HUBUNGAN PERILAKU TENAGA TEKNISI ELEKTRONIK DENGAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) TERHADAP
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA(K3)
DI KECAMATAN KUALA BATEE
ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
DENY GUSMADY
11C10104265
PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, banyak kita lihat alat elektronik yang beredar di pasar
global maupun lokal yang didesain sesuai dengan perkembangan teknologi yang
semakin canggih. Hal ini membuat suatu sistem peredaran ekonomi di suatu
negara semakin maju dan bahkan persaingan di segala bidang pun semakin
meningkat sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-
masing manusia.
Menurut Ennanoza (2008), para pemuda tertarik dan melirik profesi bisnis
karena cukup menjanjikan masa depan yang cerah. Untuk mengantisipasi
pekerjaan bisnis, mereka harus mempersiapkan bekal berupa sikap dan mental
serta menguasai beberapa keterampilan, salah satunya keterampilan di bidang
Elektronika. Akan tetapi, keterampilan ini dapat memberi peluang terhadap resiko
terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja pada tenaga teknisi elektronik yang
disebabkan oleh unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor
lingkungan). Hal ini juga dikatakan oleh Anizar (2012), yang mengutip catatan
International Labor Organization (ILO) di mana setiap tahunnya terjadi 1,1 juta
kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan kerja, dengan 300.000
kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena
penyakit akibat kerja, dimana diperkirakan terjadi sekitar 160 juta penyakit karena
pekerjaan setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat ratusan juta
penduduk dunia bekerja dalam kondisi yang tidak sehat dan tidak selamat.
1
2
Indonesia merupakan negara berkembang didunia dengan angka penyakit
dan kecelakaan kerja yang masih sangat besar setiap tahunnya. Hal ini juga
diungkapkan oleh Anizar (2012), yang menutip data Biro Pusat Statistik dimana
jumlah tenaga kerja Indonesia pada tahun 1997 sebanya 89 juta dan pada tahun
2000 sudah mencapai lebih dari 95 juta orang, Oleh karena itu setiap pekerja di
Indonesia harus diberikan pengetahuan lebih dalam tentang penyakit akibat kerja,
penyebabnya dan cara penanggulangannya.
Menurut penelitian, 80-85% kecelakaan kerja tersebut disebabkan oleh
unsafe action. Oleh karena itu pencegahan harus berdasarkan pengetahuan tentang
sebab-sebab kecelakaan. Hal ini dapat diketahui dengan mengadakan analisa
tentang kecelakaan. Oleh karena itu, kebijakan perusahaan memegang peranan
penting dalam mengatasinya dan tentu saja pihak pekerja memegang peranan
penting untuk meminimalisasi kecelakaan tersebut (Anizar, 2012).
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam kesehatan kerja sesuai dengan
Undang-Undang No.1 tahun 1970 yang mengatur tentang penyediaan dan
penggunaan APD ditempat kerja, baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja
(Keusuma, T.A, 2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Kuala Batee periode
Januari sampai dengan Juni 2014 tercatat 405 tindakan UGD (Unit Gawat
Darurat) yang mana 6 diantaranya berprofesi sebagai tenaga teknisi elektronik,
675 kasus penyakit ISPA dan 27 kasus menimpa tenaga teknisi elektronik secara
ganda.
3
Dari hasil pengamatan tahap awal yang dilakukan pada teknisi elektronik
di delapan tempat service yang ada di Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh
Barat Daya (ABDYA) Tahun 2014, diketahui bahwa tenaga teknisi elektronik
tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar seperti
masker, goggles, penutup muka khusus, sepatu mengkonduktor, sarung tangan
10.000 volt/3 menit dan pakaian pengaman sesuai fungsinya. Padahal alat dan
bahan yang digunakan dapat mengancam kesehatan pekerja dan usaha itu sendiri
seperti penggunaan solder, solder uap/Hot air, timah, cairan rosin, pasta
solder/lowpet, cairan IPA dan cairan songka sehingga terjadi gangguan kesehatan
seperti batuk, sesak, kesetrum/tersengat listrik, mata perih, mudah lelah, luka pada
jari dan stres.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis ingin mengetahui Hubungan
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan
APD Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
4
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Tenaga Teknisi
Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
2. Untuk mengetahui hubungan Sikap Tenaga Teknisi Elektronik Dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014
3. Untuk mengetahui Hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga
Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat Pengetahuan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan
APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
2. Ada hubungan Sikap Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap
K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
3. Ada hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga Teknisi dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1.3.3. Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai Hubungan Perilaku
Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD
5
2. Sebagai masukan dan bahan bacaan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Teuku Umar (FKM-UTU)
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan para teknisi elektronik
tentang pentingnya penggunaan APD pada saat bekerja
4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam
penggunaan APD.
