1
HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN POLA ASUH
AUTHORITARIAN ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI PADA
REMAJA KELAS XII SMA KRISTEN PAYETI DI SUMBA TIMUR
OLEH
OLISIANI NDUA RAMA
80 2009 602
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
2
3
4
5
6
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan anatara kecenderungan
pola asuh authoritarian orang tua dengan konsep diri pada remaja kelas XII SMA
Kristen Payeti di Sumba Timur yang berjumlah 77 siswa. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan angket. Teknik analisa data
yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada hubungan negatif dan signifikan antara kecenderungan pola asuh
authoritarian orang tua dengan konsep diri remaja kelas XII SMA Kristen Payeti di
Sumba Timur dengan koefisien korelasi (r) sebesar -0,121 dengan signifikansi
sebesar 0,147 (p > 0,05). Hal ini bermakna bahwa tidak ada hubungan antara pola
asuh authoritarian dan konsep diri pada siswa SMA Kristen Payeti di Sumba Timur.
Kata Kunci: Pola Asuh Authoritarian, Konsep Diri.
i
7
Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between the tendency
authoritarian parenting parents with adolescent self-concept on class XII SMA Kristen
Payeti in East Sumba which tataling 77 students. Data collection techniques in this
study conducted by distributing questionnaires. Data analysis technique used was
product moment of correlation technique. Results from this study showed no significant
negative correlation between the tendency authoritarian parenting parents with
adolescent self-concept class SMA Kristen Payeti in East Sumba with a correlation
coefficient (r) of -0.121 with a significance of 0.147 (p> 0.05). This means that there is
no relationship between Authoritarian parenting and self-concept in students SMA
Kristen Payeti in East Sumba.
Keywords: Authoritarian Parenting, Self-Concept
ii
8
PENDAHULUAN
Remaja adalah bagian dari masa perkembangan dalam kehidupan. Dalam masa
ini pada umumnya remaja ditandai oleh perubahan-perubahan fisik yang juga
dimulai dengan proses perkembangan psikis remaja, di mana mereka mulai
melepaskan diri dari ikatan dengan orang tuanya dan mulai menyesuaikan diri
dengan masyarakat (Gunarsa, 1980). Menurut Monks (2000) masa remaja dibagi
menjadi beberapa fase, yaitu usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18
adalah masa remaja pertengahan dan usia 18-21 adalah masa remaja akhir. Dalam
fase ini remaja memiliki tugas perkembangan remaja. Tugas itu antara lain:
mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman, baik pria maupun wanita
dalam mencapai peran sosial mereka, dan diharapkan remaja dapat menacapai
kemandirian emosional dari orang tua dan dewasa lainnya Havighurst ( dalam
Gunarsa ,1980). Disamping itu, Erikson (dalam Gunarsa, 1980) menyatakan bahwa
tugas utama yang dihadapi remaja adalah membentuk identitas personal yang stabil,
kesadaran yang meliputi perubahan dalam pengalaman dan peran yang mereka
miliki, dan memungkin mereka untuk menjembatani masa kanak - kanak yang telah
mereka lewati dan masa remaja yang akan mereka masuki.
Kemudian pada masa remaja ini pun diawali dengan tanda datangnya pubertas,
yaitu proses bertahap yang mengubah kondisi fisik dan psikologis. Pada masa
pubertas dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada remaja adalah
berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan
sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja. Masa pubertas ini
merupakan periode yang singkat, namun bagi sebagian orang dianggap sebagai
9
periode yang sulit bagi remaja dan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis
remaja di masa selanjutnya (Agustiani, 2006).
Dari penjelasan di atas, secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat
ini masih dalam tahap mencari jati diri. Di mana identitas diri yang dicari remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di dalam
masyarakat. Seorang remaja yang mempunyai pandangan-pandangan tentang dirinya
lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain
(Taylor, Comb & Snygg, dalam Agustiani, 2006).
Dari beberapa gambaran pandangan remaja mengenai diri mereka di atas, dapat
dikatakan bahwa remaja memiliki pandangan mengenai konsep diri mereka. Selain
gambaran remaja mengenai diri mereka tersebut di atas, remaja di Sumba Timur,
khususnya di Sekolah Menengah Atas Kristen Payeti, yakni pada siswa remaja yang
duduk di bangku kelas III, di mana berdasarkan observasi dan wawancara dengan
beberapa siswa ditemukan bahwa terdapat siswa remaja yang memiliki konsep diri,
yakni setia dalam mengikuti ibadah di sekolah dan taat pada aturan sehingga tidak
berlaku bolos sekolah, selalu mengikuti pelajaran dengan baik dan rajin
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Terdapat juga siswa yang selalui
bersikap ramah dan mudah bergaul dengan orang-orang disekitarnya, dan juga ada
siswa yang memiliki kompeten dalam mata pelajaran tertentu ia tidak segan dalam
membantu teman-temannya yang belum memahami pelajaran dengan baik.
