FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA
MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: YOAN SILVIANA
NIM: 080710013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA CINA
MEDAN
2012
FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA
MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: YOAN SILVIANA
NIM: 080710013
Disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Fadlin, M.A. Ye Sue Ling
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA CINA
MEDAN
2012
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN SASTRA CINA
KETUA,
DR. THYRHAYA ZEIN, M.A.
NIP 1963
1
BAB I
PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Supartono berpendapat bahwa
kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan
unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar
sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan
ikhtiar manusia (Supartono, 2001; Prasetya, 1998).
Kebudayaan, cultuur dalam bahasa Belanda dan culture dalam bahasa
Inggris, berasal dari bahasa Latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dalam segi demikian
berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam”. Untuk membedakan pengertian istilah budaya
dan kebudayaan, Widagdo (1994), memberikan pembedaan pengertian budaya
dan kebudayaan, dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi yang berupa
cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta,
karsa, dan rasa tersebut.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
2
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural-determinism.
Budaya atau Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum
adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi.menurut Kroeber dan Kluckholn (1952) mengumpulkan berpuluh puluh
defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu
(1) deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, (2) historis, yang
menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, (3)
normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan
tingkah laku, (4) psikologis,yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam
3
penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, (5)
struktural, yang menekankan sifat kbudayaan sebagai suatu system yang berpola
dan teratur, dan (6) genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai
hasil karya manusia (P.W.J. Nababan,1984:49).
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Cina merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki budaya begitu
beragam. Ini disebabkan budaya Cina sendiri yang jumlahnya tidak sedikit dan
ditambah dengan budaya asing yang terus masuk dan menjadi warna tersendiri.
Salah satu dari aktivitas kebudayaan Cina adalah perayaan Imlek.
Di Indonesia, perayaan Imlek selalu memberikan kemeriahan tersendiri
dengan taburan warna merah yang mengandung makna kebaikan dan keceriaan
dan merah keemasan yang mengandung makna keceriaan dan semangat dalam
menyambut dan menghadapi tahun baru. Masyarakat Cina sangat menjaga
kelestarian budaya sendiri sehingga sangat mudah dikenali. Ini seharusnya
menjadi contoh positif bagi kita.
Imlek adalah perayaan akbar yang berlangsung selama 15 hari dengan tanggal
yang tidak pernah sama setiap tahunnya karena memang ditentukan oleh
4
pergerakan bulan dan matahari. Namun, biasanya tidak jauh dari bulan Januari
dan Februari.
Pada hitungan kalender Tionghoa ada istilah Tahun Naga, Kelinci, Macan dan
sebagainya.Tahun tersebut merupakan penanggalan tahun-tahun di kalender Cina.
Masing-masing hewan memiliki karakter-karakter yang sangat diyakini
keakuratannya oleh orang Cina. Dengan mengetahui hal tersebut, maka mereka
bisa merancang seperti apa bisnis mereka kedepan dan akan ada halangan seperti
apa.
Berikut ini adalah gambar Shio-shio dalam penanggalan Cina .
Sumber: http://titi-share.blogspot.com/2012/02/arti-dan-karak- teristik-shio-cina.html Tahun Baru Cina ini berlangsung selama musim semi dan bertepatan dengan
musim liburan sehingga keluarga dapat berkumpul bersama dan merayakannya
seperti Tahun Baru Masehi di tanggal 1 Januari. Selama masa perayaan tersebut,
5
biasanya dilakukan budaya membersihkan rumah. Mereka yang percaya dengan
feng shui menggunakan kesempatan ini untuk menghias rumah.
Rumah akan dipercantik dengan vas dan bunga yang berwarna-warni yang
menyimbolkan pembaruan. Jeruk melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran.
Nampan berisi permen diletakkan berdampingan dengan jeruk-jeruk tersebut.
Hidangan yang biasa tersedia ketika Imlek adalah ikan, mie dan masih banyak
lainnya. Masing-masing memiliki makna simbolis tersendiri seperti apel yang
melambangkan kedamaian.
Saat malam menjelang imlek berlangsung, Masyarakat tionghoa memasang
lampion dan menggantungkannya agar kehidupan terang menderang sepanjang
tahun, anak-anak akan keluar rumah mengenakan topeng naga dan ikut parade.
Barongsai merupakan bagian terpenting dalam perayaan Tahun Baru Cina.
Pertunjukannya memang amat menarik, di mana beberapa orang menari dari balik
tubuh naga dengan lincah dan mengikuti ketukan musiknya. Tidak hanya terkenal
di Cina, barongsai adalah tontonan yang juga disenangi oleh orang non Cina.
Kemudian juga membakar petasan untuk mengusir roh-roh jahat.
Hal lain yang juga menjadi ciri khas dalam imlek adalah angpau, atau uang
yang diberikan dari orang dewasa kepada anak kecil. Uang angpau yang di
simpan di dalam amplop berwarna merah, lalu diberikan kepada anggota keluarga
yang lebih muda dan belum menikah. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk
saling berbagi rezeki. namun apabila yang belum menikah ingin berbagi uang juga
diperbolehkan namun uang tersebut tidak boleh dimasukkan kedalam amplop
merah dan Imlek selalu menjadi hari yang dinanti dan hari berkumpul keluarga
tentunya.
6
Untuk mengetahui lebih dalam maka penulis melakukan suatu penelitian
ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada tradisi seperti menyalakan lampion
,makan malam bersama, dan membakar petasan dalam menyambut perayaan
imlek bagi masyarakat Tionghoa.
Masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satunya
di sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara (Indonesia) yaitu Kota Pematangsiantar
dan masyarakat Tionghoa tersebar di seluruh penjuru kota Pematangsiantar, salah
satunya adalah keluarga penulis. Pada perayaan imlek setiap tahun tradisi
menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan adalah hal
yang selalu dilakukan oleh keluarga penulis dan seluruh masyarakat tionghoa di
Kota Pematangsiantar. Akan tetapi dalam menjalankan tradisi imlek, muda-mudi
dalam keluarga kami sudah banyak yang melupakan makna dari tradisi-tradisi
dalam menyambut perayaan imlek. Kebanyakan hanya menjalankan tradisi dari
orang tua tanpa mengetahui maknanya. Mungkin masih banyak lagi keluarga dari
masyarakat Tionghoa di Pematang siantar seperti keluarga penulis yang juga
melupakan makna dari tradisi imlek yang dijalankan selama ini. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan berharap agar penelitian ini
kembali mengingatkan keluarga penulis dan sebagian masyarakat tionghoa di
Pematangsiantar yang melupakan makna tradisi-tradisi pada perayaan imlek.
Dengan demikian penulis membuat judul penelitian: Fungsi dan Makna
Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan
penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada
7
makna tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar
petasan bagi masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut
perayaan imlek.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan
masalah pada:
1. Bagaimana fungsi penyambutan Imlek pada masyarakat Tionghoa
di Pematang Siantar?
2. Apa saja makna tradisi menyalakan penyambutan perayaan imlek
bagi masyarakat di Kota Pematang Siantar?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami fungsi penyambutan Imlek
pada masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar.
2. Untuk mengetahui makna penyambutan perayaan Imlek bagi
masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.
8
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teorotis
Secara Teorotis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap
fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa
Pematang Siantar, adalah:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi yang
dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri, dan harus tetap kita
lestarikan.
2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan,
dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa dan
pemahaman bagi kita untuk tetap melestarikan budaya.
3. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain dalam mengungkapkan
penelitian budaya ilmu pengetahuan pada fokus objek material yang sama.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat
Tionghoa ini secara praktis diharapkan sebagai salah satu bahan perbandingan
dalam kajian tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa.
