BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi.
Kerugian sosial yang terjadi antara lain ialah menimbulkan kepanikan dalam
keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya pengobatan, sedangkan
dampak ekonomi tak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan
biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan
akomodasi selama perawatan penderita ( Depkes RI, 2004)
Demam berdarah dengue di dunia memiliki peluang menjangkti 2/3
penduduk dunia dan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir meningkat 30 kali lipat
dengan lebih dari 1 milyar kejadian dan lebih dari 100 negara endemis di dunia
( WHO.denguenet, 2010 ). Indonesia sendiri berada di peringkat 8 dunia dengan
kasus kematian terbanyak. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk
terjangkit penyakit DBD, di ASEAN Indonesia menempati urutan ke empat dalam
angka Case Fatality Rate setelah Bhutan, India dan Myanmar yaitu 1,01 kasus
kematian per 1.000 penduduk. Kondisi Insidence Rate ( IR ) mulai tahun 2006
sampai dengan 2008 menunjukan penurunan namun masih tetap menunjukan
prevalensi yang tinggi yaitu Case Fatality Rate (CFR ) 1,01% menjadi 0,86% pada
tahun 2008, Jawa timur mengalami penurunan jumlah kejadian yaitu 25.950 menjadi
16.589 pada tahun 2008 namun angka yang didapatkan sangat tinggi di tahun-tahun
1
1
terakhir. Angka seharusnya adalah kurang dari 20/100.000 penduduk. Angka Bebas
Jentik pada tahun 2008 masih rendah yaitu 85,99 % dari 11,02% rumah yang
diperiksa. Angka kematiannya (CFR) yang tidak terlalu besar, namun masih di atas
batas maksimum yang ditetapkan, yaitu kurang dari 1% ( Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Timur, 2006 ). Situasi di Jombang untuk kejadian demam berdarah mengalami
tren peningkatan kasus yaitu 365 kasus pada 2006, 695 kasus pada 2007, 754 dan
761 pada tahun 2008 dan 2009, angka bebas jentik kabupaten masih rendah yaitu
82,3%, di Puskesmas Bareng sendiri kasus terus mengalami peningkatan yaitu 31
kasus tanpa kematian pada 2009 dan 22 kasus pada 2010 dengan 2 kasus kematian,
dan terjadi perubahan pola desa endemis yaitu 5 desa menjadi 13 desa dari 13 desa di
wilayah kerja puskesmas ( Profil Kesehatan Puskesmas Bareng, 2009 ). Desa
kebondalem adalah salah satu desa endemis dengan Angka bebas jentik 14,96% dari
1487 bangunan yang diperiksa, setiap musim demam berdarah selalu
menyumbangkan penderita dan telah terjadi 3 kasus kematian dalam kurun waktu 5
tahun terakhir. Desa kebondalem memiliki georafis yang mendukung
perkembangbiakan vektor nyamuk Aedes aegepty dengan daerah aliran sungai, pasar
dan kebun yang memungkinkan timbulnya potensi kontainer tempat
berkembangbiaknya jentik. Dalam studi pendahuluan di Desa kebondalem, rata- rata
pengetahuan masyarakat tentang penyakit Demam Berdarah masih kurang yaitu
51,3%, hal itu diikuti dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan 3M
( menguras, menutup, mengubur ) yaitu hanya 14,46% yang melaksanakan kegiatan.
Kebijakan pemerintah desa untuk mendukung realisasi gerakan 3M masih minim, hal
2
ini dibuktikan dengan tidak adanya program rutin Jumat bersih dan minimnya kader
jumantik aktif.
Upaya penanggulangan DBD diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974
namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di
Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di
berbagai daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah
masih belum berhasilnya upaya menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN
DBD melalui Gerakan 3M yang mulai di intensifkan sejak 1992. ( Depkes RI, 2004 ).
Membasmi jentik nyamuk tak cukup dilakukan pemerintah saja,
melainkan butuh partisipasi seluruh masyarakat juga, perlu kesediaan,
kemauan dan tindakan nyata. Program pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) tak cukup dilakukan satu-dua kali, melainkan rutin atau berkala
terlebih setiap musim jangkitan DBD (Nadesul dalam Pambudi,2009).
Pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat tentang pencegahan pada umumnya
masih kurang. Menurut pengertian dasar, perilaku masyarakat bisa dijelaskan
merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap),
maupun bersifat aktif (Gde suyasa, 2007 ). Kesehatan adalah tanggung jawab
bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang
dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat secara mandiri
untuk menjaga kesehatan mereka hanya sedikit yang dapat dicapai. Selain itu, tujuan
Indonesia sehat 2010 yakni mencegah terjadinya dan menyebarnya penyakit menular
3
sehingga tidak terjadi masalah kesehatan di masyarakat ( Depkes, 2005 ). Untuk
meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD diperlukan adanya partisipasi
masyarakat dalam melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menerus
serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD, keluarga memiliki
peranan yang cukup penting dalam kegiatan ini agar tidak membiarkan nyamuk-
nyamuk penular DBD berkembang biak dirumah dan lingkungan mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah: Apakah ada Hubungan
Pengetahuan Keluarga Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Dengan
Pelaksanaan 3M Plus Di Dusun Plosorejo Desa Kebondalem Wilayah Kerja
Puskesmas Bareng
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Demam Berdarah
Dengue Dengan Pelaksanaan 3M Plus Di Dusun Plosorejo Desa Kebondalem
Wilayah Kerja Puskesmas Bareng.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan Pengetahuan Keluarga Tentang Demam Berdarah
Dengue Di Dusun Plosorejo Desa Kebondalem Wilayah Kerja Puskesmas
Bareng
4
2. Mengidentifikasi pelaksanaan 3M Plus Di Dusun Plosorejo Desa Kebondalem
Wilayah Kerja Puskesmas Bareng
3. Menganalisis hubungan antara Pengetahuan Keluarga Tentang Demam Berdarah
Dengue Dengan Pelaksanaan 3M Plus Di Dusun Plosorejo Desa Kebondalem
Wilayah Kerja Puskesmas Bareng
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam penyusunan perencanaan program kesehatan,
evaluasi program dan upaya peningkatan program kesehatan, khususnya
pemberantasan DBD.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran dan informasi tentang faktor- faktor yang berkaitan erat
dengan partisipasi mereka dalam program pemantauan jentik nyamuk untuk
mencegah kejadian demam berdarah
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang hubungan antara pengetahuan kepala keluarga
Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Dengan Pelaksanaan 3M Plus Di
Dusun Plosorejo Desa Kebondalem Wilayah Kerja Puskesmas Bareng.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan dituliskan mengenai konsep penegetahuan,
demam berdarah dan pencegahannya dengan 3M, konsep keluarga serta beberapa
kutipan jurnal ilmiah tentang pengetahuan, keluarga dan perilaku pencegahan demam
berdarah
2.1 KONSEP PENGETAHUAN
Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai kutipan – kutipan ilmiah dan
jurnal tentang pengetahuan yaitu pengertian, tingkatan pengetahuan dan cara
memperoleh pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo, 2003:127).
Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya
untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya.(Meliono dalam Effendy, 2006). Definisi pengetahuan yang
dikemukakan para ahli pada umumnya menunjukkan pada fakta-fakta, the
International Encyclopedia of Higher Education dalam Sonya ( 2010 ) pengertian
pengetahuan dirumuskan sebagai keseluruhan fakta-fakta kebenaran azas-azas, dan
keterangan yang diperoleh manusia.
6
6
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang
dipelajari.
3. Menggunakan
Menggunakan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi kondisi sebenarnya. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip sklis pemecahan masalah (problem solving
cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan.
7
4. Menganalisis
Menganalisa adalah kemampuan untuk materi atau suatu obyek ke dalam
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitan satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Mensintesis
Mensintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan, dengan kata
lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada, misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan,
dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Menilai
Menilai berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Misalnya : dapat : membandingkan
antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002) cara memperoleh pengetahuan dikelompokkan
menjadi dua, yakni : Cara tradisional dan cara ilmiah.
8
Cara kuno atau tradisional ini dapat dipakai orang untuk mmperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum diketemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematis dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan ini antara lain :
1. Insting atau menggunakan naluri, yaitu seseorang yang dalam
menyelesaikan suatu masalah menggunakan jalan keluar berdasarkan nalurinya
saja dan hal tersebut tidak diajarkan oleh siapapun
2. Cara coba-coba (Trial and Error)
Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan masalah upaya
pemecahannya dilakukan dengan cara soba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
3. Kebiasaan
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi yang
dilakukan orang, misalnya: mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum
jamu. Kebiasaan ini diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi. Sumber
pengetahuan ini dapat berupa pemimpin masyarakat formal dan informal.
4. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Oleh sebba itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahun.
5. Melalui jalan pikiran
9
Merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan-
pertanyaan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat
dibuat suatu kesimpulan.
Selain cara tradisional sekarang dikenal Cara ilmiah atau yang disebut juga
metode penelitian ilmiah dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis logis dan
ilmiah. Adapun beberapa syarat agar sesuatu hal dapat dikatakan ilmiah yaitu:
Obyektif, Sistematis , Metodik , General / umum
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo,2003), tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal.
2.1.4.1 Faktor internal
Menurut Nursalam ( 2005 ) faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan adalah:
1. Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai
dengan pengetahuan yang pernah didapatkan dan juga dari pengalaman sendiri.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang sangat besar pengaruhnya terhada pengetahuan
seseorang yang berpendidikan tinggi, pengetahuannya akan lebih baik daripada
orang yang tinggal dilingkungan orang yang berpikiran sempit.
10
3. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap pengetahuan, jika orang hidup dalam
lingkungan yang berpikiran luas maka tingkat pengetahuan akan lebih baik
daripada orang yang tinggal dilingkungan orang yang berpikiran sempit.
4. Intelegensia
Pengetahuan yang dipengaruhi intelegensia adalah pengetahuan intelegen dimana
seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah dalam mengambil
keputusan.
5. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas daripada seseorang yang
tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai banyak
informasi dan pengalaman.
2.1.4.2 Faktor ekternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain :
1. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap pengetahuan, jika orang hidup dalam
lingkungan yang berpikiran luas maka tingkat pengetahuan akan lebih baik
daripada orang yang tinggal dilingkungan orang yang berpikiran sempit
(Notoatmodjo, 2005: 12).
2. Agama, agama menjadikan orang bertambah pengetahuan yang berkaitan
dengan kehidupan spiritual
3. Kebudayaan
11
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap
pribadi atau sikap seseorang (Nursalam, 2003: 39)
2.1.5. Kriteria
1. Tingkat pengetahuan Baik jika skor atau nilai : 76 – 100%
2. Tingkat pengetahuan cukup jika skor atau nilai : 56 – 75%
3. Tingkat pengetahuan kurang baik jika skor atau nilai : 40 – 55%
4. Tingkat pengetahuan tidak baik jika skor atau nilai : < 40%
(Arikunto, 2002)
2.2 DEMAM BERDARAH DENGUE
2.2.1. Pengertian
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.Penyakit ini
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang mempunyai
kebiasaan menggit mangsanya pada saat siang hari. Masa inkubasi virus ini adalah 2-
10 hari di dalam tubuh vector dan akan muncul dikelenjar liur nyamuk dan siap
menginfeksi manusia yang tergigit (Soegijanto, 2004).
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN
4. Keempat serotipe tersebut yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia,
12
yaitu DEN 3. Virus Dengue berukuran 35-45 nm, Virus ini dapat terus tumbuh dan
berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus
tersebut pada tubuhnya. Nyamuk jantan akan menyimpan virus pada nyamuk betina
saat melakukan kontak seksual. Selanjutnya, nyamuk betina akan menularkan virus
ke manusia melalui gigitan (Soegiyanto, 2004).
2.2.2. Gejala DBD
WHO dalam (Soegijanto, 2004) diagnosis yang terdiri dari kriteria klinis dan
laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis secara
berlebihan, antara lain:
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
2. selama 2-7 hari.
3. Terdapat manifestasi perdarahan.
4. Pembesaran hati.
5. Syok, yang ditandai dengan nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
6. Kriteria laboratoris yaitu Trombositopeni (100.000/mm3 atau kurang) dan
Hemakonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
menurut standar umum dan jenis kelamin.
2.2.3. Derajat DBD
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara
klinis dapat dibagi atas WHO dalam (Siregar, 2004) adalah sebagai berikut:
13
1. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi
pendarahan.
2. Derajat II (sedang)
Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan
perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.
3. Derajat III (berat)
Penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menyempit (>20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan
penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV (berat)
Penderita syok berat dengan tensi tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat
diraba.
2.2.4. Patogenesis
Menurut (Soegijanto, 2004) patogenesis DBD masih merupakan masalah
yang kontroversi. Dua teori umum yang dipakai dalam menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD. Yang pertama adalah hipotesis infeksi, yaitu hipotesis yang
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan dengue serotipe yang heterolog (serotipe yang berbeda), mempunyai
resiko lebih besar untuk kemungkinan mendapatkan DBD. Antibodi heterolog yang
telah ada dalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi
kemudian membentuk kompleks antigen antibodi. Yang kedua, menyatakan bahwa
14
virus dengue seperti halnya semua virus binatang yang lain secara genetik dapat
merubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus tersebut melakukan
replikasi pada tubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Di samping itu, terdapat
beberapa tingkatan virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah
yang lebih besar.
