RESPONSI
HERPES ZOSTER
Disusun Oleh:
‘Izzatul Muna
G99112083
Pembimbing:
dr. Arie Kusumawardhani, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
1
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Arie Kusumawardhani, Sp.KK
Nama Mahasiswa : ‘Izzatul Muna
NIM : G99112083
Herpes Zooster
I. PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai dengan nyeri radikuler unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut
saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis.
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari Varicella zoster virus (VZV)
yang mengalami periode laten setelah individu mengalami varisela. Setelah
infeksi akut, virus mengalami keadaan dormansi, biasanya dalam jangka waktu
dekade, pada ganglion saraf sensorik dorsal. Penyebab terjadinya reaktivasi
VZV belum diketahui secara jelas. Akan tetapi, penurunan imunitas seiring
bertambahnya usia, penyakit-penyakit imunosupresan (seperti infeksi HIV),
atau efek dari pemberian terapi imunosupresan diduga berhubungan dengan
proses reaktivasi VZV. Herpes zoster umumnya jarang terjadi pada individu
berusia dibawah 50 tahun, dan paling tidak lebih dari 1 juta kasus di Amerika
serikat terjadi pada individu di atas usia 60 tahun.1
Pada proses reaktivasi VZV, replikasi menyebabkan ganglionitis dan
inflamasi yang hebat disertai destruksi neuron dan sel-sel penyokongnya.
Distribusi berdasarkan dermatom dari lapang sensoris neuron dan ganglion
berhubungan dengan timbulnya bercak kemerahan pada herpes.1,2
2
Individu dengan herpes zoster yang aktif beresiko menular. Virus dapat
ditularkan terutama melalui kontak langsung antara lesi yang aktif dan
menyebabkan individu yang sehat mengalami varisela. VZV juga menular
melalui udara. Pasien dengan infeksi yang aktif harus lebih berhati-hati untuk
menghindari kontak dengan bayi dan anak-anak, wanita hamil, atau individu
yang mengalami imunokompromise. Tindakan pengamanan standar dengan
menggunakan sarung tangan saat akan menyentuh lesi yang aktif merupakan
tindakan yang direkomendasikan. Pasien dengan imunodefisiensi yang berat
yang tertular herpes zoster perlu dirawat di ruang isolasi sampai VZV
dinyatakan sembuh.1,3,4
II. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua, yang khas ditandai adanya nyeri unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam
bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.1,3,6,7
Setelah infeksi primer oleh virus varisela zoster atau setelah
mendapatkan vaksinasi dengan virus varisela zoster yang dilemahkan, virus ini
akan berdiam di sel ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Virus dalam keadaan dormansi atau laten. Pada suatu ketika, virus
dapat bereplikasi dan berjalan turun menyusuri saraf sensoris menuju ke kulit
dan menimbulkan manifestasi berupa herpes zoster. 3,6,7
III.EPIDEMIOLOGI
Kejadian herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varicela dan
tidak ada kejadian yang menunjukkan bahwa herpes zoster dapat terjadi karena
kontak dengan penderita varicela atau HZ.6
Kebanyakan kasus terjadi pada usia tua. Lebih dari 66% kasus herpes
zoster terjadi pada usia lebih dari 50 tahun, dan hanya 5% kasus terjadi pada
3
usia kurang dari 15 tahun. Di antara pasien-pasien yang telah terpapar
chickenpox, kejadian herpes zoster pada ras kulit hitam lebih rendah daripada
ras kulit putih. Insiden pada pria dan wanita sama banyaknya. Hampir 50 %
penduduk berusia 80 tahun mengalami herpes zoster. Zoster jarang terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda, kecuali pada penderita AIDS, limfoma,
keganasan, defisiensi imun dan orang yang menerima transplantasi ginjal dan
sumsum tulang belakang. Pasien-pasien tersebut mempunyai risiko lebih tinggi
untuk mengalami zoster, terlepas dari faktor usia.6,7,9,10,11
IV. ETIOLOGI
Herpes Zoster disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan
chickenpox atau varisela dan disebut varicella zoster virus. Varisela zoster virus
merupakan kelompok virus herpes yang berukuran 140-200 nm dan berinti
DNA. Varicella zoster virus dapat menjadi laten di ganglion posterior susunan
saraf tepi dan ganglion kranialis tanpa menimbulkan gejala. Beberapa tahun
atau decade setelah infeksi primer jika terjadi reaktivasi dari virus ini akan
menyebabkan erupsi yang terlokalisir pada kulit yaitu herpes zoster.6,7,9,11
VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan
berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya
berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat
infeksius.1
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan
organik deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.1
Gambar 1. Virus Varicella9
4
IV. PATOGENESIS
Herpes Zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus, virus yang juga
dapat menyebabkan varisela (chickenpox). Setelah infeksi chickenpox, virus
ini dapat menetap dalam badan sel saraf tanpa menimbulkan gejala apapun.