9
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
(Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456)
konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa
yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dalam hal ini
defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara
mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta
menghindari kesalahan yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.
2.1.1 Imlek
Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam
masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié
(Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru),
atau 過年 Guònián atau sin tjia.
Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru
Imlek. Kata Imlek (阴历 : Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek
Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru
Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan
10
kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-
yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. (Festival
Musim Semi).
Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa.
Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa
Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir
dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan
purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam
pergantian tahun”
Karena seperlima penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun
Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang
China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan
China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia,
Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.
Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki
penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah
berakultrasi dengan budaya setempat. Dirayakan di daerah dengan populasi suku
Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang
Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis
Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini
termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873).
Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi
11
suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai
derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut
Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek
dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun
1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang
segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan
kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden
Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden
Abdurrahman Wahid menindak lanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan
Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai
hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada
tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
2.1.2 Tradisi-tradisi Imlek
Secara tradisional, perayaan Sin Cia atau Tahun Baru Imlek berlangsung
selama 15 hari, adapun tradisi-tradisi yang dilakukan adalah: (0) Malam menjelang Imlek.
Sejak tengah malam menjelang Imlek, sudah dilakukan acara makan
malam bersama. Kemudian setelah itu upacara sembahyang menyambut
kedatangan dewa-dewi dilakukan. Pintu, jendela dibuka, lampu-lampu
dinyalakan,lentera dan lampion juga dinyalakan dan digantungkan. Agar
keberuntungan tahun baru masuk dan kehidupan terang sepanjang tahun. Upacara
menyambut tahun baru juga banyak dilakukan di rumah-rumah ibadah. Kemudian
12
pada malam menyambut Imlek masyarakat Tionghoa membakar petasan guna
mengusir roh-roh jahat.
(1) Hari ke-1.
Hari ini, pakaian baru dikenakan, yang lebih muda mencari yang lebih tua
di keluarga dan mengucapkan “Xin Nian Kuai Le (Mandarin) atau Sin Ni Khoai
Lok (Hokkian) atau San Nin Faai Lok (Cantonese)”yang artinya “Selamat Tahun
Baru.” Sudah menjadi tradisi, orang tua akan memberikan ang pau kepada anak-
anaknya. Yang lebih tua juga memberikan ang pau kepada yang lebih muda. Hari
pertama ini aktivitas dan kunjungan umumnya difokuskan kepada keluarga inti
dan dekat.
(2) Hari ke-2.
Hari dimana melakukan sembahyang kepada dewa-dewi dan leluhur.
Mengucap syukur atas berkah dan lindungan yang diberikan. Mengenang leluhur
yang sudah tiada, yang mana tanpa mereka tidak akan ada diri kita. Bagi pebisnis
dari etnik Cantonese (Kong fu), hari ini mereka melakukan doa “Hoi Nin” dengan
pengharapan agar bisnis mereka lebih berkembang dan sukses dan memulai
aktivitas bisnis lagi. Hari ini juga dipakai untuk mengunjungi dan bersilahturahmi
dengan handai taulan dan sahabat.
(3) Hari ke-3 dan ke-4.
umumnya kedua hari ini kurang “diminati” dan dianggap tidak baik untuk
menyambangi sahabat dan relasi, juga tidak “bagus” untuk memulai aktivitas
bisnis. Latar belakang nya ialah karena:
1. Kedua hari ini dikenal sebagai “chi kou” yang artinya “mudah terlibat
perdebatan”, penyebabnya karena hidangan goreng yang dikonsumsi selama
kedua hari pertama Sin Cia.
13
2. Keluarga yang salah satu anggota dekatnya meninggal dunia selama 3 tahun
terakhir tidak akan keluar rumah, ini sebagai penghormatan kepada mendiang
tersebut. Jadi hari ketiga Imlek umumnya dipakai untuk berziarah ke kuburan,
mendoakan anggota keluarga yang sudah tiada.
(4) Hari ke-5.
Hari ini dikenal sebagai “po wu” yang berarti menyingkirkan yang lima.
Hari ini dipakai untuk hari bersih-bersih, semua sampah dibuang dan sisa-sisa
sesajian juga di buang. Melihat cuaca hari itu untuk melihat apakah tahun itu
penuh kesuraman atau kedamaian. Hari ini juga adalah hari ulang tahun Dewa
Kekayaan, jadi bagi yang percaya akan melakukan sembahyang khusus bagi
Dewa Kekayaan. Umumnya hari ini semua kegiatan bisnis sudah buka dan
dimulai lagi. Aktivitas menyapu sudah diperkenankan lagi.
(4) Hari ke-6.
Pada hari ini masyarkat Tionghoa mengisinya dengan mengunjungi rumah
ibadah untuk berdoa dan juga digunakan untuk mengunjungi keluarga dan teman
yang masih belum sempat ditemui untuk mempererat silaturahmi. Pada hari ini
selain mengunjungi keluarga yang belum dikunjungi juga digunakan untuk
membagikan angpau bagi keluarga yang belum memberikan dan mendapatkan
angpau.
(5) Hari ke-7.
Disebut sebagai “ren ri” atau “hari ulang tahun semua orang.” Hari ini
dianggap sebagai hari dimana semua orang bertambah usianya. Hari dimana
hidangan yu sheng (salad ikan) disantap kembali. Orang-orang akan berkumpul
dan bersama-sama melambungkan yu sheng dan berharap agar kekayaan dan
14
kemakmuran yang tinggi dan berkesinambungan. Yu sheng kalau diucapkan sama
bunyinya dengan “bertambah surplusnya.”
(6) Hari ke-8.
Bagi orang-orang Hokkian, hari ini mereka mengadakan makan malam
reuni lagi. Namun zaman sekarang ini di kota Pematangsiantar sudah tidak banyak
lagi masyarakat Tionghoa yang bersuku hokkian yang melakukan makan malam
ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh setiap keluarga.
(7) Hari ke-9
Hari ulang tahun Dewa Jade Emperor, jadi saatnya untuk memanjatkan doa
dan mengucapkan selamat ulang tahun bagi Dewa Jade Emperor 玉皇大帝 (yu
huang da di)yaitu dewa pemimpin langit atau raja langit. Hari ke 9 ini disebut-
sebut juga sebagai hari Imlek nya orang Hokkian. Ini disebabkan pada hari ini
orang Hokkian melakukan sembahyang mengucap syukur kepada Thian (Tuhan)
dengan sajian utamanya adalah tebu. Tebu dipakai dan diperingati, karena
berabad-abad silam suku Hokkian dapat selamat dari pembantaian dengan
bersembunyi di perkebunan tebu.
(8) Hari ke-10 sampai hari ke-12.
Hari-hari meneruskan perayaan Imlek dengan keluarga dan sahabat.
(9) Hari ke-13.
Hari dimana makanan vegetarian (cia cai) dikonsumsi. Ini perlu dilakukan
untuk “membersihkan” perut setalah dua minggu mengkonsumsi aneka makanan
walaupun masyarakat tersebut bukanlah vegetarian. Hal ini perlu dilakukan untuk
menjaga kesehatan.
15
(10) Hari ke-14.
Dipakai untuk menyiapkan diri untuk perayaan Cap Go Meh. Pada hari ini
biasanya masyarakat kembali membersihkan rumah agar pada perayaan Cap Go
Meh rumah dalam keadaan baik dan bersih.
(11) Hari ke-15.
Menandakan malam dengan bulan purnama yang pertama kalinya setelah
Imlek, makanya disebut juga sebagai yuan xiao jie (malam pertama bulan
purnama) atau Cap Go Meh (dialek Hokkian). Makan malam reuni diadakan lagi.
