HUBUNGAN NARATIF DENGAN ILUSTRASI DALAM
KUMPULAN CERPEN 9 DARI NADIRA
KARYA LEILA S. CHUDORI DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Ditujukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Sri Ayu Kusumaningsih
11140130000033
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
EIJBUNGAN NARATIF DENGAN ILUSTRASI DALAM KI]MPULAN
CERPEN 9 D,4R1 N1DIX.4 KARYA LEILA S. CHUDORI DAN
IMPLIKASINYA TERtrADA} PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
LEMBAR PENGESAEAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
unluk Memenuhi Pe$yaratan Memperoleh Gelar Sadana Pendidikan (S Pd.)
olehr
Sri Avu KusumaningsihNIM lll10lt00000-rj
Pembimbing.
Ahnad Bahtiar, \1. llum.l.llP 19760 I I 3 l0r:)9 I 2 t00l
PI.:NDIDIKAN BAHASA DA\ SASTR,{ INDO\IISIA
II,\KTILTAS II,\IT I ARDIYAH I)AI\ KE(;I,Rt A\
III\ S} ,\RI}- HIDAI'A'I'I II,I,,IH
JAI({ R'f ,\
2019
LE}TtsAR PI'NCIS,\HAN I].I]AN \{TI\AQOSAH
Skripsi berjudul llubungan Naratif dengan llustrasi dalam Kumpulan C.etpen 9 dari-\.r/r'l., K.rla Lcila S. Chudori dan Implikasinla terhadap Pembela.iaran Sastr. diSl\lA disLrsun oleh SRI AYLi KLJSLIM,\NINCSIl l. Nonror h'rduk MahasisrvaI I I1011000001-1. diqukan kepada i:akultas llmu I'arbiiah dan KegLrruan LJIN S!a.ifllidalatullah Jaka.ta dan telah dirrvatakan lulus dalirlr tJjian Munaclasah pada tanggal 0-i April2lll9 di hadapan de\\an penguji OIeh karcna itLl. pellulis herhak memperolch gclar Sa{ana S-l(S.Pd.) dalarn brdang Pcndidikan Bahasa dan Sastla hrdoncsia.
Jakafla. 0.1 April 2019
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (K.tua.lurusao Prosarr Stlldi) Tanggal Tanda Tangan
Dr Mak-r'un Subuki, M.Hum.NIP. 19800305 200901 1015
Seketaris Jurusan (Sekertari JuusanProdi)
Toto Edidamo" M.A.NIP. 19760225 200801 1 020
Penguji INovi Diah lturyanti- M.Hum.NIP. 19841126 201503 2 007
Penguji lIRosida Erowati^ M.Hun.NIP. 19771030 200801 2 009
Y..&y'.ut3 ^-
P.t3
24 flei Zotg
1.q....|.ei.. .?9!9
N,Iengetahui"Dekan Iakultas llmu Tarbiyah dan KcgurLtan
1\4.
9710t19 199803 I00r
\ttI !
KENIENTERIAN AGAI\IAIiI\ JAKARTAl lTl! FORM (FR)
i\_oDokunl.n FflK-l'R-A(ll-08,Tgl Terbil 1 lva.cL 2i) l0
No. Rc\.isi: ; 0IHal 1
S{1RAT PIiR\\'A]'AAN KAIIYA SE\DIRI
Sal,a yang bcrtanda tangan di bauah ini,
Sri Avu Kusr.unaningsih
: Bogor. l9 .luli 1996
: I I 110130000033
: Pendidikan Bahasa dan Sastra lndonesra
: 'llubungan Karakter dengan Ilustrasi dalam
Kurnpulan Ce.pen 9lrl/ \z.1rz Ka.aa l-eila S.
Chudori dan Implikasin_va tcrhadap Pembelajaran
Sastra di SN4A"
Dosen Pembimbing : Ahmad Bahtiar, M. llum.,
de gan ini rnenvatakan bahrva skripsi vang sala buat benar-bcnar hasiL karya sendiri dan saya
bertanggung tawab secara akadernis atas apa Iang sa)a tulis.
Pernvataan ini dibuat scbagai salah salu staral menempuh lJlian Munaqasyah
jakafia 27 fehruari 2(ll9
Narna
Tempat/Tgl.Lahir
NIM
Jurusan,iPaodi
Judul Sk psi
#NtM. 11140130000033
i
ABSTRAK
Sri Ayu Kusumaningsih, NIM: 11140130000033. Hubungan Naratif dengan
Ilustrasi dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Ahmad Bahtiar, M. Hum.
Latar belakang ini adalah untuk mengetahui hubungan naratif berupa
penggambaran peristiwa, alur, latar ataupun tokoh dengan empat ilustrasi pada
cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mendeskripsikan perwujudan hubungan naratif dengan ilustrasi pada cerpen
“Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay” yang terdapat
dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori; (2) implikasi
penggunaan hubungan naratif dengan ilustrasi dalam kumpulan cerpen 9 dari
Nadira Karya Leila S. Chudori terhadap pembelajaran sastra di SMA. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Adapun
di dalamnya terdapat analisis intrinsik berupa tema, alur, latar, tokoh dan
penokohan, gaya bahasa, dan amanat. Hasil analisis dari hubungan naratif dengan
keempat ilustrasi pada cerpen tersebut membuktikan adanya penggambaran
peristiwa, tokoh, latar atapun alur dengan menggunakan teori Charles Sanders
Peirce dilihat dari segi sign, object, dan interpretasi penulis. Pada pembelajaran
sastra di SMA dapat diimplikasikan sebagai bahan pembelajaran dalam
memahami unsur intrinsik dan entrinsik pada cerpen.
Kata kunci: 9 dari Nadira, Leila S. Chudori, Hubungan, Naratif, Ilustrasi
ii
ABSTRACT
Sri Ayu Kusumaningsih, NIM: 11140130000033. Narrative correlation with
Illustrations in the Collection of Short Story 9 dari Nadira by Leila S. Chudori
and Its Implications for Literary Learning in High School, Indonesian Language
and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training,
Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Ahmad Bahtiar,
M. Hum.
This background is to find out the narrative relationship in the form of portrayal of
events, plot, setting, or figures with four illustrations in short story 9 dari Nadira
by Leila S. Chudori. This research aims to (1) describe the manifestation of
narrative relationships with illustrations in the short stories "Melukis Langit",
"Tasbih", "Sebelah Pisau", and "At Pedder Bay" in the collection of short stories 9
dari Nadira by Leila S. Chudori; (2) the implications of using narrative
correlation with illustrations in a collection of short stories 9 dari Nadira by Leila
S. Chudori on learning literature in high school. The method used in this research
is a qualitative descriptive method. As for in it there is an intrinsic analysis in the
form of themes, plot, background, character and characterization, language style,
and mandate. The results of the analysis of the narrative correlation with the four
illustrations in the short story prove the representation of events, figures,
background or plot using Charles Sanders Peirce's theory in terms of sign, object,
and interpretation of the author. In literature learning in high school can be
applied as a learning material in understanding the intrinsic and extrinsic elements
of the short story.
Keywords: 9 dari Nadira, Leila S. Chudori, Correlation, Narrative,
Illustration
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi dan syukur ke hadirat Allah
SWT, Shalawat serta salam semoga tercurahkan atas baginda nabi besar yaitu
Nabi Muhammad Saw. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penyusunan penelitian ini dimaksudkan
untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis
membutuhkan bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin
mengcapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam
membantu menyelesaikan skripsi, khusunya kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang telah memberikan arahan yang terbaik bagi
mahasiswanya;
3. Toto Edidarmo, MA., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang memberikan
saran dan semangat;
4. Ahmad Bahtiar, M. Hum., sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan sabar untuk memberikan bimbingan, arahan,
motivasi, kritik dan saran dari awal hingga akhir saat penyusunan skripsi
ini;
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Baasa dan Sastra Indonesia, atas semua
ilmu, motivasi, dan inspirasi yang berguna bagi kami mahasiswanya;
6. Bapak H. Sri Moro dan Ibu Ikah Atikah serta Mbak Arum dan Hafizh
yang selalu menanti untuk pulang ke rumah dan memberikan motivasi dan
menjadi tempat curhat disaat penulis menghadapi kendala saat penyusunan
skripsi;
iv
7. Eka Restu Kamilatul Huda, Ghina Octavia, Dwina Dian Putri, Shabrina
Maulida, Luthfi Agustina, Cahaya Syifa Farhannah dan Maratun Nafisah,
selaku teman-teman yang saya miliki sejak saat saya duduk di semester 1.
Teman yang bersedia mengingatkan, merangkul, serta selama lima tahun
penuh selalu bersedia mendengarkan dan menghibur penulis disaat
menemukan hambatan;
8. Manusia Hebatku, Alfay, Zahra, Faristin, Dini, Yunita, Gina, Ridho, dan
Lukluk selaku teman-teman satu organisasi POSTAR pada tahun 2017,
yang selalu memberikan warna tersendiri di hati penulis;
9. Ajeng, Viki, Dzikran selaku teman seperjuangan yang selalu menemani
penulis disaat mengerjakan penelitian, memotivasi juga selalu mendukung
penulis;
10. Keluarga besar PBSI angkatan 2014, terkhusus untuk teman – teman satu
kelas PBSI A 2014. Yang selalu menjadi tempat diskusi yang hangat saat
perkuliahan;
11. Keluarga besar POSTAR yang menjadi tempat terasik untuk menjernihkan
pikiran dan tentunya sangat nyaman.
12. Mochammad Ramadhan, yang telah menemani, membantu dan memberi
dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini dengan penuh semangat.
Penulis berharap semoga semu pihak yang sudah membantu dalam
penyusunan skripsi ini mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis memohon maaf atas
kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Kritik dan saran sangat penulis
harapkan dari semua pihak. Semoga kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Jakarta, Februari 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 5
D. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 6
G. Metodologi Penelitian .......................................................................................... 7
1. Sumber Data .............................................................................................. 7
2. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 8
3. Teknik Analisis Data ................................................................................. 8
BAB II KAJIAN TEORETIS ...................................................................................... 10
A. Hakikat Cerpen.................................................................................................... 10
1. Pengertian Cerpen ......................................................................................... 10
2. Ciri-Ciri Cerpen ............................................................................................ 11
3. Unsur-unsur Intrinsik .................................................................................... 12
B. Hakikat Ilustrasi .................................................................................................. 17
1. Pengertian Ilustrasi ........................................................................................ 17
2. Fungsi Ilustrasi .............................................................................................. 17
vi
3. Jenis-jenis Ilustrasi ........................................................................................ 18
4. Unsur Visual ................................................................................................. 21
5. Warna ............................................................................................................ 22
6. Teknik Penggambaran Ilustrasi ..................................................................... 23
C. Semiotika dan Sastra ................................................................................................ 24
1. Konsep Semiotika Charles Sanders Pierce .................................................. 25
D. Pembelajaran Sastra ................................................................................................. 30
E. Penelitian yang Relevan .......................................................................................... 33
BAB III PROFIL LEILA S. CHUDORI .................................................................... 36
A. Biografi Leila S. Chudori ................................................................................... 36
B. Pemikiran Leila S. Chudori ................................................................................. 42
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................. 46
A. Analisis Unsur-unsur Intrinsik ........................................................................... 46
1. Tema .............................................................................................................. 46
2. Latar .............................................................................................................. 48
3. Alur ............................................................................................................... 53
4. Tokoh dan Penokohan ................................................................................... 57
5. Sudut Pandang .............................................................................................. 71
6. Gaya Bahasa .................................................................................................. 72
7. Amanat .......................................................................................................... 73
B. Analisis Hubungan Naratif dengan Ilustrasi pada Kumpulan Cerpen 9 dari
Nadira ................................................................................................................. 74
1. Analisis Ilustrasi ............................................................................................ 74
2. Analisis Naratif Menggunakan Teori Semiotik Charles Sanders Peirce ...... 81
3. Implikasi Pembelajaran Sastra di SMA ........................................................ 99
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 103
A. Simpulan .......................................................................................................... 103
B. Saran ................................................................................................................. 105
vii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 107
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFRENSI
PROFIL PENULIS
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Ilustrasi Naturalis .................................................................................... 18
Gambar 2.2. Ilustrasi Dekoratif .................................................................................... 19
Gambar 2.3. Ilustrasi Kartun ......................................................................................... 19
Gambar 2.4. Ilustrasi Karikatur ..................................................................................... 19
Gambar 2.5. Ilustrasi Cerita Bergambar ....................................................................... 20
Gambar 2.6. Ilustrasi Buku Pelajaran ........................................................................... 20
Gambar 2.7. Ilustrasi Khayalan ..................................................................................... 20
Gambar 2.8. Segitiga Semiotika ................................................................................... 26
Gambar 4.1. Ilustrasi pada cerpen “Mencari Seikat Seruni” ........................................ 75
Gambar 4.2. Ilustrasi pada cerpen “Nina dan Nadira” .................................................. 75
Gambar 4.3. Ilustrasi pada cerpen “Melukis Langit” .................................................... 76
Gambar 4.4. Ilustrasi pada cerpen “Tasbih” ................................................................. 77
Gambar 4.5. Ilustrasi pada cerpen “Ciuman Terpanjang” ............................................ 77
Gambar 4.6. Ilustrasi pada cerpen “Kirana” ................................................................. 78
Gambar 4.7. Ilustrasi pada cerpen “Sebilah Pisau”....................................................... 79
Gambar 4.8. Ilustrasi pada cerpen “Utara Bayu” .......................................................... 79
Gambar 4.9. Ilustrasi pada cerpen “At Pedder Bay” ..................................................... 80
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Warna dan Respons Psikologis ..................................................................... 23
Tabel 2.2. Trikotomi yang Kedua ................................................................................ 27
Tabel 4.1. Ilustrasi dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira yang diteliti .................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra dapat digunakan seseorang untuk menyampaikan ide pikirannya.
Dalam perkembangannya, sastra miliki peranan penting dalam perkembangan
zaman. Membicarakan karya sastra tidak lepas dari jenisnya, yaitu prosa, puisi
dan drama. Cerpen termasuk genre sastra yang tergolong jenis prosa fiksi. Karya
sastra yang berisi cerita mengenai kehidupan manusia dan berbagai
permasalahannya dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar. Seorang
pengarang mampu memberikan gambaran mengenai realita kehidupan melalui
realita yang disajikan dalam sebuah karya sastra. Cerpen, sesuai dengan namanya
adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu tidak
ada aturannya, tak ada kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar
Allan Poe mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca
sekali duduk, kira-kira antara setengah sampai dua jam, satu hal yang kiranya tak
mungkin dilakukan untuk sebuah novel.1 Kelebihan cerpen yang khas adalah
kemampuannya mengemukakan lebih banyak, secara implisit dari sekedar apa
yang diceritakannya.2
Cerpen merupakan suatu peristiwa atas dasar pemikiran seorang
pengarang. Pemikirannya pun meliputi berbagai peristiwa apapun yang dianggap
cerita sehingga menciptakan suatu gambaran tentang suatu kejadian yang saling
berkaitan. Kaitan tersebut tidak harus logis, namun harus memiliki kaitan
tekstual. Peralihan dari satu episode ke episode lainnya dengan cara apapun dapat
dialami pembaca. Pembaca dapat mengikuti yang terjadi, sekalipun itu tidak
mudah karena mereka akan berusaha membina suatu hubungan.
1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005),
hlm. 10. 2 Ibid, hlm. 11
2
Salah satu pengarang perempuan yang terkenal dengan cerpennya adalah
Leila Salikha Chudori. Leila adalah seorang pengarang perempuan kelahiran
Jakarta. Ia merupakan pengarang yang hampir selalu memilih cerita pendek
sebagai format ketika berkarya. Di bagian pengantar dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira cetakan kedua tahun 2010, Leila mengungkapkan kembali alasan
dirinya memilih bentuk cerpen.
Saya hampir selalu memilih cerita pendek sebagai format karena, dalam
beberapa hal cerita pendek memiliki peraturan yang jauh lebih keras, lebih
galak, lebih menekan, daeipada bentuk fiksi lainnya. “Short story is an
unforgiving form,” demikian tulis editor Susan Hill pada Kata Pengantar
Penguin Book of Contemporary Woman’s Short Stories (1995). Cerita
pendek, seperti kata penyair dan penulis cerita pendek Sutardji Calzoum
Bachri, bukanlah bentuk mini sebuah novel. Cerita pendek menyediakan
ruang yang sempit untuk ledakan yang dahsyat. Cerita pendek sama sekali
tidak memberi izin penulisnya untuk ngoceh, ngalor-ngidul, atau
seenaknya menghabiskan huruf, kata, dan kertas untuk memaparkan
kekenasan kosakata yang beragam.3
Baginya, cerita pendek dalam beberapa hal memiliki peraturan yang lebih
ketat, lebih keras, dan lebih galak dari pada jenis format lainnya. Sebab cerita
pendek harus memuat ledakan dalam ruang yang sempit, tidak ada tempat untuk
kesana-kemari seenaknya menghabiskan kata-kata untuk memperlihatkan
keindahan kosa kata. Keputusan itu tidak hanya berurusan dengan masalah fisik
dari cerita pendek, tapi berhubungan dengan perasaan yang disampaikan. Karya
yang dibuatnya sarat makna dan penuh dengan kejujuran, keyakinan dan tekad,
misalnya karya Leila S. Chudori yaitu kumpulan cerpen 9 dari Nadira.
Kumpulan cerpen 9 dari Nadira terbit bersamaan dengan terbit ulang
Malam Terakhir oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia. Saat membaca
kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini ada ketertarikan dalam isi cerita cerpen
tersebut. Setiap bab dalam kumpulan cerpen tersebut terdapat sebuah karya
ilustrasi. Leila selalu menyelipkan ilustrasi yang merupakan bentuk dari apresiasi
3 Leila, S. Chudori, 9 dari Nadira, (Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia, 2010), hlm. xvi -xvii
3
Leila S. Chudori terhadap seni ilustrasi, sketsa, cat air sebagai bagian dari cerita
yang ia ciptakan. Setiap bab dari 9 cerita yang ada di 9 dari Nadira terdapat seni
ilustrasi dari seorang ilustrator Ario Anindito. Dalam kumpulan cerpen 9 dari
Nadira ini, cerita di setiap cerpen yang ditulis oleh Leila S. Chudori direspon
berbagai seni ilustrasi oleh Ario Anindito. Setiap ilustrasinya adalah terjemahan
Ario Anindito terhadap cerpen-cerpen yang ada di dalam kumpulan cerpen 9 dari
Nadira. Pemikiran-pemikiran Ario Anindito yang tergambar melalui ilustrasinya
menjadi sebuah keunikan yang menarik untuk diteliti.
Setiap cerita yang ada di kumpulan cerpen 9 dari Nadira kemudian
direspon dengan berbagai macam ilustrasi oleh Ario Anindito. Ilustrasi yang
dibuat oleh Ario merupakan perwujudan berbagai persitiwa, latar, ataupun
karakter yang ada di dalam setiap cerita 9 dari Nadira, maka dari itu disetiap
ilustrasinya terdapat hubungan naratif dengan ilustrasi yang dibuat oleh Ario.
Penulis kumpulan cerpen 9 dari Nadira, Leila membebaskan Ario untuk
membuat karya ilustrasi seliar mungkin. Ilustrasi dalam setiap cerita
menyampaikan apa yang Leila tulis dalam cerita ke dalam bentuk visual.
Pemikiran-pemikiran Ario Anindito yang tertuang melalui ilustrasi menjadi
sebuah keunikan yang menarik untuk diteliti.
Karya Leila S. Chudori yang menyisipkan ilustrasi diantaranya pada novel
Pulang dan kumpulan cerpen 9 dari Nadira di setiap bagian cerita. Tak hanya
Leila, ada beberapa sastrawan atau penyair yang menggunakan ilustrasi di dalam
sebuah karyanya. Aan Mansyur merupakan penyair yang menyisipkan gambar
ilustrasi oleh Muhammad Taufik di dalam kumpulan puisi Melihat Api Bekerja.
Berdasarkan latar belakang tersebut, hubungan karakter dan naratif
dengan ilustrasi dalam Kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori
menarik untuk diteliti, maka penulis berpendapat bahwa perlu dilakukannya
sebuah analisis terhadap Hubungan Naratif dengan Ilustrasi dalam Kumpulan
cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori menggunakan teori Charles Sanders
Peirce. Analisis terhadap cerpen ini dibatasi pada segi penggambaran karakter
4
secara naratif yang digunakan Leila S. Chudori dan ilustrasi dari Ario Anindito.
Alasan penulis membatasi penelitian dalam segi penggambaran karakter dan
ilustrasinya karena penulis ingin mengetahui hubungan karakter dengan ilustrasi
yang terdapat dalam Kumpulan cerpen 9 dari Nadira yang digunakan pengarang.
Alasan lain menggunakan Kumpulan cerpen 9 dari Nadira dalam
penelitian untuk mengajak pembaca yang berperan sebagai pengajar untuk
mengajarkan pada peserta didik agar bisa menambah bahan bacaan dengan
menggunakan cerpen dalam pembelajaran sastra di kelas. Selain itu, dalam
pembelajaran Kumpulan cerpen 9 dari Nadira, siswa tidak hanya mempelajari
unsur intrinsik dan ekstrinsiknya sesuai yang diharuskan Kompetensi Dasar saja,
melainkan juga kumpulan cerpen ini diharapkan membantu pembentukan karakter
siswa karena bagaimana pun juga amanat Kurikulum 2013, guru dapat
menanamkan nilai-nilai karakter dalam setiap pembelajaran di kelas. Oleh karena
itu, berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis akan membuat penelitian yang
berjudul “Hubungan Naratif dengan Ilustrasi dalam Kumpulan cerpen 9 dari
Nadira Karya Leila S. Chudori dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di
SMA”.
B. Identifikasi Masalah
Ditinjau dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
ada beberapa permasalahan yang dapat digali dari Kumpulan cerpen 9 dari
Nadira Karya Leila S. Chudori, yaitu:
1. Belum ada penelitian yang menganalisis hubungan naratif dengan ilustrasi
dalam Kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori.
2. Kurangnya minat siswa dalam kegiatan belajar sastra khususnya pembelajaran
cerpen, karena metode atau media yang digunakan oleh pengajarnya terasa
monoton.
3. Tidak banyak cerpen yang memiliki ilustrasi dalam versi cetak.
5
4. Belum ada analisis atau kajian terkait hubungan naratif dengan ilustrasi
sebagai media pembelajaran dalam Kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya
Leila S. Chudori pada pembelajaran sastra di SMA.
C. Pembatasan Masalah
Kegiatan analisis terhadap suatu karya sastra tidak meliputi semua aspek
yang terdapat dalam karya sastra tersebut, agar tidak menyimpang dari
permasalahan dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan penulis membatasi
masalah yang akan diteliti. Penulis mengambil masalah yang berkaitan dengan
hubungan karakter dengan ilustrasi pada cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih”,
“Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay” yang terdapat dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira Karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran
sastra di SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti penulis, yaitu:
1. Bagaimanakah hubungan naratif dengan ilustrasi pada cerpen “Melukis
Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay” yang terdapat dalam
kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori?
2. Bagaimanakah implikasi hubungan naratif dengan ilustrasi dalam kumpulan
cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori terhadap pembelajaran Sastra di
SMA?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan perwujudan hubungan karakter dan naratif dengan ilustrasi
pada cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder
Bay” yang terdapat dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S.
Chudori.
6
2. Mendeskripsikan implikasi penggunaan hubungan naratif dengan ilustrasi
dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori terhadap
pembelajaran sastra di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil analisis ini ada dua macam, yaitu
manfaat praktis dan manfaat teoretis. Berikut pemaparan mengenai manfaat
praktis dan manfaat teoretis penelitian.
1. Manfaat teoretis: Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini diharapkan
menambah ilmu dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra Indonesia,
khususnya padaa pembelajaran sastra dapat meningkatkan dan
mengembangkan apresiasi terhadap kajian sastra yang berkaitan dengan
karakter dari sebuah tokoh. Selain itu, pembahasan dalam penelitian ini juga
dapat menjadi acuan pembelajaran sastra di sekolah.
2. Manfaat praktis: Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak,
di antaranya:
a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang
dirumuskan. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi motivasi bagi penulis untuk semakin aktif menyumbangkan hasil
karya, baik dunia sastra dan pendidikan.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat membantu guru memahami
keterkaitan karya ilustrasi dengan karya sastra, khususnya hubungan
karakter untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra yang
menarik, kreatif dan inovatif.
c. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia yang berkaitan dengan karakter tokoh.
d. Bagi institusi, hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai
karakter tokoh untuk dijadikan pedoman dan acuan dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia serta diharapkan agar institusi dapat memilih
7
dengan baik karya sastra sebagai bahan bacaan (khususnya cerpen)
sebagai sarana pembinaan karakter.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.4
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi
mengenai hubungan karakter dengan ilustrasi, unsur-unsur intrinsik, dan
implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA yang terdapat dalam cerpen
yang diteliti. Metode deskriptif juga disebut juga sebagai metode yang bertujuan
membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena
yang di teliti, Penelitian ini berfokus adanya hubungan penggambaran karakter
dengan ilustrasi, unsur-unsur intrinsik dan implilasinya terhadap pembelajaran
sastra di SMA. Data yang dikumpulkan berbentuk gambar dan kata.
1. Sumber Data
Menurut Ratna dalam bukunya berpendapat metode kualitatif dalam ilmu
sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitiannya, sebagai data
formal adalah kata, kalimat dan wacana.5 Sumber data dalam penelitian ini terdiri
dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang didapatkan
dari sumber data yang utama. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini
adalah cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay”
yang diambil dari kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori cetakan
4 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hlm. 6. 5 Nyoman Kutha Ratna. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 47.
8
kedua tahun 2010 terbitan PT Kepustakaan Populer Gramedia dengan tebal 270
halaman. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber yang
berhubungan dengan permasalahan objek penelitian. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah sumber data yang digunakan penulis untuk menganalisis
sumber data primer. Semua jenis bahan bacaan kepustakaan (buku, artikel, atau
esai) dikelompokkan sebagai data sekunder.6
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik studi dalam
pustaka, simak dan catat. Teknik studi pustaka penulis menggunakan sumber-
sumber tertulis mengenai teori yang berkaitan untuk memperoleh data.
Selanjutnya, teknik simak dan catat digunakan sebagai alat dalam melakukan
kegiatan menyimak secara cermat, fokus, terarah dan teliti terhadap sumber data.
Penulis menggunakan teknik ini terhadap sumber data primer agar dapat
mendeskripsikan dan memaparkan masalah dalam penelitian
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis yang dikemukakan oleh Sugiyono dalam bukunya meliputi tiga
komponen, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display),
dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing/ verification).7
1. Reduksi Data (data reduction)
Dalam langkah ini, data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang
terperinci. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan
masalah yang akan dianalisis, yaitu hubungan naratif dengan ilustrasi yang
terdapat dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori.
Maka dari itu, setelah membaca isi kesuluruhan kumpulan cerpen 9 dari
Nadira, peneliti akan memfokuskan pada 4 cerpen yaitu “Melukis
Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay” untuk melihat
6 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 31.
7 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. (Bandung: alfabeta, 2012), hlm. 334.
9
adanya hubungan naratif yang digambarkan dengan ilustrasi yang
ditampilkan.
2. Penyajian Data (data display)
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun
secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut
kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai unsur
intrinsik, hubungan naratif dengan ilustrasi lalu menghubungkannya
dengan pembelajaran sastra di SMA.
3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing/ verification)
Pada tahap ini dibuat kesimpulan mengenai hasil dari data yang diperoleh
sejak awal penelitian. Penarikan kesimpulan memuat hasil data berupa
hubungan naratif dengan ilustrasi pada cerpen “Melukis Langit”,
“Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay” yang terdapat dalam
kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori.
