44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1. Karakteristik responden lansia penderita hipertensi di Desa
Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Karakteristik Hipertensi Tidak
Terkontrol Hipertensi Terkontrol
Usia 98,4% 1,6%
Jenis Kelamin L=49,2% P=50,8%
L=50,8% P= 49,2%
Merokok 44,4% 55,6%
Konsumsi alkohol 27% 73%
Konsumsi Sayur Buah 95,2% 4,8%
Konsumsi Lemak 90,5% 9,5%
Olahraga 93,7% 6,3%
Stress 30,2% 69,8%
Hasil penelitian di Puskesmas Pingit tercatat lansia hipertensi
yang pernah kontrol sebanyak 370 orang.Data dari puskesmas
keliling di dapat dari tahun 2013-2014 angka hipertensi di desa Pingit
mencapai 936 orang. Angka ini sudah tinggi karena sudah ada
sekitar 60% dari jumlah lansia yang ada.
45
4.1.1 Pengaruh antara umur dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.1. Korelasi Pengaruh antara umur dengan hipertensi lansia di
Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung (n=63)
Correlations
Usia Hipertensi
Spearman's rho Usia Correlation Coefficient 1.000 .445**
Sig. (2-tailed) . .000
N 63 63
Hipertensi Correlation Coefficient .445** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 63 63
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Umur merupakan faktor risiko kuat yang tidak dapat
dimodifikasi. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat
ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Staessen, 2000)
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada usia 45 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.
Apabila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi (Gunawan, 2005)
Dalam uji statistik yang dilakukan antara umur dan hipertensi
dalam penelitian ini menunjukan signifikansi dengan nilai p= 0,000
46
dan r=0,445. Dimana batasanya adalah Jika angka sig > 0.05 maka
tidak ada pengaruh dari variabel independen (var x) terhadap
variabel dependen (var Y). Jika angka sig <0.05 maka ada pengaruh
dari variabel independen (var x) terhadap variabel dependen (var Y).
Dalam hal ini sama juga dengan penelitianya yang dilakukan oleh
Sugiharto (2007). Yang menunjukan nilai signifikansinya p=0,0001
dan r=1,23.
4.1.2 Pengaruh antara Jenis Kelamin dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.2. Korelasi pengaruh antara Jenis Kelamin dengan hipertensi
lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi Jenis Kelamin
Spearman's rho Hipertensi Correlation Coefficient 1.000 -.021
Sig. (2-tailed) . .871
N 63 63
Jenis Kelamin Correlation Coefficient -.021 1.000
Sig. (2-tailed) .871 .
N 63 63
Dalam Depkes (2006), hipertensi lebih banyak didapatkan
pada laki-laki dibandingkan perempuan, karena laki-laki memiliki
gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah dibanding
wanita, seperti merokok. Namun setelah memasuki masa
menepouse, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Menurut
Kumar, et all, (2005), wanita yang belum mengalami menopause
47
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL) sehingga mencegah terbentuknya
aterosklerosis. Sebelum memasuki masa menepouse, wanita mulai
kehilangan hormon estrogen sedikit demi sediki dan sampai
masanya hormon estrogen harus mengalamiperubahan sesuai
dengan umur wanita, yaitu dimulai sekitar umur 45-55 tahun
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh tidak terdapatnya
pengaruh yang bermakna p=0,871 dan r=-0,21 antara jenis kelamin
dengan kejadian hipertensi pada lansia.Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian (Fauzia, 2011) diketahui bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan p=0,51 dan r=1,35 antara jenis kelamin
dengan kejadian hipertensi.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena menebalnya
dinding arteri akibat dari akumulasi menumpuknya zat kolagen pada
lapisan otot selama bertahun-tahun, yang berdampak pada
penyempitan dan pengerasan pembuluh darah.Selain itu, dapat pula
disebabkan oleh penurunan refleks baroreseptor dan fungsi ginjal.
Sehingga hal-hal tersebut dapat memicu timbulnya hipertensi tanpa
memandang jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan (Kumar,
2005).