1.3.4. Manfaat Praktis
1. Memberi informasi tentang penggunaan APD kepada para teknisi
elektronik
2. Sebagai bahan pertimbangan dinas kesehatan dan tenaga kerja dalam
upaya promosi kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai K3 dan penggunaan APD secara benar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Teknisi Elektronik
Kata teknisi tidak asing lagi kita dengar dari masyarakat karena
keberadaan teknisi sekarang sangat mudah dijumpai, teknisi merupakan julukan
atau istilah yang disandang oleh seseorang yang bisa menyelesaikan sesuatu
permasaalahan pada teknologi dengan dilandasi keahlian dan profesi yang
dimiliki dalam dunia wirausaha.
Teknisi umumnya adalah seseorang yang menguasai bidang teknologi
tertentu yang lebih banyak memahami teori bidang tersebut, seperti insinyur.
Umumnya mereka lebih menguasai teknik dibandingkan layperson rata-rata, atau
malah profesional dalam bidang itu. Pemahaman tingkat menengah atas teori dan
teknik tingkat tinggi umumnya dikuasai oleh teknisi untuk menjadi ahli dalam hal
peralatan tertentu dan Elektronika Secara Umum adalah ilmu yang mempelajari
tentang listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran
elektron atau partikel bermuatan listrik dalam suatu alat. Pengendalian elektron ini
terjadi dalam ruangan hampa atau ruang yang berisi gas bertekanan rendah seperti
tabung gas dan bahan semikonduktor. Seperti komputer, peralatan elektronik,
termokopel, semikonduktor, dan lain sebagainya. sementara pengertian elektronik
adalah kata sifat yang dapat kita hubungkan dengan piranti-piranti kekal atau
sistem yang mengunakan piranti-piranti electron. (Mahdinursyah, 2009).
Menurut Ennanoza (2008) dalam dunia wirausaha ada beberapa
karakteristik yang perlu dimiliki dan perlu dikembangkan yaitu berwatak luhur,
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologihttp://id.wikipedia.org/wiki/Insinyurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Profesionalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Ahlihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bidang_studihttp://id.wikipedia.org/wiki/Peralatan
7
kerja keras dan disiplin, mandiri dan realitis, prestatif dan komitmen tinggi,
berfikir positif dan bertanggung jawab, dapat mengendalikan emosi, tidak ingkar
janji dan tepat waktu, belajar dari pengalaman, memperhitungkan resiko, merasa
kebutuhan orang lain, bekerja sama dengan orang lain, menghasilkan sesuatu
untuk orang lain, memberi semangat orang lain, mencari jalan keluar bagi setiap
permasaalahan, merencanakan sesuatu sebelum bertindak.
2.2. Alat dan Bahan Teknisi Elektronik
Dalam bekerja tentu saja harus ada alat dan bahan yang digunakan sesuai
dengan pekerjaan yang dilakukan, begitu juga halnya dengan alat dan bahan yang
digunakan oleh teknisi elektronik seperti yang dikatakan oleh Daniswara dan
Riyan, (2007) yang mana alat dan bahan yang digunakan oleh tenaga teknisi
adalah sebagai berikut ;
1. Obeng dengan berbagai jenis, untuk membuka dan memasang baut,
2. Pinset, untuk mengambil dan memegang komponen IC atau baut dengan cara
menjepit,
3. Multitester, (Avo Meter), untuk mengecek ada tidaknya hubungan arus antar
komponen,
4. Solder, untuk mematri kaki-kaki komponen ke PCB (Print Circuit Boar)
dengan menggunakan timah,
5. Solder uap (Hot Air), untuk mencairkan timah sehingga memudahkan
pencabutan IC atau komponen lainnya dari PCB,
6. Power Supply, merupakan alat pengantar dan pembagi arus listrik keseluruh
komponen sesuai kebutuhan,
8
7. Desktop multi, untuk pengisian arus pada baterai dalam tahap awal,
8. Blower, untuk pelengkap pada saat menyolder komponen yang akan
menghisap asap hasil dari solderan,
9. Lampu duduk, untuk alat bantu penerang,
10. Penjepit PCB, untuk menjepit PCB agar tidak lari-lari,
11. Bahan untuk servis ;
- Timah, untuk menyolder,
- Flug/cairan Rosin, untuk mengangkat IC,
- Kabel jumper, untuk menghubungkan satu komponen dengan komponen
lainnya,
- Pasta solder (lowpet), untuk membersihkan mata solder,
- Cairan IPA, untuk membersihkan karat atau bekas cairan songka (arpus),
- Cairan songka, untuk mendinginkan dan mempermudah pencairan timah.
2.3. Penyakit Akibat Kerja di Tempat Servis Elektronik
Penyakkit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat, bahan, dan proses yang terjadi ditempat kerja (Anizar, 2012).
Penyakit akibat kerja di tempat servis elektronik dapat digolongkan
kedalam golongan fisik (infrared), kimiawi (timah, cairan IPA), biologis (debu),
fisiologis (ergonomis), fisikososial (beban kerja).
