IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI
NOSOKOMIAL PADA PERALATAN LOGAM YANG DIPAKAI
BERULANG KALI SEBELUM DAN SESUDAH STERILISASI
DI RUANG IGD RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
FITRA DIANA DEWI
N121 09 557
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI
NOSOKOMIAL PADA PERALATAN LOGAM YANG DIPAKAI
BERULANG KALI SEBELUM DAN SESUDAH STERILISASI
DI RUANG IGD RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat
untuk mencapai gelar sarjana
FITRA DIANA DEWI
N121 09 557
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
iii
IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PERALATAN LOGAM YANG DIPAKAI BERULANG KALI SEBELUM DAN SESUDAH STERILISASI
DI RUANG IGD RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
FITRA DIANA DEWI
N121 09 557
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama,
Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. NIP. 19500817 197903 1 003
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
dr. Suci Aprianti, Sp. PK Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt NIP. 19650415 199903 2 002 NIP. 19570326 198512 2 001
Pada tanggal, 24 Mei 2013
iv
PENGESAHAN
IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PERALATAN LOGAM YANG DIPAKAI BERULANG KALI SEBELUM DAN SESUDAH STERILISASI
DI RUANG IGD RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Oleh
FITRA DIANA DEWI N121 09 557
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 24 Mei 2013
Panitia Penguji Skripsi :
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt …………
2. Sekretaris : Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt. .....………
3. Anggota (Ex.Off) : Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. .….….......
4. Anggota (Ex.Off) : dr. Suci Aprianti, Sp. PK .…...…….
5. Anggota (Ex.Off) : Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. …………..
6. Anggota (Ex.Off) : Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. ................
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Mei 2013
Penyusun,
FITRA DIANA DEWI
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Mengetahui, Pemilik segala ilmu, karena atas petunjuk-Nya sehingga
penelitian dan penulisan karya akhir yang merupakan syarat untuk
mencapai gelar sarjana pada program konsentrasi Teknologi
Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin ini
dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa selama menyusun skripsi
ini begitu banyak masalah yang menghambat, namun berkat tekad, doa,
pertolongan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga
masalah tersebut dapat teratasi sampai selesainya skripsi ini.
Dengan penuh rasa hormat penulis dengan tulus menghanturkan
banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Bapak Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt selaku pembimbing utama,
Kepada Ibu dr. Suci Aprianti, Sp. PK selaku pembimbing pertama, dan
kepada Ibu Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt selaku pembimbing kedua,
yang senantiasa meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki,
M.Si., Apt, Ibu Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt, dan Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si.,
Apt, selaku tim penguji yang telah banyak memberikan bantuan dan saran
kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
vii
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis juga sampaikan
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt sebagai dekan Fakultas
Farmasi dan sebagai Penasehat Akademik yang banyak memberikan
semangat dan nasehat selama penulis melakukan kegiatan akademik
di Fakultas Farmasi beserta para staf akademik atas pelayanannya
selama penulis menjadi mahasiswa.
2. Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm Sc., Ph.D., Apt sebagai ketua
program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan Fakultas
Farmasi.
3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Farmasi, khususnya staf pengajar pada
program studi Teknologi Laboratorium Kesehatan atas segala ilmu
yang telah diajarkan dengan penuh kesabaran dan kerja keras,
semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik.
4. Direktur RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo beserta staf, Kepala Instalasi
Gawat Darurat, Kepala Ruangan IGD Bedah Bapak Abdul Rakhmat,
dan Kepala Instalasi CSSD Ibu Dra. Asriany.N.,Apt. MARS beserta
seluruh staf yang telah banyak membantu selama penelitian
berlangsung.
5. Kepada teman-teman seperjuangan dan sahabat-sahabatku tercinta
Hajrah, S.Si, Yayok Zairen, S.Si, A. Sri Gusnita, S.Si, Sari Elfitrina,
S.Si, Nurul Annisa, Sharaswaty Djohar, Annisa Saleh, Nurma Ayu
Fernatubun, Nurul Inayah Naili, Siti Rahmah Lukman terima kasih atas
viii
persahabatan, kekeluargaan, kebersamaan, semangat dan kesabaran
yang selama ini kalian berikan, serta teman-teman seperjuangan
mahasiswa Teknologi Laboratorium Kesehatan angkatan 09
(Spir09raph), 08, 07, Army Dwi Israyanti, S.Si, serta semua pihak
yang telah membantu terima kasih atas berbagai pertolongan,
semangat, dan kebersamaannya.
6. Kepada Abbas, terima kasih atas perhatian, dukungan, dan
kesabarannya selama studi, dan penyusunan karya akhir ini.
Rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang tak terhingga
penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta Hasan Dg. Rewa (Alm) dan
Ibunda tercinta Hadina Dg. Ngasseng atas segala kasih sayang, cinta,
doa, bimbingan, didikan, dan dukungan yang begitu besar yang telah
diberikan kepada ananda hingga sampai saat ini dan ucapan terima kasih
tak terhingga dan tak ternilai penulis haturkan kepada kakak-kakakku
Ismail Hasan, ST, Rosdiana,SE.,M.Kes, Sahriana,S.Ag, dan Abd. Rahmat
yang telah memberikan motivasi, bantuan moril, semangat, pengertian
dan doa yang tak putus-putusnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dan keterbatasan
mulai dari awal penelitian sampai penulisan karya akhir ini, untuk itu
semua saran dan kritikan dalam penyempurnaannya akan penulis terima
dengan segala kerendahan hati. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk kita semua. Semoga Allah
ix
SWT senantiasa memberkahi dan melindungi setiap langkah dan
pengabdian kita, Amin.
Akhirnya perkenankan penulis memohon maaf atas segala
kekhilafan dan kesalahan selama pendidikan sampai selesainya karya
akhir ini.
MMaakkaassssaarr,, MMeeii 22001133
FFIITTRRAA DDIIAANNAA DDEEWWII
x
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian identifikasi bakteri penyebab infeksi nosokomial pada peralatan logam yang dipakai berulang kali sebelum dan sesudah sterilisasi di ruang IGD RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mengidentifikasi bakteri yang terdapat pada peralatan logam sebelum dan sesudah sterilisasi. Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan pendekatan deskriptif. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 9 sampel dengan 4 kali perlakuan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bakteri yang dapat diidentifikasi pada peralatan logam sebelum sterilisasi (Perlakuan 1,2, dan 3) untuk peralatan hetting set seperti gunting, klem arteri bengkok terdapat bakteri Streptococcus sp, sedangkan pada pinset terdapat bakteri Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus sp. Pada peralatan GP set seperti gunting terdapat bakteri Staphylococcus aureus sedangkan pada pinset terdapat bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Pada peralatan hack dan gunting bengkok terdapat bakteri Streptococcus sp, dan Staphylococcus aureus, sedangkan sesudah sterilisasi dengan menggunakan autoclave (Perlakuan 4), tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bakteri yang terdapat pada peralatan logam yang dipakai berulang kali di ruang IGD sebelum sterilisasi (Perlakuan 1,2 dan 3) adalah bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus sp, dan sesudah sterilisasi (Perlakuan 4) tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri, hal ini membuktikan bahwa tindakan sterilisasi untuk peralatan logam yang dipakai berulang kali di ruang IGD sudah baik dan diperlukan metode sterilisasi tingkat tinggi dengan menggunakan autoclave untuk mengurangi tingkat infeksi nosokomial di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
xi
ABSTRACT
A research have been done to identify bacteria cause nosocomial infection in metal equipments used repeatedly before and after sterilization at IGD room of Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital. This research is aimed knowing and identify bacteria that exist metal equipments before and after sterilization. The research was an observational study using descriptive approach. The total sample is nine in the research with four different treatments. The results of the research indicate that bacteria identified in metal equipment before sterilization (treatment 1,2 dan 3) for hetting set equipments such as scissors and crooked artery clamp are inhabited by Streptococcus sp bacteria, while tweezers is inhabited by Staphylococcus epidermidis and Streptococcus sp bacteria. There are Staphylococcus aureus bacteria in GP set like scissors, while Staphylococcus aureus and Streptococcus sp bacteria are found in tweezers. Streptococcus sp and Staphylococcus aureus bacteria are found in hack and crooked scissors equipments, while the growth of bacteria is not found after sterilization using autoclave (treatment 4). Based on the results of the research it is concluded that the bacteria found in metal equipments used repeatedly in IGD room before sterilization (treatment 1,2 dan 3) are Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Streptococcus sp, but there is no growth of bacteria found after sterilization (treatment 4), This proves that sterilization process of metal equipments used repeatedly at IGD room is already good and required a high level sterilization method using autoclave to reduce nosocomial infection level of Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital Makassar.
xii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................... i
HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 5
II.1. Infeksi Nosokomial ............................................... 5
II.1.1. Pengertian Infeksi Nosokomial ............................ 5
II.1.2. Faktor Faktor yang Berhubungan pada
Infeksi Nosokomial ............................................... 5
II.1.3. Transmisi Penyebaran Mikroorganisme .............. 6
II.1.4. Rute Penularan Infeksi Nosokomial ..................... 9
xiii
II.1.5. Sumber Infeksi Nosokomial ................................. 11
II.1.6. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial ... 12
II.1.7. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
Nosokomial ......................................................... 13
II.2. Bakteri Patogen di Rumah Sakit .......................... 15
II.2.1. Patogenitas Bakteri .............................................. 17
II.2.2. Flora Normal Serta Hubungannya dengan
Hospes dan Lingkungannya ............................... 17
II.2.3. Flora Normal ....................................................... 18
II.3. Instalasi Gawat Darurat (IGD).............................. 19
II.3.1. Peningkatan Fasilitas Instalasi Gawat Darurat..... 19
II.4. Antiseptik dan Desinfektan .................................. 21
II.4.1. Antiseptik ............................................................. 22
II.4.2. Disinfektan ........................................................... 24
II.5. Sterilisasi ............................................................. 28
II.5.1. Sterilisasi dan Aplikasinya di Rumah Sakit .......... 28
II.6. Beberapa Media yang Digunakan Untuk
Identifikasi Bakteri ............................................... 33
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 36
III.1. Desain Penelitian ................................................ 36
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................. 36
III.2.1. Tempat Penelitian ................................................ 36
III.2.2. Waktu Penelitian ................................................. 36
III.3. Populasi dan Sampel Penelitian ......................... 36
xiv
III.4. Kriteria Sampel ................................................... 37
III.5. Kerangka Konsep ................................................ 37
III.6. Defenisi Operasional .......................................... 38
III.7. Alat dan Bahan Penelitian ................................... 39
III.7.1. Alat Penelitian ...................................................... 39
III.7.2. Bahan Penelitian .................................................. 39
III.8. Prosedur Kerja ..................................................... 40
III.8.1. Pengambilan Sampel ........................................... 40
III.8.2. Isolasi Bakteri ke Medium BHIB ........................... 40
III.8.3. Pewarnaan Gram ................................................ 40
III.8.4. Inokulasi Bakteri ke Medium MCA ....................... 41
III.8.5. Inokulasi Bakteri ke Medium BAP ........................ 41
III.8.6. Uji Biokimia .......................................................... 41
III.9. Pengamatan ........................................................ 44
III.10. Interpretasi Hasil .................................................. 44
III.11. Analisis Data ........................................................ 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 46
IV.1. Hasil Penelitian ................................................... 46
IV.2. Pembahasan ...................................................... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 57
V.1. Kesimpulan ......................................................... 57
V.2. Saran .................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 58
LAMPIRAN ................................................................................... 61
xv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Kuman Penyebab Infeksi ........................................................ 12
2. Jenis Bakteri pada Peralatan Hetting Set ............................... 47 3. Jenis Bakteri pada Peralatan GP Set ..................................... 48 4. Jenis Bakteri pada Peralatan Hack dan Gunting bengkok ...... 48
5. Hasil Biakan Kontrol ............................................................... 48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Gambar Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial ......... 10
2. Gambar Media ...................................................................... 65
3. Gambar Peralatan instrumen bedah minor set. .................... 67
4. Gambar Mesin washer dan autoclave ................................... 67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Alur Penelitian ...................................................................... 61
2. Hasil Pengamatan Pengujian Sampel................................... 62
3. Skema Pewarnaan Gram ...................................................... 64
4. Gambar Media ...................................................................... 65
5. Gambar Peralatan instrumen bedah minor set .................... 67
6. Gambar Mesin Washer dan Autoclave ................................. 67
xviii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti
IGD Instalasi Gawat Darurat
IN Infeksi Nosokomial
RS Rumah Sakit
PBS Phosphate Buffer Saline
BAP Blood Agar Plate
MCA Mac Conkey Agar
BHIB Brain Heart Infusion Broth
TSIA Triple Sugar Iron Agar
SCA Simon Citrat Agar
SIM Sulfite Indol Motility
MR Metil Red
VP Voges Proskauer
GB Glukosa Broth
LB Lactosa Broth
SB Sukrosa Broth
MSA Manitol Salt Agar
VJA Vogel-Johnson Agar
CSSD Central Sterilization Supply Departement
DTT Disinfeksi Tingkat Tinggi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (1).
