ii
S K R I P S I
EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN PERSONAL TERHADAP PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL
ANAK LUAR BIASA DI SLB-C SANG TIMUR CILEDUG TANGERANG
Oleh:
Jonathan Lie
NIM: 051124040
Telah disetujui oleh:
Pembimbing F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd. Tanggal 4 Juni 2009
iii
S K R I P S I
EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN PERSONAL
TERHADAP PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL ANAK LUAR BIASA DI SLB-C SANG TIMUR
CILEDUG TANGERANG
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Jonathan Lie
NIM: 051124040
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 27 Juni 2009
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. ......................
Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd. ......................
Anggota : 1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd. ......................
2. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum ......................
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si. ......................
Yogyakarta, 27 Juni 2009
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D
iv
Karya tulis ini kupersembahkan kepada :
Adik-adikku yang “spesial” dimanapun kalian berada.
Semua orang tua yang dianugerahi hadiah terindah ini.
Semua insan yang mempunyai rasa peduli
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus di bumi tercinta ini..
v
MOTTO
Apa yang berasal dari hati pasti menyentuh hati
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 Juni 2009
Penulis,
Jonathan Lie
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Jonathan Lie Nomor Mahasiswa : 051124040 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN PERSONAL TERHADAP PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL ANAK LUAR BIASA DI SLB-C SANG TIMUR TANGERANG. Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal 4 Juni 2009 Yang menyatakan (Jonathan Lie)
viii
ABSTRAK
Judul skripsi EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN PERSONAL TERHADAP PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL ANAK LUAR BIASA DI SLB-C SANG TIMUR CILEDUG TANGERANG dipilih berdasarkan kerinduan penulis sebagai calon katekis/pendamping dalam pelayanan pastoral untuk membantu pemenuhan kebutuhan iman dan perkembangan kepribadian bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Di Indonesia pendampingan bagi anak-anak berkebutuhan khusus masih terhitung jarang sedangkan jumlah anak-anak berkebutuhan khusus semakin hari semakin bertambah jumlahnya.
Menanggapi situasi tersebut, penulis mengangkat topik pendampingan personal sebagai sebuah alternatif dalam pelayanan pastoral bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pendampingan personal adalah salah satu alternatif dalam pelayanan pastoral terhadap anak luar biasa, terutama dalam membantu perkembangan kecakapan emosional. Pendampingan personal dalam konteks ini adalah penyertaan dekat-dekat yang bisa di kontrol dengan penglihatan dan tangan. Dengan demikian dapat diketahui sejauhmana efektivitas pendampingan personal ini terhadap perkembangan kecakapan emosional anak luar biasa. Tujuan pendampingan personal yang dilaksanakan oleh SLB-C Sang Timur adalah mengangkat harkat dan martabat anak luar biasa sehingga keberadaan mereka diakui di masyarakat. Pelaksanaan pendampingan ini dengan menggunakan metode gabungan dan metode individual. Metode gabungan yaitu anak-anak dikelompokkan sesuai dengan tingkat retardasi mental mereka, sedangkan metode individual adalah anak didampingan sesuai dengan kebiasaan masing-masing dari pengaruh tingkat retardasinya.
Karya tulis ini disusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yaitu menggambarkan dan menganalisa data yang diperoleh baik melalui hasil pengamatan maupun wawancara kemudian membandingkan dengan kejadian-kejadian di lapangan. Fokus penelitian ini terletak pada pendampingan personal terhadap perkembangan kecakapan emosional siswa-siswi SD, SLTP dan SLTA SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang. Dengan demikian dapat diketahui efektivitas dari pendampingan personal tersebut dalam membantu perkembangan kecakapan anak luar biasa. Pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang membawa dampak positif karena anak-anak mengalami perkembangan. Hal ini tampak ekspresi keceriaan, rasa nyaman dan percaya diri anak-anak. Selain itu Anak-anak luar biasa ini dibantu dari keadaan awal mereka yang tidak bisa mengurus diri sendiri menjadi bisa mengurus diri sendiri, seperti; mandi, ke WC dan berpakaian sendiri, makan tanpa harus disuap, serta bisa bertanya dan minta bantuan ketika mereka membutuhkannya. Dengan demikian, pendampingan personal ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam pelayanan pastoral terhadap anak-anak luar biasa. Cara ini diharapkan bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak luar biasa maupun para guru atau tenaga pelayanan yang bergerak dalam bidang pelayanan ini.
ix
ABSTRACT
The title EFFECTIVENESS OF PERSONAL GUIDANCE TOWARDS THE DEVELOPMENT OF EMOTIONAL QUOTIENT OF CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS IN SLB-C SANG TIMUR CILEDUG TANGERANG was chosen based upon the dream of the researcher as the guide/catechist candidate in pastoral care to facilitate the fulfillment of spiritual needs and personality development of children with special needs. As the number of guidance to the children with special needs is still small in Indonesia, whereas the number of the children themselves is growing in time. Responding to such situation, the researcher raise up the topic of personal guidance as an alternative in the pastoral care towards children with special needs. Personal guidance is an alternative in pastoral service to children with special needs, especially their emotional quotient. Personal guidance to this context is closely participation which can control with hand and sight. Thus can be find out the effectiveness of the personal guidance to the emotional development of children with special needs. The aim of the personal guidance held by SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang is to put the existence of the children with special needs into society acknowledgement. The implementation of the personal guidance uses two methods, which is composite method and individual method. In composite method children were grouped according to the mental retardation level, and individual method children were grouped according to their uniqueness from their mental retardation level. This script written with research of qualitative method through phenomenology approach, such as describing and analyzing all the data from the observation and interview, then comparing to the reality of the school. The research concern to the personal guidance toward emotional development of children with special needs in SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang. The subject are students from elementary level until senior high. Thus can be find the effectiveness from the personal guidance toward emotional development of children with special needs. The personal guidance in SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang brought about positive impact, since the children developed themselves day by day. This can be seen from their expression of happiness, comfort, and confidence. Other than that, these children are facilitated to live independently and socialize like common people. They are facilitated from their initial condition, dependence towards others to being independent, in terms of taking a bath, going to WC, and put their own clothes, eat by themselves, as well as being able to ask for help when they need it. Thus, the personal guidance can be an alternative in pastoral care toward to the children with special needs. This way of pastoral care hope can be useful for parents who have children with special needs or teachers and volunteers whose participate in this kind of ministry.
x
KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, penulis menghaturkan segala puji,
hormat, serta syukur yang tiada henti-hentinya kepada Allah Bapa, Putra, Roh
Kudus dan Bunda Maria karena rahmat dan kasih-Nya telah memampukan penulis
untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul: EFEKTIVITAS
PENDAMPINGAN PERSONAL TERHADAP
PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL ANAK LUAR
BIASA DI SLB-C SANG TIMUR TANGERANG.