Tang yuen (semacam onde dengan isi), simbolisme dari bulan purnama dan
kebersamaan dikonsumsi.
Demikianlah perayaan Imlek diawali pada bulan baru di hari pertama dan
berakhir pada bulan purnama di hari ke lima belas adalah tradisi dan perayaan
yang kaya dan sarat dengan makna yang adhi luhur dan positif. Bukan sekedar
hura-hura dan urusan memberikan ang pau saja.
2.1.3 Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan
bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana
setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Koentjaningrat,
1985: 60).
Masyarakat manusia juga merupakan system hubungan social (social
relation system) yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia.
Untuk mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat
perlu belajar dan memperoleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan
oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu.
16
Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia
berasal dari kata zhonghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian
dilafalkan sebagai Tionghoa.
Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga China) di Indonesia adalah
salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah
Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa
Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina
selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina
utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:
hanren, "orang Han").
Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur
mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun
yang lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan
kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang
berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan
dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan
sebaliknya.
Dalam perkembangan zaman, maka masyarakat Tionghoa di Indonesia
mengalami polarisasi sosial, sesuai dengan tempat ia berada. Di Jakarta misalnya,
masyarakat Tionghoa berinteraksi dengan kebudayaan Betawi. bahkan sebahagian
dari etnik Tionghoa ini masuk dan melebur diri menjadi etnik Betawi, atau
memakai dwisuku yaitu Tionghoa dan Betawi sekali gus. Di antara mereka ada
yang beragama Buddha, Konghucu, Islam, dan Kristen. Di berbagai kawasan di
Pulau Jawa mereka juga melakukan akulturasi dan strategi adaptasi kebudayaan
17
dengan etnik Sunda dan Jawa. Mereka menggunakan nama-nama Melayu, Jawa,
dan Sunda sebagai bahagian dari strategi adaptasi budaya ini. Selain itu, mereka
juga menggunakan berbagai unsur kebudayaan setempat seperti bahasa, busana,
adat-istiadat, percampuran perkawinan, dan lain-lain.
Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat pematang
Siantar, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Di kawasan ini masyarakat Tionghoa
yang berjumlah sekitar 3 persen itu melakukan strategi adaptasi kebudayaan. Di
Pematang Siantar ini yang terdiri dari etnik Batak Toba, Simalungun, Jawa, dan
lainnya, mendasarkan keberadaan budaya pada konsep bhinnekata tunggal ika,
yang artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga dalam bingkai Negara
kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu mari kita lihat keberadaan
mayarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.
2.1.4 Kota Pematang Siantar
Secara geografis kota Pemtang Siantar terletak diantara 3°01’09”-2 54’00”
Lintang Utara dan 99°06’-99 01’ Bujur Timur. Kota ini terletak pada ketinggian
400 meter diatas permukaan laut. Seluruh kota Pematang Siantar memiliki luas
wilayah 79,07 kilometerpersegi. Kota Pematang Siantar mempunyai iklim tropis
dengan suhu minimum antara 23,2-24,1 Celcius dan suhu maksimum berkisar
antara 30,6-34,1 Celcius. Selain itu, karena letaknya hanya 400 di atas permukaan
laut maka suhu di daerah ini umumnya tidak terlalu dingin.
Jumlah penduduk di Kota Pematang Siantar tahun 2008 sebanyak 249.985
jiwa, dengan rumah tangga sebanyak 55.656 rumah tangga. Dengan luas wilayah
sekitar 79,97 kilometer persegi, maka tingkat penduduk Kota Pematangsiantar
kira-kira 3.100 jiwa perkilometer persegi. Sebagian besar penduduk hidup sebagai
18
pegawai, karyawan, pedagang dan wiraswasta, dan hanya sebagian kecil yang
hidup sebagai petani.
Pematang Siantar adalah kota yang majemuk , baik dalam hal suku maupun
agama. Meskipun kota ini dikelilingi kabupaten Simalungun, namun data statistic
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Pematang Siantar adalah suku
Batak Toba (Tapanuli) sebanyak 47,4 persen, disusul oleh suku jawa diurutan
kedua sebanyak 25,5 persen, baru Simalungun 6,6 persen diurutan keluarga.
Selebihnya adalah Madina 5,6 persen, Cina 3,7 persen, Minang 2,4 persen dan
Karo 1,7 persen. Sisanya daalah Melayu , Pakpak, Aceh dan sebagainya. Agama
yang dianut pun beraneka ragam. Mayoritas adalah Kristen Protestan sebanyak
44,4 persen, disusul oleh Islam 43,6 persen, Buddha 6,6 persen, Katolik 5 persen,
sisanya adalah Hindu, Konghucu, dan lain-lain.
Polarisasi agama dan etnik adalah sebahagian besar penganut Protestan dan
Katolik adalah etnik batak Toba dan Simalungun. Sementara itu, agama Islam
mayoritas dianut oleh suku Jawa, Mandailing, Melayu, Aceh, dan lainnya. Orang-
orang Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya mayoritas beragama Budha
dan Konghucu, dan juga Protestan dan Katolik. Orang Tionghoa yang beragama
Protestan umumnya berada dalam organisasi Gereja Methodis. Orang Tionghoa
yang beragama Islam biasanya masuk ke dalam kelompok ahlusunnah wal
jamaah atau Sunni dan sebahagian adalah dalam organisasi Muhammadiyah.
Orang-orang Tionghoa muslim ada yang menyatu dalam kelompok PITI
(Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).
Secara perekonomian, masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar
umumnya adalah bergerak di bidang perniagaan menjadi pedagang. Mereka
membuka mal, toko serba ada, kedai sampah, kedai grosir, perniagaan alat-alat
19
industri, makanan dan minuman (yang terkenal salah satu di antaranya adalah
kopi tiam Sedap, dan juga roti ganda khas Pematang Siantar), usaha perkebunan,
dan lain-lainnya. Di antara masyarakat Tionghoa ini ada juga yang berusaha
sebagai penanam sayur-mayur, yang selalu disebut sebagai Cina kebun sayur.
Bagaimanapun, orang Tionghoa umumnya ulet dalam usaha perdagangan ini,
termasuk di Kota Pematang Siantar.
Di antara kota-kota di Sumatera Utara, kota Pematang Siantar adalah kota
terbesar kedua setelah kota Medan, tidak hanya dalam hal penduduk atpi juga
dalam hal industri. Sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian
kota ini, dan memberikan kontribusi terbesar pada kegiatan ekonomi. Dikota
Pematang Siantar terdapat 45 perusahaan industry besar dan sedang yang
menyerap tenaga kerja lebuh dari 4.600 orang. Pada tahun 2006 industri besar dan
sedang menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 2,59 triliun, dan memberikan
nilai tambah sebesar Rp 1,2 triliun. Hasil industry antara lain dalah rokok putih
filter dan non filter serta tepung tapioca. Salah satu pabrik rokok terkenal di
Sumatera Utara terdapat di Kota ini yaitu Pabrik Rokok Sumatera Tobacco
Trading Company (STTC).
Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematang Siantar
merupakan daerah kerajaan Siantar, yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja
terakhir Dinasti keturunan marga Damanik ialah Tuan Sangnawaluh Damanik,
yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Setelah Belanda memasuki
Sumatera Utara, Simalungun menjadi daerah kekuasaannya, sehingga pada tahun
1907 berakhirlah kekuasaan para raja-raja. Contreleur Belanda yang semula
berkedudukan di Perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematang Siantar.
Sejak itu Pematangsianta berubah menjadi daerah ynag banyak dikunjungi
20
pendatang baru. Bangsa Cina mendiami kawasan Timbang Galung dan Kampung
Melayu.