2.1.1. Golongan Fisik
Ruangan kerja di tempat servis elektronik dapat menimbulkan
konjungtivitas foto elektrika pada mata yang di sebabkan oleh radiasi infra merah
yang ada pada sebahagian elektronik.
9
Pencegahan :
- Mengurangi lamanya paparan,
- Pengukuran dosis,
- Mempertahankan jarak aman,
- Memakai APD kobalt biru,
- Sheilding (mengurangi waktu kerja).
2.1.2. Golongan Kimiawi
Bahan yang digunakan dapat menimbulkan rasa nyeri kepala dan iritasi
pada saluran napas yang disebabkan oleh cairan IPA.
Pencegahan :
- Pengawasan Hygiene yang baik ditempat kerja,
- Memakai masker.
2.1.3. Golongan Biologis
Ruangan kerja di tempat servis elektronik dapat menimbulkan leptopirosis
dan tuberkulosis yang disebabkan oleh Bakteri.
Pencegahan :
- Mengurangi hewan reservior atau serangga vektornya,
- Pembatasan peredaran hewan vektor.
2.1.4. Golongan Fisiologis
Tempat kerja yang kurang ergonomis tidak sesuai dengan fisiologi dan
anatomi manusia dapat berakibat cacat pada tubuh.
Pencegahan :
- Memperbaiki kondisi tempat kerja yang tidak ergonomis,
10
- Mengajarkan kepada para pekerja postur kerja yang benar sesuai profesi
masing-masing.
2.1.5. Golongan Fisikososial
Penyakit akibat kerja pada golongan ini diakibatkan karena beban kerja
yang terlalu berat dan melebihi kapasitas kerja manusia.
Pencegahan :
- Kerjasama yang baik antar pekerja,
- Waktu untuk refreshing,
- Bagi para pemimpin agar menghindari pemaksaan hasil kerja maksimal yang
terlalu berlebihan dari para pekerja.
2.4. Kecelakaan Kerja di Tempat Servis Elektronik
Seperti yang kita ketahui, setiap kegiatan pasti ada dampak baik dan
buruknya begitu juga dengan kegiatan yang dikerjakan oleh teknisi elektronik,
berikut ini kegiatan yang berdampak buruk terhadap pekerja diruangan service;
1. Aktivitas didepan komputer, resiko iritasi mata,
2. Perbaikan Liquid Colour Display (LCD)/layar, beresiko jari/tangan terluka,
tergores pecahan kaca,
3. Pencucian PCB dan komponen-komponen, beresiko terhirup/tertelan cairan
IPA,
4. Pensolderan, pencabutan dan penjamperan komponen-komponen, beresiko
terhirup dan iritasi mata yang disebabkan oleh Asap dan uap hasil pemanasan
serta tersengat anggota tubuh oleh solder dan gordak,
11
5. Pengecasan baterai dengan Power Supply/desktop multi, beresiko cidera
anggota tubuh jika baterai meledak karena kelebihan arus,
6. Tersengat arus listrik pada saat pemeriksaan jalur pada PCB.
2.5. Alat Pelindung Diri (APD)
Akhir-akhir ini banyak kita temui teknisi ditempat-tempat service baik
usaha besar maupu kecil yang sangat minim dalam penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD), padahal penggunaannya sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan
dan keselamatan teknisi itu sendiri karena tanpa disadari bahan dan alat yang
digunakan bisa saja mengancam teknisi tersebut, meskipun APD tidak bisa
dengan sempurna menjadi benteng yang kokoh setidaknya bisa menjadi
penyangga dalam arti kata bisa mencegah atau meminimalisasikan resiko
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan.
Berdasarkan pendapat Anizar (2012) dalam bukunya cetakan ke 2 tahun
2012 yang berjudul “Teknik Keselamatan dan Kesehatan kerja di Industri” APD
adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebahagian
atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Hal ini
bukanlah berarti secara sempurna dapat melindungi tubuh si pekerja, tetapi akan
dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Menurut Anizar APD
adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang
bekerja disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung, diwajibkan
menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Alat-alat demikian harus
memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan
12
efektif terhadap jenis bahaya.
Anizar juga menyebutkan syarat-syarat yang harus diperhatikan dan APD
yang digunakan oleh tenaga teknisi yaitu sebagai berikut;
1. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam APD;
a. Enak dan nyaman dipakai,
b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak
pekerja,
c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis
bahaya/potensi bahaya,
d. Memenuhhi syarat estetika,
e. Memperhatikan efek samping dari APD,
f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga
terjangkau.