2.2.5. Penatalaksanaan
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase
demam, pasien sebaiknya dianjurkan perawatan menurut (Hadinegoro dalam Lies,
2009) adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring selama masih demam.
2. Obat kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu
menjadi < 390C dianjurkan pemberian parasetamol.
3. Pada pasien dewasa diperlukan obat yang ringan kadang-kadang diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri otot.
4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain
air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5. Monitor suhu badan dan jumlah trombosit serta kadar hematokrit (kadar
trombosit dalam darah) sampai normal kembali. Suhu turun pada umumnya
merupakan tanda penyembuhan. Meskipun semua pasien harus diobservasi
terhadapkomplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini
disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan demam dengue dan
demam berdarah dengue pada fase demam. Perbedaan sangat jelas pada saat suhu
15
turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi penyembuhan, sedangkan pada
demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
2.2.6. Morfologi dan lingkaran hidup vektor DBD
2.2.6.1 Morfologi
1. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan dan kaki.
2. Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ”koma”. Bentuknya lebih besar namun
ramping dibanding larvanya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata pupa nyamuk lain.
3. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
Instar II : 2,5-3,8 mm
Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
Instar IV : berukuran paling besar 5mm
16
4. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,08 mm, berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat
penampung air.
2.2.6.2. Lingkaran hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur menjadi jentik kemudian kepompong dan fase yang terakir
adalah nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur
terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong
berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama
9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai umur rata-rata antara 2-3 bulan.
2.2.7 Pemberantasan Vektor DBD
Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan dengan
insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda
bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk menular malaria. Alat yang digunakan adalah mesin fog
(pengasapan) dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek
residu.
Untuk membasmi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus
dengan inetrval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang
17
mengandung virus dengue dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan
segara muncul nyamuk-nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap darah pada
penderita viremia (pasien yang positif terinfaksi DBD) yang masih ada yang dapat
menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan
penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi
sebelum sempat menularkan pada orang lain.
Tindakan penyemprotan dapat membasmi penularan, akan tetapi tindakan ini
harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular
dapat tetap ditekan serendah-rendahnya.
2.2.8. Pemberantasan Jentik
Menurut (Depkes RI, 2005) dalam memberantasan jentik nyamuk Aedes aegypty
yang dikenal dengan PSN DBD dilakukan dengan cara:
1. Fisik
Pemberantasan dengan cara ini dikenal sebagai kegiatan 3 M yaitu menguras
dan menyikat bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air, mengubur,
menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas. Pengurasan tempat-
tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya satu
minggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat
ini telah dikenal pula dengan istilah 3M PLUS yaitu, kegiatan 3M yang diperluas.
Bila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk
Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga DBD tidak menular
lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kapada masyarakat harus dilakukan
18
secar terus-menerus dan berkesinambungan, oleh karena keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat. Pada saat ini telah dikenal pula
dengan istilah 3M PLUS yaitu, kegiatan 3M yang diperluas. Bila PSN-DBD
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat
ditekan serendah-rendahnya, sehingga DBD tidak menular lagi. Untuk itu upaya
penyuluhan dan motivasi kapada masyarakat harus dilakukan secar terus-menerus
dan berkesinambungan, oleh karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat
dengan perilaku masyarakat.
Upaya pemberantasan DBD yang dilakukan adalah pencegahan yaitu dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk yang (DBD) dilaksanakan melalui program
Menguras, Menutup dan Mengubur (3M). Melalui program ini diharapkan jentik
Aedes aegypti tidak berubah menjadi nyamuk dewasa sehingga tidak dapat
menularkan Demam Berdarah Dengue. (Ditjen PPM dan PL, 2001)
Upaya lain untuk penanggulangan Demam Berdarah Dengue adalah dengan
melakukan penemuan, pertolongan dan pelaporan. Keluarga diharapkan dapat
melakukan pertolongan pertama kepada penderita Demam Berdarah Dengue
misalnya dengan rehidrasi. Petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan
pemeriksaan dan pengobatan kepada penderita yang dicurigai terkena Demam
Berdarah Dengue. Peran puskesmas juga dibutuhkan dengan melakukan penelitian
epidemiologi apabila ditemukan kasus Demam Berdarah Dengue (Ditjen PPM dan
PL, 2001)
Langkah – langkah pemberantasan penyakit menular antara lain
pemgumpulan dan analisa data tentang penyakit, melaporkan adanya penyakit
menular, penyelidikan lapangan, tindakan pertama untuk membatasi penyebaran
penyakit, pengobatan penderita, pengebalan (imunisasi), pemberantasan vektor,
penyuluhan kesehatan (buku biru). Berbagai upaya penanggulangan vektor DBD
19
telah dilaksanakan, antara lain pengasapan, larvasidasi dan penggerakan peran
serta masyarakat, penyuluhan 3M PLUS, POKJANAL, belum berhasil
menurunkan kasus. (SUB DINAS P2P & Penyehatan Lingkungan DINKES PROP
JATIM, 2006).
Program 3M di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1992 dengan
berdasar pada Keputusan Menkes No. 581/Menkes/SK/VII/92. Program 3M pada
dasarnya adalah pengembangan dari program PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) yang memfokuskan ke arah perbaikan fisik (Andajani, 2006).
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari tiga hal yaitu
peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, diagnosis dini dan
pengobatan dini, dan peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit
DBD. Program yang dilakukan adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) secara massal dan nasional. PSN dilakukan dengan menerapkan 3M
(Menutup wadah-wadah tampungan air, Mengubur atau membakar barang-barang
bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau mengganti air di
tempat tampungan air). Tujuan dari program 3M adalah untuk memutus mata
rantai penularan DBD dengan cara memutus rantai kehidupan nyamuk Aedes
aegypti (Suroso, 2003).
Kegiatan 3M dihimbau untuk dilakukan oleh masyarakat satu minggu
sekali. Gerakan ini dicanangkan oleh Pemerintah setiap tahunnya pada saat musim
penghujan di mana wabah Demam Berdarah Dengue biasa terjadi. Pada program
pembangunan 2004-2005, pencanangan Gerakan PSN dimulai sejak November
2004 dan ditegaskan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 11 Februari 2005 (Suroso, 2003).
Kegiatan 3M yang pertama yaitu menguras adalah kegiatan menguras
tempat – tempat penampungan air seperti bak air untuk mandi, tandon air, drum
yang berisi air. Kegiatan menguras dilakukan minimal satu kali dalam seminggu
untuk mencegah perkembangan nyamuk menjadi nyamuk dewasa. Hal ini karena
siklus metamorfosis nyamuk memakan waktu minimal seminggu (Suroso, 2003).