10
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Cerpen
1. Pengertian cerpen
Cerpen termasuk karya sastra nonilmiah yang berbentuk prosa naratif,
cerpen sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa
ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada kesepakatan
di antara para pengarang dan para ahli. Sebuah cerpen atau Short- story dalam
bahasa Inggris pada dasarnya menuntut, jelasnya mengadakan tuntutan berupa
kemestian adanya perwatakan jelas pada tokoh cerita. Sang tokoh merupakan
sentral-ide dari cerita. Unsur perwatakan lebih dominan daripada unsur cerita
itu sendiri. Membaca sebuah cerpen berarti kita mencoba berusaha memahami
manusia bukan sekedar ingin mengetahui jalan ceritanya. Beda dengan sebuah
novel di mana kedudukan perwatakan dan jalan cerita berada dalam suatu
keseimbangan dalam arti ibarat uang kertas atau logam yang bagian depan
serta belakang sama pentingnya, timbal-balik.1
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, cerita pendek adalah
akronim dari cerita pendek.2 Sedangkan Nugroho Notosusanto berpendapat
bahwa cerita pendek adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000 kata atau
kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada
dirinya sendiri. Ellery Sedgwick dalam Tarigan mengatakan bahwa cerita
pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok
keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. cerita
pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu.3 Kelebihan dari
cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan lebih banyak, secara
implisit dari sekedar apa yang diceritakannnya.4
1 Putu Arya Tirtawira, Apresiasi Puisi dan Prosa, (Flores: Nusa Indah, 1983), hlm. 66.
2 Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 284 3 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 176
4 Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 11
11
Sementara itu, Kosasih berpendapat bahwa cerita pendek (cerpen)
merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Cerita
pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau
setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5000 kata. Oleh karena itu, cerita
pendek pada umumnya bertema sederhana, jumlah tokohnya teratas, jalan
ceritanya sederhana, dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.5
Menurut Widjodjoko bahwa cerita pendek adalah suatu cerita yang
melukiskan suatu peristiwa atau kejadian apa saja yang menyangkut persoalan
jiwa atau kehidupan manusia. Dilihat dari perkembangannya, cerita pendek
dibagi dua, yaitu cerita pendek sastra (cerita serius) yakni cerpen yang
mengandung nilai sastra (moral, etika, dan estetika) dan cerita pendek hiburan
(Cerpen pop) yakni cerita pendek yang umumnya untuk menghibur yang
mengutamakan selera pembaca dan kurang memperhatikan unsur didaktis,
moral, dan etika.6 Stanton mengungkapkan bahwa satu yang terpenting yaitu
cerita pendek haruslah berbentuk padat. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih
sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel.7
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa cerpen merupakan sebuah karangan narasi atau cerita
nonilmiah yang menceritakan sebuah peristiwa pokok mengenai kehidupan
yang singkat tetapi padat dan berisi serta dibaca sekali duduk. Walaupun cerita
pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi.
2. Ciri-ciri Cerpen
Menurut E. Kosasih, ciri-ciri cerpen sebagai berikut:
a. Alur lebih sederhana, karena cerita pendek bisa dibaca sekali duduk,
dan tidak menggunakan alur yang berbelit di setiap ceritanya.
b. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang,
c. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif
terbatas.8
5 E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra (Bandung: Yrama Widya, 2012), hlm. 34
6 Widjodjoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI
Press, 2006), hlm. 37. 7 Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 76.
8 Kosasih, op. cit. hlm. 34
12
Sementara itu, menurut Tarigan, Ciri paling utama dari sebuah cerpen
adalah Singkat, padu, intensif (brevity, unity, intensity). Unsur-unsur utama
cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, and action).
Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya
mengenai kehidupan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sebuah
cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran pembaca. Cerita
pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahawa jalan ceritalah
yang pertama-tama menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikiran.
Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih
dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam
pikiran pembaca. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama
menguasai jalan cerita. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang
utama, bergantung pada situasi, memberikan impresi tunggal, memberikan
suatu kebulatan efek, dan menyajikan satu emosi.9
Pendapat lain dikemukakan Lubis dalam Tarigan bahwa cerpen harus
mempunyai satu efek atau memberi kesan yang menarik. Sedangkan menurut
Morris dalam Tarigan, bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan
menarik perhatian.10
Notosusanto dalam Tarigan berpendapat bahwa ciri-ciri
cerpen yaitu jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di
bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-kira 33
halaman kuarto spasi rangkap).11
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
ciri-ciri cerpen yaitu bersifat tidak ilmiah atau fiktif, singkat, padat, jelas,
naratif, menggambarkan satu peristwa, dan menarik. Cerpen yang bagus yaitu
cerpen yang dapat menarik pembaca ke dalam cerita serta membangkitkan
gairah pembaca dalam memahami sebuah cerita.
3. Unsur-unsur Intrinsik
Cerpen memiliki sruktur yang kompleks dan biasanya dibangun dari
unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang melekat pada prosa fiksi itu
9 Tarigan, op. cit., hlm. 177
10 Ibid,
11 Ibid, hlm. 178
13
atau dapat diamati atau dianalisis dari karya fiksi itu sendiri. Jakob Sumardjo
dan Saini K. M. mengungkapkan bahwa unsur intrinsik prosa fiksi meliputi:
alur, tema, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan gaya bahasa.12
Unsur-unsur intrinsik ini saling berkaitan dan menjalin sebuah keutuhan
dalam cerita. Berikut adalah penjelasan mengenai berbagai unsur intrinsik
dalam cerpen.
1. Tema
Tema berasal dari kata thema (Inggris) ide yang menjadi pokok suatu
pembicaraan, atau ide pokok suatu tulisan. Tema merupakan bagian yang amat
penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat
membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan
berakhir. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema
yang diungkapkan dalam karya sastra bisa beragam. Tema bisa berupa
persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, tekhnologi, tradisi yang terkait
erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan
pengarang, ide, atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang
muncul.13
Aminuddin berpendapat seorang pengarang memahami tema suatu
cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan,
sementara pembaca baru dapat memahami unsur-unsur yang menjadi media
pemapar tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu
menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.14
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema
adalah dasar ide cerita yang secara implisit maupun eksplisit terkandung
dalam sebuah cerpen. Tema dalam sebuah cerpen bisa diketahui dengan
membaca atau meneliti cerpen tersebut dengan cara saksama karena sifat
tema itu sendiri yang tidak secara gamblang tertulis dalam cerpen melainkan
kita harus menelitinya terlebih dahulu.
12
Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2013),
hlm. 50. 13
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra. (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hlm. 84 14
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pt. Grasindo, 2008), hlm. 161.
14
2. Latar
Sudjiman mengatakan peristiwa-peristiwa dalam tentulah terjadi pada
satu waktu atau dalam suatu rentang waktu tertentu dan pada suatu tempat
tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, peunjuk,
pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya
peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita.15
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa latar
berbagai menjadi 3 dimensi, yaitu 1) latar waktu, 2) latar tempat, 3) latar
sosial. Latar waktu mengacu pada tahun atau masa yang menjadi latar cerpen
tersebut. latar tempat mengacu pada tempat-tempat yang disebutkan dalam
cerpen. Latar sosial adalah keadaan sosial dan politik dalam cerpen.
3. Alur
Alur adalah tahapan atau rangkaian peristiwa yang dilahirkan oleh para
tokoh dalam cerita yang memaparkan sebab-akibat peristiwa dan merupakan
bagian dari uunsur intrinsik karya sastra. Alur sebuah cerita haruslah padu.
Ada berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita.
Aminuddin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik,
komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.16
Dengan demikian, alur adalah rangkaian peristiwa yang ada dalam
cerita, yang memberikan gambaran mengenai sebuah perpindahan peristiwa
dalam setiap adegan yang ada dalam cerita. Peristiwa itu bisa dimulai dari
bagian atau episode mana saja. Ada yanng dimulai dari perkenalan, dari
klimaks, ada juga yang dimulai dari emding.
4. Tokoh dan Penokohan
Penokohan dalam sebuah karya sastra adalah cara pengarang untuk
menampilkan para tokoh dengan wataknya, yakni sifat, sikap, dan tingkah
lakunya. Boleh juga dikatakan bahwa penokohan itu merupakan cara
pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita
karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak terbentuk. Bentuk penokohan
15
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), hlm. 44. 16
Siswanto, op. cit., hlm. 159.
15
yang paling sederhana ialah pemberian nama kepada para tokoh di dalam
sebuah cerita.17
Pada hakikatnya, tokoh dan alur cerita di dalam sebuaha karya sastra
tidak dapat dibicarakan secara terpisah karena kedua unsur itu mempunyai
kedudukan dan fungsi yang sama dalam hal membentuk sebuah cerita
memadai. Sebuah cerita tidak mungkin terbentuk apabila salah satu unsurnya
tidak terpenuhi. Oleh karena itu, antara unsur latar, tokoh, dan alur cerita
saling berkaitan dan hubungannya pun sangat erat.
Selain itu, kita bisa memisahkan antara tokoh utama dan tokoh
tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran paling sentral
dalam cerita sekaligus memiliki porsi yang paling banyak dalam cerita namun
tida memiliki porsi yang besar dan cenderung hanya sebagai pelengkap cerita
atau lawan dari tokoh utama. Dalam penelitian ini, tokoh dan penokohan
dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.
5. Sudut Pandang
Pencerita menyampaikan cerita dari sudut pandangnya sendiri.
Pencerita yang berbeda memiliki sudut pandang yang berbeda pula, dan sudut
pandang yang berbeda itu menghasilkan ers cerita yang berbeda.18
Ada banyak
jenis sudut pandang dalam karya sastra salah satunya berdasarkan pemaparan
dari Albertine Minderop sebagai berikut:
1. Sudut pandang persona ketiga “Diaan”
Sudut pandang persona ketiga “Dia” digunakan dalam pengisahan
cerita dengan gaya “Dia”. Narator atau pencerita adalah seorang yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya.19
2. Sudut pandang pesona pertama “Akuan”
Sudut pandang “aku” hanya menceritakan pengalamannya sendiri.
Sudut pandang persona pertama “Aku” terbagi menjadi dua, pertama
“Aku” tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh
17
Wellek, Warren, Teori Kesusasteraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1989), hlm. 187. 18
Panuti Sudjiman, op. cit., hlm. 71. 19
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2011), hlm. 96- 97.
16
utama. Kedua, “Aku” tokoh tambahan yaitu pencerita yang tidak ikut
serta berperan dalam cerita.20
3. Sudut pandang campuran
Sudut pandang ini menggunakan lebih dari satu teknik pencerita.
Pengarang berganti-ganti dari satu teknik ke teknikyang lainnya.21
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa disebut juga style, adalah cara pengucapan bahasa dalam
prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan
dikemukakan. Stile ditandai dengan ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan
kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan
lain-lain. Dengan demikian stile dapat bermacam-macam sifatnya, tergantung
konteks di mana dipergunakan selera pengarang, namun juga tergantung apa
tujuan penturan itu sendiri.22
Dapat disimpulkan gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan
gagasannya melalui bahasa yang dipilihnya. Gaya bahasa mencakup diksi atau
pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang
digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
7. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat
dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang
diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema itu.23
Cara yang tepat dalam menentukan amanat sebuah karya sastra ialah
dengan melihat rentetan peristiwa yang terjadi di dalam karya sastra karena
amanat di dalam sebuah cerita kadang-kadang dapat diketahui secara implisit,
yakni berupa suatu ajaran atau petunjuk langsung kepada pembaca.
20
Ibid, hlm. 105. 21
Ibid, hlm. 112. 22
Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 276-277 23
Kosasih, op. cit., hlm. 41
17
B. Hakikat Ilustrasi
1. Pengertian Ilustrasi
Ilustrasi berasal dari kata latin illustrare yang berarti menerangi atau
memurnikan. Kata illustrate di dalam kamus The American Heritage of The
English Language mempunyai arti memperjelas atau memberi kejelasan
melalui contoh, analogi, atau perbandingan, mendekorasi.24
Kedekatan hubungan antara ilustrasi dengan teks terungkap dala A
Dictionary of Art Terms and Techniques, yang mendefinisikan ilustrasi
sebagai: “gambar yang secara khusus dibuat untuk menyertai teks seperti pada
buku atau iklan untuk memperdalam pengaruh dari teks buku atau iklan
tersebut.” ilustrasi memang secara tradisional telah digunakan untuk
menggambarkan benda, suasana, adegan, atau ide yang diangkat dari teks
buku atau lembaran kertas.25
Ilustrasi pada umumnya memiliki tiga garis besar keturunan, pertama
untuk memperjelas pesan atau informasi, kedua digunakanh untuk
memberikan variasi pada buku pelajaran agar lebih menarik perhatian siswa
dan menjadikan media pembelajaran di kelas, dan ketiga memudahan
pembaca atau penikmat media mengingat gagasan atau konsep yang ingin
disampaikan melalui ilustrasi. Ilustrasi pada karya sastra yaitu cerpen di
tujukan untuk mengapresiasi karya seorang ilustrtasi dan menarik pembaca
agar lebih mudah memahami maksud dan dari isi sebuah cerpen.
2. Fungsi Ilustrasi
Penggambaran secara grafis dan artistik yang dilakukan oleh ilustrator
dalam membuat karya seni ilustrasi, sebagaimana disinggung di atas,
dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu. Mencapai tujuan
tersebut dapat dipandang sebagai fungsi seni ilustrasi.
Dalam desain grafis, ilustrasi merupakan subjek tersendiri yang
memiliki alur sejarah serta perkembangan yang spesifik atas jenis kegiatan
24
Joneta Witabora, Peran dan Perkembangan Ilustrasi , Humaniora, Vol. 3 No.2, 2012, hlm. 660. 25
Sofyan Salam, Seni Ilustrasi, (Makassar: Badan Penerbit UNM, 2017), hlm. 4.
18
seni itu. Adi Kusrianto dalam bukunya menjelaskan ilustrasi dapat
dipergunakan untuk menampilkan banyak hal serta berfungsi diantaranya:
1. Memberikan gambaran tokoh atau karakter dalam cerita.
2. Menampilkan beberapa contoh item yang diterangkan dalam suatu
buku pelajaran (text book).
3. Memvisualisasikan langkah-demi langkah pada sebuah instruksi dalam
panduan teknik.
4. Atau sekedar membuat pembaca tersenyum atau tertawa.26
3. Jenis-jenis Ilustrasi
Ilustrasi pada umumnya terdiri dari berbagai jenis yang sering kita
lihat sehri-hari baik di dalam buku, koran, komik, dan sebagainya pada
umumnya ilustrasi dibuat untuk menguatkan isi cerita, secara garis besar
ilustrasi dibagi mnenjadi tujuh jenis, yaitu:
a. Ilustrasi Naturalis
Gambar tipe ini adalah gambar yang memilki bentuk dan warna yang sama
dengan kenyataan yang ada di alam tanpa adanya pengurangan atau
penambahan.
Gambar 2.1 Ilustrasi Naturalis
a. Ilustrasi Dekoratif
Ilustrasi jenis ini berfungsi untuk menghiasi sesuatu bentuk yang
disederhanakan atau bahkan dilebih-lebihkan, dibuat dengan gaya tertentu
sebagai style.27
26
Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual, (Jakarta: Andi, 2009), hlm. 111. 27
Handayani Tri Wahyu, Kuliah Jurusan Apa? Fakultas Seni Rupa dan Desain, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2015), hlm. 17.
19
Gambar 2.2 Ilustrasi Dekoratif
b. Ilustrasi Kartun (Gambar Kartun)
Ilusrasi ini adalah ilustrasi yang diciptakan dengan bentuk-bentuk yang
unik, lucu dan masing-masing memiliki ciri khas, biasanya ilustrasi kartun
(gambar katun) dibuat untuk menghiasi buku anak-anak, komik, cerita
bergambar atau film untuk anak.
Gambar 2.3 Ilustrasi Kartun
c. Ilustrasi Karikatur
Karikatur adalah jenis ilustrasi yang biasanya digunakan untuk kritik atau
sindiran terhadap segala sesuatu dalam masyarakat. Biasanya ilustrasi
yang satu ini sering digunakan terutama di media cetak untuk
menyinggung seseorang ataupun golongan yang memiliki kepentingan,
gambar ilustrasi biasanya sudah mengalami penyimpangan bentuk dari
toko asli agar lebih menarik bagi penikmat media.
Gambar 2.4 Ilustrasi Karikatur
20
d. Cerita Bergambar
Cerita bergambar adalah sejenis komik atau gambar yang diberi teks.
Teknik menggambar ilustrasi jenis ini dibuat berdasarkan teks cerita yang
ada baik berupa cerita rakyat, fabel, legenda dan lainnya, dibuat dengan
sudut pandang penggambaran yang menarik28
Gambar 2.5 Ilustrasi Cerita Bergambar
e. Ilustrasi Buku Pelajaran
Ilustrasi jenis ini digunakan untuk menguatkan teks atau suatu keterangan
peristiwa baik ilmiah maupun lainnya, ilustrasi ini bisa berupa gambar,
foto, atau bagan.
Gambar 2.6 Ilustrasi Buku Pelajaran
f. Ilustrasi Khayalan
Gambar ilustrasi khayalan adalah gambar hasil pengelolaan daya cipta
imajinatif perupanya. Cara penggambaran seperti ini bisa dijumpai pada
cerita novel, fiksi, horor, petualangan, dan lain-lain.29
Gambar 2.7 Ilustrasi Khayalan
28
Ibid, hlm. 18. 29
Ibid, hlm. 19.
21
4. Unsur Visual
Seorang ilustrator seringkali mengalami kesulitan dalam usahanya
untuk mengkomunikasikan suatu pesan menggunakan ilustrasi, tetapi jika ia
berhasil, maka dampak yang ditimbulkan umumnya sangat besar. Karena itu
suatu ilustrasi harus dapat menimbulkan respon atau emosi yang diharapkan
dari pengamat yang dituju. Untuk menciptakan respon yang diharap maka
pemahaman mengenai teori – teori dalam merancang karya seni rupa ilustrasi
sangat diperlukan.
Pendalaman teori formal mengenai unsur – unsur rupa menjadi suatu
aturan “tak tertulis” yang perlu dipahami secara mendalam untuk seorang
seniman dan illustrator khususnya. Bukan berarti seorang seniman harus selalu
taat pada kekakuan aturan, namun sebagai seni yang mengacu pada bentuk
visual, penyusunan unsur desain dalam mewujudkan bentuk sangat
memerlukan hukum untuk menghindari kemonotonan suatu karya. Berikut
adalah unsur – unsur seni rupa/ desain yang menjadi landasan berpikir dalam
berkarya.
a. Garis
Garis merupakan unsur yang paling mendasar dan paling penting
dalam penciptaan suatu karya seni rupa. Garis dapat dikatakan sebagai dua
titik yang yang saling dihubungkan, biasanya dalam proses perwujudan
karya seni rupa diawali dengan coretan garis di awal sebagai
rancangannya. Garis memiliki 2 dimensi memanjang dan mempunyai arah
serta sifat-sifat khusus seperti: pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus,
melengkung, berombak dan masih banyak lagi. Masing- masing goresan
garis yang dibuat akan memiliki kesan yang berbeda -beda. Kesan ini akan
memunculkan karakter yang memiliki keunikannya tersendiri pada karya
yang dihadirkan sang seniman.
Garis mempunyai peranan sebagai lambang yang kehadirannya
merupakan informasi yang sudah merupakan pola baku dari kehidupan
sehari-hari, seperti pola pada lambang yang terdapat pada logo, tanda pada
peraturan lalu lintas, dan lambang-lambang yang digunakan dalam
22
kehidupan sehari-hari. Garis mempunyai peranan untuk menggambarkan
sesuatu secara representatif, seperti yang terdapat pada gambar ilustrasi
dimana garis merupakan medium yang digunakan untuk menerangkan
pesan kepada orang lain. Garis juga merupakan simbol ekspresi dari
ungkapan seniman, seperti garis-garis yang terdapat dalam seni non
figuratif atau juga pada seni ekspresionisme dan abstraksionisme.30
b. Bangun
Pada karya seni, shape digunakan sebagai simbol perasaan seniman di
dalam menggambarkan subject matter, maka tidaklah mengherankan apabila
seseorang kurang dapat menangkap atau mengetahui secara pasti tentang
objek hasil pengolahannya. Karena terkadang shape (bangun) akan
mengalami perubahan di dalam penampilannya tergantung bagaimana
seniman tersebut mengungkapkan pada karyanya. Perubahan ini terjadi
karena adanya proses pengolahan yang terjadi dalam proses penciptaanya.31
5. Warna
Orang yang membuat ilustrasi disebut dengan ilustrator. Ilustrator dapat
menggunakan banyak media untuk membuat ilustrasi, antara lain pensil
warna, cat air, ukiran kayu dan lain-lain.
Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan
pelukisnya dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat
tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang
haru, sedih, gembira, mood atau semanga dll.32
Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu memengaruhi citra
orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respons
secara psikologis. Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, di
dalam buku Adi Kusrianto menjelaskan Molly dalam tulisannya “Creating
Color Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna
ketika memberikan respons secara psikologis sebagai berikut:
30
Dharsono, Tinjauan Seni Rupa Modern, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Tinggi
Seni Indonesia Surakarta. 2003), hlm. 34 31
Ibid, hlm. 35 32
Kusrianto, op. cit., hlm. 46.
23
Warna Respons Psikologis yang mampu ditimbulkan
Merah Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta,
agresivitas, bahaya.
Biru Kepercayaan, konservatif, keamanan,teknologi,
kebersihan, perintah.
Hijau Alami, kesehatan, pandangan yang enak,
kecemburuan, pembaruan.
Kuning Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran/
kecurangan, pengecut, pengkhianatan.
Ungu Spritual, misteri, keagungan, perubahan, bentuk,
galak, arogan.
Orange Energi, keseimbangan, kehangatan.
Coklat Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan.
Abu-abu Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak.
Putih Kemurnian/ suci, bersih, kecermatan, inocent
(tanpa dosa), steril, kematian.
Hitam Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian,
misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan,
keanggunan.33
Tabel 2.1 Warna dan Respons Psikologis
6. Teknik Penggambaran Ilustrasi
a. Teknik Extreme Close Up
Pengambilan gambar yang sangat dekat sekali dengan objek, sehingga
detil objek seperti pori-pori kulit akan jelas terlihat.
b. Teknik Head Shot
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga dagu.
c. Teknik Close Up
Pengambilan gambar dari atas kepala hingga bahu.
d. Teknik Medium Close Up
33
Ibid, hlm. 47.
24
Pengambilan gambar dari atas kepala hingga dada.
e. Teknik Mid Shot (setengah badan)
Pengambilan gambar dari atas kepala hingga pinggang.
f. Teknik Medium Shot (Tiga perempat badan)
Pengambilan gambar dari atas kepala hingga lututut
g. Teknik Full Shot (Seluruh Badan)
Pengambilan gambar dari atas kepala hingga kaki.
h. Long Shot
Pengambilan gambar dengan memberikan porsi background atau
foreground lebih banyak sehinnga objek terlihat kecil atau jauh.34
C. Semiotika dan Sastra
Semiotik berasal dari bahasa Yunani semesion (sign), semainon
(signifer), dan semainomenon (signified). Secara harfiah, arti semiotik adalah
pengetahuan tentang tanda. Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari
tanda-tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.35
Semiotik menurut
Benny adalah ilmu tentang tanda. Tanda adalah segala hal, baik fisik maupun
mental, baik di dunia maupun di jagat raya, baik di dalam pikiran manusia
maupun sistem biologi manusia dan hewan, yang diberi makna oleh manusia.
Setidaknya inilah pandangan Peirce sehingga pandangan ini dikenal dengan
konsep “pan-semiotik”36
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal
satu sama lain. Saussare di Eropa dan Peircec di Amerika Serika. Latar
belakang keilmuan Saussare adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat.37
Scholes dalam buku Kris Budiman memaparkan bahwa semotik didefinisikan
34
Muhammad Suyanto, Analisis & Desain Aplikasi Multimedia Untuk Pemasaran, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2004), hlm. 202 -207 35
Munaf Yarni, Kajian Semiotik dan Mitologis terhadap Tato Masyarakat Tradisional Kepulauan
Mentawai, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2001), hlm. 67 36
Benny H. Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Komunitas Bambu, 2014), hlm.
5. 37
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), hlm. 11.
25
sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan
sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang memungkinkan kita
memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai tanda
yang bermakna.38
Dalam arti lain, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada
dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai
hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampurkan
dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa
objek-objek ini hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem
terstruktur dari tanda.39
1. Konsep Semiotika Charles Sanders Peirce
Sebagai seorang ahli logika, Peirce mengemukakan beberapa teori
tanda yang mendasari perkembangan ilmu tanda modern. Ia tidak memberikan
teori untuk satu jenis tanda saja. Menurut pendapatnya, secara esensinya,
manusia adalah makhluk tanda. Dalam berpikir pun, orang menggunakan
tanda-tanda; karena itu, ilmu tanda perlu ditelusuri lebih jauh. Karya-karyanya
baru dikumpulkan dan diterbitkan kemudian oleh murid-muridnya dengan
judul Peirce’s Complete Published Works (1977). Sayangnya, karya ini hanya
bisa dibaca dalam bentuk mikrofilm.40
a. Segitiga Semiotik
Peirce menjelaskan tentang adanya tiga unsur dalam tanda yaitu:
representamen, objek, dan interpretan. Hubungan ketiga unsur yang
membentuk tanda ini dapat terlihat pada gambar berikut:
38
Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), hlm. 3. 39
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 13-15. 40
Okke Kusuma Sumantri Zaimar, Semiotika dalam Analisis Karya Sastra, (Depok: PT Komodo
Books), hlm. 3.
26
Objek
Representamen interpretan
Gambar 2.8 Segitiga Semiotika
Representamen adalah unsur tanda yang mewakili sesuatu , objek
adalah sesuatu yang diwakili, dan interpretan adalah tanda yang tertera di
dalam pikiran si penerima setelah melihat representamen. Demikianlah,
representamen membentuk suatu tanda dalam benak si penerima, tanda itu
bisa merupakan tanda yang sepadan atau bisa juga merupakan tanda yang
telah lebih berkembang.41
Karena proses semiosis seperti yang tergambarkan pada skema di atas
ini menghasilkan rangkaian hubungan yang tak berkesudahan, maka pada
gilirannya sebuah interpretan akan menjadi representamen, menjadi
interpretan lagi, menjadi representamen lagi, dan seterusnya. Gerakan yang
tak berujung –pangkal ini oleh Umberto Eco dan Jaques Derrida kemudian
dirumuskan sebagai proses semiosis tanpa batas.42
b. Trikotomi Tanda
Menurut Peirce, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam
hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Ground adalah suatu
yang digunakan agar tanda dapat berfungsi.
Berdasarkan ground-nya Peirce membagi menjadi qualisign (kualitas
yang ada pada tanda), sinsign (eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada
pada tanda) dan legisign (norma yang dikandung oleh tanda). Berdasarkan
objeknya, Peirce membagi tanda menjadi icon (tanda yang hubungan antara
penanda dan pertandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah), index (tanda
yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penandaannya
41
Ibid, hlm. 4 42
Budiman, op. cit., hlm. 18.
27
yang bersifat klausal), dan symbol (tanda yang menunjukan hubungan arbiter
antara penanda dengan petandanya). Dan berdasarkan interpretant-nya dibagi
atas rheme (tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan), dicent sign (tanda sesuai kenyataan) dan argument tanda yang
langsung memberikan alasan sesuatu.43
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to some body for
something in some some respect or capacity” menurutnya, tanda adalah
sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu.44
Atas hubungan dasar ini Peirce mengadakan klasifikasi tanda:
Trikotomi yang pertama
Jika ditinjau dari sudut pembentukan representamen, kalsifikasi
tersebut sebagaiberikut: Qualisign, Sinsign, dan Legisign. . Qualisign adalah
kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut,
lemah, dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau
peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada
urutan kata air sungai keruh” yang menandakan bahwa ada hujan di hulu
sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-
rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang tidak boleh dilakukan
manusia.45
Trikotomi yang kedua
Trikotomi ini mengklasifikasi tanda berdasarkan hubungan antara
representamen dan objek. maka tanda-tanda objek dalam gambar dapat dilihat
dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotika diantaranya: Ikon, Indeks
dan Simbol.
43
Sobur, op. cit., hlm. 41-42 44
Tinarbuko, op. cit., hlm. 13 45
Sobur, op. cit., hlm. 4.
28
Jenis Tanda
(Representamen)
Hubungan Antar Tanda
Dan Sumber Acuan
Contoh
Ikon Tanda dirancang untuk
mempresentasikan sumber acuan
melalui simulasi atau persamaan
(artinya, sumber
acuan dapat dilihat, didengar dan seterusnya, dalam ikon)
Segala macam gambar
(bagian, diagaram dan
lain- lain), photo, kata-
kata dan seterusnya
Indeks Tanda dirancang untu
mengidentifikasikan sumber
acuan atau saling
menghubungkan sumber Acuan
Jari yang menunjuk,
kata keterangan seperti
di sini, di sana, kata
ganti seperti aku, kau,
ia dan seterusnya
Simbol Tanda dirancang untuk
menyandingkan sumber acuan
melalui kesepakatan atau
persetujuan
Simbol sosial seperti
mawar, simbol
matematika dan
seterusnya.46
Tabel 2.2 Trikotomi yang kedua
Trikotomi yang ketiga
Peirce membuat klasifikasi tanda dalam tiga tahapan berdasarkan
hubungan antara representamen dengan interpretan, yaitu rheme (rema),
discent (disen), dan argument (argumen). Pertama, rema adalah suatu tanda
kemungkinan kualitatif, yakni tanda ataupun yang tidak betul dan tidak pula
salah. Rema merupakan tanda yang memungkinkan orang menafsirkan
berdassarkan pilihan.47
Seperti yang sudah diketahui sastra memberikan sikap bagi
pembacanya karena terdapat nilai-nilai di dalam karya sastra. Nilai-nilai
yang terkandung di dalam karya sastra tidak seluruhnya dapat dicerna oleh
pembaca dikarenakan sastra memberitahu tanpa bermaksud memberitahu.