2. APD yang digunakan oleh teknisi adalah sebagai berikut;
a. Masker, perlindungan ini untuk mengatasi partikel debu, uap timah dan
asap hasil pemanasan,
b. Goggles, merupakan pelindung pada mata untuk mengatasi asap dari hasil
pemanasan yang dapat menyebabkan keperihan,
c. Penutup muka khusus,
d. Sepatu pengaman, pekerja harus memakai sepatu mengkonduktor, yaitu
sepatu tanpa paku/logam,
e. Sarung Tangan, sarung tangan terbuat dari karet tahan sampai 10.000 volt
selama 3 menit,
13
f. Pakaian pengaman, pakaian yang mampu melindungi tubuh pekerja dari
bahaya yang timbul ditempat kerja.
2.6. Asas Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah sesuatu hal yang tidak dikehendaki dan diluar
dugaan yang tidak kita ketahui kapan akan terjadinya, Setiap akibat pasti ada
sebabnya begitu juga denga kecelakaan pasti ada sebabnya.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan, hubungan kerja disini dapat berarti bahwa
kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan (Anizar, 2012).
Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh.
Secara umum penyebab kecelakaan ada 2 yaitu ;
1. Unsafe Action, yang disebabkan oleh hal-hal berikut ;
1) Ketidak seimbangan fisik tenaga kerja seperti ;
a. Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah,
b. Cacat fisik,
c. Cacat sementara,
d. Kepekaan panca indra terhadap sesuatu.
14
2) Kurang pendidikan seperti ;
a. Kurang pengalaman,
b. Salah pengertian terhadap suatu perintah,
c. Kurang terampil,
d. Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure) sehingga
mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.
3) Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
4) Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian
5) Pemakaian APD hanya berpura-pura
6) Mengangkut beban yang berlebihan
7) Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja.
2. Unsafe Condition, yang disebabkan oleh hal berikut ;
1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai,
2) Ada api di tempat bahaya,
3) Pengamanan gedung yang kurang standar,
4) Terpapar bising,
5) Terpapar radiasi,
6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan,
7) Kondisi suhu yang membahayakan,
8) Dalam pengadaan pengamanan yang berlebihan,
9) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
Asas pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan maupun oleh pihak pekerja atau tenaga kerja.
15
2.7. Undang-Undang K3
Dilihat dari dampak buruk yang menjadi suatu masalah kesehatan dan
keselamatan kerja terhadap seluruh tenaga kerja, pemerintah juga mengambil
suatu kebijakan yang dibubuhkan dalam undang-undang dan keputusan presiden
sebagai berikut;
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
3. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Akibat Hubungan Kerja.
2.8. Perilaku
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti
rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku
manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan batasan perilaku yang dikutip oleh notoatmodjo, (2012) dari
Skinner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.
16
2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan seperti yang dikatakan oleh notoatmodjo, (2012) dalam bukunya
yang berjudul “Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan” perilaku merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau
resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai
bentangan yang sangat luas. Notoatmodjo juga memodisifikasi teori bloom (1908)
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni;
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kongnitif mempunyai enam tingkat,
yaitu ;
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
17
b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication), adalah suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis), adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis), kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden notoatmodjo, (2012).
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi suatu respons seseorang yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus-stimulus sosial.
Notoatmodjo, (2012).
18
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.
a. Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikanadalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat diukur secara langsung dan tidak lansung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden
notoatmodjo, (2012).
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Menurut notoatmodjo, (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavoir). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga
19
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktik ini mempunyai
beberapa tingkatan.
a. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator
praktik tingkat pertama.
b. Mekanisme (Mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua.
c. Adopsi (Adopsion), suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara
lansung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Pengukuran praktik (overt behavoir) juga dapat diukur dari hasil perilaku
tersebut notoatmodjo, (2012).
20
2.10. Landasan Teori
Gambar 2.1 Landasan Teori
2.11. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 kerangka konsep
Perilaku
Teori
Notoatmodjo, 2012
Alat Pelindung
Diri (APD)
Teori
Anizar, 2012
Teknisi Elektronik
Teori
Mahdinursyah, (2009)
Alat dan Bahan Tenaga
Teknisi
Teori
Daniswara, Riyan, (2012)
Penyakit Akibat Kerja
ditempat Servis elektronik
Teori
Anizar, (2012)
Alat Pelindung Diri (APD)
Teori
Anizar, (2012)
Undang-Undang (UU) K3 - UU No.1 Tahun 1970 - UU No.23 Tahun 1992 - UU No.13 Tahun 2003 - Kepres No.22 Tahun
1993
Asas Pencegahan
Kecelakaan Kerja
Teori
Anizar, (2012)
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Analitik dengan desain Cross Sectional, dimana
peneliti di sini ingin melihat Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik
Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014 dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian berlokasi di tempat-tempat service elektronik yang akan
dilakukan pada tenaga teknisi elektronik yang ada di Kecamatan Kuala Batee
ABDYA Tahun 2014.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 08 s/d 15 Mei 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga teknisi elektronik yang
menyediakan jasa service di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014 yaitu
sebanyak 34 jiwa.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah total dari populasi tenaga teknisi elektronik
yang menyediakan jasa service di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
sebanyak jumlah populasi yaitu 34 jiwa. Menurut Arikunto apabila subjek kurang
21
22
dari 100, lebih baik semua subjek dijadikan sampel sehingga penelitian tersebut
merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
pengumpulan secara langsung oleh peneliti pada subjek dan objek penelitian
dengan melakukan observasi, wawancara dengan menggunakan kuisioner dan
angket terhadap tenaga teknisi elektronik yang menyediakan jasa service di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014 yang termasuk dalam sampel
penelitian ini.
