Download pdf - Giant Cell Tumor

Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Tumor giant cell (TGC) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya sel datia yang tersebar serupa osteoklas. Cooper merupakan orang yang pertama kali melaporkan kasus TGC pada abad kedelapan belas. TGC pada tulang sangat jarang terjadi, biasanya berbentuk jinak, angka kejadian baik jinak maupun ganas hanya 4,5% dari seluruh tumor tulang pada penelitian di Mayo Clinic. Angka kejadian dari TGC sekitar 4-5% dari seluruh tumor tulang dan 18,2% dari tumor tulang yang jinak. Tumor ini umumnya jinak, walaupun demikian 510% pasien dapat berubah menjadi ganas. Tumor ganas ini umumnya disebabkan dari perubahan maligna sekunder setelah radioterapi. Tumor ini dapat terjadi pada seluruh ras, namun angka kejadian yang tertinggi didapatkan di Cina, di mana angka kejadiannya sekitar 20% dari seluruh tumor tulang. Tumor ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1. Biasanya tumor ini terjadi pada pasien dengan usia 2040 tahun, karena tumor ini terjadi tulang yang sudah matur.Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipun Giant Cell Tumor ini juga telah dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus, serta tulang kaki. Tumor ini biasanya muncul di metafisis dari lempeng epifisis. Pada umumnya tumor ini menyebabkan destruksi dari tulang, lokal metastasis, metastasis ke paru-paru, serta kelenjar getah bening (jarang), atau bertransformasi kearah keganasan (jarang).Sifat khas dari tumor sel raksasa ini adalah adanya stroma vaskular dan selular yang terdiri dari sel-sel berbentuk oval yang mengandung sejumlah nukleus lonjong, kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini merupakan sel besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda; sel ini mengandung sejumlah nukleus yang vesikular dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun tumor ini biasanya dianggap jinak, tetapi tetap memiliki berbagai derajat keganasan, tergantung pada sifat sarkomatosa dari stromanya. Pada jenis yang ganas, tumor ini menjadi anaplastik dengan daerah-daerah nekrosis dan perdarahan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiGiant cell tumor (tumor sel raksasa) juga dikenal sebagai osteoklastoma adalah suatu neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip osteoklas bercampur dengan sel mononukleus. Tumor ini juga sering terjadi, membentuk sekitar 20% dari semua tumor jinak tulang. Tumor giant cell (TGC) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya sel datia yang tersebar serupa osteoklas.2.2 Epidemiologi dan Insidensi2.2.1 EpidemiologiTumor ini mewakili sekitar 20% dari tumor jinak tulang primer.9 Kebanyakan dijumpai pada usia 20-40 tahun jarang ditemukan pada anak-anak. Insiden di Amerika Serikat dan Eropa, GCT mewakili sekitar 5% dari seluruh tumor primer tulang dan 21% dari semua tumor jinak tulang. Di cina, GCT ditemukan 20% merupakan tumor tulang primer. Wanita lebih sering menderita GCT dibandingkan dengan laki-laki.

Gambar 1. Distribuasi GCT sesuai dengan umur. Gambar 2. Distribusi GCT sesuai dengan jenis kelamin.2.2.2 InsidensiJenis tumor tulang primer memiliki bentuk jinak dan ganas. Bentuk (non-kanker) jinak yang paling umum. Giant cell tumor biasanya mempengaruhi kaki (biasanya dekat lutut) atau tulang lengan orang dewasa muda dan setengah baya. Mereka tidak sering menyebar ke tempat yang jauh, tetapi cenderung untuk kembali di mana mereka mulai setelah operasi (ini disebut kekambuhan lokal). Hal ini dapat terjadi beberapa kali. Dengan kekambuhan masing-masing, tumor menjadi lebih mungkin untuk menyebar ke bagian lain dari tubuh. Jarang, Giant Cell Tumor menyebar ke bagian lain dari tubuh tanpa terlebih dahulu berulang secara lokal. Hal ini terjadi dalam bentuk (kanker) ganas dari tumor.

