BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus merupakan suatu sindrom klinis yang berhubungan
dengan defisiensi sekresi insulin atau kerja insulin, sehingga mempengaruhi
penggunaan glukosa darah. WHO melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah
pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak
menjadi 300 juta orang.1 Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan angka
prevalensi yang meningkat tajam mulai dari prevalensi DM sebesar 1,7% di
daerah urvan menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% di
tahun 2001.6
Diabetes Mellitus menduduki posisi ke-6 penyebab kematian di dunia
yakni mencapai 1.125.000 penderita pada tahun 2005. Sindroma ini semakin
banyak dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada zaman sekarang ini. Data
statistik di Indonesia tahun 2004 yang dikeluarkan oleh Ditjen Yanmed Depkes
RI tahun 2005 menunjukkan bahwa angka kejadian DM sekitar 42.000 kasus
dan menyebabkan kematian sekitar 3.316 jiwa. Secara epidemiologi
diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004).
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan banyak komplikasi,
diantaranya penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular, gangguan saraf perifer,
dan penurunan imunitas. Komplikasi DM pada ginjal adalah Nefropati Diabetika
(ND). Keadaan ini dijumpai pada 35-45% penderita DM. Berdasarkan penelitian
tahunan yang diambil pada tahun 2002 oleh Bethseda dari National Institutes of
Health, angka prevalensi ND mendekati 40% penyebab gagal ginjal terminal.
Kejadian ND akibat Diabetes Mellitus tipe I jauh lebih progresif dan dramatis
dibandingkan akibat Diabetes Mellitus tipe II.2 Studi mikroalbuminuria (MAPS)
melaporkan, hampir 60% dari penderita hipertensi dan DM di Asia menderita
ND yang terdiri atas 18,8% dengan makroalbuminuria dan 39,8% dengan
mikroalbuminuria.3
Nefropati Diabetik ditandai dengan adanya albuminuria dan perburukan
faal ginjal dari normal menjadi gagal ginjal terminal. Fungsi ginjal salah satunya
adalah menghasilkan hormon eritropoietin yang berfungsi untuk pembentukan
eritrosit. Apabila seseorang mengalami defisiensi hormon ini, maka terjadi
gangguan pembentukan eritrosit yang dapat menyebabkan kondisi yang disebut
anemia.
Anemia akibat ND termasuk ke dalam anemia yang disebabkan oleh
penyakit kronik. Manifestasi anemia timbul akibat gagal fungsi ginjal, namun
tidak terjadi pada awal kondisi DM sehingga membutuhkan waktu yang lama
untuk menyebabkan anemia pada keadaan ND.
Kondisi anemia ditandai dengan lemah, mudah lelah, tangan dan kaki
terasa dingin, kulit menjadi pucat, iritabilitas, jantung berdebar, dan tidak dapat
melakukan aktivitas seperti pada keadaan normal. Keadaan anemia pada pasien
DM juga dapat disebabkan oleh karena hal lain, seperti defisiensi nutrisi tertentu
dan akibat pemberian obat DM tertentu.
Anemia yang timbul pada pasien DM ini apabila dibiarkan begitu saja
dapat meningkatkan risiko penyakit mata akibat diabetes, dan komplikasi DM
terhadap sistem kardiovaskular, dan meningkatkan risiko mortalitas pada pasien
DM. Untuk itu, penelitian tentang anemia akibat ND pada pasien DM sangat
menarik untuk diteliti.
1.2 Masalah Penelitian
Apa saja faktor risiko terjadinya anemia pada pasien DM dengan
komplikasi ND?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Mengetahui faktor risiko apa saja yang dapat menyebabkan anemia pada
pasien DM dengan komplikasi ND di RSUP dr. Kariadi Semarang
1.3.2 Tujuan Khusus :
a. Mengehitung proporsi angka kejadian anemia pada pasien DM dengan
komplikasi ND di RSUP dr. Kariadi Semarang periode Desember 2013
– Februari 2014
b. Menganalisis faktor risiko anemia yang paling berhubungan dengan
pasien DM
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Untuk Ilmu Pengetahuan :
1) Menambah pengetahuan tentang angka kejadian anemia pada pasien
DM
2) Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya
1.4.2 Manfaat Untuk Masyarakat :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada
medis dan paramedis tentang kejadian anemia pada pasien DM, sehingga
pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan untuk mengurangi kejadian
tersebut.