3.4.2. Data Sekunder
Data skunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara tidak
langsung oleh peneliti dari kantor camat, serta literatur-literatur lainnya tentang
tenaga teknisi elektronik yang menyediakan jasa service di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014 yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Bebas (Independen)
NO Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pengetahuan Kemampuan
responden dalam
hal pemahaman
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Baik 2. Kurang
Baik
Ordinal
23
2 Sikap Reaksi/respon
responden untuk
berperilaku yang
mempunyai
motivasi dalam
kesiapan
bertindak
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Setuju 2. Tidak
Setuju
Ordinal
3 Tindakan Perlakuan yang
ditimbulkan dari
pengetahuan dan
sikap responden
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Baik 2. Kurang
Baik
Ordinal
Variabel Terikat (Dependen)
4 Penggunaan
APD
Kelengkapan
APD yang
digunakan
responden pada
saat bekerja
Wawancara Kuisioner 1. Lengkap 2. Tidak
Lengkap
Ordinal
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Variabel Independen
Aspek pengukuran variabel independen adalah faktor yang mempengaruhi
perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.
1. Variabel Pengetahuan
Untuk mengetahui pengatahuan responden tentang Penggunaan APD
diajukan 5 butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir pertanyaan yang
benar di beri skor 2, maka interval skor adalah 2x5=10, maka kelompok rentang
skor variabel pengetahuan dibagi 2 kelompok sama besar yaitu;
a. Baik : apabila total skor >5
b. Kurang baik : apabila total skor ≤5
24
2. Variabel Sikap
Untuk mengetahui sikap rasponden diajukan 5 butir pertanyaan berbentuk
kuisioner. Setiap butir pertanyaan yang benar di beri skor 2, maka interval skor
adalah 2x5=10, maka pengelompokan skor variabel sikap dibagi menjadi 2
kelompok yaitu;
a. Setuju : apabila total skor >5
b. Tidak setuju : apabila total skor ≤5
3. Variabel Tindakan
Untuk mengetahui tindakan responden tentang Penggunaan APD diajukan
5 butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir pertanyaan yang benar di beri
skor 2, maka interval skor adalah 2x5=10, maka kelompok rentang skor variabel
tindakan dibagi 2 kelompok sama besar yaitu;
a. Baik : apabila total skor >5
b. Kurang baik : apabila total skor ≤5
3.6.2. Variabel Dependen
Untuk mengetahui responden yang tidak menggunakan APD diajukan 2
butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir pertanyaan yang benar di beri
skor 2, maka interval skor untuk variabel penggunaan APD adalah 2x2=4,
pengelompokan skor variabel penggunaan APD dibagi 2 kelompok yaitu;
a. Lengkap : apabila total skor >2
b. Tidak lengkap : apabila total skor ≤2
25
3.7.1. Cara Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Editing ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang dapat di olah
dengan baik sehingga mendapat informasi yang benar dengan
mengoperasikan kesalahan-kesalahan dalam pengisian atau
pengolahan data
2. Coding, adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban-jawaban
yang ada menurut macamnya dengan cara menanda masing-masing
jawaban dengan kode-kode tertentu
3. Tabulating adalah data yang diperoleh dikelompokkan dan ditampilkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
3.8. Teknik Analisa Data
3.8.1. Univariat
Analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara deskritif distribusi
frekuensi variabel-variabel yang diteliti baik variabel terikat maupun bebas. Untuk
analisa ini semua variabel disajikan dalam bentuk proporsi skala ordinal.
3.8.2. Bivariat
Analisa yang yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau korelasi. Dalam penelitian ini data akan disajikan dalam bentuk
tabel narasi tabulasi silang (tabel cross sectional) dengan menggunakan uji Chi-
Square (X2) pada tingkat kemaknaan 95% (0,05) dengan menggunakan rumus ;
X2=∑ (fo-fe)
2
fe
26
Keterangan ;
X2
= Nilai Chi-Square
𝑓0 = Nilai Observasi
𝑓e = Nilai Ekspektasi
Jika nilai p-value < nilai α 0.05 maka HO diterima yang berarti ada
hubungan dan jika nilai p-value > nilai α 0.05 maka HO ditolak yang
berarti tidak ada hubungan.
