I. Judul
Pematahan Dormansi Biji.
II. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras
dengan fisik dan kimiawi.
III.Tinjauan Pustaka
Biji dikatakan dorman apabila dalam keadaan viabel idak mau
berkecambah walaupun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat bagi
perkecambahannya. Dormasi biji dapt disebabkan oleh berbagai faktor, baik
internal berupa kondisi biji itu sendiri maupun eksternal pada masa
pembentukannya seperti suhu dan cahaya. Periode dormasi biji dpat berlangsung
musiman atau dapat juga bertahun-tahun, bergantung kepada jenis biiji dan tipe
dormansinya (Sutarmi, S., Harra, S., Sudiarto, A. 2009).
Dormasi biji sebenarnya merupakan suatu mekanisme untuk
mempertahankan diri teradap berbagai kondisi lingkungan yang tidak ramah
seperti ketersediaan air yang terbatas, suhu yang tidak terlalu dingin, atau
intensitas cahaya yang terlalu rendah. Mekanisme internal ini antara lain dapt
berupa impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas, embrio yang rudimenter,
adanya inhibitor, rendahnya kandungan zat perangsang tumbuhan
(Sasmitaharja.2011).
“Dorman” artinya “tidur” atau “beristirahat”. Para ahli biologi
menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti buji dorman, yang
memiliki laju metabolisme yang sangat lambat an sedangkan tidak tumbuh an
berkembang. (Campbell,dkk. 2003)
Dormasi pada biji menigkatkan peluang bahwa perkembangan akan
terjadi pada waktu dan tempat yang paling mengntungkan bagi pertumbuhan biji.
Pengakhiran periode dormansi umunya memerlukan kondisi lingkungan yang
tertentu. Biji tumbuhan gurun, mialnya, hanya berkecambah setelah curah hujan
yang memadai. Jika mereka harus berkecambah setelah hujan rintik-rintik yang
sedang, tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapt mendukung
pertumbuhan biji. Di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi banyak biji
memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhri dormasi; dengan demikian
pertumbuhan biji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi
yang menjadi saingannya tersebut. Di tempat dimana musim dinginsangat parah,
biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji
yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah
sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuhan yang
panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji yang sangat kecil, seperti
beberapa biji dari varietas lettuce, memrlukan cahaya untuk perkecambahan dan
akan mengakhiti dormansinya hanya jika ditanam cukup dangkal sehingga
kecambah benih bisa muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memiliki
kulit pembungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa-senyawa kimia ketika
biji-biji tersebut melewti saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan
terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
(Campbell,dkk.2003)
Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan
istirahat,merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak
terbatas walaupunberada dalam keadaan yang menguntungkan untuk
perkecambahan dormansi terjadi disebabkan oleh faktor luar(eksternal) dan faktor
dalam (internal). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah tidak
sempurnanya embrio (rudimetery embrio), embrio yang belum matang secara
fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji
impermeable, dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.
Perkembangan kulit biji impermeabel berpengaruh secara langsung terhadap fase
istirahat (dormansi). Kulit biji impermeabel bagi biji yang sedang mengalami
dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada dalam biji, sehingga
dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh (Husain,
Indriati&Tuiyo,Rully.2012).
Lama waktu di mana biji dorman masih hidup dan mampu berkeambah
bervarisi dari beberapa hari hingga beberapa dekade ataubahkan lebih lama lagi,
bergantung pada spesies da kondisi lingkungan. Sebagian besr biji sangat tahan
lama sehingga bisa bertahan selama satu atau dua tahun sapai kondisi
memungkinkan untk berkecambah. Dengan demikian, tanah memiliki kumpilen
biji yang belum berkecambah yang mungkin telah menumpuk selama beberqapa
tahun. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa vegetasi bisa kmuncul
kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran, kekeringan, banjir, tau
beberapa bencana alam lainnya. (Campbell, dkk. 2003).
