variabel Uji statisik Rasional Hasil analisis
1.
2.
3.
Untuk mendeskripsikan karakteristik responden.
Untuk menilai perbedaan variable dependen sebelum dan sesudah perlakuan pada tiap kelompok :
Pengetahuan, Regulasi, Partisipasi dan Kemitraan
Untuk menilai perbedaan variable dependen sebelum dan sesudah perlakuan pada tiap kelompok :
Pengetahuan, Regulasi, Partisipasi dan Kemitraan
Distribusi frekuensi
Uji chis-
square
uji chis-
square
Deskripsi frekuensi
dan persentase
Pengukuran dilakukan lebih dari 1 kali dan distribusi data normal
Pengukuran dilakukan lebih dari 1 kali dan distribusi data normal
Terdiri 3 kelompok distribusi homogen.
Ada perbedaan jika p<0.05
Ada perbedaan jika p<0.05
Ada perbedaan jika p<0.05
117
4.
Untuk menganalisis pengaruh intervensi terhadap variable dependen secara keseluruhan pada semua kelompok.
Pengetahuan, Regulasi, Partisipasi dan Kemitraan
uji chis-
square
Terdiri 3 kelompok distribusi data normal dan homogen
Ada pengaruh jika p<0.05
G. Etika Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan ethical clearence yang
dikeluarkan oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Sebelum dilakukan pengisian kusioner oleh responden maka
terlebih dahulu meminta persetujuan (informed consent) pada responden.
Bila responden setuju ikut berpartisipasi dalam penelitian, maka
reeponden diminta membaca dan menandatangani informed consent.
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti mempertimbangkan hak hak subyek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta
memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Peneliti
memberikan formulir persetuan sabjek (informed consent) yang terdiri
118
dari penjelasan manfaat penelitian, penjelasan kemungkinan risiko dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for
privacy and confidentiality).
Setiap manusia memiliki hak hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu. Peneliti menjaga anonimitas dan kerahasiaan
identitas subyek dengan cara menggunakan koding (inisial atau
identification number) sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadaan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).
Prinsip keadilan memiliki makna keterbukaan dan adil. Untuk
memenuhi prinsip keterbukaan, peneliti berlaku jujur, hati hati,
professional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan factor factor
ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta
perasaan religious subyek penelitian. Setelah selesai penelitian,
kelompok control diberikan pendidikan kesehatan dengan
menggunakan modul sama dengan kelompok perlakuan.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
masyarakat mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin
bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi
(beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi
subyek (nonmalefincence)
119
H. Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas kusioner dilakukan dengan uji validitas dan
reliabilitas. Control kualitas tidak hanya pada kusioner akan tetapi semua
proses dalam penelitian mulai persiapan, pelaksanaan sampai
pengolahan data.
1. Standarisasi media pendidikan kesehatan
Sebelum dilakukan penelitian, maka dibuat materi yang akan diberikan
pada saat melakukan pendidikan kesehatan meliputi konsep
kepemilikan jamban dan penggunaannya serta intervensi dalam
penelitian yang akan disampaikan melalui ceramah disertai modul.
Sebelum intervensi dimulai isi materi telah dikonsultasikan kepada
petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Utara dalam hal ini
petugas kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan dan aparat
desa pada lokasi penelitian.
2. Standarisasi instrument.
Dalam penelitian ini menggunakan instrument yang baku dan
instrument yang dibuat sendiri oleh peneliti. Variable pengetahuan
masyarakat menggunakan instrument yang dibuat oleh peneliti dalam
bentuk kuesioner dan telah diuji validitas dan reliabilitas. Sedangkan
pendidikan kepala keluarga struktur keluarga, pendapat keluarga
diukur dengan menggunakan format biodata dan budaya keluarga
diukur melalui kuesioner yang dibuat oleh peneliti.
120
Table 3.3 : Standarisasi Instrumen
Variable yang diukur Metode Sumber Instrumen
Jamban
Pengetahuan
Regulasi
Partisipasi
Kemitraan
Kultural
Tanya jawab Tanya jawab
Tanya jawab
Tanya jawab
Tanya jawab
Tanya jawab
Permenkes no. 3 Tahun 2014 ttg STBM Dibuat peneliti
Peraturan Gubernur Sulsel Dibuat peneliti Dibuat peneliti Dibuat peneliti
Kusioner
Kusioner
Kusioner
Kusioner
Kusioner
Kusioner
121
121
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rompu Kecamatan Masamba
Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan mulai bulan Januari sampai
bulan Juli 2017. Sampel terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok
control tanpa diberikan apa apa dan kelompok intervensi mengikuti
ceramah dan diberikan modul. Jumlah sampel sebanyak 150 kepala
keluarga terdiri dari 50 KK untuk kelompok control, 50 KK untuk kelompok
intervensi ceramah dan 50 KK untuk kelompok intervensi modul.
Data yang dikumpulkan diolah melalui proses editing, koding,
tabulating, dan selanjutnya dianalisis menggunakan program SPSS. Hasil
analisis data ditampilkan dalam bentuk tabel, dan grafik disertai
interpretasi. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel tabel dan grafik-
grafik berikut.
1. Deskriptif Karakteristik responden.
Karakteristik responden adalah ciri khas responden yang melekat
pada diri responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan jumlah anggota keluarga. Distribusi karakteristik responden dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut :
122
Tabel 4.1 Sebaran Karakteristik Responden
Karakteristik
Kelompok P I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Kelompok Umur 20 – 29 6 12,0 3 6,0 4 8,0 30 – 39 12 24,0 11 22,0 5 10,0 40 – 49 17 34,0 17 34,0 16 32,0 0,168 50 – 59 10 20,0 5 10,0 12 24,0 ≥60 5 10,0 14 28,0 13 26,0
Jenis kelamin Laki-laki 34 68,0 35 70,0 41 82,0 0,231 Perempuan 16 32,0 15 30,0 9 18,0
Pendidikan Tidak tamat SD 1 2,0 1 2,0 2 4,0 SD 29 58,0 33 66,0 34 68,0 SLTP 6 12,0 6 12,0 7 14,0 0,462 SLTA 14 28,0 8 16,0 5 10,0 PT 0 0,0 2 4,0 2 4,0
Pekerjaan IRT 11 22,0 15 30,0 6 12,0 Wiraswasta 1 2,0 0 0,0 0 0,0 0,276 Buruh 2 4,0 1 2,0 3 6,0 Petani 36 72,0 34 68,0 41 82,0
Jumlah anggota keluarga 1-4 orang 30 60,0 25 50,0 25 50,0 0,512 > 4 orang 20 40,0 25 50,0 25 50,0
Sumber : Data Primer
Keterangan : Kelompok I : ceramah Kelompok II : modul Kelompok III : tanpa ceramah dan modul
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden pada kelompok I
(ceramah) lebih banyak berumur 40-49 tahun (34%), dengan jenis
kelamin laki-laki (68%), dengan pendidikan SD (58%), pekerjaan
sebagai petani (72%), dan jumlah anggota keluarga 1-4 orang
(60%).
123
Responden pada kelompok 2 (modul) lebih banyak berumur 40-49
tahun (34%), dengan jenis kelamin laki-laki (70%), dengan
pendidikan SD (66%), pekerjaan sebagai petani (68%), dan jumlah
anggota keluarga sama antara 1-4 orang dan lebih dari 4 orang
(50%).
Responden pada kelompok 3 (tanpa ceramah dan modul) lebih
banyak berumur 40-49 tahun (32%), dengan jenis kelamin laki-laki
(82%), dengan pendidikan SD (68%), pekerjaan sebagai petani
(82%), dan jumlah anggota keluarga sama antara 1-4 orang dan
lebih dari 4 orang (50%)
Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa karakteristik
responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan
jumlah anggota keluarga homogen (p>0,05),
2. Kepemilikan jamban dan pemanfaatan jamban Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan kepemilikan jamban
Kepemilikan Jamban
Kelompok I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Awal Ya 33 66,0 38 76,0 40 80,0 Tidak 17 34,0 12 24,0 10 20,0
Akhir Ya 44 88,0 39 78,0 40 80,0 Tidak 6 12,0 11 22,0 10 20,0
Tempat BAB Jamban/WC 16 32,0 18 36,0 29 58,0 Kebun 1 2,0 3 6,0 1 2,0 Sungai 32 64,0 25 50,0 18 36,0 Pekarangan 1 2,0 4 8,2 2 3,9
Sumber : data primer
124
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada pengukuran awal, umumnya
responden mempunyai jamban yaitu 66% pada kelompok 1 , 76%
pada kelompok 2 dan 80% pada kelompok 3. Pada pengukuran akhir,
responden yang mempunyai jamban pada kelompok 1 sebanyak
88%, kelompok 2 sebanyak 78% dan kelompok 3 sebanyak 80%.
Pemanfaatan jamban pada kelompok 1 32%, kelompok 2 36% dan
kelompok 3 58%. Umumnya responden menggunakan sungai
sebagai tempat buang air besar karena mereka tinggal disekitar aliran
sungai.
3. Sebaran perubahan pengetahuan, regulasi, partisipasi dan
kemitraan
a. Pengetahuan
Distribusi perubahan pengetahuan responden sebelum dan sesudah
intervensi dapat dilihat pada tabel berikut :
Gambar 4.1 Perubahan skor pengetahuan responden
3.78
13.2
17.3618.9
4.48
11.74
13.38
16.84
5.14
7.149.54
11.68
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
T0 T1 T2 T3
rata
-rat
a sk
or
Waktu Pengukuran
Klp I
Klp 2
Klp 3
125
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada awal pengukuran, rata-rata
skor pengetahuan tertinggi pada kelompok 3 dan terendah pada kelompok
1. Pada akhir pengukuran skor pengetahuan tertinggi pada kelompok 1,
kemudian kelompok 2 dan terendah pada kelompok 3.
