PENDAHULUAN
BAB 1
Diabetes militus (DM) suatu penyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Beberapa jenis diabetes
ada yang disebabkan oleh interaksi kompleks genetik dan karena faktor lingkungan
tergantung oleh etiologi DM. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ, mata , ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. Di Amerika Serikat, DM adalah penyebab utama penyakit ginjal stadium
akhir (ESRD), amputasi ekstremitas nontraumatic lebih rendah, dan kebutaan dewasa. Hal ini
juga predisposisi untuk penyakit kardiovaskuler. Dengan meningkatnya insiden di seluruh
dunia, DM akan menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di masa mendatang .
Penelitian menyatakan bahwa dengan adnya urbanisasi, populasi, penderita dm tipe 2 akan
meningkat 5-10 lipat karena perubahan perilaku. Faktor resiko yang berubah secara
epidimiologi diperkirakan, bertambahnya usia, lebih lamanya obesitas, distribusi lemak
tubuhb, kurangnya aktifitas jasmani, dan hiperinsulinemia.
Epidemiologi Diabetes Militus Tipe2
Prevelensi DM tipe2 pada bangsa kulit putih berkisat 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini
merupakan baku emas untuk membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok
etnik di seluruh dunia. diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Indonesia
menduduki urutan kelima sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4juta pada
tahun 2025 , naik 2 ingkat dibanding 1995. Dimana semuanya ini disebabkan oleh karena:
1. Faktor demografi: 1) jumlah penduduk meningkat, 20 penduduk usia lanjut
meningkat, 3) urbanisasi makin tak terkendali
2. Gaya hidup yang kebarat-baratan:
o restoran siap santap,
o teknologi tinggi membuat sedentary life, atau kurang pergerakan.
3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan, sehingga umur pasien diabetes menjadi panjang.
BAB 2
ISI
Kalsifikasi Diabetes Militus
DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang menyebabkan hiperglikemia, Dua
kategori besar ditujukan DM tipe 1 dan tipe 2 , Kedua jenis diabetes didahului oleh tahap
homeostasis glukosa abnormal sebagai proses patogen yang berkembang.
Diabetes tipe 1 adalah hasil dari defisiensi insulin lengkap atau hampir total.
Tipe 2 DM adalah sekelompok heterogen gangguan yang ditandai dengan variabel
derajat resistensi insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa.
DM tipe lain
Etiologi lain untuk DM termasuk cacat genetik tertentu dalam sekresi insulin atau kerja,
kelainan metabolik yang mempengaruhi sekresi insulin, kelainan mitokondria, dan sejumlah
kondisi yang merusak toleransi glukosa . onset diabetes anak muda (Mody) adalah subtipe
dari DM yang ditandai dengan warisan dominan autosomal, onset dini hiperglikemia
(biasanya <25 tahun), dan penurunan sekresi insulin. Mutasi pada reseptor insulin
menyebabkan sekelompok kelainan langka yang ditandai dengan resistensi insulin parah.
DM dapat disebabkan oleh penyakit eksokrin pankreas ketika mayoritas pulau pankreas
dihancurkan. Hormon yang menentang tindakan insulin juga dapat menyebabkan DM.
Dengan demikian, DM sering merupakan fitur endocrinopathies seperti acromegaly dan
penyakit Cushing. Infeksi virus telah terlibat dalam penghancuran islet pankreas tetapi
merupakan penyebab yang sangat langka DM. Suatu bentuk onset akut diabetes tipe 1,
disebut diabetes fulminan, telah dicatat di Jepang dan mungkin berhubungan dengan infeksi
virus dari pulau.
Diabetes Mellitus Gestasional
Intoleransi Glukosa dapat berkembang selama kehamilan. Resistensi insulin berkaitan
dengan perubahan metabolisme kehamilan akhir, dan kebutuhan insulin meningkat dapat
menyebabkan IGT. DMG terjadi pada ~ 4% dari kehamilan di Amerika Serikat; kebanyakan
wanita kembali ke toleransi glukosa setelah melahirkan normal tetapi memiliki risiko yang
besar (30-60%) DM pengembangan di kemudian hari
Tipe 2 DM didahului dengan sebuah periode homeostasis glukosa normal`yang
diklasifikasikan sebagai glukosa puasa terganggu (IFG) atau toleransi glukosa terganggu
(TGT).’
Pada diabetes didapatkan jumlah insulin yang kurang atau kualitas insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tetapi karena ada kelainan didalam sel itu sendiri, pintu masuk sel tidak dapat terbuka sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk di dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah meningkat.
Kemungkinan dasar molecular DM tipe 2 antara lain defek enzim glukokinase, protein transporter GLUT-2, enzim glikogen sintase, reseptor insulin, RAD (Ras associated with diabetes), dan mungkin apolipoprotein III. Semua kelainan yang menyebabkan gangguan transpor glukosa dan resistensi insulin akan menyebabkan hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi DM
Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan oleh pemeriksaan konsentrasi glukosa darah, gejala khas
DM , yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Sedangkan gejala tidak khas Dm diantaranya lemes, kesemutan luka yang sulit sembuh, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulva, apabila ditemukan gejala khas DM ditambah
pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan pemeriksaan ulang gula
darah abnormal.
Kriteria ntuk mendiagnosis Diabetes Militus
1. Adanya gejala DM dan ditambah dengan konsentrasi gl darah sewaktu 11 mmol/l
(200mg/dl)
2. Gula darah puasa 7mmol/l atau 126mg/dl
3. Gula darah 2 jam 11 mol/l (200mg/dl) diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
Toleransi glukosa diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan FPG :
(1) gula darah puasa <5,6 mmol / L (100 mg / dL) dianggap normal;
(2) gula darah puasa = 5,6-6,9 mmol / L ( 100-125 mg / dL) didefinisikan sebagai IFG, dan
(3) gula darah puasa 7.0 mmol / L (126 mg / dL) diagnosis DM.