Berdasarkan Staadblad Belanda Nomor 285 tanggal 1 Juli 1917,
Pematangsiantar kemudian berubah menjadi Gemeente yang punya kewenangan
otonomi sendiri. Sejak 1 Januari 1939 berdasarkan StaadBlad Nomor 717 Kota
Siantar berubah menjadi Gemeente yang punya Dewan Kota. Pada masa
pendudukan Jepang berubah menjadi Siantar State dan menghapuskan Dewan
Kota. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan, berdasarkan UU Nomor
22/1948, status Gemeente dirubah menjadi ibukota Kabupaten Simalungun dan
walikotanya dirangkap Bupati Simalungun hingga tahun 1957. Berdasarkan UU
Nomor 1/1957 berubah menjadi Kotapraja penuh. Dengan keluarnya UU Nomor
18/1965 berubah menjadi Kotamadya dan berdasarkan UU Nomor 5/1974,
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, resmi menjadi Kotamadya
Pematangsiantar, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah berubah menjadi Daerah Tingkat II Pematang Siantar, dan
sejak 1999 nama “Kotamadya” Pematang Siantar berubah menjadi “Kota”
Pematang Siantar.
21
Gambar 1:
Peta Kota Pematang Siantar
2.2 Landasan Teori
Untuk mengkaji fungsi tahun baru Imlek dalam kebudayaan masyarakat
Tionghoa Kota Pematang Siantar penulis menggunakan teori fungsionalisme yang
lazim digunakan di dalam ilmu antropologi. Di sisi lain untuk mengkaji makna
22
aktivitas perayaan Imlek dalam masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar
ini, penulis menggunakan teori semiotik. Kedua teori ini dijabarkan secara detil
sebagai berikut.
2.2.1 Teori Fungsionalisme
Teori Fungsionalisme dalam ilmu Antropologi Budaya mulai
dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori
antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski(1884-1942).Ia lahir di Cracow, Polandia
sebagai putra bangsawan Polandia. Ia mengembangkan suatu kerangka teori baru
untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori
fungsionalisme kebudayaan atau a funcitionaly theory of culture.
Bagi Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi
teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa
semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat.
Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan
mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan,
setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam
suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang
bersangkutan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi
berintegrasi secara fungsional dan dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang
metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku
etnografi menegenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menyebabkan bahawa
konsepnya mengenai fungsi social dari adat,tingkah laku manusia, dan pranata-
pranata social menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi
social dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat,1987:167), yaitu:
23
1. Fungsi social dari suatu adat, pranata social atau unsure kebudayaan
pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya,
terhadap adat. Tingkah laku manusia dan pranata social yang lain
dalam masyarakat.
2. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure
kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau
efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk
mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga
masyarakat yang bersangkutan.
3. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure
kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau
efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara
integrasi dari suatu system social tertentu.
Contohnya : unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan
makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk
kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi.
2.2.2. Teori Semiotik
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu
yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan
semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah
ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.
Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics is usually defined
as a general philosophical theory dealing with the production of signs and
24
symbols as part of code systems which are used to communicate information.
Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all
signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses)
as they form code systems which systematically communicate information or
massages in literary every field of human behaviour and enterprise. (Semiotik
biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan
produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang
digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda
visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa
diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda
tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi
atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).
Menurut Barthes dalam (Kusumarini:2006).”Denotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas,
menghasilkan makna eksplisit, langsung , dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya
beroprasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti”
Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan
sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua.
Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.
Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini,
Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah
konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu
yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi
identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi
25
untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik,
mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau
dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di
dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.
2.3 Tinjauan Pustaka
W. Sofiani, Skripsi (2011) : Fungsi dan makna makanan tradisional pada
perayaan upacara budaya masyarakat tionghoa. Skripsi ini menjelaskan bahwa
makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi
tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga sebagai fungsi social,
budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat
setempat. Oleh karenya makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek dari
makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan
masyarakat. Makanan tradisional dapat menjadi asset atau modal bagi suatu
bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang
dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri.
Yohana, skripsi (2011) : Bentuk. Makna, dan fungsi ornamen yang
digunakan dalam perayaan tahun baru imlek oleh masyarakat tionghoa di kota
Medan. Skripsi ini menjelaskan tentang ornament yang paling diminati adalah
lampion. Mereka memasang Chinese Lampion yang bertuliskan huruf Cina.
Tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna dan doa meminta keberkahan di
tahun baru.
26
Permanasari, skripsi (2008) : Makna dan tradisi perayaan tahun baru imlek
dewasa ini : studi kasus pada beberapa warga etnis china di kota Bogor. Skripsi
ini menjelaskan bahwa sebagian etnis china di kota Bogor merayakan tahun baru
imlek. Telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan pelaksanaan tradisi
perayaan tahun baru imlek, telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan
pelaksanaan tradisi perayaan tahun baru imlek bagi etnis china di kota Bogor.
Penulis berpendapat bahwa faktor penguasaan bahasa dan pemahaman akan
tradisi budaya china serta keadaan lingkungan sosial budaya, sebagai penyebab
berbagai perubahan yang terjadi.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian makna tradisi
Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi
masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek
dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada
pelaksanaan tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar
petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut
perayaan imlek. Data dan informasi dikumpulkan selain bahan sekunder dari
literature-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke
obyek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat
ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain
penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian
ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.
Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah
angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai
akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan
28
dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara
akurat sesuai dengan sifat ilmiah itu sendiri. (Fatimah,1993:16)
Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan,
lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai dengan
hakikatnya (ciri criteria ilmiah tertentu) secara intuitif kebahasaan, berdasarkan
pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil
studi pustaka pada awal penelitian 9tahap studi pustaka sebelum penelitian
dimulai). Hal tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian demi bagian dengan
pertimbangan ilmiah. (Fatimah, 1993:7)
Secara deskriptif peneliti dapat memberikan cirri-ciri, sifat-sifat, serta
gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data
setelah data terkumpul. Dengan demikian penulis akan selalu mempertimbangkan
data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara
keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian
adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang
digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya. (Fatimah, 1993:7)
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan dan menganalisa suatu keadaan atau status fenomena secara
sistematis dan akurat mengenai fakta dari makna tradisi Menyalakan lampion,
makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota
Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data,
diantaranya observasi, wawancara, angket dan studi dokumentasi (studi
29
kepustakaan). Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumentasi (studi
kepustakaan) (Abdurrahmat, 2005:104)
Studi dokumentasi adalah langkah-langkah atau cara pengumpulan data
atau informan yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku,
majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevannya dengan
masalah yang diteliti.
3.2.1 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik
wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung
kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat
Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, “…kegiatan wawancara secara
umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik
bertanya dan pencatat data hasil wawancara.”
Dalam studi ini penulis melakukan penelitian terhadap beberapa rumah
pada keluarga etnis Tionghoa dan Vihara-vihara yang ada dikota Pematangsiantar.
Penulis menggunakan metode wawancara terutama dengan informan kunci yaitu
orang yang banyak mengetahui dan mengerti tentang tradisi pada perayaan imlek.
Metode wawancara yang penulis gunakan adalah:
1. Wawancara tak berencana atau unstandardized interview. Walaupun dalam
wawancara masalah-masalah yang dipertanyakan tidak menggunakan
daftar pertanyaan, namun penulis menggunakan suatu pedoman yang
berisikan garis besar pokok masalah yang ingin penulis peroleh
informasinya.