Tabel 4.3. Perubahan Skor Pengetahuan Responden Sebelum Dan Sesudah Intervensi berdasarkan intra kelompok
Pengetahuan T0 T1(∆) T2(∆) T3(∆)
Kelompok I (n=50) 3,78±2,34 9,42±2,37(***) 13,58±2,70(***) 15,12±2,32(***)
Kelompok 2 (n=50) 4,48±3,18 7,26±2,40(***) 8,90±2,87(***) 12,36±3,49(***)
Kelompok 3 (n=50) 5,04±2,60 2,18±0,52(***) 4,50±0,79(***) 6,62±0,78(***)
P 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer
p : uji chi square
Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa semua responden mempunyai
pengetahuan yang meningkat dibandingkan pada pengukuran awal. Hal
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada awal
pengukuran dengan pengukuran kedua, ketiga dan pengukuran keempat.
Hasil uji statistik dengan uji t berpasangan menunjukkan bahwa skor
pengetahuan responden mulai signifikan pada post test 1 pada semua
kelompok. Berdasarkan uji chi square ditemukan adanya perbedaan
pengetahuan antara ketiga kelompok pada pengukuran post 1, pot 2 dan
126
post 3. Dari segi peningkatan skor, yang paling tinggi peningkatannya
adalah kelompok 1. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian
informasi dengan model cultural terhadap peningkatan skor pengetahuan
responden.
b. Regulasi
Distribusi perubahan tentang keberadaan regulasi pemilikan jamban
untuk tiap rumah sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.4 Pengetahuan keberadaan regulasi pemilikan jamban
Regulasi
Kelompok
I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Awal Ada 3 6,0 0 0,0 0 0,0 Tidak ada 47 94,0 50 100,0 50 100,0
Akhir Ada 19 38,0 15 30,0 6 12,0 Tidak ada 31 62,0 35 70,0 44 88,0 P 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa keberadaan regulasi tentang jamban
menurut responden paling banyak pada kelompok 1 yaitu 19 orang
dan paling sedikit pada kelompok 3 yaitu 6 orang. Hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada perubahan pengetahuan tentang keberadaan
regulasi saat awal pengukuran dengan pada akhir pengukuran pada
semua kelompok (p<0,05).
127
Gambar 4.2 Pengetahuan keberadaan regulasi pemilikan jamban
c. Partisipasi
Distribusi perubahan tentang partispasi masyarakat sebelum dan
sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Perubahan partisipasi masyarakat sebelum dan sesudah pemberian intervensi
Partisipasi
masyarakat
Kelompok
I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Awal Ada 2 4,0 0 0,0 0 0,0
Tidak ada 48 96,0 50 100,0 50 100,0 Akhir
Ada 49 98,0 44 88,0 22 44,0 Tidak ada 1 2,0 6 12,0 28 56,0 P 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer
3
0 0
19
15
6
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3
awal
akhir
128
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
kegiatan paling banyak pada kelompok 1 yaitu 49 orang dan paling
sedikit pada kelompok 3 yaitu 22 orang. Hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada perubahan partisipasi masyarakat saat awal
pengukuran dengan pada akhir pengukuran pada semua kelompok
(p<0,05).
Gambar 4.3 Perubahan partisipasi masyarakat sebelum dan sesudah
intervensi
20 0
49
44
22
0
10
20
30
40
50
60
Kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3
awal
akhir
129
d. Kemitraan
Distribusi perubahan tentang kemitraan sebelum dan sesudah
intervensi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Perubahan Pengetahuan tentang kemitraan dalam
pembuatan jamban
Kemitraan
Kelompok
I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Awal Ada 2 4,0 0 0,0 1 2,0 Tidak ada 48 96,0 50 100,0 49 98,0
Akhir Ada 44 88,0 40 80,0 26 52,0 Tidak ada 6 12,0 10 20,0 24 48,0 p 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kemitraan
menurut responden paling banyak pada kelompok 1 yaitu 44 orang
dan paling sedikit pada kelompok 3 yaitu 26 orang. Hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada perubahan pengetahuan tentang kemitraan
saat awal pengukuran dengan pada akhir pengukuran pada semua
kelompok (p<0,05).
130
Gambar 4.4. Perubahan Pengetahuan tentang kemitraan
2) Kepemilikan jamban
Distribusi perubahan tentang kepemilikan jamban sebelum dan
sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7 Perubahan kepemilikan jamban
Kepemilikan jamban
Kelompok
I II III
n(50) % n(50) % n(50) %
Awal 33 66,0 38 76,0 40 80,0 Akhir 44 88,0 39 78,0 40 80,0
Penambahan 11 1 0
p 0,001 1,000 1,000
Sumber : Data Primer
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa kepemilikan jamban pada kelompok 1
bertambah sebanyak 11 buah sedangkan poada kelompok 2 bertambah
sebanyak 1 buah dan pada kelompok 3 tidak ada penambahan jamban.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada perubahan jumlah
20 1
44
40
26
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3
awal
akhir
131
kepemilikan jamban keluarga pada kelompok I (p<0,05) sedangkan
pada kelompok 2 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan kepemilikan
jamban keluarga sebelum dan sesudah intervensi (p>0,05).
Gambar 4.5 Perubahan kepemilikan jamban
Adanya penambahan jamban pada 12 rumah disebabkan adanya
regulasi pemerintah daerah dan ceramah. Hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.8 Alasan Penambahan Jamban Keluarga
Alasan penambahan jamban N %
Akibat mendengarkan ceramah 12 100
Peraturan Daerah 12 100
Kerjasama 9 75,0
Bantuan pemerintah 8 66,7
Sumber : data primer
Tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat membuat jamban
keluarga akibat mendengarkan ceramah dan pemberian modul tentang
pentingnya jamban keluarga bagi kesehatan dan adanya peraturan
daerah (100%). Alasan lain masyarakat membuat jamban keluarga
3338 40
4439 40
0
10
20
30
40
50
Kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3
awal
akhir
chi square
132
adalah adanya kerjasama dengan pihak lain dan bantuan pemerintah
untuk membuat jamban.
4. Hubungan pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan
dengan Kepemilikan jamban.
Hubungan pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan dengan
Kepemilikan jamban dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Pengetahuan, regulasi, partisipasi dan kemitraan dengan
penambahan Kepemilikan jamban
Kelompok Variabel R p
Ceramah Pengetahuan 0,157 0,278
Regulasi tentang jamban 0,307 0,030
Partisipasi masyarakat 0,377 0,007
Kemitraan 0,306 0,031
Modul Pengetahuan 0,091 0,529
Regulasi tentang jamban 0,094 0,518
Partisipasi masyarakat 0,387 0,006
Kemitraan 0,071 0,622
Tidak ada modul Pengetahuan . .
Regulasi tentang jamban . .
Partisipasi masyarakat . .
kemitraan . .
Sumber : data primer
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada kelompok I, regulasi, partisipasi
masyarakat dan kemitraan berhubungan dengan penambahan
kepemilikan jamban keluarga (baru). Variabel partisipasi masyarakat
133
berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga pada kelompok II.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya regulasi pemerintah desa dan
kemitraan pemerintah desa dengan swasta berhasil membantu
menambah kepemilikan jamban pada kelompok II sedangkan pada
kelompok III tidak ada perubahan jumlah kepemilikan jamban.
Gambar 4.6 : Hasil Temuan Di Lapangan
SASARAN INFRASTRUKTUR STIMULAN
PERUBAHAN
KELUARGA MEMILIKI/MENGG
UNAKAN
JAMBAN
KOMUNIKASI
KULTURAL
LINGKUNGAN
BUDAYA SIRI
“Mokamo mijamba dio wai natiro tiro ki tau lendu”
134
B. Pembahasan
1. Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia yang lasim disebut kakus/wc
(Pebriani dkk, 2012). Jamban keluarga sebaiknya dibangun, dimiliki dan
digunakan untuk satu keluarga dengan penempatan yang mudah
dijangkau oleh penghuni rumah baik itu berada dalam dan luar bangunan
rumah. Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat.
Hasil menunjukkan bahwa kepemilikan jamban pada kelompok 1
bertambah sebanyak 11 buah sedangkan pada kelompok 2 bertambah
sebanyak 1 buah dan pada kelompok 3 tidak ada penambahan jamban.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada perubahan jumlah
kepemilikan jamban keluarga pada kelompok I (p<0,05) sedangkan
pada kelompok 2 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan kepemilikan
jamban keluarga sebelum dan sesudah intervensi (p>0,05).
Umumnya responden menggunakan sungai sebagai tempat BAB
karena mereka tinggal disekitar aliran sungai. Banyak faktor yang menjadi
penyebab masyarakat enggan membuat dan menggunakan jamban
keluarga diantaranya yaitu: rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya jamban keluarga, sehingga mereka kurang respon
untuk dapat menerima informasi yang bermanfaat bagi dirinya. Disamping
itu adanya sikap dan tindakan yang mengarah pada kebiasaan hidup
135
masyarakat yang selalu membuang kotoran disembarang tempat (Ottaya,
2012).
Masalah buang air besar dan kebersihan diri merupakan masalah
penting bagi setiap keluarga karena sangan berhubungan dengan
kesehatan keluarga dan masyarakat. Tetapi bagi sebagian besar
masyarakat tradisional didaerah pedesaan belum menganggap masalah
ini penting. Anak bayi sering buang air di pangkuan ibunya, diatas tempat
tidur atau pekarangan rumah. Hal ini biasa terjadi karena selama balita
anak hanya dipakaikan baju biasa tanpa celana.
Hasil penelitian membuktikan bahwa lingkungan fisik yaitu
ketersediaan jamban, ketersediaan air di jamban, jarak jamban dengan
rumah berpengaruh secara negative, yang berarti secara tidak langsung
pada perilaku buang air besar tetapi harus melalui sikap. Pada penelitian
ditemui banyak sampel yang mempunyai jamban dengan ketersediaan air
yang cukup dan jarak yang tidak jauh dari rumah, tetapi masih mempunyai
perilaku buang air besar sembarangan seperti di kali/selokan.
Kondisi ekonomi responden yang sangat kecil membuat responden
harus berfikir kembali untuk membuat jamban. Kondisi rumah yang
ditempati pun dapat dikategorikan sebagai rumah darurat yang tidak sehat
tanpa jamban. Kalaupun ada jamban, terkesan sangat darurat dengan
kondisi yang tidak sehat. Keadaan ini di karenakan jamban hanya sebagai
suatu bagian yang memang seharusnya ada dalam sebuah rumah.
