HUBUNGAN ANTARA FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG
TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
YUFA ZURIYA
NIM: 1112101000029
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRORAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1438 H
i
LEMBAR PERNYATAAN
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Desember 2016
YUFA ZURIYA, NIM: 1112101000029
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG
TAHUN 2016
(xv+ 80 halaman, 9 tabel, 8 grafik, 1 gambar, 3 bagan, 27 lampiran)
ABSTRAK
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit menular yang telah
membunuh 1,5 juta orang di seluruh dunia selama tahun 2014. Puskesmas
Pamulang merupakan puskesmas yang mengalami peningkatan jumlah kasus
tuberkulosis paru dari tahun 2014-2015 dan memiliki jumlah kasus terbanyak di
Kota Tangerang pada tahun 2015. Timbulnya penyakit TB Paru dipengaruhi oleh
faktor host dan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor host dan
lingkungan dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel
penelitian yang diambil sebanyak 61 orang dengan cara random sampling. Pada
penelitian ini analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan
uji chi square dengan α=0,05.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa 45,9% responden menderita TB
Paru. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pula bahwa sebagian besar penderita
TB paru berjenis kelamin laki-laki (60,7%). Selain itu juga diperoleh faktor yang
terbukti berhubungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang yaitu riwayat kontak serumah (p value= 0,034).
Berdasarkan hasil tersebut masyarakat disarankan untuk menerapkan
perilaku hidup sehat serta meningkatkan kewaspadaan dengan memperhatikan
faktor-faktor penyebab TB Paru. Selain itu, pihak Puskesmas Pamulang
diharapkan dapat meningkatkan penjaringan kasus TB paru baik secara aktif
maupun pasif dengan melibatkan peran kader TB paru.
Kata kunci: Tuberkulosis Paru, Host, dan Lingkungan
Daftar bacaan: 66 (1997-2015)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, December 2016
YUFA ZURIYA, NIM: 1112101000029
RELATIONSHIP BETWEEN HOST AND ENVIRONMENTAL FACTORS
WITH INCIDENCE OF PULMONARY TB IN PUSKESMAS PAMULANG
AREA 2016
(xv+ 80 pages, 9 tables, 8 diagrams, 1 image, 2 charts, 27 attachments)
ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is a communicable disease which killed 1,5
million people around the world during 2014. Puskesmas Pamulang is a health
center in South Tangerang City which has increased number of pulmonary
tuberculosis from 2014-2015 and has the highest number of pulmonary
tuberculosis incidence in South Tangerang City in 2015. Pulmonary tuberculosis
is influenced by host and environmental factors.
This study aimed to find out relationship between host and environmental
factors with incidence of pulmonary TB in Puskesmas Pamulang area. The study
design used cross sectional. The samples were 61 people which taken by random
sampling. Data analysis was performed with univariate and bivariate by using chi
square test with α=0,05.
The result of this study showed that 45,9% respondents suffered from
pulmonary tuberculosis. Based on this study most patients with pulmonary TB
were male (60,7%). It was also known that there were factors associated with
incidence of pulmonary tuberculosis in Puskesmas Pamulang area is history of
household contact (p value= 0,034).
Based on these results, the society are recommended to adopt healthy
behavior and increase awareness as well concerning of factors that causing
pulmonary TB. Beside that, Puskesmas Pamulang was expected to increase
pulmonary TB cases detection either actively or passively by involving pulmonary
TB affiliation.
Key words: Pulmonary tuberculosis, Host, and Environment
References: 66 (1997-2015)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : Yufa Zuriya
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perum Harapan Kita Jl Soka III Blok G.3
No.17 Karawaci, Tangerang
Telepon : 081212390842
Email : [email protected]
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
2012-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Jurusan Kesehatan
Masyarakat.
2009-2012 : SMAN 1 Karanganom
2006-2009 : SMPN 1 Tulung
2000-2006 : SDN Puluhan II
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Alhamdulillahirobbil alamin , puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah
swt. karena berkat rahmah dan karunia-Nya Skripsi yang berjudul “Hubungan
antara Host dan Lingkungan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016” dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat
serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan, baginda Nabi Besar
Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat, serta pecintanya hingga akhir
kiamat kelak, aamiin aamiin yaa robbal’aalamiin.
Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak pihak yang terlibat sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ela Laelasari ,SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen
Pmbimbing Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
saya hingga skripsi ini selesai.
4. Ibu Gitalia Budhi Utami, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II yang
telah membimbing, mengoreksi dan memberikan saran-saran hingga skripsi
ini selesai.
viii
5. Kedua orangtua ku, Bapak Subari dan (Almh) Ibu Sri Rahayu yang menjadi
sumber semangatku.
6. Keluarga besarku Kakek & Nenek Darmo, Ibu Yuni, Mas Anton, Kakak dan
adik-adik ku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doa.
7. Kepada teman-teman kesling 2012 (Agus, Abd, Ivan, Tyas, Uting, Isna, Rani,
Pude, Isa, Juwita, Hanif, Dhira, Ainia, Ukhty, Destin, Yuni, Azizah, Hanun,
Dwi, Syifa, Bella, Yola, Yolanda, Sarah) yang sangat membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku tersayang Tyas Indah, Sri Widiyastuti, Isnaeni Wahyu,
Abd Rohim, Nuril Hidayah, dan Lilis Yuliarti yang selalu menyemangati dan
menghiburku. Serta kepada Nia Husnia, Anisa Apriliyani, dan Putri
Mulyaningsih yang selalu memberikan masukan-masukan positif kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Jakarta, Desember 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.................................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xv
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 6
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7
1.6.1 Bagi Puskesmas........................................................................................... 7
1.6.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................................ 7
BAB II ................................................................................................................................ 8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 8
2.1 Tuberkulosis Paru ............................................................................................... 8
2.2 Cara Penularan .................................................................................................... 8
2.3 Dignosis TB ........................................................................................................ 9
2.4 Epidemiologi Tuberkulosis ............................................................................... 10
2.5 Faktor Penyebab TB Paru ................................................................................. 11
x
2.6.1 Host (Penjamu) ......................................................................................... 12
2.6.2 Agen .......................................................................................................... 17
2.6.3 Lingkungan ............................................................................................... 19
2.6 Kerangka Teori ................................................................................................. 25
BAB III ............................................................................................................................. 27
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS .............. 27
3.1 Kerangka Konsep .............................................................................................. 27
3.2 Definisi Operasional ......................................................................................... 29
3.3 Hipotesis ........................................................................................................... 32
BAB IV ............................................................................................................................. 33
METODE PENELITIAN ............................................................................................... 33
4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 33
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 33
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................ 33
4.4 Pengumpulan Data ............................................................................................ 36
4.5 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 37
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................................ 37
4.7 Pengolahan Data dan Analisis Data .................................................................. 38
BAB V .............................................................................................................................. 41
HASIL PENELITIAN .................................................................................................... 41
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian .............................................................. 41
5.2 Analisis Univariat ............................................................................................. 42
5.2.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016 .............................................................................................. 42
5.2.2 Faktor Host ................................................................................................ 42
5.2.3 Faktor Lingkungan .................................................................................... 46
5.3 Analisis Bivariat ................................................................................................ 49
5.3.1 Faktor Host ................................................................................................ 49
5.3.2 Faktor Lingkungan .................................................................................... 54
BAB VI ............................................................................................................................. 58
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 58
6.1 Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 58
xi
6.2 Kejadian TB Paru .............................................................................................. 58
6.3 Faktor Host ........................................................................................................ 60
6.4 Faktor Lingkungan ............................................................................................ 68
BAB VII ........................................................................................................................... 74
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 74
7.1 Simpulan ........................................................................................................... 74
7.2 Saran ................................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 76
LAMPIRAN..................................................................................................................... 81
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional 36
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas 46
Tabel 5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 50
Tabel 5.2 Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 51
Tabel 5.3 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 52
Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 53
Tabel 5.5 Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 54
Tabel 5.6 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 55
Tabel 5.7 Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 56
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Frekuesi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016 42
Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 43
Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Merokok Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016 44
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 45
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 46
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 47
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 48
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 49
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis 18
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru 9
Bagan 2.2 Kerangka Teori 26
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan permasalahan kesehatan global yang telah
menjadi perhatian dunia selama 2 dekade terakhir (WHO, 2015). Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit menular paling umum dan penyebab utama
kematian pada orang yang hidup dengan HIV (CDC, 2014). Pada tahun 2014,
TB telah membunuh 1,5 juta orang. WHO memperkirakan terdapat 9,6 juta
kasus TB pada tahun 2014 namun hanya 6 juta kasus yang terlaporkan,
artinya terdapat 3,6 juta kasus yang tidak terdiagnosis atau tidak terlaporkan.
Sementara itu, 58% kasus TB dunia diantaranya terdapat di Asia Tenggara
dan Pasifik Barat. Indonesia menempati posisi terbesar kedua kasus TB
setelah India (23%) yaitu sebesar 10% (WHO, 2015).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/RI/V/2009
tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) menyebutkan bahwa
TB merupakan penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013
menyebutkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB
Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 sebesar 0.4 %. Dimana dari seluruh
penduduk yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44.4%
yang diobati dengan obat program.
2
Sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 proporsi pasien baru BTA+
di antara seluruh kasus belum mencapai target yang diharapkan, meskipun
tidak terlalu jauh berada di bawah target minimal yang sebesar 65%. Hal
tersebut mengindikasikan mutu diagnosis yang rendah dan kurangnya
prioritas menemukan kasus BTA+ di Indonesia. Namun, sebanyak 63,6%
provinsi telah mencapai target tersebut (Kemenkes RI, 2015).
Provinsi Banten pada tahun 2014 merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang sudah mencapai target nasional proporsi pasien baru BTA+ di
antara seluruh kasus yaitu sebesar 65%. Namun, Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa Provinsi Banten masih
termasuk dalam lima provinsi dengan kasus TB paru tertinggi di Indonesia
dengan prevalensi sebesar 0,4%. Prevalensi TB Paru di Provinsi Banten
sebesar 315 per 100.000 penduduk dimana wilayah dengan prevalensi paling
tinggi adalah Kota Tangerang Selatan yakni sebesar 1.691 per 100.000
penduduk (Dinkes Banten, 2012).
Di Kota Tangerang Selatan tahun 2015 ditemukan sebanyak 5246 suspek
TB, dimana 735 kasus diantaranya merupakan kasus TB baru BTA Positif.
Puskesmas Pamulang merupakan puskesmas di Wilayah Kerja Kota
Tangerang Selatan yang memiliki jumlah kasus suspek TB Paru dan kasus
TB baru BTA Positif tertinggi pada tahun 2015. Selain itu, jumlah suspek TB
dan TB Paru BTA Positif di Puskesmas Pamulang juga mengalami kenaikan
dari tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 438 suspek TB
dimana 57 diantaranya merupakan TB Paru BTA Positif, kemudian pada
3
tahun 2015 ditemukan sebanyak 528 suspek TB dimana 81 kasus diantaranya
merupakan kasus TB baru BTA Positif (Dinkes Tangsel, 2015).
Kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara faktor host, agen, dan
lingkungan (Jekel, et al., 2007). TB Paru merupakan penyakit menular yang
juga dapat dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Agen penyebab penyakit
TB paru disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis
(Kemenkes RI, 2011). Orang yang merokok merupakan faktor host yang
memiliki risiko 2,01 kali menderita TB Paru dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok (Lienhardt, et al., 2005). Berdasarkan penelitian
(Setiarni, et al., 2011) diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang
dewasa. Penelitian (Wulandari, et al., 2015) menyebutkan kebiasaan tidak
membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru. Hasil penelitian
(Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa perilaku tidak menjemur
kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423 kali.
Faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru yang selanjutnya adalah
lingkungan. Penelitian (Hill, et al., 2006) di Gambia, Afrika menyebutkan
bahwa kepadatan hunian merupakan faktor risiko dominan terhadap kejadian
TB Paru. Hasil penelitian (Wulandari, et al., 2012) menyebutkan bahwa ada
hubungan antara luas ventilasi ruang tamu rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.
Penelitian (Lienhardt, et al., 2005) menyebutkan bahwa seseorang yang
memiliki riwayat keluarga sakit TB memiiki risiko 3,25 kali terkena TB.
4
Hasil studi pendahuluan pada lima belas rumah di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang menunjukan bahwa terdapat enam dari lima belas
rumah warga memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 2-
5% dari luas lantai ruangan dan empat dari lima belas rumah memiliki
kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat (< 9 m2/orang) yaitu 8
m2/orang. Sedangkan untuk faktor host, didapatkan tujuh dari lima belas
warga masih memiliki pengetahuan yang buruk terkait TB Paru, lima dari
lima belas warga tidak memiliki kebiasaan membuka jendela, dan tujuh dari
lima belas warga tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut terkait faktor host dan lingkungan yang berhubungan dengan
kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Indonesia menempati posisi ke-dua dengan kasus TB terbesar seluruh
dunia pada tahun 2015. Posisi tersebut mengalami peningkatan, pada tahun
sebelumnya indonesia menempati posisi ke-tiga. Kota Tangerang Selatan
merupakan wilayah di Provinsi Banten yang memiliki prevalensi kasus TB
tertinggi pada tahun 2012. Kasus TB Paru dengan BTA positif yang tinggi
dapat meningkatkan penularan penyakit TB Paru. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi kejadian TB Paru diantaranya kebiasaan membuka
jendela, kebiasaan menjemur kasur, riwayat kontak serumah, kepadatan
hunian, dan luas ventilasi. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa
terjadi peningkatan jumlah kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
5
Pamulang pada tahun 2014-2015. Pada tahun 2015, Puskesmas Pamulang
menempati posisi pertama dengan jumlah suspek dan kasus TB Paru BTA
positif tertinggi di Kota tangerang Selatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik
mengetahui hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan penjelasan rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor host
(pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan
menjemur kasur) penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun
2016?
2. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor
lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi)
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016?
