MIKROBIOLOGI FARMASI
HANDOUT
DISUSUN OLEH :
ISMI RAHMAWATI, M.Si., Apt.
S-1 FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2012/2013
2
Identifikasi Bakteri
A. Pendahuluan
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang cara-cara identifikasi bakteri menggunakan
cara pengecatan dan uji fisiologis bakteri.
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui zat gizi atau nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya, sehingga akan mudah untuk mengamatinya.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan nutrisi mikroorganisme.
B. Penyajian
Uraian dan contoh
Untuk mengidentifikasi bakteri menggunakan dua cara yaitu dengan cara melihat
morfologi bakteri (Pengecatan) dilanjutkan dengan melihat reaksi bakteri secara
biokimia (uji fisiologis bakteri).
Pengecatan
Ada dua cara untuk melihat morfologi suatu mikroorganisme yaitu:
1. Pembuatan preparat basah.
Cara ini dapat melihat mikroorganisme dalam keadaan hidup seperti dalam lingkungan
sebenar-nya bergerak/motil tetapi tidak dapat melihat bentuk mikroorganisme secara
pasti.
a. Lekapan Basah (wet mount), dilakukan dengan langsung meneteskan suspensi
mikroorganisme yang akan diamati ke atas kaca objek lalu ditutup dengan
penutup kaca objek yang sebelumnya diberi vaselin untuk menyegel
mikroorganisme yang diamati di atas kaca objek.
b. Tetes gantung (Hanging drop), dilakukan hampir sama dengan lengkapan basah
degan kaca obyek khusus ada cekungannya dan mikroorganisme ditaruh di tutup
kaca objek lalu dibalik sehingga preparat seperti menggantung di tutup kaca
objek.
2. Pembuatan preparat berwarna.
Tujuannya adalah untuk:
3
a. Mempermudah melihat bentuk bakteri
b. Melihat struktur/bagian-bagian dari sel (bagian dalam: spora, granula dan bagian
luar kapsul, flagel)
c. Melihat reaksi bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
bakteri dapat diketahui untuk membantu identifikasi bakteri.
Pada umumnya mikroorganisme bersifat tembus cahaya (transparant), bila diamati
dengan mikroskop cahaya biasa sukar dilihat karena sitoplasma selnya mempunyai indeks
bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras
antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan cara mewarnai sel-sel tersebut
dengan zat-zat warna tertentu.
CAT BIOLOGI
Pewarna yang digunakan dalam pengecatan adalah cat biologi yaitu suatu persenyawaan
organik yang mempunyai gugus kromofor dan gugus auxokrom dimana ke 2 gugus
tersebut terikat pada satu jenis cincin benzen.
Secara kimia, cat biologi dibagi dua:
1. Cat asam
Jika warna terdapat ion bermuatan (-) atau kromofornya adalah anion. Contoh cat:
Bosin, Basic fuchsin, Merah kongo, Na cosinat
2. Cat basa
Warna terdapat ion bermuatan (+) atau kromofornya adalah kation. Contoh cat:
Methylen blue, Saffarin, Kristal violet, Merah netral
FAKTOR YANG PENTING DALAM PEWARNAAN
1. Fiksasi
Suatu usaha yang dilakukan sebelum sel diwarnai.
Tujuannya:
a. Melekatkan bakteri pada kaca obyek (agar tidak hilang pada saat pencucian)
b. Membunuh bakteri tanpa menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan struktur
c. Memperkuat/memperkeras sel-sel
d. Mencegah autolisis sel (proses pecahnya sel akibat enzim yang ada di dalam sel itu
sendiri)
Ada dua cara fiksasi
a. Secara fisika: Dengan pemanasan
4
b. Secara kimia: Ditambah zat kimia formalin, fenol, campuran asam cuka dan asam
pikrat, campuran asam chromat dan asam osmiat.
2. Peluntur Warna
Tujuan: menghilangkan warna sel guna mengetahui/membedakan sel dalam hal
ketahanan zat terhadap peluntur
Contoh peluntur:
a. Peluntur asam: HCl, H2SO4, atau campuran asam-asam tersebut dengan alkohol
b. Peluntur basa: NaOH, KOH, sabun
c. Peluntur lemah: alkohol, aceton, air
d. Peluntur garam dari logam berat: AgNO3, CuSO4, FeSO4
e. Peluntur garam dari logam ringan: Na2SO4, MgSO4, dll.
3. Substrat
Merupakan komposisi utama dari sel. Berdasarkan jenis cat yang digunakan bakteri
dibagi dua:
a. Asinofilik: dapat mengikat cat warna asam
b. Basofilik: dapat mengikat cat warna basa
4. Intensifikasi pewarnaan
Tujuan: mengintensifkan dan mempercepat pewarnaan.
Cara:
a. Mempertinggi kadar
b. Mempertinggi suhu pengecatan (pemanasan 600-900C)
c. Menambah zat kimia yang disebut Mordan (suatu zat kimia yang berfungsi untuk
memperbesar afinitas/daya gabung antara cat dengan bakteri sehingga cat akan
lebih kuat terikat pada sel. Contoh: Asam tanin, asam pikrat, JKJ, FeSO4, kalium
antimonat.
5. Cat Penutup
Merupakan cat yang diberikan pada akhir pewarnaan
Tujuannya untuk memberikan warna kontras pada sel bakteri yang tidak dapat menyerap
cat utama atau yang dapat dilunturkan oleh larutan peluntur. Contoh: Methylen blue,
safranin.
MACAM-MACAM PENGECATAN
1. Pengecatan negatif (yang tercat latar belakangnya)
Caranya:
5
Gambar 3.1 Cara Pengecatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan negatif
1. Gelas benda
a. Harus betul-betul bersih dan kering
b. Jika terdapat lemak/debu/air maka penyebaran bakteri tidak dapat merata
2. Jumlah nigrosin
a. Terlalu banyak maka bakteri tidak terlihat (terlalu gelap)
b. Terlalu sedikit maka latar belakang terlalu terang
3. Jumlah bakteri
a. Terlalu banyak maka akan terlihat bertumpuk-tumpuk sehingga bentuknya
tidak jelas terlihat
b. Terlalu sedikit maka sulit menemukan
4. Cara meratakan
Suspensi/campuran (bakteri dan cat) harus diseret di atas gelas benda bukan di
dorong
2. Pengecatan positif (yang tercat bakterinya)
1. Sederhana (tunggal)
a. Hanya menggunakan satu macam cat
b. Pengecatan sederhana memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-
macam tipe morfologi (kokus, basilus, vibrio, spirilum dan sebagainya) dan
dapat diamati struktur-struktur tertentu seperti endospora.
c. Cat yang biasa digunakan: metilen blue, safarin, kristal violet, Basic fuchsin,
Merah netral
2. Bertingkat
Menggunakan lebih dari satu macam cat dan dilakukan secara bertahap
6
2.2.1. Differensial
Digunakan untuk membedakan 2 sifat kelompok bakteri yaitu
a. Pengecatan Gram
Digunakan untuk membedakan kelompok bakteri Gram positip dan Gram Negatif.
Ditemukan pada tahun 1884 oleh Christian Gram (Denmark). Merupakan cara yang
paling banyak dipakai dalam klasifikasi/menentu-kan jenis (=identifikasi bakteri).
Dengan metode ini bakteri dapat dipisahkan secara umum menjadi dua kelompok besar
yaitu:
1) Organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer (cat utama) ungu
kristal iodium sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu)
disebut gram positif.
2) Organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan
dengan alkohol dan kemudian terwarnai dengan cat penutup safari berwarna
merah disebut gram negatif.
Menggunakan 4 macam reagent:
1. Gram A (cat utama = pewarnaan primer = initial stain) berisi cat kristal violet
2. Gram B (larutan Mordan) berisi larutan Iodine berfungsi mengintensifkan cat
utama
3. Gram C (larutan peluntur = larutan pencuci = dekolorisasi) berisi alkohol dan
aceton (perbandingan sama) berfungsi melunturkan cat utama
4. Gram D (cat lawan = cat penutup) berisi cat safranin (berwarna merah)
Hasil pengamatan
Larutan dan urutan
penggunaan Gram Positip Gram Negatif
Cat utama (kristal violet) Sel berwarna ungu
Sel berwarna ungu
Mordan (larutan iodium)
Terbentuk kompleks
kristal violet-iod, sel
tetap berwarna ungu
Terbentuk kompleks
kristal violet-iod, sel
tetap berwarna ungu
Alkohol dan Aceton
Dinding sel
mengalami dehidrasi,
pori-pori menciut,
daya rembes dinding
sel dan membran
Lipid terekstraksi dari
dinding sel, pori-pori
mengembang,
7
menurun kompleks
kristal violet-iod tidak
dapat keluar dari sel,
sel tetap ungu
kompleks kristal violet-
iod keluar dari sel, sel
menjadi tak berwarna
Cat penutup (safarin)
Sel tak terpengaruh,
tetap ungu
Sel menyerap zat warna
safarin menjadi merah
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengecatan Gram
1. Pelaksanaan fiksasi panas terhadap smear
Smear bakteri yang dipanaskan secara berlebihan akan menyebabkan pecahnya
dinding sel dengan demikian sel-sel gram positif akan melepaskan warna primer dan
menerima warna penutup sehingga gram positif seperti gram negatif.
2. Kerapatan sel pada smear
Smear yang terlalu tebal tidak akan memucat secepat smear dengan kerapatan normal
sehingga bila gram negatip karena terlalu tebal pemucatan tidak terjadi sehingga warna
tetap ungu seperti gram positif.
3. Konsentrasi dan umur reagen-reagen yang digunakan untuk pewarnaan Gram
Bila konsentrasi reagen A terlalu encer warna ungu tidak terlalu terlihat maka Gram
positif akan terlihat seperti Gram negatif karena warna ungu tidak terlihat.
4. Sifat, konsentrasi dan jumlah pemucat yang dipakai
Sebagai pemucat etanol 95% bekerja paling lambat, sedangkan aseton paling cepat
sehingga pemucat yang paling sering digunakan campuran ethanol 95%-aseton (1:1).
5. Sejarah biakan
Sejarah biakan yang dimaksud adalah meliputi umur biakan serta pH medium tempat
bakteri tumbuh. Biakan organisme Gram positif yang berumur tua (terutama yang
autolisis) dan yang ditumbuhkan dalam medium asam seringkali tampak Gram negatip
atau Gram variable (Gram positip & Gram negatip)
Contoh bakteri:
Gram positif Gram negatif
1. Staphylococcus aureus
2. Bacillus subtilis
3. Streptococcus pyogenes
1. Escherchia coli
2. Salmonella typhosa
3. Neisseria gonorrhoe
8
Gambar 3.2 Bakteri Gram positif dan Gram negatif
Pengecatan Tahan Asam
Digunakan untuk membedakan bakteri yang tahan terhadap larutan asam (biasanya genus
mycobacterium) dan yang tidak tahan menggunakan larutan asam. Bakteri-bakteri dari
genus Mycobacterium dan spesies-spesies tertentu dari genus Nocardia mengandung
sejumlah besar zat lipoid (berlemak) di dalam dinding-dinding selnya. Hal ini
menyebabkan dinding sel relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna sehingga sel-sel
bakteri tidak terwarnai oleh metode biasa. Reagen yang digunakan terdiri dari cat utama,
peluntur alkohol asam dan cat lawan/tandingan
Pengecatan tahan asam modifikasi terakhir disebut Pewarnaan Ziehl-Neelsen perlakuan
pemanasan diganti dengan menggunakan pembasah (suatu deterjen untuk mengurangi
tegangan permukaan) untuk menjamin penetrasi, pewarna yang mengandung bahan
pembasah ini disebut pewarna Kinyoun. Sekali sitoplasma terwarnai, maka sel-sel
organisme seperti Mycobacterium menahan zat warna tersebut dengan erat, artinya tidak
terpucatkan sekalipun oleh zat yang bersifat keras seperti asam alkohol ( 3% HCl dalam
ethanol 95%). Pada akhir pewarnaan organisme yang dapat menahan zat warna (tahan
asam) tampak berwarna merah sedangkan bakteri biasa yang dindingnya tidak bersifat
terlampau lipoidal pewarna Carbol fuchsin dengan mudah dipucatkan dan dengan
pewarna tandingan/lawan biru metilen tampak warna biru.
Peneliti Cat utama Peluntur Cat lawan / tandingan
Paul Erlich Anilin oil
Methyl violet HCl
Bismark
Brown Y
Ziehl Fenol HCl Bismark
Brown Y
Neelsen Carbol fuchsin H2SO4 Bismark
Brown Y
Gram positif Gram negatif
9
Hasil pengamatan
Larutan dan urutan penggunaan Bakteri Tahan Asam Bakteri Tidak Tahan
Asam
Cat utama dan pemanasan Merah Merah
Peluntur (alkohol-asam) Merah Tak berwarna
Cat Tandingan/Lawan Merah Biru
Contoh bakteri tahan asam: Mycobacterium Tuberculosis penyebab penyakit tuberkolosis,
Mycobacterium Leprae penyebab penyakit lepra.
Gambar 3.3 Pengecatan tahan asam Mycobacterium Tuberculosis
2.2.2.Struktur khusus
Pengecatan Spora
Jenis-jenis bakteri tertentu membentuk suatu struktur di dalam sel pada tempat-tempat
khas di sebut endospora. Fungsi Endospora adalah untuk mempertahankan
hidup/pertumbuhan sel vegetatifnya terhadap keadaan yang kurang menguntungkan,
contoh: kekurangan makanan, lingkungan (panas, kering, dingin, radiasi, zat-zat kimia,
disinfektan dan lain-lain). Struktur spora lebih kompleks daripada sel vegetatifnya, spora
mempunyai banyak lapisan/membran yaitu:
Letak endospora didalam sel:
10
Proses pembentukan spora pada kondisi tertentu
Ada 8 tahap proses pembentukan spora pada kondisi tertentu
1. Tahap 0 = Tahap sel yaitu tahap sel vegetatif belum terbentuk spora sama sekali
2. Tahap I = Nukleoid menjadi lebih tebal
3. Tahap II = Membran mengalami invaginasi (melekuk ke dalam membentuk sekat
spora)
4. Tahap III a. Sekat Spora tumbuh mengelilingi protoplasma (cairan sel)
5. Eksosporium mulai terentuk
6. Tahap IV = Eksosporium dan cortex mulai tumbuh (mulai tampak)
7. Tahap V = Mulai terbentuk kulit spora (kulit luar)
8. Tahap VI = Terbentuk lapisan cortex
9. Tahap VII = Terjadi lisis dari sel dan spora dikeluarkan (spora bebas)
Gambar 3.4 Proses pembentukan spora dan Proses perkecambahan spora
Proses perkecambahan spora
Jika keadaan menguntungkan maka spora akan berkecambah, mula-mula spora
membengkak (membesar) resisten (tahan terhadap panas) berkurang, kemudian kulit
spora pecah, sel vegetatif muncul menjadi sel dewasa
11
Contoh bakteri yang membentuk spora:
Bacillus subtilis
Clostridium tetani
Clostridium perfrigens
Pengecatan Spora
Metode Schaefler &
Fulton
Bartolomew &
Mittwen
Klein Dorner
Cat Malachit green
Safranin
Malachit green
Safranin
Metylen
blue
Nigrosin
Warna
spora
Hijau Hijau Merah Merah
Warna sel Merah Merah Biru Transparant latar
belakang hitam
Gambar
Gambar 3.5 Beberapa hasil pengecatan bakteri yang memiliki spora
Pengecatan Kapsul
Beberapa jenis bakteri dan algae hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat
berlendir dan lengket pada permukaan selnya, mengelilingi dinding sel. Bila bahan
berlendir tersebut Kaku, kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti (bundar
atau lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila tidak teratur bentuknya dan menempel
pada sel kurang erat, maka disebut lapisan lendir. Kapsul/lapisan lendir tidak esential
bagi hidup bakteri, diduga berfungsi sebagai:
12
1. Makanan cadangan yang mengandung senyawa untuk nutrisi
2. Perlindungan dari dehidrasi (punya kadar air yang tinggi)
3. Melindungi sel terhadap proses fagositosis
4. Menunjukkan virulensi
Kapsul susah teramati dengan mikroskop karena tidak berwarna dan mempunyai indeks
bias yang rendah. Masalah-masalah pengecatan Kapsul:
1. Kapsul bakteri bersifat non-ionik maka pewarnaan sederhana tidak bisa dilakukan
2. Afinitas terhadap cat kecil sehingga waktu pencucian luntur/hilang
3. Kapsul pada olesan bakteri akan rusak bila difiksasi panas tetapi bila tidak di fiksasi
organisme akan meluncur waktu pencucian dan hilang.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dilakukan penggabungan prosedur antara
pengecatan negatif dan sederhana. Dilakukan fiksasi panas secara singkat.
Metode pengecatan kapsul
Metode Cat pencuci Hasil
Metode Buri Nigrosin dan biru
metilen
Air
Sel: biru, Kapsul:
transparant latar
belakang hitam
Metode Hiss Basic Fuchsin CuSO4 5H2O 20%
Sel: merah ungu
Kapsul: biru muda
Metode Welch Karbol Fuchsin NaCl 0,85%
Sel: merah ungu
Kapsul: merah muda
Metode
Anthony
Kristal violet CuSO4 5H2O 20%
Sel: ungu
Kapsul: biru violet
muda
Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis dan produksinya dipengaruhi
komposisi medium tempat tumbuh sel. Komposisi kimia kapsul berbeda-beda menurut
organismenya, misalnya:
13
Monomer Polimer Bakteri
Glukosa Dekstran Leuconostoc mesenteroides
Gula amino Asam
hialuronat
Stafilococcus piogenik
Asam glutamate Polipeptida Bacillus anthracis
PENGECATAN FLAGEL
Karena diameter sangat stabil dilakukan pengecatan yang khusus yaitu sebelum di
cat/diwarnai ditambahkan dengan mordan. Fungsi mordan:
a. Pada flagel untuk memperbesar diameter
b. Pada Gram untuk mengintensifkan zat utama
METODE-METODE PENGECATAN FLAGEL:
1. Metode Gray (paling sederhana)
a. Mordan : Asam tanin 20%, KAL (SO4)2 jenuh, HgCl2 jenuh
b. Cat : Basic Fuchsin
c. Hasil : sel dan flagel merah
2. Metode Bailey
a. Mordan I: Asam tanin +FeCl3.6H2O
b. Mordan I: Asam tanin + Basic Fuchsin + Hcl+Formalin
c. Cat: Ziehl Neelsen’s carbol Fuchsin dipanaskan
d. Hasil: sel dan flagel merah
3. Metode Muir
a. Mordan Muir: Asam tanin + HgCl2 jenuh +KAL(SO4) jenuh
b. Cat Muir: KAL(SO4) jenuh + kristal violet dipanaskan
c. Hasil: sel dan flagel ungu.
4. Metode Blender dan Goldberg
a. Mordan (reagen A): Asam tanin +FeCl3 +Formalin 15% + NaOH 1%
+Aquadest
b. Cat (Reagen B): AgNO3 2% +NH4OH → larut, + AgNO3 → endapan
c. Hasil: sel dan flagel hitam
PENGECATAN GRANUL
Metode-metode pengecatan:
1. Metode Neisser
14
a. Cat Neisser A: methylene blue +alkohol+H2SO4+Air
b. Cat Neisser B: Kristal violet+alkohol+air
c. Cat Neisser C: Bismark brown+air
d. Hasil jika granul berwarna biru-violet-hitam sedangkan sel berwarna
coklat/kuning
2. Metode Albert
a. Cat: Albert’s Diphtheria: toluidin blue
b. Mordan: larutan lugol iodine
c. Hasil : jika granul berwarna biru hitam sedangkan sel berwarna hijau.
UJI FISIOLOGIS BAKTERI
Untuk dapat mengidentifikasi suatu bakteri dapat dilakukan dengan pengamatan
morfologi yaitu bentuk koloni dan pengecatan pada bakteri bersangkutan lalu dilakukan
pengujian sifat fisiologisnya berdasarkan reaksi biokimiawi yang terjadi pada suatu media
uji.
Media-media uji biokimia yang dapat digunakan antara lain:
Media Bentuk Keadaan Warna Cara Inokulasi
SIM Semi solid Tegak Kuning muda Tusukan
MR-VP Cair - Kuning muda Sentuhan
Citrat Padat Miring Hijau Tusuk dan gores
KIA Padat Miring Merah Tusuk dan gores
LIA Padat Miring Ungu Tusuk dan gores
Urea Padat Tegak Kuning Tusukan
MPB/PAD Cair - Hijau Sentuhan
LDS Padat Tegak Coklat Tusukan
Gula-gula Cair - Merah Sentuhan
UJI PEMBENTUKAN INDOL
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk indol (= hasil hidrolisis
tritophan/asam amino yang mengandung cincin indol dengan bantuan enzim
triptophanase. Adanya indol dapat diuji dengan Reagen Kovacs / Erlich yang
mengandung para dimetil amino benzaldehid, uji Positip berwarna merah.
15
Medium yang digunakan :SIM, MIO, Trypton cair
Gambar 3.6 Uji Indol
UJI MERAH METIL
Tujuan : Untuk mendeteksi fermentasi glukosa dan produksi asam dengan pH ≤ 4,5.
Asam berasal dari hasil fermentasi karbohidrat ( gula ) menjadi sukrosa, glukosa, laktosa
dan lain-lain. Asam yang dihasilkan adalah asam Laktat, as. Suksinat dan lain-lain. Cara
pengujian dengan cara medium MR–VP diinokulasi bakteri uji lalu diinkubasi 24 jam lalu
ditetesi indikator merah metil. Bila berwarna merah maka reaksi yang terjadi adalah
asam, bila berwarna kuning reaksi yang terjadi adalah basa. Uji positif bila berwarna
merah, contoh Escherchia coli.
Gambar 3.7 Uji merah metil
N
H
CH2-CH-COOH
NH2 H2O
Tryptophenase
N
H
Indol
merah
As.
piruvat NH3
Para dimetil amino benzaldehid
Positif Negatif
16
UJI VOGES PROSKAUER ( VP )
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah bakteri dapat menghasilkan
acetoin /asetil metil karbonil dari glukosa. Acetoin dibentuk dari fermentasi glukosa,
untuk menguji adanya acetoin dapat digunakan Ragen Barritt yang mengandung naftol.
Adapun reaksi adalah sebagai berikut :
Gambar 3.8 Reaksi Barrit
Cara pengujiannya dapat menggunakan medium MR-VP uji positip akan terbentuk warna
merah. Contoh bakteri positip berwarna merah adalah Klebsiella.
Gambar 3.9 Uji VOGES PROSKAUER
UJI Sitrat
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah bakteri dapat menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon tunggal. Jika citrat digunakan bakteri sebagai sumber karbon
tunggal maka akan melepaskan basa karena sitrat terurai menghasilkan ion OH- (basa).
Medium yang digunakan: mengandung indikator asam basa biasanya BTB (Bromo
Thymol Blue) yang akan menghasilkan warna hijau bila netral dan biru bila terjadi reaksi
basa. Uji dinyatakan positip bila medium menjadi biru. Medium yang dapat digunakan
Glukosa
Fermentasi Butanediol
CH3-CHOH-CO-CH3
Acetoin
oksidasi basa (40% KOH), dikocok
Diasetil
α Naftol
(reagen Barrit)
Merah
17
adalah Simmon Sitrat, Koser Sitrat dan Chrisbensen Sitrat. Bakteri yang menggunakan
sumber karbon tunggal antara lain: Klebsiella, Serratia, Salmonella.
Catatan ke 4 pengujian diatas disebut dengan uji IMVIC
UJI PEMBENTUKAN H2S
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk H2S.
H2S berasal dari Reduksi S2O3 dan Peruraian senyawa sulfur.
Cara menguji adanya H2S
a. Dengan menambah suatu logam yang memberikan warna dengan Sulfida
misal : Ca, Ag, Pb, Fe, CO
b. Media ditambah warna yang memberi warna dengan sulfida
misal : Ca, Ag, Fe, CO dll sehingga membentuk warna hitam
Uji Sulfida : uji positip jika pada media terbentuk warna hitam
Medium : SIM
KIA : mengandung Fe
LIA : mengandung S2O3
LDS
Bakteri yang positif : Salmonella, Citrobacter, Proteus
UJI MOTILITAS
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah bakteri – bakteri tersebut motil
Medium bersifat : semi solid ( ½ padat )
Uji positip : jika ada pertumbuhan menyebar keseluruh medium
Medium SIM
MIO : MIO jarang dipakai karena warnanya ungu sehingga motilitas sulit dilihat
Contoh bakteri : E. Coli, Proteus, Salmonella
UJI FERMENTASI KARBOHIDRAT
Tujuan :
18
Untuk mengetahui apakah bakteri dapat melakukan fermentasi karbohidrat terutama
dalam bentuk gula. Misal glukosa, laktosa, maltose, sukrosa
Gula jika diurai : Menghasilkan asam atau
Menghasilkan asam dan basa
Misal : phenol red
Media : KIA
Gula – gula ( biasanya pada tabung di + durham untuk melihat gas )
SSI : single sugar iron ( gula hanya satu yaitu glukosa )
DSI : double sugar iron ( KIA )
Glukosa + laktosa
TSI : Triple sugar iron
glukosa + laktosa + sukrosa
Cara pembacaan KIA
1. lereng / slant: jika berwarna merah ditulis K
2. dasar / batt : jika berwarna kuning maka ditulis A
3. gas / tik:
a. Jika media pecah (terangkat) keatas maka ditulis G+
b. Jika media tetap maka ditulis G-
4. hitam:
a. Jika media berwarna hitam maka ditulis S+
b. Jika media tidak terbentuk warna hitam maka ditulis S-
Contoh pembacaan:
a) K/A: Bakteri hanya bisa memfermentasi glukosa
Contoh: bakteri Providentia:
Tidak bisa menguraikan laktosa karena tidak punya enzim laktose sehingga warna
tetap kuning jika glukosa habis kemudian mengurai pepton menghasilkan basa
karena berupa basa aerob maka akan terletak diatas berwarna merah pada media
KIA
b) A/A: Bakteri bisa memfermentasi glukosa dan laktosa
Contoh: bakteri Esherchia Coli:
Bisa menguraikan laktosa karena ada enzim laktose sehingga pH semakin turun
(semakin asam) sehingga warna tetap kuning
19
c) K/K: tidak bisa memfermentasi
UJI UREASE
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah bakteri bisa menghasilkan enzim urease yang dapat
menghidrolisis urea.
Medium: Urea agar dengan indikator phenol red (asam = kuning, basa = merah)
Uji positip jika media berwarna merah
Bakteri yang positif : Proteus, Klebsiella, Aerobacter
UJI MV
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah bakteri bisa mengalami degradasi malonat dan deaminasi
phenylalanin.
Malonat jika diurai akan menjadi basa/alkali dengan adanya indikator BTB pada media
akan menyebabkan warna biru.
Bakteri tertentu dapat melakukan deaminasi phenylalanin menjadi phenyl piruvat, Uji
PPA (phenil piruvat) media ditambah HCl 0,1N sampai tepat berwarna kuning, lalu
ditambah dengan reagen FeCL3 maka uji positip akan terbentuk warna hijau.
Media: Media MPB/PAD
Jadi pengamatan:
Uji malonat positip jika media berwarna biru
Uji Phenylalanin warna hijau
Phenylalanin
CH2-CH-COOH
NH2
Deaminasi
CH2-CH-COOH
O
FeCl3 Hijau
20
Uji Decarboxylasi Lysin (LDC) dan Deaminasi Lysin (LDA)
Tujuan LDC:
Untuk mengetahui proses dekarboksilasi lysin
Tujuan LDA:
Untuk mengetahui proses deaminasi lysin
Medium:
Medium LDS
Medium LIA
Pengamatan: Hasil uji
Warna Jenis medium
Medium
LDS
Medium
LIA
Ungu LDC: positip
LDA: negatip
H2S: negatip
LDC: +/-
LDA: negatip
H2S: negatip
Merah coklat LDC: negatip
LDA: +/-
H2S: negatip
LDC: negatip
LDA: positip
H2S: negatip
Hitam H2S: positp H2S: positp
Uji Hidrolisis Arginin
Tujuan: untuk meneliti kemampuan kuman menghidrolisis asam amino arginin.
Medium: pepton water
Cara uji: ditambahkan reagen nessler
NH2(CH2)4-CHNH2-COOH NH2(CH2)CH2NH2 NH3
Asam amino kaproat Lysin
Fe
Merah
NH2(CH2)4-CHNH2-COOH NH2(CH2)4CH2NH
2 CO2
Lysin
21
Pada reaksi positip akan terjadi warna merah hingga coklat, menunjukkan adanya amonia
dari arginin. Warna kuning atau tidak berwarna menunjukkan hasil negatip
Uji Hemolisis
Tujuan: untuk mengetahui bakteri dapat melisiskan eritrosit
Medium: agar merah
Hasil pegujian ada 3 tipe:
1. α hemolisis disekitar koloni kehijauan (terjadi metabolisme Hb)
2. β hemolisis disekitar koloni jernih (lisis total)
3. δ disekitar koloni tetap (tidak terjadi lisis)
Uji Reduksi Nitrit
Tujuan untuk meneliti kemampuan suatu kuman mereduksi nitrat menjadi nitrit
Medium: urea agar
Reagen yang digunakan: Sulphanilic acid, α- Naphthylamine
uji positip: berwarna merah
Pembentukan Pigmen
Pigmen adalah senyawa berwarna yang dihasilkan bakteri tertentu
Contoh:
Serratia marcescens berwarna merah
Pseudomonas mluorescens: kuning hijau
Chromobacterium viniacum: ungu
Staphylococcus aureus: kuning
Sarcina luca: jingga
Micrococcus luteus: kuning
Micrococcus roseus : merah muda
Uji Katalase
Untuk mengetahui apakah mikroorganisme mempunyai enzim katalase sehingga dengan
penambahan H2O2 3% akan terurai menjadi H2O dan O2 yang ditandai dengan adanya
gelembung oksigen yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut menghasilkan enzim
katalase.
Uji Koagulase
Uji koagulase digunakan untuk mengetahui suatu mikroorganisme apakah dapat
mengkoagulasi plasma. Uji koagulase dilakukan dengan penambahan plasma kelinci yang
22
telah diberi sitrat, diencerkan 1:5 diinkubasi selama 1-4 jam pada suhu 37o C. Uji
dikatakan positif jika terdapat gumpalan putih.
Medium Kultur/medium biakan
A. Pendahuluan
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang peran medium sebagai nutrisi bagi
mikroorganisme, pola nutrisi mikroorganisme dan Isolasi mikroorganisme
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui zat gizi atau nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya, sehingga akan mudah untuk mengamatinya.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan medium dan isolasi mikroorganisme.
B. Penyajian
Uraian dan contoh
4.1 Peran Nutrien bagi Mikroorganisme
Untuk keperluan hidupnya, semua makhluk hidup memerlukan bahan makanan.
Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi.
Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan bahan-bahan
organik dan anorganik dari lingkungannya. Bahan-bahan tersebut disebut dengan nutrien
(zat gizi).
Peran utama nutrien adalah sumber energi, bahan pembangun sel dan sebagai
aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh
karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon,
sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan dan nitrogen.
Makhluk hidup menggunakan sumber-sumber nutrien dapat dalam bentuk padat,
tetapi ada juga yang hanya dapat menggunakan sumber nutrien dalam bentuk cair
(larutan). Bila jasad hidup menggunakan sumber nutrien dalam bentuk padat digolongkan
tipe holozoik, sedangkan yang menggunakan nutrien dalam bentuk cairan tergolong tipe
holofitik. Namun ada yang hidup holofitik dapat juga menggunakan sumber nutrien
dalam bentuk padat, tetapi bahan tersebut dicerna dahulu di luar sel dengan bantuan
enzim ekstraseluler.
23
4.2 Pola Nutrisi Mikroorganisme
Mikroorganisme membutuhkan persyaratan zat gizi yang bersifat khusus.
Penentuan medium biakan harus berdasarkan persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme
yang bersangkutan. Persyaratan nutrisi dalam bentuk zat-zat kimia diperlukan untuk
pertumbuhan dan fungsi normal. Berikut ini persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme:
1. Semua organisme hidup membutuhkan sumber energi
Beberapa bentuk kehidupan, seperti tumbuhan hijau dapat menggunakan energi
cahaya, hal tersebut dinamakan fototrof. Sedangkan yang lain seperti hewan
tergantung pada oksidasi senyawa-senyawa kimia untuk memperoleh energinya
disebut kemotrof. Semua organimsme hidup terbagi atas fototrof dan kemotrof.
2. Semua organisme hidup membutuhkan karbon
Sejumlah organisme membutuhkan sejumlah karbon dalam bentuk senyawa karbon
dioksida, tetapi kebanyakan di antaranya juga membutuhkan beberapa senyawa
karbon organik seperti gula dan karbohidrat. Tumbuhan, alga dan beberapa kuman
berklorofil membutuhkan karbon dioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat
melalui proses fotosintesis. Ditinjau dari segi nutrisi, semua organisme seperti yang
disebutkan di atas adalah organisme ototrof. Bila energinya diperoleh dari cahaya
maka disebut dengan organisme fotootorof, danbila energinya diperoleh dengan cara
mengoksidasi senyawa kimia, maka disebut organisme kemoototrof. Organisme yang
membutuhkan senyawa-senyawa organik lain sebagai sumber karbonnya di sebut
organisme heterotrof.
3. Semua organisme hidup membutuhkan nitrogen
Tumbuhan menggunakan nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik seperti
kalium nitrat, sedangkan hewan membutuhkan senyawa nitrogen organik, seperti
protein dan produk hasil peruraiannya, yakni peptida dan asam-asam amino tertentu.
Beberapa kuman sangat beragam terhadap kebutuhan nitrogen, beberapa tipe
menggunakan nitrogen atmosferik, beberapa tumbuh pada senyawa nitrogen
anorganik, dan yang lain membutuhkan nitrogen dalam bentuk senyawa nitgrogen
organik.
4. Semua organisme hidup membutuhkan belerang (sulfur) dan fosfor)
Persyaratan sulfur pada hewan secara khas dipenuhi oleh senyawa-senyawa sulfur
organik. Sedangkan persyaratan sulfur pada tumbuhan secara khas dipenuhi melalui
24
senyawa-senyawa anorganik. Fosfor biasanya diberikan sebagai fosfat yaitu garam-
garam fosfat.
5. Semua organisme hidup membutuhkan beberapa unsur logam, natrium, kalium,
magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt.
Berbagai unsur tersebut digunakan untuk pertumbuhan yang normal, tidak terkecuali
kuman. Jumlah yang dibutuhkan biasanya amat kecil dan diukur dalam satuan ppm
(part per milion = persejuta)
6. Semua organisme hidup membutuhkan vitamin
Vitamin adalah senyawa organik khusus yang penting untuk pertumbuhan.
Kebanyakan vitamin berfungsi membentuk substansi yang mengaktifkan enzim.
Dalam aspek nutrisi akan vitamin, pada bakteri menunjukkan pola yang beragam.
Meskipun bakteri membutuhkan vitamin di dalam proses metaboliknya yang normal,
beberapa mikroba mampu mensintesis seluruh kebutuhan vitaminnya.
7. Semua organisme hidup membutuhkan air
Air pada organisme berfungsi untuk membantu fungsi-fungsi metabolik dan
pertumbuhannya. Untuk mikroorganisme, semua nutrien harus dalam bentuk larutan
sebelum dapat memasuki selnya.
Medium merupakan suatu bahan yang terdiri dari zat-zat kimia organik dan atau
anorganik yang melalui proses pengolahan tertentu dapat digunakan untuk mengkulturkan
atau membiakkan mikroorganisme.
Syarat medium:
1. Mengandung nutrien yang dibutuhkan mikroba
2. Tidak mengandung senyawa penghambat bagi mikroba yang diinginkan tumbuh
3. Harus steril
guna sterilisasi untuk membunuh dan melenyapkan semua mikroba hidup yang
terdapat dalam medium. Bila mikroba tidak dilenyapkan akan tumbuh pada
medium dan menyebabkan kekeruhan medium dan mengganggu pengamatan
karena hasil pengamatan kemungkinan besar disebabkan oleh mikroba pencemar.
4. pH medium
pH medium sangat penting untuk dijaga karena kerja enzim sangat dipengaruhi
oleh pH. Umumnya pH sekitar 7. Media TSB bersifat alkali untuk bakteri patogen
(pH 7,3).
25
Pembiakan mikroba di laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta
lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Guna zat hara bagi
mikroorganisme yaitu Pertumbuhan, Sintesa sel, Keperluan energi dalam metabolisme
dan Pergerakan.
Bahan-bahan media pertumbuhan
1. Bahan dasar
a. air (H2O) sebagai pelarut
b. agar (dari rumput laut) yang berfungsi untuk pemadat media. Agar sulit
didegradasi oleh mikroorganisme pada umumnya dan mencair pada suhu 45 oC.
gelatin juga memiliki fungsi yang sama seperti agar. Gelatin adalah polimer asam
amino yang diproduksi dari kolagen. Kekurangannnya adalah lebih banyak jenis
mikroba yang mampu menguraikannya dibanding agar. Silica gel, yaitu bahan
yang mengandung natrium silikat. Fungsinya juga sebagai pemadat media. Silica
gel khusus digunakan untuk memadatkan media bagi mikroorganisme autotrof
obligat.
2. Nutrisi atau zat makanan
Media harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk metabolisme sel yaitu
berupa unsur makro seperti C, H, O, N, P; unsur mikro seperti Fe, Mg dan unsur
pelikan/trace element.
a. Sumber karbon dan energi yang dapat diperoleh berupa senyawa organik atau
anorganik esuai dengan sifat mikrobanya. Jasad heterotrof memerlukan sumber
karbon organik antara lain dari karbohidrat, lemak, protein dan asam organik.
b. Sumber nitrogen mencakup asam amino, protein atau senyawa bernitrogen lain.
Sejumlah mikroba dapat menggunakan sumber N anorganik seperti urea.
c. Vitamin-vitamin.
3. Bahan tambahan
Bahan-bahan tambahan yaitu bahan yang ditambahkan ke medium dengan tujuan tertentu,
misalnya phenol red (indikator asam basa) ditambahkan untuk indikator perubahan pH
akibat produksi asam organik hasil metabolisme. Antibiotik ditambahkan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba non-target/kontaminan.
4. Bahan yang sering digunakan dalam pembuatan media
a. Agar, agar dapat diperoleh dalam bentuk batangan, granula atau bubuk dan terbuat
dari beberapa jenis rumput laut. Kegunaannya adalah sebagai pemadat (gelling)
26
yang pertama kali digunakan oleh Fraw & Walther Hesse untuk membuat media.
Jika dicampur dengan air dingin, agar tidak akan larut. Untuk melarutkannya
harus diasuk dan dipanasi, pencairan dan pemadatan berkali-kali atau sterilisasi
yang terlalu lama dapat menurunkan kekuatan agar, terutama pada pH yang asam
b. Peptone, peptone adalah produk hidrolisis protein hewani atau nabati seperti otot,
liver, darah, susu, casein, lactalbumin, gelatin dan kedelai. Komposisinya
tergantung pada bahan asalnya dan bagaimana cara memperolehnya.
c. Meat extract. Meat extract mengandung basa organik terbuat dari otak, limpa,
plasenta dan daging sapi.
d. Yeast extract. Yeast extract terbuat dari ragi pengembang roti atau pembuat
alcohol. Yeast extract mengandung asam amino yang lengkap & vitamin (B
complex).
e. Karbohidrat. Karbohidrat ditambahkan untuk memperkaya pembentukan asam
amino dan gas dari karbohidrat. Jenis karbohidrat yang umumnya digunakan
dalam amilum, glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, manitol, dll. Konsentrasi
yang ditambahkan untuk analisis fermentasi adalah 0,5-1%.
Setelah medium biakan disiapkan semua lalu disterilkan sebelum digunakan untuk
membiakkan mikroba. Umumnya di laboratorium sterilisasi medium menggunakan
otoklaf tekanan uap air dengan suhu 121OC dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Cairan
yang tidak tahan panas dapat disterilkan dengan menggunakan berbagai macam saringan
misalnya saringan berpori-pori 0.1µm. Contoh bahan yang tidak tahan pemanasan: urea,
Karbohidrat dan serum.
Macam-Macam Media Pertumbuhan
1. Medium berdasarkan sifat fisik
a. Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah
dingin media menjadi padat..
b. Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4%
sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi
solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke
seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang.
Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol
Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan di bawah permukaan
media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur.
27
Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya
pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan
metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh
media.
c. Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB
(Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).
2. Medium berdasarkan komposisi
a. Medium sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis dan
takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar.
b. Medium semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui
secara pasti, misanya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung agar,
dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak kentang, kita tidak dapat
mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa penyusunnya.
c. Medium non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak
dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan
dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion Agar, Pancreatic
Extract.
3. Macam-macam berdasarkan fungsinya
a. Media kaya (Enrichment medium)
Digunakan untuk mendapatkan pertumbuhan bakteri yang tidak dapat
ditumbuhkan pada media sederhana, misalnya Streptococcus pnemonia,
Neisseria dan lain-lain. Media ini disusun dari media basa dengan
menambahkan bahan-bahan organik yang berasal dari makhluk hidup, misalnya
: darah, serum, daging dan lain-lain.
b. Media exclusif
Dengan membuat keadaan sedemikian rupa sehingga hanya bakteri tertentu
saja yang mampu hidup pada media ini. Untuk membuat suasana tersebut,
dapat secara:
1) Membuat pH media sangat alkalis. Contoh media alkali pepton, TCBS:
untuk menumbuhkan golongan bakteri Vibrio.
2) Dengan menambahkan zat tertentu, misalnya menambahkan
Chloramfenikol untuk kultur jamur, Kanamisin untuk kultur bakteri
anaerob.
28
c. Medium differensial (differential Medium).
Medium differensial yaitu medium yang ditambah zat kimia tertentu yang
menyebabkan suatu mikroba membentuk pertumbuhan atau mengadakan
perubahan tertentu misalnya dapat digunakan untuk membedakaan bakteri
hemolitik dan non hemolitik.
d. Media selektif
Media ini mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga bakteri yang dicari
akan tumbuh, dengan gambaran koloni yang khas, sedang bakteri lain tidak
khas. Contoh : Media Mc Conkey, S-S agar, EMB. agar dan lain-lainnya.
e. Media pelarut
Media ini biasanya digunakan pada pemeriksaan mikrobia sebagai bahan
pengencer sampel pada pemeriksaan mikrobiologis terutama pada
penghitungan jumlah bakteri dalam bahan makanan/ minuman. Biasanya
digunakan air pepton 0,1%.
f. Media untuk recovery bakteri terutama Selmonella. Biasanya digunakan
Buffered pepton water.
29
g. Media indikasi
Pada media ini dapat diamati reaksi spesifik kuman terhadap zat tertentu.
Dengan mengamati reaksi biokimia dari suatu, terhadap beberapa bahan, maka
diagnose bakteriologik dapat ditentukan.
Isolasi dan penanaman bakteri
Mikroba di alam terdapat dalam populasi campuran tidak ada yang tunggal sedangkan
untuk keperluan identifikasi dibutuhkan biakan murni (pure culture) untuk itu campuran
harus dipisahkan (isolasi). Biakan murni (pure culture) adalah biakan yang sel-selnya
berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Mengapa perlu biakan murni: karena semua
metode mikrobiologis yang digunakan untuk mempelajari dan mengidentifikasi mikroba
(ciri-ciri kultur, morfologi, fisiologi, serologi) membutuhkan populasi yang terdiri dari
satu macam mikroba.
Isolasi ada 4 tahap:
1. isolasi
2. inkubasi
3. inokulasi
4. inkubasi
Isolasi bakteri adalah suatu proses untuk memisahkan/mengucilkan mikroba dari
lingkungan di alam atau dari suatu bahan campuran sebagai biakan murni dalam medium
buatan.
Inokulasi adalah suatu cara memindahkan suatu biakan murni dari suatu medium ke
medium lain
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
1. Medium (nutrisi) harus mengandung nutrien yang cukup bagi bakteri yang akan
diisolasi kalau perlu ditambah zat penghambat yang selektif
2. Faktor mikroba harus mengetahui sifat-sifat mikroba harus sesuai pH, tekanan,
osmosa
3. Waktu inkubasi waktu yang dibutuhkan untuk memberi kesempatan sel
berkembang biak
Suhu termofil (suhu tinggi), suhu mesofil (suhu sedang), suhu
30
4. Teknik aseptik
Suatu cara yang dilakukan dengan menggunakan segala sesuatu alat/bahan yang
steril dan berdasarkan aturan laboratorium sehingga mendapatkan hasil yang
bebas dari kontaminan.
Tujuan tehnik aseptik
1. Mencegah kontaminasi (=peristiwa terjadinya/masuknya bakteri lain yang tidak
diharapkan ke dalam suatu biakan murni)
2. Melindungi diri dan orang lain dari infeksi
3. Melindungi pencemaran di laboratorium
Cara-cara isolasi bakteri
1. Metode cawan gores (streak plate method)
Suatu cara isolasi bakteri dengan cara menggoreskan sejumlah bahan yang akan
diisolasi pada permukaan suatu medium agar dengan jarum inokulasi di dalam cawan
petri. Keuntungan dari metode ini adalah menghemat bahan dan waktu. Kerugiannya
diperlukan suatu ketrampilan dan pengalaman. Kesalahan yang sering terjadi adalah
tidak memanfaatkan medium dengan baik dan pada saat penipisan tidak tepat karena
cenderung menggunakan inokulum terlalu banyak. Ada beberapa metode goresan
yaitu goresan sinambung, goresan dengan metode T dan goresan cara Kuadran.
2. Metode cawan tabur/tuangan (pour plate method)
Suatu cara isolasi dengan cara mencampur bahan pada medium agar yang sedang
mencair (suhu 50oC) kemudian menuangkan pada petri atau menuangkan bahan pada
petri steril, ditambah medium agar yang telah mencair kemudian dicampur rata.
Keuntungan menggunakan metode ini tidak memerlukan ketrampilan yang terlalu
tinggi dan bisa digunakan untuk menghitung jumlah bakteri suatu sampel. Kerugian
metode ini adalah kepekatan sel tidak diketahui sehingga jika koloninya tidak terpisah
bahan harus diencerkan akhibatnya memboroskan bahan dan waktu.
3. Metode perataan (spread plate method)
Suatu cara isolasi dengan cara menuangkan sampel atau suspensi bakteri pada
permukaan medium agar kemudian diratakan/disebarkan dengan kapas lidi steril atau
spatel drigalski di permukaan medium supaya diperoleh kultur murni. Jarang dipakai
31
untuk isolasi kecuali jika sudah diketaui jumlah mikrob pada sampel sangat sedikit.
Cara ini lebih sering digunakan untuk uji sensitifitas terhadap antibiotik.
Isolasi dianggap berhasil jika mendapatkan koloni yang murni (tunggal). Setelah
melakukan inokulasi dilanjutkan inkubasi. Cara inkubasi adalah untuk memberi
kesempatan sel untuk tumbuh pada waktu tertentu dengan cara sesuai kebutuhan
mikroorganisme baik waktu, suhu, kebutuhan O2. Berdasarkan kebutuhan Oksigen maka
bakteri dibedakan bakteri Aerob dan Anaerob. Bakteri Aerob dibedakan dalam 3
golongan yaitu:
1. Aerob mutlak/aerob obligat yaitu mikroba yang tidak dapat hidup tanpa O2
2. Aerob fakultatif yaitu mikroba aerob yang dapat hidup dalam suasana anaerob
3. Mikroaerofil adalah mikroba yang membutuhkan O2 dalam jumlah sedikit
Sedangkan untuk bakteri Anaerob dibedakan dalam 3 golongan yaitu:
1. An aerob mutlak/obligat/aerofob yaitu mikroba yang tidak dapat hidup jika ada O2
2. Aerotoleran yaitu mikroba anaerob yang dapat hidup jika ada O2
3. Kapnofil yaitu mikroba yang membutuhkan kadar O2 rendah, CO2 tinggi
Berdasarkan golongan tersebut maka cara inkubasi secara aerob dapat dilakukan dengan
cara:
1. Pada agar tegak (agar deep culture) dengan cara: ditusuk sampai dasar karena
permukaan aerob dasar anaerob. Kemudian diinkubasi di dalam inkubator
2. Pada pembiakan agar miring (agar slant culture) dengan cara membuat goresan
pada pangkal ujung. Kemudian diinkubasi di dalam inkubator.
3. Pada biakan cair (broth culture) dimasukkan dengan ose atau kapas lidi steril
keseluruh bagian. Kemudian diinkubasi di dalam inkubator.
Inkubasi secara anaerob ada 2 prinsip:
1. Menghilangkan O2 dari lingkungannya
2. Menambah senyawa pereduksi pada medium.
Ada beberapa cara dalam inkubasi anaerob
1. Menggunakan asam pirogalol dan NaOH
Pirogalol berperan sebagai zat pereduksi yaitu aktif jika ada NaOH. Ada beberapa
cara:
2. Menggunakan tabung wright
32
Sungkup lilin anaerobic jar anaerobic jar
3. Menggunakan kapas dicelup dalam campuran asam pirogalol dan NaOH
4. Menggunakan eksikator jika biakan pada petri
5. Menggunakan natrium thioglycollate
Merupakan zat pereduksi yang ditambahakan pada medium kadang-kadang biru
methylen/resazurin yang akan berwarna bila teroksidasi dan tidak berwarna bila
tereduksi. Medium: thioglycollate cair/ thioglycollate agar
6. Menggunakan parafin cair
7. Menggunakan anaerobic jar
8. Brewer anaerobic culture plate
9. Sungkup lilin
Gambar 4.1 Berbagai cara inkubasi anaerob
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
MIKROORGANISME
A. Pendahuluan
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme serta faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui zat gizi atau nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya, sehingga akan mudah untuk mengamatinya.
33
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan nutrisi mikroorganisme.
B. Penyajian
Uraian dan contoh
5.1 Pertumbuhan Mikroorganisme
5.1.1 Definisi Pertumbuhan
Pertumbuhan secara umum dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur
semua komponen di dalam sel hidup. Perbanyakan sel adalah konsekuensi pertumbuhan.
Organisme multiseluler, yang disebut pertumbuhan adalah peningkatan jumlah sel
perorganisme dan perbesaran sel. Organisme uniseluler, pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel, yang juga berarti pertambahan jumlah organisme yang
membentuk populasi atau suatu biakan. Organisme soenositik (aseluler), selama
pertumbuhan ukuran sel menjadi besar, tetapi tidak terjadi pembelahan sel.
Pertumbuhan makhluk hidup dapat juga ditinjau dari 2 sudut yaitu:
1) Pertumbuhan individu (sel)
2) Pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi
Pertumbuhan sel diartikan sebagai adanya penambahan volume sel serta bagian-
bagian sel lainnya, atau sebagai penambahan kuantitas isi dan kandungan di dalam sel.
Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan akibat pertumbuhan individu.. Misalnya
dari satu sel menjadi dua, dari dua sel menjadi 4 sel dan seterusnya.
5.1.2 Pengukuran Pertumbuhan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur atau menghitung
jumlah jasad renik, yaitu:
a. Perhitungan Jumlah sel
1) Hitungan mikroskopik
2) Hitungan cawan
3) MPN (Most Probable Number)
b. Perhitungan Massa Sel secara langsung
1) Cara volumetric
2) Cara gravimetric
3) Turbidimetri (kekeruhan)
c. Perhitungan massa sel secara tidak langsung
1) Analisis komponen sel (protein, AND, ATP dsb)
34
2) Analisis produk katabolisme (metabolit primer, metabolit sekunder, panas)
3) Analisis konsumsi nutrien (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino, mineral
dsb).
Perhitungan massa sel secara langsung maupun tidak langsung jarang digunakan
dalam menguji jumlah mikroba pada bahan, tetapi sering digunakan untuk mengukur
pertumbuhan sel selama proses fermentasi.
Metode volumetric dan gravimetric, pengukuran volume dan berat sel dilakukan
terlebih dahulu dengan menyaring mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, bila substrat
tempat tumbuhnya banyak mengandung padatan, misalnya bahan pangan, sel
mikroorganisme tidak dapat diukur dengan menggunakan metode volumetric maupun
dengan turbidimetri.
5.1.3 Laju Pertumbuhan
Cara khas bakteri berkembang biak adalah dengan cara pembelahan biner
melintang : satu sel membelah diri, menghasilkan dua sel. Jadi kalau kita mulai dari 1
bakteri tunggal, maka populasi bertambah secara geometric.
1 2 22 2
3 2
4 …2
n.
Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri menjadi dua kali
lipat dinamakan waktu generasi (generation time) atau waktu berganda (doubling
time). Tidak semua spesies microbe mempunyai waktu generasi yang sama. Waktu
generasi untuk suatu spesies bakteri tertentu juga tidak sama pada segala kondisi fisik.
Waktu generasi (G) suatu mikroorganisme dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
t
G =
3,0 log (b/B)
dimana:
G : waktu generasi
t : selang waktu antara pengukuran jumlah sel di dalam populasi pada suatu saat
dalam fase log B dan kemudian lagi pada suatu titik waktu kemudian (b)
B : populasi awal
b : populasi setelah waktu t
Log : log 10
3,0 : factor konversi log 2 menjadi log 10
35
Contoh:
Sejumlah 1000 sel bakteri setelah 4 jam di dalam suatu medium bertambah
jumlahnya menjadi 100.000 sel. Berapa waktu generasi dari populasi tersebut?
t
G =
3,0 log (b/B)
4
G =
3,0 log (100.000/1.000)
= 4/6,6 = 0,61 jam.
Jadi data yang dibutuhkan untuk menentukan waktu generasi adalah (1) jumlah
bakteri mula-mula, yakni di dalam inokulum), (2) jumlah bakteri yang ada pada akhir
waktu tertentu, (3) interval waktu.
5.1.4 Kurva Pertumbuhan
Adapun kurva pertumbuhan jasad renik dapat dilihat pada gambar.
Gambar 5.1 Kurva Pertumbuhan Jasad Renik
- Fase 1 : fase adaptasi (fase lag)
Bila jasad renik dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami
fase adaptasi. Fase ini untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan di
sekitarnya. Fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum
disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap. Lamanya fase ini bervariasi, dapat
cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di
sekitarnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan. Sel yang ditempatkan pada medium dan
lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin
Log jumlah
sel
Waktu sel
1
2
3
4
36
tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrien yang tersedia dan kondisi
lingkungan yang baru sangat berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu
penyesuaian untuk mensintensis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme.
b. Jumlah inokulum. Jumlah sel yang semakin tinggi akan mempercepat proses adaptasi.
- Fase 2: Fase pertumbuhan Logaritmik (fase eksponensial atau Fase Pembiakan
Cepat)
Setelah mikroba menyesuaikan diri dengan lingkungan, yakni pada fase adaptasi
dan fase permulaan pembiakan, maka sel jasad renik membelah dengan cepat, dimana
pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan
pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan
kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini sel membutuhkan energi
lebih banyak dibandingkan dengan fase lainnya, selain itu sel paling sensitive terhadap
keadaan lingkungan.
- Fase 3. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis)
Pada fase ini pertumbuhan jasad renik diperlambat, karena : (1) zat nutrisi di
dalam medium sudah sangat kurang, (2) adanya zat hasil-hasil metabolisme yang
mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Pada fase ini
pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik. Hal ini karena jumlah sel
yang masih tumbuh lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. Pada fase ini jumlah
populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati.
Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah
habis. Karena kekurangan zat nutrisi, maka kemungkinan sel tersebut mempunyai
komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritma.
- Fase 4. Fase menuju kematian dan fase kematian
Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena, (1)
nutrien di dalam medium sudah habis, (2) energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel
yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi
kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.
6.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang bersifat
heterotrof adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen dan potensial oksidasi
reduksi, adanya zat-zat penghambat dan adanya jasad renik yang lain.
A. Nutrien
37
Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan
pertumbuhannya, yakni sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3) sumber
energi, (4) factor pertumbuhan yaitu mineral dan vitamin. Nutrien tersebut dibutuhkan
untuk membentuk energi dan menyusun komponen-komponen sel. Setiap jasad renik
bervariasi dalam kebutuhannya akan zat-zat nutrisi tersebut.
B. Tersedianya air
Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah air
yang tersedia. Tidak semua air yang tersedia dapat digunakan oleh jasad renik. Beberapa
keadaan di mana air tidak dapat digunakan oleh jasad renik adalah: (1) adanya solut dan
ion yang dapat mengikat air di dalam larutan, misalnya adanya gula dan garam, (2) koloid
hidrofilik (gel), sebanyak 3-4% dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam medium,
(3) air dalam bentuk kristal es (hidrasi) juga tidak dapat digunakan oleh jasad renik.
Air adalah penting untuk pertumbuhan dan metabolisme dari semua sel. Bila air ini
dikurangi atau dihilangkan, aktivitas seluler akan menurun.
Contoh: pengambilan air dari sel dengan cara pengeringan atau mengubah bentuk dari air
tersebut (dari bentuk cair menjadi padat), mengurangi ketersediaan air bagi sel-sel
tersebut (termasuk sel-sel mikroba) untuk aktivitas metabolic.
Terdapat dua jenis bentuk air yaitu air bebas dan air terikat. Air terikat adalah air yang
terdapat dalam jaringan serta bersifat penting bagi seluruh proses fisiologis dalam sel
tersebut. Air bebas adalah air yang terdapat pada dan sekitar jaringan serta dapat
dihilangkan dari sel-sel mempengaruhi secara serius proses-proses penting tersebut.
Air bebas inilah yang penting bagi kelangsungan hidup dan aktivitas mikroba. Oleh
karena itu, melalui pengambilan air bebas, tingkat aktivitas mikrobiawi dapat
dikendalikan.Jumlah air yang tersedia bagi mikroba inilah yang disebut sebagai aktivitas
air (aw).
Air murni memiliki suatu aktivitas air 1,0. Bakteri memerlukan lebih banyak air daripada
khamir, khamir memerlukan air lebih banyak daripada jamur untuk melakukan aktivitas
metabolisnya.
Hampir semua aktivitas mikroba terhambat di bawah aw 0,6. Kebanyakan jamur
terhambat dibawah aw 0,7 sedangkan khamir dibawah aw 0,8 serta kebanyakan bakteri
dibawah aw 0,9.Secara alami terdapat kekecualian serta beberapa spesies dari mikroba
dapat berada aktif di luar kisaran tersebut. Contoh yang dapat menggambarkan aktivitas
air dan aksi mikroba adalah
38
a. Aw 1,0 terdapat pada pangan yang sangat mudah rusak
b. Aw 0,95 Pseudomonas, Bacillus, Clostridium perfringens serta beberapa
khamir terhambat, terdapat pangan dengan sukrosa 40% atau 7% garam.
c. Aw 0,90 Batas rendah untuk pertumbuhan bakteri Salmonella, Vibrio
parahaemolyticus, Clostridium botulinum, Lactobacillus dan beberapa khamir
dan jamur terhambat, pangan dengan 55% sukrosa, 12% garam.
d. Aw 0,80 Batas rendah untuk kebanyakan aktivitas enzim serta pertumbuhan
dari banyak jamur, Staphylococcus aureus terhambat, terdapat pada sirup
buah-buahan.
Aktivitas air dari bahan pangan tersebut dapat diubah dengan cara mengatur jumlah
air bebas yang tersedia. Terdapat beberapa cara untuk mencapainya yaitu pengeringan
untuk mengambil air, pembekuan untuk mengubah keadaan air dari cair menjadi padat,
meningkatkan atau menurunkan konsentrasi zat terlarut (solut) dengan cara penambahan
garam atau gula atau senyawa hidrofilik (garam dan gula merupakan dua zat aditif umum
yang digunakan untuk pengawetan makanan). Penambahan garam dan gula pada suatu
pangan akan mengikat air bebas, akibatnya aw tersebut menurun. Sebaliknya, penurunan
konsentrasi tersebut akan menaikkan jumlah air bebas dan juga aw. Manipulasi dari aw
tersebut dengan cara seperti ini dapat digunakan untuk menopang pertumbuhan mikroba
yang dikehendaki serta menghambat pertumbuhan mikroba pengganggu/perusak.
Pengaruh NaCl terhadap pertumbuhan mikroorganisme
Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan banyak digunakan untuk
mengawetkan bahan pangan seperti hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan pengawet
tambahan lainnya. NaCl diketahui merupakan bahan pengawet yang paling tua digunakan
sepanjang sejarah. Adapun tujuan utama dari penggaraman adalah memperpanjang daya
tahan dan daya simpan bahan pangan seperti ikan, karena garam dapat menghambat atau
membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Selama proses penggaraman
berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh
ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan
kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan
dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan, sampai terjadi keseimbangan
antara konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan konsentrasi garam di luar tubuh
ikan. Dan pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan
penggumpalan protein (denaturasi) daging ikan dan juga mikroba.
39
Jadi ikan yang telah mengalami proses penggaraman, akan mempunyai daya simpan
yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau mengehentikan sama sekali
reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan. Cara kerja garam
menjalankan fungsi kedua ini adalah: garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga
metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan
bakteri. Selain menyerap cairan tubuh, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri
sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati. Kesimpulannya bahwa
NaCl mempunyai daya pengawet tinggi karena beberapa hal, antara lain:
1. NaCl dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging sehingga kadar
air dan aktivitas airnya akan rendah.
2. NaCl dapat menyebabkan protein daging dan protein mikrobia terdenaturasi.
3. NaCl dapat menyebabkan sel-sel mikrobia menjadi lisis karena perubahan tekanan
osmosa.
4.Ion klorida yang ada pada garam dapur (NaCl) mempunyai daya toksisitas yang
tinggi pada mikrobia, dapat memblokir system respirasinya.
C. Nilai pH
Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh. Jasad
renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3 – 6. kebanyakan bakteri
mempunyai pH optimum, yakni pH dimana pertumbuhannya optimum, sekitar pH 6,5 –
7,5. pada pH di bawah 5 dan di atas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali
bakteri asam asetat (Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi sulfur.
Sebaliknya khamis menyukai pH 4 – 5 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,5 – 8,5. Oleh
karena itu, khamir tumbuh pada pH rendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat.
Kapang mempunyai pH optimum 5,7, tetapi seperti halnya khamir, kapang masih dapat
hidup pada pH 3,0 – 8,5.
D. Suhu
Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum
untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum dan di atas suhu
maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu akan terjadi
denaturasi enzim.
Jasad renik dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan atas
kemampuannya untuk dapat memulai pertumbuhan pada kisaran suhu tertentu.
Penggolongan tersebut yaitu: a). psikrofil, b). mesofil, c). termofil.
40
Kisaran Suhu untuk Pertumbuhan Jasad Renik
Kelompok
mikroba
Suhu Pertumbuhan (oC)
Minimum Optimum Maksimum
Psikrofil
Mesofil
Termofil
0 –5
10 – 20
25 – 45
5 – 15
20 – 40
45 – 60
15 – 20
40 – 45
60 – 80
Kapang dan khamir pada umumnya tergolong mesofil. Karena itu, dapat tumbuh
dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan pada beberapa
mikroba dapat tumbuh pada suhu pendinginan. Makanan yang disimpan dalam lemari es
masih mungkin ditumbuhi oleh jasad renik yang tergolong psikrofil, sedangkan makanan
yang disimpan dalam keadaan panas, mungkin masih dapat ditumbuhi oleh mikroba
termofil.
E. Tersedianya Oksigen
Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh.
Jasad renik dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan
oksigen untuk pertumbuhannya, yaitu jasad renik bersifat aerob, anaerob, anaerob
fakultatif dan mikroaerofil. Kapang dan khamir pada umumnya bersifat aerob, sedangkan
bakteri dapat bersifat aerob atau anaerob.
F. Komponen Antimikroba
Komponen antimikroba dalam suatu bahan dapat menghambat pertumbuhan jasad
renik. Komponen antimikroba biasa terdapat secara alami pada bahan pangan, misalnya
laktenin dan factor antikoliform di dalam susu, dan lisosim dalam putih telur. Beberapa
komponen antimikroba kadang-kadang ditambahkan pada makanan secara sengaja,
misalnya asam benzoat di dalam sari buah, asam propionat dalam roti, asam sorbat dalam
keju.
5.2 Perkembangan (perkembangbiakan, reproduksi)
Perkembang biakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual.
Yang paling banyak terjadi adalah perkemban biakan aseksual. Pembiakan aseksual
terjadi dengan pembelahan biner, yakni satu sel induk membelah menjadi dua sel anak.
Kemudian masing-masing sel anak membentuk dua sel sel anak lagi dan seterusnya.
Selain pembelahan biner (binary fission) ada pembelahan ganda (multiple fission), dan
perkuncupan (budding).
41
Reproduksi bakteri secara pembelahan binner ditentukan oleh waktu generasi.
Pembelahan binner yang terjadi pada bakteri adalah pembelahan binner melintang, yaitu
suatu proses reproduksi aseksual, setelah pembentukan dinding sel melintang, maka satu
sel tunggal membelah menjadi dua sel yang disebut sel anak.
Khamir misalnya Saccharomyces cerevisies tipe pembelahan selnya ada yang
seperti bakteri yakni dengan pembelahan biner tetapi ada juga yang membentuk kuncup,
dimana tiap kuncup akan membesar seperti induknya. Kemudian tumbuh kuncup baru
dan seterusnya. Tipe yang ketiga dari khamir adalah pembelahan tunas, yakni kombinasi
antara pertunasan dan pembelahan. Sedang yang keempat adalah dengan sporulasi atau
pembentukan spora yang dapat dibedakan atas spora seksual dan spora aseksual.
METABOLISME MIKROORGANISME
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang anabolisme dan katabolisme.
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui proses metabolisme pada mikroorganisme.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan metabolisme mikroorganisme
B. Penyajian
Uraian dan contoh
Setiap makhluk hidup mengadakan pertukaran zat atau metabolisme, yakni
mengambil atau mengasimilasikan zat makanan dan membuang sisa (sampah) yang tidak
diperlukan lagi. Metabolisme juga berarti serentetan reaksi kimia yang terjadi di dalam
sel hidup. Penyusunan atau pengambilan zat makanan atau proses sintesis disebut
anabolisme, sedangkan penggunaan atau pembongkaran zat makanan atau reaksi
penguraian bahan organik kompleks menjadi bahan organik yang sederhana dinamakan
katabolisme. Energi hasil katabolisme sebagian digunakan untuk sintesis makromolekul,
seperti misalnya asam nukleat, lipida atau polisakarida. Sedangkan fungsi energi lainnya
adalah
1. Membangun bagian fisik dari sebuah sel (dinding sel)
2. Untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan biologis
3. Untuk memelihara tubuh sel
42
4. Untuk menahan agar zat-zat tertentu tidak masuk dalam tubuh
5. Untuk melakukan gerakan
Anabolisme
Proses ini disebut juga dengan biosintesis, hal ini berbeda dengan nutrisi, karena
di dalam proses biosintesis diperlukan sumber energi. Bahan baku proses anabolisme
adalah zat makanan.
Enzim dan Zat Makanan
Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim
berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia. Setelah
reaksi berlangsung, enzim tidak mengalami perubahan jumlah, sehingga jumlah enzim
sebelum dan setelah reaksi adalah tetap. Enzim mempunyai selektivitas dan spesifitas
yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi. Nama
lain dari enzim adalah fermen.
Ada dua tipe enzim yaitu eksoenzim atau enzim ekstraseluler dan endoenzim
atau enzim intraseluler. Fungsi utama dari eksoenzim adalah melangsungkan
perubahan-perubahan pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut
memasuki sel, misalnya enzim amilase. Endoenzim Endoenzim disebut juga enzim
intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang
digunakan untuk proses sintesis di dalam sel dan untuk pembentukan energi (ATP) yang
berguna untuk proses kehidupan sel, misal dalam proses respirasi, mensintesis bahan
seluler dan menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel.
Adapun sifat-sifat umum dari enzim adalah sebagai berikut:
1. Mengiatkan atau kadang-kadang memulai suatu proses
2. Bekerja secara khusus
3. Merupakan protein dan dalam bentuk koloid
4. Dapat bekerja bolak-balik
5. Tidak tahan terhadap temperatur yang agak tinggi
6. Dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, suhu, substrat dan oleh hasil akhir
7. Banyak enzim memerlukan pembantu yang disebut koenzim/kofaktor (zat
anorganik). Bagian proteinnya disebut apoenzim, bila bergabung kedua enzim
tersebut membentuk enzim yang lengkap dinamakan haloenzim dan bersifat aktif.
8. Bersifat tidak stabil
Penamaan dan Klasifikasi Enzim
43
Tatanama enzim telah diresmikan menurut Persetujuan Internasional dengan
bantuan “Comission on Enzymes of Internasional Union Biochemistry”. Untuk
menamakan enzim digunakan akhiran – ase dan ini hanya digunakan untuk enzim tungal.
Berikut ini kelas-kelas utama enzim: Oksidoreduktase, Transferase, Hidrolase, Liase,
Isomerase dan Ligase.
a. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron,
hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan
hidrogen peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim elektron transfer oksidase,
yaitu enzim oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.
b. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul
yang lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:
1) Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
2) Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
3) Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
c. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
1) Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil.
2) Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3) Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
d. Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari
suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1) L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan
air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
2) Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi
pengambilan gugus karboksil.
e. Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi
f. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul
pirofosfat dari nukleosida trifosfat.
44
Katabolisme
Katabolisme merupakan reaksi kimiawi yang membebaskan energi melalui
perombakan nutrien, disebut juga dengan reaksi disimilasi atau reaksi peruraian. Sel
merombak ikatan-ikatan kimiawi tertentu selama metabolisme maka energi yang
dilepaskan menjadi tersedia untuk melangsungkan kerja biologis.
Pernapasan (respirasi) merupakan proses disimilasi yang hanya berlangsung di
dalam sel hidup yang menghasilkan energi untuk keperluan organisme tersebut. Oksigen
yang diperlukan dalam proses ini berasal dari udara bebas, maka peristiwa ini dinamakan
pernapasan aerob.
Pernapasan Aerob
Pernapasan aerob, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik yan lain sebagai
substrat untuk dioksidasikan menjadi karbohidrat dan air, sedangkan mikrobanya sendiri
memperoleh energi.
Persamaan kimia pernapasan aerob yang sempurna dengan menggunakan glukosa
sebagai substrat adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 CO2 + 6H2O + 675 kcal
Glukosa
Jika pengoksidasi substrat tidak sempurna, maka energi yang timbul tidak akan
sebanyak jumlah tersebut di atas. Pada pernapasa aerob yang dilakukan oleh genus
Acetobacter, substrat yang dioksidasi berupa alkohol (etanol), energi yang diperoileh
tidak begitu banyak.
CH3CH2 OH + O2 CH3COOH + H2O + 116 Kcal
Etanol asam cuka
Reaksi di atas pengoksidasian tidak sempurna hasil akhirnya bukan berupa CO2
dan H2O, melainkan air dan suatu asam organik asam cuka. Asam tersebut masih
merupakan timbunan energi. Jika pengoksidasian etanol terjadi sempurna, maka energi
yang terlepas ialah 328 kcal.
Bakteri autrotof memperoleh energi dengan pengoksidasian zat-zat anorganik
senagai substrat. Contohnya adalah sebagai berikut:
H2S + 2 O2 H2SO4 + Energi
4HN3 + 9 O2 4 NO3 + 6 H2O
45
Pernapasan Anaerob
Beberapa mikroba dapat hidup tanpa menggunkan oksigen bebas, bahkan ada
mikroba yang malahan mati jika terkena udara bebas. Ada juga mikroba yang tidak
menggunakan oksigen bebas, meskipun gas ini tersedia baginya, contohnya adalah
Streptoccocus lactis, mikroba ini tidak dapat memanfaatkan oksigen bebas karena tidak
mempunyai enzim untuk mereduksi oksigen tersebut. Louis Pasteur-lah orang
pertamakali mengetahui adanya pernapasan anaerob itu. Pengetahuan ini dia dapatkan
dengan percobaan fermentasi. Pernapasan anaerob dapat terlaksana dengan dua cara
yaitu:
Pernapasan Anaerob Antarmolekul
Pernapasan antarmolekul hampir sama dengan pernapasan aerob, bedanya adalah
bahwa pernapasan antarmolekul itu oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi
substrat tidak diperoleh dari udara bebas, melainkan dari suatu senyawa, sedangkan yang
direduksi bukan oksigen, melainkan suatu senyawa pula. Penerima hidrogen dapat berupa
seperti nitrat, nitrit karbonat atau sulfat. Energi yang ditimbulkan dalam prosese ini tidak
banyak. Misalnya:
2H2O + 5S + 6HNO3 N2 + 5 H2SO4 + Energi
Dalam reksi di atas, S dioksidasi menjadi SO4 , sedangkan HNO3 direduksi menjadi N2.
1. Pernapasan anaerob Intramolekul
Dalam pernapasan intramolekul terjadi pengubahan suatu molekul tanpa
mengalami oksidasi samasekali, bagian dari suatu molekul kehilangan atom-atom H.
Sebagai contoh proses alkoholisasi yang dilakukan oleh sel-sel Sacharomyces dengan
glukosa sebagai substrat.
C6H12O6 2CH3CH2 OH + 2CO2 + 31,2 kcal
Glukosa
Pernapasan intramolekul dikenal juga dengan nama fermentasi. Contoh lain
adalah laktasi yang dilakukan yang dilakukan sel-sel dari genus Lactobacillus. Bakteri
ini mengubah glukosa menjadi asam susu dan energi, menurut rekasi kimia sebagai
berikut:
C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + Energi
Glukosa asam susu
46
Sebenarnya ada beberapa species bakteri dapat hidup seara aerob maupun anaerob
tetapi hidup secara aeorob lebih menguntungkan karena menghasilkan energi yang lebih
besar. Kejadian ini dikenal dengan efek Pasteur.
Fermentasi dan Pembusukan
Proses fermentasi sering difinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat merupakan
polisakarida terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit-unit glukosa. Fermentasi glukosa
pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom
hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada
glukosa.
2. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang
dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa lain sebagai hasil
fermentasi.
Pada tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat. Pada tahap
kedua fermentasi asam piruvat akan diubah menjadi produk-produk akhir yang spesifik.
Pembusukan digunakan untuk penguraian dan lain-lain senyawa yang
mengandung N, sedangkan dalam penguraian itu timbul bau yang sering kali tidak sedap.
Proses pembusukan itu akibat dari aktivitas bakteri, biasanya adalah bakteri anaerob.
Zat-zat yang Dihasilkan Mikroba
Dalam proses metabolisme ada zat-zat yang masuk atau zat-zat yang disusun dan
ada pula zat-zat yang dibongkar dan kemudian dikeluarkan sisa-sisanya. Zat-zat yang
disusun maupun zat-zat yang dihasilkan dalam penguraian disebut dengan metabolit
(hasil metabolisme). Mikroorganisme mempunyai zat-zat tertentu baik untuk mengambil
zat-zat makanan maupun untuk membongkarnya. Zat-zat ini secara umum dinamakan
sekret (hasil sekresi). Enzim-enzim terutama dari golongan hidrolase merupakan sekret
yang banyak dihasilkan bakteri.
Sisa-sisa zat makanan yang dibongkar yang kemudian dikeluarkan oleh bakteri di
sebut ekskret (hasil ekskresi). Ekskret dibuang belaka karena tidak lagi berguna bagi
mikroba, bahkan ekskret dapat mengganggu kehidupannya, jika dibiarkan bertimbun-
timbun.
Selain metabolit, sekret dan ekskret, seringkali ada kedapatan hasil samping
berupa zat-zat yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan metabolisme. Misalnya
47
dalam penyusutan nitrat oleh bakteri denitrifikan terlepas nitrit, air dan energi. Energi
diperlukan oleh bakteri tersebut, air dibuang, sedangkan nitrit merupakan hasil samping.
Ekskret yang dihasilkan mikroorganisme dapat berupa gas atau zat-zat organik.
Jenis gas yang dihasilkan oleh suatu species mikrob merupakan ciri khas bagi species itu.
Kuantitas gas yang dikeluarkan olek mikroba dapat diselidiki dengan respirator
Warburg, alat ini mempunyai kepekaan cukup teliti untuk mengetahui volume gas yang
dikeluarkan oleh mikroba atau apabila menyelidiki volume gas seacara kasar dapat
dipergunakan tabung fermentasi buatan Smith. Cara untuk mengetahui apakah suatu
species mikroba menghasilkan gas atau tidak kita dapat mengunakan tabung durham
(tabung reaksi berukuran kecil) yang diletakkan terbalik pada tabung reaksi yang lebih
besar dan kemudian tabung reaksi tersebut diisi dengan medium cair. Mikroba yang kita
tumbuhkan dalam medium tersebut menghasilkan gas, maka gas akan nampak sebagai
gelembung pada dasar tabung Durham.
Zat-zat yang dihasilkan mikroba adalah sebagai berikut:
1. Gas-gas yang dihasilkan mikroba
Gas-gas yang timbul dari atau hasil pembongkaran (fermentasi, respirasi) oleh
mikroba dapat berupa:
- Karbondioksida
Senyawa golongan gula yang paling lekas terurai oleh bakteri dan
menghasilkan CO2 . Terlepas CO2 di udara bermanfaat bagi tanaman untuk
fotosintesis, berguna juga untuk penentuan keasaman tanah.
- Hidrogen
Gas ini biasanya timbul bersama-sama dengan gas CO2 sengai hasil
penguraian karbohidrat atau asam amino.
- Metana
Methanobacterium omelianskii dalam keadaan anaerob menghasilkan gas
metana, dengan menggunakan substrat asam cuka, dengan rekasi sebagai berikut:
CO3COOH CO4 + CO2
Asam cuka metana
- Nitrogen
Gas nitogen sebagai hasil penguraian nitrat dan nitrit (denitrifikasi). Proses
tersebut menguragi kesuburan tanah. Contoh bakterinya adalah Thiobacillus
denitrificans
48
- Hidrogen Sulfida
Gas ini sebagai hasil penguraian protein dan senyawa-senyawa lain yang
mengandung belerang. Bakteri yang banyak menghasilkan hidrogen sulfida adalah
Desulfovibrio desulfuricans.
- Amoniak (NH3)
Hasil penguraian protein dan senyawa-senyawa lain yang mengandung
nitrogen itu dapat berupa amoniak. Dapat denga tiga cara yairu deaminasi, enzim
urease atau dengan mereduksi nitrat. Pereduksian nitrat dilakukan oleh bakteri
denitrifikan, nitrat direduksi menjadi nitrit dan nitrit direduksi lagi sehingga
menjadi amoniak.
Kemampuan mikroba untuk menghasilkan gas-gas tersebut merupakan salah satu
kriteria bagi kita untuk menentukan klasifikasi bakteri.
2. Asam-asam yang dihasilkan mikroba
Asam-asam yang timbul akibat kegiatan bakteri dapat berupa asam organik ataupun
asam anorganik, asam-asam ini ada yang berubah menjadi garam atau digunakan oleh
mikroorganisme lain. Asam-asam tersebut antara lain yaitu:
1. Asam Belerang
Banyak bakteri belerang dapat mengoksidasikan hidrogen sulfida menjadi
unsur S bebas atau menjadi asam belerang (asam anorganik). Contohnya bakteri
Thiobacillus thiooxidans dapat hidup pada pH 2 - 3,5.
2. Asam Nitrat
Asam organik ini terbentuk karena kegitan bakteri nitrifikan. Amonik
dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas atau oleh bakteri Nitrosococcus,
kemudian nitrit yang terbentuk dioksidasikan oleh bakteri Nitrosobacter hingga
berbentuk asam nitrat yang menambah kesuburan tanah, karena tanaman tinggi
umumnya mengambil unsur N dalam bentuk nitrat.
3. Asam Cuka
Bial alkohol dibiarkan terpapar diudara akam berubah menjadi asam. Hal ini
disebabkan oleh sam cuka yang timbul dar hasil kegiatan bakteri Acetobacter.
4. Asam Susu
Asam susu termasuk asam organik. Fermentasi karbohidrat terutama gula oleh
bakteri asam susu menghasilkan asam susu. Gula laktosa merupakan substrat yang
49
baik bagi Streptococcus lactis dan Lactobacillus. Asam susu yang timbul dimulut
karena kegiatan bakteri dapat merusak gigi.
5. Asam Lemak
Asam propionat dihasilkan oleh bakteri Propionibacterium. Asam propionat
penting dalam membutan keju Swiss. Asam butirat dihasilkan oleh beberapa species
dari genus Clostridium. Asam ini penting untuk menghasilkan butil alkohol, aseton,
isopropil alkohol.
3. Toksin yang dihasilkan mikroba
Beberapa species mikroba menghasilkan zat yang merupakan racun bagi
kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Racun itu ada yang dikeluarkan dari sel disebut
dengan eksotoksin. Tetapi ada pula racun yang tidak dikeluarkan namun tersimpan di
dalam sel. Racun ini dinamakan endotoksin. Endotoksin ini tidak berbahaya selama
masih berada dalam sel mikroba.
Eksotoksin mudah dipisahkan dengan cara penyaringan. Eksotoksin yang
mengganggu kesehatan manusia ialah bakteri dipteri, bakteri tetanus, bakteri botulinum.
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN
YANG MEMPENGARUHI MIKROORGANISME
A. Pendahuluan
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang faktor abiotik, faktor-faktor kimia da faktor-
faktor biotik yang mempengaruhi mikroorganisme.
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme untuk
pertumbuhannya, sehingga akan mudah untuk mengamati pertumbuhannnya.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme.
B. Penyajian
Uraian dan contoh
50
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga
mikroba. Adapun faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi mikroba adalah
faktor abiotik (faktor alam), faktor kimia dan faktor biotik (faktor biologi).
8.1 Faktor Abiotik Yang Mempengaruhi Mikroba
Yang termasuk dalam faktor abiotik adalah faktor-faktor alam. Adapun faktor-
faktor alam terdiri dari:
1. Pengaruh Temperatur
Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroba terletak antara
0oC – 90
oC, dan dikenal ada temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur
minimum adalah nilai paling rendah dimana kegiatan mikroba masih dapat berlangsung.
Temperatur maksimum adalah temperatur tertinggi yang masih dapat digunakan untuk
aktivitas mikroba. Sedangkan temperatur yang paling baik bagi kegiatan hidup
dinamakan temperatur optimum.
Cara untuk menentukan temperatur maut bagi mikroba, ada beberapa pedoman
seperti berikut ini:
a. Temperatur maut / Titik Kematian Termal (Thermal Death Point) adalah temperatur
serendah-rendahnya yang dapat membunuh mikroba yang berada di medium standar
selama 10 menit pada kondisi tertentu.
b. Laju Kematian Termal (Thermal Death Rate) adalah kecepatan kematian mikroba
akibat pemberian temperatur. Hal ini karena bahwa tidak semua spesies mati bersama-
sama pada suatu temperatur tertentu. Biasanya spesies satu lebih tahan daripada
spesies yang lain terhadap suatu pemanasan, oleh karena itu masing-masing spesies
itu ada angka kematian pada suatu temperatur.
c. Waktu Kematian Termal (Thermal Death Time) merupakan waktu yang diperlukan
untuk membunuh suatu jenis mikroba pada suatu temperatur yang tetap.
Berdasarkan pada daerah aktivitas temperatur, mikroba dapat dibagi menjadi tiga
golongan utama, yaitu:
a. Mikroba psikrofil / karyofil (oligotermik), yaitu golongan mikroba yang dapat
tumbuh pada 0 – 30oC, dengan temperatur optimum 10 – 15
oC. Kebanyakan dari
golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun di lautan.
b. Mikroba mesofil (mesotermik), adalah golongan mikroba yang dapat hidup
dengan baik temperatur 5 – 60oC, sedang temperatur optimumnya 25 – 40
oC.
Umumnya mikroba mesotermik hidup dalam alat pencernaan.
51
c. Mikroba termofil (politermik), yaitu golongan mikroba yang tumbuh pada
temperatur 40 – 80oC, dan temperatur optimumnya 55 – 65
oC. Golongan mikroba
ini terutama terdapat di sumber-sumber air panas dan tempat-tempat lain yang
bertemperatur tinggi.
2. Pengaruh Kebasahan dan Kekeringan
Mikroba mempunyai nilai kelembaban optimum. Pertumbuhan ragi dan bakteri
memerlukan kelembaban yang tinggi di atas 85%, sedangkan untuk jamur dan
aktinomisetes memerlukan kelembaban yang rendah di bawah 80%.
Jumlah air yang tersedia bagi mikroba inilah yang disebut sebagai aktivitas air
(aw). Kadar air bebas di dalam larutan (aw) ini merupakan nilai perbandingan antara
tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif.
Nilai aw untuk bakteri pada umunya terletak antara 0,90 – 0,99, sedangkan bakteri
halofilik mendekati 0,75.
Bakteri sebenarnya makhluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup
di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup tak dapat hidup subur, hal ini disebabkan
karena kurangnya udara. Tanah yang cukup basah baik untuk kehidupan bakteri.
Keadaan kekeringan menyebabkan proses pengeringan protoplasma, yang
berakibat berhentinya kegiatan metabolisme. Pengeringan secara perlahan-lahan
menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosis dan pengaruh lainnya
dengan naiknya kadar zat terlarut. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya
bakteri karena kekeringan antara lain:
1. Pengeringan dalam keadaan terang pengaruhnya lebih buruk daripada dalam gelap.
2. Pengeringan pada suhu tubuh (37oC) atau temperatur kamar (+ 26oC) lebih jelek
daripada pengeringan pada temperatur titik beku.
3. Pengeringan pada udara efeknya lebih buruk daripada di dalam vakum atau di tempat
yang berisi nitrogen.
4. Bakteri yang dalam medium susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama
daripada gesekan pada kaca obyek.
5. Pengaruh Perubahan nilai Osmotik
Larutan hipertonik menghambat pertumbuhan mikroba karena dapat
menyebabkan plasmolisis. Medium paling cocok bagi kehidupan mikroba adalah medium
yang isotonik terhadap isi sel mikroba. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat
mudah menyebabkan plasmolisis. Sebaliknya mikroba yang ditempatkan di air suling
52
(aquades) akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya sel mikroba
tersebut, hal ini dinamakan plasmoptisis. Berdasarkan hal ini, maka pembuatan suspensi
bakteri dengan menggunakan air murni tidak dapat digunakan.
Beberapa mikroba dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula
yang tinggi, misal ragi yang osmofil (dapat tumbuh pada kadar garam tinggi), bahkan
beberapa mikroba dapat bertahan di dalam substrat dengan kadar garam sampai 30%,
golongan ini bersifat halodurik.
4. Pengaruh pH
Batas pH untuk pertumbuhan jasad renik merupakan suatu gambaran dari batas
pH bagi kegiatan enzim. Setiap jasad renik dikenal nilai pH minimum, pH optimum dan
pH maksimum. Bakteri memerlukan pH antara 6,5 – 7,5, ragi antara 4,0 – 4,5, sedangkan
jamur dan aktinomisetes mempunyai daerah pH yang luas. Atas dasar daerah-daerah pH
bagi kehidupan mikroba dibedakan adanya 3 golongan yang besar:
a. Mikroba asidofilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0 – 5,0.
b. Mikroba mesofilik (netrofilik), yaitu mikroba dapat tumbuh pada pH antara 5,5 –
8,8.
c. Mikroba alkalifilik, yakni mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4 – 9,5.
Bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya,
misalnya 7, maka mungkin sekali pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-
senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergeseran pH ini
dapat sedemikian besar sehingga menghambat pertumbuhan seterusnya organisme itu.
Pergeseran pH dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium.
Larutan penyangga ialah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan
pH. Suatu kombinasi garam-garam fosfat seperti KH2PO4 dan K2HPO4, digunakan secara
luas dalam media bakteriologi untuk tujuan ini.
5. Pengaruh Sinar
Sel mikroorganisme rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang tidak
mempunyai pigmen fotosintetik. Sinar dengan gelombang pendek akan berpengaruh
buruk terhadap mikroba. Sedangkan sinar dengan gelombang panjang mempunyai daya
fotodinamik dan daya biofisik, misalnya cahaya matahari.
Energi radiasi diabsorbsi oleh sel mikroorganisme akan menyebabkan terjadinya
ionisasi komponen sel. Ionisasi molekul tertentu dari protoplasma dapat menyebabkan
kematian, perubahan genetik atau dapat pula menghambat pertumbuhan.. energi radiasi
53
dari dari sinar X, sinar Y dan terutama sinar ultraviolet banyak digunakan di dalam
praktek sterilisasi, pengawetan bahan makanan dan untuk mendapatkan mutan.
6. Pengaruh Penghancuran secara Mekanik
Pengaruh tekanan udara terhadap kehidupan bakteri sangat kecil. Untuk
menghentikan pembiakan bakteri diperlukan tekanan 600 atm, untuk mematikan
diperlukan tekanan 6000 atm dan untuk membunuh sporanya diperlukan tekanan 12000
atm. Mengguncang-guncangkan bakteri tidak membawa kematian, kecuali kalau bakteri
itu dicampur dengan benda keras, seperti pecahan kaca, tanah radiolaria, tanah
foraminifera dan sebagainya. Untuk memecahkan bakteri diperlukan diperlukan
pengguncangan 9000 kali perdetik. Proses-proses ini sering digunakan untuk melepaskan
enzim-enzim dan endotoksin yang terkandung di dalam bakteri.
Faktor-faktor Kimia
Peristiwa di alam jarang mikroorganisme yang mati akibat terkena zat-zat kimia.
Hanya manusia dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan mikroba meramu
zat-zat yang dapat meracuni mikroorganisme, tetapi tidak meracuni bagi dirinya sendiri
atau meracuni makanan. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan mikroorganisme
dengan tiada membunuhnya dinamakan zat antiseptik (disinfektan). Antiseptik dan
disinfektan dapat merupakan zat yang sama tetapi berbeda dalam cara penggunaannya.
Antiseptik dipakai terhadap jaringan hidup, sedangkan disinfektan dipakai untuk bahan-
bahan tidak bernyawa.
Penggunaan Antiseptik dan Disinfektan
Hingga sekarang semakin banyak zat-zat kima yang dipakai untuk membunuh
atau mengurangi julah mikroorganisme, dan penemuan-penemuan baru terus muncul di
pasaran. Oleh karena itu, tidak ada bahan kimia yang ideal atau yang dapat dipergunakan
untuk segala macam keperluan, maka pilihan jatuh pada bahan kimia yang mampu
membunuh organisme yang ada, dalam waktu yang tersingkat dan tanpa merusak bahan
yang didisinfeksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada disinfeksi secara kimia:
1. Rongga yang cukup di antara alat-alat yang didisinfeksi, sehingga seluruh
permukaan alat tersebut dapat berkontak dengan disinfektan.
2. Sebaiknya disinfektan yang dipakai bersifat membunuh (germisida).
3. Lamanya disinfeksi harus tepat, alat-alat yang disinfeksi jangan diangkat
sebelum waktunya.
54
4. Bila untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat mudah menguap
sehingga ventilasi ruangan perlu diperhatikan.
5. Pengenceran disinfektan harus sesuai dengan yang dianjurkan, dan setiap kali
harus dibuat pengenceran baru. Disinfektan yang sudah menunjukkan tanda-
tanda pengeruhan atau pengendapan harus diganti dengan yang baru.
6. Sebaiknya menyediakan hand lotion untuk merawat tangan setelah berkontak
dengan disinfektan.
Beberapa disinfektan dan Antiseptik.
a. Logam-logam berat
Logam berat berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat mempresiptasikan
enzim-enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai
adalah Hg, Ag, As, Zn dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, pada konsentrasi yang
kecil saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari
logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat-alat yang terbuat dari logam dan
harganya mahal.
b. Fenol dan senyawa-senyawa sejenis
Fenol (asam karbol) untuk pertama kalinya digunakan Lister di dalam ruang
bedah sebagai germisida, untuk mencegah timbulnya infeksi pasca bedah. Pada
konsentrasi yang rendah (2 – 4%), daya bunuhnya disebabkan karena fenol
mempresipitasikan protein secar aktif dan selain itu juga merusak membran sel dengan
cara menurunkan tegangan permukaannya.
Kresol (kreolin) lebih baik khasiatnya dari fenol. Lisol adalah disinfektan yang
berupa campuran sabun dengan kresol, lisol lebih banyak digunakan dari pada disinfektan
lainnya. Karbol adalah nama lain fenol.
c. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi
dan disinfeksi. Alkohol mendenaturasikan protein dengan jalan dehidrasi, dan juga
merupakan pelarut lemak. Oleh karena itu membran sel akan rusak dan enzim-enzim akan
diinaktifkan oleh alkohol. Alkohol 50 – 70% banyak dipergunakan sebagian disinfektan.
d. Aldehid
Cara kerjanya adalah dengan membunuh sel mikroba dengan mendenaturasikan
protein. Larutan formaldehid (CH2O) 20% dalam 65 – 70% alkohol merupakan cairan
55
pensteril yang sangat baik apabila alat-alat direndam selama 18 jam. Akan tetapi karena
meninggalkan residu, maka alat-alat tersebut harus dibilas dulu sebelum dipakai.
e. Yodium
Larutan yodium baik dalam air maupun dalam alkohol bersifat sangat antiseptik
dantelah lama dipakai sebagai antiseptik kulit sebelum proses pembedahan. Yodium juga
efektif terhadap berbagai protozoa seperti amuba yang menyebabkan disentri.
f. Klor dan senyawa klor
Klorin bebas memiliki warna khas (hijau) dan bau yang tajam. Sudah lama klorin
dikenal sebagai deodoran dan disinfektan yang sangat baik. Solusi (larutan) hipoklorit
paling banyak dipakai untuk maksud-maksud disinfeksi dan menghilangkan bau, karena
bersifat relatif tidak membahayakan jaringan manusia, mudah ditangani, tidak berwarna
dan tidak mewarnai, meskipun memudarkan warna. Persenyawaan klor dengan kapur atau
natrium merupakan disinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan
minum. Berbagai derivat klorin organik juga dipakai untuk disinfeksi air. Ini terutama
penting bagi pekemah yang kadang-kadang harus mempergunakan air yang
dikhawatirkan tercemar. Senyawa yang sering digunakan adalah halazon (parasulfone
dichloramodobenzoic acid) yang pada konsentrasi 4 – 8 mg/ l dapat mendisinfeksi air
yang mengandung Salmonella typi dalam waktu 30 menit.
g. Perooksida
Peroksida hidrogen (H2O2) merupakan antiseptik yang efektif dan nontoksik.
Terdapat bukti bahwa H2O2 10% bersifat virusida dan sporosida. Larutan H2O2 3%
biasa dipakai untuk mencuci dan mendisinfeksi luka karena kuman-kuman anaerob
terutama sangat peka terhadap oksigen. Pasta Na2O2 dipakai untuk mengobati akne
sedangkan ZnO2 untuk mengobati luka akibat infeksi kulit karena kuman-kuman anaerob
dan mikroaerofilik.
h. Zat warna
Beberapa zat warna dapat menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik),
misalnya derivat akridin dan zat warna rosanilin. Akriflavin (campuran derivat akridin
dengan senyawa lain) mempunyai spektrum aktivitas yang luas, dan telah lama digunakan
untuk mengobati infeksi traktus urinarius.
i. Deterjen
Sabun biasa tidak banyak khasiatnya sebagai zat pembunuh bakteri (bakterisida),
tetapi kalau dicampur dengan heksalorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Deterjen
56
tidak hanya bersifat bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida, terutama
bakteri yang bersifat Gram positif.
j. Antibiotika
Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit
pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Antibiotika
berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Antibiotika yang kini banyak digunakan,
kebanyakan dari genus Bacillus, Penicilin dan Streptomyces.
Antibiotika ada yang mempunyai spectrum luas artinya antibiotika yang efektif
digunakan bagi banayak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril contohnya
tetrasiklin. Ada juga antibiotika yang berspektrum sempit, artinya hanya efektif
digunakan untuk spesies tertentu seperti penisilin yang hanya efektif memberantas jenis
kokus.
Faktor-faktor Biotik
Mikroba dari berbagai genus maupun dari berbagai spesies hidup berkumpul di
dalam suatu medium yang sama, misalnya di dalam tanah, pada kotoran hewan, di
sampah-sampah dan sebagainya. Tidak mudah meneliti pengaruh atau hubungan hidup
antar spesies, namun pengaruh timbal balik niscaya ada. Hubungan antar spesies,
termasuk pada mikroba dapat dibedakan:
a. Netralisme
Hubungan netralisme merupakan hubungan antar spesies yang saling tidak
mengganggu. Misalnya mikroba yang ada di dalam tanah atau di dalam kotoran hewan
banyak spesies yang dapat hidup bersama dengan saling tidak merugikan tetapi juga tidak
saling menguntungkan. Meskipun dalam medium yang sama, namun masing-masing
spesies memerlukan zat-zat yang tertentu bagi diri masing-masing sehingga tidak perlu
ada perebutan zat makanan.
b. Kompetisi
Kebutuhan akan zat makanan yang sama dapat menyebabkan terjadinya
persaingan antar spesies. Spesies yang dapat menyesuaikan diri paling baik, itulah spesies
yang akan mengalami pertumbuhan subur. Misalnya bila persediaan oksigen dalam suatu
medium berkurang, maka bakteri aerob akan dikalahkan oleh bakteri anaerob faklutatif.
Bila persediaan oksigen habis sama sekali, maka pertumbuhan bakteri anaerob fakultatif
tadi berhenti dan diganti oleh bakteri anaerob.
57
c. Antagonisme
Antagonisme menyatakan hubungan yang berlawanan, dapat juga dikatakan
sebagai hubungan yang asosial. Spesies yang satu menghasilkan sesuatu yang meracuni
spesies yang lain, sehingga pertumbuhan spesies yang terakhir sangat terganggu. Zat yang
dihasilkan oleh spesies yang pertama mungkin berupa suatu ekskret, sisa makanan, dan
yang jelas zat itu menentang kehidupan organisme lain. Zat penentang itu dinamakan
antibiotika.
Beberapa bentuk dari antagonisme misalnya antara Streptococcus lactis dan
Bacillus subtilis atau Proteus vulgaris. Jika ketiga spesies ditumbuhkan pada suatu
medium, maka pertumbuhan Bacillus dan Proteus akan segera tercekik karena adanya
asam susu yang dihasilkan Streptococcus lactis.
d. Komensalisme
Asosiasi jenis ini terjadi bila dua spesies hidup bersama, kemudian spesies yang
satu mendapatkan keuntungan, sedangkan spesies yang lain tidak dirugikan olehnya,
maka hubungan hidup antara kedua spesies itu disebut komensalisme (metabiosis).
Spesies yang beruntung disebut komensal, sedangkan spesies yang memberikan
keuntungan disebut inang (hospes). Hubungan hidup antara Saccharomyces dan
Acetobacter merupakan suatu contoh komensalisme atau metabiosis. Spesies pertama
menghasilkan alkohol yang tidak diperlukan lagi, sedangkan alkohol ini merupakan zat
makanan yang mutlak bagi Acetobacter.
e. Mutualisme
Mutualisme merupakan suatu bentuk simbiosis antara dua spesies, dimana
masing-masing yang bersekutu mendapatkan keuntungan. Jika terpisah, masing-masing
tidak atau kurang dapat bertahan diri. Seringkali simbiosis dipakai untuk menyatakan
bentuk hubungan antara dua spesies yang mutualistik, tetapi sekarang orang lebih banyak
menggunakan istilah mutualisme.
Simbiosis antara genus Rhizobium dan Leguminosae, simbiosis antara jamur dan
ganggang (Lichenes) merupakan hubungan mutualisme. Rhizobium mendapat tempat
hidup dalam akar Leguminosae, sedangkan Leguminosae mendapatkan ersenyawaan
nitrogen yang diberikan oleh Rhizobium.
f. Sinergisme
Sinergisme adalah asosiasi (hubungan hidup) antara kedua spesies, bila
mengadakan kegiatan tidak saling mengganggu, akan tetapi kegiatan masing-masing
58
justru merupakan urut-urutan yang saling menguntungkan. Misalnya, ragi untuk membuat
tape terdiri atas kumpulan spesies Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenula dan
Acetobacter. Masing-masing spesies mempunyai kegiatan-kegiatan sendiri, sehingga
amilum berubah menjadi gula, dan gula menjadi bermacam-macam asam arganik, alkohol
dan lain-lain.
g. Parasitisme
Parasitisme merupakan suatu bentuk asosiasi di antara dua spesies, dimana satu
pihak dirugikan dan pihak lain diuntungkan. Spesies pertama disebut inang
(hospes/pejamu/induk semang) sedangkan spesies yang mengambil keuntungan
dinamakan parasit. Hubungan ini misalnya, antara virus (bakteriofage) dengan bakteri.
Virus tidak dapat hidup di luar bakteri atau sel hidup lainnya. Sebaliknya bakteri atau sel
lainnya yang menjadi hospes akan mati karenanya.
h. Predatorisme
hubungan antara Amoeba dengan bakteri disebut predatorisme. Amoeba
merupakan pemangsa (predator), sedangkan bakteri merupakan mangsa. Kematian
mangsa berarti kehidupan pemangsa. Berbeda dengan parasitisme adalah dalam hal
ukuran besar kecilnya saja, parasit lebih kecil daripada hospes, sedangkan predator lebih
besar daripada organisme yang dimangsa. Seperti parasit, tidak dapat hidup tanpa hospes,
maka predator pun tidak dapat hidup tanpa mangsa.
i. Sintropisme
Sintropisme merupakan kegiatan bersama antara berbagai jasad renik terhadap
suatu nutrisi. Proses ini penting untuk peruraian bahan organic tanah dan di dalam proses
pengolahan air buangan. Misalnya, sintropisme antara mikroorganisme A, B, C, D, dan E
di dalam penguraian zat X. Zat ini hanya dapat diuraikan sedikit oleh mikroba A, tetapi
hasil pemecahannya dapat merangsang perkembangan mikroba B, yang selanjutnya
menghasilkan zat yang diperlukan oleh mikroba C dan seterusnya hingga pada akhirnya
mikroba E juga dirangsang dengan menghasilkan senyawa yang sangat merangsang
mikroba A.
ANTIBIOTIK
A. Pendahuluan
Deskripsi singkat
Bab ini akan menguraikan tentang definisi antibiotik, penggolongan antibiotik,
mekanisme kerja antibiotik dan mekanisme resistensi antibiotik.
59
Relevansi
Pembahasan ini akan sangat berhubungan dengan bab selanjutnya. Mahasiswa
akan mengetahui definisi antibiotik, penggolongan antibiotik, mekanisme kerja antibiotik
dan mekanisme resistensi antibiotik sehingga dapat menerapkannya dalam mikrobiologi
terapan dalam bidang kesehatan.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan definisi antibiotik, penggolongan antibiotik, mekanisme
kerja antibiotik dan mekanisme resistensi antibiotik.
B. Penyajian
Uraian dan contoh
Antimikroba: suatu zat/obat untuk membasmi jasad renik yang diperoleh dari sintesis
atau yang berasal dari senyawa nonorganik. Antibiotik: bahan-bahan biokimia yang
diproduksi oleh mikroba atau bahan serupa yang diproduksi secara sintetik dan dalam
konsentrasi yang kecil dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen.
Sifat antibiotik untuk terapi harus memiliki toksisitas selektif yaitu harus dapat
menghambat mikroorganisme infektif dan bersifat toksik hanya terhadap patogen
infektif tidak terhadap inangnya.
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif
terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam,
namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh
karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam
organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ada antibiotik yang
merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensim atau inaktivasi
ensim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis.
Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi
melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi
lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat sitoplasma dilapisi dengan membran
60
sitoplasma yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel
bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri Gram positip struktur dinding selnya
relatip sederhana dan Gram negatip relatip lebih komplek. Dinding sel bakteri Gram
positip tersusun atas lapisan peptidoglikan relatip tebal, dikelilingi lapisan teichoic
acid dan ada beberapa species mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri
Gram negatip mempunyai lapisan peptidoglikan relatip tipis, dikelilingi lapisan
lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Peptidoglikan pada
kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada Gram
positip dan berperanan pada integritas Gram negatip. Oleh karena itu gangguan pada
sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian
sel. Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih
nyata pada bakteri Gram positip. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya
dilakukan selama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan
menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu
seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatip sedikit ,
sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan ensim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga sintesis
supaya normal, kegiatan kedua ensim ini harus seimbang satu sama lain. Biosintesis
peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu sintesis
peptidoglikan aktip pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat
ensim racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida.
Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri
oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel
mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel
menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena
struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik
yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas
selektip sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang
sangat berharga.Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin,
Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin, sikloserin, vankomisin, ristosetin
dan basitrasin.
Mekanisme masing-masing:
61
a. Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim
DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga
dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan
sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan
autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya.
Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri Gram positif,
sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri Gram
negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.
b. Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan
antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk
penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri Gram
positif/Staphilococcus/Streptococcus.
c. Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat
bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel.
Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan
untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan
untuk bakteri gram negatif.
d. Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja
yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel
bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding
Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk
jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan
dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.
e. Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding
peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif
dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin,
sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada
bakteri gram negatif.
f. Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik
bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah
membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
62
g. Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang
lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat
bakterisidal.
2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Untuk pertumbuhannya,
kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk
transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan ensim. Ada beberapa jenis
RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis
protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau
RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai
mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang selektip dalam membedakan sel
bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel
mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektip yaitu
yang sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin,
karena aktivitasnya sangat kuat dalam menghambatpertumbuhan, maka antimikroba
dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor. Antimikroba yang
mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan
pada tempat yang berbeda, antara lain
a. Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin, phleomisin,
mitomisin, edeine, porfiromisin.
b. Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, krrmomisin,
ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin.
c. Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyl-tRNA, seperti borrelidin.
d. Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol, streptomisin,
neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid,
tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat,
mayoritas aktif pada bagian translasi dan di antara mereka banyak yang berguna
dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel eukariot
berbeda, maka mungkin mereka memperlihatkan toksisitas selektip.Yang
termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D,
Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
Mekanisme masing-masing Antibiotik:
63
a. Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase
sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA.
Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b. Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara
berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi
RNA dan pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin umumnya menyerang bakteri
spesies Mycobacterum.
c. Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja
yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk
penyakit demam tipus.
d. Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh
dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e. Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan
berefek menghambat sintesis DNA.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Penghambatan sintesis protein dapat
berlangsung di dalam ribosom. Berdasarkan koefisien sedimentasinya, ribosom
dikelompokkan dalam 3 grup yaitu:
a. Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s dan
40s.
b. 2)Ribosom 70s, didapatkan pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri dari
subunit 50s dan 30s.
c. 3)Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai
ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotik.
Untuk memelihara kelangsungan hidupnya, sel mikroba perlu mensintesis protein yang
berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA; gangguan sintesis
protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini
mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Penghambatan biosintesis protein pada sel
prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat menghentikan pertumbuhan dan
pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh
kembali setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai
64
aktivitas bakterisid. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan sitotoksik.
Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik
terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin
mempunyai toksisitas relatip kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin
menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin
berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom 30s dan
menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga terbentuk protein abnormal
dan non fungsionil. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi
perkembangbiakan sel. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide,
Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin,
kloramphenikol, novobiosin, puromisin.
Mekanisme masing-masing Antibiotik:
a. Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian
akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein.
Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat
bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan
dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk
Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b. Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan
antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat
sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram
negatif.
c. Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit
ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada
ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein. Namun
antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna
dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d. Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis
protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
65
4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Di bawah dinding sel bakteri
adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada
manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektip dan berfungsi mengontrol
keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik
internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan
replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu
fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai
mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin,
gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin,
filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan
ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan
membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis. Beberapa
antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai iondphores.yaitu senyawa yang
memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel,
misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan
fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri
gram negatip daripada gram positip yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah.
Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktip pada bakteri. Dasar
selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran
fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya. Secara in vitro polyene dapat
menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol
sebagai tempat aktivitas antibiotik sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia
hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-
komponen penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain
dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu
antibiotik ini mempunyai toksisitas selektip relatip kecil dibanding antibiotik yang
bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan sistemik antibiotik ini
relatip toksik; untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topikal.Contohnya
antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar
kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan
kebocoran sel.
66
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a. Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif
terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS
ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat
merupakan bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran
biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan
protein. Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b. Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui
penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide.
Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya
dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c. Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-
antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri
dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga
mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam
protein.
Gambar 9.1 Mekanisme Kerja Antibiotik
67
Pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat.
Antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang
terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk
kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
Penentuan kesensitifan mikroorganisme terhadap antibiotik
1. Metode cakram Kirby-Bauer (metode difusi)
2. Metode KHM/MIC (metode dilusi)
Metode Cakram Kirby-Bauer (Metode Difusi)
Prinsip:
Semakin sensitif bakteri terhadap antibiotik akan semakin besar diameter hambatan yang
dihasilkan
Cara kerja:
1. Bakteri yang diambil dari biakan murni atau dari darah manusia sakit, diinokulasikan
di media agar secara merata.
2. Cakram yang telah mengandung antibiotik diletakkan di permukaan pelat agar yang
mengandung organisme yang diuji.
3. Pada jarak tertentu antibiotik akan berdifusi pada pelat agar. Sampai pada jarak
tersebut antibiotik tidak akan lagi menghambat mikroorganisme
4. Efektifitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan (area jernih/bersih yang
mengelilingi cakram yang menunjukkan aktivitas antibiotik terdifusi)
68
5. Diameter zona dihitung dengan penggaris. Yang paling besar diameternya adalah
yang paling efektif.
Kesimpulan: Erythromycin adalah antibiotik yang paling efektif
digunakan untuk pengobatan
69
Faktor-faktor yang mempengaruhi zona hambatan:
1. Kepadatan atau viskositas dari media biakan. Supaya kepekatan biakan sesuai
yang diinginkan gunakan alat spektrofotometri atau dengan standar brown II
2. Kecepatan difusi antibiotik
3. Konsentrasi antibiotik pada cakram
4. Sensitivitas organisme terhadap antibiotik
5. Interaksi antibiotik dengan media.
KHM (Metode Dilusi)
Konsentrasi hambatan minimum adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih
dapat meng-hambat pertumbuhan organisme tertentu. KHM dapat ditentukan dengan
prosedur tabung dilusi. Prosedur ini digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik
yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis
antibiotik yang efektif dalam mengontrol infeksi pada pasien.
Inokulum mikroorganisme yang telah distandarisasi (dengan Standar Brown II atau
dengan spektro-fotometri) ditambahkan di dalam tabung yang mengandung seri dilusi
dari suatu antibiotik dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan
perubahan kekeruhan.
Untuk KHM secara invitro batas keamanan pemberian antibiotik adalah 10xKHM.
Dengan begitu KHM dapat menentukan dosis yang tepat untuk mengobati penyakit
infeksi.
RESISTENSI
Pada awalnya, problema resistensi bakteri terhadap antibiotik telah dapat
dipecahkan dengan adanya penemuan golongan baru dari antibiotik, seperti
aminoglikosida, makrolida, dan glikopeptida, juga dengan modifikasi kimiawi dari
antibiotik yang sudah ada. Namun, tidak ada jaminan bahwa pengembangan antibiotik
baru dapat mencegah kemampuan bakteri patogen untuk menjadi resisten. Berdasarkan
hasil studi tentang mekanisme dan epidemiologi dari resistensi antibiotik telah nyata
bahwa bakteri memiliki seperangkat cara untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang
mengandung antibiotik.
Mengukur Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik
70
Mengukur tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotika, adalah satu hal yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya. Ada dua cara yang bisa dilakukan, uji laboratorium dan
surveliens.
Uji laboratorium
Uji Iaboratorium resistensi kuman terhadap antibiotik, umumnya dikerjakan dengan
pengujian fenotip. Pengujian fenotip dilakukan dengan dasar adanya hambatan
pertumbuhan kuman, karena adanya antibiotik. Cara ini dipakai pada mikroorganisme
yang dapat dibiakkan pada media buatan, dan virus pada biakan jaringan.
Untuk kuman, difusi cakram atau metode dilusi kaldu atau agar, digunakan untuk
menentukan KHM. Acuan batasan kepekaan antibiotika untuk kuman patogen, diberikan
oleh NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standards, Amerika Serikat).
a. Kuman yang resisten adalah kuman yang tidak bisa dihambat oleh antibiotik, dalam
kadar yang biasanya cukup untuk menghambat kuman tersebut.
b. Resisten sedang (intermediate) adalah kuman dengan KHM antibiotik yang kadarnya
kurang lebih sama, dengan kadar dalam darah atau jaringan. Angka responsnya
mungkin lebih rendah dari isolat kuman yang peka.
c. Kuman yang peka (susceptible) adalah kuman patogen di mana infeksinya dapat
diatasi dengan dosis antibiotika yang biasa.
Surveilens
Dengan mengukur dan melacak resistensi pada masyarakat, surveilens merupakan
komponen penting untuk memahami dan mencegah resistensi. Secara klasik, surveilens
bisa bersifat aktif atau pasif. Pada surveilens aktif, tim surveilens membuat program
untuk mendapatkan data. Sedangkan surveilens pasif, para klinisi atau laboratorium
melaporkan data kepada tim. Surveilens penting dilakukan di setiap rumah sakit, untuk
mendapatkan data pola kuman patogen dan kepekaannya terhadap antibiotik. Data ini
secara berkala disampaikan pada para klinisi untuk umpan balik. Dari data-data tersebut
diperoleh informasi masalah penggunaan antibiotika di rumah sakit tersebut, dan
dipilih/ditentukan strategi yang tepat untuk melakukan intervensi.
Penggunaan antibiotik bertujuan untuk melawan atau membunuh mikroorganisme
penyebab penyakit infeksi. Dalam penggunaannya antibiotik harus memperhatikan tepat
diagnosa, tepat dosis, tepat pilihan obat, tepat penilaian kondisi pasien dan tepat
penggunaan. Kondisi saat ini banyaknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
71
Permasalahan ini merupakan permasalahan global dan bukan hanya terletak pada
Apoteker, atau dokter melainkan masalah semua orang.
Ada banyak mekanisme yang menjelaskan kenapa mikroorganisme resisten terhadap
obat tertentu :
1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang menghancurkan obat aktif tersebut.
Contohnya Staphylococci resisten terhadap penisilin G karena memproduksi β-
lactamases yang menghancurkan obat. Contoh lain adalah Gram negative dapat
juga resisten terhadap chloramphenicol jika dia memproduksi chloramphenicol
acetyltransferase.
2. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contoh :
streptococci memiliki barier permeabilitas yang alami terhadap aminoglicosides.
3. Mikroorganisme mengembangkan sistem yang mampu mengubah secara
struktural tempat target obat di mikroorganisme tersebut. Contohnya resistensi
kromosomal terhadap aminoglycosides diasosiasikan dengan kehilangan atau
hilangnya protein spesifik dalam subunit 30S dari ribosom bakteri. Organism
yang resisten terhadap erythromycin pun juga mengubah reseptor subunit 50S
pada ribosomnya, sebagai hasil dari methylation dari RNA ribosom 23S.
4. Mikroorganisme mengembangkan pathway metabolit yang berubah yang secara
bypasses seharusnya dihambat oleh obat. Contohnya beberapa bakteri yang
resisten terhadap sulfonamide tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tapi
seperti sel mammalian yang lain, bisa menggunakan asam folat preformed
5. Mikroorganisme mengembangkan fungsi enzim yang berubah sehingga masih
bisa menjalankan performanya dalam fungsi metabolit tapi agak resisten
terhadap pengaruh obat.
Timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap suatu antibiotika terjadi
berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut :
1. Mikroba mensintesis suatu emzim inaktivator atau penghancur antibiotika
2. Mikroba mensintesis enzimbaru untuk menggantikan enzim
inaktivator/penghancur antibiotika yang dihambat kerjanya
3. Mikroba meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif
terhadap antibiotika
4. Mikroba membentuk jalan metabolisme baru
72
5. Permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika
6. Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba
Gambar 9.2 Mikroba mekanisme resistensi mikroba terhadap antibiotika
Bakteri untuk mencapai resistensi dengan tiga cara yaitu :
1. Mutasi spontan.
DNA bakteri dapat merubah secara. Ini terjadi pada bakteri tuberkulosis
2. Trasnformasi
Suatu bakteri bisa mendapatkan DNA dari bakteri lain. Salah satu adalah hasil
transformasi adalah gonorrhea yang telah resisten terhadap penisilin
3. Plasmid
Cara inilah yang paling menakutkan karena resisten yang didapat dari lingkaran kecil
DNA. Plasmid dapat melintas antara satu bakteri ke bakteri lain walupun berbeda tipe
dan plasmid ini membawa resistensi ganda.
Perkembangan dan penyebaran bakteri yang resisten dapat terjadi melalui beberapa rute
antara lain :
1. Tekanan pilihan.
Jika antibiotik digunakan untuk melawan bakteri campuran antara jenis sensitive dan
resisten maka jenis sensitive akan dibersihkan dan jenis resisten untuk berkembang.
2. Transfer faktor resistensi bakteri campuran
Transfer ini biasanya disebabkan oleh agen antibakteri tertentu dan transfer gen
plasmid lebih mudah antara bakteri dari spesies yang sama.
3. Penyebaran bakteri yang resistensi di antara pasien di rumah sakit.Hal ini disebabkan
oleh rendahnya aplikasi pengontrolan infeksi.
73
Kebanyakan obat resistensi yang terjadi pada obat karena perubahan genetic yang terjadi
di dalam organism tersebut. Ada juga karena pengaruh non-genetik, tapi jarang dapat
kasus resistensi yang terjadi.
Perubahan genetic yang terjadi diakibatkan oleh :
1. Chromosome-mediated resistance
2. Plasmid-mediated resistance
3. Transposon-mediated resistance
Mekanisme spesifik Resistensi masing-masing Antibiotik
Penicillin and Cephalosporins.
Ada beberapa mekanisme yang terkait dengan resistensi jenis ini. Pemutusan oleh β-
lactamase menjadi sangat penting dalam mekanisme ini. Β-lactamase akan
menginaktivasi kinerja penicillin dan cephalosporin terhadap bakteri.
Vancomycin.
Resistensi terhadap vancomysin disebabkan oleh perubahan pada komponen peptide
peptidoglycan di D-alanyl-D-alaine, yang normalnya merupakan tempat vancomycin
berikatan.
Aminoglycosides.
Resisten terhadap aminoglycosides terjadi karena 3 mekanisme:
(1) modifikasi obat oleh plasmid-encoded phosphorylating,adenylylating, dan acetylating
enzyme(merupakan mekanisme yang paling penting),
(2) mutasi kromosomal, contohnya mutasi dalam gen yang mengkode protein target
dalam subunit 30s pada ribosom bakteri,
(3) permeabilitas yang berkurang dari bakteri terhadap obat.
Tetracycline.
Resisten terhadap tetracycline sebagai hasil gagalnya obat mencapai konsentrasi inhibitori
dalam bacteria. Ini karena proses plasmid-encoded yang mereduksi pengambilan obat
juga meningkatkan transport obat ke luar sel.
Chloramphenicol.
Resistensi terhadap chloramphenicol karena plasmid-encoded acetyltranferase yang
mengacetilkan obat, jadi menginaktivasikannya.
Erythromycin.
74
Resisten terhadap erythromycin utamanya karena enzim plasmid-encoded yang
memetilkan 23s RNA, sehingga memblok tempat berikatannya obat. Pompa efflux yang
mereduksi konsentrasi erythromycin dalam bakteri menyebabkan efek intermediate
terhadap erythromycin.
Sulfonamides.
Resisten terhadap sulfonamides dimediasi oleh dua hal utama
(1) sistem transport plasmid-encoded yang secara aktif mengekspor obat keluar dari sel.
(2) mutasi kromosomal dalam gen yang mengkode enzim target dihydropteroate
synthetase, yang mereduksi kekuatan afinitas obat.
Trimethoprim.
Resistensi terhadap trimethroprim utamanya karena mutasi dalam gen kromosom yang
mengkode dihydrofolate reductase, enzim yang mereduksi dihydrofolate menjadi
tetrahydrofolate.
Quinolone.
Resisten terhadap quinolone karena utamanya mutasi kromosomal yang memodifikasi
bacterial DNA gyrase. Resisten juga bisa disebabkan oleh perubahan dalam protein outer-
membrane yang hasilnya akan mereduksi pengambilan obat ke dalam bacteria.
Rifampin.
Resisten terhadap rifampin karena mutasi kromosomal dalam gen pada β subunit RNA
polymerase bacterial, hasilnya ketidakefektifan obat untuk berikatan.
Isoniazid.
Resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazid karena adanya mutasi dalam
gen catalase-peroxidase organism. Aktivitas Enzim Catalase atau peroxidase sangat
dibutuhkan untuk mensintesis metabolit isoniazid yang sebenarnya menginhibisi
pertumbuhan mycobacterium tuberculosis.
Ethambutol.
Resistensi M.tuberculosis terhadap ethambutol karena mutasi dalam gen yang mengkode
arabinogalactan transferase, enzim yang mensintesis arabinogalactan di dalam dinding sel
organism.
Pyrazinamide.
Resistensi M. Tuberculosis terhadap pyrazinamide(PZA) karena mutasi dalam gen yang
mengkode bacterial amidase, enzim yang mengkonversi PZA menjadi bentuk aktif obat,
pyrazinoic acid.