Melalui hasil refleksi atas studi kateketik yang penulis jalani empat tahun
ini terutama refleksi atas panggilan penulis sebagai calon katekis, penulis
mencoba menggagas tema skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan
kerinduan penulis untuk membuka cakrawala berpikir, mengasah dimensi hati dan
pengetahuan sekaligus memberi sumbangan pemikiran bagi seluruh
guru/pendamping anak luar biasa dimanapun mereka berada supaya mengetahui
dan memiliki pemahaman tentang pendampingan personal, terutama pengetahuan
dan pemahaman untuk membantu anak luar biasa untuk bisa hidup mandiri dan
berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Empat tahun sudah penulis bergulat dan berproses dalam kampus IPPAK
yang sangat penulis cintai ini.tentunya bukan waktu yang singkat. Tak terbilang
ilmu yang penulis peroleh, tak terbilang cinta dan perhatian yang penulis alami
dan terima baik selama studi maupun saat penyusunan skripsi ini. Penulis
xi
memahami skripsi ini sebagai puncak akhir studi yang penulis jalani selama empat
tahun di kampus IPPAK, sekaligus menjadi awal yang baru bagi penulis untuk
meraih mimpi dan masa depan dalam proses kehidupan selanjutnya. Pada
kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati mengucapkan limpah terima
kasih kepada:
1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama
sekaligus dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan
perhatian, waktu, semangat, motivasi, sumbangan pemikiran dengan penuh
kesabaran kepada penulis selama menempuh studi di IPPAK. Terima kasih
untuk masukan dan kritiknya sehingga penulis diteguhkan dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum selaku dosen penguji skripsi
kedua yang telah memberikan dukungan bagi penulis selama skripsi maupun
proses studi yang penulis jalani di kampus ini. Terima kasih untuk segalanya.
3. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si. dosen penguji skripsi ketiga yang selalu
memberi dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih Ibu Murti atas senyum Ibu yang meringankan langkahku.
4. Segenap staf dosen, sekretariat, perpustakaan dan karyawan Prodi IPPAK-
USD yang telah begitu banyak melimpahi penulis dengan ilmu, perhatian,
dukungan, yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di IPPAK.
5. Sahabat-sahabat angkatan 2005/2006, terima kasih atas warna-warni indah
yang kalian berikan dalam hidup penulis. Sampai jumpa di lain kesempatan.
xii
6. Keluarga besar SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang yang telah berkenan
memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengalami pengalaman yang
sungguh berharga dalam diskusi, cengkerama serta canda dan tawa bersama
para guru, staf dan khususnya adik-adikku yang sangat spesial. Senyum
kalian adalah tenagaku untuk terus melangkah. Terima kasih!
7. Untuk Mama Lie Piang Kit yang selalu menaruh kepercayaan besar di
manapun penulis berada, Sin mung to to Ma!. Hans Caspers (Groningen, NL),
Dank u well for your support. Ik Hou Van Je Liefste. Ivan Valencic (Slovenia),
you are the best I have ever had. Thank you for everything. All the best!
8. Saudara-saudari Komunitas Hati Kudus Yesus dan Hati Suci Maria (SS.CC)
Indonesia, yang pernah berjuang bersama dari tahun 2002 sampai tahun 2008,
terima kasih atas warna yang telah kalian berikan pada hidup penulis.
Penulis sungguh menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan dalam
pengetahuan, pengalaman, serta pemahaman yang menyebabkan penyusunan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi dapat
memberikan inspirasi dan pengetahuan baru bagi segenap pendamping dan juga
adik-adikku terkasih yang sangat spesial di SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang.
Yogyakarta, 4 Juni 2009
Penulis
Jonathan Lie
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT.................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xix
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 11
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 12
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 12
E. Tujuan Penulisan............................................................................... 12
F. Manfaat Penulisan............................................................................. 13
G. Metode Penulisan.............................................................................. 14
H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14
xiv
BAB II. KAJIAN PUSTAKA....................................................................... 16
A. Pendampingan Personal .................................................................... 16
1. Paham Pendampingan Dalam Bimbingan dan Konseling .......... 16
2. Pendampingan Personal Sebagai Bentuk dari
Pelayanan Pastoral ...................................................................... 19
a. Pengertian Pastoral................................................................. 19
b. Tujuan pastoral....................................................................... 21
c. Ciri-ciri Pelayanan pastoral.................................................... 23
3. Pelayanan Pendampingan di Institusi Pendidikan....................... 26
a. Landasan Pedagogis ............................................................... 26
b. Fungsi-fungsi Dalam Pendampingan ..................................... 28
c. Pola-pola Dasar Pelaksanaan Pendampingan......................... 33
d. Langkah-langkah Dasar Pelaksanaan Pendampingan............ 35
B. Kecakapan Emosional....................................................................... 36
1. Pengertian Emosi ........................................................................ 36
2. Fungsi Emosi............................................................................... 39
3. Kecakapan Emosional................................................................. 40
4. Faktor-faktor Kecakapan Emosional........................................... 43
a. Mengenali Emosi ................................................................... 44
b. Mengelola Emosi ................................................................... 44
c. Memotivasi Diri Sendiri......................................................... 44
d. Mengenali Emosi Orang Lain ................................................ 45
e. Membina Hubungan............................................................... 45
xv
5. Pengaruh Kecakapan Emosional................................................. 46
C. Anak Luar Biasa................................................................................ 49
1. Konsep Kata Luar Biasa ............................................................. 49
2. Pengertian Anak Luar Biasa........................................................ 50
3. Klasifikasi Anak Luar Biasa ....................................................... 51
a. Anak Tuna Rungu .................................................................. 51
b. Anak Tuna Netra .................................................................... 52
c. Anak Tuna Grahita................................................................. 52
d. Anak Tuna Daksa................................................................... 55
e. Anak Tuna Laras .................................................................... 56
4. Faktor Penyebab Anak Luar Biasa.............................................. 56
a. Faktor Eksogen ...................................................................... 56
b. Faktor Endogen ...................................................................... 56
5. Karakteristik Anak Luar Biasa.................................................... 57
a. Karakteristik Anak Luar Biasa Ditinjau dari Kepribadian..... 57
b. Karakteristik Anak Luar Biasa Ditinjau dari Tingkah Laku.. 58
6. Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa.......................... 59
a. Landasan Filosofis ................................................................. 59
b. Landasan Yuridis ................................................................... 59
c. Landasan Psikologis dan Pedagogis....................................... 60
d. Landasan Sosial Ekonomi ...................................................... 60
7. Tujuan Pendidikan Luar Biasa .................................................... 61
8. Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa ....................... 62
xvi
a. Sekolah Khusus...................................................................... 62
b. Pendidikan di Asrama dan Panti Rehabilitasi ........................ 64
c. Kelas Khusus.......................................................................... 64
d. Integrasi.................................................................................. 64
D. Perkembangan Anak Luar Biasa....................................................... 65
1. Perkembangan Fisik .................................................................... 65
2. Perkembangan Intelegensi .......................................................... 66
