EKSTRAKSI TANIN DARI BUAH BALAKKA (Phyllanthus
emblica L.) DENGAN BANTUAN MICROWAVE: PENGARUH
DAYA MICROWAVE DAN PERBANDINGAN MASSA KERING
TERHADAP JUMLAH PELARUT ETIL ASETAT
SKRIPSI
HENDRI ANGKASA
160405063
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EKSTRAKSI TANIN DARI BUAH BALAKKA (Phyllanthus
emblica L.) DENGAN BANTUAN MICROWAVE: PENGARUH
DAYA MICROWAVE DAN PERBANDINGAN MASSA KERING
TERHADAP JUMLAH PELARUT ETIL ASETAT
SKRIPSI
HENDRI ANGKASA
160405063
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Ekstraksi Tanin dari
Buah Balakka (Phyllanthus emblica L.) dengan Bantuan Microwave: Pengaruh Daya
Microwave dan Perbandingan Massa Kering Terhadap Jumlah Pelarut Etil Asetat”.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Iriany, M Si., selaku dosen pembimbing atas ilmu yang telah
diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Bambang Trisakti, M Si., selaku Koordinator Penelitian
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Maya Sarah, ST., MT., Ph.D, IPM, selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara merangkap dosen penguji
yang telah memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, ST., MT., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Sahabat penulis, July Indayani yang telah memberikan bantuan dan semangat
kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Tim TRP dan KP, Jansen Cahyadi, Ferry Irawan dan Kevin Conitra atas kerja
sama dan dukungannya.
7. Cut Annisa Namira selaku partner penelitian yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman mahasiswa Teknik Kimia USU angkatan 2016 yang telah
memberi bantuan kepada penulis, khususnya Auryn Saputra dan Adi Herianto.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca. Semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada orang tua penulis, mendiang Ayah
Marsudin dan Ibu Tjin Kim Fong atas segalanya yang telah diberikan selama ini.
Terima kasih juga kepada tante penulis, Tjin Kim Mie atas doa dan dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dan masa perkuliahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Hendri Angkasa
NIM : 160405063
Tempat/Tgl. Lahir : Medan/25 November 1998
Nama Orang Tua : Mendiang Ayah Marsudin & Ibu Tjin Kim Fong
Alamat Orang Tua : Jl. Selam VIII No. 72B, Medan
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan:
• TK Swasta Sutomo 1 Medan (2003 - 2004)
• SD Swasta Sutomo 1 Medan (2004 - 2010)
• SMP Swasta Sutomo 1 Medan (2010 - 2013)
• SMA Swasta Sutomo 1 Medan (2013 - 2016)
• S-1 Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Medan (2016 - 2020)
Pengalaman Organisasi/Kerja:
• Anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis USU (2016 - 2020)
• Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia USU (2016 - 2020)
• Asisten mengajar Scholar Tuition Centre Medan (2019 - 2020)
• Kerja praktek di PT. Sawit Nagan Raya Makmur (Maret - April 2020)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
EKSTRAKSI TANIN DARI BUAH BALAKKA (Phyllanthus
emblica L.) DENGAN BANTUAN MICROWAVE: PENGARUH
DAYA MICROWAVE DAN PERBANDINGAN MASSA
KERING TERHADAP JUMLAH PELARUT ETIL ASETAT
ABSTRAK
Tanin adalah senyawa fenolik dengan kelimpahan yang cukup besar di alam.
Buah balakka mengandung 28% tanin dari total tanin yang terdistribusi di
seluruh tanaman. Metode Microwave-Assisted Extraction (MAE) merupakan
suatu metode untuk mengekstrak zat aktif dengan bantuan gelombang mikro
yang relatif lebih hemat waktu dan pelarut. Pada penelitian ini dilakukan proses
ekstraksi buah balakka menggunakan metode MAE. Buah balakka sebanyak 2
gram diekstraksi selama 1 menit dengan variabel operasi daya microwave (100
W; 180 W; 300 W; 450 W dan 600 W). Percobaan dilanjutkan pada kondisi daya
yang menghasilkan yield tertinggi dengan variasi rasio buah balakka dengan etil
asetat (1/10 g/mL; 1/20 g/mL; 1/30 g/mL; 1/40 g/mL dan 1/50 g/mL).
Kandungan tanin dalam ekstrak dianalisa dengan metode spektrofotometri UV-
Vis. Gugus fungsi yang terdapat pada hasil ekstrak buah balakka dianalisa
dengan metode Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Ekstrak buah
balakka terbukti mengandung tanin pada uji kualitatif dengan gelatin dan FeCl3
serta pada analisis FTIR. Adapun peningkatan daya microwave pada proses
ekstraksi menggunakan metode MAE menyebabkan yield tanin mengalami
penurunan. Yield tanin tertinggi diperoleh pada kondisi daya microwave 100 W
dan rasio buah balakka terhadap etil asetat 1/50 g/mL yaitu sebesar 36,86 mg/g.
Kata kunci: buah balakka, ekstraksi, etil asetat, microwave-assisted extraction,
tanin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
EXTRACTION OF TANNIN FROM INDIAN GOOSEBERRY
(Phyllanthus emblica L.) WITH MICROWAVE: THE EFFECT
OF MICROWAVE POWER, RATIO BETWEEN INDIAN
GOOSEBERRY TO ETHYL ACETATE AS SOLVENT
ABSTRACT
Tannins are phenolic compounds with considerable abundance in nature. Indian
gooseberry fruit usually contains 28% tannins of the total tannins that are
distributed throughout the plant. Microwave-Assisted Extraction (MAE) is a
method for extracting active substances with the help of microwaves which is
more efficient on time and solvent. In this study, the extractions of Indian
gooseberry fruit were performed using MAE method. 2 grams of Indian
gooseberry fruit were extracted for 1 minute with microwave power operation
variables (100, 180, 300, 450 and 600) W. The experiment is continued at the
power that gave the highest yield of tannin with variable sample ratio with ethyl
acetate (1/10, 1/20, 1/30, 1/40 and 1/50) g/mL. Total tannins in the extract were
analyzed using UV-Vis Spectroscopy method. Functional groups that were
contained in the extract were analyzed using Fourier-Transform Infrared
Spectroscopy method. The results of this study indicate that the extract contains
tannins in qualitative tests with gelatin and FeCl3 as well as in FTIR analysis.
The increase in microwave power in the extraction process using MAE method
caused the yield of tannin decrease. The highest yield of tannin that was obtained
under conditions of power 100 W and ratio sample with ethyl acetate 1/50 g/mL
was 36.86 mg/g.
Keywords: buah balakka, ekstraksi, etil asetat, microwave-assisted extraction,
tanin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENILITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Phyllanthus Emblica L. 5
2.2 TANIN 6
2.3 METODE EKSTRAKSI 9
2.4 PELARUT EKSTRAKSI 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16
3.1 LOKASI PENELITIAN 16
3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 16
3.2.1 Bahan Penelitian 16
3.2.2 Peralatan Penelitian 16
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
3.3.1 Persiapan Bahan Baku 17
3.3.2 Proses Ekstraksi 17
3.4 FLOWCHART PENELITIAN 18
3.4.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku 18
3.4.2 Flowchart Proses Ekstraksi 18
3.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 19
3.5.1 Prosedur Analisis Hasil Penelitian 19
3.5.2 Flowchart Analisa Hasil Penelitian 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 6
4.1 UJI KUALITATIF TANIN PADA EKSTRAK BUAH BALAKKA 26
4.2 PENGARUH DAYA MICROWAVE TERHADAP KONSENTRASI
TANIN DAN YIELD TANIN 27
4.3 PENGARUH RASIO MASSA BUAH BALAKKA DENGAN
VOLUME ETIL ASETAT TERHADAP KONSENTRASI TANIN
DAN YIELD TANIN 29
4.4 ANALISIS FOURIER-TRANSFORMER INFRARED (FTIR)
PADA HASIL EKSTRAK TANIN 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 35
5.1 KESIMPULAN 35
5.2 SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Tanin Terhidrolisis 6
Gambar 2.2 Struktur Tanin Terkondensasi 7
Gambar 2.3 Reaksi Komponen Fenolik dengan FeCl3 8
Gambar 2.4 MAE dengan Multi Sampel 9
Gambar 2.5 Magnetron pada Microwave Oven 11
Gambar 2.6 Prinsip Kerja pada Microwave Oven 11
Gambar 2.7 Turntable pada Microwave Oven 12
Gambar 2.8 Control Circuit 13
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan 17
Gambar 3.2 Flowchart Persiapan Bahan Baku 18
Gambar 3.3 Flowchart Proses Ekstraksi 18
Gambar 3.4 Flowchart Uji Kualitatif pada Ekstrak Tanin 21
Gambar 3.5 Flowchart Penetuan Panjang Gelombang Maksimum 22
Gambar 3.6 Flowchart Penentuan Waktu Stabil 23
Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Kurva Baku Asam Galat 24
Gambar 3.8 Flowchart Penetapan Kadar Tanin 25
Gambar 4.1 Uji Kualitatif Ekstrak Tanin 26
Gambar 4.2 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Konsentrasi Tanin 27
Gambar 4.3 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Yield Tanin 28
Gambar 4.4 Rasio Massa Buah Balakka dengan Pelarut Terhadap
Konsentrasi Tanin 29
Gambar 4.5 Rasio Massa Buah Balakka dengan Pelarut Terhadap Yield
Tanin 30
Gambar 4.6 Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Asam Tanin 31
Standar
Gambar 4.7 Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Hasil Ekstrak Tanin
dari Buah Balakka dengan Pelarut Etil Asetat 32
Gambar 4.8 Analisis FTIR pada Hasil Ekstrak Buah Balakka dengan Pelarut
Etanol 32
Gambar B.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
Gambar B.2 Kalibrasi Asam Galat 42
Gambar C.1 Penimbangan Serbuk Buah Balakka 44
Gambar C.2 Microwave-Assisted Extraction 44
Gambar C.3 Uji Kualitatif Ekstrak Tanin 45
Gambar C.4 Uji Spektrofotometer UV-Vis 45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu yang Telah Dilakukan 2
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Analisis FTIR pada Ekstrak Buah Balakka pada
Pelarut Etil Asetat dengan Etanol 33
Tabel A.1 Data Hasil Ekstraksi Tanin dari Buah Balakka dengan Pelarut Etil
Asetat 40
Tabel B.1 Data Hasil Perhitungan Ekstrak Tanin Buah Balakka 43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A DATA HASIL PENELITIAN 40
A.1 DATA HASIL EKSTRAKSI TANIN DARI BUAH
BALAKKA DENGAN PELARUT ETIL ASETAT 40
LAMPIRAN B DATA HASIL PENELITIAN 41
B.1 KALIBRASI KURVA BAKU ASAM GALAT 41
B.2 PERHITUNGAN YIELD TANIN PADA HASIL EKSTRAK
BUAH BALAKKA 42
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 44
C.1 BUAH BALAKKA 44
C.2 MICROWAVE-ASSISTED EXTRACTION (MAE) 44
C.3 UJI KUALITATIF PADA HASIL EKSTRAK TANIN 45
C.4 UJI SPEKTROFOTOMETER UV-Vis 45
LAMPIRAN D HASIL ANALISIS LABORATORIUM 46
D.1 HASIL ANALISIS FTIR PADA EKSTRAK TANIN 46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvi
DAFTAR SINGKATAN
CT Condensed Tannin
FTIR Fourier Transform Infrared Spectroscopy
HT Hydrolysable Tannin
MAE Microwave-Assisted Extraction
RSM Response Surface Methodology
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Beberapa jenis makanan manusia yang umum termasuk buah-buahan, minuman,
sayuran, beberapa biji-bijian, coklat dan minuman, seperti kopi, teh, dan anggur
mengandung tanin yang terkondensasi dan dapat dihidrolisis (Lamy, dkk., 2016).
Phyllanthus emblica umumnya dikenal sebagai “amla” atau “balakka” dan Indian
gooseberry dalam bahasa Inggris (Hasan, dkk., 2016). Buah-buahan umumnya
mengandung 28% tanin dari total tanin yang terdistribusi di seluruh tanaman. Buahnya
mengandung dua jenis tanin yang dapat terhidrolisis, Emblicanin A dan B, yang
mengandung zat-zat antioksidan (Charmkar dan Singh, 2017). Rasa pahit dan asamnya
membuat pelanggan ragu untuk memakannya dalam bentuk mentah. Untuk mengatasi
beberapa masalah seperti aktivitas yang terhambat seperti kurangnya persediaan
balakka sepanjang tahun, keasaman tinggi dan rasa pahit, sehingga diperlukan untuk
mengubah buah ini menjadi produk olahan (Jalil, dkk., 2018).
Tanin adalah senyawa fenolik dengan kelimpahan yang cukup besar di alam.
Tanin adalah komponen yang paling banyak diekstraksi dari biomassa, setelah
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selain itu, tanin merupakan sumber senyawa fenolik
terbesar kedua setelah lignin. Dengan demikian, tanin dianggap sebagai kelompok
senyawa yang menarik pada aplikasi dalam hal potensi dan keramahan lingkungan.
Namun, satu aspek penting dari tanin adalah sifatnya yang heterogen yang membuat
mustahil untuk menetapkan suatu metode universal untuk ekstraksi mereka (Martinez,
dkk., 2019).
Untuk memisahkan tanin dan komponen-komponen lainnya dari sumber alami
mereka, berbagai cara dapat dilakukan. Di antaranya ada teknik ekstraksi konvensional
seperti ekstraksi soklet dan maserasi serta teknik non konvensional seperti ultrasound-
assisted, microwave-assisted dan subcritical water extraction (Dukic, dkk., 2017). Di
antaranya, Microwave Assissted Extraction (MAE) relatif sederhana dan efisien untuk
pemanasan, pendidihan atau untuk ekstraksi menggunakan refluks. MAE menawarkan
waktu operasi yang lebih singkat, mengurangi waktu ekstraksi dan konsumsi pelarut,
serta input energi yang lebih rendah. Ini juga menghasilkan rasio ekstraksi yang lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
tinggi dari sampel dan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah (Li, dkk.,
2019).
Hasil, kemurnian dan komposisi ekstrak biasanya bergantung pada beberapa
parameter seperti sumber nabati, teknik yang digunakan, waktu ekstraksi, suhu dan
lainnya (Martinez, dkk., 2018). Efisiensi ekstraksi MAE juga dipengaruhi oleh banyak
faktor termasuk durasi iradiasi gelombang mikro, daya gelombang mikro, rasio pelarut
terhadap padat, dan interaksinya dengan satu sama lain (Li, dkk., 2019). Peningkatan
daya gelombang mikro dapat mempercepat gerakan pelarut, pecahnya sel dan difusi
ekstraktif ke dalam pelarut, sehingga meningkatkan efektivitas ekstraksi. Rasio
pelarut/bahan dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi karena dalam batas-batas
tertentu rasio yang lebih tinggi dapat menyebabkan perbedaan konsentrasi yang lebih
tinggi, yang bermanfaat untuk transfer massa dan pemisahan zat terlarut (Li, dkk.,
2017).
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu yang Telah Dilakukan
No Nama
Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Li,
dkk.,
2019
Characterization of phenolic
compounds from Phyllanthus
emblica fruits using HPLC-
ESI-TOF-MS as affected by an
optimized microwave-assisted
extraction
Kondisi optimum ekstraksi
diperoleh pada daya 480 W,
waktu ekstraksi 29 s,
perbandingan L/M 25 ml/g
dengan etanol 66%.
2. Agarwa
l, dkk.,
2012
Extraction of Polyphenol,
Flavonoid from Emblica
Officinalis, Citrus Limon,
Cucumis Sativus and
Evaluation of their
Antioxidant Activity
Hasil terbaik ekstraksi buah
balakka diperoleh dengan
menggunakan pelarut metanol
50% sebesar 111,72 mg GAE/g.
3. Yang,
dkk.,
2009
Optimum Extraction Process
of polyphenols from the bark
of Phyllanthus emblica L.
based on the response surface
methodology
Kondisi optimum ekstraksi
diperoleh pada pelarut etanol
75%.
Berdasarkan penelitian-penelitian pada Tabel 1.1 tersebut, maka dapat dilihat
bahwa pada proses ekstraksi tanin dapat menggunakan berbagai pelarut polar. Pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
penelitian yang dilakukan Li, dkk., 2019, ekstraksi tanin dari buah balakka dilakukan
dan dipelajari untuk mendapatkan kondisi optimum melalui Response Surface
Methodology (RSM). Metode yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah MAE
dengan waktu ekstraksi (10 – 50 detik), daya gelombang mikro (80–720 W),
konsentrasi etanol (10 – 90%), dan cairan rasio terhadap padat (10 – 40 mL/g).
Pengaruh masing-masing parameter dianalisis dalam percobaan faktor tunggal dimana
kondisi optimum ekstraksi diperoleh pada daya 480 W, waktu ekstraksi 29 s,
perbandingan pelarut terhadap massa kering 25 ml/g dengan etanol 66%.
Kandungan tanin yang cukup besar pada buah balakka dapat dimanfaatkan
sebagai antioksidan dalam perindustrian makanan. Tanin dalam buah-buahan ini
sendiri juga berfungsi sebagai zat pertahanan alami terhadap infeksi mikroba. Karena
rasanya yang sangat asam dan astringent, masyarakat tidak begitu suka untuk
memakannya. Dengan demikian, buah balakka dapat digunakan menjadi produk
olahan seperti dalam pengolahan makanan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui kondisi terbaik ekstraksi tanin dari buah balakka dengan
metode Microwave-Assisted Extraction (MAE).
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini ditekankan pada pembuatan tanin melalui proses ekstraksi metode
Microwave-Assisted Extraction (MAE) buah balakka dengan rumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh daya microwave terhadap kadar ekstrak tanin dari buah
balakka?
2. Bagaimana pengaruh rasio massa kering dengan volume pelarut terhadap kadar
ekstrak tanin dari buah balakka?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Memperoleh data pengaruh daya microwave terhadap kadar ekstrak tanin dari
buah balakka.
2. Memperoleh data pengaruh rasio massa kering dengan volume pelarut terhadap
kadar ekstrak tanin dari buah balakka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memanfaatkan buah balakka menjadi bahan baku pembuatan tanin.
2. Memberikan informasi mengenai variabel yang berpengaruh dalam pembuatan
tanin melalui proses ekstraksi dengan metode Microwave-Assisted Extraction
(MAE) dengan menggunakan pelarut etil asetat.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan
Laboratorium Pengembangan PTKI Medan, Politeknik Teknologi Kimia Industri,
Medan. Adapun bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah balakka.
Variabel tetap:
- Massa kering buah balakka : 2 gram
- Waktu ekstraksi : 1 menit
- Pelarut : etil asetat
Variabel berubah:
- Daya microwave : (100, 180, 300, 450 dan 600) W
- Rasio massa terhadap etil asetat : (1/10, 1/20, 1/30, 1/40 dan 1/50) g/ml
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi:
- Analisis kualitatif tanin.
- Analisis kadar tanin dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
- Analisis Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) pada ekstrak tanin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Phyllanthus Emblica L.
Phyllanthus emblica di Indonesia dikenal dengan nama kimalaka. Masyarakat
Sumatera Utara menyebut tumbuhan ini “balakka”. Potensi balakka di Sumatera Utara
belum mendapat perhatian, baik kandungan, budidaya hingga keragamannya belum
banyak diketahui. Balakka tersebar luas di Sumatera Utara bagian Selatan, tumbuh
pada habitat teresterial pada ketinggian 48–876 meter dpl. Umumnya tumbuh di lahan-
lahan kering dan lahan kering campuran seperti di halaman rumah penduduk, tepi
jalan raya dan areal perkebunan masyarakat dengan topografi berbukit-bukit
(Khoiriyah, dkk., 2015).
Adapun taksonomi dari Phyllanthus emblica L. yaitu:
Nama botani : Phyllanthus emblica L.
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Emblica
Spesies : officinalis Gaertn
Bentuk pohon ini berukuran kecil hingga sedang dan memiliki tinggi 8-18 meter
dengan kulit abu-abu tipis, dedaunan sederhana dan tersusun rapat sepanjang ranting-
ranting pohon, berwarna hijau muda dengan bentuk menyirip. Bentuk buahnya bulat,
berdaging dan berwarna kuning pucat (Charmkar dan Singh, 2017).
Bagian buahnya mengandung 28% tanin dari total tanin yang terdistribusi pada
seluruh bagian tanaman. Buah ini dipercaya dapat digunakan untuk meningkatkan
pertahanan tubuh terhadap penyakit seperti penyakit kanker, diabetes, hati, jantung,
anemia dan lainnya. Selain itu, terdapat juga manfaat lainnya seperti meningkatkan
memori otak serta menurunkan tingkat kolestrol dalam tubuh. Buah ini juga
mengandung asam amino, karbohidrat serta kadar vitamin C yang tinggi dalam cairan
buahnya (478,56 mg/100 mL). Kadar vitamin C tersebut lebih besar daripada yang
terdapat di buah orange, tangerine dan lemon (Charmkar dan Singh, 2017).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
2.2 TANIN
Tanin merupakan kelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam sejumlah
besar makanan nabati. Secara struktural, mereka dapat dibagi dalam dua kelompok
berbeda yaitu tanin terhidrolisis (hydrolysable) dan tanin terkondensasi (condensed)
(Lamy, dkk., 2016). Tanin secara tradisional dianggap sebagai "faktor anti-gizi" untuk
hewan monogastrik dan unggas, tetapi penelitian terbaru mengungkapkan beberapa
dari mereka, ketika diterapkan dengan cara yang tepat, memperbaiki ekosistem
mikroba usus, meningkatkan kesehatan usus sehingga meningkatkan kinerja produktif
(Huang, dkk., 2017).
a. Tanin terhidrolisis (hydrolysable tannin)
Tanin yang dapat dihidrolisis dapat ditemukan dalam makanan seperti delima,
stroberi, raspberry, cengkeh, beras, gandum dan gandum hitam (Lamy, dkk., 2016).
Tanin terhidrolisis terdiri dari inti poliol (umumnya D-glukosa), yang diesterifikasi
dengan asam fenolat (terutama asam galat atau heksahidroksidifenat). Struktur dari
tanin terhidrolisis dapat dilihat pada gambar 2.1. Berat molekul HT (hydrolysable
tannin) berkisar dari 500 hingga 3.000 Da. Mereka rentan terhadap hidrolisis oleh
asam, basa atau esterase, sehingga dapat dengan mudah terdegradasi dan diserap dalam
saluran pencernaan dan dapat menyebabkan efek toksik potensial pada herbivora.
(Huang, dkk., 2017).
Gambar 2.1 Struktur Tanin Terhidrolisis
(Huang, dkk., 2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
b. Tanin terkondensasi (condensed tannin)
Tanin terkondensasi (proanthocyanidins – PA) lebih banyak terdapat pada
tanaman daripada tanin terhidrolisa, seperti kopi, teh, anggur, anggur, cranberry,
stroberi, blueberry, apel, buah persik, buah kering, mint, kemangi, rosemary dan lain-
lain (Lamy, dkk., 2016). Dibandingkan dengan HT, CT (condensed tannin) memiliki
struktur yang lebih kompleks dan berat molekul lebih tinggi berkisar dari 1.000 hingga
20.000 Da (dapat dilihat pada gambar 2.2). Tidak seperti HT, CT hanya dapat
mengalami depolimerisasi oleh hidrolisis asam oksidatif kuat. Struktur CT juga tidak
rentan terhadap degradasi enzim anaerob (Huang, dkk., 2017).
Gambar 2.2 Struktur Tanin Terkondensasi
(Huang, dkk., 2017)
Adapun sifat fisika dan kimia dari tanin yaitu (Putri, 2016):
a. Sifat Fisika
1. Umumnya tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah
dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin bentuknya amorf dan
tidak mempunyai titik leleh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung
dari sumber tanin tersebut.
3. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas
dan mempunyai rasa sepat (astrigent).
4. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau
dibiarkan di udara terbuka.
5. Tanin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik dan merupakan
racun.
6. Merupakan padatan berwarna kuning atau kecoklatan.
7. Memiliki titik leleh 305°C.
8. Memiliki titik didih 1271°C.
b. Sifat Kimia
1. Memiliki rumus molekul C76H52O46.
2. Memiliki berat molekul 1701,22.
3. Tanin dapat diidentifikasi dengan kromatografi.
4. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat
koloid.
5. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, metanol, etanol, aseton dan pelarut
organik lainnya. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila
dilarutkan dalam air panas.
6. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi ini digunakan untuk
menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan
warna hijau dan biru kehitaman.
6ArOH + FeCl3 [Fe(OAr)6]3- + 3HCl + 3H+
Gambar 2.3 Reaksi Komponen Fenolik dengan FeCl3
(Lembong, dkk., 2019)
7. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila
dipanaskan sampai suhu (99-102 °C).
8. Tanin dapat dihidrolisa oleh asam, basa dan enzim.
9. Merupakan senyawa yang sukar dipisahkan.
10. Kelarutan dalam etanol 0,82 gram dalam 1 ml (70°C).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
11. Kelarutan dalam air 0,656 gram dalam 1 ml (70°C).
2.3 METODE EKSTRAKSI
Ekstraksi tanin dari buah balakka dapat dilakukan dengan beberapa metode
seperti metode konvensional yaitu sokhlet dan metode ekstraksi dengan bantuan
microwave. Ada beberapa perbedaan antara metode soklet dan metode Microwave
Assisted Extraction (MAE), dilihat dari waktu ekstraksi, jumlah pelarut dan massa
sampel. Meskipun metode konvensional seperti sokhlet dan ekstraksi pelarut masih
diterima secara luas, mereka memiliki keterbatasan dan masalah yang melekat.
Sebagai contoh, ekstraksi Soxhlet membutuhkan 12-24 jam dalam banyak kasus dan
menggunakan volume tinggi pelarut organik (ratusan mililiter). Berbeda dengan
metode konvensional, MAE dapat mengurangi waktu ekstraksi menjadi kurang dari
20 menit dan konsumsi pelarut di bawah 20 mL. MAE memungkinkan untuk
kemungkinan memproses beberapa sampel secara bersamaan (hingga 12, 24 atau
bahkan 40 ekstraksi bersamaan), secara drastis meningkatkan jumlah hasil. Selain itu,
pemulihan yang diperoleh dengan MAE sebagian besar sebanding atau lebih tinggi
daripada yang disediakan oleh metode alternatif. Oleh karena itu, MAE sebagian besar
memenuhi kriteria minimum yang diperlukan untuk teknik persiapan sampel modern,
dan memberikan alternatif yang sangat menarik untuk pendekatan konvensional
(Llompart, dkk., 2018).
Gambar 2.4 Microwave Assisted Extraction
(Mukherjee, 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
MAE relatif sederhana dan efisien untuk pemanasan, pendidihan atau untuk
ekstraksi menggunakan refluks. MAE menawarkan waktu operasi yang lebih singkat,
mengurangi waktu ekstraksi dan konsumsi pelarut, serta input energi yang lebih
rendah. Ini juga menghasilkan rasio ekstraksi yang lebih tinggi dari sampel dan hasil
yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Mekanisme ekstraksi dengan
microwave dilakukan dengan memanaskan pelarut polar dengan energi gelombang
mikro saat bersentuhan dengan sampel padat, dan mempartisi senyawa yang
diinginkan antara sampel dan pelarut. (Li, dkk., 2019). Dalam MAE, energi gelombang
mikro diterapkan untuk memanaskan pelarut yang bersentuhan dengan sampel
(biasanya sampel padat) mencapai partisi senyawa yang diinginkan dari sampel
terhadap pelarut. Waktu ekstraksi berkurang secara signifikan ketika menerapkan
MAE karena dengan microwave maka campuran sampel/pelarut dipanaskan secara
langsung, sedangkan dengan teknik ekstraksi klasik, periode yang terbatas diperlukan
untuk memanaskan wadah sebelum panas dipindahkan ke larutan.
Microwave merupakan suatu gelombang dengan frekuensi yang berkisar antara
300 MHz – 300 GHz. Periodenya (T = 1/f), berkisar antara 3 ps – 3 ns, serta memiliki
panjang gelombang (λ = c/f) 1 mm – 1 m dimana c = 3 x 108 m/s (kecepatan cahaya
pada ruang vakum). Microwave oven untuk penggunaan domestik memiliki frekuensi
2,45 ± 0,025 GHz. Oleh karena itu, microwave oven yang dipakai memiliki periode
sekitar 0,4 ns dengan panjang gelombang sekitar 12,24 cm (Zhang, 2017). Ini berarti
microwave dalam microwave oven memiliki ukuran yang besar dan tidak dapat keluar
dari ruang oven melalui lubang-lubang kecil atau celah yang membuat alat tersebut
lebih aman. Microwave oven memiliki beberapa komponen yaitu:
a. Magnetron
Magnetron adalah komponen yang paling penting pada sebuah microwave oven
karena merupakan tempat produksi gelombang microwave dan mengalirkannya ke
ruang oven untuk memanaskan atau memasak makanan di dalamnya. Magnetron
terbagi menjadi dua bagian yaitu katoda (bagian inti) dan anoda (bagian luar). Katoda
diberikan beda potensial yang besar oleh tegangan listrik yang sangat tinggi (lebih dari
4000V DC) pada salah satu ujungnya. Lalu, ujung lainnya pada katoda menjadi sangat
negatif dengan elektron berlebih yang mengambang pada permukaan logamnya. Pada
titik ini, anoda yang merupakan bagian luar memiliki muatan yang lebih positif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
dibanding bagian katoda tersebut. Medan magnet kuat yang ditimbulkan dua magnet
di dalam ruang membawa elektron dari permukaan logam berputar menuju pinggiran
karena gaya Lorentz. Pada akhirnya, elektron-elektron yang mencapai ruang-ruang
silindris (dapat dilihat pada gambar 2.5) membentuk medan radio berfrekuensi tinggi
di setiap ruang dan beberapa bagian dari radio frequency (RF) atau microwave
ditransfer ke ruang oven melalui waveguide.