Dari kegiatan tersebut, rumah sakit dapat menjadi media
pemaparan/penularan bagi para pasien, petugas maupun pengunjung
oleh agen (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkup
rumah sakit yang disebut dengan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
adalah infeksi yang diperoleh selama penderita mendapatkan perawatan
di rumah sakit. Infeksi nosokomial, tidak hanya meningkatkan angka
kematian, angka sakit dan penderitaan, tetapi juga meningkatkan biaya
perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung penderita. Sekitar 5-
15% penderita yang dirawat dirumah sakit mengalami infeksi nosokomial
(2,3,4).
Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9%
(variasi 3-21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit
seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa
2
sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi
nosokomial, dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (5).
Meskipun prevalensinya secara global belum dapat ditentukan,
diperkirakan setiap tahun ratusan juta pasien di dunia mengalami infeksi
nosokomial. Di Eropa, setiap tahun diperkirakan lebih dari 4 juta pasien
mengalami infeksi nosokomial, sementara pada tahun 2002 di Amerika,
diperkirakan 1,7 juta pasien mengalami infeksi nosokomial (5).
Berdasarkan data dari beberapa penelitian pada tahun 1995-2010,
prevalensi infeksi nosokomial di negara-negara berpendapatan tinggi
berkisar antara 3,5-12%, sementara prevalensi di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,7-19,1%,
termasuk di Indonesia berkisar 7,1%. (6).
Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, angka kejadian infeksi nosokomial
tahun 2005 sebesar 7,95%. Data dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
sendiri yang merupakan rumah sakit rujukan di Makassar menyebutkan
bahwa kejadian infeksi nosokomial pada trimester III tahun 2009 sebesar
4,4% (5).
Adapun faktor yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
sebagai sumber penularan infeksi nosokomial adalah dapat berasal dari
penderita sendiri sebagai sumber infeksi, petugas rumah sakit (perawat,
dokter), lingkungan rumah sakit, dan peralatan rumah sakit. Untuk
peralatan rumah sakit seperti instrumen bedah sebagai media perantara
3
yang mudah terkontaminasi, dimana cara penularannya yang secara
langsung kontak dengan bagian tubuh yang memiliki risiko menularkan
penyakit infeksi oleh mikroorganisme yang sangat tinggi. Untuk itu
sebelum melakukan pembedahan peralatan instrumen bedah harus dalam
keadaan steril, agar mikroorganisme tidak dapat masuk kedalam luka dan
tidak terjadi infeksi. Untuk hal tersebut maka sangatlah penting bila
sterilitas instrumen bedah tetap terpelihara, sehingga dalam suatu
pembedahan sterilitas instrumen bedah minor mutlak diperlukan (7,8,9).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang
timbul yaitu apakah terdapat bakteri penyebab infeksi nosokomial pada
sampel peralatan logam intrumen bedah minor set sebelum dan sesudah
disterilisasi di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bakteri
penyebab infeksi nosokomial pada sampel peralatan logam instrumen
bedah minor set sebelum dan sesudah disterilisasi, dan untuk mengetahui
penanganan, tindakan, dan efektifitas dari proses sterilisasi untuk
peralatan logam instrumen bedah yang dipakai diruang IGD RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo.
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah
tentang bakteri penyebab infeksi nosokomial yang terdapat pada
peralatan instrumen bedah minor set pada ruang IGD, dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang proses sterilisasi yang baik dan
4
benar, sebagai bahan acuan bagi instansi terkait sehingga dapat
membantu dalam upaya menekan dan mengendalikan infeksi nosokomial
di ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Infeksi Nosokomial
II.1.1. Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme pada seorang
hospes yang rentan dimasuki oleh agen-agen infeksius yang tumbuh dan
memperbanyak diri dan terjadi kolonisasi sehingga dapat menimbulkan
penyakit. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di
rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial (10,11).
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang
baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit
baru disebut infeksi nosokomial (10,11,12).
II.1.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang
terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial terjadi karena
adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah
sakit dan perangkatnya. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis
tidak mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba patogen. Hal ini
6
dimungkinkan karena rumah sakit merupakan tempat perawatan segala
macam jenis penyakit dan gudangnya mikroba patogen (13).
Secara umum faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial
adalah:
1. Faktor dari luar (ekstrinsik)
Faktor ini berkaitan dengan sterilitas ruangan perawatan, peralatan
medis, petugas (dokter, perawat), lingkungan/bangsal, jumlah
pengunjung dalam suatu ruangan, dan jenis tindakan yang dilakukan.
2. Faktor dari dalam (intrinstik)
Faktor ini berkaitan dengan usia pasien, jenis kelamin pasien, status
gizi pasien dan status imunologis (7,13).
Selain faktor yang ada diatas terdapat juga faktor-faktor lain yang
juga berperan memberi peluang timbulnya infeksi nosokomial, faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan, menurunnya
standar perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
b) Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat
kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan antara sumber
penularan (reservoir) dengan penderita (13).
II.1.3. Transmisi Penyebaran Mikroorganisme
Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan
berbagai cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu:
contact, droplet, airbone, common vehicle, dan vectorborne (14).
7
1. Contact transmission
Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi
nosokomial, dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact.
a. Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung
dari permukaan tubuh ke permukaan tubuh lain, seperti saat
memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan
yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara
dua pasien (14).
b. Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang
yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan
instrumen bedah yang terkontaminasi, jarum, alat dressing, tangan
yang terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti di
antara pasien, peralatan makan dan minum, peralatan laboratorium,
peralatan infus/transfusi (13,14).
2. Droplet transmission (Percikan)
Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun
mekanisme transfer mikroorganisme patogen ke pejamu agak ada jarak
dari transmisi kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5
mikron. Droplet transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, berbicara, dan
saat melakukan tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan
lendir, dan tidakan broschoskopi. Transmisi terjadi ketika droplet berisi
mikroorganisme yang berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat
melalui udara menetap/tinggal pada konjuntiva, mukosa, hidung, dan
8
mulut yang terkena. Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara,
maka penangan khusus udara dan ventilasi tidak diperlukan untuk
mencegah droplet transmisi (14).
3. Airbone transmission (melalui udara)
Udara tidak pernah bersih, tetapi selalu dicemari debu dari tanah,
berbagai uap dari manusia, dan oleh sekret yang keluar dari mulut,
hidung, tenggorok manusia. Bila saluran napas terifeksi, maka mikroba
patogen ikut tersebar. Transimisi melalui udara yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme patogen terjadi ketika menghirup udara yang
mengandung mikroorganisme patogen. Mikroorganisme dapat tinggal di
udara beberapa waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi
perlu dilakukan. Mikroba patogen dalam udara masuk kedalam saluran
napas penjamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk atau bersin, bicara atau bernafas melalui mulut atau
hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang terbang bersama debu
lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam
ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar
perawatan, atau pada laboratorium klinik. Mikroorganisme yang
ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis, rubeola,
dan varicella virus (13,14,15).
9
4. Common Vehicle Transmission
Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat
kesehatan, dan peralatan lain yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme patogen (14).
5. Vectorborne transmission
Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat,
tikus, serangga lainnya (14).
II.1.4. Rute Penularan Infeksi Nosokomial
Terjadinya infeksi nosokomial dapat disebabkan beberapa elemen
yaitu :
1. Agen infeksius
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh beberapa macam agen
penyakit berupa bakteri, virus, jamur, protozoa, dan macam-macam agen
agen penyakit ini ditentukan pula oleh patogenitas, daya invasi, dan dosis
infeksinya (16).
2. Reservoir
Reservoir adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi
dapat atau tidak berkembang biak. Reservoir yang paling umum adalah
tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan dalam
rongga tubuh, cairan dan keluaran (16).
3. Portal keluar
Setelah mokroorganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan jalan keluar mereka dan
10
masuk ke penjamu lain lalu menyebabkan penyakit. Mikroorganisme dapat
keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit dan membran mukosa, traktus
urinarius, traktus gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah (16).
4. Penularan
Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke
penjamu (host) penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan secara
lebih umum melalui cara yang spesifik. Mikroorganisme yang sama dapat
ditularkan melalui lebih dari satu rute, misalnya herpes zoster dapat
disebabkan melalui udara dalam nuklei droplet atau melalui kontak
langsung.
Meskipun cara utama penularan mikroorganisme adalah tangan
dari pemberi layanan kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan
dapat menjadi alat penularan patogen (16).
5. Portal masuk
Organisme dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama
dengan yang digunakan untuk keluar. Faktor-faktor yang menurunkan
daya tahan tubuh memperbesar kesempatan mikroorganisme patogen
masuk kedalam tubuh (16).
Gambar II.1. Skema Rantai Penularan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dan kewaspadaan universal (17).
11
II.1.5. Sumber Infeksi Nosokomial
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas
rumah sakit, pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu
setiap tindakan baik tindakan invasif maupun non invasif yang akan
dilakukan pada pasien mempunyai resiko terhadap infeksi nosokomial.
Sumber infeksi tindakan invasif (operasi) adalah :
1. Petugas :
a. Tidak/kurang memahami cara-cara penularan
b. Tidak/kurang memperhatikan kebersihan perorangan
c. Tidak menguasai cara mengerjakan tindakan
d. Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan antiseptik
e. Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure)
f. Menderita penyakit tertentu/infeksi/carier
2. Alat :
a. Kotor
b. Tidak steril
c. Rusak/karatan
d. Penyimpanan kurang baik
3. Pasien:
a. Persiapan diruang rawat kurang baik
b. Higiene pasien kurang baik
c. Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi)
d. Sedang mendapat pengobatan imunosupresif
12
4. Lingkungan
a. Penerangan/sinar matahari kurang cukup
b. Sirkulasi udara kurang baik
c. Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air tergenang)
d. Terlalu banyak peralatan diruangan
e. Banyak petugas diruangan (14,18).
II.1.6. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial
Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus,
fungi dan parasit, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus,
kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya
dalam menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau
virulensi dan jumlahnya (18).
Tabel II.1. Kuman Penyebab Infeksi
Golongan Mikroorganisme
Coccus Gram positif Staphylococcus aureus, Streptococci group A, B, C, dan G, Enterococci, Micrococcus, Enterococcus
Anaerobic Bacilli
Histotoxic clostridia, Clostridium tetanii, golongan bukan spora Gram negatif
Aerobic bacilli Gram negatif Samonella, Shigella, E.coli, Proteus vulgaris, Klebsiella, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter, Enteribacter spp, Serratia spp, Flavobacterium meningosepticum, Alcaligenes faecalis, Vibrio cholera
Bakteri lain Corynebacterium diphteriae, Listeria, Mycobacterium tuberculosis, Anonymous mycobacteria, Bordetella pertussis
Virus Hepatitis, Chickenpox, Influenza, Herpes simplex, Cytomegalovirus, Measles, Rubella, rotavirus
Jamur Candida, Nocardia, Moulds, Histoplasma, Coccidioides, Cryptococcus
Parasit Pneumocytis, Toxoplasma
(7,19).