136
Perekonomian yang sulit, daerah yang susah air, membuat responden
lebih mementingkan untuk memenuhi kebutuhan untuk keluarganya. Jarak
yang jauh dari sumber air bersih membuat responden hanya menyediakan
cukup air untuk kebutuhan masak saja. Untuk mandi dan mencuci baju,
responden biasa melakukan langsung disumber air bersih/sungai.
Fakta lain dengan alasan ekonomi yang sulit dengan jumlah angota
keluarga yang banyak dibandingkan dengan keuangan yang tersedia,
menyebabkan responden harus berfikir lebih cermat untuk membuat
jamban di rumah. Kebutuhan akan pangan masih merupakan prioritas
utama. Alasannya adalah untuk jamban masih bisa buang air besar di
sungai atau di kebun. Sedangkan untuk makan, mereka tidak bisa
meminjam atau meminta pada tetangga.
Sesuai dengan tujuan dari pencapaian universal access
sanitation/akses sanitasi untuk semua masyarakat diharapkan sebisa
mungkin mempunyai jamban sendiri. Bukan jenis yang dipentingkan tetapi
untuk masyarakat ekonomi sulit untuk memiliki jamban masing masing di
rumah. Sedangkan untuk masyarakat yang sudah cukup mampu,
diharapkan mulai beralih dari jamban cemplung ke jamban sehat. Inilah
yang juga didapati dari beberapa responden tidak mempunyai jamban
pada saat melakukan penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada
awal pendataan yang memiliki jamban keluarga untuk kelompok 1 adalah
33 (66%) dan tidak memiliki 17 (34%), kelompok 2 yang memiliki jamban
137
keluarga adalah 38 (76%) dan tidak memiliki jamban 12 (24%), kelompok
3 yang memiliki jamban keluarga adalah 40 (80%) dan tidak memiliki
jamban keluarga adalah 10 (20%). Sedangkan pada akhir pendataan
jumlah kepala keluarga yang memiliki jamban untuk kelompok 1 adalah
44 (88%) yang tidak memiliki jamban keluarga adalah 6 (12%), untuk
kelompok 2 yang memiliki jamban adalah 39 (78%) dan tidak memiliki
jamban adalah 11 (22%) dan kelompok 3 yang memiliki jamban keluarga
adalah 40 (80%) dan tidak memiliki jamban 10 (20%). Sedangkan yang
lain mereka membang kotorannya bervariasi diantaranya adalah ada yang
disungai, kebun, pekarangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengukuran awal,
umumnya responden mempunyai jamban yaitu 66% pada kelompok 1 ,
76% pada kelompok 2 dan 80% pada kelompok 3. Pada pengukuran
akhir, responden yang mempunyai jamban pada kelompok 1 sebanyak
88%, kelompok 2 sebanyak 78% dan kelompok 3 sebanyak 80%.
Pemanfaatan jamban pada kelompok 1 32%, kelompok 2 36% dan
kelompok 3 58%. Umumnya responden menggunakan sungai sebagai
tempat BAB karena mereka tinggal disekitar aliran sungai.
Kepemilikan jamban keluarga pada intervensi akhir ada
perubahan/peningkatan pada semua kelompok seperti kelompok 1
adalah 11, kelompok 2 adalah 1 dan kelompok 3 tetap tidak ada
perubahan. Perubahan ini dilakukan oleh responden setelah mengikuti
138
ceramah/sosialisasi tentang pentingnya kepemilikan jamban keluarga.
Untuk lebih jelasnya terterah pada table 4.2 distribusi responden
berdasarkan kepemilikan jamban keluarga dan gambar 4.5 tentang
Perubahan kepemilikan jamban keluarga.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu wawasan ilmu sebagai suatu satu hasil
dari penginderakan sesuatu yang dilihat dan dipikirkan. Skinner
menyatakan bahwa pengetahuan adalah yang paling utama dapat
membentuk suatu perilaku. Tetapi tidak selamanya pengetahuan didapat
dari tingkat pendidikan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, sebagian besar
responden hanya memiliki tinggat pendidikan dasar yaitu hanya lulus SD
saja. Tetapi mereka berhasil menjawab kuesioner yang diberikan dengan
baik. Demikian juga responden yang sebagian kecil adalah lulusan SMP
dan SMA. Mereka menyatakan bahwa pengetahuan tentang jamban
keluarga sangat penting untuk keluarga.
Pengetahuan adalah mediator perubahan perilaku. Meskipun tak
mutlak bahwa pengetahuan yang baik akan melahirkan perilaku yang baik
pula. Namun pengetahuan merupakan cikal bakal bagi terjadinya sebuah
perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Hasil menunjukkan bahwa pada pengukuran akhir semua responden
mengalami peningkatan skor pengetahuan dibandingkan dengan
pengukuran awal. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
139
pengetahuan pada awal pengukuran dibandingkan dengan penkuruan
kedua dan ketiga. Hasil uji chi square nilai p <0,001 untuk semua
kelompok, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan
responden tiap kelompok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal pengukuran, rata-
rata skor pengetahuan tertinggi pada kelompok 3 dan terendah pada
kelompok 1. Pada akhir pengukuran skor pengetahuan tertinggi pada
kelompok 1, kemudian kelompok 2 dan terendah pada kelompok 3.
Semua responden mempunyai pengetahuan yang meningkat
dibandingkan pada pengukuran awal. Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan pengetahuan pada awal pengukuran dengan pengukuran
kedua, ketiga dan pengukuran keempat. Hasil uji statistik dengan uji t
berpasangan menunjukkan bahwa skor pengetahuan responden mulai
signifikan pada post test 1 pada semua kelompok. Berdasarkan uji anova
ditemukan adanya perbedaan pengetahuan antara ketiga kelompok pada
pengukuran post 1, post 2 dan post 3. Dari segi peningkatan skor, yang
paling tinggi peningkatannya adalah kelompok 1. Hal ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh pemberian informasi dengan model komunikasi
cultural terhadap peningkatan skor pengetahuan responden.
Menurut Lunandi dengan metode ceramah lebih dapat dipastikan
tersampaikannya informasih yang telah disusun dan disiapkan, mudah
mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelasditangkap oleh
responden. Ceramah akan berhasil apabilah penceramah menguasai
140
materi dan mampu memelihara minat peserta 35 – 60 menit serta lebih
baik jika cermah dibantu alat alat media cetak dan elektronik. Hal ini
sejalan dengan Teori Peluru (Bullet Theory) mengungkapkan bahwa
efektifitas pesan dengan menggunakan media dapat langsung mengenai
sasaran yang dituju.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden mempunyai
pengetahuan yang meningkat dibandingkan pada pengukuran awal. Hal
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada awal
pengukuran dengan pengukuran kedua, ketiga dan pengukuran keempat.
Hasil uji statistik dengan uji t berpasangan menunjukkan bahwa skor
pengetahuan responden mulai signifikan pada post test 1 pada semua
kelompok. Berdasarkan uji chi square ditemukan adanya perbedaan
pengetahuan antara ketiga kelompok pada pengukuran post test 1, pot
test 2 dan post test 3. Dari segi peningkatan skor, yang paling tinggi
peningkatannya adalah kelompok 1. Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian informasi dengan model cultural terhadap
peningkatan skor pengetahuan responden, untuk lebih jelasnya terterah
pada table 4.3 perubahan skor pengetahuan responden sebelum dan
sesudah intervensi pada setiap kelompok. Untuk lebih jelasnya terdapat
pada table 4.3 perubahan skor pengetahuan responden sebelum dan
sesudah intervensi berdasarkanintra kelompok, serta terterah pada
gambar 4.1 Perubahan skor pengetahuan responden.
141
Pengetahuan bukan sesuatu sifatnya berhenti akan tetapi
memerlukan proses untuk memperolehnya. Pengetahuan adalah sesuatu
pembentukan yang terus menerus oleh sesorang yang setiap saat
mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman pemahaman baru.
Pengetahuan dalam pandangan konstruktivitas bukanlah fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
sesorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya.
Pengetahuan menurut Notoatmodjo 2007 merupakan hasil dari tahu
dan ini setelah melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Panca
indra manusia merupakan media mendapatkan pengetahuan. Akan tetapi
secara umum manusia mendapatkan pengetahuan melalui indra
penglihatan (membaca) dan pendengaran. Burhan (1971:83 dalam
Prawoto) mengatakan bahwa pada umumnya orang setiap hari
menggunakan waktu komunikasi 45 % untuk mendengarkan, 30 % untuk
berbicara, 16 % untuk membaca dan 9 % untuk menulis.
Membaca berarti menangkap arti sebuah lambang atau tanda dan
memberi makna. Membaca usaha yang dilakukan seseorang untuk
memahami sesuatu yang mengandung arti. Membaca mengantarkan
sesorang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
kehidupan. Setiap orang berbeda cara menangkap dan menyimpan
informasi apa yang dibaca. Perbedaan ini berhubungan dengan
kemahiran membaca. Kemahiran membaca bisa dibagi kemahiran aspek
mekanik atau visual dengan menggerakan mata pada waktu membaca
142
dan aspek pemahaman berhubungan dengan menangkap isi bacaan.
Aspek mekanik berhubungan dengan indra mata, sedangkan aspek
pemahaman berkaitan dengan otak pembaca.
Mendengar merupakan awal dari penerimaan pesan dari
komunikator. Mendengarkan adalah suatu proses menangkap sesuatu
yang dikaitkan dengan proses mendengarkan. Penelitian diwilayah
pedesaan memberikan ceramah dan modul agar responden mendapatkan
informasi tentang jamban keluarga dengan memaksimalkan indra
penglihatan dengan cara membaca modul dan indra pendengaran dengan
mengikuti cerama atau sosialisasi yang diberikan oleh narasumber.
Pengetahuan atau informasi yang benar tentang suatu objek
adalah hal penting utama untuk membentuk suatu konsep yang benar
terhadap sesuatu sehingga proses perubahan perilaku secara berurutan
dapat terbentuk secara optimal. Notoatmodjo 2005 yang mengatakan
bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri dan
orang lain, dalam kaitannya dengan media.