Oleh karena itu dalam penafsiran tanda-tanda yang terdapat di dalam karya
sastra agar maksud dan tujuannya dapat diketahui, maka diperlukanlah
semiotika sebagai teori untuk menafsirkan tanda-tanda tersebut.
Adanya tanda-tanda sebagai ciri khas yang meliputi seluruh kehidupan
46
Marcel Danesi. Pesan, Tanda dan Makna (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), hlm. 34 47
Sobur, op. cit., hlm. 42
29
manusia, dari komunikasi yang paling alamiah hingga sistem budaya yang
paling kompleks, maka bidang penerapan semiotika pada dasarnya tidak
terbatas.48
Menurut Eco, semiotika berhubungan dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang
secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain
tidak harus eksis atau hadir secara aktual.49
Tidak ada batasan tertentu pada bidang penerapan semiotika. Hal ini
dikarenakan objek kajian semiotika yang merupakan tanda senantiasa
hadir di dalam kehidupan manusia. Satu-satunya batasan bidang penerapan
semiotika adalah bahwa semiotika mengkaji hadirnya tanda-tanda. Semiotika
mengkaji bagaimana suatu hal merepresentasikan sesuatu yang lain dan
mewakili yang lain entah sesuatu yang lain tersebut bersifat fakta, ilmiah atau
bukan. Contoh representasi dari sesuatu yang bersifat fakta adalah adanya
kumpulan cerpen Seno Gumira Ajidarma yang mewakili suatu peristiwa
pembantaian di Dili. Peristiwa pembantaian tersebut merupakan sesuatu
yang fakta dan eksis. Kemudian peristiwa tersebut direpresentasikan ke
dalam bentuk kumpulan cerpen yang bersifat fiksi. Itu merupakan suatu
tanda dan hubungan peristiwa dengan kumpulan cerpen itu bisa dianalisis
secara semiotik.
Contoh tersebut menunjukkan tidak ada batasan tertentu bagi bidang
penerapan semiotik karena objek kajian semiotik sangat luas. Di mana
ada tanda yang merepresentasikan sesuatu yang lain, itu merupakan objek
kajian semiotik. Representasi dari sesuatu yang lain tersebut adalah tanda.
Begitu pula dengan tanda-tanda dalam karya sastra. Contoh kumpulan cerpen
Saksi Mata yang dikarang oleh Seno merepresentasikan suatu peristiwa
merupakan objek kajian semiotik. Namun kajian semiotik tidak selalu
menghubungkan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Selain
tidak adanya batasan tertentu objek kajian semiotik selain tanda,
representasi dari suatu hal juga dapat ditemukan di dalam karya sastra
48
Ratna, op. cit., hlm. 106 49
Ratna, op. cit., hlm. 105
30
itu sendiri. Perlu diperhatikan, dalam penelitian sastra secara semiotik, tanda
yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu
berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam
pengertian luasnya). Misalnya dalam penokohan, seorang tokoh tertentu,
misalnya dokter (Tono dalam Belenggu) dicari tanda-tanda yang memberikan
indeks bahwa ia dokter. Misalnya Tono, ia selalu memper gunakan istilah-
istilah kedokteran, alat-alat kedokteran, mobil bertanda simbol dokter, dan
sebagainya.50
Dalam menganalisis karya sastra secara semiotik, yang paling banyak
diburu adalah indeks yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan
sebab-akibat. Begitu pula Dalam menganalisis hubungan karakter dengan
ilustrasi secara semiotik, karena dari penggambaran karakter tersebut terdapat
hubungan dari ilustasi yang ditampilkan. Bisa dikatakan penokohan atau
karakter itu sendiri merupakan semiotik karena penokohan sudah bersifat
kausal atau sama seperti indeks.
D. Pembelajaran Sastra
Perlu diketahui bahwa pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan
yang maksimal untuk pendidikan secara utuh. Berikut manfaat dalam
pengajaran sastra:
1. Membantu keterampilan berbahasa
Terdapat keterampilan dalam berbahasa, di antaranya menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Dengan pengajaran sastra dalam
kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca,
menyimak, berbicara, dan menulis yang masing-masing memiliki kaitan
yang erat. Dalam pengajaran sastra, siswa berlatih keterampilan
menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan oleh
guru atau teman di kelas. Siswa juga dapat berlatih berbicara dengan ikut
berperan dalam suatu drama. Siswa dapat meningkatkan keterampilan
membaca dengan membacakan puisi atau prosa. Kemudian, siswa juga
50
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 120
31
dapat mendiskusikannya dengan mencatat hasil diskusi tersebut sebagai
latihan ketrampilan menulis.51
2. Meningkatkan pengetahuan budaya
Sastra tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi, tetapi
sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan
keseluruhannya. Kita dapat menggali pengetahuan dalam karya sastra.
Banyak fakta yang diungkapkan melalui karya sastra, tetapi fakta tersebut
perlu kita gali dari berbagai sumber untuk memahami situasi dan
problematika khusus yang dihadirkan dalam suatu karya sastra. Apabila
kita merangsang siswasiswa untuk memahami fakta-fakta dalam karya
sastra, siswa akan menyadari bahwa karya sastra mengungkap fakta
tentang kehidupan. Suatu bentuk pengetahuan yang harus diketahui
masyarakat adalah pengetahuan tentang budaya yang dimilikinya. Istilah
budaya dapat menunjuk ciri-ciri khusus suatu masyarakat tertentu yang
meliputi organisasi, lembaga, hukum, etos kerja, seni, drama, agama, dan
sebagainya. Setiap sistem pendidikan perlu menanamkan wawasan
tentang budaya bagi anak didik agar dapat menumbuhkan rasa bangga,
rasa percaya diri, dan rasa ikut memiliki.52
3. Mengembangkan cipta dan rasa
Sebagai seorang pendidik, sangatlah penting memandang pengajaran
sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan. Dalam hal
pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan
yang bersifat indera, penalaran, afektif, sosial, dan bersifat religius. Karya
sastra dapat memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan
kecakapankecakapan itu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
pengajaran sastra yang dilakukan dengan benar akan menyediakan
kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut
51
B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra. (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 17. 52
Ibid
32
sehingga pengajaran sastra mendekati arti dan tujuan pengajaran yang
sesungguhnya.53
4. Menunjang pembentukan watak
Dalam pengajaran sastra, ada dua tuntutan yang berhubungan dengan
pengembangan watak. Pertama, pengajaran sastra mampu membina
perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami
berbagai karya sastra mempunyai perasaan yang lebih peka untuk
menunjuk hal yang bernilai atau tidak bernilai. Tuntutan kedua yaitu
pengajaran sastra memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan
kualitas kepribadian siswa, antara lain ketekunan, kepandaian,
pengimajian, dan penciptaan. Dalam pengajaran sastra ini, siswa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan pengalamannya. Pengalaman itu
merupakan persiapan yang baik bagi kehidupan siswa di masa
mendatang.54
Strategi dalam pengajaran cerpen maupun novel bisa ditentukan oleh
guru sendiri berdasarkan kebutuhan dan situasi yang ada. Secara garis besar,
tahap-tahap yang bisa di acu dalam pengajaran sastra diantaranya:
1. Pendahuluan, merupakan tahap persiapan/ perencanaan sebelum guru
melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam hal in, guru memilih bahan
yang akan diapresiasikan.
2. Tahapan penyajian, ada beberapa hal dalam tahap ini. Pertama, guru
mengajak siswa untuk membaca cerpen atau novel. Kedua, guru bertanya
apakah siswa memahami cerpen atau novel tersebut. Ketiga, mengajak
siswa untuk membaca cerpen atau novel. Keempat, guru menjelaskan
secara singkat, dan mengajak berdiskusi tentang cerpen atau novel
tersebut.
3. Tahap diskusi, guru berperan untuk menanyakan keterlibatan jiwa siswa
dengan cerpen atau novel tersebut. Misal, menanyakan kesan dan
perasaan siswa tentang cerita, perasaan pada tokoh dll.
53
Ibid, hlm. 19 54
Ibid, hlm. 24.
33
4. Tahap pengukuhan, merupakan penguatan terhadap tahap pembelajaran.
Guru dapat memberi tugas, misalnya menyuruh siswa menulis kembali
keterlibatan emosi mereka dengan cerpen atau novel tersebut.55
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian Mochamad Riza Ali Erfan, mahasiswa jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Airlangga, dalam skripsinya
“Dinamika Kepribadian Tokoh Nadira dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira
Karya Leila S. Chudori”. Dalam penelitian ini, dideskripsikan terdapat tokoh
Nadira sebagai tokoh utama yang memiliki relasi kompleks terhadap tokoh
tambahan yang memungkinkan terjadinya dinamika yang dialami tokoh utama
Nadira. Dinamika kepribadian yang dialami tokoh Nadira merupakan
perubahan yang terjadi pada sifat tokoh yang tercermin dari perilaku tokoh
beserta hal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut yaitu berupa
konflik antar tokoh dan kebutuhan dasar. Kebermaknaan teks yang
dimunculkan adalah mengenai seorang manusia yang memerlukan relasi
dengan manusia lainnya sebagai tempat untuk aktualisasi diri. Semua
permasalahan dan pusaran problem yang mengakibatkan dinamika
kepribadian berasal dari manusia yang tidak mau berkompromi dengan hati
nuraninya sendiri.56
Penelitian Jenni Anggita Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, dalam skripsinya yang berjudul “Perekat
Sembilan Cerita dalam 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori”. Dalam
penelitian ini yang dibahas adalah Perekat Sembilan Cerita dalam 9 dari
Nadira Karya Leila S. Chudori. Hasil penelitiannya menunjukkan ditemukkan
perekat berupa tokoh, latar waktu, latar tempat, latar suasana, latar material,
dan alur. Struktur naratif digunakan sebagai teori untuk mengungkapkan
bangun dunia cerita dalam 9 dari Nadira. Hal tersebut membuktikan bahwa
55
Emzir, dan Salfur Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2015),
hlm. 255-257 56
Mochamad Riza Ali Erfan, “Dinamika Kepribadian Tokoh Nadira dalam Kumpulan Cerpen 9
dari Nadira Karya Leila S. Chudori”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlanga,
Surabaya, 2014.
34
teori ini masih relevan untuk dipakai. Sebagai sebuah kumpulan cerpen, 9 dari
Nadira juga memnuhi syarat sebagai sebuah novel. oleh karena itu, 9 dari
Nadira dapat digolongkan sebagai sebuah novel yang unik karena sembilan
cerita di dalamnya dapat berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan satu sama
lain.57
Skripsi Yunus Priyonggo Kartiko Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Analisis Semiotik
Terhadap Sampul Majalah Tempo Pada Kasus Korupsi Simulator SIM”.
Dalam penelitiannya yang dibahas adalah Semiotika Charles Sanders Peirce,
yaitu dengan melihat makna atas sign (ikon, indeks, dan simbol), object, dan
interpretan. Hasil penelitiannya adalah petanda yang muncul pada sampul
majalah Tempo berkaitan erat dengan kasus korupsi Simulator SIM. Pada
empat sampul terdiri tiga kategori, yaitu sosok Irjen Djoko Susilo dengan
simbol pemegang proyek Simulator, gambaran petugas KPK yang menyidik
Polisi, dan gambaran empat anggota DPR yang menerima suap proyek
simulator kemudi. Interpretasi peneliti ketika melihat gambar ilustrasi yang
ditampilkan pada sampul adalah mengambarkan rangkaian peristiwa kasus
korupsi Djoko Susilo dalam proyek Simulator kemudi.58
Skripsi Yulius Wisnu Ade Pramudya Mahasiswa Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Analisis Ilustrasi Buku
Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja Karangan Aan Mansyur”. Dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa ilustrasi Melihat Api Bekerjamengangkat
tema mengenai komunikasi, kesendirian, tanggung jawabseorang ibudankisah
sebuahkeluarga. Warna yang digunakan adalah warna monokrom dengan
memilih warna coklat yang dipadukan dengan warna gelap dan terangnya.
Penggambaran karakter dengan gestureyaitu penggambaran dilakukan mulai
57
Jenni Anggita, “Perekat Sembilan Cerita dalam 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori”, Skripsi
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2012. 58
Yunus Priyonggo Kartiko, “Analisis Semiotik terhadap Sampul Majalah Tempo pada Kasus
Korupsi Simulastor SIM”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jakarta,
2014.
35
dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ruang kosong/ white space
padabackground ilustrasi adalah wujud komunikasi yang berasal dari pusat
batin manusia sekaligus perlambang kemutlakan Tuhan.Ilustrasi dikategorikan
deskriptif karena menerjemahkan isi puisike dalam wujud visual.Hubungan
ilustrasi dengan teks puisi dapat diklasifikasikan sebagai suatu
gabunganinterpenden. Kolaborasi antara ilustrasidanteks puisi sama-sama
berperan dalam menyampaikan gagasan.59
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tidak menemukan penelitian
yang khusus menganalisis Hubungan Karakter dengan Ilustrasi dalam
kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori dan implikasinya
terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Penelitian dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira juga terbilang masih sedikit. Maka dari itu, penulis akan
mendeskripsikan bagaimana hubungan karakter dengan ilustrasi yang terdapat
dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira tersebut. penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif. Peneliti juga menganalisis unsur-unsur
intrinsi yang terkandung dalam kumpulan cerpen tersebut.
59
Yulius Wisnu Ade Pramudya, “Analisis Ilustrasi Buku Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja
Karangan Aan Mansyur”, Skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni Rupa, Yogyakarta, 2017.
36
BAB III
PROFIL LEILA S. CHUDORI
A. Biografi Leila S. Chudori
Leila Salikha Chudori atau yang lebih dikenal dengan Leila S. Chudori
di lahir di Jakarta, 12 Desember 1962. Putri bungsu keluarga Muhammad
Chudori. Pada usia dua tahun lebih ia menetap di Australia, saat ayahnya
menjabat sebagai koresponden “Antara” di Canberra selama empat tahun. Ia
memang dibesarkan di lingkungan keluarga yang menjadikan buku dan mesin
tik merupakan sahabat sehari-harinya. Kekaguman Leila pada ayahnya
Muhammad Chudori yang berprofesi sebagai wartawan kabar berita Antara,
tak mampu disembunyikan. Ia menyatakan bahwa wartawan adalah
seseorang yang mempunyai wawasan luas dan mampu bergaul dengan segala
lapisan masyarakat. Keuntungannya adalah jika Leila menjadi seorang
wartawan maka ia akan banyak mengenal pribadi-pribadi manusia yang
bermacam-macam dan itu bisa menjadi bahan untuk tulisannya.1
Leila memiliki seorang anak perempuan bernama Rain Chudori
Soerjoatmodjo yang lahir di Jakarta tahun 1994. Rain juga telah menulis
sejak dia berusia 14 tahun dan telah merilis buku pertamanya berjudul
“Monsoon Tiger and Other Stories” (Kepustakaan Populer Gramedia, 2015).
Selain cerita pendek, Rain juga menulis ulasan dalam bahasa Inggris untuk
The Jakarta Post, Tempo English Edition dan The Jakarta Globe. Leila dan
Rain tinggal di Jakarta.2
Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh
pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pacific (United World
Colleges) di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan
Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada.
Pendidikan pertamanya tahun 1969- 1975 SD Batahari Jakarta, dilanjutkan
1 Anonim, “Ingin Menggenggam Dunia”, Majalah Dewi, Jakarta 3-16 Mei 1982, hlm. 60.
2 Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 04 September 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/)
37
SMP Negeri 8 Jakarta tahun 1976-1979, kemudian SMA 3 Jakarta tahun
1979-1984.3
Sebetulnya, Leila lulus kuliah pada bulan Mei tahun 1988, tetapi ia
keliling Eropa terlebih dahulu, dan baru kembali ke Indonesia pada bulan
September tahun 1988. Bulan berikutnya, Oktober ia langsung menjadi
tenaga lepas Majalah Berita di Jakarta atau biasa disebut denngan freelance.
Ia menyukai pekerjaannya karena tidak perlu datang setiap hari, dan kerjaan
bisa dibawa pulang.4
Masa-masa remaja Leila banyak tersita untuk belajar dan menulis, ia
pun memanfaatkan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang lain.
Misalnya, sebagai pengasuh surat-surat pembaca di majalah Kawanku, les
piano, dan satu hal lagi yang bikin badannya gemetaran yaitu Leila giat
berlatih karate. Menurutnya, remaja-remaja seusianya pada saat itu
cenderung untuk terkotak menjadi dua golongan. Pertama, yang tahunya
hanya sebatas main – main, tidak belajar. Kedua, remaja profesor yang
tahunya hanya belajar saja.
Leila Salikha Chudori yang namanya sering tampil di beberapa majalah
anak-anak, remaja dan sebagai penulis cerita pendek ini biasanya disingkat
menjadi Leila S. Chudori saja. Leila sering keberatan kalau ditulis seluruh
kepanjangan namanya. “Abis orang-orang suka salah sih nulisnya, jadi kan
kesel” ungkapnya pada majalah Remaja.
Leila mulai menulis cerpen sejak tahun 1974, ketika ia masih duduk di
kela 4 Sekolah Dasar. Cerpen pertamanya berjudul Pesan Sebatang Pohon
Pisang dimuat di majalah Kuncung. Kebiasaan menulis ini diakui Leila tak
lepas dari guru bimbingan sekolahnya saat itu. Di tingkat akhir SMP, Leila
telah berhasil menulis cerpen sebanyak 50-an serta 11 novel yang tersebar di
majalah-majalah seperti Kuncung, Kawanku, Gadis, Hai, Dewi, dan lain-
lain.5
3 Ibid
4 Apri Swan Awanti, “Leila S. Chudori, Mengejar Cory Aquino karena Penasaran”, Majalah
Femina, Jakarta 10-16 Mei 1990, hlm. 86 5Anonim, Majalah Dewi, Op. Cit., Hlm. 38.
38
Setelah menyelesaikan antologi cerita pendeknya, Malam Terakhir,
diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti pada tahun 1989, Chudori menjadi
jurnalis untuk Majalah Tempo News. Dalam karir awal sebagai jurnalis,
Chudori ditugaskan untuk meliput masalah internasional - dari catatan adalah
wawancara dengan Presiden Cory Aquino (1989, di Istana Malacanang,
Manila), dengan aktivis Tianammen Fang Lizhi (1991, wawancara yang
berlangsung di Cambridge , Inggris), dengan Presiden Fidel Ramos (Manila,
1992), Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (Jakarta, 1992),
Pemimpin PLO Yasser Arafat (Jakarta 1992, dan Jakarta 1999), Nelson
Mandela (Jakarta, 1991), dan pemimpin Mozambik Robert Mugabe (Jakarta,
2005). Chudori sekarang menjadi Editor Senior majalah Tempo, bertanggung
jawab untuk kolom "Bahasa" dan ulasan film. Pada tahun 2008, bersama
dengan Bambang Bujono, ia turut mengedit buku, kumpulan esai tentang
Indonesia, yang diterbitkan oleh Tempo.6
Karya-karya awal Leila dimuat saat berusia 12 tahun di majalah Si
Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan
cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati
Andra. Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman,
majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie
(Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus
sastra Tinneke Hellwig “Leila S. Chudori and Women in Contemporary
Fiction Writing dalam Tenggara”. Selain sehari-hari bekerja sebagai
wartawan majalah berita Tempo, Leila (bersama Bambang Bujono) juga
menjadi editor buku Bahasa! Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo (Pusat
Data Analisa Tempo, 2008). Leila juga aktif menulis skenario drama televisi.
Masa kanak-kanak, Leila mengarang semenjak anak-anak hingga dewasa.
Semasa kanak-kanak, Leila memulai kariernya dengan membuat cerpen yang
berjudul “Sebatang Pohon Pisang”, dimuat di majalah Kawanku tahun 1974.
6 Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 04 September 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/)
39
Setelah itu karyanya rajin muncul di majalah tersebut dan majalah lainya
seperti Kuncung.7
Saat karir dewasanya, cerita pendeknya diterbitkan di majalah-majalah
Indonesia seperti mingguan Zaman, majalah sastra Horison, majalah pria
Matra, Solidaritas (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara
(Malaysia). Kumpulan cerpennya, Malam Terakhir ("The Last Night" yang
diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1989), telah diterjemahkan
ke dalam bahasa lain, termasuk bahasa Jerman (Die Letzte Nacht, diterbitkan
oleh Horlemann Verlag), sementara beberapa karyanya pendek cerita
diterbitkan dalam antologi sastra Menagerie Indonesia yang diterbitkan oleh
Yayasan Lontar.8
Sejak kecil Leila sudah biasa berkumpul dengan pengarang terkenal
seperti Yudhistira Massardi, Arswendo Atmowiloto, dan Danarto. Tapi dia
memang bukan perempuan yang pantang mundur, terutama untuk bidang
tulis menulis yang diyakininya sebagai pilihan hidup dan karier. Karena itu,
dia memilih karier sebagai wartawan. Kerjanya memang sungguh menyita
waktu dan meletihkan, sehingga ia tak sempat lagi menulis cerita fiksi.
Sempat mewawancarai tokoh-tokoh terkenal, yang kemungkinan tak bisa
dijumpai kalau ia cuma sekadar penulis fiksi. Meski diakui kariernya sebagai
pengarang cukup cemerlang, diminta ceramah, sampai diundang ke
pertemuan pengarang Asia di Filipina. Tapi dia juga tak bisa
menyembunyikan kegembiraannya sempat bertemu dengan Paul Wolfowitz,
Bill Morison, HB Jassin, Corry Aquino dan menjadi satu dari 11 wanita
Indonesia yang bisa makan siang bersama Lady Diana.
Setelah 20 tahun menulis fiksi pendek, Leila menerbitkan antologi 9
dari Nadira (“Nine Stories from Nadira”, diterbitkan oleh Kepustakaan
Populer Gramedia, 2009) dan diterbitkan ulang Malam Terakhir. Koleksi 9
dari Nadira adalah antologi sembilan cerita yang menceritakan bagaimana
keluarga Nadira menghadapi kematian mendadak ibu mereka. Meskipun
7 Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 04 September 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/) 8 Ibid,
40
Leila bersikeras bahwa ini adalah kumpulan cerita pendek, beberapa kritikus
sastra menganggap karya itu sebagai novel.
Menurut Tineke Hellwig dari University of British Columbia, “Apa
yang membuat 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori seperti bacaan yang
menyenangkan dan sepotong literatur yang sangat bagus adalah bahwa novel
ini menonjol… Ini menyentuh berbagai macam emosi dan aspek dari kondisi
manusia yang kita, sebagai pembaca, mudah mengenali dan dengan mana
kita dapat berempati dan mengidentifikasi. Penulis Agus Noor menulis di
harian Kompas Indonesia bahwa 9 dari Nadira adalah bukti bahwa “anak
emas sastra Indonesia sudah kembali”. Dengan publikasi karya terakhirnya,
Chudori diundang untuk berbicara di Salihara Indonesia Sastra Bienalle di
Jakarta pada Oktober 2009, Simposium Sastra Asia Pasifik di Perth Australia
pada tahun 2011; dan Asosiasi Sastra Acara Leila Chudori Soirée yang
diselenggarakan oleh Indonesia-Prancis di Pasar Malam Paris, juga pada
Januari 2012.
Cerita-cerita terpilih dari 9 dari Nadira dan Malam Terakhir sedang
dalam proses penerjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh Yayasan Lontar.
Dengan judul The Longest Kiss, penggabungan kedua antologi ini sedang
diterjemahkan dan diedit oleh Pamela Allen, Jennifer Lindsay, John
McGlynn, Sandra Taylor, dan Claire Siverson. Dalam pengantar untuk karya
yang diterjemahkan, Pam Allen dari Universitas Tasmania, Australia,
menyatakan bahwa, “seperti Leila, para protagonis dari cerita dalam koleksi
yang diterjemahkan ini mendambakan domain pribadi itu. Mereka berbagi
dengan pencipta mereka gairah untuk kata-kata, untuk menulis, dan untuk
sastra. ”Allen mencatat bahwa karakter Chudori“ adalah sifat-sifat yang
agresif, tidak konformis dan sangat independen yang tidak selalu melayani
mereka dengan baik dalam batasan lingkungan konservatif dalam yang
mereka temukan sendiri, baik itu lingkungan keluarga mereka, pekerjaan
mereka, atau negara mereka.” Tahun 2011, 9 dari Nadira mendapat
apresiasi dari Penghargaan Sastra Badan Bahasa Indonesia. Diterjemahkan ke
41
dalam bahasa Inggris oleh Lontar Foundation dengan judul The Longest
Kiss.9
Drama TV berjudul Dunia Tanpa Koma, produksi SinemArt, sutradara
Maruli Ara, menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Tora Sudiro ditayangkan
di RCTI tahun 2006. Mendapatkan penghargaan sebagai acara TV terbaik
tahun 2007 pada penghargaan Bandung Film Festival. Leila S. Chudori
mendapatkan penghargaan sebagai penulis drama dan televisi pada acara dan
tahun yang sama.
Menulis skenario film pendek Drupadi pada tahun 2004, produksi
SinemArt dan Miles Films, sutradara Riri Riza. Merupakan tafsir kisah
Mahabharata. Diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai Drupadi dan
Nicholas Saputra sebagai Arjuna. Menurut Leila, DTK merupakan
terjemahan dari pengalaman dan pengamatan terhadap lingkungan kerjanya
setelah 16 tahun berkarir di dunia jurnalistik10
Kumpulan cerpen Malam Terakhir pertama kali terbit tahun 1989 oleh
Pustaka Utama Grafiti beberapa bulan sebelum pengarang bergabung dengan
majalah Tempo,11
kemudian pada tahun 2009 dicetak ulang oleh Kepustakaan
Populer Gramedia. Terdiri dari sembilan judul cerpen, “Paris, Juni 1988’,
“Adila”, “Air Suci Sita”, “Sehelai Pakaian Hitam”, “Untuk Bapak”, “Keats”,
“Ilona”, “Sepasang Mata Menatap Rain”, dan “Malam Terakhir”. Kumpulan
cerpen Malam Terakhir diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzie
Nacht (Horlemman Verlag).12
Akhir tahun 2012, lahirlah Pulang sebagai novel pertama Leila S.
Chudori. Diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, dan diluncurkan
pertama kali di Goethe Institut Jakarta. Riset yang dilakukan penulis selama
enam tahun untuk pergi ke Pernacis dan mewawancari Oemar Said dan
9 Ibid,
10 Anonim, “Ambisi Perbaiki Tontonan Layar Kca”, Harian Indo Pos, Jakarta 8 0ktober 2006,
hlm. 28 11
Leila S. Chudori, Malam Terakhir, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. xiii. 12
Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 04 September 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/)
42
Sobron Aidit sebagai eksil tahanan politik.13
Pulang menceritakan tentang
perjalanan hidup eksil politik di Prancis, khususnya perjalanan hidup Dimas
Suryo yang berusaha untuk “Pulang” kembali ke pelukan Tanah Air. Tahun
2013, Pulang memenangkan Katulistiwa Literary Award.
Setelah sukses dengan peluncuran novel perdananya di tahun 2012
berjudul Pulang, yang meraih Khatulistiwa Literary Award dan
diterjemahkan ke dalam lima bahasa asing, Leila S. Chudori melahirkan
novel kedua Laut Bercerita. Novel yang diterbitkan oleh Kepustakaan
Populer Gramedia ini diselenggarakan di Institut Français Indonesia (IFI), Jl
MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Yang menarik adalah: peluncuran Laut
Bercerita juga disertai pemutaran film pendek yang diadaptasi dari buku ini
yang disutradarai oleh Pritagita Arianegara. Selain itu, ada pula pameran
stillphoto dari film pendek pembuatan Laut Bercerita yang diproduksi Anton
Ismael.14
B. Pemikiran Leila S. Chudori
Leila S. Chudori merupakan pengarangan yang hampir selalu memilih
cerita pendek sebagai format ketika berkarya. Baginya, cerita pendek dalam
beberapa hal memiliki peraturan yang lebih ketat, lebih keras, dan lebih galak
dari pada jenis format lainnya. Keputusan itu tidak hanya berurusan dengan
masalah fisik dari cerita pendek, tapi berhubungan dengan perasaan yang
disampaikan. Ia sangat tidak percaya dengan bakat, baginya kata bakat itu
mengandung misteri. “Manusia itu ditentukan oleh faktor internal dan
eksternal. Kita harus menguji diri kita, punya jiwa seni atau tidak.” katanya.
Bagi Leila, seorang pengarang memiliki kepekaan menangkap fenomena
dalam dirinya, kemudian diekspresikan lewat kertas. “Kita harus mengadakan
pendekatan pada kepekaan itu. Sesudah mengenal kepekaan itu, barulah
dilanjutkan dengan proses edukasi, ya membaca, belajar dari pengalaman,
menghayati kehidupan,” Bagi Leila, seni itu tidak diperoleh dalam pendidikan
13
Ibid, 14
Ecka Pramita, “Laut Bercerita” Kisah Kelam Aktivis ’98 Persembahan Leila S. Chudori,
diunduh 10 November 2018, (https://majalahkartini.co.id/berita/laut-bercerita-kisah-kelam-aktivis-
98-persembahan-leila-s-chudori/)
43
akademis, kecuali masalah politik dan ekonomi. Seorang pengarang berbakat
itu tak ditentukan oleh kuantitas karyanya, tapi bobot karya itu sendiri.