Berdasarkan TTGO, IGT didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma antara 7,8 dan 11,1
mmol / L (140 dan 199 mg / dL) dan diabetes didefinisikan sebagai glukosa > 11,1 mmol / L
(200 mg / dL) 2 jam setelah 75 -g beban glukosa oral . Beberapa individu memiliki keduanya
IFG dan IGT. Induvidu dengan IFG dan / atau IGT, baru-baru ini ditetapkan pra-diabetes oleh
american Diabetes Associaton (ADA), berada dalam resiko cukup besar untuk menjadi DM
tipe 2 (25-40% resiko selama 5 tahun beroikutnya) dan memiliki peningkatan resiko penyakit
kardiovaskular.
Kriteria saat diagnosis DM menekankan bahwa gula darah puasa adalah tes yang paling dapat
diandalkan untuk mengidentifikasi DM pada individu yang tidak menunjukkan gejala.
Sebuah plasma konsentrasi glukosa 11,1 mmol / L (200 mg / dL) disertai dengan gejala klasik
DM (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan) sudah cukup untuk diagnosis DM .
Pengujian toleransi glukosa oral, meskipun masih alat yang valid untuk mendiagnosis DM,
tidak dianjurkan sebagai bagian dari perawatan rutin.
Diagnosis DM memiliki implikasi yang mendalam bagi seorang individu dari kedua sudut
pandang medis dan keuangan. Dengan demikian, kriteria diagnostik harus puas sebelum
menetapkan diagnosis DM. Kelainan pada tes skrining untuk diabetes harus diulang sebelum
membuat diagnosis definitif DM, kecuali derangements metabolik akut atau glukosa plasma
meningkat nyata hadir. Kriteria direvisi juga memungkinkan untuk diagnosis DM harus
ditarik dalam situasi di mana glukosa darah puasa akan kembali normal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti Biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
SEKRESI
Glukosa adalah pengatur utama sekresi insulin oleh sel beta pankreas, meskipun asam
amino, keton, berbagai nutrisi, peptida gastrointestinal, dan neurotransmiter juga
mempengaruhi sekresi insulin. Tingkat Glukosa> 3,9 mmol / L (70 mg / dL) merangsang
sintesis insulin, terutama dengan meningkatkan transilasi protein dan pengolahan. Glukosa
menstimulasi sekresi insulin dimulai dengan transportasi ke dalam sel beta oleh transporter
glukosa GLUT2. Fosforilasi glukosa oleh glukokinase adalah langkah untuk tingkat pembatasan
yang mana mengontrol sekresi insulin glukosa . Metabolisme glukosa lebih lanjut-6-fosfat melalui
glikolisis menghasilkan ATP, yang menghambat aktivitas saluran + ATP-sensitif K. Saluran ini terdiri
dari dua protein yang terpisah: satu adalah tempat mengikat bagi hypoglycemics oral tertentu
(misalnya, sulfonilurea, meglitinides), yang lain adalah protein K + channel dalam hati rektifikasi .
Penghambatan saluran ini + K menginduksi depolarisasi membran sel beta, yang membuka saluran
kalsium tergantung tegangan (yang mengarah ke masuknya kalsium), dan merangsang sekresi
insulin.
Setelah insulin disekresikan ke dalam sistem vena portal, 50% adalah terdegradasi oleh hati. Insulin
Unextracted memasuki sirkulasi sistemik di mana ia mengikat pada reseptor dalam daerah target.
Insulin mengikat untuk merangsang reseptor tirosin kinase aktivitas intrinsik, yang mengarah ke
autophosphorylation reseptor dan rekrutmen molekul sinyal intraselular, seperti substrat reseptor
insulin (IRS) . IRS dan protein adaptor lainnya memulai kaskade kompleks reaksi fosforilasi dan
dephosphorylation, menghasilkan efek metabolik dan mitogenik luas insulin. Sebagai contoh,
aktivasi-phosphatidylinositol 3'-kinase (PI-3-kinase) jalur menstimulasi translokasi transporter
glukosa (misalnya, GLUT4) ke permukaan sel, suatu peristiwa yang sangat penting untuk penyerapan
glukosa oleh otot rangka dan lemak. Aktivasi reseptor insulin lain sinyal jalur menginduksi sintesis
glikogen, sintesis protein, lipogenesis, dan pengaturan berbagai gen dalam sel insulin-responsif.
Homeostasis Glukosa mencerminkan suatu keseimbangan antara produksi glukosa hepatik dan
pengambilan glukosa perifer dan pemanfaatan. Insulin adalah regulator yang paling penting dari
kesetimbangan metabolisme, input saraf, sinyal metabolisme, dan hormon-hormon lainnya
(misalnya, glukagon) mengakibatkan pengendalian terpadu pasokan glukosa dan pemanfaatan.
Dalam keadaan puasa, tingkat insulin meningkatkan produksi glukosa rendah dengan
mempromosikan glukoneogenesis hati dan glikogenolisis dan serapan mengurangi glukosa dalam
jaringan sensitif terhadap insulin (otot rangka dan lemak), sehingga meningkatkan mobilisasi
disimpan prekursor seperti asam amino dan asam lemak bebas (lipolisis) . Glukagon, disekresikan
oleh sel alfa pankreas ketika glukosa darah atau tingkat insulin rendah, merangsang glikogenolisis
dan glukoneogenesis oleh hati dan medula ginjal. Postprandially, beban glukosa memunculkan
peningkatan insulin dan menurunnya glukagon, menyebabkan pembalikan dari proses-proses.