3. Bagaimana hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok,
kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan
kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016?
4. Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak serumah,
kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016?
6
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor
host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan
kebiasaan menjemur kasur) penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang tahun 2016.
2. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor
lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi)
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
3. Diketahuinya hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok,
kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan
kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak
serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru
di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan Kesehatan Lingkungan
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Agustus-September tahun
2016. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional.
7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor host dan
lingkungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang
tahun 2016. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dengan cara pengukuran, observasi dan wawancara serta data
sekunder mengenai kasus TB Paru yang diperoleh dari dinas kesehatan Kota
Tangerang Selatan, data rekam medis laboratorium (TB.06) dan data register
TB Paru Puskesmas Pamulang (TB.01).
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Puskesmas
Hasil temuan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan informasi terkait faktor yang berhubungan dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil penelitian ini juga dapat
menjadi tambahan informasi terkait karakteristik penderita TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Pamulang berdasarkan faktor host dan
lingkungan.
1.6.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada penelitian
selanjutnya. Selain itu, peneliti lain juga dapat meneruskan penelitian ini
terkait hasil temuan dalam penelitian ini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis (Kemenkes RI, 2011). Mycobacterium
tuberculosis merupakan jenis kuman yang berbentuk batang dengan panjang
1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar sifat kuman penyebab TB yang
tahan terhadap asam pada pewarnaan maka Mycobacterium tuberculosis
disebut Basil Tahan Asam (BTA). M.tuberculosis cepat mati dengan sinar
matahari langsung, namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh M.tuberculosis ini dapat dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun (Nisa, 2007).
2.2 Cara Penularan
Penyakit tuberkulosis menyebar melalui udara dari satu orang ke orang
lain. Mycobacterium tuberculosis berada di udara ketika seseorang dengan
penyakit tuberkulosis paru batuk, bersin, berbicara, dan bernyanyi sehingga
orang terdekat dapat menghirup dan kemudian terinfeksi (CDC, 2012).
Bekteri ini bila sering masuk ke dalam tubuh akan berkembangbiak (terutama
pada orang dengan daya tubuh rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TB dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh (Nisa, 2007). Penyakit tuberkulosis
memiliki masa inkubasi primer selama 4-16 minggu (Mandal, et al, 2004).
9
2.3 Dignosis TB
Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru
(Kemenkes RI, 2011)
Suspek TB Paru1)
Pemeriksaan dahak mikroskopis- sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil BTA
+ - -
Hasil BTA
TB
Foto toraks dan
pertimbangan
dokter
Antiniotik non-OAT2)
Tidak ada
perbaikan
Ada
perbaikan
Pemeriksaan dahak
dan mikroskopis
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil BTA
+ - -
Bukan TB
Foto toraks dan
pertimbangan
dokter
10
Diagnosis TB Paru di Puskesmas Pamulang sesuai dengan Pedoman
Nasional Pengendalian TB Kementerian Kesehatan RI. Adapun diagnosis TB
Paru di Puskesmas Pamulang sebagai berikut:
Pasien suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB. Penemuan BTA melalui dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama.
Pemeriksaan foto toraks digunakan sebagai penunjang diagnosis.
Berdasarkan hasil uji dahak mikroskopis, TB Paru dibedakan
menjadi TB Paru BTA Positif dan TB Paru BTA Negatif. Seseorang
dikatakan menderita TB Paru BTA Positif jika ditemukan sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif. Sedangkan
seseorang dikatakan menderita TB Paru BTA Negatif jika 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA Negatif namun foto toraks abnormal sesuai
gambaran tuberkulosis.
2.4 Epidemiologi Tuberkulosis
Sekitar sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien
TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia (Kemenkes RI, 2011).
Bakteri penyebab penyakit TB Paru yang dikenal dengan Mycobacterium
tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882,
11
hingga saat ini tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari TB Sedunia. Survei
Pravelensi TB oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI Tahun 2013-2014
menyebutkan angka insiden (kasus baru) tuberkulosis (TB) Paru di Indonesia
sebesar 403/100.000 penduduk, sedangkan angka prevalens (kasus baru dan
lama) 660/100.000 penduduk (PPTI, 2016). Pada Tahun 2015, Puskesmas
Pamulang menempati urutan pertama dengan jumlah kasus suspek TB Paru
dan TB Paru BTA positif tertinggi di Kota Tangerang Selatan. Jumlah kasus
yang ditemukan sebanyak 528 suspek TB Paru dan 81 diantaranya merupakan
TB Paru BTA Positif.
2.5 Faktor Penyebab TB Paru
Salah satu konsep penyebab penyakit menular dalam kesehatan
masyarakat adalah segitiga epidemiologi. Segitiga epidemiologi digunakan
untuk menggambarkan hubungan antara host (orang yang sakit), agent
(virus/bakteri/parasit/jamur), dan lingkungan (keadaan lingkungan ketika
penularan terjadi) (Nelson, et al., 2005). Paradigma dasar host-agen-
lingkungan, yaitu agen dengan kemampuan menyebabkan penyakit datang
melalui lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit ke host yang rentan,
kemudian meyebabkan penyakit tertentu (Tulchinsky & Varavikova, 2014).
Host
Agen Lingkungan
Bagan 2.2 Segitiga Epidemiologi
12
2.6.1 Host (Penjamu)
penjamu adalah semua faktor pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan penyakit pada penjamu terdiri dari umur, jenis
kelamin, imunitas, dan adat kebiasaan (Kunoli, 2013).
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
terbuka (overt behaviour) (Sunaryo, 2004). Berdasarkan penelitian
(Setiarni, et al., 2011) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis
paru pada orang dewasa dengan nilai p-value = 0,026. Sejalan dengan
penelitian (Ruswanto, 2010) yang menyebutkan bahwa pengetahuan
yang rendah memiliki risiko 3,716 kali lebih besar terkena TB Paru.
b. Status Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi
distribusi penyakit TB Paru (Budiarto & Anggraeni, 2003). Penyakit
TB Paru sering diidentikkan dengan status sosial ekonomi yang rendah
dan kurangnya kemampuan dalam meningkatkan status kesehatan.
Risiko pendapatan ekonomi yang rendah berpengaruh pada
kemampuan penderita dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya
(Muttaqin, 2008).
13
Hasil penelitian (Ruswanto, 2010) di Kabupaten Pekalongan
menyebutkan bahwa proporsi penderita TB Paru lebih banyak diderita
pada orang dengan pendapatan <Rp650.000 perbulan. Sejalan dengan
penelitian (Kurniasari, et al., 2012) yang menyebutkan bahwa penyakit
TB Paru lebih banyak diderita orang dengan pengeluaran Rp500.000-
1.000.000 perbulan. Hasil penelitian (Kurniasari, et al., 2012)
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi
dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,001.
c. Imunitas
Hidup secara teratur, memelihara hygiene personal dengan baik,
dan memenuhi kebutuhan gizi sesuai aturan kesehatan akan memiliki
daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit (Kunoli, 2013).
1) Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan
imunisasi yang penting bagi anak balita untuk mencegah penyakit
TBC yang berat. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandug
kuman TBC yang dilemahkan (Hidayat, 2008). Sesudah vaksinasi
BCG, kuman TB dapat masuk ke dalam tubuh, namun daya tahan
tubuh yang meningkat akan mengendalikan kuman TB (Crofton, et
al., 2002). Vaksin BCG diberikan secara intradermal pada bayi
berusia 2-3 bulan. Efek samping dari pemberian imunisasi BCG
yaitu, terjadi ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regional, dan
reaksi panas (Hidayat, 2008). Penelitian (Simbolon, 2007) di
14
kabupaten Rejang Lebong menunjukkan bahwa orang yang tidak
mendapat imunisasi BCG berisiko sebesar 2,855 kali (CI 95%,
1,012-8,059) lebih besar untuk terjadinya TB paru dibandingkan
orang yang mendapat imunisasi BCG. Sejalan dengan penelitian
(Lienhardt, et al., 2005) yang menyebutkan ada hubungan antara
bekas luka/parut imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru dengan
nilai p-value sebesar 0,02.
2) Status Gizi
Status gizi merupakan status dari kandungan makanan
pokok yang diperlukan untuk kesehatan dan kekuatan fisik
manusia (Purba, 2005). Status gizi yang buruk merupakan gerbang
masuknya penyakit menular dan terganggunya perkembangan bayi
maupun balita (Noorkasiani, et al., 2009). Kelaparan atau gizi
buruk dapat mengurangi daya tahan terhadap penyakit TB, faktor
gizi sangat penting pada masyarakat miskin baik orang dewasa
maupun anak-anak (Crofton, et al., 2002). Gizi buruk dapat
mempermudah seseorang menderita penyakit infeksi, seperti TBC
dan kelainan gizi (Chandra, 2006). Status gizi yang buruk dapat
meningkatkan risiko TB dan diperkirakan status gizi yang buruk
menyebabkan seperempat kasus TB baru secara global (WHO,
2013).
Salah satu indikator penilaian status gizi adalah IMT
(Indeks Massa Tubuh). IMT adalah alat atau cara yang digunakan
15
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Penelitian yang dilakukan (Ruswanto, 2010) di Kabupaten
Pekalongan menyebutkan bahwa orang yang memiliki IMT < 18,5
berisiko 2,923 kali untuk terkena penyakit TB Paru daripada orang
yang memiliki IMT ≥18,5. Selaras dengan penelitian (Cigielski, et
al., 2012) yang menyebutkan bahwa orang dengan IMT rendah (<
18,5) memiliki risiko 12,4 kali lipat lebih besar untuk terserang
TB. Penelitian yang dilakukan (Savicevic, et al., 2013) juga
menyebutkan bahwa responden yang memiliki IMT rendah dan
normal memiliki risiko lebih tinggi terkena TB daripada responden
yang memiliki IMT tinggi.
3) HIV/AIDS
TB adalah penyakit paling umum terjadi di antara orang
yang hidup dengan HIV. Diperkirakan ada 1,2 juta kasus baru TB
positif HIV secara global pada tahun 2014. Orang yang hidup
dengan HIV 26 kali (24-28) lebih mungkin untuk mengembangkan
penyakit TB aktif daripada mereka yang tidak HIV (WHO, 2015).
d. Adat Kebiasaan
1) Merokok
Merokok tembakau dan minum alkohol merupakan faktor
penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga
mudah terserang penyakit (Crofton, et al., 2002). Asap rokok
16
memiliki efek pro-inflamasi dan imunosupresif pada sistem imun
saluran pernapasan. Selain itu, merokok dapat meningkatkan
risiko infeksi Mycobacterium tuberculosis, risiko perkembangan
penyakit, dan kematian pada penderita TB (Wijaya , 2012).
Dosis efek dari merokok dapat dihitung menggunakan
Indeks Brinkman. Indeks Brinkman (IB) merupakan hasil
perhitungan dari jumlah rokok yang dihisap perhari (batang) dikali
lama merokok (tahun) (Kume, et al., 2009). Pada penelitian
(Watanabe, et al., 2011), subpopulasi perokok dibagi menjadi
perokok berat (IB ≥ 600) dan perokok ringan (IB < 600).
Penelitian (Kolappan & Gopi, 2002) menyebutkan bahwa
seseorang yang menghisap rokok >20 batang/hari memiliki risiko
3,68 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok
dan perokok yang menghisap rokok > 20 tahun memiliki risiko
3,23 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok.
Penelitian (Ariyothai, et al., 2004) menyebutkan bahwa
seseorang yang menghisap rokok > 10 batang/hari memiliki risiko
3,98 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok dan seseorang yang menghisap rokok > 10 tahun
memiliki risiko 2,96 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok.
17
2) Kebiasaan membuka jendela setiap hari
Jendela berfungsi penting untuk memperoleh cahaya yang
cukup pada siang hari. Cahaya sangat penting untuk membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah (Suryo, 2010). Hasil
penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa tidak
membuka kamar tidur setiap hari berisiko terinfeksi TB Paru
sebesar 1,36 kali. Sejalan dengan penelitian (Wulandari, et al.,
2015) yang menyebutkan kebiasaan tidak membuka jendela
berhubungan dengan kejadian TB Paru (p-value = 0,033).
3) Kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling teratur
Ketika seorang pasien TB Paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tidak sengaja akan keluar percikan dahak
(droplet nuklei) dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Sinar matahari atau suhu udara yang panas dapat menyebabkan
percikan dahak (droplet nuklei) menguap. Menguapnya percikan
dahak (droplet nuklei) ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet
nuklei terbang ke udara (Muttaqin, 2008). Hasil penelitian (Azhar
& Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa perilaku tidak menjemur
kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423 kali.
2.6.2 Agen
Penyebab penyakit (disease agent) merupakan zat, dimana dalam
jumlah yang melebihi batas tertentu atau mungkin sebaliknya, dalam
18
jumlah sedikit atau sama sekali tidak ada, dapat menimbulkan proses
penyakit (Sulistyaningsih, 2011). Agen penyebab penyakit tuberkulosis
paru adalah Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam
yang ditularkan melalui udara (Asih & Effendy, 2003).
Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis
Sumber: National Institute of Allergy and Infectious Disesase (NIAID, 2012)
Mycobacterium tuberculosis berbentuk kecil dan hanya dapat bertahan
hidup pada manusia. Sifatnya yang aerobik atau memerlukan oksigen
untuk bertahan hidup merupakan salah satu alasan bakteri ini sering
ditemukan didalam kantung udara atas paru-paru (NIAID, 2012).
Mycobacterium tuberculosis dapat masuk melalui saluran pernapasan
menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Akibatnya, akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan
diikuti dengan pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening dapat mempengaruhi terjadinya
19
peningkatan permebilitas membran dan akhirnya menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura (Muttaqin, 2008).
2.6.3 Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal (diluar agen dan
penjamu) yang mempengaruhi agen dan peluang untuk terpapar yang
memungkinkan transmisi penyakit (Nisa, 2007).