Pengarang yang terlalu produktif itu diragukan kualitas karya-karyanya.
“Kapan sih kesempatannya untuk mengendapkan karyanya dan kemudian
merenung. Lain halnya dengan Putu Wijaya yang benar-benar produktif, tapi
terasa ada pengulangan-pengulangan tanpa disadarinya,”15
Leila menulis
haruslah dari hati dan menikmati prosesnya. Tidak hanya sekadar ingin
terkenal, apalagi mendapatkan penghargaan. Bila suatu karya diapresiasi baik,
maka itu menjadi nilai tambah, tapi bukan sesuatu yang diharapkan dari awal
pembuatan.
Bakatnya dalam menulis memang sudah menonjol sejak kecil. Dia
terpikirkan untuk membuat animasi benda mati, menghidupkan botol, kursi,
dan lain-lainnya sehingga bisa bicara, punya perasaan atau berkeluh kesah.
Kemampuan Leila untuk menangkap sesuatu terus berlanjut seiring dengan
umurnya, wawasan yang didapat memiliki hubungan dengan karya-karyanya.
Ketika beranjak remaja dengan wawasan remaja dia membuat cerita remaja.
Tetapi mulanya sempat tak yakin, permasalahannya merasa tidak bisa
membuat cerpen yang bertemakan cinta, ungkap Leila yang menurutnya lebih
senang membuat cerita fiksi ketimbang artikel. Meski begitu, pada
kenyataannya Leila dikenal sebagai pengarang cerita remaja.16
Kritikus sastra Indonesia, H.B Jassin, dalam pengantar untuk Malam
Terakhir, mengatakan bahwa prosa Chudori dipenuhi dengan kejujuran,
tekad, ambisi dan prinsip. Jassin mencatat bahwa cerita pendek Chudori
menunjukkan pengaruh oleh para penulis seperti Franz Kafka, Dostoievsky,
D.H. Lawrence dan James Joyce, serta ketertarikannya pada epos
Bharatayudha dan Ramayana, dan dunia Wayang Indonesia. Dengan
pengaruh ini, kata Jassin, tidak mengherankan bahwa Leila menggambarkan
karakternya dengan kesadaran yang dalam dan kemandirian semangat, dan ia
15
Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 04 September 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/) 16
Anonim, “Leila Salikha Chudori: Saya Tak Percaya pada Bakat”, Suara Pembatuan, Jakarta 31
0ktober 1988, hlm. 8
44
menggunakan imajinasinya untuk menciptakan kekacauan dalam ruang dan
waktu, mengisinya dengan ilusi dan halusinasi, menyandingkan pengalaman
pribadi dan apresiasi dengan cerita mitologis. Dengan difusi teknik ini, Leila
telah menciptakan dimensi baru, tulisnya. Menurut .Jassin, fitur yang patut
dicatat dalam fiksi Chudori adalah keberaniannya untuk mendiskusikan tema
yang kontroversial dalam masyarakat tradisional Indonesia. Jassin
menyimpulkan bahwa penceritaan cerita Chudori adalah intelektual dan
puitis dan mengungkapkan sudut pandang filosofis segar.17
Bentuk dan bahasa Chudori bervariasi dan ambigu. Dia memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang kebudayaannya sendiri maupun
masyarakat Barat, khususnya dalam literatur Anglo-Saxon, yang pertama kali
menarik perhatiannya ketika belajar di Kanada. Dalam fiksi sensitif dan
reflektifnya, Chudori menciptakan dialog antara tradisional dan modern,
sambil mengelola untuk mempertahankan kepekaan universal hak asasi
manusia, tercatat dalam narasinya tentang mahasiswa pembangkang yang
dipenjara yang menunggu di malam hari untuk dibunuh. Ini dia kontras
dengan jenis kelas sosial yang sangat berbeda dengan menggambarkan
diskusi antara anggota rezim penguasa yang berkuasa dan putrinya yang
meragukan. Pernyataan moody dari karakter laki-laki menunjukkan retorika
pembunuhan daripada refleksi netral. Putrinya tidak menang, dan para siswa
terbunuh keesokan harinya.18
Leila selalu tertarik menulis cerita bertemakan keluarga. Seperti
kumpulan cerpen 9 dari Nadira menurutnya, “saya tertarik dengan
bagaimana sebuah reaksi di dalam keluarga dan kehidupan untuk bertahannya
setelah ditinggalkan oleh salah satu anggotanya secara mendadak artinya
bukan karena sakit. Ditinggalkan karena sakit pun saja kita sedih, apalagi ini
secara mendadak dan kita gak paham.”. Leila pun tertarik dengan psikologi
dari orang-orang di sekelilingnya. Sebetulnya kalo melihat Nadira dan juga
Pulang novel saya berikutnya dan juga Malam Terakhir kumpulan cerpen
17
Leila, S. Chudori, Tentang Leila, diunduh 10 November 2018,
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/) 18
Ibid,
45
saya sebelumnya yang saya tulis jaman Leila mahasiswa tahun 80-an itu rata-
rata sebenarnya kalo diperhatikan Leila biasanya dengan cerita keluarga
seperti dinamika dalam keluarga adik, kakak, ibu, ayah. Jadi saya tertarik
dengan cerita keluarga dan menurutnya telling a story about a family buat
Leila itu selalu menarik.19
Kesiapan dalam menulis, hal yang Leila lakukan adalah melakukan riset
tergantung kebutuhannya, Leila selalu menciptakan background terlebih
dahulu, orang ini pekerjaannya apa, sekolahnya dimana, dia suka musik apa,
dia dari keluarga apa, dia seneng makan apa. Sehingga nanti ketika
membangun karakter itu jadi solid. Jika di novel Pulang kan tokohnya
senang mendengarkan musik rock , jadi sepanjang novel itu akan muncul.
Pada Kumpulan cerpen dari 9 dari Nadira juga Nadira senang makan apel,
apapun yang diucapkan oleh almarhum ibunya itu akan terngiang gitu saya
harus makan apa saya harus gini saya harus gitu dan musiknya dia suka
baca apa itu penting untuk tokoh Leila. Tetapi jika Leila ingin membuat
seperti novel dengan latar di luar Indonesia Leila harus ke negaranya dan ia
harus wawancara dengan banyak orang. Tapi kalo Nadira karna Leila sendiri
seorang wartawan saya sudah udah tau pengalaman hidupnya seperti apa.20
19
Alinea TV, Writer’s Corner Alinea TV, diunduh pada tanggal 30 Januari 2019,
(https://www.youtube.com/watch?v=OL3CFqNnxmw&t=496s) 20
Ibid,
46
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Unsur-unsur Intrinsik
Karya sastra membutuhkan unsur-unsur yang sifatnya fakta untuk pembaca.
unsur-unsur tersebut membangun sebuah cerita, unsur-unsur yang dimaksud
adalah unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik karya sastra terdiri atas tema, latar,
alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut
unsur-unsur intrinsik dari kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori.
1. Tema
Tema merupakan ide atau gagasan dasar sebuah cerita yang
didalamnya terdapat tujuan dari pengarang dalam membuat karya sastra
kepada pembacanya.
Kematian ibunya yang mendadak telah membuat Nadira
begitu tua. Sejak penguburan ibunya setahun silam,
lingkaran hitam di bawah kedua matanya tak pernah hilang.
Dan sejak kematian itu pula, Nadira memandang segala
sesuatu di mukanya tanpa warna. Dia tidur, bangun, dan
merenung di kolong meja kerjanya.1
Semenjak kematian ibunya banyak permasalahan di setiap anggota
keluarga yang ditinggalkan yang digambarkan dalam setiap cerpennya.
Kutipan pada cerpen “Melukis Langit” yang dialami tokoh Nadira adalah
bentuk permasalahan yang terjadi di dalam dirinya. Semenjak Nadira
ditinggal mati oleh ibunya, hidupnya menjadi berantakan, dan dia
memiliki kebiasaan baru yaitu selalu merenung di bawah kolong meja
kerjanya. Dalam cerpen “Tasbih” bentuk permasalahan terjadi pada tokoh
Nadira saat peristiwa tokoh Nadira sedang mewawancarai Bapak X
1 Leila, S. Chudori, 9 dari Nadira, (Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia, 2010), hlm. 72
47
Nadira tidak menjawab sama sekali dan tidak berniat
meladeni kegilaan Bapak X. tetapi sialan! Pertanyaan itu
malah membentangkan sebuah layar masa lalu, tiga tahun
lalu tepatnya, ketika kali pertama dia menemukan ibunnya
terletak di lantai rumah, dalam keadaan tak bernyawa. Tubuh
yang biru. Pipi yang biru. Dan bibir yang keputihan karena
busa yang kering.2
Kutipan pada cerpen “Tasbih” tokoh Nadira merasa geram karena
ingatan tentang kematian ibunya kembali terekam saat mewawancarai
salah satu tahanan yan tidak mengenal Nadira yaitu Bapak X. Cerpen
“Sebilah Pisau” bertema kisah Nadira yang pada akhirnya menemukan
tambatan hatinya.
Undangan itu bukan hanya menyentakku, tetapi menyentak
seluruh isi kantor. Nadira akan menikah! Empat tahun lalu
setelah kematian ibunya, barulah Nadira hidup kembali. Dia
dibangunkan oleh seseorang bernama Niko Yuliar.3
Sementara pada cerpen “At Pedder Bay” bertema kesadaran tokoh
Nadira akan permasalahan setelah kematian ibunya. Nadira memutuskan
untuk pindah ke Kanada. Dia memulai dunia barunya di sana sebagai
dosen di almamaternya dulu. Di Kanada bertemu dengan Marc, teman
semasa dia kuliah dulu. Nadira mendapat berita dari Jakarta bahwa Arya
akan menikah, dan Arya meminta agar Nadira hadir di acara perniahannya
Arya juga ingin menyelesaikan urusan Nadira dengan Tara yang selama
ini tertunda. Nadirapun mengakui bahwa selama ini yang ia cari hanyalah
pelarian semata, Nadira juga berata selalu ada tempat dihatinya untuk
Tara.
Tema dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira mengenai permasalahan
di dalam keluarga yang bermula dari kematian salah satu anggota
keluarganya. Permasalahan muncul pada diri tokoh-tokoh yang diceritakan
di dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira.
2 Ibid, hlm. 111
3 Ibid, hlm. 204
48
2. Latar
Latar merupakan penggambaran tempat, waktu, serta suasana dalam
cerita. Ketiga aspek ini saling berkaitan untuk menghidupkan peristiwa-
peristiwa di dalam cerpen seolah benar-benar terjadi. Penggambaran latar
dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira sebagai berikut:
a. Latar tempat
Latar tempat berhubungan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam karya fiksi. Didalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira,
latar tempat yang diperlihatkan cukup banyak, diantaranya:
Jakarta (Indonesia), merupakan latar dominan yang ada dalam
kumpulan cerpen 9 dari Nadira. Latar yang digunakan sejak Keluarga
Bramantio memutuskan kembali ke Indonesia ke rumah Keluarga
Suwandi. Jakarta juga tempat di mana Nadira terus menerima tekanan
psikologis yang memunculkan kepribadian Nadira.
Amsterdam (Belanda), latar yang digunakan untuk membuka cerita
9 dari Nadira. Latar ini menjadi tempat pertemuan antara Kemala Yunus
dan Bramantio Suwandi sewaktu kuliah.
At Pedder Bay (Kanada), tempat kampus almamaternya sewaktu
kuliah dan tempat pelarian Nadira dari permasalahannya di Indonesia.
Pelarian dari pekerjaan, keluarga dan percintaan. Ketiga latar tempat
tersebut adalah latar yang banyak muncul di dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira.
Latar tempat pada cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih” dan “Sebilah
Pisau” dan “At Pedder Bay” dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya
Leila S. Chudori adalah Jakarta dan Kanada. Ada beberapa latar tempat
yang berlokasi di Jakarta diantaranya:
1) Kantin Kantor
Latar tempat pertama yang terdapat pada cerpen “Melukis Langit”
karya Leila S. Chudori adalah di kantin kantor. Ketika tokoh Nadira
sedang membeli kue Lagsana untuk ayahnya.
49
“Alaa, Bu. Jangan begitu…” Nadira buru-buru
mengorek-mengorek dompetnya dan mengeluarkan
selembar sepuluh ribu rupiah.
“Sudah-sudah … Bayar lasagna saja. Nih, kembaliannya.
Salam buat ayahmu”4
2) Ruang Tv
Latar tempat kedua di cerpen “Melukis Langit” ketika Nadira membeli
kue lasagna ia menaruhnya di piring kecil dan memberikan kepada
ayahnya
Nadira memindahkan dua potong lasagna dan
memindahkan dua potog lasagna dan memindahkan
beberapa potong kue lumpur surga ke piring kecil yang
lain. Didekati ayahnya dan disodorkannya kedua piring
itu. Ayahnya mengambil piring-piring itu dari tangan
anak bungsunya. Diletakkannya kedua piring itu ke meja
kecil di sebela kursinya. Tatapannya tetap lurus ke arah
layar televisi.5
3) Kamar Mandi
Latar terkhir pada cerpen “Melukis Langit adalah kamar mandi ketika
Nadira meluapkan kesedihannya di dalam kamar mandi.
Nadira diam. Lalu dia menyambar handuk dan masuk ke
kamar mamndi. Segayung air dingin yang dibanjurkan ke
mukanya bercampur dengan air hangat yang mengalir
membasahi pipinya.6
4) Kantor Polisi
Ray tersenyum sinis dan memberi tanda pada bapak X
untuk duduk di ruang tengah kantor polisi yang hanya
diisi dengan sebuah meja, dua buah kursi , dan potret
presiden Soeharto dan Wakil Presiden Try Sutrisno yang
digantung di dinding.7
Kutipan di atas menunjukkan latar tempat pada cerpen “Tasbih” yaitu
di sebuah kantor polisi saat Bapak X akan diwawancarai oleh Nadira.
4 Ibid, hlm. 90
5 Ibid, hlm. 74
6 Ibid,
7 Ibid, hlm. 103
50
5) Kebun Rumah Bramantio
Latar tempat selanjutnya adalah kebun rumah keluarga Bramantio pada
cerpen “Tasbih”. Ketika Tara ingin menemui Bram di kebun
rumahnya.
Sinar matahari pagi seperti tumpah-tumpah menyirami
gerombolan alamanda di kebun rumah keluarha Suwandi.
Di bawah lindungan rerimbunan kembang kuning itulah
Bram Suwandi tertatih memeriksa anggreknya satu per
satu. Tepatnya anggrek milik almarhum istrinya. Tara
memarkirkan mobilnya di samping rumah.8
6) Kantor Majalah Tera
Latar tempat ini paling banyak digambarkan pada cerpen “Sebelah
Pisau” dibanding ketiga cerpen yang lain. Di Kantor ini adalah
pertemuan pertama kali Kris pengagum rahasia Nadira.
Kali pertama kami bertukar kata ketika Nadira ikut antre
di meja panjang, tempat makanan katering disediakan
setiap Jumat dan Sabtu malam.9
7) Rumah Amalia
Latar tempat selanjutnya terdapat dalam cerpen “At Pedder
Bay” ketika kakak Nadira yaitu Arya akan melamar seorang
gadis bernama Amalia.
Malam itu, Amalia tengah memoles bibirnya. Untuk kali
pertama keluarga besar Suwandi datang berkunjung. Arya
akan melamar Amalia.10
8) Danau Pedder Bay
Latar tempat terakhir di cerpen “At Pedder Bay” adalah danau Pedder
Bay di Kanada. Di danau inilah Nadira menceritakan kepada teman
kuliahnya dahulu Marc tentang semua kehidupan masa lalunya.
Meski tubuh sudah rontok oleh kuliah yang beruntun.
Marc dan aku sudah duduk berbantal daun-daun mapel
8 Ibid, hlm. 120
9 Ibid, hlm. 185
10 Ibid, hlm. 239
51
yang empuk dan harum itum menatap riak-riak Pedder
Bay.11
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa-peristiwa dalam
cerita itu terjadi. Latar waktu dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya
Leila S. Chudori dimulai pada tahun 1957 - 2001. Tahun 1957 diceritakan
tentang masa muda Kemala saat masih kuliah di Belanda dan awal
percintaan Kemala dan Bram. Hingga di akhir cerita pada tahun 2001
dimana Nadira berada di Kanada memutuskan untuk kembali ke
Indonesia.
Latar waktu pada cerpen “Melukis Langit” karya Leila S. Chudori
adalah pada tahun 1992 setahun setelah kematian ibunya.
Kemala Suwandi, Ibu Nadira, telah lama memilih bahwa
hidupnya sudah selesai. Itu terjadi setahun lalu, tahun
1991.12
“Korban yang paling baru bernama Muryani Handoko, 52
tahun, ibu seorang anak lelaki. Dia ditemukan tewas di
rumahnya dua pekan lalu, 10 Juni 1994. Bapak X mengaku
telah mencekik Muryani”13
Tahun 1994 Nadira mewawancarai Bapak X menjadi latar waktu
pada cerpen “Tasbih”, ia menjadi narasumber Nadira sebagai tugas liputan
di bidang kriminal pada tahun 1994. Sementara pada cerpen “Sebelah
Pisau” terjadi pada tahun 1989 saat pertemuan pertama kali Kris
pengagum rahasia Nadira dan tahun pertama ia bekerja di majalah Tera.
Pada tahun 1991, dua tahun setelah Nadira bergabung
dengan kantor ini, ibu Nadira tewas bunuh diri. Ah ….14
Kejadian pada tahun 2001 terdapat dalam kisah terahir pada cerpen
“At Pedder Bay”. Di Pedder Bay, tokoh Marc muncul, dia teman lama
11
Ibid, hlm. 235 12
Ibid, hlm. 71 13
Chudori, op. cit., hlm. 103 14
Ibid, hlm. 191
52
Nadira. Kutipan berikut menggambarkan latar waktu saat Nina mengirim
pesan email kepada Nadira.
New York, November 2001
Nadira,
Saya menulis ini agak tergesa.
Kehidupan di New York berkejaran dengan sisa nafas
kita.15
Leila S. Chudori menggunakan latar waktu cerita memakan waktu
sekitar 44 tahun yang secara tersurat dalam kumpulan cerpen 9 dari
Nadira ini, artinya kumpulan cerpen ini memiliki waktu yang bermcam-
macam serta tidak beraturan. Variasi waktu digunakan untuk terciptanya
alur cerita yang tidak mudah di prediksi pembaca.
c. Latar Sosial
Latar sosial merupakan latar di mana perisitiwa dalam cerita ada
hubungan dengan kejadian penting pada masanya. Maka dari itu latar
sosial membuat pembava akan lebih mengetahui latar belakang peristiwa
sosial yang terjadi dari peristiwa dalam cerita. Pada kumpulan cerpen 9
dari Nadira, sosial masyarakat yang ditunjukkan adalah masyarakat
perkotaan yang hidupnya dipenuhi dengan pekerjaan atau urusan kantor
dan masalah percintaan.
Setelah tragedi Twin Towers, ada satu pertanyaan yang
selalu menghajar saya setiap hari: tolong jelaskan kepada
saya apa yang terjadi.
Kenapa mereka bertanya pada saya? Apa hanya karena
saya sedang mengajar sejarah masuknya Islam Asia: atau
karena wajah saya sangat “un-american”. New York luka,
seluruh Amerika kelam, seluruh dunia gelap.16
Berdasarkan kutipan di atas yang terdapat pada cerpen “At Pedder
Bay” menggambarkan banyak yang terjadi di Indonesia dan New York
pada tahun 2001, seolah memunculkan kembali di ingatan kita. Di
Indonesia terjadi pergantian presiden dari Gusdur ke Megawati, sedangkan
di New York gedung World Trade Center ditabrak oleh pesawat. Pada saat
15
Ibid, hlm. 254 16
Ibid, hlm. 255
53
dua peristiwa itu Nadira diminta pulang oleh Arya dan Nina untuk
menghadiri pernikahan kakanya yaitu Arya dengan Amalia.
3. Alur
Alur dalam sebuah cerita merupakan peristiwa yang membentuk
sebuah cerita. 9 cerita pendek yang ada di dalam kumpulan cerita pendek
9 dari Nadira karya Leila S. Chudori adalah satu keutuhan sebuah cerita
yang menghasilkan sebuah alur. Alur dalam kumpulan cerpen ini berbeda
dari kebanyakan kumpulan cerpen yang ada. Biasanya dalam kumpulan
cerpen, setiap cerpennya menceritakan peristiwa yang tidak saling terkait
dengan cerpen berikutnya. Alur cerpen biasanya sederhana, sedangkan
alur 9 dari Nadira dapat dikatakan kompleks. Aminuddin membagi alur
menjadi 6 tahapan peristiwa yang saling berkaitan, tahapan alur tersebut
diantaranya:
a. Tahapan Pengenalan
Pada tahap ini merupakan tahapan peristiwa dalam suatu cerita
yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Pada bagian awal di
dalam cerpen “Mencari Seikat Seruni“ dipaparkan pengenalan tokoh –
tokoh keluarga Bramantyo yang terdiri dari Kemala Suwandi istrinya
dan ketiga anaknya Nina, Arya, dan Nadira. Hal pertama yang ditemui
dalam tahap pengenalan ini yaitu tentang pertemuan tokoh Bramantyo
dan Kemala Suwandi.
“Pasti waktu lahir, orangtuamu tak lupa memberi nama”.
Dia lucu juga. Dan sabar.
“Kemala. Namaku Kemala.”
“Masih tahun pertama di VU?”17
Selanjutnya adalah tahap pengenalan yang menceritakan tentang rasa
kehilangan atas meninggalnya salah satu anggota keluarganya. Keluarga
Bram berduka karena istri tercinta ibu dari Nina, Arya dan Nadira telah
pergi meninggalkan mereka selama-lamanya dan menyisakan duka yang
mendalam.
17
Ibid, hlm. 15
54
Yu Nina menyerbu tubuh Ibu yang telentang. Tubuh Ibu
yang sudah diam dan tetap berwarna biru. Yu Nina
melolong... tapi suaranya tak pernah keluar. Namun aku
bisa mendengar lolongan Yu Nina hingga hari ini.18
b. Tahapan Konflik
Tahapan konflik merupakan sesuatu yang menimbulkan ketegangan
atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita.
Konflik dalam kumpulan cerita 9 dari Nadira dimulai setelah setahun
kematian ibunya.
Nina tak berminat pulang ke Jakarta. Nina tak pernah
berminat dengan apapun di Indonesia. Bagi dia, adalah
haknya untuk memilih berdomisili di New York dan
membiarkan kedua adiknya mengurus kepusingan keluarga.
Nadira menganggap kakanya masih terluka akibat
kepergian ibunya yang begitu mendadak.19
Kutipan tersebut yang terdapat dalam cerpen “Melukis Langit”
menunjukkan bahwa Yu Nina masih berkabung duka dengan kematian
ibunya dan pergi meninggalkan ayah dan kedua adiknya ke New York.
Tidak hanya Nina, Arya pun mengikut jejak kakaknya yang meninggalkan
ayah dan adiknya untuk pergi ke hutan. Tindakan yang dilakukan oleh
kakanya pun menyebabkan timbul konflik batin di dalam diri Nadira yang
berpengaruh di kehidupan sehari-harinya.
Sejak itu, wajah Nadira tak pernah sama seperti yang
kukenal. Rambutnya semakin berantakan; wajahnya kusut
dan pipinya selalu terdapat jejak air mata, seolah ia tak
pernah membasuh mukanya. Kolong meja kerjanya
berubah menjadi tempat dia menyembunyikan seluruh
kesedihannya.20
Apa yang telah dilakukan kedua kakaknya itu berdampak pada diri
Nadira. Seperti yang telah digambarkan pada cerpen “Sebelah Pisau”
Kehidupannya tak seperti dulu dan kolong meja kerjanya menjadi tempat
pelampiasan untuk menumpahkan segala kesedihan Nadira.
18
Ibid, hlm. 4 19
Ibid, hlm. 73 20
Chudori. op. cit., hlm. 191
55
c. Tahapan Komplikasi
Tahap ini merupakan tahap dimana konflik menjadi meningkat.
Konflik bertambah menjadi semakin menegangkan. Konflik yang
dimunculkan pada tahap konflik semakin berkembang dan dikembangkan
kadar intensitasnya. Komplikasi dalam Kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini
terdapat pada cerpen “Tasbih” saat Nadira mewawancari seorang psikiater
untuk tugas laporan kriminalnya dan teringat kembali peristiwa
menggambarkan kematian ibunya.
Nadira tidak menjawab sama sekali dan tidak berniat
meladeni kegilaan Bapak X. Tetap sialan! Pertanyaan itu
malah membentangkan sebuah layar masa lalu, tiga tahun
lalu tepatnya. Ketika kali pertama di menemukan ibunya
tergeletak di lantai rumah, dalam keadaan tak bernyawa.
Tubuh yang biru. Pipi yang biru. Dan bibir yang keputihan
karena busa yang kering. Bunga seruni yang memenuhi
makam ibu.21
Selain mewawancarai Bapak X yang akhirnya kembali mengingat
kematian ibunya. Bram dan Nadira memiliki perilaku ganjil setelah
kematian Kemala. Bram selalu mengulang-ulang menonton “All President
Man”. Dia juga sering keluar kamar pukul 03.00 pagi sambil mengenakan
bakiak menuju kamar mandi. Hal ini terdapat pada kutipan cerpen “Melukis
Langit” sebagai berikut:
Ayahnya memasukkan kaset video yang sudah dikenalnya:
All the President’s Men. Film itu sudah ditontonnya puluhan
kali.22
“Ya, dua-duanya. Tapi Ayah menderita sekali, Yu. Lagipula,
dia terserang insomnia akhir-akhir ini. Setiap malam aku
dengar kletak-kletuk bakikaknya di dapur”23
d. Tahapan Klimaks
Tahap klimaks merupakan tahap dimana konflik-konflik yang terjadi
atau ditimapakan kepada para tokoh cerita telah mencapai titik puncak yang
biasanya dialami tokoh-tokoh utama. Klimaks dalam cerita akan dialami
21
Chudori. op. cit., hlm. 111 22
Chudori. op. cit., hlm. 74 23
Ibid, hlm. 76
56
tokoh protagonis atau tokoh utama.
Pada tahap klimaks cerpen “Melukis Langit” dalam kumpulan cerita 9
dari Nadira yaitu ketika Bram melihat teman kantornya menduduki
jabatannya di televisi, kemudian ia menjatuhkan piring lasagna yang
dibelikan oleh Nadira.
Adegan di televisi itu berlangsung begitu cepat. Disitu ada
Ayah. Dan di situ ada Pak Riswanto. Kini Pak Riswanto
menduduki jabatan ayah. Nafas Nadira tertahan.24
Sementara tahap klimaks yang terjadi pada cerpen “Tasbih” adalah
saat Nadira menonjok Bapak X karena Bapak X berusaha memunculkan
kembali ingatan Nadira tentang penyebab kematian ibunya, Kemala.
“seseoarang yang lelah dengan dunia … seseorang yang
ingin pensiun dari hidupnya…”
Hanya dalam waktu dua detik, wajah Bapak X dihajar sebuah
tonjokan yang luar biasa.25
e. Tahapan Leraian
Tahap leraian adalah bagian struktur alur yang sudah tercapainya
klimaks. Pada tahapan ini peristiwa yang terjadi menunjukkan ke arah
penyelesaian. Dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira leraian ada di dalam
cerpen “Melukis Langit” saat Nadira melampiaskan kesedihannya dengan
mencelupkan kepalanya ke dalam bak mandi. Leraian Pada cerpen
“Tasbih” saat Tara memberikan sebuah bunga seruni sebagai pengganti
tasbih peninggalan ibunya.
“Aku ada sesuatu untukmu…,” Tara mengambil seikat
bunga seruni berwarana putih dari laci. “Aku tak berhasil
menemukan tasbih ibumu …”26
Sementara leraian pada cerpen “At Pedder Bay” ketika Arya
mengirimkan surat kepada Nadira perihal pernikahannya dengan Nadira
dan meminta Nadira pulang ke Jakarta menghadiri pernikahan mereka.
24
Ibid, hlm. 91 25
Chudori. op. cit., hlm. 120 26
Ibid, hlm. 129
57
Pulanglah. Batalkanlah apapun yang telah kau rencanakan
bulan Desember dan Januari 2002. Rayakanlah tahun baru
dan hari paling bahagia dalam hidupku ini bersama
abangmu (dan Amalia yang akan menjadi kakakmu kelak;
meski dia sebenarnya sedikit lebih muda daripadamu).27
f. Tahapan Penyelesaian
Tahapan ini merupakan akhir dari cerita. Pada tahap ini merupakan
akhir dari sebuah konflik dalam novel dan menemukan jalan keluar dari
setiap konfliknya. Tahap penyelesaian pada kumpulan cerpen 9 dari
Nadira diakhiri dengan keputusan Nadira kembali ke Jakarta untuk
menghadiri pernikahan kakaknya dan menyelesaikan urusannya dengan
Tara.