3. Perkembangan Emosional........................................................... 66
E. Efektivitas ......................................................................................... 66
F. Kerangka Pikir ................................................................................. 68
G. Fokus ................................................................................................ 69
H. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 69
BAB III. METODOLOGI, HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN ................................................................................ 70
A. Metodologi Penelitian ....................................................................... 70
1. Pendekatan Penelitian ................................................................. 70
2. Pemilihan Setting ........................................................................ 70
3. Subjek Penelitian......................................................................... 71
4. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 71
5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................... 71
6. Teknik Analisa Data.................................................................... 72
B. Hasil Penelitian ................................................................................. 73
1. Temuan Umum ........................................................................... 73
xvii
a. Latar Belakang SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang ...... 73
b. Tujuan Pendidikan di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 75
c. Tujuan Bidang Kurikulum di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 75
d. Tujuan Bidang Kesiswaan di SLB-C Sang
Timur Tangerang................................................................... 76
e. Metode yang digunakan di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 76
f. Kegiatan-kegiatan di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 77
g. Tabel Fasilitas-fasilitas di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 80
2. Temuan Khusus........................................................................... 83
a. Tabel Tujuan, Indikator dan Kriteria SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang................................................................ 83
b. Hasil SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang ...................... 84
c. Tabel Tujuan dan Kriteria Pendampingan Personal.............. 86
C. Pembahasan Data Penelitian ............................................................. 87
1. Tujuan, indikator, kriteria dan hasil pendampingan personal
di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang....................................87
2. Tabel efektivitas pendampingan personal di SLB-C
Sang Timur Ciledug Tangerang....................................................93
xviii
D. Keterbatasan Penelitian.................................................................... 93
E. Refleksi Kateketis.............................................................................. 94
BAB IV. PENUTUP ..................................................................................... 96
A. KESIMPULAN................................................................................. 96
1. Tujuan SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang ............................ 97
2. Realitas kehidupan siswa-siswi di SLB-C Sang Timur ................. 97
3. Pendampingan Personal ................................................................. 97
4. Efektivitas Pendampingan Personal............................................... 98
5. Faktor-faktor Pendukung Pendampingan Personal........................ 98
6. Faktor-faktor Penghambat Efektivitas Pendampingan Personal......99
B. SARAN ............................................................................................. 99
1. Kepada Yayasan SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang............ 100
2. Bagi para guru SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang................ 100
3. Bagi orangtua siswa-siswi SLB-C Sang Timur ............................ 100
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 101
LAMPIRAN.................................................................................................. 103
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin melaksanakan Penelitian (i)
Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara (ii)
Lampiran 3 : Deskripsi Hasil Wawancara (iii-v)
Lampiran 4 : Persetujuan Hasil Wawancara dari para Responden (vi)
Lampiran 5 : Struktur Organisasi SLB-C Sang Timur (vii)
Lampiran 6 : Tata Tertib Guru SLB-C Sang Timur (viii-xvii)
Lampiran 7 : Jadwal Mata Pelajaran SLB-C SangTimur (xviii)
xix
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru dan Kitab Suci Perjanjian Lama terjemahan Lembaga
Alkitab Indonesia, Jakarta 2006.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
G.S : Gaudium et Spes : Konstitusi Pastoral tentang Gereja di dunia
KHK : Kitab Hukum Kanonik
C. Singkatan Lain
CP : Celeberal Palcy
E.Q : Emotional Quotient
Gbr : Gambar
I.Q : Intelligent Quotient
SD : Sekolah Dasar
SLB-C : Sekolah Luar Biasa untuk anak Tunagrahita
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
TK : Tingkat Kanak-Kanak
WC : Water Closet
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”, ungkapan ini
mau menegaskan bahwa untuk mampu mengasihi orang lain harus terlebih dahulu
mengenal orang-orang tersebut. Kemudian, barulah orang memiliki rasa
mencintai. Mengenal bisa dalam arti mengetahui akan latar belakang seseorang,
karakter dan sifat-sifatnya serta pergulatan hidup mereka sehari-hari. Mengenal
terlebih dahulu merupakan faktor yang sangat ditekankan dalam membantu
seseorang untuk melewati proses tertentu dalam hidup ini. Kegiatan
pendampingan ini merupakan pelayanan yang diselenggarakan oleh manusia dan
untuk manusia dengan berdasarkan hakikat keberadaan manusia tersebut. Artinya
bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan oleh manusia dengan segenap derajat
dan martabat serta keunikan masing-masing. Pelayanan ini diselenggarakan demi
tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan manusia dalam
menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok.
Syarat untuk mengenal dalam pendampingan meliputi mendengar secara empatik
dan reflektif. Hal ini berlaku untuk semua kalangan manusia, baik dari segi usia,
profesi, tingkat intelektual maupun budaya. Berita mengenai pendampingan sering
kali muncul di media massa di Indonesia, baik media cetak maupun elektronik
pada saat ini. Berita mengenai pendampingan ini mulai mendapat perhatian yang
2
serius daripada sebelumnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia yang terus
berkembang dan semakin kompleks.
“Penyakit tidak mendengar, penyakit tidak memperhatikan, menjadikan
saya susah” (Sheakespeare ; Henry IV). Sepenggal kalimat yang terdapat dalam
novel karya Sheakspeare yang berjudul Henry IV ini ingin mengungkapkan dasar
dari proses pendampingan itu sendiri, yaitu mendengar secara empatik dan
reflektif. Pada umumnya yang ada dalam benak para pendamping hanyalah
pendampingan kepada orang-orang normal. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya
jika yang didampingi tersebut adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus
yaitu mereka yang dikenal dengan sebutan anak-anak luar biasa. Dalam proses
pendampingan terhadap anak-anak luar biasa ini, mengenal dan mengetahui
terlebih dahulu keadaan dan latar belakang anak tersebut juga sangat ditekankan.
Bahkan para pendamping diharapkan harus memiliki kepekaan yang satu ini,
karena anak-anak luar biasa yang mengalami keterbelakangan mental
membutuhkan perhatian lebih khusus dibandingkan dengan anak-anak “normal”
pada umumnya.
Keterbelakangan mental dalam bahasa asingnya disebut mental
retardation (perkembangan mental yang lambat) bukanlah suatu penyakit yang
dialami oleh seseorang. Tetapi keterbelakangan mental ini lebih merupakan suatu
kondisi keterbatasan intelektual yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
mengatasi atau menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.
Pada tahun 1992, perubahan dalam memandang keterbelakangan mental terlihat
lebih nyata. Seseorang baru dapat dikatakan memiliki keterbelakangan mental,
3
selain IQ di bawah 75 juga kalau mereka mengalami hambatan sedikitnya dalam
dua dari sepuluh area kemampuan adaptif. Perkumpulan cacat mental Amerika
(AAMR=American Association on Mental Retardation) merumuskan kemampuan
adaptif tersebut antara lain: komunikasi, bantu diri, kerumahtanggaan, sosialisasi,
fungsi komunitas, pengarahan diri, kesehatan, keamanan, fungsi akademis, waktu
luang dan kegiatan kejuruan. Rumusan tersebut tentu saja semakin memperkuat
kenyataan bahwa seorang anak yang meskipun memiliki IQ di bawah 75 namun
dapat berfungsi baik di lingkungannya karena ada segi EQ yang mengimbangi
kemampuan adaptif anak tersebut, maka hal ini sangatlah berbeda dengan
predikatnya sebagai keterbelakangan mental.
