Ekstrak daun pandan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi, pendidikan,
keadaan lingkungan, dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang paling penting dan
dominan dalam penentuan derajat kesehatan manusia adalah keadaan lingkungan.
Kondisi lingkungan yang tidak sehat akan menjadi resiko yang buruk bagi kesehatan.
UU No. 36 tahun 2009 pasal 163 ayat 2 yang berbunyi lingkungan sehat mencangkup
lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
Mengurangi dampak negatif dari kondisi lingkungan, Departemen Kesehatan melalui
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
(PPMPL) melakukan kegiatan penanggulangan penyakit menular. Kegiatan
penanggulangan tersebut salah satunya adalah pengendalian vektor penyakit yang
bertujuan menurunkan populasi vektor penyakit sampai ke tingkat yang tidak
membahayakan manusia.
Pasar merupakan fasilitas umum yang sering dikunjungi, mengingat bahwa banyak
orang-orang yang berkumpul dan melakukan suatu kegiatan berarti akan
meningkatkan juga hubungan atau kontak antara antar satu dengan yang lainnya yang
berarti terjadi penularan penyakit baik secara langsung maupun melalui perantara akan
lebih meningkat (Suparlan, 1977). Lalat merupakan vektor yang menjadi perantara
penularan penyakit sehingga keberadaanya perlu dikendalikan. Lalat banyak jenisnya
tetapi paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca Domestica),
lalat hijau (Chrysomya megacephala) dan lalat biru lalat biru (Calliphora vomituria),
sebab dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya kemakanan dan
menyebabkan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor utama penyebaran
berbagai jenis penyakit yang ditularkan secara mekanis, seperti diare, myiasis, disentri,
cholera, thypus, dan penyakit saluran pencernaan lainnya (Sucipto, 2011). Perlu
dilakukan pemantauan dan pengendalian kepadatan lalat, salah satu tempat yang
menjadi timbulnya masalah di pasar adalah TPS Pasar Gamping.
Berdasarkan survey pendahuluan tanggal 7 Desember 2011, dilakukan pengukuran
kepadatan lalat di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) Pasar Gamping dan dosis
yang akan digunakan, hasil pengukuran di peroleh angka kepadatan lalat 45 ekor/ blok
grill dan dikatagorikan populasi sanggat padat oleh karena > 20 ekor/ blok grill sehingga
populasi sangat padat, perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat berbiak lalat, serta
diadakan tindakan pengendalian.
Sementara itu uji pendahuluan terhadap penggunaan perasan daun pandan sebagai
insektisida nabati telah dilakukan pada tanggal 22 Januari 2012 dengan dosis sebesar
50% ditambah 50 ml air dapat mematikan lalat sebanyak 13 ekor dari 30 lalat yang
diuji, dengan waktu pengamatan selama 1 jam. Pada penelitian yang akan dilakukan
peneliti menggunakan konsentrasi sebesar 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% yang
ditambah air hingga mencapai 100 ml.
Berdasarkan informasi dari penggelola pasar Gamping, pengambilan sampah untuk
dibuang di TPA Piyungan 2 kali sekali bahkan terkadang 3 kali sekali, sehingga sampah
menumpuk dan mempercepat pertumbuhan dan berkembang biaknya lalat.
Alternatif untuk mengendalikan kepadatan lalat menggunakan insektisida nabati.
Insektisida nabati yang digunakan peneliti adalah ekstrek daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius roxb). Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam daun
pandan wangi adalah alkaloida, saponin, flavonoid, tanin, polifenol dan zat warna (Arief
Hariana,2011). Daun pandan wangi ini mengandung insektisida berupa saponin dan
flavonoid. Saponin adalah suatu sapogenin glikosida, yaitu glikosida yang tersebar luas
pada tumbuhan. Senyawa tersebut rasanya pahit dan bersifat racun untuk binatang
kecil. Sedangkan flavonoid adalah senyawa yang bersifat racun atau aleopati yang
terdapat pada daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.) (Petijo, 2002).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
Apakah ada pengaruh berbagai dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus
amarylliforus roxb) terhadap kematian lalat sebagai insektisida nabati?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahui berbagai dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.)
sebagai insektisida nabati untuk membunuh lalat.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui jumlah kematian lalat pada berbagai dosis perasan daun pandan wangi
(Pandanus amarylliforus roxb) sebagai insektisida nabati.
b. Diketahuinya dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) yang
paling efektif.
D. Manfaat
1. Bagi Pemerintah ( Dinas Kesehatan dan Petugas Sanitasi)
Memberikan informasi bahwa perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) dapat digunakan sebangai salah satu alternatif dalam pemberantasan binatang
pengganggu, khususnya lalat.
2. Bagi Ilmu Pengetahauan
Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang studi Pengendalian Vektor khususnya
tentang pemberantasan lalat.
3. Bagi Peneliti
Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta ketrampilan yang diperoleh
dibangku kuliah dalam bidang Pengendalian Vektor yang sifatnya aplikatif.
E. Ruang Lingkup
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu Kesehatan Lingkungan khususnya dalam
bidang Pengendalaian Vektor.
2. Materi
Materi penelitian ini adalah tentang Pengaruh berbagai dosis Daun Pandan Wangi
(Pandanus amarylliforus roxb) terhadap kematian lalat.
3. Obyek
Obyek penelitian ini adalah kepadatan lalat di TPS Pasar Gamping, Yogyakarta.
