1
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI KERJA, DISIPLIN
KERJA DAN SARANAN PENUNJANG DENGAN KINERJA
TENAGA PERAWAT PUSKESMAS LASALEPA
NURHAYATI
912312906105.163
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat.
Karena itu semua Negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-
baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok
ataupun masyarakat (Apnamulsah Obisurtu, 2008).
Dewasa ini semakin disadari bahwa aset dalam menjalankan roda organisasi adalah
manusia. Manusia merupakan unsur terpenting, hal ini dapat dipahami karena manusia
menduduki posisi sentral dan tidak dapat digantikan peranannya sebagai pemikir yang
rasional dalam mengelola, menggerakkan dan mengendalikan segenap sumber daya lainnya.
Sekalipun tidak dapat disanggah bahwa alat produksi lainnya seperti modal, sarana kerja,
bahan baku metode kerja tetap diperlukan serta mempunyai arti penting. Oleh karena itu
pemeliharaan hubungan yang kontinyu dan serasi dengan karyawan dalam setiap organisasi
menjadi sangat penting (Robbins, 2001).
Rendahnya cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas antara lain di sebabkan oleh
kinerja perawat yang belum optimal. Hal ini terjadi sebagai akibat dari rendahnya motivasi
kerja, disiplin tenaga perawat, pengetahuan perawat tentang proses keperawatan dan sarana
penunjang Puskesmas. Keempat hal ini sangat berperan dalam meningkatkan efektivitas dan
1
3
efisiensi dari organisasi didalam menjalankan kegiatan dan pekerjaan yang telah di
rencanakan dan diprogramkan (Apnamulsah Obisurtu, 2008).
Heidjrachman dan Husnan (2002) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap perseorangan
dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah” dan berinisiatif
untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”.
Menurut Achterbergh & Vriens (2002) pengetahuan memiliki dua fungsi utama, pertama
sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal, mempersepsikan dan
menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan keputusan tindakan yang
dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam mengambil tindakan yang perlu adalah
menjadi latar belakang dalam mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin
dapat dilakukan, memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan
mengimplementasikan pilihan tersebut. Sehingga pengetahuan tentang tindakan keperawatan
bagi seorang perawat sangatlah penting sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar.
Puskesmas adalah unit organisasi fungsional di bidang pelayanan kesehatan dasar, yang
berfungsi sebagai (1) pusat pembangunan kesehatan, (2) pembina peran serta masyarakat dan
(3) pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, yang sesuai dengan konsepnya
bahwa Puskesmas bertanggung jawab atas wilayah kerja yang ditetapkan (Depkes RI, 2010).
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, melindungi kesehatan masyarakat
dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar
4
terwujud derajat kesehatan setinggi-tingginya. Dengan demikian maka Puskesmas adalah
benar-benar sebagai wadah yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat secara
menyeluruh dan terpadu (Depkes RI, 2010).
Menurut Departemen Kesehatan RI. tahun 2007, jumlah sumber daya manusia kesehatan
belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi
dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah
penduduk 1 : 5.000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru dengan rasio
terhadap jumlah penduduk 1 : 2850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan
baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1 : 2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan
oleh jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas (Anonim, 2004).
Penyebaran tenaga kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun 1992
telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem Pegawai Tidak
Tetap (PTT). Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84
dibanding dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur =0,26 dan Papua = 0,12 (Anonim, 2004).
Motivasi kerja/karyawan terkait erat dengan ada tidaknya perhatian dan komitmen para
pengambil kebijakan dalam organisasi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan, baik
yang sifatnya materil maupun non materil. Dalam konteks pemikiran demikian, maka
kepentingan organisasi haruslah searah dengan kepentingan karyawan agar nantinya
menciptakan prestasi kerja yaitu produktivitas kerja yang maksimal (Robbins, 2001).
Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum optimal. Menurut Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 ditemukan 23,2% masyarakat yang
bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap
5
pelayanan rawat jalan yang diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau
tersebut (Anonim, 2004).
Di Kabupaten Muna pengolahan data disetiap Puskesmas terlambat dalam memberikan
atau mengirim laporan kegiatan masing-masing program, dan begitu pula data profil yang
belum terisi atau terakses baik lintas program maupun lintas sektor, prestasi kerja suatu
Puskesmas dapat diketahui dengan melihat output yaitu pencapaian program-program
kesehatan yang tidak sesuai target yang ditentukan. Jumlah kehadiran juga dan kedisiplinan
sangat penting, mengingat kehadiran dan kedisiplinan kerja merupakan tanggung jawab
masing-masing petugas sebagai indikator dalam meningkatkan prestasi kerja untuk mencapai
tujuan organisasi. Hal pengamatan juga menunjukan, bahwa di Puskesmas pada jam kerja ada
sebagian petugas yang tidak berada diruangan kerjanya khususnya perawat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul : Hubungan Pengetahuan, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Saranan Penunjang
Dengan Kinerja Tenaga Perawat Puskesmas Lasalepa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian yakni :
1. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan kinerja perawat di Puskesmas Lasalepa ?
2. Apakah ada hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas Lasalepa ?
3. Apakah ada hubungan disiplin kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas Lasalepa ?
4. Apakah ada hubungan motivasi sarana penunjang dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa ?
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi kerja, disiplin kerja dan sarana
penunjang dengan kinerja perawat di Puskesmas Lasalepa.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa ?
b. Untuk mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa ?
c. Untuk mengetahui hubungan disiplin kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa ?
d. Untuk mengetahui hubungan motivasi sarana penunjang dengan kinerja perawat di
Puskesmas Lasalepa ?
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas dalam upaya meningkatkan kinerja perawat di
Puskesmas Lasalepa
2. Bagi Tenaga Perawat
Sebagai bahan acuan untuk meningkatkan kinerja tenaga perawat di Puskesmas Lasalepa
3. Bagi Pendidikan
Sebagai sumbangan ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
informasi yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
1. Defenisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki
oleh seseorang yang diperoleh dari pengalaman, latihan, atau melalui proses belajar.
Dalam proses belajar seseorang hanya ditentukan memiliki kemampuan membaca,
menulis dan berhitung. Seseorang dituntut memiliki kemampuan memecahkan masalah,
mengambil keputusan, kemampuan beradaptasi, kreatif dan inovatif, dari kemampuan
tersebut sangat diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Pengetahuan merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah namun sangat
penting karena dapat membentuk prilaku seseorang (Bloom cit Notoatmodjo, 2007).
a. Tingkat Pengetahuan
Ada enam tingkatan pengetahuan menurut Bloom cit Notoatmodjo (2007) yang
dicakup dalam domain kognitif, yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
6
8
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek
yang dipelajari.
3) Menerapkan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
9
meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang ada.
b. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengatahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2007).
Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif
misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan
ganda (multiple choices), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan
essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan
faktor subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai yang
satu dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya (Setiadi,
2007).
Pertanyaan pilihan ganda, betul-salah, menjodohkan disebut pertanyaan
objektif, karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya
tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari penilai. Pertanyaan objektif khususnya
pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan karena lebih
mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan
10
lebih cepat. Pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum yaitu pertanyaan subjektif dari peneliti. Proses seseorang menghadapi
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru, di dalam diri seseorang
terjadi proses berurutan yakni : Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa
tertarik) terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu subjek mulai
mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya
terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).
B. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja
1. Definisi
Motif adalah rangsangan, dorongan, dan aataupun pembangkit tenaga yang
dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan prilaku tertentu. Sedangkan
yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan,
dorongan dan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun sekelompok
masyarakat tersebut nau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu
yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Motivasi hanya akan berhasil sempurna jika antara lain dapat diselaraskan tujuan
yang dimiliki oleh organisasi dengan tujuan yang dimiliki oleh orang perorang dan
ataupun sekelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi tersebut (Azwar,
1996). Dengan demikian langkah pertama yang perlu dilakukan ialah mengenal tujuan
yang dimiliki oleh orang perorang dan ataupun sekelompok masyarakat untuk
kemudian di upayakan memadukannya dengan tujuan organisasi.
