IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI EKSTRAK ETANOL
KULIT BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.)
MENGGUNAKAN GC-MSD
SUGIANA
1503410021
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
i
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI EKSTRAK ETANOL
KULIT BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.)
MENGGUNAKAN GC-MSD
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Kimia Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo
SUGIANA
1503410021
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
ii
iii
ABSTRAK
Sugiana. 2020. Identifikasi Minyak Atsiri dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) Menggunakan GC-MSD (dibimbing oleh Ilmiati
Illing dan Sukarti).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan minyak
atsiri dari kulit buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) menggunakan GS-
MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) dan mengetahui senyawa
yang dapat di analisis dari ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstraksi
dan destilasi uap menggunakan dua pelarut yaitu pelarut air dan etanol, sedangkan
pengujian minyak atsiri dalam penelitian ini meliputi uji fisik dan menggunakan
instrumen GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) dari library
search report di Laboratorium Forensik Cabang Makassar. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa berdasarkan uji fisik, filtrat yang diperoleh memiliki
kepolaran yang sama dengan air. Hasil analisis GS-MSD (Gas Cromatografi-
Mass Spectroscopy Detector) tidak menunjukkan adanya senyawa minyak atsiri dari ekstrak etanol kulit buah nangka. Senyawa yang dapat di identifikasi pada
penelitian ini adalah 1,2-Benzenediol, 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3, 5-
dihydroxy-6-methyl dan d-Glucoheptose.
Kata kunci: minyak atsiri, kulit buah nangka, GC-MSD.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena masih
memberikan kesempatan dan kesehatan dalam penyusunan skripsi ini. Salawat
dan salam senantiasa penulis hanturkan kepada Rasulullah Shallahu `Alaihi
Wasallam kepada keluarga beliau, para sahabat dan orang-orang yang senantiasa
mengikuti beliau sampai yaumul akhir. Alhamdulillah, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Minyak Atsiri dari Ekstrak Etanol
Kulit Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) Menggunakan GC-MSD”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terwujud tanpa
bantuan, dorongan, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya Ayahanda Anjas
dan Zakiyah yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, motivasi
dan penuh kesabaran membimbing penulis. Pada kesempatan ini penulis juga
menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Hanafie Mahtika, MS., selaku Rektor Universitas
Cokroaminoto Palopo.
2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo.
3. Ibu Ilmiati Illing, S.Si., M.Pd., selaku Wakil Dekan Fakultas Sains sekaligus
pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Muhammad Nur Alam, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Kimia Universitas Cokroaminoto Palopo.
5. Ibu Sukarti, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II sekaligus Penasehat
Akademik yang selalu memberikan bimbingan dan semangat kepada penulis
dalam penyusunan skripsi.
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Sains Unversitas Cokroaminoto Palopo atas
arahan, dukungan dan bimbingan serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan
kepada penulis.
7. Terima kasih juga kepada suami (Adi), anakku tersayang (Athaya El Rafif),
ibu yang sudah seperti ibu kandung (Siti Aminah), kakak-kakak dan adik
v
tercinta serta seluruh keluarga yang tak henti-hentinya mendoakan, memberi
dukungan, motivasi, materi, kepercayaan dan kasih sayang kepada penulis.
8. Teman seperjuangan Chemistry’15 dan terkhusus untuk teman karib penulis
(Ella, Nanda, Elis, Eti, Tia).
Palopo, Agustus 2019
Sugiana
vi
RIWAYAT HIDUP
Sugiana, lahir di Kalaena kiri pada 22 September 1996.
Anak dari pasangan Anjas dan Zakiyah. Penulis mulai
masuk ke jenjang pendidikan pada tahun 2003 di Madrasah
Ibtidayyah Nurul Iman dan selesai pada tahun 2009.
Selanjutnya pada tahun yang sama, Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menegah Pertama Negeri 1 Kalaena
dan selesai pada tahun 2012, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Atas Negeri 1 Mangkutana sampai tahun 2015. Selajutnya pada tahun 2015,
Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Cokroaminoto Palopo dengan
mendaftarkan diri sebagai salah satu peserta UNCP Science Scholarship (USS)
dengan memilih Program Studi Kimia Fakultas Sains. Penulis juga aktif pada
organisasi eksternal kampus yaitu Gema Pena dan Fesbukers Palopo pada tahun
2015, kemudian memutuskan untuk tidak aktif dalam kegiatan organisasi pada
tahun 2016, di tahun yang sama, Penulis menikah dengan seorang pria yang
bernama Adi kemudian di karuniai sepasang buah hati yang bernama Afif dan
Adelia.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ........................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori ............................................................................... 3
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... 18
2.3 Kerangka Pikir ........................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian........................................................................... 20
3.2 Defenisi Operasional Penelitian ................................................. 20
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 20
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................... 20
3.5 Bagan Alir Penelitian .................................................................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 24
4.2 Pembahasan ................................................................................. 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 32
viii
5.2 Saran ............................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33
LAMPIRAN ..................................................................................................... 38
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil uji destilasi menggunakan pelarut air .............................................. 24
2. Hasil uji destilasi menggunakan pelarut etanol......................................... 24
3. Hasil uji fisik kandungan minyak atsiri .................................................... 24
4. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah nangka ................... 27
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tanaman Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk) .................................. 3
2. Struktur Senyawa Falvonoid ........................................................................ 5
3. Struktur Senyawa Eugenol ........................................................................... 7
4. Seperangkat Alat GC-MSD.......................................................................... 15
5. Bagan Kerangka Pikir .................................................................................. 19
6. Diagram Alir ................................................................................................ 23
7. Hasil GC-MSD ............................................................................................. 25
8. Struktur Senyawa 1,2 Benzenediol ............................................................... 28
9. Senyawa 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3, 5-dihydroxy-6-methyl ............... 29
10. Struktur Senyawa Glukosa ......................................................................... 30
xi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
dkk Dan kawan-kawan
g Satuan bobot gram
kg Kilogram
C Derajat celcius, satuan suhu
mL Mililiter
L Liter
% Perseratus
et al Dan kawan-kawan
GS-MSD Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Rendemen Ekstrak .............................................................................. 38
2. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 39
3. Hasil Pengujian GS-MS ............................................................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman buah-
buahannya, salah satunya yaitu buah nangka. Buah nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) merupakan salah satu buah tropis yang tidak mengenal
musim. Pohon nangka dapat tumbuh hampir disetiap daerah di Indonesia.
Menurut Kementerian Pertanian (2015) produksi buah nangka di Indonesia pada
tahun 2014 mencapai 644.291 ton. Selama ini telah banyak pengolahan buah
nangka menjadi produk konsumtif dimasyarakat seperti keripik buah, sari buah,
dodol, manisan, sirup, selai dan pasta, namun pengolahan tersebut menghasilkan
limbah yang nilainya mencapai 65-80% dari berat keseluruhannya. Limbah
tersebut terdiri dari kulit buah dan jerami nangka (Sugiarti, 2003), semakin
banyak produk olahan yang berbahan dasar biji dan buah nangka, maka semakin
banyak pula limbah kulit buah nangka yang dihasilkan.
Kandungan kimia pada kayu A. Heterophyllus Lmk. adalah morin,
sianomaklurin, flavon dan tanin (Ersam, 2004) Genus Artocarpus umumnya
mengandung senyawa fenolik terutama dari golongan flavanoid terisoprenilasi
(Hakim, 2006), beberapa kandungan flavanoid dalam genus tersebut menunjukan
aktivitas biologi yang penting antara lain sebagai anti malaria (Widyawaruyanti,
2007). Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa sejumlah spesies Artocarpus
banyak menghasilkan senyawa golongan terpenoid, flavanoid dan stilbenoid
(Hakim, 2011). Tanaman yang mengandung senyawa terpenoid atau terpen berarti
tanaman tersebut berpotensi untuk dijadikan minyak atsiri.
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris, minyak esensial atau
minyak terbang karena mengandung senyawa organik golongan terpen yang
mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi. Minyak atsiri
memiliki rasa getir (pungent taste) dan berbau wangi yang sesuai dengan bau
tanaman aslinya. Minyak atsiri memiliki kandungan senyawa aktif yang disebut
terpenoid atau terpen. Zat inilah yang mengeluarkan aroma atau bau khas yang
terdapat pada banyak tanaman misalnya rempah-rempah yang dapat memberikan
cita rasa di dalam industri makanan. Minyak atsiri juga mengandung zat yang
2
berfungsi untuk mengusir serangga maupun menarik serangga dalam proses
penyerbukan suatu tanaman (Nuraeni, 2018).
Kebutuhan minyak atsiri di dunia belum semuanya dapat dipenuhi, sebab
hanya negara-negara tertentu saja yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang
berkualitas baik, sementara permintaan pasar internasional akan minyak atsiri dari
waktu kewaktu semakin meningkat. Minyak atsiri banyak digunakan dalam
industri kimia seperti pembuatan parfum, sabun, kosmetik, farmasi, minuman dan
makanan baik di dalam maupun di luar negeri. Perkembangannya yang relatif
lambat merupakan permasalahan umum yang dihadapi di beberapa negara
penghasil minyak atsiri khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian
ini akan identifikasi minyak atsiri dari ekstrak etanol kulit buah nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) dengan menggunakan GC-MSD (Gas
Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
1) Apakah minyak atsiri dari ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) dapat di identifikasi melalui analisis GS-MSD?
2) Senyawa apakah yang dapat di analisis dari ekstrak etanol kulit buah nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) menggunakan GS-MSD?