Insulin, suatu hormon anabolik, mempromosikan penyimpanan sintesis karbohidrat dan lemak dan
protein. Bagian utama dari glukosa postprandial digunakan oleh otot rangka, efek dari insulin-uptake
glukosa dirangsang. Jaringan lain, terutama otak, menggunakan glukosa dalam mode insulin-
independent.
penggunaan tes gula darah puasa sebagai tes skrining untuk tipe DM tipe2 dianjurkan karena:
(1) sejumlah besar individu yang memenuhi kriteria DM dengan tidak menunjukkan gejala
dan tidak menyadari bahwa mereka mengalami gangguan tersebut,
(2) studi epidemiologi menunjukkan bahwa jenis DM tipe2 mungkin muncul sampai satu
dekade sebelum diagnosis,
(3) sebanyak 50% dari individu dengan DM tipe 2 memiliki satu atau lebih komplikasi
diabetes-spesifik pada saat diagnosis mereka, dan
(4) Perlakuan DM tipe2 positif dapat mengubah DM. ADA merekomendasikan skrining
semua individu> 45 tahun setiap 3 tahun dan individu skrining pada usia lebih dini jika
mereka kelebihan berat badan [body mass index (BMI)> 25 km/m2] dan memiliki satu faktor
risiko tambahan untuk diabetes Berbeda dengan DM tipe2, masa asimtomatik panjang
hiperglikemia jarang sebelum diagnosis DM tipe 1. Sejumlah penanda imunologi untuk DM
tipe1, tetapi penggunaan rutin mereka dianjurkan menunggu identifikasi intervensi klinis
bermanfaat bagi individu yang berisiko tinggi untuk perburukan DM tipe1.
Faktor resiko untuk diabetes militus tipe 2Riwayat keluarga diabetes (yaitu, orang tua atau saudara dengan diabetes tipe 2)Obesitas (BMI 25 kg/m2)Kebiasaan fisik tidak aktifRas / etnis (misalnya, African American, Latino, penduduk asli Amerika, Asia Amerika, Kepulauan Pasifik)Sebelumnya diidentifikasi IFG atau IGTSejarah GDM atau melahirkan bayi 4 kg> (> 9 lb)Hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg)Kadar kolesterol HDL <35 mg / dL (0,90 mmol / L) dan / atau tingkat trigliserida> 250 mg / dL (2,82 mmol / L)Polycystic ovary syndrome atau acanthosis nigricansRiwayat penyakit pembuluh darah
Catatan: BMI, indeks massa tubuh, IFG, gangguan glukosa puasa, IGT, toleransi glukosa terganggu; GDM, gestational diabetes mellitus, HDL, high-density lipoprotein.
DM TIPE2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan hal utama yang berkembang pada
diabetes militus tipe2 , kebanyakan studi mendukung pandangan bahwa resistensi insulin
mendahului rusaknya sekresi insulin tetapi diabetes yang berkembang hanya ketika sekresi insulin
menjadi tidak memadai
DM tipe 2 memiliki komponen genetik yang kuat. Kesesuaian tipe 2 DM pada anak kembar identik
adalah antara 70 dan 90%. Individu dengan orang tua dengan DM tipe 2 memiliki peningkatan risiko
diabetes, jika kedua orang tua memiliki DM tipe 2 , risiko pendekatan 40%. Resistensi insulin, seperti
yang ditunjukkan oleh penggunaan glukosa berkurang di otot rangka, hadir dalam kerabat
nondiabetes, tingkat pertama banyak individu dengan DM tipe 2. Penyakit ini poligenik dan
multifaktorial karena selain kerentanan genetik, faktor lingkungan (seperti obesitas, nutrisi, dan
aktivitas fisik) memodulasi fenotipe. Gen yang mempengaruhi untuk DM tipe 2 yang tidak lengkap
teridentifikasi, tetapi baru-baru ini studi hubungan genome telah mengidentifikasi beberapa gen
yang menyampaikan resiko yang relatif kecil untuk DM tipe 2 (resiko relatif dari 1,1-1,5). Paling
menonjol adalah varian dari gen 7 faktor transkripsi-seperti 2 yang telah dikaitkan dengan diabetes
tipe 2 pada populasi beberapa dengan toleransi glukosa terganggu dalam satu populasi berisiko
tinggi untuk diabetes. polimorfisme genetik yang terkait dengan diabetes tipe 2 juga telah
ditemukan dalam pengkodean gen proliferators-diaktifkan Peroksisom reseptor-, ke dalam
perbaikan saluran kalium disajikan dalam sel beta, transporter seng disajikan dalam sel beta, IRS,
dan calpain 10. Mekanisme dengan mana perubahan ini meningkatkan kerentanan genetik untuk
diabetes tipe 2 tidak jelas, tetapi beberapa diperkirakan untuk mengubah sekresi insulin. Investigasi
menggunakan genome pemindaian untuk polimorfisme yang terkait dengan tipe 2 DM sedang
berlangsung.
Patofisiologi
DM tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, produksi glukosa berlebihan
hati, dan metabolisme lemak yang abnormal. Obesitas, khususnya visceral atau pusat (yang
dibuktikan dengan rasio pinggul-pinggang), adalah sangat umum pada tipe 2 DM. Pada tahap awal
dari kekacauan, toleransi glukosa tetap hampir normal, meskipun resistensi insulin, karena sel-sel
beta pankreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin Sebagai resistensi insulin
dan kemajuan hyperinsulinemia kompensasi, yang pulau pankreas pada individu tertentu tidak dapat
mempertahankan hyperinsulinemic. IGT, ditandai dengan peningkatan dalam glukosa postprandial,
kemudian berkembang. Penurunan lebih lanjut dalam sekresi insulin dan peningkatan produksi
glukosa hepatik memimpin untuk terbuka diabetes dengan hiperglikemia puasa. Pada akhirnya,
kegagalan sel beta mungkin terjadi.