Namun, disisi lain, remaja memiliki pandangan yang negatif mengenai diri
mereka. Misalnya, ada siswa yang tidak memiliki kepercayaan diri dan keberanian
dalam mengeluarkan pendapat di kelas, merasa minder dan malu saat tidak dapat
mengerjakan sesuatu, mudah untuk menyerah sehingga mereka cenderung untuk
10
tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan akhirnya berdampak pada hasil
akademik mereka. Misalnya, ada siswa yang tidak tuntas pada beberapa mata
pelajaran di sekolah, bahkan ada siswa yang tidak naik kelas dan terpaksa
dipindahkan ke sekolah lain. Disamping itu, sebagian siswa merasa cemas karena
terkadang mereka tidak dapat mengetahui apa yang berarti dalam kehidupan mereka.
Selain itu, di lingkungan rumah siswa-siswa tersebut sering merasa rendah diri
karena mereka jarang diberi pujian dari orang tua mereka dan mereka biasa dihina,
dipukuli, dimarahi sehingga membuat mereka berpikir bahwa mereka tidak berguna.
Perilaku dan sikap remaja yang negatif menggambarkan bahwa remaja memiliki
konsep diri yang negatif. Hal ini sesuai dengan Respati, Yulianto dan Widiana
(2006) bahwa konsep diri negatif pada siswa disebabkan karena siswa sulit untuk
menerima diri sendiri, sering menolak diri, dan sulit menyesuaikan diri. Disamping
itu, Dewi, Garminah dan Jampel (2013) mengatakan siswa yang memiliki konsep
diri negatif ditandai dengan ketidakyakinan siswa terhadap kemampuan yang
dimiliki, sehingga mereka tidak percaya diri jika guru memberikan pertanyaan.
Selanjutnya, siswa merasa malu-malu jika ingin menjawab pertanyaan, karena siswa
merasa takut jika jawaban itu salah. Kemudian dengan siswa memandang dirinya
selalu tidak mampu, maka ini berpengaruh dengan prestasi belajar pada siswa
tersebut. Hal-hal tersebut menurut Dewi, et al. (2013) karena konsep diri siswa yang
negatif membuat mereka cenderung memiliki perasaan pesimis. Konsep diri yang
negatif pula membuat siswa kurang memiliki kontrol diri dan mempunyai tingkat
kecemasan yang tinggi dan berdampak pada prestasi belajar (Miller, 1999).
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka dapat dikatakan siswa
mengalami masalah dengan konsep diri mereka, yang disebabkan oleh ciri negatif,
11
yakni cenderung merasa cemas, merasa diri tidak diterima, selalu merasa tidak
mampu, peka terhadap kritik, kurang memiliki motifasi belajar, dan menghindar dari
keadaan-keadaan sulit untuk tidak “gagal”. Sebab siswa yang memandang dirinya
negatif cenderung berperilaku negatif. Sebagaimana seseorang yang mempunyai
konsep diri negatif memandang dirinya lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup (Dewi et al., t.t).
Konsep diri remaja dengan demikian menjadi penting karena konsep diri
merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk
melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan
(Agustiani, 2006). Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Ogunlade (n.d) bahwa
lingkungan memengaruhi konsep diri remaja. Remaja yang memiliki konsep diri
yang positif akan tampil lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi.
Sebaliknya remaja yang mengembangkan konsep diri negatif, mempunyai kesulitan
dalam menerima dirinya sendiri, sering menolak dirinya serta sulit bagi mereka
untuk melakukan penyesuaian diri yang baik. Melalui konsep diri yang positif akan
membantu remaja dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan sebaliknya
remaja yang mempunyai konsep diri yang negatif akan kesulitan dalam
menyelesaikan masalahnya (Montana, dalam Respati et al, 2006). Konsep diri
merupakan hal yang penting karena dengan konsep diri akan membantu individu
untuk mengenali dirinya baik itu dari sisi positif dan negatif, serta apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukannya. Dengan kata lain, konsep diri yang tepat merupakan
alat kontrol positif bagi sikap dan perilaku seseorang (Harian Suara Merdeka, 23
November 2002, dalam Respati et al, 2006).
12
Selain itu, konsep diri remaja penting karena remaja yang mempunyai konsep
diri yang positif memiliki kecemasan yang rendah, lebih tekun belajar dan aktif di
kelas, serta mempunyai harapan untuk berhasil di masa depan (Sancez & Roda, n.d).
Ini berarti bahwa siswa dengan konsep diri yang positif mempunyai ciri, yakni
mampu menyesuaikan diri, bertindak berdasarkan moral yang baik, meyakini nilai-
nilai dan prinsip tertentu dan bersedia mempertahankannya, peka terhadap
kebutuhan orang lain, menerima orang lain dengan hangat dan penuh penghargaan
Hurlock ( dalam Anggoro, 2010). Hal ini juga didukung oleh Andayani dan Afiatin
(1996) bahwa konsep diri membantu remaja untuk berinteraksi sosial dan berhasil
dalam berelasi di lingkungan sosial tersebut.
Hal tersebut di atas, didukung oleh hasil penelitian dari Sahranavad dan Hassan
(2012) bahwa konsep diri yang positif dapat meningkatkan perilaku positif siswa,
sehingga mereka mempunyai kepercayaan diri dalam membangun relasi diantara
siswa di sekolah dan pada akhirnya mereka dapat mencapai prestasi akademik.
