i
ii
UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Hak Cipta pasal 49
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan / atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana pennjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mendengarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
Penulis
Muhammad Rifai
Salam
Abd. Muhaemin
CV. Latinulu
iv
Penulis
Muhammad Rifai
Salam
Abd. Muhaemin
Editor
Takdir
Rahmatullah
Design Cover
Abd. Azis
Cetakan I, 2020
Ukr. 14 x 21 cm
ISBN. 978-623-92478-8-1
Penerbit
CV. Latinulu
Jln. Bulu Pattuku No. 16 Kel. Bongki Kec. Sinjai Utara Kab. Sinjai
Sulawesi Selatan
HP. 081355079231 / 0813 4222 0389
Email :[email protected]
Pencetak
CV. Latinulu
v
KATA PENGANTAR
Pembaca yang Budiman, terimakasih Anda membaca buku
ini. Buku ini adalah sekumpulan tulisan yang dihimpun dari
berbagai kegiatan penulis selama beberapa tahun, baik perkuliahan
maupun berbagai lokakarya dan seminar. Karena buku ini
diperuntukkan untuk perguruan tinggi khususnya mahasiswa
mengambil mata kuliah teori dan perilaku organisasi.
Saat ini pemahaman tentang organisasi pada umumnya
sudah memahami tapi itu sebatas pengalaman (experience) yang
didukung oleh teori-teori organisasi dan kepemimpinan sehingga
dalam praktek keseharian, pelaku organisasi sering mengalami
kesulitan dalam menerapkan fungsi dasar manajerial.
Tersebutlah misalnya perencanaan merupakan fungsi
manajerial yang sangat menentukan tercapainya tujuan organisasi.
Menurut pandangan Sondang P. Siagian (1983 : 18) perencanaan
adalah keseluruhan proses pemikiran penentuan secara matang
dari hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam
rangka yang telah ditentukan. Sementara itu menurut Pariata
Wistra (1982 : 26) dalam bukunya Ensiklopedia Administrasi,
perencanaan adalah : Aktifitas pokok dalam manajemen yang
menggambarkan hal-hal yang akan dikerjakan dan cara
mengerjakannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah
vi
ditentukan. Pekerjaan perencanaan ini merupakan salah satu
fungsi manajer disamping fungsi-fungsi pokok lainnya yaitu
penggerakan dan pengontrolan sebuah organisasi.
Terkait dengan perencanaan sebuah organisasi sangat
membutuhkan perilaku manajemen organisasi terutama dalam
pengambilan keputusan. Sangat diharapkan keputusan yang
diambil dapat diterima dan dirasakan manfaatnya oleh semua yang
terlibat dalam suatu organisasi melalui program yang
berkesinambungan. Hal ini dapat tercapai jika melalui sebuah
perencanaan yang matang.
Perencanaan adalah sebuah proses continue yang terdiri
dari keputusan atau pilihan dan berbagai cara untuk menggunakan
sumber daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan
dimasa yang akan datang. Dengan adanya perencanaan akan
terdapatnya suatu pengarahan kegiatan adanya pedoman bagi
kegiatan-kegiatan yang ditujuan kepada pencapaian tujuan
organisasi.
Tipologi kepemimpinan dalam sebuah organisasi sangat
berpengaruh terhadap fungsi perencanaan sebuah organisasi.
Tersebutlah misalnya kepemimpinan dengan tiper otoriter juga
akan melahirkan perencanaan keputusan yang otoriter pula.
Olehnya itu setiap organisasi mempunyai leader yang memiliki
tipologi kepemimpinan yang berbeda.
vii
Olehnya itu, buku ini hadir yang akan memberikan
gambaran tentang teori organisasi dan perilaku keorganisasian.
Buku ini terdiri atas 4 Bab. Bab pertama, memfokuskan pada
kajian mengenai konsep dasar organisasi dan perencanaan
organisasi. Bab kedua, membahas mengenai teori-teori
kepemimpina, tipologi kepemimpinan. Bab ketiga, membahasa
tentang konsep pengambilan keputusan dalam organisasi. Bab
keempat membahas tentang komunikasi dalam berorganisasi
terutama dalam mengkomunikasikan perencanaan pengambilan
keputusan sedapat mungkin melakukan komunikasi dari bawah
(hottom-comunication) agar tercipta perencanaan dari bawah
(bottom-planning). Sehingga melahirkan keputusan yang
mengarah pada participatory planning yaitu membuka ruang yang
seluas-luasnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi dalam
perencanaan kegiatan organisasi.
Akhirnya penulis persembahkan buku ini kepada khayalak
banyak, mahasiswa baik internal Institut Agama Islam
Muhammadiyah Sinjai dan Perguruan Tinggi Lainnya di Seluruh
Indonesia.
Penulis juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai yang telah
berkenaan memperbanyak buku ini, Rektor IAIM Sinjai Dr.
Firdaus, M.Ag., Dr. Ismail, M.Pd., Dr. Muhammad Anis,
M.HUM., Dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam IAIM
viii
Sinjai, Muhammad Ikbal, SPd., MPd., Ketua Prodi Ekonomi
Syariah IAIM Sinjai. Demikian pula tidak lupa ucapan terima
kasih di sampaikan kepada teman-teman Dosen Fakultas Ekonomi
dan Hukum Islam IAIM Sinjai, yang tidak sempat penulis sebut
sati persatu, juga tak lupa kepada isteri dan anak tercinta yang
mendukung penulis dalam menyelesaikan karya ini. Penulis sadar
sebagai sebuah karya insan tidak luput dari kesalahan, ibarat kata
pepatah taka da gading yang tak retak, retak-retak buka untuk
mempercantik gading, tetapi ikhtiar insan memberikan karya yang
bermakna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
sangatlah diharapkan kesempurnaan buku ini.
Sinjai, September 2020
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................... ix
BAB I KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN ORGANISASI ... 1
A. Pendahuluan ........................................................................... 1
B. Dasar-Dasar Manajemen Organisasi....................................... 2
C. Pengertian Perencanaan Dalam Organisasi ............................. 3
BAB II TEORI KEPEMIMPINAN ..................................................... 11
A. Typologi Kepemimpinan ........................................................ 11
B. Manajer dan Pemimpin ........................................................... 12
C. Karakteristik Pemimpin .......................................................... 14
D. Mentor .................................................................................... 15
E. Organisasi Islam Dalam Dinamika Kekinian .......................... 16
F. Dinamika Keummatan ............................................................ 18
BAB III PENGAMBILAN KEPUTUSAN ......................................... 20
A. Pengertian Pengambilan Keputusan ....................................... 20
B. Tahap Pengambilan Keputusan .............................................. 22
C. Sifat Pengambilan Keputusan ................................................. 22
D. Downsizing ............................................................................ 23
E. Langkah Kebijakan Downsizing ............................................. 29
F. Dampak Kebijakan Downsizing ............................................. 31
x
BAB III PENTINGNYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM
ORGANISASI……………………………………………………….. 35
A. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Dalam Organisasi….. 35
B. Manfaat Pendidikan Pelatihan……………………………… 45
C. Jenis Pendidikan dan Pelatihan…………………………….. 50
D. Pengertian Kinerja Dalam Organisasi……………………… 57
E. Penilaian Kinerja dan Kualitas Output…………………….. 65
F. Manajamen Sumber Daya Manusia………………………… 75
G. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Prestasi Kerja Dalam
Pandangan Islam……………………………………………. 94
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………... 101
1
BAB I
KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN ORGANISASI
A. PENDAHULUAN
Dalam pembukaan UUD 1945 itu dirumuskan pula tentang
landasan kefilsafatan dan tujuan Negara. Landasan kefilsafatannya
dirumuskan dalam bentuk kesatuan lima asas pokok dinamakan
Pancasila. Tatanan pokok yang mewujudkan Negara Indonesia
yang dikehendaki adalah Negara Pancasila. Sebagai wahana untuk
mewujudkannya dirumuskan terutama dalam pasal 27 ayat (2) dan
pasal 33 UUD 1945 yang secara normatif harus menjadi acuan
dalam menjalankan pemerintahan (Arief Shidarrto, 2009 : 46).
Apabila dicermati secara mendalam; yang diharapkan oleh
penyusun UUD 1945 bukanlah semata suatu Negara Hukum
dalam arti yang sangat sempit atau Negara berdasarkan Undang-
Undang bukan pula kehidupan bernegara berdasarkan supremasi
Hukum semata, tetapi kehidupan berbangsa dan bernegara yang
membawa keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia sebagai
satu kesatuan politik, tetapi juga bagi tiap-tiap warga Negaranya,
tua muda, kaya miskin, tanpa perbedaan asal usul, ethologis atau
rasial atau tinggi rendahnya status sosial seseorang, atau apa
agama yang dianutnya. Karena itu paham Negara Hukum
sebagaimana berkembang di abad ke-20 yaitu sekaligus harus
2
mengembangkan suatu Negara yang sejahtera (Jurgen Habermas,
1988 : 50)
Cita-cita luhur para pendiri bangsa seperti yang
disampaikan di muka tidak mungkin dapat terwujud apabila tidak
didukung dengan sistem perencanaan pembangunan yang baik
mulai dari pusat sampai daerah.
B. DASAR-DASAR MANAJEMEN ORGANISASI
Manajemen dalam bahasa inggris. Management berasal
dari kata to manageyang artinya mengatur, menata, mengelola.
Olehnya itu secara universal manajemen adalah pengaturan
penataan dan pengelolaan sebuah organisasi untuk mencapai
tujuannya.
B1. Fungsi Dasar Manajerial Organisasi
Secara garis besarnya fungsi dasar manajemen adalah:
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Pengkordinasian
4. Pengendalian
5. Pengawasan
Kelima fungsi manajemen tersebut sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan organisasi. Perencanaan misalnya
sebagai main function (fungsi utama) dari manajemen karena
perencanaan adalah pondasi untuk terlaksananya fungsi-fungsi
lainnya. Dan kelima fungsi tersebut saling terkait dan saling
3
mendukung untuk pencapaian tujuan organisasi. Dalam organisasi
terdiri dari beberapa orang yang saling kerjasama mengelola dan
mengurus organisasi dengan tugas dan tanggung jawab masing-
masing sebagaimana dalam struktur organisasi, itulah yang disebut
fungsi pengorganisasian.
Sementara terciptanya Job Description dan Working
Relation merupakan implementasi dari fungsi pengkordinasian.
Agar orang-orang yang terlibat dalam organisasi adalah saling
kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dalam organisai, fungsi pengendalian dan mengarahkan
adalah bagaimana mengarahkan organisasi tersebut dengan
berbagai kegiatan dan programnya agar dapat terarah dengan baik
untuk mencapai tujuannya. Segala kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengkordinasian dan pengendalian/pengarahan
agar terlaksana dengan baik harus dilakukan pengawasan
(controlling) baik internal maupun eksternal.
C. PENGERTIAN PERENCANAAN DALAM ORGANISASI
Perencanaan adalah proses continue yang terdiri dari
keperluan atau pilihan dan berbagai cara untuk menggunakan
sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan
tertentu dimasa mendatang. Pada dasarnya segala kegiatan dalam
organisasi baru akan terarah apabila dilandaskan pada suatu
perencanaan dan dikontrol, serta dievaluasi. Menurut pandangan
S. D. Siagian (1983 : 18). Perencanaan adalah keseluruhan proses
4
pemikiran penentuan secara matang dari hal-hal yang akan
dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka yang telah
ditentukan. Sementara itu menurut Pariata Wistra (1982 : 26)
dalam bukunya Ensiklopedia Administrasi, perencanaan adalah
aktifitas pokok dalam manajemen yang menggambarkan hal-hal
yang akan dikerjakan dan cara mengerjakannya dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pekerjaan perencanaan ini
adalah merupakan salah satu fungsi manager, disamping fungsi-
fungsi pokok lainnya yaitu penggerakan dan pengontrolan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Soul. M. Ketz dalam
bukunya A. Sistem Approach to Development Administration yang
dikutip Bintaro Tjokroamidjojo (1987 : 17) bahwa perencanaan
merupakan suatu hal yang sangat penting yaitu:
1) Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu
pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada pencapaian tujuan
organisasi.
2) Dengan perencanaan maka dilakukan suatu penataan
terhadap hal-hal dalam pelaksanaan yang akan dilalui.
Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-
prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-
hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi.
Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dibatasi
sedikit mungkin.
5
3) Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih
berbagai alternative tentang cara yang terbaik (the best
alternative) atau kesempatan untuk memiliki kombinasi cara
yang terbaik (the best combination).
4) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas,
memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan,
sasaran maupun kegiatan usahanya.
5) Dengan adanya perencanaan, maka akan ada suatu alat
pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan.
Diana Conyers dan Peten Hills (An Introduction
Development Planning In The Tried World,1984) dalam Fahmi
Agus Wibowo, (fahmiagus@blogspot,com.2013) mengatakan
bahwa perencanaan adalah proses yang kontinyu yang terdiri dari
keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan
sumber daya yang ada dengan sasaran mencapai tujuan tertentu
dimasa mendatang sehingga ia mendefinisikan perencanaan adalah
teknik/cara untuk mencapai tujuan. Untuk mewujudkan maksud
dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah
dirumuskan dengan baik oleh Badan Perencanaan Pusat.
Memperhatikan pendapat diatas dapat ditarik pengertian
bahwa perencanaan adalah suatu proses yang menghasilkan suatu
rencana merupakan pemikiran-pemikiran kedepan secara matang
yang mewujudkan pengambil keputusan sebagai persiapan untuk
6
melakukan tindakan-tindakan terhadap pencapaian tujuan tersebut
dilakukan satu himpunan pengambilan keputusan.
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
ORGANISASI PEMERINTAHAN
A. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan Pembangunan dapat diartikan sebagai
kegiatan yang merupakan proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan dimana pemilihan tujuan dilakukan
secara sadar atas dasar skala kebutuhan dengan memperhatikan
faktor-faktor keterbatasan yang ada. Ketika menyusun suatu
perencanaan pembangunan, ada lima hal pokok yang perlu
mendapat perhatian yaitu:
- Permasalahan dan potensi yang ada
- Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai
- Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran
tersebut.
- Implementasi perencanaan kedalam bentuk program yang
nyata
- Jangka waktu pencapaian tujuan pengertian perencanaan
pembangunan, khususnya pembangunan Sumber Daya
Manusia dalam pembangunan bagi organisasi.
Menurut Tjokroamidjoyo (1992) Perencanaan
didefinisikan sebagai suatu proses persiapan secara sistematis
7
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu, kemudian (Conyers dan Hills (1994) mendefenisikan
perencanaan sebagai suatu proses berkesinambungan yang
mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai
alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu pada masa yang akan datang. Selanjutnya Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa perencanaan adalah
suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat.
B. Evaluasi Perencanaan SDM organisasi
Jika perencanaan SDM organisasi dilakukan dengan baik
akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
- Manajemen Puncak memiliki pandangan yang lebih baik
terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan
organisasi.
- Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat
mengantisipasi ketidakseimbangan sebelum terjasi hal-hal
yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar biayanya.
- Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang
berbakat karena kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui
sebelumnya jumlah tenaga kerja yang sebenarnya
dibutuhkan.
8
- Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan
wanita dan golongan minoritas dalam rencana masa yang
akan dating.
- Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan
lebih baik.
C. Kendala-Kendala Perencanaan SDM organisasi:
- Standar kemampuan SDM
- Manusia (SDM) makhluk hidup
- Situasi SDM
- Kebijaksanaan pertumbuhan pemerintah.