1.3 TujuanPenelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:
1) Mengidentifikasi adanya kandungan minyak atsiri dari ekstrak etanol kulit buah
nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) menggunakan GS-MSD.
2) Mengetahui senyawa yang dapat di analisis dari ekstrak etanol kulit buah
nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai senyawa
minyak atsiri dari kulit buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan
komponen senyawa yang dapat di analisis menggunakan GS-MSD.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Tinjauan Umum Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) merupakan salah satu tanaman,
suku Moraceae Genus Artocarpus berupa pohon yang berasal dari India dan telah
menjadi tanaman nasional bagi Indonesia yang tumbuh dengan baik di daerah
ekuatorial dan subtropis (Lim, 2012) dan telah banyak dimanfaatkan buah, kayu,
kulit dan getahnya. Beberapa tanaman nangka dijumpai di Indonesia seperti
cempedak, kluwih, terap atau benda, tainpang atau tiwu landak, kerteuw dan
peusar atau tempunik.
Genus Artocarpus umumnya mengandung senyawa fenolik terutama dari
golongan flavonoid terisoprenilasi (Hakim, 2006) yang beberapa kandungan
flavonoid dalam genus tersebut menunjukkan aktivitas biologi yang penting
antara lain sebagai anti malaria (Widyawaruyanti, 2017). Nangka tumbuh dengan
baik di iklim tropis sampai dengan lintang 25 utara maupun selatan, walaupun
diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30 . Tanaman ini menyukai
wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim
keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin,
kekeringan dan penggenangan (Rukmana, 2008)
Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan, tanaman nangka di klasifikasikan sebagai
berikut (Manner and Elvitch, 2006)
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Family : Moraceace
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus Heteropyllus
Gambar 1. Tanaman Nangka
(Artocarpus heterophyllus)
Sumber: Yamsyu Hidayat, 1991
4
Menurut Heyne (1987), tanaman Artocarpus Heteropyllus memiliki nama
daerah di Indonesia, antara lain Nongko, Nangka ( Jawa); Langge (Gorontalo);
Anane (Ambon); Lumasa, Malasa (Lampung); Nanal, Krour (Irian Jaya); Nangka
(Sunda). Beberapa nama asing yaitu :jacfruit, Jack (Inggris), Nangka (Malaysia),
Kapiak (Papua Nugini), Liangka (filipina), peignai (Myanmar), Khnaor
(Kamboja), Mimiz, Miiz nhang (Laos), Khanun (Thailan) dan Mit (Vietnam).
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk
dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini, hampir
semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan, selain buah yang merupakan
produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun
dapat dimanfaatkan. Buah nangka yang muda dapat dijadikan sayur dan
dimanfaatkan menjadi gudeg, sedangkan buah yang matang enak dimakan. Pohon
nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada
yang mencapai 30 meter. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1
meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat
terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila
dilukai, daun tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti
kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5-12 ×
5-25 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek
runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8
cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin. Daging buah nangka
muda (tewel) dimanfaatkan sebagai sayuran. Tepung biji nangka digunakan
sebagai bahan baku industri makanan (bahan makanan campuran). Daun muda
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, batang yang telah tua sangat baik untuk
bahan bangunan. Semakin tua warna kuningnya, semakin bermutu pula tinggi
kayunya. Kayu nangka dianggap lebih unggul untuk pembuatan meubel,
konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas dan alat musik,
selain itu pohon nangka juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional
(Purwono, 2007).
Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka
yang tahan lama untuk disimpan (Sunaryono, 2005), sedangkan daunnya
merupakan makanan yang disenangi kambing dan domba, kemudian abu akar
5
nangka sejenis dengan abu Selaginella yang dapat digunakan untuk obat,
sedangkan kulit kayunya dapat dipakai sebagai pembalur luka (Purwono, 2007).
Adapun kandungan kimia tanaman nangka yakni pada batang nangka
mengandung artokarpin, norartokarpin, kuwanon C, albanin A, kudraflavon B,
Kudraflavon C, artokarpesin, 6-prenilapigenin, brosimon 1 dan 3-prenil lutiolin,
furanoflavon, artokarfuranol, dihidromorin, steppogenin, norartokarpetin,
artokarpanon, sikloartokarpin, siklokartopesin, artokarpetin, karpakromen,
isoartokarpesin dan sianomaklurin (Lim, 2012). Kandungan kimia pada kayu A.
Heterophyllus Lmk. adalah morin, sianomaklurin, flavon dan tanin. Selain itu
pada kulit kayunya juga terdapat senyawa flavanoid yang baru, yakni morusin,
artonin E, sikloarbilosanton dan artonol B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik
sebagai anti kanker, antivirus, antiinflamasi, diuretil, dan antihipertensi (Ersam,
2004). Genus Artocarpus umumnya mengandung senyawa fenolik terutama dari
golongan flavanoid terisoprenilasi (Hakim, 2006) yang beberapa kandungan
flavanoid dalam genus tersebut menunjukan aktivitas biologi yang penting antara
lain sebagai anti malaria (Widyawaruyanti, 2007). Berdasarkan studi literatur,
diketahui bahwa sejumlah spesies Artocarpus banyak menghasilkan senyawa
golongan terpenoid, Flavanoid dan stilbenoid (Hakim, 2011). Artocarpus
mempunyai struktur molekul yang unik dengan beberapa senyawa flavon yang
berasal dari sari Artocarpus, selain itu Artocarpus juga memperlihatkan
bioaktivitas anti tumor yang tinggi pada sel leukimia (Suhartati, 2001). Kulit buah
nangka memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 38,69 %
(Wulandari, 2015). Struktur senyawa flavonoid pada genus Artocarpus dapat
dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Struktur senyawa flavonoid
Sumber: http://caslab.com
6
2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau disebut juga juga minyak eteris (essential oil atau
volatile) adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari
daun, bungan, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Ada kurang lebih 150 jenis
minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis diantaranya
bisa diproduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa
diproduksi di Indonesia, namun sebagian kecil saja yang telah berkembang dan
sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan, 2009). Minyak atsiri ini
merupakan minyak yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan
tekanan uap tertentu dan hali ini dipengaruhi oleh suhu (Guenter,2006).
Pada umumnya minyak atsiri dapat di peroleh dengan cara penyulingan,
karena prosesnya tidak rumit dan tidak mahal. Metode destilasi uap dan air (water
and steam distillation) dikenal dengan sistem kukus, dimana bahan baku akan
ditempatkan dalam suatu tempat seperti piringan atau plat besi berlubang seperti
ayakan yang ditopang diatas dasar alat suling dan di bawahnya di isi dengan air
(Satrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri adalah sejenis minyak nabati yang dapat berubah mengental
bila diletakkan pada suhu ruangan. Minyak ini mengeluarkan aroma yang sangat
khas dan biasa digunakan sebagai bahan pembuat minyak gosok alami yang
digunakan untuk pengobatan dan kosmetika (Friatna, 2011). Minyak atsiri yang
dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor non migas yang
dibutuhkan diberbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, industri
farmasi/obat-obatan, industri makanan dan minuman, sedangkan dalam dunia
perdagangan, komoditas ini dipandang punya peran strategis dalam menghasilkan
produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.
Komoditas ini masih tetap eksis walaupun selalu terjadi fluktuasi harga, namun
baik petani maupun produsen masih di untungkan. Minyak atsiri tersusun oleh
beberapa komponen senyawa diantaranya geraniol, linalool, sistronelol, mentol,
borneol, sentanol dan eugenol. Senyawa eugenol yang merupakan salah satu
senyawa penyusun minyak atsiri dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
7
Gambar 3. Struktur senyawa eugenol
Sumber: http://caslab.com
Penggunaan minyak atsiri di Indonesia ini sangat beragam, diantaranya
dapat digunakan melalui berbagai cara yaitu melalui mulut/dikonsumsi langsung
melalui makanan dan minuman seperti jamu yang mengandung minyak atsiri,
penyedap/fragrant makanan, flavour es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain.
Pemakaian luar seperti untuk pemijatan, lulur, lotion, balsam, sabun mandi,
shampo, obat luka/memar dan pewangi badan (parfum). Penggunaan lain dari
minyak atsiri yaitu digunakan sebagai inhalasi/aromaterapi seperti untuk wangi-
wangian ruangan, pengharum tissue, pelega pernafasan rasa sejuk dan aroma lain
untuk aroma terapi. Pemanfaatan aroma terapi sebagai salah satu pengobatan dan
perawatan tubuh yang menjadi trend “back to nature” sangat membutuhkan
bahan baku yang beragam dan bermutu dari tanaman aromatik.
Keanekaragaman tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri
diperkirakan 160-200 jenis yang termasuk dalam famili Labiatae, Compositae,
Lauraceae, Graminae, Myrtaceae, Umbiliferae dan lain-lain, dalam dunia
perdagangan telah beredar ± 80 jenis minyak atsiri diantaranya nilam, serai wangi,
cengkeh, jahe, pala, fuli, jasmin dan lain-lain, sedang di Indonesia diperkirakan
ada 12 jenis minyak atsiri yang diekspor ke pasar dunia. Jenis-jenis minyak atsiri
Indonesia yang telah memasuki pasaran internasional diantaranya nilam, serai
wangi, akar wangi, kenanga/ylang-ylang, jahe, pala/fuli dan lain-lain. Sebagian
besar minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor, pangsa pasar beberapa
komoditas aromatik seperti nilam, kenanga, akar wangi, serai wangi, pala,
cengkeh, jahe dan lada. Oleh sebab itu keanekaragaman minyak atsiri Indonesia
yang bertujuan untuk ekspor maupun berfungsi sebagai substitusi impor harus
ditingkatkan.