13
II.1.7. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
Center for disease control and prevention menjelaskan bahwa salah satu
pengendalian infeksi nosokomial adalah cuci tangan dan penggunaan alat
pelindung. Intervensi lainnya seperti pemasangan dan perawatan yang
tepat dari peralatan invasif, penggunaan alat steril dan aseptik pada waktu
pergantian balutan, perawatan kebersihan kulit, dekontaminasi dan
sterilisasi serta survailans yang berkelanjutan terhadap infeksi nosokomial
(14,18).
Adapun tindakan pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan
beberapa cara antara lain :
1. Aseptik adalah tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan
yang menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar
akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda
hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan
aman digunakan (20).
2. Antiseptik adalah upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan
14
jaringan tubuh lainnya. Antiseptik merupakan bahan kimia untuk tujuan
antisepsis. Antiseptik untuk cuci tangan seperti sabun antiseptik dan
cairan antiseptik untuk tangan yang digosokkan ke seluruh permukaan
tangan untuk meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme tanpa
mengunakan air atau handuk. Kegiatan ini dilakukan pada kondisi
tertentu ketika air tidak memungkinkan (21).
3. Antisepsis merupakan upaya membuat kondisi bebas mikroba pada
jaringan hidup dengan menggunakan bahan kimia (antiseptik) atau
membuat keadaan bebas mikroba patogen pada jaringan hidup
dengan cara disinfeksi (13).
4. Cuci tangan adalah kegiatan dengan air mengalir yang ditambahkan
sabun antiseptik yang bertujuan untuk membersihkan tangan dari
kotoran dan mikroorganisme sementara dari tangan (21).
5. Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat
ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas
pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah
meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan yang
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh di saat prosedur
bedah/tindakan dilakukan (20).
6. Pencucian adalah suatu tindakan menghilangkan semua darah, cairan
tubuh atau setiap benda asing seperti debu dan kotoran (20).
7. Sterilisasi adalah tindakan menghilangkan mikroorganisme (bakteri,
jamur, virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati (20).
15
8. Disinfeksi adalah tindakan/upaya menghilangkan/memusnahkan
semua bentuk mikroorganisme, kecuali spora dengan memanfaatkan
bahan kimia, baik yang ada pada jaringan hidup ataupun pada benda
mati (13,21).
II.2. Bakteri Patogen di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau
pasien, sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak
dari pada ditempat lain. Berbagai jenis mikroba patogen yang berasal dari
berbagai sumber reservoir, dan sekaligus sebagai wilayah yang
memungkinkan terjadinya proses penularan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah,
sehingga mudah tertular. Sebagian mikroba patogen berasal dari
penderita-penderita, baik yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap,
berada di poliklinik maupun di ruangan/bangsal perawatan (13,18).
Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari
sederhana misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar seperti
operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang
memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik. Mikroorganisme yang
ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik, akibat penggunaan
berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional. Adanya kontak
langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang dapat
menularkan kuman patogen dan penggunaan alat-alat kedokteran yang
terkontaminasi dengan kuman (18).
16
Jenis bakteri patogen yang dapat ditemukan di rumah sakit antara
lain : Acinetobacter calcoaceticus, Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes, Klebsiella sp, Proteus mirabilis, Proteus morganii, Proteus
vulgaris, Pseudomonas sp, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
aureus, Streptococcus haemolyticus, Streptococcus anhaemolyticus (13).
Staphylococcus aureus banyak ditemukan pada beberapa jenis
infeksi seperti abses, infeksi luka, pneumonia, dan infeksi lainnya, karena
itu Staphylococcus aureus dapat masuk kedalam aliran darah sehingga
dapat menyebabkan abses pada berbagai organ tubuh. Bakteri ini
berbentuk coccus yang sering bergerombol seperti buah anggur, dan
bersifat Gram positif (22).
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri coccus Gram positif
yang merupakan bakteri penyebab infeksi yang ringan pada kulit yang
disertai dengan abses yang ringan, bahkan bakteri ini sering diisolasi dari
spesimen klinik seperti urin, darah, terutama penderita yang diopname
yang telah mengalami perlakuan medis tertentu misalnya pemasangan
kateter (22).
Streptococcus termasuk bakteri Gram positif coccus yang khasnya
berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Organisme
ini banyak terdapat di alam, beberapa kelompok Streptococcus
merupakan flora normal manusia, kelompok lainnya berhubungan dengan
penyakit penting yang sebagian disebabkan oleh infeksi Sterptococcus
dan sebagian lagi karena proses sensitisasi terhadap bakteri ini (23).
17
II.2.1. Patogenitas Bakteri
Patogenitas infeksi oleh mikroorganisme seperti pada bakteri
adalah sejak awal dari proses infeksi sampai mekanisme timbulnya tanda-
tanda dan gejala penyakit. Ciri-ciri bakteri yang bersifat patogen yaitu
mempunyai kemampuan menularkan, melekat pada sel inang, menginvasi
sel inang dan jaringan, mampu untuk meracuni dan mampu untuk
menghindari dari sistem kekebalan inang. Infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri yang secara umum dianggap patogen tidak
menampakkan gejala atau bersifat asimptopatik. Penyakit dapat terjadi
apabila bakteri atau reaksi imunologi yang ditimbulkan dapat
menyebabkan suatu bahaya bagi seseorang (24).
II.2.2. Flora Normal Serta Hubungannya dengan Hospes dan
Lingkungannnya
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan
berbagai macam mikroorganisme yang dapat menginfeksi dan
membahayakan atau merusak inang. Mikroorganisme yang telah
menemukan tempat yang tetap pada bagian tubuh manusia disebut flora
normal. Keberadaan flora normal tersebut dapat dikatagorikan sebagai
pembantu (simbion), tidak membahayakan (komensal), dan berpotensi
membahayakan (oportunis). Pada keadaan tertentu bahwa simbion
mungkin dapat menimbulkan bahaya dan berubah menjadi patogen (24).
Dalam hubungan simbiosis mikroorganisme akan saling
menguntungkan. Mikroorganisme yang hidup pada inang dan tidak
18
memberikan tanda-tanda yang menguntungkan atau dapat
membahayakan disebut komensal. Oportunis adalah mikroorganisme
yang membahayakan dapat berupa mikroorganisme patogen,
mikroorganisme ini kelihatannya tidak mempunyai kemampuan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit pada orang sehat, tetapi dalam
keadaan lainnya seperti adanya luka-luka atau pasca operasi, maka
mikroorganisme ini dapat menginvasi dan bertindak sebagai
mikroorganisme patogen (24).
II.2.3. Flora Normal
1. Flora Normal Pada Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau
dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit
karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Kebanyakan bakteri
ini adalah spesies Staphylococcus (kebanyakan Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis) (25).
2. Flora Normal pada Hidung
Bakteri yang paling sering dan hampir selalu dijumpai di dalam
hidung adalah difteroid, Staphylococcus yaitu Staphylococcus aureus.
Umum juga ditemukan Staphylococcus epidermidis. Di dalam bagian
kerongkongan hidung dapat juga dijumpai bakteri Brauhamella catarrhalis
(suatu coccus Gram negatif) dan Haemophilus influenza (suatu batang
Gram negatif) (25).
19
3. Flora Normal pada Mulut
Kelembapan yang tinggi adanya makanan terlarut secara konstan
dan juga partikel-partikel kecil makanan membuat mulut merupakan
lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikroorganisme pada mulut
antara lain : Lactobacillus, Spirocheta, berbagai coccus (terutama
Streptococcus viridan), basil pembentuk spora, koliform dan basil
fusiformis (24).
II.3. Instalasi Gawat Darurat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit bahwa gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut (26).
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita
memerlukan pemeriksaan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut, apabila tidak dilakukan akan berakibat
fatal bagi penderita. Instalasi gawat darurat (IGD) adalah salah satu unit di
rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan
sesuai dengan standar (27).
II.3.1. Peningkatan Fasilitas Instalasi Gawat Darurat
Peningkatan fasilitas Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
mengacu pada SK Menteri Kesehatan No.856/MENKES/SK/IX/2009
tentang Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit, dan disesuaikan
20
dengan kebutuhan dan ketersediaan dana dengan prioritas sebagai
berikut:
1. Pengadaan Peralatan Kesehatan
Alat kesehatan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa,
menangani, monitor dan mengevakuasi (proses rujukan) serta alat medis
pendukung untuk penanggulangan penderita gawat darurat yaitu :
1. Trauma (Bedah)
2. Non Trauma yaitu : kegawatdaruratan jantung, kegawatdaruratan
penyakit dalam, kegawatdaruratan kebidanan, kegawatdaruratan anak
dan neonates, kegawatdaruratan neurologi, psikiatri, dll
Jenis peralatan medis yang diprioritaskan adalah sebagai berikut:
Set bedah minor, tabung oksigen, alat ventilasi manual, alat pengisap,
laringoskop dan pipa endotrakheal, cairan infus dan set infus serta alat
pompa infus, Electro Cardio Graphy (ECG) dengan 12 titik pantau untuk
diagnosis, defibrillator, anti bisa dan tetanus, Military Anti Shock Trousers
(MAST Suit) untuk anak dan dewasa, alat untuk pemasangan Water
Sealed Drainage (WSD), respirator, humidifyer, resusitasi, alat Central
Venous Pressure (CVP) (28).
Alat-alat bedah yang dipakai dibungkus dengan plastik dan di
sterilkan di unit sterilisasi yang berada di rumah sakit, dan diberi nama tiap
bungkusannya. Peralatan instrumen dasar yang diperlukan adalah :
Pengait luka bengkok langenbeck, pengait luka bergigi tajam satu, pengait
luka bergigi tajam enam, pinset anatomis, gunting bengkok, gunting lurus,
21
kerontang, naald voerder, klem arteri lurus, klem arteri bengkok, forsep
kolesistotomi dll. Fasilitas dan peralatan yang disediakan di Unit Gawat
Darurat, harus menjamin efektifitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat
darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari dalam seminggu secara terus menerus
(9,29).
II.4. Antiseptik dan Disinfektan
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sangat terkait
dengan upaya untuk mengeliminasi mikroba patogen. Penderita akan
selalu terancam oleh kehadiran mikroba patogen yang bersarang pada
benda-benda di sekitarnya, seperti peralatan medis dan non medis yang
ada di ruang perawatan. Bahkan udara juga ikut memberikan kontribusi
terjadinya infeksi noskomial, termasuk juga petugas yang merawat pasien
(13).
Pentingnya kesadaran akan keadaan di mana kondisi bebas dari
segala mikroba patogen, maka diperlukan upaya untuk mengeliminasi
mikroba patogen dari segala peralatan, terutama peralatan yang langsung
digunakan pada prosedur atau tindakan medis serta mikroba patogen
yang melekat pada petugas. Demikian juga untuk setiap prosedur atau
tindakan medis/perawatan yang dilakukan pada pasien, yang akan
berisiko masuknya mikroba patogen ke tubuh penderita. Oleh karena itu,
diperlukan adanya antiseptik dan disinfektan (13).
Antiseptik dan disinfektan adalah bahan kimia yang sangat penting
dalam praktik kedokteran. Kedua bahan ini memiliki fungsi yang sama,
22
yaitu menghambat pertumbuhan atau mematikan berbagai mikroba
patogen, namun memiliki aplikasi dan efektivitas yang berbeda-beda.
Disinfektan merupakan bahan kimia untuk disinfeksi pada benda mati (13).
Untuk lebih memudahkan dapat dilihat gambar berikut :
Jaringan hidup : menggunakan antiseptik
Disinfeksi
Jaringan/Benda mati : menggunakan disinfektan (13).