30
2. Wawancara sambil lalu atau Casual Interview. Bentuk wawancara ini
penulis gunakan juga terhadap beberapa pengurus vihara.
3.2.2 Observasi
Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak
melakukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 1955:69). Dalam mengumpulkan
data salah satu tehnik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan
secara langsung/observasi terhadap subyek yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini penulis mengadakan berulang kali
pengamatan/observasi secara langsung terhadap tradisi perayaan imlek yang tidak
direncanakan dikarenakan penulis berketurunan Tionghoa dan observasi terencana
juga sudah dilakukan berulang kali dimana sekarang ini peneliti telah
memfokuskan penelitian pada pengamatan lampion, makan malam, dan
membakar petasan dalam penyambutan imlek.
3.2.3 Studi Kepustakaan
Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan
berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna
melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari
hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur ini dapat berasal dari penelitian
yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu
sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu
berupa buku, jurnal, makalah, artikel dan berita-berita dari situs internet.
31
3.3 Data dan Sumber Data
Dalam setiap penelitian, data menjadi patokan yang sangat penting bagi
setiap penulis untuk menganalisis masalah yang dikemukakan. Data yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang dipakai pada perayaan
imlek bagi masyarakat tionghoa di kota Pematangsiantar. Data-data yang
digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber
data primer tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nama : Bapak Ho Boen Boe / He Wen Bin
Profesi : Guru
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Flores No.2B Pematangsiantar
2. Nama : Biksu Zheng Yuan
Profesi : Biksu
Usia :
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Thamrin (Vihara Fo Lian Tang / Samiddha Bhagya)
Kecamatan Siantar Barat
3. Nama : Erbin
Profesi : Ketua Pembina Pemuda Tionghoa Pematangsiantar
Usia : 20 tahun
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Sibolga No.3 Pematangsiantar
Sumber data sekunder adalah:
Sumber data sekunder : Sekilas Budaya Tionghoa
32
Halaman : 120hlm
Percetakan : Gramedia
Penerbit : PT Bhuana Ilmu Komputer
3.4 Teknik Analisis Data
Data artinya informasi yang didapat melalui pengukuran-pengukuran
tertentu, untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis
menjadi fakta. Sedangkan fakta itu adalah kenyataan yang telah diuji
kebenarannya secara empiris, antara lain melalui analisis data (Abdurrahmat,
2005:104)
Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam
atau mengiterpretasikan secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan
pertanyaan penelitian.
Adapun proses yang dilakukan adalah:
1. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat Tionghoa, untuk memudahkan
penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi
tentang makna tradisi menyalakan lentera, makan malam bersama dan
pemberian angpau serta tata cara pelaksanaannya.
2. Mengumpulkan buku-buku atau jurnal-jurnal yang diharapkan dapat
mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap paling
penting dan penyusunannya secara sistematis.
3. Pemaknaan antara lambang menjadi arti.
4. Berdasarkan data-data yang diambil, lalu penulis dapat membuat
kesimpulan dari hasil yang diteliti dalam proses jalannya penelitian ini.
33
3.4.1 Lokasi Penelitian`
Lokasi penelitian berada di beberapa tempat di Kota Pematangsiantar
khususnya di Jl. Thamrin no.7 vihara Bhagya / Fo Lian Tang , Jl. Thamrin
no.63/64/65 perpustakaan vihara Bhagya, Jl. Pane vihara Avalokitesvara , Jl.
Pematang vihara Ci Fa Gong Pematangsiantar dan perumahan masyarakat
Tionghoa yang berada di Kecamatan Dwikora. Pemilihan lokasi penelitian ini,
karena disini terdapat masyarakat Tionghoa, sehingga penulis lebih mudah untuk
mewawancarai masyarakat Tionghoa.
34
BAB IV
FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA MASYARAKAT
TIONGHOA DI PEMATANMG SIANTAR
Bab empat ini membahas tentang Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek
pada Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar. Secara fungsional tradisi
menyalakan lampion, makan malam bersama dan menyalakan lentera dalam
menyambut imlek pada masyarakat Tionghoa merupakan salah satu aspek yang
merujuk pada pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan dan tradisi secara
turun temurun dalam masyarakat Tionghoa. Adapun analisis Fungsi dan Makna
Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar.
4.1 Fungsi Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan
Untuk menganalisis fungsi tradisi menyalakan lampion, makan malam
bersama dan menyalakan lentera dalam menyambut imlek pada masyarakat
Tionghoa penulis berpedoman pada pendapat Malinowski (Ihroni 2006), yaitu
sebagai berikut:
“…semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.”
4.1.1 Lampion
Lampion adalah sarang lampu yang terbuat dari bambu dan dibungkus
dengan kain sutra. Pada zaman dulu masyarakat tionghoa mengisi lampion dengan
35
menggunakan lilin sebagai penerang. Namun dengan berkembangnya zaman, di
era dewasa ini masyarakat mengisi lampion dengan menggunakan bola lampu
tanpa mengubah fungsi dan makna dari lampion itu sendiri. Dalam menyambut
perayaan imlek menggantungkan lampion adalah salah satu hal yang selalu
dilakukan pada saat menjelang perayaan imlek. Menurut Erbin salah seorang
informan dalam penelitian ini, yang juga merupakan masyarakat Tionghoa
Pematangsiantar mengatakan bahwa pada zaman sekarang ini lampion selain
digunakan sebagai penerang juga digunakan sebagai hiasan rumah, bukan hanya
pada perayaan imlek saja tapi juga pada keseharian.
4.1.2 Makan Malam
Tradisi makan malam pada perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi
yang penting dan tidak boleh dilupakan. Makan bersama seluruh anggota keluarga
pada malam sebelum tahun baru imlek merupakan ungkapan kebersamaan dan
keutuhan keluarga dalam menyambut tahun baru. Pada saat makan malam ini
semua keluarga berkumpul dan menyantap berbagai jenis makanan.
4.1.2.1 Kue Keranjang
Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan, nian gao
lebih sering disebut dengan kue kranjang dan kue ini adalah hidangan wajib pada
perayaan imlek. Disebut kue keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat
dari keranjang dimana kue ini memiliki cita rasa yang manis dan umumnya kue-
kue yang disajikan pada hari raya tahun baru Imlek jauh lebih manis daripada
biasanya.
36
Kue keranjang ini terbuat dari tepung ketan dan gula pasir dimana tepung
ketan digiling kemudian diayak dan gula pasir dicairkan dengan air kemudian
kedua bahan tersebut dicampurkan dan di aduk hingga rata dan kental. Kemudian
didiamkan selama 10 hari dan setelah proses ini, adonan kembali dicairkan
dengan menambahkan gula pasir yang sudah dicairkan.
Selanjutnya adonan tersebut dicetak dengan menggunakan keranjang-
keranjang yang berbentuk bulat dan dialasi dengan daun pisang dimana pada
bagian atas keranjang sudah diikat dengan benang merah atau buak chao yang
dipercaya memiliki fungsi sebagai penangkal pengaruh buruk dan jauh dari aura
negatif. Kemudian adonan yang sudah berada didalam cetakan tersebut
dimasukkan dan disusun didalam dandang khusus untuk diuapi selama 9 jam,
kemudian kue dibungkus dengan plastik atau daun pisang. Di kota
Pematangsiantar umumnya kue keranjang dibungkus dengan menggunakan
plastik dan kemudian disimpan dengan baik agar menghasilkan kue keranjang
yang tahan lama.
Menurut Bapak A Boen yang merupakan salah seorang informan dalam
penelitian ini, saat pembuatan kue keranjang dilarang mengucapkan kata-kata
kotor, bagi wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk membuat kue
keranjang, tidak dalam keadaan berduka karena meninggalnya salah satu anggota
keluarga dan harus konsentrasi pada pembuatan kue.