Biasanya keterbelakangan mental ini muncul sejak lahir atau sejak masih
kanak-kanak. Itu sebabnya keterbelakangan mental digolongkan ke dalam
gangguan perkembangan. Hal ini hanya meliputi usia kanak-kanak yang masih di
bawah usia 18 tahun. Jadi orang dewasa yang mengalami cedera pada otaknya
akibat kecelakaan atau mengalami penyakit seperti Alzhemeimer yang dialami
mantan presiden Ronald Reagan, tidak dapat dikategorikan keterbelakangan
mental meskipun memiliki ciri yang sama, yakni menurunnya fungsi kognitif,
yang sering diartikan sebagai kemampuan berpikir seseorang. Oleh sebab itu
tanggungjawab orang tua bukan saja melahirkan, membesarkan dan memenuhi
semua kebutuhan anaknya tetapi juga berperan aktif dalam mendidik dan
mengarahkan anak-anak agar mampu menghadapi dan memecahkan segala
macam persoalan hidup sehari-hari. Tugas ini akan terasa semakin berat bila anak
yang dilahirkan mengalami keluarbiasaan atau kecacatan yang disebabkan oleh
4
fisik maupun mental. Anak luar biasa mengalami kesulitan dalam kemampuan
kognitif yang erat kaitannya dengan proses berpikir seperti bahasa, belajar dan
ingatan serta kemampuan motorik, namun juga kemampuan yang erat kaitannya
dengan kemampuan emosi dan sosial, seperti mengontrol diri, menahan rasa
marah, memecahkan masalah-masalah sosial dan keterbatasan interpersonal
lainnya. Pada dasarnya anak luar biasa sama seperti anak normal. Mereka
melewati tahap perkembangan yang hampir sama dengan anak normal,
membutuhkan afeksi yang sama seperti anak normal, tumbuh dan berkembangan
seperti anak pada umumnya. Mereka juga memiliki kapasitas untuk belajar,
sekalipun dengan kualitas dan tempo yang berbeda. Perbedaannya, mereka lebih
lambat dan sering kali menemui kesulitan ketika mempelajari atau menguasai
suatu keterampilan dasar tertentu.
Namun perlu diketahui bahwa tingkat kecakapan emosional anak luar
biasa tidak sepenuhnya menyatakan bahwa anak tersebut tidak mampu berbuat
apa-apa lagi, selain mengharapkan bantuan dari orang sekitarnya dan
mengekspresikan emosi mereka secara tidak beraturan. Sejauh ada pendampingan
personal dan intensif maka anak luar biasa dapat tumbuh normal selayaknya
seperti anak “normal” lainnya. Dengan demikian anak dapat menyesuaikan diri
dalam menghadapi tuntunan hidup sehari-hari, misalnya dapat mengurus diri
sendiri mulai dari mandi, berpakaian, makan, minum, berpergian, berbelanja, dan
bahkan berinteraksi dengan orang lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut orangtua perlu sedapat mungkin
mengusahakan agar anak yang mengalami keluarbiasaan mendapat kesempatan
5
untuk dididik di bangku sekolah agar dapat mengembangkan potensi yang ada
pada mereka khususnya dalam aspek sosialisasi yaitu kecerdasan emosional.
Perkembangan potensi ini bisa meliputi antara lain; perkembangan sikap,
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan seperti yang tertuang dalam
kurikulum pendidikan luar biasa yang menjelaskan bahwa pendidikan luar biasa
bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental
serta kelainan perilaku agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan. Meskipun sekolah menjamin terbentuk suatu individu sesuai dengan
yang diharapkan, namun perlu diakui bahwa bagi kasus anak luar biasa ini
membutuhkan pendampingan khusus yang intensif, dengan demikian seorang
individu dapat berkembang lebih optimal dan anak dapat belajar dalam banyak
aspek baik dari segi individual mapun sosial budaya yang menjadi bekal masa
depannya.
Perhatian pemerintah dalam bidang pendidikan tidak hanya bagi orang
normal saja tetapi juga bagi anak-anak yang mengalami keluarbiasaan sebagai
manifestasi dari UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran”. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya
sekolah-sekolah luar biasa, bantuan sarana dan prasarana bagi pendidikan anak
luar biasa serta dibukanya jurusan-jurusan Pendidikan Luar Biasa di perbagai
Perguruan Tinggi. Tidak hanya itu, perhatian dunia pada saat ini sangat intensif
6
dalam melindungi anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental atau
mereka yang mempunyai kebutuhan khusus. Dalam artikel ke 23 dari dokumen
PBB tentang perlindungan terhadap hak-hak anak sedunia menyatakan sebagai
berikut: “anak-anak yang memiliki keterbelakangan harus mendapat perhatian
secara khusus dan dukungan sehingga mereka dapat hidup layak dan menjadi
manusia yang seutuhnya merdeka” (Universal Declaration of Human Rights,
1948-1998)
Perlu ditekankan lagi bahwa keberhasilan anak luar biasa di sekolah tidak
hanya ditentukan oleh guru yang profesional dengan peralatan yang canggih tetapi
lebih dari itu sejauh mana peranan pendamping dalam memberikan pendampingan
personal secara intensif guna memperkembangan kepribadian dan potensi-potensi
yang ada dalam diri anak. Namun pada kenyataannya banyak pendamping yang
belum begitu memahami dan mengerti bahwa pendamping personal sangat
membawa pengaruh positif bagi perkembangan kecakapan emosional anak luar
biasa. Penulis mengamati bahwa pendampingan yang diberikan kepada anak yang
memiliki kebutuhan khusus masih belum begitu maksimal. Hal ini bisa
disebabkan oleh faktor-faktor intern maupun ekstern. Faktor intern berasal dari
keadaan anak itu sendiri yaitu; tingkat kecacatan mental yang dialami anak
tersebut mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap materi-materi yang diberikan
oleh pendamping. Sering kali anak-anak luar biasa membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk bisa menyerap satu materi saja. Hal ini terjadi di SLB-C Sang
Timur bahwa banyak anak luar biasa hanya menghabiskan waktu satu semester
untuk mempelajari materi Speech Terapy, yaitu salah satu materi yang ada dalam
7
kurikulum SLB-C. Padahal dalam satu semester terdapat lebih dari satu materi
yang harus dipelajari. Disamping itu suasana hati anak luar biasa yang
dipengaruhi oleh suasana kelas dan lingkungan sekolah juga mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak-anak luar biasa ini. Sebagai contoh di SLB-C
Sang Timur Ciledug Tangerang ini, bahwa banyak anak luar biasa yang sudah
lulus tetapi masih ingin kembali untuk bersekolah di tempat yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa anak-anak mempunyai ikatan batin yang sulit untuk bisa
dilepaskan begitu saja. Karena suasana mereka betah dan merasa at home.
Sedangkan untuk faktor eksternnya bisa dari kualitas para pendamping, pola
pendampingan, sarana dan prasarana, suasana lingkungan sekolah serta kurikulum
yang dipakai oleh sekolah tersebut. Tentunya semua faktor ini saling mendukung
di dalam proses pembelajaran. Kualitas para pendamping untuk sekolah luar biasa
pada umumnya adalah sarjana pendidikan untuk disiplin ilmu mengenai anak-
anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Namun kualitas ini tidaklah
menentukan seseorang mampu menangani segala yang terjadi di lapangan tanpa
dukungan dari faktor-faktor yang disebutkan tersebut. Seorang pendamping untuk
anak-anak luar biasa ini haruslah memiliki rasa cinta terhadap anak-anak luar
biasa ini. Kesabaran serta pengertian dari pendamping merupakan modal untuk
menumbuhkan rasa cinta tersebut terhadap mereka yang spesial ini.
