KEANEKARAGAMAN JENIS AVES DI HUTAN BAKAU DESA NIPAH PANJANG
KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN
BARAT
Oleh : Ardianti, Dwi
MAHASISWA PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNTAN
ABSTRAK
Kawasan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat merupakan salah satu kawasan mangrove
yang dijadikan percontohan mangrove Indonesia dan regional. Desa Nipah Panjang merupakan salah
satu desa yang berada di kecamatan Batu Ampar, desa ini memiliki kawasan hutan bakau yang cukup
luas. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna, salah satunya adalah burung. Dari hasil pengamatan
didaerah Nipah Panjang khususnya dapat ditemukan sekitar 47 jenis burung yang sangat beragam dan
memiliki keunikan masing-masing. Banyaknya jenis burung yang ada diderah Nipah Panjang ini juga
didukung oleh ketersediaan makanan yang cukup untuk burung-burung tersebut. Burung akan memilih
habitat yang memiliki kelimpahan sumberdaya yang banyak untuk mendukung kelangsungan hidupnya,
sebaliknya burung akan jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang menguntungkan
baginya. Jenis burung yang paling banyak ditemukan adalah burung wallet Palem Asia (Cypsiurus
balasiensis) yang berjumlah 100 ekor.
Kata kunci: burung, Nipah Panjang, mangrove
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki hutan mangrove terbesar dan
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi,
baik pada tingkat ekosistem maupun dalam
spesies, diantara ekosistem tersebut adalah
ekosistem hutan mangrove. Luas hutan
mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta
hektar (Soemarwoto 2001). Kawasan mangrove
Batu Ampar, Kalimantan Barat merupakan
salah satu kawasan mangrove yang dijadikan
percontohan mangrove Indonesia dan regional.
Desa Nipah Panjang merupakan salah satu desa
yang berada di kecamatan Batu Ampar, desa ini
memiliki kawasan hutan bakau yang cukup
luas. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna,
salah satunya adalah burung.
Burung air adalah jenis burung yang
seluruh hidupnya berkaitan dengan daerah
perairan. Menurut Rusila-Noor dkk. (1999),
burung air dapat diartikan sebagai jenis burung
yang secara ekologis bergantung pada lahan
basah. Lahan basah yang dimaksud mencakup
daerah lahan basah alami dan lahan basah
buatan, meliputi hutan mangrove, rawa, dataran
berlumpur, danau, tambak, sawah dan lain-lain.
Burung air dijumpai hidup secara berkelompok,
umumnya dalam kelompok yang sangat besar
dengan jumlah individu banyak. Hal ini
merupakan salah satu upaya perlindungan diri
pada saat mencari makan. Pembentukan
kelompok pada saat makan bertujuan untuk
mengusik mangsa yang bersembunyi di dalam
lumpur (Sibuea dkk., 1995).
Sebagian besar burung air adalah
penghuni tetap daerah tropis dan subtropis.
Biasanya mereka menjadikan daerah perairan
atau lahan basah dan sekitarnya sebagai habitat,
seluruh aktivitas hidup bergantung pada
keberadaan daerah tersebut (Davies dkk.,
1996). Menurut Ismanto (1990) beberapa
spesies burung air termasuk famili Ardeidea
menjadikan daerah perairan tawar dan
sekitarnya seperti rawa, tambak, hutan bakau
dan muara sungai sebagai habitat untuk tempat
mencari makan. Powell (1986) menyatakan
bahwa ordo Ciconiiformes umumnya memilih
daerah estuaria sebagai tempat hidupnya, hal ini
berkaitan dengan proses pencarian makan.
Kehadiran burung air dapat dijadikan sebagai
indikator keanekaragaman hayati pada kawasan
hutan mangrove. Hal ini berkaitan dengan
fungsi daerah tersebut sebagai penunjang
aktivitas hidup burung air, yaitu menyediakan
tempat berlindung, mencari makan, dan tempat
berkembang biak (bersarang).
Tujuan dilakukannya penelitian
keanekaragaman aves (burung) di Desa Nipah
Panjang Kecamatan Batu Ampar Kabupaten
Kubu Raya ini adalah untuk mengidentifikasi
keanekaragamna jenis-jenis burung yang
terdapat di kawasan hutan bakau.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Desa Nipah
Panjang, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten
Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat yang
dilaksanakan pada tanggal 9-11 Januari 2014 di
lokasi pertambakan pinggiran sungai. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah teropong
binocular, alat tulis, kamera, dan jam tangan.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu buku
identifikasi aves.
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode point count dan line
transect. Pengamatan dilakukan pada titik yang
dianggap tempat bermain atau mencari makan
dan mencatat semua burung yang terbang
melewati titik tersebut. Selama pengamatan
dilarang untuk berbicara karena akan
mengganggu burung dan harus tetap diam
ditempat. Waktu pengamatan dimulai pukul
07.00 11.00 WIB pada pagi hari dan pukul
15.00 - 17.30 WIB pada sore hari.
Metode sensus burung dilakukan
dengan membuat satu seri daftar jenis burung
yang berada/tampak di sepanjang lokasi
penyisiran selama waktu pengamatan
(Elfidasari dan Junardi, 2006). Setiap jenis baru
dicatat hingga mencapai 10 jenis, lalu dibuat
daftar baru lagi. Jenis yang sama tidak boleh
dicatat dua kali dalam satu daftar (Mac Kinnon
dan Philips, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PENGAMATAN
Tabel hasil pengamatan aves (burung) yang berhasil di amati
No. Nama Indonesia Nama Latin Jumlah Waktu Aktivitas
1 Pelatuk kundang Reinwardtipicus validus 2 08.23 Hinggap
2 Cekakak cina Halcyon pileata 2 08.07 Hinggap
3 Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster 3 07.20 Terbang
4 Elang paria Milvus migrans 1 10.45 Terbang
5 Walet Palem Asia Cypsiurus balasiensis 100 07.05 Terbang
6 Kirik-kirik biru Merops viridis 1 07.35 Hinggap
7 Layang-layang rumah Delichon dasypus 8 14.10 Terbang
8 Sikatan rimba gunung Rhinomyias gularis 5 07.10 Hinggap
9 Kolibri ninja Aethopyga siparaja 6 08.15 Hinggap
10 Sikatan sisi gelap Muscicapa sibirica 3 08.25 Hinggap
11 Layang-layang pasir Riparia riparia 1 08.10 Hinggap
12 Bondol Rawa Loncura Malacca 2 08.30 Hinggap
13 Burung gereja Paser montanus 8 14.15 Hinggap
14 Bubut Centropus sinensis 2 08.23 Hinggap
15 Burung kuntul kerbau Bubulcus ibis 13 15.05 Terbang
16 Elang Bondol Haliastur indus 4 09.15 Terbang
17 Burung Kacamata Zosterops paleobrosus 5 14.39 Terbang
18 Pergam Laut Ducula bicolor 1 06.00 Hinggap
19 Elang alap jambul Accipiter tripirgatus 4 07.35 Terbang
20 Trinil Pantai Actitis hypolencos 8 08.53 Hinggap
21 Kekep Babi Artamus leochorhyncus 1 0610 Hinggap
22 Pekaka Emas Pelargopsis capensis 1 0618 Hinggap
23 Elang coklat Ichtyuphaga humilis 4 14.30 Terbang
24 Burung berkepala
Oren
Orthotomus ruficeps 14 14.38 Terbang
25 Burung Layang-
layang
Aerodramus salanganus 16 15.22 Terbang
26 Sterna alentica 30 15.28 Terbang
27 Kroak Pacicepala grisola 2 06.00 Terbang
28 Merbah cerukcuk Pycnono furgoiavies 1 06.58 Hinggap
29 Merbah mata merah Pycnono fusbrunneus 4 07.07 Hinggap
30 Burung madu sriganfi Nectar iniacalcostetha 3 07.20 Hinggap
31 Sikatan Narsis Ficedulanar asrina 2 07.23 Hinggap
32 Kerak basialisnitam Acrocephalus bistrigiceps 2 07.28 Hinggap
33 Raja udang biru Alcedo curyzona 1 07.35 Hinggap
34 Clnencn kelabu Orthoto muraficeps 1 07.40 Hinggap
35 Kipasan belang Rhipiduaja ranica 2 07.47 Hinggap
36 Kedodi gelgol Calidris fereagi 1 07.21 Hinggap
37 Elang rawa katak Cirais aeruginosus 1 07.53 Terbang
38 Bendol rawa Lonchura malaeca 1 07.22 Terbang
39 Ciung air coreng Macronous
gularisjavanica
1 07.15 Hinggap
40 Trini hijau Tringa ocharpus 1 07.25 Terbang
41 Layang-layang api Hirundo rusfica 1 08.05 Hinggap
42 Burung madu bakau Nectar iniacalcostetha 2 08.06 Hinggap
43 Wallet gunung Colloca liaesculenta 6 07.40 Terbang
44 Apung tanah Anthusnovaes eelandiae 1 14.23 Hinggap
45 Celadi belacan Dendrocapus macei 1 14.27 Hinggap
46 Kantul karang Egretta sacra 9 08.07 Hinggap
47 Bangau terbang Leptopfilos javanicus 1 14.15 Terbang
2. PEMBAHASAN
Hutan bakau di Desa Nipah Panjang,
Kecamatan Padang Tikar, Kabupaten Kubu
Raya merupakan salah satu hutan alami di
Kalimantan Barat yang memiliki
keanekaragaman makhluk hidup, baik hewan
maupun tumbuhan. Akan tetapi lokasi tersebut
sudah terjamah oleh manusia, hal ini bisa
dibuktikan dengan adanya beberapa tambak dan
sarang burung walet yang ada didaerah
pengamatan yaitu Nipah Panjang namun
meskipun begitu tetap tidak mengurangi jumlah
hewan yang tinggal di tempat tersebut. Karena
penduduk disana lebih sibuk dengan
pekerjaannya sebagai nelayan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 6
kelompok aves didapatkan jumlah burung yang
teramati sebanyak 47 ekor, dimana aktivitas
dari burung tersebut ada yang terbang dan ada
juga yang hinggap (bertengger). Pengamatan
burung ini dilakukan selama 4 jam, pagi mulai
dari jam 07.00-11.00 WIB sedangkan sore
mulai dari jam 14.00-15.30 WIB. Pengamatan
dilakukan pada pagi hari dan sore hari,
dikarenakan pada waktu-waktu ini burung
keluar dari sarang untuk mencari makan dan
pulang kembali ke sarang sehingga burung
mudah ditemukan.
Jenis burung yang paling banyak
ditemukan adalah Walet Palem Asia (Cypsiurus
balasiensis) yang berjumlah 100 ekor.
Burung walet paling banyak ditemukan karena
pada daerah pengamatan tersebut terdapat
sarang burung walet yang sengaja dibuat warga.
Pada pagi hari walet-walet tersebut
berterbangan untuk mencari makan. Selain
burung wallet ada juga burung Sterna alentica
yang berjumlah 30 ekor, burung ini ditemukan
sekitar pukul 15.28 sore hari ketika sedang
terbang. Kemudian ada burung layang-layang
(Aerodramus salanganus) yang berjumlah 16
ekor ditemukan sekitar pukul 15.22 sore hari
ketika sedang terbang. Lalu ada burung kuntul
kerbau (Bubulcus ibis) yang berjumlah 13 ekor
ditemukan pada pukul 15.05 sore hari ketika
sedang terbang. Burung-burung yang
jumlahnya banyak rata-rata ditemukan pada
sore hari, karena pada sore hari ini burung-
burung tersebut selesai mencari makan dan
akan kembali ke sarangnya. Pada pagi hari jenis
burung yang ditemukan banyak namun
jumlahnya sedikit, hal ini dkarenakan mungkin
burung-burung lebih awal keluar mencari
makan sebelum waktu pengamatan dimulai
sehingga setelah pengamatan dimulai jumlah
burung-burung yang ditemukan hanya sedikit.
Burung yang ditemukan kebanyakan ketika
sedang hinggap atau bertengger.
Penemuan jenis burung sangat
berkaitan erat dengan kondisi habitatnya.
Satwa akan memilih habitat yang memiliki
kelimpahan sumberdaya bagi kelangsungan
hidupnya, sebaliknya jarang atau tidak
ditemukan pada lingkungan yang kurang
menguntungkan baginya (Wyne Edwards,
1972). Selain itu, Odum (1971) menyebutkan
bahwa penyebaran burung dipengaruhi oleh
kesesuaian lingkungan, kompetisi serta seleksi
alam. Dalam hal ini burung yang ditemukan
didaerah Nipah Panjang ini sangat banyak, jadi
bisa dikatakan bahwa habitat di Nipah Panjang
ini mendukung kondisi fisik burung dalam
kelangsungan hidupnya. Salah satu penyebab
kemelimpahan burung pada suatu lokasi adalah
ketersedian bahan makanan. Bahkan beberapa
kelompok burung dapat hidup lestari hingga
saat ini disebabkan telah berhasil menciptakan
relung yang khusus bagi dirinya sendiri untuk
mengurangi kompetisi atas kebutuhan sumber
daya dan sebagai bentuk adaptasi terhadap
kondisi lingkungan.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa
hal diantaranya: jumlah burung yang teramati
sebanyak 47 ekor, dimana aktivitas dari burung
tersebut ada yang terbang dan ada juga yang
hinggap (bertengger). Jenis burung yang paling
banyak ditemukan adalah Walet Palem Asia
(Cypsiurus balasiensis) yang berjumlah 100
ekor. Burung yang ditemukan kebanyakan
ketika sedang hinggap atau bertengger. Dari
banyaknya jumlah burung yang teramati maka
dapat dikatakan bahwa daerah Nipah Panjang
sangat mendukung kondisi fisik burung dalam
kelangsungan hidupnya, salah satu penyebab
kemelimpahan burung pada suatu lokasi
tersebut adalah ketersedian bahan makanan.
REFERENSI
Davies, J., G. Claridge, dan C.H.E. Niranita.
(1996). Manfaat Lahan Basah dalam
Mendukung dan Memelihara
Pembangunan. Bogor: Direktorat
Jendral PHPA & Asian Wetland
Bureau.
Elfidasari D dan Junardi. (2006). Keragaman
Burung Air di Kawasan Hutan
Mangrove Peniti, Kabupaten Pontianak.
Journal Biodiversitas Volume 7 Hal 63-
66.
Ismanto. (1990). Populasi dan Habitat Burung
Merandai di Rawa Jombor Jawa
Tengah. Yogyakarta: Fakultas Biologi
UGM.
MacKinnon, J., K. Phillips dan B. van Ballen.
(1994). Burung-Burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk
Sabah, Sarawak dan Brunei
Darussalam). Bogor: Puslitbang
Biologi-LIPI.
Powell, G.V.N. (1986). Habitat Use By Wading
Birds In A Subtropical Estuary:
Implication Of Hydrography. Auk
104:740-749.
Sibuea, T.Th, Y. Rusila-Noor, M.J. Silvius, dan
A. Susmianto. (1995). Burung Bangau,
Pelatuk Besi dan Paruh Sendok di
Indonesia. Panduan untuk Jaringan
Kerja. Jakarta: PHPA & Wetlands
International-Indonesia Programme.
Soemarwoto O. (2001). Atur-Diri-Sendiri
Paradigma Baru Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pembangunan
Ramah Lingkungan Berpihak pada
Rakyat, Ekonomis Berkelanjutan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wyne-Edwards, V.C. (1972). Animal
Disperson in Relation to Social
Behaviour. New York: Hafner
Publishing Company Inc.
LAMPIRAN
Gambar 1. Keadaan hutan bakau di tepian sungai Gambar 2. Keadaan hutan bakau ketika pagi
Gambar 3. Keadaan hutan bakau ketika
sore hari