Kelainan metabolik
Abnormal otot dan Metabolisme Lemak
Resistensi insulin, penurunan kemampuan insulin untuk bertindak secara efektif pada jaringan target
(terutama otot, hati, dan lemak), adalah fitur yang menonjol dari tipe 2 DM dan hasil dari kombinasi
dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin relatif, bagaimanapun, karena tingkat batin
luar biasa yang beredar insulin akan menormalkan glukosa plasma. Insulin kurva dosis-respons
menunjukkan pergeseran ke kanan, menunjukkan sensitivitas berkurang, dan respon maksimal
dikurangi, yang menunjukkan penurunan keseluruhan dalam penggunaan glukosa maksimum (30-
60% lebih rendah dari pada orang normal). Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh
jaringan sensitif terhadap insulin dan meningkatkan output glukosa hati; kedua efek berkontribusi
hiperglikemia tersebut. Peningkatan keluaran glukosa hepatik terutama rekening untuk tingkat FPG
meningkat, sedangkan penurunan hasil penggunaan glukosa perifer dalam hiperglikemia
postprandial. Pada otot rangka, ada penurunan lebih besar dalam penggunaan glukosa nonoxidative
(pembentukan glikogen) dari dalam metabolisme glukosa melalui glikolisis oksidatif. Metabolisme
glukosa dalam jaringan insulin-independen tidak diubah dalam tipe 2 DM.
Mekanisme molekuler yang tepat yang mengarah ke resistensi insulin pada DM tipe 2 belum
dijelaskan. tingkat insulin dan reseptor tirosin kinase dalam aktivitas otot rangka akan berkurang,
tetapi ini perubahan yang paling mungkin sekunder hyperinsulinemia dan tidak cacat primer. Oleh
karena itu, "postreceptor" cacat pada fosforilasi insulin-diatur / dephosphorylation mungkin
memainkan peran utama dalam resistensi insulin (Gbr. 338-5). Misalnya, cacat PI-3-kinase signaling
dapat mengurangi translokasi GLUT4 ke membran plasma. kelainan lainnya termasuk akumulasi lipid
dalam miosit skeletal, yang dapat mengganggu fosforilasi oksidatif mitokondria dan mengurangi
produksi insulin merangsang mitokondria ATP. Gangguan oksidasi asam lemak dan lipid akumulasi
dalam rangka miosit dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif seperti peroksida lipid. Dari catatan,
tidak semua jalur transduksi sinyal insulin resisten terhadap efek insulin (misalnya, mereka
mengendalikan pertumbuhan sel dan diferensiasi menggunakan jalur protein kinase mitogenik-
diaktifkan). Akibatnya, hyperinsulinemia dapat meningkatkan aksi insulin melalui jalur ini, berpotensi
mempercepat kondisi diabetes-terkait seperti aterosklerosis.
Obesitas atas tipe 2 DM, terutama di lokasi pusat atau viseral, dianggap bagian dari proses
patogenik. Massa adipocyte meningkat menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas
beredar dan produk sel lemak lainnya (Bab 74). Sebagai contoh, adipocytes mengeluarkan sejumlah
produk biologis (nonesterified asam lemak bebas, protein retinol-binding 4, leptin, TNF-, resistin, dan
adiponektin). Selain mengatur berat badan, nafsu makan, dan pengeluaran energi, adipokines juga
memodulasi sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokines
dapat menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Sebagai contoh, asam lemak bebas
merusak penggunaan glukosa dalam otot rangka, meningkatkan produksi glukosa oleh hati, dan
merusak fungsi sel beta. Sebaliknya, produksi oleh adipocytes adiponektin, sebuah peptida insulin-
sensitizing, berkurang dalam obesitas dan hal ini dapat mengakibatkan resistensi insulin hepatik.
produk Adipocyte dan adipokines juga memproduksi sebuah negara inflamasi dan mungkin
menjelaskan mengapa tanda peradangan seperti IL-6 dan protein C-reaktif sering meningkat pada
DM tipe 2. Penghambatan jalur sinyal inflamasi seperti faktor B nuklir (NFB) jalur muncul untuk
mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki hiperglikemia pada hewan model.
Gangguan Sekresi Insulin
sekresi insulin dan kepekaan saling berhubungan (Gbr. 338-7). Pada tipe 2 DM, sekresi insulin pada
awalnya meningkat dalam menanggapi resistensi insulin untuk menjaga toleransi glukosa normal.
Awalnya, sekresi insulin cacat ringan dan selektif melibatkan glukosa-merangsang sekresi insulin.
Respon terhadap nonglucose lain sekretagog, seperti arginin, yang diawetkan. Akhirnya, sekresi
insulin cacat berkembang menjadi keadaan terlalu sekresi insulin tidak memadai.
Alasan untuk penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 tidak jelas. Asumsinya adalah
bahwa cacat genetik kedua-dilapiskan pada resistensi insulin-menyebabkan kegagalan sel beta.
Pulau kecil polipeptida amiloid atau amylin adalah cosecreted oleh sel beta dan membentuk deposit
amyloid berhubung dgn urat saraf ditemukan di pulau individu dengan tipe lama 2 DM. Apakah
pulau kecil seperti deposito amiloid adalah peristiwa primer atau sekunder tidak diketahui.
Lingkungan metabolik diabetes mungkin juga berdampak negatif terhadap fungsi pulau. Sebagai
contoh, hiperglikemia kronis paradoks merusak fungsi pulau kecil ("keracunan glukosa") dan
menyebabkan memburuknya hiperglikemia. Perbaikan dalam pengendalian glisemik sering dikaitkan
dengan fungsi pulau ditingkatkan. Selain itu, peningkatan kadar asam lemak bebas ("lipotoxicity")
dan lemak dari makanan juga dapat memperburuk fungsi pulau. Massa sel beta berkurang pada
individu dengan tipe lama 2 diabetes.
Peningkatan Glukosa hati dan Produksi Lipid
Pada tipe 2 DM, resistensi insulin di hati mencerminkan kegagalan hyperinsulinemia untuk menekan
glukoneogenesis, yang menghasilkan hiperglikemia puasa dan menurun penyimpanan glikogen oleh
hati dalam keadaan postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi di awal perjalanan
diabetes, meskipun mungkin setelah timbulnya kelainan sekresi insulin dan resistensi insulin pada
otot rangka. Sebagai hasil dari resistensi insulin di jaringan adiposa dan obesitas, asam lemak bebas
(FFA) fluks dari adipocytes meningkat, yang mengarah ke lipid meningkat [sangat low density
lipoprotein (VLDL) dan trigliserida] sintesis dalam hepatosit. Ini penyimpanan lipid atau steatosis
dalam hati dapat menyebabkan penyakit hati berlemak nonalkohol (Bab 303) dan tes fungsi hati
yang abnormal. Ini juga bertanggung jawab atas dislipidemia ditemukan pada tipe 2 DM [trigliserida
tinggi, mengurangi high density lipoprotein (HDL), dan peningkatan lipoprotein padat kecil low-
density (LDL) partikel].
Pencegahan
Tipe 2 DM didahului oleh masa IGT, dan sejumlah modifikasi gaya hidup dan agen farmakologis
mencegah atau menunda timbulnya DM. Program Pencegahan Diabetes (DPP) menunjukkan bahwa
perubahan intensif dalam gaya hidup (diet dan olahraga selama 30 menit / hari lima kali / minggu)
pada individu dengan IGT dicegah atau menunda pengembangan DM tipe 2 sebesar 58%
dibandingkan dengan plasebo. Efek ini terlihat pada individu tanpa memandang usia, jenis kelamin,
atau kelompok etnis. Dalam studi yang sama, metformin dicegah atau ditunda diabetes sebesar 31%
dibandingkan dengan plasebo. Kelompok intervensi gaya hidup kehilangan 5-7% dari berat badan
mereka selama 3 tahun penelitian. Studi di populasi Finlandia dan Cina mencatat kemanjuran yang
serupa dari diet dan latihan dalam mencegah atau menunda tipe 2 DM; acarbose, metformin,
thiazolidinediones, dan orlistat mencegah atau menunda tipe 2 DM tetapi tidak disetujui untuk
tujuan ini. Ketika diberikan kepada individu nondiabetes karena alasan lain (jantung, menurunkan
kolesterol, dll), pravastatin mengurangi jumlah kasus baru diabetes. Individu dengan riwayat
keluarga yang kuat tipe 2 DM dan individu dengan IFG atau IGT harus benar-benar didorong untuk
mempertahankan BMI normal dan terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur. Terapi farmakologis
untuk individu dengan pradiabetes saat ini kontroversial karena biaya efektivitas dan profil
keamanan yang tidak diketahui. Sebuah panel ADA baru-baru ini menyimpulkan Konsensus
metformin itu, tetapi tidak obat lain, dapat dipertimbangkan pada individu dengan kedua IFG dan
IGT yang beresiko sangat tinggi untuk kemajuan pada diabetes (umur <60 tahun, BMI 35 kg/m2,
sejarah keluarga diabetes di relatif tingkat pertama, trigliserida tinggi, mengurangi HDL, hipertensi,
atau A1C> 6,0%).
Farmakoloterapi Diabetes Militus Tipe2
Macam-macam obat antihiperglikemik oral
Golongan Insulin Sensitizing
Biguanid
Farmakokinetik dan farmakodinamik
Saat ini yang banyak dipakai golongan biguanid adalah metformin. Terdapat dalam konsentrasi tinggi
di hati dan usus, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat di sekresi pada urin. Metformin aka
mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh
dengan waktu paru 25jam
Mekanisme Kerja
Menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler. Distal
reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa
darah dan menghambat absorpsi glukosa dalam usus.
Penggunaan dalam Klinis dan Efek Hipoglikemik
Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel beta pankreas, sehingga tidak mengakibatkan
hipoglikemik dan penambahan berat badan. Metformin menurunkan berat badan ringan sampai
sedang dan hiperinsulinemia akibat resistensi insulin. Sehi8ngga dianggap sebagai obat
antihiperglikemik bukan obat hipoglikemik.
Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan gula darah sampai 20% dan konsentrasi
insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Kombinasi dengan sulfonilurea merupakan kombinasi
yang rasional karena memiliki kerja obat yang sinerggis, sehingga kombinasi ini dapat menurnkan
glukosa darah lebih banyak dari pada terapi tunggal.
Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping gastroentestinal sekitar 50%, pada gangguan fungsi ginjal, metformin dengan dosis
tinggi akan berakumilasi di mitokondria dan menghambat proses pospolirasi oksidatif, sehingga
mengakibatkan asiosis laktat
GLITAZON
Diabsorbsi dengan cepa, dan mencapai konsentrasi tinggi dalam 1-2jam. Waktu paruh pada kisaran
3-4jam rosiglitazone , 3-7jam bagi piogltazon.
Glitazon merupakan anogis peroxisome proliferator-aktifated reseptor gamma (PPARa) yang sangat
selektif.
Reseptor PPARa terdapat di jaringan kerja insulin seperti jaringan adiposa oto skelet dan hati.
Glitazon tidak menstrimulasi produksi insulin oleh sel beta pangkreas, bahkan menurunkan
konsentrasi insulin lebih besar dari pada metformin. Efek dalam metabolisme glukosa dan lipid,
dapat meningkatkan efisiensi dan respons sel beta pankreas dngan menurunkan glukotoksisitas dan
lipotoksisitas.
Glitazon dapat meningkatkan berat badan dan edema pada 3-5% pasien akibat beberapa
mekanisme:
1. Penumpukan lemak di perifer dengan pengurangan lemak di viseral
2. Meningkatnya volume plasma akibat aktifitas reseptor PPARa di ginjal
3. Edema dapat disebabkan penurunan ekskresi natrium di ginjal, sehingg terjadi peningkatan
natrium dan retensi cairan.