1.4.3 Manfaat Untuk Instansi Terkait :
Sebagai bekal penanggulangan komplikasi pada pasien DM, agar
tujuan jangka panjang terhidndarnya dari komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskular dapat tercapai.
1.5 Orisinalitas Penelitian
NO. Author, Judul Metode Hasil1 Bosman, Deborah R; et.al.
Anemia With Erythropoietin Deficiency Occurs Early in Diabetic Nephropathy
- Metode cross sectional
Terdapat 13 pasien dengan ND dari 27 pasien dengan ND yang dijadikan sampel mengalami anemia.
2 Ritz E, HaxsenVDiabetic Nephropathy and Anemia
Metode cross sectional
Penyebab anemia pada pasien nefropati diabetik adalah kurangnya hormon eritropoietin dan adanya faktor tambahan yaitu defisiensi Fe dan faktor iatrogenik
Ditinjau dari penelitian-penelitian tersebut, maka perbedaan dengan penelitian
yang diajukan adalah lokasi penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulinm
defek kerja insulin, atau keduanya.4 Sindroma ini ditandai dengan adanya gejala
khas yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi. Selain itu, masih ada gejala lain yang
bisa menyertai penyakit ini, antara lain : cepat merasa haus, cepat merasa lelah,
penglihatan kabur, luka yang sulit sembuh, penurunan berat badan walaupun
sering makan, dan hilangnya sensibilitas kulit pada telapak tangan ataupun kaki.
Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, DM tipe 1 yang biasa disebut
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yang biasa disebut
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). DM tipe 1 adalah
kekurangan insulin pankreas akibat destruksi autoimun sel B pankreas,
berhubungan dengan HLA tertentu pada suatu kromosom5 dan beberapa
autoimunitas serologik dan cell mediated, DM yang berhubungan dengan
malnutrisi dan berbagai penyebab lain yang menyebabkan kerusakan primer sel
beta pankreas sehingga membutuhkan insulin dari luar untuk bertahan hidup.
Infeksi virus pada atau sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan
pathogenesis diabetes.
DM tipe 2 tidak memiliki hubungan baik dengan autoimunitas, HLA,
maupun virus. DM tipe 2 terjadi akibat adanya resistensi insulin pada jaringan
perifer, dimana pada DM tipe 2 ini produksi insulin oleh sel beta pankreas
cukup. DM tipe 2 sering memerlukan insulin, tetapi tidak bergantung kepada
insulin seumur hidup.5
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA), 2005
yaitu :
1) Diabetes Mellitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah akibat
berkurangnya atau tidak adanya produksi insulin oleh sel beta pankreas
dikarenakan adanya kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang
menonjol adalah poliuri (terutama malam hari), polifagi, polidipsi.
Penderita DM tipe ini biasanya memiliki berat badan yang normal atau
kurus, dan memiliki usia yang masih muda, serta memerlukan insulin
seumur hidupnya.
2) Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe ini disebabkan oleh adanya resistensi insulin. Insulin yang ada
tidak dapat bekerja dengan baik, oleh karenanya kadar insulin dalam
darah penderita DM tipe ini dapat normal, rendah, bahkan meningkat.
Walaupun kadar insulin dalam darah penderita DM tipe ini dapat
normal, bahkan meningkat, tetapi fungsi insulin untuk
memetabolismne glukosa tidak ada atau kurang, akibatnya glukosa
dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. 75% dari
penderita DM tipe II ini memiliki berat badan berlebih bahkan
obesitas, dan terjadi setelah usia 30 tahun.