II.4.1. Antiseptik
Antiseptik secara umum adalah disinfektan yang nontoksik karena
digunakan untuk kulit, mukosa, atau jaringan hidup lainnya, dimana
antiseptik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Memiliki spektrum yang luas, artinya efektif dalam membunuh bakteri,
virus, jamur, dan sebagainya
2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa
3. Toksisitas atau daya absorpsi melalui kulit mukosa rendah
4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama
5. Efektivitasnya tidak terpengaruh oleh adanya darah atau pus (13).
Beberapa antiseptik yang banyak digunakan antara lain:
1. Alkohol
Alkohol adalah antiseptik yang banyak digunakan konsentrasi
optimum sebagai antiseptik adalah 70 %, dimana alkohol bekerja secara
cepat, mudah menguap, dan cepat kering. Sifatnya sebagai bakterisid
kuat (Gram positif dan Gram negatif, tetapi nonsporaidal), kegunaan
23
alkohol sebagai antiseptik sebelum tindakan menyuntik dan mencuci
iodium dari kulit (13).
2. Iodium
Antiseptik iodium sangat kuat dan bekerja cepat serta berspektrum
luas, kegunaannya sebagai antiseptik kulit sebelum operasi kecuali untuk
daerah wajah dan genitalia eksterna, tetapi untuk kulit sensitif dapat
menimbulkan iritasi, dermatitis, atau menimbulkan warna coklat (13).
3. Povidon iodine
Povidon iodine jauh lebih efektif dibandingkan dengan iodium,
bersifat spektrum luas, tidak menimbulkan iritasi dan cocok untuk semua
jenis kulit dan mukosa, serta untuk mencuci luka kotor yang terinfeksi.
Povidon iodine ditemukan pada betadine, septadine, isodine (13).
4. Klorheksidin
Merupakan senyawa biguanid yang bersifat bakterisid dan fungisid
sangat efektif untuk Staphylococcus aureus, Pseudomonas, dan Proteus,
tidak merangsang kulit dan mukosa. Klorheksidin ditemukan pada
Hibiscrub yang digunakan untuk mencuci tangan sebelum operasi dan
setelah pemeriksaan penderita penyakit menular, Savlon untuk mencuci
luka bakar (bersih dan kotor) dan mencuci luka yang terinfeksi, Hibitane
digunakan untuk mencuci kulit sebelum operasi dan mencuci luka bersih
dan luka kotor (13).
24
5. Heksaklorofen
Heksaklorofen bekerja lambat dan tidak merangsang bersifat
bakterisid terhadap bakteri Gram positif dan fungistatik. Kegunaannya
untuk mencuci tangan sebelum operasi dan setelah memeriksa penderita
penyakit menular (13).
II.4.2. Disinfektan
Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk disinfeksi
pada benda mati. Semua peralatan yang digunakan di rumah sakit perlu
didisinfeksi termasuk kamar dan peralatan yang tidak kontak langsung
dengan pasien seperti kamar bedah, ruangan perawatan, meja operasi,
dan peralatan medis. Disinfektan yang baik harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Mempunyai spektrum luas.
2. Daya absorpsinya rendah pada karet, zat-zat sintetis, dan bahan
lainnya.
3. Tidak korosif (bereaksi secara kimiawi terhadap alat-alat medis).
4. Toksisitasnya rendah pada petugas.
5. Baunya tidak merangsang (13).
Peralatan medis yang telah selesai digunakan pada berbagai
prosedur dan tindakan medis dapat dipastikan terkena bahan organik
seperti pus, darah, potongan jaringan tubuh, serta terkontaminasi oleh
mikroba patogen. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan disinfektan.
25
Sebelum proses disinfeksi dilakukan, peralatan medis harus diproses
lebih dahulu melalui dua fase perlakuan (13).
1. Fase dekontaminasi yang bertujuan untuk menginaktivasi serta
mengurangi jumlah mikroba patogen yang ada, agar peralatan medis
lebih aman saat ditangani oleh petugas pada fase berikutnya (fase
pembersihan). Secara teknis dikerjakan dengan merendam peralatan
medis dalam larutan klorin 0.3% selama 10 menit.
2. Fase pembersihan yaitu fase pembebasan peralatan medis secara fisik
dari kotoran, darah, pus, potongan jaringan tubuh yang melekat pada
peralatan medis, serta mikroba patogen yang tersisa dengan cara
menyikat /menggosok. Selanjutnya diikuti proses mencuci dengan
larutan sabun atau deterjen, membilas dengan air bersih, serta
mengeringkannya.
Setelah melalui kedua fase ini, akan diikuti dengan fase disinfeksi
dengan harapan disinfektan yang digunakan cukup efektif untuk
membunuh mikroba patogen yang ada. Bahan kimia disinfektan sangat
berpengaruh pada unsur protein mikroba patogen (13).
Beberapa disinfektan yang banyak digunakan antara lain :
1. Alkohol
Alkohol yang biasa digunakan adalah etil dan isopropil alkohol
dengan konsentrasi optimal 60-90%. Cukup efektif untuk membunuh
semua mikroba patogen dan tidak korosif terhadap logam, namun dapat
merusak bahan-bahan dari karet atau plastik. Alkohol cepat menguap
26
sehingga waktu kontak sangat singkat, kecuali dengan merendamnya.
Alkohol banyak dipakai untuk disinfektan peralatan seperti termometer
oral/rektal, probe, USG, ambu bag (13).
2. Klorin
Memiliki efek kerja yang cepat dan kemampuannya menginaktivasi
mikroba cukup luas. Sangat bermanfaat untuk dekontaminasi peralatan
medis, sarung tangan termasuk juga peralatan nonmedis. Dapat
menyebabkan korosi bila konsentrasinya lebih dari 0.5% dengan waktu
pemaparan lebih dari 20 menit (13).
3. Formaldehid
Formaldehid memiliki nama dagang formalin dengan konsentrasi
efektif 8%, memiliki daya inaktivasi mikroba yang cukup luas, namun
menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran nafas. Tidak korosif
terhadap peralatan metal. Biasanya terinaktivasi oleh materi organik. Pada
konsentrasi yang tinggi bersifat karsinogenik (13).
4. Glutaraldehid
Glutaraldehid merupakan derivat formaldehid, bersifat iritatif pada
kulit, mata, dan pernafasan. Tidak bersifat korosif terhadap bahan metal.
Baunya sangat menyengat sehingga diperlukan ventilasi ruangan yang
baik bahan yang sering digunakan adalah glutaraldehid 2% dengan nama
dagang cidex (13).
27
5. Fenol
Fenol umumnya digunakan untuk disinfeksi lantai, dinding, serta
permukaan meja dan sebagainya. Nama dagangnya adalah lysol, kreolin
(13).
Pada perkembangan saat ini, teknik disinfeksi pada berbagai
peralatan medis/perawatan dapat menggunakan energi panas (termis),
yaitu melalui panasnya air (dengan direbus) dan melalui panasnya uap air
(dengan cara dikukus). Kedua cara ini disebut disinfeksi tingkat tinggi
(DTT). Efektivitasnya untuk membunuh mikroba patogen lebih tinggi,
namun tetap sebagai pengecualiannya adalah endospora bakteri (13).
Proses untuk disinfeksi tingkat tinggi (DTT) menggunakan energi
panas yang berasal dari air adalah dengan cara merebus dan dengan
cara mengukus (13).
Dengan demikian dikenal dua macam cara disinfeksi untuk
peralatan medis, yaitu dengan cara kimiawi dan dengan cara
memanfaatkan energi panas (13).
Dengan adanya tingkat kategori proses disinfeksi tersebut, serta
metode sterilisasi, maka pada tahun 1968 oleh Dr. E. H. Spaulding
mengelompokkan peralatan medis/perawatan berdasarkan risiko infeksi
yang mungkin timbul saat peralatan tersebut digunakan yaitu :
1. Peralatan kritis, yaitu peralatan/instrumen medis yang digunakan untuk
kontak dengan jaringan tubuh steril atau masuk ke dalam sirkulasi
28
darah. Contohnya peralatan bedah, kateter jantung. Peralatan ini
memerlukan metode sterilisasi secara mutlak.
2. Peralatan semikritis, yaitu peralatan medis yang kotak dengan selaput
mukosa. Contohnya peralatan napas anastesi, endotracheal tube,
sistoskop. Untuk peralatan ini dapat digunakan dapat didisinfeksi
dengan metode sterilisasi mutlak atau dengan cara disinfeksi tingkat
tinggi (DTT).
3. Peralatan nonkritis, yaitu peralatan medis yang hanya kontak dengan
kulit saja. Contohnya spigmomanometer, steteskop, elektroda
diagnostik. Peralatan ini cukup didisinfeksi dengan cara disinfeksi
tingkat menengah atau sedang (13,21).
II.5. Sterilisasi
Steril artinya tidak didapatkannya mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya baik mikroba patogen maupun non patogen. Setiap proses
atau tindakan baik fisika, kimia, mekanik yang membunuh semua bentuk
kehidupan terutama mikroorganisme dan membuat suatu benda menjadi
steril disebut sterilisasi. Sterilisasi dalam pengertian medis adalah suatu
proses dimana hasil akhirnya dapat memberikan suatu keadaan yang
tidak dapat ditemukan lagi adanya mikroorganisme hidup (3,13,30).
II.5.1. Sterilisasi dan Aplikasinya di Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan
berupaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi bagi pasien dan
petugas rumah sakit, salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan
29
rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit.
Untuk mencapai keberhasilan tersebut, maka dilakukan pengendalian
infeksi di rumah sakit (31).
Metode sterilisasi sangat banyak, namun alternatif yang dipilih
tergantung pada keadaan serta kebutuhan setempat. Apapun Metodenya
harus tetap menjaga kualitas serta hasil sterilisasi. Kualitas hasil sterilisasi
harus terjaga mengingat risiko kontaminasi kembali saat penyimpanan
dan terutama saat akan digunakan dalam tindakan medis (13).
Jumlah dan ragam peralatan medis kritis yang
dibutuhkan/digunakan oleh berbagai unit palayanan di rumah sakit sangat
banyak dan harus siap setiap saat selama 24 jam penuh. Peralatan-
peralatan medis akan selalu memerlukan upaya sterilisasi berulang dari
satu pemanfaatan kepemanfaatan berikutnya. Unit ini disebut Central
Sterile Supply Departement (CSSD) (13).
Central Sterilization Supply Departement (CSSD) atau Instalasi
Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan suatu unit/departemen dari rumah
sakit yang menyelenggarakan proses pengelolaan perawatan medis steril
siap pakai. Dengan adanya pemusatan (sentralisasi), CSSD tinggal
mendistribusikan produk sterilisasinya ke semua unit pelayanan medis
dan menerima peralatan medis yang terkontaminasi dari unit yang sama.
Berikut beberapa metode sterilisasi, yaitu metode uap panas
bertekanan tinggi, metode panas kering, dan metode gas kimia.
30
1. Metode uap panas bertekanan tinggi mempunyai prinsip dasar berupa
uap panas pada suhu, tekanan, dan waktu pemaparan tertentu mampu
membunuh mikroba patogen dengan cara denaturasi protein enzim
dan membran sel mikroba. Peralatan yang digunakan adalah sebuah
bejana dengan tutupnya yang dilengkapi dengan manometer,
termometer, termostat, dan pengatur tekanan sehingga suhu dan
tekanan uap panas dapat diatur. Sterilisator dengan metode uap panas
disebut autoclave, dengan cara kerja sebagai berikut :
1) Peralatan medis seperti instrumen, sarung tangan, linen
dimasukkan dalam kamar (chamber) dan diletakkan di atas rak-rak
yang tersedia.
2) Uap panas yang berasal dari pemanasan air dialirkan ke dalam
kamar (chamber) sehingga mendesak udara di dalam kamar.
Pemanasan air dilanjutkan hingga suhu uap air mencapai 121oC
karena adanya kenaikan tekanan.
3) Saat suhu efektif tercapai, maka hitungan waktu dimulai yaitu 20
menit untuk peralatan medis yang tidak terbungkus dan 30 menit
untuk peralatan medis yang terbungkus.
4) Setelah 20 atau 30 menit, katup pengatur tekanan dibuka sehingga
tekanan uap menurun dan diikuti dengan penurunan suhu.
Metode ini banyak digunakan karena aman, efektif, dan mudah
pelaksanaannya (13).
31
2. Metode panas kering memiliki prinsip dasar yaitu melalui mekanisme
konduksi, panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar dari peralatan
yang disterilkan, lalu panas akan merambat ke bagian yang lebih
dalam dari peralatan tersebut sampai suhu untuk sterilisasi tercapai
dengan merata. Mikroba terbunuh dengan cara oksidasi, di mana
protein mikroba akan mengalami koagulasi. Sterilisasi ini memakai
udara panas pada oven, sebuah bejana yang udara di dalamnya harus
dipanaskan dengan cara :
1) Pemanasan udara dalam oven dengan menggunakan gas atau
listrik suhunya dapat mencapai suhu 160-180oC.
2) Durasi untuk sterilisasi 1-2 jam lebih lama karena daya
penetrasinya tidak sebaik uap panas.
3) Digunakan untuk sterilisasi alat-alat dari gelas seperti tabung
reaksi, labu, cawan petri.
Metode ini banyak digunakan dan mudah, namun memerlukan
energi yang lebih besar (13).
3. Metode gas kimia memakai etilen oksida untuk membunuh mikroba
melalui reaksi kimia yaitu reaksi alkilasi di mana terjadi penggantian
gugus atom hidrogen pada sel mikroba dengan gugus alkil sehingga
mengganggu metabolisme dan reproduksi sel. Proses sterilisasi
menggunakan autoclave pada suhu 36-60oC serta konsentrasi gas
kurang dari 400 mg/liter. Prosesnya sebagai berikut :
32
1) Setelah peralatan medis dimasukkan, gas etilen oksida
dipompakan ke dalam kamar (chamber) selama 20-30 menit pada
kelembaban 50-75%.
2) Setelah selesai waktu pemaparan dengan gas etilen oksida,
dilanjutkan tahap aerasi/pertukaran udara yaitu membuang gas
etilen oksida pada sterilisator dan peralatan medis.
Metode ini digunakan untuk sterilisasi peralatan medis dari plastik,
alat-alat optik, pacemaker, dan alat-alat lain yang sulit disterilkan dengan
metode lain (13).
Dengan adanya sebuah unit CSSD dalam sebuah rumah sakit
diharapkan mutu atau kualitas sterilisasi lebih terjamin untuk memenuhi
permintaan di semua unit kerja yang ada di rumah sakit mutu atau kualitas
dari sterilisasi yang terjamin bagi peralatan adalah mutlak karena dari
sinilah awal sebagian upaya pencegahan infeksi nosokomial. Proses
sterilisasi di unit CSSD merupakan bagian dalam upaya pengendalian
infeksi di rumah sakit. Perlu adanya standar kerja dalam pelaksanaan
proses sterilisasi (perlakuan terhadap peralatan, prosedur kerja, personel)
untuk menjamin hasil sterilisasi yang dikerjakan oleh unit CSSD sehingga
mampu memutuskan rantai penularan terjadinya infeksi (13).
Instalasi Pusat Sterilisasi merupakan unit pelayanan non struktural
yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan
standar/pedoman dan dapat memenuhi kebutuhan barang yang steril di
rumah sakit. Secara terperinci fungsi dari pusat sterilisasi adalah
33
menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan, serta
mendistribusikan peralatan medis keberbagai ruangan untuk kepentingan
parawatan pasien (31).
II.6. Beberapa Media yang Digunakan Untuk Identifikasi Bakteri
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat
makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Beberapa media diramu oleh ahli mikrobiologi untuk
membedakan mikroorganisme. Kelompok media biakan ini disebut media
selektif dan diferensial. Media selektif adalah media biakan yang
mengandung paling sedikit 1 bahan yang menghambat
perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan
membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin
diisolasi. Media diferensial adalah media yang dapat membedakan
kelompok mikroorganisme tertentu dan mengandung bahan kimia yang
dapat digunakan oleh mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media
biakan (32).
1. Mac Conkey Agar (MCA)
Persenyawaan utama dalam media ini adalah laktosa, garam
empedu, dan merah netral. Media ini menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif yang disebabkan oleh garam empedu dan kristal violet.
Bakteri Gram negatif yang tumbuh dibedakan dalam kemampuannya
memfermentasikan laktosa. Koloni dari bakteri yang memfermentasikan
laktosa berwarna merah bata dan dapat dikelilingi oleh endapan garam
34
empedu. Endapan ini disebabkan oleh penguraian laktosa menjadi asam
yang akan bereaksi dengan garam empedu (32).
2. Blood Agar Plate (BAP)
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang
sulit untuk dibiakkan dan juga untuk membedakan kelompok
mikroorganisme yang melisiskan atau tidak melisiskan butir darah merah.
Agar darah terdiri dari bahan dasar yang mengandung 5 % darah
domba. Lisis butir darah merah terlihat sebagai wilayah jernih di sekitar
koloni. Bila proses lisis sempurna akan terlihat wilayah yang benar-benar
jernih dan jenis hemolisisnya disebut beta-hemolisis. Bila proses lisis tidak
sempurna dan media berwarna kehijauan, maka jenis hemolisisnya
disebut alpha hemolisis. Bakteri yang tidak mampu melisiskan butir darah
merah dan tidak menyebabkan perubahan nyata pada media disebut
gamma-hemolisis. Kelompok mikroorganisme yang sering dibedakan
berdasarkan kemampuan melisiskan butir darah merah adalah
Streptococcus dan Staphylococcus. Proses hemolisis disebabkan oleh
enzim yang dilepaskan mikroorganisme (32).
3. Manitol Salt Agar (MSA)
Persenyawaan utama dalam media ini adalah NaCl 7.5%, manitol,
dan merah fenol. Media ini terutama digunakan untuk membedakan
Staphylococcus yang bersifat patogen dan tidak patogen. Media ini
mengandung kadar NaCl tinggi, sehingga akan menghambat
35
pertumbuhan bakteri namun Staphylococcus tidak dihambat
pertumbuhannya.
Koloni Staphylococcus aureus pada MSA akan membentuk zona
kuning, sedangkan Staphylococcus epidermidis akan membentuk zona
merah/ungu disekitarnya. Warna kuning disebabkan oleh fermentasi
manitol disertai pembentukan asam, sedangkan warna merah disebabkan
oleh manitol yang tidak difermentasikan.
Merah fenol merupakan indicator untuk melihat adanya
pembentukan asam. Pada umumnya Staphylococcus aureus bersifat
patogen sedangkan Staphylococcus epidermidis bersifat tidak patogen
(32,33).
4. Vogel Johnson Agar (VJA)
Koloni Staphylococcus aureus pada media VJA berukuran kecil,
dikelilingi oleh area berwarna kuning yang menunjukkan terjadinya
fermentasi manitol. Koloni yang tidak memfermentasikan manitol adalah
koloni spesies lainnya yaitu Staphylococcus epidermidis (33).
36
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi observasional dengan pendekatan
deskriptif untuk mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi nosokomial
pada peralatan logam instrumen bedah minor set sebelum dan sesudah
sterilisasi di ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo.
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian
III.2.1. Tempat Penelitian
1. Ruang Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, sebagai tempat pengambilan sampel “swab” pada peralatan
logam instrumen bedah minor set.
2. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
sebagai tempat pengujian/pemeriksaan.
III.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2013-Februari 2013
III.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi sampel dalam penelitian ini adalah peralatan logam
instrumen bedah minor set sebelum dan sesudah sterilisasi di ruang IGD
RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Sampel penelitian berupa “swab” pada
peralatan logam intrumen bedah minor set sebelum dan sesudah
disterilisasi di ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo.
37
III.4. Kriteria Sampel
Peralatan dasar instrumen bedah minor set yang sering dipakai di
ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo sebelum dan sesudah
disterilisasi dengan autoclave.
III.5. Kerangka konsep
Berdasarkan penelusuran pustaka bakteri penyebab infeksi
nosokomial pada peralatan intrumen bedah minor set, dapat digambarkan
dalam suatu kerangka konsep sebagai berikut :
Keterangan :
Keadaan Fisik Ruang IGD
- Pencahayaan - Kelembaban - Jumlah pasien - Waktu Sterilisasi
Peralatan Instrumen bedah minor set
Identifikasi Jenis Bakteri
Infeksi Nosokomial
Variabel yang diteliti
(dependen)
Variabel yang tidak
diteliti (independen)
38
III.6. Defenisi Operasional
1. Sterilisasi adalah suatu upaya menghilangkan/memusnahkan semua
bentuk organisme yang ada, termasuk spora. Metode sterilisasi yang
biasa digunakan pada alat instrumen bedah minor set di RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo adalah sterilisasi uap air panas bertekanan
(steam-autoclave), sterilisasi panas kering (oven) dengan tekanan
normal.
2. Disinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh mikroorganisme yang
bersifat patogen yang sering digunakan adalah dengan cara kimia/fisik,
cara ini ditujukan untuk pemakaian pada benda mati. Larutan yang
digunakan adalah alkohol 70%, fenol 0,5-3%, klorin 0,5%, sinar
ultraviolet.
3. Antiseptik adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan
mikroorganisme yang pada umumnya menggunakan zat kimia, dan
penggunaannya ditujukan kepada benda hidup, misalnya untuk
mencuci tangan dan persiapan operasi menggunakan sabun
antiseptik.
4. Uji biokimia adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui aktifitas
metabolisme mikroorganisme dalam menggunakan dan menguraikan
molekul yang kompleks, yang termasuk uji biokimia adalah uji Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), uji Citrat, uji Urease, uji Metil Red, uji Voges
Proskauer, uji Indol, uji Motility, uji Hidrolisis Gelatin, uji Fermentasi
Karbohidrat, uji Katalase, uji Manitol Salt Agar, uji Vogel Johnson Agar.
39
5. Penentuan morfologi bakteri berdasarkan bentuk, warna dan teknik
pewarnaan Gram dimana bentuk bakteri batang/memanjang
dilaporkan sebagai basil, sedangkan bentuk bulat dilaporkan sebagai
bentuk coccus, dan Gram positif berwarna ungu, Gram negatif
berwarna merah.
III.7. Alat dan Bahan Penelitian
III.7.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah rak tabung,
tabung reaksi pyrex, ose bulat, ose lurus, pipet tetes, gelas objek pyrex,
lampu spiritus, enkas, cawan petri pyrex, autoclave, inkubator, mikroskop,
kapas “swab” steril, peralatan logam instrumen bedah yang diuji yaitu
peralatan Hetting Set terdiri dari naald voerder, gunting, klem arteri
bengkok, pinset, klem arteri lurus, peralatan GP set terdiri dari gunting,
pinset, dan alat hack lurus/bengkok, dan gunting bengkok sebelum dan
sesudah disterilisasi dengan autoclave.
III.7.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan
Phosphate Buffer Saline (PBS), Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB)
Merck, Mac Conkey Agar (MCA) Merck, Blood Agar Plate (BAP) Merck,
Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Merck, Simon Citrat Agar (SCA) Merck,
Sulfite Indol Motility (SIM) Merck, Metil Red (MR), Voges Proskauer (VP),
Media untuk fermentasi Karbohidrat (Glukosa, Lactosa, Sukrosa), Manitol
Salt Agar (MSA), Vogel Johnson Agar (VJA), Bahan Pewarnaan Gram
40
terdiri dari :Kristal Violet (cat Gram A), larutan lugol (cat Gram B), alkohol
95 % (cat Gram C), safranin (cat Gram D), Reagen kovacs, Reagen alfa-
naftol, Reagen KOH 40 %, Reagen Metil Red, H2O2 3%.
III.8. Prosedur Kerja
III.8.1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan kapas
“swab” steril yang telah dibasahi dengan larutan PBS, kemudian kapas
tersebut diusapkan pada peralatan logam instrumen bedah minor set
sebelum dan sesudah sterilisasi secara aseptis, kemudian dimasukkan ke
dalam wadah steril untuk dijadikan sampel (34).
III.8.2. Isolasi Bakteri ke Medium BHIB
Sampel diambil dari larutan PBS yang berisi kapas “swab”,
kemudian diisolasikan ke dalam medium BHIB secara aseptis, setelah itu
diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 370C.