Penggunaan Dalam Klinis dan Efek Hipoglikemik
Secara klinis risglitazon dengan dosis 4 dan 8 mg/hari memperbaiki konsentrasi glukosa puasa
sampai 55 mg/dl dan HbA1c sampai 1,5%. Pioglitazon juga mempunyai kemampuan dalam
menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau terapi kombinasai dengan dosis
maksima 45mg/dl.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Glitazon dapat menyebabkan penambahan berat badan dan edem. Keluhan ispa 16%, sakit kepala
7,1. Pemakaian glitazon dihentikan jika didapat kenaikan enzim hati lebih dari 3x batas atas normal.
GOLONGAN SEKRETAGOR INSULIN.
Mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Sulfoniurea
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Glibenklamin memiliki masa paruh 4jam pada pemakiaan akut, tetapi pada pemakaian jangka lama,
lebih dari 12minggu, masa paruh 12jam. Karena itu dianjurkan pemakaian blibenklamit sehari sekali.
Mekanisme Kerja
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang
tersimpan,. Golongan obat ini tidk dapat diberikan pada DM tipe1. Sulfonilurea dapat menyebabkan
hipoglikemik
Penggunaan Dalam Klinik
Dosis permulaan sulfonilurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi glukosa
puasa <200 mg/dl, Su sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap
setelah 1-2minggu , sehingga tercapai glukosa darahpuasa 90-130%
Kombinasi dengan insulin ternyata lebih baik daripada insulin sendiri, dosis insulin yang diperlukan
juga lebih rendah.
Efek Samping dan Kontra indikasi
Hipoglikemik adalah efek samping bila tidak ada asupan pada pasien., selain itu terjadi kenaikan
berat badan, gangguan saluran cerna, fotosensifitas, gangghuan enzim hati dan flushing
GLINID
Sekretagok insulin yang baru, kerjanya melalui reseptor sulfonilurea, dtruktu juga mirip dengan
sulfonilurea tetapi tidak memiliki efek yang sama. Repaglinid dan Nateglinid, di metabolisme di hati
dan diberi 2-3kali sehari. Rapeglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun memiliki
masa paruh yang singkat. Nateglinid memiliki masa tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan
glukosa darah puasa. Sehingga keduanya khusus menurunkan glukosa posprandial dengan efek
hipoglemik yang maksimal..
Penghambat Alfa Glukosidase
Bekerja menghambat kerja enzim glukosinade dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia posprandial. Tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Acarbose merupakan penghambat kuat enzim alpha klukosinade yang terdapat dapa dinding
enterosit di proksimal usus halus. Efek samping akibat maldigesti karbohidrat, berupa meteorismus
flatulence, dan diare. Acarbose hampir tidak diarbsorbsi dan bekerja lokal pada saluran cerna.
Dengan monoterapi acarbose dapat menurunkan rata-rata glukosa postprandial sebesar 40-60
mg/dl dan glukosa puasa 10-20 mg/dl
Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemia Oral
1. Dosis harus dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, cara kerja , efek samping (kloproramid jangan
diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24jam)
3. Bila diberikan dengan obat lain, pikirkan interaksi obat
4. Pada obat hipoglikemik oral, usahakan mewnggunakan obat oral golongan lain, baru
mnggunakan insulin.
Pencegahan
Tipe 2 DM didahului oleh masa IGT, dan sejumlah modifikasi gaya hidup dan agen farmakologis
mencegah atau menunda timbulnya DM. Program Pencegahan Diabetes (DPP) menunjukkan
bahwa perubahan intensif dalam gaya hidup (diet dan olahraga selama 30 menit / hari lima kali
/ minggu) pada individu dengan IGT dicegah atau menunda pengembangan DM tipe 2 sebesar
58% dibandingkan dengan plasebo. Efek ini terlihat pada individu tanpa memandang usia, jenis
kelamin, atau kelompok etnis. Dalam studi yang sama, metformin dicegah atau ditunda diabetes
sebesar 31% dibandingkan dengan plasebo. Kelompok intervensi gaya hidup kehilangan 5-7%
dari berat badan mereka selama 3 tahun penelitian. Studi di populasi Finlandia dan Cina
mencatat kemanjuran yang serupa dari diet dan latihan dalam mencegah atau menunda tipe 2
DM; acarbose, metformin, thiazolidinediones, dan orlistat mencegah atau menunda tipe 2 DM
tetapi tidak disetujui untuk tujuan ini. Ketika diberikan kepada individu nondiabetes karena
alasan lain (jantung, menurunkan kolesterol, dll), pravastatin mengurangi jumlah kasus baru
diabetes. Individu dengan riwayat keluarga yang kuat tipe 2 DM dan individu dengan IFG atau
IGT harus benar-benar didorong untuk mempertahankan BMI normal dan terlibat dalam
aktivitas fisik secara teratur. Terapi farmakologis untuk individu dengan pradiabetes saat ini
kontroversial karena biaya efektivitas dan profil keamanan yang tidak diketahui. Sebuah panel
ADA baru-baru ini menyimpulkan Konsensus metformin itu, tetapi tidak obat lain, dapat
dipertimbangkan pada individu dengan kedua IFG dan IGT yang beresiko sangat tinggi untuk
kemajuan pada diabetes (umur <60 tahun, BMI 35 kg/m2, sejarah keluarga diabetes di relatif
tingkat pertama, trigliserida tinggi, mengurangi HDL, hipertensi, atau A1C> 6,0%).