20
Kegiatan 3M yang berikutnya adalah menutup tempat – tempat
penampungan air. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah nyamuk Aedes aegypti
meletakkan telurnya di tempat penampungan air tersebut. Kegiatan menutup
tempat penampungan air dilakukan minimal untuk tempat penampungan air yang
susah untuk dikuras ataupun dikubur tetapi akan lebih baik lagi apabila kegiatan
menutup ini dilakukan untuk semua tempat penampungan air yang mungkin untuk
ditutup (Suroso, 2003).
Kegiatan 3M yang terakhir adalah mengubur barang – barang bekas
ataupun tempat yang dapat menjadi penampungan air saat hujan. Kegiatan
mengubur ini tidak terbatas hanya untuk barang – barang bekas seperti kaleng
tetapi juga untuk lobang di tanah yang bias menampung air. Kegiatan mengubur
ini lebih bagus apabila minimal seminggu sekali karena berpatokan dari siklus
nyamuk (Suroso, 2003).
Pengembangan program 3M sampai saat ini sudah banyak dilakukan
seperti yang terbaru adalah 3M plus, yaitu 3M diatas ditambah dengan memakai
repellent, tidak tidur pada jam – jam dimana nyamuk Demam Berdarah Dengue
berkeliaran, memakai kelambu saat tidur, memelihara ikan pemakan jentik di
tempat – tempat yang susah untuk dikuras, dan lain sebagainya. Semua kegiatan
baru ini juga bertujuan untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue
mengenai masyarakat (Suroso, 2003).
2. Kimia
Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan mengunakan insektisida pembasmi
jentik yang dikenal dengan istilah larvasidasi.
3. Biologi
Pemberantasan cara ini menggunakan ikan pemakan jentik (ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan cupang). Dapat juga menggunakan Bacillus thuringiensis var
Israeliensis (Bti).
21
2.3 KONSEP DASAR DALAM KEPERAWATAN KELUARGA
2.3.1 Pengertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan penulis kemukakan pengertian
keluarga menurut beberapa ahli.
Menurut Evelyn Duvall dalam Wahit (2005) keluarga adalah Sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuanmenciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
Menurut WHO ( 1969) Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
Yang dimaksud keluarga meurut Stanchope (1989 ) adalah :
1. Terdiri dari kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan,
keturunan/hubungan sedarah atau hasil adopsi.
2. Anggota tinggal bersama dalam satu rumah.
3. Anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial.
4. Mempunyai kebiasaan/kebudayaan yang berasal dari masyarakat tetapi
mempunyai keunikan tersendiri.
Helvie dalam Wahit (2005) Keluarga adalah kelompok manusia yang tinggal dalam
satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya dalam Suprajitno (2004) Keluarga adalah
dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu ruma tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing – masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan.
Departemen kesehatan R.I. (1998) Keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beerapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dari pengertian tersebut di atas tentan keluarga maka dapat di simpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah :
22
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah, perkawinan
atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing – masing mempunyai
peran sosial : suami, istri, anak, kakak, adik
4. Mempunyai tujuan yaitu : menciptakan dan mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem.
Sebagai sistem keluarga mempunyai anggota yaitu : ayah, ibu, dan anak atau semua
individu yang tinmggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut
saling berinteraksi, interelasi, dan interdependesi untuk mencapai tujuan bersama.
Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra
sistemnya yaitu : lingkungan atau masyarakat dan sebaliknya sebagai sub sistem dari
lingkungan atau masyarakat, keluarga dapat mempengaruhi masyarakat (supra
sistem). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam
membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-psiko-sosial dan
spiritual. Jadi sangatlah tepat bila keluarga sebagai titik sentral pelayanan
keperawatan. Diyakini bahwa keluarga yang sehat akan mempunyai anggota sehat
dan mewujudkan masyarakat yang sehat.
2.3.2 Struktur keluarga
Nasrul Effendy, (1998) mengemukakan bahwa.Struktur keluarga terdiri dari
bermacam – macam, diantaranya adalah :
1. Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu di susun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yan terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
23
3. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami istri.
(Nasrul Effendy, 1998).
2.3.3 Type Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam
pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang
mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan
derajat kesehatan maka perawatan perlu memahami dan mengetahui berbagai tipe
keluarga.
1. Tradisional Nuclear
Keluarga inti yan terdiri dari : ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh sanksi – sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Extended Family
Adalah keluarga inti di tambah dengan sanak saudara misalnya : nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan lain sebagainya.
3. Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentukan suatu rumah dengan anak – anaknya, baik itu
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
24
4. Middle Age / Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua – duanya bekerja di rumah,
anak – anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti
karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu
bekerja di luar rumah.
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak –
anaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah.
7. Dual Carrier
Suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
8. Commuter Married
Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu – waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri denan tidak adanya keinginan untuk
kawin.
10. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tionggal dalam satu rumah.
11. Institusional
Anak – anak tau orang – orang dewasa tinggal dalam suatu panti – panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak –
anaknya dan bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri dari oran tua dan keturunannya didalam satu kesatuan
keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah
orang tua dari anak – anak.
25
14. Unmaried Parent and Child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak di kehendaki, adopsi anak
15. Cohibing Couple
Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
2.3.4 Peran keluarga dan peran perawat keluarga
2.3.4.1 Definisi Peran
Menurut Nye dalam Wahit (2005) berpendapat terdapat dua perspektif dasar
menyangkut peran-orientasi strukturalist yang menekankan pengaruh noramative
(cultural) yaitu pengaruh yang berkaitan dengan status – status tertentu dan peran –
peran terkaitnya dan orientasi interaksi yang menekankan timbulnya kualitas peran
yang lahir dari interaksi sosial. Peran di definisikan dalam pemahaman yang lebih
struktural, karena preskripsi – preskripsi normative dalam keluarga, meskipun
berbeda – beda, secara relative masih di definisikan secara lebih baik. Peran merujuk
kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih ersifat homogen, yang di definisikan
dan di harapkan secara normative dari seseorang okupan peran (role occupan) dalam
situasi sosial tertentu. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
oran lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Kozier, 1995).
Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi
sosial tertentu. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas
perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang di
akui dan di beri kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional, dimana
tiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi kejelasan.
2.3.4.2 Konflik peran
Konflik terjadi ketika okupan dari suatu posisi merasa bahwa ia berkonflik
dengan harapan – harapan yang tidak sesuai. Hardi & Hardi dalam Wahit (2005).
Sumber dari ketidak seimbangan tersebut oleh jadi di sebabkan oleh adanya
26
perubahan – perubahan dalam harapan yang terjadi dalam diri peri laku, orang lain,
atau dalam lingkungan. Macam konflik peran :
1. Konflik antar peran
Adalah konflik yang terjadi jika pola – pola perilaku atau norma – norma dari
suatu peran tidak kongruen dengan peran lain yang dimainkan secara bersamaan
oleh individu. Konflik antar peran terjadi ketika peran yang kompleks dari
seseorang individu – yaitu sekelompok peran yang ia mainkan – termasuk
sejumlah peran yang tidak seimbang.