1) Luas Ventilasi
Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap
segar (cukup mengandung oksigen). Sehingga, setiap rumah harus
memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan
kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus diatur
sedemikian rupa sehingga udara mengalir bebas jika jendela dan
pintu terbuka (Chandra, 2006). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1077/Menkes/Per/V/2011 mengatakan
bahwa pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Selain
bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah, ventilasi
juga beguna untuk menurangi kelembaban. Ventiasi mempengaruhi
proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi
kuman TBC dan kuman lain, terbawa ke luar dan mati terkena sinar
ultraviolet (Achmadi, 2008). Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadi proses
20
penguapan cairan kulit dan penyerapan. kelembaban yang tinggi
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen
(Notoatmojo, 2007).
Menurut Kepmenkes RI No.829 Tahun 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, luas ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai. Berdasarkan penelitian (Wulandari,
2012) diketahui bahwa ada hubungan antara luas ventilasi ruang
tamu dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Budiharjo, Semarang. Penelitian (Kurniasari, et al., 2012)
menunjukan ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian
tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,005.
2) Suhu
Suhu ruangan sangat dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan
udara, kelembaban udara, dan suhu benda-benda yang ada di
sekitarnya. Suhu sebaiknya berkisar antara 18-20oC (Chandra, 2006).
Selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077
Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang
Rumah yang menyatakan bahwa suhu udara nyaman berkisar antara
18-30oC.
Hasil penelitian (Ayomi, et al., 2012) di Kabupaten Jayapura
menyebutkan bahwa kamar dengan suhu udara ruangan tidak
memenuhi syarat (< 18oC dan > 30
oC) meningkatkan risiko kejadian
penyakit tuberkulosis sebanyak 8,913 kali lebih besar dibandingkan
21
dengan kamar yang suhu udara ruangan memenuhi syarat (18oC –
30oC).
3) Kelembaban
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22o-30
oC (Suryo, 2010). Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011, ketentuan kelembaban
udara berkisar antara 40%-70%.
Hasil penelitian (Rosiana, 2013) di Semarang menyebutkan bahwa
responden yang kelembabannya tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 4,033 kali lebih besar menderita TB. Kelembaban diakibatkan
oleh ventilasi yang tidak memenuhi syarat sehingga membuat cahaya
matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah yang kemudian dapat
meningkatkan kelembaban di dalam rumah (Fatimah, 2008).
Penelitian (Lanus, et al., 2014) menyebutkan bahwa kelembaban
ruangan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,808 kali lebih
tinggi menularkan TB dibandingkan dengan kelembaban ruangan
yang memenuhi syarat.
4) Jenis Lantai
Menurut Kep. Menkes RI No. 829/ Menkes/SK/VII/1999, jenis
lantai yang memenuhi syarat kesehatan adalah yang kedap air dan
mudah dibersihkan. Penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007)
menyebutkan bahwa mereka yang tinggal dengan jenis lantai tanah
22
berisiko 2,201 kali terkena TB Paru. Hasil tersebut selaras dengan
penelitian (Ayomi, et al., 2012) yang mengatakan bahwa rumah
dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat (tanah, papan dan
lontar/ tidak kedap air) meningkatkan kejadian penyakit tuberkulosis
sebanyak 4,575 kali lebih. Penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013)
juga menyebutkan bahwa lantai rumah berupa semen plesteran
rusak/papan/tanah berisiko 1,731 kali lebih besar dibanding rumah
berlantai keramik, marmer atau ubin.
5) Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni
agar tidak overload. Disamping menyebabkan kurangnya oksigen,
overload juga bisa menyebabkan penularan penyakit infeksi (Suryo,
2010). Semakin banyak manusia didalam ruangan, kelembabannya
semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernapasan
maupun keringat (Achmadi, 2008). Menurut Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002,
kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan
ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m.
Menurut penelitian (Ayomi, et al., 2012) ada hubungan bermakna
kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru (p
value=0,004). Hasil penelitian (Lanus, et al., 2014) juga
menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan
hunian dengan kejadian TB Paru di kab Bangli (p value 0,015).
23
6) Jenis Dinding
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011
menyebutkan dinding rumah yang tidak kedap air dapat
meningkatkan kelembaban dan menyebabkan suburnya
pertumbuhan mikroorganisme.
Penelitian (Rosiana, 2013) di wilayah kerja Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang menyebutkan bahwa responden
dengan jenis dinding tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333
kali lebih besar menderita TB daripada responden dengan jenis
dinding memenuhi syarat. Hasil penelitian (Wulandari, 2012)
menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis dinding rumah
dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,02.
7) Riwayat Kontak Serumah
TB Paru merupakan penyakit menular yang penularannya dapat
terjadi melalui percikan dahak ketika berinteraksi dengan penderita
TB Paru BTA Positif saat batuk, bersin, dan bernyanyi (Kemenkes
RI, 2011). Penelitian (Fitriani, 2013) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian Tuberkulosis Paru
dengan nilai p value 0,001. Penelitian (Guwatudde, et al., 2003) di
Uganda menyebutkan bahwa kontak dengan penderita TB Paru
dengan intensitas lebih dari 18 jam berhubungan dengan kejadian TB
Paru. Penelitian (Lienhardt, et al., 2005) menyebutkan bahwa
seseorang yang memiliki riwayat keluarga sakit TB memiiki risiko
24
3,25 kali terkena TB. Hasil penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007)
juga menyebutkan ada hubungan antara kontak serumah dengan
kejadian TB Paru di Indonesia dengan nilai p value sebesar 0,012.
25
2.6 Kerangka Teori
Infeksi penyakit TB Paru terjadi ketika seseorang menghirup percikan
dahak (droplet nuclei) yang mengandung agen penyakit Mycobacterium
tuberculosis. Percikan dahak tersebut ditularkan melalui udara oleh pasien TB
BTA positif ketika batuk atau bersin. Percikan dahak kemudian masuk
melintasi mulut atau hidung, saluran pernapasan bagian atas, dan bronkus
untuk mencapai alveoli paru-paru (CDC, 2012).
Umumnya penularan penyakit TB Paru terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab (Kemenkes, 2011).
Kejadian penyakit menular dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu host,
agen, dan lingkungan (Tulchinsky & Varavikova, 2014). TB Paru merupakan
penyakit menular, yang mana juga dipengaruhi oleh faktor host dan
lingkungan. Faktor yang melekat pada host antara lain, pengetahuan, status
ekonomi, status merokok, IMT, imunisasi BCG, kebiasaan membuka jendela,
kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling, dan HIV/AIDS. Sedangkan faktor
yang melekat pada lingkungan seperti, luas ventilasi, kepadatan hunian, suhu,
kelembaban, jenis lantai, jenis dinding, kontak dengan penderita.
26
Pajanan Agent
Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis Paru
Status Merokok
Kebiasaan membuka jendela
Kebiasaan menjemur kasur
Pengetahuan
Status Gizi
Imunisasi BCG
Status ekonomi
Luas Ventilasi
Riwayat Kontak serumah
Kepadatan Hunian
Suhu
Kelembaban
Jenis Lantai
Jenis Dinding
Host
Lingkungan
Bagan 2.3 Kerangka Teori
HIV/AIDS
Agent
Ket:
Diteliti
Tidak diteliti
27
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Lingkungan
Riwayat kontak serumah
Kepadatan hunian
Luas ventilasi
Kejadian TB Paru
Host
Pengetahuan
Status Merokok
Kebiasaan Membuka
Jendela
Kebiasaan Menjemur
Kasur/Bantal/Guling
28
Adapun beberapa variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini, variabel tersebut
antara lain:
a. Jenis lantai, berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan jenis lantai
rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas pamulang diketahui sudah
memenuhi syarat yaitu bukan tanah, licin dan kedap air.
b. Jenis dinding, berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan jenis
dinding rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas pamulang
diketahui sudah memenuhi syarat yaitu diplester, tembok dan kedap air.
c. Suhu dan Kelembaban, berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui
hasil pengukuran suhu dan kelembaban rumah masyarakat di wilayah
kerja puskesmas pamulang cenderung homogen.
d. Status Ekonomi, variabel status ekonomi tidak diteliti karena sudah
terwakili oleh keadaan lingkungan rumah warga. Keadaan lingkungan
warga yang memenuhi syarat menggambarkan keadaan ekonomi warga
yang baik.
e. HIV/AIDS, bersifat pribadi dan diperlukan pemeriksaan/diagnosis dokter.
f. Imunisasi BCG, imunisasi BCG tidak bersifat mencegah namun
mengurangi tingkat keparahan penyakit. Selain itu, tidak semua orang
yang telah melakukan imunisasi BCG memiliki bekas luka dimana
kepemilikan bekas luka tersebut dijadikan sebagai hasil ukur variabel.
g. IMT, data sekunder terkait berat badan dan tinggi badan pasien tidak
tersedia di puskesmas.
29
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Kejadian TB
Paru
Pasien yang telah
melakukan uji
mikroskopis dan
diagnosis dokter di
Puskesmas Pamulang
pada bulan Januari-Juli
2016
Telaah Dokumen Dokumen daftar
suspek yang
diperiksa dahak
SPS (TB.06)
dan kartu
pengobatan
pasien (TB.01)
0. TB Paru
1. Bukan TB Paru
Ordinal
2. Pengetahuan Tingkatan skor nilai
berdasarkan jawaban
responden terkait
pengertian, penularan,
pencegahan serta
penanggulangan TB Paru
Wawancara Pedoman
Wawancara
0. Rendah (skor < rata-
rata nilai/median)
1. Tinggi (skor ≥ rata-rata
nilai/median)
Ordinal
30
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
3. Merokok Kategori merokok
responden yang
didasarkan dari
perhitungan Indeks
Brinkman
Wawancara Pedoman
Wawancara
0. Perokok Berat (IB ≥
600)
1. Perokok Ringan (IB <
600)
Ordinal
4. Kebiasaan
membuka
jendela
Tindakan berulang
mebuka jendela yang
dilakukan setiap hari
Wawancara Pedoman
Wawancara
0. Tidak
1. Ya
Nominal
5. Kebiasaan
Menjemur
Kasur/Bantal/Gu
ling
Tindakan berulang
menjemur
kasur/bantal/guling yang
dilakukan seminggu
sekali
Wawancara Pedoman
Wawancara
0. Tidak
1. Ya
Nominal
6. Riwayat kontak Ada tidaknya kontak
responden dengan
penderita TB Paru dalam
serumah
Wawancara Pedoman
Wawancara
0. Ada
1. Tidak Ada
Nominal
31
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
7. Kepadatan
Hunian
Perbandingan antara luas
lantai yang tersedia
dengan penghuni atau
anggota keluarga yang
berada dalam rumah
Luas lantai rumah
(m2) dibagi dengan
jumlah penghuni
dalam rumah
Pedoman
Wawancara
0. Tidak memenuhi syarat
jika < 9m2/orang
1. Memenuhi syarat jika ≥
9m2/orang
(Kepmen
No.403/KPTS/M/2002)
Ordinal
8. Luas ventilasi Perbandingan antara
lubang angin rumah
dengan luas lantai
Luas lubang angin
permanen dibagi
dengan luas lantai
rumah dikali 100%
Rollmeter 0. Tidak memenuhi syarat
jika < 10%
1. Memenuhi syarat jika ≥
10%
(Kepmenkes, 1999)
Ordinal
Keterangan:
TB.01: Kartu pengobatan pasien TB
TB.06: Daftar suspek yang diperiksa dahak SPS
32
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan
membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan kejadian TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
2. Ada hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak serumah,
kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross
sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan variabel host
(pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan
menjemur kasur) dan lingkungan (riwayat kontak, kepadatan hunian, dan luas
ventilasi) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang
tahun 2016.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang pada
bulan Agustus-September tahun 2016. Wilayah Kerja Puskesmas terdiri dari
empat kelurahan, yaitu kelurahan pamulang barat, pamulang timur, pondok
cabe udik, dan pondok cabe ilir.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
1) Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan uji
sputum (dahak) dan memperoleh diagnosis dokter di Puskesmas Pamulang
pada bulan Januari-Juli tahun 2016. Populasi pada penelitian ini berjumlah
236 orang namun hanya terdapat 163 orang yang memenuhi kriteria
penelitian.
34
2) Sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien yang melakukan uji sputum
(dahak) dan memperoleh diagnosis dokter di Puskesmas Pamulang pada
bulan Januari-Juli tahun 2016. Penentuan subjek penelitian pada penelitian
ini didasarkan pada kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria-kriteria
tersebut, antara lain:
a. Kriteria Inklusi
Tercatat dalam rekam medis laboratorium TB Paru Puskesmas
Pamulang bulan Januari-Juli tahun 2016
Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pamulang
Berusia ≥ 15 tahun
Bersedia di wawancarai
b. Kriteria Ekslusi
Bertempat tinggal diluar wilayah kerja Puskesmas Pamulang
Berusia <15 tahun
Meninggal/pindah rumah
Perhitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus
uji beda dua proporsi, sebagai berikut:
* ⁄
√, ( )- √, ( ) ( )-+
( )
35
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal
P1 : Proporsi subjek terpajan pada kelompok kasus pada
penelitian sebelumnya (tidak membuka jendela setiap hari =
66,5% )
P2 : Proporsi subjek tidak terpajan pada kelompok kasus pada
penelitian sebelumnya berisiko (membuka jendela setiap
hari = 33,5%)
P : Rata-rata P1 dan P2
Z1-α/2 : Derajat kepercayaan (1,96)
Z1-β : kekuatan uji (0,84)
(nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013))
n * √, ( )( )- √, ( ) ( )-+
( )
Berdasarkan perhitungan sampel diatas, didapatkan jumlah sampel
sebanyak 35 responden. Selanjutnya, dilakukan perhitungan sampel minimal
menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Fatimah (2008) yaitu hasil
responden yang tidak menderita TB Paru sebanyak 57,6%.
n = 35/ presentase yang tidak menderita TB Paru
n = 35/0,576
n = 61 Responden
Berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas, didapatkan jumlah sampel
minimal yang diperlukan sebanyak 61 responden.