D. Prosedur Perencanaan SDM organisasi
- Menetapkan secara jenis kualitas dan kuantitas SDM yang
dibutuhkan.
- Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM
- Mengelompokkan data dan informasi serta
menganalisisnya
- Menetapkan beberapa alternatif
- Memilih yang terbaik dari alternatif yang ada menjadi
rencana
- Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk
direalisasikan
E. Metode Perencanaan SDM
- Metode Non Ilmiah
- Metode Ilmiah
9
F. Proses Perencanaan SDM organisasi
Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk
membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur
penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini
memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana
kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola.
Bagan Proses Perencanaan SDM Organisasi
LINGKUNGAN EKSTERNAL
LINGKUNGAN INTERNAL
Membandingkan kebutuhan dan
ketersediaan SDM
Meramalkan
Ketersediaan
SDM
Permintaan =
Penawaran Surplus
Kekayaan
Kekurangan Karyawan
Tidak ada tindakan
Penarikan karyawan terbatas,
pengurangan jam kerja, pensiun dini,
pemberhentian, perampingan
Rekrutmen
Seleksi
PERENCANAAN
STRATEGI
PERENCANAAN SDM
Meramalkan
kebutuhan SDM
10
G. Kepentingan Perencanaan SDM:
1. Kepentingan individu
2. Kepentingan organisasi
3. Kepentingan nasional
H. Komponen-Komponen Perencanaan SDM :
- Tujuan
- Perencanaan organisasi
- Syarat-syarat perencanaan SDM
I. Sebab-Sebab Permintaan SDM:
- Faktor internal
- Faktor eksternal
- Faktor ketenagakerjaan
J. Manfaat Perencanaan SDM:
- Organisasi dapat memanfaatkan SDM yang sudah ada
dalam organisasi secara baik
- Melalui perencanaan SDM yang matang, produktivitas
kerja dan tenaga dari tenaga yang sudah ada dapat
ditingkatkan.
- Perencanaan SDM berkaitan dengan penentuan kebutuhan
akan tenaga kerja dimasa depan, baik dalam arti jumlah
dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan
menyelenggarakan aktifitas baru kelak.
11
BAB II
TEORI KEPEMIMPINAN
A. TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan dalam organisasi lebih fokus pada gaya
seorang pemimpin dalam mengelola sebuah organisasi baik
organisasi pemerintahan, perusahaan dan organisasi social dan
kemasyarakatan.
Dalam Teori kepemimpinan ada beberapa tipologi yang
secara umum dimiliki oleh seorang pemimpin dalam praktek
keseharian seperti ; otoriter, laissez fire, demokratik dll.
A.1. Tipologi otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter memiliki ciri khas sebagai
berikut:
- Pengambilan keputusan terpusat
- Keputusan manajemen puncak mutlak dilaksanakan.
- Doktrin organisasi berlaku secara mutlak
A.2. Tipologi Laissez Fire
Tipe ini memiliki ciri khas sebagai berikut:
- Memberikan kebebasan kepada karyawan untuk
berkarya
- Inovatif dan fleksibel
- Mengutamakan kebersamaan tanpa batas.
12
A.3. Tipologi Demokratik
- Mengutamakan demokrasi dalam sikap pengambilan
keputusan
- Cenderung mempertimbangkan saran bawahan pada
setiap pengambilan keputusan
- Keputusan organisasi adalah tanggung jawab bersama.
B. MANAJER DAN PEMIMPIN
Istilah Manajer dan Pemimpin dalam organisasi memiliki
tugas dan fungsi yang hampir sama, hanya manajer sering
dijumpai dalam organisasi perusahaan. Mengapa? Jawabannya
karena kegiatan manajer cenderung pada implementasi fungsi
manajerial dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Manajer
memiliki orientasi pada peningkatan produktivitas dan keuntungan
perusahaan. Dalam organisasi, membutuhkan sosok yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi manajer. Lain
halnya dengan pemimpin, selain harus memiliki pengetahuan juga
harus memiliki kemampuan leadership terutama menjadi
pemimpin pada organisasi pemerintahan.
Dalam organisasi pemerintahan, ada beberapa pendekatan
yang harus dilakukan oleh pemimpin (Bupati) dalam menyusun
perencanaan pembangunan Daerah yaitu: Pendekatan teknokratik,
pendekatan partisipatif, pendekatan politis, dan pendekatan atas-
bawah dan bawah-atas.
13
B.1. Pendekatan Teknokratif
Dalam pendekatan ini pemimpin daerah (Bupati) dan
Organisasi Perangkat Desa (OPD) dalam menyusun
perencanaan pembangunan daerah menggunakan metode
kerangka berpikir ilmiah serta penelitian dan pengkajian dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
B.2. Pendekatan Partisipatif
Metode pendekatan ini atau Participactory Methode
digunakan dalam menyusun perencanaan organisasi dan
pembangunan daerah dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholder) atau lebih dikenal dengan istilah
manajemen partisipasi masyarakat.
B.3. Pendekatan Politis
Dalam pendekatan ini, proses penyusunan rencana
pembangunan daerah dilakukan dengan cara menterjemahkan
visi-misi Kepala Daerah yang terpilih kedalam suatu Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RDJMD).
Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah,
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, dapat
menjabarkan visi-misi dan Program Kepala Daerah.
B.4. Pendekatan Atas-Bawah dan Bawah-Atas
Model pendekatan ini, organisasi pemerintah daerah dalam
menyusun perencanaan dengan cara menselaraskan program
dari semua tingkatan. Mulai dari tingkat Desa, Kecamatan,
14
Kabupaten, Profinsi hingga tingkat Nasional melalui
Musrembang.
C. KARAKTERISTIK PEMIMPIN
Karakter seorang pemimpin tidak terlepas dari sifat
bawaan seorang pemimpin yang sangat mempengaruhi gaya dan
tipe kepemimpinan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain:
1. Latar belakang pendidikan pemimpin itu
2. Status sosial pemimpin itu
3. Latar belakang pekerjaan sebelum menjadi pemimpin
C.1. Latar Belakang Pendidikan
Background pendidikan kadang berpengaruh pada karakter
seseorang ketika seorang pemimpin dalam suatu organisasi
baik pemerintahan maupun swasta, dana tau jabatan politik
atau karier.
C.2. Status Sosial
Status social dalam kemasyarakatan ketika pemimpin itu
berasal dari golongan ningrat atau bangsawan biasanya
mempengaruhi karakter pemimpin yang kadang muncul
spontanitas dalam praktek kepemimpinan. Pemimpin yang
notabene berdarah bangsawan selalu berpegang pada prinsip
pengambilan keputusan secara adat.
15
C.3. Latar Belakang Pekerjaan Sebelum Menjadi
Pemimpin
Latar belakang pekerjaan sebelum menjadi pemimpin
misalnya; pengusaha, pengacara, guru, dosen dan sebagainya,
juga sangat berpengaruh pada karakter seseorang jika menjadi
pemimpin baik jabatan politik maupun karier.
Seorang pemimpin yang berlatar belakang pengusaha
biasanya dalam memimpin tidak terlalu ribet dalam prosedur
atau bahkan jika kondisi keuangan organisasi tidak mencukupi
untuk membiayai kegiatan organisasi, biasanya pemimpin
yang berlatar belakang pengusaha berani menangani dengan
menggunakan dana pribadi.
Contoh; “Dulu sewaktu kabupaten Sidrap dipimpin oleh H.
Rusdi Masse yang berlatar belakang pengusaha. Awal
kepemimpinannya, petani didaerah itu sudah membutuhkan
pupuk sementara APBD setempat belum disahkan, sehingga
itu beliau mengeluarkan dana pribadinya untuk pengadaan
pupuk. Hal ini termotivasi dengan karakter segala sesuatu
programnya ini lebih dapat terealisasi.
D. MENTOR
Mentor (Mentoring) sangat dibutuhkan oleh sebuah
organisasi untuk mencapai tujuannya. Kegiatan mentor
(Bimbingan) dapat dilakukan oleh pemimpin organisasi kepada
bawahannya juga dapat mengundang orang yang memiliki
16
keahlian untuk menjadi mentor dan membimbing orang-orang
yang dipekerjakan diorganisasinya. Kegiatan mentoring dalam
sebuah organisasi akan menjawab permasalahan-permasalahan
internal yang tidak mampu dilakukan oleh staf yang disebabkan
oleh standar kualitas SDM organisasi yang minim sehingga
membutuhkan bimbingan misalnya staf keuangan membutuhkan
bimbingan khusus pembuatan laporan keuangan.
Ada beberapa tujuan mentor dalam organisasi:
1. Untuk menciptakan penguatan bagi SDM organisasi
2. Untuk memudahkan melakukan fungsi pengarahan
manajerial organisasi
3. Untuk memberikan petunjuk bagi SDM dalam
pengembangan diri dan wawasan berorganisasi agar SDM
organisasi yang dapat lebih cakap dan terampil.
Contoh; jika staf keuangan sebuah organisasi mengalami
kendala dalam pembuatan laporan keuangan, maka pemimpin
organisasi dapat memberikan bimbingan kepada bawahannya. Jika
manajer perusahaan tidak memiliki kesempatan untuk
membimbing (Mentoring) dapat menghadirkan orang yang
memiliki keahlian dibidang itu untuk melakukan pembimbingan
kepada staf yang butuh bimbingan.
E. ORGANISASI ISLAM DALAM DINAMIKA KEKINIAN
Salah satu organisasi islam yang terbesar adalah
Muhammadiyah. Pasca Muktamar Makassar Tahun 2015
17
Muhammadiyah terus bergerak menjalankan misi dan perannya
sebagai gerakan islam yang mengembang risalah Dakwah dan
Tajdid. Tema “Muhammadiyah Berkemajuan” menjadi isu sentral
sekaligus visi substansial Muhammadiyah periode 2015-2020,
sebagai penguatan spirit dan aktualisasi islam berkemajuan yang
menjadi pandangan keislaman Muhammadiyah. Dengan
Muhammadiyah berkemajuan maka diharapkan memiliki impikasi
sekaligus peran mengantarkan dan menjadikan umat islam
berkemajuan serta Indonesia berkemajuan yang sangat relevan
untuk kepentingan perjuangan Keummatan dan Kebangsaan.
Muhammadiyah berkemajuan merupakan visi
kepemimpinan periode ini sebagai aktulisasi dari visi
Muhammadiyah 2015-2020 yang ditetapkan Muktamar Ke-97,
yaitu (1) Terciptanya transformasi system organisasi dan jaringan
yang maju, professional dan modern (2). Berkembangnya sistem
gerakan dana mal usaha yang berkualitas utama serta mandiri bagi
terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya
masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Serta (3)
berkembangnya peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan
umat, bangsa dan dinamika global. Visi lima tahun tersebut secara
terminologi dapat disimpulkan sebagai Muhammadiyah
berkemajuan.
Ketika Muhammadiyah memasuki tahun ketiga
kepemimpinan pasca Muktamar Makassar 2015 suasana
18
kehidupan Keummatan dan Kebangsaan dinegeri ini berada dalam
tensi tinggi. Kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) dan pemilihan Kepala Daerah secara
serentak khususnya di DKI Jakarta telah menyita perhatian dan
energy yang luar biasa ditubuh ummat islam dan bangsa
Indonesia. Aksi bela islam yang puncaknya terjadi pada 2
Desember 2016 yang dikenal dengan peristiwa 212 merupakan
bagian dari dinamika bertensi tinggi itu, yang mengandung banyak
muatan aspirasi, kepentingan dan relasi yang tersurat maupun
tersirat.
F. DINAMIKA KEUMMATAN
Organisasi Muhammadiyah merupakan organisasi yang
lahir dari Rahim islam dan tumbuh dalam kehidupan umat islam
haruslah berada dijantung pergulatan hidup umat islam. Maju dan
mundurnya umat islam salah satu pilar terdepan yang harus
bertanggungjawab adalah Muhammadiyah sebagai organisasi
islam. Organisasi Muhammadiyah dituntut untuk tetap berada
dalam arus utama umat islam serta memainkan perannya dalam
menciptakan sebuah pelaku pengikutnya dalam menegakkan syiar
islam dalam wadah organisasi Muhammadiyah berkemajuan.
Umat islam Indonesia merupakan penduduk mayoritas
dinegeri ini dan hal itu harus disyukuri sebagai anugerah Allah
yang sangat besar. Penduduk Muslim Indonesia sampai 2010
menurut data BPS adalah 209.286 151 (88,1%) dari total
19
237.556.364 jiwa jika tahun ini proyeksi penduduk Indonesia
sekitar 251 juta maka diperkirakan umat islam sekitar 218,8 juta
jiwa. Jumlah tersebut terbilang umat islam terbesar didunia islam.
Kini muncul isu penurunan jumlah umat islam, tentu penting
untuk diverifikasi secara obyektif agar data itu valid atau sahih
dan dapat dipertanggungjawabkan secara obyektif.
Kehadiran Muhammadiyah sebagai organisasi islam dalam
menata proses islamisasi diawal abad kedua dengan gerakan tajdid
yang bersifat pemurnian dan pembaruan sangatlah besar. Sehinnga
gerakan organisasi Muhammadiyah disebut oleh para ahli sebagai
gerakan modernis, reformis dan pembaruan.
20
BAB III
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Kebijakan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi,
baik organisasi pemerintahan maupun swasta adalah sangat
ditentukan oleh bagaimana pemimpin itu mengambil keputusan.
Keputusan organisasi merupakan keputusan pimpinan yang
biasanya berorientasi pada pengambilan keputusan.
1. Pengambilan keputusan dibidang perencanaan SDM
2. Pengambilan keputusan dibidang perencanaan anggaran
3. Pengambilan keputusan tentang restrukturisasi organisasi
Suatu komponen terpenting dalam rangka pengambilan
keputusan adalah usaha pengumpulan informasi sebagai bahan
masukan dalam situasi pengambilan keputusan bilamana dapat
diperoleh informasi yang memadai untuk memperoleh informasi
yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, maka
sasaran atau tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud. Namun
dalam praktek ternyata tak mungkin dihimpunkan seluruh
informasi dan bahan-bahan berkenaan dengan suatu situasi
keputusan tertentu. Bahkan adakalanya tidak dapat ditentukan
apakah merupakan informasi yang relevan sekalipun cukup
tersedia waktu dan sumber daya. Karena tidak tersedianya
informasi yang lengkap mengakibatkan organisasi mengalami
21
kesulitan dalam mengambil keputusan, bahkan timbul unsur
ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian tersebut mereka dapatlah ditarik
sebuah kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan
sangatlah diperlukan organisasi perusahaan dalam memproduksi
suatu produk. Sebab seperti diketahui bahwa apabila perusahaan
akan mengambil keputusan yang tepat maka perusahaan
mengalami kesulitan dalam memproduksinya sehingga dapat
mengakibatkan kerugian yang besar bagi pimpinan perusahaan.
Olehnya itu keputusan organisasi akan lebih baik jika didukung
oleh perencanaan yang matang. A.M.Juens yang dikutip oleh
Manullang memberikan defenisi tentang perencanaan sebagai
berikut : Dengan perencanaan dimaksudkan mengadakan
persiapan secara sistematis untuk produk yang akan dijalankan
sehingga ditiap bagian perusahaan itu tersedia dalam waktu yang
tepat dan dalam jumlah yang tepat, bahan mentah dan bahan
tambahan termasuk mesin dan peralatan. Pengambilan keputusan
adalah merupakan bagian dari fungsi perencanaan dalam
manajemen yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi lainnya dalam
organisasi baik pemerintahan maupun perusahaan, Apabila
pimpinan perusahaan tidak dapat merencanakan suatu produk
yang akan dihasilkan pimpinan perusahaan tidak dapat mengambil
keputusan yang tepat sehingga merugikan perusahaan, bahkan
dapat menciutkan usaha. Oleh Karen itu proses pengambilan
22
keputusan dan perencanaan sangatlah diperlukan bagi pimpinan
perusahaan dalam mencapai sasaran dan tujuan yang hendak
dicapai.
B. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM
ORGANISASI
B.1. Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi sangat penting bagi organisasi
dalam proses pengambilan keputusan. Data yang akurat akan
memberikan informasi yang akurat dalam pengambilan
keputusan yang matang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebuah organisasi sangat membutuhkan pengendali yang
matang dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan
keputusan sebuah organisasi tidak serta merta membalik
telapak tangan melainkan melalui beberapa tahap antara lain:
1. Mengumpulkan data dan informasi
2. Melakukan identifikasi terhadap data informasi
3. Merumuskan masalah
4. Melakukan analisis terhadap suatu masalah
5. Membuat kesimpulan sementara
6. Menarik kesimpulan akhir
7. Menetapkan keputusan
C. SIFAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Sifat pengambilan sebuah keputusan dalam organisasi
adalah bersifat final dan mengikat serta dapat
23
dipertanggungjawabkan oleh pengurus dan anggota organisasi.
Artinya itu pengambilan keputusan harus dapat diterima secara
universal oleh semua elemen dan komponen organisasi. Ketika
manajemen puncak telah mengambil keputusan secara otomatis
harus dijalankan oleh Middle manajemen sampai tingkat
manajemen paling bawah.
D. PENGERTIAN PERAMPINGAN (DOWNSIZING)
Downsizing adalah perampingan organisasi dengan
menghapuskan beberapa pekerjaan atau fungsi tertentu.
Perampingan dapat didefinisikan sebagai keputusan manajemen
yang disengaja dengan mengurangi tenaga kerja atau sumber daya
manusia yang digunakan untuk memperbaiki kinerja organisasi
dan menajemen yang diwujudkan dengan program downsizing
menjadi salah satu strategi pemerintah yang ingin meningkatkan
efektifitas dan efesiensi dari aktivitas operasional pelayanan
pemerintah.
Menurut Kozlowsky et al (Tornhill dan Saunders, 1998)
downsizing adalah keputusan operasional yang dipertimbangkan
dengan hati-hati untuk mengurangi jumlah pekerja yang bertujuan
untuk memperbaiki kinerja organisasi. Sementara itu, menurut
Freeman dan Cameron (Amabile dan Conti, 1999) downsizing
adalah serangkaian tindakan yang diambil oleh pihak manajemen
yang didesain untuk memperbaiki efesiensi, produktivitas dan
posisi perusahaan dalam persaingan yang dapat berupa
24
pengurangan jumlah pekerja, redesain pekerjaan, pemangkasan
hierarki menajemen atau unit tertentu dalam perusahaan.
Downsizing didefinisikan sebagai keputusan upaya yang
disengaja untuk mengurangi tenaga kerja yang digunakan untuk
memperbaiki kinerja organisasi (Kozlowski et al. 1993). Defenisi
Downsizing juga mengacu pada pengurangan organization’s work
force size (Thornhill dan sauders 1998). Downsizing juga
merupakan konsep atau metode alternatif untuk mengadakan
pengurangan, seperti pengurangan jam kerja, pekerjaan,
pemborosan, dan penggambaran ulang (Greenhalgh et al. 1998;
Mc Cune et al. 1998).
Downsizing secara umum merupakan sebuah tindakan
dalam merespon beberapa faktor yaitu, pertama, sebagai akibat
dari pelaksanaan merger dan akuisisi, kedua, respon terhadap
adanya penurunan dari pendapatan dan market share sebagai
akibat dari perubahan teknologi dan perubahan industrial, ketiga,
downsizing terjadi ketika organisasi atau perusahaan
mengimplementasikan perubahan dalam desain struktural, dan
terakhir perusahaan melakukan downsizing karena adanya
keyakinan dan kepercayaan, serta tekanan sosial bahwa organisasi
yang kecil itu akan lebih baik. Downsizing, dilakukan untuk
mengurangi biaya dan mengurangi birokrasi dengan memperkecil
atau mengurangi jumlah anggota organisasi. Biasanya proses
downsizing diwujudkan melalui layoffs atau pemberhentian
25
sementara, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan melakukan
tindakan pensiun dini bagi beberapa karyawan yang pada bagian
tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan lingkungan.
D.1. Tujuan Perampingan
Tujuan perampingan (Downsizing) adalah dilakukan
untuk mencapai tingkat efesiensi perusahaan karena pengaruh
perubahan sosial, politik dan ekonomi suatu negara. Tujuan
suatu perusahaan melakukan downsizing menurut teori
ekonomi adalah untuk mengurangi biaya, mendapatkan
efesiensi, dan akhirnya kembali meningkatkan kinerja
perusahaan dikarenakan downsizing memungkinkan organisasi
untuk menghilangkan, merampingkan operasi, dan memotong
biaya tenaga kerja (Cameron, 1994; McKinley dkk., 2000).
Tujuan perusahaan melakukan downsizing tersebut juga
didukung oleh penelitian Brauer & Laamanen (2014) yang
melaporkan hasil positif dari organisasi yang melakukan
downsizing berupa biaya overhead yang lebih rendah,
birokrasi yang lebih kecil, mempercepat pengambilan
keputusan, komunikasi antar karyawan yang lebih intim,
peluang perusahaan mengembangkan kewirausahaan lebih
besar dan peningkatan produktivitas karyawan secara
keseluruhan.
Penerapan Downsizing adalah suatu perencanaan suatu
perusahaan untuk memajukan perusahaan tersebut. Dibawah
26
ini adalah Ayar Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan
perencanaan termasuk perencanaan strategi Downsizing:
Yaitu perencanaan/gambaran dari sesuatu kegiatan yang akan
dating dengan waktu, metode tertentu. Sebagaimana Nabi telah
bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang jika melakukan
sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas
dan tuntas). (HR. Thabrani).”
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya :
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan
hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap (Al-
Insyirah; 7-8)”[7]
D.2. Gambaran Penerapan Pendampingan (Downsizing)
Downsizing dapat merupakan pengurangan secara
sistematis angkatan kerja oleh pimpinan. Bila program ini
direncanakan secara strategi dan diterapkan secara layak, maka
akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi organisasi.
Downsizing dapat diterapkan dengan menyusun strategi, baik
jangka panjang maupun jangka pendek, karena pengaruh
program downsizing juga dirasakan dalam jangka panjang
maupun jangka pendek. Selain itu, downsizing dapat
diterapkan secara lokal maupun menyeluruh, karena
downsizing tidak membatasi pada satu atau beberapa
27
departemen, namun pada seluruh departemen yang ada.
Downsizing dapat bersifat proaktif untuk menghadapi masalah
yang akan terjadi dimasa yang akan yang akan mendatang,
maupun reaktif bila organisasi menghadapi penurunan
(decline).
Selain itu, perancangan ulang proses bisnis (Business
Process Reengineering) berbeda konsepnya dari konsep
downsizing, namun dalam beberapa kasus redesign terhadap
proses tersebut dituntut adanya pengurangan biaya,
peningkatan kualitas, dan bersifat responsive terhadap kondisi
yang ada. Penerapan downsizing memang membutuhkan
adanya berbagai bentuk reorientasi organisasi seperti
reduction, restructuring, dan reorganizing. Oleh karenanya,
penerapan downsizing harus dilalui dengan perencanaan yang
matan dan dilakukan secara menyeluruh. Downsizing
mencakup tiga level strategi yaitu level globab, level
organisasi dan level individu (Thornhill dan Sauders 1998).
Ketiga level tersebut meliputi:
1. Downsizing yang merupakan dampak kegiatan marger,
akuisisi dan aliansi strategi antar organisasi (strategi
global)
2. Downsizing yang menguji alternatif strategi dan dampak
pendekatan ini pada kinerja efektifitas organisasi (level
organisasi)
28
3. Downsizing yang merupakan konsekuensi yang berasal
dari penerapan melalui reaksi baik organisasi maupun
industri.
Keberhasilan strategi perampingan (downsizing)
menghendaki implementasi dari puncak, tetapi juga dengan
merekomendasikan karyawan pada level yang lebih rendah
dan perlu perhatian dari pemilik perusahaan pada tenaga kerja
yang kehilangan pekerjaannya (Cameron et al 1991).
Keberhasilan downsizing membutuhkan keterlibatan
karyawan, kerja tim, komunikasi, sharing informasi,
pemberian penghargaan, penilaian, pelatihan, dan kebiasaan
yang adil (Cameron 1994). Sementara itu, kegagalan
downsizing menurut Evans et al 1996 terdapat pada
downsizing yang biasanya dilakukan sebagai bagian strategi
memposisikan kembali organisasi. Selain itu, meskipun
merupakan perhatian yang terbaik, beberapa perusahaan sering
kali menghilangkan resiko yang dapat menghilangkan
kompetensi kunci.
Selanjutnya, seperti halnya beberapa konsep baru yang
dikenal sebagai dari praktek dalam organisasi yang ada,
downsizing juga memiliki pendekatan, metode, maupun untuk
mendukung praktek pelaksanaannya. Menurut Cameron et. Al
(1991), ada tiga pendekatan dalam downsizing, yaitu:
29
1. A Workforce Reduction Strategy yang memfokuskan pada
pengurangan hitungan terbesar dalam organisasi.
2. An Organization Redesign Strategy yang melibatkan
elemen-elemen penundaaan, pengurangan pekerjaan, dan
job redesign, sehingga jumlah pekerjaan berkurang seperti
pengurangan banyaknya hitungan terbesar dalam
organisasi.
3. The systematic Change Strategy, yang memang disengaja
untuk mempromosikan perubahan yang lebih mendasar
yang berdampak pada budaya organisasi melalui
keterlibatan karyawan dan taat pada strategi continuos
improvement atau kizen dalam Bahasa Jepang.
Dari ketiga pendekatan tersebut tampak bahwa
downsizing diterapkan semata-mata melalui pengurangan
hitungan terbesar organisasi atau kombinasi satu atau lebih
strategi lain yang mengurangi banyaknya pekerjaan yang
dilakukan. Selain itu, downsizing juga dilakukan untuk
mendukung perubahan struktur dan budaya organisasi.
E. LANGKAH KEBIJAKAN DOWNSIZING
Lalu apa saja langkah “perampingan” tersebut dapat
dijalankan oleh perusahaan.
1. Melakukan Proses Transformasi Organisasi
Ada baiknya perusahaan melakukan kajian terhadap
business process dari organisasi. Bagaimana melakukan
30
proses transformasi area kerja yang sebelumnya adalah
cost centre menjadi profit centre. Beberapa tahapan dapat
dilakukan seperti misalnya membentuk unit usaha ataupun
mengembangkan jenis usaha investasi dan holding
management. Dimana dalam konsep tersebut beberapa
divisi yang sebelumnya adalah pendukung dapat dialihkan
menjadi profit centre.
2. Meningkatkan Nilai Kerja Sumber Daya Manusia
Langkah ini dilakukan dengan memberikan suatu program
strategis agar nilai kerja sumber daya manusia
teroptimalkan. Reorganisasi perlu untuk dilakukan agar
memastikan bahwa efesiensi dan optimalisasi sumber daya
manusia dapat dikelola secara maksimal.
3. Melakukan Proses Regenerasi Usaha
Ada kemungkinan, bahwa untuk menjawab tuntutan pasar,
perusahaan harus mengubah konsep produknya.
Melakukan proses regenerasi yang tepat, dimana
perusahaan memberikan jawaban kepada pasar akan
produk yang dibutuhkan dan dipentingkan. Proses
regenerasi usaha diharapkan mendapatkan system
organisasi yang sederhana, biaya yang efisien dan produk
dengan nilai jual tinggi.
31
F. DAMPAK KEBIJAKAN DOWNSIZING
Biasanya ketika isu-isu kebijakan downsizing semakin
berhembus, banyak perubahan yang tampak mencolok terjadi
disbanding sebelum isu itu berkembang. Karyawan berkualitas
sibuk mencari pekerjaan baru, sementara karyawan kelas bawah
pasrah menunggu nasib. Kebijakan downsizing atau pengurangan
karyawan tidak selamanya buruk, tetapi juga tidak selamanya akan
dapat menyelamatkan perusahaan dari kerugian. Secara umum,
downsizing dapat dikatakan usaha dari manajemen organisasi
untuk mengefisienkan perbandingan antara benefit dengan cost
yang yang dkeluarkan pada tingkat menguntungkan. Kebijakan ini
sangat tergantung dari permasalahan yang dihadapi perusahaan,
maupun respon yang dilakukan pihak manajemen dalam
mengatasi permasalahan tersebut.
Downsizing juga merupakan fenomena dalam dunia bisnis
yang belum diuji atau dipelajari, dan merupakan teknik
manajemen untuk meningkatkan berbagai macam permintaan
melalui pengurangan tenaga kerja (Thornhill dan Sauders 1998).
Menurut Paklmer (1997), ada dua fokus downsizing yang harus
diperhatikan, yaitu adanya asumsi bahwa akibat negatif
downsizing dan strategi mencakup adanya asumsi bahwa
pengurangan biaya melalui penggunaan downsizing merupakan
solusi bagi berbagai masalah dalam organisasi yang gemuk dan
malas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa downsizing dapat
32
berhasil dengan baik dalam suatu organisasi yang dikelola secara
baik dan professional dengan memperhatikan banyaknya
karyawan yang efektif dan efisien.
Dengan kata lain, jika program downsizing telah masuk
dalam perencanaan strategi dan diterapkan secara baik dan benar,
maka manfaat besar akan dicapai organisasi (Didonato dan
Kleiner 1994). Downsizing diharapkan mempunyai manfaat
ekonomis maupun organisasional seperti biaya overhead yang
semakin rendah, birokrasi berkurang, pengambilan keputusan
lebih cepat, komunikasi lebih lancer serta produktifitas yang
semakin meningkat. Namun disamping keberhasilan downsizing,
banyak juga perusahaan yang mengalami sebaliknya.
Permasalahan baru yang muncul akibat kebijakan downsizing
adalah sikap negative dari pekerja terhadap upaya restrukturisasi
tersebut.
Sementara itu, hasil penelitian Bozionelos (2001)
mengatakan bahwa downsizing akan mengurangi prospek promosi
dan kepuasan kerja karyawan, dan meningkatkan tanggung jawab,
stress, dan banyaknya pekerjaan, serta mengurangi kesempatan
promosi pada posisi yang lebih tinggi dan menghancurkan moral
karyawan. Dapat dikatakan bahwa walaupun digunakan untuk
menyelesaikan berbagai persoalan dalam organisasi, downsizing
juga membawa dampak negatif bagi karyawan. Namun hal ini
dapat diatasi bila sejak awal diputuskannya downsizing, seluruh
33
personil dalam organisasi harus mengetahuinya. Selain itu,
sebelum memutuskan untuk mengadakan downsizing diperlukan
perencanaan matang dan terintegrasi, termasuk man power
panning.
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa downsizing
melibatkan seperangkat proses yang saling terkait, meliputi
perencanaan manajemen senior, penerapan operasional, pasca
perubahan, dan intervensi yang berfokus pada individu atau
kelompok. Bila downsizing dilaksanakan, seringkali timbul
berbagai reaksi (Thornhill dan Sauder 1998). Reaksi yang tampak
dapat dilihat dan dirasakan adalah reaksi individu, yang meliputi :
1. Reaksi emosi, psikologi, dan sikap kerja, yaitu kemarahan,
kecemasan, meningkatnya stress kerja, kepuasan kerja,
menurunnya moral, ketidaksamaan kerja, komitmen
nonorganisasi, ketidakpastian, kekhilafan, ketulusan,
kelegaan dan penyesalan.
