Kimia Fisika I - BAB III 1
III. HUKUM KEDUA DAN KETIGA TERMODINAMIKA
1. Pendahuluan2. Proses Lingkar Carnot3. Hukum Kedua Termodinamika4. Interpretasi Entropi Secara Statistik5. Hukum Ketiga Termodinamika6. Fungsi Energi Bebas
Kimia Fisika I - BAB III 2
3.1. Pendahuluan
Umumnya perubahan di alam disertai dengan perubahan energi.
Dua aspek penting dalam proses perubahan energi :
a) Arah pemindahan energi
b) Pengubahan energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain
Kimia Fisika I - BAB III 3
Hukum pertama :
- hubungan antara kalor yang diserap dengan kerja yang
dilakukan oleh sistem.
- tidak menunjukkan batas-batas mengenai sumber atau arah aliran energi. Perubahan-perubahan di alam terjadi dengan arah tertentu
Hukum pertama tidak mempersoalkan arah perubahan ini
Kimia Fisika I - BAB III 4
Hukum pertama :
- hanya menetapkan kekekalan energi sebelum dan sesudah perubahan terjadi
- tidak menentukan mudah atau tidaknya serta berapa jauh perubahan terjadi
Meskipun bermacam-macam bentuk energi dapat diubah seluruhnya dengan mudah menjadi kalor, tetapi kalor tidak dapat diubah seluruhnya menjadi kerja
Kimia Fisika I - BAB III 5
Dalam bentuk yang paling umum, hukum kedua termodinamika dirumuskan dengan mempergunakan fungsi keadaan yang disebut entropi.
Hukum kedua termodinamika :
- menyatakan pembatasan-pembatasan yang berhubungan dengan pengubahan kalor menjadi kerja
- menunjukkan arah perubahan proses dalam alam.
Kimia Fisika I - BAB III 6
3.2. Proses Lingkar Carnot
Proses lingkar : deretan perubahan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya sistem kembali ke keadaan semula.
Pengalaman : mesin kalor yang bekerja secara berkala melalui suatu proses lingkar hanya dapat mengubah sebagian dari kalor yang diserap menjadi kerja.
Pengubahan terjadi karena adanya perbedaan suhu
Kimia Fisika I - BAB III 7
Pada mesin carnot, sejumlah gas ideal mengalami proses lingkar yang terdiri atas empat langkah perubahan reversibel ;
a. Ekspansi isotermb. Ekspansi adiabatc. Pemampatan isotermd. Pemampatan adiabat
Sadi Carnot (1824) : menghitung secara teori kerja maksimum yang dapat diperoleh dari suatu mesin yang bekerja secara reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 8
Proses Lingkar Carnot
Skema Mesin Kalor
R1 = reserviir panas pd T1
R2 = reservoir panas pd T2
M = Mesin kalor
Kimia Fisika I - BAB III 9
Proses Suhu Perubahan Kalor Kerja
Volume
1. Ekspansi isotermal
reversibel (A – B) T1 V1 – V2 q1 w1
2. Ekspansi Adiabat
reversibel (B – C) T1 - T2 V2 – V3 q2 = 0 w2
3. Pemampatan isotermal
reversibel (C – D) T2 V3 – V4 q3 w3
4. Pemampatan Adiabat
reversibel (D – A) T2 – T1 V4 – V1 q4 = 0 w4
Kimia Fisika I - BAB III 10
Pada proses lingkar, sejumlah kalor q1 diserap
oleh reservoir panas R1 pada suhu T1,
sebagian kalor diubah oleh mesin M menjadi
kerja w, dan kalor sisanya, q2 dialirkan ke
Reservoir R2 pada suhu T2 Besar kerja w yang dihasilkan oleh mesin kalor dapat dihitung sebagai berikut:
Kimia Fisika I - BAB III 11
Pada Proses (1)
1
21
V
V
1121 V
VlnTRndVPqw,0U
2
1
Pada proses (2)
Pada proses (3)
3
42
V
V
3334 V
VlnTRndVPqw,0U
4
3
)TT(CndTCnUw,0q 12V
T
T
V2322
2
1
Kimia Fisika I - BAB III 12
Kerja total, w = w1 + w2 + w3 + w4
Pada proses (4)
)TT(CndTCnUw,0q 21V
T
T
V1444
1
2
)TT(Cn
V
VlnTRn)TT(Cn
V
VlnTRnw
21V
3
4212V
1
21
)1.3(V
VlnTRn
V
VlnTRnw
3
42
1
21
Kimia Fisika I - BAB III 13
Untuk proses adiabat reversibel berlaku
dU = dq + dw = dw = - P dV
Pada proses (2)
dVV
TRndTCn V
)2.3(V
dV
T
dT
R
CV
3
2
1
2V
V
V
T
T
V
V
Vln
T
Tln
R
C
V
dV
T
dT
R
C 3
2
2
1
Kimia Fisika I - BAB III 14
)3.3(T
T
V
VR/C
1
2
3
2
V
Pada proses (4)
1
4
2
1V
V
V
T
T
V
V
Vln
T
Tln
R
C
V
dV
T
dT
R
C 1
4
1
2
)4.3(T
T
V
VR/C
2
1
1
4
V
Kimia Fisika I - BAB III 15
Dari Pers. (3.3) dan (3.4) diperoleh :
Bila hasil ini disubstitusi ke dalam Pers. (3.1), diperoleh :
4
3
1
2
4
1
3
2
V
V
V
Vatau
V
V
V
V
)5.3(V
VlnTRn
V
VlnTRnw
1
22
1
21
1
1
1
2
T
q
V
VlnRn
Kimia Fisika I - BAB III 16
Sehingga
Pers. (3.6) menunjukkan bahwa kerja yang dihasilkan dalam proses selalu lebih kecil dari kalor yang diserap.
Kerja = kalor yang diserap jika T2 = 0 (kondisi ini tidak dapat terlaksana).
Kerja merupakan kerja maksimum karena semua proses berjalan reversibel.
)6.3(T
TTqw
1
211
Kimia Fisika I - BAB III 17
Kemampuan mesin kalor untuk mengubah kalor menjadi kerja biasanya dinyatakan dengan efisiensi, E.
Efisiensi ini hanya bergantung pada kedua suhu T1 dan T2 dan selalu lebih kecil dari satu.
Pers. (3.6) dan (3.7) berlaku umum dan menyatakan pembatasan-pembatasan pengubahan kalor menjadi kerja
)7.3(T
TT
q
q
wE
1
21
1
21
1
Kimia Fisika I - BAB III 18
3.3.1. Konsep Entropi dan Perubahan Entropi
3.3. Hukum Kedua Termodinamika
Dari perhitungan pada lingkar Carnot dapat diturunkan :
2
1
122
121
342
121
3
1
T
T
/VVlnTRn-
/VVlnTRn
/VVlnTRn
/VVlnTRn
q
q
atau
(3.8)ClausiusCarnotHukum0T
q
T
q
2
3
1
1
Kimia Fisika I - BAB III 19
Karena q2 dan q4 sama dengan nol pada proses lingkar Carnot, pers. (3.8) dapat juga dinyatakan sebagai :
)9.3(0T
dqatau0
T
q rev Kesimpulan ini juga berlaku untuk setiap proses lingkar yang berjalan reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 20
Jadi untuk setiap proses lingkar reversibel akan berlaku :
Besaran di belakang tanda integral harus merupakan suatu diferensial total. Hal ini berarti bahwa besaran tersebut adalah diferensial dari suatu fungsi keadaan.
Oleh Clausius (1850) fungsi ini disebut entropi, S
)10.3(0T
dq rev
Kimia Fisika I - BAB III 21
)11.3(T
dqdS rev
Karena entropi merupakan suatu fungsi
keadaan, harganya hanya bergantung pada
keadaan sistem dan tidak bergantung pada
cara mencapai keadaan itu.
Jadi entropi didefinisikan sebagai :
Kimia Fisika I - BAB III 22
Jika keadaan sistem berubah dari 1 ke 2, perubahan entrapi adalah
Pada proses isoterm, harga integral dari pers. (3.12) dapat dihitung dengan mudah :
)12.3(T
dqSSSdS
2
1
rev12
2
1
)13.3(T
qdq
T
1S
2
1
revrev
Kimia Fisika I - BAB III 23
Persamaan (3.13) berlaku baik untuk proses reversibel maupun untuk proses tak reversibel yang berlangsung isoterm antara dua keadaan yang sama.