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Keadaan Geografis
Kecamatan Kuala Batee terletak di Kabupaten Aceh Barat Daya
(ABDYA) dengan luas tanah ± 652.00 KM2 yang berjarak ± 20,60 KM dari
ibukota kabupaten dan terdiri dari 21 desa, 3 mukim. Adapun batas-batas wilayah
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) sebagai berikut ;
- Sebelah Utara = Kabupaten Gayo Lues
- Sebelah Selatan = Samudera Indonesia
- Sebelah Barat = Kecamatan Babahrot
- Sebelah Timur = Kecamatan Jeumpa.
4.1.2. Keadaan Demografis
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kecamatan dan hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, Jumlah tempat service elektronik
sebanyak 8 tempat dengan jumlah teknisi sebanyak 34 0rang. Untuk lebih jelasnya
dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Tempat Dan Tenaga Teknisi Elektronik Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Tempat Jumlah Teknisi %
1. Amier Service 3 8.82
2. Andy Service 2 5.88
3. Burhan Service 2 5.88
4. Elecktro Service 4 11.76
5. JALEO Celluller 6 17.65
6. RJ Celluller 6 17.65
27
28
7. SUNY Celluller 3 8.82
8. SUNY LOVE Celluller 8 23.53
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pendidikan Frekuensi %
1. Tamatan SD/Sederajat 0 0
2. Tamatan SLTP/Sederajat 8 23.53
3. Tamatan SMA/Sederajat 16 47.06
4. Tamatan PT/Sederajat 10 29.41
5. Kursus Elektronik 0 0
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak
berpendidikan tamatan SMA/Sederajat dengan 16 responden (47.06%) dan yang
tidak ada sama sekali tamatan SD/Sederajat dan Kursus Elektronik.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Umur Frekuensi %
1. 31 Tahun 4 11.76
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak
terdapat pada umur 21-25 tahun dengan 14 responden (41.18%) sedangkan yang
paling sedikit umur >31 tahun dengan 4 responden (11.76%).
29
Tabel 4.4 Distribusi Sarana Umum Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014
No Desa
SD
/MI
SL
TP
/MT
sN
SM
U/M
A
Pu
skes
mas
Pra
kte
k d
ok
ter
Po
s p
ersa
lin
an/p
oli
nd
es/
po
skes
des
Do
kte
r
Bid
an
Per
awat
/man
tri
Kes
ehat
an
Mes
jid
Su
rau
1. Lama Tuha 1 - - 1 - 1 - 1 - 1 2
2. Keude Baro - 1 - 2 - 1 - 1 2 2 2
3. Ie Mameh 1 - - 1 - - - 1 2 1 2
4. Alue Pisang 1 - - 1 - - 2 1 11 1 2
5. Krung Batee - - - - - 1 - 1 1 1 2
6. Lhok Gajah 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
7. Muka Blang - - - 1 - - - 1 - 1 2
8. Padang Sikabu 1 1 1 - 1 - - 1 1 1 3
9. Lhung Gelumpang - - - - - 1 - 1 - 1 1
10. Alue Padee 2 - 1 1 - 1 - 1 2 1 2
11. Blang Panyang - - - 1 - 1 - 1 1 1 -
12. Kampung Tengah 1 - - 1 - 1 - 1 - 1 2
13. Blang Makmur 1 - - 1 - 1 2 1 12 3 3
14. Kuala Tereubu 1 - - 1 - 1 - 1 2 1 3
15. Pasar Kota Bahagia 2 1 1 - 1 1 - 1 - 2 4
16. Panto Cut 1 - - - - 1 - 1 - 1 3
17. Kota Bahagia 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
18. Geulanggang Gajah 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
19. Krung Panto 1 - - - - 1 - 1 - 1 3
20. Drien Beurumbang 1 1 - - - 1 - 1 - - 1
21. Rumah Panjang 1 - - - - 1 - 1 - 1 -
Jumlah 18 4 3 11 2 17 4 21 34 24 43 Sumber: Data Skunder (Kantor Kecamatan 2014)
30
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Analisa Univariat
4.2.1.1. Pengetahuan
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pengetahuan Frekuensi %
1. Baik 14 41.2
2. Kurang baik 20 58.8
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 20 responden (58.8%) dan
yang paling sedikit adalah dengan pengetahuan baik sebanyak 14 responden
(41.2%).
4.2.1.2. Sikap
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Sikap Frekuensi %
1. Setuju 16 47.1
2. Tidak setuju 18 52.9
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden dengan sikap tidak setuju sebanyak 18 responden (52.9%) dan yang
paling sedikit adalah dengan sikap setuju sebanyak 16 responden (47.1%).
Tindakan.
31
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Tindakan Frekuensi %
1. Baik 9 26.5
2. Kurang baik 25 73.5
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden dengan tindakan kurang baik sebanyak 25 responden (73.5%) dan yang
paling sedikit adalah dengan tindakan baik sebanyak 9 responden (26.5%).