3) Diabetes Mellitus Tipe Lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4) DM Gestasional
Komplikasi dari diabetes bermacam-macam, digolongkan menjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronik. Contoh komplikasi akut diabetes
mellitus :
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD adalah keadaan defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Penurunan kesadaran dengan kadar glukosa dalam darah lebih besar
dari 600 mg% yang timbul tanpa ketosis yang berarti disertai
osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai
anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena
pada keadaan ini pasien akan jatuh ke dalam kondisi KAD, sedang
pada DM tipe II dimana kadar insulin dalam darahnya masih cukup
untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan
hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Menurunnya kadar glukosa dalam darah kurang dari 60 mg% tanpa
gejala klinis atau glukosa darah sewaktu (GDS) kurang dari 80 mg%
dengan gejala klinis. Diawali dengan stadium parasimpatik dimana
akan terasa lapar dan mual disertai tekanan darah yang menurun, yang
kemudian dilanjutkan dengan stadium gangguan otak ringan yang
ditandai dengan lemah, lesu, sulit berbicara, dan adanya gangguan
kognitif yang bersifat sementara. Setelah itu dilanjutkan dengan
stadium simpatik yang ditandai dengan adanya gejala adrenergik
seperti muncul keringat dingin pada wajah dan bibir, gemetar, dan
dada berdebar-debar. Selanjutnya stadium gangguan otak berat dengan
gejala neuroglikopenik, yaitu pusing, gelisah, penurunan kesadaran
dengan atau tanpa kejang.
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat dibagi menjadi 2, yaitu
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri
dari :
1. Retinopati diabetik
Terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang
neovaskularisasi yang pada akhirnya menyebabkan kebocoran protein
serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi ini bersifat rapuh dan
berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum. Apabila tekanan
meninggi saat berkontraksi maka dapat terjadi perdarahan masif yang
berakibat penurunan penglihatan mendadak. Hal inilah yang
menyebabkan penderita DM dapat mengalami kebutaan.
2. Neuropati diabetik
Merupakan penyakit neuropati yang paling sering terjadi. Gejalanya
dapat berupa hilangnya sensasi distal. Akibat dari hilangnya sensasi
distal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya luka tanpa disadari oleh
pasien yang apabila berlanjut terus dapat terjadi ulkus pada bagian
distal tubuh dan apabila tidak dapat diperbaiki maka harus diamputasi.
Gejala yang sering dirasakan antara lain bagian tubuh distal (misalnya
kaki) terasa terbakar dan bergetas sendiri dan lebih terasa sakit di
malam hari.6
3. Nefropati diabetik
Ditandai dengan albuminuria menetap dengan kadar lebih dari
300mg/24 jam atauh lebih dari 200 ig/menit pada minimal 2x
pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria
akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus.7 Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced
glication product yang ireversibel dan menyebabkan hipertrofi sel dan
kemotraktan mononuklear serta inhibisi sitesis nitrit oxide sebagai
vasodilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila
terjadi terus-menerus dan disertai inflamasi kronik, nefritis yang
reversibel akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi kerusakan
menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.7 Komplikasi
dari ND ini dapat berupa anemia, dikarenakan adanya penurunan atau
hilangnya fungsi ginjal untuk memproduksi hormon eeritropoietin
untuk membentuk eritrosit.
Komplikasi makrovaskuler yang sering terjadi biasanya merupakan
makroangiopati. Penyakit yang termasuk dalam komplikasi makrovaskuler
antara lain :
1) Penyakit pembuluh darah jantung atau otak
2) Penyakit pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer pada pasien DM terjadi dengan gejala tipikal
intermiten atau klaudikasio ataupun kadang tanpa gejala. Terkadang
ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.7
2.2 Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyebab utama penyakit ginjal stadium
akhir di seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular. Manifestasi klinis awal adalah mikroalbuminuria. Progresi
umum mikroalbuminuria menjadi nefropati menyebabkan banyak yang
menganggap mikroalbuminuria sebagai tanda nefropati tahap awal. Setelah
terdeteksi adanya mikroalbuminuria, laju perkembangan dari penyakit ginjal
stadium akhir dan penyakit kardiovaskular dapat ditunda oleh manajemen
tekanan darah, glukosa, dan lipid.