Gambar 3. Lokasi GCT pada epiphysis

2.3 AnatomiSistem rangka dapat dibagi menjadi dua bagian menurut fungsinya, yaitu pertama kerangka aksial yang terdiri dari tulang kepala (cranium atau tulang tengkorak), leher (tulang hyoid dan vertebra), dan tulang rusuk, tulang dada, tulang belakang dan sakrum. Kedua kerangka appendikular yang terdiri dari tulang limbs, termasuk tulang bahu dan tulang pubis.Kerangka terdiri dari tulang rawan dan tulang. Tulang rawan adalah bentuk dari jaringan ikat yang membentuk bagian dari kerangka dimana lebih fleksibel. Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat dalam tubuh, permukaan tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang diresoprsi akan sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses lebih aktif dibandingkan formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan perforasi.Kebanyakan tulang mulai keluar sebagai tulang rawan. Tubuh kemudian meletakkan kalsium turun ke tulang rawan untuk membentuk tulang. Setelah tulang terbentuk, tulang rawan beberapa mungkin tetap berada di ujungnya untuk bertindak sebagai bantalan antara tulang. Tulang rawan ini, bersama dengan ligamen dan beberapa jaringan lain terhubung untuk membentuk tulang sendi. Pada orang dewasa, tulang rawan terutama ditemukan pada akhir beberapa tulang sebagai bagian dari sendi. Hal ini juga terlihat di tempat di dada di mana tulang rusuk memenuhi sternum (tulang dada) dan di bagian wajah. Trakea (tenggorokan), laring (kotak suara), dan bagian luar telinga adalah struktur lain yang mengandung tulang rawan.Dalam beberapa tulang sumsum hanya jaringan lemak. Sumsum di tulang lainnya adalah campuran dari sel-sel lemak dan darah pembentuk sel. Darah pembentuk sel menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan platelet darah. Sel-sel lain dalam sumsum termasuk sel-sel plasma, fibroblas, dan sel-sel retikuloendotelial.Sel dari salah satu jaringan dapat berkembang menjadi kanker.

Gambar 4 . Anatomi Tulang Panjang

Pada Giant Cell Tumor sebagian besar terjadi ditulang panjang, misalnya tibia proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal. Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh. Itu mengirimkan berat badan dari tulang pinggul untuk tibia ketika seseorang berdiri. Panjangnya sekitar seperempat dari tinggi orang tersubur. Femur terdiri dari poros (tubuh) dengan dua ujung. Bagian proksimal dari femur terdiri dari kepala, leher dan dua trochanters.2.4 PatofisiologiGiant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak diketahui apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-kasus yang jarang, mereka mungkin berhubungan dengan hiperparatiroidisme.Dalam beberapa penelitian pembentukan GCT ada beberapa faktor yang menetukan, pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memainkan peran penting dalam mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan penting dalam siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama siklin D1, telah terlibat dalam perkembangan neoplasma, para peneliti memeriksa 32 kasus GCT pada tulang panjang untuk amplifikasi gen siklin D1 dan overekspresi protein menggunakan diferensial polymerase chain reaction dan imunohistokimia, masing-masing.Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell. Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliks-loop-helix faktor transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear dan multinuklear, terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi aktivitas oesteoklas yang menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah terlibat oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat dalam berbagai tumor, secara tradisional dianggap berasal monosit, terlihat dalam berbagai tulang dan lesi extraosseus.Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir sebagai komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati dikedua sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu proses kanker di GCT, histogenesis sel stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal ini diketahui bahwa sel batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke oesteoblas. Bukti telah disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat mengembangkan untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma GCT dicari dengan menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang berbeda.2.5 KlasifikasiEnneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan klinis radiologis-histopatologis sebagai berikut:a. Stage 1: Stage inaktif/laten: (i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan, bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang: dan (iii) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap matriks rendah.b. Stage 2: stage aktif: (i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks berimbang.c. Stage 3: stage agresif: (i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat; (ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis.