Penulis pernah menjadi tenaga volunteer di L’Arche Community yang
melayani anak-anak disabilities ketika masih tinggal di Manila, Filipina pada
tahun 2005 yang lalu. Dari pengalaman tersebut penulis banyak belajar mengenai
pola pendampingan yang diterapkan oleh L’Arche Community. Salah satunya
8
adalah mengembangkan relasi dengan rasa saling memiliki yaitu menumbuhkan
afeksi anak-anak bahwa mereka berharga dan dikasihi oleh para pendamping.
Memang hal ini tidaklah mudah, karena yang didampingi adalah anak-anak luar
biasa yang jelas berbeda dengan anak-anak “normal” lainnya. Proses
pendampingan dalam institusi ini lebih memperhatikan keadaan dari tingkat
kecacatan atau kebutuhan anak dibandingkan dengan penerapan kurikulum yang
ada. Akan tetapi hal ini tidak berarti meninggalkan kurikulum sama sekali. Penulis
juga pernah menjalani masa live-in selama 2 bulan penuh di institusi anak luar
biasa yang lain di Pampangga, Filipina pada tahun yang sama juga. Di institusi
yang satu ini, penulis menemukan bahwa metode pendampingan lebih banyak
mengikuti kurikulum dan agak kurang memperhatikan secara ekstra terhadap
keadaan atau tingkat kecacatan anak. Sehingga keadaan anak-anak yang ada
dalam institusi tersebut tidak banyak mengalami perkembangan. Dari dua
pengalaman tersebut penulis mendapat gambaran tentang pola pendampingan
yang mesti diterapkan pada anak-anak luar biasa serta sarana dan prasana yang
mendukung kelancaran pendampingan tersebut. Sehingga kurikulum yang
diterapkan bisa berjalan lancar dan perkembangan keadaan anak-anak luar biasa
juga semakin baik.
Untuk itu dalam karya tulis ini penulis tergerak hendak mengkaji lebih
dalam dan ingin mencari tahu sejauh mana keterlibatan para pendampingan dalam
memberikan pendampingan personal kepada anak luar biasa serta apa
pergaruhnya terhadap perkembangan kecakapan emosional bagi anak luar biasa.
9
Maka penulis mengangkat judul: “EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN
PERSONAL TERHADAP PERKEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL
ANAK LUAR BIASA DI SLB-C SANG TIMUR CILEDUG TANGERANG”.
SLB-C Sang Timur, Ciledug Tangerang ini didirikan oleh Kongregasi Suster Sang
Timur pada tahun 1992 dengan visi utama yaitu membantu anak didik supaya
mampu hidup mandiri dalam masyarakat dan membantu menumbuhkembangkan
potensi diri anak didik sehingga mereka mampu menyumbangkan sesuatu yang
berguna bagi dirinya dan masyarakat. SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang ini
memiliki tiga tingkat pendidikan yaitu; Sekolah Tingkat Kanak-kanak, Sekolah
Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Seiring dengan perkembangan
kebutuhan para siswa luar biasa ini, maka Yayasan Sang Timur kemudian
mendirikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada tahun 2007 dengan visi dan misi
yang sama. Sampai saat ini jumlah siswa secara keseluruhan ada 120 anak.
Walaupun sekolah ini adalah sekolah untuk anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus, tetapi yayasan Sang Timur ini hanya menerima mereka yang
mengalami keterbelakangan mental saja seperti autisme, celeberal palsy, down
syndrome. Artinya SLB-C Sang Timur tidak menerima siswa yang memiliki cacat
ganda yaitu mental dan fisik. Hal ini ditetapkan dengan alasan bahwa jika
menerima siswa yang memiliki cacat ganda maka membutuhkan tenaga yang
ekstra. Selain itu, yayasan ini hanya ingin memfokuskan kepada mereka yang
mengalami keterbelakangan mental saja sehingga penanganannya lebih terarah.
10
SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang memiliki kurikulum pendidikan
untuk sekolah luar biasa sesuai dengan Sisdiknas, namun tetap memperhatikan
keadaan siswa masing-masing. Proses belajar mengajar berlangsung dari pukul
07.00 sampai dengan 13.00 WIB dari hari Senin sampai hari Sabtu. Untuk tenaga
pendidik yang ada di SLB-C Sang Timur ini rata-rata berpendidikan Sarjana
Pendidikan dan pada umumnya mereka ada tenaga pendidik perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa kurang adanya minat dari kaum tenaga pendidik laki-laki
dalam dunia pendidikan anak luar biasa. Persoalan ini tidak hanya dialami oleh
SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang, namun hampir seluruh SLB yang ada di
Indonesia dan negara lain juga mengalami hal yang serupa. Persoalan ini sudah
berlangsung sejak lama. Maka banyak institusi dan sekolah untuk mereka yang
memiliki kebutuhan khusus sering kali mengharapkan adanya perkembangan
tenaga pendidikan laki-laki. Dengan demikian perkembangan emosional anak-
anak luar biasa bisa seimbang. Memiliki gambaran seorang figur ibu dan ayah.
Hal ini diperkuat dengan sering kali penulis berdiskusi dan mendengar
pengalaman para guru dan tenaga sukarelawan dalam bidang pendampingan anak
luar biasa, baik di negara Indonesia sendiri maupun di negara lain. Maka dari itu
penulis dengan yakin dan pasti untuk tetap akan menekuni bidang pendidikan
anak luar biasa ini dan berharap mampu menyumbangkan sesuatu yang berguna
bagi mereka yang sangat spesial ini. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan semua
manusia sesuai dengan citra-Nya sendiri maka dari itu setiap manusia disebut
saudara dengan derajat dan martabat yang sama walaupun masing-masing pribadi
memiliki keunikan tersendiri.
11
Dengan menempuh pendidikan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
ini, anak-anak mendapat perhatian dari segi fisik maupun mental. Dengan latar
belakang pendidikan tenaga pendidikan yang mendukung pemenuhan kebutuhan
dari anak-anak yang spesial ini. Pendamping menyadari bahwa anak-anak spesial
ini tidak bisa sembuh sepenuhnya seperti anak normal lainnya. Namun perlu
diketahui bahwa apa yang telah dan akan diberikan oleh para pendamping kepada
mereka dalam bentuk pendampingan adalah sesuatu yang nyata dan berguna bagi
kehidupan mereka setiap hari.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendampingan personal dan sejauh manakah
pendampingan personal mempengaruhi perkembangan kecakapan emosional
anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang?
2. Sejauh mana para pendamping melaksanakan pendampingan personal untuk
membantu perkembangan kecakapan emosional anak luar biasa di SLB-C Sang
Timur Ciledug Tangerang?
3. Bagaimana kualitas para pendamping mempengaruhi perkembangan kecakapan
emosional anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang?