Perjalanan alamiah nefropati diabetik merupakan proses dengan
progresivitas bertahap setiap tahun. Diabetes fase awal diatandai dengan
hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan LFG. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan perkembangan sel dan ekspansi ginjal, yang dimediasi oleh
hiperglikemia. Mikroalbuminuria biasa terjadi setelah 5 tahun menderita
penyakit DM tipe I, sedangkan nefropati yang ditandai dengan proteinuria lebih
dari 300mg%/ hari biasanya terjadi dalam waktu 10-15 tahun. Penyakit ginjal
stadium terminal terjadi pada sekitar 50% penderita DM tipe I, yang pada
akhirnya akan mengalami nefropati dalam kurun waktu 10 tahun.8
DM tipe II memiliki patogenesis lebih bervariasi. Penderita sering
didiagnosis sudah dengan mikroalbuminuria yang disebabkan karena
keterlambatan diagnosis dan faktor lain yang mempengaruhi ekskresi protein.
Sebagian kecil penderita dengan mikroalbuniuria akan berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap lanjut. Tahap intervensi, sebanyak 30% penderita akan
berkembang menjadi nefropati, sekitar 20% akan berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Diabetes yang lama menyebabkan perubahan pada
mikrovaskuler yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dimana kerusakan
tersebut menyebabkan kegagalan ginjal yang berat dan menimbulkan masalah
kerusakan ginjal yang bermakna dalam kurun waktu 5-10 tahun setelah
terdiagnosis.
Kerusakan ginjal disini menyebabkan penurunan fungsi ginjal, salah satu
manifestasi bermakna yang akan terjadi adalah penurunan hormon eritropoietin
untuk produksi eritrosit, akbiatnya akan terjadi anemia. Kelainan ini bisa saja
diobati dengan pemberian hormon replacement therapy, namun karena gejalanya
tidak berbeda dengan anemia karena hal lain, sering tidak terdiagnosis dan tidak
terobati.
Alasan lain terjadinya anemia pada ND adalah pada kerusakan ginjal
terjadi absorbsi dan penggunaan Fe yang abnormal sehingga terjadi anemia
defisiensi besi. Salah satu penyebabnya berkurangnya darah selama
hemodialisis.
2.3 Faktor Risiko Nefropati Diabetik
Faktor risiko nefropati diabetik antara lain :
a. genetik
b. Hipertensi
c. Kontrol glukosa darah
d. Ras
2.4 Definisi Anemia dan Klasifikasi
Anemia didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana jumlah sel darah
merah atau kapsitas pengikatan oksigen lebih rendah daripada kebutuhan
fisiologis seseorang, dimana bervariasi menurut umur, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, dan status kehamilan.
Batas kadar hemoglobin normal menurut WHO (Geneva 1968)
Usia dan jenis kelamin Kadar hemoglobin
Anak usia 6 bulan – 6 tahun 11g/dl
Anak usia 6 – 14 tahun 12g/dl
Pria dewasa 13g/dl
Wanita dewasa, tidak hamil 12g/dl
Wanita dewasa, hamil 11g/dl
Pembagian anemia berdasarkan sebab/etiologinya antara lain, yaitu :
a. Anemia akibat penurunan produksi sel darah merah
1. Anemia aplastik
2. Anemia defisiensi besi
3. Anemia penyakit kronik
4. Anemia mieloptisik
5. Toksin
b. Anemia akibat destruksi/kehilangan berlebihan sel darah merah
1. Anemia hemolitik
2. Anemia akibat kehilangan darah/hemoragik
c. Anemia akibat pematangan sel darah merah yang abnormal
1. Anemia megaloblastik
2. Anemia pada keadaan preleukemi
3. Anemia sideroblastik
4. Thalassemia
5. Anemia defisiensi besi
Anemia pada penelitian ini dapat disebabkan oleh gangguan penggunaan
Fe dan vitamin B12 akibat penyakit ginjal, penyakit kronis (chronic kidney
disease akibat diabetes).
2.5 Patogenesis Anemia Akibat Komplikasi Diabetes
Anemia sebagai dampak dari penyakit kronis yang disebabkan oleh
diabetes dipengaruhi oleh imunitas tubuh.Orang dengan diabetes tipe I berisiko
lebih tinggi untuk mengalami disorder autoimun, seperti gangguan celiac dan
anemia perniciosa akibat defisiensi vitamin B12.