4.1.2.2 Ikan dan Ayam
Ikan dan ayam merupakan hidangan favorit, apalagi di malam tahun baru
imlek. Biasanya ikan yang disajikan adalah ikan yang berukuran kurang lebih
37
sebesar ukuran piring sajian ikan. Dalam memasak sajian ikan dan ayam ini sama
halnya seperti memasak ikan dan ayam pada umumnya.
4.1.2.3 Bakmi
Hidangan wajib yang juga menjadi favorit masyarakat tionghoa di Kota
Pematangsiantar adalah bakmie. Bakmi adalah mie yang ketika dimasak dicampur
dengan kaldu daging dan dengan campuran daging itu sendiri dimana bagi
masyarakat Tionghoa Pematangsiantar yang bukan beragama muslim
menggunakan daging babi dan masyarkat Tionghoa Pematangsiantar yang
beragama muslim menggunakan daging sapi. Hidangan ini disajikan tanpa putus
dari ujung awal ke ujung akhir (dalam satu untaian panjang) .
4.1.2.4 Yu Sheng
Yu Sheng adalah hidangan salad ikan. Menurut ibu Lili yang merupakan
informan dalam penelitian ini cara membuat salad ikan ini sangat sederhana. Ikan
dibersihkan lalu digoreng kemudian disajikan dengan dilumuri saus manis
diatasnya. Ikan yang digunakan pada hidangan ini adalah ikan yang berukuran
besar seperti ikan gurami, nila dan sebagainya yang berukuran besar. Hidangan ini
merupakan hidangan utama pada makan malam menyambut imlek bagi
masyarakat Tionghoa Pematangsiantar.
4.1.2.5 Kue Apem
Kue Apem adalah kue yang berwarna merah muda yang pada bagian atas
kue mengembang. Bahan dasar kue ini adalah tepung terigu, gula putih, telur,
pengembang kue dan pewarna makanan. Pewarna makanan yang biasa digunakan
38
untuk pembuatan kue apem imlek ini adalah pewarna makanan yang berwarna
merah muda.
Cara pembuatan kue ini adalah dengan mengayak tepung terigu, lalu
campurkan semua bahan kemudian diadon. Selanjutnya adonan dimasukkan
kedalam cetakan kue apem yang biasanya terbuat dari aluminium dan setelah
proses tersebut masukkan kedalan dandang untuk proses pengukusan.
Kue ini berfungsi sebagai hidangan penutup dan dan juga sebagai sesaji
untuk dewa-dewi dan leluhur dengan cara meletakkannya di atas meja altar. Jadi
kue ini berfungsi juga menjaga hubungan manusia dengan alam dewa.
4.1.2.6 Hong Gui
Kue hong gui atau kue tha pa khe adalah kue yang terbuat dari tepung
ketan. Cara membuat kue ini dengan cara mencampurkan tepung ketan, santan,
garam dan pewarna merah lalu semua bahan tersebut di adon dan kemudian
adonan tersebut diiisi dengan kacang merah atau kacang hijau dengan tambahan
gula kemudian dikukus.
Pada acara makan malam, kue ini digunakan sebagai hidangan penutup
dan juga berfungsi sebagai sesaji dan diletakkan dimeja altar untuk para leluhur
dan dewa-dewi.
4.1.2.7 Kue Bao (Pao)
Kue pao adalah kue yang berwarna putih yang biasanya diisi dengan
daging dimana bahan dasar dari kulit luar kue ini adalah tepung terigu. Cara
membuat isi dari kue pao ini sesuai selera dan menurut ibu Lili yang merupakan
sumber dari penelitian ini cara memasak isi kue pao yaitu dengan menumis
39
bawang Bombay terlebih dahulu sampai harum, lalu tambahkan daging giling dan
aduk sampai berubah warna. Kemudian masukkan kecap manis, kecap asin agar
lebih gurih, garam, merica bubuk, dan gula pasir dan diaduk lagi hingga rata.
Setelah itu tuangkan air dan tumis sampai air tersebut meresap setelah air meresap
tambahkan daun bawang dan aduk rata lagi. Kemudian angkat tumisan isi tersebut
dan untuk membuat kulit dari kue pao ini yang pertama dilakukan adalah campur
tepung terigu, ragi instan, pengembang kue, gula tepung, dan susu bubuk.
Kemudian aduk sampai rata lalu tambahan putih telur dan air es sedikit-sedikit
sambil menguleni adonan kulit kue pao sampai kalis setekah adonan kalis,
masukkan mentega putih dan garam lalu uleni sampai elastis seperti adonan donat.
Kemudian diamkan 30 menit, setelah 30 menit, kempiskan adonan lalu timbang
adonan masing-masing 25 gram adonan dan diamkan 10 menit. Setelah proses
tersebut selesai, kulit pao sudah bisa diberi isi, setelah diberi isi, bentuk bulat lagi
adonan pao tersebut kemudian letakkan di kertas roti dan diamkan 20 menit lagi.
Setelah proses tersebut, kukus 7 menit dengan api sedang.
Selain berfungsi sebagai sajian penutup pada acara makan malam bersama
dalam menyambut imlek, kue ini juga digunakan sebagai sesaji untuk dewa-dewi
dan leluhur dan diletakkan di meja altar.
4.1.2.8 Aneka Permen, Buah Nanas, Apel, Buah Pear atau Li
Permen adalah sajian yang manis dan pada malam penyambutan imlek
berbagai aneka permen dimasukkan kedalam stoples dan disajikan disamping
buah-buahan seperti nanas, apel, pear, dan jeruk dimana jeruk yang disajikan oleh
masyarakat tionghoa di Pematangsiantar adalah jeruk dari jenis Mandarin dan
40
Sunkist yang memiliki warna yang kuning (mirip warna emas) selanjutnya buah-
buah ini disusun diatas piring untuk disajikan sebagai pencuci mulut.
4.1.3 Petasan
Tradisi menyalakan petasan pada tahun baru imlek menjadi sebuah tradisi
penting yang tidak boleh dilupakan. Pada zaman Cina kuno, petasan yang
diledakan terbuat dari batang bambu yang diisi bubuk mesiu dan kemudian
diledakkan. Fungsinya selain menjauhkan rumah dari binatang buas dan juga
digunakan untuk mengusir roh jahat. Menyalakan petasan tidak hanya sekedar
digunakan untuk memeriahkan suasana imlek, tetapi juga menandakan waktu
yang menyenangkan atas tahun lalu dan menuju tahun baru yang lebih
membahagiakan.
4.1.3.1 Petasan untaian atau Bian Pao(鞭炮)
Bian Pao (鞭炮)berasal dari bahasa mandarin yang artinya “ petasan
untaian”. Seperti namanya petasan ini saling beruntai satu sama lainnya, namun di
Kota Pematangsiantar petasan untaian ini sering disebut dengan mercon cabai.
Petasan ini digantungkan dengan sebatang bambu dan diletakkan di sisi kiri atau
kanan bagian depan pintu. Fungsinya untuk memulai penyambutan perayaan
tahun baru imlek dan untuk mengusir roh jahat. Berikut ini adalah gambar dari
petasan bian pao(鞭炮:
41
Gambar 2:
Petasan
4.1.3.2 Petasan Bunga Api atau Yanhua baozhu (烟花爆竹)
Petasan bunga api atau yang biasa kita sebut dengan kembang api ini
adalah petasan yang melambung ke udara ketika kita membakarnya. Seperti
namanya, ketika dibakar petasan ini akan melambung di udara dan membentuk
seperti bunga. Selain berfungsi untuk memeriahkan suasana malam imlek, petasan
ini juga berfungsi untuk mengusit roh jahat seperti fungsi petasan pada umumya.