2. Reaksi perilaku, yaitu absen, perputaran kerja, tidak mau
berubah, kinerja, mau menanggung resiko, dan
menggunakan kebijakan atau pertimbangan (Thornhill dan
Sauders 1998).
3. Downsizing dapat juga dikatakan sebagai sinonim dari
pengurangan (Vollmann dan Brazas 1993) yang
penggunaannya dapat saling dipertukarkan dengan
pengurangan rekrutmen (derecruiting). Membuat lebih
34
sedikit dari yang biasanya (demassing). Perancangan ulang
(reengineering), strukturisasi ulang (restructuring),
pengorganisasian ulang (reorganization), dan kesesuaian
(rightsizing) (Cameron 1994, McCune et al.1998, dan
Turnbull dan Was 1997). Oleh karenanya, yang perlu
diperhatikan dalam menerjemahkan atau mengidentifikasi
downsizing adalah dengan membedakannya dari
organization; decline.
Kita ketahui, dalam birokrasi terdapat berlapis-lapis
tingkatan dari bawah keatas mulai dari staf seksi, bagian, biro dan
seterusnya. Hal seperti ini juga dapat mengurangi pesan optimal
birokrasi karena:
Mengakibatkan ketidak-efesienan organisasi dalam
mencapai tujuan
Timbul ekonomi biaya tinggi pada instansi birokrasi itu
sendiri maupun pada pengguna jasanya.
Terdapat potensi pertentangan antara unit dan induk
organisasi
Terjadi proses kerja yang top down dan budaya minta
petunjuk dari bawahan keatasan.
Penataan kelembagaan yang harus dilakukan adalah
bagaimana membuat struktur organisasi ramping dan flat/tidak
banyak hierarki dan struktur organisasi lebih dominan pemegang
jabatan professional/fungsional dari pada jabatan structural.
35
BAB IV
PENTINGNYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM
ORGANISASI
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pendidikan dan pelatihan adalah investasi dibidang
pegawai untuk masa yang akan dating. Pendidikan dan pelatihan
dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Oleh karena
itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, maka
pendidikan dan pelatihan bagi pegawainya harus memperoleh
perhatian yang besar.
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk
pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk
pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu
situasi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat
(pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan
pelatihan pegawai atau guru lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat
Pendidikan dan Latihan).
Pendidikan dan pelatihan merupakan kunci manajemen lini
dan staf. Manajemen lini memiliki tanggungjawab yang besar
terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, sedangkan
staf memberi teknis operasional untuk membantu lini dalam
melaksanakan fungsinya.
36
Aktivitas pendidikan dan pelatihan adalah program
terencana perbaikan organisasional. Akivitas ini direncanakan
secermat mungkin karena tujuan akhirnya adalah mengkaitkan
muatan pendidikan dan pelatihan dengan perilaku kerja yang
dikehendaki. Pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan salah
satu kunci manajemen pegawai, sekaligus merupakan salah satu
tugas dan tanggung jawab yang tidak dapat dilaksanakan secara
sembarangan. Artinya agar efektivitas pendidikan dan pelatihan
dapat terjamin, perlu penanganan yang serius, baik yang
menyangkut sarana dan prasarananya.
Berbicara tentang pendidikan dan pelatihan, ada baiknya
jika disimak apa yang dimaksudkan dengan pelatihan dan
pelatihan itu sebenarnya dan dari sudut mana dipandang adanya
perbedaan kedua istilah tersebut.
Pelatihan kerap dibedakan dengan pendidikan. Pendidikan
dianggap lebih luas lingkupnya. Tujuannya adalah
mengembangkan individu. Biasanya pendidikan dianggap sebagai
pendidikan formal disekolah, akademik atau perguruan tinggi.
Pendidikan berhubungan dengan menjawab how(bagaimana) dan
why(mengapa), dan biasanya pendidikan lebih banyak
berhubungan dengan teori tentang pekerjaan. Sekaligus bahwa
pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kemampuan berfikir dari seorang tenaga kerja. Sedangkan
pelatihan merupakan pendidikan dalam arti yang agak sempit,
37
terutama dengan instruksi, tugas khusus dan disiplin yang lebih
beriorientasi pada kejuruan dan berlangsung didalam lingkungan.
Pelatihan merupakan suatu proses aplikasi, terutama terhadap
peningkatan kecakapan. Program pelatihan dirancang dalam upaya
membatasai kemungkinan respon pegawai hanya pada perilaku
yang dikehendaki oleh instansi. Dalam keterbatasan respon inilah
pelatihan berbeda dengan pendidikan.
Pendidikan mewakili suatu perluasan individu sehingga
dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi dan memilih
respon yang paling tepat. Semakin banyak pegawai yang diminta
untuk menggunakan kebijakan (judgment) dan memilih diantara
alternatif solusi terhadap permasalahan kerja, program pelatihan
mencoba memperluas dan mengembangkan individu melalui
pendidikan. Oleh karena itu, organisasi patuh mempertimbangkan
elemen-elemen pendidikan dan pelatihan pada saat merencanakan
program pelatihan.
Pengertian pendidikan dan pelatihan secara umum menurut
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15, tanggal 13
September 1974 bahwa pendidikan adalah segala usaha untuk
membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia
Indonesia, jasmanilah dan rohani yang berlangsung seumur hidup,
baik didalam maupun diluar sekolah dalam rangka pembangunan
persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Sedangkan pelatihan adalah bagian pendidikan yang
38
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu
yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan
praktek daripada teori.
Pendidikan dan latihan sesungguhnya tidak sama,
walaupun banyak persamaannya. Kedua-duanya berhubungan
dengan pemberian bantuan kepada pegawai, agar pegawai tersebut
dapat berkembang ke tigkat kecerdasan, pengetahuan dan
kemampuan yang lebih tinggi. Pendidikan sifatnya teoritis
daripada praktis, latihan lebih bersifat penerapan segera daripada
pengetahuan dan keahlian, jadi lebih bersifat praktis.
Latihan menurut Handoko (2001 : 104) mengemukakan
bahwa pendidikan adalah segala sesuatu untuk membina
kepribadian dan mengembahngkan kemampuan manusia,
jasmaniah, dan rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik
didalam maupun diluar sekolah, untuk pembangunan persatuan
dan masyarakat yang adil dan makmur dan selalu ada dalam
keseimbangan, sedangkan pelatihan adalah bagian pendidikan
yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku
dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek daripada teori.
Pelatihan sering dibedakan dari pendidikan. Pendidikan
atau edukasi dianggap lebih luas lingkupnya. Tujuannya adalah
39
untuk mengembangkan individu. Biasanya pendidikan dianggap
sebagai pendidikan formal disekolah, akademi, atau perguruan
tinggi, sedangkan pelatihan lebih beriorientasi kejuruan dan
berlangsung didalam suatu lingkungan organisasi. Pelatihan pada
umumnya lebih mempunyai tujuan segera ketimbang pendidikan.
Program pelatihan dirancang dalam upaya membatasi
kemungkinan respons pegawai hanya pada perilaku yang
dikehendaki instansi. Respons semacam itu akan lebih digemari
karena beberapa sebab. Respons barangkali lebih efesien, aman,
atau hanya konsisten dengan tujuan atau filosofi organisasional.
Sebagai contoh, sekiranya berkembang situasi yang tidak aman,
seorang pegawai dapat dilatih dalam cara yang paling tepat untuk
menanggulanginya. Tujuannya adalah untuk membuat pegawai
bereaksi dengan cara tertentu tanpa ragu-ragu. Dalam keterbatasan
respon inilah pelatihan berbeda dengan pendidikan. Pendidikan
dianggap sebagai suatu alat peningkatan rentang respon pegawai
ketimbang pengurangan. Pendidikan menunjukkan suatu perluasan
individu sehingga dia dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai
situasi dan memilih respon yang paling tepat.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai
dapat dilaksanakan didalam instansi maupun lembaga atau badan
lain diluar instansi, tergantung tujuan yang ingin dicapai setelah
pegawai mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta kondisi sarana
dan prasarananya. Organisasi pendidikan dan pelatihan
40
dimaksudkan sebagai kelembagaan tempat pendidikan dan
pelatihan pegawai tersebut dilaksanakan, baik didalam maupun
diluar instansi. Selanjutnya, pengorganisasian berarti bagaimana
dan oleh siapa pendidikan dan pelatihan diselenggarakan.
Meskipun keduanya ada perbedaan-perbedaan, namun
perlu disadari bersama bahwa baik “training” dan“development”
pada dasarnya merupakan “investment in human resources”
(investasi sumberdaya manusia) atau bahkan sebagai suatu
“capital investment”. Untuk mengetahui kecakapan apa dan
seberapa bobotnya “skill” yang diperoleh/diberikan pada masing-
masing kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1
Kebutuhan “Skills” pada latihan dan
Pendidikan/Pengembangan
Manajerial
(Development)
Nonmanajerial
(Training)
Technical Skills
Human Relation
Skills
Conseptual
Skills
41
Dari gambar diatas kelihatan bahwa untuk keperluan
training(nonmanajerial) lebih diperlukan “technical skillsdaripada
“conceptual skills” daripada “technical skills”. Namun dalam
“human relation skills” keduanya memiliki bobot yang hampir
sama.
Sebenarnya bukan satu-satunya cara bagi instansi besar
yang telah memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan, harus
memberikan pendidikan dan pelatihan bagi pegawainya disitu
pula. Hal ini karena sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan
yang ada tidak selamanya dapat menjamin efektifitas pendidikan
dan pelatihan bagi pegawainya. Oleh karena itu, penentuan
alternatif tentang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
didalam atau diluar instansi, sangat bergantung pada tujuan yang
diharapkan oleh instansi. Sekiranya penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan dalam instansi sudah terorganisasi dapat menjamin
tercapainya tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut dapat
dilaksanakan. Sebaliknya, apabila diperkirakan tidak menjamin
keberhasilan tujuan yang diharapkan, pendidikan dan pelatihan
perlu diselenggarakan diluar instansi, oleh lembaga atau badan
yang ditunjuk.
Untuk menjamin efektifitas penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan bagi pegawai diperlukan prinsip organisasi
pendidikan dan pelatihan. Yaitu suatu pernyataan fundamental
atau kebenaran umum yang merupakan sebuah pedoman dan
42
petunjuk teknis untuk berpikir dan melakukan suatu tindakan.
Dalam pedoman dan petunjuk teknis tersebut terkandung norma
yang dapat membantu memberikan penjelasan tentang bagaimana
caranya melakukan suatu tindakan dan berlaku lebih lanjut dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Prinsip organisasi
pendidikan dan pelatihan dimaksud meliputi:
1. Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah untuk membantu
mencapai tujuan instansi dengan memberikan kesempatan
kepada pegawai pada semua tingkatan organisasi untuk
memperoleh pengetahuan, keahlian, kecakapan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan.
2. Langkah pertama dalam pendidikan dan pelatihan adalah
menetapkan tujuan yang ingin dicapai atas
penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan.
3. Tujuan dan ruang lingkup rencana pendidikan dan
pelatihan harus ditentukan sebelum pengembangannya
dimulai guna memberikan suatu landasan untuk
persetujuan umum dan tindakan kerja sama.
4. Teknik dan mekanisme program pendidikan dan pelatihan,
harus dihubungkan secara langsung dengan tujuan yang
ingin dicapai.
5. Pendidikan dan pelatihan seharunya menjadi
tanggungjawab seluruh manajemen pada semua tingkatan
dalam instansi yang memiliki tujuan yang ingin dicapai.
43
6. Fungsi bagian pendidikan dan pelatihan adalah membantu
manajemen pegawai dalam menentukan tujuan yang ingin
dicapai, dan dalam pengembangan administrasi, kelakuan,
dan kelanjutan rencana pendidikan dan pelatihan.
7. Agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan pendidikan
dan pelatihan, harus menggunakan prinsip belajar.
8. Pendidikan dan pelatihan sebaiknya diselenggarakan dalam
lingkungan pekerjaan yang sesungguhnya, sekaligus
perbandingan antara teori dengan praktek.
Pendidikan dan pelatihan yang merupakan salah satu
fungsi manajemen pegawai diluar fungsi lain yang harus
dilaksanakan, karena sebagai tanggungjawab atas pengembangan
pegawai, khususnya menyangkut kualitasnya. Kebijakan umum
mengenai pegawai pada umumnya menyarankan agar masing-
masing pegawai diberi kesempatan melanjutkan pendidikan dan
pelatihan.
Kebijakan memandang pendidikan dan pelatihan sebagai
alat untuk menjamin agara seluruh pegawai dapat menyesuaikan
diri dengan instansi serta ikut ambil bagian dalam kegiatannya.
Kebijakan yang paling umum adalah membantu memperbaiki
kerja dan memberikan penghargaan terhadap pribadi mereka.
Yang perlu digaris bawahi bahwa kebanyakan program pendidikan
dan pelatihan menitikberatkan pada keinginan membantu para
pegawai membimbing mereka agar menjadi lebih cakap, berguna,
44
dan bernilai. Para manajemen pada seluruh hierarki instansi,
khususnya manajemen pegawai, menganjurkan untuk memberikan
kesempatan kepada para pegawai guna meningkatkan kualitas
bekerja dan membantu kemampuannya (meningkatkan daya guna
dan hasil guna yang sebesar-besarnya).
Kebijakan yang penuh pertimbangan juga menentukan
tujuan pendidikan dan pelatihan pegawai. Titik berat kebijakan
pendidikan dan pelatihan terletak pada tanggungjawab
manajemennya serta membantu semua manajer hierarki instansi
dalam memenuhi tanggungjawabnya. Kebijakan ini dimaksudkan
untuk menghubungkan program pendidikan dan pelatihan menurut
kebutuhan instansi dan para pegawainya.
Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pendidik/pelatih
dalam melaksanakan tugas dan perannya adalah evaluasi.
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan, terutama dalam
keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Berhasil tidaknya program
pendidikan dan pelatihan akan banyak bergantung kepada kegiatan
evaluasi yang dilakukan. Itulah sebabnya apabila berbicara tentang
proses pendidikan dan pelatihan, masalah evaluasi sangat sulit
untuk dipisahkan. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu
masalah yang perlu mendapat perhatian besar, baik mengenai
tujuan, langkah pokok, teknik, alat evaluasi, maupun system
penilaiannya.
45
B. MANFAAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pada setiap aktivitas pasti memiliki arah yang dituju, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Arah yang dituju
merupakan rencana yang dinyatakan sebagai hasil yang harus
dicapai. Manfaat yang diharapkan dari pendidikan dan pelatihan
harus dirumuskan dengan jelas, tidak mengabaikan kesanggupan
dan kemampuan instansi.
Manfaat yang diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan bagi suatu lembaga menurut Sastrohadiwiryo (2002:
212) meliputi:
1. Peningkatan keahlian kerja
2. Pengurangan keterlambatan kerja, kemangkiran, serta
perpindahan tenaga kerja
3. Pengurangan timbulnya kecelakaan tenaga dalam bekerja,
kerusakan dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat
kerja.
4. Peningkatan produktivitas kerja
5. Peningkatan kecakapan kerja
6. Peningkatan rasa tanggungjawab.
Dari definisi yang telah dikemukakan diatas maka dapat
diuraikan satu persatu sebagai berikut:
46
1. Peningkatan Keahlian Kerja
Para tenaga kerja yang telah bekerja pada instansi
memiliki tingkat keahlian yang beraneka ragam. Ada yang
memiliki tingkat keahlian hampir memenuhi kualifikasi yang
diharapkan instansi, ada pula yang memiliki kahlian pada
tingkat dibawah sadar. Dengan adanya pendidikan dan
pelatihan, para tenaga kerja dapat meningkatkan keahlian
dalam tugas dan pekerjaannya.
Peningkatan keahlian para pegawai, sebenarnya tidak
hanya merupakan keinginan instansi saja. Pegawai pun
memiliki motivasi untuk meningkatkan kualitas (keahliannya)
dalam bekerja dan produktivitasnya, sekaligus harapan
memperoleh kompensasi tinggi yang seimbang dengan
pengorbanan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya.
2. Pengurangan keterlamabatan kerja, kemangkiran
serta perpindahan tenaga kerja
Berbagai alasan seringkali muncul dari tenga kerja tas
tindakan yang mereka lakukan, meskipun seringkali alasan
tersebut tidak masuk akal. Hal ini terjadi apabila manajemen
memberikan peringatan atas tindakan yang mereka lakukan,
baik karena keterlambatan masuk kerja, sering mangkir
maupun keinginan untuk pindah pada pekerjaan lain.
Apabila timbul hal-hal seperti itu, manajemen pada
seluruh hierarki instansi, khususnya manajemen pegawai harus
47
memprioritaskan pegawai yang bersangkutan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan. Dengan begitu diharapkan tingkat
tenaga kerja yang bersangkutan dapat mengurangi tindakan-
tindakan negatif. Salah satu yang diharapkan dalam jangka
pendek adalah kemungkinan timbulnya semangat dan
kegairahan kerja pada pegawai.
3. Pengurangan timbulmnya kecelakaan dalam bekerja,
kerusakan dan peningkatan pemeliharaan terhadap
alat-alat kerja
Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat
atas kelalaian tenaga kerja atau instansi. Adapun kerusakan-
kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau
kerusakan produk, tidak diharapkan instansi maupun pegawai.
Namun, tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya
resiko kecelakaan dan kerusakan, Apabila sering timbul hal-
hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukan
manajemen instansi, khususnya manajemen pegawai adalah
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan
terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan
yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan
bekerja, kerusakan dan peningkatan pemeliharaan terhadap
alat-alat kerja.
48
4. Peningkatan produktivitas kerja
Tujuan setiap instansi adalah memperoleh tingkat
profibilitas tinggi dan setiap proses mengalami peningkatan
sesuai dengan yang diharapkan. Untuk memperoleh tingkat
profibilitas tinggi harus ditunjang beberapa faktor dalam
instansi. Salah satunya adalah kondisi kerja para pegawai.
Apabila pegawai tidak memiliki gairah dan semangat bekerja,
tentu produktivitas kerjanya pun akan rendah bahkan merosot.
Sebaliknya, pegawai yang memiliki semangat dan kegairahan
kerja tinggi, keluaran kerjanya (produktivitas kerjanya) akan
tinggi pula. Agar produktivitas pegawai meningkat, salah satu
cara yang harus ditempuh manajemen pagawai adalah
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kerjanya.
5. Peningkatan Kecakapan Kerja
Perkembangan teknologi dan komputerisasi yang
makin maju, menuntut para pegawai mampu
menggunakannya. Untuk itu, pegawai dituntut
mengembangkan kemampuan dan kecakapan kerja. Tanpa
usaha itu, sia-sialah kemajuan teknologi dan komputerisasi.
Sebenarnya banyak cara mengembangkan pegawai, khususnya
untuk meningkatkan kecakapan kerja mereka. Salah satu
metode yang dipandang efektif dalam meningkatkan
kecakapan kerja adalah melalui penyelenggaraan pendidikan
49
dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan tidak hanya
mempelajari materi praktis saja, tetapi juga materi dan kajian
teoritis terhadap segala jenis pekerjaan. Dengan demikian, ini
memungkinkan pembahasan terhadap segala kesulitan yang
pernah mereka temukan dan akan dihadapi pada saaat bekerja.
6. Peningkatan rasa tanggungjawab
Masing-masing tenaga kerja sebenarnya memiliki
tanggungjawab, hanya tingkatan dari urgensinya berbeda-beda,
tergantung pada beban tugas dan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya. Yang dimaksudkan tanggungjawab adalah
kewajiban seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan yang
telah diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Makin tinggi tingkat
hierarki instansi, makin besar tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Sebaliknya, makin rendah tingkatan pada hierarki
instansi, makin kecil tanggungjawab yang diberikan
kepadanya.
Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab
manajemen kepada bawahannya, menuntut agar bawahan pada
suatu saat mampu mempertimbangkannya. Agar pendelegasian
wewenang dan pemberian tanggungjawab dapat
dipertanggungjawabkan, perlu pemupukan rasa tanggungjawab
para pegawai pada masing-masing tingkatan sesuai
kemampuan. Salah satu metode untuk meningkatkan rasa
50
tanggungjawab para tenaga kerja dari berbagai macam
tingkatan adalah melalui penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan.
Pentingnya pendidikan dan pelatihan seperti diuraikan
diatas, bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan
tetapi juga keuntungan bagi organisasi. Karena dengan
meningkatnya kemampuan atau keterampilan para pegawai.
Produktivitas kerja para pegawai meningkat, berarti organisasi
yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan.
C. JENIS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Jenis pendidikan dan pelatihan yang disesuaikan dengan
lembaga khusus bergantung kepada beberapa faktor, seperti
kecakapan yang diperlukan dalam jabatan/pekerjaan yang harus
diisi dan masalah yang diharapkan dapat diperoleh jalan
pemecahannya pada instansi. Meskipun betapa pentingnya
program pendidikan dan pelatihan dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan khusus manajemen kepegawaian atau
bagian pendidikan dan pelatihan, harus juga memahami
keseluruhan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dalam
instansi dan lembaga lain. Dengan demikian, ia dapat diberi saran-
saran tentang program yang paling baik, disesuaikan dengan
kebutuhan instansinya.
Menurut sasaran, pendidikan dan pelatihan dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pelatihan prajabatan dan
51
pelatihan dalam jabatan. Untuk lebih jelasnya kedua jenis
pendidikan dan pelatihan dapat diuraikan:
1. Pelatihan prajabatan (preservice training)
Pelatihan prajabatan merupakan pelatihan yang
diberikan kepada pegawai baru dengan tujuan agar pegawai
yang bersangkutan dapat terampil melaksanakan tugas dan
pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya.
Pelatihan prajabatan merupakan pendidikan dan
pelatihan yang khusus diberikan kepada para pegawai baru,
setelah mereka mengalami proses sebelumnya, baik seleksi
maupun penempatan yang dilaksanakan untuk itu. Ini
merupakan pendidikan dan pelatihan yang pertama kali diikuti
pegawai dalam instansi tempat mereka bekerja saat itu.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan agar para pegawai
yang akan melaksanakan tugas dan pekerjaan dalam dunia
barunya, dapat lebih terampil menyelesaikan tugas dan
pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. Selain tujuan
tersebut, mereka dapat menghindari hal-hal yang dipandang
kurang efisien dan efektif, misalnya sering salah dalam
pekerjaan, pemborosan (pengeluaran) yang tak berarti, dan
sebagainya.
Pelatihan prajabatan dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu pelatihan prajabatan umum dan pelatihan
prajabatan khusus. Pelatihan prajabatan umum yaitu pelatihan
52
prajabatan yang harus diikuti pegawai baru mengenai hal-hal
umum yang menyangkut seluruh lingkungan pekerjaan,
termasuk segala peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam
instansi, sifatnya tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan
pelatihan prajabatan khusus yaitu pelatihan prajabatan yang
dilaksanakan para pegawai tertent untuk melakasanakan tugas
dan pekerjaan memerlukan pengetahuan dan keterampilan
secara khusus. Jadi, pelatihan prajabatan bersifat khusus ruang
lingkupnya terbatas pada kegiatan yang bersifat teknis dan
terbatas pada satu lingkungan pekerjaan saja.
2. Pelatihan dalam jabatan
Pelatihan dalam jabatan adalah suatu pelatihan pegawai
yang dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas,
keahlian, kemampuan, dan keterampilan para pegawai yang
bekerja dalam instansi. Pelatihan dalam jabatan ini dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelatihan dalam jabatan
yang bersifat umum dan pelatihan dalam jabatan yang bersifat
khusus.
Pelatihan dalam jabatan yang bersifat umum yaitu
pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk para
pegawai baik tingkat manajer puncak, manajer menengah, dan
manajer bawah, maupun para pekerja lapangan. Biasanya
materi yang disampaikan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan lingkup pekerjaan dengan tujuan agar
53
pegawai mampu melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. Biasanya pelatihan dalam jabatan yang
bersifat umum diberikan kepada para pegawai yang baru
dipromosikan dari jabatan kejenjang yang lebih tinggi. Namun
dalam banyak hal, sering juga diberikan kepada para pegawai
yang baru dimutasikan pada jabatan lain yang setaraf dengan
jabatan sebelumnya.
Sedangkan pelatihan dalam jabatan yang bersifat
khusus yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan
untuk para pegawai yang ada dalam instansi akibat adanya
inovasi baru atas segala sarana dan prasarana yang digunakan
instansi dengan tujuan agar instansi yang bersangkutan mampu
mempergunakan dan mengoperasikan sarana dan prasarana
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, pelatihan dalam jabatan biasa
dilaksanakan dalam instansi dengan jalan memanggil
konsultan/tenaga ahli dalam bidang tersebut yang berfungsi
sebagai pengajar maupun penyedia dalam pendidikan dan
pelatihan. Namun, tidak jarang dilakukan cara lain, yaitu
dengan mengirim pegawai sebagai peserta pendidikan dan
pelatihan pada lembaga-lembaga lain diluar instansi. Beberapa
faktor dalam instansi menjadi pertimbangan manajemen
instansi untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
didalam atau diluar instansi.
54
Menurut sifatnya, pendidikan dan pelatihan dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti yang dikemukakan
Sastrohadiwiryo (2002 : 200), yaitu pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pelatihan keahlian, dan pelatihan
kejuruan.
1. Pendidikan umum
Pendidikan umum yaitu pendidikan yang dilaksanakan
didalam dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mempersiapkan dan
mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh
pengetahuan umum.
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan yaitu pendidikan umum yang
direncanakan untuk mempersiapkan para peserta pendidikan
maupun melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang
kejuruannya.
3. Pelatihan keahlian
Pelatihan keahlian yaitu bagian dari pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diisyaratkan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya
pelatihan ketatalaksanaan.
4. Pelatihan kejuruan
Pelatihan kejuruan yaitu bagian dari pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diisyaratkan
55
untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang ada pada umumnya
bertaraf lebih rendah daripada pelatihan keahlian.
C.1. Metode Pendidikan dan Pelatihan
Metode dapat didefinisikan sebagai cara tertentu untuk
melaksanakan tugas dengan memberikan pertimbangan yang
cukup kepada tujuan, fasilitas yang tersedia dan jumlah
penggunaan uang, waktu dan kegiatan. Metode pendidikan dan
pelatihan dimaksudkan sebagai suatu cara sistematis yang
dapat memberikan diskripsi secara luas serta dapat
mengkordinasikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
itu untuk mengembangkan aspek kognitif, efektif dan
psikomotorik pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya.
Metode pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan
terhadap cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan.
Pada garis besarnya ada dua macam metode atau
pendekatan yang digunakan dalam pendididkan atau pelatihan
pegawai, sebagaimana yang dikemukakan oleh Notoatmodjo
(2003 : 33-36) yaitu sebagai berikut:
1. Metode diluar pekerjaan (off the job side)
Pendidikan atau pelatihan dengan menggunakan metode
ini berarti peserta diklat mengikuti pendidikan atau
pelatihan, dan meninggalkan pekerjaannya untuk
sementara waktu.
56
2. Metode-metode simulasi
Simulasi adalah suatu peniruan karakteristik-karakteristik
atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa
sehingga para peserta diklat dapat merealiasaikan seperti
keadaan sebenarnya.
3. Metode didalam pekerjaan (on the job side)
Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru
kepada atau supervisor-supervisor yang telah
berpengalaman (senior).
Selanjutnya Heidjrachman dan Husnan (2002 : 93)
mengelompokkan teknik-teknik atau metode dalam pelatihan
kedalam empat bagian yaitu:
a. On the job training
On the job training merupakan metode latihan yang
paling banyak dipergunakan. Ssitem ini terutama memberika
tugas kepada atasan langsung dari pegawai yang baru dilatih.
Karena itu para manajer sering beranggapan bahwa sistem ini
merupakan sistem yang ekonomis (hemat), karena tidak perlu
menyediakan fasilitas khusus untuk latihan. Meskipun
demikian cara ini mempunyai efek phisik dan psikologis yang
kuat terhadap para pegawai yang dilatih.
b. Vestibule school
Vestibule school merupakan bentuk latihan dimana
pelatihnya bukanlah para atasan langsung, tetapi pelatih-
57
pelatih khsusus. Alasannya terutama adalah untuk
menghindarkan para atasan langsung tersebut dengan
tambahan kewajiban dan memutuskan latihan hanya kepada
para ahli dalam bidang latihan. Meskipun demikian cara
semacam ini bisa menimbulkan konflik antara atasan langsung
dengan para pelatih apabila ternyata nantinya para pegawai
yang telah dilatih dianggap tidak baik.
c. Apprenticeship (magang)
Apprenticeship (magang) biasa dipergunakan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang
relatif lebih tinggi. Program apprenticeship biasa
mengkombinasikan on the job training dan pengalaman
dengan dikelas dalam pengetahuan-pengetahuan tertentu.
d. Kursus-kursus
Kursus-kursus merupakan bentuk pengembangan
pegawai yang lebih mirip pendidikan daripada latihan. Kursus-
kursus ini biasanya diadakan untuk memenuhi minat dari para
pegawai dalam bidang-bidang pengetahuan tertentu (diluar
bidang pekerjaannya) seperti kursus Bahasa aging, kursus
manajemen, kepemimpinan dan lain sebagainya.
D. PENGERTIAN KINERJA DALAM ORGANISASI
Lembaga dapat berkembang yang merupakan keinginan
setiap individu yang berada didalam lembaga tersebut, sehingga
diharapkan dengan perkembangan tersebut maka lembaga mampu
58
bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Karena itu, tujuan yang
diharapkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan dapat
tercapai sesuai harapan. Kemajuan lembaga pendidikan
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang bersifat internal dan
eksternal. Sejauh mana tujuan lembaga telah tercapai dapat dilihat
dari seberapa besar lembaga itu memenuhi tuntutan
lingkungannya. Memenuhi tuntutan lingkungan berarti dapat
memanfaatkan kesempatan atau mengatasi tantangan lingkungan
atau hambatan dari lingkungan dalam rangka menghadapi atau
memenuhi tuntutan dari perubahan-perubahan dilingkungan
bersangkutan.
Pembinaan dan pengembangan guru atau pegawai baru
ataupun lama dalam lembaga pendidikan adalah salah satu
kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan
perkembangan lingkungan. Karena itu perlu dilakukan penilaian
atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh guru atau yang
dinamakan dengan penilaian kinerja atas penilaian prestasi kerja.