2. Intersender role conflict (konflik peran antar pengirim)
Suatu konflik dimana di dalamnya dua orang atau lebih memegang harapan –
harapan yang berkonflik, menyangkut pemeranan suatu peran.
3. Person – role conflict
Meliputi suatu konflik antara nilai – nilai internal individu dan nilai – nilai
eksternal yang dikomunikasikan kepada pelaku oleh oran lain, dan melemparkan
pelaku ke dalam situasi yang penuh dengan stress peran. Type konflik peran ini
sama dengan type konflik peran yang kedua, kecuali dalam hal, tidak adanya
perbedaan dalam harapan – harapan peran diantara orang – orang diluar
lingkunan. Orang dapat berfikir person-role conflict yang timbul dalam keluarga
dengan anak remaja – apabila remaja tersebut memiliki pemikiran internal
menyangkut perannya sebagai seorang remaja dan sebayanya menentukan suatu
peran yang sangat berbeda.
2.3.4.3 Peran – peran formal keluarga
Berkaitan dengan setiap posisi formal keluarga adalah peran – peran terkait,
yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi
peran secara merata kepada para anggota keluarga seperti cara masyarakat membagi
peran – perannya : menurut bagaimana pentingnya pelaksanaan peran bagi
berfungsinya suatu system. Ada peran yang membutuhkan ketrampilan dan
kemampuan tertentu, ada peran lain yang tidak terlalu kompleks dapat di delegasikan
kepada mereka yang kurang memiliki kekuasaan. Peran formal yang standart terdapat
dalam keluarga (pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir,
27
pengasuh anak, manajer keuangan dan tukang masak (Murray & Zentner dalam
Wahit, 2005). Nye dalam Suprajitno (2004) mengidentifikasi 6 peran dasar yang
membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan isteri-ibu :
1. Peran sebagai provider atau penyedia
2. Sebagai pengatur rumah tangga
3. Perawatan anak
4. Sosialisasi anak
5. Rekreasi
6. Persaudaraan (kinship) (memelihara hubungan keluarga paternal
dan maternal)
7. Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dan pasangan)
8. Peran seksual
2.3.4.4 Peran informal keluarga
Peran – peran informal bersifat implicit biasanya tidak tampak ke permukaan
dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan emosional individu
dan atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran – peran informal
mempunyai tuntutan yan berbeda, tidak terlalu di dasarkan pada usia, jenis kelamin
dan lebih didasarkan pada atribut – atribut personalitas atau kepribadian anggota
keluarga individual. (Marilyn M. Friedman dalam Suprajitno,2004)
2.3.5 Fungsi Keluarga
2.3.5.1 Fungsi dan tugas keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga
sebagai berikut :
1. Fungsi biologis: Untuk meneruskan keturunan, Memelihara dan membesarkan
anak, Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
2. Fungsi psikologis: Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,
Memberikan perhatian diantara keluarga, Memberikan kedewasaan kepribadian
anggota keluarga, Memberikan identitas keluarga
28
3. Fungsi sosialisasi: Membina sosialisasi pada anak, Membentuk norma – norma
tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing – masing, Meneruskan
nilai – nilai budaya
4. Fungsi ekonomi : Mencari sumber – sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Menabung untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga
di masa yang akan datang.
5. Fungsi pendidikan : Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
di milikinya, Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, Mendidik anak sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
2.3.5.2 Tugas – tugas keluarga
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar didalamnya terdapat
delapan tugas pokok sebagai berikut :
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Memelihara sumber – sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing – masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing – masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota – anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga. (Nasrul Effendy,
1998 ).
Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Selain keluarga mampu melaksanakan
fungsi dengan baik, keluarga juga harus melakukan tugas kesehatan keluarga. Tugas
kesehatan keluarga adalah sebagai berikut (Friedman dalam Wahit, 2005), yaitu :
mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang
tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan
29
suasana rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat.
Kelima tugas kesehatan keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan
oleh keluarga, perawat perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu melaksanakan
tugas tersebut dengan baik memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga
untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga tersebut.
2.3.6 Struktur keluarga
Struktur keluarga terdiri dari : pola dan proses komunikasi, struktur peran,
struktur kekuatan dan struktur nilai dan norma.
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan, komunikasi keluarga
bagi pengirim : yakin mengemukakan pesan, jelas dan berkualitas, meminta dan
menerima umpan balik. Menerima : mendengarkan pesan, memberikan umpan
balik dan valid. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila :
tertutup, adanya isu atau gossip negative, tidak berfokus pada satu hal dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri, komunikasi keluarga bagi pengirim :
bersifat : asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental exspresi dan
komunikasi tidak sesuai. Penerima : gagal mendengar, diskualififasi, ofensif
(bersifat negative), terjadi mis komunikasi dan kurang atau tidak valid.
2. Struktur peran
Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan
sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal
atau informal.
3. Struktur kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain : legitimate power (hak),
referent power (ditiru), expert power (keahlian), reward power (hadiah), coercive
power (paksa) dan efektif power.
30
4. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah system ide – ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima
pada lingkungan sosial tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
2.3 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PELAKSANAAN
PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH
Penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2008) mengenai Hubungan Kondisi
Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku Masayrakat Dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai Demam Berdarah
Dengue memiliki hubungan yang bermakna dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.
Penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan Demam Berdarah
Dengue menyebabkan tingginya angka jentik Aedes aegypti. Selain itu dari penelitian
ini juga didapatkan bahwa kondisi lingkungan dan jenis kontainer juga memiliki
hubungan dengan angka jentik Aedes aegypti.
Fathi dalam Lies dkk (2009) dengan judul Peran Faktor Lingkungan dan
Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram
menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian diatas. Pada penelitian ini tidak
didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan Demam Berdarah Dengue dengan
keberadaan jentik Aedes aegypti. Selain itu untuk peran faktor lingkungan terhadap
keberadaan jentik Aedes aegypti tidak memiliki hubungan yang bermakna kecuali
faktor lingkungan mengenai keberadaan kontainer – konatiner air. Adanya kontainer
– kontainer air memiliki hubungan dengan adanya jentik Aedes aegypti karena
kontainer – kontainer air dapat menjadi tempat perkembang biakan nyamuk Aedes
aegypti
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue
antara lain faktor host, faktor lingkungan, dan faktor agent. Faktor lingkungan yaitu
kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban,
31
musim) dan kondisi demografis (kepadatan, morbilitas, adat istiadat, sosial ekonomi).
Beberapa faktor yang berhuibungan dengan keberadaan jentik jentik nyamuk yang
merupakan vektor penyakit demam berdarah dengue di suatu daerah adalah faktor
kesehatan lingkungan, faktor pengetahuan, dan pelaksanaan PSN di daerah tersebut.