8
Rendahnya produksi tanaman, sifat usaha tani, mutu minyak yang
beragam, penyediaan produk yang tidak bermutu, fluktuasi harga, pemasaran,
persaingan sesama negara produsen dan adanya produk sintetis. Pengelolaan
usaha tani bersifat sambilan dengan modal yang kecil dan teknologi seadanya,
belum semua paket teknologi (varietas/jenis unggul, budidaya dan
pengolahan/pasca panen) tersedia untuk beberapa komoditas tanaman aromatik,
karena banyak ragamnya dan prioritasnya penelitian masih rendah dibanding
dengan tanaman perkebunan lainnya. Skala usaha tani yang kecil dan kemampuan
teknologi yang terbatas sehingga kadang tidak memenuhi persyaratan teknis baik
dari penggunaan bahan tanaman (varietas unggul), peralatan maupun cara
pengolahan, serta produksi dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan sangat rendah
dan beragam sehingga penyediaan produk kurang mantap.
Fluktuasi harga minyak atsiri yang cukup besar menjadi masalah yang
sulit dikendalikan. Umumnya petani menggarap lahan yang sempit dan terbatas,
sehingga fluktuasinya sangat berpengaruh terhadap ketersediaan produk. Petani
akan malas mengusahakan produk tersebut dan mengalihkan ke usaha tani dengan
menanam tanaman lain yang harganya lebih menjanjikan atau menghentikan
usahanya sama sekali, untuk menghadapi fluktuasi harga, usaha yang mungkin
dapat ditempuh adalah diversifikasi jenis komoditas, baik secara horizontal
maupun vertikal. Secara horizontal yaitu dengan menambah keanekaragaman
jenis minyak atsiri, sedang secara vertikal yaitu menganekaragamkan produk
melalui pengolahan lebih lanjut jenis minyak atsiri, dengan berkembangnya
berbagai industri di dalam negeri, maka kebutuhan minyak atsiri dan turunannya
semakin meningkat baik dari segi jenis minyak atsiri maupun volumenya.
Diperkirakan jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat
dilihat dari nilai impor minyak atsiri.
Kebutuhan minyak atsiri dalam negeri cukup besar baik dari volume
maupun jenisnya makin beragam karena kebutuhan industri juga makin pesat dan
berkembang ragamnya seperti akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk aroma
terapi dan lain sebagainya, sedangkan dari segi kebutuhan baik untuk ekspor
maupun impor masih akan meningkat terus sehingga peluang pengembangan
minyak atsiri baik dapat terbuka luas, sedangkan pengembangan peluang usaha
9
minyak atsiri yang sudah berkembang seperti nilam, akar wangi, serai wangi dan
kenanga diarahkan pada peningkatan mutunya dengan menggunakan benih unggul
dan cara pengolahan (penanganan bahan tanaman dan penyulingan) yang tepat.
Selain itu dukungan teknologi budidaya yang direkomendasikan dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur) dan efisiensi usaha tani yang tepat akan
meningkatkan usaha tani minyak atsiri yang pada gilirannya akan meningkatkan
daya saing minyak atsiri Indonesia di pasar dunia, adanya penambahan areal pada
tanaman minyak atsiri yang sudah berkembang tidak akan banyak berpengaruh
pada peningkatan nilai ekspor, karena harga akan turun apabila produksi
berlebihan, adanya studi kelayakan usaha tani dan celah-celah pemasaran minyak
atsiri merupakan salah satu potensi dalam mengembangkan minyak atsiri. Ragam
minyak atsiri sangat berpeluang untuk dikembangkan mengingat peruntukan
penggunaannya masih terbuka luas dengan berkembangnya industri makanan,
minuman, obat-obatan, aroma terapi dan lain sebagainya, dengan demikian dari
potensi keanekaragaman tanaman penghasil minyak atsiri, Indonesia mempunyai
peluang sangat besar untuk mengembangkan minyak atsiri yang baru.
Potensi keanekaragaman tanaman aromatik penghasil minyak atsiri yang
dimiliki Indonesia akan dapat dimanfaatkan apabila ditanam pada lingkungan
yang sesuai. Indonesia mempunyai wilayah yang luas dengan ragam tanah dan
iklim yang berbeda- beda. Hal ini memungkinkan untuk pengembangan suatu
komoditas minyak atsiri yang cocok pada suatu daerah tertentu sehingga hasilnya
maksimal. \
3. Metode Ekstraksi
Menurut Hartati (2012) ekstraksi adalah metode pemisahan suatu
komponen solut dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa pelarut.
Proses ekstraksi dipilih terutama jika umpan yang akan dipisahkan terdiri dari
komponen-komponen yang mempunyai titik didih yang berdekatan,
sensitiveterhadap panas dan merupakan campuran azeotrop. Proses ekstraksi padat
cair banyak digunakanpada industri bahan makanan, obat-obatan dan ekstraksi
minyak nabati. Pelarut organik yang banyak digunakan dalam ekstraksi padat-
cairadalah heksan, alkohol, kloroform dan aseton.
10
Berikut beberapa metode ekstraksi antara lain sebagai berikut :
a) Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik
pada temperatur ruangan (Astuti dan Heti, 2015).
b) Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga
pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut.
c) Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian berulang
dan pemanasan. Penggunaan metode sokletasi adalah dengan cara memanaskan
pelarut hingga membentuk uap dan membasahi sampel.
d) Destilasi uap destilasi uap merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan
(Pradipta, 2011).
4. Metode Destilasi Uap-Air
Destilasi uap dapat dilakukan dengan tiga macam teknik yaitu
hidrodestilasi, destilasi dengan uap-basah (destilasi uap-air) dan dengan uap-
kering (dry steam). Hidrodestilasi adalah teknik yang paling sederhana dan oleh
sebab itu banyak produsen minyak atsiri yang menggunakan teknik tersebut.
Destilasi uap-air adalah pernyempurnaan teknik hidrodestilasi. Destilasi dengan
uap kering adalah teknik yang paling lanjut dan paling hemat energi. Destilasi uap
adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial)
dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari
simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia
yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi
ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut
polar dan sebaliknya (Nuraeni, 2018). Pemilihan pelarut pada umumnya
dipengaruhi oleh:
1) Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
2) Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak
yang besar.
11
3) Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh
larut dalam bahan ekstraksi.
4) Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara
pelarut dengan bahan ekstraksi.
5) Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
6) Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
7) Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak
korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik.
Metode water and steam distillation digunakan karena minyak atsiri
umumnya akan terdekomposisi pada suhu tinggi. Penambahan air atau uap air
dapat menurunkan titik didih, sehingga minyak atrisi menguap pada suhu lebih
rendah dari pada titik didihnya pada tekanan atmosfer. Metode ini seringkali
digunakan untuk memisahkan komponen dengan titik didih tinggi dari sejumlah
pengotor yang non volatil (Luthony, 2000). Bahan tanaman yang akan disuling
diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan
diisi dengan air sampai permukaanya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri
khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu
panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan
tidak dengan air panas (Luthony, 2000). Pada tanaman minyak atsiri terdapat
kelenjar minyak yang akan keluar setelah hidrodifusi dimana uap menerebos
jaringan tanaman. Proses difusi berlangsung sangat lambat sehingga untuk
mempercepat sebelum penyulingan dilakukan bahan harus diperkecil dengan
dipotong atau digerus (Luthony, 2000).
Penyimpanan bahan tanaman sebelum dipotong sering menyebabkan
lepasnya minyak atsiri, biasanya hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif
sedikit tetapi sering disebabkan oleh oksidasi dan resinifikasi. Minyak atsiri pada
jaringan tanaman sering hilang karena pemanasan setelah bahan dipanen. Bagian
tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak
atsiri dalam jumlah besar pada saat dikeringkan pada keadaan terbuka, tetapi
12
memang ada sejumlah tanaman yang kehilangan minyak atsiri sedikit. Pada
hakekatnya penguapan melalui dinding jaringan tanaman tidak langsung terjadi
karena pelepasan minyak atsiri ini, pertama minyak atsiri harus dibawa ke
permukaan tanaman melalui hidrodifusi (Luthony, 2000). Penyulingan dengan
suhu tinggi akan menghasilkan minyak yang bermutu kurang baik. Pengaruh suhu
terhadap minyak atsiri sangat penting. Pada awal pemanasan (suhu rendah),
persenyawaan dalam minyak yang bertitik didih lebih rendah akan dibebaskan
akibat perajangan dan akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan naik secara
bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional. Untuk
mendapatkan rendemen yang tinggi dan mutu minyak atsiri yang baik diusahakan
agar suhu penyulingan dipertahankan serendah mungkin atau juga pada suhu
tinggi dengan waktu sesingkat mungkin, dan pada penyulingan dengan uap,
jumlah air yang kontak langsung dengan bahan yang disuling diusahakan sedikit
mungkin tetapi harus diingat air harus ada untuk membantu kelancaran difusi
(Guenther, 1947).
Penelitian Hidayati (2012) menyatakan bahwa semakin lama waktu
penyulingan maka semakin tinggi persentase rendemen minyak atsiri kulit jeruk
yang diperoleh. Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan
16 bahan. Pada penyulingan yang lebih lama, jumlah minyak yang terbawa oleh
uap semakin banyak sehingga rendemen minyak yang diperoleh lebih banyak.
Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik
didih tinggi. Semakin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih
tinggi akan semakin besar (Guenther, 1947).