Sebab diketahui bahwa remaja yang bersikap meyakini dirinya lemah, tidak dapat
berbuat apa-apa, tidak kompeten, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap
hidup, pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Semua itu
karena adanya konsep diri yang negatif dan akibatnya remaja tidak mampu
menghargai dirinya sendiri dan selalu memandang dirinya secara negatif. Akhirnya
mereka pun akan sulit memiliki kecerdasan emosional yang memadai, sehingga
muncullah rasa tidak percaya diri (Nur dan Ekasari, 2008).
Salah satu faktor yang dapat membentuk konsep diri remaja adalah pola asuh
orang tua (Ishak, Low dan Lau, 2012). Hal ini didukung oleh Nasrin (dalam Ishak et
al, 2012) bahwa pola asuh sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
13
konsep diri remaja. Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak
dengan orang tua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum
dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti, rasa aman, kasih sayang dan lain-
lain), tetapi juga mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak
dapat hidup selaras dengan lingkungan (Taganing, 2008).
Pola asuh dibagi atas tiga, yakni pola asuh authoritarian, authoritative dan
permissive (Baumrid, dalam Santrock, 2007). Pola asuh auothoritarian adalah suatu
gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-
perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada
anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah) (Santrock, 2007). Akibat dari pola asuh
ini, membuat remaja untuk cenderung memberontak dan bermusuhan (Safa’ah, t.t).
Pola asuh authoritarian memiliki dampak pada anak di mana dalam pola asuh
ini orang tua menghendaki anak untuk menaati aturan tanpa memberi penjelsan
(Ishak et al., 2012). Akibatnya, anak yang tumbuh dalam pola asuh seperti ini
biasanya menerima sikap tidak adil dari orang tua mereka. Mereka sering dimarahi,
dihina, dipukuli, diabaikan, tidak pernah dipuji, bahkan dilecehkan oleh orang tua
mereka. Pada akhirnya anak merasa dirinya tidak berharga dan tumbuhlah konsep
diri negatif pada anak (Safa’ah, t.t). Menurut Dewar (2013) anak yang berada pada
pola asuh authoritarian memiliki perilaku yang kurang baik atau memiliki moral
yang rendah, kurang berkompeten secara sosial, lebih merasa cemas, kurang
berprestasi di kelas, suka memakai obat-obatan terlarang dan minum minuman
beralkohol, mengalami depresi, suka melakukan kekerasan, dan lebih emosional
serta merasa tidak diterima dalam pergaulan.
14
Hal-hal tersebut didukung oleh hasil penelitian sebelumnya, yakni peneltian
dari Garcia dan Gracia (dalam Dewer, 2013) ditemukan bahwa terdapat hubungan
antara pola asuh authoritarian dengan konsep diri remaja, hasilnya didapati orang tua
yang otoriter cenderung memiliki anak-anak dengan kompetnsi sosial rendah.
Selanjutnya penelitian dari Wolfradt (dalam Dewer, 2013) menemukan ada
hubungan pola asuh authoritarian dengan konsep diri remaja, di mana hasil
penelitian menunjukkan remaja dengan orang tua yang otoriter lebih cenderung
merasa cemas dan depresi. Kemudian, penelitian yang sama dari Newman, Harrison,
Dashiff dan Davies (2008) menemukan ada hubungan positif pola asuh authoritarian
dengan konsep diri remaja, yang dalam hasil penelitiannya diperoleh remaja yang
berada dalam pola asuh authoritarian dari orang tuanya menunjukkan perilaku
kekerasan, misalnya bunuh diri, remaja cenderung merasa depresi, dan
menggunakan obat-obat terlarang, minuman beralkohol serta merokok. Berikutnya,
penelitian dari Safa’ah (t.t) yang dilakukan pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1
Tuban tahun 2009 pada remaja berusia 15 - 18 tahun. Sampel yang diambil dari
seluruh remaja yang memenuhi kriteria insklusi sebanyak 199 responden. Dengan
hasil penelitian H1 ditolak artinya ada hubungan pola asuh orang tua dengan konsep
diri pada remaja. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan pola asuh
orang tua dan konsep diri pada remaja.
Berbeda dari penelitian oleh Chao (1994) yang tidak menemukan ada hubungan
pola asuh authoritarian dengan konsep diri, di mana anak yang tumbuh dalam orang
tua yang otoriter tidak menjelaskan bahwa prestasi akademik mereka rendah. Hasil
yang sama dari penelitian ini diperoleh pada peneltian dari Anggoro (2010) di SMA
Negeri 2 Salatiga yang mendapatkan hasil adanya hubungan negatif signifikan (p <
15
0,05) antara pola asuh otoriter dengan konsep diri pada remaja. Secara khusus
koefisien korelasi dari penelitian tersebut sebesar (r) = -0,198. Dalam penelitian ini,
dijelaskan bahwa variabel pola asuh otoriter hanya berpengaruh 3,9% terhadap
konsep diri pada remaja, sedangkan 96,1% lainnya dipengaruhi oleh variable -
variabel lain yang sangat dominan.
Berangkat dari fenomena-fenomena di atas dan juga dari hasil-hasil penelitian
di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara kecenderungan pola
asuh authoritarian orang tua dengan konsep diri pada remaja kelas III SMA Kristen
Payeti di Sumba Timur. Alasan penulis memilih judul ini, dikarenakan belum
adanya penelitian yang meneliti konsep diri dari remaja yang duduk dibangku kelas
tiga yang mengalami pola asuh authoritarian khususnya daerah Sumba Timur.