4. Lokasi
Kajor, Gamping, Sleman, Yogyakarta
5. Waktu
Waktu penelitian adalah bulan April sampai dengan Juli 2012.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pengendalian vektor, khususnya lalat telah banyak diteliti. Sejauh
yang peneliti ketahui, penelitian yang tujuannya untuk memberantas lalat dengan bahan
alami dari perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.) belum pernah
diteliti. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh:
a. Yusca Amelia tahun 2007, melakukan penelitian mengenai Efektifitas ekstrak daun
tembakau (Nicotiana tabacum) untuk mengendalikan lalat di TPS (Tempat
Penampungan Sementara) pasar Kranggan Yogyakarta. Jumlah kematian lalat pada
paparan waktu 1 jam yaitu 82 dari 200 lalat dan pada waktu paparan 3 jam yaitu 156
lalat. Perbedaan penelitian ini adalah menggunakan ekstrak tanaman yang berbeda
kandungan kimiawinya, dalam daun tembakau terdapat nikotin sedangkan dalam daun
pandan wangi terdapat kandungan alkaloida, saponin, tanin dan flavonoid sebagai
insektisida.
b. Dessy Rahmawti Putri tahun 2009, melakukan penelitian mengenai pengaruh
penambahan berbagai konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
Roxb) untuk mengendaliakan larva Aedes aegypti pada konsentrasi 22,5% dan 25%,
hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak daun pandan dapat membunuh 100%
hewan uji (Larva Aedes aegypti). Perbedaan penelitinan ini menggunakan konsentrasi
10%, 15%, 20%, 25% dan 30% untuk membunuh lalat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pasar
Pasar adalah segenap kelompok perantara yang sebagian beratap dan sebagian
terbuka tanpa atap yang ditunjuk dengan keputusan pemerintah daerah, dimana
pedagang-pedagang berkumpul untuk memperdagangkan dan menjual barang-barang
dagangannya (Suparlan, 1977).
Pasar perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan terhadap sanitasi
lingkungannya, sebab pasar dapat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan
kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, adapun pengaruh
tersebut antara lain:
a. Pasar yang kurang diperhatikan akan kebersihannya seperti pembuangan sampah dan
air limbah, akan menjadikan tempat berkembang biaknya vektor penyakit terutama lalat
dan gangguan estetika.
b. Pasar merupakan tempat paling baik untuk penularan penyakit dari seseorang ke orang
lain melalui:
1) Penularan langsung, misalnya karena padatnya pasar pengunjung berdesakkan
sehingga terjadi sentuhan, maka akan terjadi penularan secara langsung dari penderita
penyakit kulit, misalnya scabies, kusta dan gudik.
2) Penularan secara tidak langsung, yaitu melalui air, alat makan seperti sendok, garpu,
piring dan gelas.
3) Percikan ludah (droplet infection), seperti TBC dan Influensa.
c. Pasar yang kurang diperhatikan baik kebersihan maupun letak lokasinya dapat
menyebabkan kecelakaan.
2. Sampah
a. Pengertian Sampah
Sampah memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun
pada perinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Tim
Penulis PS, 2010). Sampah adalah sesuatu bahan atau benda yang sudah atau tidak
dipakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003).
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik atau sampah basah
ialah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur.
Sampah jenis ini dapat terurai secara alami (degradable). Sementara itu, sampah
anorganik atau sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable),
seperti karet, plastik, kaleng dan logam (Tim Penulis PS, 2010).
Jika diurai lebih rinci, sampah dibagi sebagai berikut:
1) Refuse
Refuse adalah hasil samping kegiatan rumah tangga atau bahan sisa proses industri.
Sampah ini dibagi menjadi garbage (sampah lapuk) dan rubbish (sampah lapuk atau
tidak mudah lapuk).
Sampah lapuk adalah hasil samping kegiatan pasar bahan makanan seperti sayur
mayur dan sisa-sisa pengolahan manusia. Sedangkan sampah tidak lapuk merupakan
jenis sampah yang tidak bisa lapuk sama sekali, seperti mika, kaca dan plastik.
2) Human erecta
Human erecta merupakan istilah bagi bahan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh
manusia sebagai hasil pencernaan. Tinja (faeces) dan air seni (urine) adalah hasilnya.
Sampah manusia ini dapat berbahaya bagi kesehatan karena bisa menjadi vector
penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
3) Swage
Air limbah buangan rumah tangga maupun pabrik termasuk dalam swage. Limbah cair
rumah tangga umumnya dialirkan ke got tanpa proses penyaringan, seperti sisa air
mandi, bekas cucian dan limbah dapur. Sementara itu limbah pabrik perlu diolah secara
khusus sebelum dilepas kealam bebas agar lebih aman. Namun tidak jarang limbah
berbahaya ini disalurkan kesungai atau laut tanpa proses penyaringan.
4) Industrial waste
Industrial waste umumnya dihasilkan dalam sekala besar dan merupakan bahan-bahan
buangan dari sias-sias proses industri.
b. Sumber Sampah
Total volume sampah di Indonesia sekitar 60-70% dari yang dihasilkan merupakan
sampah basah dengan kadar air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal
dari pasar tradisional dan pemukiman. Sampah pasar tradisional, seperti pasar lauk-
pauk dan sayur-mayur membuang hampir 95% sampah organic (Tim Penulis PS,
2010). Sumber-sumber sampah menurut Notoatmodjo (2003):
1) Sampah yang berasal dari pemukiman
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagian hasil kegiatan rumah tangga yang
sudah terpakai dan dibuang, seperti : sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak
ataupun belum, bekasa pembungkus baik kertas, plastik, daun, kaca dan logam,
pakaian pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan
dari kebun atau tanaman.
2) Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum seperti: pasar, tempat-tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api dan tempat ibadah.
3) Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen
dan perusahaan. Sampah ini berupa keertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan barang
barang yang tidak digunakan lagi dalam perkantoran. Umumnya sampah ini bersifat
kering dan mudah terbakar.
4) Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini beerasal dari pembersihan jalan, yang umumnya berasal dari: kertas-
kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil
kendaraan yang jatuh, daun-daunan dan plastik.
5) Sampah yang berasal dari industri
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari
pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya
sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan kaleng.
6) Sampah yang berasal dari pertanian atau perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-
mayur, batang padi, batang jagung dan ranting kayu yang patah.