Pada penelitian Hidayati (2012) menyatakan bahwa distilasi minyak atsiri
dari kulit jeruk Pontianak menggunakan metode destilasi uap-air selama 7 jam
pada suhu 1000º C menghasilkan kadar limonene sebesar 97,69%, Warna minyak
atsiri kulit jeruk Pontianak yang diperoleh adalah kuning pucat dengan bobot jenis
0,84; indeks bias 1,47; kelarutan dalam etanol 90% adalah 1:1 (jernih); bilangan
17 asam 0,143% dan bilangan ester 5,37.
Pada penelitian Sari, dkk (2016) menyatakan bahwa minyak atsiri kulit
buah jeruk Bali (Citrus maxima (Burm.) Merr.) diperoleh dengan metode destilasi
uap-air secara tidak langsung selama 4 jam. Randemen minyak atsiri kulit buah
13
jeruk bali (Citrus maxima (Burm.) Merr.) diperoleh sebesar 0,2% dan hasil
identifikasi GC-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit buah jeruk bali
(Citrus maxima (Burm.) Merr.) mengandung senyawa terbesar limonen (41,98%).
Pada penelitian Lestari dan Arreneuz (2014) menyatakan bahwa minyak atsiri
kulit jeruk Pontianak (Citrus nobilis Lour) diperoleh dengan metode destilasi uap-
air dengan suhu 950C selama 4 jam, diperoleh randemen sebesar 0,534% dan
identifikasi GC-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit jeruk Pontianak
(Citrus nobilis Lour) mengandung 2 senyawa mayor yaitu limonen (98,95%) dan
mirsen (1,05%). Pada penelitian Noverita, dkk (2014) menyatakan bahwa minyak
atsiri kulit jeruk purut (Citrus hysteric D.C) diperoleh dengan metode destilasi
uap-air selama 5 jam diperoleh randemen sebesar 0,5%. Dan analisis
menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit jeruk purut
(Citrushysteric D.C) mengandung beberapa senyawa utama (citronella14,18%,
cyclohexene 10,10%, βcitronella 8,54%, betaphellandrene 4,47%, citronellyl
acetate 1,95%).
5. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yang
dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik. Rendemen menggunakan satuan
persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai
minyak atsiri yang dihasilkan semakin banyak. Peningkatan rendemen atau
perbandingan jumlah minyak yang dihasilkan dapat dilakukan dengan dua
pendekatan. Pertama yaitu melalui proses budi daya, dan kedua melalui proses
pembuatan minyak. Kualitas minyak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik
dengan jumlah rendamen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen yang
dihasilkan maka semakin rendah mutu yang di dapatkan (Nuraeni, 2018).
6. Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector (GC-MSD)
Metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode
analisa senyawa yaitu Kromatografi Gas (GC) untuk menganalisis jumlah
senyawa secara kuantitatif dan Spektrometri Massa Detector (MSD) untuk
mengetahui massa 18 molekul relatif dan pola fragmentasi senyawa yang
dianalisis (Pavia etal., 2001). Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat
dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi
14
yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua
sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi,
yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi
gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel
sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing
komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).
Kromatografi Gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali
pada tahun 1950-an. Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan
senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran (Rohman, 2009). Dalam
kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase
diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat
pada zat padat penunjangnya (Mc Nair, 1998).
GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) dapat
digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kromatografi GC-
MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) memberikan informasi
jumlah komponen senyawa yang terpisah. Luas puncak kromagtogram
merepresentasekan konsentrasi (%) senyawa relative terhadap cuplikan yang
menguap pada kondisi pengoperasian GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass
Spectroscopy Detector). Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan
pola fragmentasi spectra massa hasil GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass
Spectroscopy Detector) dengan pola fragmentasi senyawa referensi standar.
Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector menginjeksikan cuplikan ke
dalam injector. Aliran gas dari gas pengangkut akan membawa cuplikan yang
telah teruapkan masuk ke dalam kolom, kolom akan memisahkan komponen-
komponen dari cuplikan. Komponen-komponen yang telah terpisah kemudian
akan ditembak dengan electron sehingga akan terfragmentasi menjadi ion-ion
positif dengan perbandingan masaa dan muatan (m/z) tertentu.
Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector (GC-MSD) terdiri dari gas
pengangkut (gas carrier), pengatur aliran dan pengatur tekanan, tempat injeksi,
kolom dan detector. Gas pengangkut yang digunakan harus memiliki persyaratan
15
khusus diantaranya adalah inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut, dan
material kolom) dan dapat mengurangi difusi gas (sastrohamidjojo, 1991). Suatu
pengatur aliran dan pengatur tekanan diperlukan untuk mengalirkan uap sampel
ke dalam kolom Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector dengan
kecepatan dan tekanan yang sesuai, dalam pemisahan dengan GC-MSD (Gas
Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector), sampel harus dalam bentuk gas.
Teknik injeksi yang digunakan tergantung pada jenis sampel. Jenis-jenis teknik
injeksi pada GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) antara
lain split, spitless, on column, dan wet needle. Pemilihan jenis injeksi yang akan
digunakan tergantung pada sifat sampel dan banyaknya sampel. Keberhasilan atau
kegagalan analisis GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector)
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Jika jumlah
sampel yang akan dipisahkan besar maka digunakan packed column sedangkan
untuk sampel dalam jumlah sedikit digunakan capillary column.
Pada detector komponen-komponen cuplikan yang telah terpisah dideteksi,
Detektor yang baik memiliki sensitivitas tinggi, memiliki respon linier yang lebar,
bersifat nondestruktif, dan memiliki respon yang sama terhadap semua jenis
senyawa. Saat ini ada tiga detector yang dapat digunakan untuk mendeteksi
senyawa-senyawa organic yaitu flame ionization Detector (FID), Thermal
Conductivity Detector (TCD), dan Mass Spectroscopy (MS). Saat ini Ms banyak
digunakan di laboratorium analisis yang mempelajari sifat-sifat fisiska, kimia, dan
biologi dari berbagai senyawa.
Gambar 4. Seperangkat Alat GC-MSD
Sumber: http://lansida.com
Prinsip kerja Gas Chromatography (GC) merupakan jenis kromatografi
yang digunakan dalam kimia organic untuk pemisahan dan analisis. GC dapat
16
membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks. Dalam beberapa
situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks.
Dalam gas chromatography, fase yang bergerak (mobile fase) adalah sebuah
operator gas, biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reaktif seperti gas
nitrogen. Stationary atau fase diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau
polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari system pipa-pipa kaca
atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melalukan Gas
Chromatography disebut gas chromatograph (aerograph, gas pemisah). Saat GC
dikombinasikan dengan MS, akan di dapatkan sebuah metode analisis yang sangat
bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya kedalam
instrument, memisahkannya menjadi komponen tunggal dan lansung
mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisis
kuantitatif dari masing-masing komponen, untuk menghitung masing-masing
metode dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi.
Pada metode analisis Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector (GC-
MSD) adalah dengan membaca spectra GC jika sampel mengandung banyak
senyawa akan terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spectra GC tersebut.
Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bias diketahui
senyawa apa saja yang ada dalam sampel. Selanjutnya adalah dengan
memasukkan senyawa yang di duga tersebut ke dalam instrument mass
spectroscopy. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari gas
chromatography adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel.
Setelah itu, didapat hasil dari spektra mass spectroscopy pada grafik yang
berbeda.
Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam
instrumen GC-MSD adalah tidak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk
spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-
tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bias diperoleh
informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersebut. ( Pavia
et al, 2001). Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC-MSD (Gas
Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector) yaitu:
17
a) Sample Preparation
b) Derivation
c) Injeksi
Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection
port. Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector kurang cocok untuk analisis
senyawa labil pada suhu tinggi karena akan terdekomposisi pada awal pemisahan.
a) Separation
Campuran dibawa gas pembawa (biasanya helium) dengan laju alir
tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC
memiliki cairan pelapis (fasa diam) yang inert.
b) MS detector
1) Aspek kualitatif: lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang tidak
diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.
2) Aspek kuantitatif: dengan membandingkan kurva standar dari senyawa yang
diketahui untuk mengetahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.
c) Scanning
Spektra massa dicatat secara regular dalam interval 0,5-1 detik selama
pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrument data untuk digunakan
dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint dapat dibandingkan dengan
acuan.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Minyak atsiri memiliki kandungan aktif yang disebut terpenoid atau
terpen. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini berarti tanaman tersebut
berpotensi dijadikan minyak atsiri (Nuraeni, 2018). Zat inilah yang mengeluarkan
aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman, di ketahui bahwa
sejumlah spesies Artocarpus banyak menghasilkan senyawa golonan terpenoid,
flavonoid dan stilbenoid. Keunikan struktur metabolit sekunder pada artocarpus
menghasilkan efek fisiologis yang luas, antara lain sebagai anti bakteri ( Weng et
al.2006)
18
Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan Mulyani (2009) menyatakan
bahwa ekstraksi kulit jeruk limau menggunakan metode destilasi uap-air
didapatkan rendemen minyak atsiri sebesar 0,72%, bobot, jenis sebesar 0,8957%
dan indeks bias 1,4736%. Penelitian lainya menunjukkan bahwa dari kulit jeruk
yang telah dikeringkan selama 12 jam (40°C) dan di ekstraksi melalui metode
destilasi uap dengan pelarut air didapatkan rendemen minyak 0,59-1,05% dengan
kadar limonene mencapai 97,57%.
Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan Siti Mardiyah menunjukkan
bahwa ekstrak dari kulit durian murni (100%) diperoleh melalui proses destilasi
untuk menghasilkan kandungan minyak atsiri, dari ekstrak kulit durian
mengandung minyak atsiri, flavonoid dan saponin.
2.3 Kerangka pikir
Di Indonesia Artocarpus dikenal sebagai nangka-nangkaan yang
mempunyai ciri yaitu pohon tinngi dengan getah putih diseluruh bagian
tumbuhan, kayunya keras, buah berdaging dan berbiji banyak.
Berdasarkan studi literature, diketahui bahwa sejumlah spesies Artocarpus
banyak menghasilkan senyawa golonan terpenoid, flavonoid dan stilbenoid.
Keunikan struktur metabolit sekunder pada artocarpus menghasilkan efek
fisiologis yang luas, antara lain sebagai anti bakteri ( Weng et al.2006)
Senyawa terpenoid dengan kerangka sikloartan berhasil diisolasi dari
tumbuhan Artocarpus antara lain, sikloartenol (1) yang telah berhasil diperoleh
dari A. champeden (Achmad et al. 1996) dan A. altilis (Altman dan Zito 1976).
Senyawa-senyawa terpenoid lainnya yang telah berhasil diisolasi dari tumbuhan
yang sama yaitu sikloeukalenol (2), 2,4-metilensikloartenon (3), dan sikloartenon
(4) (Achmad et al. 1996). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nuraeni,
2018) menyatakan bahwa minyak atsiri memiliki kandungan aktif yang disebut
terpenoid atau terpen. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini berarti
tanaman tersebut berpotensi dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang
mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman misalnya
rempah-rempah yang dapat memberikan cita rasa di dalam industri makanan. Oleh
karena itu pada penelitian ini akan dilakukan identifikiasi minyak atsiri dari
ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) dengan
19
metode Destilasi Uap-Air menggunakan pelarut etanol dan pelarut air serta
identifikasi kandungan senyawa menggunakan GC-MSD. Berdasarkan uraian
tersebut, adapun kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5
sebagai berikut:
Gambar 4. Bagan Kerangka Pikir
Buah Nangka
Limbah Kulit Buah Nangka
Ekstraksi/Isolasi Minyak Atsiri
Metode Destilasi Uap
Uji Fisik GC-MSD
Data
Kesimpulan
Identifikasi Minyak Atsiri
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yaitu
mengidentifikasi minyak atsiri dari ektrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus
Heterophyllus Lamk) menggunakan GC-MSD.
3.2 Defenisi Operasional Penelitian
1. Kulit buah nangka (Artocarpus heterophyllus lamk) yang digunakan pada
penelitian ini yaitu bagian kulit yang telah matang dipisahkan dari durinya dan
tidak terlalu kering, kemudian dihaluskan menggunakan blender yang telah
melalui beberapa tahap sehingga dihasilkan ekstrak dari kulit buah nangka.
2. Minyak atsiri (essential oil atau volatile) adalah minyak nabati yang dapat
berubah mengental bila diletakkan pada suhu ruangan. Minyak ini
mengeluarkan aroma yang sangat khas dan biasa digunakan sebagai bahan
pembuat minyak gosok alami yang digunakan untuk pengobatan dan kosmetika
(Friatna, 2011).
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bahan Alam Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo, pengujian GC-MSD (Gas Cromatografi-Mass
Spectroscopy Detector) dilakukan di Laboratorium Forensik POLRI Cabang
Makassar dan pengambilan sampel kulit nangka dilakukan di Desa Mekar Sari
Kecamatan Kalaena, Kabupaten Luwu Timur. Waktu penelitian ini adalah dimulai
pada 25 Juli-23 Agustus 2019.
3.4 Prosedur Penelitian
1) Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat destilasi
uap-air (ketel, selang, kondensor, pompa air), pisau, timbangan, baskom, pemanas
listrik, termometer, gelas Erlemeyer, botol kaca, pipet tetes, labu takar 10 mL,
gelas ukur 10 mL, cawan petri, gelas beker 50 mL, neraca analitik, oven dan GC-
MSD (Gas Cromatografi-Mass Spectroscopy Detector).
21
2) Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit buah nangka yang
sudah matang, air es, aquades, etanol 96%, alumunium foil dan plastik wrab.
3) Prosedur Kerja
a. Destilasi Uap Pelarut Etanol
1) Preparasi Sampel
Kulit buah nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk) yang telah
dipisahkan dari durinya sebanyak 1 kg dicuci bersih dengan air mengalir,
kemudian diiris secara tipis-tipis lalu diblender sampai halus. Kulit buah nangka
yang telah halus ditimbang kembali sebanyak 354,06 gram.
2) Tahap Ekstraksi
Sampel kulit nangka dibersihkan lalu dipotong kecil-kecil, kemudian
sampel dikeringkan selama 2 hari. Setelah sampel kering lalu sampel ditimbang
sebanyak 191,98 gram. Selanjutnya sampel di maserasi dengan etanol sebanyak
550 mL. Maserasi dilakukan selama 2×24 jam. Setelah dimaserasi sampel
kemudian disaring dan diperoleh ekstrak etanol dari kulit buah nangka. Ekstrak
sampel di destilasi hingga keluarnya tetesan pada tabung destilat.
3) Tahap Destilasi Uap Pelarut Etanol
Ekstrak dari kulit buah nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk)
kemudian dimasukkan ke dalam ketel alat destilasi uap, ditambahkan air dingin
(air es) secukupnya sampai batas yang ditentukan lalu unit destilasi uap dirangkai
dan dicatat waktu yang diperlukan pada saat tetesan pertama terjadi, proses
destilasi dilakukan selama 6 jam dan dibiarkan destilat ditampung dalam
erlenmeyer sampai proses destilasi selesai. Ekstrak sampel di destilasi hingga
keluarnya tetesan pada tabung destilat atau mencapai suhu 70◦ C, kemudian hasil
destilat dipisahkan dan dimasukkan kedalam gelas ukur, setelah itu warna dan bau
ekstrak kulit nangka dicatat dan rendemen destilat dihitung.
b. Destilasi Uap Pelarut Air
1) Preparasi Sampel
Kulit buah nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk) yang telah
dipisahkan dari durinya sebanyak 1 kg dicuci bersih dengan air mengalir,
22
kemudian diiris secara tipis-tipis lalu diblender sampai halus. Kulit buah nangka
yang telah halus ditimbang kembali sebanyak 354,06 gram.
2) Tahap Destilasi Uap menggunakan Pelarut Air
Ekstrak dari kulit buah nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk) yang
telah di haluskan menggunakan blender dengan pelaruit air sebanyak 800 mL,
kemudian dimasukkan ke dalam ketel alat destilasi uap, ditambahkan air dingin
(air es) secukupnya sampai batas yang ditentukan lalu unit destilasi uap dirangkai
dan dicatat waktu yang diperlukan pada saat tetesan pertama terjadi, proses
destilasi dilakukan selama 6 jam dan dibiarkan destilat ditampung dalam
erlenmeyer sampai proses destilasi selesai. Ekstrak sampel di destilasi hingga
keluarnya tetesan pada tabung destilat atau mencapai suhu 90◦ C, kemudian hasil
destilat dipisahkan dan dimasukkan kedalam gelas ukur, setelah itu warna dan bau
ekstrak kulit nangka dicatat dan rendemen destilat dihitung.
c. Rendemen Minyak Atsiri dan Rendemen Ekstrak Etanol Kulit Buah
Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk).
1) Rendemen Minyak Atsiri kulit buah nangka (Artocarpus Heterophyllus
Lamk)
Penentuan rendemen minyak atsiri kulit buah nangka (Artocarpus
Heterophyllus Lamk) dilakukan dengan cara menimbang kulit buah nangka
sebelum di ekstraksi dan berat minyak atsiri kulit nangka hasil ekstraksi. Besarnya
rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen (%) =𝐴
Bx 100
Keterangan:
A = Berat minyak kulit buah nangka hasil ekstraksi
B = Berat kulit buah nangka sebelum diekstrak (Aslamiyah, 2017)
2) Rendemen Ekstrak Etanol Kulit Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus
Lamk)
Penentuan rendemen ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus
Heterophyllus Lamk) dilakukan dengan cara menimbang residu ekstrak etanol
kulit buah nangka dan berat kulit nangka sebelum di ekstraksi. Besarnya
rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut :
23
Rendemen (%) =𝐴
Bx 100
Keterangan:
A = Berat residu ekstrak etanol kulit buah nangka
B = Berat kulit buah nangka sebelum diekstrak
3.5 Bagan Alir Penelitian
1. Destilasi Uap menggunakan Pelarut Etanol
2. Destilasi Uap menggunakan Pelarut Air
Gambar 6. Bagan Diagram Alir
Kulit Buah Nangka 354,06 gram
GS-MSD
-Di uji GC-MSD
Uji Fisik Destilat
Kulit Buah Nangka 354,06 gram
-Dihitung Rendemen
-Ekstrak dimasukkan dalam ketel destilasi
-Tambahkan air dingin (air es)
-Destilasi selama 6 jam
-Ekstrak dimasukkan dalam ketel destilasi
-Tambahkan air dingin (air es)
-Destilasi ± 6 jam
-Dihitung Rendemen Ekstrak
-Di maserasi selama 2x24 jam
-Ekstrak sampel di saring
-Haluskan sampel
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Destilasi Uap- Air Menggunakan Pelarut Etanol
Hasil destilasi uap menggunakan pelarut etanol sebanyak 550 mL adalah
sampel yang didestilasi berasal dari ekstrak kulit buah nangka yang telah
dikeringkan kemudian dimaserasi selama 2×24 jam. Hasil rendemen ekstrak
menggunakan pelarut etanol di sajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil destilasi menggunakan pelarut etanol Sampel (gram) Residu destilasi (gram) Rendemen ekstrak
(%)
354,06 26 7,34
Sumber: Data primer setelah diolah (2019)
2. Destilasi Uap-Air Menggunakan Pelarut Air
Sampel yang didestilasi berasal dari kulit buah nangka yang telah matang
dan dibersihkan serta dipotong kecil, selanjutnya di blender, kemudian sampel
ditimbang lalu didestilasi. Hasil destilasi pelarut air sebanyak 800 mL yang di
sajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hasil destilasi menggunakan pelarut air Sampel (gram) Residu destilasi (gram) Rendemen ekstrak (%)
354,06 16 4,51
Sumber: Data primer setelah diolah (2019)
3. Uji Fisik Kandungan Minyak Atsiri Ekstrak Kulit Buah Nangka Hasil
Destilasi Uap-Air
Uji fisik dalam penelitian ini di lakukan dengan tujuan untuk mengetahui
adanya kandungan minyak atsiri yang diperoleh dari hasil destilasi ekstrak kulit
buah nangka. Hasil uji fisik tersebut dapat di sajikan pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Hasil uji fisik kandungan minyak atsiri ekstrak kulit buah nangka Jenis Destilasi Uji Fisik
Kelarutan dalam air Kelarutan dalam
minyak
Destilat uap-air menggunakan
pelarut air
Destilat uap-air menggunakan
pelarut etanol
Bercampur
bercampur
tidak bercampur
tidak bercampur
Sumber: Data primer setelah diolah (2019)
25
4. Identifikasi Kandungan Minyak Atsiri dengan GC-MSD
Identifikasi minyak atsiri ekstrak kulit buah nangka di lakukan
menggunakan alat instrument GC-MSD (Gas Chromatography-Mass Specroscopy
Detector) di Laboratorium Forensik cabang Makassar dari library search report.
Hasil uji GC-MSD (Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector) pada
sampel ekstrak kulit buah nangka dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Krotamogram GC-MSD ekstrak kulit buah nangka dengan
menggunakan pelarut etanol
(Sumber: Data primer setelah diolah (2019))
4.2 Pembahasan
1. Destilasi Uap-Air Menggunakan Pelarut Etanol
Destilasi uap menggunakan pelarut etanol dalam penelitian ini merupakan
salah satu metode yang paling sering digunakan oleh penelitian terdahulu untuk
mengidentifikasi kandungan minyak atsiri pada suatu tumbuhan atau tanaman.
Pemilihan pelarut etanol dalam suatu proses destilasi uji identifikasi kandungan
minyak atsiri di karenakan harga pelarut yang murah serta memiliki titik didih
yang rendah (65°C) sehingga etanol merupakan pelarut yang sesuai untuk
mengekstrak suatu kandungan minyak atsiri. Pelarut dengan titik didih tinggi akan
menyebabkan minyak atsiri terdekomposisi pada suhu tinggi (Andiani, dkk.,
2017). Etanol merupakan pelarut polar yang banyak digunakan untuk
mengekstrak komponen polar suatu bahan alam dan dikenal sebagai pelarut
26
universal. Komponen polar dari suatu bahan alam dalam ekstrak etanol dapat
diperoleh dengan teknik ekstraksi melalui proses pemisahan. Etanol dapat
mengekstrak senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik
lainnya (Sari, 2010). Pelarut etanol juga dikenal sebagai pelarut yang tidak
beracun dan berbahaya serta kepolaran yang tinggi sehingga etanol mudah untuk
melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, karbohidrat dan senyawa
organik lainnya (Nur Hidayati, 2016).
Hasil ekstrak sampel yang diperoleh dalam penelitian ini dengan
menggunakan pelarut etanol berwarna coklat tua yang di uji dengan pengujian
visual. Adapun hasil rendemen ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol
meningkat seiring meningkatnya waktu ekstraksi. Hal ini ditunjukkan pada Tabel
1 (hasil destilasi uap- etanol) dan Tabel 2 (hasil destilasi uap-air). Kenaikan waktu
proses yang digunakan akan menghasilkan kenaikan jumlah minyak hal ini
disebabkan lamanya ekstraksi akan membuat selaput pelindung minyak atsiri
melunak dan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan baku, kelarutan
komponen-komponen minyak akan berjalan dengan perlahan sebanding dengan
kenaikan waktu yang akan berpengaruh pada rendemen yang di hasilkan.
2. Destilasi Uap-Air Menggunakan Pelarut Air
Destilasi uap-air merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
penelitian ini untuk memperoleh rendemen dari ekstrak kulit buah nangka. Proses
pemanasan yang terjadi pada metode destilasi uap-air menyebabkan air akan
menguap dan uap air akan naik ke atas mengenai sampel ekstrak kulit buah
nangka sekaligus mengikat kandungan minyak atsiri yang terdapat pada kulit buah
nangka tersebut. Uap air akan masuk ke kondensor dan berubah fase menjadi
cairan, sehingga akan diperoleh cairan minyak yang bercampur dengan air yang
jatuh ke Erlenmeyer. Pada proses destilasi uap-air dalam penelitian ini digunakan
suhu 90°C, karena pada suhu tersebut sampel mulai menetes secara stabil.
Destilasi air merupakan salah satu cara untuk memisahkan minyak atsiri
dari dalam suatu bahan atau sampel. Pada metode destilasi uap-air, bahan yang
akan didestilasi akan mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Sampel
atau bahan sebelum didestilasi terlebih dahulu diubah dalam bentuk chips dengan
tujuan untuk mempermudah suatu proses destilasi (Widjanarko, 2014). Pelarut air
27
mempunyai konstanta dielektrikum paling besar (paling polar) namun
penggunaannya sebagai pelarut pengestrak jarang digunakan karena mempunyai
beberapa kelemahan seperti menyebabkan reaksi fermentatif (mengakibatkan
perusakan bahan aktif lebih cepat), pembekakan sel dan larutannya mudah
terkontaminasi (Sari, 2010). Berdasarkan hasil penelitian destilasi uap-air kulit
buah nangka diperoleh ekstrak yang berwarna putih bening, dimana pengujian
warna dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian visual atau diamati secara
langsung.
3. Identifikasi Kandungan Minyak Atsiri Menggunakan GC-MSD
Berdasarkan hasil identifikasi kandungan minyak atsiri dari ekstrak kulit
buah nangka mengunakan GC-MSD (Gas Chromatography-Mass Specroscopy
Detector) di Laboratorium Forensik cabang Makassar dari library search report
diperoleh hasil yang disajikan pada gambar 5 yang menyatakan bahwa sampel
mengandung beberapa senyawa berdasarkan hasil puncak (peak) yang terlihat.
Adapun jenis senyawa yang ditemui pada sampel ekstrak kulit buah nangka
berdasarkan hasil uji GC-MSD (Gas Chromatography-Mass Specroscopy
Detector) tersebut disajikan pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah nangka Pk RT Komponen Senyawa Quality
1 9.453 1,2-Benzenediol 94
2 10.466 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3, 5-dihidroxy-6-methyl 86
3 16.572 d-Glucoheptose 50
Sumber: Data primer setelah diolah (2019)
Keterangan:
Pk: Peak
RT: Retention Time (Waktu retensi)
Quality: Kualitas/ kemiripan senyawa
Berdasarkan hasil Tabel 4 dapat dinyatakan bahwa hasil puncak
kromatogram (peak) yang terdeteksi oleh kromatogram GC-MSD (Gas
Chromatography-Mass Specroscopy Detector) ditemukan 3 komponen senyawa
diantaranya senyawa 1,2-Benzenediol dengan waktu retensi 10.466 menit, % area
14,85, dengan tingkat kemiripan sebesar 94%. Senyawa 4H-Pyran-4-one,2,3-
dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl dengan waktu retensi 9.453 menit, % area 14,81
memiliki tingkat kemiripan sebesar 86%, selanjutnya senyawa d-Glucoheptose
28
dengan waktu retensi 16.572 menit, % area 70,34 memiliki tingkat kemiripan
sebesar 50%.
a. Senyawa dengan tingkat kemiripan 94%
Berdasarkan data uji Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector
(GS-MSD) senyawa 1,2-Benzenediol merupakan komponen utama yang terdapat
pada ekstrak sampel dengan puncak 2 dari hasil data kromatogram. Senyawa ini
merupakan senyawa kimia organik dimana dua gugus hidroksil diganti kecincin
benzen dengan rumus molekul C6H6O2. Senyawa ini termasuk dalam kelompok
metabolit sekunder senyawa fenolik yang digunakan untuk memutihkan kembali
kulit yang mengalami hepimentasi. Senyawa ini memiliki 3 isomer diantaranya
1,2 Benzenediol (isomer orto), 1,3 Benzenediol (meta isomer) dan 1,4 Benzenediol
(para isomer). Isomer orto merupakan senyawa tidak berwarna yang terjadi secara
alami dan diproduksi secara sintesis sebagai bahan kimia organik juga termasuk
sebagai pelopor pestisida dan rasa, sedangkan meta isomer adalah golongan
senyawa yang umum dikenal sebagai resorcinol untuk penamaan benzena dengan
dua gugus substituen pada posisi 1,3. Adapun yang dimaksud dengan golongan
para isomer yaitu senyawa yang umum dikenal sebagai hidroquinon merupakan
senyawa kimia organik yang berfungsi sebagai zat pereduksi yang larut dalam air
(Dachriyanus, 2004). Struktur senyawa 1,2 Benzenediol dapat dilihat pada
Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 8. Struktur senyawa 1,2 Benzenediol
Sumber: http://caslab.com
Senyawa 1,2 Benzenediol merupakan salah satu golongan senyawa yang
memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan
umumnya dapat menghambat spesies oksigen atau nitrogen reaktif serta radikal
bebas sehingga senyawa ini mampu mencegah penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan radikal bebas. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Rusli
(2016) bahwa senyawa 1,2 Benzenediol memiliki aktivitas antioksidan yang
29
berfungsi sebagai zat anti jamur, anti tumor, anti diabetes, anti kanker, anti
inflamasi dan berpotesi sebagai antimikrobial.