Gambar 2.5 Magnetron pada Microwave Oven\
b. Oven Cavity
Oven cavity merupakan tempat untuk meletakkan makanan di dalam sebuah
microwave oven. Permukaan logam dari oven cavity dibuat sangat berkilat sehingga
microwave yang dilepas dari magnetron direfleksikan dan meningkatkan efek
pemanasan seiring waktu berjalan. Permukaan yang berkilat ini dapat memantulkan
hampir semua energi microwave (inilah yang membuat dinding oven tidak begitu
panas ketika bekerja) dan microwave yang dipantulkan memanaskan makanan secara
seragam seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Prinsip Kerja pada Microwave Oven
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
c. Turntable
Fungsi utama dari turntable adalah untuk merotasi makanan sehingga proses
pemanasan menjadi lebih seragam dan lancar. Tanpa adanya turntable, bagian sebuah
makanan yang terletak lebih dekat dengan waveguide akan lebih terpanaskan
dibanding bagian yang lainnya. Selain itu, karena overlapping dari microwave dalam
fase destruktif membuat adanya zona mati dalam oven dimana tidak ada proses
pemanasan yang terjadi. Turntable memutar makanan yang dipanaskan dan
menimalisir efek dari zona mati tersebut.
Gambar 2.7 Turntable pada Microwave Oven
d. Control Circuit
Control Circuit merupakan otak dari microwave oven yang memiliki beberapa
fungsi meliputi:
• Mengubah AC Input dari supply menjadi arus DC yang cocok untuk
magnetron menggunakan bridge rectifiers dan transistor.
• Tegangan tinggi, transformator step-up yang tertanam pada controller
circuit meningkatkan tegangan menjadi sekitar 2000 V untuk dikirim ke
magnetron.
• Optocoupler circuit yang tertanam membuat pembatas antara bagian
dengan tegangan tinggi dan rendah pada circuit untuk keamanan.
• Menyediakan arus AC untuk turntable.
• Menventilasi panas berlebih dengan pendingin yang tertanam di dalamnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Gambar 2.8 Control Circuit
e. AC Input dan Rectifier
Microwave oven dijalankan oleh AC Input dari sumber listrik. Tegangan AC
diubah menjadi DC bertegangan tinggi dengan bantuan bridge dan sebuah transistor
circuit.
f. Transformator Step-Up (High Voltage)
Transformator ini berfungsi untuk menaikkan daya dari tegangan DC yang
dihasilkan dari rectifier untuk membuatnya cocok dengan magnetron. Transformator
ini dapat menaikkan tegangan listrik hingga 2000 V sedangkan magnetron
membutuhkan 4000 V untuk bekerja. Sisanya dilakukan oleh voltage double circuit
yang mengandakan tegangan listriknya menjadi 4000 V.
g. Safety Switches
Microwave oven memiliki safety switches yang tertanam pada pintunya (dapat
dilihat pada gambar 2.6) sehingga ketika pintunya dibuka, arus listrik dipotong dan
proses pemanasan dihentikan. Beberapa oven mempunyai fitur seperti lampu yang
nyala otomatis ketika dibuka dan mati ketika ditutup atau ketika proses pemanasan
sedang berlangsung (Mahmud, 2019).
Proses ekstraksi berlangsung dalam tiga tahap yaitu fase kesetimbangan dimana
fenomena pelarutan dan partisi berlangsung, dimana substrat dipisahkan dari
permukaan luar partikel pada kecepatan yang konstan. Kemudian, tahap ini diikuti
oleh fase transisi menuju difusi. Resistansi terhadap perpindahan massa mulai muncul
dalam antarmuka padat-cair; dalam periode ini transfer massa dengan konveksi dan
difusi berlaku. Pada fase terakhir, zat terlarut harus mengatasi interaksi yang
mengikatnya ke matriks dan berdifusi ke dalam pelarut ekstraksi. Tingkat ekstraksi
pada periode ini rendah, ditandai dengan pengangkatan ekstrak melalui mekanisme
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
difusi. Poin ini adalah langkah ireversibel dari proses ekstraksi; sering dianggap
sebagai tahap untuk membatasi proses (Kusuma dan Mahfud, 2016).
Faktor utama lain yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah sifat pelarut.
Seleksi pelarut untuk MAE tidak hanya dari kelarutan senyawa yang diinginkan dan
oleh interaksi antara pelarut dan matriks, tetapi juga oleh sifat-sifat penyerap
gelombang mikro dari pelarut. Pelarut harus memiliki selektivitas tinggi terhadap zat
yang diinginkan, tidak melibatkan komponen-komponen yang tidak diinginkan, dan
cocok dengan analisis selanjutnya. Pelarut ekstraksi yang tersedia untuk MAE
biasanya terbatas pada mereka yang menyerap gelombang mikro (pelarut yang
memiliki gaya dipol permanen) (Llompart, dkk., 2018).
Efisiensi ekstraksi MAE juga dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk durasi
iradiasi gelombang mikro, daya gelombang mikro, rasio pelarut terhadap padat, dan
interaksinya dengan satu sama lain (Li, dkk., 2019). Dalam ekstraksi konvensional,
volume pelarut yang lebih tinggi biasanya akan meningkatkan pemulihan ekstrak.
Namun, dalam MAE, pendekatan yang sama dapat menyebabkan pemulihan yang
lebih rendah, mungkin karena pencampuran pelarut yang tidak memadai dengan
matriks oleh gelombang mikro. Kuantitas ekstrak dapat ditingkatkan dengan
peningkatan daya gelombang mikro, tetapi ada juga risiko terkait degradasi komponen
termolabil. Secara teori, penggunaan daya microwave yang tinggi harusnya
memungkinkan pengurangan waktu pemaparan. Namun, dalam beberapa kasus,
microwave dengan daya yang sangat tinggi dapat menurunkan efisiensi ekstraksi
karena degradasi sampel atau pendidihan pelarut cepat dalam sistem wadah terbuka,
sehingga menghambat kontak ekstrak (Llompart, dkk., 2018).
2.4 PELARUT EKSTRAKSI
Keberhasilan penentuan senyawa aktif biologis dari bahan tanaman sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi. Sifat dari
pelarut yang baik dalam ekstraksi tanaman meliputi toksisitas rendah, sifat mudah
menguap oleh panas pada suhu rendah, peningkatan penyerapan fisiologis yang cepat
dari ekstrak, tindakan pengawet dan ketidakmampuan untuk menyebabkan ekstrak
menjadi kompleks atau terpisah. Pilihan pelarut dipengaruhi oleh apa yang ingin
dilakukan dengan ekstrak. Karena produk akhir akan mengandung jejak residu pelarut,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
pelarut harus tidak beracun dan tidak boleh mengganggu bioassay. Pilihannya juga
akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan untuk diekstraksi (Pandey dan
Tripathi, 2014).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut diantaranya adalah
selektivitas, toksisitas, kepolaran, kemudahan untuk diuapkan, dan harga. Etil asetat
merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang
bersifat polar maupun nonpolar, memiliki toksisitas rendah, dan mudah diuapkan
sehingga dapat digunakan untuk ekstraksi buah balakka (Putri, dkk., 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan pelarut adalah:
• Jumlah fitokimia yang ingin diekstraksi
• Rasio ekstraksi
• Keanekaragaman senyawa yang diekstraksi
• Keanekaragaman senyawa penghambat yang diekstraksi
• Kemudahan penanganan ekstrak pada tahap selanjutnya
• Toksisitas pelarut pada proses bioassay
• Potensi bahaya kesehatan dari ekstraktan
(Pandey dan Tripathi, 2014).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan
Laboratorium Pengembangan PTKI Medan, Politeknik Teknologi Kimia Industri,
Medan. Adapun bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah balakka.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
Adapun bahan dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
3.2.1 Bahan Penelitian
1. Aquadest (H2O)
2. Asam galat (C6H2(OH)3COOH)
3. Besi (III) klorida (FeCl3)
4. Buah balakka
5. Etil asetat (CH3CH2OCOCH3)
6. Folin-Ciocalteu
7. Gelatin
8. Natrium karbonat (Na2CO3)
9. Natrium klorida (NaCl)
3.2.2 Peralatan Penelitian
1. Batang Pengaduk
2. Beaker Glass
3. Gelas Ukur
4. Microwave oven (Samsung MS23K3513AK 23L)
5. Neraca digital
6. Oven
7. Pipet tetes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
8. Spektrofotometer UV-Vis
9. Termometer
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan
Keterangan:
A = Microwave oven
B = Beaker glass
C = Pelarut (Etil Asetat)
D = Sampel (Buah Balakka)
3.3 PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
Tahapan prosedur bahan baku pada peneliatian ini, yaitu (Li, dkk., 2019):
1. Dikeringkan buah balakka dengan oven pada suhu 40 oC hingga
mencapai berat konstan.
2. Dihaluskan dengan blender.
3.3.2 Proses Ekstraksi
Prosedur proses ekstraksi tanin dari buah balakka sebagai berikut (Li, dkk.,
2019):
1. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram.
2. Dicampurkan dengan (20, 40, 60, 80 dan 100) mL etil asetat.
3. Dimasukkan ke dalam microwave selama 1 menit dengan daya
(100, 180, 300, 450, dan 600) W.