III.8.3. Pewarnaan Gram
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol hingga bebas lemak, lalu
diambil satu ose biakan bakteri dari medium BHIB secara aseptis
kemudian diletakkan pada gelas objek dan difiksasi, ditambahkan 2-3
tetes gentian violet (Gram A), dibiarkan selama 1 menit dan dicuci dengan
air mengalir, lalu diteteskan satu tetes larutan lugol (Gram B), dibiarkan
selama 1 menit dan dicuci dengan air mengalir, kemudian diteteskan lagi
dengan alkohol asam (Gram C), dibiarkan selama 10-20 detik, dan dicuci
dengan air mengalir, kemudian ditambahkan safranin (Gram D) dibiarkan
41
selama 1 menit dan dicuci dengan air mengalir, setelah itu dikeringkan
dan diamati morfologinya dengan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 40x (7).
III.8.4. Inokulasi Bakteri ke Medium MCA
Biakan diambil dari medium BHIB, lalu diinokulasikan ke dalam
medium MCA berdasarkan hasil pewarnaan Gram, yaitu jika diperoleh
bakteri Gram negatif maka diinokulasikan pada medium MCA secara
aseptis dengan menggunakan ose bulat, kemudian diinkubasi selama
1x24 jam pada suhu 37oC.
III.8.5. Inokulasi Bakteri ke Medium BAP
Biakan diambil dari medium BHIB, lalu diinokulasikan kedalam
medium BAP berdasarkan hasil pewarnaan Gram, yaitu jika diperoleh
bakteri Gram positif maka dinokulasikan pada medium BAP secara
aseptis dengan menggunakan ose bulat, kemudian diinkubasi selama
1x24 jam pada suhu 37oC.
III.8.6. Uji Biokimia
Koloni yang tumbuh pada medium MCA dan BAP dilanjutkan
pengujiannya pada uji biokimia yaitu :
1. Koloni yang tumbuh pada medium MCA dilakukan uji identifikasi
dengan menginokulasi pada medium TSIA, uji fermentasi karbohidrat,
uji motility, uji indol, uji citrat, uji metil red, uji voges proskauer.
2. Koloni yang tumbuh pada medium BAP dilakukan identifikasi dengan
menginokulasi pada medium MSA, medium VJA dan uji katalase.
42
III.8.6.1. Inokulasi Bakteri ke Medium TSIA
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium TSIA dengan menggunakan ose lurus secara aseptis, kemudian
diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37o C
III.8.6.2. Uji Fermentasi Karbohidrat
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium Glukosa Broth (GB), Lactosa Broth (LB) dan Sukrosa Broth (SB)
secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37oC
lalu diamati terjadinya perubahan warna dan terbentuknya gas pada
medium.
III.8.6.3 Uji Motility
Diambil biakan dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium SIM secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan yang terjadi pada medium.
III.8.6.4. Uji Indol
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium SIM secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi dengan meneteskan
reagen kovacs sebanyak 0,25 ml pada permukaan pertumbuhan bakteri
pada medium SIM.
43
III.8.6.5. Uji Citrat
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium SCA secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada medium.
III.8.6.6. Uji Metil Red
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium MR secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada medium
dengan penambahan reagen metil red.
III.8.6.7. Uji Voges Proskauer
Biakan diambil dari medium MCA, lalu diinokulasikan ke dalam
medium VP secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada medium
dengan penambahan reagen alfa naftol dan KOH 40%.
III.8.6.8. Uji Manitol Salt Agar
Biakan diambil dari medium BAP, lalu diinokulasikan ke dalam
medium MSA secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada medium.
III.8.6.9. Uji Vogel Johnson Agar
Biakan diambil dari medium BAP, lalu diinokulasikan ke dalam
medium VJA secara aseptis, kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37oC dan diamati perubahan warna yang terjadi pada medium.
44
III.8.6.10. Uji Katalase
Gelas objek diteteskan larutan H2O2 3%, lalu diambil satu ose
biakan bakteri dari medium BAP secara aseptis, kemudian diinokulasikan
di atas gelas objek dengan menggunakan ose lurus, dan diamati ada
tidaknya gelembung gas.
III.9. Pengamatan
a. Dilakukan pengamatan dari Isolasi, Inokulasi, Pewarnaan Gram, dan
Uji Biokimia
b. Interpretasi hasil (diketahui genus dan species bakteri patogen).
III.10. Interpretasi Hasil
1. Bakteri penyebab infeksi nosokomial pada peralatan intrumen
bedah minor set
Identifikasi bakteri penyebab infeksi nosokomial pada peralatan
intrumen bedah minor set dikategorikan sebagai berikut:
a. Positif : apabila terdapat bakteri pada medium
b. Negatif : apabila tidak terdapat bakteri pada medium
2. Pewarnaan Gram
Penentuan morfologi bakteri berdasarkan pengamatan bentuk dan
warna bakteri yaitu sebagai berikut:
a. Bentuk batang/memanjang dilaporkan sebagai basil, sedangkan
bentuk bulat dilaporkan sebagai coccus.
b. Gram positif berwarna ungu, sedangkan Gram negatif berwarna merah
45
3. Uji Biokimia
a. Uji Katalase
Interpretasi dari uji katalase dengan cara pengamatan langsung
yaitu:
1) Positif : Terbentuk gelembung udara
2) Negatif : Tidak terbentuk gelembung udara
b. Uji Vogel Johnson Agar
Interpretasi dari uji Vogel Johnson Agar dengan cara pengamatan
langsung yaitu :
1) Positif : terjadi perubahan warna medium dari merah menjadi kuning
2) Negatif : tidak terjadi perubahan warna pada medium
c. Uji Manitol Salt Agar
Interpretasi dari uji Manitol Salt Agar dengan cara pengamatan
langsung yaitu :
1) Positif : terjadi perubahan warna medium dari merah menjadi kuning
2) Negatif : tidak terjadi perubahan warna pada medium
III.11. Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data primer melalui pemeriksaan
laboratorium dan dilakukan analisis secara deskriptif yang disajikan dalam
bentuk tabel dan gambar.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Identifikasi bakteri pada peralatan logam yang dipakai berulang kali
di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berupa “swab” pada peralatan
logam instrumen bedah yaitu peralatan hetting set yang terdiri dari naald
voerder, gunting, klem arteri bengkok, pinset, klem arteri lurus, peralatan
GP set terdiri dari gunting dan pinset, serta alat hack dan gunting
bengkok, semua alat tersebut dipakai sehari-hari di ruang IGD bedah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan 4 kali perlakuan yang berbeda,
ditambah dengan kontrol transportasi dan kontrol udara.
Pada perlakuan 1 sebelum sterilisasi, dilakukan identifikasi bakteri
pada alat Hetting set (naald voerder, gunting, klem arteri bengkok, pinset,
klem arteri lurus), alat GP set (gunting, pinset), serta alat hack, gunting
bengkok dan yang teridentifikasi adanya bakteri terdapat pada alat hetting
set (gunting, klem arteri bengkok, dan pinset) yaitu bakteri jenis
Streptococcus sp, Staphylococcus epidermidis, alat GP set (gunting,
pinset) yaitu bakteri jenis Staphylococcus aureus, serta pada alat hack
dan gunting bengkok bakteri jenis Streptococcus sp.
Pada perlakuan ke 2 sebelum sterilisasi, dilakukan identifikasi
bakteri pada alat Hetting set (naald voerder, gunting, klem arteri bengkok,
pinset, klem arteri lurus), alat GP set (gunting, pinset), serta alat hack,
gunting bengkok dan yang teridentifikasi adanya bakteri terdapat pada alat
47
hetting set (gunting dan pinset) yaitu bakteri jenis Streptococcus sp, alat
GP set (pinset) yaitu bakteri jenis Streptococcus sp, serta pada alat hack
dan gunting bengkok yaitu bakteri jenis Staphylococcus aureus.
Pada perlakuan ke 3 sebelum sterilisasi, dilakukan identifikasi
bakteri pada alat Hetting set (naald voerder, gunting, klem arteri bengkok,
pinset, klem arteri lurus), alat GP set (gunting, pinset), serta pada alat
hack, gunting bengkok dan pada perlakuan ini tidak ditemukan adanya
pertumbuhan bakteri.
Pada perlakuan ke 4 setelah sterilisasi dengan autoclave, dilakukan
identifikasi bakteri pada alat Hetting set (naald voerder, gunting, klem
arteri bengkok, pinset, klem arteri lurus), alat GP set (gunting, pinset),
serta pada alat hack, gunting bengkok dan pada perlakuan ini tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri.
Tabel 4.1. Jenis Bakteri pada Peralatan Hetting Set
No. Peralatan Hetting
Set
Jenis Bakteri
Sebelum Sterilisasi Setelah Sterilisasi
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
1 Naald
voerder - - - -
2 Gunting Streptococcus sp Streptococcus sp - -
3 Klem arteri Bengkok
Streptococcus sp - - -
4 Pinset Staphylococcus
epidermidis Streptococcus sp - -
5 Klem arteri
lurus - - - -
48
Tabel 4.2. Jenis Bakteri pada Peralatan GP set
No. Peralatan
GP Set
Jenis Bakteri
Sebelum Sterilisasi Setelah Sterilisasi
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
1 Gunting Staphylococcus
aureus - - -
2 Pinset Staphylococcus
aureus Streptococcus sp - -
Tabel 4.3. Jenis Bakteri pada Peralatan Hack dan Gunting Bengkok
No.
Peralatan Hack dan Gunting Bengkok
Jenis Bakteri
Sebelum Sterilisasi Setelah Sterilisasi
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
1 Hack Streptococcus sp Staphylococcus
aureus
2 Gunting Bengkok
Streptococcus sp Staphylococcus
aureus - -
Tabel 4.4. Hasil Biakan Kontrol
Kontrol Udara
Kontrol Transportasi
Kapas "swab" steril
Larutan PBS steril
Jernih Jernih Jernih
Keterangan :
1. Perlakuan 1, pengambilan sampel sebelum sterilisasi, dengan
perlakuan setelah alat bedah digunakan kemudian dibersihkan,
dicuci dengan disinfektan softaskin lalu direndam dengan air panas
pada suhu 90o C selama ± 10 menit.
2. Perlakuan 2, pengambilan sampel sebelum sterilisasi, dengan
perlakuan setelah alat bedah digunakan kemudian dibersihkan, di
49
rendam dengan disinfektan Alkazime ± 15 menit, dicuci dan
dibersihkan lalu direndam lagi dengan disinfektan Alkazide selama
± 15 menit.
3. Perlakuan 3, pengambilan sampel sebelum sterilisasi, dengan
perlakuan setelah alat bedah digunakan dan dibersihkan, kemudian
peralatan bedah dimasukkan ke dalam mesin washer selama 60
menit. (bahan yang digunakan untuk pembersihan dalam mesin
washer adalah disinfektan alkazime dan alkazide).
4. Perlakuan 4, pengambilan sampel setelah sterilisasi menggunakan
autoclave, dengan perlakuan yaitu alat bedah yang telah digunakan
lalu di bersihkan, kemudian peralatan bedah di strerilisasi dengan
menggunakan Autoclave pada suhu 134o C dengan tekanan 2,5-3
bar selama 60 menit.
5. Kontrol udara yaitu: larutan PBS dalam botol steril yang tidak
digunakan untuk membasahi kapas swab tetapi kapas penutupnya
dibuka selama pengambilan sampel kemudian ditanam pada media
BHIB.
6. Kontrol transportasi ada dua yaitu : kontrol larutan PBS dalam botol
steril yang tidak digunakan untuk membasahi kapas swab, dan
kontrol kapas swab steril yang tidak digunakan untuk pengambilan
sampel swab. Masing-masing ditanam pada media BHIB.
50
IV.2. Pembahasan
Dari penelitian ini telah dilakukan “swab” pada peralatan logam
instrumen bedah sebanyak 36 sampel secara keseluruhan yaitu 9 sampel
“swab” peralatan logam instrumen bedah dengan 4 perlakuan yang
berbeda, dan ditambah dengan dua kontrol yaitu kontrol udara dan kontrol
transportasi yang ditanam dalam media penyubur yaitu media BHIB untuk
menyuburkan bakteri yang ditandai dengan adanya kekeruhan pada
media. Jika terjadi pertumbuhan maka dilakukan pewarnaan Gram yang
bertujuan untuk mengetahui morfologi bakteri berdasarkan bentuk, warna,
dan teknik pewarnaan dari bakteri tersebut.
Adanya kekeruhan pada media BHIB kemudian ditanam ke media
selektif yaitu media MCA dan BAP. Media MCA bersifat selektif untuk basil
Gram negatif baik untuk bakteri Enterobacteriaceae maupun yang non
fermentatif basil Gram negatif. Sedangkan media BAP merupakan media
selektif terhadap bakteri Gram positif. Penanaman ke media MCA tidak
didapatkannya adanya pertumbuhan bakteri sehingga diduga bakteri
tersebut bukan bersifat Gram negatif. Sedangkan pada penanaman ke
media BAP positif ada pertumbuhan koloni yang ditandai dengan
terjadinya hemolisis, dimana koloninya berwarna putih keabu-abuan, zona
berwarna hijau (bersifat alfa hemolitik), dan ada yang berzona jernih
(bersifat beta hemolitik), kemudian dilanjutkan ke uji biokimia. Uji biokimia
dilakukan berdasarkan dari hasil pengamatan koloni yang tumbuh pada
51
media BAP dengan menginokulasikan pada media MSA, media VJA dan
uji katalase.
Dari perlakuan 1 yaitu pengambilan sampel sebelum sterilisasi,
dengan perlakuan setelah alat bedah digunakan dan dicuci dengan
disinfektan softaskin kemudian direndam dengan air panas dengan suhu
90oC selama ± 10 menit masih terdapat bakteri jenis Streptococcus sp,
dan Staphylococcus epidermidis pada alat hetting set (gunting, klem arteri
bengkok, pinset), alat hack, dan gunting bengkok, serta bakteri
Staphylococcus aureus pada alat GP set (gunting dan pinset), karena bila
dibandingkan dengan semua kontrol yang jernih dapat membuktikan
adanya kehadiran bakteri yang memang didapatkan pada alat instrumen
bedah, kemungkinan bakteri ini berasal dari cara pembersihan yang
kurang baik, sehingga masih ada materi organik yang kemungkinan masih
menempel pada peralatan, dan cara perendaman yang terlalu cepat, suhu
air yang tidak menentu mengakibatkan ada bakteri yang belum mati pada
saat perendaman yang tidak sempurna.
Berdasarkan literatur cara sterilisasi dengan merendam dalam air
mendidih adalah cara yang mudah, murah, dan cukup efektif sebagai
tindakan desinfeksi. Cara ini digunakan untuk alat-alat operasi kecil. Air
mendidih pada tekanan satu atmosfer suhunya 100oC, maka bentuk
vegetatif akan mati dalam waktu 5-15 menit. Lama perendaman lebih baik
15-30 menit setelah air mendidih dan akan lebih baik bila ditambahkan
1-3% Na2CO3 karena mempunyai daya untuk membunuh spora (3,9).
52
Pada perlakuan ke 2 pengambilan sampel sebelum sterilisasi,
dengan perlakuan setelah alat bedah digunakan kemudian dibersihkan, di
rendam dengan disinfektan Alkazime ± 15 menit, dicuci dan dibersihkan
lalu direndam lagi dengan disinfektan Alkazide selama ± 15 menit, masih
dalam keadaan tidak steril terbukti dengan masih terdapat bakteri jenis
Streptococcus sp pada alat hetting set (gunting, pinset), dan alat GP set
(pinset), serta bakteri Staphylococcus aureus pada alat hack, dan gunting
bengkok karena bila dibandingkan dengan semua kontrol yang jernih
dapat membuktikan adanya kehadiran bakteri yang memang didapatkan
pada alat peralatan logam instrumen bedah. Adanya bakteri dapat berasal
dari cara perendaman dan pembersihan alat dengan menyikat yang
kurang bersih karena masih terdapatnya materi organik yang berpengaruh
terhadap daya aktif disinfektan, dan air yang digunakan untuk
perendaman dan pembilasan adalah air kran sebaiknya menggunakan air
deionisasi.
Berdasarkan literatur air yang mengandung mineral seperti kalsium
dan magnesium akan menempel pada peralatan medis yang dapat
mempengaruhi efektivitas disinfektan dengan cara mengikat zat aktif
disinfektan (13).
Alkazime adalah formula mono enzimatik dalam bentuk serbuk
(powder) bekerja cepat dalam mereduksi mikroba pada peralatan
instrumen bedah dan instrumen medis lainnya, dan juga yang terdapat di
53
dalam air perendaman sehingga mengurangi resiko kontaminasi silang,
memudahkan proses disinfeksi.
Alkazide adalah larutan konsentrat glutaraldehid yang kemungkinan
untuk membuat desinfektan tingkat tinggi. Dapat digunakan untuk alat
endoskopi, opthalmology dan hampir semua peralatan instrumen. Untuk
desinfeksi tingkat tinggi perendaman dengan alkazide 2% selama 15
menit setelah pembersihan dengan alkazime.
Pada perlakuan 3, pengambilan sampel sebelum sterilisasi, dengan
perlakuan setelah alat bedah digunakan dan dibersihkan, kemudian
peralatan bedah dimasukkan ke dalam mesin washer selama 60 menit,
tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada alat instrumen bedah,
begitupun dengan melihat hasil pada semua kontrol yang tampak jernih.
Bahan yang digunakan untuk pembersihan dalam mesin washer adalah
disinfektan alkazime dan alkazide, serta air yang digunakan untuk
pencucian adalah air deionisasi, lama pencucian dalam mesin washer
selama 60 menit, hal ini membuktikan bahwa prosedur pencucian dengan
menggunakan mesin washer sudah baik dan benar.
Pada perlakuan 4, dengan pengambilan sampel setelah sterilisasi
menggunakan autoclave, dengan perlakuan yaitu alat bedah yang telah
digunakan lalu di bersihkan, kemudian peralatan bedah di strerilisasi
dengan menggunakan Autoclave pada suhu 134oC dengan tekanan 2,5-3
bar selama 60 menit, dan tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri
pada alat instrumen bedah, begitupun dengan melihat hasil pada semua
54
kontrol yang jernih, hal Ini membuktikan bahwa penanganan dan tindakan
sterilisasi untuk peralatan logam yang dipakai berulang kali di ruang IGD
sudah baik dan efektivitas dari proses sterilisasi peralatan medis oleh
CSSD telah sempurna.
Dari referensi, jenis bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial di
rumah sakit adalah Acinetobacter calcoaceticus, Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes, Klebsiella sp, Proteus mirabilis, Proteus
morganii, Proteus vulgaris, Pseudomonas sp, Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus haemolyticus,
Streptococcus anhaemolyticus. Beberapa bakteri yang ditemukan pada
peralatan logam instrumen bedah minor set adalah Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus sp (13).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk
coccus, biasanya tersusun seperti buah anggur yang tidak teratur. Banyak
ditemukan pada beberapa jenis infeksi seperti abses, infeksi luka,
pneumonia, dan infeksi lainnya, karena itu Staphylococcus aureus dapat
masuk kedalam aliran darah sehingga dapat menyebabkan abses pada
berbagai organ tubuh (22).
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri coccus Gram positif
yang merupakan bakteri penyebab infeksi yang ringan pada kulit yang
disertai dengan abses yang ringan, bakteri ini sering diisolasi dari
spesimen klinik seperti urin, darah, terutama penderita yang diopname
yang telah mengalami perlakuan medis tertentu (22).
55
Streptococcus termasuk bakteri Gram positif coccus yang khasnya
berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya.
Organisme ini banyak terdapat di alam, beberapa kelompok
Streptococcus merupakan flora normal manusia, kelompok lainnya
berhubungan dengan penyakit penting yang sebagian disebabkan oleh
infeksi Sterptococcus dan sebagian lagi karena proses sensitisasi
terhadap bakteri ini (23).
Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan mengenai
identifikasi bakteri penyebab infeksi nosokomial pada peralatan bedah
adalah menurut penelitian Pudjarwanto Triatmodjo yang berjudul Sterilitas
Udara Ruang Operasi dan Peralatan Bedah serta Higiene Petugas
Beberapa Rumah Sakit di Jakarta, dari hasil penelitiannya ditemukan
bakteri gram positif Staphylococcus yang merupakan salah satu mikroba
penyebab infeksi nosokomial yang dominan sebagai pencemar pada
anggota tubuh/tangan petugas rumah sakit, udara, bahkan beberapa
peralatan bedah yang tercemar Staphylococcus karena ditemukannya
beberapa jenis mikroba penyebab infeksi nosokomial dan perlengkapan
bedah yang diketahui tidak steril. Beberapa jenis mikroba lain yang
terdeteksi mencemari udara dan peralatan medis adalah E.coli,
Pseudomonas, Streptococcus, Proteus, dan jamur (35).
Menurut penelitian Fanny Rahardja, Widura, Dhenis Asmara
Suryadarma,yang berjudul Uji Sterilitas Instrumen bedah terhadap bakteri
Aerob Penyebab Infeksi di Rumah Sakit Immanuael Bandung, telah
56
dilakukan pemeriksaan bakteriologi terhadap peralatan instrumen bedah
yang baru disterilisasi dan telah disimpan 3 hari/7 hari, pengambilan
sampel dilakukan secara langsung dengan kapas “swab”. Hasilnya
menunjukkan sterilisasi gunting kurang baik menunjukkan adanya
kehadiran bakteri aerob Gram positif dan Gram negatif pada sampel
instrumen bedah yang telah disterilkan dan terjadi peningkatan jumlah
bakteri dengan semakin lamanya penyimpanan instrumen bedah yang
telah disterilkan (8).
Peralatan instrumen bedah dapat menjadi suatu alat transmisi
bakteri penyebab infeksi nosokomial, dimana angka infeksi nosokomial
untuk luka bedah di Indonesia cukup tinggi yaitu (2,3-18,3%) (35).
Untuk peralatan medis kritis diperlukan metode sterilisasi tingkat
tinggi dimana endospora bakteri tidak boleh ditemukan. Salah satu cara
sterilisasi yang digunakan di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
adalah dengan menggunakan autoclave (panas uap). Jumlah dan ragam
peralatan medis kritis yang dibutuhkan di ruang IGD harus siap setiap saat
24 jam penuh.
Adanya unit CSSD sebagai pusat sterilisasi yang ada di rumah
sakit diharapkan mutu dan kualitas sterilisasi terjamin dan dapat
memenuhi permintaan disetiap unit kerja di rumah sakit. Proses sterilisasi
di unit CSSD merupakan bagian dalam upaya pengendalian infeksi
nosokomial di rumah sakit (11).
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan yaitu : Jenis bakteri yang diperoleh penyebab infeksi
nosokomial pada peralatan logam yang dipakai berulang kali sebelum dan
sesudah sterilisasi di ruang IGD RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah :
1. Sebelum sterilisasi (Perlakuan 1,2 dan 3), ditemukan bakteri jenis
Streptococcus sp, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis.
2. Sesudah sterilisasi dengan menggunakan autoclave (Perlakuan 4),
tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri, hal ini membuktikan
bahwa penanganan dan tindakan sterilisasi untuk peralatan logam
instrumen bedah yang dipakai berulang kali di ruang IGD sudah baik
dan efektivitas dari proses sterilisasi peralatan medis oleh CSSD telah
sempurna.
V.2. Saran
1. Sebaiknya petugas rumah sakit memperhatikan kembali prosedur
kerja, cara perendaman dan pembersihan peralatan instrumen bedah
yang baik dan benar agar mengurangi kontaminasi terhadap bakteri.
2. Untuk peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan
menambahkan beberapa peralatan yang ada di ruang IGD RS. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, C.J.P., Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2004. hal : 7.
2. Susilowati., Hubungan Intensitas Pencahayaan Ruangan, Jumlah Pasien dan Jumlah Pengunjung Pasien dengan Angka Kuman Udara Di Bangsal Perawatan Kelas II dan Kelas III RS Bhakti Wira Tamtama. Semarang. 2008. hal : 6. pdf, diakses tanggal 19 November 2012.
3. Entjang, I., Mikrobiologi dan Parasitologi. Untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003. hal : 40,55-56.
4. Michael, J.P.J, Chan, E.C.S., Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1988. hal : 735.
5. Nihi, S., Gambaran Penderita Infeksi Nosokomial Pada Pasien Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2010. Makassar. 2011. hal : 2-3. pdf, diakses tanggal 19 November 2012.
6. Nurvita, W, Retno, H, Budi, R., Pemeriksaan Total Kuman Udara dan
Staphylococcus aureus Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Dosen Bagian Epidemiologi dan
Penyakit Tropik FKM UNDIP. Fakultas Sains dan Matematika. UNDIP.
Semarang. 2012. hal : 2. pdf, diakses tanggal 19 November 2012.
7. Djide, MN, Sartini., Dasar-Dasar Mikrobiologi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2007. hal : 60, 256-257.
8. Fanny, R, Widura, Dhenis, A.S., UJi Sterilitas Instrumen Bedah terhadap
Bakteri Aerob Penyebab Infeksi di Rumah Sakit Immanuel. Bagian Mikrobiologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Kristen Maranatha. Bandung. 2004. hal : 71. pdf, diakses tanggal 01 November 2012.
9. Oswari, E., Bedah dan Perawatannya. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993. hal : 1, 9-17.
10. Utama, HW., Infeksi Nosokomial. 2006. hal : 1-2. pdf, diakses tanggal 19
November 2012.
11. Utami, NWL., Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Teknik Perawatan Luka Post Operasi dengan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RS. Kepolisian Pusat Raden Said Soekamto. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jakarta. 2009. hal :1. pdf, diakses tanggal 19 November 2012.
59
12. Schaffer, G.H.K., Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. hal 53.
13. Darmadi., Infeksi Nosokomial. Problematika dan Pengendaliannya. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2008. hal 6-7,13-15,27, 67-80.
14. Kumpulan Makalah Kursus Dasar. Pengendalian Infeksi Nosokomial. 2005. www.docstoc.com/docs/120792752/inos, diakses tanggal 19 November 2012.
15. Tambayong, J., Mikrobiologi Untuk Keperawatan. Penerbit Widya Medika.
Jakarta. 2000. hal : 20, 22.
16. Habni, Y., Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Rindu A, Rindu B, ICU, Rawat Jalan Di RS Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatra Utara. Medan. 2009. hal :14-15. pdf, diakses tanggal 19 November 2012.
17. Nasution, LH., Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal.
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. RSUP Haji Adam Malik. Medan. 2009. hal : 38. www.spiritia.or.id/cst/doc/KUI. pdf, diakses tanggal 19 november 2012.
18. Razi, F., Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perawat Terhadap
Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial Di Ruang Bedah RSUD Kota Langsa. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan. 2011. hal : 10-13. pdf, diakses tanggal 14 Desember 2012.
19. Fatimah, S., Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Infeksi
Luka Operasi Di Ruang Bedah RSUP Fatmawati. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jakarta. 2011. hal : 18. pdf, diakses tanggal 14 Desember 2012.
20. Nugroho, HT., Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Perawat
Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Mawar, Anggrek RSUD Tugerejo. Semarang. 2008. hal : 29. pdf, diakses tanggal 14 Desember 2012.
21. Rohani, Setio, H., Panduan Praktik Keperawatan Nosokomial. Penerbit
Citra Aji Parama. Yogyakarta. 2010. hal : 12, 60-65.
22. Gani, A., Metode Bakteriologi Diagnostik. Bakteriologi II. Balai Besar Laboratorium Kesehatan. Propinsi Sul-Sel. Makassar. 2008. hal : 1-2, 41-42.
23. Jawetz, Melnick, Adelberg., Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. hal : 225,233,227-229
60
24. Djide, MN, Sartini., Mikrobiologi Klinik. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2010. hal : 87, 78-79, 135.
25. Irianto, K., Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. Penerbit
Yrama Widya. Bandung. 2007. hal : 166-168.
26. Departemen Kesehatan RI., Tentang Rumah Sakit. Jakarta. 2009. diakses tanggal 14 Desember 2012.
27. Mukhlis., Hubungan Desain Fisik Dengan Kepuasan Pengguna Instalasi
Gawat Darurat Di BPK Kota Langsa. Fakultas Kesehatan Mansyarakat. Sumatra Utara. Medan. 2011. hal : 6-7. pdf, diakses tanggal 14 Desember 2012.
28. Keputusan Menteri Kesehatan RI., Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2011. Jakarta 2011. hal : 44.
29. Syaripudin, A., Standar Pelayanan UGD. 2010. hal 4. pdf, diakses tanggal
14 Desember 2012.
30. Waluyo, L., Mikrobiologi Umum. Penerbit UMM Press. Malang. 2004. hal : 41-42.
31. Departemen Kesehatan RI., Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi CSSD Di
Rumah Sakit. Jakarta. 2009. hal : 1, 7,11.
32. Lay, BW., Analisis Mikroba Di Laboratorium. Penerbit Manajeman PT. Raja Grafindo Persada. Bogor. 1994. hal : 111.
33. Fardiaz, S., Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit Manajemen PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 1993. hal : 127-129.
34. Pradika, I., Pengambilan dan Preparasi Sampel Bakteri Dalam MIkrobiologi. MIkrobiologi Klinik. 2010. hal : 4-5. diakses tanggal 14 Desember 2012.
35. Trlatmodjo, P., Sterilitas Udara Ruang Operasi dan Peralatan Bedah serta
Higiene Petugas Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Jakarta.1993. Cermin Dunia Kedokteran No.82. hal : 24.
61
Peralatan logam intrumen bedah minor set
Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB)
Inokulasi ke media Mac Conkey (MCA)
Uji Biokimia
Inokulasi ke media Blood Agar Plate (BAP)
Pewarnaan Gram
Interpretasi Hasil
Kesimpulan
Hasil (+) Hasil (-) Hasil (-) Hasil (+) Gram (+) Gram (-)
Analisis Data
Pembahasan
LAMPIRAN I
ALUR PENELITIAN
Sampel diisolasi menggunakan kapas “swab” steril pada peralatan logam instrumen bedah minor set.
jika ada pertumbuhan bakteri/hasil (+), maka dilakukan pewarnaan Gram dan diinokulasikan ke media Mac Conkey dan media Blood Agar Plate kemudian
diinkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC.
Diinkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC.
Sebelum strerilisasi Setelah sterilisasi
62
LAMPIRAN II
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengujian pada Sampel Hetting Set
Inkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengujian pada Sampel GP Set
Jenis Pengujian
Hasil Uji Sampel Peralatan Instrumen Bedah
Perlakuan 1 Perlakuan ke 2
Gunting Pinset Pinset
Pewarnaan Gram Gram (+ ) Gram (+) Gram (+)
Morfologi Coccus/anggur Coccus/anggur Coccus/Berantai
BHIB Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+)
MCA (-) (-) (-)
BAP Zona Jernih (beta
hemolisis) Zona Jernih (beta
hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis)
Katalase (+) (+) (-)
MSA Koloni warna kuning Koloni warna kuning (-)
VJA Koloni warna kuning Koloni warna kuning (-)
Jenis Bakteri Staphylococcus
aureus Staphylococcus
aureus Streptococcus sp
Inkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC
Jenis Pengujian
Hasil Uji Sampel Peralatan Instrumen Bedah
Perlakuan 1 Perlakuan ke 2
Gunting Klem arteri Bengkok
Pinset Gunting Pinset
Pewarnaan Gram
Gram (+ ) Gram (+) Gram (+) Gram (+) Gram (+)
Morfologi Coccus/berantai Coccus/berantai Coccus/anggur Coccus/Berantai Coccus/Berantai
BHIB Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+)
MCA (-) (-) (-) (-) (-)
BAP Zona Hijau (alfa
hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis) Zona Hijau (alfa
hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis)
Katalase (-) (-) (+) (-) (-)
MSA (-) (-) Koloni
merah/ungu (-) (-)
VJA (-) (-) Koloni warna
merah (-) (-)
Jenis Bakteri Streptococcus
sp Streptococcus
sp Staphylococcus
epidermidis Streptococcus
sp Streptococcus
sp
63
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengujian pada Sampel Hack dan Gunting
Bengkok
Jenis Pengujian
Hasil Uji Sampel Peralatan Instrumen Bedah
Perlakuan 1 Perlakuan ke 2
Hack Gunting Bengkok
Hack Gunting Bengkok
Pewarnaan Gram
Gram (+ ) Gram (+) Gram (+) Gram (+)
Morfologi Coccus/berantai Coccus/berantai Coccus/Anggur Coccus/Anggur
BHIB Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+) Keruh (+)
MCA (-) (-) (-) (-)
BAP Zona Jernih
(beta hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis) Zona Jernih
(beta hemolisis)
Katalase (-) (-) (+) (+)
MSA (-) (-) Koloni warna
kuning Koloni warna
kuning
VJA (-) (-) Koloni warna
kuning Koloni warna
kuning
Jenis Bakteri Streptococcus
sp Streptococcus
sp Staphylococcus
aureus Staphylococcus
aureus
Inkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC
Tabel 4. Hasil Pengamatan pada Kontrol
Inkubasi 1x24 jam pada suhu 37oC
Ket : 1. Kontrol udara : larutan PBS dalam botol steril yang tidak digunakan untuk
membasahi kapas “swab” tetapi kapas penutupnya dibuka selama pengambilan sampel
2. Kontrol transportasi ada dua yaitu : a. Kontrol larutan PBS dalam botol steril yang tidak digunakan untuk membasahi
kapas “swab” b. Kontrol kapas “swab” steril yang tidak digunakan untuk pengambilan sampel
“swab”.
Peralatan Logam
Instrumen Bedah
Media
Biakan Kontrol
Transportasi Udara
Larutan PBS Steril
Kapas "Swab" Steril
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
Perlakuan 4
Hetting Set
Ditanam pada Media
BHIB Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
GP Set Ditanam
pada Media BHIB
Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
Hack dan Gunting Bengkok
Ditanam pada Media
BHIB
Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
64
1 Ose Biakan Bakteri
Fiksasi
Cuci air mengalir dan keringkan
2-3 tetes Gentian Violet
1 tetes larutan Lugol
1 tetes Safranin
Diamati dibawah Mikroskop
1 tetes Alkohol
Cuci air mengalir dan keringkan
Cuci air mengalir dan keringkan
Cuci air mengalir dan keringkan
LAMPIRAN III
PEWARNAAN GRAM
Kaca Objek
65
LAMPIRAN IV
Gambar Media
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Adanya Pertumbuhan Bakteri yang tampak dengan Terjadinya Kekeruhan Tampak Jernih pada Media BHIB
Sebelum Sterilisasi Sesudah Sterilisasi
Zona Hijau (Bersifat Alfa Hemolisis) Zona Jernih (Bersifat Beta Hemolisis)
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Sampel Positif Terjadi
Pertumbuhan Bakteri Pada Media Blood Agar Plate (BAP)
66
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Sampel Positif Terjadi
Pertumbuhan Bakteri Pada Media Manitol Salt Agar (MSA) Tampak
Koloni Berwarna Merah/ungu
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Sampel Positif Terjadi
Pertumbuhan Bakteri Pada Media Manitol Salt Agar (MSA) Tampak
Koloni Berwarna Kuning
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Sampel Positif Terjadi
Pertumbuhan Bakteri Pada Media Vogel Johnson Agar (VJA)
Tampak Koloni Berwarna Kuning
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
Sampel Positif Terjadi
Pertumbuhan Bakteri Pada Media Vogel Johnson Agar (VJA)
Tampak Koloni Berwarna Merah
67
LAMPIRAN V
1. Gambar Peralatan Instrumen bedah minor set
Gambar : Alat Hetting Set Gambar : Alat GP Set Gambar : Alat Hack
2. Gambar Mesin Washer dan Autoclave
Gambar : Mesin Washer Gambar : Autoclave