Penulis memilih SMA Kristen Payeti sebagai tempat penelitian, dikarenakan
pertimbangan teknis seperti akses yang cukup mudah antara penulis dengan pihak
sekolah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh authoritarian
orang tua dengan konsep diri remaja kelas III SMA Kristen Payeti di Sumba Timur.
16
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Diri
Konsep diri merupakan gagasan yang penting dalam ilmu psikologi dan
pendidikan. Untuk itu konsep diri merupakan gagasan multidimensi yang memiliki
satu segi umum dan beberapa aspek yang spesifik, salah satunya adalah konsep diri
akademik (Byrne, dalam Tan dan Yates, 2007). William H. Fitts (1972) yang
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,
karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Schunk (dalam Miller, 1999) mendefinisikan konsep diri sebagai
gagasan yang menekankan perilaku manusia dengan lingkungan sosialnya, di mana
melalui pengamatan terhadap orang lain, memperoleh pengetahuan, aturan
keterampilan, strategi, kepercayaan dan sikap. Individu juga belajar dari model yang
dilihat dan menyesuaikan dengan perilakunya serta konsekuensi dari perilaku yang
dimodelkan kemudian bertindak sesuai dengan keyakinan akan kemampuan mereka
dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka. Hal tersebut sejalan dengan
pengertian konsep diri dari Shavelson (dalam Doner, 2006) bahwa konsep diri
merupakan persepsi seseorang yang dibentuk berdasarkan pengalaman dan
interpretasi dengan lingkungan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat dikatakan konsep diri
adalah gambaran diri individu, mengenai pandangan, perasaan dan evaluasi individu
tentang dirinya sendiri, yang diperoleh dari interaksi dan pengalaman dengan orang
lain atau lingkungannya.
17
Dimensi-Dimensi Dalam Konsep Diri
James (dalam Dorner, 2006) menyebutkan konsep diri memiliki multidimensi,
yakni diri sebagai pribadi jasmani, diri sebagai pribadi sosial, dan diri sebagai
pribadi rohani.
a. Diri sebagai pribadi jasmani (material self). Maksudnya diri sebagai pribadi
jasmani yang dimiliki oleh setiap orang.
b. Diri sebagai pribadi sosial (social self). Maksudnya diri sebagai pribadi sosial
yang terdiri dari karakteristik-karakteristik yang dikenali oleh orang lain.
c. Diri sebagai pribadi rohani (spiritual self). Maksudnya diri sebagai pribadi
rohani terkait semacam hal mengurangi pikiran yang membebani dirinya, terkait
watak dan juga penilaian moral dan hal lainnya sehingga yang tinggal hanyalah
pribadi yang abadi.
Dari beberapa aspek dan komponen konsep diri diatas, maka penulis memilih
aspek konsep diri yang dijelaskan oleh James (Donner, 2006), yakni aspek diri
sebagai pribadi jasmani (material self), diri sebagai pribadi sosial (social self), diri
sebagai pribadi rohani (spiritual self). Pemilihan aspek-aspek tersebut dengan alasan
sesuai dengan teori dari James mengenai hirarki diri (self hierarcy).
Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Pola Asuh Authoritarian
Pola asuh orang tua merupakan gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua
seperti sebuah iklim universal di mana sebuah keluarga berfungsi membentuk
perilaku yang melibatkan anak (Daling dan Steinberg dalam Chiew, 2011).
Baumrind (dalam Abesha, 2012) yang mengatakan bahwa gaya pengasuhan orang
tua merupakan pola perilaku dan sikap orang tua untuk berinteraksi dan
18
berhubungan dengan anak-anak dan remaja bersama dengan dimensi orang tua yang
menanggapi atau menuntut.
Menurut Filsinger (dalam Johnson, 1990), mengatakan orang tua otoriter
(authoritarian parenting) adalah orang tua yang cenderung membatasi pertumbuhan
tingkat konseptual anak dengan tidak memberikan kebebasan untuk memperluas,
membangun struktur kognitif yang baru. Hal yang tidak jauh berbeda, disampaikan
oleh Loevinger (dalam Johnon, 1990) bahwa orang tua otoriter cenderung
menekankan pengawasan eksternal dari internal. Orang tua otoriter juga cenderung
menggunakan penalaran secara verbal dengan cara yang terbatas dan disiplin.
Baumrind (1991) mengatakan bahwa orang tua yang otoriter pengasuh anak
dengan menuntut tanpa memberikan arahan, perintah yang diberikan oleh orang tua
harus ditaati, menyediakan peraturan dan mengawasi anak-anak. Dan menurut
Baumrind (dalam Gogolinski, 2012), mengatakan karakteristik dari orang tua yang
otoriter adalah memiliki kehangatan yang rendah dan menggunakan gaya disiplin
yang ketat dan keras. Kemudian menurut Maccoby & Martin (dalam Gidey, 2002)
mengatakan bahwa pola asuh otoriter adalah cara orang tua membesarkan anak
dengan menuntut, mengendalikan, membatasi, dan menolak.