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri sesorang secara sadar ataupun
tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu (KBBI, 2005).
11
Sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakan diri karyawan untuk lebih
terarah dalam mencapai tujuan organisasi/ujuan kerja (Mangkunegara, 2000 dalam
Nursalam, 2002).
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan,
dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil
yang optimal (Hasibuan, 2005). Motivasi semakin penting karena manajer membagikan
pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada
tujuan yang diinginkannya.
Motivasi kerja ialah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara prilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja
(Mangkunegara, 2000 dalam Nursalam, 2007). Terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja perawat yaitu :
a. Prinsip partisipatif
Perawat perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan
yang akan dicapai oleh pemimpin.
b. Prisip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas.
c. Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan.
d. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan
untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekaryaan yang
12
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
e. Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan
pemimpin.
2. Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan
atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan
sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.
Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula
bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan. Setiap orang yang akan memberikan
motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan,
kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi.
3. Teori-teori Motivasi
a. Hirarki Kebutuhan Maslow
Pada awal publikasinya, Maslow mengatakan bahwa kebutuhan seseorang dapat di
susun kedalam pola hirarki. Kebutuhan yang dimaksud diasumsikan untuk
menjalankan keinginan khusus, kebutuhan tingkat rendah berpotensi untuk
mengontrol prilaku sampai kebutuhan-kebutuhan tersebut terpuaskan dan kemudian
kebutuhan tingkat lebih tinggi bertanggung jawab menggerakan dan mengarahkan
prilaku.
1) Kebutuhan Dasar / Fisiologis
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis ialah kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia seperti sandang, pangan dan perumahan. Berbagai kebutuhan
13
fisiologis itu berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi. Kebutuhan
itu bersifat universal, tidak mengenal batas geografis, tingkat pendidikan, status
sosial, profesi dan faktor lainya yang menunjukan keberadaan seseorang.
Meningkatnya kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhan
tersebut cenderung mengakibatkan terjadinya pergeseran pendekatan
pemuasannya dari pendekatan yang sifatnya kuantitatif menjadi pendekatan
kualitatif.
Manajer dalam dalam organisasi perlu menyadari hal tersebut. Artinya
merupakan hal yang wajar apabila para pekerja berkeinginan untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi yang pada giliranya memungkinkanya
memuaskan berbagai kebutuhan fisiologisnya dengan menggabungkan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus (Siagian, 1995).
2) Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti
keamanan fisik, meskipun hal ini aspek yang sangat penting, akan tetapi juga
keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan
seseorang.
Perlakuan yang adil dan manusiawi akan memelihara keseimbangan kejiwaan
seseorang. Peran ikatan pekerja atau profesi sangat diharapkan agar membantu
mencapai perlakuan yang adil. Keamanan juga menyangkut security of tenure,
artinya terdapat jaminan masa kerja, bahwa seseorang tidak akan mengalami
pemutusan hubungan kerja selama yang bersangkutan menunjukan prestasi kerja
yang memuaskan dan tidak melakukan berbagai tindakan yang sangat merugikan
organisasi (Siagian, 1995 ).
3) Kebutuhan Sosial
14
Karena manusia adalah mahluk sosial, kebutuhan afiliasi timbul secara naluri
karena sifatnya yang naluriah, kebutuhan ini timbul sejak seseorang dilahirkan
yang terus bertumbuh dan berkembang dalam pelajaran hidupnya. Juga karena
sifatnya yang naluriah, keinginan memuaskanya pun berada pada intensitas yang
tinggi karena itulah terdapat kecendrungan orang untuk memasuki berbagai
kelompok yang diharapkan dapat digunakan sebagai wahana pemuasannya
(Siagian,1995).
4) Kebutuhan Penghargaan
Salah satu ciri manusia ialah bahwa ia mempunyai harga diri. Karena itu semua
orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain.
Keberadan dan setatus sesering mungkin biasanya tercermin dari berbagai
lambang baik gelar jabatan, yang penggunaanya sering di pandang sebagai hak
seseorang di dalam dan di luar organisasi .
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri
Merupakan titik komulasi dari keseluruhan tingkat kebutuhan manusia.
Aktualisasi diri berhubungan dengan konsep diri. Pengaruhnya, aktualisasi diri
adalah motivasi seseorang untuk mentransformasikan persepsi dirinya kedalam
realita.
b. Teori Herzberg
Pendapat yang dewasa ini dikalangan para ilmuwan yang mendapat teori motivasi
mengatakan bahwa berbagai kebutuhan manusia ini merupakan rangkaian, bukan
hirarki. Artinya dengan sekali lagi menggunakan klasifikasi Maslow, sambil
memuaskan kebutuhan fisiologis, seseorang butuh keamanan, ingin dikasihi oleh
orang lain, mau dihormati dan akan sangat gembira apabila potensi yang masih
terpendam dalam dirinya dikembangkan (Siagian, 1995).
15
Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu
(Hasibuan, 2005) :
1) Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan maintenance
factors. Maintenance factors (faktor pemeliharaan) berhubungan dengan hakikat
manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.
2) Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan
ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang
apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakan tingkat motivasi yang kuat,
yang dapat meningkatkan prestasi kerja yang baik.
4. Indikator Motivasi Kerja
a. Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah suatu konsep yang menujukan adanya kaitan antara hasil
kerja dengan satuan waktu yang di butuhkan untuk menghasilkan produk.
Seseorang tenaga kerja dikatakan produktif jika mereka mampu menghasilkan
output yang lebih banyak dari tenaga kerja lain untuk satuan waktu yang sama. Jadi
bila seorang karyawan mampu menghasilkan produk sesuai dengan standar yang
telah ditentukan, maka karyawan tersebut menunjukan tingkat produktifitas yang
lebih baik atau lebih tinggi.
b. Semangat Kerja
Semangat kerja adalah terdapatnya perasaan yang memungkinkan seseorang
bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik (Hasley, 1965).
Sedangkan (Devis, 1962), menjelaskan bahwa semangat kerja merupakan sikap
individu atau kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan kerja sama dengan
orang lain yang secara maksimal sesuai dengan kepentingan utama/pokok bagi
perusahaan. (Plippo, 1994) mengemukakan bahwa, semangat kerja yang baik
16
ditandai dengan gairah karyawan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perintah
dan peraturan serta kemauan kerjasama dengan karyawan lain dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
c. Disiplin Kerja
Secara umum disiplin adalah ketaatan kepada hukum dan peraturan yang berlaku.
Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam
suatu organisasi tunduk pada peraturan yang telah ada dengan senang hati
(Taufiq,1987). Disiplin juga berkaitan erat denga sanksi yang perlu dijatuhkan
kepada pihak yang melanggar. Sedangkan Hornby mengemukakan bahwa, disiplin
adalah pelatihan, khususnya pelatihan pemikiran dan sikap untuk menghasilkan
pengendalian diri, kebiasaan-kebiasaan untuk mentaati peraturan yang berlaku
(Syaidam, 2000). Dengan demikian disiplin alat yang dapat dijadikan sebagai
pengendalian diri, dan dapat dijadikan salah satu indikator berpengaruh terhadap
motivasi kerja perawat.
d. Prestasi Kerja
Kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat meningkatkan prestasi kerja
yang baik (Hasibuan, 2005).
Dengan demikian prestasi kerja merupakan kemampuan atau kompetensi dari
perawat dalam bekerja, penerimaan atau tugas, tanggungjawab dan perannya sebagai
perawat, serta hasil karyanya dalam bekerja dalam pencapaian tujuan organisasi.
Penilaian prestasi kerja perawat, dapat dilihat dari deskripsi tugas setiap perawat dan
tanggungjawab yang harus diembannya. Sedangkan tolak ukur yang digunakan untuk
mengukur prestasi tersebut adalah standar praktek keperawatan yang meliputi standar
asuhan keperawatan dan standar oprasional prosedur keperawatan.