7) Sampah yang berasal deri pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jelisnya tergantung deri jenis usaha
pertambangan itu sendiri, misalnya: batu-batuan, tanah atau cadas, pasir, sisa-sisa
pembakaran (arang) dan sebagainya.
8) Sampah yang berasal dari perternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari pertanian dan perikanan ini, berupa: kotoran ternak, sisa-
sisa makanan, bangkai binatang dan sebagainya.
c. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Sampah akan terus diproduksi dan tidak pernah berhenti selama manusia tetap ada.
Sampah yang kurang diperhatikan, dapat menyebabkan pencemaran udara, air, tanah,
gangguan berbagai penyakit, pencemaran lingkungan disertai dengan penurunan
kualitas estetika. Disamping itu dapat menjadi tempat berkembangnya serangga atau
vektor penyakit. Sehingga akan menimbulkan berbagai penyakit yang ditularkan vektor
yang bersarang pada sampah khususnya lalat.
Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kakinya. Sewaktu lalat menikmati makanan,
maka akan mencemari makanan melalui cairan atau air liur yang dikeluarkannya yang
mengandung penyakit kemudian dihisapnya kembali. Lalat dapat membuang
kotorannya diatas makanan, sehingga dapat menyebabkan makanan menjadi tercemar,
gangguan estetika, gatal-gatal pada kulit dan penyakit perut (Tim Penulis PS, 2010).
d. Sumber Masalah Sampah
Sampah selalu menimbulkan terjadinya persoalan rumit dalam masyarakat yang
kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan
dapat menciptakan suasana semrawut akibat menimbulkan sampah. Lalat
berterbangan, bau tidak sedap dan gangguan berbagai penyakit siap menghadang
didepan mata. Selain itu pencemaran lingkungan serta penurunan kualitas estetika
akan menjadi masalah bagi masyarakat setiap harinya.
Sampah memang bukan perkara mudah, di perkotaan padat penduduk,
pedesaan atau lokasi lain pun tidak terlepas dari persoalan ini. Sumber permasalahan
sampah salalu hadir, baik ditempat pembuangan akahir sementara (TPS) maupun
tempat pembuangan akhir (TPA) (Tim Penulis PS, 2010).
3. Lalat
a. Taksonomi Lalat
Philum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diphtera
Sub Ordo : Cyclorrapha
Morfologi umum Lalat menurut Depkes RI (2001) adalah:
1) Kepala relatif besar yang dilengkapi dengan antenna
2) Memiliki dua mata majemuk yang bertemu (holoptik) yang menandakan jenis kelamin
jantan atau terpisah (dikoptik) yang menandakan jenis kelamin betina.
3) Panjang lalat kurang lebih ¼ inchi, dan memiliki 4 garis agak gelap hitam
dipunggungnya.
4) Memiliki sepasang sayap yang berbentuk membaran pada bagian mesothorax.
5) Memiliki 3 pasang kaki pada thorax.
b. Siklus hidup lalat
Menurut Depkes RI (2001) sirkus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium:
1) Stadium pertama (stadium telur)
Bentuk telur lonjong bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1 mm.
Setiap bertelur akan menghasilkan 120-130 telur dan akan menetas dalam waktu 8-16
jam pada suhu rendah dibawah 12-130 C telur tidak akan menetas.
2) Stadium kedua (stadium larva)
Telur yang menetas akan menjadi larva yang berwarna putih kekuningan, panjang 12-
13 mm. Lama stadium ini 2-8 hari tergantung pada temperatur setempat. Larva ini
selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan organik. Larva ini dapat terbunuh dengan
suhu temperatur 73%.
3) Stadium ketiga (stadium pupa)
Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke tempat yang
dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang
berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini
berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C.
4) Stadium keempat (stadium dewasa)
Stadium ini dimulai dari keluarnya lalat muda yang sudah dapat terbang antara
450–900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 6-20 hari.
Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap
hitam dipunggungnya. Pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5
(lima) kali dan umumnya umur lalat sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih
sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin.
Gambar 1. Siklus Hidup Lalat
c. Pola hidup lalat
1) Tempat Hidup
Tempat yang paling disenangi oleh lalat adalah sampah dan buangan material
organik, kandang ternak, kandng ayam dan burung, kotoran ternak dan feses manusia.
TPA adalah tempat yang paling disukai oleh lalat karena 95% yang dihasilkan adalah
sampah organic yang merupakan sampah basah (Sucipto, 2011).
2) Tempat peristirahatan menurut Depkes RI (2001)
Siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat dilantai dinding, langit-langit,
rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan
makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik.
Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak
aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5
(lima) meter.
3) Tempat perindukan menurut Depkes RI (2001)
Tempat perindukan yang disenangi oleh lalat adalah tempat yang basah seperti
sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk
secara kumulatif (dikandang).
a) Kotoran Hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang
lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).
b) Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan
Lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buah-buahan
yang ada didalam rumah maupun dipasar.
c) Kotoran Organik
Lalat berkembang biak pada kotoran organik seperti kotoran hewan dan kotoran
manusia.
d) Air Kotor
Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.
d. Perilaku dan perkembangbiakan
Siang hari lalat berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya.
Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Lalat
memerlukan suhu sekitar 35º-40ºC untuk beristirahat, kelembaban 90%. Aktifitas
terhenti pada temperatur < 15ºC.
e. Makanan lalat
Lalat sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu,
makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang.