“Kang …”
“Eh, ada apa, Nad. Aku sudah terima kok emailmu,
Sayang. Tidak apa. Aku paham kalau kamu tak bisa datang.
Ayah juga paham,” Kallimat Arya meluncur begitu saja.
“Kang aku berubah pikiran, Kang. Aku sudah izin dengan
kampus, ali bisa ke Jakarta…”28
Berdasarkan tahapan alur yang dijelaskan di atas, dapat
disimpulkan alur cerita dari Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira
menggunakan alur campuran karena peristiwa yang digambarkan
pengarang tidak runtut dan menyisipkan cerita-cerita dari masa lalu pada
suatu waktu, sehingga pengarang menceritakan kembali kisah masa lalu
atau flashback. Cerita yang menggunakan alur seperti ini cukup sulit
dipahami dan membutuhkan konsentrsi untuk memahami jalan ceritanya
namun kesinambungan antar judul cerita tetap terjaga dengan baik
sehingga cerita yang disajikan tetap menarik untuk dibaca.
4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pribadi atau individu yang mengalami berbagai
peristiwa dalam sebuah cerita. Sedangkan, penokohan merupakan watak
pelaku dalam sebuah cerita yang dikembangkan oleh pengarang. Tokoh dan
27
Ibid, hlm. 238 28
Ibid, hlm. 266
58
penokohan saling berakitan. Setiap tokoh biasanya memiliki karakter, sikap,
sifat, kondisi fisik yang disebut dengan perwatakan/ karakter.
Dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira, terdapat tokoh-tokoh yang
bisa dikategorikan dalam tokoh utama dan juga ada yang termasuk kategori
tokoh tambahan. Tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira
selanjutnya akan digolongkan berdasarkan fungsinya dalam cerita, yaitu
tokoh utama atau tokoh tambahan.
a. Tokoh Utama
Tokoh utama merupakan tokoh penting dan selalu ditampilkan
sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira ini, tokoh Nadira merupakan tokoh utama karena tokoh
Nadira merupakan pusat dari keseluruhan cerita dan Nadira selalu
muncul di kesembilan cerpen yang diceritakan. Tokoh utama
digambarkan sebagai seorang perempuan yang hidupnya kacau dan
berantakan semenjak kematian ibunya. Setelah lulus kuliah di Kanada,
Nadira kembali ke Indonesia. Nadira menjadi seorang wartawati di
majalah Tera. Ia juga dianggap sebagai seorang wartawan yanng
berbakat karena pernah mewawancarai beberapa orang penting.
Semua infestigasi dan tugas-tugas peliputan ke luar negeri
dilahapnya sigap; dan begitu pekerjaannya selesai, Nadira
tak segera pulang. Dia terlelap bergulung dibawah
mejanya, hingga Pak Satimin yang bebersih di pagi hari
terpaksa membiarkan kawasan meja Nadira dibersihkan
siang hari, setelah si Non berangkat liputan.29
Setelah kematiaan Ibunya, Nadira tinggal dirumah bersama ayahnya.
Ia lebih sering menghabiskan waktunya dengan pekerjaan, bahkan sering
menginap di kantor, kolong meja menjadi tempat pelampiasan kesedihan
Nadira. Nadira cuek dengan penmpilan dirinya. Hal ini dibuktikan pada
kutipan:
29
Ibid, hlm. 97
59
Dia perempuan muda yang segar; berambut ikal panjang
(yang agak jarang disisir, tapi selalu cukup rapi untuk
digerai hingga menyentuh bahunya); malas berdandan
seperti lazimnya wartawan perempuan lainnya di dunia
media berita (kecuali seulas bedak tipi dan polesan gincu
yang samar-samar, nyaris berwarna seperti bibirnya).30
Kolong meja kerjanya berubah menjadi tempat dia
menyembunyikan seluruh kesedihannya.31
Kutipan di atas merupakan gambaran tentang fisik dan sikap
Nadira. Nadira adalah seorang yang yang sangat tidak memperdulikan
penampilan, cuek, dan sederhana. Nadira memiliki kebiasaan yang aneh
semenjak kematian ibunya. Di kolong meja kerjanya ia bisa berlama-
lama tinggal dikantor agar kesedihan yang dialaminya bisa lekas hilang.
Ketika Niko Yuliar, lelaki yang mencoba masuk kedalam kehidupan
Nadira dan menariknya dari dunia kolong meja. Nadira bangkit dan mulai
lepas dari kesedihan yang selama ini dia rasakan. Dia mulai merawat
tubuh yang sudah lama tidak tersentuh alat make up dan enam bulan
setelah itu ia meminta cuti untuk menikah. Hal itu dibuktikan pada kutipan
berikut:
Dia mulai rajin membuat sarapan dan hidup sehat seperti
perempuan ‘‘normal” lainnya yang mandi dan berdandan,
mengenakan pemoles bibir dan sedikit bedak dan minyak
wangi segar; yang mengenakan jins dan kemeja terbaiknya
setiap hari; lalu melangkah di udara.32
Kehidupan Nadira menjadi lebih baik bersama Niko walaupun
kakaknya Arya tidak suka dengan sikap Niko. Hal ini menunjukkan sifat
Nadira yang terlalu mudah percaya dengan orang yang baru ia kenal
daripada dengan Utara Bayu yang sudah jauh lebih lama mengenal Nadira.
Hal tersebut terdapat pada kutipan sebagai berikut:
30
Ibid, hlm. 184 31
Chudori. op. cit., hlm. 191 32
Ibid, hlm. 142
60
“Nad..., kamu sudah cukup merasa kenal dengan Niko?
Sudah merasa yakin?”
Nadira merasa heran dengan pertanyaannya abangnya.33
Berdasarkan analisis yang telah dijabarkan Nadira berusaha bangkit
dari keterpurukan setelah kematian ibunya melalui pernikahannya dengan
Niko tetapi tidak selamanya. Nadira pun kembali dalam keterpurukannya
dan pergi meninggalkan Jakarta untu tidak mengingat kejadian pilu yang
ia alami selama di Jakarta. Karakter Nadira digambarkan sebagai seorang
perempuan yang kuat dan tegar saat ujian hidup yang ia alami semenjak
kematian ibunya.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan merupakan tokoh yang hanya dimunculkan sekali
atau beberapa kali dalam cerita, dan dalam penceritaan yang relatif
pendek. Meskipun demikian, tokoh-tokoh ini banyak berhubungan dengan
tokoh utama Nadira, karena tokoh-tokoh ini mempengaruhi perkembangan
plot. Penulis membagi tokoh tambahan menjadi dua yaitu tokoh tambahan
yang utama dan tokoh tambahan yang memang tambahan sebagai
pendukung cerita.
1) Tokoh Tambahan yang Utama
a. Ibu (Kemala Yunus)
Kemala adalah Ibu dari Nina, Arya, dan Nadira. Dia berdarah
campuran Lampung-Palembang dari keluarga kaya raya. Ayahnya
merupakan pengusaha terkenal di era Soekarno. Kemala di masa
mudanya bersekolah di Vrijie Universiteit Belanda.
Ibu saya lahir di Lampung; ayah dari Palembang, jadi saya
tumbuh dari langit,tanpa akar.34
“Masih tahun pertama di VU?”
Aku tersenyum, “Terlalu kelihatan ya?”35
33
Ibid, hlm. 144 34
Ibid, hlm. 14 35
Chudori. op. cit., hlm. 15
61
Ibu memiliki watak yang penyayang, sopan, ramah, baik hati
dan sabar. Berikut penggalan cerita tentang ibu pada cerpen “Nina
dan Nadira”
Ibunya yang dengan sabar mengajarkan bahwa
mereka harus bersikap sopan dan ramah kepada
siapa saja jka ingin diperlakukan demikian oleh
orang lain. Ibunya yang mengajarkan mereka
bertiga untuk memperlakukan semua orang dengan
baik, tanpa melihat warna kulit, jender, status
sosial, agama, atau perbedaan pemikiran. Dan
ibunya yang mengajarkan bahwa sebagai kakak
tertua, dia harus menjaga dan merawat adik-
adiknya.36
Pada kutipan di atas menggambarkan bahwa ibu mengajari
anak-anaknya dengan sabar. Pendidikan etika dan sopan santun
yang diberikan oleh ibu menunjukkan bahwa ia merupakan orang
yang berpendidian. Kemala adalah sosok ibu yang penyayang
terhadap anak-anak tanpa membedakan ketiga anaknya dan selalu
memberikan pengertian kepada anak pertamanya untuk menjadi
kakak yang baik. Hal ini ditunjukkan saat ibunya memberi tahu
kepada Nina sebagai kakak tertua harus mampu menjaga adik-
adiknya.
Tak heran jika wajah gembil itu sungguh sulilt
membentuk senyum saat bertemu dengan aku,
menantunya yang mungkin nampak seorang
perempuan muda yang binal yang mengawini putra
sulungnya dan berhasil mengoyak-ngoyak peta
yang sudah digambarkan orang tuanya. Seorang
perempuan yang menyebabkan pendidikan anak
sulungnya terulur-ulur. Dengan lahirnya Nina,
Arya dan Nadira, orang tua Bram tidak pernah
mengetahui pernikahan macam apa yang dilalui
putra sulungnya (kecuali melalui potret pernikahan
kami yang sederhana dengan kebaya pinjaman dan
beberapa tangkai bunga seruni putih yang
36
Ibid, hlm. 39
62
diselipkan konde. Seruni. Bukan yasmin. Bukan
mawar. Seruni).37
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kemala adalah
seorang ibu yang memiliki hati yang sangat tulus dalam merawat,
mengurusi dan mempertahankan rumah tangganya walaupun ia
tahu orang tua Bram tidak menyukainya. Bunga Seruni adalah
bunga kesukaannya dan ditunjukkan saat pernikahannya dengan
Bram ia menggunakan konde seruni dan di saat kematiannya pun
ia ingin bunga seruni yang ada di tanah kuburannya.
b. Ayah ( Bramantyo Suwandi)
Bram adalah seorang mahasiswa beasiswa yang berkuliah
di Belanda. Sebelum dia menerima beasiswa ke Belanda dia
seorang mahasiswa kedokteran hewan di ITB. Dia seorang
pekerja keras demi memenuhi kebutuhannyaa selama kuliah. Hal
ini dibuktikan pada kutipan berikut:
“Saya terpaksa menempuh pendidikan di
universitas yang mau memberikan beasiswa.
Semula aku menempuh pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan di Bogor, karena hanya
jurusan itu yang memberikan beasiswa. Lalu aku
seleksi beasiswa di GU, aku langsung ikut karena
sudah lama aku ingin belajar politik dan
ekonomi...?38
Meskipun saat itu Bram masih kuliah di Belanda, dia sudah
berani memutuskan untuk menikah dengan Kemala. Dia juga
seorang sosok suami yang bertanggung jawab, dan sangat
menyayangi keluarganya. Sebagai rasa tanggung jawabnya
sebagai seorang suami dan kepala keluarga dia harus bisa
memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya.
“Bram belum selesai kuliah, tetapi, sudah berani
kawin. Dia bekerja sembari mencari nafkah
37
Ibid, hlm. 23 38
Chudori. op. cit., hlm. 15
63
tambahan di De Groene Bar dan menulis berita di
kantor Indonesia Merdeka”39
Analisis yang penulis lakukan sebagai tokoh yang memiliki
karakter berkembang, Ayah atau Bram megalami perubahan dan
perkembangan perwatakan ketika ia ditinggal meningal oleh istri
tercintanya yaitu Kemala Yunus.
Ayahnya sudah duduk di depan televisi. Hampir
setahun lamanya, pemandangan itu menjadi bagian
rutinitas kehidupan keluarga Suwandi.40
Kutipan tersebut menunjukkan perubahan tingkah laku Ayah
yang selalu menonton televisi semenjak kematian ibunya.
Perubahan watak Ayah berubah menjadi seseorang yang mudah
emosi. Hal ini ditunjukkan saat Bram melempar kue Lasagna yang
sudah dibelikan oleh Nadira.
c. Nina Suwandi
Nina adalah anak pertama dari keluarga Bramantyo suwandi
dan Kemala Yunus. Nina tumbuh sebagai anak sulung yang
menjadikannya pribadi yang kuat dan mencoba selalu bertanggung
jawab. Sebagai kakak paling tua, Nina merasa ada kewajiban dan
wewenang untuk dapat mengendalikan adik-adiknya. Sampai suatu
ketika Nina mengetahui bahwa Nadira memiki uang yang dikira
Nina adalah hasil curian dari uang belanja Yu Nah. Kejadian itu
menjadi pangkal perseteruan yang berkepanjangan Nina dengan
Nadira.
Nina menceburkan kepala Nadira ke dalam jamban
berisi air kencing itu. Lagi dan lagi.
“Masih mau bohong? Uang SIAPA?”
Kali ini olume suara menggelegar, merangsek
gendang telinga Nadira.
“Ngaku..., kamu mencuri uang belanja YU Nah?
Iya?
Kamu mencuri? Ngaku!!”
39
Ibid, hlm. 22 40
Ibid, hlm. 70
64
“Uangku, Yu!,” Nadira menjawab, air matanya
berlinag- linang bercampur dengan air jammban dan
kencing.
“Mana mungkin kamu punya uang sebanyak itu. Ibu
tak pernah memberi uang saku sebanyak itu.
Bohong! Bohong!” Nina kembali memasukkan
kepala adik bungsunya itu. Lagi,lagi dan lagi...
hingga akhirnya nadira ingin sekali tenggelam
selama-lamanya ke dalam jamban.41
Walaupun Nina dan Nadira berseteru, ia tetap peduli dengan
Nadira. sebagai seorang kaka pada umumnya ia sangat menyayangi
Nadira adiknya.
Nadira memeluk kakaknya erat-erat seolah tak ingin
melepasnya lagi. Kepala Nina menyusup ke dada
adiknya. Tiba-tiba saja, Nina baru tahu letak kunci
yang dia lempar ke dalam lautan itu. Dan kini dia
merasa sudah siap untuk meminta maaf.42
Sebagai anak sulung memang selalu menjadi panutan untuk
adik-adiknya. Kakak sulung juga memiliki kewajiban mengarahkan
adik-adiknya ke hal yang lebih baik, tapi bukan berarti seorang
kakak sulung bertanggungjawab penuh atas semua yang dilakukan
adiknya. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut.
“Mungkin karena dia merasa anak sulung...,”
kataku sambil mengelus-elus luka Nadira.
Bram menggeleng, “Dia selalu butuh pengakuan,
bahwa dia anak yang bertanggung jawab, bahwa
dia bisa diperhitungkan dan bahwa dia sudah
cukup besar dalam persoalan orang dewasa ”43
Kutipan di atas menggambarkan perilaku yang dilakukan
oleh Nina, ia berusaha menutupi kesalahan yang dilakukan adiknya
yaitu Arya. Hal ini tidak baik karena dapat membuat adiknya
menjadi manja dan tidak memiliki rasa tanggung jawab atas apa
yang dilakukan. Setiap anggota keluarga memiliki kewajiban
masing-masing dan bertanggung jawab.
41
Ibid, hlm. 37 42
Ibid, hlm. 63 43
Ibid, hlm. 60
65
d. Arya
Arya adalah adik dari Nina dan Kakak kedua Nadira. arya
memiliki sifat yang jail sebagaimana anak laki-laki pada umumnya.
Hal ini ditunjukkan ketika Arya membakar meja belajar Nina untuk
dijadikan api unggun saat berkemah di kebun belakang rumah.
“ARYAAAAA!!!!!! IWAN! MURSIIIID!!!”
Dan ketiga berandalan itu langsung angkat kaki
dan berlari tunggang-langgang. Suara tawa mereka
yang terbahak-bahak tertinggal di udara.44
Kutipan di atas menunjukan kejahilan Arya kepada Nina
kakaknya. Selain jahil Arya pun sangat bandel sampai ia pernah
dibawa ke psikolog dan sempat untuk mengganti namanya tetapi
tidak berhasil. Harapannya agar Arya tidak bandel lagi, tetapi
malah semakin menjadi-jadi. Hal ini ditunjukkan pada kutipan
berikut saat Arya mengerjai pacar Nina.
“Ibu dan Ayah memutuskan untuk mengadakan
selamatan nasi kuning segala. Kang Arya hanya
menyeringai melahap makan nasi kuning itu dengan
nikmat. Toh bandelnya tidak hilang. Malah semakin
menjadi-jadi. Dia pernah meletakkan balon air di
kursi tempat pacarnya Nina duduk. Seluruh kursi
dan celana pacar Nina basah kuyup. Pokoknya kang
Arya bandelnya sudah tak tertolong ... akhirnya
Ayah dan Ibu putus asa. Dia kembali dipanggil
dengan nama Arya”45
Saat dewasa ia membutuhkan waktu yang cukup untuk
menambatkan hati kepada seorang perempuan yang ia piph, sampai
ia dilangkahi oleh Nadira adiknya sendiri. Tetapi semakin
bertambahnya usia Arya memantapkan hati untuk melamar
perempuan pujaan hatinya yaitu Amalia.
44
Ibid, hlm. 250 45
Ibid, hlm. 251
66
e. Utara Bayu
Utara Bayu atau biasa dipanggil Tara adalah anak dari
keluarga Triyanto Abimanyu dan Aryanti. Tara adalah Seorang bos
dan teman bagi Nadira.
Seandainya saja yah, seandainya saja putra sulung
mereka yang jangkung, berhidung lancip, dan
bermata hitam dan tajam itu segera menyusul
adiknya yang lebih dahulu berumah tangga. Utara
Bayu, lelaki yang halus budi itu, adalah impian
banyak perempuan dan banyak calon mertua.46
Kutipan di atas menampilkan fisik penampilan dari seorang
Utara Bayu. Tara memilik budi pekerti yang baik, tetapi sampai
sekarang ia belum menemukan perempuan yang tepat.
Sebenarnya, Tara juga diam-diam menaruh hati pada Nadira.
Pada saat hari penguburan Kemala, Tara adalah orang yang
selalu berada disisi Nadira. Hal ini menunjukkan bahwa Tara
memiliki hati yang tulus. Tara juga orang yang membantu
mencari bunga seruni putih, bunga yang paling disukai Kemala.
“Saya ikut berduka cita.”
“Terimakasih....”
Lalu dia berbisik, “Bunga seruni bisa kamu cari di
sini ... agak jau. Tapi kalau kita ngebut, saya rasa
kita bisa kembali tepat waktu”47
Namun perasaan hati Tara kepada Nadira hingga akhir
tidak pernah tersampaikan, padahal perhatian Tara kepada
Nadira saangat tulus. Pada akhirnya Tara akan melangsungkan
pernikahan dengan Vena rekan kerjanya saat di majalah Tera di
saat Nadira sedang berada di tempat pengasingannya yaitu
Kanada.
46
Ibid, hlm. 214 47
Ibid, hlm. 29
67
2) Tokoh Tambahan Pendukung
a. Bapak X
Bapak X adalah nama inisial yang digunakan oleh seorang
tahanan penjara. Ia digambarkan sebagai seorang psikiater yang
jahat dan suka membunuh wanita paruh bayah.
“Nad....”
Nadira mengangkat kepalanya.
“Dia bukan seorang psikiater biasa. Dia seorang
jenius.”
“Saya bisa menghadapi dia, Bang Ray...,
percayalah....”
“Hm...” Ray menhenguk isi mapnya yang berisi
laporan dan foto-foto korban pembunuhan. “Korban
yang paling baru bernama Muryani Handoko, 52
tahun, ibu seorang anak lelaki. Dia ditemukan tewas
di rumahnya dua pekan lalu, 10 Juni 1994. Bapak X
mengaku telah mencekik Muryani”48
Kutipan di atas menggambarkan kejahatan yang pernah
dilakukan oleh Bapak X. Watak yang dimiliki oleh Bapak X sangat
kejam karena ia memiliki masa kecil yang sangat buruk. Pada saat
Bapak X berumur 9 tahun ia dihukum karena terlambat pulang
sekolah dan hukumannya sangat menyakitkan dan menjadikan
dendam di dalam hatinya.
“Jadi karena masa kecil anda yang buruk, Anda
mempunyai dorongan untuk mmbunuh setiap
perempuan yang sudah berusia senja; yang memiliki
anak lelaki tunggal seperti anda?”49
“Ceritakan bagaimana kakakmu yang kau benci itu
menjerit, melengking..., dan kau pastilah anak yang
selalu harus membereskan semua persoalan
keluargamu....,” 50
Kutipan diatas menunjukkan selain Bapak X memiliki sifat
kejam, ia pun memiliki sifat misterius karena Bapak X dengan
percaya diri ia seperti mengetahui segala hal tentang keluarga
48
Leila, S. Chudori, op cit., hlm. 103 49
Ibid, hlm. 106 50
Ibid, hlm. 109
68
Nadira. dari analisis yang penulis lakukan bahwa tokoh Bapak X
yang muncul dalam cerpen “Tasbih” hanya sebatas tokoh yang
memang tambahan tidak mempengaruhi karakter tokoh utama.
b. Tito Putranto
Tito adalah seorang pengusaha yang kaya raya tetapi ia
kejam. Ia terjerat kasus pembunuhan terhadap Januar. Tetapi ia
tidak merasa membunuh Januar karena dia hanya menjalankan
tugasnya dengan menyuruh orang suruhannya agar dia tidak
mengkhianati janji.
“Ia maksud saya...,.” darah Nadira mulai naik ke
ubun-ubun melihat betapa dinginnya bandit ini,
“Januar disiksa oleh ketiga orang suruhan anda, atas
perintah Anda... ”
“Bukan disiksa.., hanya diberi pelajaran agar dia
menghormati perjanjian kami!”51
Selain sifat kejamnya Tito pun sangat menyayangi ibunya
dan berusaha mengancam membunuh siapapun yang menghina
ibunya saking ia menyayangi ibunya. Kehadiran Tito di dalam
cerpen “Tasbih” merupakan sebagai tokoh tambaan yang membuat
cerita menjadi cerita berbingkai.
Setelah Tito mencium kedua pipinya dengan
lembut, dia membiarkan suster yang mendorong
kursi roda sang ibu membawanya ke luar ruangan.
“Keempat...., aku hanya akan membunuh mereka
yang berani menghina ibuku”52
c. Kris
Kris adalah tokoh yang diceritakan dalam cerpen “Sebelah
Pisau”. Kris merupakan rekan kerja Nadira di Majalah Tera. Diam-
diam Kris juga memendam perasaan kepada Nadira.
Gila. Aku lupa menyimpannya. Membuangnya.
Menyembunyikanya. Sinting. Dia pasi menyangka
aku seorang pengintip kehidupan pribadinya.
51
Ibid, hlm 136 52
Ibid, hlm. 137
69
Nadira terlihat pucat dan bingung. Dia kemudian
pergi meninggalkan ruang desain tanpa permisi.
Aku merasa seperti orang paling dungu di dunia.53
Kutipan tersebut menunjukan sikap Kris sebagai pengagum
rahasia Nadira. ia selalu membuat sketsa tentang Nadira untuk
meluapkan rasa cintanya terhadap Nadira. selain itu sifat perhatian
yang ditunjukkan kepada Nadira ditunjukkan oleh Kris saat
menemani Nadira kea makam ibunya.
Bintik keringat di wajah Nadira itu...., akhirnya aku
mengambil tisu dan, entah bagaimana, tanganku
seperti memiliki ruhnya sendiri, tangan itu
mengusap keringat di kening Nadira. Nadira
perlahan-lahan tersenyum.54
Perilaku yang ditunjukkan oleh Kris disambut baik dengan
Nadira. Kris juga memiliki sikap yang peka akan keadaan sekitar
termasuk ia peka dengan Tara yang menyukai Nadira dan paling
memperhatikan perasaan Tara saat ia tahu Nadira akan menikah
dengan Niko.
Dan aku juga tahu, sosok yang paling merasa
terpuruk karena perkawinan ini adalah Tara. Lelaki
berhidung lancip dan bermata taajam itu tibat-tiba
terlihat murung dan gelap.55
d. Amalia Djuhmana
Amalia adalah wanita yang akan di pinang oleh Arya
Kakak Nadira. sekian lama Arya membujang akhirnya ia
menemukan tambatan hatinya yaitu Aamalia. Tokoh Amalia
muncul dalam cerpen “At Pedder Bay”
Saya sudah pernah bertemu dengan Amalia. Dia
sangat cantik, rambut panjang, dan ... she has
fantastic smile. Amalia adalah mahasiswa Ekonomi
di Bandung. Dia belum selesai kuliah dan Arya
53
Chudori. op. cit., hlm. 191 54
Ibid, hlm. 199 55
Ibid, hlm. 205
70
melamarnya.56
Kutipan tersebut menggambarkan penampilan fisik dari
tokoh Amalia. Selain berpenampilan menarik ia memiliki sifat
yang berhati baik. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.
Amalia harus membela Yu Nina. Bagaimanapun
juga, ia akan menikah dengan keluarga ini.
“Pasti maksudnya baik, Yu... Bukannya dia ingin
aku becerai. Tetapi dia sendiri kan bercerai.
Adiknya, Nadira juga baru saja bercerai...,”57
Amalia adalah gadis yang baik hati dia ingin meluruskan
pembicaraan kaka sepupunya mengenai penilainnya terhadap
keluarga Arya calon suaminya. Dia tidak ingin keluarga barunya
nanti akan di nilai jelek oleh keluarganya sendiri maka dari itu
Amalia membela Yu Nina, calon kaka iparnya.
e. Marc
Marc adalah tokoh tambahan pendukung yang diceritakan
dalam cerpen “At Pedder Bay”. Marc adalah teman lama Nadira
dan baru bertemu kembali di Kanada tepatnya di danau Pedder
Bay.
Marc menanti Nadira. dia sudah mendengar sejarah
Nadira selama 19 tahun yang diringkas dalam dua
jam nadira belum memberikan versi asli yang pasti
isinya berjilid-jilid.58
Marc memiliki sifat peduli terhadap temannya. Hal ini
ditunjukkan ketika Marc bertemu kembali dengan Nadira dan
menjadi pendengar yang baik bagi Nadira. selain itu, Marc
memiliki sifat perhatian dan ini ditunjukkan ketika Marc
memberikan saran agar Nadira pulang ke Jakarta.
“Aku memang harus pulang, Marc...”
Marc tercengang, tapi kemudian tertawa memelukku.
56
Ibid, hlm. 255 57
Ibid, hlm. 245 58
Ibid, hlm. 246
71
“Pulanglah. Dan segera kembali. Mudah-mudahan saat
kamu pulang, komposisiku sudah selesai”59
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menceritakan sebuah cerita,
bagaimana menampilkan tokoh, latar, dan peristiwa-peristiwa yang ada
dalam cerita pada pembaca. sudut pandang yang digunakan dalam
kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori ialah sudut
pandang persona ketiga “Dia” digunakan dalam pengisahan cerita
dengan gaya “Dia”. Narator atau pencerita adalah seorang yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya. Pada sudut
pandang persona “Dia” mahatahu yaitu pencerita berada diluar diluar
cerita dan melaporkan peristiwa-peristiwa menyangkut semua tokoh.
Si “Dia” dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini bernama
Nadira. Penyebutan nama si “Nadira” ini diperkenalkan melalui
percakapan dialog antar tokoh dan juga diperjelas sendiri oleh tokoh
“Nadira”. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.
“Bu…”
“Nadira… Kamu kurus sekali.”
“Aku sedang mimpi ya, Bu. Kan seharusnya Ibu sudah
mati…”60
Sudut pandang “dia” terbatas sebagai pengamat yaitu pencerita yang
berada diluar cerita yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang
tokoh saja baik tindakan maupun batin tokoh tersebut. ketika
mengungkapkan perasaan Nadira setelah peristiwa kematian Ibunya.
Hanya Nadira yang menyadari, ayahnya mendadak lumpuh
dalam hidup. Nadira yang perlahan meniupkan semangat ke
dalam hidup ayahnya dengan terus-menerus
memperlihatkan sikap berguru padanya.61
59
Ibid, hlm. 263 60
Ibid, hlm. 83 61
Chudori. op. cit., hlm. 71-72
72
Berdasarkan bukti-bukti kutipan di atas menunjukkan bahwa
kumpulan cerpen 9 dari Nadira menggunakan sudut pandang persona
ketiga sebagai “Dia” narator dan maha tau. Penggunaan kata ganti Nadira,
Kang Arya, Ayah, Ibu, Amalia, Marc, Tara, dia, dan ia di dalam empat
cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay”
menunjukkan bahwa penulis menggunakan sudut pandang persona ketiga.
Serta, kemdahan dalam perpindahan antara sudut pandang sesama tokoh
utama ataupun tokoh pendukung menunjukkan bahwa penulis
menggunakan sudut pandan persona ketiga “dia” maha tau.