Menurut Green, suatu perilaku, yang dalam hal ini pelaksanaan PSN ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain faktor prdisposisisi / faktor yang berasal dari dalam
individu sendiri yaitu pendididkan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan ; faktor
enabling / faktor yang memungkinkan yaitu manajemen dan tenaga kesehatan; dan
faktor reinforcing / penguat yaitu keluarga dan masyarakat sekitar (Ridwanaminuddin
dalam Lies dkk, 2009).
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD oleh masyarakat
sangat besar, boleh dikatakan lebih dari 90% dari keseluruhan upaya pemberantasan
penyakit DBD. Dan upaya tersebut sangat berkaitan dengan faktor perilaku dan faktor
lingkungan. Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3
M plus dilakukan secara sistematis, terus menerus berupa gerakan serentak, sehingga
dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah perilaku dan
lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk aedes aegypti.
(I Nyoman Kandun dalam Lies dkk, 2009)
2.5 KONSEP MODEL KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE
Teori keperawatan menurut sevens dalam Alfiah hidayati ( 2010) Sebagai
usaha menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan . Teori
keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan
bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, memperkirakan, dan mengontrol hasil
asuhan atau pelayanan keperawatan yang dilakukan.
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang
situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model
konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat
mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat
32
dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat
kerjakan.
Lingkungan menurut Nightingale merujuk pada lingkungan fisik eksternal
yang mempengaruhi proses penyembuhan dan kesehatan yang meliputi lima
komponen lingkungan terpenting dalam mempertahankan kesehatan individu yang
meliputi
1. udara bersih,
2. air yang bersih,
3. pemeliharaan yang efisien
4. kebersihan, serta
5. penerangan/pencahayaan
Nightingale lebih menekankan pada lingkungan fisik daripada lingkungan
sosial dan psikologis yang dieksplor secara lebih terperinci dalam tulisannya.
Penekanannya terhadap lingkungan sangat jelas melalui pernyataannnya bahwa jika
ingin meramalkan masalah kesehatan, maka yang harus dilakukan adalah mengkaji
keadaan rumah, kondisi dan cara hidup seseorang daripada mengkaji fisik/tubuhnya.
Nightingale mendefinisikan kesehatan sebagai merasa sehat dan
menggunakan semaksimal mungkin setiap kekuatan yang dimiliki yang merupakan
proses aditif, yaitu hasil kombinasi dari faktor lingkungan, fisik, dan psikologis.
Terutama faktor lingkungan meliputi : Kebersihan, Minuman, Nutrisi, Kelembaban,
Jalan udara dan Saluran air
`Menurut Nightingale keadaan sehat dapat dicapai melalui pendidikan dan
perbaikan kondisi lingkungan. Penyakit merupakan proses perbaikan, tubuh berusaha
untuk memperbaiki masalah. Juga merupakan suatu kesempatan untuk meningkatkan
pandangan spiritual. Oleh karena itu Nightingale sangat menekankan bahwa
33
kesehatan tidak hanya berorientasi dalam lingkungan rumah sakit tetapi juga
komunitas.
Nightingale memandang keperawatan sebagai ilmu kesehatan dan
menguraikan keperawatan sebagai mengarahkan terhadap peningkatan dan
pengelolaan lingkungan fisik sehingga alam akan menyembuhkan pasien. Oleh
karena itu, kegiatan keperawatan termasuk memberikan pendidikan tentang
kebersihan di rumah tangga dan lingkungan untuk membantu wanita menciptakan
atau membuat lingkungan sehat bagi keluarganya dan komunitas yag pada dasarnya
bertujuan untuk mencegah penyakit.
34
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep- konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian- penelitian yang akan
dilakukan. (Notoatmojo,2005)
pppppp
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Berpengaruh dan diteliti
: Berpengaruh namun tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
35
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : Faktor intrinsik : - Usia - Lingkungan- Pendidikan - Integensia - PekerjaanFaktor ekstrinsik : - Lingkungan - Agama- Kebudayaan
Nursalam ( 2003 )
Pengetahuan keluarga tentang demam
berdarah
-Memahami - Aplikasi - Analisis- Sintesis - Evaluasi
Pelaksanaan 3M
- Tahu
Baik KurangSedang
1.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian patokan duga atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmojo, 2005)
Pada penelitian ini peneliti mengajukan hipotesa sementara sebagai
berikut:
H1 : Ada hubungan pengetahuan tentang demam berdarah dengan
pelaksanaan 3M plus di dususn plosorejo Desa Kebondalem Wilayah
Puskesmas Bareng.
H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan tentang demam berdarah dengan
pelaksanaan 3M plus di dususn plosorejo Desa Kebondalem Wilayah
Puskesmas Bareng.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Desain Penelitian
Desain dalam penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang
memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi validiti suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk peneliti dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab
suatu pertanyaan (Nursalam,2008).
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah desain studi
korelasional yang mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari,
menjelaskan suatu hubungan,memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang
ada. Sampel perlu mewakili seluruh rentang nilai yang ada. Penelitian korelasional
bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Hubungan korelatif
mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diiukuti oleh variasi
variabel yang lain. Dengan demikian pada rancangan penelitian korelasional peneliti
melibatkan minimal dua varibel. (Arikunto,2005).
Rancangan penelitian yang digunakan survey analitik model Cross Sectional
yaitu mengumpulkan data/informasi, sampel yang diambil dan sampel populasi hanya
satu kali (Alimul, 2007).
37
37
1.2 Kerangka Kerja (Frame Work)
Kerangka kerja adalah langkah- langkah dalm aktifitas ilmiah, mulai dari
penetapan populasi, sampel, dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2008)
38
Kesimpulan
SamplingTotal Sampling
Instrumen PenelitianKuesioner tentang pengetahuan dan pemilihan
Desain Penelitian
Cross Sectional
Pengelolahan DataEditing, Coding, Skoring, Tabulating
Analisa data Product moment
Penyajian data
SampleKeluarga yang ada di Dusun Plosorejo, jumlah 126 KK
PopulasiSemua keluarga di Dusun plosorejo Desa kebondalem wilayah
kerja Puskesmas Bareng, Jumlah 126 KK
1.3 Populasi, Sampel, dan Sampling
1.3.1 Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2008 ). Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dusun
plosorejo di wilayah kerja Puskesmas Bareng sejumlah 126 Keluarga
1.3.2 Sampel Penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel dalam
penelitian ini adalah semua keluarga dusun plosorejo di wilayah kerja Puskesmas
Bareng yaitu sejumlah 126 keluarga. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008). Tehnik sampling
yang digunakan adalah total sampling yaitu pengambilan sampel dengan memberi
perlakuan kepada semua anggota yang ada dalam populasi. (Alimul, 2007), adapun
sampel yang akan diteliti memiliki kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karateristik
umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti
(Nursalam,2003)
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Anggota keluarga yang bersedia menjadi responden
2. Bertempat tinggal di dusun plosorejo desa kebondalem.
Kriteria eksklusi adalah merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Nursalam,
2003)
39
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : Keluarga yang sedang tidak ada di
tempat saat dilaksanakan penelitian
1.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.4.1 Variabel Penelitian
Adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, ukuran yang dimiliki oleh
satuan penelitian tanpa konsep pengertian tertentu (Notoatmojo, 2005).
