Dukungan Sosial bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi (Studi Kasus pada 3 Siswa ABK di SDN Depok Baru 8)
Elsya Yolanda1, Anggraeni Notosrijoedono2
1. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected], [email protected]
Abstrak
Skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk dukungan sosial, faktor yang mendukung serta menghambat pemberian dukungan sosial bagi ABK di SDN Depok Baru 8. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan design studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama menjalani pendidikan di SDN Depok Baru 8, ABK mendapatkan dukungan sosial dari guru, pendamping dan teman sebaya. Bentuk dukungan sosial yang diterima meliputi dukungan sosial emosional, pengharagaan, instrumental, dan informatif. Selain itu terdapat pula faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pemberian dukungan tersebut.
Kata Kunci : Dukungan Sosial; Anak Berkebutuhan Khusus; ABK; Sekolah Inklusi
Social Support for Children with Special Needs in Inclusion (Case Study of 3 Students with Special Needs in SDN Depok Baru 8)
Abstract
These thesis aims to describe the types of social support, the factors that support and inhibit the provision of social support for children with special needs in SDN Depok Baru 8. This is a qualitative research with study case design. The results show that during their education in SDN Depok Baru 8, children with special needs get social support from teachers, shadows and peers. Types of social support received is emotional social support, esteem, instrumental, and informative. Addition there are alse factors that support and inhibit to the provision of social support.
Keyword : Social Support; Children with Special Needs; ABK; Inclusive
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
Pendahuluan
ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) merupakan anak yang secara signifikan berbeda
dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiannya. Mereka yang secara fisik,
psikologi, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan
potensinya secara maksimal, meliputi gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental,
gangguan emosional. Anak-anak berbakat dengan intelegensi tinggi juga dapat dikategorikan
sebagai anak berkebutuhan khusus/luar biasa, karena membutuhkan pelayanan yang terlatih
dari tenaga profesional (Suran & Rizzo dalam Mangunsong, 2009:3). Fasli Jalal menjelaskan
bahwa keberadaan ABK di Indonesia tidak dapat diabaikan, mengingat jumlah mereka yang
meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir karena semakin mudahnya untuk menemukan
anak-anak dengan gangguan tumbuh kembang baik secara fisik, intelektual, emosi maupun
sosial ditengah masyarakat saat membuka acara Parenting Education dalam rangka HAN
(Hari Anak Nasional) 2013 (Giewahyudi, 2011).
Data BPS (Biro Pusat Statistik) 2011 mencatat jumlah ABK di Indonesia sebanyak 1,5
juta anak. Jumlah tersebut telah mencapai 0,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia,
dimana artinya dalam 1.000 penduduk terdapat 7 ABK (Giewahyudi, 2011). Sedangkan data
Kemdiknas (Kementerian Pendidikan Nasional) tahun 2011 mencatat jumlah ABK sebanyak
356.192 anak dan hanya 85.645 atau sekitar 41% anak yang telah mendapat layanan
pendidikan di SLB (Sekolah Luar Biasa), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) dan sekolah
terpadu. Sisanya sebanyak 270.547 anak atau sekitar 59% ABK di Indonesia masih belum
mendapatkan layanan pendidikan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari ABK belum
dapat menikmati pendidikan seperti anak lainnya, alasan pertama adalah terbatasnya jumlah
institusi pendidikan yang bersedia menerima ABK. Apabila ada, sekolah tersebut berada di
Ibu Kota Kabupaten, sehingga ABK yang memiliki orangtua dengan ekonomi lemah terpaksa
tidak bersekolah. Alasan lainnya adalah apabila ada sekolah yang bersedia menerima ABK,
biasanya sekolah tersebut tidak memiliki staff pengajar khusus sehingga ABK beresiko untuk
tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah (Direktorat PLB :2007).
Menyikapi hal tersebut, maka pelaksanaan pendidikan pada saat ini berdasarkan
pemikiran bahwa dalam pemberian pendidikan tidak dilakukan secara diskriminatif.
Educational For All (EFA) yang diselenggarakan di Jomtien, Thailand pada tahun 1990 yang
diikuti dengan Deklarasi Samalanca tahun 1994 memperkenalkan Sekolah Inklusi sebagai
perkembangan terkini dari model pendidikan bagi ABK. Di Indonesia, melalui Permen
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
(Peraturan Menteri) No.70 tahun 2009 negara juga telah menjamin pelaksanaan pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/bakat
istimewa oleh Permendiknas (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional). Definisi Sekolah
Inklusi menurut Permen No.70 tahun 2009 pasal 1 adalah sistem penyelenggaraan pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
Salah satu sekolah yang telah melaksanakan pendidikan bermodel Inklusi adalah SDN
Depok Baru 8. SDN Depok Baru 8 telah melaksanakan pendidikan bermodel inklusi
semenjak tahun 2002, namun sekolah ini baru diresmikan sebagai Sekolah Inklusi pada
Desember 2012 seiring pendeklarasian Kota Depok sebagai Kota penyelenggara Inklusi. SDN
Depok Baru 8 merupakan sekolah pertama atau piloting yang melaksanakan pendidikan
bermodel Inklusi untuk Sekolah Dasar Negeri di Kota Depok. Setelah diresmikan menjadi
Sekolah Inklusi semenjak tahun 2012, SDN Depok Baru 8 telah berhasil menamatkan 17
orang siswa berkebutuhan khusus dan mereka berhasil diterima di beberapa SMP Negeri
maupun Inklusi di berbagai tempat. Disamping itu, SDN Depok Baru 8 juga
mengikutsertakan siswa-siswi yang berkebutuhan khusus ke berbagai kegiatan dan
perlombaan di tingkat sekolah maupun kota, seperti perlombaan baju tradisional tingkat SD
se-kota Depok, perlombaan sepak bola se-kota Depok serta partisipasi sekolah dalam
memperingati hari autisme sedunia.
Dalam menjalani pendidikan, sama seperti anak-anak lainnya ABK juga mengalami
berbagai macam masalah, seperti masalah psikologi, sosial, emosional dan lainnya. Dalam
proses pembelajaran, anak yang mengalami keterbatasan dalam pertumbuhan, perkembangan
baik fisik, inderawi, intelektual, sosial, emosional seringkali mengalami hambatan dalam
proses belajarnya (Mangunsong, 2009). Hal tersebut rentan mempengaruhi psikologis anak,
dimana perasaan berbeda dengan anak lainnya cenderung menimbulkan perasaan kurang
percaya diri (Budiman, 2012). Hal ini diperkuat dengan hasil observasi awal yang dilakukan
di SDN Depok Baru 8 pada salah seorang anak yang dimasukan dalam klasifikasi Slow
Leaner. Keterbatasannya dalam segi akademis, membuat anak merasa malu dan tidak percaya
diri dalam mengikuti pelajaran, sehingga anak kerap menangis selama berada di sekolah.
Untuk dapat melewati hal tersebut, ABK membutuhkan bantuan serta dukungan dari
lingkungan sosial mereka agar mampu berpartisipasi penuh dan berkembang secara optimal.
Kebutuhan untuk mendapatkan dukungan dari lingkungan bagi setiap individu merupakan hal
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
yang sangat mutlak dibutuhkan, begitupun bagi ABK. Hal ini tidak terlepas dari fitrah
manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Salah satu
bentuk hubungan tersebut adalah dukungan sosial yang diterima individu dalam menjalani
peristiwa dalam kesehariannya. Sarafino (2002) menjelaskan dukungan sosial merupakan
kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang
diterimanya individu dari orang lain ataupun dari kelompok yang membuat penerima
dukungan merasa diterima dan dihargai sehingga akan membawa pengaruh yang baik bagi
mereka.
Kaplan, dkk (1993:142) menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat berperan sebagai
pelindung dari serangan penyakit, sehingga pemberian dukungan bagi ABK dapat
mengurangi beban yang timbul akibat keterbatasan yang mereka alami. Disamping itu
dukungan sosial juga bermanfaat pada kesejahteraan seseorang, tidak peduli berapa banyak
masalah atau stress yang dialami oleh individu (Smet,1994). Dukungan sosial yang diberikan
juga mampu memperbaiki kondisi psikologi anak, dimana ABK sangat rentan mengalami
gangguan ini akibat dampak dari kondisi biologisnya yang menyebabkan psikologis anak
tertekan. Seperti yang dijelaskan oleh (Wallen dan Lachman dalam Sodrow, 2001) yang
menyatakan bahwa dukungan sosial dapat memperbaiki kondisi psikologis seseorang, baik
pria maupun wanita
Terdapat hal yang menarik terkait dukungan sosial yang diberikan kepada ABK di
SDN Depok Baru 8. Hal ini dapat dilihat dari sumber pemberi dukungan yaitu pendamping.
Pendamping di sekolah ini bersifat independent, artinya, pendamping bukanlah merupakan
bagian yang menjadi fasilitas pelayanan yang disediakan dari sekolah. Pendamping ABK
berasal dari orangtua atau orang yang dipercaya orangtua untuk mendampingi ABK selama
berada di sekolah. Pendamping dalam hal ini dibutuhkan untuk memastikan partisipasi dari
anak, bukan bertindak sebagai asisten. Walaupun pendamping bukan merupakan fasilitas dari
sekolah, namun pendamping memberikan bantuan kepada anak dalam menjalankan proses
belajar sehingga menjadikan pendamping menjadi salah satu sumber dalam pemberian
dukungan sosial bagi ABK di SDN Depok Baru 8.
Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan pendidikan di
Sekolah Inklusi bukan merupakan hal yang mudah bagi ABK. Berdasarkan permasalahan,
maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana bentuk-bentuk dukungan sosial yang diberikan bagi ABK di SDN
Depok Baru 8?
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pemberian dukungan sosial
bagi ABK di SDN Depok Baru 8?
Tinjauan Teoritis
Teori dan konsep yang digunakan dalam analisis penelitian ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu: 1). Teori Anak Berkebutuhan Khusus, 2). Teori Sekolah Inklusi 3). Teori Dukungan
Sosial.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang dalam proses
perkembangannya secara signifikan (bermakna) mengalamai kelainan atau penyimpangan
(fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Direktorat PLB, 2004:2).
Didalam buku Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) Tahun 2007 dan
Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional Pendidikan yang mengelompokan ABK dalam 11 kelompok, yaitu:
1).Tuna Netra, 2). Tuna Rungu, 3). Tuna Grahita : (a.l. Down Syndrome), 4). Tuna Grahita
Ringan (IQ = 50-70), 5). Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50), 6). Tuna Grahita Berat (IQ 125)
7). Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis,
Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik), 8). Lambat Belajar (IQ=70–90),
10). Autis, 11). Korban Penyalahgunaan Narkoba, 12). Indigo.
Sekolah Inklusi merupakan model pendidikan yang ditujukan bagi ABK agar dapat
menikmati pendidikan di sekolah umum seperti anak lainnya. Dalam pelaksanaannya,
Direktorat PSLB (Pembinaan Sekolah Luar Biasa) 2007 mengeluarkan pedoman pelaksanaan
bagi sekolah-sekolah yang melaksanakan pendidikan bermodel inklusi. Dalam pedoman
dijelaskan mengenai model kurikulum yang dapat digunakan terdiri dari: a. Model kurikulum
reguler, b. Model kurikulum reguler dan modifikasi, c. Model kurikulum PPI. Sistem
kenaikan kelas dan laporan hasil belajar bagi Sekolah Inklusi juga diatur oleh direktorat
PSLB, dimana dalam sistem kenaikan kelas Sekolah yang menggunakan model kurikulum
reguler penuh, sistem kenaikan kelasnya menggunakan acuan yang berlaku pada sekolah
reguler penuh yang sedang berlaku. Sedangkan bagi sekolah yang menggunakan model
kurikulum reguler yang dimodifikasi, maka sistem kenaikan kelasnya dapat menggunakan
acuan pada usia kronologis atau menggunakan sistem kenaikan kelas reguler.
Gottlieb (1983:28) mendefinisian dukungan sosial seperti berikut “ Social support
consist of the verbal and/or non-verbal information or advice, tangible aid, or action that is
profferd by social intimates or inffered by their presence and has benefical emotional or
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
behavioral affect on the recipient.” (Dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi verbal
ataupun non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-
orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran
dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh terhadap tingkah
laku penerimanya).
Dukungan sosial dapat diperoleh oleh individu dari interaksi yang dilakukakan
individu dengan orang lain. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-
sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu: a. Sumber dukungan sosial yang berasal
dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan
mendukungnya, seperti : keluarga dekat, pasangan, atau teman dekat, b. Sumber dukungan
sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung
mengalami perubahan sesuai dengan waktu. c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari
individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat
berubah. Sedangkan Rook & Dooley (1985) membagi sumber dukungan sosial menjadi dua
sumber, yakni sumber artifisial yang merupakan dukungan yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang dan sumber natural, yakni sumber dukungan yang diterima
seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang
yang berasa disekitarnya. Besar kecilnya dukungan yang diterima seseorang ditentukan oleh
hubungan yang terjalin diantara individu. Hal ini dijelaskan oleh Orford dalam Sarafino
(2002) yang menyatakan bahwa sumber dukungan sosial terbesar dapat berasal dari orang
yang berarti (significant others) dan memiliki hubungan dan kedekatan emosional dengan
penerima, seperti pasangan hidup apabila telah menikah, kekasih, sahabat ataupun rekan
kerja.
Terdapat beberapa bentuk dukungan sosial menurut beberapa ahli, House (dalam Smet
1994:136) menjelaskan 4 kategori utama dari dukungan sosial, yakni: a. Dukungan Emosional
mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap individu yang
diberikan dukungan. Dukungan ini umumnya berasal dari keluarga dan teman-teman dekat
dan merupakan bentuk yang paling umum dalam pemberian dukungan sosial, b. Dukungan
penghargaan diberikan melalui ungkapan hormat (penghargaan) yang positif bagi penerima
dukungan. Pemberian dukungan ini dapat menambah kepercayaan diri penerima dukungan
karena memberikan ungkapan seperti dorongan untuk maju atau mengetujui ungkapan atau
saran individu dan ungkapan dalam memberikan perbandingan yang baik mengenai hal
dilakukan individu dengan orang lain, c. Dukungan Instrumental adalah bentuk langsung yang
paling nyata dari dukungan sosial, meliputi bantuan dalam bentuk uang, waktu, layanan dan
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
intervensi eksplisit lain atas nama orang tersebut, d. Dukungan informational mencakup
pemberian nasihat, saran atau petunjuk yang membantu orang untuk merespon tuntutan
pribadi atau situasional.
Dalam pemberian dukungan sosial terdapat hal-hal yang mempengaruhi pemberian
dukungan bagi tiap individu. Pemberian dukungan yang sama dapat di terima secara berbeda
bagi setiap individu. Sarafino (2002) menyatakan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan atau tidak: a. Faktor dari
penerima dukungan (recipient), dimana sebagian orang terkadang tidak cukup asertif untuk
memahami bahwa dirinya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa dia seharusnya
dapat bersikap mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau tidak merasa nyaman saat
seseorang menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta bantuan sehingga ia
tidak mendapatkan dukungan. b. Faktor pemberi dukungan (providers), dimana seseorang
terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain dikarenakan dirinya sendiri
tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stress, atau
tengah menolong dirinya sendiri atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak
menyadari bahwa orang lain membutuhkan bantuan dan pertolongan dari dirinya.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di SDN Depok Baru 8 yang bertempat di Jl.Mawar
Raya Depok Baru, Pancoran, Depok. Lokasi ini dipilih karena SDN Depok Baru 8 merupakan
SD pertama yang melaksanakan pendidikan bermodel Inklusi di Kota Depok. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menurut Creswell
(2013:4) merupakan salah satu prosedur penelitian untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang diperoleh dari individu atau sekolompok orang yang diangkat dari masalah sosial
atau kemanusian. Dalam penelitian ini dilakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan,
mengumpulkan data yang spesifik dari informan, menganalisis data secara induktif mulai dari
tema khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan makna data. Berdasarkan tujuan
penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
(study case). Menurut Creswell (2013:20) studi kasus merupakan strategi penelitian dimana
didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,
atau sekelompok individual.
Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling. Pusposive
Sampling merupakan metode sampling yang digunakan pada situasi yang bersifat unik,
dimana dalam teknik ini siapa yang akan menjadi sampel ditentukan sesuai dengan maksud
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
dan tujuan penelitian (Neuman, 2006:222). Berikut ini adalah karakteristik ABK yang dipilih
menjadi objek dalam penelitian ini adalah:
a. Minimal telah bersekolah di SD Depok Baru 8 selama 3 tahun
b. Anak berada di rentang usia 9-12 tahun, karena pada usia tersebut anak baru
berpindah dari masa kanak-kanak tengah ke masa kanak-kanak akhir, mereka
mengarahkan energi untuk penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
Erickson (dalam Santrock, 2007:46). Dalam memasuki masa transisi, dukungan dari
orang-orang yang ada disekitarnya akan sangat berpengaruh kepada anak.
c. ABK yang masih didampingi oleh pendamping, dengan alasan bahwa anak yang
didampingi mempunyai keterbatasan yang masih harus dibantu oleh orang lain
dalam menjalani pendidikan di sekolah Inklusi sehingga bentuk dukungan yang
diberikan kepada mereka tentu lebih besar daripada anak yang tidak didampingi
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan diatas, terpilihlah tiga ABK dari
keseluruhan total 13 ABK yang berada di rentang usia 9-12 Tahun. Dimana dua dari tiga
ABK dimasukan kedalam klasifikasi autis dan satu orang dimasukan dalam klasifikasi
tunadaksa. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah informan yang berhubungan
atau berinteraksi langsung serta secara akurat dan memberikan dukungan sosial langsung
kepada ABK. Untuk memperjelas mengenai informan dan informasi yang ingin diperoleh,
maka hal ini terangkum dalam theoritical sampling di bawah ini:
Tabel 1 Kerangka Informan
No Informan Informasi yang diingin diperoleh Jumlah
1. Wali Kelas 1. Perkembangan anak selama di sekolah. 2. Bentuk-bentuk dukungan sosial. 3. Faktor penghambat dan pendukung dalam memberikan
dukungan sosial
1
2. Pendamping 1. Bentuk-bentuk dukungan sosial. 2. Faktor penghambat dan pendukung dalam memberikan
dukungan sosial
3
3. Teman sebaya 1. Bentuk-bentuk dukungan sosial. 2. Faktor penghambat dan pendukung dalam memberikan
dukungan sosial
2
4. Kepala Sekolah
1. Upaya pemberian dukungan dari Sekolah 2. Faktor penghambat dan pendukung dalam memberikan
dukungan sosial
1
Jumlah Informan 7
Sumber: Olahan Penelitian
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Sekolah Inklusi di SDN Depok Baru 8
Sebagai bentuk tanggung jawab dan keseriusan dalam mendukung terlaksananya
pendidikan Inklusi, dalam pelaksanaannya SDN Depok Baru 8 mempunyai beberapa
kebijakan khusus dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar bagi ABK di SDN Depok
Baru 8. Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan lapangan, dimana sekolah melakukan
modifikasi pada strategi pembelajaran dan penilaian bagi siswa berkebutuhan khusus. Dalam
hal modifikasi pada strategi pembelajaran, sekolah memberikan otoritas kepada guru yang
mengajar dalam mengembangkan kurikulum umum sesuai dengan kebutuhan masing-masing
anak. Merujuk kepada model pengembangan kurikulum yang dikeluarkan oleh Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009, maka model pengembangan
kurikulum yang berlaku di SDN Depok Baru 8 dimasukan kedalam model kurikulum reguler
yang dimodifikasi. Namun dalam pelaksanaan model pengembangan kurikulum ini, SDN
Depok Baru mempunyai kekurangan dimana SDN Depok Baru 8 belum mempunyai PPI
(Pedoman Pembelajaran Individual) bagi setiap ABK.