3. Regulasi
Regulasi merupakan aturan yang digunakan untuk mengendalikan
perilaku manusia atau masyarakat dengan cara pembatasan-pembatasan.
Regulasi ini bisa di terapkan dalam berbagai bentuk seperti regulasi dalam
bidang sosial adalah norma merupakan aturan yang hukumnya mengikat
dan tidak bisa dibantahkan. Biasanya norma-norma yang sudah diajarkan
143
akan lebih mempererat kehidupan sosial karena biasanya akan
memunculkan sanksi-sanksi yang sudah dibuat apabila melanggar
peraturan yang sudah dibuat. Biasanya sanksi-sanksi ini berupa denda
dalam bentuk uang atau sanksi sosial seperti mengucilkan seseorang
yang melakukan tindakan tidak terpuji.
Data yang diperoleh pada awal penelitian untuk kelompok 1 ada
yang tahu tentang regulasi sebanyak 3 (6,0%) responden dan tidk tahu
47 (94,0 %) responden, sedangkan kelompok 2 dan kelompok 3 sama
sekali tidak tahu tentang regulasi. Setelah dilakukan intervensi maka
kelompok 1 ada 19 (38,0%) responden mengerti tantang regulasi dan 31
(62,0%) responden yang tidak mengerti tentang regulasi. Untuk kelompok
2 setelah intervensi ada 15 (30,0%) responden yang mengerti tentang
regulasi dan 35 (70,0%) responden yang tidak tahu tentang regulasi. Pada
kelompok 3 ada 6 (12,0 %) responden yang tahu tentang regulasi dan 44
(88,0 %) yang tidak tahu tentang regulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan regulasi tentang
jamban menurut responden paling banyak pada kelompok 1 yaitu 19
orang dan paling sedikit pada kelompok 3 yaitu 6 orang. Hasil uji Mc
Nemar menunjukkan bahwa ada perubahan pengetahuan tentang
keberadaan regulasi saat awal pengukuran dengan akhir pengukuran
pada semua kelompok (p<0,05). Pemahaman masyarakat tentang
regulasi rata rata pendidikan responden adalah pendidikan dasar bahkan
144
ada yang tidak tamat sekolah dasar sehingga mereka tidak bisa untuk
memberikan jawan yang tepat/benar. Untuk lebih jelasnya terlihat pada
table 4.4 tentang pengetahuan keberadaan regulasi pemilikan jamban dan
terlihat pula pada Gambar 4.2 Pengetahuan keberadaan regulasi
pemilikan jamban.
4. Partisipasi
Menurut Mikkelsen (2003: 64),66 partisipasi adalah keterlibatan
masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri
oleh masyarakat. Selain itu, partisipasi juga diartikan sebagai keterlibatan
masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan kehidupan dan diri
mereka sendiri.
Tujuan Partisipasi.
1. Menciptakan visi bersama
2. Membangun rencana
3. Mengumpulkan gagasan
4. Menentukan prioritas
5. Menjaga Aspirasi
6. Mengumpulkan informas
145
Peranan Partisipasi Masyarakat
1. Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
masyarakat tersebut.
2. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan,
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-
program kesehatan masyarakat. Institusi kesehatan hanya sekedar
memotivasi dan memberikan bimbingan kepada masyarakat.
3. Di dalam partisipasi masyarakat dituntut suatu kontribusi bukan
hanya dalam hal dana atau financial tapi dapat juga berbentuk daya
(tenaga), dan ide (pemikiran).
Nilai-nilai partisipasi masyarakat
1. Partisipasi masyarakat adalah cara yang paling murah.
2. Partisipasi masyarakat akan membuat semua masyarakat untuk
belajar bertanggung jawab terhadap derajat kesehatannya sendiri.
3. Partisipasi masyarakat didalam pelayanan kesehatan adalah
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari bawah dengan
rangsangan dan bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang
dipaksakan dari atas.
4. Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang
langsung, karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran
masyarakat sendiri.
146
5. Melalui partisipasi, setiap anggota masyarakat dirangsang untuk
belajar berorganisasi, dan mengambil peran yang sesuai dengan
kemampuanya masing-masing.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat.
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai
dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang
berpartisipasi dari pada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa
mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur”
yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang
terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai
peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan
emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap
147
lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan
seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan
diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi
kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang
mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan
berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam
lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung
lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan
lingkungan tersebut.
Data yang diperoleh pada awal penelitian untuk kelompok 1 ada
yang tahu tentang partisipasi sebanyak 2 (4,0%) responden dan tidk tahu
48 (96,0 %) responden sedangkan kelompok 2 dan kelompok 3 sama
sekali tidak tahu tentang partisipasi. Setelah dilakukan intervensi maka
kelompok 1 ada 49 (98,0%) responden mengerti tantang partisipasi dan 1
148
(2,0%) responden yang tidak tahu tentang partisipasi. Untuk kelompok 2
setelah intervensi ada 44 (88,0%) responden yang mengerti tentang
partisipasi dan 6 (12,0%) responden yang tidak tahu tentang partisipasi.
Pada kelompok 3 ada 22 (44,0 %) responden yang tahu tentang
partisipasi dan 28 (56,0 %) yang tidak tahu tentang partisipasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
kegiatan paling banyak pada kelompok 1 yaitu 49 orang dan paling
sedikit pada kelompok 3 yaitu 22 orang. Hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada perubahan partisipasi masyarakat saat awal
pengukuran dengan akhir pengukuran pda semua kelompok (p<0,05).
Untuk lebih jelasnya terlihat pada table 4.5 perubahan partisipasi
masyarakat sebelum dan sesudah pemberian intervensi dan terlihat pula
pada gambar 4.3 Perubahan partisipasi masyarakat sebelum dan sesudah
intervensi
5. Kemitraan.
Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat, dan saling
berbagi, baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Ada 3 kata kunci dalam kemitraan antara lain :
1. Kerjasama antara kelompok, organisasi, individu.
149
2. Bersama sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama).
3. Saling menanggung resiko dan keuntungan.
Kemitraan sebagaimana dimaksud UU No. 9 Tahun 1995, adalah
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan
usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan prinsif saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Pembinaan dan pengembangan
UKM, Koperasi dan Pertanian oleh BUMN dapat berupa pinjaman modal,
penjaminan dan investasi atau pembinaan teknis dalam bentuk hibah
khusus untuk membiayai pendidikan dan latihan, pemagangan, promosi,
pengkajian dan penelitian.
Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok
atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan
melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang
berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-
masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan. minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama maupun
keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling
mengisi sesuai kesepakatan yang muncul. Keinginan dua pihak menjalin
suatu kerja sama pada prinsipnya didasari atas keinginan masing-masing
150
pihak agar dapat memenuhi kebutuhan usaha satu sama lain (Thoby
Mutis).
Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu (Notoatmodjo).
Tujuan Kemitraaan
Secara rinci tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek, yang
diantaranya yaitu :
a) Tujuan dari Aspek Ekonomi
b) Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
c) Tujuan dari Aspek Teknologi
d) Tujuan dari Aspek Manajemen
Prinsip Kemitraan
1. Prinsip Kesetaraan (Equity) individu, organisasi atau institusi
yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama
atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai
tujuan yang disepakati.
2. Prinsip Keterbukaan, keterbukaan terhadap kekurangan atau
kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya
yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain.
Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai
berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan
151
menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara
golongan (mitra).
3. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)Individu,
organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan
memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan
kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan
menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama
Data yang diperoleh pada awal penelitian untuk kelompok 1 ada
yang tahu tentang kemitraan sebanyak 2 (4,0%) responden dan tidk tahu
48 (96,0 %) responden sedangkan kelompok 2 sama sekali tidak tahu
tentang kemitraan dan kelompok 3 ada 1 (2,0%) yang tahu tentang
kemitraan yang tidak tahu tentang kemitraan adalah 49 (98,0%). Setelah
dilakukan intervensi maka kelompok 1 ada 44 (88,0%) responden
mengerti tantang kemitraan dan 6 (12,0%) responden yang tidak tahu
tentang kemitraan. Untuk kelompok 2 setelah intervensi ada 40 (80,0%)
responden yang mengerti tentang kemitraan dan 10 (20,0%) responden
yang tidak tahu tentang kemitraan. Pada kelompok 3 ada 26 (52,0 %)
responden yang tahu tentang kemitraan dan 24 (48,0 %) yang tidak tahu
tentang kemitraan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
kemitraan menurut responden paling banyak pada kelompok 1 yaitu 44
orang dan paling sedikit pada kelompok 3 yaitu 26 orang. Hasil uji Mc
152
Nemar menunjukkan bahwa ada perubahan pengetahuan tentang
kemitraan saat awal pengukuran dengan akhir pengukuran pda semua
kelompok (p<0,05). Untuk lebih jelasnya terlihat pada table 4.6 tentang
perubahan pengetahuan tentang kemitraan dalam pembuatan jamban
dan terlihat pula pada gambar gambar 4.4. Perubahan Pengetahuan
tentang kemitraan
Temuan di lapangan.
1. Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan,
sebab tanpa komunikasi tak kan pernah terjadi pertukaran ide
ataupun gagasan mengenai banyak hal. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Everet M.Rogers, bahwa komunikasi adalah
proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah
laku.105. Komunikasi didefinisikan sebagai usaha penyampaian
pesan antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi
minimal terdiri dari 3 (tiga) unsur antara lain :
a. Pengirim (komunikator)
b. Penerima (komunikan)
c. Pesan
2. Kultural
Kultural adalah suatu pola hidup menyeluruh. Yang bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek kultural turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur kultural ini terbesar
153
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Oleh karena itu kita
sebagai warga negara Indonesia yang dikenal dengan kaya akan
kultural, harus menjaga dan melestarikan kultural Indonesia.