4. Dilakukan pengukuran suhu setelah proses ekstraksi.
A
B
C D
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
5. Disaring untuk memisahkan filtrat dengan residu.
6. Filtrat dikeringkan di dalam oven lalu dihitung kadar taninnya.
3.4 FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku
Gambar 3.2 Flowchart Persiapan Bahan Baku
3.4.2 Flowchart Proses Ekstraksi
Gambar 3.3 Flowchart Proses Ekstraksi
Selesai
Mulai
Buah balakka dikeringkan dengan oven pada
suhu 40 oC hingga mencapai berat konstan
Dihaluskan dengan blender
Filtrat dikeringkan di dalam oven Residu dibuang
Mulai
Dimasukkan ke dalam microwave selama 1 menit
dengan daya (100, 180, 300, 450 dan 600) W
Disiapkan 2 gram sampel yang telah diayak
Dicampurkan dengan etil asetat sebanyak (20,
40, 60, 80 dan 100) mL
Diukur suhu ekstrak lalu saring dan dipisahkan ekstrak dari
campuran dengan kertas saring
Selesai Selesai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
3.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini antara lain:
1. Analisis kualitatif pada ekstrak tanin.
2. Analisis kadar tanin pada ekstrak menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada ekstrak tanin menggunakan spektrofotometer (double beam)
Shimadzu UV-1800.
3. Analisis Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) pada ekstrak
tanin.
3.5.1 Prosedur Analisis Hasil Penelitian
1. Analisis Kualitatif pada Ekstrak Tanin
Adapun prosedur analisis kualitatif pada ekstrak tanin, sebagai berikut
(Ahmad, dkk., 2018):
1. Sampel yang dianalisis ditambahkan 1 mL gelatin 1% dan 1 mL larutan
NaCl 10%, endapan warna putih menunjukkan adanya tanin.
2. Sampel yang dianalisis ditambahkan 10 mL aquadest, dan disaring lalu
filtratnya ditambahkan larutan FeCl3 10% sebanyak 2 mL, endapan biru
kehitaman atau hijau menunjukkan adanya tanin.
2. Analisis Kadar Tanin dengan menggunakan Spektofotometri UV-Vis
Tahapan analisis kadar tanin menggunakan spektrofotometer UV-Vis terdiri
atas beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Prosedur penentuan panjang gelombang maksimum sebagai berikut (Amelia,
2015):
1. Ditimbang asam galat sebanyak 10 mg.
2. Dilarutkan dengan aquadest hingga volume 100 mL maka diperoleh
konsentrasi larutan 100 ppm.
3. Dipipet larutan baku induk asam galat sebanyak 2 tetes ke dalam labu ukur
10 ml.
4. Ditambahkan 1 mL reagen folin 10%, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
5. Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
6. Ditambah aquadest sampai batas 10 mL.
7. Dibaca pada panjang gelombang rentang 400-800 nm.
b. Penentuan Waktu Stabil
Berikut ini adalah prosedur penentuan waktu stabil (Amelia, 2015):
1. Dipipet larutan baku induk asam galat sebanyak 2 tetes ke dalam labu ukur
10 ml.
2. Ditambahkan 1 mL reagen folin 10%, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
3. Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15 %, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
4. Ditambah aquadest sampai batas 10 mL.
5. Diamati absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang telah
didapat dengan interval waktu pengamatan 0 sampai dengan 80 menit
c. Pembuatan Kurva Baku Asam Galat
Adapun prosedur pembuatan kurva baku larutan standar yaitu (Amelia, 2015):
1. Dipipet larutan baku induk asam galat masing-masing dengan konsentrasi
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 ppm sebanyak 3 mL kedalam labu ukur 10 mL.
2. Ditambahkan 1 mL reagen folin, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
3. Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%, dicampur homogen dan didiamkan
selama 5 menit.
4. Ditambah aquadest sampai batas 10 mL, dicampur homogen dan
didiamkan selama waktu stabil yang telah diperoleh.
5. Lalu diamati absorbansi pada panjang gelombang maksimum.
d. Penetapan Kadar Tanin
Berikut ini prosedur penetapan kadar tanin (Amelia, 2015):
1. Diambil 2,5 mL sampel ekstrak tanin kedalam labu ukur 25 mL.
2. Ditambahkan aquadest sampai batas 25 mL, dicampur hingga homogen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
3. Kemudian diambil 3 mL larutan tersebut ke dalam labu ukur 10 mL.
4. Ditambahkan 1 mL reagen folin, dicampur lalu didiamkan selama 5 menit.
5. Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%, dicampur lalu didiamkan selama 5
menit.
6. Ditambah aquadest sampai batas 10 mL, dicampur homogen dan
didiamkan selama waktu stabil yang telah diperoleh.
7. Lalu diamati absorbansi pada panjang gelombang maksimum.
3.5.2 Flowchart Analisa Hasil Penelitian
1. Flowchart Uji Kualitatif Ekstrak Tanin
Gambar 3.4 Flowchart Uji Kualitatif pada Ekstrak Tanin
Mengandung Tanin
Apakah
terbentuk
endapan putih?
Analit ditambahkan aquadest 10
mL lalu disaring
Apakah terbentuk
endapan biru
kehitaman atau
hijau?
Mengandung Tanin
Mulai
Ya
Ya
Tidak Mengandung Tanin
Tidak
Filtrat ditambahkan 2 mL
larutan FeCl3 10%
Analit ditambahkan 1 mL
gelatin 1% dan 1 mL larutan
NaCl 10%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
2. Flowchart Uji Kadar Tanin (Spektrofotometri UV-Vis)
a. Flowchart Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Gambar 3.5 Flowchart Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Selesai
Mulai
Asam galat sebanyak 10 mg dilarutkan dengan
100 mL aquadest
Larutan baku induk asam galat diambil
sebanyak 2 tetes ke dalam labu ukur 10 mL
Campuran ditambahkan aquadest hingga
batas 10 mL
Sampel diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis,
lalu dibaca pada panjang gelombang rentang 400-
800 nm
Ditambahkan 1 mL reagen Folin-Ciocalteu,
lalu dicampur hingga homogen lalu
didiamkan selama 5 menit
Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%, dicampur
hingga homogen lalu didiamkan selama 5 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
b. Flowchart Penentuan Waktu Stabil
Gambar 3.6 Flowchart Penentuan Waktu Stabil
Selesai
Larutan baku induk asam galat diambil
sebanyak 2 tetes ke dalam labu ukur 10 mL
Diamati absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum yang telah didapat dengan interval
waktu pengamatan 0 sampai dengan 80 menit
Mulai
Campuran ditambahkan aquadest hingga
batas 10 mL
Ditambahkan 1 mL reagen Folin-Ciocalteu,
lalu dicampur hingga homogen lalu
didiamkan selama 5 menit
Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%, dicampur
hingga homogen lalu didiamkan selama 5 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
c. Flowchart Pembuatan Kurva Baku Asam Galat
Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Kurva Baku Asam Galat
Selesai
Larutan baku induk asam galat dengan
konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 ppm masing-
masing diambil sebanyak 3 mL ke dalam labu
ukur 10 mL
Mulai
Campuran ditambahkan aquadest hingga
batas 10 mL
Absorbansi sampel diukur dengan
Spektrofotometer UV-Vis dan diamati pada
panjang gelombang maksimum
Dicampur hingga homogen lalu didiamkan
selama waktu stabil yang telah diperoleh
Masing-masing sampel ditambahkan 1 mL
reagen Folin-Ciocalteu, lalu dicampur hingga
homogen lalu didiamkan selama 5 menit
Masing-masing sampel ditambahkan 2
mL Na2CO3 15%, dicampur hingga
homogen lalu didiamkan selama 5 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
d. Flowchart Pembuatan Kurva Baku Asam Galat
Gambar 3.8 Flowchart Penetapan Kadar Tanin
Selesai
Sebanyak 2,5 mL sampel ekstrak tanin diencerkan
dengan aquadest hingga volume 25 mL
Mulai
Dicampur hingga homogen lalu didiamkan
selama waktu stabil yang telah diperoleh
Campuran ditambahkan aquadest hingga
batas 10 mL
Absorbansi sampel diukur dengan
Spektrofotometer UV-Vis dan diamati pada
panjang gelombang maksimum
Sebanyak 3 mL larutan tersebut ditambahkan 1
mL reagen Folin-Ciocalteu, lalu dicampur
hingga homogen lalu didiamkan selama 5 menit
Ditambahkan 2 mL Na2CO3 15%,
dicampur hingga homogen lalu didiamkan
selama 5 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 UJI KUALITATIF TANIN PADA EKSTRAK BUAH BALAKKA
Tanin merupakan kelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam sejumlah
besar makanan nabati (Lamy, dkk., 2016). Buah mengandung 28% tanin dari total
tanin yang terdistribusi pada seluruh bagian tanaman (Charmkar dan Singh, 2017). Uji
kualitatif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan tanin pada ekstrak
yang diperoleh. Dilakukan dua jenis analisis pada ekstrak buah balakka:
• Hasil ekstrak pertama ditambahkan 1 mL gelatin 1% dan 1 mL larutan NaCl
10%, endapan warna putih menunjukkan adanya tanin.
• Hasil ekstrak kedua ditambahkan 10 mL aquadest, dan disaring lalu filtratnya
ditambahkan larutan FeCl3 10% sebanyak 2 mL, endapan biru kehitaman atau
hijau menunjukkan adanya tanin (Ahmad, dkk., 2018). Warna hijau merupakan
hasil reaksi dari tanin terkondensasi sedangkan biru kehitaman merupakan
hasil reaksi dari tanin terhidrolisis (Bharudin, dkk., 2013).
Gambar 4.1 menunjukkan hasil uji kualitatif tanin pada hasil ekstrak buah balakka
dengan pelarut etil asetat.
(a) (b) (c)
Gambar 4.1 Uji Kualitatif Ekstrak Tanin
(a) Ekstrak Tanin sebelum Pengujian
(b) Uji Ekstrak dengan Larutan Gelatin 1% dan NaCl 10%
(c) Uji Ekstrak dengan Larutan FeCl3 10%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Berdasarkan Gambar 4.1 (b) hasil uji ekstrak dengan larutan gelatin 1% dan
NaCl 10% membentuk endapan putih. Hal ini disebabkan karena tanin mengendapkan
protein pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer mantap
yang tidak larut dalam air. Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl untuk
mempertinggi penggaram dari tanin-gelatin (Marliana, dkk., 2005). Adapun pada
Gambar 4.1 (c) hasil uji ekstrak dengan larutan FeCl3 10% membentuk endapan biru
kehitaman. Hal ini disebabkan karena garam besi membentuk senyawa kompleks
dengan tanin (Lembong, dkk., 2019). Kedua uji kualitatif pada ekstrak buah balakka
menunjukkan bahwa adanya kandungan tanin pada ekstrak buah balakka.
4.2 PENGARUH DAYA MICROWAVE TERHADAP KONSENTRASI DAN
YIELD TANIN
Adapun pengaruh daya microwave terhadap konsentrasi tanin yang diperoleh
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Konsentrasi Tanin
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa konsentrasi tanin menurun seiring
penambahan daya micowave pada proses ekstraksi dengan perbandingan massa buah
balakka terhadap pelarut etil asetat 1/10 g/mL dan waktu ekstraksi 1 menit. Pada daya
100 W, konsentrasi tanin yang diperoleh sebesar 56,2 mg/L dan terus mengalami
penurunan konsentrasi seiring penambahan daya yaitu pada daya 180, 300, 450 dan
600 W masing-masing sebesar 32,9 mg/L, 28,7 mg/L, 16,2 mg/L dan 9,6 mg/L.
0
10
20
30
40
50
60
100 180 300 450 600
Konse
ntr
asi
(mg/L
)
Daya Microwave (W)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Adapun pengaruh daya microwave terhadap yield tanin yang diperoleh dengan
waktu ekstraksi 1 menit, rasio massa buah balakka terhadap volume etil asetat 1/10
g/mL dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Yield Tanin
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa yield tanin menurun seiring penambahan
daya micowave pada proses ekstraksi dengan perbandingan massa buah balakka
terhadap pelarut etil asetat 1/10 g/mL. Pada daya 100 W, yield tanin yang diperoleh
sebesar 36,53 mg/g dan terus mengalami penurunan yield seiring penambahan daya
yaitu pada daya 180, 300, 450 dan 600 W masing-masing sebesar 21,385 mg/g, 18,655
mg/g, 9,72 mg/g dan 5,28 mg/g.
Kuantitas ekstrak dapat ditingkatkan dengan peningkatan daya gelombang
mikro, tetapi ada juga risiko terkait degradasi komponen termolabil. Secara teori,
penggunaan daya microwave yang tinggi harusnya memungkinkan pengurangan
waktu pemaparan. Namun, dalam beberapa kasus, microwave dengan daya yang
sangat tinggi dapat menurunkan efisiensi ekstraksi karena degradasi sampel atau
pendidihan pelarut cepat dalam sistem wadah terbuka, sehingga menghambat kontak
ekstrak (Llompart, dkk., 2018). Proses degradasi sampel dan pendidihan pelarut dalam
daya yang tinggi dapat menyebabkan efisiensi ekstraksi menurun sehingga
menurunkan konsentrasi tanin seiring naiknya daya microwave.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, daya microwave
menurunkan kuantitas ekstrak yang diperoleh akibat degradasi sampel yang
0
5
10
15
20
25
30
35
40
100 180 300 450 600
Yie
ld T
anin
(m
g/g
)
Daya Microwave (W)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
menyebabkan konsentrasi tanin serta yield tanin yang diperoleh menurun. Dari hasil
yang diperoleh, yield tanin tertinggi diperoleh pada daya 100 W dimana diperoleh yield
sebesar 36,53 mg/g sehingga untuk penelitian selanjutnya dilaksanakan pada daya
100 W.
4.3 PENGARUH RASIO MASSA BUAH BALAKKA DENGAN VOLUME
ETIL ASETAT TERHADAP KONSENTRASI DAN YIELD TANIN
Adapun pengaruh rasio massa buah balakka dengan volume etil asetat terhadap
konsentrasi tanin yang diperoleh menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Pengaruh Rasio Massa Buah Balakka dengan Pelarut Terhadap
Konsentrasi Tanin
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa konsentrasi tanin mengalami fluktuasi seiring
penambahan volume etil asetat pada proses ekstraksi dengan daya 100 W. Pada rasio
1/10 g/mL diperoleh konsentrasi tanin sebesar 56,2 mg/L dan kemudian menurun pada
rasio 1/20 dan 1/30 g/mL yaitu masing-masing sebesar 47,91 mg/L dan 38,25 mg/L.
Selanjutnya, konsentrasi tanin mengalami kenaikkan pada rasio 1/40 dan 1/50 g/mL
yaitu masing-masing sebesar 47,74 mg/L dan 49,28 mg/L.
Adapun pengaruh rasio massa buah balakka dengan volume etil asetat terhadap
yield tanin yang diperoleh dengan waktu ekstraksi 1 menit, daya 100 W dapat dilihat
pada Gambar 4.5.
0
10
20
30
40
50
60
1/10 1/20 1/30 1/40 1/50
Konse
ntr
asi
(mg/L
)
Rasio Massa Buah Balakka dengan Pelarut (g/mL)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Gambar 4.5 Pengaruh Rasio Massa Buah Balakka dengan Pelarut Terhadap Yield
Tanin
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa konsentrasi tanin mengalami fluktuasi seiring
penambahan volume etil asetat pada proses ekstraksi dengan daya 100 W. Pada rasio
1/10 g/mL diperoleh yield tanin sebesar 36,53 mg/g dan kemudian menurun pada rasio
1/20 dan 1/30 g/mL yaitu masing-masing sebesar 31,1415 mg/g dan 26,725 mg/g.
Selanjutnya, yield tanin mengalami kenaikkan pada rasio 1/40 dan 1/50 g/mL yaitu
masing-masing sebesar 33,418 mg/g dan 36,86 mg/g.
.Dalam ekstraksi konvensional, volume pelarut yang lebih tinggi biasanya akan
meningkatkan pemulihan ekstrak. Namun, dalam MAE, pendekatan yang sama dapat
menyebabkan pemulihan yang lebih rendah, mungkin karena difusi pelarut yang tidak
sempurna dengan sampel oleh gelombang mikro (Llompart, dkk., 2018). Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya fluktuasi seiring bertambahnya volume pelarut. Selain itu,
dapat terlihat bahwa pelarut sudah mencapai saturation point karena yield tanin yang
dihasilkan tidak mengalami peningkatan yang signifikan (Buanasari, dkk., 2017).
Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bertambahnya volume pelarut etil
asetat menaikkan kuantitas ekstrak yang diperoleh, tetapi juga dapat menurun karena
pencampuran pelarut yang tidak sempurna dengan sampel oleh gelombang mikro yang
menyebabkan konsentrasi tanin serta yield tanin yang diperoleh menurun. Dari hasil
yang diperoleh, yield tanin tertinggi diperoleh pada rasio 1/50 dimana diperoleh yield
sebesar 36,86 mg/g.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1/10 1/20 1/30 1/40 1/50
Yie
ld T
anin
(m
g/g
)
Rasio Massa dengan Pelarut (g/mL)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Berdasarkan hasil dari seluruh penelitian ini, dapat diperoleh bahwa hasil
ekstrak tertinggi diperoleh pada kondisi daya 100 W, rasio massa buah balakka
terhadap etil asetat 1/50 g/mL dengan waktu ekstraksi 1 menit yaitu yield sebesar 36,86
mg/g. Adapun bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Rahmah, dkk.,
2018 yaitu ekstraksi tanin dari biji pinang dengan metode maserasi dimana hasil yield
tertinggi dicapai pada hasil ekstraksi 4 jam sebesar 13,59%, hasil yang diperoleh pada
penelitian ini menggunakan metode MAE lebih efisien karena perbedaan waktu yang
sangat besar.
4.4 ANALISIS FOURIER-TRANSFORMER INFRARED (FTIR) PADA
HASIL EKSTRAK TANIN
Hasil ekstrak tanin yang diperoleh pada kondisi daya 100 W, rasio massa buah
balakka terhadap etil asetat 1/50 g/mL dengan waktu ekstraksi 1 menit diidentifikasi
dengan spektrofotometer Fourier-Transformer Infrared (FTIR) untuk mengetahui
gugus-gugus yang terdapat di dalam hasil ekstrak tersebut. Pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang 500-4000 cm-1. Hasil analisis tanin standar yang dilakukan oleh
Wahyono, dkk. Ditunjukkan pada Gambar 4.6 sebagai perbandingan awal. Adapun
hasil analisis FTIR penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.7 yang dibandingkan
dengan hasil analisis FTIR pada ekstrak tanin dari buah balakka dengan pelarut etanol
yang dilakukan oleh Kamble dan Nemade pada Gambar 4.8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
Gambar 4.6 Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Asam Tanin
Standar (Wahyono, dkk., 2019)
Gambar 4.7 Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Hasil Ekstrak Tanin
dari Buah Balakka dengan Pelarut Etil Asetat
95
90
85
80
5 75
70
5 65
60
5 55
50
45
40
4000 3500 3000 2000 1000 2500 1500 500
Panjang gelombang (cm-1)
Tra
nsm
isi
(%)
33
91
.97
17
37
.98
16
13
.64
15
39
.32
1
44
8.4
9
13
73
.27
12
36
.37
10
43
.23
10
97
.01 9
36
.38
76
6.5
7
84
7.3
9 23
60
.81
29
26
.53
29
83
.35
28
65
.61
13
02
.21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Gambar 4.8 Analisis FTIR pada Hasil Ekstrak Buah Balakka dengan Pelarut Etanol
(Kamble dan Nemade, 2019)
Dari hasil FTIR pada Gambar 4.6, 4.7 dan 4.8 dapat diketahui berbagai gugus
fungsi untuk masing-masing hasil ekstrak yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Analisis FTIR pada Tanin Standar, Ekstrak Buah
Balakka pada Pelarut Etil Asetat dan Etanol
Gugus Fungsi
Panjang Gelombang (cm-1)
Tanin Standar
(Wahyono,dkk.)