Dormansi benih dapat diatasi dengan berbagai perlakuan pendahuluan. Perlakuan
pendahuluan yang banyak digunakan antara lain mengikir, mengasah, memukul
kulit benih merendam benih di dalam air hangat dan merendam benih di dalam
larutan kimia. Tujuan perlakuan pendahuluan adalah mendorong proses
pematangan embrio, pengaktifan enzim-enzim di dalam embrio dan peningkatan
permeabilitas kulit benih yang memungkinkan penyerapan/imbibisi air dan gas-
gas yang diperlukan dalam proses-proses perkecambahan (Hafizah,Nur.2013).
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan
dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi
digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi
digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Salisbury, F. B dan Ross, C.
W.2010).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif
karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau
kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri (Prawinata, W.2011).
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan
oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
Mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
Fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable
Kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
(Subowo.2009).
Mekanisme fisiologi
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan
dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya
Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
kondisi embrio yang tidak/belum matang
Thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
(Subowo.2009).
c. Berdasarkan bentuk dormansi Kulit biji impermeabel terhadap
air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus,
pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam
substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit
biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya
diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam
kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui
kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan
pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio
masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum
gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh
waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna (Latunra, A.
Ilham. 2012).
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur rendah dan zat kimia.Biji membutuhkan pemasakan pascapanen
(afterripening) dalam penyimpanan keringdormansi karena kebutuhan akan
afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan
pengupasan kulit (Latunra, A. Ilham. 2012).
Metode pematahan dormansi yang efektif dibedakan berdasarkan
penyebabnya, sebab metode yang satu belum tentu bisa digunakan untuk metode
pematahan dormansi penyebab yang lain. Metode pematahan dormansi yang
disebabkan faktor fisik adalah skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan
nutrisi bisa masuk ke dalam benih. Sedangkan pematahan dormansi factor
fisiologis pada kasus after-ripening adalah dengan perendaman dengan senyawa
kimia tertentu (Manurung,Desy.et,all.2013).
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia
Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama
musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim
semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi
dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu
rendah
Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji
masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh
kerdil
Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi
berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin) (Kaufman, P. B., J.
Labavitch, A. A. Prouty, dan N. S. Ghosheh. 1975).
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan
intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan
fotoperiodisitas (panjang hari) (Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell.
1991).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada
biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya);
jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek.
Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic
(perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam
gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap
cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively
photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat
dipatahkan dengan temperatur rendah (Sutarmi, S., Harra, S., Sudiarto, A. 2009).
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari
spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm)
menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah
mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka
efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali
diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat
berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi
P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan
terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-
red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah
proses perkecambahan (Prawinata, W.2011).
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau
terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang
diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat
digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin
(Sasmitaharja.2011).
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-
proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap
substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya
seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji
yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi
penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan
tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio,
endosperm, kulit biji maupun daging buah (Sasmitaharja.2011).
Teknik Pematahan Dormansi Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embryo (Subowo.2009).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal
pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat
terjadinya perkecambahan biji yang seragam.Upaya ini dapat berupa pemberian
perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis. Mengklasifikasikan dormansi
atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya
(Sasmitaharja.2011).
Dormansi merupakan suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda yaitu
keadaan yang istirahat.Dormansi merupakan kondisi yang belangsung selam satu
periode tertentu yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang
menguntungkan untuk perkecambahan
Dormansi pada beberapa jenis benih yang disebabkan oleh :
1. Struktur benih, misalnya kulit beih, braktea, gulma, perikarp dan
membrane, yang mempersulit keluar masuknya air dan udara.
2. Kelainan fisiologis pada embrio.
3. Penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lainnya, dan
4. Gabungan dari factor–factor diatas (Subowo.2009).
Tipe-Tipe Dormansi
Tipe – tipe dormansi terbagi atas 4 bagian yaitu Impermeabilitas kulit biji
terhadap air,
1. Mekanisme kulit biji terhadap pertumbuhan,
2. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas – gas, dan
3. Immaturity embrio.
Terdapat 3 macam dormansi secara luas :
1. Bawaan ( innate ),
2. Rangsangan ( inducet ),
3. Paksaan ( anvorced ) (Subowo.2009).
Dormansi bawaan atau kandang pula disebut sebagai dormansi primer,
biasanya dijumpai pada biji–bijian atau perbanyakanvegetatif sementara.