Sehubung dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan
yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap. Air merupakan hal
yang dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling
sedikit 2-3 kali sehari.
f. Gangguan Lalat pada Manusia menurut Sucipto ( 2011)
Lalat tersebar merata diberbagai penjuru dunia sanitasi lingkungan yang buruk akan
menyebabkan beberapa penyakit yang ditularkan oleh lalat, seperti disentri, kholera,
ryphoid, diare dan gatal-gatal pada kulit. Penularan ini terjadi secara mekanis, dimana
kulit, tubuh dan kakinya yang kotor tadi merupakan tempat menempelnya
mikroorganism penyakit perut kemudian hinggap pada makanan.
g. Pengawasan dan Pengendalian Lalat menurut Sucipto ( 2011)
Sampai saat ini belum ditemukan penggendalian lalat yang efektif. Beberapa
metode pengendalian khususnya di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) hanya mungkin
apabila dilakukan secara terpadu dengan berbagai metode. Pengendalian lalat dapat
dibedakan melalui 2 strategi yaitu langsung dan tidak langsung.
Stratagi pengendalian secara tidak langsung adalah menghalangi lalat rumah untuk
sampai pada tempat perindukannya atau sumber makanan sehingga menambah
kematian lalat seperti sanitasi lingkungan (pengurangan sumber) dan modifikasi habitat.
Pengendalian dengan perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene lebih efektif dan
keuntungannya lebih lama. Peningkatan sanitasi lingkungan dan higene dapat di
lakukan dengan: Pengurangan atau eliminasi tempat perindukan tempat perindukan
lalat reproduksi atau pengurangan sumber-sumber yang menarik lalat, perlindungan
terjadinya kontak antar lalat dengan patogrn dan proteksi makanan dan manusia dari
kontak dengan lalat .
h. Tindakan pengendalian menurut Depkes RI (2001)
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan :
1) Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat.
a) Kandang ternak
kandang harus dapat dibersihkan secara rutin. Lantai kandang harus kedap air, dan
dapat disiram setiap hari.
b) Peternakan / kandang burung
Bila burung/ternak berada dalam kandang dan kotorannya terkumpul
disangkar, kadang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup agar kandang tetap
kering. Kotoran burung/ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara interval dapat
dibersihkan.
c) Timbunan pupuk kandang
Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke tanah permukaan pada temperatur
tertentu dapat menjadi tempat perindukan lalat. tumpukan pupuk tersebut dapat ditutup
dengan plastik atau bahan lain yang anti lalat. Cara ini dapat mencegah lalat untuk
bertelur juga dapat membunuh larva dan pupa karena panas yang keluar dari proses
komposting dapat memperpendek lalat untuk keluar. Pupuk kandang yang dibuang ke
tanah Pemukaan pada alasnya perlu dilengkapi dengan pancuran/pipa sekelilingnya,
untuk mencegah perpindahan larva ke pupa dibawah tanah dalam tumpukkan pupuk
tersebut. Pada cuaca panas, pupuk mungkin dapat menyebar ke bawah tanah dan
menjadi kering sebelum lalat mempunyai waktu untuk berkembang.
d) Kotoran Manusia
Tempat berkembang biak lalat di pembuangan kotoran (jamban) terbuka dapat
dicegah dengan membuat slab yang dapat menutup lubang penampungan kotoran.
Jamban perlu dilengkapi dengan leher angsa untuk mencegah bau dan kotoran tidak
dihinggapi lalat, pipa hawa (ventilasi) dilengkapi dengan kawat anti lalat, bila air pada
leher angsa tidak baik sambungan penutup tidak rapat, mungkin kebocoran sampai
merembes pada lubang jamban, pemasangan ventilasi pada lubang jamban dan juga
menghilangkan tempat perindukan lalat, buang kotoran di sembarang tempat dapat
sebagai tempat perindukan lalat kebun (Musa Sorbens) Ini merupakan problem dimana
kelompok besar dari masyarakat misalnya pengungsi, tinggal bersama sementara di
pengungsian. Perlu jamban yang cocok untuk tempat pengungsian
e) Sampah basah dan sampah Organik
Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik
dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan
pengangkutan sampah dari rumah–rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau
dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang
dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah sampai tidak menjadi tempat
berkembang biaknya lalat. Lalat mungkin dapat berkembang biak di tempat sampah
yang permanen dan tertutup rapat. Dalam iklim panas larva lalat ditempat sampah
dapat menjadi pupa dalam waktu hanya 3–4 hari.
Sampah basah harus dikumpulkan paling lambat 2 kali dalam seminggu. Bila tong
sampah kosong adalah penting untuk dibersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar
tong Pembuangan sampah akhir dibuang ketempat terbuka perlu dilakukan dengan
pemadatan sampah dan ditutup setiap hari dengan tanah merah setebal 15–30 cm. Hal
ini untuk penghilangan tempat perkembang biakan lalat.
i. Pemberantasan lalat secara langsung menurut Depkes RI (2001)
Cara yang digunakan untuk membunuh lalat secara langsung adalah cara fisik, cara
kimiawi dan cara biologi.
a) Cara fisik
Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang
efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan
pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya
yang menjual daging, sayuran, serta buah-buahan .
(1) Perangkap Lalat (Fly Trap)
Lalat dalam jumlah yang besar atau padat dapat ditangkap dengan alat ini. Tempat
yang menarik lalat untuk berkembang biak dan mencari makan adalah kontainer yang
gelap. Bila lalat mencoba terbang maka akan tertangkap dalam perangkap dalam
perangkap yang diletakkan dimulut kontainer yang terbuka itu. Cara ini hanya cocok
digunakan di luar rumah sebuah model perangkap akan terdiri dari container, plastik
atau kaleng untuk umpan, tutup kayu atau plastik dengan celah kecil, dan sangkar
diatas penutup.
(2) Umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran (Sticky tapes)
Dipasaran tersedia alat ini, menggantung diatap, menarik lalat karena kandungan
gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat
berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang
terperangkap.
(3) Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)
Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang
bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow
flies), tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah metode ini harus diuji dibawah kondisi
setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan didapur
rumah sakit dan restoran.
(4) Pemasangan kasa kawat/plastik pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi.