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD Teknisi
Elektronik Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Penggunaan APD Frekuensi %
1. Lengkap 12 35.3
2. Tidak lengkap 22 64.7
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden dengan penggunaan APD tidak lengkap sebanyak 22 responden
(64.7%) dan yang paling sedikit adalah dengan penggunaan APD lengkap
sebanyak 12 responden (35.3%).
4.2.2. Analisa Bivariat
Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan
APD Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pengetahuan
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
N % N % N %
1 Baik 9 26.47 5 14.70 14 41.17
0.009 10.200 2 Kurang Baik 3 8.82 17 50 20 58.82
Jumlah 12 35.29 22 64.7 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
32
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden yang berpengetahuan kurang baik dengan menggunakan APD tidak
lengkap sebanyak 17 responden (50%), yang berpengetahuan baik dengan
menggunakan APD lengkap sebanyak 9 responden (26.47%), yang
berpengetahuan baik dengan menggunakan APD tidak lengkap sebanyak 5
responden (14.70%), dan yang berpengetahuan kurang baik dengan menggunakan
APD lengkap sebanyak 3 responden (8.82%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka diperoleh nilai p-
value 0.009 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada hubungan antara
Pengatahuan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
Tabel 4.10 Distribusi Sikap Responden Terhadap Penggunaan APD Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Sikap
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
n % N % N %
1 Setuju 10 29.41 6 17.64 16 47.05
0.006 13.333 2 Tidak Setuju 2 5.88 16 47.05 18 52.93
Jumlah 12 35.29 22 64.69 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.10 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden yang bersikap tidak setuju dengan penggunaan APD tidak lengkap
sebanyak 16 responden (47.05), yang bersikap setuju dengan menggunakan APD
lengkap sebanyak 10 responden (29.41%), yang bersikap setuju dengan
menggunakan APD tidak lengkap sebanyak 6 responden (17.64%), dan yang
33
paling sedikit yang bersikap tidak setuju dengan menggunakan APD lengkap
sebanyak 2 responden (5.88%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka diperoleh nilai p-
value 0.006 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada hubungan antara Sikap
Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014.
Tabel 4.11 Distribusi Tindakan Responden Terhadap Penggunaan APD Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Tindakan
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
n % N % N %
1 Baik 7 20.59 2 5.88 9 26.47
0.007 14.000 2 Kurang Baik 5 14.70 20 58.82 25 73.52
Jumlah 12 35.29 22 64.7 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.11 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling banyak adalah
responden yang tindakannya kurang baik dengan penggunaan APD tidak lengkap
sebanyak 20 responden (58.82%), yang tindakannya baik dengan menggunakan
APD lengkap sebanyak 7 responden (20.59%), yang tindakannya kurang baik
dengan menggunakan APD lengkap sebanyak 5 responden (14.70%), dan yang
paling sedikit yang berpengetahuan baik dengan penggunaan APD tidak lengkap
sebanyak 2 responden (58.8%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka diperoleh nilai p-
value 0.007 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada hubungan antara
34
Tindakan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
4.3. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari 34
sampel di delapan tempat service elektronik, maka diketahui bahwa ada
Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD
Terhadap K3 di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
4.3.1. Pengetahuan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa ada
hubungan antara pengetahuan tenaga teknisi elektronik dengan penggunaan APD
dimana dari 34 responden sebahagian besar responden yakni sebanyak 14 orang
(100%) yang pengetahuannya dikatagorikan baik terdapat 9 orang (26.47%) yang
menggunakan APD secara lengkap bila dibandingkan dengan katagori
pengetahuan yang kurang baik dimana dari 20 orang ternyata terdapat 17 orang
(50%) yang tidak menggunakan APD secara lengkap. Tahu didevinisikan dari
pengetahuan yang bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri
seseorang terjadi proses yang berurutan (Notoatmodjo, 2012).
Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan tidak
adanya sosialisasi oleh pihak terkait mengenai APD. Hasil dari penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Teuku AdrianKeusuma
(2008) yang mana ia menyebutkan bahwa ada hubungan antara Pengetahuan
dengan Penggunaan APD.
35
4.3.2. Sikap
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa ada
hubungan antara sikap tenaga teknisi elektronik dengan penggunaan APD dimana
dari 34 responden sebahagian besar responden yakni sebanyak 16 orang yang
sikapnya dikatagorikan setuju terdapat 10 orang (29.41%) yang menggunakan
APD secara lengkap bila dibandingkan dengan katagori sikap yang tidak setuju
dimana dari 18 orang ternyata terdapat 16 orang (47.05%) yang tidak
menggunakan APD secara lengkap. Hal ini disebabkan karena reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek, sikap itu
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku
yang tertutup (Notoatmodjo, 2012).