Ekstrak dengan
Pelarut Etil Asetat
(Hasil Penelitian Ini)
Ekstrak dengan
Pelarut Etanol
(Kamble dan
Nemade, 2019)
1. O-H
stretching
3275,5382 3391,97 3210,9
2. C-H
stretching
2833,3333 2983,35; 2926,53 dan
2855,61
-
3. O=C=O
stretching
2361,29582 2360,81 -
4. C=O
stretching
1714,4075 1737,98 1699,94 dan
1621,64
5. C=C
stretching
- 1613,64 -
6. N-O
stretching
1528,815 1539,32 -
7. C-H
bending
1443,47826 1448,49 -
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
8. O-H
bending
1318,15857 1373,27 1368,25
9. C-O
stretching
(ester)
- 1302,21 -
10. C-O
stretching
(alkil aril
eter)
1205,37084 1236.37 1233,25
11. C-O
stretching
(alkohol)
1090,19608 - 1142,62
12. CO-O-CO
stretching
- 1043,23 1033,66
13. C=C
bending
951,74766;
865,81415 dan
756,60699
938,38; 847,39 dan
766,57
853,75
Menurut Huang, dkk., struktur tanin baik tanin terhidrolisis maupun tanin
terkondensasi mempunyai gugus O-H fenolik yang sangat dominan. Dari Gambar 4.6
dan Tabel 4.1 diketahui terdapat karakteristik tanin yaitu pada puncak vibrasi fenol
(O-H stretching) pada 3275,5382 cm-1. Selain itu, terdapat gugus-gugus lainnya seperti
gugus alkana (C-H stretching) pada puncak 2833,3333 cm-1, gugus karbon dioksida
(O=C=O stretching) pada 2361,29582 cm-1, gugus karbonil (C=O stretching) pada
puncak 1714,4075 cm-1, gugus komponen nitrogen (N-O stretching) pada puncak
1528,815 cm-1, gugus alkana kelompok metil (C-H bending) pada puncak 1443,47826
cm-1, gugus fenol (O-H bending) pada puncak 1318,15857 cm-1, gugus alkil aril eter
(C-O stretching) pada puncak 1205,37084 cm-1, gugus alkohol sekunder (C-O
stretching) pada puncak 1090,19608 cm-1 dan gugus alkena (C=C bending) pada
puncak 951,74766; 865,81415 dan 756,60699 cm-1.
Hasil analisis FTIR pada Gambar 4.7 juga menunjukkan adanya karakteristik
tanin yaitu puncak vibrasi fenolik (O-H stretching) pada 3391,97 cm-1. Selain itu,
terdapat juga gugus-gugus lainnya seperti gugus alkana (C-H stretching) pada puncak
2983,35; 2926,53 dan 2855,61 cm-1, gugus karbon dioksida (O=C=O stretching) pada
puncak 2360,81 cm-1, gugus aldehid (C=O stretching) pada 1737,98 cm-1, gugus
alkena (C=C stretching) pada puncak 1613,64 cm-1, gugus komponen nitrogen (N-O
stretching) pada puncak 1539,32 cm-1, gugus alkana kelompok metil (C-H bending)
pada puncak 1448,49 cm-1, gugus fenol (O-H bending) pada puncak 1373,27 cm-1,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
gugus aromatik ester (C-O stretching) pada puncak 1302,21 cm-1, gugus alkil aril eter
(C-O stretching) pada puncak 1236.37 cm-1, gugus anhidrida (CO-O-CO stretching)
pada puncak 1043,23 cm-1 dan gugus alkena (C=C bending) pada puncak 938,38;
847,39 dan 766,57 cm-1.
Hasil analisis FTIR pada penelitian yang dilakukan oleh Kamble dan Nemade
pada Gambar 4.8 menunjukkan gugus fenolik (O-H stretching) pada puncak 3210,9
cm-1, gugus aldehid (C=O stretching) pada puncak 1699,94 cm-1 dan 1621,64 cm-1,
gugus fenol (O-H bending) pada puncak 1368,25 cm-1, gugus alkil aril eter (C-O
stretching) pada puncak 1233,25 cm-1, gugus alkohol tersier (C-O stretching) pada
puncak 1142,62 cm-1, gugus anhidrida (CO-O-CO) pada puncak 1033,66 cm-1.dan
gugus alkena (C=C bending) pada puncak 853,75 cm-1.
Berdasarkan perbandingan pada Tabel 4.1, FTIR ekstrak hasil penelitian ini
sudah memiliki kemiripan dengan FTIR asam tanin standar yang dilakukan Wahyono,
dkk. Terdapat perbedaan dimana ekstrak hasil penelitian ini memiliki gugus lain
seperti gugus alkena (C=C stretching) yang disebabkan dehidrasi dari alkohol pada
hasil ekstrak buah balakka sehingga gugus alkohol (C-O stretching) pada ekstrak hasil
penelitian ini tidak ada; terdapat gugus ester (C-O stretching) dan gugus anhidrida
(CO-O-CO stretching) yang mungkin merupakan senyawa lain yang terekstrak pada
buah balakka. FTIR hasil penelitian ini juga memiliki kemiripan dengan FTIR hasil
penelitian Kamble dan Nemade dimana terdapat perbedaan juga seperti dengan tanin
standar yaitu gugus alkena (C=C stretching) yang disebabkan dehidrasi dari alkohol
pada hasil ekstrak buah balakka sehingga ekstrak hasil penelitian ini tidak
mengandung gugus alkohol (C-O stretching). Adapun terdapat gugus-gugus lainnya
seperti gugus alkana (C-H stretching) dan alkana kelompok metil (C-H bending) yang
tidak dimiliki oleh hasil penelitian Kamble dan Nemade yang dapat disebabkan oleh
faktor seperti terdegradasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Hasil analisis kualitatif dan FTIR menunjukkan adanya tanin pada hasil
ekstrak buah balakka.
2. Penggunaan daya microwave yang lebih besar menyebabkan kadar tanin
pada hasil ekstraksi terdegradasi sehingga yield yang diperoleh berkurang.
3. Jumlah pelarut yang lebih banyak menyebabkan kadar tanin pada hasil
ekstraksi menurun dan mengalami kenaikan pada rasio 1/50 g/mL.
4. Yield tanin tertinggi diperoleh sebesar 36,86 mg/g pada daya microwave
100 W, rasio massa buah balakka terhadap etil asetat 1/50 g/mL dengan
waktu ekstraksi 1 menit.
5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk kelanjutan penelitian ini adalah:
1. Memvariasikan waktu ekstraksi yang dilakukan.
2. Memvariasikan ukuran partikel buah balakka yang digunakan karena
ukuran permukaan padatan dapat mempengaruhi luas area kontak antara
padatan dengan pelarut.
3. Melakukan identifikasi pada hasil ekstrak buah balakka dengan metode
lain seperti HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
4. Mengaplikasikan hasil ekstrak tanin dari buah balakka pada pengawetan
bahan makanan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, M., A. Kumar, R. Gupta dan S. Upadhyaya. 2012. Extraction of
Polyphenol, Flavonoid from Emblica Officinalis, Citrus Limon,
Cucumis Sativus and Evaluation of their Antioxidant Activity. Orient J
Chem. 28(2).
Ahmad, R., G. Parveen dan N. A. Gauri. 2018. Phytochemical screening, sugar
content, total protein and antimicrobial activity of three important
medicinal plants. International Journal of Fauna and Biological Studies.
5(6): 125-139.
Amelia, F. R. 2015. Penentuan Jenis Tanin Dan Penetapan Kadar Tanin Dari
Buah Bungur Muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) Secara
spektrofotometri dan Permanganometri. Jurnal ilmiah mahasiswa
Universitas Surabaya Vol.4 No.2. Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya: Surabaya.
Bharudin, M. A., S. Zakaria dan C. H. Chia. 2013. Condensed tannins from
acacia mangium bark: Charaterization by spot tests and FTIR. AIP
Conference Proceedings 1571. 153-157.
Buanasari, W. T. Eden dan Ayu Ina Solichah. 2017. Extraction of Phenolic
Compounds from Petai Leaves (Parkia speciosa Hassk.) using
Microwave and Ultrasound Asssisted Methods. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan. 6(1): 25-31.
Charmkar, N. K. dan R. Singh. 2017. Emblica officinalis Gaertn. (Amla): A
Wonder Gift of Nature to Humans. International Journal of Current
Microbiology and Applied Sciences. 6(7): 4267-4280.
Đukić, D. P. M., S. V. Moračanin, V. Kurćubić, M. Milijašević dan J. Babić.
2017. Conventional and unconventional extraction methods applied to the
plant, Thymus serpyllum L. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science. 85. DOI :10.1088/1755-1315/85/1/012064.
Hasan, M. R., M. N. Islam dan M. R. Islam. 2016. Phytochemistry,
pharmacological activities and traditional uses of Emblica officinalis: A
review. International Current Pharmaceutical Journal. 5(2): 14-21.
Nova Science Publishers Inc: New York.
Huang, Q., X. Liu, G. Zhao, T. Hu dan Y. Wang. 2017. Potential and challenges
of tannins as an alternative to in-feed antibiotics for farm animal
production. Animal Nutrition Journal. DOI:
10.1016/j.aninu.2017.09.004.
Jalil, M. A., M. A. Islam, M. B. Islam, N. U. Ahmed, M. A., M. M. H. Mondol,
M. N. Hossain dan A. A. Muzahid. 2018. Determination of Trace
Element, Microbial Load, Vitamin C and Percentage of Protein for Shell
Life and Quality Determination of Prepared Amla Candy. Journal of
Scientific and Engineering Research. 5(10): 162-167. ISSN: 2394-2630.
Kamble, R. B. dan S. N. Nemade. 2019. Synthesis and Characterization of
Tannic Acid from Extraction of Emblica Officinalis (Avala).
International Journal of Engineering Science and Computing. 9(7).
College of Engineering and Tech: India.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Khoiriyah, U., N. Pasaribu dan S. Hannum. 2015. Distribusi Phyllanthus
emblica L. di Sumatera Utara Bagian Selatan. Biosfera. 32(2).
Universitas Sumatera Utara: Medan.
Kusuma, H. S. dan M. Mahfud. 2016. Preliminary study: kinetics of oil
extraction from sandalwood by microwave-assisted hydrodistillation.
International Conference on Innovation in Engineering and Vocational
Education. DOI:10.1088/1757-899X/128/1/012009.