48
4.1.3 Pengaruh antara merokok dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.3. Korelasi pengaruh antara merokok dengan hipertensi
lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi Merokok
Spearman's rho Hipertensi Correlation Coefficient 1.000 -.015
Sig. (2-tailed) . .909
N 63 63
Merokok Correlation Coefficient -.015 1.000
Sig. (2-tailed) .909 .
N 63 63
Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan
dalam penelitian bahwa dalam 1 batang rokok mengandung berbagai
zat kimia. Bahan utama rokok terdiri dari tiga zat, yaitu 1) Nikotin,
berdampak pada jantung dan sirkulasi darah maupun pembuluh
darah. 2) Tar, mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan
menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida (CO), yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
Zat-zat kimia tersebut dapat merusak lapisan dalam dinding arteri
sehingga menyebabkan penumpukan plak dan lama-kelamaan akan
terjadi peningkatan tekanan darah atau munculnya penyakit
hipertensi.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang bermakna p=0,909 dan r=-0,015 antara merokok
49
dengan kejadian hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Fauzia (2011) didapatkan tidak terdapat pengaruh yang
signifikan p=0,35 dan r=0,50 antara merokok dengan kejadian
hipertensi.
Keterbatasan penelitian ini, dalam hal riwayat merokok
adalah peneliti menggunakan usia lebih dari 45 tahun yang masih
merokok sebagai subjek penelitian. Peneliti berasumsi bahwa
Rentang Usia Tersebut Dapat Mendeteksi Dampak Yang Akan Di
timbulkan oleh rokok untuk menderita hipertensi dan akan
terakumulasi dalam beberapa tahun kemudian yaitu sekitar usia 40
tahun ke atas (Depkes, 2008). Selain itu kajian mengenai riwayat
merokok sendiri dalam penelitian ini tidak ada. Sehingga temuan ini
harus di uji lagi dengan mengkaji riwayat merokok.
Dalam penelitian lain menjelaskan bahwa merokok sebagai
hal utama yang menyebabkan hipertensi. Kandungan nikotin dalam
tembakau dapat menyebabkan berkurangnya asupan oksigen ke
jantung, peningkatan pembekuan darah, merusak sel-sel pembuluh
darah serta meningkatkan laju jantung dan tekanan darah. Selain
nikotin, terdapat 4000 zat lainnya dalam rokok yang juga
mempengaruhi kesehatan jantung (Bowman, 2007).
Pengaruh tersebut akan memperburuk keadaan jantung jika
ditambah faktor lain seperti: kegemukan, tingginya kadar kolesterol,
konsumsi alkohol berlebih dan diabetes. Perokok tentu beresiko
50
tinggi terhadap gangguan kesehatan akibat rokok. Selain itu asap
rokok dapat berdampak terhadap orang yang menghirupnya (disebut
perokok pasif) untuk terjadinya penyakit / gangguan kesehatan yang
sama (Depkes, 2008). Maka dari itu untuk menghindari hipertensi,
seseorang juga perlu menghindari rokok.
4.1.4 Pengaruh antara Alkoholik dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.4. Korelasi pengaruh antara antara Alkoholik dengan
hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi
Konsumsi
Alkohol
Spearman's rho Hipertensi Correlation
Coefficient 1.000 .104
Sig. (2-tailed) . .419
N 63 63
Konsumsi Alkohol Correlation
Coefficient .104 1.000
Sig. (2-tailed) .419 .
N 63 63
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi.Peminum
alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya
hipertensi belum diketahui secara pasti (Suryono, 2001) Orang orang
yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau
minum sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus
51
diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus
hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh tidak terdapatnya
pengaruh yang bermakna p=0,419 dan r=0,104 antara Alkoholik
dengan kejadian hipertensi pada lansia.hal ini sejalan dengan
penelitian yang di lakukan oleh Aris Sugiharto (2011) dengan angka
signifikansinya p=0,15 dan r=2,52. Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa konsumsi alkohol tidak berisiko hipertensi. Karena
mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi pada seseorang (Fauzia, 2011).
4.1.5 Pengaruh antara Konsumsi buah dan sayur dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.5. Korelasi pengaruh antara antara Konsumsi buah dan
sayur dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi
Konsumsi
Buah&Sayur
Spearman's rho Hipertensi Correlation
Coefficient 1.000 .003
Sig. (2-tailed) . .983
N 63 63
Konsumsi Buah&Sayur Correlation
Coefficient .003 1.000
Sig. (2-tailed) .983 .
N 63 63
52
Mengkonsumsi buah dan sayur sangatlah penting bagi
kesehatan tubuh karena mengandung berbagai mineral, vitamin
serta serat (Depkes, 2008). Asupan serat yang cukup dapat
menetralisir kenaikan kadar lemak darah (Susanto, 2010).
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh tidak terdapatnya
pengaruh yang bermakna p=0.983 dan r=0,003 antara konsumsi
buah dan sayur dengan kejadian hipertensi pada lansia. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Sarasaty (2011). p=0.012 dan r=0,676.
Dalam Aisyiyah (2009), menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi
sayur dan buah, penurunan konsumsi lemak pangan, disertai dengan
penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi buah dan sayur >400 gr/hari
dapat menurunkan risiko hipertensi dengan bertambahnya umur. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu aktivitas antioksidan,
pengaruh serat, mineral kalium, dan magnesium.
Krisnatuti (2005) juga memaparkan bahwa serat pangan
berguna untuk membantu pengeluaran kolesterol melalui feces.
Selain itu konsumsi serat sayuran dan buah akan mempercepat rasa
kenyang, sehingga dapat mengurangi penambahan energi dan
obesitas, yang berefek pada menurunnya risiko hipertensi.
53
4.1.6 Pengaruh antara Konsumsi lemak dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tabel 4.1.6. Korelasi Pengaruh antara Konsumsi lemak dengan
hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi
Konsumsi
Lemak
Spearman's rho Hipertensi Correlation
Coefficient 1.000 -.112
Sig. (2-tailed) . .380
N 63 63
Konsumsi Lemak Correlation
Coefficient -.112 1.000
Sig. (2-tailed) .380 .
N 63 63
Cahyono (2008) menambahkan bahwa didalam usus
makanan yang berlemak akan dirubah menjadi kolesterol. Kolesterol
yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya ateroklerosis.
Pembentukan ateroklerosis ini, lama-kelamaan membentuk plak
yang berdampak pada penyempitan dan berkurangnya elastisitas
pembuluh darah.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang bermakna p=0,380 dan r=-0,112 antara konsumsi
lemak dengan kejadian hipertensi.Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Fauzia (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada
54
pengaruh yang bermakna p=0,67 dan r=0,50 antara konsumsi lemak
dengan kejadian hipertensi.
Suhardjo (2006) menyatakan bahwa kesukaan terhadap
makanan mempunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan.
Sehingga jika seseorang tidak suka terhadap makanan sumber
lemak, maka akan cenderung tidak memilih makanan tersebut untuk
dikonsumsi oleh dirinya. Tetapi jika seseorang menyukai ikan asin
maka akan sering pula mengkonsumsinya.
4.1.7 Pengaruh antara Olahraga dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.7. Korelasi pengaruh antara Olahraga dengan hipertensi
lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi Olahraga
Spearman's rho Hipertensi Correlation Coefficient 1.000 -.093
Sig. (2-tailed) . .467
N 63 63
Olahraga Correlation Coefficient -.093 1.000
Sig. (2-tailed) .467 .
N 63 63
Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh
dan sistem penunjangnya.Selama beraktifitas, otot membutuhkan
energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menyuplai zat-zat gizi
dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari
55
tubuh (Supariasa, 2001). Berolahraga teratur baik untuk menambah
kekuatan jantung dalam memompa darah yang berefek pada
pengontrolan tekanan darah, dan cukup dilakukan dengan olahraga
ringan atau sedang sehari tiga hinga lima kali dalam seminggu dan
minimal 30 menit (Susanto, 2010).
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat
pengaruh yang bermakna p=0,467 dan r=-0,093 antara olahraga
dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Wijayanti (2010) bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna p=0,17 dan r=0,22 antara aktifitas fisik dengan kejadian
hipertensi lansia.
Tidak terdapatnya pengaruh dapat dimungkinkan karena
olahraga yang dilakukan lansia masih belum sepenuhnya dengan
mekanisme yang baik. Maksudnya adalah pada saat mereka
melakukan olahraga, jenis, waktu, intensitas serta frekuensinya
kurang tepat atau terlalu lama sehingga tidak sesuai dengan standar
kesehatan.
56
4.1.8 Pengaruh antara Stress dengan hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Tabel 4.1.8. Korelasi pengaruh antara Stress dengan hipertensi lansia
di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung
Correlations
Hipertensi Stres
Spearman's rho Hipertensi Correlation Coefficient 1.000 .148
Sig. (2-tailed) . .246
N 63 63
Stres Correlation Coefficient .148 1.000
Sig. (2-tailed) .246 .
N 63 63
Cahyono (2008) memaparkan bahwa stres adalah respon
fisiologik, psikologik, dan perilaku seseorang untuk penyesuaian diri
terhadap tekanan. Sedangkan menurut Hawari (2001), stress adalah
respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan
beban atasnya (stresor psikososial) yang berefek pada sistem
kardiovaskuler. Susanto (2010) dan Depkes RI (2006)
menambahkan bahwa stres dapat merangsang ginjal melepaskan
hormon adrenalin, yang menyebabkan tekanan darah naik dan
meningkatkan kekentalan darah.Selain itu, dapat mempercepat
denyut jantung serta menyempitnya pembuluh darah.Jantungpun
berdenyut lebih kuat sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang bermakna p=0,246 dan r=0,148 antara kejadian stres
57
dengan kejadian hipertensi.Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Sarasaty (2011) bahwa tidak terdapat pengaruh yang
bermakna p=0,070 dan r=0,60 antara stres dengan kejadian
hipertensi.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya bias informasi,
seperti responden merasa malu dan tidak jujur pada saat menjawab
kuestioner, serta bias waktu karena ketika dilakukan pengumpulan
data responden sedang tidak mengalami stres atau masalah tertentu
yang dapat menimbulkan terjadimya stres berkepanjangan.
Dimaksudkan pula bahwa kemungkinan stres yang dialami oleh
lansia dapat segera diatasi sehingga tidak menimbulkan efek yang
berkepanjangan.
4.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tentang faktor-faktor yang
berpengaruh pada hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan
Pringsurat Kabupaten Temanggung. Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, antara lain :
Responden pada penelitian ini adalah usia lanjut laki-laki atau
perempuan dari dari umur 45 sampai 70 tahun, beberapa orang
mungkin memiliki keterbatasan daya ingat. Maka dari itu,
pewawancara harus memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur
jalannya wawancara.
58
Pengumpulan data makanan untuk konsumsi natrium, lemak
serta buah dan sayur yang tentunya memiliki kelemahan dalam
tingkat ketelitiannya karena memerlukan daya ingat lansia ketika
mengkonsumsinya. Hal ini dimungkinkan lansia bisa saja lupa
dengan makanan yang dikonsumsinya, sehingga hanya mengira-
ngira ketika menjawab kuesioner tersebut.
Ketepatan diagnosis penyakit. Hal ini dapat menyebabkan
bias, karena dalam penelitian ini untuk mendiagnosis seseorang
terkena hipertensi hanya menggunakan pengukuran tekanan darah
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah tanpa
adanya pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnosis
lainnya. Untuk mengurangi terjadinya bias, maka pengukuran
tekanan darah dilakukan sebanyak 2 kali dalam waktu yang berbeda
selama penelitian.