b. Senyawa dengan tingkat kemiripan 86%
Berdasarkan data uji Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector
(GS-MSD) senyawa yang terdapat pada tingkat kemiripan 86% adalah senyawa
4H-Pyran-4-one,2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl yang termasuk dalam
kelompok metabolit sekunder senyawa flavonoid yang berfungsi memberikan
aroma yang khas pada suatu tanaman (Kadorahman, 2015). Pada umumnya
senyawa flavonoid dikenal memiliki aktivitas farmakologi dan termasuk sebagai
komponen dari metabolit sekunder yang sangat penting pada suatu tanaman.
Klasifikasi senyawa yang tergolong dalam senyawa flavonoid terdiri dari flavon,
flavonol, flavanone, ansotianin dan kalkon. Klasifikasi flavonoid tergantung pada
perbedaan subtitusi struktur flavonoid sehingga menyebabkan adanya perbedaan
aktivitas farmakologi. Perbedaan aktivitas farmakologi suatu senyawa flavonoid
diantaranya yaitu sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti diabetes dan anti
bakteri. Struktur senyawa 4H-Pyran-4-one,2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl
dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.
Gambar 9. Struktur 4H-Pyran-4-one,2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl
Sumber: http://caslab.com
Senyawa 4H-Pyran-4-one,2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl merupakan
salah satu turunan senyawa flavonoid yang sangat penting pada suatu tanaman
dengan biosintesis menggunakan jalur fenilpropanoid. Senyawa ini berperan
memberikan warna, aroma dan rasa pada biji, bunga dan buah serta melindungi
tanaman atau tumbuhan dari pengaruh lingkungan, sebagai anti mikroba dan
perlindungan dari paparan sinar ultra violet (Amalia, 2016). Turunan senyawa ini
termasuk sebagai senyawa fenolik alam yang berpotensi sebagai salah satu bahan
pada pembuatan obat didunia farmasi karena termasuk dalam turunan senyawa
fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik (Ehsan, 2011).
30
c. Senyawa dengan tingkat kemiripan 50%
Berdasarkan data uji Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector
(GS-MSD) senyawa yang terdapat pada tingkat kemiripan 50% adalah senyawa d-
Glucoheptose, senyawa ini merupakan kelompok senyawa monosakarida yang
paling banyak dijumpai di alam. Senyawa monosakarida memiliki satu
keistimewaan yaitu penghasil sukrosa (gula tebu) biasanya sukrosa dihasilkan
terdiri dari gula D-glukosa dan D-frutosa yang digabungkan bersama-sama oleh
ikatan kovalen. Monosakarida dikenal dengan sebutan gula sederhana (Simple
sugars) adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang
lebih sederhana, senyawa ini tidak berwarna, merupakan kristal padat yang mudah
larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut non polar. Senyawa d-glucoheptose
termasuk dalam kelompok monosakarida golongan heksosa, senyawa ini
memungkinkan adanya pembentukan isomer optik sehingga dapat membentuk 2
senyawa yang merupakan bayangan cermin dari senyawa yang lain (enansiomer)
dan mempunyai sifat yang hampir sama (Wibawa, 2017). Struktur senyawa
glukosa dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah ini.
Gambar 10. Struktur Glukosa
Sumber: http://caslab.com
Senyawa golongan monosakarida yang memiliki isomer D adalah gula
yang ditemui di alam yang merupakan bayangan cermin dari gula dalam bentuk
isomer L. Biasanya kedua gula tersebut memiliki nama yang sama seperti D-
Glukosa atau L-Glukosa. Isomer D pada suatu gula juga dikenal dengan istilah
konfigurasi D yang disebut dengan gula D begitupun dengan gula yang berisomer
L atau disebut dengan konfigurasi L (gula L). Suatu gula dengan konfigurasi D
biasanya memiliki gugus OH yang terikat pada atom C yang berdekatan dengan
atom C alkohol primer yang terletak disebelah kanan, sedangkan gula L memiliki
gugus OH yang terletak disebelah kiri (Handayani, 2013).
31
Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan GC-MSD di Laboratorium
Forensik cabang Makassar dari library search report dalam penelitian
disimpulkan bahwa dari hasil puncak kromatogram (peak) mengidentifikasi 3
komponen senyawa sehingga dinyatakan bahwa tidak ditemukan adanya
kandungan senyawa yang mirip dengan minyak atsiri pada identifikasi GC-MSD
(Gas Chromatography-Mass Specroscopy Detector) dalam penelitian ini. Hal ini
sesuai dengan kajian yang diperoleh dari beberapa refrensi yaitu dari Pavia (2001)
yang menyatakan bahwa pembacaan sampel yang mengandung banyak senyawa
akan terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut
menunjukkan adanya kandungan minyak atsiri. Sedangkan Nurhidayati (2016)
menyatakan bahwa minyak atsiri dari suatu tanaman mengandung beberapa jenis
komponen kimia yang menjadi penyusun minyak tersebut. Komponen kimia
penyusun minyak akan memberikan sifat khas yang menjadi ciri suatu minyak
atsiri. Aroma minyak atsiri dibentuk oleh seluruh komponen utama maupun
komponen minor suatu senyawa. Komponen penyusun minyak atsiri tersebut yang
menjadikan masing-masing minyak memiliki aroma dan warna yang berbeda.
Selain itu peryataan lain disebutkan dalam penelitian Kadarohman (2015) bahwa
ciri suatu tanaman mengandung minyak atsiri apabila terdapat kandungan
senyawa eugenol dan kariofilen dengan konsentrasi minimal 21,54% atau
maksimal 70,54% atau dengan kata lain mengandung sebagian besar senyawa
eugenol dan tidak lebih dari 85% mengandung senyawa fenolik, ciri lain untuk
mengetahui adanya kandungan minyak atsiri yaitu pada pembacaan hasil GC-MS
yang memperlihatkan adanya puncak (peak) tertinggi pada hasil pembacaan
kromatogram serta adanya kelompok senyawa yang termasuk dalam golongan
terpenoid sebab golongan ini merupakan komponen senyawa dari penyusun
minyak atsiri.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Hasil analisis ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk) menggunakan GC-MSD (Gas Chromatography-Mass Specroscopy
Detector) pada library search report di Laboratorium Forensik cabang
Makassar tidak menunjukkan adanya kandungan minyak atsiri.
2) Senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol kulit buah nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) berdasarkan analisis GC-MSD (Gas Chromatography-
Mass Specroscopy Detector) yaitu senyawa 1,2 Benzenediol, 4H-Pyran-4-
one, 2,3-dihydro-3, 5-dihydroxy-6-methyl dan senyawa D-Glucoheptose.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini yaitu bagi peneliti
selanjutnya sebaiknya melakukan isolasi dan identifikasi minyak atsiri
menggunakan pelarut non polar yang memiliki titik didih, selain itu bagi peneliti
selanjutnya untuk tidak menggunakan pelarut etanol pada uji minyak atsiri kulit
buah nangka karena pelarut etanol tidak sesuai untuk ekstraksi kulit buah nangka,
selain itu minyak atsiri adalah senyawa volatil yg mudah menguap sehingga harus
dilakukan proses destilasi secara langsung tanpa melalui proses maserasi sampel
agar diperoleh hasil yang lebih efektif dan efisien.
33
DAFTAR PUSTAKA
Achmad SA Hakim EH., Juliawaty LD., Makmur L., dkk. 1996. A new prenylated
flavonesfrom Artocarpus champeden. J Nat prod 59:878-879
Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB. Bandung.
Altman LJ, Zito SW. 1976. Sterols and triterpenes from the fruit of Artocarpus
altilis. Phytochemistry. 15:829-830
Amalia, R., Alfaridz, F. 2016. Klasifikasi dan Aktivitas Farmakologi dari
Senyawa Aktif Flavonoid. Riview Jurnal Volume 16 No. 3. Fakultas
Farmasi Universitas Pandjajaran Sumedang, Jawa Barat.
Andiani, N., Harliayanto, C., Retno, W., dkk., 2017. Identifikasi GC-MS Ekstrak
Minyak Atsiri dari Sereh Wangi (Cymbopogon winterianus)
menggunakan Pelarut Metanol. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Universitas Wahid Hasyim. Semarang. 18 (1): 1410-8607.
Astuti Prima, H., dan Heti Nurcahyanti. 2015. Ekstraksi Minyak Atsiri Daun
Zodia (Evodia suaveolens) dengan Metode Maserasi dan Distilasi Air.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Axtell. 1992. Distillation of Essential Oil, FAO Agricultural Services Bulletin No.
94.http://www.erowid.org/archive/rhodium/chemistry/3base/safrole.plant
>. Diakses tanggal 17 Desember 2018.