Apabila di sekolah umum berlaku sistem tinggal kelas, maka hal ini tidak berlaku bagi
ABK yang berada di SDN Depok Baru 8. Hal ini dikarenakan bahwa pada dasarnya dalam
pendidikan Inklusi, sekolah memberikan peluang bagi ABK untuk belajar bersama dengan
anak reguler lainnya bukan hanya untuk mengejar pencapaian akademis semata, melainkan
lebih jauh lagi menekankan kepada bagaimana seorang anak yang mengalami disfungsi sosial
dapat belajar untuk untuk hidup bersama dengan lingkungan yang berbeda dengan mereka
sehingga kedepannya anak-anak ini mampu berperan serta dalam masyarakat. Disamping
akademis, sekolah juga sangat memperhatikan penilaian non-akademis anak, meliputi
penilaian berdasarkan konsentrasi, emosi, motivasi belajar, perkembangan anak dalam
bersosialisasi dan perkembangan motorik halus. Sistem kenaikan kelas di sekolah ini juga
memperhatikan faktor usia sehingga dalam menjalani pendidikan yang lebih tinggi
kedepannya, ABK tidak mengalami perbedaan usia dengan anak reguler lain saat berada di
sekolah, dengan alasan dapat melindungi kondisi psikologis ABK, dimana jika sekolah
menerapkan sistem tinggal kelas, maka ini akan membuat kebanyakan ABK tidak dapat
berhasil mengikuti pendidikan di sekolah reguler sehingga mereka cenderung selalu tinggal
kelas dan akan berpengaruh buruk kepada psikologi anak. Hal ini sejalan dengan Peraturan
Direktorat PLB 2007 mengenai sistem kenaiakan kelas yang dilaksanakan oleh Sekolah
Inklusi point ke dua, dimana dalam pelaksanaannya sekolah menggunakan alternatif pertama
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
dalam penentuan sistem kenaikan kelas pada ABK yaitu pertimbangan usia kronologis pada
anak. Berbagai upaya dilakukan SDN Depok Baru 8 untuk mendukung terlaksananya peluang
pendidikan yang baik bagi ABK, dimana salah satunya dilakukan dengan penyamaan sistem
sekolah berdasarkan aturan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat PLB dalam
penyelenggaraan Sekolah Inkusi. Dalam pelaksaannya masih terdapat beberapa kekurangan
bagi SDN Depok Baru 8, dimana SDN Depok Baru 8 belum menerapkan sistem PPI
(Program Pembelajan Individual) bagi setiap ABK di sekolah tersebut.
B. Dukungan sosial
Dalam pelaksanaannya, dukungan sosial dapat diberikan oleh siapa saja, dimana
orang-orang yang memberikan dukungan kepada individu disebut dengan sumber dukungan
sosial. Hasil temuan lapangan menggambarkan bahwa selama berada di sekolah berdasarkan
teori Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) dapat disimpulkan sumber dukungan bagi
ABK di SDN Depok Baru 8 berasal dari dua sumber, yaitu sumber dukungan tipe pertama
dan sumber dukungan tipe kedua. Sumber dukungan tipe pertama berasal dari pendamping,
dimana dijelaskan bahwa sumber dukungan tipe ini berasal dari orang yang selalu ada bagi
anak, selalu bersama dan mendukungnya. Dalam hal ini pendamping selama berada di
sekolah dapat dikatakan selalu mendampingi dan selalu memberikan dukungan serta bantuan
kepada anak saat berada di sekolah. Sedangkan sumber dukungan yang berasal dari guru dan
teman sebaya di masukan dalam sumber dukungan tipe kedua, dimana dijelaskan dalam teori
bahwa dukungan ini berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan
cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Dan apabila merujuk pada sumber
dukungan yang dikemukakan oleh Rook dan Doley (1985) yang membagi sumber dukungan
menjadi dua, yaitu sumber dukungan artifisal dan natural, maka dalam menjalani pendidikan
di SDN Depok Baru 8, ABK mendapat kedua sumber dukungan tersebut. Sumber dukungan
artifisal merupakan dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang,
dalam hal ini guru dan pendamping dimasukan kedalam sumber dukungan ini, dimana
merupakan individu yang secara sengaja disediakan untuk membantu anak dalam menjalani
pendidikan selama berada di sekolah. Di samping itu ABK selama berada di sekolah juga
mendapatkan dukungan dari teman sebaya yang dapat digolongkan ke dalam sumber
dukungan natural, dimana sumber dukungan ini diterima melalui interaksi sosial dalam
kehidupannya secara spontan dengan orang yang berada disekitarnya.
Hasil temuan lapangan juga menggambarkan dalam pemberian dukungan sosial
terdapat peran yang menonjol dari salah satu sumber pemberi dukungan, yaitu pendamping.
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
Hal ini dapat dilihat dengan ketersediaan pendamping yang selalu ada bagi anak sehingga
membuat pendamping menjadi orang yang paling sering memberikan bantuan dan dukungan
ketika mereka membutuhkannya. Keberadaan pendamping yang selalu menemani anak
selama berada di sekolah juga membuat kerekatan antara anak dan pendamping menjadi
semakin dekat baik dari segi hubungan dan juga emosional. Sehingga berdasarkan temuan ini,
maka dalam pemberian dukungan sosial terbesar (significant others) bagi ketiga ABK di
dapatkan dari pendamping. Orford dalam Sarafino (2002) yang menyatakan bahwa sumber
dukungan sosial terbesar dapat berasal dari orang yang berarti (significant others) dan
memiliki hubungan dan kedekatan emosional dengan penerima.
House dalam Smet menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam
kedalam 4 bentuk dukungan, antara lain: bentuk dukungan sosial emosional, dukungan sosial
penghargaaan, dukungan sosial instrumental dan dukungan sosial informatif. Berdasarkan
hasil temuan lapangan diperoleh bahwa ABK mendapatkan ke empat bentuk dukungan sesuai
dengan penjelasan oleh Smet di SDN Depok Baru 8. Temuan lapangan juga menggambarkan
bahwa terdapat perbedaan berdasarkan cara-cara yang di lakukan oleh masing-masing sumber
dukungan dalam memberikan dukungan kepada ABK. Cara yang digunakan dalam pemberian
dukungan didasarkan kepada keterbatasan dan kebutuhan masing-masing dalam menerima
dukungan.