36
3) Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah simple random sampling atau acak sederhana. Pada teknik
pengambilan sampel acak sederhana setiap unit dasar (individu) memiliki
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Budiarto, 2001).
Peneliti membuat frame sampling berdasarkan data rekam medis
laboratorium TB Paru Puskesmas Pamulang pada bulan Januari-Juli tahun
2016. Dari data tersebut diperoleh 163 pasien yang menjadi frame
sampling dan memenuhi kriteria untuk dijadikan populasi. Selanjutnya,
peneliti menetapkan responden yang akan dijadikan sampel penelitian
dengan memilih secara acak responden yang berada dalam frame sampling
menggunakan kocokan. Peneliti melakukan pengkocokan berdasarkan
jumlah sampel yang dibutuhkan, yaitu sebanyak 61 responden.
4.4 Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan
pengukuran menggunakan alat ukur. Data mengenai identitas responden,
pengetahun, status merokok, kebiasaan membuka jendela, kebiasaan
menjemur kasur, kepadatan hunian, dan riwayat kontak didapatkan
dengan wawancara langsung terhadap reponden. Sedangkan data terkait
luas ventilasi didapatkan melalui pengukuran.
37
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan berasal dari Rekap Laporan Bulanan
(LB3) Kota Tangerang Selatan tahun 2015, rekam medis pasien
laboratorium TB Paru Puskesmas Pamulang tahun (TB.06), dan data
register TB Paru Puskesmas Pamulang (TB.01).
4.5 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data primer digunakan alat pengumpulan data atau instrumen,
sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner berisi daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variabel
dalam penelitian yang diajukan peneliti terhadap responden.
2. Alat Pengukuran
Rollmeter: Luas ventilasi memenuhi syarat dihitung dengan
mengukur luas lubang angin permanen ruangan menggunakan rollmeter,
kemudian dibagi dengan luas lantai dan dikali 100%.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi bivariat pearson.
Hasil dari uji validitas dapat diketahui dengan melihat kolom corrected
item-tolal correlation, dimana nilai r hitung terdapat pada kolom tersebut.
Untuk menilai valid tidaknya suatu item kuesioner, dapat diketahui dengan
38
membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Suatu item kuesioner
dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel pada signifikasi 5%.
Item kuesioner yang dilakukan uji validitas pada penelitian ini
berjumlah 10 pertanyaan. Setelah diakukan uji validitas terdapat satu
pertanyaan yang tidak valid, yaitu pertanyaan B9. Pertanyaan tersebut
kemudian diperbaiki redaksinya sehingga dapat dipahami lebih baik oleh
responden.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai r
pada kolom Cronbach’s alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika
nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel). Berdasarkan
hasil uji reliabiltas diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar
dari nilai r tabel (0,361), sehingga instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Adapun hasil uji validitas yang
telah dilakukan peneliti, sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
r Hitung r Tabel Ket
0,674 0,361 Reliabel
4.7 Pengolahan Data dan Analisis Data
4.7.1 Pengolahan Data
Kuesioner dan lembar pengukuran yang telah terisi kemudian
diperiksa kelengkapannya dan diolah dengan sistem komputerisasi
menggunakan software pengolah data. Berikut merupakan tahapan
pengolahan data:
39
a. Pemeriksaan Data (Editing)
Pengecekan data-data yang telah terkumpul, baik data sekunder
dari puskesmas maupun data maupun data yang telah terkumpul
melalui kuesioner. Pemeriksaan data primer berupa kuesioner dan
lembar pengukuran bertujuan untuk melihat kelengkapan jawaban dan
apakah ada kesalahan dalam pengisian sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Sedangkan pemeriksaan data sekunder berupa daftar
pasien TB Paru bertujuan untuk melihat kelengkapan jawaban pada
lembar kuesioner.
b. Pemberian Kode (Coding)
Kegiatan merubah data dalam bentuk kalimat menjadi data
berbentuk angka, tujuanya untuk mempermudah pada saat proses
pemasukan data (entry) dan analisis data.
c. Pemasukkan Data (Entry)
Kegiatan memasukan data-data yang sudah berbentuk angka atau
telah melewati proses pengkodian ke dalam program atau “software”
komputer.
d. Pembersihan Data (Cleaning)
Kegiatan pengecekan kembali data yang telah di entry atau
dimasukan ke dalam program komputer, yang kemudian diperbaiki
apabila terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan.
40
4.7.2 Analisis Data
Setelah melalui proses pengolahan data dengan tahapan editing,
coding, entry, dan cleaning, kemudian dilakukan analisis data. Adapun
analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, sebagai berikut:
a. Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik
masing-masing variabel, baik pada variabel dependen maupun variabel
independen. Data ditampilkan tabel distribusi frekuensi dan persentase
pada masing-masing variabel baik variabel dependen maupun variabel
independen.
b. Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara faktor
host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan menjemur membuka
jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dan lingkungan (riwayat
kontak, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru
dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis data dilakukkan
menggunakan uji chi square. Nilai yang digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah
p value. Jika nilai p value ≤ 0,05 maka ada hubungan bermakna antara
variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai p
value ≥ 0,05 maka tidak ada hubungan bermakna antara variabel
independen dengan variabel dependen.
41
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
UPT Puskesmas Pamulang berada di sebelah timur Kota Tangerang
Selatan, terletak di wilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas
wilayah 16,38 km2, dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Benda Baru dan Kelurahan
Pondok Benda
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Timur dan
Kabupaten Bogor
Puskesmas Pamulang menempati tanah seluas ± 2400 m2 di Jl Surya
Kencana No.1 RT 01 RW 022 Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Pamulang mempunyai empat
kelurahan dalam wilayah kerjanya, yaitu: Kelurahan Pamulang Barat,
Kelurahan Pamulang Timur, Kelurahan Pondok Cabe Ilir, dan Kelurahan
Pondok Cabe Udik. Jumlah KK (Kartu Keluarga) yang ada di wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang sebanyak 34.824 KK dengan jumlah rumah sebanyak
28.334 rumah terdiri dari 79 RW dan 334 RT.
42
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.1 berikut.
Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa responden yang tidak
menderita penyakit TB Paru lebih banyak (54,1%) dibandingkan dengan
responden yang menderita penyakit TB Paru.
5.2.2 Faktor Host
1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi pengetahuan responden di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.2 berikut.
Ya Tidak
Persentase (%) 45,9 54,1
N 28 33
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
43
Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa responden yang memiliki
pengetahuan buruk terkait TB Paru lebih banyak (59,0%) dibandingkan
dengan responden yang memiliki pengetahuan baik terkait TB Paru.
2. Distribusi Frekuensi Merokok Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi status merokok responden di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.3 berikut.
Buruk Baik
Persentase (%) 41 59
N 25 36
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.2 Gambaran Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016
44
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa reponden yang berstatus
perokok ringan lebih banyak (90,2%) daripada responden yang berstatus
perokok berat.
3. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi kebiasaan membuka jendela responden di
wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik
5.4 berikut.
Perokok Berat Perokok Ringan
Persentase (%) 9,8 90,2
N 6 55
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.3 Gambaran Merokok Responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2016
45
Berdasarkan grafik 5.4 diketahui bahwa responden yang memiliki
kebiasaan membuka jendela setiap hari lebih banyak (52,5%) daripada
masyarakat yang tidak membuka jendela setiap hari.
4. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling
seminggu sekali responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun
2016 ditunjukkan pada grafik 5.5 berikut.
Tidak Ya
Persentase (%) 47,5 52,5
N 29 32
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
46
Berdasarkan grafik 5.5 diketahui bahwa responden yang tidak
memiliki kebiasaan menjemur kasur seminggu sekali lebih banyak
(50,8%) daripada responden yang memiliki kebiasaan menjemur kasur
seminggu sekali.
5.2.3 Faktor Lingkungan
1. Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi riwayat kontak dengan anggota keluarga
responden yang memiliki riwayat menderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.6 berikut.
Tidak Ya
Persentase (%) 50,8 49,2
N 31 30
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
47
Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa responden yang tidak
memiliki riwayat anggota keluarga menderita sakit TB Paru lebih banyak
(55,7%) dibandingkan dengan responden yang memiliki riwayat anggota
keluarga menderita TB Paru.
2. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi kepadatan hunian responden di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.7 berikut.
Ada Tidak Ada
Persentase (%) 44,3 55,7
N 27 34
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
48
Berdasarkan grafik 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki
kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak (77,0%) dibandingkan
dengan jumlah responden yang memiliki kepadatan hunian tidak
memenuhi syarat.
3. Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Distribusi frekuensi luas ventilasi rumah responden di wilayah
kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada tabel 5.8 berikut.
Tidak MemenihiSyarat
Memenuhi Syarat
Persentase (%) 23 77
N 14 47
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
49
Berdasarkan grafik 5.8 diketahui bahwa responden yang memiliki luas
ventilasi tidak memenuhi syarat lebih banyak (50,8%) dibandingkan dengan
responden yang meiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Faktor Host
1. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian TB Paru
di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.1 berikut.
Tidak MemenihiSyarat
Memenuhi Syarat
Persentase (%) 50,8 49,2
N 31 30
0
10
20
30
40
50
60
0102030405060708090
100
N
Pe
rse
nta
se (
%)
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
50
Tabel 5.1
Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Pengetahuan Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Buruk 9 36,0 20 64,0 25 100 0,302 0,503
(0,177-1,433) Baik 19 52,8 17 47,2 36 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 25 responden yang
memiliki pengetahuan buruk, terdapat 9 responden (36,0%) yang
menderita TB Paru. Sedangkan, dari 36 responden yang memiliki
pengetahuan baik terdapat 19 responden (52,8%) yang menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,302, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga
menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,503, artinya responden yang
memiliki pengetahuan baik berpeluang 0,503 kali terkena TB Paru.
2. Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara status merokok responden dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.2
berikut.
51
Tabel 5.2
Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Merokok Kejadian TB Paru Total p
value Ya Tidak
N % N
%
N %
Perokok Berat 3 50,0 3 50,0 6 100 1,000
Perokok Ringan 25 45,5 30 54,5 55 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 6 responden perokok
berat, terdapat 3 responden (50,0%) menderita TB Paru. Kemudian dari 55
responden perokok ringan diketahui 25 responden (52,9%) diantaranya
menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara merokok dengan kejadian TB Paru.
3. Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara kebiasaan membuka jendela setiap hari dengan
kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada
tabel 5.3 berikut.
52
Tabel 5.3
Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Kebiasaan
Membuka
Jendela
Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Tidak 16 55,2 13 44,8 29 100 0,260 2,051
(0,737-5,709) Ya 12 37,5 20 62,5 32 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 29 responden yang
tidak memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari, terdapat 16
responden (55,2%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 32
responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari, terdapat
12 responden (37,5%) diantaranya menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,260, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan membuka jendela dengan kejadian TB Paru. Uji statistik
juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 2,051, artinya penderita
yang memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari berpeluang 2,051
kali terkena TB Paru.
53
4. Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling
seminggu sekali dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Kebiasaan
Menjemur
Kasur
Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Tidak 18 58,1 13 41,9 31 100 0,093 2,769
(0,977-7,848) Ya 10 33,3 20 66,7 30 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 31 responden yang
tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali,
terdapat 18 responden (58,1%) diantaranya menderita TB Paru.
Sedangkan, dari 30 responden yang memiliki kebiasaan menjemur
kasur/bantal/guling seminggu sekali, terdapat 10 responden (33,3%)
diantaranya yang menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,093, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru. Uji statistik
juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 2,769, artinya penderita
54
yang memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali
tidak terlepas dari peluang 2,769 kali terkena TB Paru.
5.3.2 Faktor Lingkungan
1. Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara riwayat kontak dengan anggota keluarga
responden yang memiliki riwayat menderita TB Paru dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.5
berikut.
Tabel 5.5
Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Riwayat
Kontak
Serumah
Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Ada 17 63,0 10 37,0 27 100 0,034 3,555
(1,230-10,273) Tidak Ada 11 32,4 23 67,6 34 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 27 responden yang
memiliki riwayat kontak dengan anggota keluarga yang menderita TB
Paru, terdapat 17 responden (63,0%) diantaranya menderita TB Paru.
Sedangkan, dari 34 responden yang tidak memiliki riwayat kontak dengan
anggota keluarga yang menderita TB, terdapat 11 (32,4%) responden
diantaranya menderita TB Paru.
55
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,034, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara
riwayat kontak serumah dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga
menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 3,555, artinya penderita yang
memiliki riwayat anggota keluarga sakit TB Paru berpeluang 3,555 kali
terkena TB Paru.
2. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara kepadatan hunian responden dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.6
berikut.
Tabel 5.6
Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Kepadatan
Hunian
Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
6 42,9 8 57,1 14 100 1.000 0,852
(0,256-2,840)
Memenuhi
Syarat
22 46,8 25 53,2 47 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 14 responden yang
memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat, terdapat 6 responden
(42,9%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 47 responden
56
yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat, terdapat 22 responden
(46,8%) diantaranya menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga
menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,852, artinya penderita yang
memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat berpeluang 0,852 kali
terkena TB Paru.
3. Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Hubungan antara luas ventilasi rumah responden dengan kejadian
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.7
berikut.
Tabel 5.7
Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Luas
Ventilasi
Kejadian TB Paru Total p
value
OR
(95% CI) Ya Tidak
N % N
%
N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
14 45,2 17 54,8 31 100 1,000 0,941
(0,344-2,577)
Memenuhi
Syarat
14 46,2 16 53,3 30 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 31 responden yang
memiliki luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat, terdapat 14
57
responden (45,2%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 30
responden yang memiliki luas ventilasi rumah memenuhi syarat, terdapat
14 responden (46,2%) diantaranya menderita TB Paru.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya
pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga
menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,941, artinya penderita yang
memiliki luas ventilasi memenuhi syarat berpeluang 0,941 kali terkena TB
Paru.