Masyarakat Indonesia terdiri atas aneka ragam suku bangsa,
agama, dan ras. Keadaan geografis Indonesia yang terdiri atas
beribu-ribu pulau. Keadaan lingkungan alam yang berbeda-beda
pada wilayah kepulauan Indonesia sehingga menimbulkan
keanekaragaman kehidupan ekonomi.
Resiko terbesar dari dampak perubahan kultural atas kesehatan
dialami mereka yang rentan lokasi geografisnya atau paling rentan
tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.
3. Komunikasi Kultural.
Pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat,dan lain kemampuan kemampuan serta kebiasaan
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
4. Sasaran
Peradaban atau perubahan yang dilakukan oleh responden
terhadap kepemilikan jamban keluarga dan sekaligus
menggunakannya.
5. Lingkungan
154
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
6. Infrastruktur dan stimulant
Infrastruktur adalah kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem
struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sebagai layanan
dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi
dengan baik. Infrastruktur sama saja dengan prasarana yaitu
segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses.
Stimulus adalah suatu yang menjadi cambuk bagi peningkatan
prestasi atau semangat bekerja atau pendorong, penggiat dan
perangsang.
7. Perubahan
Selama melakukan penelitian yang dimulai dengan pre test hingga
post test pada kelompok 1, 2 dan 3 pada umumnya di tingkat
pengetahuan tentang kepemilikan jamban semua kelompok dapat
berubah.
8. Memiliki dan menggunakan jamban.
Hasil penelitian tentang kepemilikan jamban ada perubahan pada
saat melakukan pengukuran awal pada kelompok 1 dan kelompok
2 ada peningkatan/penambahan jumlah jamban sedangkan
155
kelompok 3 tetap tidak ada penambahan jamban. Setelah
dilakukan sosialisasi mengenai jamban maka mereka sadar dan
mengerti tentang dampak bahayanya kalau tidak memiliki jamban
dan tidak digunakan. Begitupun juga responden yang menerima
modul menyadari bahwa betapa bahayanya kalau kita tidak
memiliki jamban keluarga, dan mereka sudah menggunakannya
setelah peneliti memantau pada saat akhir penelitian di lokasi
penelitian.
Setelah selesai intervensi awal maupun akhir tentang kepemilikan
dan penggunaan jamban keluarga, maka dilakukan pendekatan
untuk mendapatkan informasi dari responden mengenai
penambahan jamban, responden memberikan gambaran bahwa
setelah menerima ceramah dan modul dan selama ini kami tidak
pernah menghadiri penyuluhan olehnya itu kami sangat
terpengaruh pada saat mengikuti ceramah. Kami lebih cepat
mengerti pada saat ceramah atau tatap muka secara langsung
dibandingkan dengan menggunakan modul.
Pada dasarnya bahwa masyarakat di Desa Rompu adalah
mayoritas pendidikanya sangat rendah (tamat SD) sehingga perlu
memberikan informasi secara langsung karena mereka dapat
tersentuh pada saat diberikan ceramah atau modul. Disisi lain
tingkat pendapatan atau factor ekonomi sangat rendah pula.
Begitupun juga tingkat pekerjaan bahwa rata rata responden
156
bahkan masyarakat di Desa Rompu 100 % pekerjaannya adalah
petani sehingga penghidupannya sangat rendah dibandingkan
dengan desa lainnya. Masyarakat di Desa Rompu sangat aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan dan 100 % beragama Islam
sehingga kegiatan keagamaan selalu diadakan, disitulah tempat
yang perlu diberikan motivasi dan diberikan pemahaman atau
berupa ceramah. Terlihat pada saat dilakukan pre test hasilnya
sangat rendah. Setelah dilakukan ceramah dan diundang
masyarakat sebagai responden, maka dilakukan post test
(intervensi) terhadap responden dan diberikan kusioner untuk di
jawab dan mereka dapat menjawab sesuai dengan apa yang
mereka dapatkan pada saat mengikuti ceramah. Mereka
memberikan masukan dan saran untuk kegiatan selanjutnya agar
kiranya kami diberikan suatu pemahaman dengan menggunakan
media dan memberikan penyuluhan atau ceramah untuk
memudahkan mereka lebih bisa melakukan apa yang diinginkan.
Pada saat akhir penelitian yang dilakukan maka peneliti memantau
keadaan responden yang telah mengikuti ceramah dan pemberian modul,
maka ada penambahan jamban keluarga sebanyak 12 responden pada
kelompok 1 dan kelompok 2 sedangkan kelompok 3 tidak ada perubahan
karena kelompok kontrol yang tidak diberikan apa apa baik itu ceramah
maupun pemberian modul. Adapun alasan membuat dan menggunakan
jamban keluarga disebabkan karena adanya budaya siri (perubahan
157
perilaku). Masyarakat di Desa Rompu adalah mayoritas Suku Bugis yang
dikenal menjunjung rasa persaudaraan dan rasa hormat antar tetangga,
dan Bugis memiliki masyarakat yang ramah, bersahabat dengan orang
luar. Masyarakt Bugis adalah salah satu masyarakat yang kompleks, rasa
saling mengsuport adalah hal yang unik dari masyarakat Bugis (Christian
Pelras).
Persaudaraan adalah kunci dari aspek seluruh masyarakat, hal
tersebut merupakan bentuk perhatian yang paling utama bagi
anggotamasyarakat yang merupakan struktur yang bersifat standar pada
Bugis. Kasus yang bisa di temukan pada Bugis, sebuah prinsip
kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hal yang penting dan agar
bisa salin memahami bagaimana keterkaitan berbagai aspek di
masyarakat dalam proses perkawinan.
Budaya siri yang dimaksud oleh responden adalah merubah faktor
kebiasaan atau perlakuanya yang tadinya menggunakan jamban secara
terbuka atau buang air besar sembarangan tanpa menggunakan
pelindung, sehingga setelah mengikuti ceramah dan diberikan
pemahaman oleh responden mengenai akibat atau dampak penyakit yang
ditimbulkan oleh tinja seperti diare, sakit perut maka responden punya niat
akan membuat jamban untuk menghindari penyakit tersebut. Responden
yang tidak memiliki jamban akan terkena penyakit tersebut. Disisi lain
bahwa responden telah menyadari bahwa ini merupakan perlakuan yang
158
tidak baik (etika) apabila kita membuang air besar di tempat terbuka atau
sembarangan (sungai).
Selain itu dengan adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Daerah responden atau masyarakat dapat mengerti sehingga responden
membuat dan menggunakan jamban keluarga di dalam rumah masing
masing. Disinilah letaknya masyarakt di Desa Rompu telah mengatakan
“Mokamo mijamba dio wai natiro tiro ki tau lendu” mereka tidak mau
lagi buang air besar di sungai karena terlihat setiap orang lewat dapat
melihatnya pada saat mereka buang air besar di sungai.
Perubahan bisa terjadi setiap saat dan merupakan proses yang
dinamik serta tidak dapat dielakan. Berubah berarti beranjak dari keadaan
yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada
dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan
kegagalan dan kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan
pada orang lain. Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau
bersifat tertutup dan terbuka.
Perubahan perlu ada langkah langkah yang ditempuh sehingga
harapan atau tujuan akhir dari perubahan dapat tercapai (Roger) antara
lain, awareness, interest, evaluation, trial, adoption.
159
159
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasar analisis data, pembahasan dan uji hipotesis yang dilakukan
dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada perubahan pengetahuan responden sebelum dan sesudah
dilakukan pre test dan post test, kepemilikan jamban keluarga ada
penambahan setelah dilakukan inetervensi sehingga keluarga dapat
menggunakan jamban keluarga akibat mengikuti ceramah dan
pemberian modul.
2. Pemberian ceramah dan modul meningkatkan pengetahuan
responden tentang regulasi kepemilikan jamban
3. Pemberian ceramah dan modul meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan kemasyarakatan
4. Pemberian ceramah dan modul meningkatkan pengetahuan
responden tentang kemitraan bersama pemerintah dan swasta untuk
memiliki jamban keluarga.
5. Perubahan kepemilikan jamban dipengaruhi oleh factor kesadaran,
perasaan minat,tujuan dan langkah dalam melakukan perubahan
dengan kondisi dan situasi yang dimiliki oleh responden.
6. Perubahan perilaku ditentukan oleh adanya factor kebiasaan oleh
responden yang tidak memiliki jamban keluarga menjadi memiliki
jamban keluarga
160
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Perlunya masyarakat mendapat informasi tentang jamban keluarga
dari pihak pemerintah maupun pihak swasta dalam bentuk komunikasi.
2. Perlunya pemerintah desa membuat regulasi yang mengatur tentang
kepemilikan jamban keluarga tiap rumah
3. Agar masyarakat dapat aktif dalam bentuk partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan kepedulian kepemilikan jamban keluarga di setiap
rumah.
4. Agar pemerintah membanguan kemitraan dengan pihak lain untuk
meningkatkan kepemilikan jamban keluarga.
161
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu Kumar and Anshu Taunk, 2010 “A study of sanitation of toilets in elementary and senior secondary schools located in rural areas of Uttarakhand state in India”, Delhi High court, India Adrian Holliday,Martin Hyde,and John Kullman 2004 “Intercultural Communication”, Francis. Agustina Dorce Rabungan,2016 “Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Desa Palesan Kecamatan Rembon KABUPATEN TANA Toraja” STIK Tamalatea Makassar Alo Liliweri, 2013 “Dasar dasar Komunikasi Kesehatan” Pustaka Pelajar Yogyakarta. Albino R.Shaidullina,2015 “The Curriculum Project on professional and pedagogical teackher communication culture formation”, Mediterranean journal of social sciences MCSER Publishing,Rome, Italy Alireza Hazrati, 2015 “Intercultural communication and discourse analysis: The case of Aviation English”, Payame Noor University, Tahran, Iran. Amparo Garcia-Carbonell,2006 “Budaya dan Komunikasi” Universidad Politecnica de Valencia,Spanyol Anhari Achadi (2008) “Regulasi Pengendalian Masalah Rokok di Indonesia”, Jurnal Kesmas Nasional Vol.2 No.4, Februari 2008. Arni,Dr.Muhammad,2002 “Komunikasi Organisasi”, PT.Bumi Aksara. Armaidi Darmawan,(2016) “Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular”,FKIK Universitas Jambi. Arianti Ayu Puspita,Agus Sachari,Andar Bagus Sriwarna,(2016) “Dinamika Budaya Material pada Desain Furnitur Kayu di Indonesia”, ITB Bandung. Atmdaji Sutikno,Galih Dianing Fitri (2016) “Studi Kemitraan SMK Dengan Dunia Usaha Dan Industri(Studi Kasus Di SMK PGRI 3 Malang)”, Malang.
162
Azwar, 2000, “Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan”, Mutiara Sumber Widya Press, Jakarta. Beamer dan Varner 2008, “Communication Studies”, Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovisi Vol. II No.1 Bakrie Abbas 2007, “Komunikasi Internasional Peran dan Permasalahannya,” Edisi 1 Jakarta Yayasan Kampus Tercinta ISIIP. Bernd Kupka and Andre Everett,2007 “The Rainbow Model of Intercultural Communication Competence: A Reveier and Extencion of Existing Research”, University of Otago . Brian H.Spitzberg,1989 “A Model of Intercultural Communication Competence”, Diego State University. Bridget Tombleson,Katharina Wolf,2016 “Rethinking the sircuit of cultural:How participatory cultural has transformed cross-cultural communication”, Curtin University,Parth,GPO Box U1987 WA 6845 Australia. Billyardi Ramdhan,dkk 2015 “Perspektif Kultural Pengelolaan Lingkungan pada Masyarakat Adat Cikondang Kabupaten Bandung Jawa Barat”, IPB Bogor Budi Wiratno,(2016) “Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan”,Pascasarjana Universitas Surakarta. Cangara Hafid, 2003 “Pengantar ilmu komunikasi” Raja Grafindo Persada, Jakarta Chaterine Setiawan, Suzy Azeharie, (2017) “Studi Komunikasi Antarpribadi Dengan Orang Tua Tiri”, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara. Chandra, 2006, “Pengantar Kesehatan Lingkungan”. Kedokteran EGC, Jakarta. Christian Pelras, 1984 “The Bugis “ Blackwell Publishers. Dermawan, A.C., dan Setiawati, S. (2008). “Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan”. Jakarta: Trans info media. Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. 2015. “Profil kesehatan Sulawesi selatan tahun 2008”. Dinkes Sulsel, Makassar
163
Dean S Ghosh A,Cumming,O (2013) “Open defecation and childhood stunting in India”. An Ecological analysis of new data from 112 districts plos one September 2013 vol. 8 Issue 9 e73784;10 page. Deddy Mulyana 1994,”Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” Edisi 1 Bandung Remaja Rosdakarya. Deddy Mulyana,2014 “Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi Dengan Orang orang Berbeda Budaya”, PT.Remaja Rosdakarya Bandung. Decky Ferdiansyah,(2016) “Metode Pendekatan Keluarga, Terobosan Baru Dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia”, Bappeda Provinsi Lampung. Dwi Agung Nugroho Arianto,Syamsul Arifin,(2016) “Pengaruh Usia Pendidikan dan Budaya Terhadap Kepatuhan Lalulintas di Wilayah Hukum Polres Jepara”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISNU Jepara. Darmina,Hartati Bahar,Sabril Munandar,(2016)”Pola Makan Dan Pola Pencarian Pengobatan Ibu Hamil Dalam Perseps Budaya Suku Muna Kabupaten Muna”,Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari Devi Asiati dan Nawawi 2016 “Kemitraan di Sektor Perikanan Tangkap,Strategi untuk kelangsungan Usaha dan Pekerjaan, Jurnal Kependudukan Indonesia, Edi Santoso, Mite Setiansah, 2012 “Teori Komunikasi” Graha Ilmu Yogyakarta. Erlinawati Pane, 2009, “Pengaruh Perilaku Keluarga Terhadap Penggunaan Jamban”, Kesmas Elisabeth Tarigan, 2007, “Factor factor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban di Kota Kabanjahe”, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Eike M.Rinke,Maria Roder,2011 “Media Ecologies,communication culture, and temporal-spatial unfolding:Three components in a communication model of the Egyptian Regime Change”, University of Mannheim. Edlira Cerkezi,Alba Dumi,Evis Celo,Enida Pulaj,2013 “Intercultural communication, innovations and standardization of cultural identity in teaching method”, University Albnia.
164
Fefi Nurdiana Widjayanti,Muhammad Rizal,(2016) “Sistem Kemitraan Dalam Usaha Tani Peternakan Ayam Broiler Di Kabupaten Jember”,Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiya Jember. Gabriella,2008 “Pendekatan Teoritis unruk Komunikasi antar Budaya”, University Pertahanan Nasional Miklos Zrinyi Budapest, Hungaria Harsono Suwardi, 1999 “Komunikasi Dalam Organisasi” Jakarta LPPM UI. Holly B. Shakya, dkk,2014, “Association Between Social Network Communities and health Behavior An Observasional Sociocentric Network Study of Latrine Ownership in Rural India”, Am. J, Public health Haerul,Haedar Akib,Hamdan,(2016) “Implementasi Kebijakan Program Makassar Tidak Rantasa (MTR) di Kota Makassar”, UNM Makassar. Habibi, Nurdiyana, Surahmawati, Nurul Chaerunnisa, (2017) “Gambaran Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Fungsi Manajemen Pada Program Pengendalian Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Tamangapa Makassar”, FKIK UIN Alauddin Makassar. Ikhsan Ibrahim,dkk, 2012, “Factor factor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban di Desa Pintu Langit Jae Kec. Padangsidimpuan Angkola Juku”, Universitas Sumatera Utara Medan Judith N.Martin/Thomas K.Nakayama,2010 “Intercultural Comunication in Contexts”, Arizona State Univercity/Nortfteastern Univercity. Jung Won Ahn PhD,2017 “Struktural Equation Modeling of cultural competence of nurses caring for foreign patients”,Departemen of Nursing Chung Ang University Soul Korea. Junios, Rina,2014 ”Pengaruh Pemberian Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tentang Teknik Mencuci Tangan Terhadap Pengetahuan Mencuci Tangan di SD N 55 Batang Piarau Lubuk Basung Kabupaten Agam” STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Koentjaraningrat 1997, “Pengantar Antropologi II”, Rineka Cipta Jakarta. Kokarevich M.N,2015 “Model of tolerance of intercultural communication”, National ResearchTomsk Polytechnic University Rusia.
165
KARTINI,2014 “Pengaruh Edukasi Dalam Kelas Ibu Hamil Terhadap Pertumbuhan Janin Dalam Kandungan Di Kota Kendari Provinsi Sulawesi tenggara” PPs.Unhas
Lidia Widia (2017) “Hubungan Antara Kemitraan Bidan dan Dukun Dalam Program Jamkesda Dengan Peningkatan Persalinan Di Tolong Oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Batulicin I Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu”,Jurnal Darul Azhar Vol.2No.1 Agustus2016. Marylin SJ,2016, “Pendekatan Ekletik Holistik Untuk Mengurangi Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS)”, Surabaya 2016 Mark Conner and Paul Norman 2005, “Predicting Health Behaviour”, New York. Murwati M (2012) “Faktor Host dan Lingkungan yang memepengaruhi perilaku buang air besar sembarangan (Open Defecation).” Tesis Prodi Magister Epidemiologi Semarang, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Maria Claudia Cuc,2014 “Development of a Communikation system for capitalizing cultural diversity” Babes Bolyai University, Fakulty Psychology and Sciences of Education,Romania. Mardewi Wahyuningsih, “Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat” FISH, UNESA
Maulana Arif,2012 “Pengembangan Komunikasi Perlu Dikembangkan”, http:/www.unpad.ac.id/2012/10 Miftahul Munir,Ujianto,Slamet Riyadi,(2016) “Pengaruh Karakteristik Individu, Self Efficacy Dan Team Work Terhadap Komitmen Dan Produktifitas Kader Kesehatan Di Kabupaten Tuban”, Provinsi Jawa Timur. M.Yusuf,(2016) “Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia” FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. M.Isnain Umasangaji,(2016) “Partisipasi Masyarakat Pada Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur”, Jurnal Holistik Muhammad Sugianto,Amrul Djana,Abdullah Ismail,(2016) “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kemitraan di Desa Koloray
166
Kabupaten Pulau Morotai”,FISIP Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. M.Wawan Kurniawan,Purwanto,S.Sudarno,(2013) “Strategi Pengelolaan Air Limbah Sentra UMKM Batik Yang Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo”,Pascasarjana UNDIP Semarang. Notoatmojo Sukidjo, 2003 “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan” Rineka Cipta, Jakarta Nova Maulana 2014 “Sosiologi dan Antropologi Kesehatan”, Nuha Medika Yogyakarta. Notoatmojo Soekitdjo 2012,”Ilmu Kesehatan Masyarakat”,PT. Rineka Cipta,Jakarta. Noor Ariyani,Anggorowati,(2017) “Komunikasi Efektif Dalam Kualitas Pelayanan” Universitas Diponegoro Semarang Indonesia. Nia Erfina,(2017) “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan di Desa Separi Kecamatan Tenggarong Seberang”, FISIP Universitas Mulawarman. Normina (2016) “Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan”, STIA Al-Washliyah Barabai. Onong Uchjana Effendy, 2007 “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” Remaja Rosdakarya Bandung. Program Pascasarjana, 2015 “Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Edisi 4”, Universitas Hasanuddin Makassar.
Profi Kesehatan 2015, “Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Utara” Masamba 2016. Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang “Sanitasi Total Berbasis Masyarakat” Depkes RI, Proverawati, 2012 “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”, Nuha medika Yogyakarta. Peraturan Pemerintah RI No. 66/ 2014 “Kesehatan Lingkungan” Kementrian Kesehatan Jakarta 2015. Ridwan Aang, 2016, “Komunikasi Antarbudaya” CV. Pustaka Setia Bandung.