17
5. Upaya Peningkatan Motivasi Kerja
Bertitik tolak dari teori Maslow jelas terlihat bahwa para manajer suatu
organisasi, terutama para manajer puncak harus selalu berusaha memuaskan
berbagai jenis kebutuhan para bawahannya. Salah satu cara yang dikenal untuk
memuaskan kebutuhan para bawahan itu adalah dengan menggunakan teknik
motivasi yang tepat. Teknik motivasi yang efektif ialah teknik yang ditunjukan
kepada dan disesuaikan dengan kebutuhan individual. Sasarannya ialah bahwa
dengan demikian manajer yang bersangkutan akan lebih mampu meyakinkan para
bawahannya bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan-tujuan pribadi para
bawahan itu akan ikut tercapai pula dan berbagai kebutuhannya akan tercapai sesuai
dengan persepsi bawahan yang bersangkutan. Artinya, dengan demikian dalam diri
para bawahan itu terdapat keyakinan bahwa terdapat sinkronisasi antara tujuan
pribadinya dengan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.
6. Asas-asas Motivasi
Asas-asas motivasi ini mencakup asas mengikutsertakan, komunikasi, pengakuan,
wewenang yang didelegasikan, dan perhatian timbale balik (Hasibuan, 2005) yaitu :
a. Asas Mengikutsertakan
Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi
dalam proses pengambilan keputusan (Hasibuan, 2005). Dengan cara ini, bawahan
merasa ikut bertanggungjawab atas tercapainya tujuan sehingga moral dan gairah
kerjanya akan meningkat.
b. Asas Komunikasi
Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang
ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi (Hasibuan, 2005).
18
Dengan asas komunikasi, motivasi bawahan akan meningkat. Sebab semakin banyak
seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya
terhadap hal tersebut.
c. Asas Pengakuan
Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat
serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya (Hasibuan, 2005).
Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus mendapat
pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya.
d. Asas Wewenang yang Didelegasikan
Yang di maksud asas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan
sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan
berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas dari atasan atau manajer (Hasibuan,
2005).
e. Asas Perhatian Timbal Balik
Asas perhatian timbale balik adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan
keinginan atau harapan perusahaan disamping berusaha memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan (Hasibuan, 2005).
7. Proses Motivasi
Motivasi terdiri dari elemen-elemen yang saling berinteraksi dan bersifat
interdependen:
a. Need : Kebutuhan tercipta manakala terjadi ketidakseimbangan fisik maupun
psikologis. Kebutuhan psikologis terkadang tidak timbul akibat ketidakseimbangan.
b. Driver : Dorongan atau motif timbul untuk mengurangi kebutuhan. Dorongan baik
fisiologis maupun psikologis berorientasi pada tindakan dan menyiapkan energi
pendorong untuk mencapai tujuan (incentives).
19
c. Incentives / goal : Segala sesuatu yang akan mengurangi kebutuhan dan menurunkan
dorongan tindakan. Dengan demikian pencapaian tujuan akan mengembalikan
keseimbangan fisiologis dan psikologis dan menurunkan bahkan menghentikan
dorongan.
8. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Motivasi
Faktor yang berpengaruh terhadap motivasi adalah (Widayatun, 1999) :
a. Faktor pisik & proses mental
b. Faktor hereditas, lingkungan
c. Faktor intrinsik seseorang
d. Fasilitas (sarana & prasarana)
e. Sikon
f. Program dan aktifitas
g. Media
9. Cara Meningkatkan Motivasi
Cara meningkatkan motivasi adalah (Widayatun, 1999) :
a. Dengan teknik verbal
1) Berbicara untuk membangkitkan semangat
2) Pendekatan pribadi
3) Diskusi dan sebagainya
b. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)
c. Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada
d. Supertisi (kepercayaan akan sesuatu secara logis, namun membawa keberuntungan)
e. Citra/image yaitu dengan immagenasi atau data khayal yang tinggi maka individu
termotivasi.
20
10. Bentuk-Bentuk Motivasi
Bentuk-bentuk motivasi (Widayatun, 1999):
a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datangnya dari dalam diri individu itu
sendiri.
b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya dari luar individu.
c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya
serentak serta menghentak dasn cepat sekali munculnya pada prilaku aktifitas
seseorang.
d. Motivasi yang berhubungan dengan idiologi politik, ekonomi, sosial dan budaya
(Ipoleksosbud) dan hankam yang sering menonjol adalah motivasi sosial karena
individu itu adalah mahluk sosial.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa motivasi mempunyai
beberapa karakteristik, yaitu :
a. Enegizing
Motivasi merupakan tenaga yang menggerakan (mobilizes) prilaku manusia
b. Directing
Motivasi memberikan arah prilaku manusia menuju pencapaian tujuannya.
c. Sustaining
Menjelaskan bagaimana prilaku tersebut di pertahankan dari waktu ke waktu,
melibatkan kekuatan lingkungan dalam memberikan umpan balik terhadap individu.
C. Tinjauan Umum Tentang Kedisiplinan
1. Defenisi
Menurut Davis (2002) Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti
belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan.
Sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.
21
Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada
pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan
mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.
Menurut Davis (2002) “Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan
semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah
pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku
pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan
prestasi yang lebih baik”
Heidjrachman dan Husnan, (2002) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap
perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah”
dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada
perintah”. Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya
manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya
Manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi
prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan, yang baik, sulit bagi
organisasi perusahaan mencapai basil yang optimal.
2. Nilai-Nilai Dalam Disiplin Kerja
Menurut Handoko, (2001) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dipakai,
sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisiplinan kerja karyawan, yaitu ketepatan waktu,
kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap
peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja. Robbins (2001)
mengemukakan tipe permasalahan dalam kedisiplinan, antara lain kehadiran, perilaku
dalam bekerja (dalam lingkungan kerja), ketidak jujuran, dan aktivitas di luar
lingkungan kerja.
22
Gibson (2001) mengemukakan beberapa perilaku karyawan tidak disiplin yang
dapat dihukum adalah keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, mencuri,
tidur ketika bekerja, berkelahi, mengancam pimpinan, mengulangi prestasi buruk,
melanggar aturan dan kebijaksanaan keselamatan kerja, pembangkangan perintah,
memperlakukan pelanggaran secara tidak wajar, memperlambat pekerjaan, menolak
kerja sama dengan rekan, menolak kerja lembur, memiliki dan menggunakan obat-
obatan ketika bekerja, merusak peralatan, menggunakan bahasa atau kata-kata kotor,
pemogoan secara ilegal.
Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif
organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap
semua aturan yang berlaku di dalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap,
perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak
ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya. Untuk menciptakan disiplin kerja
dalam organisasi atau perusahaan dibutuhkan adanya tata tertib atau peraturan yang
jelas, penjabaran tugas dari wewenang yang cukup jelas dan tata kerja yang sederhana,
dan mudah diketahui oleh setiap anggota dalam organisasi (Robbins, 2001)
3. Faktor-Faktor Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku. Pembentukan perilaku jika
dilihat dari formula Kurt Lewin adalah interaksi antara faktor kepribadian dan faktor
lingkungan (situasional).
a. Faktor Kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut.
Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang
menjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan
masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di
23
tempat kerja. Sistem nilai akan terlihat dari sikap seseorang. Sikap diharapkan akan
tercermin dalam perilaku. menurut Brigham (2000), perubahan sikap ke dalam
perilaku terdapat tiga tingkatan yaitu :
1) Disiplin karena kepatuhan
Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas dasar perasaan takut.
Disiplin kerja dalam tingkat ini dilakukan semata untuk mendapatkan reaksi
positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, jika
pengawas tidak ada di tempat disiplin kerja tidak tampak.
2) Disiplin karena identifikasi
Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah adanya perasaan
kekaguman atau penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik
adalah figur yang dihormati, dihargai, dan sebagai pusat identifikasi. Karyawan
yang menunjukkan disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan disebabkan
karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan pada
atasannya. Karyawan merasa tidak enak jika tidak mentaati peraturan.
Penghormatan dan penghargaan karyawan pada pemimpin dapat disebabkan
karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas profesional
yang tinggi di bidangnya. Jika pusat identifikasi ini tidak ada maka disiplin
kerja akan menurun, pelanggaran meningkat frekuensinya.