2.6 Manifestasi KlinisOsteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah menjadi ganas dan agresif sehingga tumor ini dikategorikan sebagai suatu tumor ganas. Tumor sel raksasa menempati urutan ke dua (1,75%) dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali di bawah umur 20 tahun dan lebih sering pada wanita daripada pria.Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada sendi. Mungkin juga penderita datang berobat dengan gejala-gejala fraktur (10%). Dapat juga terjadi pembesaran massa secara lambat. Lebih dari tiga per empat pasien tercatat mengalami pembengkakan pada lokasi tumor. Keluhan lain yang jarang terjadi adalah kelemahan, keterbatasan gerak sendi dan fraktur patologis.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang keras dan nyeri ditemukan pada lebih dari 80% pasien. Disuse Atrophy, efusi pada persendian atau hangat pada lokasi tumor.Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gejala nerologis. Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya pergerakan sendi. TGC pada sakrum sering menimbulkan gejala low back pain yang meluas di kedua ekstremitas bagian bawah dan dapat disertai gejala neurologis, gangguan berkemih atau buang air besar.

2.7 Pemeriksaan Penunjang2.7.1 Gambaran Radiologia. X-RAYGambaran radiologi GCT pada tulang panjang melibatkan metafisis dan epifisis yang meluas ke permukaan sendi. Lesi tampak radiolusen, sering disertai trabekulasi dan berbatas jelas. Korteks tulang menipis dan kadang-kadang menggembung (ballooning). Gambaran khas GCT pada X-ray adalah soap bubble appearance dan kadang-kadang membentuk gambaran egg shell. Sebagian besar lesi bersifat eksentrik dan dekat dengan permukaan persendian.

a) b) Gambar 5 : a) gambaran lesi litik di condilus lateralis femur sinistra dengan perluasan ke area subchondral; b) gambaran lesi litik di trochanter mayor femur dekstra

b. CT-scanPemeriksaan CT-scan membantu menentukan luas dekstruksi korteks secara tepat dan lokasi optimal untuk cortical window.Pada CT Scan dapat ditemukan gambarangambaran karakteristik yang sama dengan foto polos. Marginal sklerosis, destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas pada CT Scan dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level kadang-kadang dapat terlihat. Pada CT Scan akan terlihat adanya lesi heterogen dengan area berukuran kecil, berbentuk bulat dengan densitas yang rendah di dalamnya. Tepi lesi tumor licin dikelilingi oleh expanded shell yaitu berupa lapisan tipis dari tulang atau periosteum, disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor disertai kelainan korteks tulang berupa bulging/ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan terlihat perluasan lesi tumor ke metafisis dan subartikular dan bila dibiarkan lesi akan meluas ke intraartikular disertai adanya erosi dan destruksi korteks tulang (blow out) dan pertumbuhan jaringan tumor ke luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan batas tumor yang suram (karena sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang disebut sebagai massa ekstraosseus.Densitas jaringan lesi tumor terlihat heterogen dengan fokal area yang tidak mengalami penyangatan dengan kontras bila sudah terdapat nekrosis, kista, maupun perdarahan di dalamnya. Pada jaringan tumor sendiri bila diberikan kontras akan tampak penyangatan dengan terlihatnya peningkatan nilai atenuasi sebesar 2060 H akibat adanya hipervaskularisasi. Ketepatan diagnosis dari CT Scan sangat tinggi bila dipakai sebagai tambahan dengan foto polos. CT Scan akan lebih berguna dipakai pada bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, dimana gambaran lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna untuk rencana tindakan operasi.

Gambar 6. CT scan tumor sel raksasa ulna distal potongan koronal. Temuan radiografi menunjukkan lesi subarticular diperluasc. MRIPemeriksaan MRI diindikasikan ketika tumor telah mengikis korteks dan dicurigai adanya keterlibatan neurovaskular. Pemeriksaan MRI dapat membantu mengevaluasi penetrasi subkondral.

Gambar 7. Potongan koronal MRI pergelangan tangan menunjukkan tumor sel raksasa terletak di posisi subarticular dalam radius distal. Lesi adalah heterogen dan hyperintense.

2.7.2 BiopsiPemeriksaan biopsi dapat dilakukan dengan metode frozen section bersamaan dengan tindakan operasi maupun secara terpisah. Sediaan diambil dari area yang nekrosis dan hemoragis. Pada pemeriksaan histologi didapatkan gambaran giant cell berinti banyak dengan sel stroma yang homogen, berinti satu yang bulat atau oval. Nukleus sel stroma yang identik dengan nukleus giant cell merupakan gambaran histologi yang khas pada GCT yang membedakan dengan kondisi lain yang mengandung giant cell.Gambar 8. Gambaran mikoroskopis giant cell tumor

2.8 Diagnosa Bandinga. Aneurysma Bone CistAneurysma bone cyst bukanlah suatu neoplasma. Etiologinya tidak diketahui, diduga karena adanya kelainan vaskular yang disebabkan gangguan sirkulasi darah. Biasanya dijumpai pada usia 5-20th, letaknya pada tiap bagian dari skelet, pada tulang panjang biasanya pada metaphysis.Gambaran radiologinya sangat mirip dengan giant cell tumor. Tampak daerah radiolusen pada tulang yang memberi kesan adanya destruksi tulang, lesi bersifat ekspansif, korteks menjadi sangat tipis dan mengembung keluar. Batas lesinya tegas dan sering kali disertai tepi sklerotik, hal ini yang membedakan dengan giant cell tumor yang mempunyai batas tidak tegas.

Gambar 9. Sebuah kista tulang aneurismal pada seorang gadis 14 tahun. Ini radiograf anteroposterior fibula proksimal menunjukkan lesi geografis dengan >1cm perluasan dari shell kortikal (panah)

b. KondroblastomaMerupakan tumor jinak di epifisis kartilago, umumnya muncul di tulang panjang tubular (distal dan proksimal femur, proksimal tibia, proksimal humerus, calcaneus, talus, patella). Usia pasien berkisar antara 10-25 tahun, dan lebih banyak pada laki-laki. Biasanya pasien datang dengan sakit didaerah yang lokasinya jelas, ada pembengkakan, sendi kaku dan gerakan terbatas.Pada gambaran radiologi, tampak bayangan radiolusen berbentuk bundar dengan batas tegas, kadang tampak pinggiran yang sklerotik, dan gambaran kalsifikasi pada kira-kira 50% kasus.

Gambar 10. A. Chondroblastoma pada seorang gadis 16 tahun. Sebuah radiograf anteroposterior femur distal menunjukkan lesi litik kelas IA yang kemungkinan mengandung matriks chondroid. B. CT aksial dari lesi yang sama mudah menunjukkan dot seperti kasar, popcorn sperti mineralisasi matriks control.c. Non Ossifying FibromaMerupakan tumor jinak yang umumnya terjadi pada anak-anak. 20% anak memiliki lesi ini. Lokasi paling sering di tulang paha posterior distal. Jika anak beranjak dewasa lesi cenderung menghilang.Gambaran mikroskopik suatu fibroma nonossifying terdiri dari sel spindle (fibrous). Gambaran radiologinya tampak lesi distal tibia metafisis dengan scalloping endosteal minimal Margin antara lesi dan tulang disekitarnya berbeda. Tepi sklerotik yang didefiniskan dengan baik menandakan tumor aktif minimal. Kurangnya mineralisasi internal menimbulkan gambaran lesi di jaringan berupa cairan atau fibrosa.