Penatalaksanaan Dm non farmakologis
Jenis Bahan Makanan
Harbohidrat, merupakan sumber energi yang diberikan tidak lebih dari 55-56%
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1. Kandungan kalori makanan, jumlah
2. Total kebutuhan perhari 60-70% diantaranya karbobhidrat/
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohiddrat maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori per hari
4. Jumlah serat 15-50% perhari
5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi, hnya jangan sampai lebih dari protein total kalori
perhari. Fruktosa tida boleh dari 60kg.
6. Penggunaan alkohol tidak lebih dari 10mg/dl
7. Pemanis dapat digunakan pemanis non,kalori.;
Protein, kebutuhan protein yang direkomendasikan 10-15% dari ttal kalori. Protein mengandung
energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi pemberian protein:
1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
2. Padfa keadaan gula darah terkontrol. Asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi
gua darah.
3. Pada keadaan kadar glukosa darah tisak terkontrol, protein berkisar 0,8-1
mg/kilogramBB/hari
4. Pada gangguan fngsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85gram/kg BB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, sumber protein nabatu dianjurkan dari protein
hewani.
Lemak, mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Sangat penting dalam membawa
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A D E dan K)
Rekomendasi pemberian lemak:
1. Batasi knsumsi makanan mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori.
2. Jika kadara kolestrol LDL > 100mg/dl, asupan asam lemak diturunkan 7% dari total kalori
3. Konsumsi kalori maksimal 300 mg/hari,jika kadar LDL >100mg/dl maka maksimal kolestrol
yang dapat dikonsumsi 200mg per hari
4. Konsumsi ikan seminggu 2-3kali untuk mencukpi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang, yang maksimal 10% dari asupan kalori per hari
Komplikasi
Komplikasi akut komplikasi kronik
Diabetes ketoasidosis Makroangiopati
Hipoglikemik Mikroangiopati
Hiperosmolar non ketotik Rentan infeksi karena imunitas rendah
Neuropati
Makroangiopati
Coronary arterial disease ( CAD ) atau
penyakit jantung koroner ( PJK ) berupa iskemia atau infark miokard
Cerebrovascular disease ( CVD ) atau stroke
Peripheral vascular disease berupa iskemik tungkai s/d ganggren
Mikroangiopati
Faktor resiko terjadinya mikroangiopati , berkolerasi kuat dengan
1. Lamanya DM
2. Tingkat peninggihan gula darah
3. Faktor lain (hipertensi genetik)
SINDROM METABOLIK
Pendahuluan
Definisi
SindromMetabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom Xmerupakan
suatu kumpulan faktor2 risiko yang bertanggung jawab terhadappeningkatan morbiditas penyakit
kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2.1,2)The National Cholesterol Education Program-Adult
Treatment Panel(NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktorrisiko
independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukanintervensi modifikasi gaya hidup
yang ketat (intensif).3)
Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi :
a. Resistensi insulin
b. Obesitas abdominal/sentral
c. Hipertensi
d. Dislipidemia :
i. Peningkatan kadar trigliserida
ii. Penurunan kadar HDL kolesterol
Sindrom Metabolik disertai dengan keadaanproinflammasi / prothrombotik yang dapat
menimbulkan peningkatan kadarC-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia,
peningkatanagregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asamurat,
mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa
resistensi insulin juga dapatmenimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic
SteatoHepatitis (NASH).4)
Epidemiologi/ Prevalensi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisiyang digunakan dan
populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari theThird National Health and Nutrition Examination
Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteriaNCEP-ATP
III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% padawanita Hispanik. Prevalensi Sindrom
Metabolik meningkat denganbertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika
yangberusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai beratbadan lebih atau gemuk ,
diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokoksebagai faktor risiko primer terhadap penyakit
kardiovaskular. Sindrommetabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe
2dikemudian hari.5,6)
Etiologi :
Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.Suatu hipotesis menyatakan
bahwa penyebab primer dari sindrom metabolikadalah resistensi insulin. Resistensi insulin
mempunyai korelasi dengantimbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran
lingkarpinggang atauwaist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit
kardiovaskulardiduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkandisfungsi endotel
yang akan menyebabkan kerusakan vaskular danpembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan
bahwa terjadi perubahanhormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu
studimembuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadarkortisol didalam serum
(yang disebabkan oleh stres kronik) mengalamiobesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia.
Para penelitijuga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksishipotalamus-hipofisis-adrenal yang
terjadi akibat stres akan menyebabkanterbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark
miokard.7-10)
Evaluasi Klinis
Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah
dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi :11-12)
Anamnesis, tentang :
Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.
Riwayat adanya perubahan berat badan.
Aktifitas fisik sehari-hari.
Asupan makanan sehari-hari
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus:
Berat badan (kg)
——————————
Tinggi badan (m)2
Pengukuran lingkaranpinggang merupakan prediktor yang lebih baik
terhadap risikokardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.
Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.
Pemeriksaan klemeuglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment)
untuk menilairesistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan
dalampenelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.
Highly sensitive C-reactive protein
Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.
USG abdomendiperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena
kelainan inidapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.
Penatalaksanaan
Saat ini belum ada studi acak terkontrol yangkhusus tentang penatalaksanaan Sindrom
Metabolik. Berdasarkan studiklinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom
Metabolikdapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan
penyakitkardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolikhendaklah
dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknyasebagai pendekatan terapi utama.
Penurunan berat badan dapat memperbaikisemua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua
penyebab dan mortalitaspenyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami kesulitan
dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi
insulin.13)
Latihan Fisik :
Otot rangka merupakanjaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh,
danmerupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisikterbukti dapat menurunkan
kadar lipid dan resistensi insulin didalamotot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas
insulinterjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadiaktivitas fisik teratur
hendaklah merupakan bagian dari usaha untukmemperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah
diarahkan untukmemperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar
dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka
panjang.Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakanbeban merupakan pilihan
terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan danelastic exercise bandmerupakan pilihan
terbaikuntuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1jam perhari
juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermaknapada laki2 tanpa mengurangi
jumlah kalori yang dibutuhkan.11,12)
Diet
Sasaran utama dari diet terhadap SindromMetabolik adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan diabetesmelitus. Review dariCochrane Databasemendukung peranan
intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-buktidari suatu studi
besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapatmembantu mempertahankan penurunkan
tekanan darah. Hasil2 dari studiklinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan
penurunanbermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angkakematian
total. 11)
The Seventh Report of the Joint NationalCommittee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of HighBlood Pressure (JNC 7)merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120
– 139 mmHg ataudiastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehinggamodifikasi
gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untukmencegah penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan studi darithe Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH),pasien yang
mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidratterbukti mengalami penurunan
tekanan darah yang berarti walaupun tanpadisertai penurunan berat badan.
Penurunanasupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegahkenaikan
tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi darithe Coronary Artery Risk Development in
Young Adults mendapatkanbahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan
penurunanrisiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggikarbohidrat dapat
meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadarHDL kolesterol, sehingga memperberat
dislipidemia. Untuk menurunkanhipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol
pada pasiendengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dandiganti dengan
makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturatedfatty acid = MUFA) atau asupan
karbohidrat yang mempunyai indeksglikemik rendah. Diet ini merupakan pola
dietMediterraniayang terbukti dapat menurunkanmortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi
menunjukkan adanyakorelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dankentang.
Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandungbiji-bijian, buah-buahan dan sayuran
untuk menurunkan risiko penyakitkardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah
karbohidrat belumditeliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapatmenurunkan
kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol danmenurunkan berat badan.
Pilihanuntuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makananyang
mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yangbanyak mengandung
serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapatmenurunkan kadar glukosa post prandial dan
insulin.12)
Edukasi
Dokter2 keluarga mempunyai peran besar dalampenatalaksanaan pasien dengan Sindrom
Metabolik, karena mereka dapatmengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta
hambatan2 yangdialami mereka dalam usahamemodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter keluarga
juga diharapkan dapatmengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup
dengankesehatan, yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet danlatihan fisik yang
teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari SindromMetabolik. Dokter keluarga hendaklah
mencoba membantu pasienmengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet
danlatihan fisik yang diterapkan. Pertanyaan2seperti : “ Bagaimana pendapat anda apakah diet
dan latihan fisik yangditerapkan dapat mempengaruhi kesehatan anda ?” atau “ Permasalahan
apayang anda hadapi dalam mencoba menerapkan perubahan diet atau aktifitasfisik ?” , dapat
membantu dokter keluarga dalam menerapkan langkah2berikutnya terhadap masing2 pasien.
Jawaban pasien hendaklah dicatatdalam rekam medik dan direview pada kunjungan berikutnya.
Hal ini dapatmembantu dokter mengidentifikasi adanya hambatan2 dalam menerapkanperubahan
gaya hidup.12.13)
Farmakoterapi :
Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risikodan tidak dapat ditatalaksana hanya
dengan perubahan gaya hidup,intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan
darah dandislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadarC-reactive protein
dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkandapat menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telahterbukti dapat
mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe2.13)
Pencegahan
The US Preventive Services Task Forcemerekomendasi konsultasi diet intensif terhadap
pasien2 dewasa yangmempunyai faktor2 risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular. Para
dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup sehat.The
Diabetes Prevention Programtelah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada
pasienprediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebihdari 50% ( dari 11%
menjadi 4,8%).13)
Daftar Pustaka :
1. Vega GL. Obesity, the metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Am Heart J 2001;142:1108-16.
2. Reaven GM. Banting lecture 1988. Role of insulin resistance in human disease. Diabetes 1988;37:1595-607.
3. NationalInstitutes of Health: Third Report of the National CholesterolEducation Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatmentof High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III).Executive Summary. Bethesda, Md.: National Institutes of Health,National Heart Lung and Blood Institute, 2001 (NIH publication no.01-3670). Accessed online May 20,2006, at: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.htm.
4. LamarcheB, Tchernof A, Mauriege P, Cantin B, Dagenais GR,Lupien PJ, et al.Fasting insulin and apolipoprotein B levels and low-density lipoproteinparticle size as risk factors for ischemic heart disease. JAMA1998;279:1955-61.
5. Ford ES, Giles WH. A comparison of the prevalence of the metabolic syndrome using two proposed definitions.Diabetes Care 2003;26:575-81.
6. FordES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S.adults: findings from the Third National Health and NutritionExamination Survey. JAMA 2002;287:356-9.
7. AlbertiKG, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetesmellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification ofdiabetes mellitus, provisional report of a WHO consultation. Diabet Med1998;15:539-53.
8. EckelRH, Krauss RM. American Heart Association call to action: obesity as amajor risk factor for coronary heart disease. AHA Nutrition Committee.Circulation 1998;97:2099-100.
9. GrundySM, Brewer HB Jr, Cleeman JI, Smith SC Jr, Lenfant C, for The AmericanHeart Association/ National Heart, Lung, and Blood Institute. Definitionof metabolic syndrome: Report of the National Heart, Lung, and BloodInstitute/American Heart Association conference on scientific issuesrelated to definition. Circulation 2004; 109:433-8.
10. Bjorntorp P. Heart and soul: stress and the metabolic syndrome. Scand Cardiovasc J 2001;35:172-7.
11. Lopez-CandalesA. Metabolic syndrome X: a comprehensive review of the pathophysiologyand recommended therapy. J Med 2001;32:283-300.
12. HarkL, Deen D Jr. Taking a nutrition history: a practical approach forfamily physicians. Am Fam Physician 1999;59:1521-8,1531-2.
13. Deen D. Metabolic Syndrome : Time of Action. Am Fam Physician 2004;69: 2875-82.