3) Disiplin karena internalisasi
Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai
pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang
dikategorikan telah mempunyai disiplin diri.
24
b. Faktor Lingkungan
Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses
belajar yang terus-menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif maka
pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip
konsisten, adil bersikap positif, dan terbuka. Konsisten adalah memperlakukan
aturan secara konsisten dari waktu ke waktu. Sekali aturan yang telah disepakati
dilanggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah
memperlakukan seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan. Bersikap
positif dalam hal ini adalah setiap pelanggaran yang dibuat seharusnya dicari fakta
dan dibuktikan terlebih dulu, selama fakta dan bukti belum ditemukan, tidak ada
alasan bagi pemimpin untuk menerapkan tindakan disiplin. Dengan bersikap
positif, diharapkan pemimpin dapat mengambil tindakan secara tenang, sadar, dan
tidak emosional. Upaya menanamkan disiplin pada dasarnya adalah menanamkan
nilai-nilai dan komunikasi terbuka adalah kuncinya. Dalam hal ini transparansi
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk di dalamnya sangsi
dan hadiah apabila karyawan memerlukan konsultasi terutama bila aturan-aturan
dirasakan tidak memuaskan karyawan.
4. Proses Pendisiplinan
Pendisiplinan merupakan suatu proses tindakan, yang berusaha untuk menegakkan
standar organisasi dan peraturan, termasuk sejumlah langkah untuk membina karyawan
sedemikian rupa, sehingga memiliki sikap yang layak terhadap pekerjaan. Menurut
Timpe (2000), disiplin merupakan tanggung jawab manajemen yang mungkin paling
tidak disukai. Kunci untuk mengetahui kapan harus menegakkan disiplin terletak pada
penentuan jenis masalah prestasi kerja karyawan yang dapat ditangani dengan disiplin.
25
Dengan demikian pada gilirannya proses ini diharapkan dapat memudahkan proses
pencapaian tujuan organisasi.
Disiplin kerja selain dipengaruhi faktor lingkungan kerja juga dipengaruhi oleh
faktor kepribadian, maka ketidakadilan salah satu faktor akan menyebabkan
pelanggaran aturan. Jika salah satu karyawan melanggar maka perlu dilakukan upaya-
upaya tindakan pendisiplinan agar prinsip-prinsip sosialisasi disiplin seperti adil dapat
dipertahankan. Berdasarkan berbagai pengalaman dan pengamatan di organisasi,
pelanggaran terhadap aturan-aturan terjadi sepanjang masa adalah fenomena yang tidak
dapat dipungkiri. Peraturan yang dibuat agar dapat berfungsi secara efisien dan efektif
perlu ditegakkan dengan cara melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pendisiplinan
karyawan. Tindakan pendisiplinan dilakukan dalam rangka pembinaan dan bukannya
penghukuman. Menurut Handoko (2001), kegiatan pendisiplinan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu preventif dan korektif.
a. Preventif
Preventive discipline merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para
pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga
pelanggaran tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mempertinggi kesadaran pekerja
tentang kebijaksanaan dan peraturan pengalaman kerjanya. Sasaran pokoknya
adalah untuk mendorong disiplin diri, diantara para karyawan. Manajemen
mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif,
dimana berbagai standar diketahui dan dipahami. Bila karyawan tidak mengetahui
standar-standar apa yang harus dicapai, mereka cenderung salah arah. Selain itu
mereka juga perlu mengetahui alasan-alasan yang melatar belakangi suatu standar
agar mereka dapat memahaminya.
26
b. Disiplin Korektif
Corrective discipline merupakan suatu tindakan yang mengikuti pelanggaran dari
aturan-aturan, hal tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut
sehingga diharapkan untuk perilaku dimasa mendatang dapat mematuhi norma-
norma peraturan. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman yang
disebut sebagai tindakan pendisiplinan. Sebagai contoh peringatan atau scoring.
Tujuan tindakan pendisiplinan hendaknya positif, mendidik dan memperbaiki, bukan
tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud
pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan dimasa yang akan datang, bukan
menghukum kegiatan dimasa lalu.
Pendekatan negatif yang bersifat menghukum, biasanya mempunyai berbagai
pengaruh sampingan yang merugikan, seperti hubungan emosional terganggu,
absensi meningkat, apatis, kelesuan dan ketakutan. Maka secara singkat dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa tujuan pendisiplinan antara lain adalah : 1) untuk
memperbaiki pelanggar; 2) untuk menghalangi para karyawan lain melakukan
kegiatan-kegiatan serupa dan 3) untuk menjaga berbagai standar kelompok agar
tetap konsisten dan efektif. Pada disiplin korektif ada istilah “kompor panas” yang
bisa digunakan, maksudnya bahwa tindakan pendisiplinan hendaknya mempunyai
karakter yang sama, seperti hukuman yang diterima seseorang karena menyentuh
kompor panas.
Disiplin hendaknya dilakukan dengan peringatan segera, konsisten dan tidak bersifat
pribadi. Selain itu para manajer hendaknya mempertimbangkan perasaan karyawan
dalam tindakan pendisiplinan, yaitu melalui pelaksanaan disiplin secara pribadi,
bukan didepan orang banyak atau para karyawan lain. Selain dua tipe pendisiplinan
27
di atas ada satu lagi pendisiplinan yang lebih progresif yang disebut sebagai “disiplin
progresif”.
c. Disipline Progresif
Disiplin progresif adalah memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang berulang dengan tujuan memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif, sebelum hukuman-hukuman
yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen
untuk membantu karyawan agar memperbaiki kesalahan, yang prosedurnya
dilakukan sebagai berikut:
1) Peringatan lisan
Langkah ini dilakukan, dengan menjelaskan tentang apa yang sudah dilanggar
dan apa yang harus dilakukan. Pernyataan seharusnya bersifat khusus dan
dikaitkan dengan peraturan-peraturan yang telah dilanggar, atau suatu pedoman
yang tidak dapat dicapai oleh karyawan. Selain itu, teguran/peringatan tersebut,
juga menunjukkan bukti-bukti yang harus dilakukan bila mungkin. Sebaiknya
dibuat catatan-catatan tentang peringatan ini.
2) Peringatan tertulis
Tindakan ini ditempuh, jika prestasi atau perilaku tidak membaik, setelah
diberikan teguran secara lisan. Disini kembali diberikan penegasan mengenai
pokok-pokok permasalahan, yang dikaitkan dengan peraturan-peraturan yang
dicapai dan mengingatkan karyawan, tentang teguran lisan yang telah diberikan.
Teguran tertulis dalam bentuk surat dan jika tidak ada perbaikan juga, maka
diberikan batas waktu, yang diharapkan untuk melakukan suatu tindakan
perbaikan.
3) Peringatan terakhir
28
Tindakan ini diambil, jika surat teguran atau peringatan tertulis tidak berhasil
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam surat ini menyatakan akibat
yang akan timbul, jika masalahnya berkelanjutan dan memberikan peringatan
tindakan-tindakan disiplin yang akan diambil, seperti penurunan jabatan atau
bahkan pemecatan, bila masalahnya tidak bisa diatasi.
5. Konsep Disiplin Kerja dalam Manajemen Keperawatan
Para Perawat dituntut untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya lebih profesional, yang berarti perawat yang mempunyai pandangan untuk
selalu berfikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan
penuh dedikasi. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan dan ditumbuhkan kesadaran
juga kemampuan kerja yang tinggi. Dalam menjalankan aktifitas sebagai seorang
perawat bertanggung jawab untuk menjalankan kegiatannya sesuai standar
keperawatan. Suatu tindakan perawat yang tidak disiplin akan menimbulkan kelalaian
atau malpraktik, dan dapat dituntut di pengadilan.
D. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas
1. Definisi Puskesmas
Puseksmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pengertian puskesmas yang akan diketengahkan disini menunjukkan adanya perubahan
yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kesehatan dewasa ini,
diantaranya
a. Dr. Azrul Azwar, MPH (1980)
Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi
fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada
29
masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha
kesehatan pokok.
b. Departemen Kesehatan RI (1981)
Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terintegrasi kepada masyarkat diwilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha
kesehatan pokok
c. Departemen Kesehatan RI (1987)
1) Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi
mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyrakat dalam bentuk
kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu diwilayah kerjanya
2) Puskesmas adalah suatu unit organisasi yang secara porfesional melakukan
upaya pelayanan kesehatan pokok yang menggunakan peran serta masyarakat
secara aktif untuk dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyrakat di wilayah kerjanya.
d. Departemen Kesehatan RI (1991)
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
2. Tujuan, Fungsi dan Peran Puskesmas
a. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
30
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan “Indonesia sehat 2010”
b. Fungsi Puskesmas
Ada 3 fungsi puskesmas, yaitu :
1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan puskesmas selalu
berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembanguan lintas
sector termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
2) Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan
terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaan, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh ,
terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tanggung jawab puskesmas adalah :
a) Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayananan kesehatan perorangan adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
pribadi dengan tujuan umum menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
penegahan penyakit.
b) Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
public dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
31
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan:
Proses dalam melaksanakan fungsinya dilakukan dengan cara :
1) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
2) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3) Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut
tidak menimbulkan ketergantungan.
4) Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
5) Bekerja sama dengan sector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanankan
program puskesmas
c. Peran Puskesmas
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan
kedudukan puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan
kesehatan terdepan di Indonesia, maka puskesmas kecualai bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan pelyanan kedokteran.
3. Visi dan Misi Puskesmas
a. Visi Puskesmas
Visi Puskesmas adalah mewujudkan “Kecamatan Sehat” menuju terwujudnya
“Indonesia Sehat” adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
32
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indikator utama “Kecamatan Sehat” adalah sebagai berikut:
1) Lingkungan sehat
2) Perilaku sehat
3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4) Derajat kesehatan yang optimal bagi penduduk kecamatan
b. Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Empat misi Puskesmas adalah
sebagai berikut:
1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya agar memerhatikan aspek kesehatan, yaitu
pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan,
setidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. Pengembangan
perumahan untuk keluarga yang dilaksanakan oleh pengembang atau individu
sebaiknya melibatkan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan akan memberikan
masukan berkaitan dengan terciptanya rumah yang sehat sehingga keluarga yang
tinggal di rumah tersebut sehat.
2) Mendorong kemandirian untuk hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya mempunyai kemampuan di bidang
33
kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju
kemandirian untuk hidup sehat.
3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang memenuhi standar dan memuaskan masyarakat.
Mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi
pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan keluarga.
Sebagai pilar utama terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu,
pelayanan kesehatan tidak dipandang sebagai pelayanan yang terjangkau oleh
seluruh lapisan keluarga.
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
serta lingkungannya
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di
wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dengan menerapkan kemajuan ilmu dan
tekhnologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan kesehatan, individu,
keluarga, masyarakat dan lingkungannya memerlukan asuhan keperawatan
keluarga secara terus-menerus dan bekesinambungan yang dilakukan perawat
keluarga. Perawat keluarga sebagai pilar utama terlaksananya asuhan
keperawatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas merupakan ujung tombak
memandirikan keluarga di bidang kesehatan sehingga tercipta sehat sebagai gaya
hidup.
4. Kegiatan Pokok Puskesmas
Kegiatan-kegiatan pokok puskesmas yang diselenggarakan oleh puskesmas sejak
berdirinya semakin berkembang , mulai dari 7 usaha pokok kesehatan, 12 usaha pokok
34
kesehatan, 13 usaha pokok kesehatan dan sekarang meningkat menjadi 20 usaha pokok
kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh puskesmas sesuai dengan kemampuan yang
ada dari tiap-tiap puskesmas baik dari segi tenaga, fasilitas, dan biaya atau anggaran
yang tersedia
Berdasarkan buku pedoman kerja puskesmas yang terbaru ada 20 usaha pokok
kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas, itu pun sangat tergantung kepada
faktor tenaga, sarana, dan prasarana serta biaya yang tersedia berikut kemampuan
manajemen dari tiap-tiap puskesmas.
Dua puluh kegiatan pokok puskesmas adalah :
a. Upaya kesehatan ibu dan anak
1) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil , melahirkan dan menyusui serta bayi anak
balita dan anak prasekolah.
2) Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk
3) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya.
4) Imunisasi tetanus toksoid dua kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3 kali, polio 3
kali dan campak 1 kali pada bayi
5) Penyuluhan kesehatan dalam mencapai program KIA
6) Pelayanan keluarga berencana
7) Pengobatan bagi ibu, bayi anak balita dan anak prasekolah untuk macam-macam
penyakit ringan
8) Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan pemeliharaan ,
memberikan penerangan dan pendidikan tentang kesehatan.
9) Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun bayi
35
b. Upaya keluarga berencana
1) Mengadakan kursus keluarga berencana unutk para ibu dan calon ibu yang
mengunjungi KIA
2) Mengadakan kursus keluarga berencana kepada dukun yang kemudian akan
bekerja sebagai penggerak calon peserta keluarga berencana
3) Mengadakan pembicaraan –pembicaraan tentang keluarga berencana kapan saja
ada kesempatan
4) Memasang IUD, cara – cara penggunaan pil , kondom, dan cara-cara lain
denngan memberi sarananya.
5) Melanjutkan mengamati mereka yang menggunakan sarana pencegahan
kehamilan
c. Upaya peningkatan gizi
1) Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi dan mengobati mereka
2) Mempelajari keadaan gizi masyarakat dan mengembangkan program perbaikan
gizi
3) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat terutama dalam rangka program
KIA
4) Melaksanakan program-program :
a) Program perbaikan gizi keluarga melalui posyandu
b) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori kepada
balita dan ibu menyusui
c) Memberikan vitamin A kepada balita umur dibawah 5 tahun
d) Upaya kesehatan lingkungan
5) Kegiatan – kegiatan utamam kesehatan lingkungan yang dilakukan staf
puskesmas adalah :
36
a) Penyehatan air bersih
b) Penyehatan pembuangan kotoran
c) Penyehatan lingkungan perumahan
d) Penyehatan limbah
e) Pengawasan sanitasi tempat umum
f) Penyehatan makanan dan minuman
g) Pelaksanaan peraturan perundang-undangan
6) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
a) Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit
b) Melaporkan kasus penyakit menular
c) Menyelidiki di lapangan untuk melihat benar atau tidaknya laporan yang
masuk, untuk menemukan kasus-kasus baru dan untuk mengetahui sumber
penularan
d) Tindakan permulaan untuk menahan penularan penyakit
e) Menyembuhkan penderita, hingga ia tidak lagi menjadi sumber infeksi
f) Pemberian imunisasi
g) Pemberantasan vector
h) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
7) Upaya pengobatan
a) Melaksanakan diagnose sedini mungkin melalui:
i. Mendapatkan riwayat penyakiMengadaan pemeriksaan fisik
ii. Mengadaan pemeriksaan labolatorium
iii. Membuat diagnosa
b) Melaksanakan tindakan pengobatan
37
Melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu, rujukan tersebut dapat berupa:
Rujukan diagnostic, Rujukan pengobatan/rehabilitasi, Rujukan lain
8) Upaya penyuluhan
a) Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
tiap-tiap program puskesmas. Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan pada
setiap kesempatan oleh petugas, apakah di klinik, rumah dan kelompok-
kelompok masyarakat.
b) Di tingkat puskesmas tidak ada penyuluhan tersendiri, tetapi ditingkat
kabupaten diadakan tenaga-tenaga coordinator penyuluhan kesehatan.
Coordinator membantu para petugas puskesmas dalam mengembangkan teknik
dan materi penyuluhan di Puaskesmas.
9) Upaya kesehatan sekolah
a) Membina sarana keteladanan di sekolah, berupa sarana keteladanan gizi
berupa kantin dan sarana keteladanan kebersihan lingkungan.
b) Membina kebersihan perseorangan peserta didik
c) Mengembangkan kemampuasn peserta didik untuk berperan secara aktif
dalam pelayanan kesehatan melalui kegiatan dokter kecil
d) Penjaringan kesehatan peserta didik kelas I
e) Pemeriksaan kesehatan periodic sekali setahun untuk kelas II sampai IV dan
guru berupa pemeriksaan kesehatan sederhanan
f) Immunisasi peserta didik kelas I sampai VI
g) Pengawasan terhadap keadaan air
h) Pengobatan ringan pertolongan pertama
i) Rujukan medic
j) Penanganan kasus anemia gizi
38
k) Pembinaan teknis dan pengawasan di sekolah
l) Pencatatan dan pelaporan
10) Upaya kesehatan olah raga
a) Pemeriksaan kesehatan berkala
b) Penentuan takaran latihan
c) Pengobatan dengan teknik latihan dan rehabilitasi
d) Pengobatan akibat cidera latihan
e) Pengawasan selama pemusatan latihan
11) Upaya perawatan kesehatan masyarakat
a) Asuhan perawatan kepada individu di puskesmas maupun di rumah dengan
berbagai tingkat umur, kondisi kesehatan, tumbuh kembang dan jenis kelami
b) Asuhan perawatan yang diarahkan kepada keluarga sebagai unit terkecil dari
masyarakat (keluarga binaan)
c) Pelayanan perawatan kepada kelompok khusus diantaranya : ibu hamil, anak
balita, usia lanjut dan sebagainya
d) Pelayanan keperawatan pada tingkat masyarakat
12) Upaya peningkatan kesehatan kerja
a) Identifikasi masalah, meliputi:
i. Pemeriksaan kesehatan dari awal dan berkala untuk para pekerja
ii. Pemeriksaan kasus terhadap pekerja yang dating berobat ke puskesmas
iii. Peninjauan tempat kerja untuk menentukan bahaya akibat kerja
b) Kegiatan peningkatan kesehatan tenaga kerja melalui peningkatan gizi pekerja,
lingkungan kerja, dan kegiatan peningkatan kesejahteraan
c) Kegiatan pencegahan kecelakaan akibat kerja, meliputi:
i. Penyuluhan kesehatan
39
ii. Kegiatan ergonomik, yaitu kegiatan untuk mencapai kesesuaian antara alat
kerja agar tidak terjadi stres fisik terhadap pekerja
iii. Kegiatan monitoring bahaya akibat kerja
iv. Pemakaian alat pelindung
d) Kegiatan pengobatan kasus penyakit akibat kerja
e) Kegiatan pemulihan kesehatan bagi pekerja yang sakit
f) Kegiatan rujukan medic dan kesehatan terhadap pekerja yang sakit
13) Upaya kesehatan gigi dan mulut
a) Pembinaan/pengembangan kemampuan peran serta masyarakat dalam upaya
pemeliharaan diri dalam wadah program UKGM
b) Pelayanan asuhan pada kelompok rawan, meliputi:
i. Anak sekolah
ii. Kelompok ibu hamil, menyususi dan anak pra sekolah
c) Pelayanan medik dokter gigi dasar, meliputi:
i. Pengobatan gigi pada penderita yang berobat maupun yang dirujuk
ii. Merujuk kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi kesasaran yang lebih
mampu
iii. Memberikan penyuluhan secara individu atau kelompok
iv. Memelihara kebersihan (hygiene klinik)
v. Memelihara atau merawat peralatan atau obat-obatan
d) Pencatatan dan pelaporan
e) Upaya kesehatan jiwa
i. Kegiatan kesehatan jiwa yang terpadu dengan kegiatan pokok puskesmas
ii. Penanganan pasien dengan gangguan jiwa
iii. Kegiatan dalam bentuk penyuluhan serta pembinaan peran serta masyarakat
40
iv. Pengembangan upaya kesehatan jiwa di puskesmas melalui pengembangan
peran serta masyarakat dan pelayanan melalui kesehatan masyarakat
v. Pencatatan dan pelaporan
15) Upaya kesehatan mata
a) Upaya kesehatan mata, pencegaahan kesehatan dasar yang terpadu dengan
kegiatan pokok lainnya
b) Upaya kesehatan mata:
i. Anamnesa
ii. Pemeriksaan virus dan mata luar, tes buta warna, tes tekan bola mata, tes
saluran air mata, tes lapangan pandang, funduskopi dan pemeriksaan
labolatorium
iii. Pengobatan dan pemberiaan kacamatan
iv. Operasi katarak dan glukoma akut yang dilakukan oleh tim rujukan rumah
sakit.
v. Perawatan pos operasi katarak dan glukoma aku
vi. Merujuk kasus yang tak dapat diatasi
vii. Pemberian protesa mata
c) Peningkatan peran serta masyarakat dalam bentuk penyuluhan kesehatan, serta
menciptakan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan mata
mereka
d) Pengembangan kesehatan mata masyarakat
e) Pencatatan dan pelaporan
16) Labolatorium kesehatan
a. Di ruangan labolatorium
1) Penerimaan pasien
41
2) Pengambilan specimen
3) Penanganan specimen
4) Pelaksanaan specimen
5) Penanganan sisa specimen
6) Pencatatan hasil pemeriksaan
7) Pengecekan hasil pemeriksaan
8) Penyampaian hasil pemeriksaan
b. Terhadap spesimen yang akan dirujuk
1) Pengambilan specimen
2) Penanganan specimen
3) Pengemasan specimen
4) Pengiriman specimen
5) Pengambilan hasil pemeriksaan
6) Pencatatan hasil pemeriksaan
7) Penyampaian hasil pemeriksaan
c. Di ruang klinik dilakukan oleh perawat atau bidan, meliputi:
1) Persiapan pasien
2) Pengambilan specimen
3) Menyerahkan spesimen untuk diperiksa
d. Di luar gedung, meliputi:
1) Melakukan tes skrining Hb
2) Pengambilan spesimen untuk kemudian dikirim ke labolatorium puskesmas
3) Memberikan penyuluhan
4) Pencatatan dan pelaporan
17. Upaya pencatatan dan pelaporan
42
a. Dilakukan oleh semua puskesmas (pembina, pembantu dan keliling)
b. Pencatatan dan pelaporan mencakup:
1) Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmas
2) Data ketenagaan di puskesmas
3) Data kegiatan pokok puskesmas yang dilakukan baik di dalam maupun di
luar gedung puskesmas
c. Laporan dilakukan secara periodik (bulan, triwulan enam bulan dan tahunan)
18. Upaya pembinaan peran serta masyarakat
Upaya pembinaan peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui:
a. Penggalangan dukungan penentu kebijaksanaan, pimpinan wilayah, lintas
sektoral dan berbagai organisasi kesehatan, yang dilakukan melalui dialog,
seminar dan lokakarya, dalam rangka komunikasi, informasi dan motivasi
dengan memanfaatkan media masa dan system informasi kesehatan
b. Persiapan petugas penyelenggaraan melalui latihan, orientasi dan sarasehan
kepemimpinan dibidang kesehatan
c. Persiapan masyarakat, melalui rangkaian kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengenal dan memecahkan masalah
kesehatan, dengan mengenali dan menggerakkan sumber daya yang
dimilikinya, melalui rangkaian kegiatan:
1) Pendekatan kepada tokoh masyarakat
2) Survey mawas diri masyarakat untuk mengenali masalah kesehatannya
3) Musyawarah masyarakat desa untuk penentuan bersama rencana
pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi
4) Pelaksanaan kegiatan kesehatan oleh dan untuk masyarakat melalui kader
yang terlatih
43
5) Pengembangan dan pelestarian kegiatan oleh masyarakat
19. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
a. Melestarikan bahan-bahan tanaman yang dapat diginakan untuk pengobatan
tradisional
b. Pengembangan dan pelestarian terhadap cara-cara pengobatan tradisional
20. Upaya kesehatan remaja
21. Dana sehat
E. Tinjauan Kinerja Tenaga Perawat
1. Defenisi
Menurut Darusman (2005) Kinerja berasal dari kata performance dan sering pula
diartikan dengan prestasi kerja atau unjuk kerja. Upaya pengembangan sumber daya
manusia dalam organisasi, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
kerja pegawai. Prestasi kerja adalah hasil (out put) yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan suatu pekerjaan dimana mengukur tingkat prestasi kerja dalam suatu
organisasi biasanya ditetapkan standar yang digunakan untuk menilai prsetasi kerja
pegawai tersebut.
Kinerja adalah penampilah hasil kerya personel baik kuantitas maupun kuaitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja
personel. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yakni tujuan,
ukuran dan penilaian. Perawat dalam melaksanakan tugasnya dapat dinilai dari
kinerjanya. Yang dimaksud dengan kinerja perawat dalam penelitian ini adalah
penampilan hasil kerya dari para perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
berupa asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan dalam hal ini merupakan suatu proses
kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung kepada klien, untuk memenuhi
kebutuhan dasar pasein yang berpedoman pada standar dan etika keperawatan, dalam
44
lingkup dan wewenang serta tanggung jawab keperawatan, yang meliputi tindakan,
perhatian perawat seperti menyambut klien secara profesional, tersenyum dan
memperkenalkan diri, memanggil klien dengan nama yang disukai dan jika perawat
tidak mampu memenuhi klienm, maka perawat berusaha memanggil seseorang yang
lebih memahami permintaan sehingga klien mendapatkan informasi yang jelas dan
lengkap. Komunikasi perawat seperti memberikan informasi kepada klien sesuai
dengan tingkat keahlian, pengetahuan dan kompetensinya. Emosional support perawat
seperti melakukan sentuhan, memberikan senyuman perhatian, melakukan kontak mata
dan hadir dihadapan klien dengan tenang, memberikan kesempatan kepada klien untuk
bertanya serta selalu melibatkan klien dalam pembicaraan. Kepercayaab yang dimiliki
perawat dalam hal ini adalah upaya mempertahankan hubungan yang baik antara
perawat dan klien seperti memberikan rahasia kepada klien, berdiskusi tentang rencana
keperawatan yang diberkan kepada klien dan selalu memperhatikan hak-hak klien
(Darusman, 2005).
a. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan merupakan alat agar
dihasilkan menajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkata kinerja. Hasil dari
pengukuran kinerja memberitahu kita atas apa yang telah terjadi atau apa yang harus
dilakukan. Pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang
telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah diterapkan yang lakukan yang
telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
periodik. Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai
sasaran institusi atau organisasi dalam mematuhi kinerja yang telah ditetapkan
sebelumnya (Whittaker, 2003).
45
Menurut Whittaker (2003) elemen kunci sistematis dalam pengukuran kinerja
terdiri atas :
a. Perancanaan dan penetapan tujuan
b. Pengembangan ukuran yang relevan
c. Pelapran formal atas hasil
d. Penggunaan informasi
Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode yang sistematis dalam
penetapan sasaran dan tujuan, serta pelapran periodik yang mengindikasikan realisasi
atas pencapaian sasaran dan tujuan (Ilyas, 2002).
Metode penilaian yang digunakan dalam penilaian kinerja tidak ada kesepatan para
ahli, tetapi untuk pegawai negeri sipil, tetapi untuk pegawai negeri ataupin pegawai pada
lembaga pemerintan mempunyai metode penilaian kinierja yang sudah baku dan berlaku
secara general di Indonesia yang dikenal dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerja
(DP3). DP3 adalah suatu daftar yang memuat sebagai usaha untuk menjamin objektivitas
dalam pembinaan pegawai atau personel berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja
(Ilyas, 2002).
Unsur-unsur penilaian kinerja yang terdapat dalam DP3 adalah :
a. Kesetiaan
b. Prestasi kerja
c. Tanggung jawab
d. Ketaatan
e. Kejujuran
f. Kerjasama
g. Prakarsa
h. Kepemimpinan (Ilyas, 2002)
46
Dalam rangka mengukur kinerja instansi/organisasi dan mengukur kinerja
perorangan sebagai pelaksana, menurut Prawirosentono diperlukan membangun dan
menciptakan standar kinerja organisasi terlebih dahulu dimana standar tersebut harus
sesuai dengan tujuan organisasi dan selanjutnya ukuran kinerja diproyeksikan ke dalam
standar kerja pelaku dan unit-unit organisasi tersebut.
Indikator kinerja merupakan ukuran yang menggamberkan tingkat pencapaian
suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja
haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai
dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja yang baik dalam tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai.
Menurut Sudiman (2001), indikator kinerja sering digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan
dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output. Indikator ini
dapat berupa dana, personil yang dapat terlihat dalam pelaksanaan kegiatan, data,
peraturan perundangan dan sebagainya.
b. Indikator proses adalah berbagai aktivitas yang menunjukan upaya yang dilakukan
dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator ini menggambarkan
perkembangan pelaksanaan pengolahan masukan menjadi keluaran.
c. Keluaran adalah segala sesuatu yang diharapan langusng dapat dicapai dari suatu
kegiatan, baik kegiatan berupa fisik maupun non-fisik.
d. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan
pada jangka menengah. Outcome merupakan ukuran sebarapa jauh setiap jasa
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
47
e. Manfaat adalah kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.
f. Dampak umum ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau
kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setipa indikator dalam
suatu kegiatan.
b. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Menurut Lismidar, dkk (2001)
proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu:
a. Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,
Menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian
keperawatan meliputi: pengumpulan data dilakukan dengan cara anamese, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah pasien,
keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang
dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu,
status kesehatan pasien saat ini, status biologis- psikologis-spritual, respon terhadap
terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.
b. Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
Proses diagnosa terdiri dari analisa, interprestasi data, identifikasi masalah pasien
48
dan perumusan diagnosa keperawatan, diagnosa keperawatan terdiri dari masalah
(Problem), penyebab (Etiology), gejala (Symptom), atau terdiri dari masalah dan
penyebab (PE); bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan; melakukan pengkajian ulang dan merevisi
diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru.
c. Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatan pasien. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan keperawatan; bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana
tindakan keperawatan; perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan pasien ; mendokumentasikan rencana keperawatan.
d. Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam
melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain,
melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan
pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri
serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdasarkan respon pasien.
e. Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam
mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria
prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan
responden pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan,
49
bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan, memodifikasi hasil evaluasi (Nursalam, 2001).
2. Kerangka Konsep Penelitian
1. Hubungan Antar Variabel
Rendahnya cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas antara lain di sebabkan
oleh kinerja perawat yang belum optimal. Hal ini terjadi sebagai akibat dari rendahnya
motivasi kerja, disiplin tenaga perawat, pengetahuan perawat tentang proses
keperawatan dan sarana penunjang Puskesmas. Keempat hal ini sangat berperan dalam
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari organisasi didalam menjalankan kegiatan
dan pekerjaan yang telah di rencanakan dan diprogramkan.
Berikut ini akan digambarkan hubungan antar variabel penelitian :
Variabel Independent
Variabel Dependent
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
2. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
(Independent) dan variabel terikat (Dependent).
Pengetahuan
Disiplin
Motivasi Kerja
Sarana Penunjang
Kinerja Perawat
Di Puskesmas Laselapa
50
a. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, motivasi kerja, disiplin
kerja dan sarana penunjang
b. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja tenaga perawat.
3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud adalah segala bentuk informasi yang diketahui dan
dipahami oleh perawat tentang ilmu keperawatan kesehatan. Dimana untuk jawaban
benar mandapat skor 1 dan jika salah mendapat skor 0, dengan skala ukur ordinal
Kriteria Objektif :
Baik : Bila jawaban responden terhadap kusioner > 80 %
Cukup : Bila jawaban responden terhadap kusioner 50 – 80 %
Kurang : Bila jawaban responden terhadap kuisioner hanya sebesar < 50 %
b. Motivasi Kerja
Motivasi kerja adalah dorongan yang memberikan semangat kerja kepada para
petugas untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Dorongan dan semangat kerja petugas ditinjau dari insentif/bonus,
pengembangan karir, kondisi sarana dan prasarana, dan iklim kerja. Motivasi kerja
diukur dengan skala Likert, didasarkan atas jumlah pernyataan yaitu sebanyak 10
pernyataan. Setiap pernyataan terdiri dari tiga alternatif jawaban, yaitu Ya diberi
skor nilai 3, kadang-kadang diberi skor nilai 2, dan tidak diberi skor nilai 1.
