HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN DAN KEBERADAAN
BAKTERIOLOGIS E.COLI DALAM AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE
PADA KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG YANG BERKUNJUNG
KE PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh :
YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA
109101000001
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2013 M
iii
CURICULUM VITAE
PERSONAL IDENTITY
Full Name : YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA
Place / Date of Birth : BOGOR / FEBRUARY 1th 1990
Sex : MALE
Religion : MOSLEM
Address : Jl. Jabaru 4 No.42 RT 04/RW 05
Pasir kuda, Kota Bogor
Post Code : 16119
Citizenship : INDONESIAN
Identity Card Number : 3271040102900013
Height / Weight : 170 cm / 85 kg
Phone Number : Mobile : +628567107002 Home :
Email Address : [email protected]
Hobies : Music, Football, Travelling
FORMAL EDUCATION (starting from the most recent)
Year Name of Institution Location Faculty/Majoring Result
In Out
2009 2013
ISLAMIC STATE UNIVERSITY
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
BANTEN
PUBLIC HEALTH /
ENVIROMENTHAL
HEALTH
2006 2009 SMA INSAN KAMIL BOGOR - Graduated
2003 2006 SMP INSAN KAMIL BOGOR - Graduated
1997 2003 SD INSAN KAMIL BOGOR - Graduated
SKILLS
Skills Microsoft Windows based operating system, Microsoft office (MS Word, MS Excel, Power Point)
First Aid
Language
Proficiency Good communication
iii
ORGANIZATION EXPERIENCES
Year Organization / Events
2012 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Geothermal Garut
2012 Participant in environment health safety field study at PT. Petrocina Bojonegoro
2011 Committee of learning practice field in eastern ciputat clinic
2011 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Balikpapan
2011 Participant in environmenthal healt day at Bali
2011 Committee of seminar earth day at Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
2011-2012 Member Of Environmenthal health student association Islamic State University Syarif
Hidayatullah Jakarta
2010-2012 Member Of Enviromenthal Health Student Association Indonesia
2010 Committee Of Ceremonial 5th Anniversary Of Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
Work experience
Position Year Organizer / Instituion
HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTHAL (HSE) OFFICER 2012 PT. ADI KARYA
COMMITTEE OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 2012
PT. YAMA ENGINEERING AND ISLAMIC
STATE UNIVERSITY SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
SURVEYOR OF “Sistem Informasi Kesehatan ” 2011 DEPARTMENT OF HEALTH SOUTH
TANGGERANG
ASSISTANT SURVEY 2011 AMDAL RTCU UIN JAKARTA
ASSISTANT SUPERINTENDENT 2011 SOUTH TANGERANG ELECTION
COMMISSION
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Juli 2013
Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001
Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Keberadaan Bakteriologis E.Coli dalam
Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat Tahun 2013
xiv+102 halaman, 13 tabel, 3 bagan, 3 lampiran
ABSTRAK
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara
berkembang. Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut karena rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Pada tahun
2012 Puskesmas Ciputat memiliki kasus diare terbesar kedua di Tangerang Selatan
sebesar 1.935 jiwa. Berdasarkan studi pendahuluan 70% dari 30 penderita diare yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat mengonsumsi air minum isi ulang dan ditemukan 23
depot air minum isi ulang yang berada di wilayah Ciputat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan
bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi
ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan metode cross-
sectional study dengan teknik sampel purposive sampling. Variabel dependen yang
diteliti adalah kejadian diare dan variabel independennya adalah pengetahuan tentang
penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun, dan
keberadaan bakteriologis E.coli. Populasi adalah seluruh masyarakat di Wilayah Ciputat.
Sampel adalah Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat dan mengonsumsi air
minum isi ulang pada bulan April 2013 dengan jumlah sampel 50 orang. Data diperoleh
melalui wawancara dan uji laboratorium air minum. Analisis data menggunakan uji chi-
square.
Hasil penelitian menunjukkan 68% konsumen air minum isi ulang menderita
penyakit diare, 56% konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan tentang
penyakit diare yang buruk, 70% konsumen air minum isi ulang tidak memasak air, 56%
konsumen air minum isi ulang mencuci tangan pakai sabun, 68% konsumen air minum isi
ulang mengonsumsi air minum yang bersyarat. Ada hubungan pengetahuan tentang
penyakit diare dengan kejadian diare (p=0,001), ada hubungan kebiasaan memasak air
dengan kejadian diare (p=0,002), ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
dengan kejadian diare (p=0,000), dan ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli
dalam air minum dengan kejadian diare (p=0.009). Saran bagi Puskesmas Ciputat yaitu
memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang penyakit diare dan cara
pencegahannya.
Kata Kunci: Diare, air minum isi ulang, cross sectional study.
v
FACULTY OF MEDICINE & HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY
ENVIRONMENTAL HEALTH
Skripsi, July 2013
Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001
Knowledge Of Relationships, Habits, and The Presence Of E. Coli In Drinking
Water Bacteriological By Genesis Diarrhea In Consumer Drinking Water Refill
Who Visited Clinic In Ciputat 2013
xiv + 102 pages, 13 tables, 3 charts, 3 attachments
ABSTRACT
Diarrheal disease remains a global health problem, especially in developing
countries. In general, the main cause of the diarrhea cases due to the low availability of
clean water, poor sanitation and unclean living behavior. In 2012 ciputat clinic has a case
of diarrhea the second largest in South Tangerang for 1,935 people. Based on preliminary
studies 70% of 30 patients with diarrhea who visited the Ciputat clinic are consuming
drinking water refill and found 23 depot refill drinking water that is in the Ciputa area.
Therefore, it is necessary to investigate the knowledge, habits and bacteriological
presence of E.coli in drinking water with the incidence of diarrhea in consumers of
drinking water refill who visited Ciputat clinic
This research is the method of analytic epidemiologic cross-sectional study with
purposive sampling technique sampling. The dependent variables studied were the
incidence of diarrhea and the independent variable is the knowledge of diarrheal disease,
water cooking habits, habits of hand washing with soap, and the presence of
bacteriological E.coli. The population is all the people in the ciputat area. Samples were
people who visited the ciputat clinic and refill drinking water consumed in April 2013
with a sample of 50 people. Data obtained through interviews and laboratory testing of
drinking water. Data analysis using chi-square test.
The results showed 68% of consumers drinking water refill diarrheal illness, 56%
of consumers refill drinking water have bad knowledge of diarrhea, 70% of consumers
are drinking water refill not boil water, 56% of consumers refill drinking water
handwashing soap, 68% of consumers consume drinking water refill drinking water
conditional. There is a relationship between knowledge about the incidence of diarrheal
disease with diarrhea (p = 0.001), cooking water habit with the incidence of diarrhea (p =
0.002), habit of washing hands with soap with the incidence of diarrhea (p = 0.000), and
there is a relationship where bacteriological E.coli in drinking water with the incidence of
diarrhea (p = 0.009). Advice for ciputat clinic that provide CIE (Communication,
Information, and Education) on diarrheal and how to prevent it.
Keywords: Diarrhea, drinking water refill, cross sectional study.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu
Berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’la yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang serta dorongan yang kuat, akhirnya saya dapat menyelesaikan laporan
skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Kandungan
Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen
Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat ”
Shalawat serta salam selalu terjunjung kepada Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam yang telah membawa umatnya dari dari zaman kegelapan akan
iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang akan ilmu dan pengetahuan.
Kegiatan dan laporan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan
jenjang pendidikan S-1 pada semester VIII Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Isalam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dibalik rasa syukur,dalam penulisan laporan skripsi ini penulis ingin
mengucapakan terima kasih dengan tulus atas bimbingan serta dukungan kepada:
1. Kedua orang tua, adek dan segenap keluarga yang mendukung,
mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya dari jauh.
2. Bapak Prof. MK. Tajuddin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat yang
mana senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.
vii
4. Ibu Minsarnawati, SKM,M.Kes selaku pembimbing skripsi I atas
dukungan dan bimbingannya.
5. Ibu Ela Laelasari SKM,M.Kes selaku pembimbing II atas bimbingannya
dan dukungannya
6. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, Kes selaku penanggung jawab
Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat.
7. Puskesmas Ciputat selaku tempat penelitian skripsi atas ketersediaannya
memberikan ijin untuk melakukan penelitian
8. Heni Sholatya Lubis yang selalu mensuport dalam pelaksanaan kegiatan
skripsi.
9. Untuk saudara seperjuangan, jama’ah peminatan kesehatan lingkungan
2009 dan KESMAS 2009 atas dukungan dan masukan penelitian; Rudi,
Tari, Nisa, Ersa, Agung, Yeni, Ratna, Rahmi, Maya, Cita, Aan, Risma,
Dila, Moris, Udin, Nita, Zia dan Reni.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan skripsi
ini. Oleh sebab itu dibutuhkan saran, kritik serta masukan dari semua pihak demi
terciptanya kebaikan bersama.
Ciputat, Juli 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PERNYATAAN ii
CURRICULUME VITAE iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR BAGAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Pertanyaan Penelitian 7
1.4. Tujuan 8
1.5. Manfaat 10
1.6. Ruang Lingkup 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Diare 12
2.1.1. Definisi diare 12
2.1.2.Jenis diare 13
2.1.3. Epidemiologi diare 15
2.1.4. Patofisiologi diare 18
2.1.5.Pencegahan diare 21
2.1.6.Penatalaksanaan 23
2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan 26
2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul1) 29
2.3.1.Bakteriologis E.coli 30
2.3.1.1. Definisi Escherichia coli 30
2.3.1.2. Sumber Escherichia coli 31
ix
2.3.1.3.Karakteristik Escherichia coli 34
2.3.1.4. Mekanisme masuknya Escherichia coli 36
2.3.1.5. Dampak Escherichia coli terhadap kesehatan 37
2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform 39
2.4. Media Transmisi Penyakit Diare (Simpul2) 42
2.4.1.Air Minum 42
2.4.1.1. Definisi air minum 42
2.4.1.2.Syarat syarat air minum 42
2.5. Faktor Kependudukan terkait Diare 45
2.5.1.Perilaku 46
2.4.1.1. Definisi perilaku 46
2.4.1.2. Jenis jenis perilaku 46
2.4.1.3. Perilaku kesehatan 47
2.4.1.5. Klasifikasi perilaku kesehatan 48
2.5.2.Pengetahuan 51
2.5.2.1.Pengertian pengetahuan 51
2.5.2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan 51
2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan 52
2.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare 53
2.7. Kerangka Teori 60
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep 61
3.2.Definisi Oprasional 64
3.3.Hipotesis 66
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian 67
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 67
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian 67
4.3.1. Populasi penelitian 67
4.3.2.Sampel penelitian 67
4.3.2.1.Besar sampel 67
x
4.3.2.2.Teknik sampling 70
4.4. Pengumpulan Data 70
4.4.1. Sumber data 70
4.4.2.Instrumen penelitian 71
4.4.3.Metode Pemeriksaan Bakteriologis E.coli 72
4.5.Pengolahan Data 74
4.5.1. Pengodean 74
4.5. 2.Penyuntingan data 75
4.5.3.Pemasukan data 75
4.5.4.Pengoreksian data 76
4.6.Analisis Data 76
4.6.1.Analisis univariat 76
4.6.2.Analisis bivariat 76
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1.Analisis Univariat 78
5.2.1.Gambaran Distribusi Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang 78
5.2.2.Gambaran Distribusi Karakteristik Individu (Umur,
Pendidikan,
dan jenis kelamin 79
5.2.3.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit Diare 80
5.2.4.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Memasak air 80
5.2.5.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun 81
5.2.6.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli pada air
minum 82
xi
5.3.Analisis Bivariat 83
5.3.1.Hubungan Pengetahuan tentang Diare dengan Kejadian Diare
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat 83
5.3.2.Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat 84
5.3.3.Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 85
5.3.4.Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 86
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian 88
6.2. Gambaran Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 89
6.3. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare dengan Kejadian
Diare Pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 90
6.4. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada
Konsumen Air Minum Isi Ulang 92
6.5. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian
Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 94
6.6. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 96
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1.Simpulan 100
7.2.Saran 101
7.2.1.Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 101
7.2.2.Bagi Puskesmas Ciputat 101
7.2.3.Bagi Pengusaha DAMIU 102
xii
7.2.4.Bagi Konsumen Air Minum Isi Ulang 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
3.1. Definisi Oprasional 64
4.1. Perhitungan Populasi Sempel Penelitian Terdahul 69
5.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Konsumen
Air Minum Isi Ulang
78
5.3. Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, dan Jenis
Kelamin) pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
79
5.4. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare
80
5.5. Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan
Kebiasaan Memasak Air
81
5.6. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan
82
5.7. Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteriologis E.coli
pada Air Minum yang di Konsumsi oleh Konsumen Air
Minum Isi Ulang
82
5.8. Analisis Hubungan antara Pengetahuan Tentang Diare
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang
84
5.9. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Memasak Air
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum
Isi Ulang
85
5.10. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Mencuci
Tangan Pakai Sabun Kejadian Diare pada Konsumen
Air Minum Isi Ulang
86
5.11. Analisis Hubungan antara Keberadaan Bakteriologis
E.coli dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang
87
xiv
DAFTAR BAGAN
NomorBagan Halaman
2.1 Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan
dan kependudukan
27
2.2 Kerangka Teori 60
3.1. Kerangka Konsep Penelitian 63
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara
berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan
dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia
pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak
dibawah umur 5 tahun. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar
dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Salwan, 2008 dalam Kusumaningrum,
2011).
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan
kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber
data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB
terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak.
Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009
, KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB. Jumlah kasus
KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus
(CFR 2.98%) (Kemenkes RI, 2011).
Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
2
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi
KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang
(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus
5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010
terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada
Tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan
proporsi 3,5%, dengan prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4
tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Juga didapatkan
bahwa penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare
(25,2%) (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu program Direktorat Pemberatasan Penyakit Menular Langsung
(Direktorat P2ML-Ditjen PP&PL) adalah pemberantasan penyakit diare dengan
tujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit
menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat
penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Adapun sasaran yang
hendak dicapai dari program tersebut adalah menurunnya angka kematian karena
diare pada golongan balita dari 2,5 menjadi 1,25 per 1.000 balita dan pada semua
golongan umur dari 54 menjadi 28 per 100.000 penduduk serta menurunnya
prevalensi kecacingan menjadi 30% (Direktorat P2ML, 2005).
3
Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut adalah rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Di
Indonesia, penduduk yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3% dari
angka tersebut hanya separuhnya yaitu 51,4% yang memenuhi syarat
bakteriologis, sehingga menyebabkan terjadinya penyakit diare sebagai salah satu
penyakit yang ditularkan melalui air dan masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat (Depkes, 2004).
Air juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan
oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan
adalah sebagai air minum. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh.
Sekitar 55- 60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak
sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoadmodjo 2003).
Air berperan penting bagi manusia namun demikian air merupakan salah
satu media yang sangat baik untuk penularan berbagai penyakit, misalnya demam
typhoid, cholera, diare, dysentri, amoeba, hepatitis infectious, guinea
wormdisease, dan sebagainya. Standar kualitas air minum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/IV/2010 memenuhi syarat dilihat dari
unsur biologis, fisik, maupun kimiawi. Dalam hal ini, indikator unsur biologis
yaitu tidak boleh mengandung bakteri Coliform atau dengan kata lain Coliform =
0 (Permenkes 492, 2010).
4
Ketika sampel air minum yang diambil ternyata tidak sesuai dengan standar
atau syarat diatas (terutama unsur biologinya), maka air tersebut tidak layak
untuk dikonsumsi oleh manusia dan hanya diperbolehkan untuk kegiatan
peternakan dan pertanian atau untuk keperluan rumah tangga lainnya
(Permenkes, 2010).
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tri Utami Pertiwi mengatakan, dari
pengujian 20 sampel kandungan air di pemukiman warga dan depot isi ulang
yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011,
ditemukan dua sampel yang terbukti tercemar oleh bakteri E.coli. Bila bakteri ini
hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan
gejala diare, muntah-muntah sampai dengan demam tinggi (Utami, 2011).
Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit diare pada konsumen air
minum isi ulang adalah pengetahuan yang kurang tentang penyakit diare dan
kebiasaan konsumen yang kurang tepat dalam mengkonsumsi air minum isi
ulang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2007) bahwa tingkat
pengetahuan konsumen untuk mencegah penyakit diare umumnya rendah
(66,5%) dan ada hubungan pengetahuan konsumen tentang pencegahan diare
dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang di daerah Surabaya.
Selain itu, terdapat juga hubungan kebiasaan konsumen air minum isi ulang
dengan penyakit diare, yaitu kebiasaan kosumen tidak memasak terlebih dahulu
5
air yang dikonsumsi dan kebiasaan konsumen tidak mencuci tangan dengan
sabun setelah buang air besar.
Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Musran (2008) menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Demikian pula terdapat
hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008), diketahui bahwa ada pengaruh tingkat
pendidikan, umur, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban
keluarga, jenis lantai rumah dengan kejadian diare.
Berdasarkan Laporan 30 besar penyakit yang ada di setiap Pukesmas
perawatan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2012, didapatkan kasus
diare tertinggi berada di wilayah Puskesmas Kranggan sebanyak 2.298 penderita
dan Puskesmas Ciputat sebanyak 1.935 penderita. Namun, dalam penelitian ini
dipilih lokasi Puskesmas Ciputat dikarenakan berdasarkan hasil studi
pendahuluan didapatkan sebesar 70% dari 30 penderita diare yang berkunjung ke
puskesmas mengkonsumsi air minum isi ulang. Sedangkan pada Puskesmas
Kranggan dari 30 penderita diare hanya 10% yang mengonsumsi air minum isi
ulang. Hal ini dikarenakan masyarakat Kranggan masih banyak yang
mengonsumsi air minum yang bersumber dari air tanah/sumur sedangkan
masyarakat Ciputat mayoritas masyarakatnya mengonsumsi air minum isi ulang.
Selain itu, berdasarkan survey depot yang dilakukan ditemukan sebanyak 23
depot yang tersebar di wilayah Ciputat dan 2 depot di wilayah Kranggan.
6
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat hubungan pengetahuan,
kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian
diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas
Ciputat.
1.2. Rumusan Masalah
Keberadaan depot air minum isi ulang terus meningkat sejalan dengan
kebutuhan akan air minum yang praktis dan ekonomis untuk dikonsumsi. Meski
lebih murah, tidak semua depot air minum isi ulang terjamin keamanan
produknya. Dengan tidak adanya jaminan dan pengawasannya terhadap kualitas
air minum dari Depot Air Minum Ulang (DAMIU) sangat memungkinkan air
minum yang dikonsumsi masih mengandung bakteriologis E.coli. Bila bakteri ini
hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan
gejala diare. Berdasarkan hasil laporan tahunan Puskesmas Ciputat diketahui
bahwa Puskesmas Ciputat memiliki angka kejadian diare yang cukup besar yaitu
sebesar 1.935 penderita diare (LB 3 Puskesmas Ciputat, 2012). Menurut data
diatas, konsumsi air minum isi ulang menjadi salah satu indikasi/dugaan faktor
penyebab masyarakat Ciputat terkena diare. Selain itu, faktor pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat juga mempunyai hubungan terhadap penyakit diare. Hal
ini menjadi dasar peneliti untuk melihat hubungan pengetahuan, kebiasaan dan
keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada
7
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat yang mengkonsumsi air
minum isi ulang.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang
yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?
2. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, dan jenis
kelamin) pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat ?
3. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang diare pada konsumen air minum
isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?
4. Bagaimana gambaran kebiasaan memasak air pada konsumen air minum isi
ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?
5. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?
6. Bagaimana gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum yang
dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat ?
7. Bagaimana hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas
Ciputat ?
8
8. Bagaimana hubungan kebiasaan memasak air terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?
9. Bagaimana hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan
kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat ?
10. Bagaimana hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum
dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung
ke Puskesmas Ciputat ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan
bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
1.4.2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada konsumen air minum
isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
2) Untuk mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan,
dan jenis kelamin,) konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat.
9
3) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang diare pada kosumen
air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
4) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan memasak air terlebih dahulu
sebelum di konsumsi pada konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
5) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas
Ciputat.
6) Untuk mengetahui gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air
minum yang dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
7) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang diare dengan
kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
8) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian
diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat.
9) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
10
10) Untuk mengetahui hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air
minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang
yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Puskesmas Ciputat
Memberikan informasi bagi instansi terkait khususnya bagi
Puskesmas Ciputat tentang hubungan kandungan bakteriologis E.coli pada
air minum terhadap penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang
yang berkunjung ke Ciputat.
1.5.2. Bagi Peneliti
Memberi pengalaman dan menambah wawasan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang
hubungan pengetahuan, kebiasaan, dan kandungan bakteriologis E.coli
pada air minum dengan kerjadian penyakit diare pada konsumen air minum
isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pedoman bagi masyarakat dalam memilih
dan mengkomsumsi air minum isi ulang dengan benar.
11
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta selama bulan Maret-Juli 2013 di Puskesmas Ciputat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan
keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi
analitik dengan desain penelitian cross sectional study. Populasi pada penelitian
ini adalah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat, metode
pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara
terstruktur dan uji laboratorium terkait kandungan bakteriologis air minum isi
ulang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner karakteristik individu (umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan tentang penyakit diare,
kebiasaan konsumen air minum isi ulang dan media MPN.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penyakit Diare
2.1.1. Definisi diare
Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari
tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari
atau lebih (Word Health Organization, 2009). Menurut Depkes (2000)
Diare merupakan buang air besar lembek atau cair dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari).
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan dengan peningkatan
volume keenceran, serta frekwensi lebih dari tiga kali sehari pada anak
dan pada bayi lebih dari empat kali sehari dengan atau tanpa lendir
darah (Kemenkes RI, 2010).
2.1.2. Jenis diare
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2000, berdasarkan jenisnya
diare dibagi menjadi empat yaitu :
a) Diare akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi,
13
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
b) Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
c) Diare persisten
Diare presisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus. Akibatnya adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolism.
d) Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan
penyakit lain, seperti demam gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral PPM dan
PL tahun 2007, jenis-jenis diare terdiri dari :
a) Diare akut
merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut
Rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan
dapat berupa air saja yang frekuensinya bisa tiga kali atau lebih
dalam sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare ini
14
merupakan virus usus pathogen yang menduduki urutan pertama
sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
b) Diare bermasalah
Diare yang disebabkan oleh inveksi, virus, bakteri, parasit,
intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-
oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat
rumah tangga. Diare ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian
pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun
tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas
disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
c) Diare presisten
Diare akut yang menetap, dimana titik sentral pathogenesis
diare presisten adalah kerusakan mukosa usus. Penyebab diare
presisten sama dengan penyebab diare akut.
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2011, jenis diare terdiri dari :
a) Diare akut cair
Buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(pada umumnya tiga kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari tujuh hari.
b) Diare akut
15
Secara operasional diare akut adalah diare yang pada awalnya
mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai dengan 14
hari.
c) Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari dua minggu
(14 hari).
d) Diare bermasalah
Diare ini umumnya diawali oleh tinja cair kemudian pada hari
kedua atau ketiga baru muncul darah dengan ataupun tanpa lendir.
adapun macam-macam diare bermasalah sebagai berikut :
1. Diare berdarah
2. Kolera
3. Diare berkepanjangan
4. Diare presisten/diare kronik
5. Diare dengan gizi buruk
6. Diare dengan penyakit penyerta
2.1.3. Epidemiologi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), epidemiologi
penyakit diare berdasarkan konsep Host-Agent-Environment adalah
sebagai berikut :
a) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.
16
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui facel oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan
atau kotak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman diare dan meningkatkan
resiko terjadinya diare, antara lain:
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh resiko
untuk menderita diare jauh lebih besar daripada yang diberi ASI
secara penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar.
2. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar
dan kuman akan berkembang biak.
3. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah
tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah,
Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada
saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
4. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan.
5. Tidak membuang tinja dengan benar.
17
b) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden
beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Tidak memberikan ASI sampai dengan umur dua tahun. ASI
mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap
berbagai kuman penyebab diare.
2. Kurang gizi, beratnya penyakit, lama dan resiko kematian
karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita
gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
3. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat
pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam waktu
empat trakhir, hal ini sebagai akibat penurunan kekebalan tubuh
penderita.
4. Imunodefesiensi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau
mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita
HIV/AIDS, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak
pathogen dan mungkin juga berlangsung lama.
c) Faktor lingkungan dan perilaku
penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor tersebut ini akan berintraksi
18
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman/bakteri diare serta berakumulasi dengan
perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.4. Patofisiologi Diare
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan
untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dan
pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi
memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktifitas pencernaan tersebut dapat berupa (Muhadi, 2008):
a) Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
b) proses pengunyahan : menghaluskan makanan dengan cara
mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.
c) Proses penelanan makanan : gerakan makanan dari mulut ke getser.
d) Pencernaan : penghancuran makanan secara mekanik, pencampuran
dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
e) Penyerapan makanan : perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus kedalam sirkulasi darah dan limfah.
f) Peristaltik : gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g) Buang air besar : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja
19
Dalam keadaan normal dimana seluruh pencernaan berfungsi
efektif dan menghasilkan ampas tinja 50-100 gr sehari mengandung
air sebanyak 60-80%.dalam saluran gastrointestinal cairan
mengikuti sacara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat
lainnya yang memiliki sifat aktif osmotic. Cairan yang berada
dalam saluran garstrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara
per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pancreas serta
sekresi usus halus. cairan tersebut diserap usus halus, dan
selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga
tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. motolitas usus halus
mempunyai fungsi untuk :
a) menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke
sekum
b) mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
c) mencegah bakteri untuk berkembang biak
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat
hubungannya satu dengan lainnya. misalnya bertambahnya cairan pada
intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis,
sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan
mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan
20
memperpendek waktu sentuhan skim dengan selaput lendir usus,
sehingga penyerapan air elektrolit dan zat lain akan mengalami
gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologi saluran cerna dan macam
penyebab dari daire, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3
kelainan pokok yang seperti (Muhadi, 2008):
1. Daire sekretorik
Disebabkan oleh sekresi air dan elektronik ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh viluues saluran
cerna, sedangkan sekresi klorida tetep berlangsung atau meningkat.
keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh
sebagai tinja cair. diare sekretorik ditemukan pada diare yang
disebakan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus
oleh toksin, misalnya toksin E.coli atau Vibrio cholera.
2. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui
oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan
osmotik antara lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena itu,
bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan
sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah
larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati
mukosa usus halus tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.
21
3. Diare inflamasi
Diare disebabkan oleh karena inflamasi pada mukosa usus,
sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan dan eksudasi air
dan elektrolit kedalam lumen, gangguan abrsopsi air secara
elektrolit.
2.1.5. Pencegahan Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), beberapa hal yang harus dilakukan
untuk mencegah tidak terjangkitnya penyakit diare adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare
pada balita karena antibody dan zat-zat lain yang terkandung
didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
2. Memperbaiki makanan pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping
ASI dapat menyebabkan risiko terjadinya terjadinya diare sehingga
dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis
makanan yang diberikan. pemberian makanan pendamping ASI
sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak
berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan
frekuensi pemberian makan lebih sering (4 kali sehari). saat anak
22
berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan
baik, frekuensi pemberiannya 4-6 kali sehari.
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Risiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan
menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di
rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari
sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit
aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan
gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.
4. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, setelah menceboki bayi/anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak,
23
sebelum makan dan setelah memegang hewan mempunyai dampak
dalam kejadian diare.
5. Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar
dalam penurunan risiko penularan diare karena penularan kuman
penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.
6. Membuang tinja bayi dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin
sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat
dicegah.
2.1.6. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare adalah
Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Adapun program
Lintas Diare yaitu:
1) Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3) Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4) Antibiotik Selektif
5) Nasihat kepada orang tua/pengasuh
24
Berikut urayan program Lintas Diare :
1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,
dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin,
kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI,
2011).
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric
Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian
Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
25
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya (Kemenkes RI, 2011).
3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak
yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
(Kemenkes RI, 2011).
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena
kecilnya kejadian diare pada seseorang yang disebabkan oleh
bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera
(Kemenkes RI, 2011). Obat-obatan anti diare juga tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak
bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah
26
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat
fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan
oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).
5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang
berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.
2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan (Achmadi, 2010)
Pathogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan dalam
suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan
interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit
27
dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut sebagaimana digambarkan oleh
Achmadi (2010) yaitu paradigma kesehatan lingkungan.
Dengan mempelajari pathogenesis penyakit, kita dapat menentukan
pada titik mana atau simpul mana kita bias melakukan pencegahan. Tanpa
memahami pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan,
sulit melakukan pencegahan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan hasil
hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen
lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang
merupakan salah satu representative budaya merupakan salah satu variable
kependudukan, yaitu umur, gender, pendidikan, genetik, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh
variable kependudukan dan variable lingkungan. Dengan kata lain pula,
gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan interaktif antara
lingkungan dan variable kependudukan.
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan
dapat digambarkan dalam teori Simpul (Achmadi, 2010) pada bagan 2.1
dibawah ini:
28
Bagan 2.1
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan
kependudukan
Sumber : (Achmadi, 2010)
Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut, maka
pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat
diuraikan ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber penyakit; simpul
2 adalah komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit;
simpul 3 adalah penduduk dengan berbagai variable kependudukan seperti
umur, gizi, pendidikan, dll; sedangkan simpul 4 adalah penduduk yang dalam
keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dalam
komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit. Sedangkan simpul 5
Simpul 1
Sumber
Penyakit
Simpul 2
Media Transmisi
1. Air
2. Udara
3. Vektor
4. Makanan
Simpul 3
Faktor Kependudukan
1. Umur
2. Gizi
3. Pengetahuan
4. Pendidikan
5. Sosial dan
Ekonomi
6. Perilaku
kesehatan
7. dll
Simpul 4
Sakit/Sehat
Simpul 5
Variabel Berpengaruh Lainnya:
Kebijakan Pemerintah dan Program Kesehatan
29
adalah semua variabel yang memiliki pengaruh teradap ke-empat simpul
tersebut. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah dan program kesehatan.
Simpul-simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita sebagai simpul
pencegahan atau simpul manajemen untuk mencegah penyakit tertentu agar
tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber
penyakit, kita dapat mencegah pada proses kejadian hingga simpul 3,4 atau 5.
2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul 1)
Sumber penyakit adalah titik yang mempunyai dan atau mengadakan
agen penyakit serta menemisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah
komponen lingkungan yang menimbulkan gangguan penyakit melalui media
perantara (yang juga komponen lingkungan) (Achmadi, 2010).
Menurut Kemenkes RI (2011), sumber penyait diare sebagai berikut :
a. Infeksi virus
Infeksi virus masih merupakan penyebab utama penyakit diare. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Survailance Network
(IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di 6 rumah sakit terutama
disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus.
b. Bakteri
Infeksi karena bakteri mengakibatkan kerusakan fili usus karena
infeksi rotavirus dan berkurangnya produksi enzim laktase sehingga
30
menyebabkan malabsorbi laktosa. Bakteri tersebut berupa E.coli,
Stapaureus, dll.
2.3.1.Bakteriologis E.coli
2.3.1.1.Definisi E.coli
Escherichia coli adalah bakteri yang biasa ditemukan
dalam usus manusia dan hewan berdarah panas (WHO, 2005).
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang
menyebabkan diare. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas
sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit
melalui mekanisme yang berbeda. Gejalanya yaitu diare yang
merupakan buang air besar yang encer dengan frekuensi 4x atau
lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau
lemah, panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam
kotoran. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan
irama jantung maupun perdarahan otak (Jawetz,1996).
Bakteri Escherichia coli dapat ditemui diusus manusia dan
binatang berdarah panas, sebagian besar strainnya tidaklah
berbahaya, tetapi strain tertentu “enterohaemorhagic Escherichia
coli (EHEC)” akan menimbulkan penyakit berbahaya dan
mematikan (Kemenkes, 2011).
31
Eschericia coli merupakan bakteri yang tidak berbahaya
dan hidup normal dalam usus halus manusia, tetapi bila tubuh
banyak mengandung Eschericia coli dapat menyebabkan
penyakit seperti saluran kencing dan diare. Di negara
berkembang gastroenteritis pada bayi lebih banyak disebabkan
oleh Eschericia coli dari padafaktor lain ( Duerden, 1987).
Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari
kotoran hewan manusia. bakteri Escherichia coli merupakan
mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia,
baik sehat maupun sakit. dalam satu gram kotoran manusia
terdapat sekitar seratus juta bakteri Escherichia coli
(Enviromental Sanitation‟s Journal, 2010).
2.3.1.2.Sumber E.coli
Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli
adalah diare. Eschericia coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas
sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit
melalui mekanisme yang berbeda, menurut Duerden (1987)
antara lain:
a) Eschericia coli anteropatogen (EPEC) :
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi,
terutama di Negara berkembang Mekanismenya adalah
dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil
32
dan membentuk filamentous actin pedestalsehingga
menyebabkan diare cair yang biasanya sembuh sendiri tapi
dapat juga menjadi kronis.
b) Eschericia coli enterotoksigenik (ETEC) :
Penyebab yang sering dari diare wisatawan dan sangat
penting menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang.
Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus
terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta
diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain
ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis
antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan
peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri, mungkin
sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare,
pemberian antibiotic dapat secara efektif mempersingkat
lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada
manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC
menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel
bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus.
ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua
protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur
dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin
33
menyebabkan akumulasi cGMP pada sel target dan elektrolit
dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains
tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.
c) Eschericia coli Enterohemoragik (EHEC) :
Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek
sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau
Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin.
EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare
yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu
penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik
mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC
dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare
ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing.
d) Eschericia coli Enteroinvansif (EIEC) :
Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigellosis. Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis.
Penyakit sering terjadi pada anak – anak di Negara
berkrmbang dan para wisatawan yang menuju ke Negara
tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat
dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui
invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan
hanya pada manusia.
34
e) Eschericia coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di
negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas
pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi
hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.
2.3.1.3.Karaktristik E.coli
Eschericia coli dari anggota family Enterobacteriaceae.
Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm.
Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk
sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora pada
Eschericia coli batang gram nehgatif. Selnya bisa terdapat
tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak
berkapsul.bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif.
Eschericia coli merupakan penghuni normal usus, seringkali
menyebabkan infeksi (Jawetz,1996).
Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam – asam
polisakarida. Mukoid kadang – kadang memproduksi
pembuangan ekstraselular yang tidak lain adalah sebuah
polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat
pada asam polisakarida yang dibentuk oleh banyak Eschericia
coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutna digambarkan
35
sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik
(Jawetz,1996).
Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous.
Eschericia coli memproduksi macam – macam fimbria atau pili
yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas
antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut
appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria
merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh
panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu
merupakan faktor virulensi yang penting (Jawetz,1996).
Eschericia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob,
kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan
respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah
keadaan anaerob.pertumbuhan yang baik pada suhu optimal
370C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber
karbon dan nitrogen. E. Coli memfermentasikan laktosa dan
memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan
bakteri pada makanan dan air (Jawetz,1996).
36
2.3.1.4.Mekanisme Masuknya E.coli ke Tubuh Mnusia
Perilaku yang tidak higienis terutama setelah buang air
besar (dari toilet), dapat juga menjadi penyebab masuknya
Eschericia coli ke dalam tubuh manusia saat kita makan dan
atau menyuapi anak atau lansia (Sukanda, 2008).
Manusia terinfeksi Eschericia coli didapat dari makanan
dan atau minuman yang terkontaminasi. Untuk bakteri
Eschericia coli hidup di usus sapi yang sehat dan kontaminasi
dapat terjadi ketika penyembelihan. Daging rusa juga dapat
terinfeksi oleh organism ini. Mengkonsumsi daging sapi atau
rusa yang tidak cukup matang adalah penyebab utama manusia
dapat terinfeksi (AAFP, 1999-2006 dalam Sukanda, 2008).
Seseorang yang terinfeksi bakteri Eschericia coli dapat
ditemukan dikotorannya hingga dua minggu setelah gejalanya
berhenti. Orang-orang ini dapat menularkan bakteri Eschericia
coli kepada prang lain jika mereka tidak mencuci tangannya
setelah dari toilet. Anak-anak memiliki resiko “autbreaks”
karena banyaknya jumlah anak anak yang kurang paham
mencuci tangan setelah dari toilet. Hal ini juga menjadikan
resiko penularan kepada teman-temannya dan keluarga(AAFP,
1999-2006 dalam Sukanda, 2008).
37
Menurut Vries, Garry Cores 2006 dalam Sukanda 2008,
ada beberapa cara manusia dapat terinfeksi oleh Eschericia coli
yaitu melalui :
a) Mengkonsumsi produk daging sapi yang kurang matang.
b) Mengkonsumsi susu, jus buah dan sari apel yang tidak
dipasteurisasi.
c) Meminum atau berenang di air yang terkontaminasi dengan
kotoran hewan atau manusia
Terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satu adalah terinfeksinya makanan dan minum yang
dikonsumsi manusia kemudian masuk kedalam saluran
pencernaan. masuknya E.coli hidup kedalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan
akibat toksin tersebut terjadi hipertensi yang selanjutnya
menimbulkan diare (Kumar et al, 2012).
2.3.1.5.Dampak E.coli terhadap Kesehatan
Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli
adalah diare Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit, sehingga terjadi gangguan irama pada jantung maupun
pendarahan pada otak (Mikrobiologi Kedokteran, 1994).
38
Diare sering kali disertai dengan dehidrasi (kekurangan
cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering.
Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-
ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18
bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya
menyebabkan syok.
Selain diare ,Eschericia coli juga dapat menyebabkan
beberapa penyakit yang bisa juga disebabkan oleh beberapa
bakteri lain, diantaranya sebagai berikut :
a) Infeksi saluran kemih
Penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan
merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada
kira-kira 90% wanita muda.
b) Sepsis
Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E.coli dapat
memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang
baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E.coli karena
tidak memiliki antibody lgM. sepsis dapat terjadi akibat
infeksi saluran kemih.
c) Miningitis
E.coli merupakan salah satu penyebab utama meningitis pada
bayi.
39
Selain penyakit diatas, bakteri E. coli dapat menyebabkan
juga penyakit seperti :
1) Gangguan system pencernaan
2) Gangguan system pada ginjal
3) Serangan jantung atau stroke
4) Tekanan darah tinggi
2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform
Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap
yaitu: (a) Uji penduga (presumptive test), (b) Uji penguat
(confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test)
(Widianti,2004).
1) Uji penduga (presumptive test).
Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform
menggunakan metode MPN. Tes pendahuluan dapat
menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari
terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena
fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Tingkat
kekeruhan pada media laktosa menandakan adanya zat asam.
Gelembung udara pada tabung durham menandakan adanya
gas yang dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan positif jika
terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam
40
tabung durham. Kandungan bakteri Escherichia coli dapat
dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi
positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel
MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah
mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24
jam hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24
jam pada suhu 350C. Waktu inkubasi selama 2 x 24 jam tidak
terbentuk gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil
negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-
masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat
tabel MPN.
2) Uji penguat (confirmed test)
Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji
ketetapan. Tabung yang positif terbentuk asam dan gas
terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan
pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik
dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni
bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan
dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda
dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya.
41
3) Uji pelengkap (completed test)
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji
kelengkapan untuk menentukan bakteri Escherichia
coli. Koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan
ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring
Nutrient Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara
aseptik. Tahapan selanjutnya adalah diinkubasi pada suhu
370C selama 1 x 24 jam. Hasilyang positif akan terbentuk
asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif
mengandung bakteri Escherichia coli. Media agar miring NA
dibuat pewarnaan gram dimana bakter Escherichia
coli menunjukkan gram negatif berbentuk batang
pendek. Cara untuk membedakan bakteri golongan koli dari
bakteri golongan coli fekal (berasal dari tinja hewan berdarah
panas), dilakukan duplo, dimana satu seri diinkubasi pada
suhu 370C (untuk golongan koli) dan satu seri diinkubasi pada
suhu 420C (untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli
tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C, sedangkan
golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu
420C.