(5) Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua
merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.
b) Cara kimia
Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang
singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resiten yang cepat. Aplikasi yang
efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan
cepat, yang aman diperlukan pada KLB kolera , desentri atau trachoma.
Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan
dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying).
j. Interprestasi kepadatan lalat
Menurut Depkes RI (2008) berdasarkan interprestasi data kepadatan lalat pada setiap
titik lokasi adalah:
0 – 2 : Populasi rendah, tidak menjadi masalah
3 – 5 : Populasi sedang, perlu dilakukan pengamatan tempat berbiaknya (kotoran hewan)
6 – 20 : Populasi padat, perlu dilakukan pengamanan tempat berbiaknya lalat dan bila
mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
>20 : Populasi sangat padat, perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat berbiak lalat,
serta diadakan tindakan pengendalian.
4. Pestisida Hayati
a. Pengertian Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau
tumbuh-tumbuhan. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana dapat berupa laurtan
hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan bagi tanaman atau tumbuhan, yakni
berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah. Apabila dibandingkan dengan pestisida
kimia, penggunaan pestisida nabati relative lebih murah dan aman serta mudah dibuat
sendiri (Sudarmo, 2005)
Menurt peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, yang dimaksud
dengan pestisida adalah zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad-jasad reknik dan
virus yang digunakan untuk:
1) Memberantas atau mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagaian
tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2) Memberantas rerumputan
3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuahan yang tidak diinginkan
4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
5) Memberantas atau mencegah hama-hama air
6) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah,
bangunan dan alat-alat pengangkutan
7) Memberantas atau mencegah binatang-binatan yang dapat menyebabkan penyakit bagi
manusia
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan
penyakit melalui cara kerja yang unik. Cara kerja pestisida nabati secara spesifik
menurut Sudarmo (2005), yaitu:
1) Merusak perkembangan telur, larva dan pupa
2) Menghambat pergantian kulit
3) Mengganggu komunikasi serangga
4) Menyebabkan serangga menolak makan
5) Menghambat reproduksi serangga betina
6) Mengurangi nafsu makan
7) Memblokir kemampuan makan serangga
8) Mengusir serangga
9) Menghambat perkembangan patogen penyakit
b. Tujuan penggunaan pestisida nabati menurut Kardinan (2000)
1) Menjadi suatu alternatif untuk pengendalian hama penyakit yang murah, praktis dan
relatif aman terhadap lingkungan serta bagi manusia, sehingga tidak tergantung pada
penggunaan pestisida sintentik.
2) Agar dapat mencegah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pestisida sintentik.
3) Memanfaatkan sumber daya setempat dengan cara mengolah tumbuhan sebagai
bahan pestisida sehingga membantu masyarakan untuk mengembangkan
pengendalian yang ramah lingkungan.
c. Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan pestisida nabati menurut Sudarmo ( 2005):
1) Murah dan mudah untuk dibuat
2) Relative aman terhadap lingkungan
3) Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
4) Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
5) Bebas residu pestisida kimia
Kelemahan pestisida nabati:
1) Daya kerja relative lambat
2) Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
3) Tidak tahan terhadap sinar matahari atau kurang praktis
4) Tidak tahan disimpan
5) Kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang
d. Kendala penggunaan pestisida nabati menurut Kardinan (2000):
1) Pestisida sintetis lebih disukai dengan alasan mudah didapat, praktis mengaplikasinya,
hasilnya relative cepat terlihat, tidak perlu membuat sediaan sendirian, tersedia dalam
jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida.
2) Kurang rekomondasi atau dorongan dari pengambil kebijakan (lack of official
recommendation).
3) Tidak tersedia barang secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat
diperlukan.
4) Walau penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu relatif rendah pada bahan
makanan dan lingkungan serta dianggap lebih aman daripada pestisida sintetis, tetapi
frekuensi penggunaannya menjadi tinggi. Karena sifatnya yang mudah terurai dialam
sehingga memerlukan pengaplikasian yang lebih sering.
5) Sulitnya registrasi pestisida nabati mengingat pada umumnya jenis pestisida ini memiliki
bahan aktif yang kompleks (multiple active ingredient)
e. Pembuatan pestisida nabati menurut Kardinan (2000)
Cara pembuatan pestisida nabati:
1) Penggerusan, pembubukan, pengepresan untuk produk berupa abu atau pasta.
2) Rendaman untuk produk ekstrak.
3) Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh
tenaga yang terampil dan peralatan khusus.
Secara garis besar pembuatan pestisda nabati dibagi menjadi dua cara, yaitu:
1) Cara sederhana
Cara sederhana biasanya dilakukan sesegera mungkin sesudah pembuatan ekstrak
dilakukan.
2) Cara laboraturium
Cara laboraturium membutuhkan tenaga ahli, alat dan bahan khusus serta hasil
ekstraksi dapat disimpan relative lama. Sehingga harganya lebih mahal daripada
pestisida sintetis.
Pembuatan dan penggunaan pestisida nabati lebih diarahkan dan
dianjurkan kepada cara sederhana untuk luasan terbatas dan jangka waktu
penyimpanan terbatas. Pestisida pada umumnya dianggap oleh masyarakat sebagai
insektisida. Padahal insektisida termasuk dalam kelompok pestisida. Kegunaan
pestisida dibedakan menjadi (Ekha, 1993):
1) Insektisida: yaitu zat senyawa kimia yang digunakan untuk mematiaka atau
memberantas sarangga.
2) Acarisida: untuk memberantas tungau.
3) Nematosida: obat pemerantas cacing nematode.
4) Fungisida: obat pemberantas jamur cendawan.
5) Herbisida: obat pemberantas rumput dan gulma.
6) Ovisida: obat pemberantas telur serangga.
7) Larvasida: obat pemberantas larva.
8) Redentisida: obat pemberantas hewan perusak, pengerat atau tikus.
9) Alisida : obat pemberantas algae.
10) Mollusicida: obat pemberantas hewan-hewan mollusca,seperti siput.
Cara kerja obat tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga
golongan,yaitu:
1) Racun perut
Umumnya dipergunakan untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan
penggigit. Daya bunuh melalui perut. Ada empat cara pokok berdasarkan
penggunaannya, yaitu:
a) Meracuni makanan serangga
b) Mencampur racun dengan bahan-nahan yang disukai serangga dan memepatkakanya
sebagai umpan di tempat-tempat yang ditemukan oleh sasaran.
c) Menyebar racun di tempat jalannya hewan sasaran, dan bila dibersihkan dengan mulut
akan masuk kesaluran pencernaannya
d) Mengeclupkan bagian-bagaian tanaman kedalam racun
2) Racun kontak
Serangga yang mempunyai bagaian mulut untuk menggigit dan menggambil
makanananya dari bawah permukaan daun atau bagaian tanaman laiannya dan tidak
terkena racun yang disemprotkan atau ditebarkan pada permukaannya,harus dihadapi
dengan racun kontak
3) Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruang-ruang
tertutup.
5. Daun Pandan
1. Klasifikasi Ilmiyah
Menurut sistemetiknya daun pandan digolongkan dalam (Harian, 2011):
Nama latin : Pandanus
Termasuk dalam kelas : Liliopida
Ordo : Pandanales
Family : pandanaceae
Genus : pandanus
2. Deskripsi daun pandan
Pandan merupakan tanaman yang berdaun memanjang , kaku, berwarna hijau dan
berbau harum. Beberapa jenis pandan antara lain (Lestari, 2011):
1) Pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius roxb)
2) Pandan laut
3) Pandan duri
Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman
atau di kebun. Pandan wangi kadang tumbuh liar di tepi sungai atau rawa dan di
tempat-tempat yang agak lembap, tumbuh subur di dareah pantai sampai daerah
dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut.
Pandan wangi dapat tumbuh dengan tinggi 1-2 meter. Pandan wangi
memiliki batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, memanjar, akar tunjang
keluar disekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk
batang dan tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis,
licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80 cm, lebar 3-5 cm, daun
berwarna hijau. Bunga majemuk, berbentuk bonggol berwarna putih. Buahnya bulat
batu, menggataung, berbentuk bola dengan diameter 4-7,5 cm, dinding buahnya
berambut dan warnanya jingga (Dalimartha, 2008).
3. Kandungan kimia
Kandungan kimia yang terdapat pada pandan wangi adalah saponin, alkaloida,
flavonoida, tannin dan polifenol (Pitojo, 2002).
a. Saponin adalah suatu sapogenin glikosida, yaitu glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan. Senyawa tersebut rasanya pahit dan bersifat racun untuk binatang kecil.
b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang bersifat racun/aleopati yang terdapat pada daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.), selain itu flavonoid mempunyai sifat yang
khas yaitu berbau yang tajam. Senyawa vonoid umumnya dapat larut dalam air pada
temperature tinggi dan pelarut organik, antara lain yaitu antosianin yang merupakan
pigmen yang berwarna biru, violet, sedangkan antosanin ungu antara lain terdapat pada
bibit.
c. Alkaloida
Merupakan senyawa kimia yang tidak berbau namun memberikan rangsangan yang
keras bagi pemakainya, yang dapat mepengaruhi secara langsung kerja dari otot-otot,
menghambat konveksi yang kemudian menyebabkan kelumpuhan. Pada serangga
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, yang kenudian akan diikuti kelumpuhan
sehingga akan menyebabkan kematian.
4. Bahan tumbuhan yang digunakan
Bagian tumbuahan yang digunakan adalah daun yang sudah dan dalam keadaan
masih segar dengan cara mencuci sampai bersih kemudian dipotong kecil-kecil.
B. Kerangka Konsep
Daun pandan (Pandanus marylliforus roxb)
Perasan mengandung insektisida berupa saponin dan flavonoid.
Penyemprotan perasan daun pandan wangi (Pandanus marylliforus roxb.)
Jumlah kematian lalat
Lalat
Gambar 2. Kerangka Konsep
Keterangan:
= yang diteliti
= tidak diteliti
C. Hipotesis
Ada pengaruh penyemprotan perasan daun pandan wangi (Pandanus marylliforus
roxb.) terhadap kematian lalat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen melalui pendekatan Post Test Only With
Control Group Design yang hasilnya akan dianalisis secara deskriptif dan analitik.
B. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang akan digunakan adalah sebangai berikut:
Perlakuan Post
Ekperimen X10 O10
X15 O15
X20 O20
X25 O25
X30 O30
Kontrol OX
Keterangan:
X10 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) pada konsentrasi 10% dan waktu kontak 1 jam.
X(15 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) pada konsentrasi 15% dan waktu kontak 1 jam.
X20 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) pada konsentrasi 20% dan waktu kontak 1 jam.
X25 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) pada konsentrasi 25% dan waktu kontak 1 jam.
X30 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) pada konsentrasi 30% dan waktu kontak 1 jam.
O10 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 10% dan waktu kontak
1 jam.
O15 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 15% dan waktu kontak
1 jam.
O20 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 20% dan waktu kontak
1 jam.
O25 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 25% dan waktu kontak
1 jam.
O30 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun
pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 30% dan waktu kontak
1 jam.
OX = Hasil perhitungan jumlah lalat yang mati pada kelompok kontrol.
C. Obyek, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Obyek
Obyek dalam penelitian ini adalah daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)
sebanyak 500 gram untuk setiap perlakuan × 5 kali pengulangan, jumlah daun pandan
wangi yang dibutuhkan adalah 2500 gram.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian adalah lalat sebanyak 200 ekor untuk setiap perlakuan × 5 kali
pengulangan, jumlah lalat yang dibutuhkan adalah 1000 ekor.