Prestasi kerja guru dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri
pribadi dari masing-masing individu. Dalam perkembangan yang
kompetitif dan mengglobal, lembaga membutuhkan guru yang
berprestasi tinggi. Pada saat yang sama pekerja memerlukan
umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi tindakan-
tindakan mereka pada masa yang akan dating. Oleh karena itu,
penilaian seharusnya menggambarkan kinerja guru. Manajemen
59
dan guru perlu umpan balik tentang kerja mereka. Hasil penilaian
kinerja guru dan guru dapat memperbaiki keputusan-keputusan
personalian dan memberikan umpan balik kepada pegawai tentang
pelaksanaan kerja mereka.
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau
actual performance (prestasi kerja dan prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang). Menurut Hariandja (2002 : 195)
bahwa : “Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
sesuai dengan perannya dalam organisasi dan kinerja merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk
mencapai tujuannya”. Perlu dijelaskan bahwa dalam penelitian ini
“kinerja” diartikan atau dengan kata lain “kualitas output” pada
Media Education Center Sinjai.
Sedangkan Hasibuan (2001 : 94) mengemukakan bahwa
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu. Kinerja adalah merupakan gabungan dari tiga faktor
penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pegawai,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta
peran dan tingkat motivasi seorang pegawai, dan semakin tinggi
ketiga faktor diatas, maka akan semakin besar besar pula kinerja
dari pegawai yang bersangkutan.
60
Selanjutnya berikut ini dikemukakan teori tentang kinerja
atau penilaian kinerja atau sama dengan pengertian kualitas output
atau penilaian kualitas Output di Media Education Center Sinjai.
Kemudian secara definitif Bernardin & Russel dalam buku
Sulistiyani dan Rosidah (2005 : 223) mengemukakan bahwa
kinerja merupakan catatan outcomeyang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode
waktu tertentu.
Adapun faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Secara psikologis,
kemampuan terdiri dari kemampuan potensial (IQ) dan
kemampuan realitiy (skill). Artinya pegawai yang mempunyai IQ
diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, tenaga kerja perlu ditempatkan pada pekerjaan
yang sesuai dengan keahliannya. Sedangkan motivasi terbentuk
dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Disamping itu sikap mental juga mendorong diri pegawai untuk
berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
Simamora (2006 : 327) mendefinisikan kinerja pegawai
(Employee performance) sebagai tingkat dimana para pegawai
61
mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja
(performance assessment) adalah :“Proses yang mengukur kinerja
pegawai. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup baik aspek
kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan”.
Selanjutnya pengertian kinerja dikemukakan oleh
Simanjuntak (2005 : 1) mengemukakan bahwa kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2005 : 9) bahwa
kinerja pegawai (prestasi) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja sumberdaya
manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumberdaya manusia
persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi mendasar
personalia, kadang-kadang disebut juga dengan review kinerja,
penilaian pegawai, evaluasi pegawai, atau rating personalia.
Semua istilah tersebut berkenaan dengan proses yang sama.
Standar kinerja pekerjaan menentukan tingkat kinerja yang
diharapkan dari pemegang pekerjaan tersebur dan kriteria terhadap
62
mana kesuksesan pekerjaan diukur. Beberapa persyaratan yang
mesti dipenuhi standar kinerja pekerjaan adalah:
1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan
organisasi
2. Standar kinerja haruslah stabil dan dapat diandalkan.
3. Standar kinerja haruslah membedakan antara pelaksanaan
pekerjaan yang baik, sedang atau buruk.
4. Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka
5. Standar kinerja haruslah mundur dan diukur
6. Standar kinerja haruslah dipahami oleh pegawai dan
pengawasan
7. Standar kinerja haruslah memberikan penafsiran tidak
menua.
Standar pekerjaan mempunyai dua fungsi. Pertama,
menjadi tujuan atau sasaran dari usaha pegawai. Jika standar telah
dipenuhi maka pegawai akan merasakan adanya pencapaian dan
penyelesaian. Kedua, standar pekerjaan merupakan kriteria
pengukuran kesuksesan suatu pekerjaan. Tanpa adanya standar,
tidak ada system pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja
pegawai.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Mangkunegara
(2005: 13) yang merumuskan bahwa:
63
Human Performance = Abilitiy x Motivation
Motivation =Attitude x Situation
Ability =Knowledge x Skill
Penjelasan:
a. Faktor kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (Ability) terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality
(knowledge + skill). Artinya, pimpinan dari guru yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110 – 120) apalagi IQ
superior, very superior, gifted dan genius dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih
mudah mencapai kinerja maksimal.
b. Faktorr motivasi (motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan
guru terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan
organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap
situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi
dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra)
terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara
lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijkan
pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
64
Menurut Simamora (2006 : 390) kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1) Faktor individu yang terdiri dari:
a. Kemampuan dan keahlian
b. Latar belakang
c. Demografi
2) Faktor psikologis yang terdiri dari:
a. Persepsi
b. Attitude
c. Personality
d. Pembelajaran
e. Motivasi
3) Faktor organisasi yang terdiri dari:
a. Sumberdaya
b. Kepemimpinan
c. Penghargaan
d. Struktur
e. Job design
Kinerja individual adalah hasil kerja guru baik dari segi
kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah
ditentukan, kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung
oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan
organisasi.
65
Menurut A. Dale Timple (1992 : 31), faktor-faktor kinerja
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai
kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan
seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut
mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki
upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
E. PENGERTIAN PENILAIAN KINERJA ATAU
KUALITAS OUTPUT
Organisasi atau lembaga perlu mengetahui berbagai
kelemahan dan kelebihan pegawai sebagai landasan untuk
memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan, dalam rangka
meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Untuk
itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodic yang
beriorientasi pada masa lalu atau masa yang akan dating.
Untuk kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh
pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan
perannya dalam organisasi. Untuk kerja pegawai merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai
tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi
untuk meningkatkannya Salah satu diantaranya adalah melalui
penilaian kerja.
66
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang
sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup
efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas
tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan guru sesuai dengan
perannya dalam lembaga. Kinerja guru merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam upaya lembaga untuk mencapai tujuannya.
Sastrohadiwiryo (2002 : 231) mengemukakan bahwa
penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan
manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja
dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan
uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya
setiap akhir tahun.
Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan
manajemen/penyelia penilai yang hierarkinya langsung diatas
tenaga kerja yang bersangkutan atau manajemen/penyelia yang
ditunjuk untuk itu. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan
kepada manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam
rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan
pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang
berhubungan dengan pengembangan lembaga.
67
Penilaian kinerja merupakan proses subjektif yang
menyangkut penilaian manusia. Dengan demikian, penilaian
kinerja sangat mungkin keliru dan sangat mudah dipengaruhi oleh
sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut
mempengaruhi proses penilaian, sehingga harus diperhitungkan
dan dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap
memenuhi sasaran apabila memiliki dampak yang baik pada
tenaga kerja yang baru dinilai kinerja/keragaannya.
Simamora (2006 : 338) menyatakan bahwa penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu guru.
Manullang dan Marrihot (2004 : 136) bahwa penilaian
kinerja adalah suatu penilaian secara sistematis kepada guru oleh
beberapa orang ahli untuk suatu atau beberapa tujuan tertentu.
Berdasarkan dari definisi diatas, maka penilaian kerja
(appraisal performance) adalah suatu proses penilaian prestasi
kerja guru yang dilakukan oleh organisasi terhadap gurunya secara
sistematik dan formal berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan
kepadanya. Dalam hal ini para manajer harus terus melakukan
pertimbangan mengenai hasil prestasi kerja para bawahannya.
Pertimbangan itu nantinya akan dipergunakan sebagai bahan untuk
penetapan kenaikan gaji, promosi, pension, dan perencanaan
pengembangan karir. Dampak utama dari program penilaian ini
68
adalah memberikan pengaruh motivasional terhadap mereka yang
dinilai.
Tujuan penilaian kinerja untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari
sumber daya manusia organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari
penilaian kinerja yaitu:
1. Meningkatkan saling pengertian antara guru tentang
persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang guru, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau
sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang
terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada guru untuk mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian
terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa
depan, sehingga guru termotivasi untuk berprestasi sesuai
dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang
sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat,
dan kemudia menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal
yang perlu diubah.
69
Disamping organisasi modern, penilaian kinerja
merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan
dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi
kinerja individu diwaktu berikutnya. Penilaian kinerja menjadi
basis bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji,
promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi
kepegawaian lainnya.
Penilaian kinerja berbicara tentang kinerja guru dan
akuntabilitas. Ditengah kompetisi global, lembaga menuntut
kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, kalangan guru
membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman
perilakunya dimasa depan. Penilaian kinerja pada prinsipnya
merupakan salah satu aktivitas dasar departemen sumberdaya
manusia kadang-kadang disebut juga dengan telaah kinerja,
penilaian guru, evaluasi kinerja, evaluasi guru atau penentuan
peringkat personalia. Semua istilah tadi berkenaan dengan proses
yang sama.
Semua organisasi dapat mengevaluasi atau menilai kinerja
dengan beberapa cara. Didalam organisasi kecil, evaluasi ini
mungkin sifatnya informal. Didalam organisasi yang besar,
evaluasi atau penilaian kinerja sangat mungkin merupakan
prosedur yang sistematik dimana kinerja sesungguhnya dari semua
guru manajerial, professional, teknis, penjualan, dan klerikal
dinilai secara formal.
70
Apabila penilaian kinerja dapat dilakukan secara baik dan
objektif maka akan dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat
dirasakan, baik oleh manajer sebagai penilai, guru yang dinilai,
dan organisasi secara keseluruhan. Manfaat-manfaat yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi manajer penilai
Dengan melakukan penilaian objektif, penilai (manajer)
akan mudah mengidentifikasi beberapa hal mengenai guru
yang dinilai, seperti kekuatan dan kelemahan guru,
beberapa masalah yang ada, masalah potensial dan
kebutuhan akan program pelatihan.
2. Manfaat bagi guru
Karena yang dinilai itu adalah guru, maka guru akan
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan
pandangannya, mengetahui kekuatan dan kelemahan
dirinya, memiliki kesempatan untuk mendiskusikan tujuan
organisasi/departemen, dan mengidentifikasi peranan
dirinya.
3. Manfaat bagi organisasi
Secara umum, penilaian kinerja guru akan mampu
meningkatkan kinerja individu, meningkatkan kinerja
departemen, adanya efisiensi, meningkatnya kualitas
produksi/pelayanan. Organisasi juga akan dapat
menggunakan penilaian kinerja sebagai alat pengambilan
71
keputusan dalam rangka menetapkan kompensasi dan
proporsi jabatan.
Manfaat lain yang diharapkan dengan adanya penilaian
kinerja guru adalah: mendorong peningkatan prestasi kerja yang
dinilai, sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian
imbalan/ kompensasi, dapat digunakan untuk kepentingan mutase,
dipergunakan untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan,
serta membantu para guru menentukan rencana karir.
Penilaian kinerja (performance appraisal) secara
keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari evaluasi
pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja berkenaan dengan
seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang
ditugaskan/diberikan. Evaluasi pekerjaan menentukan seberapa
tinggi harga sebuah pekerjaan bagi organisasi, dan dengan
demikian, pada kisaran beberapa gaji sepatutnya diberikan kepada
pekerjaan itu. Sementara penilaian kinerja dapat menunjukkan
bahwa seseorang adalah pemrogram computer terbaik yang
dimiliki organisasi, evaluasi pekerjaan digunakan untuk
memastikan bahwa pemrogram tadi menerima gaji maksimal
untuk posisi programmer computer sesuai dengan nilai positif
tersebut bagi organisasi.
Harus disadari oleh manajemen pada seluruh hierarki
lembaga bahwa penilaian kinerja penting artinya dan banyak
fungsinya. Lembaga-lembaga melakukan penilaian kinerja bagi
72
setiap para tenaga kerjanya dengan sangat rendah, bahkan dapat
merugikan tenaga kerja itupun kalua mungkin dikerjakan.
Misalnya dibidang kompensasi berdasarkan kinerja, penilaian
kinerja dapat menyebabkan sinisme dan kepercayaan bahwa
kompensasi dan kinerja/keragan tidak ada kaitannya. Meskipun
menurut berbagai pernyataan dan kebijakan umum (general
policy) dikatakan bahwa memang demikian. Meskipun tidak
banyak diketahui tentang bagaimana melakukan penilaian kinerja
yang efektif, tentu terdapat hal-hal yang benar dan salah dalam
pelaksanaan penilaian kinerja (penilaian kualitas output)
E.1. Pengertian Pegawai
Pegawai adalah orang yang melaksanakan pekerjaan
dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari
pemerintah atau lembaga, dalam membahas pengertian
pegawai ini penulis beriorientasi pada Pegawai Negeri Sipil,
didalam pasal 1 sub a undang-undang No. 8 tahun 1974,
tentang undang-undang Pokok Kepagawaian dikemukakan
bahwa pegawai adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan
sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
73
Selanjutnya didalam buku Ensiklopedia administrasi
dikatakan bahwa pegawai adalah terdiri dari pegawai sipil dan
anggota angkatan bersenjata Republik Indonesia. Pegawai
negeri sipil terdiri dari pegawai negeri sipil pusat, pegawai
negeri sipil daerah dan pegawai negeri sipil lain yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Memperhatikan pengertian pegawai yang dimaksudkan
pada pasal 1 sub a, maka pengertian pegawai memiliki
beberapa unsur pokok yaitu:
a. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang.
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang
c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negara
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa
pegawai adalah seluruh individu yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang diserahi tugas dalam suatu jabatan negara
atau tugas lainnya yang digaji berdasarkan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1974
tentang pokok-pokok kepagawaian dikemukakan bahwa:
1. Pegawai terdiri dari:
a. Pegawai negeri sipil
74
b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
2. Pegawai negeri sipil terdiri dari:
a. Pegawai negeri sipil pusat
1) Pegawai negeri sipil pusat yang gajinya dibebankan
pada anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
bekerja pada departemen, kesekretariatan lembaga
tertinggi/tinggi negara, instansi vertical didaerah-
daerah dan kepaniteraan pengadilan.
2) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja pada
lembaga jawatan.
3) Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja yang
diperbantukan atau dipekerjakan pada daerah
otonom.
4) Pegawai negeri sipil pusat yang menyelenggarakan
tugas negara lainnya seperti hakim pada pengadilan
negeri dan pengadilan tinggi dan lain-lain.
b. Pegawai negeri sipil daerah yaitu pegawai yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja.
Daerah dan bekerja pada dinas atau intansi daerah
otonom.
c. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah. Organisasi adalah alat untuk
mencapai tujuan oleh sebab itu harus disesuaikan
dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai
75
tujuan berhubungan dengan itu ada kemungkinan
bahwa arti dari pegawai negeri sipil akan berkembang
dikemudian hari.
F. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Efektifitas kebijakan manajemen sumberdaya manusia
yang dibuat dalam berbagai bentuknya dapat diukur pada seberapa
jauh organisasi mencapai kesatuan gerak seluruh unit organisasi,
seberapa besar komitmen pegawai terhadap pekerjaan dan
organisasinya, sampai sejauh mana organisasi toleran dengan
perubahan sehingga mampu membuat keputusan dengan cepat dan
mengambil langkah dengan tepat, serta seberapa tinggi tingkat
kualitas “output” yang dihasilkan organisasi.
Karena berupaya mengintegrasikan kepentingan organisasi
dan pekerjaannya, maka manajemen sumberdaya manusia lebih
dari sekedar seperangkat kegiatan yang berkaitan dengan kordinasi
sumberdaya manusia organisasi. Manajemen sumberdaya manusia
adalah contributor utama bagi keberhasilan organisasi. Oleh
karena itu, jika manajemen sumberdaya manusia tidak efektif
dapat menjadi hambatan utama dalam memuaskan pekerja dan
keberhasilan organisasi.