Gambar 11. Nonossifying fibroma dari tibia disal pada seorang gadis 9 tahun. Tepi dibatasi klasik dari lesi geografis terlihat pada radiograf anteroposterior tibia distal. Lesi memiliki margin sklerotik dengan ekspansi kortikal minim, membuat lesi kelas IA.2.9 PenatalaksanaanPenanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi, maupun eksisi luas. 1. Stage 1 atau 2Untuk lesi stage 1 atau 2, tujuan terapi adalah mengangkat lesi dengan tetap menyelamatkan sendi yang terlibat. Terapi yang dipilih adalah kuretase. Namun karena tingginya angka rekurensi post kuretase, yaitu sekitar 22 hingga 52 %, maka dilakukan ajuvan terapi dengan menggunakan nitrogen cair, phenol, atau methylmethacrylate. Dengan penambahan ajuvan terapi, kesuksesan kontrol lokal meningkat menjadi 85 sampai 90 %. Eksisi dilakukan dengan membuat cortical window yang cukup luas untuk mengakses setiap sudut dari lesi intraoseus.Kryoterapi dengan nitrogen cair dapat menyebabkan kematian sel tumor 2 cm dari batas kavitas dan formasi krristal es intralsel dipertimbangkan menjadi mekanisme utama nekrosis sel. Komplikasi penggunaan nitrogen cair dapat berupa ekstensif nekrosis dri tulang dan jaringan lunak sekitar dan dapat mempresipitasi fraktur patologis atau nekrosis kulit. Penggunaan phenol secara lokal membantu mengeliminasi sel tumor melalui mekanisme nekrosis koagulasi non spesifik dan lebih aman dibanding nitrogen cair karena phenol hanya menyebabkan nekrosis 1,5 mm pada tulang. Kavitas yang terbentuk dari kuretase ditutup dengan menggunakan methacrylate atau bone grafts setelah pemberian terapi adjuvan.

2. Stage 3 atau lesi rekuranKategori ini termasuk fraktur patologis atau destruksi sendi. Eksisi luas diindikasikan pada :a. Tumor stage 3 ekstensif tanpa support mekanik dari tulang yang tersisab. Lesi rekuren c. GCT yang disertai fraktur patologis dengan intraartikular dispacementd. GCT yang terletak di proximal fibula atau distal ulnae. Tumor di distal radius dengan ekstensi extraoseous Untuk keadaan rekureni lokal yang masif, transformasi maligna, atau infeksi, amputasi merupakan pilihan terapi. Adapun penggunaan radioterapi pada tumor yang tidak dapat direseksi masih dipertimbangkan karena dapat menyebabkan transformasi maligna. 2.10 Prognosis1. RekurensiFaktor yang mempengaruhi terjadinya rekurensi adalah :a. Staging tumorb. Batas reseksic. Agresifitas kuretase yang dilakukand. Bahan terapi ajuvan yang digunakane. Sifat biologis tumor

2. Metastasis ParuSekitar 5% pasien akan mengalami metastasis ke paru. Sebagian besar lesi dideteksi setelah satu tahun post operasi. Hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan alasan tumor jinak ini dapat bermetastasis adalah invasi pembuluh darah dan iatrogenic induced emboli seeding pada saat operasi. Penanganan yang dapat dilakukan adalah reseksi. 3. Transformasi malignaPada 5 -10 % kasus mengalami transformasi maligna.

BAB IIIKESIMPULAN

Giant cell tumor (tumor sel raksasa) juga dikenal sebagai osteoklastoma adalah suatu neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip osteoklas bercampur dengan sel mononukleus. Tumor ini juga sering terjadi, membentuk sekitar 20% dari semua tumor jinak tulang.Tumor ini mewakili sekitar 20% dari tumor jinak tulang primer. Kebanyakan dijumpai pada usia 20-40 tahun jarang ditemukan pada anak-anak. Wanita lebih sering menderita GCT dibandingkan dengan laki-laki.Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipun Giant Cell Tumor ini juga telah dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus, serta tulang kaki. Tumor ini biasanya muncul di metafisis dari lempeng epifisis. Pada umumnya tumor ini menyebabkan destruksi dari tulang, lokal metastasis, metastasis ke paru-paru, serta kelenjar getah bening (jarang), atau bertransformasi kearah keganasan (jarang).Penanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi, maupun eksisi luas. Tindakan pembedahan yang dilakukan tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) serta lokasi lesi tumor.

18


Recommended