B.1 Dukungan Sosial Emosional
Bentuk dukungan sosial pertama yang diberikan kepada ABK di SD Negeri 08 Depok
Baru adalah dukungan sosial emosional. Bentuk dukungan ini diberikan oleh wali kelas
dengan cara menanyakan kabar atau melakukan ice-breaking sebelum pelajaran dimulai. Hal
ini dilakukan agar suasana kelas menjadi lebih hidup dan membuat anak nyaman berada di
dalam kelas. “ Iya, kalau saya kan sudah tau konsep ABK ya. Jadi pada saat masuk kelas saya
biasanya intermezo dulu lah ya kayak sharing-sharing dulu, cerita-cerita, menanyakan kabar,
seperti ungkapan bagaimana kabarnya? Kalian sehat gak hari ini? Siapa yang sakit?..”(ST,
Wali Kelas, 10/04/2014). Disamping itu Wali Kelas juga memberikan dukungan emosional
dengan cara berempati terhadap keterbatasan yang dimiliki oleh anak dengan beberapa cara,
yaitu dengan cara pemberian soal latihan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing anak. Cara lain dilakukan dengan mengatur posisi duduk anak yang dimasukan
kedalam klasifiaksi autis berdekatan dengan guru agar dapat maksimal dalam menerima
pelajaran dan memudahkan guru untuk mengontrol anak. Tindakan ini dilakukan karena
gejala yang dialami oleh anak autis, dimana mereka memiliki hipersensitif pada suara dan
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
rentang konsentrasi pendek dengan anak reguler lainnya sehingga berbagai stimulasi sensorik
yang datang sering membuat anak stress.
“ .... seperti kondisi FR dimana dia tidak suka akan kebisingan dan suara yang keras,
dengan kondisi yang seperti itu saya memindahkan tempat duduknya di sebelah
bangku saya. Kalau di dudukin sama anak-anak yang lain kadangkan mereka suka
ribut gitu, makanya saya mengatur posisi duduknya di samping meja saya sehingga
ketidaknyamanan dia dalam mendengarkan suara yang keras bisa diminimalisir dan
saya pun dalam mengontrolnya gak susah..” (ST, Wali Kelas, 14/04/2014)
Dukungan emosional diberikan kepada seseorang dengan cara menentramkan atau
menenangkan orang tersebut bahwa ada yang peduli dengannya. Untuk itu dibutuhkan
dukungan emosional berupa kehangatan dari orang lain yang dapat membuat seseorang yang
berada di bawah stress dapat merasakan keadaan yang lebih baik. Bentuk dukungan inilah
yang diberikan kepada ketiga ABK, dimana saat berada dalam kondisi marah, maka anak
dibawa keruang terapi untuk kembali menentramkan dan menenangkan emosi anak.
Sedangkan dalam memberikan kehangatan kepada ketiga ABK, hasil temuan menunjukan
terdapat kesamaan cara yang digunakan untuk menunjukannya yaitu melalui kontak fisik
(sentuhan, pegangan dan pelukan), namun perbedaannya terdapatkan pada waktu atau situasi
dalam pemberian dukungan ini. Bagi anak autis yang memiliki gejala sering tidak memahami
perkataan yang diungkapkan kepada mereka, maka bentuk dukungan emosional melalui
kontak fisik, seperti sentuhan, pelukan dan genggaman diberikan untuk menunjukan rasa
sayang kepada mereka. Bentuk perhatian ini dianggap lebih dapat diterima oleh anak dengan
klasifikasi autis daripada memberikan perhatian dengan menggunakan verbal. Bentuk
kehangatan melalui kontak fisik, seperti pelukan juga diberikan ketika anak berada dalam
kondisi atau keadaan marah sehingga pemberian dukungan ini menciptakan keadaan dan
perasaan yang lebih baik pada anak .
Hasil temuan lapangan mengenai bentuk dukungan emosional yang diberikan melalui
perhatian, pelukan, sentuhan serta pemberian motivasi mampu mempengaruhi kemampuan
pengendalian emosi pada anak. Bentuk dukungan ini membuat anak merasa diperhatikan dan
menciptakan perasaan nyaman dan aman, terutama saat diberikan sentuhan dan pelukan.
Sebagai penerima dukungan anak juga merasakan hal yang sama, dimana bentuk perhatian
yang diberikan dipersepsikan sebagai bentuk rasa sayang seseorang kepadanya “ Berarti tante
sayang sama aku, aku juga sayang sama tante. Gak mau kalau tante pergi maunya ada tante
kalau aku lagi disekolah” (TA, ABK, 02/06/2014). Sesuai dengan penjelasan Sarafino yang
menyebutkan bahwa dukungan sosial emosional akan menyebabkan penerima dukungan
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres,
memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta
B.2 Dukungan Sosial Penghargaan
Bentuk dukungan kedua yang diberikan kepada ABK di SDN Depok Baru 8 adalah
bentuk dukungan sosial penghargaan. Menurut House dukungan ini diberikan dengan
ungkapan positif bagi penerima dukungan, dorongan untuk maju, mengetujui ungkapan atau
saran individu dan ungkapan dalam memberikan perbandingan yang baik mengenai hal
dilakukan individu dengan orang lain. Bentuk penghargaan yang diberikan oleh sekolah
kepada ABK adalah dengan mengikutsertakan dan menampilkan ABK pada acara-acara yang
diselenggarakan sekolah, seperti perayaan hari kartini dan perpisahan sekolah. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak dan menanamkan sikap pada diri
mereka bahwa mereka sama dengan anak lainnya yang mempunyai kemampuan dan bisa
menampilkan apa yang mereka miliki.
Horse (dalam Smet, 1994) mengungkapkan bahwa dukungan penghargaan muncul
dari pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan, keterampilan dan prestasi yang
dimiliki seseorang. Hal inilah yang dilakukan pemberi dukungan kepada ketiga ABK. Dalam
pemberian dukungan berupa pujian terdapat perbedaan cara berdasarkan kecacatan yang
dimiliki. Bagi anak autis cenderung pasif apabila diberi ungkapan verbal, maka ungkapan
pujian tetap diberikan namun dengan menggunakan strategi khusus sesuai dengan ketertarikan
masing-masing anak di berbagai bidang, salah satunya dengan melontarkan pujian dengan
menggunakan Bahasa Inggris bagi anak yang mempunyai ketertarikan lebih di mata pelajaran
Bahasa Inggris. Saat memberikan pujian biasanya juga dilakukan dengan menepukan tangan
antara kedua belah pihak atau yang dikenal dengan “tos”.
House (1994) mengungkapkan bahwa dukungan penghargaan dapat menambah
kepercayaan diri penerima dukungan karena memberikan ungkapan seperti dorongan untuk
maju atau mengetujui ungkapan atau saran individu dan ungkapan dalam memberikan
perbandingan yang baik mengenai hal dilakukan individu dengan orang lain. Dukungan ini
juga didapatkan oleh anak melalaui perbandingan positif dengan teman yang lainnya untuk
memberikan keyakinan bahwa dia dapat mengerjakan sesuatu lebih baik dari pada temannya.
Hasil temuan lapangan juga memperlihatkan dukungan penghargaan juga diberikan melalui
ungkapan setuju terhadap ide atau pendapat yang dikemukakan oleh anak.
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
“ Saya mencoba memberikan pengharaanlah ya kepada usulan mereka dengan
ungkapan oh bagus itu, maunya kamu jadi apa atau jalan cerita yang bagus gimana
gitu. MR juga sering tiba-tiba kedepan trus bisikin ke aku kasih ide. Ya kalau gitu pasti
kita tanggepin dengan baik ya, jadi dengan begitu anak-anak merasa ide mereka itu
diterima gitu”. (ST, Wali kelas, Kamis, 10 April 2014)
B.3 Dukungan Sosial Instrumental
Bentuk dukungan ketiga yang diberikan kepada ABK di SD Negri 08 Depok Baru
yaitu dukungan sosial instrumental. Dukungan ini merupakan bentuk langsung yang paling
nyata dari dukungan sosial, meliputi bantuan dalam bentuk uang, waktu, layanan dan
intervensi eksplisit lain atas nama orang tersebut. Bentuk dukungan instrumental yang
diberikan kepada tiga ABK adalah dengan pemenuhan kebutuhan anak untuk menjalani
pendidikan, berupa tas, sepatu, seragam, baju muslim, baju pramuka dan alat-alat tulis. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk upaya sekolah dan juga pemerintah untuk mendukung ABK di
sekolah inklusi agar termotivasi dan semangat dalam belajar:
“ dua minggu yang lalu sekolah baru saja memberikan bantuan langsung berupa
barang-barang yang dibutuhkan oleh ABK untuk mengikuti pendidikan di sekolah.
Hal ini terlaksana atas bantuan pemerintah Provinsi. Bantuan yang kita salurkan
berupa tas, sepatu, seragam, baju muslim, baju pramuka dan alat-alat tulis” (RS,
Kepsek, 10/04/2014)
Disamping itu ketiga ABK juga mendapatkan dukungan instumental berupa terapi
remedial untuk mengasah kemampuan ABK dalam mata pelajaran tertentu yang belum
dikuasai. Pemberian terapi remedial dianggap mampu membantu perkembangan anak dari
segi kognitif, karna saat diberikan kelas terapi remedial anak diajarkan secara individu
mengenai pelajaran yang belum mereka kuasai di kelas biasa. Bantuan lain yang didapatkan
anak selama di sekolah adalah bantuan dalam mengerjakan tugas dan latihan. Bantuan ini
diberikan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-
masing anak.
Anak juga mendapatkan dukungan sosial instrumental berupa pemenuhan kebutuhan
secara materi dan layanan, seperti diantarkan kesekolah, dibantu dalam mengerjakan tugas,
ditemani saat jajan, diantakan ke toilet, mempersiapkan kursi yang sesuai dengan kebutuhan,
dimana kursi diatur agar tidak terlalu tinggi dan tidak juga terlalu pendek sehingga anak
nyaman ketika duduk dan berada di dalam kelas dan bantuan untuk membereskan buku
setelah jam pelajaran berakhir oleh pendamping.
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
Pemberian dukungan instrumental dinilai sangat berarti bagi penerima dukungan
karena merupakan bantuan langsung yang diberikan pada penerima sehingga penerima
merasakan langsung manfaat pemberian dukungan ini. Masalah pelajaran masih menjadi
salah satu hal yang sering menimbulkan stress tersendiri bagi anak, terutama ABK. Hal ini
juga diungkapkan langsung oleh penerima dukungan yaitu anak, dimana ia merasakan bahwa
bantuan langsung yang diberikan saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan
dianggap sangat membantu dalam melaksanakan tugas di sekolah.
Dari temuan lapangan dilihat bahwa dalam pemberian dukungan instrumental, peran
guru dan pendamping terlihat lebih menonjol dari pada dukungan yang diberikan oleh teman
sebaya, terutama bagi anak yang digolongkan dalam klasifikasi autis. Pemberian dukungan
sosial instrumental yang diberikan oleh teman sebaya hanya berlangsung pada saat-saat
tertentu saja, berbeda dengan yang diberikan oleh guru dan pendamping. Gangguan
perkembangan yang dialami oleh anak, membuat mereka tidak mengerti akan kebutuhan dan
bantuan yang sebenarnya mereka butuhkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang
diungkapkan oleh Sarafino yang menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi seseorang
menerima dukungan atau tidak, salah satunya berasal dari faktor penerima, dimana penerima
dukungan tidak cukup asertif untuk memahami dirinya membutuhkan bantuan dari orang lain.
Disinilah keberadaan guru dan pendamping sangat berperan dalam pemberian dukungan
instrumental, seperti membantu mengerjakan tugas atau membantu ABK dalam
kesehariannya. Dalam hal ini walaupun anak tidak cukup asertif dalam mengungkapkan
kebutuhan mereka, namun guru dan pendamping telah mengetahui terlebih dahulu kebutuhan
anak sehingga dapat sangat berperan dalam pemberian dukungan ini.
B.4 Dukungan Sosial Informatif
Bentuk dukungan terakhir yang diberikan kepada ABK di SD Negeri 08 Depok Baru
adalah bentuk dukungan sosial informatif. Bentuk dukungan sosial informatif diberikan
kepada anak berupa pemberitahuan mengenai peraturan-peraturan sekolah dan kebiasaan-
kebiasaan yang menyangkut cara berpakaian dan perilaku hidup bersih seperti membuang
sampah pada tempatnya serta jajanan sehat yang dilakukan setiap hari Senin pagi ketika
upacara bendera. Dalam memberian dukungan sosial informatif, biasanya guru informasi akan
menanyakan kembali informasi yang telah disampaikan. Hal ini dilakukan untuk memastikan
informasi sampai kepada anak, karena menurut Hallahan & Kauffman; Hinchcliffe (2006)
menyatakan bahwa ketika anak mengalami kerusakan pada otak maka fungsi-fungsi kognitif
serta respon emosional biasanya terkena dampak sehingga menyebabkan keterlambatan dalam
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
belajar atau memahami sesuatu. Maka cara yang digunakan dengan menanyakan ulang
kembali informasi yang disampaikan dirasa tepat untuk menyiasati kekurangan yang dimiliki
oleh ABK. Anak juga mendapatkan dukungan informatif mengenai hal yang tidak boleh
dikerjakan, seperti tidak boleh berkelahi dan nasehat ketika anak tidak mau belajar.
Disamping anak, orangtua juga menjadi target dalam pemberian dukungan sosial
informatif. Sekolah menganggap orangtua merupakan salah satu aktor kunci keberhasilan
bagi anak disamping sekolah. Bentuk dukungan ini diberikan dengan mengadakan training
bagi orangtua ABK. Materi yang disampaikan dalam training meliputi pengetahuan mengenai
ABK secara mendalam serta cara penanganan yang tepat terhadap ABK oleh orangtua.
Sekolah juga memberikan catatan-catatan yang dituliskan di dalam buku latihan anak terkait
pencapaian serta kekurangan anak dalam menjalani pelajaran.
C. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Dukungan Sosial
C.1 Faktor yang Mendukung dalam Memberikan Dukungan Sosial.
Dalam pelaksanaan Sekolah Inklusi, SDN Depok Baru 8 mengeluarkan kebijakan
bahwa sekolah memberikan ijin kepada setiap ABK untuk didampingi dan pendamping juga
diberikan ijin masuk ke dalam kelas untuk mendampingi anak selama proses belajar.
Kebijakan sekolah tersebut dianggap sebagai hal yang mendukung dalam memberikan
dukungan dikarenakan pendamping mendapatkan kesempatan untuk selalu mendampingi
anak dan dapat memberikan bantuan secara langsung ketika anak membutuhkan bantuan.
Sikap kooperatif yang diperlihatkan oleh pendamping dalam membantu anak selama berada
di sekolah juga dianggap turut membantu guru dalam memberikan layanan pendidikan yang
terbaik bagi anak. Hal ini sesuai dengan penjelasan Johnson and Johnson (1991) yang
menyatakan bahwa salah satu unsur dalam dukungan sosial adalah ketersediaan, dimana hal
ini berhubungan dengan kemungkinan menemukan seseorang ketika membutuhkan
pertolongan atau bantuan. Sehingga dengan adanya pendamping menjadi salah satu yang
mendukung pemberian dukungan bagi ABK.
Kesiapan guru dalam menangani ABK yang memiliki latarbelakang latar pendidikan
SLB dianggap mampu memberikan layanan yang baik kepada ABK karena memang telah
mengetahui bagaimana cara menangani anak dengan kebutuhan khusus. Hal lain yang dirasa
mendukung dalam pemberian dukungan bagi ABK adalah adanya penerimaan yang baik dari
lingkungan sekolah, seperti penerimaan teman sebaya dan Wali Murid lainnya. Hal ini
membuat anak dihargai dan tidak menimbulkan perasaan yang berbeda dengan teman yang
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
lainnya. Disamping itu, arahan yang diberikan orang tua mengenai kedudukan pendamping
selama berada disekolah sama halnya dengan orangtua selama berada dirumah dianggap
sebagai hal yang mendukung dalam proses pemberiaan dukungan bagi anak. Arahan yang
diberikan oleh orangtua akan memberikan keyakinan kepada anak bahwa pendamping
merupakan orang yang paling dekat dan merupakan pemberi bantuan utama saat berada di
sekolah. Seperti yang dijelaskan oleh Orford dalam Sarafino (2002) menyatakan bahwa
sumber dukungan sosial terbesar dapat berasal dari orang yang berarti (significant others) dan
memiliki hubungan dan kedekatan emosional dengan penerima. Dalam hal ini
memperlihatkan bahwa keyakinan anak mengenai pendamping sebagai sebagai significant
others dalam pemberian dukungan turut mendukung upaya dalam pemberian dukungan
kepada anak. Perhatian yang diberikan oleh orangtua dalam mendukung proses belajar anak
dan upaya sekolah dan pemerintah dengan memberikan bantuan dan mengirim tim pengajar
untuk mengikuti training untuk penangan ABK di SDN Depok Baru 8 juga turut mendukung
proses pemberian dukungan kepada ABK
C.2 Faktor yang Menghambat dalam Memberikan Dukungan Sosial.
Selanjutnya faktor-faktor penghambat dalam pemberian dukungan sosial di SDN
Depok Baru 8 yaitu berasal dari faktor emosi anak yang sering berubah-ubah, seperti marah-
marah, sedih, tertawa sendiri menjadi salah satu hal yang menghambat dalam pemberian
dukungan sosial kepada anak. Kemampuan anak dalam mengingat juga mempengaruhi
pemberian dukungan. Dimana saat anak diberikan bantuan atau dukungan mereka cenderung
tidak menerima dengan sempurna bantuan yang diberikan, seperti halnya lupa.
Ketidakstabilan emosi yang dialami oleh teman yang berkebutuhan khusus seperti suka
marah-marah tiba-tiba atau melempar barang-barang yang ada di sekitar mereka, membuat
teman-temannya yang reguler merasa tidak nyaman bermain dengan mereka sehingga
pemberian dukungan terhambat atau tidak terlaksan. Sarafino (2002) mengungkap beberapa
faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan atau tidak, salah
satunya berasal dari ketidakasertifan atau ketidaktahuan individu untuk memahami bahwa
dirinya membutuhkan bantuan dari orang lain atau (recipient). Keterbatasan yang dialami
oleh ABK baik dari segi emosional, psikis dan mental membuat mereka cenderung tidak
memahami bahwa mereka sesungguhnya membutuhkan bantuan dan mereka juga cenderung
tidak memahami dukungan yang diberikan kepada mereka sehingga dukungan yang diberikan
tidak sampai dengan sempurna kepada mereka.
Hal lain yang turut mempengaruhi proses pemberian dukungan dipengaruhi oleh
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
pemberi dukungan (providers), dimana dijelaskan bahwa pemberian dukungan terkadang
tidak diberikan kepada orang lain dikarenakan dirinya sendiri tidak memiliki sumberdaya
untuk menolong orang lain. Hal ini ditemukan dilapangan, dimana pendamping mengaku
merasa tidak memiliki kesiapan ketika meghadapi anak saat berada dalam emosi marah.
Dalam kondisi seperti ini, pendamping lebih sering mengandalkan guru yang mempunyai
kapasitas lebih baik untuk mengendalikan emosi anak ketika hal ini terjadi. Faktor yang
menghambat juga datang dari beberapa orang guru yang masih belum bisa sepenuhnya
menangani ABK dan faktor internal guru, seperti kelelahan juga menjadi halangan dalam
pemberian dukungan bagi ABK. Keterbatasan lain datang dari minimnya interaksi yang
dilakukan oleh ABK dengan anak reguler lainnya, juga menjadi faktor yang menghambat
teman sebaya dalam memberikan bantuan kepada ABK selama berada di sekolah. Hal ini
terutama terjadai kepada anak yang digolongkan dalam klasifikasi autis, mereka lebih sering
main sendiri di dalam kelas dari pada bermain dengan kelompok.
Sedangkan hambatan secara umum yang dirasakan oleh informan RS sebagai Kepala
Sekolah dalam pemberian dukungan sosial kepada ABK adalah masih terbatasnya sarana dan
prasarana untuk memberikan layanan yang optimal bagi anak dan masih terbatasanya jumlah
SDM untuk menangangi ABK selama berada di sekolah sehingga pemberian dukungan bagi
ABK belum dapat berjalan secara maksimal.
Kesimpulan
Pelaksanaan Sekolah Inklusi merupakan salah satu pengembangan model pendidikan
dengan tujuan memberikan kesempatan bagi ABK untuk dapat menikmati pendidikan seperti
anak reguler lainnya di sekolah umum. Dengan segala keterbatasan, seperti fisik,
sosioemosional dan mental yang dialami ABK, berada di Sekolah Inklusi menjadi satu
tantangan yang harus dapat dilewati agar anak dapat melakukan perannya di sekolah. Untuk
dapat melewatinya, ABK membutuhkan dukungan serta bantuan yang berasal dari orang-
orang yang ada di sekitarnya agar dapat melaksanakan perannya di sekolah yang disebut
dengan dukungan sosial.
Selama menjalankan pendidikan bermodel Inklusi, SDN Depok Baru 8 melakukan
perubahan atau modifikasi pada beberapa kebijakan sekolah, khususnya bagi ABK.
Perubahan atau modifikasi dilakukan pada sistem pembelajaran yang disesuaikan berdasarkan
kemampuan masing-masing anak. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan bagi
terselenggaranya pendidikan inklusi bagi ABK. Disamping itu, selama mengikuti Sekolah
Inklusi di SDN Depok Baru 8 diperoleh gambaran bahwa ketiga ABK yang diteliti juga
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
mendapatkan dukungan dari orang-orang yang berada di lingkungan sekolah. Dukungan
sosial yang didapatkan oleh anak selama menjalankan pendidikan di SDN Depok Baru 8
berasal dari orang-orang yang berinteraksi langsung dengan anak, yaitu, pendamping, guru
dan teman sebaya. Dari ketiga sumber pemberi dukungan, dapat disimpulkan bahwa
pendamping berperan sebagai significant others atau sumber utama dalam pemberian
dukungan bagi ABK selama berada di sekolah. Dukungan sosial yang diberikan kepada ABK
menimbulkan perasaan bahwa mereka disayang dan diperhatikan serta membantu ABK untuk
dapat berkembang secara baik dari sisi akademis,emosional dan sosial saat menjalankan
pendidikan di SDN Depok Baru 8. Bentuk-bentuk dukungan yang diberikan kepada ABK di
SDN Depok Baru 8, meliputi: dukungan sosial emosional, penghargaan, instrumental dan
informatif.
Saran
1. Rekomendasi yang ditujukan kepada SD N Depok Baru 8
• Berdasarkan temuan lapangan yang telah dipaparkan, terlihat bahwa terdapat
pendamping yang masih belum bisa menangani ABK, terutama ketika ABK berada
dalam kondisi marah. Sehingga disarankan sekolah mengikutsertakan para pendamping
ke dalam seminar yang biasanya hanya di sediakan bagi orangtua ABK terkait
penanganan ABK. Dalam seminar dapat ditambahkan materi mengenai teknik dan
keterampilan yang bisa digunakan pendamping dalam memberikan dukungan sosial
kepada anak selama berada di dalam kelas dan penanganan yang baik bagi ABK
berdasarkan klasifikasi keterbatasan yang dialami.
2. Rekomendasi yang ditujukan kepada guru di SDN Depok Baru 8, khususnya Wali Kelas
• Berdasarkan hasil temuan lapangan, dalam menjalankan pendidikan Inklusi, SDN Depok
Baru 8 menggunakan kurikulum umum dan modifikasi. Namun dalam pelaksanaanya
SDN Depok Baru 8 belum mempunyai PPI (Program Pendidikan Individual) bagi setiap
ABK sebagai salah satu syarat pelaksanaan kurikulum umum dan modifikasi. Dengan
demikian, disarankan bagi guru untuk merancang PPI sebagai acuan yang dapat
mempermudah Wali Kelas dalam mendapatkan gambaran kebutuhan anak, kemampuan
yang sudah dimiliki, target yang akan dicapai, dan strategi dukungan yang dapat
diberikan pada ABK masing-masing klasifikasi ABK di sekolah.
• Disarankan agar guru memperbanyak mata pelajaran yang bersifat interaktif, seperti
diskusi kelompok atau pelajaran drama yang melibatkan siswa secara aktif di dalamnya.
Hal ini dapat menambah intensitas interaksi antara anak reguler dan ABK sehingga
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014
tercipta kebersamaan dan mempe rlebar peluang bagi anak reguler untuk memberikan
dukungan bagi ABK di sekolah.
3. Rekomendasi untuk penelitian berikutnya
• Penelitian berikutnya dapat menggali lebih dalam menggenai pengaruh dukungan sosial
terhadap perkembangan yang dialami oleh anak, terutama dari segi kognitif/prestasi.
Penelitian dapat dilakukan dengan metode kuantitatif sehingga dapat melihat hubungan
dukungan sosial terhadap perkembangan yang dialami oleh anak. Hasil penelitian
dengan dua metode penelitian dalam satu tema yang sama dapat menjadi variasi
penelitian dan memperkaya ilmu terkait dukungan sosial dalam khasanah Ilmu
Kesejahteraan Sosial.
Referensi
Buku
Creswell, Jonh. W (2013). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Ed 3). Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mangunsong. Frieda (2009). Psikologi dan Pendidikan ABK (Jilid Kesatu). Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3)
Neuman, W. L (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach (Fifth Edition). Boston : Allyn and Bacon
Robert M. Kaplan & Dennis P. Saccuzzo (1993). Phsycological Testing principles, application, and issue. California: Brooks/Cole Publishing
Sarafino (2002). Health Psychology : Biopsychosocial interactions (4nd ed). USA:Wiley & Sons. Inc
Smet (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo
Sodrow, L.M.,Rizkabaugh, C.A. (2001). Psychology Fifth Edition. USA: McGrow- Hill International Companies.
Karya Ilmiah :
Budiman, Arif (2012). Inklusi Sosial Tunanetra di Sekolah Inklusi.
Dokumen:
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Model Pembelajaran dan Pendidikan Penyelenggraan Pendidikan Inklusi: Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang pelaksanaan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.
Dukungan Sosial bagi ..., Elsya Yolanda, FISIP UI, 2014