3. Teknik pengambilan sampel
a. Teknik pengambilan sampel daun pandan menggunakan convinence sampling.
b. Teknik pengambilan sampel lalat menggunakan purposive sampling.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perasan daun pandan wangi (Pandanus
amarylliforus roxb) dengan dosis konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.
Definisi operasionalnya adalah perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb) diambil 10 ml dilarutkan dalam aquades 90 ml, 15 ml dilarutkan dalam aquades
85 ml, 20 ml dilarutkan dalam aquades 80 ml, 25 ml dilarutkan dalam aquades 75 ml,
30 ml dilarutkan dalam aquades 70 ml dan disemprotkan pada lalat yang diambil dari
TPS Pasar Gamping dengan menggunakan fly trap. Berbagai variasi dosis kosenterasi
yang akan digunakan adalah 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.
Skala : Rasio
Satuan : ml
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kematian lalat.
Definisi operasional lalat yang mati setelah diberikan perlakuan disemprot
menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) dengan
waktu kontak 1 jam.
Skala : Rasio
Satuan : Ekor
3. Variabel Pengganggu
a. Jarak Penyemprotan
Dikendalikan dengan jarak penyemprotan 30 cm dari sangkar.
b. Luas sangkar
Dikendalikan dengan membuat sangkar berbentuk kubus yang berukuran sama yaitu
30cm × 30cm × 30cm.
E. Hubungan Antar Variabel
Variable Terikat:Kematian lalat
Variable Bebas:Variasi dosis dan waktu kontak perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
Roxb.).Adapun hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variable Pengganggu: Jarak Penyemprotan Luas fly trap
Gambar 3. Skema Hubungan Antar Variabel
F. Bahan, Alat, dan Waktu
a. Bahan:
1. Daun Pandan Wangi (Pandanus amarylliforus roxb.)
2. aquades
b. Alat:
1. Penyemprot
2. Sangkar
3. Pisau
4. Tudung saji
5. blender
c. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2012.
G. Tahap Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan cara menghitung jumlah lalat yang mati pada
sangkar setelah diberi perlakuan
1. Tahap persiapan
a. Persiapan bahan
1) Pembuatan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb):
a) Mengambil daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) sebanyak 350 gram
kemudian di angin-anginkan sebentar.
b) Daun pandan tersebut kemudian diiris kira-kira 1 cm, kemudian diblender.
c) Daun pandan yang telah diblender kemudian disaring menggunakan kain, ampas yang
tersaring dikain dibuang. Cairan hasil saringan siap untuk digunakan.
2) Pembuatan dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)
pada penelitian ini peneliti akan menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus
amarylliforus roxb) dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% yang dilarutkan
dengan aquades hingga mencapai 100 ml.
b. Persiapan alat
Pembuatan sangkar:
Sangkar berbentuk kubus dengan ukuran 30 × 30 × 30 cm sebanyak 6 buah, 1 buah
untuk kontrol dan 5 buah untuk perlakuan pelaksanaan penelitian.
c. Penyediaan lalat untuk penelitian
1) Menakap lalat di TPS pasar Gamping, Sleman, Yogyakarta dengan cara ditangkap
menggunakan tudung saji berukuran kecil kemudian di masukan ke dalam sangkar.
2) Lalat yang tertangkap diadaptasikan dengan lingkungan baru.
3) Lalat diberi makan campuran susu skrim 50 mg, sucrose 5 gr dan akuades 100 ml.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
a. Disiapkan 6 sangkar yang berisi masing-masing 25 lalat uji.
b. Disemprot menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)
dengan masing-masing konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% kedalam 5 sangkar,
1 sangkar digunakan sebagai kontrol.
c. Dilakukan pengamatan, perhitungan dan pencatatan jumlah kematian lalat yang mati
setelah 1 jam.
d. Insektisida dikatakan masih baik bila angka kematian lebih dari 50-100%, dan
dikatagorikan tidak baik bila angka kematian kurang dari 50%.
e. Kemataian uji adalah kematian perlakuan bila kematian kelompok kontrol kurang dari
5%.
f. Apabila kematian lalat pembanding (kontrol) 5-20%, perlu dilakukan koreksi pada
kelompok kontrol menggunakan rumus ABBOT, sebagai berikut:
ABBOT
g. Apabila kematian pada lalat control 20% atau lebih, maka eksperimen dianggap gagal
dan harus diulang lagi.
H. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian akan dianalisis secara deskriptif
dan analitik dengan uji statistik one way anova kemudian dilanjutkan dengan uji LSD
menggunakan program komputer. Apabila data normal menggunakan uji parametrik
dengan kruskal walis, tetapi jika datanya tidak normal maka menggunakan uji non
parametrik dengan kolmogorov-smirnov . Hipotesis penelitian sebagai berikut:
HO = Tidak ada pengaruh penggunaan perasan daun pandan wangi (Pandanus
amarylliforus roxb.) terhadap kematian lalat
Hα = ada pengaruh penggunaan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus
roxb.) terhadap kematian lalat.
Signifikan/asignifikan < 0,05 maka HO ditolak dan Hα diterima.
Signifikan/asignifikan > 0,05 maka HO diterima dan Hα ditolak.
I. Dummy Tabel
Tabel 1. Jumlah kematian lalat setelah kontak dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius roxb), konsentrasi dosis 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dengan waktu
kontak 1 jam.
No. Kematian
lalat
kontrol
Banyaknya lalat yang
mati dengan konsentrasi
dosis
Banyaknya lalat yang
mati setelah waktu kontak
selama 1 jam
10 15 20 25 30
1
2
3
4
5
Rata-
rata
Daun Babadotan untuk bunuh lalat
Departemen Kesehatan Republik IndonesiaPoliteknik Kesehatan Depkes SemarangJurusan Kesehatan Lingkungan PurwokertoProgram Studi DIII Kesehatan Lingkungan PurwokertoKarya Tulis Ilmiah, Juni 2008
AbstrakSinta Ratna Dewi Yuli SaputriEFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP KEMATIAN LALAT Musca domestica TAHUN 2008
XVI + 97 halaman, gambar, tabel, lampiran
Dipandang dari sudut kesehatan, kepadatan lalat merupakan masalah yang penting karena lalat merupakan vektor penyakit secara mekanis (Mechanical transmisition). Berbagai macam penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat khususnya lalat rumah (Musca domestica) adalah typhus, para typhus, disentri amuba dll. Adanya bahaya yang ditimbulkan oleh lalat tersebut, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Penggunaan insektisida nabati dari ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian lalat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap kematian lalat Musca domestica.
Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental (eksperimen sesungguhnya) dengan desain post test only group design (rancangan eksperimen sederhana) dengan memberikan berbagai konsentrasi ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides), yaitu konsentrasi 10 %, 30 %, 50 %, 70 %, dan 90 % pada masing – masing kurungan percobaan yang berisi 25 ekor lalat Musca domestica. Setelah 24 jam dihitung kematian lalat Musca domestica dan replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
Hasil penelitian diketahui rata – rata kematian lalat Musca domestica pada konsentrasi 10 % kematiannya 41 %, konsentrasi 30 % kematiannya 65 %, konsentrasi 50 % kematiannya 75 %, konsentrasi 70 % kematiannya 85 %, dan konsentrasi 90 % kematiannya 93 %. Hasil analisis probit ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) diketahui LC 50 0,17 % dan LC 90 1,04. Hasil uji anova pada pengamatan 24 jam menunjukkan ada perbedaan yang bermakna berbagai konsentrasi ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap kematian lalat Musca domestica.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk pengendalian lalat. Penulis menyarankan adanya usaha untuk memberantas vektor lalat dengan insektisida nabati khususnya ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) agar tidak terjadi resistensi pada vektor penyakit dan tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Daftar Bacaan : 23 (1985 – 2008)Kata Kunci : Lalat, insektisida, ekstrak tanamanKlasifikasi : Diposkan oleh DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN di 15:30
Post Test Only Control Group Design
Desain ini merupakan desain yang paling sederhana dari desain eksperimental sebenarnya (true experimental design), karena responden benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya. Desain ini sudah memenuhi kriteria eksperimen sebenarnya, yaitu dengan adanya manipulasi variabel, pemilihan kelompok yang diteliti secara random dan seleksi perlakuan. Desainnya adalah sebagai berikut:
( R ) X O1
( R ) O2
Maksud dari desain tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan sedang kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan oleh peneliti kemudian dilakukan pengukuran; sedang kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakukan tetapi hanya dilakukan pengukuran saja.
Desain Eksperimental Tingkat Lanjut
a. Desain Random Sempurna (Completely Randomised Design)
Desain ini digunakan untuk mengukur pengaruh suatu variabel bebas yang dimanipulasi terhadap variabel tergantung. Pemilihan kelompok secara random dilakukan untuk mendapatkan kelompok-kelompok yang ekuivalen
Contoh:
Kasus: Pihak direksi suatu perusahaan ingin mengetahui pengaruh tiga jenis yang berbeda dalam memberikan instruksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Untuk tujuan penelitian ini dipilih secara random tiga kelompok masing-masing beranggotakan 25 orang Instruksi untuk kelompok pertama diberikan secara lisan, untuk kelompok kedua secara tertulis dan untuk kelompok ketiga instruksinya tidak spesifik. Ketiga kelompok diberi waktu sekitar 15 menit untuk memikirkan situasinya. Kemudian ketiganya diberi test obyektif untuk mengetahui seberapa baik mereka memahami pekerjaan yang akan dilakukan.
Formulasi masalah kasus ini ialah: Apakah manipulasi variabel bebas mempengaruhi pemahaman para pegawai bawahan dalam melaksanakan pekerjaan mereka?
Tujuan studi ini ialah: menentukan jenis instruksi mana yang dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik terhadap pekerjaan yang diperintahkan oleh atasan.
b. Desain Blok Random (Randomised Block Design)
Desain ini merupakan penyempurnaan Desain Random Sempurna di atas. Pada desain sebelumnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu tidak diperhatikan, sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang mempunyai anggota yang berbeda-beda karakteristiknya. Agar desain yang kita buat dapat menghasilkan output yang baik, maka diperlukan memilih anggota kelompok (responden) yang berasal dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengidentifikasi beberapa sumber utama perbedaan-perbedaan
yang dimaksud secara dini.
c. Desain Latin Square (The Latin Square Design)
Desain ini digunakan untuk mengontrol dua variabel pengganggu secara sekaligus. Berkaitan dengan kasus di atas, masih terdapat satu variabel pengganggu lainnya, yaitu “kemampuan para pekerja”. Variabel kemampuan para pekerja kita bagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: kemampuan tinggi, kemampuan menengah dan kemampuan rendah. Ketiga tingkatan variabel kemampuan tersebut kemudian kita tempatkan pada baris dan kolom model Latin Square. Desain ini terdiri dari tiga baris dan tiga kolom. Kemudian secara random diambil 3 pegawai dari masing-masing departemen.
d. Desain Factorial
Desain factorial digunakan untuk mengevaluasi dampak kombinasi dai dua atau lebih perlakuan terhadap variabel tergantung. Pada kasus di bawah ini, analisa factorial diaplikasikan dengan menggunakan desain random sempurna dengan format 3 baris dan 3 kolom.
Kasus penelitiannya adalah sebagai berikut: peneliti ingin melihat dua variabel bebas, yaitu variabel “tingkat kontras” dan “panjang baris” sebuah iklan. Tingkat kontras dimanipulasi menjadi “rendah”, “medium” dan “tinggi’; sedang panjang baris dimanipulasi menjadi “5 inchi’, “7 inchi” dan “12 inchi”.