Dormansi rangsangan atau perbanyakan merupakan pengaruh lingkungan sekitar
biji atau organ perbanyakan vegetatif setelah terlepas dari nduknya. Domansi
paksaan disebabkan oleh adanya factor lingkungan yang menguntungkan untuk
dimulainya pertumbuhan, akibat kekurangan suhu yang tidak
menguntungkan (Subowo.2009).
Dormansi pada Benih yang Disimpan
Hubungan antara dormansi dengan penyimpanan yaitu pada beberapa
keadaan, penyimpanan dapat mempengaruhi dormansi. Dormansi pada beberapa
spesies dapat menghilang. Bila disimpan selama beberapa bulan pada kondisi
suhu dan kelembaban nisbi lingkungan terkendali, asal dan suhunya berada di atas
suhu titik beku. Ahli fisiologi benih faham benar akan metode metode terbaik
untuk mempertahankan dormansi pada benih yaitu dengan jalan menyimpan pada
suhu di sekitar titik beku (Sasmitaharja.2011).
Factor–factor yang meyebabkan hilangnya dorminasi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara
lain: karena temperature yang siliha berganti menipis kulit biji, hilangnya
kemampuan untuk menghasilkan zat – zat penghambat perkecambahan, dan
adanya kegiatan dari mikroorganisme (Sasmitaharja.2011).
Hilangnya sifat dormansi tergantung pada waktu penyimpanan dimana ada
beberapa jenis spesies yang dorminansinya hilang pada minggu ketujuh hingga ke
sebelas setelah panen, suhu dimana dormansi akan hilang bila diletakkan pada
suhu di atas titik beku (Campbell, dkk. 2003).
IV. Metode Penelitian
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
a. Beaker glass
b. Petridish
c. Ampelas
d. Silet
4.1.2 Bahan
a. 30 biji asam
b. Kapas
c. Air
d. Asam sulfat pekat
4.2 Cara Kerja
Memilih 30 biji asam, dan membagi dalam 3 kelompok.
Merendam 10 biji dengan hati-hati dalam asam sulfat selama 15 menit, kemudian mencuci dengan air.
Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara menggosok menggunakan amplas sebanyak 10 biji, membilas dengan air.
Menyusun biji-biji di atas cawan petri yang telah diberi kapas yang telah dibasahi, tutup dengan kapas lagi pada bagian atasnya.
Menyiram dengan air secukupnya setiap hari.
Melakukan perkecambahan terhadap 10 biji tanpa perlakuan sebagai kontrol, mengamati biji yang tumbuh setelah 2 minggu.
V. Hasil Pengamatan
Kelompok PerlakuanBiji yang
berkecambahPresentase
1
Kontrol 5 50%
Ampelas 10 100%
H2SO4 8 80%
2
Kontrol 0 0%
Ampelas 10 100%
H2SO4 7 70%
3
Kontrol 4 40%
Ampelas 9 90%
H2SO4 9 90%
4
Kontrol 4 40%
Ampelas 9 90%
H2SO4 5 50%
5
Kontrol 1 10%
Ampelas 9 90%
H2SO4 9 90%
6
Kontrol 3 30%
Ampelas 3 30%
H2SO4 7 70%
VI. Pembahasan
Biji dikatakan dorman apabila dalam keadaan viabel idak mau
berkecambah walaupun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat
bagi perkecambahannya. Dormasi biji dapt disebabkan oleh berbagai faktor,
baik internal berupa kondisi biji itu sendiri maupun eksternal pada masa
pembentukannya seperti suhu dan cahaya. Periode dormasi biji dpat
berlangsung musiman atau dapat juga bertahun-tahun, bergantung kepada
jenis biiji dan tipe dormansinya
Dormasi biji sebenarnya merupakan suatu mekanisme untuk
mempertahankan diri teradap berbagai kondisi lingkungan yang tidak ramah
seperti ketersediaan air yang terbatas, suhu yang tidak terlalu dingin, atau
intensitas cahaya yang terlalu rendah. Mekanisme internal ini antara lain dapt
berupa impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas, embrio yang
rudimenter, adanya inhibitor, rendahnya kandungan zat perangsang tumbuhan
Acara praktikum kali ini adalah “Pematahan Dormansi Biji”. Acara
praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi
pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. Alat-alat yang digunakan
diantaranya yaitu beaker glass, petridish yang digunakan sebagai tempat biji-
biji yang akan diberi perlakuan maupun tidak, serta silet yang digunakan
dalam membersihkan kulit biji asam yang keras. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan diantaranya yaitu 30 biji asam yang akan diberi perlakuan dalam
pematahan dormansi, asam sulfat pekat digunakan untuk memberikan
perlakuan secara kimiawi pada biji asam, kapas sebagai tempat menumbuhkan
biji, serta air yang berguna saat proses perkecambahan.