58
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, antara lain:
1. Secara teoritis terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian
tuberkulosis. Namun, dikarenakan karakteristik lingkungan penelitian
maka tidak semua variabel diteliti pada penelitian ini.
2. Informasi terkait kebiasaan responden seperti variabel merokok,
kebiasaaan menjemur kasur dan kebiasaan membuka jendela diperoleh
dari pengakuan responden. Oleh karena itu, bias informasi mungkin
terjadi.
3. Data kejadian TB Paru pada penelitian ini menggunakan data sekunder
dari puskesmas.
6.2 Kejadian TB Paru
TB Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Seseorang dapat tertular penyakit TB Paru
melalui percikan dahak ketika pasien TB Paru BTA positif sedang batuk atau
bersin. Seseorang yang terkena percikan dahak pasien TB Paru BTA positif
tidak serta merta tertular TB Paru namun, tergantung dari banyaknya kuman
yang dikeluarkan penderita TB Paru, konsenterasi percikan udara, dan
lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011).
59
Diagnosis TB Paru di Puskesmas Pamulang menggunakan uji dahak SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu) dan foto toraks sebagai penunjang diagnosis.
Seseorang dikatakan menderita TB Paru jika hasil uji dahak menunjukkan
BTA positif atau hasil uji dahak menunjukkan BTA negatif namun hasil foto
toraksnya mengindikasikan TB Paru. Seseorang dinyatakan tidak menderita
TB Paru jika hasil uji dahak dan foto toraksnya menunjukkan hasil negatif
TB.
Penelitian ini dilakukan pada responden berusia ≥ 15 tahun (TB dewasa).
Hal tersebut dikarenakan diagnosis TB pada anak sulit dilakukan sehingga
sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit dilakukan dan batuk bukan
merupakan gejala utama. Selain itu, kasus TB Paru anak di Puskesmas
Pamulang sangatlah jarang yaitu hanya 10% dari jumlah kasus TB Paru
seluruhnya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 89,3% responden penderita TB
Paru berada pada usia produktif (15-55 tahun) dan 10,7% diantaranya berusia
>55 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2011) yang
menyebutkan bahwa 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
seseorang yang sedang berada pada usia produktif cenderung memiliki
aktivitas yang tinggi dan berhubungan dengan banyak orang (sekolah dan
bekerja). Bertemu dengan banyak orang dapat memudahkan seseorang
tertular penyakit.
60
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa 60,7% penderita TB Paru
diderita oleh pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan
Kemenkes RI (2015) yang menyebutkan jumlah kasus TB pada laki-laki 1,5
kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Salah satu penyebab perbedaan
frekuensi penyakit TB paru antara laki-laki dan perempuan adalah perbedaan
kebiasaan hidup (Budiarto & Anggraeni, 2002). Perbedaan kebiasaan hidup
yang dimungkinkan adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko
penyakit TB Paru sebesar 2,01 kali dibandingkan dengan tidak merokok
(Lienhardt, et al., 2005). Wijaya (2012) mengatakan bahwa prevalens
merokok jauh lebih tinggi laki-laki dari pada perempuan. Lebih dari 20%
laki-laki dewasa adalah perokok aktif dan kejadian TB sebesar 100 per
100.000 penduduk pertahun banyak terjadi pada laki-laki usia diatas 65 tahun.
6.3 Faktor Host
6.3.1 Pengetahuan
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita TB Paru memiliki pengetahuan yang baik. Hal
tersebut dikarenakan penderita TB Paru sudah sering mendapatkan
penyuluhan dari petugas kesehatan. Berdasarkan hasil observasi diketahui
bahwa petugas kesehatan klinik TB Paru Puskesmas Pamulang selalu
memberikan kegiatan penyuluhan melalui pendekatan personal kepada
penderita TB Paru ketika melakukan pengobatan sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden. Selain petugas
61
kesehatan, kegiatan penyuluhan juga dibantu oleh kader TB Paru dengan
mendatangi rumah-rumah penderita TB Paru.
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
antara pengetahun dengan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniasari, et al (2012) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
kejadian TB Paru di Kecamatan Baturetno, Wonogiri. Hasil penelitian lain
yang dilakukan oleh Wenas, et al (2015) juga menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian TB paru di Desa Wori,
Minahasa Utara.
Secara teori, pengetahuan merupakan domain penting untuk
terbentuknya perilaku. Sehingga, pengetahuan buruk responden terkait TB
paru berpotensi menimbulkan perilaku yang buruk pula baik terkait
kewaspadaan penularan maupun perawatan pasien dengan penyakit TB
paru. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian Setiarni, et al (2011)
yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan
dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Ruswanto (2010) di Kabupaten
Pekalongan juga menyebutkan bahwa pengetahuan yang rendah memiliki
risiko 3,716 kali lebih besar terkena TB Paru.
Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal
tersebut dapat dimungkinkan karena pengambilan data terkait pengetahuan
responden dilakukan setelah penderita TB Paru terdiagnosis dan
62
melakukan pengobatan. Proses pengobatan dimungkinkan dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden.
Sarwono (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan yang positif
atau tinggi tidak selamanya diikuti dengan praktik yang sesuai. Selain
pengetahuan yang tinggi terdapat faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi perubahan perilaku (Herijuliani, et al., 2001). Jadi,
disamping pengetahuan yang baik diperlukan pula kesadaran untuk
melaksanakan atas apa yang telah diketahui dan juga dukungan dari
lingkungan sekitar.
6.3.3 Merokok
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
proporsi responden TB Paru yang berstatus perokok ringan lebih banyak
dibandingkan dengan perokok berat. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa sebagian responden mulai mengonsumsi rokok sejak usia
remaja dan mengaku sudah lama mengurangi konsumsi rokok dikarenakan
alasan kesehatan.
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
merokok dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kurniasari, et al (2012) di
Kabupaten Wonogiri yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru (p value 0,627). Hasil
penelitian Sejati dan Sofiana (2015) di Kabupaten Sleman juga
63
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian TB Paru (p value 1,000).
Secara teori, merokok tembakau merupakan faktor penting yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit.
Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada penelitian ini, merokok bukan merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh multifaktor,
dimungkinkan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap
kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Kolappan dan
Gopi (2002) yang menyebutkan bahwa seseorang yang menghisap rokok
>20 batang/hari memiliki risiko 3,68 kali terkena TB Paru dibanding orang
yang tidak merokok dan perokok yang menghisap rokok > 20 tahun
memiliki risiko 3,23 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak
merokok. Penelitian Ariyothai, et al (2004) juga menyebutkan bahwa
seseorang yang menghisap rokok > 10 batang/hari memiliki risiko 3,98
kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok dan
seseorang yang menghisap rokok > 10 tahun memiliki risiko 2,96 kali
terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian besar dari responden yang
memiliki Indeks Brinkman <600 adalah bukan perokok dan
berkemungkinan berstatus sebagai perokok pasif. Selain perokok aktif,
64
perokok pasif juga merupakan faktor yang juga berperan dalam
perkembangan penyakit TB Paru. Menurut Leung, et al (2010), sama
halnya dengan perokok aktif, paparan pasif asap tembakau dalam rumah
tangga juga merupakan predisposisi perkembangan TB. Janson (2004)
mengatakan bahwa merokok secara pasif merupakan faktor risiko yang
umum, penting dan dihindari untuk keluhan pernafasan pada anak-anak
dan orang dewasa. Mengurangi merokok secara pasif di masyarakat akan
memberikan efek positif yang besar terhadap kesehatan pernapasan. Oleh
karena itu, pengendalian tembakau harus ada dalam program TB nasional.
6.3.4 Kebiasaan Membuka Jendela
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita TB Paru yang tidak memiliki kebiasaan membuka jendela lebih
banyak dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki kebiasaan
membuka jendela. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
responden tidak memiliki kebiasaan jendela mempunyai dikarenakan
beberapa alasan seperti, hampir setiap hari rumah yang mereka tempati
ditinggal pergi bekerja sehingga rumah dalam keadaan kosong, khawatir
debu dan bau masuk kedalam rumah, serta terdapat barang yang menutupi
bagian depan jendela sehingga jendela tidak bisa dibuka.
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan membuka jendela dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian (Musadad,
2006) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
65
membuka jendela dengan kejadian TB paru (p value 0,472). Hasil
penelitian lain yang dilakukan Ruswanto (2010) menyebutkan bahwa
keberadaan jendela di dalam rumah bukan merupakan faktor risiko namun
faktor protektif kejadian tuberkulosis. Keadaan jendela yang tertutup
justru dapat memberikan perlindungan terhadap kuman tuberkulosis yang
masuk ke dalam rumah melalui udara.
Secara teori, jendela berfungsi penting untuk memperoleh cahaya
yang cukup pada siang hari, yang mana cahaya tersebut berguna untuk
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Hal tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Wulandari, et al (2015) yang menyebutkan bahwa
kebiasaan tidak membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru
(p-value 0,033). Penelitian yang dilakukan oleh Azhar dan Perwitasari
(2013) juga menyebutkan bahwa tidak membuka jendela kamar tidur
setiap hari berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,36 kali. Selain itu, hasil
penelitian Khaliq, et al (2015) juga menyebutkan bahwa kondisi ventilasi
yang buruk merupakan faktor risiko peningkatan infeksi TB.
Kebiasaan tidak membuka jendela membuat udara tidak mengalir
secara bebas sehingga ruangan menjadi lembab. Persyaratan kelembaban
yang baik untuk ruangan adalah 40-70%. Kondisi ruangan yang lembab
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Namun pada penelitian ini
menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
kebiasaan membuka jendela tidak berpengaruh besar terhadap kejadian TB
Paru. Beberapa responden mengaku meskipun tidak memiliki kebiasaan
66
membuka jendela namun selalu membuka pintu setiap hari. Sehingga
pertukaran udara terjadi melalui pintu dibantu dengan lubang angin
(ventilasi permanen) rumah responden. Chandra (2006) mengatakan udara
dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka. Dengan demikian
cahaya matahari dan proses pertukaran udara dapat masuk melalui pintu
responden yang terbuka. Cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah
dapat mengurangi pertumbuhan kuman tuberkulosis karena sinar matahari
mampu merusak struktur materi genetik kuman/bakteri (Setiowati dan
Furqonita, 2007). Selanjutnya petukaran udara yang baik mampu
membawa kuman tuberkulosis keluar rumah melalui udara. Keadaan
tersebut dapat mecegah penularan penyakit tuberkulosis.
Jadi, pada penelitian ini menunjukan bahwa pertukaran udara tidak
hanya melalui jendela saja namun kondisi pintu terbuka dan lubang angin
yang memenuhi syarat dapat membantu sebagai media penghawaan.
6.3.5 Kebiasaan Menjemur Kasur
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita TB Paru yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penderita TB Paru yang
memiliki kebiasaan menjemur kasur. Berdasarkan hasil wawancara hal
tersebut disebabkan karena alat tidur yang digunakan adalah springbed
sehingga sulit dan berat untuk dijemur, sebagian responden lain mengaku
menjemur kasur/bantal/guling sebulan sekali atau lebih, beberapa
67
responden lain mengaku jarang sekali bahkan tidak pernah menjemur
kasur/bantal/guling.
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang. Kasur/bantal/guling merupakan alat tidur yang
secara rutin digunakan responden untuk beristirahat atau tidur. Ketika
responden batuk atau bersin, percikan dahak dapat menempel pada alat
tidur yang digunakan responden. Secara teori, sinar matahari atau suhu
udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak (droplet nuklei)
menguap. Menguapnya percikan dahak (droplet nuklei) ke udara, dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Azhar dan Perwitasari (2013) di Provinsi DKI
Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara yang menyebutkan bahwa perilaku
tidak menjemur kasur berisiko 1,423 kali terinfeksi TB Paru.
Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, tidak
ada hubungan antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru.
Hal tersebut dapat dimungkinkan karena intensitas cahaya matahari dan
lama penjemuran kasur yang dilakukkan responden belum sesuai. Artinya
tidak semua responden menjemur kasur dibawah sinar matahari langsung
dengan lama penjemuran minimal lima menit.
Menurut Widoyono (2008) kuman tuberkulosis tahan selama 1-2
jam di udara, sedangkan ditempat yang lembab dan gelap kuman
68
tuberkulosis dapat bertahan selama berbulan-bulan. Kuman tuberkulosis
tidak tahan terhadap sinar matahari dan aliran udara. Kuman tuberkulosis
akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari (Kurniasari, et al., 2012).
Bakteri tuberkulosis juga akan mati pada pemanasan 100oC selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit (Widoyono, 2008).
Jadi, kebiasaan menjemur kasur penting dilakukan dengan cahaya
matahari langsung dan lama penjemuran yang sesuai. Hal tersebut
dikarenakan sinar matahari dapat membantu membunuh kuman TB
sehingga penularan penyakit TB Paru dapat dicegah.
6.4 Faktor Lingkungan
6.4.1 Riwayat Kontak Serumah
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita TB Paru yang memiliki riwayat kontak serumah jumlahnya lebih
besar dibandingkan dengan penderita TB Paru yang tidak memiliki
riwayat kontak serumah. Keberadaan kontak serumah berperan penting
dalam proses penularan kepada anggota keluarga yang lain. Hal tersebut
diasumsikan karena penderita TB Paru lebih lama dan sering melakukan
kontak kepada anggota keluarga sehingga potensi penularan penyakit TB
Paru semakin meningkat.
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa ada hubungan antara
riwayat kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Mahpudin
dan Mahkota (2007) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara
69
kontak serumah dengan kejadian TB Paru di Indonesia (p value 0,012).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriani (2013) juga menyebutkan
bahwa ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian Tuberkulosis
Paru (p value 0,001).