Untuk merencanakan, mengelola dan mengendalikan
sumberdaya manusia dibutuhkan suatu alat manajerial yang
disebut manajemen sumberdaya manusia. Manjamen sumberdaya
76
manusia dapat dipahami sebagai suatu proses dalam organisasi
serta dapat pula diartikan sebagai suatu kebajikan.
Organisasi memiliki berbagai macam sumberdaya sebagai
“input” untukdiubah menjadi “output” berupa produk barang atau
jasa. Sumberdaya tersebut meliputi modal atau uang, teknologi
untuk menunjang proses produksi, metode atau strategi yang
digunakan untuk beroperasi manusia dan sebagainya. Diantara
berbagai macam sumberdaya tersebut, manusia atau sumberdata
manusia merupakan elemen yang paling penting.
Fokus manajemen sumberdaya manusia terletak pada
upaya mengelola sumberdaya manusia didalam dinamikan
interaksi antara organisasi pekerja yang acap memiliki
kepentingan berbeda. Manajemen sumberdaya manusia meliputi
penggunaan sumberdaya manusia secara produktif dalam
mencapai tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan
pekerja secara individual.
Schuler, dkk, yang dikutip oleh Irianto (2001 : 3)
mendefinisikan bahwa manajemen sumberdaya manusia sebagai
pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai
sumberdaya manusia yang sangat penting dalam memberi
kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan penggunaan beberapa
fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa sumberdaya
manusia tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi
kepentingan individu, organisasi dan masyarakat.
77
Rivai (2008 : 1) mengemukakan bahwa manajemen
sumberdaya manusia merupakan salah satu bidang dari
manajemen umum yang meliputi merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Karena sumberdaya manusia dianggap semakin penting
perannya dalam pencapaian tujuan lembaga, maka berbagai
pengalaman dan hal penelitian dalam bidang sumberdaya manusia
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen
sumberdaya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti
sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya
memanage(mengelola) sumberdaya manusia.
Oleh seorang pimpinan pengelolaan dan pendayagunaan
tersebut dikembangkan secara maksimal didalam organisasi untuk
mencapai tujuan instansi dan pengembangan individu manusia
yang ada dalam instansi itu secara terpadu. Selain itu manajemen
sumberdaya manusia juga memberikan penekanan pada
kepentingan strategi dan proses manajemen sumberdaya manusia
demi kelangsungan aktivitas instansi secara terus menerus. Selain
itu manajemen sumberdaya manusia juga adalah rangkaian
strategis, proses dan aktivitas yang didesain untuk menunjang
tujuan instansi dengan cara mengintegrasikan kebutuhan instansi
dan individu sumberdaya manusianya.
78
Mengingat pentingnya peran sumberdaya manusia dalam
instansi agar tetap dapat “survive” dalam iklim persaingan bebas
tanpa batas, maka peran manajemen sumberdaya manusia tidak
lagi hanya menjadi tanggungjawab para pegawai, akan tetapi
merupakan tanggungjawab pimpinan instansi. Pengelolaan
manajemen sumberdaya manusia tentu saja harus dilaksanakan
oleh pemimpin yang professional. Dengan demikian, manajemen
sumberdaya manusia dapat diartikan sebagai pengelolaan dan
pendayagunaan sumberdaya yang ada pada individu (pegawai).
Manajemen sumberdaya manusia menurut Tangkilisan
(2003 : 1) adalah pengelolaan orang didalam organisasi secara
optimal agar kinerja organisasipun seperti yang diharapkan.
Untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi yang
diharapkan, maka keberadaan dari sumberdaya harus dapat
dioptimalkan peran dan fungsi strategisnya. Menurut Yuli (2005 :
17), secara umum peran manajemen sumberdaya manusia
dikelompokkan dalam tiga peran utama, yaitu:
1. Peran administrasi manajemen sumberdaya manusia
2. Peran operasional manajemen sumberdaya manusia
3. Peran strategis manajemen sumberdaya manusia
Masing-masing peran tersebut memiliki fokus atau
konsentrasi, rentang waktu, dan jenis kegiatan yang berbeda-
beda. Untuk lebih jelasnya ketiga peran utama tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
79
1. Peran administrasi manajemen sumberdaya manusia
Peran administrasi sumberdaya manusia lebih
ditekankan pada upaya memproses dan menyimpan catatan.
Semua aktivitas dalam organisasi dicatat dan dibuatkan
database sehingga pada saat dibutuhkan oleh pihak-pihak
tertentu dapat dilaporkan dengan segera. Peran administratif
menjadikan sumberdaya manusia sebagai tenaga pencatat saja
dan tidak memberikan kontribusi sesuai dengan peran yang
sebenarnya.
2. Peran organisasi manajemen sumberdaya manusia
Peran operasional lebih mengacu pada aktivitas-
aktivitas penyelenggaraan dan mempersiapkan kebutuhan
organisasi terhadap pegawai. Tugas pokok manajemen
sumberdaya manusia dalam hal ini adalah merencanakan
perekrutan, menerima lamaran, melakukan seleksi, menyususn
anggaran gaji, mengadakan pelatihan dan pengembangan dan
sebagainya.
3. Peran strategis manajemen sumberdaya manusia
Menyadari pentingnya sumberdaya manusia sebagai
asset yang berharga bagi organisasi, maka peningkatan peran
strategis menjadi suatu keharusan. Menjamin bahwa organisasi
memiliki sumberdaya manusia yang cukup dalam kuantitas
maupun kualitas merupakan salah satu peran strategis
manajemen sumberdaya manusia. Peran strategis menekankan
80
pada kondisi sumberdaya manusia untuk jangka waktu yang
panjang guna meningkatkan nilai kompetititf organisasi dalam
persaingan usaha.
Dalam struktur organisasi, kedudukan manajemen
sumberdaya manusia berada dalam hubungan lini, yaitu
kedudukan yang memperoleh wewenang tertentu untuk
mengarahkan dan mengendalikan para pegawai dalam
organisasi. Mereka bertanggungjawab untuk menasehati
manajer lini dibidang-bidang seperti perekrutan, perintah
kerja, dan kompensasi. Sejumlah tanggungjawab manajemen
sumberdaya manusia secara lini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang
tepat.
2. Memperkenalkan pegawai baru dalam organisasi
3. Melatih pegawai untuk jabatan bagi mereka yang masih
baru.
4. Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang.
5. Mengendalikan biaya pegawai
6. Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja
7. Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai
Dalam situasi tertentu, manajemen sumberdaya
manusia dapat menjalankan salah satu dari tiga fungsi berikut:
81
a. Fungsi lini, yaitu mengarahkan kegiatan dari orang-orang
didalam departemennya sendiri dan dalam bidang-bidang
jasa.
b. Fungsi koordinatif, yaitu sebagai coordinator kegiatan
personil
c. Fungsi staf, yaitu membantu dalam hal pelatihan,
penilaian, pengimbalan, penyukuhan, promosi, dan
pemecatan pegawai.
Sumberdaya manusia memiliki posisi sangat strategis
dalam organisasi, artinya unsur manusia memegang peran penting
dalam melakukan aktivitas untuk pencapaian tujuan. Untuk itulah
maka eksistensi sumberdaya manusia dalam organisasi sangat
kuat. Untuk mencapai kondisi yang lebih baik maka perlu adanya
manajemen terhadap sumberdaya manusia secara memadai
sehingga terciptalah sumberdaya manusia yang berkualitas, loyal
dan berprestasi.
Sumberdaya manusia merupakan elemen utama organisasi
dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi dan
uang, sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Manusia memilih teknologi, manusia yang mencari modal,
manusia yang menggunakan dan memeliharanya disamping
manusia dapat menjadi salah satu sumber keunggulan bersaing
dan sumber keunggulan bersaing yang langgeng. Oleh karena itu,
82
pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi menjadi suatu
hal yang sangat penting.
Hariandja (2002 : 3) mengemukakan bahwa manajemen
sumberdaya manusia adalah keseluruhan penentuan dan
pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang
bertujuan untuk mendapatkan pegawai, pengembangan, dan
pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap
peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis
dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa aktivitas
berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan,
rekrutmen, seleksi, orientasi, memotivasi dan lain-lain.
Menentukan berbagai policy sebagai arah tindakan seperti lebih
mengutamakan sumber dari dalam untuk mengisi jabatan yang
kosong,memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengisi
jabatan dan lain-lain, dan program seperti melakukan program-
program latihan dalam aspek metode yang dilakukan, orang yang
terlibat dan lain-lain. Secara etis dan sosial dapat
dipertanggungjawabkan artinya semua aktivitas dilakukan dengan
tidak bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat yang
berlaku.
Pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi
menjadi suatu bidang ilmu manajemen khusus yang dikenal
83
dengan manajemen sumberdaya manusia, disamping manajemen
pemasaran, produksi, keuangan dan lain-lain. Manajemen
sumberdaya manusia sangatlah penting dan memiliki banyak
tantangan, sebab manusia memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dibandingkan dengan sumberdaya yang lain. Manusia
mempunyai perasaan, pikiran, bisa malas, bisa rewel, tidak seperti
mesin atau sumberdaya lain yang dapat diatur sesuka hati
pengaturnya.
F.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan
sumber daya manusia:
Menurut Notoatmidjojo (2003 : 9-12), proses
pengembangan sumber daya manusia adalah suatu condition
sine quanon, yang harus ada dan terjadi disatu organisasi.
Namun demikian dalam pelaksanaan pengembangan
sumberdaya manusia ini perlu mempertimbangkan faktor-
faktor, baik dari dalam diri organisasi itu sendiri maupun dari
luar organisasi yang bersangkutan (internal dan eksternal)
a. Faktor eksternal
Faktor internal disini mencakup keseluruhan kehidupan
organisasi yang dapat dikendalikan baik oleh pimpinan
maupun oleh anggota organisasi yang bersangkutan. Secara
terinci faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Misi dan tujuan organisasi
84
Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin
dicapainya. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan
perencanaan yang baik, serta implementasi perencanaan
tersebut secara tepat. Pelaksanaan kegiatan atau program
organisasi dalam rangka mencapai tujuan ini diperlukan
kemampuan tenaga (sumberdaya manusia), dan ini hanya
dapat dicapai dengan pengembangan sumberdaya manusia
dalam organisasi tersebut.
2. Strategi pencapaian tujuan
Sifat dan tujuan suatu organisasi mungkin mempunyai
persamaan dengan organisasi lain, tetapi strategi untuk
mencapai misi dan tujuan tersebut berbeda. Oleh sebab itu
setiap organisasi mempunyai strategi tertentu.
3. Sifat dan jenis kegiatan
Sifat dan jenis kegiatan sangat penting pengaruhnya
terhadap pengembangan sumberdaya manusia dalam
organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi yang
sebagian besar melaksanakan kegiatan teknis, maka pola
pengembangan sumberdaya manusianya akan berbeda
dengan organisasi yang bersifat ilmiah misalnya. Demikian
pula strategi dan program pengembangan sumberdaya
manusia akan berbeda antara organisasi yang kegiatannya
rutin dengan organisasi yang kegiatannya memerlukan
inovasi dan kreatif.
85
4. Jenis dan teknologi yang digunakan
Sudah tidak asing lagi bahwa organisasi dewasa ini telah
menggunakan teknologi yang bermacam-macam, dari yang
paling sederhana sampai yang paling canggih.
Pengembangan sumberdaya manusia disini diperlukan,
baik untuk mempersiapkan tenaga guna menangani
pengoperasian teknologi itu, atau mungkin untuk
menangani terjadinya otomatisasi kegiatan-kegiatan yang
semula dilakukan oleh manusia.
b. Faktor eksternal
Organisasi itu berada didalam lingkungan dan tidak
terlepas dari pengaruh lingkungan dimana organisasi itu
berada. Agar organisasi itu dapat melaksanakan misi dan
tujuannya, maka ia harus memperhitungkan faktor-faktor
lingkungan atau faktor-faktor eksternal organisasi itu. Faktor-
faktor eksternal tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Kebijaksanaan pemerintah
Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah,baik yang
dikeluarkan melalui perundangan-undangan, peraturan
pemerintah, surat-surat keputusan menteri dan pejabat
pemerintah, dan sebagainya adalah merupakan arahan yang
harus diperhitungkan oleh organisasi. Kebijaksanaan-
kebijaksanaan tersebut sudah tentu akan mempengaruhi
86
program-program pengembangan sumberdaya manusia
dalam organisasi yang bersangkutan.
2. Sosial-Budaya masyarakat
Faktor sosio-budaya masyarakat tidak dapat diabaikan oleh
suatu organisasi. Hal ini dapat dipahami karena suatu
organisasi apapun didirikan untuk kepentingan masyarakat
yang mempunyai latar belakang sosio-budaya yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam mengembangkan
sumberdaya manusia dalam suatu organisasi faktor ini
perlu dikembangkan.
3. Perkembangan IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diluar
organisasi dewasa ini telah sedemikian pesatnya. Sudah
tentu suatu organisasi yang baik harus mengikuti arus
tersebut. Untuk itu maka organisasi harus mampu untuk
memilih teknologi yang tepat untuk organisasinya. Untuk
itu maka kemampuan karyawan organisasi harus
diadaptasikan dengan kondisi tersebut.
F.2. Tujuan pengembangan sumber daya manusia:
Ardana, Mujiati, dan Utama (2012 : 92-93) merinci
tujuan dari pengembangan sebagai berikut:
1. Produktivitas kerja. Dengan pengembangan maka
produktivitas kerja karyawan akan meningkat. Kualitas dan
kuantitas produksi semakin baik karena technical skill,
87
human skill dan managerial skill karyawan yang semakin
baik.
2. Efisiensi. Pengembangan karyawan bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku dan
mengurangi arusnya mesin-mesin pemborosan berkurang,
biaya produktif relatif kecil sehingga daya saing
perusahaan semakin besar.
3. Kerusakan. Pengembangan karyawan bertujuan untuk
mengurangi kerusakan barang, produksi mesin-mesin
karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam
melaksanakan pekerjaannya.
4. Kecelakaan. Pengembangan bertujuan untuk mengurangi
angka kecelakaan karyawan sehingga jumlah biaya
pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
5. Pelayanan. Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah
perusahaan. Karena pemberian pelayanan yang baik
merupakan daya penarik yang sangat penting bagi
rekaman-rekaman perusahaan.
6. Moral. Dengan pengembangan maka moral karyawan akan
lebih baik karena keahlian dan keterampilan sesuai dengan
pekerjaannya dengan baik.
7. Karier. Dengan pengembangan kesempatan untuk
meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena
88
keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik.
Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian dan
prestasi kerja seseorang.
8. Konseptual. Dengan pengembangan, manajer semakin
cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih
baik, karena technical, skill, human skill, dan managerial
skillnya telah lebih baik.
9. Kepemimpinan. Dengan pengembangan, kepemimpinan
seseorang akan lebih baik, human relationnya lebih luwes,
motivasinya lebih terarah hingga pembinaan kerja sama
vertical dan horizontal semakin harmonis.
10. Balas jasa. Dengan pengembangan maka balas jasa (gaji,
upah, insentif dan benefit) karyawan akan meningkatkan
prestasi kerja mereka semakin besar.
11. Konsumen. Pengembangan karyawan dan memberikan
manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena
mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang
lebih bermutu.
12. Pengembangan karyawan perlu dilakukan oleh setiap
perusahaan karena akan memberikan manfaat bagi
perusahaan, karyawan, dan masyarakat konsumen.