Komplikasi diabetes salah satunya adalah kerusakan ginjal. Akibat
kerusakan sel-sel ginjal, maka hormon-hormon yang dihasilkan oleh ginjal juga
tidak diproduksi. Hormon yang berkaitan dengan anemia pada hal ini adalah
eritropoietin. Tidak diproduksinya eritropoietin maka eritropoiesis juga tidak
berjalan, akibatnya terjadi anemia. Apabila pasien DM sudah mengalami anemia
sebelum terjadi kerusakan ginjal, maka respon untuk menghadapi anemia
tersebut juga tidak baik. Hal ini disebabkan karena pada orang normal, apabila
terjadi anemia maka tubuh akan berespon dengan meningkatkan sekresi
eritropoietin untuk menstimulasi eritropoiesis, tetapi dengan kerusakan ginjal,
maka tidak dihasilkan eritropoietin untuk memproduksi eritropoiesis, akibatnya
anemia tidak dapat diatasi.
Keadaan penderita DM dengan komplikasi ND ditandai dengan
hipoalbuminemia akibat bocornya albumin ke dalam urin sehingga ditemukan
mikroalbuminuria ataupun makroalbuminuria. Albumin sendiri berfungsi untuk
mengikat logam di dalam sirkulasi. Apabila terjadi penurunan kadar albumin
diduga pengangkut logam Fe dalam sirkulasi juga berkurang, akibatnya dapat
terjadi anemia.
Keadaan hipertensi pada DM dapat meningkatkan risiko terjadinya
nefropati diabetik yang pada akhirnya juga dapat menyebabkan meningkatnya
risiko terjadinya kerusakan ginjal. Selain hipertensi, kadar HbA1c yang tinggi
menunjukkan bahwa kadar glukosa darah penderita DM tidak terkontrol,
akibatnya risiko komplikasi nefropati diabetik juga akan meningkat.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati DM golongan
Thiazolidinediones dan Metformin dikatakan dapat meningkatkan risiko terkena
anemia perniciosa. Hal ini diakrenakan kedua golongan obat tersebut
menyebabkan gangguan terhadap absorbsi vitamin B12.
Pada orang DM dengan komplikasi ND walaupun tidak terjadi defisiensi
Fe, namun Fe yang ada tidak dapat digunakan oleh karena tidak adanya
eritropoietin yang mrangsang eritropoiesis. Akibatnya walaupun tidak terjadi
defisiensi Fe, anemia tetap dapat terjadi.
2.6 Faktor Risiko Terjadinya Anemia
- Asupan diet kurang vitamin B12 dan Fe
- Gangguan pencernaan, misalnya gangguan absorbsi
- Menstruasi
- Kehamilan
- Mengalami penyakit kronik, seperti penyakit ginjal kronik, kanker,dan
lain-lain
- Infeksi tertentu
- Disorder autoimun
- Inherited anemia, seperti anemia bulan sabit, thalassemia
- Jenis kelamin (wanita lebih mudah terkena anemia)
- Usia
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
ANEMIA PENYAKIT KRONIK PADA PASIEN DM DENGAN
NEFROPATI DIABETIK
HIPERTENSI
NEFROPATI DIABETIK
USIA
JENIS KELAMINDIABETES MELLITUS
HIPOALBUMINEMIA
INFEKSI KRONIK,
PENYAKIT HEPAR KRONIK
DEFISIENSI ERITROPIETIN
KADAR HbA1c TINGGI
3.2 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis
Jenis kelamin, usia, kondisi albuminuria dan hipertensi merupakan faktor
risiko terjadinya anemia pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi
nefropati diabetik di RSUP dr. Kariadi Semarang
ANEMIA PENYAKIT KRONIK PADA PENDERITA DM DENGAN
NEFROPATI DIABETIK
USIA
JENIS KELAMIN
ALBUMINURIA
HIPERTENSI
KADAR HbA1c TINGGI
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit
Dalam yang menitikberatkan pada faktor risiko terjadinya anemia pada pasien
Diabetes Mellitus dengan komplikasi Nefropati Diabetik di RSUP dr. Kariadi
Semarang.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang. Pengambilan data
dilaksanankan pada Desember 2013 – Februari 2014
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian observasional dengan
pendekatan cross sectional.
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1. Populasi Target
Semua penderita diabetes mellitus dengan komplikasi nefropati
diabetik.