Barik BR, Bhaaumik T, Kundu AK, Kundu AB. 1997. Triterpenoids of
Artocarpusheterophyllus. J. Indian Chemical Soc. 74: 163-164.
Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.
Buku pdf (online). Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas. https://brainly.co.id. Diakses
pada 11 September 2019.
Dayal R, Seshadri TR. 1976. Colourless compounds of the Roots of Artocarpus
heterophyllus. Isolation of new compound artoflavone. Indian J, Chem,
12: 895-898.
Ehsan, O., Norhani, A., Syahida., dkk. 2011. Bioactive Compounds and
Biological Acyivities Of Jatropha Curcas L. Kernel Meal Extract.
International Journal Of Molecular Of Science 12:5955-5970.
Ersan, T. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam
Merekayasa Model Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia V1, 1-16.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid 1 Diterjemahkan oleh S. Kataren. UI-
Press. Jakarta.
34
Gunawan, W. 2009. Kualitas dan Minyak atsiri, Implikasi pada Pengembangan
Turunannya.
Hakim EH, Asnizar, Yurnawilis, dkk. 2002. Artoindonesianin P, a new prenylated
flavone with cytotoxic activity from Artocarpus lanceifolius. Fitoterapia
73: 668-673.
Hakim. 2010. The diversity of secondary metabolites from Genus Artocarpus
(Moraceae). Nusantara Bioscience 2:146-156.
Hakim, E. H., S. A. Achmad, L.D. Juliawaty, dkk. 2006. Prenylated Flavonoid
and related compounds of the Indonesian Artocarpus (Moraceae). J Not
Med,. 60,161-184.
Handayani, S. 2013. Karbohidrat II (Reaksi Monosakarida, Ikatan Glikosida,
Fungsi Karbohidrat). Artikel (online). https://fnew.uny.ac.id. Diakses
pada 11 September 2019.
Hartati. 2012. Prediksi Kelarutan Theobromine pada berbagai Pelarut
menggunakan Parameter Kelarutan Hildebrand. Fakultas Teknik
Universitas Wahid Semarang. Jurnal Momentum. 8 (1) : 11-16.
Hyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Departemen Kehutanan
Jakarta.
Kadarohman, A., 2015. Eksplorasi Minyak Atsiri sebagai Bioaditif Bahan Bakar
Solar. Pdf (online). Program Studi Kimia. FPMIPA. UPI Bandung.
https://www.researchgate.net/publication. Diakses pada 11 September
2019.
Kementerian Pertamian. 2015. Satistik Produksi Hortikultura. Jakarta
Khan MR, Omoloso AD, Kihara M. 2003. Antibacterial activity of Artocarpus
heterophyllus. Fitoterapia 74: 501- 505.
Ko HH, Lu YH, Yang SZ, dkk. 2005. Cytotoxic prenylflavonoids from Artocarpus
elasticus. J Nat Prod. 68: 1692-1695.
Lestari, L. 2015. Bioaktivitas Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (citrus Hystrik)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes Sp).
Lim, T.K. 2012. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Springer. New
York.
Manner, H. 1, dan C. R. Elvitch. 2006. Artocarpus Heterophyllus ( jackfruit).
Species Profiles For Pacific Island Agroforestry.
(www.traditionaltree.org). Diakses 17 desember 2018.
35
Maulana Malik Ibrahim. 2017. Uji Aktivitas Anti Rayap Minyak Atsiri Kulit Buah
Jeruk Manis (Citrus sinensis l.) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes sp.)
dan Identifikasi menggunakan GC-MS. UIN Syu’aibatul Aslamiyah.
Malang.
Mc Nair, H.M., dan E.J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas. ITB. Bandung.
Muhtadin. A.F. 2013. Pengambilan Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk Segar dan
Kering dengan Metode Steam Distilation. Jurnal teknik OMITS. 2:F-98
Mulyani, et al. 2009. Antibacterial Activity and GC-MS Analysis of the Citrus
Amblycarpa (Hassk) Ohch Essensial Oil. Fakultas Farmasi. UGM.
Nilam, Yulinda, dan Dwi Narulita. 2012. Penyulingan Minyak Atsiri. Skripsi.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.
Nurhidayati, Rachman, S., Pratiwi, W. 2016. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Bunga
Cengkeh dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Universty
Research Coloquim. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Nuraeni. 2018. Pembuatan Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix)
dengan Metode Ekstraksi. Skripsi. Universitas Fajar. Makassar.
Pavia, D.L., GM. Lampman, and G.S. Kris. 2001. Introduction to Spectroscopy:A
Guide For Student of Organik Chemistry (Third Edition). Thomson
Learning. Washington.
Pradipta, A. 2011. Karakteristik Fisokimia dan Sensoris Snack Bars Tempe
dengan Penambahan Salak Pondoh Kering. Pdf (online). http://e-
journal.uajy.ac.id/2670/3/2BL01019. Di akses pada 15 November 2019.
Purwono, Ms. 2007. Budidaya dan Jenis Tanaman Pangan unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rohman, A. dan I.G. Gandjar. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisis
Makanan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Rukmana, R. 2008. Budidaya Nangka. Kanisius. Yogyakarta.
Rusli, R., Rahmadani, A., Agustina, R., dkk. 2016. Analisis GC-MS Senyawa Aktif
Antioksidan Fraksi Etil Asetat Daun Libo (Ficus variegata Blume). Pdf
(online). Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda,
Kalimantan Timur. https://www.researchgate.net/publication. Diakses
pada 11 September 2019.
36
Santoso, E., Pari, G., Novriyanti, E., dkk. 2011. Komposisi Kimia Produk Gaharu
Hasil Induksi. Pdf (online). www.themegallery.com. Diakses pada 09-
September-2019.
Sari, Viana., Jayuska, A., dan Harlia. 2016. Aktivitas Antirayap Minyak Atsiri
Kulit Buah Jeruk Bali ( Citrus maxima (burm.) Merr) terhadap Rayap
Coptotermes sp. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. 5 (1) : 8-16.
Sari, C. 2010. Optimasi Komposisi Etanol dan Air dalam Proses Maserasi Daun
Singkong (Manihotis folium) dengan Aplikasi Simplex Lattice Design
Skripsi. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Edisi ke-II. Liberty. Yogyakarta.
Siti Mardiyah, Moh.Imam Royaldi. 2015. Efektifitas Pengusir Nyamuk Elektrik
dari Ekstrak Kulit Durian (Duriozibethinus Murr). Jurnal Vol 2. No.2
Suhartati, T. 2001. Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia. Thesis. Kimia. ITB, Bandung.
Sugiarti. 2003. Pengaruh Asam Sitrat dan Gula Terhadap Mutu Selai dari
Nangka Varietas Nangka Kunir (Artocarpus Heterophyllus). Insstitut
Teknologi Bandung. Jawa Barat.
Sunaryono. 2005. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syah YM, Juliawaty LD, Achmad SA, Hakim EH, Ghisalberti EL. 2006.
Cytotoxic prenylated flavones from Artocarpus champeden. Journal
Natural Medicine. 60: 308-312.
Wang YH, Hou AJ, Chen L, dkk. 2004. New isoprenylated flavones, artochamins
A-E and cytotoxic principles from Artocarpus chama. J Nat Prod. 67:
757-761.
Weng, JR. 2006. Antipeletprenyflavonoids from Artocarpus communis.
Phytochem. 67: 824-829.
Wibawa, P. 2017. Karbohidrat. Bahan Ajar (Pdf). Program Studi Peternakan
Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.
Widjanarko, B., Effendi, P. 2014. Destilasi dan Karakterisasi Minyak Atsiri
Rimpang Jeringau (Acorus calamus) dengan Kajian Lama Waktu
Destilasi dan Rasio Bahan Pelarut. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
2. No.2. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP Universitas Brawijaya
Malang.
37
Widyawaruyanti A, Subehan, Kalauni SK, dkk. 2007. New prenylated flavones
from Artocarpus champeden, and their antimalarial activity in vitro. J
Nat Med. 61: 410-413.
Wulandari. A.T. 2015. Selulosa Kulit Buah Nangka Muda Artocarpus
Heterophyllus sebagai Biosorben Logam Berat Tembaga (Cu). Thesis.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Rendemen ekstrak kulit buah nangka
Rendemen (%) =𝐴
Bx 100
Keterangan:
A = Berat residu ekstrak etanol kulit buah nangka
B = Berat kulit buah nangka sebelum diekstrak
1. Destilasi Uap menggunakan Pelarut Etanol
Rendemen (%) =26
354,06x 100
= 7,34 %
2. Destilasi Uap menggunakan Pelarut Air
Rendemen (%) =16
354,06x 100
= 4,51 %
39
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
a. Preparasi Sampel b. Menimbang kulit nangka
c. Proses maserasi sampel d. Maserasi sampel
e. Menyaring hasil maserasi f. Mengukur hasil ekstrak sampel
40
g. Destilasi ekstrak sampel h. Proses uji fisik sampel
i. Uji fisik 1 (sampel&minyak) j. Uji fisik 2 (sampel&air)
k. Uji fisik 3 (sampel&air) l. Uji fisik 4 (sampel&minyak)
File :C:\msdchem\1\data\MHS 2019\SUGIANA\SUGIANA.DOperator : Acquired : 16 Aug 2019 18:21 using AcqMethod KIMIA 2019.MInstrument : GCMSDSample Name: Misc Info : Vial Number: 1
6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
8000000
9000000
Time-->
Abundance TIC: SUGIANA.D\data.ms
9.45510.464 16.570