4. Mengapa anak luar biasa betah sekolah di SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang?
5. Sejauh mana kurikulum di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang ini dapat
membantu perkembangan kecakapan emosional anak-anak luar biasa?
6. Bagaimana perkembangan kecakapan emosional anak luar biasa selama
12
menempuh pendidikan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang?
7. Metode dan sarana apa sajakah yang dipakai oleh SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang ini dalam mendampingi anak-anak luar biasa?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat bahwa fokus dunia anak luar biasa begitu luas, maka sesuai
dengan judul penelitian ini, penulis membatasi permasalahan dan memberi
perhatian pada efektivitas pendampingan personal dalam memperkembangan
kecakapan emosional anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang.
D. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan pendampingan personal dalam memperkembangkan kecakapan
emosional anak luar biasa?
2. Apakah yang dimaksud dengan kecakapan emosional?
3. Apakah efektivitas pendampingan personal terhadap perkembangan kecakapan
emosional
4. Faktor-faktor manakah yang mendukung/penghambat efektivitas pendampingan
personal tersebut?
E. Tujuan Penulisan
Penelitian adalah usaha untuk mencari kebenaran suatu masalah maka
bertolak dari rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
13
1. Apakah pendampingan personal dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif
dalam membantu perkembangan kecakapan emosional anak luar biasa?
2. Seberapa efektif pendampingan personal dalam memperkembangkan
kecakapan emosional anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang?
3. Mendeskripsikan faktor-faktor manakah yang mendukung efektivitas
pendampingan personal?
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi Peneliti
Dengan memahami efektivitas pendampingan personal bagi anak luar biasa di
SLB-C Sang Timur, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
keterampilan penulis.
2. Bagi SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung setiap tenaga pendamping
yang ada di SLB-C Sang Timur dalam mendampingi anak luar biasa selama
proses belajar mengajar, sehingga pendampingan personal ini bermanfaat bagi
kedua belah pihak.
3. Bagi para pendamping dan orang tua anak luar biasa
Sekirannya hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pendamping anak luar
biasa juga orang tua yang memiliki anak luar biasa yang masih mengalami
kesulitan dalam mendampingi anak luar biasa.
4. Bagi anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
14
Melalui pendampingan personal ini, anak luar biasa di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang semakin mampu mengenal diri dalam kehidupan sehari
hari, khusunya dalam mengekspresikan kecakapan emosional mereka dengan
baik.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan metode deskriptif
analitis yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisa data yang diperoleh
baik melalui hasil pengamatan penulis maupun hasil dialog atau wawancara
dengan berbagai macam sumber sehubungan dengan perkembangan kecakapan
emosional anak luar biasa. Pendekatan deskriptif ini dilakukan dengan penelitian
di lapangan.
H. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih ini adalah: ““Efektifitas Pendampingan Personal
Terhadap Perkembangan Kecakapan Emosional Bagi Anak Luar Biasa di SLB-C
Sang Timur Ciledug Tangerang”
Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang penulisan,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
mafaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II akan dibahas tentang hubungan pendampingan personal dalam
memperkembangkan kecakapan emosional anak luar biasa yang diuraikan dalam
empat bagian. Pada bagian A menguraikan tentang pendampingan personal dalam
15
paham bimbingan dan konseling dan paham katekese sebagai wujud dari
pelayanan pastoral. Bagian B dibahas tentang pengertian kecakapan emosional
pada umumnya, pengaruhnya kecakapan emosional, bagaimana terjadinya
kecakapan emosional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta upaya-upaya
yang dilakukan dalam layanan pendampingan personal untuk membantu
perkembangan kecakapan emosional. Pada bagian C dibahas tentang anak luar
biasa dan dasar penyelenggaraan pendidikan luar biasa serta klasifikasi anak luar
biasa. Bagian D akan membahas tentang perkembangan anak luar biasa dari segi
fisik, intelegensi dan emosional. Pada bagian E dibahas tentang efektivitas, F
membahas kerangka pikir, G membahas fokus dan H berupa pertanyaan-
pertanyaan penelitian.
Dalam bab III ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama menguraikan
tentang metodologi penelitian yakni pendekatan penelitian, pemilihan setting,
subjek penelitian, teknik pengumpulan data, tahap pemeriksaan keabsahan data
dan teknik analisa data. Pada bagian keduanya berupa hasil penelitian dan pada
bagian ketiga membahas tentang pembahasan hasil penelitian.
Pada bab IV merupakan bagian penutup, penulis memberikan kesimpulan
dansaran dari seluruh hasil yang telah penulis sajikan dari bagian pendahuluan,
BAB I – BAB III sekaligus membantu siapa saja yang mau mendalami pengaruh
pendampingan personal dalam memperkembangkan kecakapan emosional anak
luar biasa sehingga tulisan ini pun bisa sebagai acuan baik untuk pelayanan
dimasa mendatang.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan dibahas tentang hubungan pendampingan personal
dalam memperkembangkan kecakapan emosional anak luar biasa yang diuraikan
dalam empat bagian. Pada bagian A diuraikan tentang pendampingan personal
dalam paham bimbingan dan konseling dan pendampingan personal sebagai
bentuk dari pelayanan pastoral serta pelayanan pendampingan di institusi
pendidikan. Pada bagian B dibahas tentang pengertian emosi pada umumnya,
pengertian kecakapan emosional serta pengaruhnya, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Pada bagian C dibahas tentang anak luar biasa pada umumnya
dan pendidikan luar biasa di Indonesia. Bagian D akan membahas tentang
perkembangan anak luar biasa dari segi fisik, intelegensi dan emosional. Pada
bagian E dibahas tentang efektivitas dan pada bagian F berupa pertanyaan-
pertanyaan penelitian.
A. Pendampingan Personal
1. Paham Pendampingan dalam Bimbingan dan Konseling
Pendampingan personal berarti penyertaan dekat-dekat. Pendampingan
personal sama dengan Personal Guidence dalam bahasa Inggris atau dapat
diartikan sebagai bimbingan. Bimbingan merupakan bagian dari proses
pendidikan yang teratur dan sistematis guna membantu pertumbuhan anak muda
atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri sehingga
17
dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan
berarti bagi masyarakat, (Prof. Dr. H. Prayitno: Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling). Dalam rumusan tentang bimbingan dari Lefever ini, dapat
dikemukakan unsur-unsur pokok dalam bimbingan sebagai berikut:
a. Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. Ini berarti bahwa pelayanan
bimbingan bukan sesuatu yang sekali jadi, melainkan melalui liku-liku sesuai
dengan dinamika yang terjadi dalam pelayanan ini.
b. Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan. “Bantuan” di sini tidak
diartikan sebagai bantuan materiil (seperti uang, hadiah, sumbangan dan lain-
lain), melainkan bantuan yang bersifat menunjang bagi pengembangan pribadi
bagi individu yang dibimbing.
c. Bantuan ini diberikan kepada individu, baik perseorangan maupun kelompok.