Berikut ini adalah gambar dari petasan bunga api atau yanhua baozhu (烟花爆竹)
ketika perayaan imlek di kota Pematangsiantar tepatnya di lapangan H.Adam
Malik pada tahun 2010 :
Gambar 4:
Petasan Bunga Api
42
4.2 Makna Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan.
Menurut kepercayaan masyarakat tionghoa, setiap tradisi yang dijalankan
memiliki makna tersendiri. Disini penulis akan menguraikan makna atau arti dari
tradisi lampion, makan malam dan petasan. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis dengan beberapa tokoh masyarkat pada penelitian ini,
penulis berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang makna tradisi
lampion, makan malam dan petasan. Adapun maknanya yaitu sebagai berikut :
makna rezeki, makna kebahagiaan, makna sukacita, makna kehidupan, makna
keharmonisan keluarga dan makna umur panjang. Untuk lebih jelasnya, penulis
akan menguraikannya secara terperinci makna pada tradisi menyalakan lampion,
makan malam, dan petasan dalam menyambut imlek di kota Pematangsiantar.
4.2.1 Lampion
Dalam menyambut perayaan imlek menggantungkan lampion adalah salah
satu hal yang selalu dilakukan pada saat menjelang perayaan imlek. Lampion
dengan berbagai bentuk tanpa terdapat tulisan-tulisan pada setiap bagian sisi
lampion dan digantungkan dengan mengandung makna “sebuah harapan hidup
senantiasa terang menderang sepanjang tahun”. Sedangkan lampion yang
memiliki bentuk dan tulisan yang berbeda-beda dimana setiap tulisannya
mengandung makna tersendiri.
4.2.1.1 Lampion Bundar
Lampion ini berbentuk bundar atau sering juga disebut dengan lampion
labu, pada lampion ini tertulis gong xi fa cai (恭喜发财)。 Gong xi (恭喜) yang
43
berarati “semoga berbahagia” dan fa cai(发财)yang berarti “bertambah kaya”.
Jadi gong xi fa cai 恭喜发财 mengandung arti “semoga bahagia memperoleh
keberuntungan besar” . Berikut ini adalah gambar lampion bundar yang memiliki
tulisan 恭喜发财 :
Gambar 5:
Lampion Merah Bertuliskan Gong Xi Fa Cai
Disisi lain terdapat tulisan zhao (招) yang mengandung arti “mengundang
atau memanggil”, cai (财)“kekayaan”, jin (进) ”masuk”, bao (宝) “harta
benda”. Dari perpaduan tulisan ini mengandung arti “mengundang kekayaan
harta benda masuk kedalam rumah”. Mengandung arti masuk kedalam rumah
dikarenakan biasanya lampion digantung di depan rumah. Berikut ini dalah
gambar lampion yang memiliki tulisan-tulisan seperti di atas :
44
Gambar 6:
Lampion Bertuliskan Zhao
Kemudian dalam penyambutan Imlek ada juga lampion yang bertuliskan “ji
xiang ru yi”(吉祥如意) dimana Ji xiang (吉祥) yang berarti “keberuntungan”
dan ru yi (如意) yang berarti “sesuai keinginan dan dengan memasang lampion
ini diharapkan agar sepanjang tahun mendapatkan keberuntungan sesuai yang
diinginkan.
Gambar 7:
Lampion Bertuliskan Ji Xiang Ru Yi
Selain tulisan-tulisan di atas ada juga tulisan lain yang terdapat pada
lampion bundar ini seperti tulisan fu (福) yang mengandung arti “rezeki” dimana
seperti arti “fu” yaitu rezeki dengan memasang lampion bertuliskan “fu”
diharapkan agar rezeki selalu masuk kedalam rumah sepanjang tahun.
45
Gambar 8a dan 8b:
Lampion Bertuliskan Fu
Kemudian ada juga lampion bundar yang bertuliskan wang(旺)yang
mengandung arti “makmur,subur” dan dengan memasang lampion ini diharapkan
agar kehidupan kita makmur. Berikut ini adalah gambar dari lampion yang
bertuliskan aaksara cina wang(旺).
Gambar 9:
Lampion Bertuliskan Wang
4.2.1.2 Lampion bunga atau huadeng (花灯)
lampion bunga ini adalah lampion yang memiliki variasi bentuk. Tulisan-
tulisan yang terdapat pada lampion bunga ini juga sama seperti tulisan yang
46
terdapat pada lampion bundar dan juga memiliki makna yang sama. Berikut
gambar dari lampion bunga:
Gambar 10a, 10b, dan 10c:
Lampion Bunga
4.2.1.3 Lampion istana atau gong deng (宫灯)
Lampion istana atau gong deng (宫灯)juga salah satu lampion yang
memiliki variasi bentuk. Disebut dengan lampion istana karena lampion ini
banyak terdapat di istana dan ruangan-ruangan besar seperti vihara dan aula. Di
Pematangsiantar, lampion istana dapat ditemukan di berbagai vihara. Pada
lampion istana ini juga terdapat tulisan-tulisan aksara mandarin yang sama seperti
tulisan pada lampion bundar dan juga memiliki makna yang sama. Berikut adalah
gambar dari lampion istana:
47
Gambar 11:
Lampion Istana
4.2.1.4 Lampion Lonjong
Lampion ini berbentuk lonjong dengan memiliki tulisa-tulisan aksara
mandarin ying (迎) menyambut,chun (春) musim semi,jie (接)menerima,fu
(福) rezeki. Makna dari keseluruhan kata tersebut adalah “dalam menyambut
musim semi, mendapatkan rezeki”.
Gambar 12:
Lampion Lonjong
Kemudian ada juga terdapat aksara mandarin lama “fa” (kembang),
dengan memasang lampion ini diharapkan agar kehidupan dapat berkembang
48
sepanjang tahun. Berikut adalah gambar dari lampion yang mengandung makna
“fa” :
Gambar 13:
Lampion Lonjong Bertuliskan Fa
4.2.2 Makan Malam
Tradisi makan malam pada perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi
yang selalu dilakukan pada malam pergantian tahun ini. Dimana setiap jenis
makanan yang disantap mengandung makna tersendiri.
4.2.2.1 Nian Gao atau kue keranjang
Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan. Disebut kue
keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat dari keranjang. Nian 年 berasal
dari bahasa mandarin yang artinya tahun dan 糕Gao dalam bahasa mandarin
artinya kue dan 高 Gao juga memiliki arti lain yaitu tinggi, oleh sebab itu kue
keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil
kue yang disusun yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau
kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang
menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang
49
disusun ke atas. Hal ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian
menanjak setiap tahunnya.
Kue Keranjang berbentuk bulat, mengandung makna agar keluarga yang
merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam
menghadapi tahun yang akan datang. Kue-kue yang disajikan pada hari raya tahun
baru Imlek pada umumnya jauh lebih manis daripada biasanya, dengan sajian kue
keranjang yang lebih manis diharapkan di tahun mendatang perjalanan hidup kita
bisa menjadi lebih manis lagi daripada di tahun-tahun sebelumnya.
4.2.2.2 Ikan
Ikan merupakan hidangan favorit, apalagi di malam tahun baru. Ikan
adalah simbol rezeki karena bunyi karakter 鱼"yu" yang berarti “ikan” sama
dengan bunyi pelafalan 余 "yu" yang berarti “berlebih”. Makna dari sajian ikan
ini adalah agar sepanjang tahun mendapat rezeki yang berlebih. Makanya ada
ungkapan "nian nian you yu" yang artinya "setiap tahun berlebih (rezekinya).”