F.3. Semangat kerja
Didalam membahas semangat kerja, hal yang harus
diperhatikan dan dibahas adalah masalah pengertian semangat
89
kerja tersebut. Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian
semangat kerja sebagai berikut:
Nitisemito (1982) berpendapat bahwa semangat kerja
adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga
dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat
dan lebih baik. Semangat dan kegairahan kerja sulit untuk
dipisah-pisahkan, meskipun semangat kerja tidak mesti
disebabkan oleh kegairahan kerja, tetapi kegairahan kerja
cukup besar pengaruhnya terhadap semangat kerja. Dengan
meningkatnya semangat dan kegairahan kerja, maka pekerjaan
akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh negatif dari
menurunnya semangat kerja dapat diperkecil seminimal
mungkin. Menurut Alexander Leighton dalam Mukjiat (1983)
menyatakan bahwa semangat kerja atau moril kerja adalah
kemamouan sekelompok orang-orang untuk bekerja sama
dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama.
Dari pendapat sebagaimana diuraikan diatas, maka
dapat dikatakan bahwa semangat kerja sebagai suatu iklim
atau suasana kerja didalam suatu lembaga/organisasi. Suasana
tersebut merupakan sikap mental individu atau kelompok yang
pendapat dalam organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan
didalam melaksanakan tugas pekerjaan dan mendorong
mereka utuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif
sehingga sasaran/tujuan organisasi bisa tercapai.
90
Semangat kerja yang tinggi dengan kegairahan para
guru didalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Berdasarkan pendapat sebagaimana yang terkandung
didalam pengertian semangat kerja selanjutnya akan dibahas
pula faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat
kerja dalam suatu organisasi.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja
Zainun (1997) menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja dalam
organisasi yaitu adanya hubungan yang harmonis antara
pimpinan dan bawahan, terutama antara pimpinan kerja
yang sehari-hari langsung berhubungan. Disamping itu
semangat kerja Nampak bila ada:
a. Kepuasan guru terhadap tugas pekerjaannya, karena
memperoleh tugas yang disukai
b. Terdapatnya iklim kerja yang bersahabat dengan
anggota organisasi lain
c. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan
materiil lainnya yang memadai sebagai imbalan yang
dirasakan adil terhadap jerih payah yang telah
diberikan kepada organisasi.
d. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta
perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat
91
membahayakan diri pribadi dan karier dalam
pekerjaan.
e. Sarana penunjang. Tentang pentingnya sarana penunjang
ini dapat dikatakan bahwa meskipun efesien, efektifitas
dan produktifitas kerja tergantung pada manusia dalam
organisasi, tetapi diperlukan kondisi kerja yang
mendukung. Hal ini berarti tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas
yang harus diselesaikan. Selanjutnya pentingnya sarana
dan prasarana dalam menunjang prestasi kerja adalah
karena faktor sarana dan prasarana, yang diartikan
sebagai peralatan yang penting dalam penyelenggaraan
aktifitas pemerintah. Dalam hal ini sarana dan prasarana
yang digunakan untuk mempermudah atau memperlancar
gerak dan aktifitas pemerintah.
f. Betapapun positifnya perilaku guru seperti yang
tercermin didalam disiplin yang tinggi, dedikasi yang
tidak diragukan ataupun kemampuan kerja yang baik,
tanpa sarana dan prasarana kerja tidak akan berbuat
banyak, apalagi untuk dapat meningkatkan efisiensi,
efektifitas dan produktifitas kerjanya.
2) Faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja adalah
sebagai berikut:
92
a. Absensi
Menurut Gordon E.Withins (1950) absensi
menunjukkan ketidakhadiran pekerja dalam tugasnya. Hal
ini termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan
dan pergi meninggalkan pekerjaan karena alasan-alasan
pribadi baik diberi wewenang atau tidak. Yang tidak
diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikannya
sementara, tidak ada pekerjaan, cuti yng sah, periode libur
dan pemberhentian bekerja.
b. Kerjasama
Menurut Winardi (1982) Kerjasama didefinisikan
sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain.
Kerjasama dapat dilihat dari:
1) Kesediaan para guru untuk bekerjasama dengn
teman sekerja maupun dengan atasan mereka yang
didasarkan untuk tujuan bersama.
2) Kesediaan untuk saling membantu diantara teman-
teman sekerja sehubungan dengan tugas-tugasnya.
c. Kepuasan Kerja
Hasibuan (1997) mengatakan bahwa kepuasan
kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya yang dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Selanjutnya Handoko
(2000) memberikan pengertian bahwa kepuasan kerja
93
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para guru memandang
pekerjaannya.
d. Kedisiplinan
Sudah menjadi keharusan bagi setiap organisasi
untuk memelihara berbagai ketentuan yang harus ditaati
oleh anggotanya, standar yang harus dipenuhi. Disiplin
merupakan tindakan untuk mendorong anggotanya
memenuhi salah satu ketentuan dari berbagai ketentuan
tersebut.
Pendisiplinan aparatur adalah suatu bentuk
pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk
pengetahuan, sikap perilaku, sehingga secara suka rela
berusaha bekerja secara kooperatif dengan yang lainnya
serta meningkatkan prestasi kerja. H.Malayu SP.Hasibuan
(1997) mengatakan, bahwa kedisiplinan adalah kesadaran
dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
organisasi dan norma-norma social yang berlaku.
Selanjutnya Staf Dosen BPA UGM (1978) mengatakan
disiplin adalah suat keadaan tertib, dimana orang-orang
yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada
peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disebutkan
94
beberapa ukuran untuk mengukur disiplin yang baik antara
lain:
1) Kepatuhan apparat pada jam kerja
2) Kepatuhan apparat pada perintah atau instruksi dan
atasan serta taat pada peraturan dan tata tertib yang
berlaku
3) Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah
ditentukan oleh instansi.
Pada prinsipnya, semangat kerja bagi MEC
tercermin pada kemauan dan keinginan baik secara pribadi
maupun organisasi. Keinginan secara pribadi bisa saja
didorong oleh keinginan untuk mencapai imbalan-imbalan
material atau imbalan inmaterial berupa penghargaan, dan
lain-lain sebagainya. Sedangkan keinginan secara
organisasi, agar tercipta pencapaian target yang telah
ditetapkan organisasi.
G. PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN
PRESTASI KERJA DALAM PANDANGAN ISLAM
G.1. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam
pandangan islam
Sumberdaya tersebut meliputi modal, material dan
teknologi, serta sumber daya manusia (SDM). Sumber daya
manusia merupakan salah satu sumberdaya atau resource yang
ada dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia mempunyai
95
peran utama dalam dalam setiap kegiatan organisasi. Seperti
yang kita ketahui bahwa suatu organisasi dalam menjalankan
aktivitasnya selalu dilakukan oleh manusia sebagai sumber
daya manusia atau pegawai yang dinamis dan memiliki
pengetahuan, kemampuan, sikap dan perilaku yang
berkembang. Sumber daya manusia juga merupakan suatu
kekuatan besar dalam pengelolaan sumber-sumber daya yang
ada dimuka bumi, sehingga kita perlu mengolah sumber daya
ini dengan baik dan benar. Karena pada dasarnya Allah
sengaja menciptakan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini
untuk kemaslahatan umat. Sebagaimana firman Allah swt
dalam Q.S Al-Insyirah ayat 13 yang artinya:
“Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang dilangit dan
apa yang dibumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdpat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berfikir.”
Dari ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa sumber daya
yang ada di muka bumi ini hendaknya dikelola dengan baik
dan benar. Jika manusia mampu mengelola sumber daya yang
ada dimuka bumi ini dengan baik dan benar, maka sumber
daya manusia yang ada akan teroptimalkan dengan baik dan
benar pula.
Salah satu cara untuk mengoptimalkan sumber daya
manusia, yaitu dengan cara pengembangan SDM.
96
Pengembangan SDM dalam islam merupakan suatu perbuatan
yang tujuannya untuk ibadah kepada Allah, bukan untuk
lainnya. Dengan adanya niat ibadah kepada Allah, maka
kemampuan SDM yang dimiliki akan ditingkatkan dan
dilakukan dalam angka beribadah kepada-Nya. Hal ini bisa
tercermin dari sikapnya dalam menjalankan tugas yang
diembannya sehari-hari.
Pembinaan dan pengembangan karyawan baru atapun
lama dalam perusahaan adalah salah satu cara kegiatan dalam
rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan
perkembangan karyawan (Rivai, 2006 : 307). Untuk
meningkatkan kemampuan yang dimiliki, maka diperlukan
usaha yang berawal dari diri masing-masing individu sehingga
organisasi mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman.
Allah berfirman didalam Q.S Ar-Raad ayat 11 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri merekea
sendiri.
Dari ayat ini bisa disimpulkan bahwa agar organisasi
bisa berkembang dan mengikuti kemajuan zaman, maka
organisasi harus melakukan suatu perubahan. Salah satunya
yaitu dengan cara pengembangan sumber daya manusia. Dan
tentunya ditujukan dengan niat ibadah kepada Allah swt.
97
G.2. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam
pandangan islam
Robbins (1978) menjelaskan bahwa prestasi kerja
merupakan sebagai suatu usaha seorang karyawan dalam
mencapai objektif dalam tujuan organisasi tersebut. Lagece
(1988) juga melihat prestasi sebagai usaha seseorang dalam
menjalankan atau menyempurnakan suatu tugas dengan efektif
(Wijono, 79 :2010). Prestasi kerja yang dimiliki seorang
pagawai tidak hanya menguntungkan pegawai tersebut, tetapi
juga bagi organisasi yang dinaunginya. Allah berfirman dalam
Q.S An-Najm ayat 39 yang menyatakan betapa pentingnya
prestasi kerja yang artinya:
“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain
apa yang Telah diusahakannya.”
Dari ayat di atas diketahui bahwa prestasi kerja
merupakan hasil yang diperoleh pegawai sesuai dengan apa
yang telah diusahakannya. Dalam mencapai prestasi, selain
dengan menggunakan cara yang efektif juga dibutuhkan
kesungguhan. Bekerja yang disertai dengan kesungguhan
maka akan menghasilkan kerja yang berkualitas pula. Dengan
begitu dia akan mendapatkan imbalan/ reward yang
menguntungkan bagi individu tersebut. Dalam Al-Qur’an
Surah An’am ayat 132 yang artinya:
98
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat
(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya dan Tuhanmu
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
Pada ayat tersebut dapat diketahui bahwa pegawai
dalam suatu organisasi akan mendapatkan prestasi kerja yang
baik sesuai apa yang telah dikerjakan dan diusahakannya,
begitu pula sebaliknya. Allah akan senantiasa memberi nikmat
kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam bekerja
karena sebagaimana yang disebutkan pada ayat diatas bahwa
Allah tidak pernah lengah dari apa yang hamba-Nya kerjakan.
Dari paparan kedua ayat diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa setiap pekerjaan akan membuahkan hasil
yang sesuai dengan usaha yang telah dilakukan. Sepeti halnya
prestasi kerja, jika bekerja ini disertai dengan kesungguhan,
maka bekerja itu akan menjadi sebuah prestasi kerja yang
tentunya menguntungkan bagi individu atau pegawai tersebut
dan juga bagi suatu organisasi.
G.3. Peran Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Meningkatkan Prestasi Kerja
Dalam organisasi terdapat berbagai macam kegiatan
untuk mengelola semua sumber daya organisasi (resources)
yang tersedia. Sumber daya tersebut meliputi modal, material
dan teknologi, serta sumber daya manusia (SDM). Untuk
99
mengelola sumber daya yang dimilikinya, pengelola organisasi
membentuk berbagai macam fungsi manajerial. Fungsi
manajemen keuangan misalnya, sengaja dibentuk dengan
memiliki tanggung jawab utama untuk mengelola sumber daya
khususnya dalam bentuk modal (uang). Sementara fungsi
lainnya, yaitu fungsi manajemen produksi, bertanggungjawab
dalam mengelola sumber daya material dan teknologi untuk
mengubah (transforming) masukan (inputs) menjadi keluaran
(outputs) dalam bentuk berupa barang dan jasa. Adapun fungsi
manajemen SDM bertanggung jawab untuk mengelola sumber
daya manusia (SDM) yang ada didalam organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Masdar dan
Asmorowati, 2009: 142)
Terdapat berbagai macam fungsi manajemen MSDM,
yaitu staffing, pengembangan SDM atau human resource
development, penggajian atau compensation health and safety,
hubungan industrial atau employee and labour relations, serta
fungsi pendukung lainnya dalam bentuk penelitian SDM atau
human resource research (Masdar dan Asmorowati, 2009:
143).
Departemen SDM juga memandang pengembangan
SDM merupakan sebuah cara yang efektif untuk menghadapi
tantangan-tantangan, termasuk ketertinggalan karyawan,
keragaman pekerja didalam dan luar negeri, perubahan teknik
100
yang disepakati, dan perputaran karyawan (Keith Davis dan
Werther W.B., 1996) (dalam Mangkuprawira, 2004: 151).
Contoh Bagan Pengembangan SDM dalam organisasi:
MEC Sinjai
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA (GURU)
PELATIHAN
( )
PENDIDIKAN
( )
KINERJA GURU PADA MEC SINJAI
KESIMPULAN/REKOMENDAS
I
101
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen Personalia dan
Sumberdaya Manusia, edisi kedua, cetakan kelimabelas,
BPFE, Yogyakarta
Hariandja, Marihot Tua Efendi, 2002, Manajemen Sumberdaya
Manusia, Pengadaan, Pengembangan, Pengkompen-
sasian, dan Pening-katan Produktivitas Pegawai,
cetakan pertama, edisi pertama, Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta
Hasibuan, Melayu, SP. 2001, Manajemen Sumberdaya
Manusia, edisi revisi, Cetakan ketiga, Bumi
Aksara, Jakarta
Hasan Igbal, 2002, Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik
Deskriptif), edisi kedua, cetakan pertama, Bumi Aksara,
Jakarta
Mangkunegara Anwar Prabu, 2005, Evaluasi Kinerja
Sumberdaya Manusia, cetakan pertama, Aditama,
Bandung
Martoyo Susilo, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
keempat, cetakan pertama, BPFE, Yogyakarta
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pengembangan Sumberdaya
Manusia, edisi revisi, cetakan kedua, Rineka Cipta,
Jakarta
Rivai, Veithzal, 2008, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk
Lembaga, edisi pertama, cetakan kedua, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Simamora, Hendry, 2006, Manajemen Sumberdaya Manusia,
edisi keempat, cetakan kedua, STIE-YKPN, Yogyakarta
102
Sastrohadiwiryo, Siswanto, 2002, Manajemen Tenaga Kerja
Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional,
cetakan pertama, Bumi Aksara, Jakarta
Suad Husnan dan Heidjrachman, 2004, Manajemen Personalia,
edisi kelima, cetakan keduabelas, BPFE, Yogyakarta
Semiring. RK, 2003, Analisis Regresi, edisi kedua, cetakan
kedua, Institut Tekhnologi Bandung
Sinungan Muchdarsyah, 2003, Produktivitas Apa Dan
Bagaimana, edisi kedua, cetakan kelima, Bumi Aksara,
Jakarta
Simanjuntak Payaman, 2005, Manajemen Dan Evaluasi
Kinerja, edisi pertama, cetakan pertama, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003, Manajemen Sumberdaya
Manusia Birokrasi Publik, cetakan pertama, Lukman
Offset, Yogyakarta
Yuli, Sri Budhi Cantika, 2005, Manajemen Sumberdaya
Manusia, cetakan pertama, Universitas Muhammadiyah,
Malang