167
Rahma Ayu Febrianti, Surya Dharma, Evi Naria,2012 “Factor factor yang berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga dan kejadian diare di Desa Tulang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara”, PPs.FKM Universitas Sumatera Utara. Ribka Sembiring, 2015 “Faktor factor yang berhubungan dengan penggunaan jamban keluarga di Desa Pegagan Julu III Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi”, FKM Universitas Sumatera Utara. Rita Indrayati,2013 “Faktor factor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas Tilihakan Hulu Kab. Indragiri Hilir”, PPs.UT Jakarta. Reny Cahyani dan Dian Rahmawati.2015 “Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Permukiman Kelurahan Putat Jaya Kota Surabaya”,ITS Surabaya
Rulyana,Gema, 2012 “Kenapa Manusia Berkomunikasi” http:/gemarullyana.blogspot.com Rizqy Amelia,R.Topan Aditya Rahman,Wenny Widitria, (2016) “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Pencegahan HIV/AIDS (ABCDE) Di Kelas XI SMK Negeri 3 Banjarmasin, STIKES Sari Mulia Banjarmasin. Redi Panuju,(2017) “Pengawasan Iklan Pelayanan Kesehatan Tradisional di Televisi, Universitas dr.Soetomo Indonesia. Ryanti Tiballa,(2017) “Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di Desa Swatga Bara Kabupaten Kutai Timur”, FISIP Universitas Mulawarman.
Rudi,Lukman Hakim,Ansyari Mone,(2017) “Kemitraan Pemerintah Dengan Asita Dalam Promosi Kunjungan Wisata Di Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan”, Universitas Muhammadiyah Makassar. Sadiman, A.S., dkk. 2009. “Media pendidikan pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sztompka Piotr,2011, “Sosiologi Perubahan Sosial”, Prenada Media Group, Jakarta.
168
Setiadi Elly.M, dkk, 2011, “Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Prenada Media Group, Jakarta. Soekanto Soerjono, 1990, “Sosiologi Suatu Pengantar”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Slamet Sumirat, 2002, “Kesehatan Lingkungan” Gajah Mada Universyti Press, Yogyakarta.
Sutedjo, 2003 “Analisis Perilaku Masyarakat dalam penggunaan jamban keluarga pada dua desa di Kabupaten Rembang” PPs.UNDIP Semarang. Selcuk Yake,Fatih Semercioz,2016 “Relationships between personality traits, cultural intelligence and intercultural communication competence” Istanbul University Turkey.
Simon Kirby,Monica Tamariz,Hanna Cornish,Kenny Smith,2015 “Compression and communication in the cultural evolution of linguistic structure”, School of Psychology University of Stiring United Kingdom Sri Rezki Yanti 2017 “Understanding Intercultural Communication (Kontak Yang Tidak Bisa Dihindari)”, PPs.FISIP Universitas Hasanuddin. Syamsu Rijal,(2017) “Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Makassar”, Fakultas Kehutanan Unhas. Shara Dewi Lutfi Amri,(2016) “Persepsi Masyarakat Tentang Kesenian Kuda Lumping Dwi Tunggal Budaya Dalam Pelestarian Budaya Nusantara di Dusun Silo Desa Tegalsari Kecamata Bruno Kabupaten Purworejo”, FKIP Universitas PGRI Yogyakarta. Sukada,dkk 2007, “CSR for Better Life Indonesian Context Membumikan Bisnis Berkelanjutan Memahami Konsep dan Praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan Jakarta Indonesia Bisnis Link. Tjiptoherijanto Prijono,dkk, 1994, “Ekonomi Kesehatan”, Rineka Cipta Jakarta. Taufik Rihatno,Yufiarti,Sri Nuraeni,(2017) “Pengembangan Model Kemitraan Sekolah Dan Orang Tua Pada Pendidikan Anak Usia Dini”, Universitas Negeri Jakarta.
169
Undang undang no 36 tahun 2009 tentang “Kesehatan” Wirawan IB, 2011, “Teori Teori Sosial”, Kencana Prenada Media Group Jakarta. Willia B.Gudykunst “Comunicating With Straners”,California State University, Fullerto. Yasemin Afacan,2014 “Public toilet:an exploratory study on the demends, needs, and expectation in Turkey,” Departemen of Interior architecture and environmental Univercity Turkey. Zikri Fachrul Nurhadi 2015 “Teori komunikasi dalam perspektif penelitian kualitatif ” Ghalia Indonesia Bogor.
170
Kusioner Responden
Komunikasi Kultural Terhadap Kepemilikan Jamban Keluarga Di Desa Rompu Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nomor Sampel/Rumah : ……………………………
2. Alamat Responden : ……………………………
a. Dusun : ……………………………
b. Desa : ……………………………
3. Nama Responden : ……………………………
4. Umur : ……………………………
5. Jenis Kelamin : ……………………………
6. Pendidikan : ……………………………
7. Pekerjaan : ……………………………
8. Agama : ……………………………
9. Jumlah Anggota Keluarga : …….. Orang
B. KEPEMILIKAN JAMBAN
1. Apakah bapak/ibu memiliki jamban keluarga a. Ya b. Tidak
2. Jika ya, milik siapa
a. Milik sendiri
b. Milik tetangga
c. Milik Pemerintah
3. Jenis jamban apa yang bapak/ibu miliki ?
a. Wc Jongkok/Leher angsa
b. WC Cemplung
4. Jika tidak memiliki jamban, apa alasan bapak/ibu
a. Tidak ada biaya
b. Masih ada sungai
c. Tidak tahu
171
C. PENGGUNAAN JAMBAN
1. Apakah jamban yang bapak/ibu miliki dapat digunakan ?
a. Ya b. Tidak
2. Bila tidak, dimanakah bapak/ibu membuang hajat selain di
jamban/wc ?
a. Kebun
b. Sungai
c. Pekarangan
3. Apakah jamban/wc bapak/ibu selalu dibersihkan
a. Ya selalu
b. Kadang kadang
c. Tidak pernah
4. Jika jamban/wc digunakan, berapakali dibersihkan dalam
sebulan
a. Seminggu sekali
b. Dua minggu sekali
c. Sebulan sekali
D. PENGETAHUAN RESPONDEN
1. Pernakah bapak/ibu mendengar tentang jamban /wc
a. Pernah b. Tidak pernah
2. Jika tidak pernah, apakah Bapak/Ibu berkeinginan untuk
mengetahui tentang jamban/wc ?
a. Ya, ingin b. Tidak ingin
3. Dimanakah bapak/ibu tahu tentang jamban/wc
a. TV,radio
b. Petugas Kesehatan
c. Tetangga/teman
4. Menurut bapak/ibu, apa yang dimaksud jamban/wc
a. Tempat buang air besar dan air kecil
b. Sebagai tempat mandi dan mencuci
c. Tidak tahu
172
5. Apakah bapak/ibu tahu manfaat jamban
a. Tahu, sebutkan ………………………………
b. Tidak tahu
6. Apakah bapak/ibu tahu jenis penyakit yang biasa ditularkan
melalui tinja ?
a. Tahu, sebutkan ……………………………
b. Tidak tahu
7. Darimanakah bapak/ibu tahu tentang penyakit melalui tinja?
a. Surat kabar/Televisi
b. Penyuluhan dari petugas kesehatan
c. Mendengar dari teman/tetangga
d. Tidak tahu
8. Apakah bapak/ibu bisa menjelaskan bagaimana tinja bisa
mencemari sumber air minum dan makanan ?
a. Bisa, jelaskan …………………………
b. Tidak bisa
9. Apakah bapak/ibu tahu jarak jamban yang baik dari sumber
air minum :
a. Tahu, sebutkan ……… meter
b. Tidak tahu
10. Apakah bapak/ibu tahu jamban/ wc yang sehat.
a. Tahu, sebutkan ………………………
b. Tidak tahu
E. PERATURAN (REGULASI)
1. Apakah di desa ini ada peraturan kepemilikan jamban/wc
a. Ada b. Tidak ada
2. Jika ada, bagaimana bentuk peraturan mengenai
kepemilikan jamban/ wc,
a. Tertulis b. Tidak tertulis
173
F. PARTISIPASI
1. Apakah ada partisipasi di desa ini
a. Ada b. Tidak ada
2. Bagaimana bentuk partisipasi di desa ini
a. Gotong royong b. Motivasi
3. Siapakah yang menggerakan partisipasi masyarakat di desa
a. Tokoh Masyarakat
b. Kepala Desa
c. Diri Sendiri
G. KEMITRAAN
1. Apakah di desa ini ada kemitraan ?
a. Ada b. Tidak ada
2. Jika ada, bentuk kemitraan apa yang ada di desa ini,
Sebutkan ………………………
H. Kultural.
1. Membuang tinja di sungai itu adalah lebih baik
a. Ya b. Tidak
2. Membuang tinja di sungai bukan masalah, sehingga tidak
perlu membuat jamban/wc
a. Ya b. Tidak
3. Agar tidak terkena penyakit, dianjurkan untuk membuang
tinja di jamban/wc
a. Ya b. Tidak
4. Setiap rumah harus memiliki Jamban/wc.
a. Ya b. Tidak
5. Semua anggota keluarga menggunakan jamban/wc
a. Ya b. Tidak
174
Kusioner Wawancara Penambahan Jamban Keluarga
1. Selama ini dimana keluarga bapak/ibu buang air besar ?
a. ………………………………..
b. ………………………………..
c. ………………………………..
2. Apakah alasan bapak/ibu membuat jamban ?
a. ………………………………..
b. ………………………………..
c. ………………………………..
3. Apakah tujuan bapak/ibu membuat jamban ?
a. ………………………………..
b. ………………………………..
c. ………………………………..
4. Apakah bapak/ibu tahu manfaat jamban ?
a. ………………………………..
b. ………………………………...
c. …………………………………
5. Penyakit apakah yang dapat ditimbulkan tinja bila BAB
sembarang tempat ?
a. ………………………………..
b. ………………………………..
c. ………………………………..
175
MODUL
MODUL
JAMBAN KELUARGA
PROGRAM DOKTOR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
MODUL
JAMBAN KELUARGA
Penyusun:
Prof. Dr. dr. H. Muh. Syafar, MS
Dr. Darmawansyah, SE.,MS
Andi Yusuf, SKM, M.Kes
Editor & Layouter :
Junaedy
Ada 3 konsep dalam membangun kemitraan
kesehatan :
1. Kemitraan lintas program dilingkungan sector
kesehatan sendiri, Direktorat Promosi
Kesehatan, Kesehatan Keluarga, P2M,
Lingkungan, Gizi dan sebagainya.
2. Kemitraan lintas sector di lingkungan instansi
pemerintahan, Departemen Kesehatan ,
Pendidikan Nasional, Pertanian, Kehutanan, dan
sebagainya.
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas
program, lintas sector, lintas bidang dan lintas
organisasi yang mencakup :
a. Unsur pemerintah
b. Unsur dunia usaha (bisnis)
c. Unsur LSM dan organisasi massa
d. Unsur organisasi profesi.
24 ii
Untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan
pada hal hal berikut :
1. Kesamaan perhatian (common interest) kepentingan.
2. Saling mempercayai dan saling menghormati
3. Tujuan yang jelas dan terukur
4. Kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga,
maupun sumber daya yang lain
23
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunianya-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan modul jamban
keluarga ini. Modul ini bertujuan untuk
memberikan informasi kepada kepala keluarga
tentang kepemilikan jamban keluarga agar
dapat menggunakan jamban yang sehat.
Penyusun
iii
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Kepala Keluarga : ……………………….....
Tempat/Tgl. Lahir : ………………………….
Agama : ………………………….
Pendidikan :………………………….
Pekerjaan : ………………………….
Alamat Rumah : ……………………………
Desa/Kelurahan : ……………………………
Kecamatan : ……………………………
Kabupaten/Kota : ……………………………
iv 22
Model Kemitraan
1. Model kemitraan yang paling sederhana
adalah dalam bentuk jaring kerja
(networking) atau seing juga disebut
building linkages.
2. Kemitraan model ini lebih baik dan solid,
masing masing anggota(mitra)
mempunyai tanggungjawab yang lebih
besar terhadap program atau kegiatan
bersama.
Daftar Isi
Pendahuluan
Tujuan Penyusunan Modul
Peta Konsep
Dasar Hukum
Pengertian
Model Jamban
Bentuk Kepedulian Masyarakat
v
Ada 3 kata kunci dalam kemitraan antara lain :
1. Kerjasama antara kelompok, organisasi,
individu.
2. Bersama sama mencapai tujuan tertentu
(yang disepakati bersama).
3. Saling menanggung resiko dan
keuntungan.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerja
sama atau aliansi, maka setiap pihak yang
terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri
untuk bekerja sama, dan melepaskan
kepentingan masing masing, kemudian
membangun kepentingan bersama.
21
1 2 3 4 5
13
14
PENDAHULUAN
Berbagai jenis jamban yang dapat digunakan di daerah
pedesaan disajikan dalam bentuk gambar yang disertai
dengan kelebihan, kekurangan, lama pemakaian dan
perkiraan bahan yang diperlukan. Format penyajian disusun
untuk mempermudah pemilihan opsi bangunan dan
pembahasan preferensi warga desa (yang bergantung pada
keinginan dan kemampuan mereka untuk membayar). Setelah
pilihan dibuat maka manual konstruksi jamban dapat
digunakan untuk mengetahui langkah-langkah pembangunan
konstruksi secara terperinci, kebutuhan bahan dan
sebagainya.
Modul ini bertujuan untuk membantu setiap yang
berminat dan bekerja dalam bidang kesehatan khususnya
sanitasi, dan peningkatan pengetahuan dan kemampuan
tentang opsi jamban, menciptakan permintaan sanitasi, dan
mengupayakan realisasi konstruksi jamban. Penggunaan
modul ini meliputi aparat pemerintah, LSM, tokoh agama,
tokoh masyarakat dan organisasi pemuda memungkinkan
masyarakat yang layak secara teknis dan terjangkau.
1
C. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu kerjasama
formal antara individu-individu, kelompok-
kelompok, atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan
tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan
harapan masing-masing, tentang
peninjauan kembali terhadap kesepakatan
kesepakatan yang telah dibuat, dan saling
berbagi, baik dalam resiko maupun
keuntungan yang diperoleh.
20
Tujuan Penyusunan Modul
Memberikan informasi sarana jamban sehat sehingga membatasi terjadinya kontaminasi.
Membantu masyarakat dalam mengenali sarana jamban sehat yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
Sebagai alat bantu komunikasi dalam pemilihan teknologi sarana jamban
2
Manfaat Partisipasi Masyarakat adalah :
a. Partisipasi memperluas basis pengetahuan
dan representasi
b. Partisipasi membantu terbangunnya
transparansi komunikasi dan hubungan-
hubungan kekuasaan di antara stakeholders.
c. Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan
interaktif dan siklikal dan menjamin bahwa
solusi didasarkan pada pemahaman dan
pengetahuan lokal.
d. Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal,
komitmen dan akuntabilitas.
e. Partisipasi dapat membangun kapabilitas
masyarakat dan modal sosial.
19
1
2
3
PETA KONSEP
BentukKepedulianM
asyarakat
Model
JambanSehatdanJam
banLokal
Faktor yang
berpengaruhpadaJa
mbanKeluarga
Modul
PengertianJamban
TujuanPenyusunanM
odul
DasarHukumJamban
3
Partisipasi Masyarakat dapat diwujudkan dalam
4 M yaitu :
1. Manpower(tenaga),
2. Money(uang),
3. Material(benda-benda lain), dan
4. Mind(ide atau gagasan) (Notoatmodjo,
2012
18
DASAR HUKUM
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat
4
Partisipasi masyarakat dalam program kesehatan
1. Suatu proses yang dinamis yang
anggota masyarakatnya baik secara
individu maupun kelompok,
2. Ikut aktif bertanggung jawab pada
kesehatan dan kesejahteraan mereka
sendiri dan masyarakat pada umumnya
3. Meningkatkan kemampuan mereka
dalam memberikan kontribusi pada
pembangunan kesehatan
17
PENGERTIAN JAMBAN
Jamban adalah tempat pembuangan kotoran
manusia atau tinja yang diperuntukan bagi
suatu/beberapa keluarga dengan konstruksi yang
memenuhi syarat kesehatan yakni yang
mempunyai lantai yang kedap air/tidak licin, mempunyai tempat
pembuangan air yang berfungsi dengan baik
serta mempunyai dinding dan atap.
5
Partisipasi masyarakat dalam program
kesehatan adalah : Suatu proses
keterlibatan yang bertanggung jawab dalam
suatu kegiatan dari suatu individu yang
merupakan suatu kegiatan (unit of action)
pada proses pengambilan keputusan,
kontribusi dalam pelaksanaannya dan
pemanfaatan hasil kegiatan, sehingga
terjadi peningkatan kemampuan kelompok
tersebut dalam mempertahankan
perkembangan yang telah dicapai serta
mengembangkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan secara mandiri.
16
A. Partisipasi Partisipasi adalah keterlibatan suka rela oleh
masyarakat dalam perubahan dalam
pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan
mereka (Mikkelsen, 2001).
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan.
MANFAAT JAMBAN
Mencegah pencemaran ke badan air
Mencegah kontak antara manusia dengan tinja
Tinja tidak dapat dihinggapi
serangga
Mencegah bau yang tidak
sedap
Konstruksi duduknya kuat,
aman mudah dibersihkan
6 15
Fungsi Jamban meliputi
1. Peningkatan estetika
2. Lingkungan yang lebih bersih
3. Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat
4. Keselamatan lebih baik (tidak perlu pergi ke
ladang atau sungai di malam hari).
5. Memutuskan penyebaran penyakit yang terkait
dengan sanitasi.
Pemanfaatan jamban keluarga berguna untuk
menjaga lingkungan agar tetap dalam keadaan bersih,
sehat dan tidak berbau. Memanfaatkan jamban
keluarga yang bersih dan sehat juga tidak mengundang
datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi
penularan penyakit yang dapat diakibatkan oleh tinja
manusia, seperti Muntaber, Diare, Kolera, Disentri,
Typus, Kecacingan, berbagai penyakit saluran
pencernaan, macam-macam penyakit kulit dan keracun
7
Bentuk Kepedulian Masyarakat
A. Regulasi Pengertian regulasi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat dengan aturan tertentu. Istilah regulasi ini banyak digunakan dalam segala hal sehingga pengertiannya memang cukup luas. Regulasi ini banyak digunakan untuk menggambarkan peraturan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pengertian Regulasi menurut para ahli adalah regulasi merupakan sebuah istilah yang bisa dipakai dalam segala bidang. Pengertiannya yang cukup luas membuat istilah ini mampu mewakili segala segi ilmu. Pengertian regulasi menurut para ahlipun ikut beragam menyesuaikan bidang dan segi ilmu yang dikaji tersebut. Regulasi seringkali di kaitkan dengan suatu peraturan dalam kehidupan. Peraturan tersebut bisa berupa
peraturan yang mengikat suatu kelompok lembaga atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan bersosialisasi.
14
MODEL JAMBAN
WC Cemplung
WC Jongkok
13
Alur Penularan Penyakit Melalui Tinja Kepada Manusia
Tangan
Serangga
Ma Min
Tanah
Air
Tinja ygterinfeksi
Inang baru
Mati
Sakit
8
Pemutusan Alur Penularan Penyakit Dari Tinja Ke Manusia
Serangga
Makanan
Tanah
Air
Tangan
Tinja yg terinfeksi
Mati
Inang baru
Sakit
9
12
Penentuan Letak Jamban
Penentuan jarak tergantung pada:
a. Keadaan daerah datar atau lereng.
b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau
dalam.
c. Sifat, macam dan susunan tanah berpori
atau padat, pasir, tanah liat atau kapur.
Faktor tersebut di atas merupakan faktor
yang mempengaruhi daya peresapan tanah.
Di Indonesia pada umumnya jarak yang
berlaku antara sumber air dan lokasi jamban
berkisar antara 8 sampai dengan 15 meter
atau rata-rata 10 meter.
11
Pemeliharaan Jamban
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan
kering
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
3. Tidak ada sampah berserakan
4. Rumah jamban dalam keadaan baik
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran
yang terlihat
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.
(Depkes, 2012).
10