Kuman TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit
tuberkulosis paru batuk, bersin, berbicara, dan bernyanyi sehingga orang
terdekat dapat menghirup dan kemudian terinfeksi. Responden pada
penelitian ini adalah usia produktif (15-50 tahun), sehingga penyakit TB
Paru dapat mengurangi produktivitas seseorang dalam melakukkan
pekerjaan atau kegiatan lain. Selain kondisi fisik yang sedang sakit,
penderita TB Paru juga khawatir dapat menularkan penyakitnya ke orang
lain sehingga sebagian penderita TB Paru yang bekerja lebih memilih
untuk berhenti atau sementara tidak bekerja. Dengan demikian, penderita
TB Paru lebih sering berada dirumah dan berinteraksi dengan anggota
keluarga lain yang juga berada dirumah baik berbicara, bersin, atau bahkan
tidur sekamar dengan anggota keluarga lain. Keadaan seperti itu, sangat
berpotensi menularkan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga lain
mengingat TB Paru menular melalui udara. Penelitian Guwatudde, et al
(2003) di Uganda menyebutkan bahwa kontak dengan penderita TB Paru
dengan intensitas lebih dari 18 jam berhubungan dengan kejadian TB
Paru.
70
6.4.2 Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni
agar tidak overload. Selain menyebabkan kurangnya oksigen, overload
juga bisa menyebabkan penularan penyakit infeksi (Suryo, 2010). Menurut
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor:
403/KPTS/M/2002, persyaratan kepadatan hunian memenuhi syarat adalah
9 m2/orang. Kepadatan hunian dihitung dengan membagi luas bagunan
rumah dengan jumlah anggota keluarga.
Hasil analisa tabel silang menyebutkan bahwa jumlah penderita TB
Paru yang memiiki kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak dari
pada penderita TB Paru yang memiiki kepadatan hunian tidak memenuhi
syarat. Hal tersebut menunjukan bahwa luas rumah responden masih
sebading dengan jumlah penghuninya sehingga kebutuhan oksigen
tercukupi.
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Hasil tersebut sejalan dengan peneliitian Mahpudin dan
Mahkota (2007) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di Indonesia (p value 0,78).
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sejati dan Sofiana (2015)
mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan
kejadian tuberkulosis (p value 0,422). Selain itu hasil penelitian
Kurniasari, et al (2012) juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
71
antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru (p velue 1,000). Hasil
ini menunjukkan bahwa penyakit TB Paru tidak selalu disebabkan oleh
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat.
Secara teori, kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses
penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit,
khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan cepat.
Menurut Achmadi (2008) semakin banyak manusia didalam ruangan,
kelembabannya semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari
pernapasan maupun keringat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lanus, et al (2014) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di
kab Bangli (p value 0,015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ayomi, et
al (2012) juga menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara
kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru (p value = 0,004).
Namun pada penelitian ini menunjukan hasil yang berbeda. Hal tersebut
dapat dimungkinkan karena terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh
sehingga meskipun telah memiliki kepadatan memuhi syarat, masih bisa
terkena penyakit TB Paru. Berdasarkan teori HAE (host, agent,
environmental), selain kondisi lingkungan juga terdapat faktor host dan
agent yang dapat mempengaruhi kejadian TB Paru. Faktor host yang dapat
mempengaruhi adalah kondisi imun dan juga kebiasaan hidup responden.
Sedangkan faktor agent yang mempengaruhi adalah keberadan kontak
serumah.
72
Jadi, kepadatan hunian bukan faktor utama terhadap kejadian TB
Paru. Diperlukan kombinasi dari faktor lingkungan lain dan faktor
manusia yang baik untuk mencegah penularan penyakit TB Paru.
6.4.3 Luas Ventilasi
Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita TB Paru yang memiliki luas ventilasi memenuhi syarat
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki
luas ventilasi tidak memenuhi syarat. Hal tersebut menunjukan bahwa
pertukaran udara didalam rumah responden dapat terjadi secara baik.
Kondisi ventilasi dikatakan memenuhi syarat jika jumlahnya minimal 10%
dari luas lantai rumah.
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
luas ventilasi dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rosiana (2013) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara luas
ventilasi dengan kejadian TB Paru (p value 0,569). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Mahpudin dan Mahkota (2007) juga menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan antara ventilasi kamar dengan kejadian TB Paru (p
value 0,242).
Secara teori, ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan
kata lain dapat membantu mengencerkan konsentrasi kuman TBC dan
kuman lain. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kurniasari, et al
(2012) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi
73
dengan kejadian TB Paru (p value 0,005). Penelitian lain yang dilakukan
oleh Wulandari (2012) juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara luas
ventilasi ruang tamu dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Budiharjo, Semarang.
Namun pada penelitian ini menujukan hasil yang berbeda. Hal
tersebut dapat dipengaruhi karena meskipun responden memiliki luas
ventilasi memenuhi syarat namun tidak selalu dibuka setiap hari. Pada
penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela dan
memiliki ventilasi memenuhi syarat hanya 27,8%. Keadaan tersebut
mengakibatkan proses dilusi udara tidak terjadi dengan baik sehingga
kondisi ruangan menjadi lembab. Kondisi ruangan yang lembab
merupakan media pertumbuhan bakteri. Lygizos (2013) mengatakan
meningkatkan ventilasi alami dapat menurunkan risiko penularan TB
rumah tangga, namun perlu dikombinasikan dengan strategi lain untuk
meningkatkan upaya pengendalian TB.
Jadi, luas ventilasi yang memenuhi syarat penting untuk
mengurangi pertumbuhan bakteri. Namun perlu dikombinasikan dengan
kebiasaan membuka jendela serta faktor-faktor lain yang berpengaruh
seperti peningkatan status gizi dan mengurangi kontak dengan penderita
TB paru sebagai upaya mencegah penularan penyakit TB Paru
74
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Berdasarkan karakteristik host diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan buruk (55,7%), berstatus perokok ringan (90,2%),
memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari (52,5%), dan tidak
memiliki kebiasaan menjemur kasur seminggu sekali (50,8%).
2. Berdasarkan karakteristik lingkungan diketahui bahwa sebagian besar
responden tidak memiliki riwayat anggota keluarga sakit TB Paru
(55,7%), memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat (77,0%), dan
memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat (50,8%).
3. Tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan, merokok, kebiasaan
membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
4. Ada hubungan signifikan antara riwayat kontak serumah dengan kejadian
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. Sedangkan
untuk variabel kepadatan hunian dan luas ventilasi diketahui tidak ada
hubungan signifikan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang tahun 2016.
75
7.2 Saran
1. Puskesmas
a. Memberikan program penyuluhan kepada pasien dan juga keluarga
pasien TB Paru dengan tujuan mengurangi penularan TB Paru yang
berasal dari riwayat kontak serumah.
2. Masyarakat
a. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta memperhatikkan
aspek lingkungan yang merupakan faktor penyebab TB Paru.
b. Meningkatkan kewaspadaan apabila mempunyai gejala TB Paru,
memiliki anggota keluarga yang sakit TB Paru dengan melakukan uji
sputum di pelayanan kesehatan terdekat.
3. Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan meneliti menggunakan desain yang lebih
baik yaitu kasus kontrol.
76
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI Press.
Ariyothai, N., Podhipak, A., Akarasewi, P., Tornee, S., Smithtiikarn, S., & Thongprathum,
P. (2004). Cigarette Smoking and Its Relation to Pulmonary Tuberculosis in
Adults. Southeast Asian J Trop Med Public Health, Vol 35(1):219-227.
Asih, N. Y., & Effendy, C. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Ayomi, A. C., Setiani, O., & Joko, T. (2012). Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan
Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol 11(1):1-8.
Azhar, K., & Perwitasari, D. (2013). Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan Prevalensi
TB Paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi. Media Litbangkes, Vol
23(4):172-181.
Budiarto , E., & Anggraeni , D. (2003). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.
Budiarto, E. (2001). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
CDC. (2012, 13 Maret). Basic TB Facts. Dipetik 5 Januari, 2016, dari Central of Disease
and Control Prevention.
CDC. (2014, 30 September). CDC's Role in Global Tuberculosis Control. Dipetik 1 Januari,
2016, dari Central of Disease and Control Prevention.
Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Cigielski, J. P., Arab, L., & Hauntley, J. C. (2012). Nutritional Risk Factors For Tuberculosis
Among Adults in United States, 1971-1992. American Journal of Epidemiology,
Vol 176(5):409-422.
Crofton, J., Horne, N., & Miller, F. (2002). Tuberkulosis Klinis. Dalam M. Harun , E.
Sutiono, T. Citraningtyas, P. Cho, & A. N. Abidin, Tuberkulosis Klinis. Jakarta:
Widya Medika.
Dinkes Banten. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Banten 2012. Dinas Kesehatan Provinsi
Banten.
77
Dinkes Tangsel. (2015). Laporan Bulanan (LB3). Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan.
Fatimah , S. (2008). Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB
Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sidareja, Cipari, Kedaungreja,
Patimunan, Gandrungmangu, Bantasari) Tahun 2008. Tesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro.
Fitriani, E. (2013). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru.
Unnes Journal of Public Health, Vol 2(1):1-6.
Guwatudde, D., Nakakeeto, M., Jones-Lopez, E., Maganda, A., Chiunda, A., Mugerwa, R.,
et al. (2003). Tuberculosis in Household Contacts of Infectious Cases in Kumpala,
Uganda. American Journal of Epidemiology, Vol 158(9):887-898.
Herijuliati, E., Indriani, T. S., & Artini, S. (2001). Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Hill, P. C., Sillah, D. J., Donkor , S. A., Otu, J., Adegbola, R. A., & Lienhardt, C. (2006). Risk
Factors for Pulmonary Tuberculosis: A Clinic-Based Case Control Study in The
Gambia. BMC Public Health, Vol 6(156):1-7.
Janson, C. (2004). The Effect of Passive Smoking on Respiratory Health in Children and
Adults. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, Vol
85(4):510-516.
Jekel, F. J., Katz, D. L., Elmore, J. G., & Wild, D. M. (2007). Epidemiology, Biostatistics, and
Preventive Medicine (third ed.). United States of America: Elsevier.
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementerian Kesehatan RI.
Khaliq A, IH, K., MW, A., & MN, C. (2015). Environmental Risk Factors and Social
Determinants of Pulmonary Tuberculosis in Pakistan. Epidemiology (sunnyvale),
Vol 5:(3):1-9.
Kolappan, C., & Gopi, P. G. (2002). Tobacco Smoking and Pulmonary Tuberculosis.
Tuberculosis Research Centre, India, Vol 57:964-966.
78
Kume, A., Kume, T., Masuda , K., Shibuya, F., & Yamazaki, H. (2009). Dose-dependent
Effect of Cigarette Smoke on Blood Biomarkers in Healthy Japanese Volunteers:
Observations from Smoking and Non-smoking. Journal of Health Science, Vol
55(2):259-264.
Kunoli, F. J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular: Untuk Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: TIM.
Kurniasari, R. S., Suhartono, & Cahyo, K. (2012). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru
di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, Vol 11(2):198-204.
Lanus, I. N., Suyasa, I. N., & Sujaya, I. N. (2014). Hubungan Antara Sanitasi Rumah
dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Bangli Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol 4(2):146-151.
Leung, C. C., Lam, T. H., Ho, K. S., Yew, W. W., Tam, C. M., Chan, W. M., et al. (2010).
Passive Smoking and Tuberculosis. Arch Intern Med, Vol 170(3):287-293.
Lienhardt, C., Fielding, K., Sillah, J., Bah , B., Gustafson, P., Warndorff, D., et al. (2005).
Investigation of the Risk Factors for Tuberculosis: A Case-control Study in Three
Countries in West Africa . International Journal of Epidemiology, (34) 914-927.
Lygizos, M., Shenoi, S. V., Brooks, R. P., Bhushan, A., Brust, J. C., Zelterman, D., et al.
(2013). Natural Ventilation Reduces High TB Transmission Risk in Traditional
Homes in Rural KwaZulu-Natal, South Africa. BMC Infectious Diseases, Vol
13(300):1-8.
Mahpudin, A., & Mahkota, R. (2007). Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis
dan Kejadian TBC Paru di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol
1(4):147-153.
Mandal, B. K., Wilkins, E. G., Dunbar, E. M., & Mayon-White, R. T. (2008). Lecture Notes:
Penyakit Infeksi (6th Ed), Alih Bahasa oleh Juwalita Surapsari. Jakarta: Erlangga.
Musadad, A. (2006). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dengan Penularan TB Paru
Kontak Serumah. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol 5:(3):486-496.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nelson, K. E., Williams , C. M., & Graham, N. M. (2005). Infectious Disease Epidemiology:
theory and practice. Boston: Jones and Bartlett Publisher.
79
NIAID. (2012, 5 Maret). Tuberculosis (TB) Cause. Dipetik 7 Mei, 2016, dari National
Institute of Allergy and Infectious Disease:
https://www.niaid.nih.gov/topics/tuberculosis/understanding/pages/cause.aspx
Nisa, H. (2007). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Noorkasiani, Heryati, & Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Notoatmojo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
PPTI. (2012, 8 Maret). Indonesia Darurat Tuberkulosis. Dipetik 18 April, 2016, dari
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
Purba, J. (2005). pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rosiana, A. M. (2013). Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, Vol 2(1):1-8.
Ruswanto, B. (2010). Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau dari
Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan. Tesis,
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Balai Pustaka.
Savicevic, A. J., Mulic, R., Ban, B., Kozul, K., Ivcek, L. B., Valic, J., et al. (2013). Risk Factors
for Pulmonary Tuberculosis in Croatia:A Matched Case-Control Study. BMC
Public Health, Vol 13(991):1-8.
Sejati , A., & Sofiana, L. (2015). Faktor-faktor Terjadinya Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol 10:(2):122-128.
Setiarni, S. M., Sutomo, A. H., & Hariyono, W. (2011). Hubungan antara Tingkat
Pengetahuan, Status Ekonomi. dan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Tuan-Tuan
Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Kesmas UAD, 162-232.
Setiowati, T., & Furqonita, D. (2007). Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press.
Simbolon, D. (2007). Faktor Risiko Tuberculosis Paru di Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 2(3):112-119.
Sulistyaningsih. (2011). Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Suryo, J. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First.
80
Tulchinsky, T., & Varavikova, E. (2014). The New Public Health Third Edition. San Diego:
Elsevier,Academic Press.
Watanabe, N., Fukushima, M., Taniguchi, A., Okumura, T., Nomura, Y., Nishimura, F., et
al. (2011). Smoking, White Bood Cell Counts,and TNF System Activity in Japanese
Subjects with Normal Glucose Tolerance. BMC Journal, Vol 9(12):1-6.
Wenas, A. R., Kandou, G. D., & Rombot, D. V. (2015). Hubungan Perilaku dengan
Kejadian TB Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, Vol 3:82-89.
WHO. (2013). Nutritional Care and Support for Patients with Tuberculosis. World Health
Organization.
WHO. (2015). Global Tuberculosis Report 2015. World Health Organization.
WHO. (2015). HIV-Associated Tuberculosis. World Health Organization.
Widoyono. (2008). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Wijaya , A. A. (2012). Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol 8,18-
23.
Wulandari , A. A., Nurjazuli, & Adi, M. S. (2015). Faktor Risiko dan Potensi Penularan
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia, 7-13.
Wulandari, S. (2012). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru. Unnes Journal of Public Health, Vol 1(1):41-44.
81
LAMPIRAN
Informed Consent
Assalamualaikum wr.wb
Kami, mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan jurusan Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian
terkait dengan hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian
TB Paru di Wiayah Kerja Puskesmas Pamulang.
Dalam penelitian ini bapak/ibu terpilih sebagai responden/partisipan
berdasarkan data puskesmas. Bapak/ibu diharapkan dapat memberikan informasi
dan bersedia dilakukan pengukuran terkait lingkungan rumah Bapak/Ibu.
Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu
bersedia dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah
disediakan. Atas perhatian Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb
Jakarta, September 2016
(.....................................)
A. Identitas Responden
A1 Nama Lengkap
A2 Tgl Pengisian
A3
Alamat : ..............................
No...........Rt..........Rw.............
Kelurahan...................
Kecamatan Pamulang
A4
Jenis Kelamin
1. Laki-Laki
2. Perempuan
A5 Pendidikan Terakhir
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
A6 Umur A7 Berat Badan .............Tinggi Badan ..............
B. Pengetahuan
B1 Menurut bapak/ibu apa yang dimaksud penyakit Tubekulosis Paru?
1. Penyakit flu/batuk akibat minuman dingin/es
2. Penyakit batuk berdahak terkadang bercampur darah
3. Penyakit batuk-batuk akibat rokok
B2 Menurut bapak/ibu apa yang menjadi penyebab penyakit
Tuberkulosis?
1. Debu dan udara kotor
2. Bakteri/Kuman
3. Makanan
B3 Menurut bapak/ibu bagaimana gejala atau tanda terkena penyakit
tuberkulosis? (boleh pilih lebih dari satu)
1. Pusing dan mual
2. Batuk berdahak selama 3 minggu, nyeri dada dan sesak nafas
3. Demam dan meriang
4. Nafsu makan menurun dan berkeringat pada malam hari
5. Batuk dan gatal tenggorokan
B4 Menurut bapak/ibu bagaimanakah cara penyakit Tuberkulosis Paru
dapat menular?
1. Melaui Makanan mengandung pengawet
2. Melalui Air yang kotor
3. Melalui Udara
B5 Menurut bapak/ibu, apakah dapat tertular penyakit Tuberkulosis Paru
jika tidur sekamar dengan penderita/pasien Tuberkulosis Paru?
1. Tidak
2. Ya
B6 Menurut bapak/ibu apakah sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah dapat mencegah timbulnya penyakit tuberkulosis?
1. Tidak
2. Ya
B7 Menurut bapak/ibu bagaimana kondisi ventilasi rumah yang baik?
1. Harus ada disetiap ruangan
2. Minimal 10% dari luas lantai
3. Yang penting ada agar tidak pengap/bau
B8 Menurut bapak/ibu apakah imunisasi BCG dapat mencegah
terjadinya penyakit tuberkulosis?
1. Tidak
2. Ya
B9 Menurut bapak/ibu Tuberkulosis Paru dapat disembuhkan apabila?
1. Berobat ketika kambuh dan merasa sakit
2. Berobat secara rutin selama minimal 2 bulan
3. Berobat secara rutin selama minimal 6 bulan
B10 Menurut bapak/ibu, apakah minum obat Tuberkulosis Paru perlu
didampingi oleh kerabat/kader/yang lainnya?
1. Tidak, karena bisa diminum sendiri dan tidak akan lupa
2. Ya, agar diminum secara teratur
3. Tidak tahu
C. Kebiasaan Merokok
C1 Apakah Bapak/Ibu Merokok? (Jika Tidak lanjut ke point D)
0. Tidak Merokok
1. Ya
C2 Sejak usia berapa Bapak/Ibu merokok
........................
C3 Sudah berapa lama Bapak/Ibu Merokok?
........................ (tahun)
C4 Berapa batang jumlah rokok yang Bapak/Ibu konsumsi per hari?
..........................
D. Imunisasi BCG
D1 Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan imunisasi BCG (Observasi
tanda/bekas luka imunisasi di lengan)?
0. Tidak Pernah
1. Pernah
E. Kebiasaan Membuka Jendela
E1 Apakah jendela rumah bapak/ibu selalu dibuka pada siang hari?
0. Tidak
1. Kadang-kadang
2. Ya
F. Kebiasaan Menjemur Kasur
F1 Apakah bapak atau ibu memiliki kebiasaan menjemur
kasur/bantal/guling?
0. Tidak
1. Ya
F2 Intensitas menjemur kasur
0. Sebulan sekali
1. Dua minggu sekali
2. Seminggu sekali
3. Lainnya.................. (sebutkan)
G. Riwayat Kontak
G1 Apakah bapak/ibu pernah memiliki anggota keluarga yang menderita
penyakit Tuberkulosis Paru?
0. Ya
1. Tidak
H. Kepadatan Hunian
H1 Luas Rumah ..............m2
Jumlah Penghuni ..........orang
I. Luas Ventilasi
I1 Luas Lantai rumah ................m2
Luas Ventilasi rumah..............m2
Pengetahuan
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 TOTB
B1 Pearson Correlation 1 .257 .277 .117 .592** .505
** .196 .208 -.122 -.145 .627
**
Sig. (2-tailed) .171 .139 .539 .001 .004 .299 .270 .522 .443 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B2 Pearson Correlation .257 1 .233 .351 .167 -.056 .148 .085 -.141 .311 .485**
Sig. (2-tailed) .171 .216 .057 .378 .767 .434 .656 .456 .094 .007
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B3 Pearson Correlation .277 .233 1 .162 .241 .383* .225 .158 .113 .165 .648
**
Sig. (2-tailed) .139 .216 .392 .199 .037 .232 .406 .554 .382 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B4 Pearson Correlation .117 .351 .162 1 .141 .055 .203 .327 -.050 .200 .442*
Sig. (2-tailed) .539 .057 .392 .457 .775 .281 .077 .795 .288 .015
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B5 Pearson Correlation .592** .167 .241 .141 1 .585
** .146 .123 -.112 .075 .626
**
Sig. (2-tailed) .001 .378 .199 .457 .001 .441 .517 .556 .692 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
UJI VALIDITAS & RELIABILITAS
B6 Pearson Correlation .505** -.056 .383
* .055 .585
** 1 .056 .306 .227 -.068 .620
**
Sig. (2-tailed) .004 .767 .037 .775 .001 .767 .101 .227 .721 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B7 Pearson Correlation .196 .148 .225 .203 .146 .056 1 .056 -.244 .380* .473
**
Sig. (2-tailed) .299 .434 .232 .281 .441 .767 .767 .194 .038 .008
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B8 Pearson Correlation .208 .085 .158 .327 .123 .306 .056 1 .227 .102 .499**
Sig. (2-tailed) .270 .656 .406 .077 .517 .101 .767 .227 .591 .005
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B9 Pearson Correlation -.122 -.141 .113 -.050 -.112 .227 -.244 .227 1 -.093 .058
Sig. (2-tailed) .522 .456 .554 .795 .556 .227 .194 .227 .626 .760
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
B10 Pearson Correlation -.145 .311 .165 .200 .075 -.068 .380* .102 -.093 1 .380
*
Sig. (2-tailed) .443 .094 .382 .288 .692 .721 .038 .591 .626 .038
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTB Pearson Correlation .627** .485
** .648
** .442
* .626
** .620
** .473
** .499
** .058 .380
* 1
Sig. (2-tailed) .000 .007 .000 .015 .000 .000 .008 .005 .760 .038
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.674 10
Usia * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Usia 15-55 th Count 25 23 48
% within K_TBParu 89.3% 69.7% 78.7%
>55 th Count 3 10 13
% within K_TBParu 10.7% 30.3% 21.3%
Total Count 28 33 61
% within K_TBParu 100.0% 100.0% 100.0%
JK * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
JK Laki-laki Count 17 15 32
% within K_TBParu 60.7% 45.5% 52.5%
Perempuan Count 11 18 29
% within K_TBParu 39.3% 54.5% 47.5%
Total Count 28 33 61
% within K_TBParu 100.0% 100.0% 100.0%
ANALISIS UNIVARIAT
1. Kejadian TB Paru
Statistics
K_TBParu
N Valid 61
Missing 0
K_TBParu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TB Paru 28 45.9 45.9 45.9
Bukan TB Paru 33 54.1 54.1 100.0
Total 61 100.0 100.0
2. Pengetahuan
Descriptives
Statistic Std. Error
Ptahuan Mean 6.02 .293
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.43
Upper Bound 6.60
5% Trimmed Mean 6.11
Median 6.00
Variance 5.250
Std. Deviation 2.291
Minimum 0
Maximum 10
Range 10
Interquartile Range 3
Skewness -.528 .306
Kurtosis -.050 .604
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pngthn2 .135 61 .008 .951 61 .016
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics
Pengetahuan
N Valid 61
Missing 0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 25 41.0 41.0 41.0
Baik 36 59.0 59.0 100.0
Total 61 100.0 100.0
3. Merokok
Statistics
Merokok
N Valid 61
Missing 0
Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perokok Berat 6 9.8 9.8 9.8
Perokok Ringan 55 90.2 90.2 100.0
Total 61 100.0 100.0
4. Kebiasaan Membuka Jendela
Statistics
Buka_Jendela
N Valid 61
Missing 0
Buka_Jendela
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 29 47.5 47.5 47.5
Ya 32 52.5 52.5 100.0
Total 61 100.0 100.0
5. Kebiasaan Menjemur Kasur
Statistics
Jemur_Kasur
N Valid 61
Missing 0
Jemur_Kasur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 31 50.8 50.8 50.8
Ya 30 49.2 49.2 100.0
Total 61 100.0 100.0
6. Riwayat Kontak Serumah
Statistics
Riw_Kontak
N Valid 61
Missing 0
Riw_Kontak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada 27 44.3 44.3 44.3
Tidak Ada 34 55.7 55.7 100.0
Total 61 100.0 100.0
7. Kepadatan Hunian
Statistics
Kepadatan
N Valid 61
Missing 0
Kepadatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 14 23.0 23.0 23.0
Memenuhi Syarat 47 77.0 77.0 100.0
Total 61 100.0 100.0
8. Luas Ventilasi
Statistics
L_Ventilasi
N Valid 61
Missing 0
L_Ventilasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenihi Syarat 31 50.8 50.8 50.8
Memenuhi Syarat 30 49.2 49.2 100.0
Total 61 100.0 100.0
ANALISIS BIVARIAT
1. TB Paru dan Pengetahuan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Pengetahuan * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Pengetahuan Buruk Count 9 16 25
% within Pengetahuan 36.0% 64.0% 100.0%
Baik Count 19 17 36
% within Pengetahuan 52.8% 47.2% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Pengetahuan 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.673a 1 .196
Continuity Correctionb 1.065 1 .302
Likelihood Ratio 1.687 1 .194
Fisher's Exact Test .296 .151
Linear-by-Linear Association 1.645 1 .200
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,48.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan
(Buruk / Baik) .503 .177 1.433
For cohort K_TBParu = TB
Paru .682 .372 1.252
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru 1.355 .861 2.133
N of Valid Cases 61
2. TB Paru dan Merokok
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Merokok * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Merokok * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Merokok Perokok Berat Count 3 3 6
% within Merokok 50.0% 50.0% 100.0%
Perokok Ringan Count 25 30 55
% within Merokok 45.5% 54.5% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Merokok 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .045a 1 .832
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .045 1 .832
Fisher's Exact Test 1.000 .582
Linear-by-Linear Association .044 1 .833
N of Valid Casesb 61
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Merokok
(Perokok Berat / Perokok
Ringan)
1.200 .222 6.478
For cohort K_TBParu = TB
Paru 1.100 .470 2.576
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru .917 .397 2.114
N of Valid Cases 61
3. TB Paru dan Kebiasaan membuka jendela
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Buka_Jendela * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Buka_Jendela * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Buka_Jendela Tidak Count 16 13 29
% within Buka_Jendela 55.2% 44.8% 100.0%
Ya Count 12 20 32
% within Buka_Jendela 37.5% 62.5% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Buka_Jendela 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.913a 1 .167
Continuity Correctionb 1.268 1 .260
Likelihood Ratio 1.922 1 .166
Fisher's Exact Test .204 .130
Linear-by-Linear Association 1.882 1 .170
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,31.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Buka_Jendela (Tidak / Ya) 2.051 .737 5.709
For cohort K_TBParu = TB
Paru 1.471 .845 2.562
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru .717 .442 1.165
N of Valid Cases 61
4. TB Paru dan Kebiasaan Menjemur Kasur
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jemur_Kasur * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Jemur_Kasur * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Jemur_Kasur Tidak Count 18 13 31
% within Jemur_Kasur 58.1% 41.9% 100.0%
Ya Count 10 20 30
% within Jemur_Kasur 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Jemur_Kasur 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.755a 1 .053
Continuity Correctionb 2.825 1 .093
Likelihood Ratio 3.798 1 .051
Fisher's Exact Test .073 .046
Linear-by-Linear Association 3.694 1 .055
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,77.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jemur_Kasur
(Tidak / Ya) 2.769 .977 7.848
For cohort K_TBParu = TB
Paru 1.742 .968 3.136
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru .629 .387 1.022
N of Valid Cases 61
5. TB Paru dan Riwayat Kontak
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riw_Kontak * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Riw_Kontak * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Riw_Kontak Ada Count 17 10 27
% within Riw_Kontak 63.0% 37.0% 100.0%
Tidak Ada Count 11 23 34
% within Riw_Kontak 32.4% 67.6% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Riw_Kontak 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.678a 1 .017
Continuity Correctionb 4.513 1 .034
Likelihood Ratio 5.753 1 .016
Fisher's Exact Test .022 .016
Linear-by-Linear Association 5.585 1 .018
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,39.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Riw_Kontak
(Ada / Tidak Ada) 3.555 1.230 10.273
For cohort K_TBParu = TB
Paru 1.946 1.105 3.426
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru .548 .318 .943
N of Valid Cases 61
6. TB Paru dan Kepadatan hunian
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepadatan * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
Kepadatan * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
Kepadatan Tidak Memenuhi Syarat Count 6 8 14
% within Kepadatan 42.9% 57.1% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 22 25 47
% within Kepadatan 46.8% 53.2% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within Kepadatan 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .068a 1 .795
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .068 1 .794
Fisher's Exact Test 1.000 .520
Linear-by-Linear Association .067 1 .796
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kepadatan
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
.852 .256 2.840
For cohort K_TBParu = TB
Paru .916 .465 1.802
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru 1.074 .634 1.820
N of Valid Cases 61
7. TB Paru dan Luas Ventilasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
L_Ventilasi * K_TBParu 61 100.0% 0 .0% 61 100.0%
L_Ventilasi * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu
Total TB Paru Bukan TB Paru
L_Ventilasi Tidak Memenihi Syarat Count 14 17 31
% within L_Ventilasi 45.2% 54.8% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 14 16 30
% within L_Ventilasi 46.7% 53.3% 100.0%
Total Count 28 33 61
% within L_Ventilasi 45.9% 54.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .014a 1 .906
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .014 1 .906
Fisher's Exact Test 1.000 .555
Linear-by-Linear Association .014 1 .907
N of Valid Casesb 61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,77.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for L_Ventilasi
(Tidak Memenihi Syarat /
Memenuhi Syarat)
.941 .344 2.577
For cohort K_TBParu = TB
Paru .968 .561 1.669
For cohort K_TBParu =
Bukan TB Paru 1.028 .647 1.633
N of Valid Cases 61
FRAME SAMPLING
NO NAMA ALAMAT KET UMUR JK 1 Imas Jl Pajajaran no 20 02/02 P.Barat TS 40 P
2 Ruhyat Jl waru II rt 02/03 P.Barat TS 23 P
3 Nuridah Jl Waru II 02/03 P.Barat TS 47 P
4 Hindra P.Barat 02/03 TS 38 L
5 M Sholikan P.Barat 02/03 TS 30 L
6 Hermawan P.Barat jl swadaya 02/05 S 42 L
7 Fikri P.Barat Jl Waru II 03/03 TS 32 L
8 Eka Jl Waru II 03/03 P.Barat TS 26 P
9 Hamdani jl Sujun 03/05 PB S 48 L
10 Syahela P Permai I E75/30 rt 04/4 Pamulang Barat TS 73 L
11 Agus P.Barat 01/04 S 46 L
12 Maesunah P.Barat 01/04 S 24 P
13 Hasni P.Barat 01/04 TS 61 L
14 Nurhayati P.Barat Jl mede I 02/04 TS 41 P
15 Ismawati jl waru I rt 03/04 pamulang barat S 28 P
16 Limaria P.Barat 04/04 S 26 P
17 Tafsirudin P.Barat 07/04 no 8 TS 61 L
18 Yuniarsih PB 01/05 S 68 P
19 Nana Jl Ketapang 06/05 P.Barat TS 41 L
20 Suhaeri Jl reni jaya 07/05 S 44 L
21 Agung P.Barat 07/05 S 36 L
22 Ahmad Gunawan Jl Ketapang 07/05 P.Barat TS 44 L
23 Amsar gg mandor 01/06 PB TS 45 L
24 Heri 01/06 PB TS 48 L
25 Elfrinda Reni jaya 01/06 P.Barat S 39 P
26 Sugiman P.Barat 01/06 S 46 L
27 Siti Jl Surya Kencana 01/06 P.Barat TS 43 P
28 Hayati P.Barat 01/06 TS 40 P
29 Ayu Irianih P.Barat Jl.Kemuning 02/06 TS 26 P
30 Fauzi Jl Kemuning 02/06 P.Barat S 16 L
31 Ayu P.Barat Jl Kemuning 02/06 TS 21 P
32 Iis P.Barat 04/06 TS 40 P
33 Mariam Jl Surya Kencana 03/06 P.Barat TS 45 P
34 Hernawati Jl Kemuning IV 05/06 P.Barat TS 43 P
35 Winarti P.Barat 02/07 S 41 P
36 Slamet P.Barat 03/07 TS 33 L
37 Zuhdi Suprianto jl beringin 1 no 59 rt 03/07 pamulang barat S 31 L
38 Salimun Jl Beringin 03/07 S 22 L
NO NAMA ALAMAT KET UMUR JK 39 Rusdia Pamulang Barat 05/07 TS 39 P
40 Irasari P.Barat 01/08 S 35 P
41 Bagus P Barat 01/08 TS 25 L
42 Siti Jubaidah Pamulang Barat Jl Vila Dago 01/08 TS 45 P
43 Abdul Ramat P.Barat 02/08 S 57 L
44 Bakir A P.Barat 02/08 S 52 L
45 Imam S P.Barat 03/08 TS 24 L
46 Nati P.Barat Jl Alam Segar 03/08 S 56 P
47 Nanang P.Barat 04/08 S 42 L
48 Sergi Jl Pamulang Barat 04/08 S 20 L
49 Tuminah alam segar 2 rt04/08 pamulang barat S 44 P
50 Asep Reni Jaya Jl Kemiri blok AD 8/12 P.Barat S 32 L
51 Khomson P.Barat 01/12 TS 38 P
52 Parulian P. Barat 03/12 TS 42 L
53 Rita P.Permai 04/15 Pamulang Barat TS 59 P
54 Ridho P.Barat Jl Pamulang V 05/15 atau PP blok
B14/16 S 15 L
55 Eklas P.Barat 03/15 TS 47 L
56 Hartini P.Barat 06/16 TS 52 L
57 Riha P.Barat 01/17 TS 42 P
58 Mariani P.Barat 07/17 TS 57 P
59 Rahma Reni Jaya B. 9/17 P.Barat TS 69 P
60 Vina gg anggrek 02/18 P.Barat TS 21 P
61 Suwarsih Reni Jaya 05/20 P.Barat TS 62 P
62 Zenita Reni jaya 06/20 P.Barat TS 48 P
63 Ardi Reni Jaya B AG 3 no 23 rt 04/21 P.Barat TS 31 L
64 Nifdi Jl Lembah Pinus B3 no 8 P.Barat 05/24 TS 15 L
65 Suryani Jl Puri Pamulang 01/025 P.Barat TS 42 P
66 Clara P.Barat 01/25 S 20 P
67 Oos P.Barat 01/01 TS 23 P
68 Tati Pamulang permai blok A1/6 S 51 P
69 Iwan P.Barat Jl Kemuning 3 TS 30 L
70 Tuti Pamulang Permai I 24/22 TS 62 P
71 Dita Reni Jaya AH 7/2 S 20 P
72 Wakini Pamulang Permai blox i no 13 S 64 P
73 Budiman P.Permai I blok B no 7 TS 60 L
74 Nanda Suci Elkasa jl talas II PCI 01/01 S 20 P
75 nurhayati jl talas II PCI 01/01 TS 36 P
76 Ramdoni Jl Talas II 02/01 PCI TS 48 L
77 Ulin Jl Talas III 02/01 no 15 PCI TS 30 P
NO NAMA ALAMAT KET UMUR JK 78 Amin PCI 03/01 TS 52 L
79 syahril jl talas II rt 03/01 PCI S 47 L
80 Suyono Jl Talas IV PCI 06/01 TS 48 L
81 Eeu Jl Talas IV PCI 06/01 TS 46 P
82 Mubait jl lombok 06/01 TS 54 L
83 Ema PCI 02/02 S 21 P
84 Nurhayati PCI 02/02 S 39 P
85 Tati PCI 03/02 TS 54 P
86 Mukajar PCI 03/02 TS 47 L
87 Rumaidan PCI 01/03 TS 64 L
88 Siti PCI 02/03 TS 49 L
89 Hardani Jl Selada I 04/03 PCI TS 60 P
90 Tinem PCI 05/03 TS 52 P
91 Nimah PCI 05/03 TS 55 P
92 Marmin PCI 06/03 TS 70 L
93 Aisah PCI 01/04 TS 17 P
94 Yuyun jl trubus II 01/04 PCI S 50 P
95 Anita PCI 02/04 S 26 P
96 Susilo Ego Penatas jl trubus I PCI 03/04 TS 29 l
97 Titi PCI 03/04 TS 36 P
98 Didin Zainal jl cabe 1 rt 04/04 PCI S 47 L
99 Bambang Haryono jl trubus II 04/04 PCI S 27 L
100 Ranih PCI 04/04 TS 50 P
101 Syarip Jl Kentang 04/04 PCI TS 42 L
102 Titin PCI 02/05 TS 46 P
103 Maryori PCI 03/05 TS 59 L
104 Wukayat PCI 03/5 2I S 37 L
105 Subur PCI 03/05 TS 38 L
106 Zein Jl Sawi 03/05 PCI S 38 L
107 Suhartomo Jl Sawi 03/05 PCI TS 26 L
108 Ahmad PCI rt 05/05 TS 34 L
109 Minan PCI 06/05 TS 75 L
110 Hardri PCI Jl Cabe IV 01/06 TS 28 L
111 Rizkia Ilham PCI 01/06 S 24 L
112 Muhaimin PCI 03/07 S 68 L
113 Farida PCI 03/09 TS 43 P
114 Aan Jl Talas V 03/09 PCI S 33 P
115 M.Yasin jl talas 1 PCI 01/10 S 50 L
116 Sayan PCI rt 04/11 S 69 L
117 Karsinah PCI Jl Cabe Ilir 06/11 TS 35 P
NO NAMA ALAMAT KET UMUR JK 118 Hermansyah Jl Kubu IV PCI TS 18 L
119 Dul PCU 03/01 TS 50 L
120 Himari jl Kayu Putih 04/01 PCU TS 27 L
121 Olis PCU 04/01 TS 29 P
122 Arjo PCU 06/01 TS 66 L
123 Lilis PCU 06/01 TS 36 P
124 Daryanto PCU 06/01 S 76 L
125 Suherma PCU 01/02 TS 33 L
126 Herman Setiawan PCU 01/02 TS 60 L
127 Sawiyah PCU 01/02 TS 52 P
128 Muhammad Zen PCU 02/02 no 31 S 38 L
129 Rusminah PCU 02/02 TS 58 P
130 Indah PCU 02/02 TS 52 P
131 Ramalih PCU 09/02 TS 43 P
132 Linan jl kemiri 8 rt 01/04 PCU S 35 L
133 Suwarno PCU 05/04 TS 62 L
134 Nurami PCU 01/05 S 51 L
135 Atikah PCU 03/05 TS 55 P
136 Acip PCU 03/05 TS 59 L
137 Sukeri PCU 04/05 TS 66 L
138 Narawi PCU 04/05 TS 56 L
139 Lela Pratiwi PCU 07/05 S 23 P
140 Sri Kadaruati PCU 02/08 TS 70 P
141 Sutiyah PCU 01/09 S 43 P
142 Bella Kp Baru 02/10 PCU TS 21 P
143 Mudiyatun PCU Rt 02/10 TS 48 P
144 Pami PCU 03/10 TS 54 P
145 Prana PCU 03/10 S 24 L
146 Suryadi gg Puri 02/02 Pamulang Timur TS 39 L
147 Decky Jl Pinang 01/03 P.Timur S 23 L
148 Siti Warsah gg pinang P.Timur 01/03 S 36 P
149 Safitri Gg Pinang 02/03 P.Timur TS 30 P
150 Natan P.Timur 02/03 TS 48 L
151 Syahrul P.Timur 05/03 TS 20 L
152 Windarsih P.Timur 01/06 TS 47 P
153 Kusmanih P.Timur 05/07 TS 41 P
154 Darian P.Timur 03/08 Agsana TS 22 L
155 Mursali P.Timur 03/11 TS 59 P
156 Sarmanih P.Timur 3/14 TS 59 P
157 Mukhtar P.Timur 01/16 TS 48 L
NO NAMA ALAMAT KET UMUR JK 158 Najarudin jl akasia P.Timur 02/18 S 41 L
159 Gusnadi P.Timur 08/18 TS 40 L
160 Anang Jl Pinang 02/20 P.Timur TS 60 L
161 Nurali P.Timur 02/022 S 40 L
162 M. Aripin jl pinus asri A1/34 rt02/23 pamulang timur S 50 L
163 Sindauli P.Timur TS 73 P