42
2.4.Media Transmisi Penyakit Diare (simpul 2)
Media transmisi tidak memiliki potensi penyakit jika didalamnya tidak
mengandung agen penyakit. Mengacu pada gambar skematik komponen
lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada 5
komponen lingkungan, yaitu udara ambient, air yang dikonsumsi,
tanah/pangan, binatang/vektor penyakit, dan manusia melalui kontak langsung
(Achmadi, 2010).
2.4.1. Air minum
2.4.1.1. Definisi Air Minum
Air minum adalah air yang mengalami proses pengolahan
atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan
apabila memenuhi persyaratan kesehatan baik fisik, kimia,
bakteriologis dan radioaktif yang dimuat dalam parameter
wajib dan parameter tambahan (Permenkes no 492, 2010).
2.4.1.2. Syarat-Syarat Air Minum
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI, no 492, 2010,
parameter sebagai persyaratan kualitas air minum adalah
sebagai berikut :
43
a. Parameter Mikrobiologi : 1) E.coli
2) Koliform
b. Parameter Fisik : 1) Bau
2) Warna
3) Kekeruhan
4)Total Zat padat Terlarut (TDS)
5) Rasa
6) Suhu
c. Parameter Kimiawi : 1) Alumunium
2) Besi
3) Kesadahan
4) Khlorida
5) Mangan
6) Ph
7) Seng
8) Sulfat
9) Tembaga
10) Amonia
d. Parameter Radioaktivitas : 1) Gross Alpha Activity
2) Gross Beta Activity
44
Menurut Azwar, 1990, untuk menjamin air aman
dikonsumsi, maka air teersebut harus memenuhi syarat yang di
kehendaki, secara umum dibedakan atas tiga hal yakni :
a) Syarat fisik,
Bahwa air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum
ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau,
jernih sebaiknya di suhu udara sedemikian rupa sehingga
menimbulkan rasa nyaman.
b) Syarat bakteriologis,
Bahwa semua air minum hendaknya dapat terhindar
dari kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama
yang bersifat pathogen. E.coli sebagai patokan utama untuk
menentukan apakah air minum sudah memenuhi syarat
bakteriologis atau tidak karena pada umumnya bibit
penyakit ini ditemui pada kotoran manusia.
c) Syarat kimia
Bahwa air minum yang baik adalah air minum yang
tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun
mineral terutama pada zat-zat atau mineral yang berbahaya
bagi kesehatan.
45
Menurut Notoatmojo, 2003, syarat-syarat air minum yang
sehat adalah :
a) Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah air
yang bening (tidak berwarna ), tidak berasa, tidak berbau
dan, suhu dibawah suhu udara diluarnya.
b) Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari
segala bakteri, terutama bakteri pathogen. cara untuk
mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri
pathogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan
bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat empat bakteri
E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
c) Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat
tertentu didalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau
kelebihan salah satu zat kimia didalam air, akan
menyebabkan gangguan fisiologi pada manusia.
2.5.Faktor Kependudukan terkait Diare (Simpul 3)
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk
berikut perilakunya dapat diukur dengan konsep yang disebut perilaku
46
pemajanan atau behavior exposure (Achmadi, 1985). Perilaku pemajanan
adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang
mengandung agen penyakit.
Faktor kependudukan yang berhubungan dengan kejadian diare, yaitu
umur, gizi, pengetahuan, perilaku kesehatan, sosial, ekonomi, dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2011).
2.5.1.Perilaku
2.5.1.1.Definisi Perilaku
Menurut Skiner (1983) dalam Notoadmojo (2010) perilaku
adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism atau makluk hidup
yang bersangkutan. perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia,
baik secara langsung dapat diamati, seperti berjalan, melompat,
menulis, duduk, berbicara, dan sebagainya (Munandar, 2001).
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu
kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku
manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari pada manusia
itu sendiri (Notoatmodjo, 1997).
2.5.1.2.Jenis-Jenis Perilaku
Skiner, 1938 dalam Notoatmodjo, 2010, jenis-jenis perilaku
adalah:
47
a) Respondens respons atau reflesif, yakni respons yang di
timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang
disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons
yang relative tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan
nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi
mata tertutup, dan sebagainya.
b) Operant respons atau instrumental respons yakni respons yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus dan
rangsangan dari luar. Prangsangan ini disebut reinforcing
stimuli kerana berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya,
apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan
baik adalah respons terhadap gaji yang cukup.
2.5.1.3.Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons
seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-
sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan
pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Green, 1980, dalam Notoatmodjo, 2010, bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-
faktor, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku,
48
selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3
faktor:
a) Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, dan
sebagainya.
b) Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana.
c) Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.
2.5.1.4.Klasifikasi Perilaku
Backer, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010, membuat klasifikasi
tentang perilaku kesehatan dan membedakannya menjadi tiga,
yaitu :
a) Perilaku sehat (healty behavior) adalah perilaku-perilaku atau
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Misalnya
makanan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur,
tidak merokok dan sebagainya.
b) Perilaku sakit (Illnes behavior) adalah berkaitan dengan
tindakan kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena
49
masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk
mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan
yang lainnya.
c) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) adalah orang
yang sedang sakit mempunyai peran yang mencakup hak-
haknya dan kewajiban sebagai orang sakit. Perilaku orang sakit
ini antara lain adalah tindakan untuk memperoleh kesembuhan,
tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan dan lain
sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (1993) cakupan dari perilaku
kesehatan adalah:
a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana
manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui), bersikap dan
mempersepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada
dirinya dan luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem
pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara
pelayanan, petugas kesehatan dan obat obatnya, yang terwujud
50
dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas,
petugas dan obat-obatan.
c) Perilaku terhadap makanan, yaitu respon seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap
makanan serta unsurunsur yang terkandung di dalamnya (zat
gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan
kebutuhan tubuh kita.
d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:
1) Perilaku sehubungan dengan air bersih.
2) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor.
3) Perilaku sehubungan dengan limbah.
4) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang
meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya.
5) Perilaku sehubungan dengan pembersihan dengan
pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.
51
2.5.2.Pengetahuan
2.5.2.1.Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia,
yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2.5.2.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri
maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat
memperluas pengetahuan seseorang.
b.Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya
lebih rendah.
52
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu
sifatnya positif maupun negatif.
d.Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio,
televisi, majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan
cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau
membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan
wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
53
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ketahui atau kita
ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.
Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status
pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian
ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitiatif, yaitu
(notoatmodjo, 2003) :
1. Baik : bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100%
dari seluruh pertanyaan
2. Cukup : bila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75%
dari seluruh pertanyaan.
3. Buruk : bila subjek mampu menjawab pertanyaan benar <
60% dari seluruh pertanyaan.
2.6.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), Ditjen PPM-PLP (1992), dan
Sunoto (1986) terdapat banyak faktor-faktor yang berhubungan baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan kejadian diare, yaitu :
a. Usia
Penyakit diare terutama sering menghinggapi golongan umur balita.
Komposisi penduduk golongan ini masih cukup tinggi. Golongan ini juga
lebih rentan untuk terjadinya dehidrasi berat karena system imun yang
masih belum terbentuk dengan baik.
54
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang baik dapat meningkatkan intelektual seseorang dan
merupakan faktor penting dalam proses penyerapan informasi dan
peningkatan wawasan tentang diare dan pencegahannya. Pendidikan yang
baik juga menentukan cara berfikir seseorang dalam menentukan dampak
terhadap persepsi, nilai nilai dan sikap dalam mengambil keputusan untuk
bertindak atau tidak. Apabila pendidikan rendah dapat menyebabkan
kesulitan dalam menyerap informasi atau gagasan baru dan sebaliknya jika
tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah menerima gagasan baru.
Pendidikan yang rendah juga mempengaruhi sikap dan kebiasaan dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat, sehingga turut memperngaruhi kejadian
diare. Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang
berpendidikan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,39 kali, dibandingkan
dengan yang berpendidikan tinggi.
c. Sosial Ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota
keluarga. hal ini Nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga mereka cenderung memiliki
status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan seseorang
mengalami diare. keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal
55
di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang
diare.
Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi
faktor sosial ekonomi yaitu Jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan,
pendidikan orang tua, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga dan faktor
ekonomi. Dari berbagai faktor yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan
keluarga lah yang menunjukan hubungan yang signifikan. Hal ini
menunjukan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah
satu faktor risiko penyebab terjadinya diare.
d. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
derajat kesehaatan masyarakat, hal ini disebabkan karena pengetahuan yang
rendah di masyarakat mengakibatkan banyaknya sikap dan perilaku yang
mendorng timbulnya penyakit infeksi, terutama penyakit diare.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kejadian diare
dengan berbagai tingkatan/gradasinya adalah belum optimalnya
pengetahuan tentang diare, tindakan-tindakan pencegahan diare, sehingga
risiko-risiko terjadinya penyakit diare masih belum dapat diminimalisir.
Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang
berpengetahuan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,75 kali,
dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.
56
Menurut Notoadmodjo (2003), mengatakan perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
praktik (practice). Orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang
penyakit diare, akan muncul sikap yang baik dan tindakan yang benar.
Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka sikap dan tindakan dilakukan
semakin benar atau tepat sesuai dengan seharusnya dilakukan.
e. Infeksi virus dan bakteri
Infeksi virus masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Indonesia Rotavirus Surveillance Network (IRSN) dan
Litbangkes pada pasien anak di enam rumah sakit, penyebab infeksi
terutama disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan
infeksi karena bakteri hanya (8,4%). Kerusakan vili usus karena infeksi
Rotavirus mengakibatkan berkurangnya produksi enzim lactase sehingga
menyebabkan malabsorbsi laktosa.
f. Status Gizi
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita.
insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata sama dengan anak yang
gizinya baik. Namun, anak yang gizinya kurang akan menderita diare lebih
berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. diare
pada anak gizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena
penyembuhan dan perbaikan kerusakan khusus akibat infeksi lebih lambat
terjadi pada anak yang gizinya kurang (Sunoto, 1990).
57
g. Keracunan makanan
Diare karena keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi
makanan oleh mikroba seperti, Clostridium botolinum, Staphilococcus
aureus, E.coli dll.
h. Diare terkait penggunaan antibiotic (DTA)
Terjadi akibat penggunaan antibiotika selama tiga sampai lima hari yang
menyebabkan berkurangnya flora normal usus sehinnga ekosistem flora
usus disominasi oleh kuman patogenkhususnya clostridium difficle. Angka
kejadian DTA berkisae 20-25%.
i. Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu perilaku wujud
dari personal hygine, dimana manfaatnya untuk menjaga kesehatan kita
serta mencegah timbulnya penyakit, misalnya diare, kecacingan, ispa, dan
flu burung.
mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya dalam menjaga
kebersihan pribadi dengan membersihkan tangan dan jari jemari
menggunakan air dan sabun agar menjadi bersih dan memutuskan mata
rantai kuman. Cuci tangan pakai sabun adalah satu-satunya intevensi
kesehatan yang paling murah tetapi efektif (WHO, 2005).
kebiasaan menuci tangan pakai sabun pada lima waktu penting (sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja anak, setelah menceboki
bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan
58
anak, sebelum makan dan setelah memegang hewan) akan mengurangi
risiko terjadinya penyakit diare dikarenakan kandungan di dalam sabun
dapat membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan
surfaktan yang dapat membuang mikroorganisme secara mekanis melalui
pencucian.
Menurut penelitian di Depok perilaku cuci tangan ibu/pengasuh bayi
yang buruk dapat menyebabkan diare 1,577 kali dibandingkan dengan
perilaku cuci tangan yang baik (Zakianis, 2003).
j. Lingkungan
Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat merupakan
faktor penyebab terkontaminasinya E.coli pada sumber air minum. Artinya
jarak jamban dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan mencemari sumber air minum yang di gunakan sebagai air
minum. Selain itu, keadaan sanitasi tempat bangunan dan proses pengolahan
yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan Pada depot Air minum isi
ulang juga dapat menjadi sumber keberadaan bakteriologis E.coli pada air
minum.
k. Memasak Air Minum
Air merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk kebutuhan hidup
manusia namun juga menjadi media penularan penyakit perut yang penting.
Jenis bakteri yang sering digunakan sebagai indikator air bersih adalah
59
kandungan E.coli dalam air. Dengan demikian untuk melindungi dari
kesakitan penyakit perut, air yang diminum harus air yang telah dimasak.
Menurut Titik Wahyudjati selaku Kepala Instalasi RSU Dr. Soetomo
menyatakan bahwa mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih
dari 24 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah
satu upaya kewaspadaan terhadap penyakit yang kemungkinan timbul akibat
air yang tidak sehat (Sandra, 2007).
Sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu 1000C. Hal ini
untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat didalam air sudah mati.
60
2.7.Kerangka Teori
Bagan 2.2
Kerangka Teori
3.
4.
5.
6.
Sumber di modifikasi dari Teori Simpul, Achmadi (2010), Kemenkes RI (2011),
Sandra (2007), Sunoto (1986), Kumar et al (2012 ), dan Ditjen PPM-PLP (1992)
Sumber
Penyakit
1) Bakteri
2) Virus
Media transmisi
penyakit
1) Air
2) Udara
3) Vektor
4) Makanan
5) Tanah
Faktor
kependudukan
1) Umur
2) Pengetahuan
3) Pendidikan
4) Sosial dan
Ekonomi
5) Perilaku
Kesehatan
Sakit/Sehat
Penyakit
Diare
Variable Berpengaruh Lainnya:
Program Kesehatan
61
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Faktor yang berhubungan dengan kejadian diare terdiri dari beberapa
faktor, yaitu usia, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan tentang
peyakit diare, infeksi virus dan bakteri, status gizi, keracunan makanan, diare
terkait penggunaan antibiotik, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun, kebiasaan
memasak air, dan lingkungan.
Kerangka konsep penelitian ini hanya ingin mengetahui hubungan
pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan
kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang. Hal tersebuit berdasarkan
referensi dan penelitian sebelumnya bahwa variabel-varibel tersebut merupakan
variabel yang berkorelasi dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi
ulang.
Faktor umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak diteliti pada
penelitian ini dikarenakan semua umur memiliki peluang yang sama untuk
mengalami kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang, sedangkan pada
faktor jenis kelamin juga tidak ada perbedaan antara jenis kelamin perempuan
dan laki-laki untuk terkena penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang.
Perempuan dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk terkena penyakit
diare. Sedangkan faktor tingkat pendidikan tidak diteliti dikarenakan berdasarkan
62
referensi dan penelitian sebelumnya tingkat pendidikan tidak diteliti dan
keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti beberapa
variabel saja yang diduga berhubungan dengan kejadian diare.
Berikut penjelasan mekanisme faktor-faktor yang diteliti dengan kejadian
diare :
a. Pengetahuan tentang penyakit diare akan mempengaruhi perilaku seseorang
dalam mencegah kejadian diare. Seseorang yang berpengetahuan tinggi
tentang diare tentu akan lebih menjaga diri terhadap ancaman diare. Oleh
karena itu, seseorang yang kurang pengetahuan tentang penyakit diare akan
lebih mudah terkena diare.
b. Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang sangat penting.
Jika air dimasak sampai mendidih dengan suhu 100C maka bakteriologis yang
terdapat dalam air akan mati.
c. Salah satu upaya atau tindakan sederhana adalah dengan membiasakan
perilaku mencuci tangan dengan sabun. Kandungan di dalam sabun dapat
membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan surfaktan yang
dapat membuang mikroorganisme secara mekanis melalui pencucian.
d. Keadaan air yang terkontaminasi E.coli menunjukan bahwa air tersebut telah
tercemar oleh kotoran manusia, karena golongan coli terdapat dalam saluran
pencernaan. Bila bakteri ini hidup masuk ke mulut dan pencernaan atas
manusia, tubuh manusia akan bereaksi dengan gejala diare.
63
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
INDEPENDENT DEPENDEN
Keberadaan
bakteriologis E.coli
KEJADIAN
DIARE
Kebiasaan Mencuci
Tangan
Kebiasaan Memasak
Air
Tingkat Pengetahuan
Tentang Penyakit Diare
64
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1. Kejadian diare Hasil diagnosis dokter pada
pasien yang mengalami
kejadian buang air besar dalam
bentuk cair dan lebih dari tiga
kali dalam sehari pada pasien
dalam dua minggu terakhir
sumber : Kemenkes, 2011
kuesioner wawancara 1. Diare
2. Tidak Diare
ordinal
Variabel Independen
2. Pengetahuan
Tentang Diare
Jawaban responden terhadap
pertanyaan penelitian tentang
penyakit diare
Kuesioner Wawancara 1. Buruk : jika nilai skor
kuesioner ≤ 60%
2. Baik : jika nilai skor
kuesioner > 60%
Sumber : Notoatmodjo, 2003
Ordinal
3. Kebiasaan
memasak air
Tradisi responden dalam
memasak air sebelum
dikonsumsi
sumber : Musran, 2008
Kuesioner Wawancara 1. Tidak : jika responden
tidak memasak air
minum isi ulang
sebelum dikonsumsi
2. Ya : jika memasak air
minum isi ulang
sebelum dikonsumsi
Ordinal
65
4. Kebiasaan
mencuci
tangan dengan
sabun
Pernyataan responden tentang
tradisi melakukan cuci tangan
pake sabun di lima waktu
penting :
Sebelum makan, sebelum
menyiapkan makanan, setelah
BAB, setelah memegang
unggas atau hewan, dan setelah
menceboki anak atau bayi
Kuesioner Wawancara 1. Tidak : jika responden
tidak melakukan lima
waktu penting cuci
tangan pakai sabun
2. Ya : jika responden
melakukan lima waktu
penting cuci tangan
pakai sabun
Sumber : Kemenkes, 2011 dan
Utami, 2010
Ordinal
5. Keberadaan
bakteriologis
E.coli
Kandungan bakteri Gram
negatif berbentuk batang yang
tidak membentuk spora yang
merupakan flora normal di
usus yang ditemukan dalam air
minum konsumen pada
pemeriksaan laboratorium
dengan menggunakan metode
Most Probable Number
(NPM).
Sumber : Peraturan Menteri
Kesehatan
No.492/Menkes/Per/IV/2010
Mikroskop Pemeriksaan
laboratorium
dengan
metode MPN
1. Ada E.coli : jika hasil
lab menyatakan positip
(+) dan E.coli ada
dalam 100 ml air
minuim isi ulang yang
dikonsumsi responden.
2. Tidak ada E.coli : jika
hasil lab menyatakan
negatip (-) dan E.coli
harus absen dalam 100
ml air minum isi ulang
yang dikonsumsi
responden
Sumber: Peraturan Menteri
Kesehatan
No.492/Menkes/Per/IV/2010
Ordinal
66
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
2. Ada hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
3. Ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian
diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas
Ciputat .
4. Ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan
kerjadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat.
67
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan disain
cross sectional study. Cross sectional study adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor–faktor resiko efek dengan cara
pendekatan, observasi dan pengumpulan data sekaligus pada satu saat „„point
time approach’„ (Notoadmodjo, 2010). Dalam hal ini variabel bebas dan
variabel terikat diamati dan dikumpulkan datanya dalam waktu bersamaan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan juli 2013.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat.
4.3.2. Sampel Penelitian
4.3.2.1.Besar sampel
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan perhitungan
rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan
penelitian adalah untuk mengiuji hipotesis dengan asumsi dari
penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi kandungan E.coli
pada air minum yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian
68
diare sebesar 92,3% (0,923) dan untuk proporsi kandungan
E.coli pada air minum yang memenuhi syarat dengan kejadian
diare sebesar 58,4% (0,584) (Tomasia, 2012).
Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat
kepercayaan sebesar 95% dengan menggunakan derajat
kemaknaaan 5% dengan kekuatan uji 80% dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
n = jumlah sampel
Z 1-α/2 = nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% atau
α = 0,05 yaitu 1,96
Z 1-β/2 = nilai Z pada kekuatan uji (power) 1-β = 80% yaitu
0,84
P1 = proporsi kandungan E.coli pada air minum yang
tidak memenuhi syarat dengan kejadian pada penelitian Tomasia
(2012) sebesar 92,3% (0,923)
69
P2 = proporsi kandungan E.coli pada air minum yang
memenuhi syarat dengan kejadian diare pada penelitian Tomasia
(2012) sebesar 58,4% (0,584)
P =
yaitu sebesar 0,753
Tabel 4.1
Perhitungan Populasi Sempel Penelitian Terdahulu
Variabel Indikator P1 P2 Hasil Sumber
Kandungan
E.coli Pada
air minum
dengan
kejadian
diare
Tidak
memenuhi
syarat
Memenuhi
syarat
92,3%
58,4% 25 Tomasia,
(2012)
Kebiasaan
mencuci
tangan
dengan
kejadian
diare
Buruk
Baik
64,7% 19,3% 18 Kusumaning
rum, (2011)
Pengetahuan
dengan
kejadian
diare
Rendah
Tinggi
19,8%
16,3% 1895 Sjafudin,
(2008)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus
diatas didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 25
responden. karena besar sampel yang digunakan adalah uji
70
hipotesis beda dua proporsi sehingga jumlah sampel dikalikan
dua menjadi 50 orang.
4.3.2.2.Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Pengambilan sampel
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
peneliti , berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui yaitu.:
a. Kriteria Inklusi
1. Masyarakat yang menjadi konsumen tetap air minum
isi ulang (AMIU).
2. Masyarakat yang bersedia diambil air minumnya untuk
dilakukan uji laboratorium.
b. Kriteria Eksklusi
1. Responden yang tidak bersedia memberikan sampel air
untuk dilakukan uji laboratorium.
4.4. Pengumpulan Data
4.4.1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan primer.
1. Data sekunder berupa data laporan 30 penyakit terbesar di Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2012 dan data rekam medik
responden yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat pada bulan April
2013.
71
2. Data primer adalah pengumpulan data secara langsung. data yang
dikumpulkan secara primer meliputi data karakterisktik individu
(usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan), pengetahuan
responden, kebiasaan responden memasak air sebelum di konsumsi,
kebiasaan responden mencuci tangan dengan sabun, dan uji
laboratorium terkait keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum
isi ulang yang dikonsumsi responden.
4.4.2. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data menggunakan instrumen sebagai berikut :
1. Kuesioner
kuesioner untuk mengetahui gambaran karakteristik individu ( usia,
jenis kelamin, pendidikan), pengetahuan responden tentang
diare,kebiasaan responden memasak air terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi, kebiasaan responden mencuci tangan dengan sabun dan
riwayat responden memiliki penyakit diare
2. Alat dan Bahan Laboratorium
Alat-alat yang digunakan meliputi autoklaf, botol, cawan
petri, erlenmeyer, inkubator,kawat inokulasi, karet gelang, kertas
sampul, jarum ose laminar air flow, mikroskop cahaya, plastik mika,
plastik pembungkus, spuit, tabung reaksi, tabung Durham.
Bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampel air, media
ENDO agar, kaldu laktosa, alkohol, dan kapas. Media ENDO agar
merupakan suatu media khusus untuk pembiakan bakteri gram
72
negatif, sehingga merupakan suatu media yang sangat repersentatif
untuk pembiakan bakteri E.coli (Yuli, 2010).
4.4.3. Metode Pemeriksaan Bakteriologis E.coli
Pemeriksaan bakteriologis E.coli digunakan untuk melihat
kandungan bakteriologis E.coli pada air minum isi ulang dengan
menggunakan Uji kualitatif coliform dengan metode MPN. Uji
kualitatif coliform dengan metode MPN merupakan salah satu metode
sederhana karena terdapat beberapa keuntungan diantaranya yaitu
mudah untuk dilakukan, pembiakan dapat dilakukan selama 24-72 jam,
dan hasil positif dan negative dapat dilihat langsung dengan
mudah(Yuli, 2010).
Adapun langkah-langkah pemeriksaan bakteriologis dengan
metode MPN sebagai berikut :
a) Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara mengedukasikan
kepada responden tentang tata cara pengambilan sampel secara
aseptis. Responden diberikan botol steril dan pelastik
pembungkus botol untuk diambil air minumnya dan dibawa
kembali untuk diberikan kepada peneliti. Adapun langkah-
langkah pengambilan sampel sebagai berikut :
1) Bersihkan kran dispenser dan setiap benda yang menempel
yang memungkinkan dapat mengganggu proses pengambilan
sampel dengan kain bersih.
73
2) Air dari kran dispenser dialirkan selama 2 menit, lalu tutup
kembali.
3) Air kemudian dialirkan ke dalam botol sampel sebanyak 2/3
botol.
4) Tutup kembali botol sampel yang telah diisi, dengan memutar
kemudian dimasukan kembali ke dalam plastik steril.
b) Pelaksanaan Pengujian Air Minum Sampel
Pelaksanaan meliputi pengambilan sampel air minum isi ulang ,
dan dilanjutkan dengan menggunakan uji penduga dengan 9
tabung (seri 3-3-3). Media pertumbuhan menggunakan kaldu
laktosa yang masing-masing tabung berisi 9 ml dilengkapi tabung
durham dengan posisi terbalik. Tiga seri tabung pertama diisikan
10 ml air minum sampel, tiga seri tabung kedua diisikan dengan 1
ml air minum sampel, dan tiga seri tabung ketiga diisikan 0,1 ml
air sampel. Tahap selanjutnya inkubasi selama 1-2 X 24 jam
dengan diamati pembentukan gas pada tabung durham dan
berubahnya media menjadi keruh yang menandakan media
menjadi asam karena adanya aktivitas bakteri koliform. Hasil
selanjutnya dianalisis dengan membiakan ke media agar.
74
4.5. Pengolahan data
4.5.1. Pengodean (coding)
Tahap ini dilakukan dengan memberikan kode angka jawaban
responden di dalam kuesioner untuk memudahkan proses pemasukan
dan pengolahan data. tahap coding dilakukan pada jawaban kuesioner
mengenai karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan),
pengetahuan responden, kebiasaan responden memasak air, kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun, dan kandungan bakteriologis E.coli pada
air minum isi ulang,. berikut ini langkah pengodean dari masing-masing
variable yang diteliti.
1. Variabel Dependen
a) Penyakit diare : jika memiliki riwayat penyakit diare apabila
kejadian buang air besar dalam bentuk cari dan lebih dari tiga kali
selama 2 minggu terakhir diberi kode “1” dan jika tidak memiliki
riwayat penyakit diare apabila kejadian buang air besar tidak
dalam bentuk cair dan tidak lebih dari tiga kali diberi kode “2”
2. Variabel Independen
a) Pengetahuan : Jika pengetahuan kurang dengan nilai skor < 60%
dari seluruh pertanyaan di beri kode “1”, dan pengetahuan baik
dengan nilai skor 60%-75% dan diatas 75% dari seluruh
pertanyaan diberi kode “2”.
75
b) Kebiasaan memasak air sebelum dikonsumsi : Jika tidak
memasak air sebelum di konsumsi diberi kode “1” namun jika
memasak air sebelum dikonsumsi diberi kode “2”.
c) Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun: jika tidak mencuci
tangan dengan sabun di 5 waktu penting diberi kode “1” namun
jika mencuci tangan dengan sabun di lima waktu penting diberi
kode “2”.
d) Kandungan Bakteriologis E.coli dalam air minum : jika ada E.coli
jika mengandung E.coli dalam 100 ml air minum isi ulang yang
dikonsumsi responden diberi kode “1” namun tidak ada E.coli
jika tidak mengandung e. coli dalam 100 ml air minum isi ulang
diberi kode “2”.
4.5.2. Penyuntingan data (data editing)
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan akhir apakah masih ada
data yang belum dikode atau salah dalam memberi kode. pemeriksaan
kelengkapan jawaban responden telah dilakukan diakhir tahap
wawancara pengambilan data dalam pelaksanaan penelitian.
4.5.3. Pemasukan data (data entry)
Template kolom entri data dibuat dengan menggunakan program
komputer (software Epidata 2008). data pada lembar entri data akan
dimasukkan kedalam computer berupa hasil coding jawaban kuesioner.
76
4.5.4. Pengoreksian data (cleaning)
pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kembali data yang telah
dimasukkan ke dalam template dan dilihat kelengkapan jawaban serta
kesalahan dalam pemberian kode. tahap ini dilakukan agar tidak
mengganggu proses selanjutnya.
4.6. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer.
analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, dan analisis bivariat.
4.6.1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap
variable yang diteliti dan dapat dilihat pada gambaran distribusi
frekuensi dari variable dependen (penyakit diare), variable independen
(keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum, pengetahuan,
kebiasaan memasak air, dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun).
yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
4.6.2. Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat juga
memberikan hasil pembuktian hipotesis yang diajukan. Analisis data
bivariat dilakukan dengan menggunakan program komputer. Untuk
membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut di uji Chi-
square (Chi-kuadrat).
a. Uji Statistik Chi-square
77
Penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-square karena variabel
dependen dan independen bersifat kategorik. Persamaan (4.1)
merupakan rumus yang digunakan dalam uji statistik Chi-square
(Notoadmodjo, 2010).
∑( )
(4,1)
Keterangan :
X2 : nilai Chi-square
0 : nilai yang diamati
E : nilai yang diharapkan
Uji Chi-square digunakan untuk melihat kemaknaan hubungan
secara statistik antara dua variabel. Oleh karena itu digunakan batas
kemaknaan (α) = 0,05 dengan interpretasi sebagai berikut
(Notoadmodjo, 2010). :
1. Dikatakan hubungan bermakna secara statistik, jika p-value <
0,05
2. Dikatakan hubungan tidak bermakna secara statistik, jika p-value
≥ 0,05
78
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran
pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis E.Coli dalam
air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang
yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
5.1.1. Gambaran Distribusi Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang
Gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang
dikategorikan menjadi dua, yaitu diare jika hasil diagnosis dokter
mendiagnosa pasien mengalami buang air besar dalam bentuk cair
dan lebih dari tiga kali dalam sehari selama dua minggu terakhir
dan tidak diare jika hasil diagnosa dokter mendiagnosa pasien tidak
mengalami buang air besar dalam bentuk cair dan lebih dari tiga
kali dalam sehari selama dua minggu terakhir. adapun hasilnya
dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Penyakit Diare Jumlah %
Diare 34 68
Tidak diare 16 32
Total 50 100
79
berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian
besar (68%) konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat mengalami kejadian penyakit diare.
5.1.2. Gambaran Distribusi Karakteristik Individu (Umur,
Pendidikan, dan Jenis Kelamin) pada Konsumen Air Minum
Isi Ulang
Gambaran karakteristik konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat dilihat dari gambaran umur,
tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Adapun hasil nya dapat
dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini :
Tabel 5.2
Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, dan Jenis Kelamin)
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat
Variabel Mean SD Min-Maks
Umur 15 13 1 tahun – 50
tahun
Variabel Kategori Frekuensi Persentase
Pendidikan Kurang dari
SMA
30 60%
Lebih dari
SMA
20 40%
Jenis Kelamin Perempuan 29 58%
Laki-Laki 21 42%
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata
umur konsumen air minum isi ulang adalah 15 tahun, sebagian
besar (60%) konsumen air minum isi ulang memiliki tingkat
pendidikan kurang dari SMA, dan sebagian besar (58%) konsumen
air minum isi ulang berjenis kelamin perempuan.
80
5.1.3. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare
Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang
berdasarkan tingkat pengetahuan tentang penyakit diare
dikatagorikan menjadi dua, yaitu pengetahuan buruk jika
konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan dengan nilai
skor < 60 % dari seluruh pertanyaan dan pengetahuan baik jika
konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan dengan nilai
skor 60-75% dan diatas 75% dari seluruh pertanyaan. Adapun
hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Pengetahuan Jumlah %
Buruk 28 56
Baik 22 44
Total 50 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian
besar (56%) konsumen air minum isi ulang di Puskesmas Ciputat
memiliki pengetahuan tentang penyakit diare yang buruk.
5.1.4. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Memasak Air
Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang
berdasarkan kebiasaan memasak air dikatagorikan menjadi dua,
yaitu kebiasaan tidak memasak air jika konsumen air minum isi
ulang tidak memasak air sebelum dikonsumsi dan kebiasaan
81
memasak air jika konsumen air minum isi ulang memasak air
sebelum dikonsumsi. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada
tabel 5.4 dibawah ini:
Tabel 5.4
Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan
Kebiasaan Memasak Air yang Berkunjung
ke Puskesmas Ciputat
Kebiasaan Memasak
Air
Jumlah %
Tidak 35 70
Ya 15 30
Total 50 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian
besar (70%) konsumen air minum isi ulang tidak memasak air
sebelum dikonsumsi.
5.1.5. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang
berdasarkan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dikatagorikan
menjadi dua, yaitu kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun
jika konsumen air minum isi ulang tidak melakukan lima waktu
penting cuci tangan pakai sabun dan mencuci tangan pakai sabun
jika konsumen air minum isi ulang melakukan lima waktu penting
cuci tangan pakai sabun. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada
tabel 5.5 dibawah ini:
82
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Kebiasaan Mencuci
Tangan pakai
Sabun
Jumlah %
Tidak 22 44
Ya 28 56
Total 50 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian
besar (56%) konsumen air minum isi ulang melakukan lima waktu
penting cuci tangan pakai sabun.
5.1.6. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli pada Air Minum
Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang
berdasarkan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum
dikategorikan menjadi dua, yaitu ada E.coli jika hasil laboratorium
menyatakan hasil positif E.coli pada 100 ml air dan tidak ada
E.coli jika hasil laboratorium menyatakan hasil negatif dalam 100
ml air. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.6 dibawah
ini.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteriologis E.coli pada
Air Minum yang di Konsumsi oleh Konsumen Air Minum
Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Keberadaan E.coli Jumlah %
Ada E.coli 16 32
Tidak ada E.coli 34 68
Total 50 100
83
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian
besar (68%) konsumen air minum isi ulang mengkonsumsi air
minum yang tidak ada E.coli.
5.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui uji hipotesis antara
variabel independen dengan variabel dependen dengan uji statistik
berupa chi-square (X2). sehingga dapat diketahui nilai p-value dimana
untuk penelitian cross sectional, nilai p-value menunjukkan hubungan
variabel independen (pengetahuan tentang diare, kebiasaan memasak air,
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis
E.coli) terhadap variabel dependen (kejadian diare).
5.2.1. Hubungan Pengetahuan Tentang Diare dengan Kejadian Diare
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat
Analisis hubungan antara pengetahuan tentang diare dengan
kejadian diare diperoleh nilai p-value sebesar 0,001. Adapun
hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.7 dibawah ini:
84
Tabel 5.7
Analisis Hubungan antara Pengetahuan Tentang Diare
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Pengetahuan
Tentang
Penyakit
Diare
Kejadian Diare
P-Value
Diare Tidak Diare Jumlah
n % N % n %
Buruk 25 73,5 3 18,8 28 56
0,001 Baik 9 26,5 13 81,2 22 44
Total 34 100 16 100 50 100
Pada tabel diatas, diketahui bahwa 81,2% konsumen air
minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu memiliki
pengetahuan tentang diare yang baik. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang diare
dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
5.2.2. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat
Analisis hubungan antara kebiasaan memasak air dengan
kejadian diare diperoleh nilai p-value 0,002 . Adapun hasilnya
dapat dilihat dapat pada tabel 5.8 dibawah ini:
85
Tabel 5.8
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Memasak Air dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Kebiasaan
Memasak
Air
Kejadian Diare
P-Value
Diare Tidak Diare Jumlah
n % N % n %
Tidak 29 85,3 6 37,5 35 70 0,002
Ya 5 14,7 10 62,5 15 30
Total 34 100 16 100 50 100
Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa 85,3% konsumen
air minum isi ulang yang mengalami kejadian diare itu tidak
melakukan kebiasaan memasak air. Hasil uji statistik menunjukkan
ada hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare
pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat.
5.2.3. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Analisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan pakai
sabun dengan kejadian diare diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.
Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.9 dibawah ini:
86
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Mencuci Tangan
Pakai Sabun Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat
Kebiasaan
Mencuci
Tangan
Pakai Sabun
Kejadian Diare
P-Value
Diare Tidak Diare Jumlah
n % N % n %
Tidak 21 61,8 1 6,2 22 44
0,000 Ya 13 38,2 15 93,8 28 56
Total 34 100 16 100 50 100
Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa 93,8% konsumen air
minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu
melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi
ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
5.2.4. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Analisis hubungan antara keberadaan bakteriologis E.coli
pada air minum isi ulang dengan kejadian diare diperoleh nilai p-
value sebesar 0,009 Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat
pada tabel 5.10 dibawah ini:
87
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Keberadaan Bakteriologis E.coli
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Keberadaan
E.coli
Kejadian Diare
P-Value
Diare Tidak
Diare
Jumlah
n % n % n %
Ada E.coli 15 44,1 1 6,2 16 32
0,009 Tidak
ada E.coli
19 55,9 15 93,8 34 68
Total 34 100 16 100 50 100
Pada tabel diatas, diketahui bahwa 93,8% konsumen air
minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu
mengonsumsi air minum yang tidak ada E.coli. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara kaberadaan bakteriologis E.coli
air munum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi
ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
88
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1.Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, secara teoritis
terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Namun,
karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya
meneliti beberapa variabel saja yang diduga berhubungan dengan kejadian
diare yaitu antara lain keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum,
pengetahuan tentang diare, kebiasaan memasak air dan kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun.
Selain itu, adanya kebiasan terdapat pada saat responden
mengambil sampel air minum karena responden sendiri yang mengambil
sampel airnya yang kemudian di berikan kepada peneliti. Meskipun sudah
diberikan edukasi mengenai tata cara pengambilan sampel secara asepstis,
peneliti perlu memvalidasi ulang tentang tata cara pengambilan sampelnya
agar setiap sampel yang diampil sesuai dengan yang diinginkan.
Adanya kebiasan juga terdapat dalam mengambil sampel air pada
responden penelitian dikarenakan sampel air yang di ambil pada saat
responden berkunjung ke puskesmas, bukan pada saat responden pertama
kali terkena diare. Sehingga, perlu adanya validasi apakah responden
mengonsumsi air minum yang berasal dari depot yang sama pada waktu
awal terkena diare.
89
6.2.Gambaran Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Penyakit Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan adanya peningkatan
volume keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari pada
dan pada bayi lebih dari empat kali dalam sehari dengan atau tanpa lender
darah (Kemenkes RI, 2010).
Pada penelitian ini sebagian besar konsumen air minum isi ulang
mengalami kejadian diare sebanyak 34 orang (68%) dan yang tidak
mengalami diare sebanyak 16 orang (32%). Menurut Achmadi (2010),
penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor
risiko penyakit diare adalah semua faktor yang berperan dalam timbulnya
suatu kejadian penyakit diare, baik pada individu maupun di masyarakat.
Adanya suatu kejadian penyakit, dipengaruhi oleh interaksi dari media
transmisi penyakit (lingkungan) dengan faktor kependudukan termasuk
didalamnya perilaku hidup sehat.
Dengan kata lain, untuk mencegah tidak terulangnya atau
timbulnya penyakit diare baik di masyarakat yang sama maupun di
masyarakat tempat lain, maka dilakukan pengurangan atau pengendalian
faktor lingkungan dan faktor kependudukan yang diduga berhubungan
(Achmadi, 2010).
90
6.3.Hubungan Pengetahuan Tentang Diare dengan Kejadian Diare pada
Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara garis
besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu tahu, memahami,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan atau kognnitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang dalam kaitannya
dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang di Puskesmas
Ciputat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang
berkaitan erat dengan apa itu diare, bagaimana gejalanya, bagaimana
mencegahnya dan apa yang harus dilakukan bila salah satu anggota
keluarga terkena diare. Pada penelitian ini tingkat pengetahuan dilihat
berdasarkan hasil jawaban pertanyaan yang diajukan dalam kaitannya
dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang.
Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (81,2%) konsumen
air minum isi ulang yang tidak terkena penyakit diare memiliki
pengetahuan tentang diare yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-
value = 0,001, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada konsumen
air minum isi ulang.
91
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Enina (2010), balita dengan
tingkat pengetahuan ibunya kurang baik dan menderita diare 13 (27%)
dari 48 balita dan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dan
menderita diare 13 (8%) dari 162 balita. Dari hasil uji statistik hubungan
ini bermakna dan signifikan yaitu dengan nilai p = 0,001 yang
menunjukkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian diare.
Hasil penelitian ini sejalan juga dengan Alamsyah (2002)
menyatakan, responden yang berpengetahuan rendah memiliki resiko
diare sebesar 2,75 kali, dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.
Perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), praktik (practice). Orang yang mempunyai
pengetahuan yang baik tentang penyakit diare, akan muncul sikap yang
baik dan tindakan yang benar. Semakin tinggi pengetahuan seseorang,
maka sikap dan tindakan dilakukan semakin benar atau tepat sesuai
dengan seharusnya dilakukan (Notoadmodjo 2010).
Seseorang dengan pengetahuan baik tentang diare dan mengetahui
cara pencegahannya tetapi tidak melakukannya, maka kondisi ini dapat
menjadi faktor risiko untuk terjadi penyakit diare.
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit diare pada
konsumen air minum isi ulang di Puskesmas Ciputat dengan membuat
program edukasi terkait penyakit diare dan cara pencegahannya. Dengan
adanya program edukasi tersebut maka konsumen air minum isi ulang
yang berkunjung ke puskesmas dapat mengetahui seputar tentang penyakit
92
diare dan tata cara pencegahannya. Selain itu, perlunya peningkatan
promosi dan edukasi mengenai penyakit diare dengan penyediaan leaflet,
poster, ataupun standing banner yang mudah diakses oleh konsumen air
minum isi ulang.
6.4.Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada
Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat
Air merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk kebutuhan
hidup manusia namun juga menjadi media penurunan penyakit perut yang
penting. Jenis bakteri yang sering digunakan sebagai indikator air bersih
adalah kandungan E.coli dalam air. Dengan demikian untuk melindungi
dari kesakitan penyakit perut, air yang diminum harus air yang telah
dimasak (Musran, 2008).
Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (85,3%) konsumen
air minum isi ulang yang terkena diare tidak melakukan kebiasaan
memasak air. Hasil uji statistik mengatakan bahwa ada hubungan antara
memasak air dengan kejadian diare.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Sandra (2007), yang
mengatakan kebiasaan konsumen dalam mengonsumsi air minum isi
ulang yang memasaknya terdahulu sebanyak 36,3% sedangkan yang tidak
memasaknya terdahulu sebanyak 63,7% sehingga didapatkan hasil bahwa
ada hubungan kebiasaan konsumen memasak terlebih dahulu air yang
93
dikonsumsi dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang (p-
value: 0,031).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Musran (2008),
mengatakan bahwa ada hubungan antara pengolahan air minum dengan
kejadian diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah tahun 2008
(p=<0,000).
Konsumen air minum isi ulang yang terkena diare menganggap
bawha air minum isi ulang merupakan air yang sudah bersih dan terjamin
kualitasnya, namun dengan tidak adanya jaminan dan pengawasannya
terhadap kualitas air minum dari Depot Air Minum Ulang (DAMIU)
sangat memungkinkan air minum yang dikonsumsi masih mengandung
bakteri dan kuman penyakit.
Menurut Titik Wahyudjati selaku Kepala Instalasi RSU Dr.
Soetomo menyatakan bahwa mengkonsumsi air minum isi ulang yang
berumur lebih dari 24 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut
merupakan salah satu upaya kewaspadaan terhadap penyakit yang
kemungkinan timbul akibat air yang tidak sehat (Sandra, 2007).
Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang
sangat penting. Sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu
1000C. Hal ini untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat didalam
air sudah mati (Musran, 2008). Sementara jika dilihat dari hasil penelitian
mayoritas konsumen air minum isi ulang yang mengalami diare adalah
konsumen yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi.
94
6.5.Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Cuci tangan adalah langkah awal untuk mencegah terjadinya
penyakit, seperti diare, tifus, dan cacing yang dapat dicegah dengan satu
kebiasaan sederhana yaitu cuci tangan pakai sabun pada lima waktu
penting yaitu sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyuapi makanan anak, sebelum makan dan setelah memegang hewan
(Utami, 2010).
Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu upaya atau tindakan
sederhana untuk mencegah terjadinya penyakit diare. Kandungan di dalam
sabun dapat membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan
surfaktan yang dapat membuang atau membunuh mikroorganisme secara
mekanis melalui pencucian (Utami, 2008).
Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (93,8%) konsumen
air minum isi ulang yang tidak terkena diare melakukan kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value =
0,000 dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Sukanda
(2008) bahwa proporsi ibu tidak mencuci tangan pada kelompok kasus
diare pada anak dibawah dua tahun lebih besar jika dibandingkan dengan
kelompok yang tidak diare, yaitu pada kelompok diare 70,79% dan pada
95
kelompok tidak diare 34,16%. Masih menurut Sukanda (2008)
menunjukkan bahwa pada anak dibawah kurang dari dua tahun dari ibu
yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum memberikan
makanan/minuman kepada anaknya mempunyai OR terserang diare
sebesar 4,67 jika dibandingkan dengan anak dari kelompok ibu yang
mencuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan kepada anaknya.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Zakianis (2003), yang
mengatakan bahwa perilaku cuci tangan yang buruk dapat menyebabkan
terjadinya diare 1,6 kali dibanding dengan perilaku cuci tangan yang baik.
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu
bagian dari hygiene perorangan yang baik dapat mencegah terjadinya
insiden diare. Penurunan 14-48% angka kesakitan diare dapat diharapkan
sebagai hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan
(Sutoto, 1990). Oleh karena itu, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
merupakan variabel penting yang harus diberikan kepada masyarakat
untuk mencegah penyakit diare.
Kebiasaan cuci tangan menjadi perilaku yang penting dalam
penularan penyakit, khususnya penyakit yang ditularkan melalui mulut,
seperti diare. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dapat
menyebabkan timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Upaya
memberikan informasi melalui penyuluhan tentang cuci tangan pakai
sabun pada lima waktu penting merupakan bagian yang sangat penting.
Dengan memberikan penyuluhan yang intensif dan terencana dengan baik
96
dan benar diharapkan masyarakat akan sadar dan mengerti tentang
perilaku hidup bersih dan sehat (Utami, 2010).
6.6.Hubungan Keberadaan Bakteriologis (E.Coli) dalam Air Minum
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Air minum adalah air yang mengalami proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan kesehatan baik fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif yang
dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan (Permenkes no
492, 2010).
Untuk pengambilan sampel air minum isi ulang pada konsumen air
minum isi ulang yang berkunjung ke puskesmas ciputat dilakukan oleh
responden sendiri. Responden diberikan edukasi mengenai tata cara
pengambilan sampel secara aseptis. Namun, sebaiknya pengambilan
sampel air dilakukan oleh peneliti agar sampel yang di inginkan lebih
repersentatif.
Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (93,8%) konsumen
air minum isi ulang yang tidak terkena diare mengonsumsi air yang
memenuhi syarat. Hasil uji statistik dapat membuktikan bahwa ada
hubungan antara keberadaan E.coli dalam air minum dengan kejadian
diare (p=0,009).
97
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardiman (2007),
didapatkan bahwa proporsi air minum yang positif E.coli sebesar 77,4%.
Hasil uji statistik disimpulkan ada hubungan antara E.coli dalam air
minum dengan kejadian diare pada balita (p=0,001). Kejadian diare
berisiko 2,9 kali terjadi pada balita yang air minumnya positif E.coli
dibandingkan dengan balita yang air minumnya negatif E.coli.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Thomasia (2012)
yang menyatakan ada hubungan antara E.coli pada air minum isi ulang
dengan kejadian diare pada balita (p=0,02).
E.coli dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia,
seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Adanya E.coli di
dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba
yang bersifat enterpatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi
kesehatan.
. Sebagai agen penyebab diare, bakteri E.coli memproduksi
verotoksin yang dapat melakukan perjalanan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah, dari usus besar hingga ke organ ginjal. Jika toksin sudah
sampai ke organ ginjal, kondisi penderita dapat bertambah fatal. Sel
endotel pada glomerulus ginjal memiliki reseptor khusus yang mampu
berikatan dengan toksin dari bakteri ini. Kerusakan pada pembuluh darah
akan terjadi akibat adanya ikatan antara toksin dan reseptor yang
dinamakan Globotrialosyl ceramide ini. Akibatnya timbul gejala anemia
98
bahkan bisa menyebabkan disfungsi ginjal (Priti M, 2006 dalam
Suhardiman, 2007).
Selain itu menurut Kumar et all (2012), terjadinya diare disebabkan
oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah terinfeksinya
makanan/minuman yang dikonsumsi manusia kemudian masuk kedalam
saluran pencernaan. Masuknya E.coli hidup ke dalam usus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
menimbulkan diare.
Menurut Notoadmodjo (2003), salah satu syarat air minum yang
sehat ialah yang memenuhi syarat bakteriologis, dimana air untuk
keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama
bakteri patogen. cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi
oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan
bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat empat bakteri E.coli maka air
tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2010), syarat air minum
adalah syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Syarat bakteriologis E.coli
dalam air minum yaitu 0 CFU/100 ml.
Air minum isi ulang yang tercemar oleh bakteriologis E.coli dalam
jumlah yang telah melampui baku mutu merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit diare bagi yang mengkonsumsinya (Kemenkes RI, 2010).
99
Keberadaan E.coli dalam air minum menunjukkan bahwa air
minum pernah terkontaminasi feses manusia dapat mengandung patogen
usus. Sifat E.coli adalah tidak tahan pada pemanasan dan akan mati pada
suhu 100oc, sehingga salah satu cara paling mudah menghilangkan E.coli
dalam air minum adalah dengan memasak air hingga mendidih
(Rahayu,2006).
100
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (68%) menderita penyakit
diare.
2. Rata-rata umur konsumen air minum isi ulang adalah 15 tahun, sebagian
besar (60%) memiliki tingkat pendidikan kurang dari SMA, dan sebagian
besar (58%) berjenis kelamin perempuan.
3. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (56%) memiliki
pengetahuan tentang penyakit diare yang buruk.
4. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (70%) tidak melakukan
kebiasaan memasak air.
5. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (56%) melakukan cuci
tangan pakai sabun.
6. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (68%) mengkonsumsi air
minum memenuhi syarat.
7. Ada hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
dengan p-value sebesar 0,001.
8. Ada hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare pada
konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
dengan p-value sebesar 0,002.
101
9. Ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian
diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas
Ciputat dengan p-value sebesar 0,000.
10. Ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan
kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke
Puskesmas Ciputat dengan p-value sebesar 0,009
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan
1. Melakukan pemeriksaan baktreriologis sampel air minum pada
depot air minum isi ulang secara berkala dilaboratorium agar
kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
2. Mewajibkan pada semua pemilik DAMIU agar memiliki sertifikat
laik sehat pada setiap depotnya agar mutu dan kualitas produksinya
terjamin.
7.2.2. Bagi Puskesmas Ciputat
1. Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) ktentang
penyakit diare dan bagaimana cara pencegahannya.
2. Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang
pentingnya melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun di lima
waktu penting yaitu sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan
102
makanan, sebelum menyuapi makanan anak, sebelum makan dan
setelah memegang hewan.
3. Memberikan KIE (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) tentang
pentingnya melakukan kebiasaan memasak air sampai mendidih
sebelum dikonsumsi sebagai air minum dan mencuci serta merebus
botol dan tempat makan/minum pada balita.
7.2.3. Bagi Pengusaha DAMIU
1. Melakukan sertifikasi terkait sertifikat laik sehat kepada Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan.
2. Melakukan pengecekan alat produksi dan sanitasi tempat produksi
secara berkala agar terjamin kualitas produksinya dan
kebersihannya.
7.2.3. Bagi Konsumen Air Minum Isi Ulang
1. Melakukan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun di lima waktu
penting seperti sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak, sebelum makan dan setelah
memegang hewan.
2. Melakukan kebiasaan memasak air sebelum dikonsumsi.
3. Sebaiknya membeli air minum isi ulang pada depot yang memiliki
sertifikat laik sehat dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U.F., 2010. Manajemen penyakit berbasis wilayah, Jakarta UI Press.
Alamsyah, 2002. Faktor Prilaku Hidup Bersih Yang Mempengaruhi Diare Pada
Balita Di Kecamatan Bangkinan Barat, Bangkinang, Kampar Dan Tambang
Kabupaten Kampar. Tesis FKM UI.
Azwar, A., 1990. Pengantar ilmu kesehatan lingkungan. PT Mutiara sumber.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002. buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.
Departemen Kesehatan RI, 2000. Visi Indonesia Sehat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. statistic kesejahteraan rakyat survey social
ekonomi nasional 2004. pusat data dan informasi. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. pengenalan pemeriksaan kualitas bakteriologis
air dengan metode H2S. Ditjen PPM&PL. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2005. keputusan mentri kesehatan RI no :
1216/mankes/SK/XI/2001. tentang pedoman pemberantasan diare, Edisi 4,
Dirjen PPM&PL. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1992. Seminar Nasional Pemberantasan Diare, Ditjen
PPM dan PLP. Jakarta.
Durden, BL et al, 1987. A New Text Book of Microbial & Parasitic Infaction.
Hodder & Stoughaton Press. London.
Direktorat P2ML, 2005, Pemberantasan Penyakit Menular Langsung. Jakarta.
Enviromental Sanitation’s Journal, 2010. Pemeriksaan kualitas bakteriologis air.
Aksesdifile:///Referensi%20Utk%20Skripsi/E%20Coli%20%C2%AB%20Env
ironmental%20Sanitation%27s%20Journal.htm.
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 238 – 240, EGC, Jakarta.
Kumar et al, 2012. Prevalence and Characterization of Diarrheagenic Escherichia
coli Isolated from Adults and Children in Mangalore, India. Journal of
Laboratory Physicians / Jan-Jun 2012 / Vol-4 /.
Kusumaningrum, 2011, Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap Diare
Balita Di Kelurahan Gandus Palembang, FK UNSRI.
Kementrian Kesehatan RI, 2011, Situasi Diare Di Indonesia, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI, 2011. Buku pedoman pengendalian penyakit diare.
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.
Kementerian Kesehatan RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI, 2005.Tata laksana penderita diare. Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Kementrian Kesehatan RI, 2004. Buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan
kejadian luar biasa KLB, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan.
Karsinah, 1994. Batang Negatif Gram dalam buku Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta. Binarupa Aksara.
Munandar. 2001. Psikologi industry dan organisasi. UI Prees. jakarta .
Muhadi, 2008. Hubungan Kandungan E.coli pada Air Minum dengan Kejadian
Diare pada Balita di Kecamatan Koja Kota Jakarta Utara. (Tesis) FKM UI.
Musran, 2008, Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum
Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun
2008.(Tesis) FKM USU.
Notoatmodjo, 1993. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu prilaku kesehatan.
Andi offset. Yogyakarta.
Notoadmodjo, 1997. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta Planta,M, dkk.
Notoadmodjo, 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo, 2010. Promosi kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas
Air Minum.
Puskesmas Ciputat, 2012, Laporan Bulanan tiga Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat. Tangerang Selatan.
Rahayu, Kepti. Air Sumur Tercemar Bakteri Coli. Diakses tanggal 2 Juli 2013,
http://www.bernas.com
Rahmawaty, Diah, 2004. hubungan antara kualitas bakteriologis sumber air bersih,
prilaku, dan sarana sanitasi dengan kejadian diare pada pemulung sekitar
tempat pembuangan akhir sampah cipayung depok. (skripsi) FKM UI.
Rehidration Projeck, 1987. Water and Sanitation Health Basics : A Suplement to
Issue No 31. Dialogue on Diarrhea. http://healthlink.org.uk/
Sandra,Christyna. 2007. Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumen Air
Minum Isi Ulang Dengan Penyakit Diare, jurnal kesehatan lingkungan, vol.3,
no.2, januari 2007: 119 – 126.
Staf pengajar FK UI, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Sunoto, 1986. Penatalaksanaan diare secara nasional . Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Th XVII No. 08.
Sukanda, 2008. pengaruh kualitas bakteriologis E.coli air minum depot terhadap
kejadian diare pada bayi di kecamatan cimanggis kota depok. (tesis) FKM
UI.
Suhardiman, 2009. Hubungan E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada
balita di kota tangerang. (tesis) FKM UI
Sutoto, 1990. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Diare dalam Repelita V.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral PPM dan PLP
Tomasia, 2012. Hubungan E.coli pada depot air minum isi ulang dengan kejadian
diare pada balita di kecamatan dom aleixo kabupaten dili timor-leste.
(skripsi) FKM UI.
Utami, Tri, 2011, Demi Kesehatan, Buatlah Tangki Septik BioteK,
http://serpong.kompas.com/berita/detail/184/demi.kesehatan..buatlah.tangki
diakses tanggal 5 Januari 2013.
Utami, Widya, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan cuci
tangan dengan sabun pada masyarakat di desa cikoneng kecamatan ganeas
kabupaten sumedang. (tesis) FKM UI.
World Health Organization, 2005. Water-Related Disease. Akses di
http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/diarrhoea/en/index.html.
World Health Organization, 2009. Diarrhoea Disease. Akses di
http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs330/en/index.html.
Yuli, 2010. Buku Ajar Praktikum Mikrobiologi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yulisa. 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare. Skripsi. FKM
UNDIP.
Zakianis, 2003. Kualitas Bakteriologis Air Bersih Sebagai Faktor Resiko Terjadinya
Diare Pada Bayi Di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Tesis. FKM UI.
LAMPIRAN 1
Naskah Penjelasan untuk Mendapatkan Persetjuan Subjek
(Informed Cosent)
Bapak/ibu, saya Yudhi Suyudhi Jayadisastra, mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang dalam proses penyusunan skripsi,
skripsi saya berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN, DAN KANDUNGAN
BAKTERIOLOGIS E.COLI PADA AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIPUTAT”.
Kerahasian
Data-data yang diambil akan dipublikasikan secara terbatas namun tanpa menyebutkan
nama, alamat, nomor telepon, atau identitas penting lainnya yang dianggap rahasia. Oleh karena
itu, kerahasiaan sangat dijaga dalam penelitian ini.
Partisipasi Sukarela
Bapak/Ibu tidak akan dipaksa untuk ikut serta dalam penelitian ini bila tidak
menghendaki. Jika diawal Bapak/Ibu bersedia ikut dalam penelitian ini kemudian tiba-tiba
berubah pikiran untuk tidak mengikuti kelanjutan penelitian maka Bapak/Ibu berhak untuk tidak
berpartisipasi.
Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Formulir Informed Consent
(Ketersedian Mengikuti Penelitian)
Dengan ini saya,
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telp/ Hp :
Menyatakan bersedia mengikuti kegiatan penelitian ini dengan ketentuan apabila ada hal-hal
yang tidak berkenan pada Saya, maka Saya berhak mengajukan pengunduran diri dari kegiatan
penelitian ini.
Jakarta, 2013
Peneliti Responden
( Yudhi Suyudhi Jayadisastra ) ( )
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN, DAN KANDUNGAN BAKTERIOLOGI
E.Coli PADA AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE PADA KONSUMEN AIR
MINUM ISI ULANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT
Identitas Responden Kode
Nomor [ ]
Alamat
Telp:
Tempat/Tanggal Lahir
Hari/Tanggal wawancara
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada salah satu nomor jawaban yang sesuai
No. Identitas Jawaban Kode
A.1 Nama Lengkap
A.2 Usia Tahun [ ]
A.3 Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan [ ]
A.5 pendidikan 1. Tidak tamat
sekolah/tidak tamat
SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
5. Tamat Akademi/PT
[ ]
B. KEJADIAN DIARE
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai
C. PENGETAHUAN TENTANG DIARE
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai
No. Pertanyaan dan Jawaban
C.1 Apakah Bapak/Ibu/Sodara pernah mendengar tentang penyakit diare?
1. Ya
2. Tidak
C.2 Jika pernah apakah Bapak/Ibu/Sodara tahu apa yang di maksud dengan
penyakit diare ?
1.Muntah
2.Mencret
3.Muntah dan mencret
4.Tidak tahu
C.3 Apakah Bapak/Ibu/Sodara mengetahui penyebab penyakit diare ?
1.Ya
2.Tidak
C.4 Apa saja yang menyebabka diare ? (jawaban boleh lebih dari satu)
No.
Penyakit Ya Tidak Siapa yang
menderita (boleh
lebih dari satu)
Koding
B.1 Apakah Bapak/Ibu/Saudara
pernah mengalami
mencret/diare ? (diare
adalah buang air besar
lebih dari 3x sehari dengan
bentuk kotoran/tinja
lembek/cair
[ ]
B.2 Apakah dalam dua minggu
terakhir Bapak/Ibu/Saudara
mengalami mencret/diare ?
[ ]
1.Kuman penyakit
2.Tidak cuci tangan sebelum makan
3.Air yang kotor
4.Makanan yang kotor
5.Makanan yang mengandung penyakit
6.Lain-lain/tidak tahu
C.5 Menurut Bapak/Ibu/Sodara, diare dapat menular melalui apa saja ?
(jawaban boleh lebih dari satu)
1. Air
2. Udara
3. Makanan dan minuman
4. Susu sapi
5. Tidak tahu
C.6 Menurut Bapak/Ibu/Sodara berapa kali buang air besar sehari hingga
disebut penderita diare ?
1. 1-3 kali
2. Lebih dari 3 kali
3. Berapa kali asalkan tinjanya encer
4. Tidak tahu
C.7 Bagaimana cara mencegah diare ? (jawaban boleh lebih dari satu)
1. Selalu menjada kebersihan makanan dan minuman
2. Mencuci tangan sebelum makan
3. Mencuci tanga setelah buang air besar
4. Memasak air minum hingga mendidih
5. Lain-lain
6. Tidak tahu
C.8 Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare ?
1. Oralit
2. Pengganti oralit (larutan gula-garam, air tajin)
3. Obat anti diare
4. Lain-lain
D. Kebiasaan Memasak Air sebelum dikonsumsi
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai
No. pertanyaan koding
D.1 Apakah airnya dimasak terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai air minum ?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
E. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai
No. Pertanyaan Koding
E.1 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan
Pakai Sabun pada waktu Sebelum makan?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
E.2 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan
Pakai Sabun pada waktu Sebelum menyiapkan
makanan ?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
E.3 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan
Pakai Sabun pada waktu Setelah BAB ?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
E.4 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan
Pakai Sabun pada waktu Setelah menceboki
bayi/anak ?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
E.5 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan
Pakai Sabun pada waktu Setelah memegang hewan
?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
LAMPIRAN 2
A. Analisis Univariat
a. Gambaran Kejadian Diare
diare1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Diare 34 68.0 68.0 68.0
tidak diare 16 32.0 32.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
b. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Umur
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Umur 50 1.00 50.00 15.3800 13.77352
Valid N (listwise) 50
c. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Pendidikan
pendidikan1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang dari SMA 30 60.0 60.0 60.0
lebih dari SMA 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
d. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Jenis Kelamin
jeniskelamin1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki laki 21 42.0 42.0 42.0
Perempuan 29 58.0 58.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
e. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Pengetahuan
pengetahuan1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 28 56.0 56.0 56.0
baik 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
f. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Kebiasaan Memasak Air
masakair1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 35 70.0 70.0 70.0
ya 15 30.0 30.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
g. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai
Sabun
cucitangan1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak 22 44.0 44.0 44.0
ya 28 56.0 56.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
h. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli
ecoli1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak memenuhi syarat 16 32.0 32.0 32.0
memenuhi syarat 34 68.0 68.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
B. Analisis Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare
pengetahuan1 * diare1 Crosstabulation
diare1
Total diare tidak diare
pengetahuan1 kurang Count 25 3 28
% within pengetahuan1 89.3% 10.7% 100.0%
% within diare1 73.5% 18.8% 56.0%
baik Count 9 13 22
% within pengetahuan1 40.9% 59.1% 100.0%
% within diare1 26.5% 81.2% 44.0%
Total Count 34 16 50
% within pengetahuan1 68.0% 32.0% 100.0%
% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 13.250a 1 .000
Continuity Correctionb 11.120 1 .001
Likelihood Ratio 13.852 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 12.985 1 .000
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,04.
b. Computed only for a 2x2 table
b. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare
masakair1 * diare1 Crosstabulation
diare1
Total diare tidak diare
masakair1 tidak Count 29 6 35
% within masakair1 82.9% 17.1% 100.0%
% within diare1 85.3% 37.5% 70.0%
ya Count 5 10 15
% within masakair1 33.3% 66.7% 100.0%
% within diare1 14.7% 62.5% 30.0%
Total Count 34 16 50
% within masakair1 68.0% 32.0% 100.0%
% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.835a 1 .001
Continuity Correctionb 9.668 1 .002
Likelihood Ratio 11.521 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 11.598 1 .001
N of Valid Casesb 50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,80.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Hubungan Mencuci Tangan pakai Sabun dengan Kejadian Diare
cucitangan1 * diare1 Crosstabulation
diare1
Total diare tidak diare
cucitangan1 tidak Count 21 1 22
% within cucitangan1 95.5% 4.5% 100.0%
% within diare1 61.8% 6.2% 44.0%
ya Count 13 15 28
% within cucitangan1 46.4% 53.6% 100.0%
% within diare1 38.2% 93.8% 56.0%
Total Count 34 16 50
% within cucitangan1 68.0% 32.0% 100.0%
% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 13.608a 1 .000
Continuity Correctionb 11.449 1 .001
Likelihood Ratio 15.878 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.336 1 .000
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,04.
b. Computed only for a 2x2 table
d. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dengan Kejadian Diare
ecoli1 * diare1 Crosstabulation
diare1
Total diare tidak diare
ecoli1 tidak memenuhi syarat Count 15 1 16
% within ecoli1 93.8% 6.2% 100.0%
% within diare1 44.1% 6.2% 32.0%
memenuhi syarat Count 19 15 34
% within ecoli1 55.9% 44.1% 100.0%
% within diare1 55.9% 93.8% 68.0%
Total Count 34 16 50
% within ecoli1 68.0% 32.0% 100.0%
% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.170a 1 .007
Continuity Correctionb 5.535 1 .019
Likelihood Ratio 8.543 1 .003
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear Association 7.026 1 .008
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12.
b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI