DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan ………………………………………………….. 2
1.1 Latar Belakang ..……………………………………………… 2
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………… 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ……………………………... 3
BAB II Kajian Teori …………………………………………………… 4
2.1 Pengertian Ekspor Impor ……………………………………. 4
2.2 Perdagangan Internasional …………………………………. 5
2.3 Kebijakan Ekspor Impor ……………………………………... 8
BAB III Pembahasan ………………………………………………….. 10
3.1 Perkembangan Ekspor Impor MIGAS Indonesia …………. 10
3.2 Analisa Kondisi dan Kebijakan MIGAS Indonesia ………... 11
BAB IV Penutup ……………………………………………………….. 16
BAB V Daftar Pustaka ………………………………………………... 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan ekonomi dunia tentu tidak terlepas dari akitifitas perdagangan antar
negara. Setiap negara memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda, suatu
negara mungkin saja memiliki sumber daya alam yang tidak terdapat di negara lain.
Suatu negara yang membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya tetapi
tersedia di negara lain akan melakukan perdagangan atau pertukaran komoditi
dengan negara tersebut sehingga terjadilah kegiatan perdagangan antar negara
yang biasa disebut kegiatan ekspor dan impor. Pentingnya kegiatan tersebut
membuat tiap negara melakukan pengaturan atau kebijakan. Ekspor impor
merupakan kegiatan perdagangan yang memerlukan perhatian khusus bagi
pemerintah kita dimana begitu beraneka ragamnya permasalahan yang dihadapi.
Kebijakan ekspor impor pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang
tidak bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada di dalam negeri serta untuk
mengeratkan hubungan dengan negara. Kemudian berkembang menjadi alat untuk
menunjukkan eksistensi negara di dunia internasional. Selain itu, kebijakan ekspor
impor juga dapat menjadi media transfer kebudayaan dan teknologi.
Kini kebijakan ekspor impor sangat penting karena selain fungsi utamanya
untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga berpengaruh terhadap roda perekonomian
dalam negeri. Pemerintah harus melihat keadaan perekonomian dalam negeri,
merencanakan dan mempersiapkan serta menganalisis dampak dari kebijakan yang
akan dibuat. Kesiapan pelaku perekonomian dalam negeri terkait kebijakan ekspor
impor harus menjadi perhatian, agar kebijakan tersebut benar-benar memberikan
energi positif bagi perekonomian dalam negeri, bukan sebaliknya yang membuat
negeri ini diserbu barang-barang impor dengan harga dan kualitas yang tidak bisa
dikendalikan.
2
Perkembangan sektor MIGAS di Indonesia mempunyai dinamikanya sendiri.
Perubahan harga minyak dunia memaksa kita untuk menyesuaikan produksi,
konsumsi, dan kebijakan baik dalam dan luar negeri agar tetap tercapai
kesejahteraan untuk rakyat. Produksi dan Cadangan Terbukti Minyak kita turun
terus. Walaupun cadangan terbukti gas kita empat kali lipat cadangan Minyak tetapi
program konversi Minyak ke Gas Domestik tidak berjalan mulus. Sebagian besar
dari konsumsi MIGAS di Indonesia adalah untuk pembangkit listrik. Program 10.000
MW PLTU (Uap) Batubara tidak berjalan mulus dan sebagian besar produksi
batubara kita diekspor. PLTA (Air) di luar Jawa kurang berkembang. PLTS (Surya)
dan PLTB (Bayu) banyak yang tidak berfungsi lagi. Kendala ini dapat meningkatkan
konsumsi MIGAS di tanah air sedangkan volume ekspor kita telah turun dalam
beberapa tahun ini. Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk mengoptimalkan
impor MIGAS dan pembatasan ekspor itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang akan menjadi pembahasan
dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Ekspor dan Impor ?
2. Bagaimana perkembangan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia?
3. Bagaimana kebijakan dan peraturan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia?
4. Apa yang menjadi masalah dalam Ekspor Impor?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun penulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai tujuan dan manfaat
antara lain :
1. Untuk mempelajari tentang pengertian Ekspor dan Impor.
2. Untuk mengetahui perkembangan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia.
3. Untuk mengetahui masalah dan pengaturan dalam Ekspor Impor MIGAS.
4. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam Ekspor Impor MIGAS.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Ekspor Impor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke
negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada
umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam
negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.
Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah
impor.
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke
negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor
umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke
dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan
dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting
dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor.
Menurut Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal
Kemenkeu terdapat beberapa istilah dalam kegiatan ekspor-impor. Barang adalah
barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak
atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Daerah Pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara
diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas
Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan
barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
4
2.2 Perdagangan Internasional
Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara
lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat
menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang
impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya,
bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Beberapa konsep dan permodelan untuk menganalisa perdagangan
internasional telah dikemukakan oleh berbagai ahli ekonomi. Diantara beberapa
model yang ada adalah sebagai berikut,
I. Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin
merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam
Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang
mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini
memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh
dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Model Ricardian juga
tidak secara langsung memasukkan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari
buruh dan modal dalam negara.
II. Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan
dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih
rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari
sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan
dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan
internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan
oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-
negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor
pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor
lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-O dikenal
5
sebagai Pradoks Leontief yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang
menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang
buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
III. Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah
mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor
spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari
produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori
mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor
produksi spesifik ke barang tersebut akan untung pada term sebenarnya. Sebagai
tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan
modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk
pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan
bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam
pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk
memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
IV. Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris
dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi,
pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan
interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi
Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda.
Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor
lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan
juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
Perdagangan antar negara dapat dilakukan dengan beraneka cara diantaranya
adalah sebagai berikut,
I. Ekspor Biasa
Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum
yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu
transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai
6
dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor
ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima
pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta
asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh
eksportir.
II. Barter
Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan
langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah.
Kalau kita mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku
terasing, maka kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi
kebutuhannya adalah dengan cara “tukar-menukar” apa yang dipunyai
(diproduksinya) dengan barang apa yang di miliki tetangganya.
III. Konsinyasi (Consignment)
Pengiriman barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya
diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke
luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan
juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan
seperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai
barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri.
IV. Package-Deal
Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi Indonesia terutama dengan
negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade
agreement) dengan salah satu negara pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang
tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dan dari negara itu akan diimpor
sejumlah jenis barang yang dihasilkan dari negara tersebut dan yang kiranya kita
butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi.
V. Penyelundupan (smuggling)
Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan
usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri tanpa
mengindahkan peraturan yang berlaku. Ada saja dalam perdagangan luar negeri
golongan yang berusaha lolos dari peraturan pemerintah yang dianggapnya
merugikan kepentingannya.
7
2.3 Kebijakan Ekspor-Impor
Kebijakan (policy) merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah yang memiliki maksud untuk mencapai tujuan tertentu atau mengatasi
suatu persoalan. Berikut beberapa kebijakan yang ada dalam kegiatan ekspor-impor
Indonesia.
Kebijakan impor diantaranya yaitu,
a. Menaikkan tarif impor.
Untuk barang tertentu yang dapat menimbulkan persaingan dengan produk
lokal yang sejenis, dan atau memiliki harga jual yang lebih rendah dari harga barang
lokal yang sejenis, pemerintah menaikkan tarif impor agar harga barang impor di
pasar tidak terlalu rendah dan produk lokal mampu bersaing serta harga barang
tersebut di pasar tidak rusak serta tidak merugikan pelaku ekonomi dalam negeri.
Kebijakan ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melindungi produsen
dan konsumen dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara.
b. Menurunkan tarif impor.
Untuk barang penting, langka, atau teknologi terbaru dimana produsen atau
prinsipal di negara asalnya masih berat untuk memasukkan barang ke Indonesia,
pemerintah memberikan stimulus agar importir atau prinsipal dalam negeri mau
mengimpor barang dalam jumlah yang dibutuhkan. Seperti mobil berteknologi Hybrid
yang ramah lingkungan serta lebih efisien dalam penggunaan energi, pemerintah
mendukung pabrikan Toyota untuk ersebut memasarkan produk kendaraan
hybridnya di Indonesia.