Sikap timbul dari pengetahuan dan sikap dapat diperoleh dan diubah maka
dari itu sikap tenaga teknisi elektronik yang kurang setuju dapat diubah dengan
cara mencari pengalaman-pengalaman atau ilmu-ilmu yang dapat dipelajari, ilmu
yang dipelajari tidak hanya dari satu orang tetapi dari semua orang dengan berbagi
ilmu dan pengalaman-pengalaman yang ada. Penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Teuku AdrianKeusuma (2008) yang mana ia
menyebutkan bahwa ada hubungan antara Sikap dengan Penggunaan APD.
4.3.3. Tindakan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa ada
hubungan antara tindakan tenaga teknisi elektronik dengan penggunaan APD
dimana dari 34 responden sebahagian besar responden yakni sebanyak 9 orang,
yang tindakannya dikatagorikan baik terdapat 7 orang (20.59%) yang
36
menggunakan APD secara lengkap bila dibandingkan dengan katagori tindakan
yang kurang baik dimana dari 25 orang ternyata terdapat 20 orang (58.82%) yang
tidak menggunakan APD secara lengkap. Hal ini disebabkan karena tenaga teknisi
elektronik kurang memahami bagaimana tindakan yang harus dilakukan dalam
penggunaan APD.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Tendra Saputra (2013) yang mana ia menyebutkan bahwa ada
hubungan antara Tindakan dengan penggunaan APD.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah di lakukan di delapan tempat service
elektronik yang ada di kecamatan Kuala Batee ABDYA, tentang Hubungan
Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa ;
1. Hubungan tingkat Pengetahuan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD
Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat erat karena
masih kurangnya tingkat pengetahuan tenaga teknisi Elektronik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh dengan nilai p-value = 0.009
< α (0.05),
2. Ada hubungan Sikap Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3
Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat erat karena masih
banyaknya sikap yang tidak setuju dari tenaga teknisi Elektronik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh dengan nilai p-value = 0.006
< α (0.05),
3. Ada hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan
APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat erat
karena masih banyaknya tindakan yang kurang baik dari tenaga teknisi
Elektronik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh
dengan nilai p-value = 0.007 < α (0.05).
37
38
5.2. Saran
1. Sebagaimana hasil observasi, peneliti menemukan bahwa ada hubungan
Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3
Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA, sehingga diharapkan kepada tenaga
teknisi elektronik dan pihak pengelola usaha agar menyediakan dan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar sesuai
dengan fungsi dan keperluannya, guna menjaga Kesehatan dan Keselamatan
Kerja K3 teknisi sendiri dan perusahaan,
2. Diharapkan kepada petugas di kantor kecamatan kuala batee kabupaten Aceh
Barat Daya (ABDYA) yang membidangi bagian kesehatan agar dapat bekerja
sama dengan pihak-pihak terkait,
3. Diharapkan kepada petugas bidang promosi kesehatan (promkes) di dinas
kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) agar dapat melaksanakan tugasnya di
bidang promotif dan preventif, terutama terhadap Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3), sehingga tenaga teknisi elektronik dapat bekerja dengan optimal
dan hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Anizar, 2012, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. 2(1): 3-4
dan 85-103, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Daniswara, S ; Riyan, 2007, Mencari & Memperbaiki Kerusakan Pada Hand
Phone. Jilid pertama, terbitan ke sembilan, Jakarta Selatan, PT.Kawan
Pustaka.
Ennanoza, 2008, KEWIRAUSAHAWAN, 1, 1, 1-20, Banda Aceh, Poltekkes
Depkes Nad.
Gusmady, D, 2009, Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Tenaga Kesehatan
Lingkungan Dalam Menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di Gampoeng Gue Gajah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar, 1, 1, Banda Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Keusuma, T.A, 2008, Perilaku tenaga Laboratorium Terhadap
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada UPTD Laboratorium
Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam Kota Banda Aceh, 1, 1, Banda
Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Mahdinursyah, 2009, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Elektronik, 1, 1, Banda
Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Marniati, 2014, Pedoman Penulisan Proposal dan Penelitian Skripsi Program
Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Meulaboh, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar.
Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, 1, 1, Jakarta, Renika
Cipta.
Notoatmodjo, S, 2012, Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan, 1, 1,
Jakarta, 137-144, PT.Rineka Cipta.
Saputra, T, 2013, Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan
Pekerja di PT SOCFIDO Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan
Raya, 1, 1, 45-52, Meulaboh, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar.
Sudjana, 2002, Metoda Statistika,1, 1, 492, Bandung, PT. Tarsito
Sunyoto, D, 2010, Uji KHIKuadrat dan Regresi untuk Penelitian, 1, 1, 2-7,
Yogyakarta, Graha Ilmu
-Unlicensed-1 Caver luar-Unlicensed-11 BAB I-Unlicensed-12 BAB II-Unlicensed-13 BAB III-Unlicensed-14 BAB IV-Unlicensed-15 BAB V-Unlicensed-16 DAFTAR PUSTAKA