4.2.2.3 Ayam
Ayam adalah simbol Peluang karena bunyi 鸡“ji" yang berarti ayam sama
seperti bunyi 机 ”ji” yang berarti peluang . Sajian ini diharapkan agar memperoleh
peluang dalam hidup dimana masyarakat Tionghoa Pematangsiantar berharap agar
dalam menjalankan bisnis mendapatkan peluang yang besar dalam keuntungan
dan kesuksesan.
50
4.2.2.4 Bakmi
Hidangan wajib yang juga menjadi favorit masyarakat tionghoa di Kota
Pematangsiantar. Bakmi adalah mie yang ketika dimasak dicampur dengan
daging. Hidangan ini disajikan tanpa putus dari ujung awal ke ujung akhir (dalam
satu untaian panjang) sebagai simbol dan harapan agar dikaruniai panjang umur."
Pada masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar, jenis mie yang disajikan
adalah mie kuning.
4.2.2.5 Yu Sheng
Yu Sheng adalah hidangan salad ikan. Yu sheng kalau sama di ucapkan
bunyinya mengandung arti “ bertambah surplusnya”. Hidangan ini dipercaya
sebagai hidangan yang dapat membawa keberuntungan dalam kehidupan kita
mendatang.
4.2.2.6 Kue Apem
Kue Apem adalah berwarna merah muda yang pada bagian atas kue
mengembang. Sajian ini diharapkan agar kehidupan bertambah berkembang
sepanjang tahun, mekar seperti bentuk pada bagian atas kue ini.
4.2.2.7 Hong gui
Hong 红 yang berarti merah dan gui 龟 yang berarti kura-kura. kue yang
berwarna merah yang bentuknya seperti kura-kura dan didalamnya terdapat
kacang hijau, kacang tanah dan gula ini mengandung makna agar panjang umur.
Seperti halnya kura-kura yang memiliki umur panjang. Dengan menyantap sajian
ini diharapkan kita mendapat usia yang panjang.
51
4.2.2.8 kue bao (pao)
包bao dengan nada satu berasal dari bahasa mandarin yang artinya roti dan
dengan pelafalan bunyi yang hampir sama yaitu 饱 bao dengan nada tiga yang
berarti kenyang atau penuh. Seperti artinya “penuh”, makna dalam menyantap
sajian ini “mendapatkan rezeki yang berlimpah.”
4.2.2.9 Jeruk
Dalam bahasa Mandarin, buah jeruk disebut sebagai 桔 "Jv" dan dengan
kemiripan bunyi yaitu 记 ”ji” mengandung arti kata "Selamat". jeruk yang
disajikan oleh masyarakat tionghoa di Pematangsiantar adalah jeruk dari jenis
Mandarin dan Sunkist yang memiliki warna yang kuning (mirip warna emas)
yang mengandung makna keselamatan dan kemakmuran.
4.2.2.10 Aneka permen
Permen adalah sajian yang manis. Jadi dari sajian yang manis ini diharapkan
agar kehidupan senantiasa "manis" pada tahun baru mendatang.
4.2.2.11 Buah Nanas
Nanas yang dalam bahasa mandarin disebut dengan 黄梨Huang li dan
dengan pelafalan yang hampir sama yaitu 旺Wang yang mengandung arti
“makmur,subur”. Sajian ini diharapkan agar dalam menjalani kehidupan kita bisa
maju dan dalam menjalani suatu usaha kita mampu mencapai kejayaan yang
diinginkan.
52
4.2.2.12 Apel
苹果Ping guo yang berarti apel dan 平安Ping An yang berarti damai dan
selamat. Di ambil dari kata ping buah ini melambangkan agar dalam menjalani
hidup sepanjang tahun hidup kita damai dan selamat dimana dengan hidup yang
damai kita mampu menjalani hidup dengan baik.
4.2.2.13 Buah Pear atau Li
Buah Pear adalah simbol keberuntungan.karena bunyi 梨 “li” dengan nada
dua yang berarti buah pear hampir sama seperti bunyi 利“li” dengan nada empat
yang berarti keuntungan atau keberuntungan. Makna menyantap sajian buah ini
adalah “mendapat keberuntungan dalam hidup” dimana sesuai dari makna buah
tersebut dalam menjalankan bisnis kita mendapatkan keberuntungan.
4.2.3 Petasan
Tradisi menyalakan petasan pada tahun baru imlek menjadi sebuah tradisi
penting yang tidak boleh dilupakan. Petasan ini mengandung makna kebahagiaan
dan syukur atas rezeki yang diberikan sepanjang tahun dan selain berdoa untuk
rezeki yang akan datang, kita juga harus bersyukur atas rezeki yang sudah
didapatkan karena hidup tidak lepas dari masa lalu dan masa yang akan datang.
53
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Makna Tradisi Penyambutan
Imlek bagi Masyarakat Tionghoa Pematangsiantar, bahwa masyarakat tersebut
memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri dan kebiasaan yang telah
diwariskan secara turun temurun.
Tradisi yang selalu dijalankan setiap tahunnya memiliki fungsi dan makna
tersendiri dan dijalankan dengan khidmat. Menyimak tradisi yang dilakukan oleh
masyarkat Tionghoa Pematangsiantar, disini penulis menemukan beberapa
kesimpulan mengenai fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek bagi
masyarakat tionghoa Pematangsiantar :
1. Merupakan tradisi turun temurun dari generasi sebelumnya yang
diwariskan pada generasi berikutnya.
2. Merupakan kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa setiap tradisi yang
dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian mengenai fungsi dan makna tradisi penyambutan
imlek pada masyarkat Tionghoa Pematangsiantar, penulis melihat ada beberapa
hal harus diperhatikan demi kelestarian budaya.
Penulis berharap, khususnya terhadap muda-mudi masyarakat Tionghoa
agar tetap menjaga kelestarian tradisi tersebut dengan mempelajari fungsi dan
makna tradisi penyambutan imlek. Skripsi ini kiranya juga menjadi rujukan bagi
54
mahasiswa-mahasiswa yang ingin melanjutkan tentang fungsi dan makna tradisi
penyambutan imlek.
Akhir kata penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima
dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi
ini.
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmat, Fathoni. 2006. Antropologi Sosial Budaya.Jakarta: P.T. Rhineka Cipta.
Benny,H.Hoed. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas
Bambu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. Harsojo.1977. Pengantar Antropologi Budaya. Jakarta: Bina Cipta. Ihromi, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:Yayasan Obor. Koentjaningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI Press). Permanasari,Y.Arianti. 2008. Makna dan Tradisi Perayaan Tahun Baru Imlek
Dewasa Ini ; Studi kasus pada beberapa warga etnis china di kota Bogor. Jakarta : Universitas Indonesia
Sofiani, W. 2011. Fungsi dan Makna Makanan Tradisonal Pada Perayaan
Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa. Medan: Universitas Sumatera Utara
Syafri,Syaiful. 2009. Mengenal Provinsi Sumatera Utara. Bekasi : Sari Ilmu
Pratama Yohana. 2011. Bentuk, Makna, dan Fungsi Ornamen yang Digunakan Pada
Perayaan Tahun Baru Imlek Masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Internet: http://titi-share.blogspot.com/2012/02/arti-dan-karakteristik-shio-cina.html http://rapolo.wordpress.com/category/sejarah-batak/ lontar.UI.ac.id www.duniabaca.com www.google.com
www.wikipedia.com
Kamus besar China – Indonesia , Pustaka Bahasa Asing, Beijing 1995, RRC
diterbitkan oleh Pustakan Bahasa Asing.(Universitas Beijing)
56