4.4.2. Populasi Terjangkau
Semua penderita diabetes mellitus yang datang ke poliklinik
RSUP dr. Kariadi pada bulan Desember 2013 – Februari 2014
4.4.3. Sampel Penelitian
4.4.3.1. Kriteria Inklusi
a. Semua pasien diabetes mellitus dengan komplikasi
nefropati diabetik yang mengalami anemia di RSUP
dr. Kariadi Semarang
b. Pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan
menyetujui lembar informed consent.
4.4.3.2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien Diabetes Mellitus dengan komplikasi nefropati
diabetik yang mengalami infeksi kronis
b. Pasien diabetes mellitus dengan komplikasi nefropati
diabetik yang mengalami gangguan hepar kronik
4.4.4. Cara Sampling
Prosedur penarikan sampel penelitian untuk memenuhi tujuan
khusus nomor 1 dilakukan dengan penelusuran catatan medis.
Penarikan sampel penelitian untuk memenuhi tujuan khusus nomor 2
dilakukan dengan simple random sampling, dengan menggunakan
kriteria inklusi dan eksklusi, sampai mendapatkan jumlah yang
sesuai dengan penghitungan jumlah sampel
4.4.5. Besar Sampel
Besar sampel minimal untuk penelitian sitentukan dengan
menggunakan rumus besar sampel untuk data nominal dengan
sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi :
n=z∝
2 P(1−P)d2
Keterangan :
P : Proporsi penyakit atau keadaan yang diteliti
Pada penelitian ini digunakan prevalensi Diabetes Mellitus
dengan di provinsi Jawa Tengah (Riskesdas 2007) yaitu
sebesar 7,8% atau 0,078
α : Tingkat kemaknaan yang dikehendaki sebesar 95%
diperoleh zα = 1,96
d : Tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki sebesar 10%
atau 0,10
n=(1,96 )20,078 (1−0,078)
0,102
n=(3,8416 )10,078 (0,922)
0,01
n=27,63 ≈ 28
Berdasarkan penghitunga besar sampel, diperoleh besar sampel
minimal sejumlah 28 orang.
4.5. Variabel Penelitian
4.5.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah hipertensi, kadar HbA1c,
usia, jenis kelamin, dan albuminuria
4.5.2. Variabel Tergantung
Riwayat anemia pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi
nefropati diabetik.
4.5.3. Variabel Perancu
Variabel perancu pada penelitian ini adalah penyakit infeksi kronis
dan penyakit hepar kronis
4.6. Definisi Operasional
4.7. Cara Pengumpulan Data
4.7.1. Alat Penelitian
No Variabel Satuan Skala
1 Usia
Usia pasien pada saat data diambil
Tahun Ratio
2 Hipertensi
Merupakan keadaan tingginya
tekanan darah, ditunjukan dengan
nilai sistole/diastole.
Pada penelitian ini tekanan darah
digolongkan menurut JNC 7 yaitu :
- Normal (<120/<80 mmHg)
- Prehipertensi (120-139/80-
89 mmHg)
- Hipertensi stage 1 (140-
159/90-99 mmHg)
- Hipertensi stage 2 (>=
160/100 mmHg)
mmHg ordinal
3 HbA1c
Pemeriksaan darah yang memeriksa
jumlah glukosa yang terikat ke
hemoglobin. Kadar HbA1c normal
adalah 4-6%
% nominal
4 Albuminuria menetap
Suatu kondisi dimana ditemukan
albumin pada urin.
Pada penelitian ini, dianggap
albuminuria menetap apabila
ditemukan albumin >300mg/24 jam
pada urin
- Nominal
5 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin pasien DM dengan
komplikasi ND yang mengalami
anemia
- Nominal
6 Penyakit Infeksi Kronis
Penyakit infeksi berlangsung lebih
dari 2 minggu.
- Nominal
7 Penyakit Hepar Kronis
Penyakit pada hepar yang
berlangsung kronis
- Nominal
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan catatan medik.