Hal ini belum diketahui secara pasti penyebabnya.5 Virus dalam keadaan
dorman di cabang ganglion dorsal sampai reaktivasi fokal sepanjang distribusi
ganglion menyebabkan herpes zoster (shingles). Badan sel saraf pada cabang
dorsal, saraf kranialis atau ganglion otonom dapat mengandung virus VZV
laten.7
Gambar 3. Proses infeksi virus ke epidermis dan ke saraf sensorik10
Terjadinya reaktivasi biasanya tidak diketahui, namun kemungkinan
dapat dihubungkan dengan penuaan, stres, dan sistem imun yang rusak. Bila
5
terjadi penurunan imunokompeten, bertahun-tahun kemudian, virus dapat
keluar dari badan sel saraf kemudian berjalan sepanjang akson saraf sehingga
dapat menyebabkan infeksi viral pada kulit sepanjang saraf yang terkena.
Virus ini dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion sepanjang saraf yang
terkena dan menginfeksi dermatom yang berhubungan dengan saraf tersebut
kemudian menyebabkan kelainan pada kulit. Walaupun biasanya kelainan
kulit ini dapat sembuh dalam 2 sampai 4 minggu, beberapa pasien mengalami
nyeri saraf dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, kondisi
seperti ini disebut neuralgia posherpetika.5,6,7
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik. 2
Gambar 4. Perbedaan infeksi virus pada infeksi primer, periode laten dan
reaktivasi5
V.GEJALA KLINIS
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik
(demam, pusing, malaise), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang,
gatal, pegal, dan sebagainya).2 Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa
rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi
beberapa hari menjelang keluarnya erupsi. Pada fase prodormal, keluhan nyeri
6
dan paraestesi berlangsung 2-3 minggu (pada 84% dari kasus)7. Gambaran yang
paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf
sensorik.1
Erupsi mulai dengan makulopapula eritematous (24 jam pertama). Dua
belas hingga 48 jam kemudian terbentuk vesikula berisi cairan yang jernih,
kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) yang dapat berubah menjadi
pustula pada hari ke-4.1,2,7 Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.2
Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini
dapat menetap selama 2-3 minggu.1,7
Gambar 5. Gambaran lesi kulit pada Herpes zoster
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul belangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Pada susunan saraf tepi jarang
timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih
7
sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada
muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).2
Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-
anak (jarang), hanya timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat menyembuh.
Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun
krustanya sudah menghilang.1
Daerah yang paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal yaitu
lebih dari 50% kasus, daerah trigeminal 10-20% kasus, dan daerah lumbosakral
dan servikal 10-20% kasus, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang.1,7
Menurut daerah penyerangannya dikenal :
1. Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata.
2. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan.
3. Herpes zoster torakalis : menyerang dada dan perut.
4. Herpes zoster lumbalis : menyerang bokong dan paha.
5. Hepes zoster sakralis : menyerang sekitar anus dan genitalis
6. Herpes zoster otikum : menyerang telinga.
Jika menyerang nervus fasialis dan nervus auditoris dapat menimbulkan
Sindrom Ramsay-Hunt dengan gejala paralysis fasialis (Bell`s Palsy), tinnitus,
vertigo, gangguan lakrimasi, gangguan pendengaran, nistagmus, dan nausea.1
Bentuk-bentuk lain herpes zoster :
1. Herpes zoster hemoragika : vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah
kehitaman karena berisi darah.
2. Herpes zoster abortivum : penyakit berlangsung ringan dalam waktu
yang singkat dan erupsinya hanya berupa
eritema dan papula kecil.
3. Herpes zoster generalisata : kelainan kulit yang unilateral dan segmental
disertai kelainan kulit yang menyebar secara
generalisata berupa vesikula dengan
umbilikasi. Kasus ini tertutama terjadi pada
8
orang tua atau pada orang yang kondisi
fisiknya sangat lemah, misalnya pada
penderita limfoma maligna.1
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika terdapat gambaran klinis yang
meragukan.
1. Tzanck Smear atau tes Tzanck
Dapat dilakukan pemeriksaan Tzank dengan cara membuat sediaan
hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dengan kerokan di
dasar vesikel akan didapatkan sel datia berinti banyak.1,2
2. Histopatologis
Tampak gambaran vesikula yang bersifat unilokuler, biasanya pada
stratum granulosum, kadang-kadang subepidermal. Terdapat temuan sel
balon yaitu stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan membesar,
juga ada badan inklusi (lipscutz) yang tersebar pada inti sel epidermis,
dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah.11
Pada dermis terdapat dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.2
Ditemukan juga nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.9,11
3. Mikroskop elektron
4. Kultur Virus dari lesi kulit
Dapat juga dilakukan isolasi virus melalui kultur dari cairan vesikel
yang akan memberikan diagnosa pasti.
5. Identifikasi antigen / asam nukleat VZV
6. Pemeriksaan antibodi spesifik (immunoglobulin) menunjukkan
peningkatan antibodi varicella. 5,10
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan
Immunofluoresen langsung, PCR dan pemeriksaan imunologis unutuk
mendeteksi IgG misalnya dengan enzym immunoassay atau tes
agglutinasi3.
9
VII.DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes simpleks dan herpes zoster sulit dibedakan bila lesi yang terjadi
linear, atau bila lesi zoster kecil dan terlokalisasi pada 1 tempat saja
(tidak sesuai dengan dermatom).2,4,10,11
2. Varisela (chickenpox)10
3. Impetigo vesikobulosa, lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran
vesikel dan bula yang lebih cepat pecah.10
4. Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah diagnosis
dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris, jika terdapat
di daerah setinggi jantung.2Selain itu, rasa nyeri dalam stadium pra-erupsi
ini juga seringkali dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya seperti
pleuritis, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. 1
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gejala dan temuan klinis yang khas, yaitu lesi
kulit berupa gerombolan vesikula di atas kulit yang eritematosa, terlokalisir
sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion sensoris. Kulit di antara
gerombolan normal. Pada lesi yang agak lama, vesikel dapat telah berubah
menjadi pustula, atau bula, atau telah mengalami ulserasi meninggalkan krusta.
Usia lesi dalam satu gerombolan adalah sama dan berbeda dengan gerombolan
yang lain. Lesi ini biasanya didahului dengan rasa nyeri atau panas yang
terbatas pada dermatom ganglion sensoris yang terkena. Dari anamnesa
mengenai riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa penderita pernah
mengalami infeksi varisela sebelumnya. Namun terkadang infeksi varisela ini
sifatnya subklinis sehingga tidak disadari oleh pasien.2,5,7
Secara laboratorik diagnosis dapat ditunjang dengan test Tzanck,
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron,
serta tes serologik.1,13,14
10
IX. TERAPI
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik.2 Dapat pula ditambahkan neurotropik : vitamin B1, B6, B12.1 Jika
disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.2
Terapi antiviral merupakan dasar penatalaksanaan herpes zoster.Obat
antiviral menginhibisi replikasi VZV dan mengurangi berat dan durasi herpes
zoster dengan efek samping minimal tetapi tidak dapat mencegah neuralgia
posherpetika.4Obat yang biasa digunakan adalah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famciclovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari
pertama sejak lesi muncul.2
Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah 5 x 800 mg sehari dan biasanya
diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat
tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru
tidak timbul lagi.1,2,4,14
Isoprinosin sebagai imunostimular tidak berguna karena awitan
kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira
hanya seminggu.2
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan adalah prednison dengan dosis 3x20 mg sehari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral.
Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.2
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka, Kalau terjadi ulserasi diberikan salep antibiotik.2
11
X. KOMPLIKASI
Komplikasi dari herpes zoster yang bersifat cutaneus antara lain
superinfeksi bacterial, skar, zoster gangrenosum. 6Komplikasi neurologis yang
paling seringa dalah neuralgia pascaherpetik yaitu rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh.2
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi
virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini
menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan
biasanya disertai neuralgia yang hebat.1 Nyeri ini dapat berlangsung sampai
beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi
dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang
mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.2,4,5
Sindrom ramsay hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.2
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi
ulkus dengan jaringan nekrotik.2,3
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di
antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis
optik.2
Paralisis motorik terdapat pada 1-5 % kasus, yang terjadi akibat
penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan
munculnya lesi.2 Melalui cabang-cabang intrakranial nervus trigeminus, VZV
dapat masuk ke sistem susunan saraf pusat dan menginfeksi arteri cerebal,
sehingga pasien dapat mengalami sakit kepala dan hemiplegia. Dengan adanya
invasi viral melalui pembuluh darah, maka terapi antiviral sistemik dapat
berguna.7
12
XI. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit herpes zoster seharusnya mencakup pencegahan
infeksi laten dan pencegahan reaktivasi virus yang laten tersebut. Tetapi sampai
sekarang belum ditemukan cara untuk pencegahan tersebut.1
Hindari kontak lesi pada kulit penderita yang terinfeksi herpes zoster
bila belum pernah menderita varisela atau vaksin varisela. Vaksin varisela
adalah vaksin yang direkomendasikan untuk anak-anak. Vaksin juga dapat
direkomendasikan untuk remaja atatu dewasa yang belum pernah terkena
varisela. Vaksinasi pada usia lebih dari 55 tahun terbukti menurunkan kejadian
herpes zoster dan post herpetic neuralgia.sehinggavaksin herpes zoster
disarankan pada dewasa usia lebih dari 60 tahun, setra pada individu tertentu
seperti wanita hamil, orang dengan kelainan imun, dan bayi kurang dari 12
bulan. 4,6
XII.PROGNOSIS
Prognosis herpes zoster secara umum adalah baik.11 Kelainan pada kulit
sembuh dalam waktu 14-21 hari.5 Neuralgia posherpetika dapat menetap selama
bertahun-tahun pada 50 % pasien herpes zoster di atas usia 60 tahun, bila
nervus trigeminus terkena.4 Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung
pada tindakan perawatan secara dini.2,4
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartadi, Sumaryo S. 2000. Infeksi Virus. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit.
Editor: Marwali Harahap. Cet 1. Hipokrates:Jakarta.Pp:92-94.
2. Handoko, R. P. 2007. Penyakit Virus. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Editor: Adhi wijaya. Edisi 5. cetakan 2. Balai Penerbit FK
UI:Jakarta.Pp:110-112.
3. Krause,S. Richard.2009.Herpes Zoster.
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/shingles/shingles-
topic-overview
4. Straus, S. E., Schmader, K. E., Oxman, M. N. 2008 . Varicella and Herpes
Zoster. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh
Edition.Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. United States:The
McGraw-Hill Companies. pp: 1885-1898.
5. Klaus Wolff and Ricardallen Johnson. 2009.Viral infections of skin and
mucosa. In:F I Tzpatrick’sColor Atlas AndSynopsis Of
ClinicalDermatology Sixth Edition. United States:The McGraw-Hill
Companies. pp :837-849.
6. Paul K Buxton. 2005. Viral Infection. In: ABC of Dermatology Fourth
Edition. London : BMJ Publishing Group Ltd. Pp:93-94.
7. Hiroshi Shimizu. 2007. Shimizu’s Textbook of Dermatology. Japan. :
Nakayama ShotenPubliserspp: 122-125
8. Siregar, R. S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Cetakan 1.
EGC. Jakarta.Pp:84-86.
9. Treatment of postherpetic neuralgia. American Academy of Neurology.
http://www.aan.com/professionals/practice/pdfs/pn_guideline_patients.pdf.
Accessed July 3, 2012.
10. Bajwa ZH, et al. Postherpetic neuralgia.
http://www.uptodate.com/home/index.html. Accessed May18, 2013.
11. Watson P. Postherpetic neuralgia. American Family Physician.
2011;84:690.
14
12. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
5th ed. Edinburgh, U.K.; New York, N.Y.: Mosby Elsevier; 2010.
http://www.mdconsult.com/books/about.do?about=true&eid=4-u1.0-B978-
0-7234-3541-9..X0001-6--TOP&isbn=978-0-7234-3541-
9&uniqId=230100505-57. Accessed May18, 2013.
13. Ultram (tramadol hydrochloride), Ultracet (tramadol
hydrochloride/acetaminophen): Label change. U.S. Food and Drug
Administration.
http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforH
umanMedicalProducts/ucm213264.htm. Accessed May18, 2013.
14. Watson JC (expert opinion). Mayo Clinic, Rochester, Minn. May18, 2013.
15. Irving GA, et al. NGX-4010, a capsaicin 8% dermal patch, administered
alone or in combination with systemic neuropathic pain medications,
reduces pain in patients with postherpetic neuralgia. Clinical Journal of
Pain. 2012;28:101.
16. Centers for Disease Control and Prevention, et al. Update on herpes zoster
vaccine: Licensure for persons aged 50 through 59 years. MMWR.
2011;60:44.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm6044a5.htm?
s_cid=mm6044a5_w. Accessed May18, 2013.
15
LAPORAN KASUS
HERPES ZOSTER
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : Tn. P
Umur : 45 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Krajan, Grobogan
Pekerjaan : Buruh
Tanggal Periksa : Mei 2013
No. RM : 01152884
2. KELUHAN UTAMA
Nyeri menjalar di kaki kanan
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan nyeri
menjalar di kaki sebelah kanan. Nyeri dirasakan setelah muncul keluhan
mlenting-mlenting bergerombol kaki kanan sekitar 3 minggu yang lalu.
Mlenting-mlenting sebagian ada yang sudah mengering dan sebagian masih
utuh. Awalnya mlenting berwarna merah, kemudian berwarna putih
kepucatan. Mlenting awalnya terasa panas dan gatal. Kemudian oleh pasien
digaruk, sehingga meninggalkan bekas mlenting berupa koreng kecil-kecil
berwarna coklat. Selain itu pasien juga mengeluhkan bengkak di kedua
kaki, ± 2 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di RSDM karena gagal
jantung selama 7 hari, saat ini pasien adalah pasien rawat jalan yang rutin
kontrol di poli jantung RSDM.
BAB tidak dikeluhkan adanya kelainan. Pasien merasa sering
kencing semenjak sakit jantung. Riwayat kontak dengan penderita
16
berpenyakit serupa sebelumnya tidak ada, riwayat menderita cacar air tidak
diingat pasien. Rasa pusing yang berputar (vertigo), telinga berdenging
terus-enerus (tinnitus), mual-muntah ataupun gangguan pendengaran
semuanya disangkal oleh pasien.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
R. Penyakit serupa : disangkal
R. Alergi obat dan makanan : disangkal
R. Sakitgula : disangkal
R. Hipertensi : (+) sejak 5 tahun yang lalu
R. Asma, bersin-bersin pagi hari : disangkal
R. Cacar air : mungkin, waktu kecil
5. RIWAYAT KELUARGA
R. Sakit serupa : disangkal
R. Alergi obat dan makanan : disangkal
R. Asma, bersin-bersin pagi hari : disangkal
R. Hipertensi : (+) ayah
6. RIWAYAT AKTIVITAS
Selama 2 minggu sejak timbul mlenting di kaki, pasien terkadang
mengeluhkan nyeri ketika beraktivitas. Pasien sudah tidak bekerja semenjak
sakit jantung.
7. RIWAYAT SEHARI-HARI
Penderita mandi 2 kali sehari, pagi dan sore hari. Riwayat makan sehari 3
kali, pagi, siang dan sore hari. Pasien jarang mengkonsumsi daging dan
ikan, dan lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah.
17
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaanumum : compos mentis, sakitsedang, gizi kesan cukup
Vital Sign : T : 140/90 mmHg Rr : 20 x/menit
N : 80 x/menit T : 36,4
Kepala : dalam batas normal
Leher : pembesaran limponodi regional (-)
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : oedem kedua tungkai
Genitalia : dalam batas normal
2. Status Dermatologis
Regio Cruris Dextra : tampak vesikel multipel diskret disertai krusta
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dengan pemeriksaan Tzanck, dengan pembesaran mikroskop 100x
didapatkan hasil:
Gambar 3. Tampak seldatia/ giant sel berinti banyak
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes simpleks
2. Selulitis
18
D. DIAGNOSIS
Herpes Zoster
F. TERAPI
1. Medikamentosa
Sistemik : - Famcyclovir 3x500 mg selama 3 hari
- Asam Mefenamat 3x 500 mg (k/p)
Topikal :Gentamisin salep 2 dd ue
Nonmedikamentosa
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapinya
Mengkonsumsi makanan yang bergizi
Jangan menggaruk lesi
Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan
Jangan beraktivitas ke luar rumah dulu dan banyak beristirahat
Memisahkan barang-barang yang dipakai pasien untuk tidak dipakai
bersama-sama
G. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
Ad kosmetikum : baik
19