3.3.2. Perumusan Hukum Kedua Termodinamika
Hukum kedua termodinamika dapat dirumuskan dengan berbagai cara.
Kimia Fisika I - BAB III 24
Perumusan Kelvin :
Kalor tidak dapat diubah seluruhnya menjadi kerja yang setara tanpa menyebabkan perubahan tetap pada salah satu bagian sistem atau lingkungannya
Perumusan Clausius :
Suatu mesin tidak mungkin bekerja sendiri mengangkut kalor dari suatu tempat pada suhu tertentu ke tempat lain pada suhu yang lebih tinggi tanpa bantuan luar
Kimia Fisika I - BAB III 25
Menurut Kelvin, kalor tidak dapat diubah menjadi kerja dengan efisiensi 100 persen.
Clausius menyatakan bahwa secara spontan kalor selalu mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah.
Dalam bentuk yang paling umum, hukum kedua dirumuskan melalui entropi.
Efisiensi proses lingkar tidak reversibel selalu lebih kecil daripada efisiensi proses lingkar reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 26
Jika kalor yang diserap pada T1 adalah q1 dan kalor yang dilepaskan pada T2 adalah q2, maka
Eirrev < Erev
rev1
rev2rev1
irrev1
irrev2irrev1
q
q
1
21
irrev1
irrev2irrev1
T
TT
q
Kimia Fisika I - BAB III 27
0T
q
T
q
2
irrev2
1
irrev1
Dengan menghilangkan garis-garis absolut diperoleh :
0
T
q
T
q
2
irrev2
1
irrev1
atau
)14.3(0T
dqirrev
Kimia Fisika I - BAB III 28
Perhatikan sekarang suatu proses lingkar yang terdiri atas dua bagian A B (tak reversibel) dan B A (reversibel)
Berdasarkan pers. (3.14), diperoleh
0T
dq
T
dq A
B
revB
A
Kimia Fisika I - BAB III 29
atau
makadSSSdSKarenaA
B
AB
B
A
0dST
dq A
B
B
A
)SS(T
dqAB
B
A
(3.15)ST
dqB
A
Kimia Fisika I - BAB III 30
Jadi pada suatu proses yang berlangsung tak reversibel dari keadaan A ke keadaan B, perubahan entropi, S, selalu lebih besar dari
B
A T
dq
Jika proses ini terjadi dalam sistem tersekat, dq = 0 dan S > 0
Kesimpulan : Setiap proses yang berjalan tak reversibel (spontan) dalam sistem tersekat selalu disertai peningkatan entropi sistem.
Kimia Fisika I - BAB III 31
Semua perubahan dalam alam semesta berlangsung tidak reversibel. Jika alam semesta dianggap sebagai sistem tersekat, maka
Semua perubahan dalam alam semesta selalu berjalan ke arah peningkatan
entropi
Pernyataan ini merupakan perumusan hukum kedua termodinamika dalam bentuk yang paling umum.
Kimia Fisika I - BAB III 32
Clausius menyimpulkan hukum pertama dan kedua termodinamika sebagai berikut
Energi alam semesta tetap, entropi alam semesta selalu cenderung mencapai
harga maksimum
Perubahan Entropi sebagai Kriteria Kesetimbangan
Proses yang berlangsung secara spontan dalam sistem tersekat selalu disertai peningkatan entropi.
Kimia Fisika I - BAB III 33
Bila entropi sistem mencapai maksimum, maka entropi tidak akan berubah dan S = 0.
Jadi, bagi setiap perubahan dalam sistem tersekat berlaku
S 0 (3.16)
Tanda > : proses spontan, tanda = proses reversibel.
Keadaan ini tercapai apabila proses berlangsung reversibel atau sistem mencapai kesetimbangan.
Kimia Fisika I - BAB III 34
Kebanyakan proses yang dikerjakan dalam praktek tidak berlangsung dalam sistem tersekat, tetapi dalam tempat atau reaktor yang memungkinkan pertukaran kalor dengan lingkungannya.Dalam hal ini, hubungan (3.16) tidak lagi berlaku.
Tetapi jika sistem ditinjau bersama dengan lingkungannya, maka kombinasi ini merupakan sistem dengan energi tetap (merupakan sistem tersekat) sehinbgga sesuai dengan pers. (3.16)
Kimia Fisika I - BAB III 35
Ss = perubahan entropi sistem dan Sl = perubahan entropi lingkungan.
Ss dapat positip, negatip atau sama dengan nol.
Stotal = Ss + Sl 0 (3.17)
Kimia Fisika I - BAB III 36
Entropi merupakan suatu fungsi keadaan sehingga harganya akan bergantung pada variabel-variabel keadaan seperti T, V dan P.
Entropi biasanya ditinjau sebagai fungsi T dan V serta T dan P.
Perhitungan Perubahan Entropi pada Sistem tertutup
Entropi zat murni sebagai fungsi dari parameter sistem
Kimia Fisika I - BAB III 37
1. Entropi sebagai fungsi dari T dan VS = S(T,V) (3.18)
(3.19)dVV
SdT
T
SdS
TV
berikutsebagaidievaluasidapatV
Sdan
T
S
TV
dU = dq + dw
= TdS - PdV (3.20)
Kimia Fisika I - BAB III 38
Karena energi dalam juga merupakan fungsi T dan V, maka
Jika pers. (3.21) disubstitusikan ke dalam pers. (3.20) diperoleh :
(3.21)dVV
UdTC
dVV
UdT
T
UdU
TV
TV
Kimia Fisika I - BAB III 39
atau
PdV-TdSdVV
UdTC
TV
)23.3(T
C
T
S V
V
(3.22)dVPV
U
T
1dT
T
CdS
T
V
Dari pers. (3.19) dan (3.22) diperoleh :
Kimia Fisika I - BAB III 40
Persamaan (3.24) dapat disusun ulang menjadi
(3.24)PV
U
T
1
V
S
TT
PV
ST
V
U
TT
Diferensial terhadap T pada V tetap memberikan
)25.3(T
P
V
S
TV
ST
TV
U
VT
22
Kimia Fisika I - BAB III 41
Dari persamaan
Sehingga
diperolehtetapTdanV
terhadapdT
dSTC
V
UpersamaanDari
VV
T
)26.3(TV
ST
TV
U 22
VT
22
T
P
V
S
TV
ST
TV
ST
Kimia Fisika I - BAB III 42
dan
Dengan mengsubstitusikan pers. (3.23) dan (3.27) ke dalam pers. (3.19), diperoleh
)27.3(T
P
V
S
VT
)28.3(dVT
PdT
T
CdS
V
V
Kimia Fisika I - BAB III 43
Perubahan entropi, S dapat dihitung dengan mengintegrasikan pers (3.28)
Contoh:
Hitung perubahan entropi jika 2 mol gas ideal (CV = 7,88 kal mol-1 K-1) pada 100 L dan 50 oC dipanaskan hingga 150 L dan 150 oC (anggap CV tidak bergantung pada suhu).
2
1
2
1
V
V V
T
T
V12
2
1
(3.29)dVT
PdT
T
CSSSdS
Kimia Fisika I - BAB III 44
2. Entropi sebagai fungsi dari T dan PS = S(T,P) (3.30)
(3.31)dPP
SdT
T
SdS
TP
berikutsebagaidievaluasidapatP
Sdan
T
S
TP
H = U + PV
dH = dU + PdV + VdP
Kimia Fisika I - BAB III 45
Karena entalpi dalam juga merupakan fungsi T dan P, maka
Jika pers. (3.33) disubstitusikan ke dalam pers. (3.32) diperoleh :
(3.33)dPP
HdTC
dPP
HdT
T
HdH
TP
TP
dH = TdS - PdV + PdV + VdP
= TdS + VdP (3.32)
Kimia Fisika I - BAB III 46
atau
)35.3(T
C
P
S P
T
Dari pers. (3.31) dan (3.34) diperoleh :
dPP
HdTCVdPTdS
TP
)34.3(dPVP
H
T
1dT
T
CdS
T
P
Kimia Fisika I - BAB III 47
Persamaan (3.36) dapat disusun ulang menjadi
(3.36)VP
H
T
1
P
S
TT
VP
ST
P
H
TT
Diferensial terhadap T pada P tetap memberikan
)37.3(T
V
P
S
TP
S
TP
H
PT
22
Kimia Fisika I - BAB III 48
Sehingga
diperolehtetapTdanP
terhadapdT
dSTC
P
HpersamaanDari
PP
T
)38.3(TP
ST
TP
H 22
PT
22
T
V
P
S
TP
ST
TP
ST
Kimia Fisika I - BAB III 49
dan
Dengan mengsubstitusikan pers. (3.35) dan (3.39) ke dalam pers. (3.31), diperoleh
)39.3(T
V
P
S
PT
)40.3(dPT
VdT
T
CdS
P
P
Kimia Fisika I - BAB III 50
Perubahan entropi, S dapat dihitung dengan mengintegrasikan pers (3.40)
2
1
2
1
P
P P
T
T
P12
2
1
(3.41)dPT
VdT
T
CSSSdS
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung perubahan entropi zat murni sebagai fungsi dari temperatur dan tekanan
Kimia Fisika I - BAB III 51
Untuk gas ideal dan n = 1
Untuk gas ideal dan n 1
1
2
1
2p P
PlnR
T
TlnCS
1
2
1
2p P
PlnnR
T
TlnCnS
Kimia Fisika I - BAB III 52
Perhitungan S pada Proses Perubahan Fasa
Proses perubahan fasa, misalnya penguapan, peleburan dan perubahan bentuk kristal selalu disertai dengan perubahan entropi.
Cara perhitungan perubahan entropi bergantung pada proses (apakah berlangsung reversibel atau tidak reversibel)
Proses perubahan fasa akan berjalan reversibel pada kondisi tertentu.
Kimia Fisika I - BAB III 53
Jika pada kondisi tertentu, dua fasa berada pada kesetimbangan maka
Contoh:
Penguapan air pada 100 oC dan 1 atm.
T
q S rev
H2O(l) H2O(g) H = 40,811 kJ mol-1
Proses ini berjalan reversibel karena pada 100 oC dan 1 atm, air dan uap air berada dalam kesetimbangan.
Kimia Fisika I - BAB III 54
Jika pada kondisi yang diberikan kedua fasa tidak dalam kesetimbangan, maka proses tidak reversibel, S tidak dapat dihitung seperti contoh di atas.
Kmol kJ 0,1094 K 373
mol kJ 40,811
T
H
T
q S
1- 1-1-
rev
Kimia Fisika I - BAB III 55
Contoh:
Air pada 25 oC dan 1 atm diubah menjadi uap air pada 100 oC dan tekanan 0,1 atm. Tentukan S jika CP(l) = 75,6 J mol-1 K-1
Jawab:
Perhitungan S dapat dilakukan dengan membagi proses ini atas : (a) pemanasan air dari 25 oC sampai 100 oC pada tekanan tetap, (b) penguapan air secara reversibel pada 100 oC dan 1 atm, dan (c) ekspansi uap air dari 1 atm menjadi 0,1 atm pada suhu tetap ( 100 oC).
Kimia Fisika I - BAB III 56
S = S1 + S2 + S3
H2O (l , 25oC, 1 atm) H2O (g , 100oC, 0,1 atm)
H2O (l , 100oC, 1 atm)
H2O (g , 100oC, 1 atm)
S = ?
S1
S2
S3
a)
b)
c)
298
373ln C C dT S
373
298
PTdT
P
373
298T
C1
P
Kimia Fisika I - BAB III 57
S3 dihitung dari
Kmol J 16,97 298
373ln x 75,6 S 1- 1-
1
1- 1-
1- 1-1-
Vrev2
Kmol J 4,109
Kmol kJ 0,1094 K 373
mol kJ 40,811
T
H
T
q S
P
R -
T
V -
P
S
PT
Kimia Fisika I - BAB III 58
S = S1 + S2 + S3
= (16,97 + 109,4 + 19,14) J mol-1 K-1 = 145,51 J mol-1 K-1
1-1-
1-1-
0,1
1
3
Kmol J 19,14
1
0,1ln Kmol J 8,314
P
dPR - S
Kimia Fisika I - BAB III 59
Perhitungan S pada Reaksi Kimia
Untuk reaksi v1 A + v2 B v3 C + v4 D
Perubahan entropi untuk reaksi ini diberikan olehS = S2 – S1 = Shasil reaksi – Spereaksi = v3 SC + v4 SD – (v1 SA + v2 SB)
atau S = vi Si
dimana vi = koefisien, vi negatif untuk pereaksi dan positif untuk hasil reaksi.