Lamy, E., C. Pinheiro, L. Rodrigues, F. C. e Silva, O. S. Lopes, S. Tavares dan
R. Gaspar. 2016. Determinants of Tannin-Rich Food and Beverage
Consumption: Oral Perception vs. Psychosocial Aspects. Tannins:
Biochemistry, Food Sources and Nutritional Properties, Edition:
Biochemistry Research Trends Series. 29-58.
Lembong, E., G. L. Utama dan R. A. Saputra. 2019. Phytochemical Test,
Vitamin C Content and Antioxidant Activities Beet Root (Beta vulgaris
Linn.) Extracts as Food Coloring Agent from Some Areas in Java Island.
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 306. DOI:
10.1088/1755-1315/306/1/012010.
Li, Y., S. Li, S. J. Lin, J. J. Zhang, C. N. Zhao dan H. B. Li. 2017. Microwave-
Assisted Extraction of Natural Antioxidants from the Exotic Gordonia
axillaris Fruit: Optimization and Identification of Phenolic Compounds.
Molecules. 22. DOI: 10.3390/molecules22091481.
Li, Y., B. Guo, W. Wang, L. Li, L. Cao, C. Yang, J. Liu, Q. Liang, J. Chen, S.
Wu dan L. Zhang. 2019. Characterization of phenolic compounds from
Phyllanthus emblica fruits using HPLC-ESI-TOF-MS as affected by an
optimized microwave-assisted extraction. International Journal of Food
Properties. 22. 330-342. DOI: 10.1080/10942912.2019.1583249.
Llompart, M., C. G. Jares dan M. Celeiro. 2018. Microwave-Assisted
Extraction. Encyclopedia of Analytical Science, 3rd Edition. Elsevier Inc:
Spanyol.
Mahmud, S. 2019. DC Home Appliance: Microwave Oven. Qatar University:
Qatar.
Marliana, S. D., V. Suryanti dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 3(1): 26-31.
ISSN: 1693-2242.
Martinez, P. H., J. Merle, J. Labidi dan F. C. E. Bouhtoury. 2018. Tannins
extraction: A key point for their valorization and cleaner production.
Journal of Cleaner Production. 206. 1138-1155. DOI:
10.1016/j.jclepro.2018.09.243.
Mukherjee, P. K. 2019. Extraction and Other Downstream Procedures for
Evaluation of Herbal Drugs. Quality Control and Evaluation of Herbal
Drugs. 195–236. DOI:10.1016/b978-0-12-813374-3.00006-5. Elsevier
Inc: Spanyol.
Pandey, A. dan S. Tripathi. 2014. Concept of Standardization, Extraction and
Pre Phytochemical Screening Strategies for Herbal Drug. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry. 2: 115-119.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Putri, M. S. H. 2016. Pengaruh H2SO4 dan KOH pada Analisis Cr (III)
Menggunakan Asam Tanat Secara Spektrofotometri Ultraungu – Tampak.
Universitas Lampung: Lampung.
Rahmah, N. L., B. S. D. Dewanti dan F. Azizah. 2018. Combination of kinetic
maceration – digestion in the extraction of areca seeds (Areca catechu L.).
Advances in Food Science, Sustainable Agriculture and Agroindustrial
Engineering. 1(2): 27-33.
Wahyono, T., D. A. Astuti, I. K. G. Wiryawan, I. Sugoro dan A. Jayanegara.
2019. Fourier Transform Mid-Infrared (FTIR) Spectroscopy to Identify
Tannin Compounds in The Panicle of Sorghum Mutant Lines. IOP Conf.
Series: Materials Science and Engineering 546. 9th Annual Basic
Science International Conference 2019.
Yang, L., J. G. Jiang, W. F. Li, J. Chen, D. Y. Wang dan L. Zhu. 2009. Optimum
extraction Process of polyphenols from the bark of Phyllanthus
emblica L. based on the response surface methodology. Journal of
Separation Science. 32(9): 1437-1444.
Zhang, H. 2017. The History of Microwave Heating.
http://www.researchgate.net/publication/312192693.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
LAMPIRAN A
DATA HASIL PENELITIAN
A.1 DATA HASIL EKSTRAKSI TANIN DARI BUAH BALAKKA DENGAN
PELARUT ETIL ASETAT
Tabel A.1 Data Hasil Ekstraksi Tanin dari Buah Balakka dengan Pelarut Etil Asetat
Daya
(W)
Waktu
(menit)
Rasio
sampel/pelarut
(g/mL)
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L)
Volume
(mL) fp
Yield
(mg/g)
100
1 1/10
0,00067 56,20 13
100
36,530
180 0,00052 32,90 13 21,385
300 0,00049 28,70 13 18,655
450 0,00041 16,20 12 9,720
600 0,00036 9,60 11 5,280
100 1
1/20 0,00062 47,91 13
100
31,142
1/30 0,00055 38,25 14 26,775
1/40 0,00062 47,74 14 33,418
1/50 0,00063 49,28 15 36,960
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
LAMPIRAN B
DATA HASIL PENELITIAN
B.1 KALIBRASI KURVA BAKU ASAM GALAT
Metode Folin-Ciocalteu banyak digunakan untuk menentukan jumlah tanin.
Reaksi ini terjadi dengan reduksi asam fosfotungstat, membentuk kromofor biru yang
dibentuk oleh senyawa kompleks. Penyerapan maksimum kromatofor ini bergantung
pada pH larutan dan konsentrasi senyawa fenolik. Standarisasi asam galat dilakukan
untuk menentukan panjang gelombang maksimum dan waktu stabil untuk pembacaan
analitikal selanjutnya (Bueno, dkk., 2012).
Adapun grafik penentuan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar B.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Dari gambar B.1, panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 765
nm yaitu pada absorbansi 0,3303. Adapun waktu stabil diperoleh pada 40 menit,
sehingga untuk perhitungan analisis selanjutnya dilaksanakan pada panjang
gelombang 765 nm dan waktu stabil 40 menit.
Larutan baku asam galat dibuat beberapa konsentrasi larutan yaitu 5 mg/mL,
10 mg/mL, 15 mg/mL, 20 mg/mL dan 25 mg/mL. Hasil absorbansi dari konsentrasi
masing-masing larutan tersebut diplot untuk memperoleh persamaan regresi
membentuk kurva baku asam galat yaitu pada gambar berikut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Gambar B.2 Kalibrasi Asam Galat
Persamaan regresi yang diperoleh dari grafik kalibrasi asam galat kemudian
digunakan untuk menghitung konsentrasi tanin dari hasil ekstrak yang diperoleh pada
penelitian selanjutnya.
B.2 PERHITUNGAN YIELD TANIN PADA HASIL EKSTRAK BUAH
BALAKKA
Penentuan yield tanin pada hasil ekstrak buah balakka dilakukan pada panjang
gelombang 765 nm dan waktu stabil 40 menit menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Shimadzu. Adapun yield tanin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Yield = x.V.fp
𝑚 (B.1) (Hapsari, dkk., 2018)
Keterangan:
𝑥 = Konsentrasi tanin (mg/mL)
V = Volume (mL)
fp = faktor pengenceran
m = massa sampel (g)
Persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar B.2 yaitu y = 0,0066x + 0,0003
akan digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi tanin pada hasil ekstrak buah
balakka. Diambil contoh pada hasil ekstrak dengan kondisi daya 100 W dan rasio
sampel/pelarut 1/10 g/mL.
Massa sampel = 2 g
y = 0.0066x + 0.0003
R² = 0.9982
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0 10 20 30
Abso
rban
si
Konsentrasi (mg/mL)
Series1
Regresi
Garis Baku Asam Galat
Garis Regresi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Nilai absorbansi = 0,00067
Volume total = 13 ml
Faktor pengenceran = 100
Konsentrasi = (0,00067-0,0003)/0,0066 = 0,0562 mg/mL
Yield tanin = x.V.fp
𝑚
= 0,0562 x 13 x 100
2
= 36,53 mg/g
Kemudian perhitungan kadar tanin untuk hasil ekstrak lainnya dilakukan seperti
contoh perhitungan di atas. Hasil perhitungan yield tanin dapat dilihat pada Tabel B.1
berikut.
Tabel B.1 Data Hasil Perhitungan Ekstrak Tanin Buah Balakka
Daya
(W)
Waktu
(menit)
Rasio
sampel/
pelarut
(g/mL)
Absorbansi Konsentrasi
(mg/mL)
Volume
(mL) fp
Massa
(g)
Yield
(mg/g)
100
1 1/10
0,00067 0,0562 13
100 2
36,530
180 0,00052 0,0329 13 21,385
300 0,00049 0,0287 13 18,655
450 0,00041 0,0162 12 9,720
600 0,00036 0,0096 11 5,280
100 1
1/20 0,00062 0,0479 13
100 2
31,142
1/30 0,00055 0,0383 14 26,775
1/40 0,00062 0,0477 14 33,418
1/50 0,00063 0,0493 15 36,960
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN
C.1 BUAH BALAKKA
Gambar C.1 Penimbangan Serbuk Buah Balakka
C.2 MICROWAVE-ASSISTED EXTRACTION (MAE)
(a) (b)
(c)
Gambar C.2 Microwave-Assisted Extraction
(a) Pencampuran Buah Balakka dengan Etil Asetat
(b) Proses Ekstraksi dengan Microwave
(c) Proses Penyaringan Filtrat Tanin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
C.3 UJI KUALITATIF PADA HASIL EKSTRAK TANIN
(c) (b) (c)
Gambar C.3 Uji Kualitatif Ekstrak Tanin
(a) Ekstrak Tanin sebelum Pengujian
(b) Uji Ekstrak dengan Larutan Gelatin 1% dan NaCl 10%
(c) Uji Ekstrak dengan Larutan FeCl3 10%
C.4 UJI SPEKTROFOTOMETER UV-Vis
(a) (b)
Gambar C.4 Uji Spektrofotometer UV-Vis
(a) Preparasi Sampel
(b) Pengujian Konsentrasi Tanin dengan Spektrofotometer UV-Vis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA