FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS
KONTAK IRITAN PADA TANGAN PEKERJA KONSTRUKSI YANG
TERPAPAR SEMEN DI PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
DWI AMBANG PRASETYO
NIM : 107101003796
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/1435 H
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2014
Dwi Ambang Prasetyo, NIM : 107101003796
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS
KONTAK IRITAN PADA TANGAN PEKERJA KONSTRUKSI YANG
TERPAPAR SEMEN DI PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS
TAHUN 2014
(xvi+ 97 halaman, 12 tabel, 8 gambar, 4 lampiran)
ABSTRAK
Angka kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja di bidang konstruksi
terbilang cukup tinggi. Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi penyakit
kulit seperti dermatitis kontak iritan pada proyek konstruksi sulit didapat, umumnya
pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya
penyakit tersebut. Dermatitis kontak iritan pada pekerja konstruksi terjadi akibat kontak
dengan bahan atau material yang banyak digunakan di proyek konstruksi seperti semen.
semen mengandung komposisi bahan bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak
iritan karena komposisi alkali (kapur) didalamnya. Dari hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di PT. Wijaya Kusuma Contractors terhadap 10 orang pekerja yang kontak
dengan semen, melalui wawancara dan observasi gejala klinis yg dilakukan oleh
peneliti, ditemukan 3 orang pekerja dengan hasil wawancara dan gejala klinis yang
mengarah kepada dermatitis kontak iritan kronis akibat terpapar semen pada tangan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional, yang dilakukan pada bulan april-juli 2014 di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja yang terpapar semen di
PT. Wijaya Kusuma Contractors sebanyak 32 orang pekerja. Variabel independen dalam
penelitian ini meliputi lama kontak, usia, masa kerja, frekuensi mencuci tangan, jenis
keahlian pekerja, riwayat penyaklit kulit sebelumnya dan penggunaan APD . Penentuan
penyakit dermatitis kontak iritan didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel
penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya
didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan
uji statistik dengan uji chi square dan Mann Whitney
Hasil penelitian menunjukan bahwa 34,4% pekerja mengalami dermatitis kontak
iritan ,.Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak iritan dalam penelitian
ini yaitu frekuensi mencuci tangan ( P value 0,028) Untuk mereduksi resiko dermatitis
kontak iritan disarankan agar pekerja tidak terlalu sering mencuci tangan dan disiplin
dalam menggunakan APD berupa sarung tangans erta adanya pengawasan yang ketat
dari perusahaan mengenai penggunaan APD
Daftar bacaan : 59 (1980 – 2012)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Paper, July 2014
Dwi Ambang Prasetyo , NIM : 107101003796
FACTORS ASSOCIATED WITH HAND IRRITANT CONTACT DERMATITIS
AT CONSTRUCTION WORKERS THAT CONTACT WITH CEMENT IN
PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS YEAR 2014
xvi+ 97 pages, 12 tables, 8 pictures, 4 attachments
ABSTRAK
Hand irritant contact dermatitis prevalence at construction workers are fairly
high. In Indonesia, incidence and prevalence of occupational dermatitis such as irritant
contact dermatitis on construction is difficult obtained. Generally, there is uncomplete
report because undiagnosed and unreported these case. Irritant contact dermatitis due to
construction workers occur because contact with materials that usually used in
contraction such as cement. Cement consist of materials substance that cause irritant
contact dermatitis because composition of alkali inside them. Based on preeliminary
study at PT. Wijaya Kusuma Contractors toward 10 workers that contact with cement using
interview and observation showed that 3 workers suffered hand irritant contact dermatitis. This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in
April-Juli 2014 in PT. Wijaya Kusuma Contractors. Thirty two workers was taken as total
sampling in PT. Wijaya Kusuma Contractors. The independent variables are duration
contact, age,years of employment, frequence of hand washing, kind of job,skin diseases
history, and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and
obtained by diagnose doctor, used of PPE was collected by direct observation, and the other
variables was collected by questionnaire. Afterwards, tests such as chi square and mann
whitney, are used to analyze the data.
Results showed that 34,4% workers suffered irritant contact dermatitis. Factors
associated with contact dermatitis frequence of hand washing (Pvalue: 0.028). To reduce
irritant contact dermatitis risk, workers should not wash his hand too frequent and should
discipline wearing PPE (hand gloves) during work. Company also should improve PPE
monitoring.
References : 59 (1980 – 2012)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama : Dwi Ambang Prasetyo
TTL : Cilacap, 13 Desember 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Ponsel : 087887974609
Alamat : Jln. H. Wangsa RT 01 RW 13 Kel. Jatimakmur,
Kec. Pondok Gede, Bekasi
E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
2007 – Sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2004 – 2007 : SMAN 1 Cilacap (Jurusan IPA)
2001 – 2004 : SLTPN 1 Patimuan
1995 – 2001 : SDN 1 Purwodadi
III. PENGALAMAN ORGANISASI
2010 – 2011 : Anggota Departemen Olah raga dan Kesenian BEM J Kesmas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IV. PENGALAMAN BEKERJA
Februari – Maret 2011 : Magang Kerja bidang K3 di Project Novotel,
PT. Wijaya Kusuma Contractors
Oktober 2011 : Safety Man Project Turn Around Maintenance Chandra
Asri petrochemical di PT. Kota Minyak Internusa
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Atas
perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih
Bekasi, Juli 2014
Saya yang bertanda tangan
Dwi Ambang Prasetyo
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad
SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis
Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam
penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari
berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Febrianti ,M.Si ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih
ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat
berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Minsarnawati, S.K.M, M.kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih
ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama
penyusunan skripsi.
5. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih bapak
atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi.
6. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas
viii
bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi.
7. dr. Usep Saepul Imam, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya
selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT,
amin.
8. Bapak Andi Nugroho, S.T; selaku Project Manager, yang telah memberikan izin,
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Wijaya Kusuma
Contractors.
9. Para pekerja PT. Wijaya Kusuma Contractors terimakasih atas kerjasamanya dalam
proses pengumpulan data.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan
Special Thanks To :
1. Keluargaku Tercinta; Ayah dan Ibu, Kakak- adik; terimakasih banyak atas segala
dukungan baik moril maupun materil, serta doa yang tulus sehingga saya bisa
menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin
2. Pacar tercinta Wiwin Widyastuti, terima kasih atas support yang kamu berikan
hingga akhirnya aku bisa lulus kuliah
3. Sobat karib; Asep Muadibu , Kholil, Asep Dani,Riswanto, Toni
4. Sahabat seperjuangan; Arif, Faiz, Vai, Fadhlie, Azhara, Agista, Yogie, Ricky, Hadi,
Zakiah, Rita,
5. Nur Najmi Laila, terima kasih banyak atas semua dukungan dan bantuan yang kamu
berikan hingga kami ( angkatan veteran ) akhirnya bisa lulus.
6. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!
7. Sanak family ; Tegar, Oko, Mput, Bulek, Om terima kasih atas dukungan
semangatnya
8. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
ix
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa
laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN......................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
1.4.1 Tujuan Umum………………………………………………… 9
1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………… 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 11
1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan......................................................... 11
1.5.2 Manfaat Bagi Pekerja ............................................................... 11
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti .............................................................. 11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 11
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Kerja ................................................................................... 13
2.2 Proyek Konstruksi ................................................................................ 13
2.3 Tenaga Kerja di Konstruksi ................................................................. 14
2.4 Paparan Semen………………………………………………………. 17
2.4.1 Bahan Kimia Berbahaya yang Terkandung dalam Semen....... 19
2.5 Penyakit Akibat Kerja .......................................................................... 21
2.6 Penyakit Kulit Akibat Kerja ................................................................. 21
2.7 Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan ................................................... 22
2.8 Dermatitis Kontak Iritan ...................................................................... 24
2.8.1 Definisi Dermatitis Kontak Iritan……………………………. 24
2.8.2 Epidemiologi Dermatitis Kontak Iritan……………………… 25
2.8.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan………………………... 26
2.8.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Iritan…………………... 29
2.8.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan………………………….. 36
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan............. 39
2.9.1 Faktor Iritan………………………………………………….. 41
2.9.2 Faktor Individu……………………………………………… 43
2.9.3 Faktor Lingkungan…………………………………………... 51
2.10 Kerangka Teori .................................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 53
3.2 Definisi Operasional ............................................................................ 58
3.3 Hipotesis .............................................................................................. 60
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 61
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 61
4.3. Populasi dan Sampel ............................................................................ 61
xii
4.4. Pengumpulan Data ............................................................................... 62
4.4.1. Sumber Data ............................................................................. 62
4.4.2. Metode dan Instrumen ............................................................. 63
4.5. Pengolahan Data .................................................................................. 65
4.6. Analisis Data ........................................................................................ 66
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Proses Kerja di Proyek Konstruksi .................................... 68
5.2 Analisis Univariat……………………………………………………. 68
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Iritan………………. 68
5.2.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
Iritan………………………………………………………….. 69
5.3 Analisis Bivariat………………………………………………………. 73
5.3.1 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dermatitis kontak Iritan dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan…………………………………………………. 72
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………………. 78
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Iritan…………………………………… 78
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan… 80
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan……………………………………………………………… 95
7.2 Saran………………………………………………………………….. 96
xiii
DAFTAR TABEL
No.Tabel Halaman
3.1. Definisi Operasional ............................................................................................... 58
5.1. Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan Pekerja Konstruksi
yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014…………..69
5.2. Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya
Kusuma Contractors Tahun 2014.............................................................................70
5.3. Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen
di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014…………………………………...70
5.4 Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang dialami Pekerja
Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors
Tahun 2014………………………………………………………………………...74
5.5 Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang Dialami Pekerja
Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors
Tahun 2014 ………………………………………………………………………..74
6.1 Tabulasi Silang Variabel Lama Kontak, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan
dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan…………………………………………….83
6.2 Tabulasi Silang Variabel Usia, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan dan
Variabel Dermatitis Kontak Iritan………………………………………………....85
6.3 Tabulasi Silang Variabel Masa Kerja, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan
dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan…………………………………………….87
6.4 Tabulasi Silang Variabel Jenis Keahlian Pekerja, Variabel Frenkuensi Mencuci
Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan………………………………........89
xiv
6.5 Tabulasi Silang Variabel Jenis Riwayat penyakit Kulit Sebelumnya, Variabel
Frenkuensi Mencuci Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan…………….91
6.6 Tabulasi Silang Variabel Penggunaan APD, Variabel Frenkuensi Mencuci
Tangan dan Variabel Dermatitis Konta Iritan……………………………………..94
xv
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Halaman
2.1. Salah Satu Jenis Semen Portland..........................................................................19
2.2. Anatomi Kulit Manusia.........................................................................................27
2.3. DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.......................................................30
2.4. DKI kronis akibat efek korosif dari semen...........................................................31
2.5. DKI Reaksi Iritan..................................................................................................33
2.6. DKI gesekan......................................................................................................... 35
2.7. DKI Akneiform................................................................................................….35
2.8. DKI Asteatotik......................................................................................................36
xvi
DAFTAR BAGAN
No.Bagan Halaman
2.1. Kerangka Teori ........................................................................................................52
3.1. Kerangka Konsep......................................................................................................57
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang penting dalam
pembangunan nasional. Perkembangan sektor konstruksi, khususnya dalam
pembangunan infrastruktur, mendukung terciptanya sarana dan prasarana sosial
dan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat. Sektor konstruksi di Indonesia telah
tumbuh sejak awal 1970an. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
kontribusi sektor konstruksi nasional terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
terus meningkat dari 3,9 % di tahun 1973 hingga mencapai lebih dari 8 % di tahun
1997. Meskipun sempat mengalami penurunan akibat krisis ekonomi sejak 1998
menjadi hanya sekitar 6 % di tahun 2002, namun sejak tahun 2003 sektor ini
kembali bangkit ditandai dengan peningkatan kontribusi terhadap PDB sebesar
10,33 % di triwulan kedua tahun 2013 (Suraji, 2007; BPS, 2013).
Seiring dengan berkembangnya industri konstruksi di Indonesia, berdampak
pula pada meningkatnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Sektor
konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap masalah K3
disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan
pertambangan. Hal ini dikarenakan kondisi proyek konstruksi yang lokasi kerjanya
berbeda-beda, terbuka, dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas,
dinamis, menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga
kerja yang tidak terlatih (Wirahadikusumah, 2007).
2
Salah satu masalah K3 yang muncul di proyek konstruksi adalah dermatitis
kontak (Australian Government,2006). Dermatitis kontak merupakan 50% dari
semua penyakit akibat kerja (PAK) (Kosasih,2004). Jika dibandingkan dengan
jenis pekerjaan lain, angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di bidang
konstruksi terbilang cukup tinggi. Menurut sebuah studi di Jerman (Diepgen,2003)
angka kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja di bidang konstruksi
menduduki peringkat ke 4 (dengan 8,1 kasus per 10.000 pekerja) dari 12 jenis
pekerjaan yang diteliti, setelah pekerja salon di urutan pertama (46,9 kasus/10.000
orang) tukang roti di urutan kedua (23,5 kasus/10.000 orang) dan tukang masak
/koki (16,9 kasus/10.000 orang).
Dermatitis kontak adalah suatu peradangan kulit yang disertai adanya
spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan
bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit (Harahap M, 2000).
Dermatitis kontak dapat mengurangi produktifitas pekerja karena gejalanya yang
dapat mengganggu pekerjaan. Di Amerika Serikat biaya yang digunakan untuk
menanggulangi kelainan kulit akibat kerja cukup besar,yang mencakup kehilangan
penghasilan, produktifitas dan pemindahan tenaga kerja, ganti rugi, biaya
pengobatan dan asuransi (Djunaedi , Lokomanto,2003). Walaupun penyakit ini
jarang membahayakan jiwa namun dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi dan
penderitaan bagi pekerja, sehingga dapat mempengaruhi kebutuhan ekonomi dan
kualitas hidup penderita (Brown, 2004)
3
Terdapat dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang
merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan
oleh mekanisme imunologik spesifik (Djuanda, 2007). Menurut Siregar (2002)
dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Sedangkan dermatitis
kontak iritan didefinisikan oleh Krasteva (1993) sebagai reaksi inflamasi pada
kulit yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan bersifat iritan.
Menurut Keefner (2004) jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit dibanding jumlah penderita dermatitis kontak iritan karena hanya mengenai
orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul
pada 80 % dari seluruh penderita dermatitis kontak.
Dermatitis kontak pada pekerja konstruksi terjadi akibat kontak dengan
bahan atau material yang banyak digunakan di proyek konstruksi seperti semen
(Winder C, Carmody M, 2002). Meskipun saat ini mekanisme kerja di proyek
konstruksi sudah cukup maju dan banyak mempergunakan beton siap pasang
(precast concrete section ) akan tetapi kontak antara tangan pekerja dengan semen
masih banyak ditemui (Frimat P, 2002). Dari beberapa literatur yang ada,
diketahui semen mengandung komposisi bahan bahan yang dapat menyebabkan
dermatitis kontak iritan karena komposisi alkali (kapur) didalamnya
(Mulyono,2005 ; Fregert, 1981).
Dari hasil sebuah studi di Jerman yang dilakukan oleh M Bock, et all pada
tahun 2003 mengenai insiden penyakit kulit akibat kerja di proyek konstruksi
diperoleh 5,1 kasus per 10.000 pekerja. Insiden tertinggi dialami oleh tile setter
4
and terazzo worker (pekerja pemasang lantai/terrazzo) yaitu 19,9 kasus per 10.000
pekerja, selanjutnya adalah painter (tukang cat) 7,8 kasus per 10.000 pekerja, dan
construction and cement worker ( termasuk, tukang plester, pembantu tukang, dan
pekerja pengaduk semen) 5,2 kasus per 10.000 pekerja. Sebagian besar penyakit
kulit yang diderita adalah dermatitis kontak, hanya sebesar 26,6 % yang menderita
penyakit kulit selain dermatitis kontak. Jika dilihat dari bagian tubuh pekerja yang
menderita dermatitis, tangan merupakan bagian yang paling banyak mengalami
dermatitis kontak yaitu sebanyak 73,7 % dari seluruh kasus penyakit kulit di
proyek konstruksi.
Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi penyakit kulit seperti
dermatitis kontak pada proyek konstruksi sulit didapat. Umumnya pelaporan tidak
lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit
tersebut (Kompas, 2007 dalam Florence,2008). Penelitian tentang penyakit kulit
akibat kerja di Indonesia sebenarnya sudah banyak dilakukan,diantanya
dermatitis akibat kerja pada pekerja perkebunan karet, dermatitis akibat kerja pada
pengrajin batik, dermatitis akibat kerja pada pabrik penyamakan kulit,dan
sebagainya, akan tetapi penelitian mengenai dermatitis akibat kerja pada pekerja
konstruksi jarang dilakukan (Widjajahakim, 2001). Hasil penelitian Widjajahakim
(2001) pada pekerja konstruksi di Kodya Semarang menunjukkan sebanyak 25
dari 600 pekerja konstruksi yang dilakukan skrining dermatologi secara klinis
menderita dermatitis kontak.
Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4)
Indonesia menilai perlindungan keselamatan pekerja konstruksi di Indonesia
5
selama ini masih minim. Sejauh ini, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
hanya dilakukan perusahaan konstruksi skala besar. Jumlah perusahaan konstruksi di
Indonesia saat ini mencapai lebih dari 100 ribu unit, perusahaan konstruksi yang
berskala besar ada sekitar 150 unit, selebihnya adalah skala menengah ke bawah.
Perusahaan besar umumnya memiliki sertifikasi K3 yang seperti menjadi
keharusan, karena para mitra perusahaan, terutama dari luar negeri memang
menjadikannya sebagai prasyarat. Penerapan program K3 pada perusahaan
konstruksi skala menengah ke bawah masih minim dikarenakan karena masih
kurangnya kesadaran dan tuntutan dari mitra perusahaan konstruksi tersebut untuk
menerapkan program K3 secara maksimal (Antara News, 2011).
PT. Wijaya Kusuma Contractors merupakan salah satu perusahaan
konstruksi skala menengah yang berkantor di Jakarta. Salah satu proyek konstruksi
yang dikerjakan adalah pembangunan rumah tinggal dengan tiga lantai di Jakarta
Pusat. Jenis pekerjaan yang kontak dengan semen yang ditemukan antara lain
pemasangan bata, pemasangan keramik, pemlesteran dan pengacian dinding.
Terdapat kurang lebih 20-30 orang pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di proyek tersebut terhadap 10
orang pekerja yang kontak dengan semen, melalui wawancara dan observasi gejala
klinis yg dilakukan oleh peneliti, ditemukan 3 orang pekerja dengan hasil
wawancara dan gejala klinis yang mengarah kepada dermatitis kontak iritan
kronis akibat terpapar semen pada tangan, seperti kulit kemerahan, pelepasan
lapisan kulit yg mati, terdapat retakan (fisura) pada ujung jari. Dari hasil
wawancara juga diketahui bahwa pekerja tersebut terpapar semen dalam waktu
6
yang cukup lama yaitu 3 bulan, tidak memakai sarung tangan, bekerja dalam suhu
dan kelembaban yang tinggi, sering mencuci tangan saat bekerja, dan terus
menerus melakukan pekerjaan yang kontak dengan semen. Tujuh orang pekerja
lainnya merupakan pekerja yang belum lama bekerja di proyek tersebut, sehingga
belum menampakkan adanya gejala yang mengarah pada dermatitis kontak iritan,
meskipun ada kemungkinan pekerja tersebut hanya menderita dermatitis kontak
iritan kategori ringan.
Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya (Fregert (1998), Safeguard (2000),
Streit (2001), Djuanda (2003), Beltrani et all (2006) , Erliana (2008), Hogan
(2009), Mausulli (2010), Suryani (2011) dan Adillah (2012), diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak iritan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi 3 faktor utama yaitu dari faktor iritan itu sendiri (ukuran
molekul, konsentrasi / jumlah, daya larut, vehikulum, suhu, lama kontak,
terjadinya gesekan) faktor lingkungan ( suhu dan kelembaban yang tinggi, suhu
dan kelembaban yang rendah) dan faktor individu (ketebalan kulit di berbagai
permukaan kulit, usia, ras, jenis kelamin, masa kerja, riwayat penyakit kulit yang
sedang dialami frekuensi mencuci tangan ketika bekerja, dan penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja
konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors. Dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat dilakukan tindakan preventif pada pekerja
7
untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak iritan di
PT. Wijaya Kusuma Contractors.
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil studi pendahuluan di salah satu proyek yg di kerjakan PT. Wijaya
Kusuma Contractors terhadap 10 pekerja yg terpapar semen, ditemukan 3 orang
pekerja dengan hasil wawancara dan gejala klinis yang mengarah kepada
dermatitis kontak iritan kronis akibat pada tangan. Berdasarkan teori dari
penelitian – penelitian sebelumnya diketahui faktor –faktor yang mempengaruhi
dermatitis kontak iritan antara lain faktor iritan itu sendiri ( lama kontak, jenis
keahlian pekerja) dan faktor individu (usia, masa kerja, riwayat penyakit kulit
yang sedang dialami , frekuensi mencuci tangan ketika bekerja dan penggunaan
APD). Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya
faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak iritan pada pekerja
konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja
konstruksi yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors?
2. Bagaimana gambaran lama kontak tangan pekerja dengan semen di PT.
Wijaya Kusuma Contractors?
3. Bagaimana gambaran jenis keahlian pekerja di PT. Wijaya Kusuma
Contractors?
4. Bagaimana gambaran usia pekerja PT. Wijaya Kusuma Contractors?
8
5. Bagaimana gambaran masa kerja pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ?
6. Bagaimana gambaran riwayat penyakit sebelumnya yang sedang diderita oleh
pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ?
7. Bagaimana gambaran frekuensi mencuci tangan yang dilakukan pekerja di PT.
Wijaya Kusuma Contractors ?
8. Bagaimana gambaran penggunaan APD di PT. Wijaya Kusuma Contractors?
9. Apakah ada hubungan antara lama kontak tangan pekerja dengan semen
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT.
Wijaya Kusuma Contractors?
10. Apakah ada hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma
Contractors?
11. Apakah ada hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma Contractors?
12. Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma
Contractors?
13. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya yang sedang
diderita pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja
konstruksi di PT. Wijaya Kusuma Contractors?
14. Apakah ada hubungan antara frekuensi mencuci tangan yang dilakukan pekerja
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT.
Wijaya Kusuma Contractors?
9
15. Apakah ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma
Contractors?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar dengan semen di
PT. Wijaya Kusuma Contractors tahun 2014
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan
pekerja konstruksi yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors .
2. Diketahuinya gambaran lama kontak tangan pekerja dengan semen di
PT. Wijaya Kusuma Contractors .
3. Diketahuinya gambaran jenis keahlian pekerja di PT. Wijaya Kusuma
Contractors .
4. Diketahuinya gambaran usia pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
5. Diketahuinya gambaran masa kerja pekerja di PT. Wijaya Kusuma
Contractors.
6. Diketahuinya gambaran riwayat penyakit sebelumnya yang diderita
pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors
10
7. Diketahuinya gambaran frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
8. Diketahuinya gambaran penggunaan APD pada pekerja yang terpapar
semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
9. Diketahuinya hubungan antara lama kontak tangan pekerja dengan semen
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi
yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
10. Diketahuinya hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan kejadian
dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar
semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
11. Diketahuinya hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT.
Wijaya Kusuma Contractors
12. Diketahuinya hubungan antara masa kerja pekerja dengan kejadian
dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar
semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
13. Diketahuinya hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya yang
diderita pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan
pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors
14. Diketahuinya hubungan antara frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja
konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
11
15. Diketahuinya hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian
dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar
semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan
Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap pekerja agar terhindar
dari penyakit akibat kerja khususnya resiko terjadinya dermatitis kontak
iritan.
1.5.2 Manfaat Bagi Pekerja
Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di tempat kerja
khususnya mengenai dermatitis kontak sehingga pekerja dapat melakukan
upaya-upaya perlindungan agar terhindar dari penyakit tersebut.
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti
1. Dapat mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan dan kesehatan kerja
yang diterima selama kuliah dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi
sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan yang dialami pekerja yang terpapar
semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors tahun 2014. Penelitian akan
12
dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014 oleh mahasiswa jurusan Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di salah satu proyek yang sedang dikerjakan oleh PT Wijaya
Kusuma Contractors yaitu Proyek Temprint yang berlokasi di Palmerah, Jakarta
Barat. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode pendekatan
potong lintang (cross sectional). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
pekerja yang kontak dengan semen (total sampling). Hal ini dikarenakan karena
proyek ini tidak terlalu besar, sehingga tidak mempekerjakan banyak pekerja.
Data-data yang diperoleh berasal dari data primer. Data primer didapatkan dari
hasil pemeriksaan klinis, kuesioner dan observasi.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Kesehatan Kerja
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I
pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum
Tujuan dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif dan dapat dicapai bila didukung oleh lingkungan kerja yang
memenuhi syarat kesehatan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan kerja
dalam bentuk operasional adalah pencegahan penyakit akibat kerja
(Notoatmodjo,2003)
2.2 Proyek Konstruksi
Menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai suatu
kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan
sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi
dilakukan secara detail dan tidak berulang.
Dari pengertian dan batasan di atas, maka dapat dijabarkan beberapa
karakteristik proyek sebagai berikut :
14
1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan
waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu.
2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan
produk rutin/berulang (Pabrikasi).
3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal
sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti.
4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan perancangan dan
pelaksanaan).
5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula.
6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah
ditetapkan, tidak dapat sembarang tempat.
7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan,
alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus
memenuhi prosedur persyaratan tersebut.
Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan
yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan proyek
konstruksi memiliki catatan yang buruk dalam hal keselamatan dan kesehatan
kerja (Ervianto, 2005)
2.3 Tenaga Kerja di Konstruksi
Tenaga kerja adalah salah satu komponen penting dalam industri jasa
pelaksanaan konstruksi (Alfian,2010). Hampir semua bagian dan detail pekerjaan
konstruksi masih memerlukan tenaga kerja manusia. Secara umum terdapat lima
15
macam tenaga kerja dalam bidang konstruksi yaitu konsultan, arsitektur,
pengawas, mandor dan tukang (Wibowo dan Pasulu, 2009)
Tenaga kerja yang paling beresiko terpapar bahaya di proyek konstruksi
adalah tukang, karena tukang adalah tenaga kerja yang kontak langsung dengan
hazard di tempat kerja . Tukang di kepalai oleh kepala tukang atau disebut
mandor, setiap mandor biasanya membawahi belasan hingga ratusan tukang.
Dalam melakukan pekerjaannya, tukang juga dibantu oleh kenek (Wibowo dan
Pasulu, 2009)
Tukang yang dibutuhkan dalam suatu proyek konstruksi untuk berbagai jenis
pekerjaan yang ada dilapangan akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Ikatan Arsitek Indonesia perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis
pekerjaan konstruksi yang dilakukan membutuhkan keahlian yang berbeda beda
(Wibowo dan Pasulu, 2009)
Menurut Alfian (2010), pembagian spesifikasi tukang berdasarkan keahliannya
adalah sebagai berikut :
a. Tukang Rangka Baja
b. Tukang Kayu
c. Tukang Listrik / Instrumen
d. Tukang Besi
e. Tukang Keramik
f. Tukang Batu
g. Tukang Cat
h. Tukang Batu
16
i. Tukang Pemasang Pipa
j. Dan lain sebagainya
Biasanya seorang tukang hanya dapat mendalami satu keahlian saja, namun
ada juga tukang yang dapat menguasai lebih dari satu keahlian. Contohnya tukang
keramik dapat mengerjakan tugas dari tukang batu namun tidak semua tukang batu
dapat mengerjakan tugas seorang tukang keramik.
Bock, et all (2003) dalam sebuah penelitian di Jerman tentang penyakit kulit
akibat kerja di konstruksi, mengklasifikasikan tenaga kerja menjadi 4 kelompok
yaitu :
1. Construction and cement workers ( tukang yg berhubungan langsung dengan
bangunan dan semen ) termasuk di dalamnya yaitu bricklayers ( tukang
batu/tembok), cement workers ( tukang pengaduk semen), unskilled
construction workers (kenek) dan plasterers ( tukang plester dan aci )
2. Tile setter and terrazzo workers ( tukang keramik dan terazo)
3. Wood processor (tukang yang berhubungan dengan perkayuan) termasuk
didalamnya yaitu carpenter (tukang kayu), dan tillers (tukang pasak)
4. Painters (tukang cat).
Berdasarkan penelitian tersebut, tukang keramik dan terazo diketahui
memiliki angka kejadian penyakit kulit akibat kerja tertinggi dengan 19,9 kasus
per 10.000 pekerja, selanjutnya adalah tukang cat dengan 7,8 kasus , tukang yang
berhubungan dengan bangunan dan semen 5,2 kasus dan yang terakhir tukang
yang berhubungan dengan perkayuan dengan 2,6 kasus.
17
Kaitannya dengan paparan semen, tukang yang beresiko antara lain
bricklayer ( tukang batu/tembok), cement worker ( tukang pengaduk semen),
unskilled construction worker (kenek), plasterers ( tukang plester dan aci ) serta
setter and terrazzo workers ( tukang keramik dan terazo) karena pekerjaan tersebut
menggunakan semen dalam pengaplikasiannya.
2.4 Paparan Semen
Semen merupakan bahan yang banyak digunakan di proyek konstruksi. Salah
satu komposisi dari beton adalah semen. Semen berasal dari kata caementum yang
berarti perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat
menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang berfungsi sebagai bahan
perekat antara dua bahan atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang
kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan
sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan (Walter, 1976)
Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu semen non - hidrolik
dan semen hidrolik. Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di
dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-
hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur
hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen-
portland-pozzolan, semen portlan terak tanur tinggi, semen alumina, semen
expansif, semen putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus
(Mulyono, 2005).
18
Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland.
Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dan dicampur bahan gips. Semen portland merupakan perekat hidrolis
yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah
kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan (Puslitbang Pemukiman, 1982) Penemu semen (semen portland) adalah
Joseph Aspadin di tahun 1824, seorang tukang batu berkebangsaan Inggris
dinamakannya portland cement karena semen yang dihasilkannya mempunyai
warna serupa dengan tanah liat alam pulau portland. Komposisi yang sebenarnya
dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan
yang lain, untuk berbagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis material mentah
lainnya.
Bahan pembentuk semen portland antara lain :
a. Kapur (CaO) , dari batu kapur
b. Silika (SiO2), dari tanah lempung
c. Alumunium (Al2O3)
Sedangkan bahan utama campuran semen portland antara lain :
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) atau C3S
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) atau C2S
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A
d. Tetrakalsium Alumino Ferrid (4 CaO.Al2O3.Fe2O3) atau C4AF
e. Gypsum (CaSO4.2H2O)
19
Gambar 2.1 Salah Satu Jenis Semen Portland
2.4.1 Bahan Kimia Berbahaya Yang Terkandung Dalam Semen
Semen yang paling banyak digunakan saat ini terutama mengandung
kalsium, silikat, alumunium, dan senyawa besi. Selain itu, semen juga
mengandung kromium (VI) atau disebut juga dengan kromat dalam jumlah
yang sedikit. Kromat dikenal sebagai penyebab utama terjadinya dermatitis
kontak pada pekerja yang sering terpapar (kontak) dengan semen
(Mulyono,2005).
Kromium adalah baja berwarna abu-abu, logam yang mengkilat, yang
digunakan digunakan pada industri baja krom atau bijih nikel krom
(stainless steel) dan untuk pelapis krom logam lain (Marks & Deleo, 1992).
Menurut Cronin (1980), Pajanan kromium terhadap kulit dapat
menimbulkan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan,
Dermatitis kontak iritan primer dihubungkan dengan kandungan kromium
yang bersifat sitotoksik (merusak sel), sementara itu dermatitis kontak alergi
diakibatkan adanya respon inflamasi yang diperantarai oleh sistem imun.
Menurut Mulyono (2005) yang mengutip pendapat Cronin(1980)
mengemukakan bahwa kandungan kromat dalam semen tidak dapat
20
diturunkan meskipun dengan melakukan penggantian bahan mentah atau
merubah proses pembuatan. Namun, telah ditemukan suatu cara yaitu
dengan cara penambahan fero sulfat dapat menurunkan bentuk kromium
(VI) menjadi kromium (III) yang tidak bersifat iritan dan allergen terhadap
kulit. Fero sulfat merupakan senyawa kimia yang tidak mahal, jumlah yang
dibutuhkan untuk menurunkan kromat sangat sedikit dan keberadaannya
tidak mempengaruhi senyawa lain dalam semen.
Semen dapat menyebabkan dermatitis dengan mekanisme adanya
iritasi dan atau sensititasi dengan kromat. Semen yang pada kenyataannya
adalah agen yang bersifat alkali, abrasif, dan hidroskopis diduga menjadi
alasan mengapa lebih banyak pria yang alergi terhadap kromat dalam semen
daripada lewat kontak dengan sumber lain yang mempunyai konsentrasi
kromat yang sama (Mulyono, 2005). Semen portland mempunyai pH lebih
dari 12 sehingga bersifat alkalis yang kuat yang dapat menyebabkan
dermatitis kontak iritan primer. Bahan alkalis pada konsentrasi yang kecil
apabila kontak berulang-ulang dengan kulit juga dapat menimbulkan
dermatitis kontak iritan kumulatif, dengan gejala gatal-gatal, fisura, dan
nyeri pada daerah kulit yang terpapar ( Fregert, 1981)
Menurut Cronin (1980), semen yang kering relatif tidak berbahaya
dan sangat sedikit kasus dermatitis akibat semen yang terjadi di pabrik-
pabrik pembuatan semen. Semen yang basah lebih bersifat alkali dibanding
semen kering karena air membebaskan kalsium hidroksida menyebabkan
21
peningkatan pH dan adanya campuran dengan pasir yang bersifat abrasif
yang secara mekanis dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan dermatitis.
2.5 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini timbul disebabkan oleh adanya
pekerjaan. Berat ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit
sehingga sering kali terjadi cacat yang berat sehingga pencegahannya lebih baik
daripada pengobatan (Anies, 2005).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarakat
pekerja bukan hanya dipengaruhi oleh bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja dan
lingkungan kerja, tetapi juga faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja
serta faktor-faktor lainnya (Depkes RI, 1992)
2.6 Penyakit Kulit Akibat Kerja
Menurut Wahyudi (2005), penyakit kulit akibat kerja atau Occupational
Dermatitis adalah penyakit kulit yang disebabkan atau diperburuk oleh pekerjaan
seseorang. Nama lain Occupational Dermatitis adalah dermatitis industrial,
dermatitis kontak, dermatitis kontak eksematosa , dermatitis iritan primer dan
dermatitis eksematosa alergika.
22
Menurut Suma’mur (2009) Penyebab dari penyakit ini dapat digolongkan atas:
a. Faktor Mekanik
Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga
memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan
penebalan kulit seperti pada kuli bangunan dan pelabuhan.
b. Faktor Fisik
1. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion.
2. Suhu rendah menyebabkan chillblains, trenchfoot, frostbite.
3.Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat
menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.
c. Faktor Biologi
Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada
karyawan pelabuhan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci
dan lain-lain.
d. Faktor Kimia
Apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa
dermatitis kontak iritasi atau dermatitis kontak alergi
2.7 Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan
Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational contact dermatitis) secara
medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak dimana pekerjaan merupakan
penyebab utama atau salah satu diantara faktor-faktor yang menyebabkan
dermatitis kontak tersebut. Menurut Fregert (1981), beberapa keadaan yang harus
23
mendapatkan perhatian dalam suatu penelitian akan kecurigaan akibat pekerjaan
adalah :
1. Adanya kontak dengan bahan-bahan yang diketahui menimbulkan dermatitis,
baik produk yang sudah ada selama bertahun-tahun maupun produk yang baru
saja diperkenalkan dapat menjadi penyebabnya.
2. Adanya dermatitis dengan tipe serupa pada orang lain yang bekerja pada
pekerjaan yang sama. Jika banyak orang yang terkena pada suatu tempat kerja
dalam saat yang bersamaan, maka keadaan tersebut lebih mungkin merupakan
reaksi iritan dari pada reaksi alergi.
3. Adanya waktu antara kontak dan timbulnya kelainan. Adakalanya dermatitis
alergik timbul tidak lebih cepat dari 4 – 5 hari setelah kontak
4. Gambaran dan lokalisasinya mempunyai persamaan dengan kasus-kasus yang
sudah pasti lainnya. Namun demikian, apabila ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut, maka gambarannya bisa berubah.
Lokasinya biasanya pada kedua belah tangan tanpa gambaran yang spesifik
5. Serangan terjadi ketika melakukan pekerjaan tertentu, sementara kesembuhan
dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika cuti sakit, liburan,
ataupun setelah berakhir pekan
6. Kalau ada hubungan antara riwayat pemyakit dan reaksi test yang positif, maka
hal ini merupakan bukti yang kuat.
7. Adakalanya 10 - 20% dari karyawan sendiri mengeluhkan penyakit kulit akibat
pekerjaan. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan kunjungan ketempat kerja dan
menyelidiki semua hal yang dikeluhkan. Hasilnya sering menunjukkan bahwa
24
satu atau dua orang karyawan menderita penyakit kulit akibat kerja sedangkan
yang lainnya penyakit kulit biasa. Dasar keluhan tersebut kerapkali berupa
“pengaruh psikologis” pada tempat kerja tersebut.
8. Kita mungkin beranggapan bahwa proses otomatisasi dalam industri berarti
adanya pengaman terhadap kemungkinan kontak antara zat-zat kimia dan kulit,
tetapi sebetulnya masih banyak kontak dengan yang lain, misalnya dalam
pengangkutan bahan mentah, penyimpanan dalam karung atau drum yang
sudah terkontaminasi, penimbangan bahan kimia, pengisian bahan-bahan
pewarna, pengawet dan lain-lain, pengambilan sampel bahan yang sedang
kontrol, pemeriksaan laboratorium, kebocoran pada lantai, bejana, kran, dan
lain-lain, pembersihan bejana, perbaikan hasil akhir serta pembuangan sampah.
2.8 Dermatitis Kontak Iritan
2.8.1 Definisi Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan
nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor
eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan
(kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan
penting pada penyakit ini (Wolff et all, 2008).
Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki
lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi
dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak
25
iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari
stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya
inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik (Chew and
Howard, 2006).
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis
disebabkan karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval
waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat
diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat
keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya
terpajan oleh bahan iritan tersebut ( Buxton , 2003).
Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena
banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap
kasus dermatitis (Grawkrodjer, 2002). Pencegahan bahan-bahan iritasi
kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan (Levin
et all, 2006)
2.8.2 Epidemiologi Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi
penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis
kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui
jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak
datang berobat karena kelainan ringan (Sularsito dan Djuanda, 2008).
26
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic
menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional nonfatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin , 15,6 % (38.900 kasus) adalah
penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua
penyakit okupasional. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang
sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi
pekerja di Amerika , menunjukkan 90-95 % dari penyakit okupasional
adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit di dalamnya adalah
dermatitis kontak iritan (Wolff et all, 2008; Wolff C et all, 2005).
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara
acak di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala
selama tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka
yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki
potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan
pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko, dan mereka yang
tergolong muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal,
pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti (Dinah,2003).
2.8.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 -1,75 m2 dengan
berat kira-kira 15% berat badan, rata-rata tebal kulit 1-2 mm, paling tebal (
27
16 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki, dan paling tipis (0,5 mm)
terdapat di penis ( Harahap, 2000)
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama
yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis.
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan
lemak (Tortora, Derrickson, 2009).
Gambar 2.2 Anatomi Kulit Manusia
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk (lapisan epidermis), denaturasi keratin, menyingkirkan lemak
lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan
(toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komplemen inti (Strait, 2001).
28
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien
(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG
lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani et all.,
2006; Djuanda, 2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan
sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel
T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit
juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin
(Beltrani et all., 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua
jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
29
orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri.
Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut (Djuanda, 2003).
2.8.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Iritan
Gambaran klinis dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat
iritan. Iritan kuat memberikan gejala yang bersifat akut, sedangkan iritan
lemah memberikan gejala yang bersifat kronis. (Sularsito dan Djuanda,
2008).
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis
kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu :
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada Dermatitis Kontak Iritan (DKI ) akut, kulit terasa pedih atau
panas,eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainannya sebatas daerah yang
terkena dan berbatas tegas (Wolff et all, 2008; Wolff C et all, 2005).
Pada beberapa individu , gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat)
mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam
beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritema
30
hingga vesikel dan bahan yang dapat membakar kulit dapat
menyebabkan nekrosis (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda,
2008).
Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh
segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang, hal ini
dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak
biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap (Chew and Howard , 2006).
Bentuk DKI akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan
kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran
eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak ( Grand, 2008)
Gambar 2.3 DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat
Pada dermatitis kontak iritan lambat, gejala obyektif tidak muncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan (Wolff et all, 2008;
Sularsito dan Djuanda, 2008; Wolff C et all, 2005 ). Sebaliknya,
gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut (Wolff
et all, 2008). Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh
31
serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul
keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel
atau bahkan nekrosis (Sularsito dan Djuanda, 2008) .
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif) disebabkan
oleh iritan lemah (seperti air, sabun, deterjen, dll) dengan pajanan yang
berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan (Wolff et all,
2008; Sularsito dan Djuanda, 2008; Wolff C et all, 2005 ) . Kelainan
kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun,
sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling
penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis
kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejalanya berupa kulit
kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis
dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung (Wolff et all,
2008; Sularsito dan Djuanda, 2008).
Gambar 2.4 DKI kronis akibat efek korosif dari semen
32
Distribusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis
kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan
kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu
rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis) (Wolff C et
all, 2005). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan. Oleh
karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan
bagian lain dari tubuh (contohnya : tukang cuci, kuli bangunan, montir
bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut) (Sularsito dan
Djuanda, 2008).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat
berupa skuama, eritema, vesikel, pustule, serta erosi, dan biasanya
terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi
pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah, Reaksi iritasi dapat
sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI
kumumaltif (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008; Wolff C
et all, 2005 ).
33
Gambar 2.5 DKI Reaksi Iritan
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit
seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan
penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama (Wolff et all, 2008;
Sularsito dan Djuanda, 2008) Pada proses penyembuhan, akan terjadi
eritema, skuama, papul, dan vesikel.
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Disebut juga reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi
kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan
kulit terlihat secara histology (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard,
2006 ). Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar,
gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan
dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi
(Wolff et all, 2008). Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar
34
stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis) (Sularsito dan
Djuanda, 2008) .
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal,
rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan
iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah , kepala , leher. Asam Laktat
biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini
(Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006; Sularsito dan Djuanda,
2008)
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma
atau gesekan yang berulang (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard,
2006) . DKI gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang
lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan
gatal pada daerah yang terkena gesekan (Chew and Howard, 2006 ).
DKI gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali
terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan
bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI gesekan dapat hanya
mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh
tekanan mekanik yang terjadi (Grand, 2008).
35
Gambar 2.6 DKI gesekan
9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya
dilihat setelah pajanan okupasional seperti oli, metal, halogen, serta
setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi
pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari
setelah pajanan. Tipe ini dapat terlihat pada pasien dermatitis atopy
maupun pasien dermatitis seboroik (Wolff ett all, 2008; Chew and
Howard, 2006).
Gambar 2.7 DKI Akneiform
36
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi
tanpa menggunakan pelembab kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan
skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini (Wolff
ett all, 2008; Chew and Howard, 2006) .
Gambar 2.8 DKI Asteatotik
2.8.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. Dermatitis kontak
iritan (DKI) akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI
kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga
kadang sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik (DKA) . Selain
anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI (Sularsito dan Djuanda, 2008).
37
1. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI
tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang diterima pasien.
Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI ( gejala
subyektif ) adalah (Wolff ett all, 2008; Buxton,3003) :
a. Pasien mengklaim adanya pajanan yang menyebabkan iritasi
kutaneus
b. Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk
DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya,
seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan
desinfektan ), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
c. Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu
adalah DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat
pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.
d. Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa
tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Rietsel dan Flowler, kriteria diagnosis primer untuk DKI
adalah sebagai berikut:
38
a. Makula eritema, hyperkeratosis, atau fisura predominan setelah
terbentuk vesikel
b. Tampakan kulit berlapis, kering atau melepuh
c. Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
d. Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis kontak
iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan.
Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi
yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat
memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena
dengan bahan iritan.
a. Patch Tes
Patch Tes digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan
kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA.
Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat
memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan
jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu).
Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif
dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan
pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam
kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI (Wolff ett
all, 2008; Wolff C et all, 2005 )
39
b. Kultur Bakteri
Kultur Bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi
sekunder bakteri.
c. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikologi
pada infeksi jamur superficial candida, Pemeriksaan ini tergantung
tempat dan morfologi dari lesi.
d. Pemeriksaan IgE
Peningkatan immunoglobulin E dapat menyokong adanya diathesis
atopic atau riwayat atopi.
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh banyak faktor, Menurut Straits
(2001) dan Djuanda (2003) dermatitis kontak iritan di sebabkan oleh tiga faktor
besar yaitu faktor iritan itu sendiri, itu sendiri, faktor individu penderita dan faktor
lingkungan.
Faktor iritan itu sendiri meliputi ukuran molekul, daya larut, konsentrasi
bahan, vehikulum dan suhu bahan iritan tersebut. Faktor individu penderita
meliputi usia (usia tua lebih rentan terkena dermatitis kontak), ras (kulit hitam
lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan
lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang
rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya dermatitis atopik (Beltrani et
al., 2006). Kebiasaan individu yang sering mencuci tangan ketika bekerja juga
40
berkaitan erat dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Menurut hasil penelitian
Hogan (2009) di Amerika Serikat menunjukkan frekuensi mencuci tangan >35 kali
setiap pergantian pada pekerja yang sering terpapar ( sering mencuci tangan )
memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan dengan odds
ratio 4,13. Menurut Suryani (2011) masa kerja juga memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja di PT Cosmar
Indonesia. Demikian halnya dengan penggunaan APD saat bekerja, hasil
penelitian Mausulli (2010) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
penggunaan APD dengan dermatitis kontak iritan pada pekerja pengelolaan
sampah. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap dermatitis kontak iritan
yaitu faktor suhu dan kelembaban udara.
Suhu dan kelembaban udara yang tinggi juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya dermatitis kontak, begitu juga dengan suhu dan kelembaban udara yang
rendah. Ketika suhu dan kelembaban udara tinggi, seseorang akan lebih banyak
mengeluarkan keringat yang itu berarti terjadi peningkatan hidrasi pada stratum
corneum kulit. Fungsi Pertahanan kulit akan rusak baik oleh peningkatan hidrasi
maupun penurunan hidrasi stratum corneum (Safeguards, 2000).
Menurut Fregert (1998) Kelainan kulit yang terjadi pada dermatitis kontak
iritan ditentukan oleh faktor- faktor diantaranya ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, vehikulum, suhu bahan iritan tersebut lama kontak, kekerapan kontak
(terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
gesekan dan trauma fisis, serta suhu dan kelembaban lingkungan.
41
Dari beberapa sumber referensi diatas tentang faktor-faktor penyebab
dermatitis kontak iritan, dapat disimpulkan secara garis besar faktor –faktor
penyebab dermatitis kontak iritan sebagai berikut :
2.9.1 Faktor Iritan
a. Ukuran Molekul,Konsentrasi / Jumlah Iritan,Daya Larut, Vehikulum
Pada orang dewasa, dermatitis kontak iritan sering terjadi akibat
paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
vehikulum, serta suhu bahan iritan itu sendiri selain juga di tentukan oleh
faktor lain seperti lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang),
adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan , trauma fisis
serta Suhu dan kelembaban lingkungan ( Fregert ,1998)
b. Frekuensi Kontak
Frekuensi kontak memiliki hubungan dengan terjadinya
dermatitis kontak. Frekuensi yang lebih sering membuat semakin
banyak bahan yang mampu masuk ke kulit dan menimbulkan reaksi.
Hal ini dapat dilihat di beberapa penelitian sebelumnya seperti
penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Nuraga,dkk (2008) pada
karyawan yang terpajan bahan kimia diperusahaan industri otomotif,
dan juga penelitian yang dilakukan Adilah (2012) pada karyawan
42
binatu. Dari kedua penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa frekuensi
kontak memiliki hubungan terhadap timbulnya dermatitis kontak.
c. Lama Kontak
Lama kontak adalah lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan
iritan dengan satuan jam/ hari. Menurut Fregert (1998) , disamping sifat
fisik dari bahan iritan itu sendiri (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
vehikulum, serta suhu bahan iritan), ada faktor lain yang mempengaruhi
dermatitis kontak iritan yaitu variabel lama kontak, kekerapan, adanya
oklusi, gesekan, trauma fisis, serta suhu dan kelembaban lingkungan.
Penelitian Khadijah dan Miko (2011) pada petani rumput laut di
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa kelompok
petani dengan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari, penderita dermatitis
kontak iritan lebih banyak (64,5 %) dibandingkan dengan kelompok petani
dengan waktu kerja kurang dari 8 jam sehari (52,7 %) , dan kelompok
petani rumput laut dengan jumlah hari kerja lebih dari 20 hari dalam
sebulan, berpeluang menderita dermatitis kontak iritan 2,6 kali disbanding
kelompok petani dengan jumlah hari kerja lebih sedikit dengan nilai p =
0,001 dan OR = 2,6 (1,48 – 4,48) 95% CI)
d. Jenis Keahlian pekerja
Menurut Sjamsoe (2005), jenis pekerjaan seperti tukang tembok
dan tukang semen mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis kontak
43
akibat terpapar hexavalent chromate yang larut dalam air pada semen
basah.
Berdasarkan penelitian Adillah (2012) pada karyawan binatu,
spesifikasi pekerjaan yang dilakukan pekerja terbukti memiliki
hubungan dengan kejadian dermatitis kontak. Karyawan yang
mengerjakan semua jenis pekerjaan di binatu akan lebih rentan
mengalami dermatitis kontak, karena mereka kontak dengan lebih dari 1
jenis bahan kimia sehingga potensi untuk menimbulkan dermatitis
kontak meningkat.
2.9.2 Faktor Individu
a. Ketebalan Kulit
Kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala
(Djuanda, 2003). Menurut Harahap M (2000) rata-rata tebal kulit 1-2 mm,
paling tebal 16 mm terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis 0,5
mm terdapat di penis. Beltrani (2006) menyebutkan perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas. Semakin
permeabel maka bahan kimia semakin mudah untuk masuk ke kulit (
Taylor et all, 2008)
44
Menurut Hans Schaefer (1996) dalam Suryani (2008), kulit
mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah
masuknya bahan-bahan kimia yang terutama disebabkan karena adanya
lapisan tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis
malfigi. Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling berikatan dengan sangat
kuat dan merupakan pelindung kulit yang paling efisien. Lapisan tanduk
(stratum corneum) menebal di telapak tangan dan kaki dan menipis di
kelopak mata (Djuanda A, 1987 dalam Suryani , 2008)
b. Usia
Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia
sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih
kering. Kekeringan pada kulit memudahkan bahan kimia untuk masuk
ke kulit (Cohen, 1999). Menurut HSE (2000), kondisi kulit mengalami
proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia lanjut sering kali
terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul
dermatitis kronik. Dapat dikatakan, Dermatitis kontak lebih rentan
menyerang pekerja dengan usia yang lebih tua (Cronin,1980)
Akan tetapi dari beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil
yang sebaliknya. Pada penelitian yang dilakukan Lestari, Fatma (2008)
pada karyawan di PT Inti Pantja Press Industri menunjukkan pekerja
muda lebih mudah terkena dermatitis kontak. Hasil uji statistik
menunjukan nilai p value sebesar 0,042 hal ini berarti bahwa terdapat
45
perbedaan proporsi penyakit dermatitis yang bermakna antara pekerja
muda (≤30 tahun) dengan pekerja tua (>30 tahun). Selain itu pada
tingkat kepercayaan 95% nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 2,824,
artinya pekerja muda mempunyai peluang 2,824 (2,8) kali terkena
dermatitis kontak dibandingkan dengan dengan pekerja tua. Demikian
halnya dengan penelitian yang dilakukan Suryani, Febria (2011) yang
dilakukan pada karyawan di pabrik kosmetik PT. Cosmar Indonesia
menunjukkan hasil menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang
mengalami dermatitis kontak yaitu 23 tahun yang mana masih tergolong
dalam usia muda.
Menurut NIOSH (2006) dalam Febria Suryani (2011) dari sisi
usia umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit
akibat kerja tertinggi. Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab
adalah bahwa pekerja dengan usia yang lebih muda memiliki
pengalaman yang lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang lebih
tua. Sehingga kontak bahan kimia dengan pekerja masih sering terjadi
pada pekerja muda. Pada pekerja tua yang berpengalaman dalam
menangani bahan kimia, kontak bahan kimia dengan kulit semakin lebih
sedikit. Selain itu kebanyakan pekerja tua lebih menghargai akan
keselamatan dan kesehatannya, sehingga dalam penggunaan APD
pekerja tua lebih memberi perhatian dibandingkan pekerja muda
(Cohen, 1999)
46
Penelitian lain yang dilakukan Wolff, et all (2008) dan
Grawkrodjer (2002) menyebutkan, Iritasi kulit yang kelihatan (eritema)
menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan
(kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.
c. Masa Kerja
Menurut Handoko (1992) lama bekerja adalah suatu kurun waktu
atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja
mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama
masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak
dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia
akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja Pekerja
yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia
menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan
maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan
untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).
Penelitian Suryani (2011) pada pekerja di PT. Cosmar Indonesia (
pabrik pembuat kosmetik) menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
karyawan dibagian processing dan filling
d. Ras
Menurut Djuanda (2007), ras manusia adalah karakteristik luar yang
diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari
47
kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras
merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya
dermatitis karena adanya perbedaan karakteristik luar berupa perbedaan
warna kulit. Orang berkulit gelap/ hitam kulitnya kaya akan melanin
yang merupakan pigmen kulit yang berfungsi sebagai perlindungan kulit
baik dari pengaruh sinar matahari, gangguan fisis, mekanis maupun
kimiawi seperti zat kimia, sehingga orang berkulit gelap lebih tahan
terhadap dermatitis dibanding orang yang berkulit cerah/ putih.
Melanin/ pigmen kulit dibentuk oleh melanosit. Jumlah melanosit dan
besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras
maupun individu.
e. Jenis Kelamin
Secara anatomis, terdapat perbedaan antara kulit pria dan wanita.
Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit
pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel
rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit
pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat
menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih
banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria
sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki
kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut,
48
kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring
bertambahnya usia, kulit akan semakin kering.
Diepgen (2003) dalam Partogi (2008) mengatakan kerentanan
kulit terhadap iritasi tidak berbeda antar jenis kelamin akan tetapi,
penelitian menunjukkan bahwa kulit wanita cenderung lebih mudah
terkena iritasi selama periode menstruasi. Taylor , ett all (2008)
menyebutkan, secara eksperimental belum jelas adanya hubungan antara
perbedaan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, Adapun
hasil penelitian yang menunjukan dermatitis kontak lebih sering ditemui
pada jenis kelamin perempuan, hal ini kemungkinan karena perempuan
lebih sering mengalami kontak dengan agen penyebab dibandingkan
dengan laki-laki
Beberapa penelitian yang menunjukkan hasil tersebut antara lain :
1. Mulyaningsih (2005) pada karyawan salon dimana didapatkan hasil
79,1% dermatitis kontak dialami oleh jenis kelamin perempuan dan
20,9% dialami oleh jenis kelamin laki-laki.
2. Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam
Malik Medan, penderita dermatitis kontak terbanyak adalah
perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.
f. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Menurut Djuanda (2007), pekerja yang sebelumnya atau sedang
menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis
49
akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang
akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi
perlindungan yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-
lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak
serta perubahan pH kulit.
Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu
tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita
penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat
kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis
merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit
pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi
terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga
akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).
g. Frekuensi Mencuci Tangan
Berdasarkan penelitian Hogan (2009) di Amerika Serikat
terhadap pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau
paparan berulang pada kulit terhadap air seperti pembatu rumah tangga,
pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut didapatkan hasil
55,6% pelayan rumah sakit di bagian intensif care unit mengalami
dermatitis pada tangan, dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar
dengan air, mencuci tangannya dengan frekuensi >35 kali setiap
pergantian). Frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian
50
memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan
dengan odds ratio = 4,13
Menurut Elston,dkk (2002) air ternyata merupakan faktor iritan
tersendiri sehingga mempermudah terjadinya dermatitis kontak iritan.
Bahkan air dalam keadaan oklusif mampu menimbulkan kelainan pada
lapisan lipid dan merusak stratum corneum. (Zhai, Miabcah,2002)
h. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Menurut Suma’mur (1992) Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu
alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan kerja. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun
mengurangi bahaya yang ada, peralatan ini hanya mengurangi jumlah
kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara pekerja
dan bahaya.
Jenis APD yang relevan dengan pekerjaan yang kontak dengan
semen di proyek konstruksi seperti pemlesteran, pengacian, pemasangan
keramik, pemasangan dinding, dan sebagainya yaitu sarung tangan.
Tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena dermatitis
kontak akibat kerja di proyek konstruksi ( Bock et all, 2003)
Sebuah studi yang dilakukan Erliana (2008) pada pekerja pembuat
paving block menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak dengan nilai p
= 0,001, artinya jika responden tidak menggunakan APD dengan benar dan
51
sesuai, maka semakin sering terpapar semen, sehingga menyebabkan
dermatitis kontak.
Studi lain yang dilakukan Mausulli (2010) pada pekerja pengelolaan
sampah juga mununjukkan hasil yang sama, dimana pekerja yang tidak
menggunakan APD, mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 59,5 % (
22 dari 37 pekerja) sedangkan pekerja yang menggunakan APD,tidak ada
yang mengalami dermatitis kontak iritan ( 0 dari 3 pekerja).
2.9.2 Faktor Lingkungan
a. Suhu dan Kelembaban Udara
Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan
hidrasi dari stratum corneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang
sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah)
(Safeguard, 2000). Suhu dan kelembaban tinggi akan mengakibatkan kulit
berkeringat, sehingga terjadi peningkatan hidrasi stratum corneum, (kondisi
kulit basah). Peningkatan temperatur dari 20 oC sampai 43 oC dapat
meningkatkan efek iritasi pada kulit. (Kartono dan Maibach, 2006)
Menurut Hogan (2009) sebagian besar kasus gatal-gatal di musim
dingin adalah karena kekeringan kulit, sebagai akibat dari temperatur
dan kelembaban udara yang rendah di musim dingin. Suhu dan
kelembaban udara yang rendah mengakibatkan penurunan hidrasi
stratum corneum, sehingga kondisi kulit menjadi kering. Kekeringan
pada kulit membuat kulit lebih permeabel sehingga memudahkan bahan
kimia untuk masuk ke kulit (Cohen, 1999)
52
2.10 Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah
dikemukakan oleh penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dermatitis kontak iritan. Secara umum dapat
dikategorkan menjadi tiga, yakni faktor iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan
faktor individu penderita.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Streit (2001), Djuanda (2003), Beltrani et all (2006), Fregert (1998), Safeguard (2000),
Hogan (2009), Mausulli (2010) Suryani (2011), Adillah (2012)
FAKTOR LINGKUNGAN
Suhu dan kelembaban udara
FAKTOR IRITAN
Konsentrasi/jumlah
Ukuran molekul
Daya larut
Suhu
Vehikulum (zat pembawa)
Lama kontak
Gesekan
FAKTOR INDIVIDU
Ketebalan kulit diberbagai tempat
Usia
Masa Kerja
Ras
Jenis Kelamin
Riwayat penyakit kulit Frekuensi mencuci tangan
Penggunaan APD
Dermatitis Kontak Iritan
53
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dermatitis
kontak iritan pada tangan yang dialami oleh pekerja konstruksi. Kerangka konsep
penelitian berdasarkan gabungan teori dari penelitian-penelitian sebelumnya
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak iritan
diantaranya yang dikemukaan oleh Strait (2001), Djuanda (2003), Beltrani et all,
(2006), Fregert (1998), Safeguard (2000), Hogan (2009) , Mausulli (2010) dan
Suryani (2011). Yang merupakan variabel dependen adalah dermatitis kontak
iritan, sedangkan variabel independennya adalah lama kontak, jenis keahlian
pekerja, usia, masa kerja, frekuensi mencuci tangan, riwayat penyakit kulit
sebelumnya, dan penggunaan APD
Tidak semua faktor yang ada di dalam kerangka teori dijadikan sebagai
variabel penelitian ini, karena beberapa alasan sebagai berikut :
a. Konsentrasi / Jumlah Paparan
Konsentrasi /Jumlah paparan semen yang menempel pada tangan pekerja sulit
untuk diukur, peneliti memiliki keterbatasan dalam hal metode dan alat untuk
mengukurnya sehingga faktor ini tidak dimasukkan kedalam variabel penelitian.
b. Ukuran molekul, daya larut, suhu dan vehikulum
Ukuran molekul , daya larut, suhu dan vehikulum iritan tidak dimasukkan
dalam variabel penelitian , karena jenis iritan yang akan diteliti hanya satu jenis
54
yaitu semen dan semua pekerja yang dijadikan sampel penelitian, telah terpapar
dengan jenis semen yang sama, sehingga ukuran molekul,daya larut, suhu dan
vehikulum semen dapat dipastikan sama.
c. Suhu dan kelembaban udara
Suhu dan kelembaban udara rendah akan mengakibatkan penurunan hidrasi
stratum corneum sedangkan suhu dan kelembaban tinggi akan mengakibatkan
peningkatan hidrasi stratum corneum. Peningkatan maupun penurunan hidrasi
stratum corneum dapat merusak pertahanan kulit. Dalam penelitian ini, suhu
dan kelembaban udara tidak dimasukkan dalam variabel penelitian karena
secara umum suhu dan kelembaban di tempat kerja dianggap sama (homogen)
d. Ketebalan kulit
Ketebalan kulit pada tangan pekerja tidak dimasukkan dalam variabel
penelitian karena keterbatasan kemampuan peneliti untuk mengukur ketebalan
kulit pada masing- masing tangan pekerja. Pengukuran ketebalan kulit
memerlukan alat dan metode tertentu, yang mana peneliti memiliki keterbatasan
untuk melakukannya.
e. Ras
Ras tidak dimasukkan dalam variabel penelitian karena semua pekerja berasal
dari ras yang sama. Menurut teori, ras kulit hitam lebih tahan dari dermatitis
dibanding ras kulit putih.
f. Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak dimasukkan dalam variabel penelitian karena homogen,
yaitu semua pekerja adalah laki-laki.
55
Adapun lama kontak, jenis keahlian pekerja, usia, masa kerja, frekuensi
mencuci tangan, riwayat penyakit kulit sebelumnya, dan penggunaan APD
dijadikan variabel penelitian karena faktor-faktor tersebut memiliki mekanisme
hubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja konstruksi. Untuk
lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Lama Kontak
Kontak dengan bahan iritan dalam waktu yang cukup akan menginduksi
dermatitis. Semakin lama kontak dengan bahan iritan maka peradangan atau
iritasi kulit dapat terjadi.
b. Jenis Keahlian Pekerja
Jenis keahlian pekerja di proyek konstruksi memiliki resiko yang bervariasi
terhadap dermatitis kontak iritan. Jenis pekerjaan di proyek konstruksi yang
kontak langsung dengan semen seperti pengacian, pemlesteran, pemasangan
bata, pengadukan beton, pemasangan keramik, dan sebagainya memiliki waktu
paparan yang berbeda –beda. Semakin lama paparan yang terjadi akan semakin
meningkatkan resiko terjadinya dermatitis kontak.
c. Usia
Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi
seiring bertambahnya usia sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya
dan menjadi lebih lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan
kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena
dermatitis
56
d. Masa Kerja
Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering mereka terpajan dan
berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan
akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya
Hal ini berhubungan dengan fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang
akibat dari penyakit kulit akibat kerja yang diderita sebelumnya. Fungsi
perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit,
rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH
kulit . Ketika fungsi perlindungan kulit sudah berkurang, maka kulit akan lebih
mudah terkena dermatitis kontak
f. Frekuensi mencuci tangan
Frekuensi mencuci tangan berhubungan dengan peningkatan hidrasi stratum
corneum yang mana kondisi ini dapat merusak pertahanan kulit, semakin sering
mencuci tangan makan pertahanan kulit semakin berkurang dan semakin
beresiko terkena dermatitis kontak
g. Penggunaan APD
Penggunaan APD seperti sarung tangan akan mengurangi jumlah paparan iritan
(semen) pada tangan pekerja karena adanya penghalang antara kulit dan zat
iritan (semen).
57
Melalui bagan, kerangka konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3.1 Kerangka konsep
Variabel Independen Variabel dependen
Lama kontak
Jenis keahlian pekerja
Usia
Masa kerja
Riwayat penyakit kulit
sebelumnya
Frekuensi mencuci tangan
Penggunaan APD
Dermatitis Kontak Iritan
58
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1.
Dermatitis
Kontak Iritan
Peradangan pada tangan pekerja
yang ditentukan melalui
pemeriksaan dokter
Pemeriksaan
dokter
Diagnosa dokter 0. Dermatitis Kontak
Iritan
1. Tidak Dermatitis
Kontak Iritan
Ordinal
2. Lama kontak Jangka waktu pekerja berkontak
dengan semen dalam hitungan
jam/hari.
Kuisioner Menyebarkan
kuisioner pada
pekerja
Jam/hari Rasio
3. Jenis keahlian
pekerja
Jenis keahlian kerja di proyek
konstruksi berdasarkan potensi
bahaya dermatitis kontak yang
dimiliki kaitannya dengan durasi
paparan yang diterima pekerja
Kuisioner
dan observasi
Menyebarkan
kuisioner kepada
pekerja disertai
dengan
pengamatan
langsung saat
pekerja
melakukan
pekerjaannya
0. Beresiko tinggi,
Jika bekerja sebagai
pemasang tembok,
pengaduk semen,
tukang plester &aci,
dan pemasang
keramik
1. Beresiko rendah, jika
bekerja sebagai kenek
(Pengkategorian menurut
Bock(2003) dan Sjamsoe
(2005)
Ordinal
59
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
4. Usia
Lama waktu hidup pekerja
(dalam tahun) dari sejak lahir
sampai penelitian berlangsung.
Kuisioner Menyebarkan
kuisioner pada
pekerja
Tahun Rasio
5. Masa Kerja Jangka waktu pekerja mulai
bekerja sampai waktu penelitian
Kuisioner Menyebarkan
kuisioner pada
pekerja
Bulan Rasio
6. Riwayat
penyakit
sebelumnya
Penyakit kulit pada tangan yang
sedang diderita pekerja sebelum
bekerja di proyek konstruksi
tempat penelitian berlangsung
Kuisioner Menyebarkan
kuisioner pada
pekerja
0. Memiliki riwayat
1. Tidak memiliki
Riwayat
Ordinal
7. Frekuensi
Mencuci
Tangan
Berapa kali dalam sehari pekerja
tersebut mencuci tangannya saat
berada di lokasi kerja
Kuisioner Menyebarkan
kuisioner pada
pekerja
Kali Rasio
8. Penggunaan
APD
Perilaku responden dalam
melindungi dirinya dengan
menggunakan APD (sarung
tangan) saat bekerja di proyek
konstruksi.
Lembar
observasi
Pengamatan
langsung
0. Tidak menggunakan,
jika berdasarkan hasil
pengamatan tidak
memakai sarung
tangan
1. Menggunakan, jika
berdasarkan hasil
pengamatan memakai
sarung tangan
Ordinal
60
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak iritan
pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors tahun 2014
2. Ada hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors tahun 2014
3. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors tahun 2014
4. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors tahun 2014
5. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian
dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen
di PT. Wijaya Kusuma Contractors tahun 2014
6. Ada hubungan antara frekuensi mencuci tangan dengan kejadian dermatitis
kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT.
Wijaya Kusuma Contractors tahun 2014
7. Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors tahun 2014.
61
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
studi cross sectional (potong lintang), dimana variabel independen dan
dependen diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan bulan Mei - Juni 2014 di proyek pembangunan
yang sedang dikerjakan oleh PT. Wijaya Kusuma Contractors yaitu proyek
Temprint yang berlokasi di Palmerah, Jakarta Barat.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pada proyek
Temprint PT. Wijaya Kusuma Contractors yang terpapar dengan semen yaitu
sebanyak 32 pekerja . Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah 48 pekerja, namun karena pekerja yang terpapar semen di proyek ini
hanya sebanyak 32 pekerja, maka peneliti mengambil semua pekerja untuk
dijadikan sampel (total sampling ). Adapun perhitungan jumlah sampel ini
dilakukan dengan menggunakan uji hipotesisi dua proporsi dengan rumus
sebagai berikut :
62
{z1-α 2 (1- ) + z1-ß α P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2
n =
(P1- P2)2
Keterangan :
n : Besar sampel
P1 : Proporsi pekerja dengan riwayat dermatitis sebelumnya dengan
kejadian dermatitis kontak sebanyak 81,8 % = 0,82 (Lestari,
2007)
P2 :Proporsi pekerja dengan tidak riwayat dermatitis sebelumnya
dengan kejadian dermatitis kontak sebanyak 43,5 % = 0,44
(Lestari, 2007)
P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2) 0,82 + 0,44 = 0,63
2
Z1-α : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96
Z1-β : Kekuatan uji 80 % = 0,84
{ 1,96 2 x 0,63 (1-0,63) + 0,84 0,82 (1-0,82) + 0,44 (1-0,44) }2
n =
(0,82-0,44)2
n = 24 x 2 = 48 orang.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
dermatitis kontak iritan pada tangan meliputi kejadian dermatitis
63
kontak iritan pada tangan, variabel lama kontak, jenis keahlian
pekerja, usia, masa kerja, riwayat penyakit kulit sebelumnya,
frekuensi mencuci tangan, dan penggunaan APD
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,
catatan, dan laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan,
serta potensi bahaya dari bahan kimia yang terkandung didalam
semen yang digunakan di proyek tersebut.
4.4.2 Metode dan Instrumen
Metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
pembagian kuisioner, pemeriksaan dokter serta pengamatan langsung
oleh peneliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner yang berisikan pertanyaan yang harus dijawab oleh responden
, dokter umum, serta lembar ceklist pengamatan. Instrumen dokter
digunakan untuk mengukur variabel dependen yaitu kejadian dermatitis
kontak ,kuisioner digunakan untuk mengukur variabel lama kontak,
jenis keahlian pekerja, usia, riwayat penyakit sebelumnya, frekuensi
mencuci tangan, dan penggunaan APD, dan lembar checklist
pengamatan digunakan untuk mengukur variabel jenis kehlian pekerja
dan variabel penggunaan APD.
Penjelasan lebih lanjut mengenai metode dan instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
64
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendiagnosa secara klinis
gejala gejala dermatitis yang terdapat pada tangan responden oleh
dokter.
2. Lama kontak
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu
responden terpapar dengan semen dalam hitungan jam/hari melalui
kuisioner.
3. Jenis keahlian pekerja
Pengumpulan data dilakukan dengan menanyakan melalui kuisioner
jenis pekerjaan apa yang dilakukan di proyek tersebut. Selain
menggunakan kuisioner, peneliti juga melakukan observasi langsung
pada responden ketika sedang melakukan pekerjaannya untuk
menguatkan kebenaran data hasil kuisioner pada variabel jenis
pekerjaan.
4. Frekuensi mencuci tangan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan melalui
kuisioner seberapa sering responden mencuci tangannya dalam sehari
ketika sedang bekerja
5. Usia
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan melalui
kuisioner tanggal, bulan dan tahun kelahiran responden. Untuk
mendukung kebenaran jawaban responden, peneliti meminta
responden untuk menunjukkan kartu identitasnya.
65
6. Riwayat penyakit kulit sebelumnya
Pengumpulan data dilakukan dilakukan dengan cara menanyakan
riwayat penyakit kulit pekerja melalui kuesioner dan diperkuat
dengan anamnesis dokter.
7. Penggunaan APD
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati responden
dalam hal penggunaan sarung tangan selama responden melakukan
pekerjaannya.
4.5 Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan
diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi
kode untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.
2. Menyunting data (data editing)
Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu,
yaitu kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan
kesalahan jawaban pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama
untuk penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari
hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel.
Setelah itu dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut
dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk
66
mengetahui gambaran secara umum) dan bivariat (untuk mengetahui
variabel yang berhubungan).
4. Membersihkan data (data cleaning)
Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan
untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan
demikian data tersebut telah siap untuk dianalis.
4.6 Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel dependen, independen. Variabel tersebut
adalah kejadian dermatitis kontak, lama kontak, jenis keahlian pekerja, usia,
masa kerja, riwayat penyakit kulit sebelumnya, frekuensi mencuci tangan
dan penggunaan APD.
2. Analisa Bivariat
Analisa yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian atau
mengetahui hubungan variabel bebas (independen) dan variabel terikat
(dependen) dengan uji statistik yang disesuaikan sesuai dengan skala data
yang ada. Untuk menghubungkan variabel kategorik dengan kategorik uji
statistik yang digunakan adalah Chi Square, untuk menghubungkan variabel
numerik dengan kategorik uji statistik yang digunakan adalah uji T-
independent (apabila variabel numerik berdistribusi normal), dan uji Mann
Whitney (apabila variabel numerik tidak berdistribusi normal).
67
Uji chi-Square ,uji T-independent / uji mann whitney menggunakan
derajat kepercayaan 95% dan α 5 %. Jika P Value 0,05, maka perhitungan
secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel
independen dengan dependen. Jika P Value > 0,05, maka perhitungan secara
statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara variabel
independen dengan dependen.
68
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Proses Kerja di Proyek Konstruksi
Lokasi tempat dilakukannya penelitian ini adalah proyek konstruksi
berupa pembangunan gedung perkantoran berlantai 8 yang sedang di kerjakan
oleh PT. Wijaya Kusuma Contractors. Pada saat penelitian dilaksanakan,
proyek tersebut sudah masuk dalam tahap finishing. Jenis pekerjaan yang
banyak ditemui kaitannya dengan paparan semen adalah pekerjaan pemlesteran
dinding bangunan dan sebagian kecil pekerja melakukan pemasangan lantai
keramik pada bagian tangga gedung.
Bahan iritan yang banyak digunakan dalam pekerjaan tersebut adalah
semen jenis portland. Semen portland digunakan dalam berbagai keperluan
seperti pembuatan adukan untuk pekerjaan pemlesteran dan pemasangan
tembok, adukan encer (grout) untuk pengisian nat keramik, dan penggunaan
semen untuk pekerjaan pengacian.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak iritan
diperoleh dari diagnosa dokter. Variabel kejadian dermatitis kontak
iritan dikategorikan menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan dan
tidak dermatitis kontak iritan. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan yang dialami pekerja
69
konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan Pekerja Konstruksi
yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors
Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (34,4%) mengalami
dermatitis kontak iritan .
5.2.2 Gambaran Faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan .
Faktor- faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak Iritan dalam
penelitian ini meliputi faktor lama kontak, usia, masa kerja, frekuensi
mencuci tangan, jenis keahlian, riwayat penyakit sebelumnya dan
penggunaan APD. Distribusi frekuensi faktor-faktor tersebut terlihat
pada tabel 5.2 dan tabel 5.3 berikut ini
Kejadian Dermatitis Frekuensi Persentase (%)
Dermatitis Kontak iritan 11 34,4
Tidak Dermatitis kontak iritan 21 65,6
Jumlah 32 100
70
Tabel 5.2
Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen
di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014
No Variabel N Mean Median SD Min – Max
1 Lama kontak 32 7,06 8 4,219 1-11
2 Usia 32 29,34 24 13,535 16-64
3 Masa Kerja 32 2,38 1,5 1,897 1-7
4 Frekuensi
mencuci tangan 32 5,22 4 3,077 2-12
Tabel 5.3
Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan
pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen
di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014
No Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Jenis Keahlian Resiko tinggi 19 59,4
Resiko rendah 13 40,6
2 Riwayat Penyakit
kulit sebelumnya
Ada Riwayat 3 9,4
Tidak ada riwayat 29 90,6
3 Penggunaan APD Tidak menggunakan 28 87,5
Menggunakan 4 12,5
a. Lama Kontak
Variabel lama kontak dilihat dari lamanya responden berkontak
dengan bahan iritan (semen) selama bekerja dalam hitungan jam/hari.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa nilai median lama
kontak pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors adalah 8 jam/hari dengan standar deviasi 4.219.
71
Lama kontak terendah adalah 1 jam/hari sedangkan lama kontak
tertinggi adalah 11 jam/hari
b. Usia
Variabel usia dinyatakan dalam tahun, yaitu lama hidup responden
dari mulai lahir hingga waktu penelitian. Berdasarkan tabel 5.2
didapatkan distribusi nilai median usia pekerja konstruksi yang
terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors adalah 24 tahun
dengan standar deviasi 13.535. Usia termuda adalah 16 tahun
sedangkan usia tertua adalah 64 tahun.
c. Masa Kerja
Variabel masa kerja dalam penelitian ini dilihat dari lamanya responden
bekerja di proyek konstruksi tersebut. Berdasarkan tabel 5.2
didapatkan distribusi nilai median masa kerja pekerja adalah 1,5
bulan dengan standar deviasi 1,897. Masa kerja terendah adalah 1
bulan sedangkan masa kerja tertinggi adalah 7 bulan.
d. Frekuensi Mencuci Tangan
Variabel frekuensi mencuci tangan dilihat dari berapa kali dalam
sehari responden mencuci tangannya ketika sedang bekerja.
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi nilai median frekuensi
mencuci tangan sebanyak 4 kali sehari dengan standar deviasi 3,077.
72
Frekuensi mencuci tangan paling sedikit adalah 2 kali sehari dan
frekuensi mencuci tangan terbanyak adalah 12 kali sehari
e. Jenis Keahlian Pekerja
Variabel jenis keahlian pekerja merupakan spesifikasi kemampuan
pekerja di proyek konstruksi yang di kategorikan menjadi jenis
keahlian beresiko tinggi dan keahlian beresiko rendah berdasarkan
lamanya kontak dengan bahan iritan (semen). Jenis Keahlian pekerja
seperti tukang tembok, pengaduk semen, tukang plester dan aci serta
tukang pemasang keramik di kategorikan kedalam jenis keahlian
beresiko tinggi karena pada umumnya pekerja tersebut kontak
dengan bahan iritan (semen) dalam waktu yang lama, sedangkan jenis
keahlian kenek dikategorikan kedalam jenis keahlian beresiko rendah
karena lama kontak yang relatif singkat dengan bahan iritan (semen).
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui, 19 pekerja (59,4 %) termasuk
kedalam jenis keahlian yang beresiko tinggi terhadap dermatitis
kontak iritan dan 13 pekerja (40,6%) termasuk kedalam jenis keahlian
beresiko rendah.
f. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Variabel riwayat penyakit kulit merupakan pekerja yang sedang
menderita penyakit kulit pada bagian tangan. Berdasarkan tabel 5.3
dapat diketahui bahwa 3 pekerja (9,4%) memiliki riwayat penyakit
kulit sebelumnya.
73
g. Gambaran Penggunaan APD
Variabel penggunaan APD dalam penelitian ini merupakan
kelengkapan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri berupa
sarung tangan guna melindungi bagian tangan dari kontak langsung
dengan bahan iritan (semen) selama melakukan pekerjaan.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa, 28 pekerja (87,5 %)
tidak menggunakan APD saat bekerja
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis
kontak Iritan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat
yang bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian atau melihat
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji
yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi dermatitis kontak iritan dengan kejadian dermatitis
kontak iritan menggunakan mann whitney test untuk variabel lama
kontak, usia, masa kerja dan frekuensi mencuci tangan, sedangkan untuk
variabel jenis keahlian pekerja, riwayat penyakit kulit sebelumnya dan
penggunaan APD menggunaakan chi square test . Hasil analisis data
mengenai hubungan antara faktor- faktor yang mempengaruhi dermatitis
kontak iritan dengan kejadian dermatitis kontak iritan di PT. Wijaya
Kusuma Contractors dapat dilihat pada tabel 5.4 dan tabel 5.5 berikut ini
74
Tabel 5.4
Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang dialami Pekerja
Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors
Tahun 2014
No Variabel Kategori N P
Value
1 Lama Kontak Dermatitis Kontak Iritan 11 0,165
Tidak Dermatitis Kontak Iritan 21
2 Usia Dermatitis Kontak Iritan 11 0,874
Tidak Dermatitis Kontak Iritan 21
3 Masa Kerja Dermatitis Kontak Iritan 11 0,083
Tidak Dermatitis Kontak Iritan 21
4 Frekuensi mencuci Tangan Dermatitis Kontak Iritan 11 0,028
Tidak Dermatitis Kontak Iritan 21
Tabel 5.5
Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang Dialami Pekerja
Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors
Tahun 2014
No Variabel Kategori
Kejadian Dermatitis
Total P
Value
Dermatitis
Kontak
Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak
Iritan
n % n % n %
1 Jenis
Keahlian
Jenis Keahlian
Resiko tinggi
8 42,1 11 57,9 19 100
0,450
Jenis keahlian resiko rendah
3 23,1 10 76,9 13 100
2
Riwayat
Penyakit
sebelumnya
Ada Riwayat 2 66,7 1 33,3 3 100
0,266
Tidak Ada
Riwayat 9 31,0 20 69,0 29 100
3 Penggunaan
APD
Tidak
menggunakan 10 35,7 18 64,3 28 100
1,000
Menggunakan 1 25 3 75 4 100
75
a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel lama
kontak dengan kejadian dermatitis kontak iritan berdasarkan tabel 5.4
diatas, didapatkan nilai P value 0,165, yang artinya pada 5% tidak
ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT.
Wijaya Kusuma Contractors.
b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel lama
kontak dengan kejadian dermatitis kontak iritan berdasarkan tabel 5.4,
diketahui nilai P value 0,874, yang artinya pada 5% tidak ada
hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors.
c. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel masa
kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan berdasarkan tabel 5.4,
diketahui nilai P value 0,083 yang artinya pada 5% tidak ada
hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan
pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors.
76
d. Frekuensi Mencuci Tangan dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel masa
kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan berdasarkan tabel 5.4,
diketahui nilai P value 0,028 yang artinya pada 5% ada hubungan
antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors.
e. Jenis Keahlian Pekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel jenis
keahlian pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan
berdasarkan tabel 5.5, menunjukkan nilai P value 0,45 yang artinya
pada 5% tidak ada hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan
kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi
yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.
f. Riwayat Penyakit Sebelumnya dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel riwayat
penyakit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak iritan
berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan nilai P value sebesar 0,266 yang
artinya pada 5% tidak ada hubungan antara riwayat penyakit kulit
sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pada
77
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors. Uji statistik yang digunakan pada variabel ini
adalah uji Fischer Exact karena terdapat lebih dari 20 % dari
keseluruhan sel memiliki nilai harapan kurang dari 5.
g. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Hasil uji statistik terhadap hubungan antara variabel
penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak iritan
berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan nilai P value sebesar 1 yang
artinya pada 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada
pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors. Uji statistik yang digunakan pada variabel ini
adalah uji Fischer Exact karena terdapat lebih dari 20 % dari
keseluruhan sel memiliki nilai harapan kurang dari 5.
78
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian
yaitu:
1. Tidak ada data sekunder mengenai riwayat kesehatan pekerja sehingga
peneliti tidak memiliki data pendukung untuk mengetahui riwayat penyakit
yang kulit yang pernah atau sedang dialami pekerja
2. Jumlah sampel yang digunakan adalah total populasi yang hanya berjumlah 32
responden (total sampling).
3. Tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuisioner penelitian yang
digunakan.
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Menurut Wolff et all (2008) Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan
reaksi peradangan nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak
dengan faktor eksogen maupun endogen, faktor eksogen berupa bahan-bahan
iritan (kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini seperti faktor genetik, jenis kelamin, suku/ras,
usia, dan lokasi kulit .
Hasil penelitian melalui menunjukan bahwa 34,4 % atau 11 dari 32 orang
pekerja yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
79
menderita dermatitis kontak iritan pada tangan. Menurut Cohen (1999), kontak
dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat
kerja.
Semen merupakan bahan kimia yang banyak digunakan di proyek
konstruksi. Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen
portland. Penggunaan semen portland di proyek konstruksi yang sedang di
kerjakan PT. Wijaya Kusuma Contractors antara lain digunakan dalam
pembuatan beton, adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan
sebagainya.
Semen portland memiliki pH lebih dari 12 ( bersifat alkalis kuat) sehingga
apabila kontak berulang-ulang dengan kulit dapat menimbulkan dermatitis
kontak iritan (fregert, 1981). Semen yang basah lebih bersifat alkali dibanding
semen kering karena air membebaskan kalsium hidroksida menyebabkan
peningkatan pH dan adanya campuran dengan pasir yang bersifat abrasif yang
secara mekanis dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan dermatitis (Cronin,
1980).
Pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ini lebih banyak terpapar
dengan semen yang basah, karena dalam penggunaan semen di proyek
konstruksi seperti beton, adukan, plesteran, adukan encer (grout) memerlukan
pencampuran air ataupun bahan lain seperti pasir dalam pembuatannya.
Dari hasil penelitian diketahui, variabel frekuensi mencuci tangan saat
bekerja memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Dalam
sehari, rata-rata pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors mencuci tangannya
80
sebanyak 6 kali. Kebiasaan mencuci tangan secara berlebihan saat melakukan
pekerjaan yang kontak dengan bahan iritan seperti semen mengakibatkan
peningkatan hidrasi pada bagian stratum corneum kulit yang dapat menurunkan
fungsi pertahanan kulit ( safeguard, 2000). Dari penjelasan tersebut, dapat
simpulkan bahwa faktor penyebab utama terjadinya dermatitis kontak iritan pada
tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
Contractors yaitu frekuensi mencuci tangan yang berlebihan.
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan
a. Frekuensi Mencuci Tangan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Frekuensi mencuci tangan yang tinggi berakibat terjadinya peningkatan
hidrasi pada lapisan stratum corneum kulit yang menyebabkan penurunan
fungsi pertahanan kulit ( safeguard, 2000). Air ternyata merupakan faktor
iritan tersendiri sehingga mempermudah terjadinya dermatitis kontak iritan.
(Elston dkk, 2002). Bahkan air dalam keadaan oklusif mampu menimbulkan
kelainan pada lapisan lipid dan merusak stratum corneum. (Zhai,
Miabcah,2002)
Frekuensi mencuci tangan merupakan banyaknya aktivitas
mencuci tangan yang dilakukan pekerja selama melakukan pekerjaannya
dalam sehari. Berdasarkan data tabel 5.2 diketahui rata-rata pekerja mencuci
tangannya sebanyak 6 kali selama bekerja, dan nilai median 4 kali selama
bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi
81
mencuci tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja
konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors dengan .
Kondisi tangan yang basah setelah cuci tangan, kemudian
terkontaminasi kembali dengan semen akan semakin meningkatkan resiko
terjadinya dermatitis kontak iritan. Hal ini dikarenakan air akan
membebaskan kalsium hidroksida pada semen sehingga pH semen
meningkat (semen semakin bersifat alkalis). Bahan alkalis dapat
menyebabkan terjadinya dermatitis (Cronin, 1980)
Penelitian Hogan (2009) di Amerika Serikat terhadap pekerjaan yang
melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit
terhadap air seperti pembantu rumah tangga, pelayan rumah sakit, tukang
masak, dan penata rambut didapatkan hasil 55,6% pelayan rumah sakit di
bagian intensif care unit mengalami dermatitis pada tangan, dan 69,7% pada
pekerja yang sering terpapar dengan air, mencuci tangannya dengan
frekuensi >35 kali setiap pergantian). Frekuensi mencuci tangan >35 kali
setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena
pekerjaan dengan odds ratio = 4,13 .
Berdasarkan penjelasan diatas, pekerja di proyek konstruksi, khususnya
yang terpapar semen, seharusnya mengurangi frekuensi mencuci tangan
selama bekerja karena secara statistik terbukti berhubungan dengan kejadian
dermatitis kontak iritan.
82
b. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Lama waktu terpajan bahan kimia dalam setiap harinya merupakan
salah satu faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak. Semakin lama
kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi
sehingga menimbulkan kelainan kulit (Agius, 2004)
Pada kejadian DKI kategori akut,kelainan akan muncul beberapa detik
setelah kontak dengan bahan iritan yang bersifat kuat,sedangkan pada DKI
kronik (kumulatif), kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan tahun setelah kontak dengan bahan iritan yang
bersifat lemah dan berulang-ulang (Wolff et all, 2008; Sularsito dan
Djuanda, 2008).
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja terpajan bahan iritan
dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui nilai
median lama kontak pekerja dengan semen adalah 8 jam /hari. Pekerja
memulai pekerjaaanya pada pukul 08.00 pagi hingga pukul 5 sore dengan
waktu istirahat 1 jam antara pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Hampir setiap
hari diberlakukan lembur kerja mulai pukul 19.00 hingga pukul 22.00,
sehingga total jam kerja adalah 11 jam dalam sehari. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak iritan , dengan p value 0,165
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya seperti
penelitian Erliana (2008) dan Lestari (2007), dimana lama kontak memiliki
hubungan dengan kejadian dermatitis kontak. Bila dikaitkan dengan variabel
83
yang berhubungan dalam penelitian ini yaitu frekuensi mencuci tangan,
ternyata diketahui variabel frekuensi cuci tangan yang tinggi lah yang
berperan menyebabkan DKI pada pekerja, sebagaimana terlihat pada hasil
tabulasi silang antara variabel lama kontak , frekuensi mencuci tangan dan
variabel dermatitis kontak iritan pada tabel 6.1 berikut ini :
Tabel 6.1
Tabulasi Silang Variabel Lama Kontak, Variabel Frenkuensi Mencuci
Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Lama kontak ≥8 6 5 11
Lama kontak <8 2 4 6
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Lama kontak ≥8 2 5 7
Lama kontak <8 1 7 8
Total 3 12 15
Sebanyak 8 pekerja dengan durasi kerja melebihi nilai median lama
kontak ( ≥8 jam per hari ) dan menderita dermatitis kontak iritan,
6 diantaranya mencuci tangannya melebihi nilai median frekuensi mencuci
tangan (≥ 4 kali selama bekerja). Dengan kata lain, sebanyak 6/8 atau 75 %
pekerja yang menderita DKI dan memiliki lama kontak yang tinggi dengan
semen, ternyata melakukan aktifitas mencuci tangan yang sering pula.
84
c. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia
sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering.
Kekeringan pada kulit memudahkan bahan kimia untuk masuk ke kulit
sehingga mengakibatkan dermatitis kontak iritan(Cohen, 1999)
Hasil penelitian menunjukkan variabel usia tidak memiliki hubungan
dengan kejadian dermatitis kontak iritan (P value 0,874) yang artinya usia
bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak iritan
pada tangan yang dialami pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT.
Wijaya Kusuma Contractors.
Walaupun tidak memiliki hubungan, akan tetapi penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2011) yang dilakukan pada
karyawan di pabrik kosmetik PT. Cosmar Indonesia menunjukkan hasil
menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak
yaitu 23 tahun yang mana masih tergolong dalam usia muda.
Menurut peneliti, dalam konteks faktor-faktor yang mempengaruhi
dermatitis kontak iritan berdasarkan umur, dapat menyerang semua
kelompok umur baik golongan tua maupun muda. Hasil penelitian yang
menunjukkan hasil golongan usia muda lebih banyak menderita dermatitis
kontak lebih di disebabkan oleh karena mayoritas pekerja di proyek tersebut
adalah golongan usia muda.
85
Bila dikaitkan dengan frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja , hasil tabulasi silang antara variabel usia , frekuensi mencuci tangan
dan variabel dermatitis kontak iritan menunjukkan bahwa kejadian dermatitis
kontak yang terjadi lebih diakibatkan karena frekuensi mencuci tangan yang
dilakukan pekerja, sebagaimana terlihat pada tabel 6.2 berikut ini :
Tabel 6.2
Tabulasi Silang Variabel Usia, Variabel Frenkuensi Mencuci
Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Usia ≥24 4 3 7
Usia <24 4 6 10
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Usia ≥24 2 7 9
Usia <24 1 5 6
Total 3 12 15
Sebanyak 6 pekerja dengan usia melebihi nilai median lama usia ( ≥24
tahun ) dan menderita dermatitis kontak iritan , 4 diantaranya mencuci
tangannya melebihi nilai median frekuensi mencuci tangan (≥ 4 kali selama
bekerja). Dengan kata lain, sebanyak 4/6 atau 66,7% pekerja yang menderita
DKI dan berusia tua (lebih atau sama dengan nilai median usia), ternyata
melakukan aktifitas mencuci tangan yang sering pula.
86
d. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Menurut Suma’mur (1996) semakin lama seseorang dalam bekerja
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak
dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin
lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan
memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
Masa kerja dalam penelitian ini merupakan jangka waktu pekerja mulai
bekerja di proyek yang sedang di kerjakan PT. Wijaya Kusuma Contractors
sampai dengan waktu penelitian dilaksanakan. Masa kerja penting diketahui
untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan iritan. Hasil
uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel masa kerja
dengan kejadian dermatitis kontak iritan (P value 0,083).
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Erliana (2008) dan Suryani (2009) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan
kejadian dermatitis kontak iritan.
Berdasarkan hasil penilitian ini, variabel masa kerja bukan merupakan
faktor resiko utama terhadap paparan semen penyebab dermatitis kontak
iritan . Hal ini kemungkinan disebabkan karena secara rata-rata masa kerja
pekerja tersebut tergolong singkat yakni hanya 2, 38 bulan dan nilai median
masa kerja 1,5 bulan.
87
Bila dikaitkan dengan frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja , hasil tabulasi silang antara variabel masa kerja , frekuensi mencuci
tangan dan variabel dermatitis kontak iritan menunjukkan bahwa kejadian
dermatitis kontak yang terjadi lebih diakibatkan karena frekuensi mencuci
tangan yang dilakukan pekerja, sebagaimana terlihat pada tabel 6.3 berikut
ini :
Tabel 6.3
Tabulasi Silang Variabel Masa Kerja, Variabel Frenkuensi Mencuci
Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Masa Kerja ≥1,5 2 5 7
Masa Kerja <1,5 6 4 10
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Masa Kerja ≥1,5 1 8 9
Masa Kerja <1,5 2 4 6
Total 3 12 15
Sebanyak 8 pekerja dengan masa kerja kurang dari nilai median masa
kerja ( <1,5 bulan ) dan menderita dermatitis kontak iritan , 6 diantaranya
mencuci tangannya melebihi nilai median frekuensi mencuci tangan (≥ 4 kali
selama bekerja). Dengan kata lain, sebanyak 6/8 atau 75 % pekerja yang
menderita DKI dan memiliki masa kerja yang sebentar ( kurang dari median
88
masa kerja), ternyata melakukan aktifitas mencuci tangan yang tidak banyak
( dibawah nilai median frekuensi mencuci tangan)
e. Jenis Keahlian Pekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Penelitian Adillah (2012) pada karyawan binatu di Semarang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel jenis
pekerjaan dengan kejadian dermatitis kontak dengan P value 0,009
Jenis – jenis keahlian pekerja yang berkaitan dengan paparan semen
terhadap pekerja konstruksi yang ditemui di proyek yang sedang di kerjakan
PT. Wijaya Kusuma Contractors ini antara lain pekerja pemasang
dinding/tembok, pengaduk semen, kenek, tukang plester dan aci serta
pemasang lantai keramik.
Menurut Sjamsoe (2005), jenis pekerjaan seperti tukang tembok dan
tukang semen mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis kontak akibat
terpapar hexavalent chromate yang larut dalam air pada semen basah, selain
itu pekerja tersebut juga memiliki lama paparan yang tinggi dengan semen
setiap harinya.
Dalam penelitian ini, kelima jenis keahlian pekerja tersebut kemudian
di kategorikan menjadi dua kategori yaitu jenis keahlian beresiko tinggi dan
jenis keahlian beresiko rendah. Pengkategorian tersebut berdasarkan pada
pendapat dari Sjamsoe (2005) sebagaimana dijelaskan diatas. Pemasang
tembok, pengaduk semen, tukang plester dan aci serta pemasang keramik
89
dikategorikan kedalam jenis keahlian beresiko tinggi, sedangkan jenis
keahlian kenek dikategorikan jenis keahlian beresiko rendah.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel
jenis keahlian pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan
pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors
(p value 0,450)
Bila dikaitkan dengan frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja , hasil tabulasi silang antara variabel jenis keahlian pekerja, frekuensi
mencuci tangan dan variabel dermatitis kontak iritan menunjukkan bahwa
kejadian dermatitis kontak yang terjadi lebih diakibatkan karena frekuensi
mencuci tangan yang dilakukan pekerja, sebagaimana terlihat pada tabel 6.4
berikut ini :
Tabel 6.4
Tabulasi Silang Variabel Jenis Keahlian Pekerja, Variabel Frekuensi
MencuciTangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Keahlian
resiko tinggi 6 5 11
Keahlian
resiko rendah 2 4 6
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Keahlian
resiko tinggi 2 6 8
Keahlian
resiko rendah 1 6 7
Total 3 12 15
90
Sebanyak 8 pekerja dengan jenis keahlian beresiko tinggi dan
menderita dermatitis kontak iritan , 6 diantaranya mencuci tangannya
melebihi nilai median frekuensi mencuci tangan (≥ 4 kali selama bekerja).
Dengan kata lain, sebanyak 6/8 atau 75 % pekerja yang menderita DKI dan
dengan jenis keahlian beresiko tinggi ( lebih atau sama dengan median masa
kerja), ternyata melakukan aktifitas mencuci tangan yang sering pula.
f. Riwayat Penyakit Sebelumnya dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan
Menurut Djuanda (2007), pekerja yang sebelumnya atau sedang
menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis
akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat
dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang
berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya
saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit.
Riwayat penyakit sebelumnya merupakan penyakit kulit akibat kerja
pada tangan yang sedang diderita pekerja sebelum bekerja di proyek
konstruksi saat ini. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya
Kusuma Contractors ( P value 0,266) .
Tidak ditemukannya hubungan antara riwayat penyakit kulit
sebelumnya dengan dermatitis kontak iritan kemungkinan disebabkan karena
91
jumlah sampel yang sedikit, dimana hanya ditemukan 3 dari 32 pekerja yang
memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.
Bila dikaitkan dengan frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja , hasil tabulasi silang antara variabel riwayat penyakit sebelumnya,
frekuensi mencuci tangan dan variabel dermatitis kontak iritan menunjukkan
bahwa kejadian dermatitis kontak yang terjadi lebih diakibatkan karena
frekuensi mencuci tangan yang dilakukan pekerja, sebagaimana terlihat pada
tabel 6.5 berikut ini :
Tabel 6.5
Tabulasi Silang Variabel Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya, Variabel
Frekuensi MencuciTangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Ada Riwayat 1 1 2
Tidak ada
Riwayat 7 8 15
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Ada Riwayat 1 0 1
Tidak ada
Riwayat 2 12 14
Total 3 12 15
Sebanyak 9 pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit
sebelumnya, dan menderita dermatitis kontak iritan , 7 diantaranya mencuci
tangannya melebihi nilai median frekuensi mencuci tangan (≥ 4 kali selama
bekerja. Dengan kata lain, 7/9 atau 77,7 % pekerja yang menderita DKI dan
92
tidak memiliki riwayat penyakit kulit , ternyata melakukan aktifitas mencuci
tangan yang sering pula.
g. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Menurut Suma’mur (1992) Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu
alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan kerja. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun
mengurangi bahaya yang ada, peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak
dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara pekerja dan
bahaya.
Sebuah studi yang dilakukan Erliana (2008) pada pekerja pembuat
paving block menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak dengan nilai
p value = 0,001, artinya jika responden tidak menggunakan APD dengan
benar dan sesuai, maka semakin sering terpapar semen, sehingga
menyebabkan dermatitis kontak
Alat pelindung diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sarung
tangan. Hasil uji statistik yang telah dilakukan menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara variabel penggunaan alat pelindung diri (sarung tangan)
terhadap terjadinya dermatitis kontak iritan.
Tidak adanya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri berupa
sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan yang
dialami pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma
93
Contractors kemungkinan terkait dengan kedisiplinan pekerja yang rendah
dalam menggunakan sarung tangan.
Dari total 32 pekerja yang diteliti, hanya 4 pekerja yang menggunakan
sarung tangan ketika penelitian berlangsung. Kondisi sarung tangan yang
digunakan pun tidak sesuai dengan standar karena sarung tangan berlubang
di beberapa tempat.
PT. Wijaya Kusuma Contractors selaku perusahaan yang menaungi
pekerja tersebut, seharusnya dapat meningkatkan pengawasan terhadap
pekerja terkait penggunaan APD khususnya sarung tangan selama
melakukan pekerjaan yang kontak dengan semen. Ketersedian sarung tangan
pun harus dijamin agar ketika sarung tangan yang diberikan sudah rusak,
pekerja dapat dengan mudah menggantinya dengan yang baru.
Bila dikaitkan dengan frekuensi mencuci tangan yang dilakukan
pekerja , hasil tabulasi silang antara penggunaan APD, frekuensi mencuci
tangan dan variabel dermatitis kontak iritan menunjukkan bahwa kejadian
dermatitis kontak yang terjadi lebih diakibatkan karena frekuensi mencuci
tangan yang dilakukan pekerja, sebagaimana terlihat pada tabel 6.6 berikut
ini :
94
Tabel 6.6
Tabulasi Silang Variabel Penggunaan APD, Variabel Frekuensi
MencuciTangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan
DKI Tidak DKI Total
Frekuensi
mencuci tangan
≥ 4
Tidak
menggunakan 7 9 16
Menggunakan 1 0 1
Total 8 9 17
Frekuensi
mencuci tangan
< 4
Tidak
menggunakan 3 9 12
Menggunakan 0 3 3
Total 3 12 15
Sebanyak 10 pekerja yang tidak menggunakan APD dan menderita
dermatitis kontak iritan , 7 diantaranya mencuci tangannya melebihi nilai
median frekuensi mencuci tangan (≥ 4 kali selama bekerja). Dengan kata
lain, 7/10 atau 70 % pekerja yang menderita DKI dan tidak menggunakan
APD (sarung tangan), ternyata melakukan aktifitas mencuci tangan yang
sering pula.
95
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di proyek konstruksi yang
sedang dikerjakan PT. Wijaya Kusuma Contractors pada pekerja yang terpapar
semen, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 34,4 %
2. Median Lama kontak pekerja adalah 8 jam per hari.
3. Median masa kerja pekerja adalah 1,5 bulan
4. Median frekuensi mencuci tangan yang dilakukan pekerja adalah 4 kali
selama bekerja
5. Jumlah pekerja dengan jenis keahlian beresiko tinggi sebesar 59,4 %
6. Jumlah pekerja dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya adalah 9,4 %
7. Jumlah pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja adalah 87,5 %
8. variabel yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan adalah
frekuensi mencuci tangan dengan nilai p value 0,028
9. Variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan
adalah lama kontak (P value 0,165), usia (P value 0,874), masa kerja (P value
0,083), jenis keahlian pekerja (P value 0,450), riwayat penyakit kulit (P value
0,266) dan penggunaan APD (P value 1,000)
96
7.2 Saran
Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak iritan pada tangan yang dialami
pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT.Wijaya Kusuma Contractors ,
disarankan :
1. Saran Bagi Pekerja
a. Pekerja seharusnya mengurangi frekuensi mencuci tangan selama bekerja,
karena frekuensi mencuci tangan yang tinggi terbukti berhubungan dengan
kejadian dermatitis kontak iritan.
b. Pekerja seharusnya selalu menggunakan alat pelindung diri berupa sarung
tangan selama melaksanankan proses kerja sehingga dapat meminimalisir
terjadinya kontak langsung dengan bahan iritan (semen)
2. Saran Bagi PT. Wijaya Kusuma Contractors
a. Menyediakan alat pelindung diri berupa sarung tangan dengan jumlah yang
mencukupi agar pekerja dapat mengganti secara rutin sarung tangan apabila
konsidinya sudah rusak.
b. Meningkatkan pengawasan dan penegakkan aturan terhadap pekerja terkait
penggunaan APD khususnya sarung tangan selama melakukan pekerjaan
yang kontak dengan semen
3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuisioner yang
digunakan
97
b. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya dermatitis kontak iritan akibat kerja dengan teknik pengumpulan
data yang lebih baik sehingga dapat meneliti ukuran molekul, daya larut ,
konsentrasi dari bahan kimia yang kontak dengan kulit, ketebalan kulit
responden, serta suhu dan kelembaban udara, jika dilakukan pada kondisi
lingkungan kerja yang berbeda- beda.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Adillah.2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak
Akibat Kerja Karyawan Binatu. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Agius R. 2004. Practical Occupational Medicine dalam www.agius.com.
Anies.2005. Penyakit Akibat Kerja, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Kelompok
gramedia.
Australian Government. 2006. Occupational contact dermatitis in Australia. Australia:
Commonwealth of Australia.p.1-12.
Beltrani, V. S., et al., 2006. Contact Dermatitis: A Practice Parameter. Ann Alergi
Asthma Immunol 97 (1): 1-38.
Bock M, Schmidt A, et all. 2003, Contact dermatitis and allergy occupational skin disease in
the construction industry. British Journal of Dermatology, Vol 149.
Brown T. 2004. Strategies For Prevention: Occupational Contact Dermatitis.
Occupational Medicine;54:450-7.
Buxton, Paul K.2003. ABC of Dermatology 4th
ed. London : BMJ Books.
Chew AL dan Howard IM, editors.2006. Ten Genotypes of Iritant Contact Dermatitis,
Dalam : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany :
Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Cohen. 1999. DE. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and
Health, second edition.
Cronin E. 1980. Contact Dermatitis. Ediburgh, London dan New York: Churchill
Livingstone.
Daniel J Hogan, MD. 2009. Contact Dermatitis: Irritant. Available from:
emedicine.medscape.com/article/1049353-overview.
Depkes RI.1992. Undang-Undang Kesehatan (UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan). Jakarta : Indonesian Legal Center Publishing
Diepgen T.L, ett. All.2003. Contact Dermatitis and Allergy : Occupational Skin Dosease
in Construction Industry, British Journal of Dermatology ,Vol 149.
Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djunaedi H, Lokananta MD. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia Nomor 3 volume 31.
Elston CDM, Ahmed DDF, WatskyKL, Schwarzeberger K. 2002.Hand dermatitis J. Am
Acad dermatol; 47 : 291-9.
Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe.
Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Ervianto, W.I., 2005, Manajemen Proyek Konstruksi, Andi, Yogyakarta.
Florence SM. 2008 Analisa Dermatitis Kontak pada Karyawan Pencuci Botol di PT X
Medan Tahun 2008. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Fregret, S., 1998. Kontak Dermatitis. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Fregert, Sigfrid.1981. Kontak Dermatitis ( Manual of Contact Dermatitis ). Yogyakarta :
Yayasan Essentia Medica.
Frimat P. 2002. Occupational dermatitis in construction and public workers. Rev
Prat.;52:1433–8.
Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology An Illustrated Colour Text. Churchill
Livingstone:pp. 39–117.
Gould , Dinah.2003. Occupational Irritant Dermatitis in Healthcare Workers-Meeting
thr Challenge of Prevention. Available from : URL://ssl-international.com.
Diakses tanggal 13 Februari 2014.
Grand SS.2008. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.
[Online].2008.Available from: URL :http://wsiat.on.ca/English/mlo/allergic.htm.
Diakses tanggal 13 Februari 2014.
Harahap M.2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates.
HSE. 2000. The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing
Industry and Your Skin dalam www.hsebooks.co.uk. Diakses tanggal 04 Februari
2014.
Health and Safety Executive, 2000. Contact Dermatitis in Workers. Diperoleh dari:
http://www.hse-Skin_at_work_Work-related_skin_disease–Contactdermatitis.
mht.hsebooks.co.uk. Diakses tanggal 04 Februari 2014.
http://www.antaranews.com/262528. Diakses tanggal 13 Desember 2013
Keefner, D.M dan Curry, C.E. 2004. Contact Dermatitis Dalam Handbook of
Nonprescription Drugs,12th
edition. Washington D.C : APHA.
Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Jakarta :Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Krasteva M.D, Maya. 1993.Contact Dermatitis. International Journal of Dermatology,
Volume 32.
Lestari, Fatma, . 2007 Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada
pekerja di PT Inti Pantja Press industri. Skripsi Universitas Indonesia.
Malik, Alfian.2010. Pengantar Bisnis Jasa Pelaksana Konstruksi. Yogyakarta : CV Andi
Offset.
Marks JG dan Deleo VA.1992. Contact and Occupational Dermatology. New York.
Mausulli, Anissa. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak
Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun
2010. Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta.
Mulyaningsih R. 2005. Faktor risiko terjadinya dermatitis kontak pada karyawan salon.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Mulyono,T . 2005. Teknologi Beton.Yogyakarta : CV Andi Offset.
NIOSH. 2006. Occupational and Environment Exposure of Skin to Chemic, dala,
http://www.mines.edu/outreach/oeesc. Diakses tanggal 04 Februari 2014.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Nuraga, W. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di PT X Indonesia Tahun 2006.
Tesis pada Program Magister Keselamatan dan Kesehatan kerja. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Partogi D. 2008. Dermatitis kontak iritan. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK USU.
Puslitbang pemukiman. 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-
1982) Bandung : Pusat penelitian dan pengembangan pemukiman Bandung.
Safeguards. 2000. Contact Dermatitis. Government of South Australia, Departemen for
Administrative and Information Services.
Sjamsoe Daili ES, Melandi SL, Wisnu IM. 2005.Dermatitis kontak,Penyakit kulit yang
umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia;.p.11-2.
Suryani, Febria.2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada
Pekerja Bagian Processing dan Filling pt. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
Tahun 2011.Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta.
Streit,M. dan Lasse R. B.2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta Odontol
Scand 59: 309-314.
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda,editors. 2008.. Dermatitis. Dalam : Djuanda
A,Mochtar H, Aisah S, editors,. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Suma’mur.1995. Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
Suraji A (editor) (2007). “ Kontruksi Indonesia 2030 : untuk Kenyamanan Lingkungan
Terbangun dengan Menciptakan Nilai Tambah Secara Berkelanjutan
Berdasarkan Prosionalisme, Sinergi dan Daya Saing. “ LPJKN.
Taylor JS, Sood A, Amado A.2003. Occupational skin diseases due to irritans and
allergens. Dalam : Fitzpatricks et al, editors. Dermatology in general medicine
vol.2 7th ed. New York: Mc Graw Hill Medical.
Teguh Wibowo, Petriandy Ponganton Pasulu. 2009. Penggunaan Program Flexi-Man Pada
Proyek Konstruksi Jalan. Petra Christian University Library.
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Wahyudi N, Hutomo M. 2005.Penyakit Kulit Akibat Kerja. Berkala Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin.; Vol. 18, No. 3.
Widjajahakim, Raymond (2001) Insiden Dan Pola Penyebab Dermatitis Kontak Alergik
Akibat Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan Di Kodya Semarang. Masters
thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Winder C, Carmody M .2002. The dermal toxicity of cement. Toxicol Ind Health 18.
Wirahadikusumah, Reini D. 2007. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia.: Bandung : Fakultas Teknik Sipil
dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL,editors. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 7th
ed. New York : McGraw Hill.
Zhai Hingbo,Miabcah HI. 2002 .Occulsion vs skin barrier Function. Skin Research and
Technology,8 :1-6.
1
LAMPIRAN II
KUISIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr Wb,
Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ingin
memberitahukan kepada bapak-bapak sekalian bahwa saya sedang melakukan penelitian
dengan judul “ Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan Pada
Tangan Akibat Paparan Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014”
Sebagaimana yang kita ketahui pekerja di bidang konstruksi sangat sering kontak
dengan semen. Bahan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan seperti lama kontak, jenis
pekerjaan, frekuensi mencuci tangan dsb. Manfaat dari penelitian ini adalah agar
perusahan maupun pekerja dapat melakukan upaya-upaya agar terhindar dari dermatitis
kontak iritan.
Dalam melakukan penelitian ini, saya dibantu oleh seorang dokter untuk melakukan
diagnosis. Oleh karena itu ,Saya meminta kesediaan bapak untuk mempersilahkan dokter
memeriksa tangan bapak. Apabila dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bapak
menderita dermatitis kontak iritan pada tangan bapak, maka perkenankan saya untuk
mengambil gambarnya. Selanjutnya saya akan mencatat identitas bapak (nama, umur,
alamat), setelah itu saya akan memberikan beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan yang
bapak lakukan ataupun mengenai hal lain yang ada kaitannya dengan dermatitis kontak
iritan.
Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu bapak-bapak ,
saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Dwi Ambang Prasetyo)
2
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda.
2. Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan
kondisi anda.
3. Kode diisi oleh peneliti.
4. Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
Identitas Responden:
1. Nama :……………………………………………………
2. Tanggal lahir : ………………………………Umur:……th (D1)
3. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
4. Alamat tempat tinggal :……………………………………………………
6. Pekerjaan yg sedang dilakukan : ……………………………………………………
7. No.telp yang bisa dihubungi : ……………………………………………………
Diisi oleh Peneliti
Hasil diagnosis dokter
0. Dermatitis Kontak Iritan
1. Tidak Dermatitis Kontak Iritan
A1 ( )
Diisi oleh responden
No Pertanyaan Kode
Lama Kontak
1. Berapa lama bapak bersentuhan dengan semen/adukan beton dalam
sehari?
…….jam / hari
B1 ( )
Keahlian Pekerja
2. Jenis pekerjaan apa yang bapak lakukan di proyek ini ?
a. Tukang batu /tembok
b. Tukang pengaduk semen
C1 ( )
3
c. Kenek
d. Tukang plester dan aci
e. Tukang pasang keramik/lantai
Masa Kerja
3. Kapan bapak mulai bekerja di proyek ini ?
bulan……………….. tahun………..
E1 ( )
4. Apakah sebelumnya bapak pernah bekerja yang berkontak dengan
semen atau zat kimia lain di tempat lain ?
a. Ya
b. Tidak
Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.5, jika “tidak” langsung ke no.6
E2 ( )
5. Sejak kapan bapak bekerja di tempat sebelumnya?
bulan…………………tahun............
E3 ( )
6. Jika tidak, bapak dulu bekerja sebagai apa?
-
-
-
E4 ( )
Riwayat Penyakit Sebelumnya
7. Sebelum bekerja di proyek ini, apakah bapak sedang menderita
penyakit/ kelainan kulit khususnya pada tangan?
0. Ya
1. Tidak
Jika“ya”lanjut ke pertanyaan no.8, jika“tidak” lanjut ke pertanyaan no.10
F1( )
8. Bagaimana bentuk kelainan kulit yang bapak derita? (jawaban boleh
lebih dari 1)
a. Gatal
b. Kemerahan
c. Bengkak
d. Seperti terbakar
e. Mengelupas
f. Kulit kering
F2( )
4
g. Penebalan kulit
h. Kulit bersisik
i. Lainnya (sebutkan)……………………..
9. Apakah anda telah melakukan pengobatan terhadap kelainan kulit
yang pernah anda derita?
a. Ya, hingga sembuh
b. Ya, tidak sembuh
c. Tidak melakukan pengobatan
F3( )
Frekuensi Mencuci Tangan
10. Ketika sedang bekerja dan tangan bapak kotor oleh semen, apa
yang bapak lakukan ?
a. Langsung mencucinya dengan air
b. Membersihkan dengan lap kering
c. Membiarkan
G1( )
11. Secara rata-rata berapa kali dalam sehari bapak mencuci tangan di
tempat kerja?
………. kali/sehari
G2( )
Penggunaan APD
12. Ketika bekerja, apakah bapak selalu menggunakan alat pelindung
diri berupa sarung tangan?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
H1( )
5
LEMBAR OBSERVASI
Penggunaan APD (sarung tangan)
No Kriteria Checklist
1. Selalu mengenakan sarung tangan ketika bekerja
2. Sarung tangan yang digunakan tidak dalam kondisi basah
3. Sarung tangan dalam kondisi baik, tidak robek
LAMPIRAN III
UNIVARIAT
1. Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
dermatitis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dermatitis Kontak Iritan 11 34.4 34.4 34.4
Tidak Dermatitis Kontak
Iritan 21 65.6 65.6 100.0
Total 32 100.0 100.0
2. Uji Kenormalan
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Lama_Kontak_Jam .293 32 .000 .771 32 .000
Usia .229 32 .000 .821 32 .000
Masa_Kerja_Bulan .297 32 .000 .735 32 .000
Frekuensi_Cuci_tangan .252 32 .000 .790 32 .000
a. Lilliefors Significance Correction
3. Lama kontak, Usia, Masa Kerja, Frekuensi Mencuci Tangan
Descriptives
Statistic Std. Error
Lama_Kontak_Jam Mean 7.06 .746
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.54
Upper Bound 8.58
5% Trimmed Mean 7.18
Median 8.00
Variance 17.802
Std. Deviation 4.219
Minimum 1
Maximum 11
Range 10
Interquartile Range 9
Skewness -.354 .414
Kurtosis -1.723 .809
Usia Mean 29.34 2.393
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 24.46
Upper Bound 34.22
5% Trimmed Mean 28.26
Median 24.00
Variance 183.201
Std. Deviation 13.535
Minimum 16
Maximum 64
Range 48
Interquartile Range 18
Skewness 1.282 .414
Kurtosis .572 .809
Masa_Kerja_Bulan Mean 2.38 .335
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.69
Upper Bound 3.06
5% Trimmed Mean 2.19
Median 1.50
Variance 3.597
Std. Deviation 1.897
Minimum 1
Maximum 7
Range 6
Interquartile Range 3
Skewness 1.265 .414
Kurtosis .370 .809
Descriptives
Statistic Std. Error
Frekuensi_Cuci_Tangan_Ba
ru
Mean 5.22 .544
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.11
Upper Bound 6.33
5% Trimmed Mean 5.06
Median 4.00
Variance 9.467
Std. Deviation 3.077
Minimum 2
Maximum 12
Range 10
Interquartile Range 5
Skewness .872 .414
Kurtosis -.683 .809
4. Jenis Keahlian
Jenis_Keahlian_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jenis Keahlian resiko tinggi 19 59.4 59.4 59.4
jenis keahlian resiko rendah 13 40.6 40.6 100.0
Total 32 100.0 100.0
5. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat_Penyakit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada Riwayat 3 9.4 9.4 9.4
Tidak Ada Riwayat 29 90.6 90.6 100.0
Total 32 100.0 100.0
6. Penggunaan APD
Penggunaan_APD_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak menggunakan 28 87.5 87.5 87.5
menggunakan 4 12.5 12.5 100.0
Total 32 100.0 100.0
LAMPIRAN IV
BIVARIAT
7. Lama Kontak,
Ranks
dermatitis N Mean Rank Sum of Ranks
Lama_Kontak_Jam Dermatitis Kontak Iritan 11 19.50 214.50
Tidak Dermatitis Kontak
Iritan 21 14.93 313.50
Total 32
Test Statisticsb
Lama_Kontak_J
am
Mann-Whitney U 82.500
Wilcoxon W 313.500
Z -1.387
Asymp. Sig. (2-tailed) .165
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .194a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: dermatitis
8. Usia dan Masa Kerja
Ranks
dermatitis N Mean Rank Sum of Ranks
Usia Dermatitis Kontak Iritan 11 16.14 177.50
Tidak Dermatitis Kontak
Iritan 21 16.69 350.50
Total 32
Masa_Kerja_Bulan Dermatitis Kontak Iritan 11 12.82 141.00
Tidak Dermatitis Kontak
Iritan 21 18.43 387.00
Total 32
Usia
Masa_Kerja_Bul
an
Mann-Whitney U 111.500 75.000
Wilcoxon W 177.500 141.000
Z -.159 -1.731
Asymp. Sig. (2-tailed) .874 .083
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .876a .113
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: dermatitis
9. Frekuensi Mencuci Tangan
Ranks
dermatitis N Mean Rank Sum of Ranks
Frekuensi_Cuci_Tangan_Ba
ru
Dermatitis Kontak Iritan 11 21.41 235.50
Tidak Dermatitis Kontak
Iritan 21 13.93 292.50
Total 32
Test Statisticsb
Frekuensi_Cuci_
Tangan_Baru
Mann-Whitney U 61.500
Wilcoxon W 292.500
Z -2.201
Asymp. Sig. (2-tailed) .028
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .031a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: dermatitis
10. Riwayat penyakit Kulit Sebelumnya
Crosstab
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak Iritan
Riwayat_Peny
akit
Ada Riwayat Count 2 1 3
% within Riwayat_Penyakit 66.7% 33.3% 100.0%
Tidak Ada
Riwayat
Count 9 20 29
% within Riwayat_Penyakit 31.0% 69.0% 100.0%
Total Count 11 21 32
% within Riwayat_Penyakit 34.4% 65.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.530a 1 .216
Continuity Correctionb .358 1 .549
Likelihood Ratio 1.441 1 .230
Fisher's Exact Test .266 .266
Linear-by-Linear Association 1.482 1 .223
N of Valid Casesb 32
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.03.
b. Computed only for a 2x2 table
11. Jenis Keahlian Pekerja
Jenis_Keahlian_baru * dermatitis Crosstabulation
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak Dermatitis
Kontak Iritan
Jenis_Keahlian_
baru
Jenis Keahlian
resiko tinggi
Count 8 11 19
% within
Jenis_Keahlian_baru 42.1% 57.9% 100.0%
jenis keahlian
resiko rendah
Count 3 10 13
% within
Jenis_Keahlian_baru 23.1% 76.9% 100.0%
Total Count 11 21 32
% within
Jenis_Keahlian_baru 34.4% 65.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.239a 1 .266
Continuity Correctionb .539 1 .463
Likelihood Ratio 1.274 1 .259
Fisher's Exact Test .450 .233
Linear-by-Linear Association 1.200 1 .273
N of Valid Casesb 32
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.47.
b. Computed only for a 2x2 table
12. Penggunaan APD
Penggunaan_APD_baru * dermatitis Crosstabulation
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak Dermatitis
Kontak Iritan
Penggunaan_APD
_baru
tidak
menggunakan
Count 10 18 28
% within
Penggunaan_APD_
baru
35.7% 64.3% 100.0%
menggunakan Count 1 3 4
% within
Penggunaan_APD_
baru
25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 11 21 32
% within
Penggunaan_APD_
baru
34.4% 65.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .178a 1 .673
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .186 1 .666
Fisher's Exact Test 1.000 .573
Linear-by-Linear Association .173 1 .678
N of Valid Casesb 32
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.38.
b. Computed only for a 2x2 table
TABULASI SILANG
13. Lama Kontak * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
lama_kontak_kategori * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak
Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
lama_kontak_
kategori
lama kontak
>=8
Count 6 5 11
% within
lama_kontak_k
ategori
54.5% 45.5% 100.0%
lama kontak<8 Count 2 4 6
% within
lama_kontak_k
ategori
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
lama_kontak_k
ategori
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
lama_kontak_
kategori
lama kontak
>=8
Count 2 5 7
% within
lama_kontak_k
ategori
28.6% 71.4% 100.0%
lama kontak<8 Count 1 7 8
% within
lama_kontak_k
ategori
12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
lama_kontak_k
ategori
20.0% 80.0% 100.0%
14. Usia * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
usia_kategori * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
usia_kategori usia>=24 Count 4 3 7
% within
usia_kategori 57.1% 42.9% 100.0%
usia <24 Count 4 6 10
% within
usia_kategori 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
usia_kategori 47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
usia_kategori usia>=24 Count 2 7 9
% within
usia_kategori 22.2% 77.8% 100.0%
usia <24 Count 1 5 6
% within
usia_kategori 16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
usia_kategori 20.0% 80.0% 100.0%
15. Masa Kerja * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
masa_kerja_kategori * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak
Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
masa_kerja
_kategori
masa kerja >= 1,5 Count 2 5 7
% within
masa_kerja
_kategori
28.6% 71.4% 100.0%
masa kerja<1,5 Count 6 4 10
% within
masa_kerja
_kategori
60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
masa_kerja
_kategori
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
masa_kerja
_kategori
masa kerja >= 1,5 Count 1 8 9
% within
masa_kerja
_kategori
11.1% 88.9% 100.0%
masa kerja<1,5 Count 2 4 6
% within
masa_kerja
_kategori
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 3 12 15
masa_kerja_kategori * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak
Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
masa_kerja
_kategori
masa kerja >= 1,5 Count 2 5 7
% within
masa_kerja
_kategori
28.6% 71.4% 100.0%
masa kerja<1,5 Count 6 4 10
% within
masa_kerja
_kategori
60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
masa_kerja
_kategori
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
masa_kerja
_kategori
masa kerja >= 1,5 Count 1 8 9
% within
masa_kerja
_kategori
11.1% 88.9% 100.0%
masa kerja<1,5 Count 2 4 6
% within
masa_kerja
_kategori
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
masa_kerja
_kategori
20.0% 80.0% 100.0%
16. Riwayat penyakit * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
Riwayat_Penyakit * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
Riwayat_Pe
nyakit
Ada Riwayat Count 1 1 2
% within
Riwayat_Peny
akit
50.0% 50.0% 100.0%
Tidak Ada
Riwayat
Count 7 8 15
% within
Riwayat_Peny
akit
46.7% 53.3% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
Riwayat_Peny
akit
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
Riwayat_Pe
nyakit
Ada Riwayat Count 1 0 1
% within
Riwayat_Peny
akit
100.0% .0% 100.0%
Tidak Ada
Riwayat
Count 2 12 14
% within
Riwayat_Peny
akit
14.3% 85.7% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
Riwayat_Peny
akit
20.0% 80.0% 100.0%
17. Jenis Keahlian * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
Jenis_Keahlian_baru * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak
Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak
Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
Jenis_Keahlian
_baru
Jenis Keahlian
resiko tinggi
Count 6 5 11
% within
Jenis_Keahlian_
baru
54.5% 45.5% 100.0%
Jenis Keahlian
resiko rendah
Count 2 4 6
% within
Jenis_Keahlian_
baru
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
Jenis_Keahlian_
baru
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
Jenis_Keahlian
_baru
Jenis Keahlian
resiko tinggi
Count 2 6 8
% within
Jenis_Keahlian_
baru
25.0% 75.0% 100.0%
Jenis Keahlian
resiko rendah
Count 1 6 7
% within
Jenis_Keahlian_
baru
14.3% 85.7% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
Jenis_Keahlian_
baru
20.0% 80.0% 100.0%
18. Penggunaan APD * Frekuensi Mencuci tangan * Dermatitis Kontak Iritan
Penggunaan_APD_baru * dermatitis * frekuensi_cucitangan_kategori Crosstabulation
frekuensi_cucitangan_kategori
dermatitis
Total
Dermatitis
Kontak
Iritan
Tidak
Dermatitis
Kontak
Iritan
frekuensi cuci
tangan >=4
Penggunaan_AP
D_baru
tidak
menggunakan
Count 7 9 16
% within
Penggunaan_
APD_baru
43.8% 56.2% 100.0%
menggunakan Count 1 0 1
% within
Penggunaan_
APD_baru
100.0% .0% 100.0%
Total Count 8 9 17
% within
Penggunaan_
APD_baru
47.1% 52.9% 100.0%
frekuensi cuci
tangan <4
Penggunaan_AP
D_baru
tidak
menggunakan
Count 3 9 12
% within
Penggunaan_
APD_baru
25.0% 75.0% 100.0%
menggunakan Count 0 3 3
% within
Penggunaan_
APD_baru
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 3 12 15
% within
Penggunaan_
APD_baru
20.0% 80.0% 100.0%