6. Gaya Bahasa
Dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira sedikit sekali penulis
menggunakan majas tetapi gaya bahasa memiliki khas tersendiri. Dalam
Kumpulan cerpen ini lebih banyak menggunakan bahasa sehari-hari
sehingga sangat mudah dipahami dan diselipkan beberapa istilah bahasa
Belanda oleh Leila S. Chudori. Hal ini terdapat dalam kutipan dialog
berikut.
“Mau minum apa?”
“Lo, dia tahu aku bisa bahasa Indonesia?”
“Kasih dia ouwe…” Kata Bea cekikikan, “aku pilsje.”62
Kutipan di atas menerangkan bawa bahasa yang digunakan mudah
dimengerti dan merupakan bahasa sehari-hari yang disisipkan bahasa
Belanda, walaupun Leila S. Chudori banyak menggunakan istilah Belanda,
ia menggunakan footnote untuk menjelasan arti dari istilah tersebut.
Adapun beberapa majas yang digunakan adalah metafora, Asosiasi,
dan ironi. Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya
melainkan sebagai lukisan berdasarkan persaman atau perbandingan. Hal
tersebut terapat pada kalimat: “Seandainya aku memiliki seember air berisi
es, aku ingin menyramkannya ke atas kepala burung-burung nazar ini.”63
62
Ibid, hlm. 12 63
Ibid, hlm. 201
73
Kata “burung-burung nazar” memiliki makna lain yaitu sebagai
pengganti sebutan orang-orang yang suka membicarakan orang lain
sehingga kalimat tersebut mengandung majas metafora. Selain gaya
bahasa metafora, dalam kutipan lain juga terdapat gaya bahasa asosasi
yaitu pernbandingan dua hal yang berbeda tetapi dianggap sama. Hal ini
ditunjukkan pada kutipan berikut ini “Daun mapel berwarna merah sore itu
bertebaran di jalan seperti hamparan kain batik Cirebon.”64
kalimat
“seperti hamparan kain batik” merupakan perbandingan dari kalimat
sebelumnya, dan kalimat ini ditandai dengan penggunaan kata “seperti”
maka disebut dengan majas asosiasis
Gaya bahasa lain yang digunakan oleh Leila S. Chudori adalah ironi.
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan
maksud berolok-olok. Seperti pada kutipan berikut.
Aku terdiam. Lagi-lagi warna kulitnya agak
menggangguku. Mengga dalam arti menyenangkan, tetapi
merepotkan gejolak darahku.
“Kulitmu seperti lelaku Maroko”
“Ya?”
“Berwarna Bronz…”65
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Kemala sedang mengolok-
olok atau menyindir secara halus kepada Bram karena kulitnya yang
berwarna gelap, tetapi Kemala menyukai itu.
7. Amanat
Dalam suatu karya sastra khususnya cerpen tentu mengandung pesan
yang ingin disampaikan pengaranng melalui karyanya kepada pembaca
maupun pendengar. Pesan itu berupa harapan, nasehat, kritik, dan
sebagainya.
Dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudor amanat
atau pesan yang dapat diambil dari berbagai perisiwa terjadi dialam cerita
juga banyak sekali. Cerita yang terlhat pada cerpen “Tasbih” adalah agar
64
Ibid, hlm. 259 65
Chudori. op. cit., hlm. 17
74
mencari ketenangan ketika kita sedang merasa di titik kesedihan ingatlah
sang pencipta dengan berzikir walaupun menggunakan bunga seruni.
Tara melihat jejak air mata di pipi Nadira, sementatra jari-
jarinya sibuk mencabut helai bunga seruni pemberian Tara.
Bibirnya komat-kamit tanpa suara. Semula Tara berniat
menegurnya. Tetapi belakangan dia menyadari: Nadira tak
berada disitu bersamanya. Dia berada di alam lain bersama
mantra yang diucapkannya pada setiap helai seruni itu.66
Kutipan di atas dapat diperole amanat yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Pengarang dengan jelas menampilkan tindakan religi yang
dilakukan oleh tokoh Nadira saat dia sedang bersedih dan mengingat
Tuhannya dengan cara berdzikir walaupun menggunakan helaian bunga
seruni. Ada beberapa amanat yang tersirat dari kumpulan cerpen 9 dari
Nadira yaitu kita boleh bersedih jika ditinggal oleh salah satu anggota
keluarga kita tapi jangan terlalu berlarut karena akan berimbas pada
kelanjutan hidup kita.
B. Analisis Hubungan Naratif dengan Ilustrasi pada Kumpulan Cerpen 9
dari Nadira
Pada bagian analisis isi penulis akan menjabarkan hubungan naratif ada di
dalam cerpen seperti peristiwa, tokoh dengan ilustrasi yang ditampilkan.
Penjabaran ini sesuai dengan teori teori semiotik Charles Sanders Peirce yang
mengemukakan tentang jenis tanda, diantaranya sign, object, dan interpretant.
Untuk penelitian ini, penulis memilih 4 ilustrasi yang terdapat pada Kumpulan
Cerpen 9 dari Nadira, diantaranya cerpen “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebilah
Pisau”, dan “At Pedder Bay”
1. Analisis Ilustrasi
Sebelum menganalisis hubungan naratif dengan ilustrasi pada 4 cerpen 9
dari Nadira penulis akan menganalisis 9 ilustrasi yang dimuat pada setiap
judul kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori. Berikut
analisisnya:
66
Ibid, hlm. 138
75
a. Ilustrasi 1
Gambar 4.1. Ilustrasi Cerpen Mencari Seikat Seruni
Ilustrasi di atas menampilkan sesosok perempuan yang sudah tidak
bernyawa di atas lantai, terlihat juga dari penggunaan efek blur pada objek
perempuan tersebut yang bermakna sudah meninggal. Penggambaran ilustrasi
ini menggunakan teknik full shot, teknik pembuatan gambar dari atas kepala
hingga kaki dan digunakan untuk menunjukan apa yang sedang dilakukan
objek. warna kombinasi coklat dan hitam mendominasi ilustrasi tersebut
bermakna suasana yang sedih penuh misteri dan mencekam. Ilustrasi ini
menggambarkan ibu dari Nadira yaitu Kemala Suwandi sudah dalam keadaan
tidak bernyawa tanpa diketahui penyebab kematiannya.
b. Ilustrasi 2
4.2. Ilustrasi Cerpen Nina dan Nadira
76
Ilustrasi tersebut menampilkan sesosok perempuan yang tenggelam di
dalam air, terlihat dari efek gelembung yang diciptakan ilustrator pada objek
perempuan tersebut yang berarti ia sedang berada di dalam permukaan air.
Penggambaran ilustrasi ini menggunakan teknik close up, teknik ini digunakan
bila ekspresi wajah atau objek penting secara dramatis dan pembaca
memusatkan perhatian pada objek tersebut. warna kombinasi hijau dan hitam
mendominasi pada ilustrasi tersebut yang menggambarkan kekuatan dan
kesedihan pada sosok wanita tersebut. pemaknaan ilustrasi ini adalah seorang
wanita digambarkan yaitu Nadira yang tenggelam dalam pikirannya
mengingat kembali kejadian buruknya saat ia kecil dengan kakaknya Nadira
yang membuatnya tidak akan lupa akan kejadian tersebut.
c. Ilustrasi 3
4.3.Ilustrasi Cerpen Melukis Langit
Ilustrasi di atas menampilkan sosok perempuan di dalam kamar mandi
dengan keadaan basah kuyup. Penggambaran ilustrasi ini menggunakan teknik
mid shot, teknik dibuat pada objek dari atas kepala hingga pinggang dengan
posisi di samping objek. warna kombinasi pada ilustrasi tersebut adalah
kombinasi coklat dan hitam yang menggambarkan tentang kesedihan dan
ketegaran dari objek tersebut. Pemaknaan ilustrasi ini adalah sosok Nadira
yang sedang melampiaskan kesedihannya di dalam kamar mandi dengan
mengguyurkan air ke badannya hingga basah kuyup.
77
d. Ilustrrasi 4
4.4.Ilustrasi Cerpen Tasbih
Ilustrasi di atas menampilkan sosok bapak-bapak paruh bayah yang ada
di dalam ruangan sel penjara. Simbol bahwa ia seorang tahanan adalah baju
yang dikenakan objek 213 T yang melambangkan nomor ruang tahanan
penjara. Penggambaran ilustrasi ini menggunakan teknik close up, teknik ini
digunakan bila ekspresi wajah atau objek penting secara dramatis dan
pembaca memusatkan perhatian pada objek tersebut. penggunaan warna
kombinasi coklat dan hitam menggambarkan adanya kemisteriusan dari objek
tersebut dengan pandangan lurus ke depan dan senyuman yang penuh misteri.
Pemaknaan ilustrasi ini adalah sosok Bapak X yang diceritakan di dalam
cerpen “Tasbih” yang memiliki karakter misterius.
e. Cerpen 5
4.5.Ilustrasi Cerpen Ciuman Terpanjang
78
Ilustrasi tersebut menampilkan sosok perempuan dengan menggapai
tangan-tangan yang ada di atasnya. Penggambaran ilustrasi ini menggunakan
teknik medium shot, teknik ini digunakan karena ilustrasi tersebut diambil dari
atas kepala hingga lutut kaki dan pengambilan dari atas objek. warna yang
lebih dominan pada ilustrasi ini adalah coklat dan hitam yang menggambarkan
kesedihan dan sangat terpuruk. Pemaknaan ilustrasi ini adalah ketika Nadira
sangat terpuruk dilambangkan pada sosok Nadira yang sedang berada di
lubang dan menghadap keatas dengan ekspresi sedin dan hadirnya sosok laki-
laki yang bisa membangkitkan kembali semangat hidup Nadira dengan simbol
tangan yang ada pada ilustrasi tersebut.
f. Ilustarsi 6
4.6.Ilustrasi Cerpen Kirana
Ilustrasi di atas menampilkan tokoh wayang yaitu Candra Kirana.
Candra Kirana adalah putri Raja Daha yang teraniaya oleh ibu tirinya, Paduka
Liku. Candra Kirana memutuskan untuk eksil bersama sejumlah tentara dan
dayang, dan menyamar menjadi seorang lelaki bernama Panji Semirang.
Dalam penyamarannya ia mendirikan perkampungan Asmarantaka sembarii
mencari kekasihnya Pangeran Kediri Inu Kertapati. Ario memilih karakter
Candra Kirana pada cover cerpen “Kirana” sebagai simbol, karena sama
seperti halnya Nadira yang sedang berada pada masalah perselingkuhan
suaminya Niko. Penggambaran ilustrasi ini menggunakan teknik close up,
teknik ini digunakan bila ekspresi wajah atau objek penting secara dramatis
dan pembaca memusatkan perhatian pada objek tersebut. penggunaan
79
warnanya pun menggunakan kombinasi warna coklat yang menggambarkan
ketegaran pada objek tersebut.
g. Ilustrasi 7
4.7.Ilustrasi Cerpen Sebilah Pisau
Ilustrasi di atas menampilkan sebuah peristiwa dimana Nadira saat
memergoki meja Kris yang penuh dengan gambar dirinya. Teknik pembuatan
ilustrasi ini menggunakan teknik mid shot, teknik dibuat pada objek dari atas
kepala hingga pinggang dengan menghadap ke belakang. Penggunaan warna
pada ilustrasi ini menampilkan kombinasi warna coklat, hitam dan biru yang
memberi kesan adanya komunikasi dan warna cokelat sendiri menunjukan
persahabatan.
h. Ilustrasi 8
4.8.Ilustrasi Cerpen Utara Bayu
80
Ilustrasi tersebut menampilkan sosok lelaki paruh bayah yang sedang
memandangi album foto dengan raut wajah yang sedih. Teknik pembuatan
ilustrasi ini menggunakan teknik mid shot, teknik dibuat pada objek dari atas
kepala hingga pinggang dengan menghadap ke arah bawah. Penggunaan
warna pada ilustrasi adalah kombinasi coklat dan hitam yang menggambarkan
adanya peristiwa misterius yang membuat objek yang terdapat di ilustrasi
tersebut menjadi gelisah setelah memandang album foto itu.
i. Ilustrasi 9
4.9. Ilustrasi Cerpen At Pedder Bay
Ilustrasi di atas menampilkan sosok wanita yang menjadi objeknya
sedang duduk termenung menikmati tenangnya danau Pedder Bay. Angin
yang berhembus, air danau yang tenang, serta daun yang bergugurang
menjadikan simbol bahwa objek tersebut sedang menikmati ketenangan di
danau Pedder Bay sesuai dengan penggunaan warna yang cerah yaitu warna
biru pada danaunya. Penggambaran ilustrasi ini menggunakan teknik full shot,
teknik pembuatan gambar dari atas kepala hingga kaki dan digunakan untuk
menunjukan apa yang sedang dilakukan objek.
Berdasarkan analisis gambar yang telah dilakukan dari 9 ilustrasi yang
terdapat pada kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori
menggunakan 4 teknik dalam penggambara ilustrasi diantaranya: Teknik Full
Shot pada cerpen “Mencari Seikat Seruni” dan “At Pedder Bay; Teknik Close
Up pada cerpen “Nina dan Nadira”, “Kirana”, dan “Tasbih”; Teknik Mid Shot
pada cerpen “Melukis Langit”, “Sebelah Pisau”, dan “Utara Bayu”; Teknik
81
terakhir adalah Medium Shot pada cerpen “Ciuman terpanjang”. Ilustrasi yang
dibuat oleh Ario merupakan jenis ilustrasi khayalan karena berasal dari proses
daya ciptra imajinatif ilustrator tersebut dan biasanya ilustrasi jenis khayalan
ini bisa dijumpai pada cerita cerpen, novel ataupun prosa lainnya.
Menurut pemaparan Ario Anandito ilustrasi yang ia buat pada kumpulan
cerpen 9 dari Nadira ini dibuat full satu halaman ukuran 13,5 cm x 20 cm
disetiap bagian ceritanya berfungsi sebagai salah satu media untuk pembaca
memahami isi cerita tersebut. penggunaan warna pada semua ilustrasi berupa
warna hitam, coklat, hijau, dan biru. Semua ilustrasi yang ia buat memang
saling berhubungan dengan alur cerita, peristiwa, latar dan unsur intrinsik
lainnya tetapi dari 9 ilustrasi ini ada beberapa ilustrasi yang memiliki
hubungannya dengan yang digambarkan oleh Leila di dalam setiap cerita.
Maka , penulis memilih 4 cerpen yaitu “Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebilah
Pisau”, dan “At Pedder Bay” yang akan dianalisis dan dilihat adanya
hubungan naratif yang ada di dalam cerita dengan ilustrasi yang ditampilkan.
2. Analisis Naratif menggunakan Teori Semiotik Charles Sanders Peirce
Ilustrasi Judul Cerpen
Melukis Langit
82
Tasbih
Sebilah Pisau
At Pedder Bay
Tabel 4.1 Ilustrasi dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira yang diteliti
83
Berdasarkan teori semiotik Charles Sanders Peirce yang sudah
dipaparkan di Bab Kajian Teoretis maka berikut hasil analisis ilustrasi
menggunakan teori semiotik Charles Sanders Peirce. Alasan menggunakan
teori semiotik Charles Sanders Peirce adalah teori ini memberikan
penggambaran pada tanda-tanda yang muncul dalam sebuah ilustrasi. Selain
itu, alasan lain dalam penggunaan teori Charles Sanders Peirce ini melihat
acuan skripsi mahasiswa bernama Yunus Priyonggo Kartiko Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi yang
berjudul analisis Analisis Semiotik Korupsi terhadap Sampul Majalah Tempo
pada Kasus Simulator SIM. Tinjauan teoretis yang digunakan adalah
semiotika Charles Sanders Peirce yaitu dengan melihat makna atas sign,
object, dan interpretant.
Ilustrasi pada cerpen “Melukis Langit” menampilkan sebuah ilustrasi
seorang wanita yang sedang berada di kamar mandi dengan kondisi tubuh
basah kuyup. Di dalam ilustrasi tersebut terdapat sebuah tokoh yaitu Nadira
yang diceritakan dalam cerpen “Melukis Langit”.
Ilustrasi pada cerpen “Tasbih” menampilkan sebuah ilustrasi seorang
lelaki paruh bayah yang berada di dalam sel penjara yang sedang duduk dan
menggunakan baju tahanan. Ilustrasi ini menampilkan sosok tokoh misterius
yaitu Bapak X dalam cerpen “Tasbih”.
Ilustrasi pada cerpen “Sebilah Pisau” menampilkan sebuah ilustrasi
seorang perempuan yang sedang memergoki meja kerja rekan kerjanya yang
terdapat ilustrasi perempuan tersebut. ilustrasi ini menggambarkan sosok
Nadira dan Kris yang terdapat pada penggambaran cerpen sebilah pisau.
Ilustrasi pada cerpen “At Pedder Bay” menampilkan sebuah ilustrasi
latar tempat. Ilustrasi ini menggambarkan latar dimana Nadira sedang duduk
termenung di tepi danau dengan daun-daun yang berguguran.
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata
kasar, keras, lembut, lemah, dan merdu. Ilustrasi pertama yang akan di
bahas adalah cerpen “Melukis Langit”. Qualisign yang ada pada ilustrasi
84
cerpen ini seperti yang terlihat, ilustrasi ini terdapat satu objek yaitu sosok
perempuan setengah badan yang memiliki rambut terurai panjang
berwarna hitam berdiri di depan bak mandi dengan kedua tangannya
menggenggam kedua sisi bak mandi. Warna kulit wanita ini putih dengan
wajah terdapat guratan berwarna coklat di bagian kepalanya. Begitu pula
di bagian badan yang menyamping nampak guratan garis berwarna coklat.
Pada latar belakang gambar/background ilustrasi pada cerpen ini
menampilkan warna coklat kombinasi hitam yang melambangkan
kesedihan, lemah, kehabisan energi, dan kotor. Hal ini berkaitan dengan
tokoh yang diceritakan dalam cerpen “Melukis Langit” karena
keterpurukannya menghadapi situasi keluarganya sendiri. Ilustrasi tokoh
Nadira ini terlihat basah kuyup dan berada di dalam kamar mandi.
Ekspresi wajah yang menangis dengan mata terlihat sayu menandakan
kesedihan yang teramat dalam yang dialami tokoh Nadira tersebut.
Sementara pada ilustrasi cerpen “Tasbih” terdapat satu objek
seorang figur laki-laki yang memiliki rambut berwarna putih tengah duduk
dengan kedua tangan yang menggenggam. Warna kulit laki-laki coklat
agak muda dengan wajah terdapat guratan keriput di bagian dahi dan
terdapat kantung mata yang tebal dari guratan tersebut di bawah matanya.
Pada latar belakang gambar/background ilustrasi pada cerpen ini
menampilkan warna yang berdominan kombinasi hitam dan abu-abu yang
melambangkan tenang, serius, dan penuh dengan misteri. Hal ini berkaitan
dengan tokoh yang diceritakan dalam cerpen “Tasbih” muncul sosok
misterius yaitu Bapak X. Pada ilustrasi ini menampilkan sosok yang
misterius seolah-olah sedang berbicara kepada siapapun yang melihat
ilustrasi ini. Ekspresi wajah dengan sedikit melekukan senyum
menunjukan gigi putihnya seolah dia tidak melakuakan kesalahan apa-apa
yang membuatnya berada di dalam ruang sel tahanan.
. Ilustrasi ketiga pada cerpen “Sebilah Pisau” terdapat dua objek
seorang laki-laki dan perempuan yang memiliki rambut hitam tengah
melihat ke arah meja kantor dan tidak menampilkan wajahnya. Pada latar
85
ilustrasi pada cerpen ini teradapat sebuah meja kantor dengan posisi di atas
meja penuh dengan gambar-gambar. Terdapat 7 gambar yang ada di atas
meja itu dengan berbagai macam bentuk dari mulai bibir, kaki, wajah dan
matanya yang di gambar dari beberapa angle. Ilustrasi ini pun
menampilkan kombinasi warna coklat, hitam dan biru yang memberi
kesan adanya komunikasi dan warna cokelat sendiri menunjukan
persahabatan. Hal ini berkaitan dengan tokoh yang diceritakan dalam
cerpen “Sebilah Pisau” yaitu muncul sosok bernama Kris rekan kerja
Nadira di Majalah Tera. Pada ilustrasi ini menggambarkan sosok laki-laki
yang sedang berkomunikasi dengan seorang perempuan, digambarkan
tingkah laku dari laki-laki itu kepada perempuan tersebut dengan menahan
sosok perempuan itu untuk mendekati meja kerjanya.
Terakhir pada ilustrasi cerpen “At Pedder Bay” terdapat satu objek
utama yaitu sosok perempuan yang memiliki rambut berwarna hitam
terurai panjang tertiup angin duduk di bawah pohon yang daunnya
berguguran dengan kedua tangan memeluk kedua kakinya dengan
beralaskan daun berwarna kuning yang berguguran. Wanita ini tidak
menampilkan ekspresinya karena ia sedang menoleh ke arah permukaan
air. Latar belakang pada ilustrasi ini terdapat sebuah permukaan air yang
sangat luas berwarna biru. Warna yang ditampilkan pada ilustrasi ini
adalah warna coklat, dan biru yang memberi kesan adanya sebuah
komunikasi dan warna cokelat sendiri menunjukan persahabatan. Hal ini
berkaitan dengan tokoh yang diceritakan dalam cerpen “At Pedder Bay”
yaitu muncul sosok bernama Nadira. Pada ilustrasi ini menggambarkan
seorang perempuan yang sedang duduk termenung di tepi danau.
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada
tanda. Sinsign yang ada pada ilustrasi cerpen “Melukis Langit” adalah
sosok tokoh Nadira dengan ekspresi wajah yang sendu dengan mata sayu
sembari menangis menggambarkan adanya sebuah peristiwa yang
membuat tokoh Nadira menjadi kalut di dalam sebuah kamar mandi dan
86
kedua tangannya mencengkram kedua sisi bak mandi menggambarkan apa
yang dirasakan tokoh Nadira benar-benar kalut dan sedih.
Sinsign yang terdapat pada ilustrasi cerpen “Tasbih” adalah sosok
bapak X dengan ekspresi wajah penuh dengan misteri karena ia adalah
seorang tahanan dan dikenal psikopat. Bapak X digambarkan menunjukan
senyuman penuh dengan misteri yang memiliki makna bahwa ada sebuah
peristiwa yang membuat bapak X ini menjadi sosok yang misterius apalagi
dengan kondisi di dalam sebuah sel penjara membangun suasana yang
menyeramkan dan tangannya saling bersentuhan menggambarkan bapak X
ini penuh dengan teka-teki.
Sinsign yang ada pada ilustrasi cerpen “Sebilah Pisau” adalah sosok
laki-laki yaitu Kris yang tidak menampilkan ekspresinya tetapi ia
menunjukkan tingkah laku terhadap seorang perempuan yaitu Nadira yang
menggambarkan ada peristiwa yang membut Kris dalam ilustrasi ini
seakan menahan Nadira untuk mendekati meja kerjanya. Dalam cerpen
“At Pedder Bay” pun ekspresi tidak ditampilkan di ilustrasi tersebut tetapi
terdapat sosok Nadira dalam ilustrasinya menggambarkan ada sebuah
peristiwa yang membuat Nadira dalam ilustrasi ini duduk termenung.
Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Legisign yang
terdapat pada ilustrasi cerpen “Melukis Langit” adalah ruangan kamar
mandi, di dalam kamar mandi yang sederhan Nadira melampiaskan
kesedihannya dengan mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya sambil
menangis untuk melampiaskan segala kesedihannya.
Legisign yang terdapat pada ilustrasi cerpen “Tasbih” adalah
ruangan sel penjara yang digambarkan pada ilustrasi tersebut. Dimana
dibalik jeruji sel penjara memang tempat dimana para tahanan itu tinggal
karena hukuman atau sanksi yang dijalani. Dalam ilustrasi tersebut Bapak
X sedang berada di dalam penjara karena ia sedang diwawancarai karena
kasus yang ia lakukan.
Legisign yang terdapat pada ilustrasi cerpen “Sebilah Pisau” adalah
ruang kerja Kris di kantor majalah Tera, tempat dimana Tara mengerjakan
87
pekerjaannya di ruang kerja tersebut. Ilustrasi ini menggambarkan bahwa
Kris dan Nadira sedang melakukan diskusi di dalam ruang kerja Kris yang
diceritakan pula dalam cerpen “Sebilah Pisau”. Sementara pada ilustrasi
“At Pedder Bay” Legisign yang muncul adalah latar tempat di sebuah
danau yang biasanya menjadi tempat wisata yang menarik tetapi bagi
Nadira justru menjadi tempat untuk merenung di tepi danau.
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa”
sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada ilustrasi
cerpen “Melukis Langit” adalah gambaran dari seorang wanita muda
dengan rambut panjang yang digerai memakai baju lengan pendek dan
bawahan rok mirip dengan tokoh Nadira yang diceritakan dalam cerpen
tersebut.
Nadira sangat sedih dengan kematian ibunya dan mengurus ayahnya
seorang diri di rumah karena setelah kematin ibunya kakaknya Nina dan
adiknya Arya pergi meninggalkan mereka di rumah. Nina yang kembali
lagi ke New York untuk melanjutkan studinya dan Arya kembali ke dalam
hutan menjadi seorang ahli hutan.
Ikon pada ilustrasi cerpen “Tasbih” adalah gambaran dari seorang
tokoh bapak paruh baya yang rambutnya sudah mulai memutih
menggunakan baju tahanan karena ada kode tahanan 213 T di baju tahanan
lengan pendek yang ia kenakan mirip dengan tokoh Bapak X yang
diceritakan dalam cerpen tersebut.
Bapak X dulunya seorang psikiater, kejahatan yang ia lakukan
adalah selalu membunuh wanita paruh bayah. Ia hanya mau diwawancarai
oleh Nadira seorang wartawan majalah Tera dan memang Nadira senang
melakukan pekerjaan mewawancarai tindakan kasus-kasus kriminal
ketimbang kasus korupsi dan sejenisnya.
Ikon pada ilustrasi cerpen “Sebilah pisau” adalah gambaran situasi
di dalam ruang kerja Kris yang terdapat meja kerja dan kursinya, lampu
baca, dan di bawah kolong meja tersebut terdapat tempat sampah. Saat
88
sedang berdiskusi dengan Nadira di dalam ruang kerjanya, Nadira
mendekati meja kerja Kris dan melihat beberapa gambar yang mirip
dengannya di atas meja itu, lalu Kris ingin menahan Nadira untuk tidak
mendekat meja kerjanya tapi apalah daya Nadira sudah terlanjur melihat
semua gambar dirinya yang terdapat di meja tersebut. sedangkan ikon
dalam cerpen “At Pedder Bay” adalah gambaran dari suasana danau dan
ada sosok Nadira yang sedang duduk di tepi danau sambil memeluk kedua
kakinya. Angin berhembus menerpa daun-daun yang berguguran
menjadikan suasana menjadi sendu.
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau
eksistensi di antara representamen dan objeknya. Indeks pada ilustrasi
“Melukis Langit” ini, melalui pakaian yang dikenakan yaitu baju lengan
pendek dan bawahan rok melambangkan bahwa tokoh yang terdapat dalam
ilustrasi ini adalah sosok wanita. Rambut panjang berwarna hitam yang
terlihat kusut dan basah memberikan arti bahwa sosok wanita ini sedang
tidak melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan kegiatan di kamar
mandi misalnya membersihkan badan atau mandi karena sosok wanita ini
masih memakai pakaian lengkap dan pakaiannya pun basah kuyup.
Indeks pada ilustrasi “Tasbih”, melalui pakaian yang dikenakan
yaitu baju tahanan lengan pendek dan terdapat nomor kode tahanan 213 T
yang melambangkan bahwa tokoh ilustrasi ini adalah seorang tahanan.
Rambut yang mulai memutih memberikan arti bahwa laki-laki ini sudah
berumur kisaran 60 tahun. Ekspresi yang diperlihatkan pada tokoh ini
seolah-olah ia sedang diwawancarai atas kasus yang menimpanya di dalam
sebuah sel penjara. Indeks pada ilustrasi cerpen “Sebelah Pisau” adalah
benda-benda di dalam ruang kerjanya, khususnya yang ada di atas mejanya
terdapat gambar sketsa Nadira tokoh rekan kerja Kris yang diceritakan
dalam cerpen “Sebilah Pisau” mengagumi sosok Nadira. Sementara
indeks yang ada pada ilustrasi cerpen “At Pedder Bay” adalah danau yang
bernama At Pedder Bay yang menjadikan tempat dimana Nadira sedang
89
bimbang karena ia harus memutuskan suatu keputusan apakah ia akan
pulang ke Jakarta atau tidak.
Simbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber
acuan melalui kesepakatan atau persetujuan hubungan antara penanda atau
petanda lainnya. simbol yang muncul dalam ilustrasi “Melukis Langit”
adalah sosok wanita yang sedang menangis di kamar mandi. Gambar
ilustrasi ini sangat jelas mendeskripsikan sosok tokoh Nadira yang sedang
menangis di dalam kamar mandi dengan keadaan pakaian yang basah
kuyup. Ekspresi pada sosok Nadira dalam ilustrasi ini dengan pakaian
yang basah kuyup dan berurai air mata dan kedaan rambutnya pun kusut
tak beraturan menandakan kesedihan yang teramat dalam dirasakan oleh
Nadira dengan mata sayunya ia melamun sembari dengan pandangan
kosong dan memegang erat sisi bak mandi memberi kesan Nadira sedang
memikirkan sesuatu hal yang menyakitkan yang pernah ia alami di dalam
hidupnya.
Simbol yang muncul dalam ilustrasi “Tasbih” adalah laki-laki paruh
bayah yang sedang diwawancarai di dalam sebuah sel penjara karena
kasus kejahatan yang ia lakukan. Ekspresi dari bapak X terlihat tersenyum
dan menunjukan gigi putih kepada lawan bicaranya seolah ia tidak
melakukan tindakan kriminal. Dengan bola mata yang tajam ia
menunjukan bahwa keseriusan ia saat diwawancara dan penuh dengan
misteri. Sehingga lawan bicara bapak X ini merasa terintimidasi atas
jawaban-jawaban yang diberikan. Simbol yang muncul dalam ilustrasi
cerpen “Sebilah Pisau” adalah saat Nadira memergoki meja kerja Kris
yang penuh dengan gambar dirinya. Memang di dalam ilustrasi ini tidak
menampakkan ekspresi tokoh yang ada dalam ilustrasi tersebut tetapi
terlihat dari tingkah laku Kris yang mencoba menahan Nadira untuk tidak
mendekati ruang meja kerja terebut. Sementara pada ilustrasi cerpen “At
Pedder Bay” simbol yang muncul pun tidak menampakkan ekspresi tokoh
tetapi dilihat dari tingkah laku dari sosok Nadira yang sedang duduk
termenung di tepi danau At Pedder Bay dan memandang ke danau itu.
90
c. Interpretasi penulis
Dari pemaparan terhadap ikon, indeks, dan simbol di atas, maka
penulis melihat bahwa gambar ilustrasi pada cerpen “Melukis Langit”,
“Tasbih”, “Sebilah Pisau” , dan “At Pedder Bay” dijabarkan sebagai
berikut.
Ilustrasi pada cerpen “Melukis langit” adalah ilustrasi seorang tokoh
yang diceritakan di dalam cerpen tersebut yaitu Nadira. Petanda yang ada
pada gambar ilustrasi tersebut adalah sosok wanita yang berbaju lengan
pendek dan menggunakan rok dengan kondisi basah kuyup dengan
ekspresi sedih yang ditampakkan dalam wajahnya, sosok itu adalah
Nadira. Pada ilustrasi tersebut penulis menginterpretasikan adanya
hubungan karakter yang di ceritakan dalam cerita pendek “Melukis
Langit”
Kematian ibunya yang mendadak telah membuat Nadira
begitu tua. Sejak penguburan ibunya setahun silam,
lingkaran hitam di bawah kedua matanya tak pernah
hilang. Dan sejak kematian itu pula, Nadira memandang
segala sesuatu dimukanya tanpa warna. Semunya tapak
kusam dan kelabu.
Arya semakin serin betapa didalam hutan dan seperti tak
ingin keluar lagi dengan alasan hutan jati di Indonesia
membutuhkan insinyur kehutanan seperti dia. Arya menjadi
anggota keluarga Suwandi yang lama sekali membujang.
Nina tak berminat pulang ke Jakarta. Nina tak pernah
berminat dengan apapun di Indonesia. Nadira menganggap
kakaknya masih terluka akibat kepergian ibunya yang
begitu mendadak.
Hanya Nadira sendiri yang menghadapi ayahnya. Nadira
memperhatikan tawa ayahnya yang terkekeh-kekeh itu
sebagai sebuah upaya untuk mengusir air matanya yang
selalu mendesak keluar.67
Pada kutipan tersebut Nadira merasakan beban yang sangat berat
setelah ditinggal kematian ibunya, dimana kakak dan adiknya
meninggalkan Nadira bersama ayahnya. Sosok wanita yang berada dalam
keadaan basah kuyup dengan ekspresi sedih itupun tergambar jelas karena 67
Ibid, hlm. 77-78
91
peristiwa itu. Karena peristiwa tersebutlah Nadira menjadi sosok wanita
yang memiliki karakter kuat dan tegar saat menghadapi peristiwa pelik
dalam hidupnya.
Hanya Nadira yang menyadari, ayahnya mendadak lumpuh
dalam hidup. Nadira yang perlahan meniupkan semangat ke
dalam hidup ayahnya dengan terus-menerus memperlihatkan
sikap berguru padanya.68
Pada kutipan di atas menunjukan karakter Nadira yang sangat sabar
dan setia menemani ayahnya dalam keadaan apa pun, padahal dirinya
sendiri pun batinnya terguncang dengan berbagai macam permasalahan
yang ia hadapi. Nadira selalu berbakti kepada orang tua dengan
memperhatikan keadaan ayahnya walaupun Nadira sendiri tak kuasa
membendung air matanya.
Hanya Nadira sendiri yang menghadapi ayahnya. Nadira
memperhatikan tawa ayahnya yang terkekeh-kekeh itu
sebagai sebuah upaya untuk mengusir air matanya yang
selalu mendesak keluar.69
Penggunaan warna coklat kombinasi hitam dalam background
gambar ilustrasi tersebut memiliki makna yang melambangkan kesedihan.
Penulis menginterprestasikan warna tersebut membawa suasana sedih bagi
yang melihat ilustrasi ini, dan sosok wanita yang ada di dalam ilustrasi
tersebut berhubungan dengan warna dari background ilustrasi tersebut
dengan menampakkan ekspresi sedih.
Nadira sebagai tokoh yang ada di ilustrasi tersebut walaupun ia kuat
dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya ia pun pernah merasa
terpuruk karena Nadira memiliki trauma mendalam waktu kecil ia
dihukum oleh kakaknya Nina dengan mencelupkan kepalanya ke jamban
berisi kencing karena dituduh mencuri.
Nadira pun memiliki watak yang baik hati dan penyayang kepada
ayahnya saat sepulang dari kerja ia selalu membelikan kue kesukaan
68
Chudori. op. cit., hlm. 71-72 69
Ibid, hlm. 73
92
ayahnya yaitu kue Lagsana buatan tempat kantor ayahnya dahulu. Saat
Nadira ingin memberikan kuenya, ayah Nadira selalu menatap layar
televisi dan tidak menggubris kehadiran Nadira dan kue Lagsananya.
Sebagai seorang perempuan ia merasa hancur saat ia ingin mengurusi
ayahnya sendiri tetapi ia malah tidak dianggap saat itulah terekam kembali
dalam ingatan Nadira akan hukuman yang diberikan kakaknya tersebut
lalu Nadira pun langsung masuk ke kamar mandi dan mengguyur seluruh
tubuhnya dengan air dingin sambil menangis.
Nadira diam. Lalu dia menyambar handuk dan masuk ke
kamar mandi. Segayung air dingin yang dibanjurkan ke
mukanya bercampur dengan air hangat yang mengalir
membasahi pipinya.70
Ayahnya menepis tangan anaknya. Piring itu terpental dan
pecah berkeping-keping. Kue-kue itu, lasagna itu bertebaran
dan celemotan di lantai. Nadira tercengang. Lebih-lebih
ketika melihat ayahnya berjngkok, memunguti kue itu satu
persatu dan meletakkannya kembali ke atas piring,
sementara pipinya basah.
Nadira berlari ke kamar mandi. Dicelupkan kepalanya ke
dalam bak mandi. Lantas diangkatnya. Kali ini ia baru
menyadari, ini kebiasaan yang terjadi karena dia terbiasa
dihukum dengan mencelupkan kepalanya ke jamban berisi
kencing.
Dia mencelupkan kepalanya. Semua gelap-gulita seperti
tinta gurita . dicelupkan kepalanya. Lagi. Lagi. Berkali-
kali.71
Sampai pada akhirnya kejadian seperti ini pun tidak hanya terjadi
sekali saja bahkan kue Lagsana yang pernah Nadira berikan kepada
ayahnya pun pernah di lempar begitu saja dan Nadira pun lemah tak
berdaya menghadapi ayahnya sampai-sampai ia kembali melakukan
tindakan yang pernah dilakukan kakaknya untuk Nadira yaitu
mencelupkan kepalanya dan ia merasa semua kehidupan ini gelap sama
seperti yang diinterpretasikan lewat ilustrasi tersebut.
70
Chudori. op. cit., hlm. 74 71
Chudori. op. cit., hlm. 91
93
Saat melihat ilustrasi pada cerpen “Tasbih” penulis melihat bahwa
gambar ilustrasi pada cerpen tersebut adalah ilustrasi seorang tokoh yang
diceritakan di dalam cerpen tersebut yaitu Bapak X. Petanda yang ada
pada gambar ilustrasi tersebut adalah sosok laki-laki paruh bayah yang
menggunakan baju tahanan dengan kode tahanan 213 T dengan senyuman
memperlihatkan semua gigi putihnya menunjukan seolah ia tidak
melakukan kejahatan. Pada ilustrasi tersebut penulis menginterpretasikan
adanya hubungan karakter dengan Bapak X yang diceritakan pada cerpen
Tasbih.
Nadira menatap wajah Bapak X. Wajah lelaki berusia 62
tahun itu telah terpampang di berbagai media. Entah
bagaimana, Bapak X selalu tersenyum menunjukkan
rangkaian gigi putihnya setiap kali kamera mengarah
padanya. Seolah tak ada yang lebih membuatnya bangga
daripada tertangkap dan disorot oleh berbagai kamera
televisi. Tetapi dia hanya ingin diwawancarai oleh satu
orang.
“Nadira Suwandi…”
Suara Bapak X berat, berirama seperti seorang penyanyi.
Dia menatap Nadira. Dan Nadira memandangnya tanpa
rasa takut.
“Akhirnya saya mendapat anugerah yang sudah lama saya
inginkan,” Bapak X memejamkan matanya, seperti
menikmati kehadiran Nadira. Nadira berusaha tidak
terpengaruh oleh gaya teatrikal Bapak X.72
Pada kutipan tersebut Nadira nampaknya akan mewawancarai
Bapak X. Bapak X tidak mau diwawancarai dengan siapapun kecuali
dengan Nadira entah alasannya karena apa. Nadira pada waktu itu
menerima tawaran untuk melakukan wawancara dengan bapak X karena
ia senang melakukan wawancara dengan kasus tindakan kriminal. Belum
sempat Nadira memberikan pertanyaan, Bapak X sudah menyambut
Nadira dengan ucapan yang sangat misterius.
“Kamu tak ingin tahu kenapa saya saya meminta bertemu
denganmu?”
Nadira menggeleng.
72
Ibid, hlm. 104
94
“Itu penting. Sangat penting. Kamu perempuan istimewa.
Yang sudah menulis cerita pendek sejak kecil, dan
mempunyai dua orang kakak yang pasti merasa menjadi
bayang-bayangmu… Saya tebak, pasti kakak
perempuanmu bukan kakak yang menyenangkan. Dan saya
yakin, seumur hidupmu, kamu adalah sosok yang
gelisah.”73
Pada kutipan di atas menunjukkan karakter Bapak X yang memiliki
karakter yang sok tahu akan kehidupan orang lain. Selain itu, Bapak X
juga memiliki trauma saat ia masih kecil terhadap ibunya sehingga ia
melakukan kejahatan kriminal yaitu membunuh perempuan paruh bayah
yang menurut pandangan Bapak X ini telah jahat kepada anak laki-
lakinya. Bapak X begitu kejam dan tidak peduli kepada korban-korban
yang ia bunuh sampai ia menceritakan secara detail kepada Nadira cara
dia membunuh korbannya.
“waktu kali pertama saya merobek mulut Meidina Satya,
rada susah…., agak liat. Jadi saya harus menggunakan
kedua tangan saya …,” Bapak X bercerita dengan
semangat, matanya berkilat-kilat girang dan kedua
tangannya memberikan contoh bagaimana ia menguakkan
bibir korbannya.74
Penggunaan warna yang digunakan pada ilustrasi ini dominan
warna hitam dan abu-abu memiliki makna penuh dengan misteri. Penulis
menginterprestasikan warna tersebut membawa suasana yang membuat
banyak teka-teki dan ekspresi dari tokoh yang tergambar melalui ilustrasi
tersebut berhubungan dengan karakter yang diceritakan di dalam cerita
pendek Tasbih.
Bapak X merasa senang ada hadirin yang sungguh berminat
pada ucapannya. Dan “Hadirin” itu bernama Nadira
Suwandi. Itu membuat dia terangsang untuk berkisah.75
Bapak X tokoh yang diceritakan di dalam cerita pendek “Tasbih”
adalah sosok misterius karena ia mengetahui segala kehidupan Nadira dan
73
Chudori. op. cit., hlm. 106 74
Ibid, hlm. 107 75
Ibid, hlm. 110
95
kasus kematian ibunya. Maka dari itu saat Bapak X diwawancarai oleh
Nadira, ia merasa lebih terbuka untuk berkisah di depan Nadira.
“Kamu membencinya…,” Bapak X terlihat menikmati raut
muka Nadira yang berkeringat.
Nadira mulai masuk ke dalam arena yang dibentangkan
Bapak X. psikiater itu pasti cerdas dan licik. Seperti tukang
sihir dalam dongeng anak-anak Hansel dan Gretel, yang
membujuk lidah anak-anak dengan rumah gula-gula. Bapak
X tahu betul, ada sesuatu yang hitam dan membusuk di
dasar hati Nadira yang perlu dicungkil dan dikeluarkan.76
Bapak X adalah seorang psikiater dan dia sangat cerdas dan licik
untuk menggali segala informasi yang ada pada kehidupan Nadira.
Karakter yang terlihat jelas dari ilustrasi dan apa yang diceritakan dari
cerita pendek ini adalah ketika Bapak X berhasil untuk membuka semua
kehidupan yang ada pada lawan bicaranya yaitu Nadira. Dan ia merasa
puas karena sudah mengetahui kehidupan pahit yang dialami oleh Nadira
dan tergambarkan lewat ilustrasi yang menampakkan Bapak X tersenyum
penuh dengan kelicikan dengan memperlihatkan gigi putihnya itu dan
Nadira pun akhirnya luluh dan tidak bisa menahan diri untuk tidak
menceritakan semua kisah pahitnya itu.
Bapak X perlahan tersenyum. Nadira sudah masuk dalam
genggamannya. Alangkah lezatnya. Bapak X menahan diri
untuk tidak menyentuh jari-jaro Nadira, khawatir Nadira
terbangun dari keasyikannya.77
Sedangkan pada ilustrasi “Sebilah Pisau” penulis melihat gambar
ilustrasi pada cerpen ini adalah ilustrasi seorang tokoh yang diceritakan di
dalam cerpen yaitu Kris. Petanda yang ada pada gambar ilustrasi tersebut
adalah sosok perempuan yang melihat banyak gambar yang
menggambarkan dirinya sendiri di atas meja kerja rekan kerjanya. Pada
ilustrasi tersebut penulis menginterpretasikan adanya hubungan karakter
76
Ibid, hlm. 118 77
Ibid,
96
terhadap tokoh laki-laki yang ada pada ilustrasi dengan Kris yang
diceritakan pada cerpen “Sebilah Pisau”.
Nadira diam. Dia malah berdiri dan menghampiri mejaku.
Tiba-tiba matanya membelalak. Matanya berpindah dari satu
gambar ke gambar lain. Semuanya, oh hampir semua lembar
sketsaku menggambarkan Nadira atau kegiatan Nadira.
Kakinya. Wajahnya. Matanya.
Gila. Aku lupa meyimpannya. Membuangnya.
Menyembunyikannya. Sinting. Dia pasti menyangka aku
seorang pengintip kehidupan pribadinya.78
Pada kutipan tersebut tergambar peristiwa dimana Kris mengalami
salah tingkah ketika Nadira melihat kondisi meja kerjanya yang penuh
dengan sketsa wajah Nadira. Penggambaran tokoh pada cerpen “Sebilah
Pisau” menggambarkan bahwa ia mengalami salah tingkah dan
diinterpretasikan pada ilustrasi cover cerpen “Sebilah Pisau”. Di dalam
ilustrasi tersebut tidak memunculkan ekspresi wajah dari seroang Kris
tetapi lewat tingkah laku Kris yang mencoba menahan Nadira untuk tidak
mendekati mejanya menggambarkan bahwa ia salah tingkah dan
sebenarnya ia mengagumi Nadira dan karakter Kris pun muncul yaitu
pengagum rahasia Nadira.
Aku bertemu dengan Nadira pada tahun 1989. Dia meluncur
di hadapanku sebagai sosok yang memasuki dunia
jurnalisme dengan penuh daya hidup.79
Kali pertama kami bertukar kata ketika Nadira ikut antre di
meja panjang, tempat makanan katering disediakan di setiap
Jumat dan Sabtu malam. Dia satu-satunya yang antre sambil
membaca buku sembari maju selangkah demi selangkah
setiap kali antrean semakin mendekati meja.
Ketika dia terlalu lama tidak maju, padahal antrean sudah
panjang, aku mendehem. Nadira agak terkejut dan menoleh.
Secara spontan dia mengatakan maaf sembari mengambil
satu langkah besar. Dan saat itu, dia baru menyadari
kehadiran orang lain di luar bukunya yang mengisap
perhatian dia.80
78
Ibid, hlm. 190 79
Chudori. op. cit., hlm. 184 80
Ibid, hlm. 186
97
Pada kutipan tersebut menggambarkan peristiwa pertemuan pertama
kali Kris dengan Nadira dan pertama kalinya juga Kris berbicara dengan
Nadira. Dan pada momen seperti ini Kris memanfaatkan untuk
berinteraksi dengan Nadira saat mengantre makanan karena pekerjaan ia
lebih sibuk dengan ilustrator dan desain ketimbang dengan para reporter.
Dari perilaku yang ditunjukan oleh Kris maka dapat dipastikan Kris
mengagumi sosok Nadira. Kris memang bukan tipe laki-laki yang
ekspresif tetapi lewat perilakunya bisa di terlihat bahwa ia begitu perhatian
dengan Nadira. Seperti ketika Kris menawarkan teh kepada Nadira,
memperhatikan riset yang dibutuhkan reporter untuk laporan utamanya,
bahkan yang lebih ekstrim lagi Tara gemar mengecek kelompok reporter
yang duduk di dekat meja Nadira dibanding kelompok reporter yang
duduk di sebelah barat.
Tetapi karena dia tidak ekspresif, maka kami melihat sebuah
perbedaan ketika Tara menawarkan Nadira untuk minum teh
hangat saat Jakarta dihajar hujan; atau memperhatikan riset
apa yang dibutuhkan sang reporter dalam sebuah laporan
utama; atau kecenderungan Tara untuk lebih gemar
mengecek kelompok reporter yang duduk di dekat jendela
(dekat meja Nadira) dibanding kelompok reporter yang
duduk disebelah barat.81
Tetapi setelah peristiwa kematian ibu Nadira dua tahun setelah ia
bekerja di Majalah Tera, Nadira berubah menjadi sosok wanita yang tidak
Kris kenal. Kris memperhatikan Nadira tetapi ia tidak berani untuk
menegur Nadira sehingga ia melampiaskan dengan cara menggambar dan
menggambar tapi tak pernah berhasil. Pada suatu waktu Kris
meninggalkan sketsa yang ia buat dan ditinggalkan di atas meja untuk
menghibur Nadira.
Perhatian yang diberikan oleh Kris kepada Nadira selalu
ditunjukkan kepada Nadira tetapi Nadira tidak menganggap itu hal yang
81
Ibid, hlm. 187
98
spesial. Perhatian Kris pun begitu dalam dan Kris tidak berani
mengungkapkan perasaannya kepada Nadira.
Aku juga menunduk dan pura-pura berdoa meski ekor
mataku mencuri pandang dan memperhatikan Nadira.
Hanya beberapa menit, lalu dia meletakkan sketsa buatanku
di atas makamnya. Bintik keringat di wajah Nadira itu…,
akhirnya aku mengambil tisu dan, entah bagaimana,
tanganku seperti memiliki ruhnya sendiri.82
Berbagai perilaku yang ditunjukan oleh Kris menunjukan karakter
seseorang pemuda yang sedang memendam perasaan secara diam-diam
kepada perempuan yang ia sukai. Dari berbagai kutipan diatas
menunjukkan bahwa Utara Bayu memendam perasaan kepada Nadira
Suwandi.
Terakhir ilustrasi cerpen “At Pedder Bay” penulis melihat gambar
ilustrasi pada cerpen ini adalah ilustrasi seorang tokoh yang diceritakan di
dalam cerpen yaitu Nadira. Petanda yang ada pada gambar ilustrasi
tersebut adalah sosok perempuan yang sedang duduk di tepi memandang
ke arah danau. Pada ilustrasi ini penulis menginterpretasikan tidak adanya
hubungan karakter dengan sosok perempuan yang ada pada ilustrasi
dengan Nadira yang diceritakan pada cerpen “At Pedder Bay”.
Senja sudah tiba. Tetapi bulan Oktober pukul lima sore
masih terang-benderang, meski tubuh sudah rontok oleh
kuliah yang beruntun. Marc dan aku duduk berbantal daun-
daun mapel merah yang empuk dan harum itu, menatap
riak-riak Pedder Bay. Untuk beberapa menit kami tak
berkata-kata.83
Pada kutipan diatas tergambar sebuah peristiwa saat Nadira sedang
bercerita dengan Marc sahabatnya di Kanada. Ia bertemu dan
menceritakan semua kehidupannya dahulu di sebuah danau yang bernama
Pedder Bay. Penggambaran tokoh dalam cerita dengan tampilan
ilustrasinya pun tidak ada hubungannya karena di dalam ilustrasi hanya
ditampilkan sosok Nadira sendiri.
82
Ibid, hlm. 199 83
Chudori. op. cit., hlm. 235
99
Begitu banyak yang terjadi. Terlalu banyak. Aku
meneruskan pendidikan di Kanada, Marc terbang ke
Universitas Yale. Aku menjadi warga majalah Tera; lalu ibu
memutuskan pergi meninggalkan kami. Aku bertemu
dengan Niko, menikah, bercerai. Aku mempunyai Jodi. Itu
semua kuceritakan pada Marc hanya dalam waktu dua jam.84
Kutipan ini pun menunjukan danau Pedder Bay sebagai saksi
tempat dimana Nadira bercerita dengan Marc tentang kehidupannya, tetapi
dalam ilustrasinya tidak ditampilkan. Pengunaan warna biru pada laut
dalam ilustrasi tersebut memiliki makna persahabatan dan melambangkan
persahabatan antara Nadira dan Marc.
“Ya, ya, kamu pulang untuk menghadiri perkawinan Arya.”
Marc mengangguk cepat - cepat.
“Ada soal lain yang harus kubereskan.”
Kini Marc memandangku dengan tajam. Dia memegang
kedua bahuku, seperti takut kehilangan.
“Ada apa?” dia berbisik. Marc tahu aku akan menyampaikan
sebuah berita buruk.
“Aku harus bertemu dengan Tara…”
Kedua tangan itu terasa membeku. Bola mata Marc perlahan
menjelma menjadi Pedder Bay. Biru, bening dan basah.85
Kutipan tersebut menunjukkan akhirmua Nadira mmbuat sebuah
keputusan di dekat danau Pedder Bay kembali ke Jakarta untuk menemui
Tara dan menyelesaikan urusannya dengan Tara. Danau Pedder Bay
menjadi tempat perpisahan antara Nadira dan Marc. Maka dari itu
penggambaran karakter yang digambarkan di dalam cerpen “At Pedder
Bay” tidak ada hubungannya dengan ilustrasi yang ditampilkan karena
ilustrasi di cerpen tersebut hanya menggambarkan latar tempat dan
penampilan fisik dari Nadira saja.
C. Implikasi terhadap pembelajaran sastra di SMA
Pembelajaran sastra di sekolah sudah seharusnya membangun kondisi siswa
menjadi manusia yang memiliki kecakapan hidup dalam memperluas pengetahuan
di bidang sosial, karena karya sastra banyak dipengaruhi oleh realitas yang terjadi
84
Ibid, hlm. 237 85
Chudori. op. cit., hlm, 263
100
pada dunia nyata. Kecakapan hidup dikelompokan menjadi lima bagian:
kecakapan mengenali diri atau personal, kecakapan berpikir, kecakapan sosial,
kecakapan akademik, dan kecakapan kejuruan.
Berdasarkan kajian terhadap kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S.
Chudori, kompetensi dasar yang dapat digunakan pembelajaran di sekolah adalah
menjelaskan unsur-unsur intrinsik pembacaan cerpen pada tingkat SMA/MA kelas
XI semester satu dalam aspek melihat dan mendengarkan. Pembelajaran unsur
instrinsik kumpulan cerpen 9 dari Nadira dapat meningkatkan kemampuan siswa
untuk memahami perasaan, imajinasi, kepekaan serta pemahaman terhadap
karakter tokoh yang digambarkan. Ranah kognitif dapat dilihat dari kemampuan
peserta didik memahami dan menafsirkan unsur-unsur intrinsik yang terkandung
dalam pembacaan salah satu cerpen. Setelah diketahui kemampuan pengatahuan
peserta didik dalam memahami, guru mengamati sikap dan tingkah laku peserta
didik selama pembelajaran berlangsung. Bagaimana keterlibatan peserta didik
selama pembelajaran, apakah peserta didik aktif, atau justru peserta didik tidak
tertarik dengan pembahasan yang dipelajari. Pengetahuan dan sikap dapat
ditunjukan dalam pembelajaran berlangsung kemudian dilanjutkan dengan
pengamatan guru terhadap nilai-nilai yang dapat peserta didik terapkan untuk
membangun kebiasaan sehari-hari.
Peranan guru dalam mengawasi peseta didik tidak hanya terjadi saat
pembelajaran di kelas saja. Namun, dilakukan pula kontrol lapangan untuk
membuat kebiasaan baru agar membangun peserta didik menjadi individu yang
lebih baik setelah pembelajaran usai.
Bila dikaitkan antara pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah
dengan kajian kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori, peserta
didik dapat menjadikan beberapa cerpen yang ada di dalam kumpulan cerpen 9
dari Nadira sebagai objek kajian untuk membahas unsur intrinsik. Unsur intrinsik
dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira memiliki keragamanan untuk dipahami,
mulai dari tema, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, serta gaya bahasa
yang digunakan oleh pengarang. Pembahasan intrinsik yang dilakukan peserta
didik dapat menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sosial, sikap kepekaan
101
tersebut dapat berupa sikap toleransi, mengahargai, dan tangung jawab. Guru
berperan penting dalam mengarahkan peserta didik untuk menafsirkan data-data
temuan dalam penerapan di kehidupan sehari-hari. Terkadang pembelajaran hanya
berakhir dalam memahami saja, tanpa tahu bagaimana pesan yang dapat
diterapkan di kehidupan sehari-hari yang dialami peserta didik.
Penggunaan metode ceramah ini dilakukan oleh guru untuk memberikan
materi dan informasi mengenai pelajaran yang hendak dibahas lalu didiskusikan
sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran yang baik. Dalam kegiatan diskusi,
tentu saja terdapat proses belajar dari siswa berupa pertanyaan-pertanyaan
sehingga terbentuklah proses tanya jawab antar peserta didik ataupun tanya jawab
antara guru dengan peserta didik. Di akhir kegiatan diskusi, peserta didik dapat
diberikan berupa tugas yang dapat dikerjakan di rumah ataupun dikerjakan saat itu
juga. Hal tersebut bertujuan untuk mengukur hasil yang telah dicapai oleh peserta
didik dari proses belajar.
Pengunaan metode ceramah guru terlebih dahulu menyampaikan mengenai
materi cerpen, mulai dari pengertian, struktur, unsur-unsur dan kebahasaan
cerpen. Setelah menyampaikan mengenai cerpen guru bisa memadukan metode
ceramah dengan metode tanya jawab. Hal ini dilakukan dengan cara menanyakan
kepada siswa adakah yang sudah pernah membuat cerita pendek. Setelah siswa
menjawab, guru mengarahkan siswa untuk membahas mengenai dongeng
Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori. Guru memilih 4 cerpen
“Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, “At Pedder Bay” dan
mengumpulkan informasi yang diketahui siswa mengenai keempat tersebut,
seperti unsur intrinsik dari keempat cerpen tersebut.
Setelah mengumpulkan informasi mengenai keempat cerpen. Guru kembali
melakukan metode ceramah dengan menyampaikan mengenai keempat cerpen
“Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau”, dan “At Pedder Bay”. Guru
menyampaikan sinopsis cerita pendek sert memperlihatkan gambar ilustrasi yang
ada di awal cerita pendek tersebut. Setelah itu, guru bersama siswa mencari tahu
adanya penggambaran karakter tokoh yang diceritakan dalam cerpen sambil
meliht ambar ilustrasi cerpen. Setelah menemukan penggambaran karakter dalam
102
cerpen, guru menyampaikan secara lebih jelas mengenai hubungan karakter tokoh
yang diceritakan dengan gambar ilustrasi. Khususnya hal-hal yang tidak
ditemukan oleh siswa. Dalam proses pembelajaran ini, siswa dituntut untuk
menyimak dan berbicara, dua dari empat aspek kebahasaan. Hal ini diharapkan
mampu meningkatkan keterampilan menyimak dan berbicara siswa.
Lalu siswa diminta untuk mencari tahu adanya hubungan karakter dengan
ilustrasi dari keempat cerpen tersebut. Menganalisis menuntut siswa untuk
berpikir kritis dan memberikan sebuah hasil berupa tulisan. Dengan melakukan
hal ini guru bisa menghidupkan suasana kelas. Siswa akan aktif berpikir dan akan
ada diskusi yang membangung antara siswa dan guru atau antara siswa dan siswa.
Penggunaan ilustrasi pada cerpen Melukis Langit, Tasbih, Sebelah pisau
sebagai bahan ajar diharapkan mampu membantu guru dalam memberikan
penjelasan mengenai karakter yang bisa ditampilkan melalui ilustrasi. Dalam hal
ini menampilkan ilustrasi pada cerpen, dengan pemahaman dan membacanya pun
dengan waktu singkat akan merangsang siswa untuk berimajinasi. Kolaborasi
pembelajaran juga membuka peluang untuk peserta didik melebarkan wawasan
baru dengan membaca literatur yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Dengan
demikian kolaborasi antara pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan sebuah
gambar atau ilustrasi yang menarik akan memudahkan siswa untuk memahami
kedua mata pelajaran sekaligus.
103
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori. Penelitian ini
lebih memfokuskan pada hubungan karakter dengan ilustrasi pada cerpen
“Melukis Langit”, “Tasbih”, “Sebelah Pisau” dan “At Pedder Bay”.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis gambar yang telah dilakukan dari 9 ilustrasi yang
terdapat pada kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori
menggunakan 4 teknik dalam penggambaran ilustrasi diantaranya: Teknik
Full Shot pada cerpen “Mencari Seikat Seruni” dan “At Pedder Bay;
Teknik Close Up pada cerpen “Nina dan Nadira”, “Kirana”, dan “Tasbih”;
Teknik Mid Shot pada cerpen “Melukis Langit”, “Sebelah Pisau”, dan
“Utara Bayu”; Teknik terakhir adalah Medium Shot pada cerpen “Ciuman
terpanjang”. Hasil analisis dari hubungan naratif dengan keempat ilustrasi
pada cerpen tersebut membuktikan adanya penggambaran peristiwa,
tokoh, latar atapun alur dengan menggunakan teori Charles Sanders Peirce
dilihat dari segi sign, object, dan interpretasi penulis.
2. Pembahasan mengenai hubungan naratif dengan ilustrasi dalam kumpulan
cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori dapat diimplikasikan pada
pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 dalam aspek aspek
melihat dan mendengarkan. Pembelajaran unsur instrinsik kumpulan
cerpen 9 dari Nadira dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
memahami perasaan, imajinasi, kepekaan serta pemahaman terhadap
karakter tokoh yang digambarkan. Melalui media Ilustrasi siswa diminta
mencari tahu adanya hubungan naratif dengan ilustrasi dari keempat
cerpen tersebut. Menganalisis menuntut siswa untuk berpikir kritis dan
memberikan sebuah hasil berupa tulisan. Dengan melakukan hal ini guru
bisa menghidupkan suasana kelas. Siswa akan aktif berpikir dan akan ada
104
diskusi yang membangung antara siswa dan guru atau antara siswa dan
siswa.
105
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan ada beberapa saran yang
diajukan oleh penulis:
1. Sebaiknya dalam menganalisis teks cerpen harus secara detail dan
mendalam, karena analisis unsur intrisik merupakan dasar pijakan dalam
kegiatan apresiasi karya sastra.
2. Pendidik harus mampu mengembangkan kreativitasnya dalam kegiatan
belajar mengajar agar peserta didik dapat antusisas mengikuti KBM dan
memahami materi sastra.
3. Pendidik seharusnya mengajarkan kepada peserta didik agar selalu
mengaplikasikan nilai-nilai positif yang terkandung dalam karya sastra
sehingga dapat membantu pembentukan karakter peserta didik.
106
DAFTAR PUSTAKA
Alinea TV, “Writer’s Corner Alinea TV”. diunduh pada tanggal 30 Januari 2019,
(https://www.youtube.com/watch?v=OL3CFqNnxmw&t=496s).
Anggita, Jenni. “Perekat Sembilan Cerita dalam 9 dari Nadira Karya Leila S.
Chudori”. Skripsi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Depok: 2012.
Anonim. “Ambisi Perbaiki Tontonan Layar Kca”. Harian Indo Pos. Jakarta 8
0ktober 2006.
Anonim. “Ingin Menggenggam Dunia”, Majalah Dewi. Jakarta 3-16 Mei 1982.
Anonim. “Leila Salikha Chudori: Saya Tak Percaya pada Bakat”. Suara
Pembatuan. Jakarta 31 0ktober 1988.
Awanti, Apri Swan. “Leila S. Chudori, Mengejar Cory Aquino karena Penasaran”.
Majalah Femina. Jakarta 10-16 Mei 1990.
Budiman, Kris Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra. 2004.
Chudori, Leila S. 9 dari Nadira. Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia. 2010.
Chudori, Leila S. Malam Terakhir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2012.
Chudori, Leila S. “Tentang Leila”. diunduh 04 September 2018.
(http://www.leilaschudori.com/id/about-me/).
Danesi, Marcel. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 2004.
Erfan, Mochamad Riza Ali. “Dinamika Kepribadian Tokoh Nadira dalam
Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori”. Skripsi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlanga. Surabaya: 2014.
Esten, Mursal. Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: CV Angkasa. 2013.
Endang Hidayat, dan Widjoko. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung:
UPI Press. 2006.
Fananie, Zainuddin. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
2001.
Hendratman, Hendi. Tips & Trik Graphic Desain. Bandung: Informatika. 2008.
Hoed, Benny H. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
2014.
107
Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Kartiko, Yunus Priyonggo. “Analisis Semiotik terhadap Sampul Majalah Tempo
pada Kasus Korupsi Simulastor SIM”. Skripsi pada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi: Jakarta. 2014.
Kosasih, E. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. 2012.
Kusrianto, Adi. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Jakarta: Andi. 2009.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2011.
Moleong. J. Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2009.
Novianti, Winda. “Analisis Struktur Kepribadian dan Mekanisme Pertahanan
Jiwa Tokoh Utama Kumpulan Cerpen 9 dari Nadia Telaah Psikoanalisis
Sigmund Freud”. Skripsi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang: 2011.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2005.
Pradopo, Rachmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
Pramita, Ecka. “Laut Bercerita” Kisah Kelam Aktivis ’98 Persembahan Leila S.
Chudori. diunduh 10 November 2018,
(https://majalahkartini.co.id/berita/laut-bercerita-kisah-kelam-aktivis-).
Pramudya, Yulius Wisnu Ade. “Analisis Ilustrasi Buku Kumpulan Puisi Melihat
Api Bekerja Karangan Aan Mansyur”. Skripsi pada Fakultas Bahasa dan
Seni Rupa. Yogyakarta: 2017.
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1992
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metodern, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalisme Posttruktualisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Rohman, Salfur., dan Emzir. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT Grafindo
Persada. 2015.
108
Rolnicki, Tom E., dkk. Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic Journalism).
Jakarta: Kencana. 2008.
Rosyidi, M. Ikhwan dkk. Analisis Teks Sastra Mengungkap Makna, Estetika, dan
Ideologi dalam Perspektif Teori Formula, Semiotika, Hermeneutika dan
Strukturalisme Genetik. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010.
Salam, Sofyan. Seni Ilustrasi. Makassar: Badan Penerbit UNM. 2017.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pt. Grasindo. 2008.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006.
Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. 1988.
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta. 2012.
Suprapto, Lina. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter Novel 9
dari Nadira Karya Leila S. Chudori”. Skripsi pada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surakarta. Surakarta: 2013.
Suyanto, Muhammad. Analisis & Desain Aplikasi Multimedia Untuk Pemasaran.
Yogyakarta: Andi Offset. 2004
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. 1993.
Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. 2009.
Tirtawira, Putu Arya. Apresiasi Puisi dan Prosa. Flores: Nusa Indah. 1983.
Wahyu, Handayani Tri. Kuliah Jurusan Apa? Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2015.
Warren, Wellek. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1989.
Witabora, Joneta. Peran dan Perkembangan Ilustrasi , Humaniora, Vol. 3 No.2,
2012.
Yarni, Munaf. Kajian Semiotik dan Mitologis terhadap Tato Masyarakat
Tradisional Kepulauan Mentawai. Jakarta: Pusat Bahasa. 2001.
Z. Okke Kusuma Sumantri. Semiotika dalam Analisis Karya Sastra. Depok: PT
Komodo Books.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2008.
LAMPIRAN 1
Sinopsis Cerpen “Melukis Langit”
Satu tahun setelah kematian ibunya Nadira yaitu Kemala, tepatnya tahun
1992, beberapa hal yang semakin terlihat jelas, seperti puzzle yang satu per satu
berhasil tersusun. Kejelasan tersebut berupa penyebab kematian Kemala.
Kematian Kemala bukan hanya berdampak dalam kehidupan Nina, melainkan
juga Bram, Arya, dan khususnya Nadira. Arya pergi ke hutan dengan alasan dia
adalah insinyur kehutanan, sedangkan Nina menetap di New York. Hanya Nadira
yang mengurus ayahnya. Pertanyaan perihal penyebab Kemala memutuskan
bunuh diri menjadikan Nadira seolah mati, walaupun dia hidup.
Perilaku aneh yang ditunjukkan Nadira ketika melampiaskan
kemarahannya terhadap Nina yaitu dengan memasukkan kepalanya ke dalam bak
mandi. Bram ayahnya pun diceritakan memiliki perilaku aneh akibat kematian
Kemala. Dia sering bangun pukul tiga pagi dan selalu mengulang menonton “All
the President’s Men”, dan mengobrol dengan teman-teman lamanya ditelpon
selama berjam-jam. Perilaku Bram tersebut dilakukan untuk mengusir kesedihan
dan kesepiannya akibat kepergian Kemala.
Puncak dari kesedihan yang dialami Bram berdampak kepada Nadira yang
terjadi pada saat Bram membuang piring berisi lasagna dan kue lumpur yang
dibelikan Nadira. Hal tersebut terjadi karena Bram melihat berita di televisi
tentang Pak Riswanto yang menduduki jabatannya.
LAMPIRAN 2
Sinopsis Cerpen “Tasbih”
Cerpen “Tasbih bercerita tentang perjuangan Tara mendapatkan tasbih milik
Kemala untuk diberikan kepada Nadira. Untuk menemukan tasbih itu, Tara datang
ke rumah Nadira dan memintanya kepada Bram. Ternyata tasbih tersebut telah
diberikan Bram kepada Nina karena dia merasa Nina lebih membutuhkannya.
Karena tidak berhasil mendapatkan tasbih, Tara memberikan Nadira seruni putih,
bunga kesukaan ibunya. Satu per satu kelopak bunga seruni itu dicabut Nadira untuk
dijadikan seolah tasbih, dia berzikir di bawah kolong meja kerjanya. Perjuangan dan
perhatian Tara kepada Nadira merupakan bukti Tara mencintai Nadira.
Selain perjuangan Bram mendapatkan tasbih, dalam “Tasbih” juga
diceritakan kisah Nadira yang berprofesi sebagai wartawan, menonjok
narasumbernya, Bapak X. Nadira menonjoknya karena orang tersebut mengungkit
soal kematian Kemala. Bapak X, seorang psikiater, terlalu tahu perasaan Nadira.
Nadira selalu bertanya-tanya apa sebab Kemala memilih bunuh diri. Ketika dia
mewawancarai Bapak X, Bapak X berhasil memancing Nadira bercerita. Nadira pun
menonjoknya Bapak X juga berhasil mengungkit luka Nadira terhadap kakaknya,
Nina.
LAMPIRAN 3
Sinopsis Cerpen “Sebelah Pisau”
Selama bekerja di majalah Tera, Nadira bertemu pertama kali dengan Utara
Bayu. Tak hanya Utara Bayu yang memiliki perasaan kepada Nadira. Ada tokoh
baru yaitu Kris teman satu kantor dengan Nadira yang menyimpan perasaan juga
dengan Nadira. Kris memperhatikan Nadira mulai dari masuknya Nadira ke
Majalah Tera tahun 1989 sampai dengan pernikahannya dengan Niko pada tahun
1995. Melalui sketsa yang digambar oleh Kris ia meluapkan perasaannya kepada
Nadira. Saat itu, Nadira memergoki meja Kris penuh dengan sketsa wajahnya. Kris
langsung salah tingkah dan menganggapnya tidak terjadi apa-apa. Kris merupakan
tokoh yang menaruh perhatian kepada Nadira. Perhatian itu, merupakan tanda
bahwa Kris memendam perasaan kepada Nadira, walaupun tidak diungkapkan
secara gamblang. Di sisi lain, kesedihan Tara karena Nadira memutuskan menikah
dengan Niko terekam Kris dengan jelas. Tara terpukul mengetahui Nadira akan
menikah dengan Niko.
LAMPIRAN 4
Sinopsis Cerpen “At Pedder Bay”
Nadira diceritakan telah berada di Victoria, tepatnya di almamater
kampusnya untuk mengajar. Nadira menyingkir dari kehidupannya di Jakarta
termasuk dari urusan pekerjaannya setelah dia bercerai dengan Niko.
Keputusan ini merupakan proses rekonsiliasi Nadira dari berbagai kejadian
pilu di kehidupannya. Tokoh baru yang hadir bernama Marc, teman Nadira
semasa kuliah, ternyata juga mempunyai perasaan kepada Nadira. Marc
menjadi tempat bercerita di danau Pedder Bay yang menceritakan pengalamn
hidup Nadira. Marc pula yang mmenyadarkan Nadira untuk kembali ke
Jakarta agar menghadiri pernikahan kakaknya Arya dan menyelesaikan
urusan yang belum selesai dengan Utara Bayu walaupun sudah terlambat.
Nama
NIM
Jurusan
Fakultas
Judul Skripsi
Lembar Uji Relrensi
Sri Ayu Kusumaningsih
1l 140r30000033
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
llmu Tarbivah dan Keguruan
Hubungan Karakter dan Narxlif dengan Ilustrasi dalam
Kumpulan Cerpen 9 dori Nadira Katya. L,eila S. Chudori
dan lmplikasin)a rerhadap Pembelaiaran Sastm di Sekolah
Dosen Pembimbing : Ahnrad Bahtiar, M. Hurn.,
No. Idc titas BukuIlalaman
Skripsi
Halaman
BukuParaf
t. Alinea TV, Writet"s Corner Alineu TV''.
diLtnduh pada tanggal 30 Januari 2019,
(https://w*w.) outube.com/rvatch'lv=
OL3CFqNn\m1v&t=.196s)
15
ff2.. Anssita. Jcnni. Perekat Scmbilan Cerita
dalan 9 dd-i lra.l],? Karya Leila S.
Chudori". Skripsi pada Irakultas llnu
Budaya Universitas Indonesia. Depok:
20t2.
34
f,Anonim. "Ambisi Pelbaiki Tontonan Layar
Kca-'. iiarian lt1(io Pos- lakarta I0ktober 2006.
41 28
44. Anonim. "Ingin Menggenggam Dunia",
llajdah Det,| Jakarta i-16 l\4ei 1982.
,15. 3',l, 60, 38 q5. Anonim. "Lcila Sal;kha Chudori: Sa]a Tak
Percala pada Bakat". Suara
Pet bdhnn. Jakarta ll 0ktober 1988.
43 8
h6. A\!anti. Apri SNan. "Lcila S. Chudori. 37 86 Z-
Mengejar Cory Aquino karena
Penasaran". Majoloh Fet ild- Jakafta
10-l6 NIei 1990.
Budiman, Kris Ss,rrrtlt 7 r1:rrd1 Yoglakarta:
Jalasutra.200.1.
25,26,35. 3. 18. 63.
Chudori, Leila S. 9 .lori N..lia. Jakarta:
Kcpustakaan Popular Gramedia. 20 I 0 57, 58, s9.
60, 6i. 62.
6i.6'1.65.66,67,68.
69, 70, ',71 ,
72.. 73, 71,
75.76,7',7.
78, 79. 80,
8r,82,83.87,88,89,
90, 91, 10 r,
r 02 103,
101, 105,
106, I07.
108, 109.
1l0,
xYi-xvii, 72,
I11, 204. 90,
74, 103, 120.
185, 239, 23 5,
71, 191,254,
255, 15, 4.76,
91. 129.238,
266, 97. 181,
1,12, 14.1. 14,
39 . 23. 22. ',l o-
37. 63. 60.
250,251.214,
29. 106. 109,
136, 137, 199.
246,263.83.
12,201- 259,
I i8. 69, 79,
2.16, I 19. 189,
102, 77-78,
73, 104, 107,
l 10, I 18, r90,
186. r87, 199,
237.
Chudori. Leila S. llalanl Terakhir. Jakarta:
Kcpuslakaan Populer Granredia. 20 I 2.
10. Chudori. I-eila S. 'Tcnlang Leila . diundlrh 0.1
Septcmber 20 t 8.
(hltp://u1vw. lei laschudori.comlid/abo
ut-me,/)
36.38.39,41, 12. 13.
44, h1i. L)anesi. Marcel. Pesa Tandd don trIahta.
Ycg), akar'ta: lalasutra. 2C04.
34
h12. Dharsono. Tilauan Seni llupa Mtxlern.
Yoglakarta: Dcpanemen Peltdidikan
Nasional Tinggi Seni lndoncsia. 2003.
22 3,1,35
Ii3. Erlon, Mochanrad lliza Ali. Dinomika
Kepibadian Iokoh Naclira tlalam
Ktuttpulan Cerpen 9 ddri Nadir(j
K.t1.t lctta J , /, /././l \(ril\;l:rkulla, I'rru lluJ.ra I n'rcr.ts-
Airlanga, Surabala: 201,1.
3l
h14. Esten. Niursal. Pcngan/ar Tea]i Ja;: Sejtit.ali.
Bandung: CV Angkasr. 2013.
13, 50. a/)15. Endang IIida)at. dan Widjoko. Teoli dan
Sejaruh Sd.ttt o lndonesia. Batdung:
UPI Press.2006.
11,I l, 37, 13,
A16. ! rndnie. ,/r:.,.:aliin .r,./.r,r/r (J.,/ ir. Suralart
Muhamnladiyah Unirersitv Press
2001.
84, h17. Llocd. Benny ll. Se liatik & Dinunikd Sosial
Buitqa. Depok: Komunitas Batnbu.
2011.
24
718. Kcru. Pu.rr Brhu..r. Anarrr' D.,or B,tha,o
lnclonesia. Jakarta. Pusat Bahasa
10, r4 284,546
h
Departemen Pendidikan Nasional.
2008.
19. Kartiko. Yunus Prilonggo. 'Analisis Semiorik
terhadap Sampul MaJalah tenpL)
pada Kasus Korupsi Simulasror SIN{".
Skripsi pada l,-akultas llmu Dakwah
dan llnru Komunikasi: Jakana. 2014.
34
h24. Kosr,ilr. Il. la,ct-|n,.;r KL i, ra,q.ti,,,t
Bersdrl/d. Bandung: Yrama Widya.
2012
12, 4t,34,
h21. Kusrianto, Adi. Pergantar Desoin Ko tunikasi
I/irr/.rl Jakarta: Andi. 2009.
23)')18. 1tt,16,47
h22. \l.nLJer"p. Alhcrr'nr 1lcr..J, Kc,rtrrer.-'a,i
Teldah Fiksi. .lakarta: Yavasan Obor
Indonesia. 201 1.
15, 16, 96 - 97, 105,
t12, h23. N,loleong. J. Lexi. Metodologi Penelitiatl
Kualitati;f Edisi R?r,/Jr. Bandung: PT
Remaja Rosdakar\ a. 2009
'/, 6,
L21. Nurgiyantoro, Burhan. Teati Pe Ekiia]1
fitsi Yogyakafla: Gajah Nlada
Univcrsit), Press. 2005
1, 10, I l,
24,25, t6,
',7 )O 11
10, 11, 68,
216, l1 l, 165,
276 - 277,
I95,
/,
25. Pradopo, Rachmat D|oko. Beheropd'l'eori
Sdsr..r, Metatlr Kritik, tlan
Penerapafinya. Yoglakarta : Pustaka
l']elajar.2009.
30, l)n
h26. Pranita, Ecka. "l-aut Berccrita" Kisah Kclam
Aktivis 98 Perscnrbahan Lcila S.
Chudori. diunduh 10 Novenrber 20t8,
(https://majalahkartin i.co. id/berira/laut
12
\
-bercerita-kisah-kelam-aktivis-)
27. Itamudya. Yulius Wisnu Ade. ''Analisis
llustrasi Buku Kumpulan Puisi
Melihat Api Bekeria Karangan Aan
NIansyur". Skripsi pada Fakullas
Bahasa dan Seni Rupa- Yosl,akarta:
2017.
35
h28. Rahmanto, B. l,[ebde Pengajaran Sc!,\trc_
Yogyakarla: Penerbit Kanisius. I992
3),32 t"/ , t9,21
^29. Ratna, Nloman Kutha. feo,"i Meto(lern, dan
Teknik Peneiitian S.,st.ct (l1ri
<tn,lttaliynt Io\ttr At .tti, rc
Yogyakarta: Pustaka Ielajar. 2004.
8. 47, 106, I05.
q
30. Rohman, Salfur., dan Enzir- Tcori dan
Pengajaron ,Sdi1/d- Jaka a: PT
Grafindo Persada. 2015.
33 255-257.
A31. Rolnicki. Tom E., dkk Patgonttr Dasar
J rnalitne (Scholdstic,Joumdli.uu)-
Jakaltai Kencana. 2008.
23, 371,
)32. Rosyidi, M. Ikhl,an dkk. , ra1xr.r Tekt ,\ostra
Ltengtolgkap lulahta, Estetika, clatl
ldcoln !i dolat f,r'h,nut l,nriFornluld, Se liatika, Ilerneneldiklt
Lldil ,\truklto'alisne Genetik.
Yoglakafta : Craha IIn1u. 2010.
34, r00,
\
33. Salam, Solyan. J'?ri ,frr.r//dsi Makassar:
Badan Penerbit UNM. 2017.
17,
16. 17. r8.
4,
t5, 16, t'| ,
\
34. Siswanto. \l'ahvLrdi. Pengantar Teori,\ostra.
Jakafta: Pt. Crasindo. 2008.
13, 14. 161, r59,
h35. Sobur. Alex. S'?r?rirlita,&rrnrntldri. Bandung:
PT Rcmaja Rosdakarya. 2006.
25,2"1,28, r3-15.4..12.
h-i 6. Stanton. Robert. Teori Fiksi. Yoglakana:
Puslaka Pelajar. 2007
tt,21, 76,12
f.37. Sudjiman. Panuti. MetnL&ani Carita Rekuurt.
Jakarta: Pustaka Jala. l9E8
14. 15, 44, 7L,
ffi8. \rr9 ),,no. \/, /a/c t', neliti,tn Ao,'tt'tt, t\t
Bandung: Alfhbera. 2012
9, 33,+.
L39. Suprapto. Lina. "Kajian Psikologi Sasha dat
Nilai Pendidikan Ka.akrer ^-ovel
9
dari rr-adira Karya Leila S. Chudori',.
Skripsi pada Fakuitas Kegur\ran dan
Inu Peldidiknn Inirer:ira. N.reri
Surakal1a- Surakarta: 2013.
43
h
40. su\1nro. \luhdrnnral - 1t Jlt,,, & ferotn
,4plikd.ri lI;llti E:lia L,,ittuk
Pe lasrlrdn. Yogyakarta: Andi Otiet.
2004
21 202-207
{,
41. Tarigan, Henry Guntut. Prinsitprtusip Dt$ar
Sarlra. Bandung: Angkasa. 1993
10, 12, 176, t'77,l',78,
\42. T'n:rbulo. Sumbo. Scnttorilt Kotn:tn,A,ri
Liraa Yog)akarta: Jalasutra. 2009.
11, 13,
h43. liflawira, Putu Atya. Aprcsi\ti Puisi ddtl
Prorlr. Ilores:Nusa Indah. 1983
10, 66.
t-l4,1. Wah1u, Handal,ani Tri. Kuliah Jumsan Apcil
Fd\t'ltn. .\, ni RttTt J,n 11,,,ltt.
Jakartai Pf Cranedia Pustaka Utama.
20 t5.
r 8, 20. 17. t8, 19
\
45. \\'arren. \\'ellek. 1 eori Kesusayteraatt)aka.]ra:
Crarnedia Pustaka Utama. 1989.
15. 27, I87. 288.
$16. Witabora. Joneta. Peran dan Perkcmbargan
ll]ustrasl - IJu )onior.t, Vol_ 3 No.2.
20t2.
17, 660,
g
47. Yr' ti. Vr.rr.rl Ant1.t, .\, tn;a1,. ,t,tn tttt,t ..tst\
terhadop l dto M,:jqankdt
lndi'i,'ntt rttl'rltnrtn it,t.t,,rat
Jakana: Pusal Bahasa. 2001.
67.
h48. Z. (Jkke Kusuma Sumantri. .!cr-',rrifo_dol.r,
Aruli.ris Ku),a liar/r.r. Depok: PT
Komodo Books.
3.4
q19. Zed, Mestika. l,Ietode Peneliriari
Kepustakoan. Jakarta: Ya]asai Obor
lndonesia.2008.
8, 31,
\
Penrbirnbing
lakafta,27 Februall,2019
Ahmad Bahtiar. M. Hum.NlP. 197601 182009121002
UIN JAKARTAFITK
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
No. Dokumen : FITK-FR-AKD 081
Tgl. Terbit : i Maret 2010
NomorLamp.Hal
Teqbusan:i. Dekan FI?K2 Mahasiswa ybs
B-5s7,6r/KM.0 1.3/VrrV20r 8 Jal€rta, 12 Agxstus 2018
Birnbingah Sktipsi
KepadaYth,,
Alnoad Bahtiar. 1vt. Hrm.,Pell1bimtiry SkrilsiFal'litas Ilfiu Tarbiyah dan KegDruanUIN Syarif HidayatulanJal(arta.
Assalafiu'alaikwn Wr. lYb.
Detrgan id diharapkar kesediaan Saudara uutut menjadi pernbimbiag I/lI(materi/teknis) peulisan skipsi mahasiswa:
Nama
NIM
J urusan
Semester
Judul Slripsi
Sri Ayr Kusunaningsih
11140r30000033
Petdidikan Balasa dar Sasta lndonesia
XI (Se&bilan)
Hobungan Krralte. dengan Ilus[asi dalam Kumpulaf, Ce.pen
Leila S. Chudori da lltplikasjnya Terhada? Pelrhelajaran9 dafi Nodit'e Katya
Sastra di SMA
Judul tersellot t€lai! disetujui oleh lurusaE yang bersangkrtan padd tanggsl 28Jrdi 201E , abstaksi/olnline terlamp - Saudara dapat melakukan perubahanredaksional pada judul tersebut. Apabila psrubahm substansial dianggap pe1.lu,Ii,olioii peniiliriilriiig iiriiigliiiir'diigi Jin-nsan tiiiotiii daliiilii.
Bimbil1gan skipsi irLi dila:apkan selesai dolam waktu 6 (onam) bdan, dandapat diperpanjang selana 6 (eram) bulan berikutnya talpa sulai perpaajangan.
Atas perhatiaiu dan keda sama SardarA kami ucapkm terima kasih.
tldr:olanu olathtm qr *h. A.n. Dek.r\
KajurPBSI
Dr. Malq,un Subuki. M.H!I]I.NrP. 1980030s 2009 I 015
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)No. Revrsl: : 01
Hat 1t1
@w4.
PROFIL PENULIS
Sri Ayu Kusumaningsih biasa dipanggil Sayu lahir di Bogor, pada
tanggal 29 Juli 1996 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis merupakan anak dari pasangan H. Sri Moro dan Ikah Atikah
Penulis menempuh pendidikan formal di TKIT AS-SALAM, SDN
Citeureup IV, SMP Puspanegara, MAN 2 Kota Bogor, lalu
melanjutkan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penulis memiliki kesukaan tersendiri terhadap karya sastra yaitu
cerpen dan novel, dan sering membuat bait-baik puisi walapun tidak bisa membacakan puisinya.
Selama menjadi mahasiswa UIN Jakarta penulis mendapatkan banyak pengalaman diantara lain:
aktif di kepengurusan HMJ PBSI 2016 menjadi sekertaris Departemen Kemahasiswaan, menjadi
EO pada kepengurusan POSTAR tahun 2017, dan terakhir hingga saat ini penulis menjadi
Dewan Penasehat Organisasi EO POSTAR. UIN memiliki banyak kenangan bagi penulis karena
penulis pernah mendapatkan pengalaman menjadi Delegasi Budaya UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta di Davao City Fhilipina Tahun 2017. Terima kasih UIN dan Ciputat yang telah menjadi
bagian dalam hidupku.