Ada dua variabel dalam penelitian ini:
1. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Varibel Independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2008). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah
pengetahuan keluarga tentang DBD.
2. Variabel Dependent (Variabel Tergantung)
Variabel Dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain
(Nursalam, 2008). Pada penelitian yang menjadi variabel dependen adalah
Pelaksanaan 3M Plus .
40
1.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008).
Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengetahuan Keluarga Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Dengan Pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng.
Variabel Definisi
Operasional
Parameter Alat Ukur Skala Skor
Variabel independent (bebas) Pengetahuan tentang DBD
Segala sesuatu informasi yang diketahui tentang DBD
1. Pengertian DBD
2. Tanda dan gejala
3. Penanganan dalam keluarga
4. Vektor demam berdarah
5. Penanggulangan vektor DBD secara umum
6. Kegiatan 3 M plus
Kuesioner ORDINAL
1. Betul : 12. Salah : 0
Pelaksanaan 3M plus
Hasil observasi untuk pelaksanaan kegiatan 3M plus
1. Melaksanakan2. Tidak
melaksanakan
Kuesioner ORDINAL
1. Melaksanakan : 12. Tidak melaksanakan : 0
41
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 januari sampai dengan 15 februari
2011 di dusun Plosorejo Desa kebondalem Kecamatan Bareng
1.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Sebelum dilakukan pengambilan data peneliti mengajukan izin kepada Kepala
Puskesmas Bareng, kemudian peneliti berkoordinasi dengan Petugas kesehatan di
desa setempat yaitu bidan desa dan perawat di puskesmas pembantu kebondalem
serta perangkat desa guna mendata semua populasi di Dusun Plosorejo, menentukan
sampel dan peneliti menetukan sampel yang dituju dengan teknik total sampling.
Kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan lembar
kuesioner. Hasil kuesioner tersebut dikaji oleh peneliti berdasarkan jawaban yang
dipilih oleh responden.
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data
Guna memperoleh data penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan maka
kuesioner yang telah penulis buat harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas angket.
1. Uji Validitas
Uji validitas secara SPSS digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
42
kuesioner tersebut (Pratisto, 2009). Mengukur tingkat validitas dapat dilakukan
dengan cara:
Uji signifikansi yang dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung
(hasil uji validitas) dengan nilai r tabel (nilai tabel) dengan nilai signifikansi 0,05
dari responden sebanyak 10 orang, r tabel = 0,631. hasil uji validitas (nilai r
hitung) yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Corelation.
Jika rhit > rtabel berarti instrumen valid demikian sebaliknya jika rhit < rtabel
berarti instrumen tidak valid yang tentunya tidak dapat digunakan dan dapat
diperbaiki/ dihilangkan.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan struktur
pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu
bentuk kuesioner. Uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS dapat dilakukan
secara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan untuk lebih dari satu
variabel, reliabilitas suatu variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s
Alpha > dari 0,60 (Pratisto, 2009:302). Analisis keputusan, jika r11 > rtabel berarti
reliabel dan apabila r11< rtabel tidak reliabel yang di hitung pada derajat kebebasan
dk= n-2 dan α= 0,05.
3.7. Pengelolahan Data
Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data
dengan cara :
43
3.7.1 Editing
Yaitu dengan memeriksa kelengkapan identitas yang mungkin tidak perlu
ditanyakan kepada responden dan diketahui oleh peneliti maka peneliti akan
menambahkan sesuai dengan yang diketahui.
3.7.2 Coding
Coding adalah kegiatan untuk mengklasifikasi data/jawaban menurut
kategorinya masing-masing (Djarwanto, 2001). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan beberapa kode pada bagian-bagian tertentu untuk mempermudah
waktu pentabulasian dan analisa data. Kode yang digunakan adalah:
1. Untuk responden
Responden no. 1 : kode 1
Responden no. 2 : kode 2
Responden no.3 : kode 3
2. Umur
< 20 tahun : kode 1
20-35 tahun : kode 2
> 35 tahun : kode 3
3. Pendidikan
Tidak sekolah : kode 1
SD : Kode 2
Tidak tamat SD : Kode 3
44
SMP : kode 4
SMA : kode 5
Perguruan tinggi : kode 6
4. Pekerjaan
Petani : kode 1
Pedagang : kode 2
Buruh tani/ Pekerja Harian lepas : kode 3
Karyawan Swasta : Kode 4
Pegawai negeri sipil : kode 5
TNI/POLRI : kode 6
Lain- lain : Kode 7
Tidak bekerja : kode 8
5. Pernah/tidak mendapat informasi
Ya : kode 1
Tidak : kode 2
6. Sumber informasi
Kader : kode 1
Tenaga kesehatan : kode 2
TV, Radio : kode 3
Koran : kode 4
Lain-lain : kode 5
45
3.7.3 Skoring
Setiap data yang diperoleh dari responden akan diberi skor sesuai dengan
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Untuk variabel pengetahuan di beri skor sebagai berikut:
Jawaban pertanyaan benar : nilai 1
Jawaban pertanyaan salah : nilai 0
Pengetahuan tersebut dikaji oleh peneliti berdasarkan jawaban yang dipilih oleh
responden.
Pengetahuan responden di nilai dari kriteria:
baik jika jawaban benar 25 – 19 soal : kode 3
cukup jika jawaban benar 18 – 16 soal : kode 2
kurang jika jawabann benar 16 – 0 soal : kode 1
Pelaksanaan 3M plus dengan kriteria:
melaksanakan : kode 2
tidak melaksanakan : kode 1
3.7.4 Tabulating
Tabulating adalah proses pengumpulan data kedalam bentuk tabel. Data yang
didapat ditabulasi kemudian analisis disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
persentase tentang pengetahuan dan pemilihan. Pada tahap ini dianggap data telah
selesai diproses sehingga harus disusun kedalam suatu pola formal yang telah
dirancang. Dalam penulisan persentase biasanya dikelompokkan menjadi:
seluruhnya : 100%
46
hampir seluruhnya : 76% - 99%
sebagian besar : 51% - 75%
setengahnya : 50%
hampir setengahnya : 26% - 49%
sebagian kecil : 1% - 25%
tidak satupun : 0 %
(Arikunto,2006)
3.8. Analisa Data
Analisa data adalah cara berfikir digunakan untuk memahami hubungan dan
konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi. (Susiono,
2008 : 294).
Analisa data merupakan suatu proses yang sangat penting dalam penelitian.
Oleh karena itu harus dilakukan dengan sistematis, baik dan benar
Jenis analisa data yang digunakan :
1. Univariate
Analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
Umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap
variabel (Notoatmodjo, 2005:121).
Komponen yang termasuk dalam analisis univariate ini data umum yaitu
umur, agama, pendidikan, pekerjaan, informasi, sumber informasi, dan data
khusus yang terdiri dari pengetahuan tentang DBD.
47
2. Bivariate
Bivariate adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005: 121). Dalam
penelitian ini analisis bivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan Masyarakat tentang DBD dengan pelaksanaan 3M plus
3.8.1 Pengetahuan Masyarakat tentang DBD
Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden dikelompokkan
sesuai dengan sub variebel yang diteliti. Jumlah jawaban responden dari masing-
masing pertanyaan dijumlahkan dan dihitung menggunakan kriteria penilaian
pengetahuan.
3.8.2. Pelaksanaan Pencegahan demam berdarah dengan 3M Plus
N =
Keterangan :
N = Nilai
Sp = skor perolehan
Sm = skor maksimal
Kesimpulan:
1. Kurang : ≤ 56%
2. Cukup : 56%-75%
3. Baik jika skor : ≥ 76%
(Nursalam, 2008: 120)
48
Pelaksanaan tindakan pencegahan dengan 3M plus diukur dengan 25 item
pertanyaan dan observasional, jika menjawab sudah melaksanakan akan diberi nilai 1
dan jika belum melaksanakan akan diberi nilai 0. Jumlah jawaban responden dari
masing-masing pertanyaan dijumlahkan dan dihitung menggunakan kriteria penilaian
skala guttman yaitu :
Pelaksanaan baik : 100%- 75%
Pelaksanaan sedang : 74%-40%
Pelaksanan kurang : 0%- 39%.
3.8.3 Hubungan Pengetahuan Masyarakat tentang Kesehatan dengan Penyakit
DBD
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pelksanaan 3M plus di
wilayah kerja Puskesmas Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang dianalisis
dengan menggunakan uji korelasi product moment dengan SPSS(Sugiono,2007)
Kemudian untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan menggunakan uji
Spearman Correlation secara SPSS dengan ketentuan jika nilai “r” semakin
mendekati angka 1, maka hal itu menunjukkan adanya hubungan yang semakin kuat.
Kriteri kuat lemahnya hubungan adalah sebagai berikut:
0 – 0,199 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)
0,20 – 0,399 = korelasi yang rendah
0,40 – 0,599 = korelasi sedang
0,60 – 0,799 = cukup tinggi
0,80 – 1,000 = korelasi tinggi
49
3.9. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya rekomendasi
dari institusinya atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi
atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan
penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:
3.9.1 Mengurus Surat Ijin Penelitian
1. Meminta surat pengantar ijin penelitian dari STIKES PEMKAB
Jombang
2. Meminta surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
3. Mengantar surat ijin penelitian ke Puskesmas Bareng
3.9.2 Lembar Persetujuan Penelitian
Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilaksanakan kepada
keluarga subjek yang akan diteliti, tujuannya adalah agar keluarga subjek mengetahui
maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang akan terjadi selama penelitian.
3.9.3 Anonimity (tanpa nama)
Nama subjek tidak dicantumkan dalam lembar pengumpulan data untuk
mengetahui keikutsertaan, maka peneliti cukup memberi kode masing- masing
lembar tersebut.
3.9.4 Confidentility (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijaga
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data saja yang akan disajikan atau
dilaporkan pada hasil penelitian.
50
3.10. Keterbatasan
Peneliti menyadari banyak keterbatasan meliputi:
3.10.1 Instrumen atau alat pengumpulan data
Instrument untuk alat penelitian yang berupa kuesioner yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya dibuat sendiri oleh peneliti sehingga validitasnya
dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam mengisi kuesioner.
3.10.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini terbatas pada ibu nifas sehingga
kurang dapat bisa mewakili dari kesuluruhan.
3.10.3 Waktu penelitian
Waktu penelitian yang relatif singkat mempengaruhi dalam proses pengisian
oleh responden sehingga dimungkinkan mempengaruhi validitas, waktu pengisian
koesioner juga dipengaruhi oleh kesibukan responden sehingga hasil penelitian
kurang optimal.
51
DAFTAR PUSTAKA
Andajani, Susilowati. 2006. Demam Berdarah Dengue. Departemen IKM-KP
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : 2006.
Anonim, 2007. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2006. Surabaya :Dinkes Prov
Jatim
Anonim, 2010. Statsitic on dengue p.1. WHOdengue.net diakses tanggal 2 oktober
2010
Anonim. 2004. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue dan Demam Berdarah. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Depkes RI
Anonim. 2004. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue dan Demam Berdarah. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Depkes RI.
Arif Hidayati. 2006. Model Konsep Keperawatan. http//arifhidayati.blogspot.com
diakses tanggal 21 Desember 2010
Arikunto, S,2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: EGC.
Effendy, Nasrul. 2006.Dasar-dasar Keperwatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Fathi, dkk. 2005. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.2 No.1 : Peran Faktor
Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di
Kota Mataram. Surabaya : Airlangga Univeristy Press
Hidayat, Alimul Aziz.2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis.
Jakarta: Salemba Medika
I Nyoman Kandun, 2004 www.gizi.net/../fullnews.cgi diakses tanggal 12 Desember
2010
Notoatmojo ,S.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Notoatmojo, S.2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam, 2003. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. CV.
Agung Seto
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: CV. Agung Seto
52
Pambudi dkk. 2009. Faktor- factor yang mempengaruhi partisipasi jumantik dalam
pemberantasan DBD di Desa Ketintang Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali. Surakarta: UMM press
Ridwanaminuddin,2007.http://ridwansmiruddin.wordpress.com/2007/12/19/review-
evaluasi-program-dbd/
Siregar.2004. Kajian factor factor yang mempengaruhi kejadian demam berdarah di
kelurahan Helvetia Medan tengah.USUpress: Medan
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press.
Surabaya. Hal 1
Stanchope Lancaster.1989.Community Health Nursing, Process and Practice. Mosby
co: St.louis USA
SUB DINAS P2P & Penyehatan Lingkungan DINKES PROP JATIM, 2006
Sugiono, 2007, Statistik Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta
Suprajitno.2004. Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi dalam Praktik.EGC :
Jakarta
Suroso, T. 2003. Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia. Jakarta : Depkes
RI.
Wahit,dkk. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2. CV Sagung Seto: Jakarta
Wikipedia.2010. Pengetahuan (online). http//www.wikipedia.co.id.
Yudhastuti, Ririh. 2008. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku
Masayrakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Surabaya : Airlangga University Press
53