Kriteria Objektif :
Baik : Jika hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar > 80 %
Cukup : Jika hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar 50 – 80 %
51
Kurang : Jika hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar < 50 %
c. Disiplin Kerja
Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada
pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya
membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai
sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi
yang lebih baik. Disiplin kerja diukur dengan skala Likert, didasarkan atas jumlah
pernyataan yaitu sebanyak 10 pernyataan. Setiap pernyataan terdiri dari lima
alternatif jawaban, yaitu selalu skor 4, sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2, tidak
pernah diberi skor 1.
Kriteria Objektif :
Baik : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar > 80 %
Cukup : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar 50 - 80 %
Kurang : Bila hasil jawaban responden terhadap kusioner sebesar < 50 %
d. Sarana Penunjang
Merupakan fasilitas yang disediakan oleh Puskesmas untuk kelangsungan atau
kelanacaran kinerja dari tenaga perawat dalam mencapai tujuan dalam organisasi.
Sarana penunjang diukur dengan skala Likert, didasarkan atas jumlah pernyataan
yaitu sebanyak 10 pernyataan. Setiap pernyataan terdiri dari dua alternatif jawaban,
yaitu Ya skor 1, dan Tidak skor 0
Kriteria Objektif :
Baik : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar > 80 %
Cukup : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar 50 - 80 %
Kurang : Bila hasil jawaban responden terhadap kusioner sebesar < 50 %
e. Kinerja Tenaga Perawat
52
Kinerja tenaga perawat atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang perawat atau kelompok keperawatan dalam suatu Puskesmas sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rangka mencapai
tujuan Puskesmas bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika. Kinerja tenaga perawat diukur dengan skala Likert,
didasarkan atas jumlah pernyataan yaitu sebanyak 10 pernyataan. Setiap pernyataan
terdiri dari lima alternatif jawaban, yaitu selalu skor 4, sering diberi skor 3,
jarang diberi skor 2, tidak pernah diberi skor 1.
Kriteria Objektif :
Baik : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar > 80 %
Cukup : Bila hasil jawaban responden terhadap kuisioner sebesar 50 - 80 %
Kurang : Bila hasil jawaban responden terhadap kusioner sebesar < 50 %
3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
a. H1 : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
H0 : Tidak Ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
b. H1 : Ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
H0 : Tidak Ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
c. H1 : Ada hubungan antara disiplin kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
53
H0 : Tidak Ada hubungan antara disiplin kerja dengan kinerja perawat di Puskesmas
Lasalepa
d. H1 : Ada hubungan antara motivasi sarana penunjang dengan kinerja perawat di
Puskesmas Lasalepa
H0 : Tidak Ada hubungan antara motivasi sarana penunjang dengan kinerja perawat
di Puskesmas Lasalepa
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif atau survei analitik dengan
pendekatan Cross Sectional Study, untuk mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi
kerja, disiplin kerja dan sarana penunjang dengan kinerja tenaga perawat di Puskesmas
Lasalepa
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lasalepa
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan setelah proposal ini dinyatakan layak
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di Puskesmas Lasalepa
yaitu sebanyak 32 orang.
2. Sampel
Menurut Notoatmodjo apabila sampel kurang dari 100 orang maka sebaiknya semua
populasi dijadiian sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik Total
sampling yaitu sebanyak 32 orang populasi semua dijadikan sampel.
D. Sumber dan Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan Data primer yaitu
pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan,
53
55
sedangkan data sekunder dilakukan dengan cara melihat dokumen pada instansi terkait
sesuai dengan kebutuhan data penelitian.
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer. Pengolahan data pada
dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data ringkasan
berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu
sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan
cara :
a.Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi kekeliruan dalam
melakukan tabulasi data.
b. Editing adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara untuk
mendapatkan data yang akurat.
c. Scoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total skor setiap butir
pertanyaan.
d. Tabulating adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk tulisan.
2. Analisis Data
Setelah dilakukan editing, koding, skorin dan tabulasi maka selanjutnya dilakukan
analisis dengan beberapa cara :
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil penelitian. Disajikan
dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisa ini menghasilkan distribusi dan presentasi
dari tiap variabel yang diteliti.
56
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel bebas dan variabel terikat
dengan menggunakan uji Chi Square Test melalui program komputer SPSS versi
19,0 dengan batas kemaknaan α = 5 % (0,05).
F. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama
dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika responden menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada
lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan nomor kode pada masing-
masing lembar tersebut.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi keluarga dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.
57
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, 2001, Psikologi Industri dan Sosial, Cetakan Pertama, PT. Dunia Pustaka Jaya.
Jakarta.
Anonim, 2004. Bahan Materi Latihan Pra jabatan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta
Asri Sumiyati, 2006, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kinerja Kepala
Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, skripsi Universitas
Diponegoro. Semarang.
Brigham, 2000. Social Pyscology.Edisi 2. New York : Harper Collins Publisher
Candosa, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ansi offset, Yogyakarta.
Depkes RI. 2006, Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 2001, Organisasi : Perilaku Struktur dan Proses. Yogyakarta. Penerbit Erlangga
Handoko, T. Hani. 2001. Manajeman Peronalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta:
BPFE.
Heidjrahman R, 2003, Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur dan Proses, Penerbit
Erlangga, Jakarta
________, 2010. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Apnamulsah Obisurtu. 2008. analisis hubungan motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja
tenaga pegawai setda alor. http://www.google.co.id
Ilyas.Y, 2001. Kinerja Teori Penilaian & Penelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM
UI, Depok
Imam M, 2002, Kepemimpinan dan Keorganisasian, UII Press, Yogyakarta.
Indra W, 2005, Perilaku Organisasi, Sinar Baru, Jakarta.
Kohar, 2001, Manajemen Tenaga Kerja, Aksara Baru, Jakarta.
Lismidar, Dkk. Proses Keperawatan. UI. Jakarta. 2001
Maslow, A.H, 2001. Motifasi dan kepemimpinan. Di terjemahkan oleh Nurul Iman. Jakarta:
Gramedia.
Minardi, 2001. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
58
Moenir, 2001, Sosiologi Organisasi, PT. Citra Aditya, Bandung
Notoadmodjo, 2005, Motedologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Prawirosentono.S, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan Kinerja Karyawan.
BPFE, Yogyakarta
Profil Dinkes Kab. Muna, 2013, Profil Dinas Kesehatan Kab. Muna Tahun 2010, Raha.
Riduwan, 2008, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung
Robbins, 2001, Perilaku Organisasi, PT. Prenhallindo, Jakarata.
Siagian.SP, 2002. Filsafat Administrasi. PT Gunung Agung Jakarta
Soesilo, W, 2006, Efisiensi dan Efektifitas Kerja Dalam Organisasi, Gramedia, Jakarta.
Sofyan, S, 2006, Manajemen Kontemporer, Rajawali Pers, Jakarta.
Sudiman, 2001 Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Sugiyono, 2000. Metode Penelitian Administrasi, 2000. Rineka Cipta, Jakarta
Suryohadiprojo, 2000. Peranan Kepemimpinan dalam Menagakkan Disiplin Masyarakant
dalam Analisis. Jakarta. Centra for Strategic and International Studies.
Timpe. 2000.Motivasi Pegawai:Seri Sumber Daya Manusia.Jakarta:PT.Flex Media
Komputindo.
Wahjosamidjo, 2004. Kepemimpinan & Motivasi, Ghalia, Jakarta.
Wursanto, 2001, Manajemen Kepegawaian I, Yogyakarta: Kanisius.
Yuspratiwi, I. 2000. Hubungan antara Locus Of Control dengan Disiplin Kerja Wiraniaga
pada Wiraniaga Obat-Obatan di DIY. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta
Fakultas Psikologi UGM. http://www.google.co.id