4.7.2. Jenis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Data dikumpulkan dengan menggunakan catatan medic untuk
melihat usia, jenis kelamin, HbA1c, tekanan darah, dan kadar
albumin urin
4.7.3. Cara Kerja
Data dikerjakan dengan mengutip catatan medik. Data yang diambil
adalah nama, usia, jenis kelamin, nomor CM, tekanan darah, HbA1c,
kadar albumin urin, kemudian memindahkan data tersebut ke dalam
komputer.
4.8. Alur Penelitian
Pasien Diabetes Mellitus dengan komplikasi Nefropati Diabetik di RSUP dr. Kariadi
Semarang yang sudah diberi informed consent
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Mengutip catatan medik pasien untuk kelengkapan
data, dan memindahkannya ke komputer
Menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
anemia pada pasien diabetes mellitus dengan nefropati diabeti
4.9. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer.
Dikerenakan variabel pada penelitan ini menggunakan skala ordinal dan
nominal, untuk variabel hipertensi dengan skala ordinal maka analisis pada
pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan statistik non
parametrik. Sedangkan variabel usia, kadar HbA1c, hipertensi, jenis
kelamin, dan albuminuria menetap akan dianalisis dengan analisis univariat,
apabila berdistribusi normal akan dinyatakan sebagai rerata dan standar
deviasi atau median interquartil range, apabila distribusinya tidak normal.
Uji normalitas distribusi data akan menggunakan Kolmogorov-Smirnov atau
Shapiro-Wilk.
Analisis kekuatan hubungan faktor risiko akan diuji menggunakan uji
korelasi untuk mengetahui faktor apa yang paling bergubungan dilakukan
uji korelas Spearman atau Koefisien Konstigensi Lambda. Setelah itu akan
dianalisis menggunakan metode regresi logistic.
4.10. Etika Penelitian
Penelitian ini akan diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan RSUP dr. Kariadi
Semarang untuk memperoleh ethical clearance. Peneliti akan menjelaskan
tujuan , manfaat, dan prosedur penelitian kepada partisipan dan mendapat
persetujuan dari partisipan dalam bentuk lembar informed consent,
karenanya pasien berhak menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Seluruh data yang terkumpul akan dijaga kerahasiaannya sebagai rekam
medis. Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian ditanggung oleh
peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI . 2006
2. Djokomulyanto R. Insulin Resistance and Other Factors in the Pathogenesis of
Diabetic Nephropathy. Simposium Nefropati Diabetik . 1999
3. Association AD. Hypertension Management in Adult with Diabetes (position
statement). 2004
4. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. IV ed. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006
5. Martono H PK, et.al, Diabetes Melitus pada Lanjut Usia. In : Darmono ST, dkk
editor. Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 2007
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia. Jakarta ; Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006
7. Price SA. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses. Jakarta. 2005
8. PERKENI. Konsensus Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB
PERKENI. 2006
9. B, Lisyani Suromo, et.al. Buku Ajar Patologi Klinik II. Semarang : Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2013
10. Deborah Rbosman, et.al. Anemia With Erythropoietin Deficiency Occurs Early in
Diabetic Nephropathy. 2001. Available from :
http://care.diabetesjournals.org/content/24/3/495.long
11. Ritz E; Haxsen V. Diabetic Nephropathy and Anemia. 2006. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16281961
12. Kostadaras,Ari. Risk factors for diabetic nephropathy. Available from :
http://www.kidneydoctor.com/dm.htm
13. Evans, Timothy C ; Capell, Peter. Diabetic Nephropathy. 2000. Available from :
http://journal.diabetes.org/clinicaldiabetes/v18n12000/Pg7.htm
14. Anemia From Declining Kidney Function in Diabetic and Hypertensive Patients.
2009. Available from :
http://www.anemia.org/professionals/feature-articles/content.php?contentid=470
15. Paul E. Stevens, Donal J. O'Donoghue, Norbert R. Lameire. Anaemia in Patients With Diabetes: Unrecognised, Undetected and Untreated? . 2003. Available from http://www.medscape.com/viewarticle/459951_4
16. Recognizing Anemia in People with Diabetes. 2009. Available from : http://www.anemia.org/patients/feature-articles/content.php?contentid=000367
17. Mayo Clinic staff. Anemia. Available from : http://www.mayoclinic.com/health/anemia/DS00321/DSECTION=risk-factors