Pemerintah juga menjajaki produsen kendaraan hybrid untuk memproduksi
kendaraan tersebut di dalam negeri dan hal itu sudah pasti akan menyerap tenaga
kerja.
c. Membatasi kuota impor.
Kebijakan ini diterapkan untuk barang impor yang bisa diproduksi di dalam
negeri. Pemerintah mengatur supply barang tersebut agar tidak berlebihan dan
menurunkan harga di pasar yang menurunkan pendapatan produsen lokal.
d. Meluncurkan sistem elektronik Indonesia National Single Window
Kebijakan ini untuk memperlancar arus impor dengan mempermudah proses
pengurusan dokumen. Proses impor yang mudah, cepat, dan lancar akan
8
menggerakan perekonomian dalam negeri, terutama untuk impor bahan baku
industri dalam negeri.
e. Larangan impor
Pemerintah mengeluarkan larangan ini paling utama atas dasar pertimbangan
keamanan lingkungan dan kesehatan, selain juga melindungi produsen dan
konsumen domestik. Barang yang dilarang ini antara lain limbah elektronik, limbah
B3, dan pakaian bekas.
Kebijakan ekspor diantaranya yaitu,
a. Kuota ekspor
Pemberlakuan kuota ini untuk menjamin persediaan barang di dalam negeri
sehingga harga tetap terjaga dan perekonomian tidak terganggu.
b. Subsidi
Kebijakan ini untuk mendukung produsen yang memproduksi barang ekspor
agar mampu bersaing dan memperluas pasar di luar negeri, sehingga meningkatkan
pendapatan nasional.
c. Tarif ekspor
Kebijakan ini memberikan bea ekspor khusus untuk merangsang kuantitas dan
kualitas ekspor.
d. Diskriminasi harga
Diskriminasi harga ini berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik.
Diskriminasi harga utnuk negara tujuan ekspor tertentu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
e. Larangan ekspor
Kebijakan larangan ekspor barang tertentu dengan alasan ekonomi, sosial, dan
politik, biasanya karena adanya hubungan yang kurang harmonis antar negara atau
untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Ekspor-Impor MIGAS Indonesia
Peningkatan kegiatan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun
1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan
ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada
industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri
membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestic menjadi
sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk, selain
harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Nilai ekspor Indonesia Januari 2012 mencapai US$15,49 miliar atau mengalami
penurunan sebesar 9,28 persen dibanding ekspor Desember 2011. Sementara bila
dibanding Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 6,07 persen. Menurut
sektor, ekspor hasil industri Januari 2012 naik sebesar 2,08 persen dibanding bulan
yang sama tahun 2011, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 14,82
persen sedangkan ekspor hasil pertanian turun sebesar 1,82 persen.
Nilai impor Indonesia Januari 2012 sebesar US$14,57 miliar atau turun 11,57
persen dibanding impor Desember 2011 yang besarnya US$16,48 miliar, sedangkan
jika dibanding impor Januari 2011 (US$12,56 miliar) naik 16,02 persen. Impor migas
Januari 2012 sebesar US$2,99 miliar atau turun US$0,66 miliar (18,05 persen)
dibanding impor migas Desember 2011 (US$3,65 miliar), sedangkan jika dibanding
impor bulan yang sama tahun sebelumnya (US$2,97 miliar) terjadi peningkatan
US$0,02 miliar atau 0,58 persen. Nilai impor semua golongan penggunaan barang
Januari 2012 dibanding impor bulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing
meningkat, yaitu impor barang konsumsi sebesar 8,71 persen, bahan baku/penolong
sebesar 11,19 persen, dan barang modal sebesar 41,26 persen.
Pengamat Migas Effendi Siradjudin memperhitungkan impor minyak Indonesia
akan mencapai lebih dari satu miliar barel di tahun 2019. “Konsumsi minyak kita
tahun 2014 sudah akan mencapai 2,4 juta barel per hari, tahun 2019 sudah akan
10
mencapai 3,4 juta barel per hari,” kata Effendi dalam seminar “Energy Outlook: Quo
Vadis Perpanjangan Production Sharing Contract” yang diselenggarakan Perum
LKBN ANTARA, Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan bahwa peningkatan konsumsi
tersebut terlihat hanya dengan menghitung pertumbuhan otomotif dimana terjadi
penjualan lima juta lebih motor dan 500 ribu mobil per tahun.
Kepala BPS Rusman Heriawan menjelaskan, nilai ekspor pada Juli mencapai
17,43 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 5,23 persen dibandingkan Juni,
namun mengalami peningkatan 39,55 persen dibandingkan Juli 2010. “Ekspor migas
pada Juli tercatat mencapai 3,8 miliar dolar AS dan ekspor non migas 13,62 miliar
dolar AS,” kata Rusman.
Gb.1 Produksi, Konsumsi, Ekspor, Impor Minyak Bumi per Tahun (Barrel)
Melihat data di atas, kegiatan ekspor dan impor migas Indonesia cenderung
akan ekuivalen. Kegiatan ekspor kita terus menurun untuk mengimbangi produksi
dan konsumsi dalam negeri, sedangkan impor sendiri relatif lebih stabil. Jika kondisi
ini terus berlanjut, suatu saat kita akan defisit akan komoditi migas. Hal ini dapat kita
cegah melalui kebijakan-kebijakan yang tepat terhadap produksi dan konsumsi
migas dalam negeri.
3.2 Analisa Kondisi dan Kebijakan MIGAS Indonesia
Melihat APBN di tahun 2011, berdasarkan pokok-pokok nota keuangan yang
dipaparkan oleh kementrian keuangan. Pendapatan dari Sektor Migas sekitar Rp
115 Triliun, ditambah penerimaan pajak di sektor migas sebanyak Rp 55 Triliun.
11
Dengan demikian total pendapatan dari Migas adalah tidak kurang dari 200 Triliun,
dari total pendapatan sekitar Rp. 1.050 Triliun terhadap pengeluaran yang
direncanakan sekitar 1.200 Triliun. Secara keseluruhan, defisit APBN terindikasi
berpotensi sekitar Rp 115 Trilliun.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009(*)0
20
40
60
80
100
120
Basket OPEC
Rata2 ICP
Brent (IPE)
WTI (NYMEX)
ICP Sumatera Light Crude (SLC)
(US$/Bbl)
Gb.2 Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Internasional
Tingginya harga minyak bumi meningkatkan komponen belanja, seperti;
Subsidi BBM (mencapai diatas 22% dari Total Belanja Negara) yang berarti beban
subsidi adalah sekitar Rp. 180 Trilliun, yang dengan demikian untuk komponen
Migas terjadi defisit. Belanja subsidi saja sekitar Rp 180 Triliun, dengan pendapatan
hanya Rp 151 Triliun, APBN berpotensi terbebani untuk membiayai kebutuhan
migas sebesar Rp 30 Triliun.
Disisi lain, jelas bahwa harga ICP yang tinggi merupakan kesempatan yang
baik untuk dapat meraih keuntungan secara finansial bagi Negara dalam catatan
APBN, namun tampak sekali pemerintah belum berhasil meningkatkan lifting Minyak
Bumi maupun pendapatan dari Gas Bumi. Ini mungkin karena minim teknologi yang
dipergunakan. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)
mengatakan Indonesia belum bisa mengembangkan teknologi di sektor migas untuk
12
meningkatkan produksi migas dalam negeri. Alasannya keterbatasan dana
pemerintah maupun perusahaan migas (detik finance, 20/04/2011).
Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo mengatakan, pemerintah
telah menetapkan enam sasaran kebijakan bidang migas hingga 2005. Poin-poin
sasaran tersebut berupaya memberikan manfaat lebih industri migas bagi
kepentingan nasional. Meski demikian, upaya guna menggapai enam sasaran
tersebut akan menghadapi banyak tantangan.
Enam sasaran kebijakan tahun 2025 itu yang pertama ialah, mempertahankan
produksi migas Indonesia tetap di posisi 1 juta barel per hari (BOPD). Kedua, pada
2025 sebanyak 50% operatorship industri migas harus dipegang oleh perusahaan
nasional. Ketiga ialah terpenuhinya kebutuhan baku industri dan bahan bakar
nasional secara mandiri pada 2025. Keempat, pemerintah menargetkan 91%
penggunaan barang dan jasa nasional dalam kegiatan operasi industri migas.
Kelima, pada 2025 ditargetkan penggunaan sumber daya manusia (SDM) nasional
dalam operasi industri migas Indonesia, mencapai 99%. Keenam, menargetkan
adanya peningkatan nilai tambah untuk industri migas untuk pertumbuhan ekonomi
nasional yang berkelanjutan, demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Namun, pelaksanaan kebijakan sektor migas nasional akan menghadapi
sejumlah tantangan yang tidak ringan. Pada usaha inti migas, tantangan yang
dihadapi ialah penurunan tingkat produksi secara alamiah lapangan-lapangan migas
existing (natural decline). Selain itu, pengembangan sektor migas juga terkendala
oleh terbatasnya data, tumpang tindih lahan, dan lamanya waktu dari fase eksplorasi
ke fase produksi.
Potensi minyak bumi pada sisi hilir lebih mencerminkan pada kondisi kilang
minyak. Indonesia yang pada saat ini memiliki kapasitas kilang terpasang sekitar 1
juta BOPD. Menurut data dari berbagai sumber pada tahun 2010, kebutuhan energi
dalam negri untuk BBM (Gasoil/solar, Gasoline, Kerosene, Industrial Fuel, Aviation,
dan beberapa lainnya) adalah sekitar 100 juta liter perhari atau setara dengan
kurang lebih 40,1 Milyar Liter pertahunnya, yang bernilai tidak kurang dari Rp 210
Trilliun. Angka 100 juta liter itu sendiri, diperkirakan sekitar 30% dipenuhi dengan
cara melakukan impor.
13
Pada saat ini, produksi minyak bumi Nasional secara keseluruhan berkisar
antara 925 ribu hingga 950 ribu BOPD. Kendala utama adalah pada aplikasi
teknologi untuk dapat melakukan lifting lebih banyak lagi yang memiliki beberapa
tantangan, diantaranya:
a. Ketersediaan penyedia jasa dan teknologi dari dalam Negeri yang belum
diakui secara penuh dan masih memerlukan dukungan serta pendampingan
dari Pemerintah serta badan migas (Kementrian, BP Migas) terkait.
b. Biaya operasi yang mahal yang harus dapat ditekan (efisiensi),
c. Keberpihakan pemerintah untuk mengutamakan Perusahaan Negara atau
Swasta yang mencirikan semangat kebangsaan Indonesia.
Potensi migas yang besar ini tidak diimbangi dengan penerapan kebijakan
yang memetakan secara strategis antara kebutuhan wilayah (sektoral) negara yang
masih pada kondisi defisit (supply lebih kecil daripada kebutuhan). Dengan potensi-
potensi yang dimiliki seharusnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan energi
dalam negeri, dengan catatat teknologi dan system pengelolaan yang benar, yaitu
mengutamakan dan mendukung kiprah anak bangsa. Eksplorasi dan eksploitasi
migas tidak dipungkiri memerlukan dana yang besar. Namun, sektor ini juga sangat
menguntungkan apabila dapat dioptimalisasi sebagai sumber dana utama dari
pendapatan negara.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung kebijakan MIGAS
Nasional adalah sebagai berikut,
1. Optimalisasi pengelolaan energi harus diperhatikan. Modal awal (teknologi
dan para ahli) harus dipenuhi sebagai aset. Sehingga, dalam hitungan
jangka panjang, pada sisi Hulu lifting migas akan meningkat dan pada sisi
Hilir dapat melakukan efisiensi untuk menurunkan HPP (Harga Pokok
Produksi) BBM, sehingga terjadi Penghematan Subsidi.
2. Naikkan lifting migas. Tingkatkan eksplorasi dan eksploitasi sehingga lifting
meningkat. Utamakan peran serta anak Bangsa dan jadikan kampus-kampus
di Indonesia yang relevan dan terkait sebagai Center of Excellence Migas
3. Utamakan pengelolaan migas oleh negara sehingga keuntungan dapat
optimal dan masuk dalam pendapatan sendiri. Ini tidak hanya analisis secara
14
ekonomis namun juga menyangkut kedaulatan bangsa. Indonesia harus
berdikari dan menjalankan amanah konstitusi sesuai Pasal 33 ayat 2 dan 3
4. Utamakan kebutuhan energi dalam negeri. Ini adalah kesimpulan
mengerucut tentang bagaimana peningkatan performa dari sarana produksi
BBM dengan tujuan penghematan subsidi. Selain itu, ekspor Migas harus
dilakukan secara bijak dengan menganalisis dan mengutamakan kebutuhan
dalam negeri terlebih dahulu.
5. Jumlah Ekspor-Impor migas dan rasionalisasi. Jika tidak rasional, atau
volume ekspor lebih besar daripada impor dan sebaliknya tanpa penjelasan,
ini harus diselidiki.
Peningkatan kemampuan energi Nasional wajib dilakukan. Dana dapat
diperoleh dari Penghematan yang diperoleh dari digantikannya BBM (Bahan Bakar
Minyak) yang mahal dan sudah diimpor dengan energi lain yang lebih murah dan
tersedia di dalam negeri (gas, batubara, panasbumi dan energi terbarukan lain).
Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diupayakan pemerintah dalam kegiatan
ekspor impor di Indonesia, maka seiring waktu ekspor impor akan semakin menuju
target dari tujuan-tujuan negara Indonesia.
15
BAB IV
PENUTUP
Perkembangan ekspor impor merupakan salah satu faktor penentu dalam roda
perekonomian di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Indonesia sebagai negara
yang sangat kaya raya dengan hasil bumi dan migas, selalu aktif terlibat dalam
perdagangan internasional. Diantara manfaat perdagangan internasional adalah
sebagai berikut,
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap
negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya kondisi geografi, iklim, tingkat
penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap
negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh
keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh
negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang
tersebut dari luar negeri.
• Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat
produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya
perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara
maksimal dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
• Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari
teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
16
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional di antaranya sebagai berikut,
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
• Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengolah sumber daya ekonomi
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual
produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
• Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
• Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup
sendiri.
Perkembangan ekspor-impor migas di Indonesia banyak dipengaruhi oleh
faktor produksi dan konsumsi dalam negeri. Apabila produksi dalam negeri dapat
ditingkatkan maka impor migas dapat diturunkan sehingga dapat menghemat subsidi
pemerintah khususnya di sektor migas. Jika subsidi dapat ditekan, maka beban
pemerintah akan berkurang sehingga dapat digunakan untuk pembangunan di
sektor lainnya. Selain itu, kecepatan tanggap pemerintah terhadap baik masalah
ekonomi, sosial, atau keamanan lebih cepat karena beban yang berkurang dan
ruang gerak dana yang lebih luas.
17
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Amir M, 1986, Ekspor impor, Jakarta: PPM.
Boediono, DR, 1983, Ekonomi Internasional, Jogjakarta: BPFE UGM.
http://www.bisnisukm.com/pengajuan-dan-penerbitan-rekomendasi-ekspor-dan-impor-
migas.html
http://www.esdm.go.id/minyak-bumi/produksi-konsumsi-ekspor-impor.html
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/05/07/analisis-kebijakan-tentang-migas-dan-
dampaknya-terhadap-kedaulatan-bangsa/
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=2195
Partowidagdo. W, 2009, Migas dan Energi di Indonesia: Permasalahan dan Analisis
Kebijakan, Bandung: Development Studies Fondation.
18