Langkah-langkah yang harus dikerjakan yaitu mula-mula memilih
30 biji asam dan membaginya dalam 3 kelompok. Kemudian merendam 10
biji dalam asam sulfat selama 15 menit dan kemudian dicuci dengan air. Hal
ini sebagai perlakuan pertama. Selanjutnya untuk perlakuan kedua, pada
bagian yang tidak ada lembaganya dihilangkan kulit biji dengan digosok
menggunakan amplas atau silet sebanyak 10 biji, lalu dicuci dengan air.
Setelah itu menyususun biji-biji di atas petridish yang telah dilapisi kapas
basah dan ditutup dengan kapas basah lagi di atasnya. Untuk menjaga
kelembaban, disiram dengan air secukupnya tiap hari. Lalu sebagai control,
melakukan perkecambahan terhadap 10 biji tanpa perlakuan. Kemudian
mengamati proses terbentuknya radikel yang menandai biji telah berkecambah
dan menghitung prosentase perkecambahannya. Dan menghentikan
pengamatan setelah 2 minggu.
Dalam Proses perkecambahan Pertumbuhan dan perkembangan
telah dimulai sejak biji terkena air. Setelah terjadi proses imbibisi (masuknya
air ke dalam biji), embrio di dalam biji melakukan perbanyakan sel. Pada
tahapan tertentu, sel mengalami proses diferensiasi. Pada tahapan ini, sel-sel
mengalami proses penambahan jenis dan fungsi sel menjadi jelas. Tahap
berikutnya adalah proses pembentukan organ-organ yang disebut
organogenesis.Dengan organogenesis ini, struktur dan fungsi menjadi
semakin lengkap. Proses ini disebut perkembangan atau morfogenesis. Proses
perkecambahan diawali dengan berubahnya struktur embrio biji menjadi
tumbuhan kecil di dalam biji yaitu terlihat daun kecil, calon batang, dan calon
akar.Dua faktor yang memengaruhi perkecambahan yaitu faktor internal (dari
dalam) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan). Faktor internal
meliputi tingkat kemasakan biji, ukuran biji, absorbansi (daya serap biji
terhadap air), dan ada tidaknya zat penghambat. Faktor eksternal meliputi
suhu, O2, dan air. Setelah biji menyerap air (imbibisi), biji membesar
sehingga kulit biji pecah. Secara umum, proses perkecambahan terjadi secara
kimiawi. Dengan masuknya air ke dalam biji, enzim akan bekerja dengan
aktif. Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif dan melepaskan hormon
giberelin (GA). Hormon ini memacu aleuron untuk membuat (mensintesis)
dan mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara lain: enzim α-
amilase, maltase, dan enzim pemecah protein.
Amilase merubah amilum (pati) menjadi maltosa. Maltosa
dihidrolisis oleh maltase menjadi glukosa. Metabolisme glukosa
menghasilkan energi dan atau senyawa-senyawa untuk menyusun struktur
tubuh tumbuhan. Pembentukan energi ini membutuhkan oksigen (O2).
Oleh sebab itu, proses perkecambahan membutuhkan oksigen. Protein
yang ada dipecah menjadi asam amino yang berfungsi menyusun struktur sel
dan enzim-enzim baru. Enzim-enzim di dalam biji dapat bekerja dengan baik
pada suhu tertentu, sedangkan suhu yang tinggi dapat merusak enzim.
Cahaya pada proses perkecambahan dapat memengaruhi
hormon auksin. Hormon ini rusak atau terurai jika terkena intensitas
cahaya yang tinggi. Dengan demikian, pertumbuhan kecambah akan ke
arah datangnya cahaya
Dalam praktikum kali ini terdapat 3 perlakuan yang berbeda yakni
perlakuan mekanis yakni dengan cara menggosok biji dengan menggunakan
amplas,keudian secara kimia dengan memberikan Asam sulfat pekat dan
sebagai control yakni mengggunakan Air biasa.pada kelompok 1 untuk
perlakuan control dengan Air didapatkan 5 biji yang berkecamabah brarti
prosentasenya 50%,untuk perlakuan mekanis dengan amplas didapatkan 10
biji yang berkecambah berarti prosentasenya 100% dan untuk perlakuan
kimia dengan perendaman Asam sulfat didapatkan 8 biji yang berkecambah
brarti prosentasenya 80%.pada kelompok 2 untuk perlakuan control dengan
Air didapatkan 0 biji yang berkecamabah brarti prosentasenya 0%,untuk
perlakuan mekanis dengan amplas didapatkan 10 biji yang berkecambah
berarti prosentasenya 100% dan untuk perlakuan kimia dengan perendaman
Asam sulfat didapatkan 7 biji yang berkecambah brarti prosentasenya 70%.
Pada kelompok 3 untuk perlakuan control dengan Air didapatkan 4 biji yang
berkecamabah brarti prosentasenya 40%,untuk perlakuan mekanis dengan
amplas didapatkan 9 biji yang berkecambah berarti prosentasenya 90% dan
untuk perlakuan kimia dengan perendaman Asam sulfat didapatkan 9 biji yang
berkecambah brarti prosentasenya 90%. Pada kelompok 4 untuk perlakuan
control dengan Air didapatkan 4 biji yang berkecamabah brarti prosentasenya
40%,untuk perlakuan mekanis dengan amplas didapatkan 9 biji yang
berkecambah berarti prosentasenya 90% dan untuk perlakuan kimia dengan
perendaman Asam sulfat didapatkan 5 biji yang berkecambah brarti
prosentasenya 50%. Pada kelompok 5 untuk perlakuan control dengan Air
didapatkan 1 biji yang berkecamabah brarti prosentasenya 10%,untuk
perlakuan mekanis dengan amplas didapatkan 9 biji yang berkecambah
berarti prosentasenya 90% dan untuk perlakuan kimia dengan perendaman
Asam sulfat didapatkan 9 biji yang berkecambah brarti prosentasenya 90%.
Pada kelompok 6 untuk perlakuan control dengan Air didapatkan 3 biji yang
berkecamabah brarti prosentasenya 30%,untuk perlakuan mekanis dengan
amplas didapatkan 3 biji yang berkecambah berarti prosentasenya 30% dan
untuk perlakuan kimia dengan perendaman Asam sulfat didapatkan 7 biji yang
berkecambah brarti prosentasenya 70%.
Sebagian besar dari data tersebut untuk perlakuan yang control
menggunakan Air tidak lebih dari 50% yang berkecambah,bahkan unuk
kelompok 2 tidak Ada satupun biji yang mengalami perkecambahan hal ini
dapat terjadi karna berbagai factor misalnya faktor dalam yang meliputi: ada
tidak/ rusa tidaknya embrio, tingkat kemasakan benih, ukuran benih,
dormansi, dan penghambat perkecambahan serta faktor luar yang meliputi: air,
temperatur, oksigen, cahaya dan kerusakan akibat jasad pengganggu atau
dapat disebabkan Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang
disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit
keluar masuknya air ke dalam benih. Respirasi yang tertukar, karena adanya
membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga
pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya
proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Dapat
juga disebabkan karna Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan
embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan
embrio.
Sebagian besar untuk perlakuan mekanis dengan pengamplasan biji
lebih dari 80 % mengalami perkecambahan hal ini dapat terjadi karna kulit biji
yang memiiki kulit yang tebal tersebut diamplas lalu Air dapat masuk dam
terjadi proses perkecambahan .menurut literature Penyebab Benih Dormansi
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah Impermeabilitas kulit biji terhadap
air dimana benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut
sebagai "Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya
terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di
permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan
bahan kutikula; Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio,
disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika
kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera; Permeabilitas
yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas pada dormansi ini, perkecambahan
akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih
ditambah.Hal ini dapat ditemukan pada sejumlah famili tanaman dimana
beberapa speciesnya mempunyai kuilit biji yang keras, antara lain:
Leguminosae, Malvaceae, Cannaceae, Geraniaceae, Chenopodaceae,
Convolvulaceae, Solanaceae dan Liliaceae. Di sini pengambilan air terhalang
kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula. Masuknya biji diatur oleh suatu
pintu kecil pada kulit biji, yang ditutupi dengan sumbat serupa gabus yang
terdiri dari suberin. Apabila sumbat gabus diambil atau dikendorkan sehingga
lebih permeabel terhadap air atau gas lalu air dapat masuk ke dalam biji
sehingga terjadi proses perkecambahan.
Sebagian besar untuk perlakuan kimia dengan perendaman Asam
sulfat lebih dari 70 % mengalami perkecambahan.perlakuan pemberian Asam
sulfat ini bertujuan menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada
waktu proses imbibisi. Dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi
lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
VII. Penutup
7.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik yaitu bahwa dari hasil
pengujian pematahan dormansi menggunakan biji asam sangat baik
dilakukan dengan metode pengamplasan benih karena benih yang
berkecambah dengan metode ini paling tinggi dibanding dengan perlakuan
lainnya. Sedangkan perlakuan menggunakan asam sulfat juga baik namun
yang terbaik dengan perlakuan ampelas. Dormansi benih merupakan benih
yang menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun
gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik
untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang
sesuai. Benih tersebut membutuhkan waktu untuk tumbuh di lapang.
Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa metode sesuai dengan
peristiwa dormansi. Untuk dormansi fisik, metode pematahannya dapat
dilakukan dengan cara skarifikasi. Dormansi fisiologis lebih efektif
dipatahkan dengan metode stratifikasi atau penyimpanan kering. Pematahan
dormansi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pemotongan,
pengamplasan, perendaman dalam larutan kimia, dan perendaman dengan
air panas. Cara pematahan dormansi bermacam-macam secara mekanis fisik,
perandaman dengan larutan dan sebagainy namun pada praktikum ini
digunakan empat perlakuan yaitu dengan perlakuaan larutan air panas,
etanol, dan perlakuan ampelas.
7.2 saran
Sebaiknya pada saat praktikum praktikan membaca literature selain
modul untuk menambah pengetahuan tentang Dormansi biji
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2003. BIOLOGI Edisi Kelima Jilid II. Jakarta; Erlangga.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Hafizah,Nur.2013.Pematahan dormansi benih aren (Arenga pinnata Merr)
dengan pengasahan biji dan berbagai konsentrasi asam sulfat. Media
SainS, Volume 6 Nomor 2, Oktober 2013 ISSN 2085-3548.
Husain,Indriati &Tuiyo,Rully.2012. Pematahan Dormansi Benih Kemiri
(Aleurites moluccana, L. Willd) yang Direndam dengan Zat Pengatur
Tumbuh Organik Basmingro dan Pengaruhnya terhadap Viabilitas
Benih. JATT Vol. 1 No. 2, Agustus 2012: 95-100 ISSN 2252-3774.
Kaufman, P. B., J. Labavitch, A. A. Prouty, dan N. S. Ghosheh. 1975.
Laboratory Experiment in Plant Physiology. New York: Macmillan
Publishing Co., Inc.
Latunra, A. Ilham. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar:
Jurusan Biologi Faklutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin.
Manurung,Desy .et,all.2013 pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap viabilitas Benih aren (Arenga pinnata Merr.). Jurnal Online
Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337- 6597.
Prawinata, W.2011. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung : ITB.
Salisbury, F. B dan Ross, C. W.2010. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung: ITB.
Sasmitaharja.2011. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi PMIPA ITB. Bandung.
Subowo.2009. Biologi Sel. Bandung : Angkasa.
Sutarmi, S., Harra, S., Sudiarto, A. 2009.Botani umum 2. Bandung: Angkasa.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
“PEMATAHAN DORMANSI BIJI”
OLEH
RUMBI RIZKY FAUZIAH
120210103113
B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014