Hubungan Antara Pola Asuh Authoritarian Orang Tua Dengan Konsep Diri
Pada Remaja
Louw dan Grobler (dalam Magano, 2004) mengatakan bahwa keluarga, sebagai
sistem sosial yang merupakan penentu penting dari perkembangan konsep diri
seseorang. Masa remaja adalah masa transisi yang masih berpikir abstrak mengenai
perkembangan dengan kaitanya dalam konsep diri. Sehingga Baumrind (dalam
Respati et al., 2006) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat membentuk
19
konsep diri remaja adalah lingkungan keluarga, yaitu pola pengasuhan orang tua.
Pola asuh merupakan cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi
kebutuhan anak, memberi perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi
tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengasuhan tersebut maka
remaja akan belajar tentang peran-peran, nilai-nilai, sikap, serta perilaku anak
terkshusunya konsep diri. Misalnya, pola asuh orang tua yang otoriter yang sering
memaksakan keyakinan yang dimiliki kepada anak, mengeluarkan kata-kata yang
negatif, dan pendapatnya selalu dikritik. Jika hal ini terus menerus terjadi maka,
anak merasa tidak berguna dan bodoh. Sehingga, anak akhirnya akan membentuk
konsep diri yang negatif. Tetapi, jika anak dididik dengan pola pengasuhan yang
tepat penuh kasih sayang dan merasa diterima, maka anak cenderung membentuk
konsep diri yang positif.
Hal serupa dikatakan oleh Garbino (dalam Magano, 2004) keluarga dengan
gaya pengasuhan otoriter dapat membahayakan pembangunan sosial dan konsep diri
dari anak. Pada akhirnya anak merasa dirinya tidak berharga dan tumbuhlah konsep
diri negatif pada anak (Safa’ah, 2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan Yahaya
(2009), bahwa pengalaman dan pola asuh orang tua juga berkontibusi yang
signifikan terhadap perkembangan konsep diri anak. Jika seorang anak hidup dalam
kebingungan dan pengasuhan orang tua yang negatif (otoriter), akibatnya anak ini
cenderung untuk mengembangkan konsep diri negatif. Pengasuhan orang tua yang
negatif dapat ditunjukkan melalui pemukulan tanpa ampun, mengabaikan, kurang
memperhatikan, ketidakadilan, mempermalukan dan tidak berperilaku baik pada
anak. Sebaliknya, pola asuh orang tua yang positif (demokratis) akan
mengembangkan konsep diri yang positif juga.
20
Hipotesis
Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang serta kesimpulan tinjauan pustaka
yang ada, maka hipotesis penelitian ini adakah hubungan yang negatif yang
signifikan antara pola asuh authoritarian orang tua dengan konsep diri remaja pada
siswa SMA Kristen Payeti di Sumba Timur.
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Pola Asuh Autoritarian
Orangtua dan yang menjadi variabel terikatnya ialah Konsep Diri Remaja.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas XII SMA Kristen
Payeti di Sumba Timur, NTT yang berjumlah 258 siswa.
Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah insidental sampling.
Pengumpulan Data Dan Alat Ukur
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan Skala
pengukuran psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu Skala Pola Asuh Autoritarian
Orang Tua dan Skala Konsep Diri Remaja. Item dalam skala-skala tersebut
dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4
alternatif jawaban dari skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Keseluruhan data
diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.
21
1. Skala Pola Asuh Autoritarian Orangtua
Dalam penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, maka nilai item
total korelasi yang dibawah r 0,25 dianggap gugur. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur Skala Pola Asuh Autoritarian Orangtua adalah indikator dari
pola asuh autoritarian orangtua yaitu memiliki kehangatan yang rendah, dan
menerapkan disiplin ketat dan keras serta memberikan hukuman (Bumrind dalam
Buri, 1991). Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala
pola asuh permisif autoritarian orangtua yang terdiri dari 10 item, diperoleh item
yang gugur sebanyak 2 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak
antara 0,282-0,448.
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan
teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala
pola asuh autoritarian orangtua sebesar 0,690. Hal ini berarti skala pola asuh
autoritarian orangtua reliabel (Azwar, 2012).
2. Skala Konsep Diri Remaja
Dalam penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, maka item total
korelasi yang dibawah r 0,25 dianggap gugur. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur Skala Konsep Diri Remaja adalah aspek-aspek dari konsep diri remaja
yang meliputi diri sebagai pribadi jasmani, diri sebagai pribadi sosial, dan diri
sebagai pribadi rohani (James, dalam Doner, 2006). Perhitungan uji seleksi item
dan reliabilitas skala konsep diri remaja yang terdiri dari 20 item, diperoleh 18
item yang valid dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,298-0,706,
dan koefisien Alpha pada skala konsep diri remaja sebesar 0,884 yang artinya
skala tersebut reliabel (Azwar, 2012).
22
HASIL PENELITIAN
Hasil Uji Deskriptif
Tabel 1. Hasil Uji Deskriptif Skala Pola Asuh Authoritarian Orangtua dengan
Konsep Diri Remaja
Descriptive Statistics
N Min imum Maximum Mean
Std. Devia t ion
POLA ASUH OTORITER
77 12 31 21.70 4.062
KONSEP DIRI Val id N ( l is twise)
77 77
24 68 54.44 7.762
(*)
Berdasarkan jumlah aitem Skala Pola Asuh Authoritarian Orang Tua (8 aitem)
dengan 4 alternatif jawaban, dibuat kategori sebagai berikut :
Tabel 2. . Kategorisasi Pengukuran Skala Pola Asuh Authoritarian Orang tua
No Interval Katego
ri
Mean N Persenta
se
1 27,2 ≤ x ≤ 32 Sangat
Tinggi
3 3,9%
2 22,4 ≤ x < 27,2 Tinggi 28 36,36%
3 17,6 ≤ x < 22,4 Sedang 21,70 35 45,45%
4 12,8 ≤ x < 17,6 Rendah 10 12,99%
5 8 ≤ x < 12,8 Sangat
Rendah
1 1,3%
Jumlah 77 100%
SD = 4,062 Min = 12 Max = 31
Keterangan: x = Pola Asuh Authoritarian Orang tua
Dari hasil uji deskriptif Skala Pola Asuh Authoritarian Orangtua didapati 35 siswa
yang paling tinggi memiliki skor pola asuh authoritarian orang tua yang berada pada
kategori sedang dengan persentase 45,45%.
23
(*) Berdasarkan jumlah aitem Skala Pola Asuh Authoritarian Orang Tua (8 aitem)
dengan 4 alternatif jawaban, dibuat kategori sebagai berikut :
Tabel 3. Kategorisasi Pengukuran Skala Konsep Diri Remaja
No Interval Katego
ri
Mean N Persenta
se
1 61,2 ≤ x ≤ 72 Sangat
Tinggi
12 15,58%
2 50,4 ≤ x < 61,2 Tinggi 54,44 46 59,74%
3 39,6 ≤ x < 50,4 Sedang 17 22,08%
4 28,8 ≤ x < 39,6 Rendah 1 1,3%
5 18 ≤ x < 28,8 Sangat
Rendah
1 1,3%
Jumlah 77 100%
SD = 7,762 Min = 24 Max = 68 Keterangan: x = Konsep Diri Remaja
Sedangkan dari hasil uji deskriptif Skala Konsep Diri Remaja didapati 46 siswa
yang paling tinggi memiliki skor konsep diri remaja yang berada pada kategori tinggi
dengan persentase 59,74%.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji
normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Authoritarian Orangtua dengan
Konsep Diri Remaja
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pola asuh auto r i ta r ian
Konsep D i r i Remaja
N 77 77
Normal Parametersa Mean 21.70 54.44
Std. Devia t ion 4.062 7.762
Most Ext reme Di f ferences
Absolute .091 .128
Pos i t ive .091 .059
Negat i ve - .050 - .128
Kolmogorov-Smirnov Z .798 1.120
Asymp. Sig. (2 - ta i led) .548 .163
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel di atas, kedua variabel
memiliki signifikansi p>0,05. Variabel pola asuh authoritarian orangtua memiliki
24
nilai K-S-Z sebesar 0,798 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 1,120
(p>0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data pola asuh
authoritarian orangtua berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel
konsep diri remaja yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,548 dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,163. Dengan demikian data konsep diri remaja juga
berdistribusi normal.
Sementara dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Uji Linearitas Pola Asuh Authoritarian Orangtua dengan Konsep Diri
Remaja
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Konsep d i r i remaja * Pola asuh autor i tar ian
Between Groups
(Combined) 1127.122 16 70.445 1.224 .277
L inear i t y 66.986 1 66.986 1.164 .285
Devia t ion f rom L inear i t y
1060.135 15 70.676 1.228 .277
W ith in Groups 3451.865 60 57.531
Tota l 4578.987 76
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1228 dengan sig.= 0,277
(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh authoritarian orangtua
dengan konsep diri remaja adalah linear.
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat
pada tabel berikut:
25
Tabel 6. Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Authoritarian Orangtua dengan
Konsep Diri Remaja
Correlat ions
Pola Asuh
Autor i tar ian Konsep Di r i
Remaja
Pola Asuh Autor i ta r ian Pearson Corre la t ion
1 - .121
Sig. (1- ta i led) .147
N 77 77
Konsep Di r i Remaja Pearson Corre la t ion
- .121 1
Sig. (1 - ta i led) .147
N 77 77
Hasil koefisien korelasi antara pola asuh authoritarian orangtua dengan konsep
diri remaja, sebesar -0,121 dengan sig. = 0,147 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authoritarian orangtua
dengan konsep diri remaja pada siswa SMA Kristen Payeti di Sumba Timur, NTT.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kecenderungan pola asuh
authoritarian orang tua terhadap konsep diri remaja pada siswa SMA Kristen Payeti di
Sumba Timur, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif signifikan
antara kecenderungan pola asuh authoritarian orang tua terhadap konsep diri remaja
pada siswa SMA Kristen Payeti di Sumba Timur. Berdasarkan hasil uji perhitungan
korelasi, keduanya memiliki r sebesar -0,121 dengan signifikansi sebesar 0,147 (p >
0.05) yang berarti kedua variabel yaitu pola asuh authoritarian orang tua dengan
konsep diri remaja tidak memiliki hubungan yang negatif signifikan.
Tidak adanya hubungan negatif pola asuh authoritarian orang tua terhadap konsep
diri pada remaja di SMA Kristen Payeti di Sumba Timur, mungkin dikarenakan remaja-
26
remaja merasa bahwa bukan mereka saja yang mendapatkan pola pengasuhan secara
authoritarian, tetapi sudah menjadi kebiasaan dan menjadi wajar anak-anak
mendapatkan pola asuh authoritarian. Hasil wawancara dengan tiga orang siswa pada
tanggal 15 Agustus 2014, mengatakan bahwa pola asuh authoritarian orang tua
merupakan hal biasa yang mereka alami, karena pola asuh tersebut sudah menjadi suatu
kebiasaan orang tua dalam mendidik anak di Sumba Timur, sehingga didikan yang
keras sekalipun tidak membuat mereka menjadi anak yang memiliki konsep diri yang
rendah. Dan pernyataan ini, didukung oleh hasil wawancara dengan orang tua bahwa
dengan memberikan pola asuh authoritarian kepada anak dapat menjadikan mereka
berhasil dan menjadi anak yang baik. Ini dilihat dari keberhasilan anak menaati setiap
perintah dari orang tua. Dan beberapa gurupun mengatakan bahwa pola asuh
authoritarian yang sudah diterapkan orang tua pada anak, bisa menjadikan anak-anak
berhasil dan taat pada waktu berada dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa
rata-rata (mean) 21,70 atau 45,45% siswa-siswi SMA Kristen Payeti di Sumba Timur
mengalami pola asuh authoritarian orang tua yang berada pada kategori sedang.
Sedangkan pada konsep diri remaja siswa SMA Kristen Payeti di Sumba Timur rata-
rata (mean) 54,44 atau 59,74% yang berada pada kategori tinggi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMA Kristen Payeti di Sumba Timur
memiliki konsep diri yang tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara kecenderungan pola asuh
authoritarian orang tua dengan konsep diri pada remaja siswa SMA Kristen Payeti di
Sumba Timur, diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan negatif yang signifikan
27
antara pola asuh authoritarian orang tua dengan konsep diri remaja pada siswa SMA
Kristen Payeti di Sumba Timur. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi antara pola
asuh authoritarian orang tua dengan konsep diri remaja pada siswa SMA Kristen
Payeti di Sumba Timur adalah sebesar -0,121 dengan signifikansi 0,147 (p 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa pola asuh authoritarian bukan merupakan salah satu faktor
yang besar pengaruhnya terhadap konsep diri remaja. Sebagian besar subjek (45,45%)
mengalami pola asuh authoritarian orang tua berada pada kategori sedang dan sebagian
besar subjek (59,74%) memiliki konsep diri berada pada kategori tinggi.
Dengan demikian, terlihat jelas para siswa merasa pola asuh authoritarian tidak
berkorelasi dengan rendahnya konsep diri mereka. Siswa yang memiliki konsep diri
negatif, diharapkan untuk membangun komunikasi yang baik dalam keluarga, melihat
dari sisi baiknya pola yang diterapkan oleh orang tua, meminta bantuan guru (BK),
mengisi aktivitas dengan hal yang baik, dan memotivasi diri untuk berprestasi. Dan
bagi orang tua sebaiknya menerapkan pola asuh yang sesuai, tidak mendominasi dan
menguasai dalam segala hal tanpa adanya komunikasi dua arah yang baik, dan
hendaknya orang tua sering memberikan dukungan (baik itu pujian atau hadiah) kepada
anak-anak. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini
dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga
terungkap faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri remaja terutama di SMA
Kristen Payeti di Sumba Timur seperti membangun pendampingan dari pihak guru
kepada siswa, relasi siswa dengan siswa, inteligensi, bakat, kematangan, latar belakang
kebudayaan, kurikulum, keadaan sekolah, dan teman bergaul.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2006). Perkembangan pendekatan ekologi kaitannya
dengan konsep diri pada remaja. Bandung: Refika Aditama.
Abesha, A. G. (2012). Effects of Parenting Styles, Academic Self -
Efficacy, and Achievement Motivation on the Academic
Achievement of University Students in Ethiopia. A Dissertation
Submitted in Fulfil lment of the Requirements for the Award of
Doctor of Philosophy (Psychology), School of Psychology and
Social Science, Faculty of Computing, Health, and Science, Edith
Cowan University
Andayani, B., & Afiatain, T. (1996). Konsep diri , harga diri, dan
kepercayaan diri remaja remaja. Jurnal psikologi,2, 23-30
Anggoro (2010). Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan Konsep
Diri Pada Remaja. Skrispsi (tidak diterbitkan). Salatiga : Fakultas
Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Aquina, D., Tanjung, E & Robi. (2013, April 19). Pelajaran hidup
Taspirin, bocah miskin yang biayai 3 adik. Viva News . Retrived
from http://fokus.news.viva.co.id/news/read/406623 -pelajaran-
hdiup-taspirin--bocah-miskin-yang-biayai-3-adik.
Arbain, D, K. (2013, November 25). Remaja Kreatif, Mengais Rezeki
dari Hobi. Kompasiana. Retrieved from
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/11/25/remaja -
kreatif-mengais-rezeki-dari-hobi-612866.html .
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Baumrind, D. (1991). The Influensa of Parenting Style on Adolescent
Competence and Substance Use. University of California at
Berkeley.
Chao, R. K. (1994). Beyond parental control and authori tarian parenting
style: understanding Chinese parenting through the cultural notion
of training. Journal Society for Research in Child Development
65( 4), 1111-1119.
Chiew, L. Y. (2011). A Study of Relationship Between Parenting Styles
and Self Esteem: Self -Esteem’s Indicator- Parenting Styles.
Research Project Submitted in Partial Fulfi llment of The
Requirements for The Bachelor of Social Science (Hons)
Psychology Faculty of Arts and Social Science Universiti Tunku
Abdul Rahman. Vol 3, hal 124-139.
29
Dewar, G. (2013). Authoritarian parenting: How does it affect the kids?
Available (online):
http://www.parentingscience.com/authoritarian -parenting-
style.html
Dewi, N. I. , Garminah, N., & Jampel, N. (2013). Kontribusi kebiasaan
belajar konsep diri terhadap prestasi belajar siswa kelas IV di
Sekolah Dasar Inti Kecamatan Jembrana. Jurnal mimbar PGSD, 1.
Retrieved from
http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=10
5399
Dorner, J . (2006). A self -concept measure of personality growth: self -
concept maturity (SCM). Development, validitadion, and age
effects. Disertation ; International University Bremen
Fitss, W.H. (1972). The self concept and psychopathology. Research
Monograph, 4, 1-163
Gidey, T. (2002). The Interrelationship of Parenting Style, Psychosocial
Adjustment and Academic Achievement Among Addis Ababa
High School Students. a Thesis Presented to The School of
Graduate Studies Addis Ababa University
Gunarsa, Y. S. D. (1980). Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Gogolinski, T.B. (2012). Effects Of Differences In Parenting Styles On
Couple Distress And Children’s Perceptions Of Family Support.
Thesis Directed by: Instructor/Director Carol Werlinich
Department of Family Science
Ishak, Z., Low, S, F. , & Lau, P, L. (2012). Parenting style as a moderator
for students’ academic achievement. Journal Science Education
Technology, 21, 487-493
Johnson, H. C. (1990). The Effects of Parent Education and
Authoritarian Atti tudes on Parenting Skills. Dissertation
Submitted to the GraduateFaculty of Texas Tech University.
Magano,M. D. (2004). The relationship between a disadvantaged home
environment and the self concept of children: A guidance , and
counseling perspective. Thesis Faculty of Education, University
of South Africa
Miller, R. (1999). Self concept and students with disabilities in tertiary
education. Self-concept enhancement and learning facil itation
(SELF) research centre, University of western Sidney. 1-41
Monks F. J ., Knoers A. M. P., & Haditono S. R. (2002). Psikologi
perkembangan: pengantar berbagai bagiannya . Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
30
Newman, K., Harrison, L., Dashiff, C., & Davies, S. (2008).
Relationships between parenting styles and risk behavi ors in
adolescent health: an integrative li terature review . Latino-Am.
Enfermagem , 16 (1)
Nur, I, F. , & Ekasari, A. (2008). Hubungan antara konsep diri remaja
dengan kecerdasan emosional pada remaja. Jurnal Soul. 1 (2),
16-31.
Ogunlade, A, A. (n.d). The correlation of self -concept among adolescent
students in Kwara and Oyo states. 1 -11. Retrieved from
https:/ /www.unilorin.edu.ng/ journals /education/nijef/march_1992
/THE_CORRELATES_OF_SELF-
CONCEPT_AMONG_ADOLESCENT_STUDENTS_IN_KWARA_
AND_OYO_STATES.pdf
Priharseno, Z, N. (2013, November 29). Polda : Perseteruan Anak Ahmad
Dhani dengan Farhat Belum Menjadi Masalah Hukum.
Megapolitan Kompas . Retrieved from
http://megapolitan.kompas. com/read/2013/11/29/1707365/Polda.P
erseteruan.Anak.Ahmad.Dhani.dengan.Farhat.Belum.Menjadi.Mas
alah.Hukum
Respati , W, S., Yulianto, A., & Widiana, N. (2006). Perbedaan konsep
diri antara remaja akhir yang mempeersepsi pola asuh orang tua
authoritarian, permissive dan authoritat ive, Jurnal Psikologi, 4
(2), 119-138
Safa’ah, N. (t.t). Hubungan pola asuh orang tua dengan konsep diri pada
remaja usia 15-18 tahun di SMA PGRI 1 Tuban. Jurnal
Keperawatan. Retrieved from http://lppm.stikesnu.com/wp-
content/uploads/2014/02/21.pdf
Sahranavard, M., & Hassan, S. A. (2012). The Relationship Betweenself -
Concept, Self-Efficacy, Self-Esteem, Anxietyand Science
Performance Among Iranian Students. Journal of Scientific
Research 12 (9), 1190-1196, 2012
Sanchez, F, J , P., & Roda, M, D, S. (n.d). Relationship between self -
concept achievement in primary students. Electronic Journal of
Research in Educational Psychology and Psychopedagogy, 1 (1),
96-120
Santrock, J . W. (2007). Perkembangan Anak. Edisi kesebelas. Jakarta:
Erlangga
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan
kuantitatif, kualitatif , dan R&D. Bandung: Alfabeta
Taganing, N. M (2008). Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Perilaku
Agresif pada remaja. Jurnal Psikologi .pdf
31
Tan, J. B. Y., dan Yates, S. M. (2007). A rasch analysis of the academic
self-concept questionnaire. International Education Journal, 8(2),
470-484
Yahaya, A.B. (n.d). Self-concept in educational psychology. Disertat ion
Faculty of Education:University Technology Malaysia.