Kimia Fisika I - BAB III 60
Jika S diketahui pada suhu T1 dan CP merupakan fungsi suhu, maka S pada suhu T2 dapat dihitung.
2
1
2
1
T
T
P
S
S
P
dTT
C S)(d
tetap)(P dTT
C S)(d
Kimia Fisika I - BAB III 61
3.4. Hukum ketiga termodinamika:
Entropi zat kristal sempurna adalah nol pada suhu nol mutlak.
Dengan naiknya suhu, gerakan bebas juga naik.
Entropi setiap zat pada suhu di atas 0oK lebih besar daripada nol.
Kimia Fisika I - BAB III 62
Jika kristal tidak murni , maka entropi lebih besar daripada nol.
Entropi mutlak dari zat dapat ditentukan dengan hukum ini.
Dengan pengetahuan bahwa entropi zat kristal murni adalah nol pada suhu nol mutlak, kenaikan entropi zat dapat diukur jika dipanaskan.
Perubahan entropi diberikan oleh: ΔS = Sakhir – Sawal
= Sakhir
Kimia Fisika I - BAB III 63
3.5. Energi Bebas Gibbs
Hubungan entropi dengan ketidakteraturan molekul : makin besar ketidakteraturan atau gerakan bebas atom atau molekul dalam sistem, makin besar entropi sistem.
Susunan yang paling teratur dari setiap zat dengan gerakan bebas atom atau molekul yang paling kecil adalah kristal sempurna murni pada nol mutlat (0oK).
Kimia Fisika I - BAB III 64
Hukum kedua termodinamika:
ΔStotal > 0
Untuk menentukan tanda dari ΔStotal, ΔSsis dan ΔSlingk harus diketahui.
Perhitungan Δslingk sulit dilakukan.
Fungsi termodinamika lain diperlukan untuk membantu dalam menentukan apakah suatu reaksi berjalan secara spontan atau tidak dengan hanya mempelajari sistem itu sendiri.
Kimia Fisika I - BAB III 65
Untuk proses spontan
ΔStotal = ΔSsis + ΔSlingk > 0
atau
T ΔStotal = - ΔHsis + T ΔSsis > 0
Kriteria kespontanan reaksi dapat diekspresikan berdasarkan sifat sistem (ΔHsis dan ΔSsis) dan tidak lagi memperhatikan lingkungan.
Kimia Fisika I - BAB III 66
Persamaan di atas dapat dituliskan sebagai
ΔHsis - T ΔSsis < 0
Untuk menyatakan kespontanan reaksi secara langsung, fungsi termodinamika baru yang disebut energi bebas Gibbs (G) digunakan dimana
G = H – TS
Semua besaran dalam persamaan merujuk ke sistem dan T merupakan suhu sistem.
Kimia Fisika I - BAB III 67
G merupakan fungsi keadaan :
ΔG = ΔH - T ΔS
Kondisi kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap dapat disimpulkan berdasarkan ΔG sebagai berikut:
ΔG < 0 reaksi spontan ΔG > 0 reaksi tidak spontan (reaksi spontan
dalam arah yang berlawanan)ΔG = 0 sistem berada pada kesetimbangan
Kimia Fisika I - BAB III 68
Perubahan Energi Bebas Gibbs Standar
Untuk reaksi yang dilakukan pada kondisi keadaan standar, yakni pereaksi dalam keadaan standar diubah menjadi hasil reaksi pada keadaan standar, perubahan energi bebas disebut perubahan energi bebas standar, ΔGf
o.
a A + b B c C + d D
Perubahan energi bebas standar, diberikan oleh
(B)]ΔGb(A)ΔGa[(D)ΔGd(C)ΔG[cΔG of
of
of
of
orxn
Kimia Fisika I - BAB III 69
Secara umum dapat dituliskan
dimana n dan m = koefisien stoikiometri ΔGf
o = energi bebas pembentukan standar senyawa
(pereaksi)ΔGmΣreaksi)(hasilΔGnΣΔG of
of
orxn