Sasaran pelayanan bimbingan adalah orang yang diberi bantuan, baik secara
individual maupun secara kelompok.
d. Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan atas kekuatan klien
sendiri. Dalam kaitan ini, tujuan bimbingan adalah memperkembangkan
kemampuan klien (orang yang dibimbing) untuk dapat mengatasi masalah-
masalah yang dihadapinya, dan akhirnya dapat mencapai kemandirian.
e. Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi,
nasihat, ataupun gagasan, serta alat-alat tertentu baik yang berasal dari klien
sendiri, konselor maupun dari lingkungan. Bahan-bahan yang berasal dari
klien sendiri dapat berupa masalah-masalah yang sedang dihadapi, data
tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, serta sumber-
18
sumber yang dimilikinya. Sedangkan bahan-bahan yang berasal dari
lingkungannya dapat berupa informasi tentang pendidikan, jabatan, keadaan
sosial, budaya dan latar belakang kehidupan keluarga. Interaksi dimaksudkan
suasana hubungan antara orang yang satu dengan yang lain. Dalam interaksi
ini dapat berkembang dan dipetik hal-hal yang menguntungkan bagi individu
yang dibimbing. Hal ini bisa berupa nasihat-nasihat dari pembimbing ataupun
alat-alat berupa sarana penunjang yang lebih memperlancar atau mempercepat
proses pencapaian suatu tujuan.
f. Bimbingan tidak hanya diberikan untuk kelompok-kelompok umur tertentu
saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak, remaja sampai usia
dewasa. Dengan demikian bimbingan dapat diberikan di semua lingkungan
kehidupan, di dalam keluarga, di sekolah dan di luar sekolah.
g. Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-orang yang
memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan serta
latihan yang memadai dalam bidang bimbingan dan konseling.
h. Bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Dalam
kaitan ini, upaya bimbingan, baik bentuk, isi maupun tujuan serta aspek-aspek
yang berlaku, bahkan justru menunjang kemampuan klien untuk dapat
mengikuti norma-norma tersebut. Norma-norma tersebut berupa berbagai
aturan, nilai dan ketentuan yang bersumber dari agama, adat, hukum, ilmu dan
kebiasaan yang diberlakukan dan berlaku di masyarakat.
Berdasarkan butir-butir pokok tersebut maka yang dimaksud dengan
bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
19
kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang
ada, dan dapat dikembangkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2. Pendampingan Personal Sebagai Bentuk dari Pelayanan Pastoral
Pendampingan personal merupakan perwujudan dari pelayanan pastoral
atau yang biasa kita kenal dengan istilah Pastoral Care. Pendampingan personal
ini merupakan salah satu bentuk dari pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral
adalah pelayanan untuk membantu seseorang dalam melewati suatu proses
tertentu dalam menghadapi segala persoalan dalam hidup ini. Dengan demikian
dasar dari pelayanan pastoral ini adalah keteladanan Yesus sendiri sebagai
Sahabat Sejati yang selalu mendampingi dan mendukung sahabat-sahabat-Nya
dengan kasih yang setia.
a. Pengertian Pastoral
Kata pastoral memiliki banyak pengertian, kata pastoral berasal dari kata
“pastor” (Latin) yang artinya gembala. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, para
nabi, raja bahkan Tuhan sendiri disebut gembala. Dalam Kitab Suci Perjanjian
Baru, dalam Injil Yohanes 21:15; Yesus menyebut diriNya “Gembala Yang
Baik”. Para pemimpin umat juga disebut sebagai gembala (Kis.20:28; Ef.4:11).
KHK No. 579, mengatakan bahwa pastor adalah gembala sebenarnya, yang
menjalankan tugas mengajar, menguduskan dan memimpin umat yang
20
dipercayakan padanya. Pastoral berarti semua yang berhubungan dengan tugas
pastoral atau sering dikaitkan dengan pengembangan iman umat.
Tugas pengembalaan ini adalah pemanfaatan hubungan antara seseorang
dan orang lain di dalam pelayanan. Hubungan itu dapat berupa hubungan satu
orang tertentu dengan satu orang lainnya atau dalam suatu kelompok kecil.
Hubungan itu memungkinkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang
menyembuhkan, baik dalam diri orang-orang yang dilayani tersebut maupun di
dalam relasi-relasi mereka. Pelayanan pastoral ini adalah suatu pelayanan yang
luas cakupannya, diantaranya mencakup pelayanan saling menyembuhkan dan
menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan
hidup mereka.
Dapat dikatakan Tuhan Yesus sendiri adalah subjek dari pelayanan
pastoral. Dengan demikian, model sikap pastoral bersumber pada Yesus sendiri.
Setiap orang yang melaksanakan pastoral harus sadar bahwa yang mengutus
adalah Yesus, bukan diri sendiri, minat atau sekedar mengisi waktu luang. Gereja
semakin menyadari tugas perutusan tersebut karena: “Kegembiraan dan harapan,
duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar
adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus pula
(G.S.1)
Karya pastoral dimengerti sebagai tindakan Gereja sebagai keseluruhan
umat Allah dalam rangka melaksanakan tugas perutusan serta panggilanNya.
Dalam praksis gereja, hal ini bukan hanya karya pastoral atau hirarki saja.
21
Melainkan juga menekankan keterlibatan seluruh umat beriman dalam
melaksanakan tugas perutusan serta panggilan gereja (Adisusanto, 2000;13).
b. Tujuan Pastoral
“Aku datang agar mereka mendapatkan hidup dalam segala
kelimpahannya” (Yoh.10:10). Tujuan pastoral tidak boleh menyimpang dari
tujuan kedatangan Yesus, karena tujuan kedatangan Kristus sebagai Sang
Gembala merupakan dasar dari pelayanan pastoral dan sekaligus menjadi tujuan
utama pastoral ini.
Pelayanan pastoral ini bersifat universal, artinya bahwa pelayanan ini
terbuka untuk semua tanpa ada batas-batas yang mengekang. Maka dari itu
pelayanan pastoral tidak boleh berpuas diri dengan kehidupan seperlunya, baik
dalam kehidupan Kristiani mapun masyarakat pada umumnya, karena lebih dari
itu bahwa kedatangan Yesus telah menyediakan segala sesuatu untuk disalurkan
kepada orang-orang yang membutuhkan sehingga tujuan pastoral untuk
membimbing manusia menuju kehidupan seutuhnya tercapai. “Seutuhnya” ini
menyangkut pandangan yang tidak membatasi, melainkan luas dan melihat
manusia seperti yang dikonsepkan Tuhan. Tujuan pastoral adalah membawa
“kabar baik”, karena Yesus sendiri bersabda; bahwa Ia diurapi oleh Allah dengan
Roh Kudus untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang miskin
(Luk.4;18). Pelayanan pastoral juga disebut sebagai salah satu perwujudan
kedatangan Kerajaan Allah. Pelayanan pastoral merupakan tanda kasih sayang
Allah bagi manusia, yang dengan kehadiran Allah sendiri di dunia ini melalui
perjuangan dan kerja keras (Iman Katolik, 1996;456).
22
Dengan kata lain bahwa pelayanan pastoral ini adalah tugas mengabdi dan
melayani rencana Allah untuk menyelamatkan segenap umat manusia secara
integral dalam diri Yesus Kristus dengan perantaraan Roh Kudus. Rencana Allah
ini adalah pembebasan dan perkembangan umat manusia secara utuh sehingga
Kerajaan Allah dialami oleh segenap umat manusia. Dalam tujuan pastoral ini
menghadirkan Kerajaan Allah timbul dari keyakinan gereja bahwa dirinya
memperoleh warisan “misteri” yang diwahyukan oleh Allah dalam Kristus dan
tugas perutusan untuk menyinari, membimbing, menyuburkan dan mendorong
segenap umat manusia menjadi wahana perwujudan Kerajaan Allah (Adisusanto,
2000:16)
Kerinduan untuk menghadirkan Kerajaan Allah tersebut terungkap dan
terlaksana dalam lima fungsi gereja. Lima fungsi gereja adalah sebagai berikut:
Pertama : Koinonia yang berarti persekutuan, seperti yang dituliskan dalam jemaat
perdana di Yerusalem, bahwa mereka adalah “sehati sejiwa”. Membangun jemaat
lewat persekutuan iman, harapan dan kasih. Kedua : Kerygma yang berarti
pewartaan. Tujuan pastoral adalah membantu umat untuk tumbuh dan
berkembang dalam komunitas iman. Selain itu untuk menunjukkan makna hidup
yang lebih mendalam. Dengan demikian persekutuan yang dihimpun oleh Sabda
Allah ini hidup dalam perwartaan terang Sabda Allah. Ketiga : Liturgia yang
berarti bahwa iman tidak hanya diwartakan, tetapi diungkapkan dan dirayakan
dalam liturgi. Keempat : Diakonia yang berarti pelayanan, merupakan ciri yang
paling menonjol dalam kehidupan Kristus. Sebagai pelayan yang melayani
manusia seutuhnya. Sedangkan fungsi yang kelima adalah Matyria yang berarti
23
kesaksian. Menjadi saksi Kristus yang hidup merupakan tugas dan tanggungjawab
dalam menyampaikan kabar gembira. Dengan demikian kehadiran Tuhan Allah
semakin tampak jelas dalam hidup setiap orang, agar dunia percaya bahwa Yesus
diutus oleh BapaNya.
Pelayanan pastoral pada masa kini, kiranya dapat menjawab serta
menghadapi tantangan-tantangan jaman dengan semangat jiwa kristiani.
Pelayanan pastoral juga berusaha agara manusia di abad modern ini tetap
mendengarkan suara Allah dalam diri Yesus Kristus lewat saksi-saksiNya dalam
pelayanan terhadap segenap umat manusia.
c. Ciri-Ciri Pelayanan Pastoral
1) Disiplin Pelayanan Jasmaniah
Kasih, sebagaimana yang sering kali diperdengungkan akhir-akhir ini,
adalah kasih yang diungkapkan melalui tubuh. Tubuh adalah mediator kasih. Kita
menerima kasih melalui suara, ekspresi wajah dan mata, kehangatan tubuh sesama
dan kesejukan sentuhan. Sumber kasih ini adalah salah satu aspek pelayanan
pastoral yang dapat menolong sekaligus dapat sangat merusak, karena tubuh
mempunyai kekuatan untuk menghormati, membebaskan, mempesona dan
menjadi mulia, maupun sebaliknya, kekuatan untuk menghina, menindas,
menggoda dan menjadi jahat. Sering kali hal-hal jasmaniah dipandang
bertentangan dengan hal-hal rohaniah. Hal ini berkaitan dengan seksualitas.
Dalam pelayanan pastoral, pengetahuan jasmaniah memiliki definisi bahwa semua
indera penerima yang jasmaniah dibutuhkan untuk menerima dan mengartikan
24
setiap informasi yang kita butuhkan untuk menerima dan mengartikan setiap
informasi yang kita dapat sepanjang hidup ini.
Kehadiran fisik dan kontak fisik adalah mediator-mediator dasar dari
pelayanan kasih. Oleh karena itu, mereka yang takut pada “bahaya-bahaya” yang
berkaitan dengan “tubuh”, seperti misalnya rangsangan seksual, akan mengalami
kesulitan dalam berperan serta di dalam pelayanan ini. Mereka tak dapat memakai
bahasa tubuh dengan benar kecuali bila mereka berani menghadapi ketakutan-
ketakutan terhadap kedekatan tubuh. Pada intinya kontak fisik ini adalah
hubungan keterlibatan yang memang terdapat dalam pelayanan pastoral. Sebab
pelayanan pastoral merupakan usaha untuk mendamaikan kasih dengan cara-cara
membangun kesejahteraan diri dan orang lain.
Penulis pernah menjalani program live-in ketika masih tinggal di Filipina.
Dalam institusi penampungan anak yang mempunyai kebutuhan khusus tersebut,
pelayanan pastoral yang berhubungan dengan kontak fisik seperti; membantu anak
mandi, berpakaian, menghantar ke kamar kecil, hanya dilakukan oleh tenaga
pendampingan sesuai dengan jenis kelamin. Untuk anak laki-laki dilayani oleh
tenaga pendamping laki-laki, dan begitu sebaliknya, untuk anak perempuan
dilayani oleh tenaga pendamping perempuan. Namun untuk kegiatan-kegiatan
yang tidak sampai kontak fisik pada bagian-bagian tubuh vital anak, tentu saja
didampingi secara universal.
2) Menceritakan dan Mendengarkan Kisah-Kisah
Ciri utama kedua dari pelayanan pastoral ini ialah kesediaan untuk
“membuang-buang waktu” dengan meninggalkan jalan-jalan pintas teoritis. Hal
25
inilah, diatas segalanya, tenaga pendamping dilatih untuk semaksimal mungkin
terlibat dengan individu yang didampingi. Untuk keperluan ini lalu dikembangkan
suatu pendekatan yang didasarkan pada case histories (pencatatan kasus), catatan-
catatan yang telah distandarkan, penjadwalan waktu secara ketat, dan sistem
perjumpaan. Jelaslah bahwa pendekatan terstruktur ini juga menguntungkan bagi
setiap individu, bukan bagi masyarakat saja, karena pendekatan seperti ini
membantu dalam memfokuskan perjumpaan itu pada permasalahan individu yang
didampingi dan mencegah ketergantungan secara berlebihan pada pertolongan
profesional. Struktur memacu kuantitas maupun kualitas dari pelayanan yang
diberikan.
Kesediaan untuk memasuki realitas dunia orang lain (baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang sesuai dengan kebutuhannya) dan dengan metode-
metode yang memadai untuk menangani hal-hal yang menyakitkan maupun yang
menyembuhkan yang terdapat di dalam dunia tersebut. Di sinilah “kisah” lebih
daripada “teori” harus menjadi mode baik dalam rangka memahami
permasalahannya mapun dalam menawarkan pendampingan.
Pelayanan pastoral memang mempunyai kesederhanaan sehingga orang
lain dimungkinkan untuk menceritakan kisah-kisahnya. Walaupun begitu,
pelayanan pastoral ini juga menuntut disiplin. Hal ini bisa diketahui bahwa
pelayanan pastoral sering kali membosankan karena terus mendengarkan kisah-
kisah yang tak berkesudahan, namun tenaga pendamping harus tetap berpartisipasi
menjadi pendengar ke dalam kisah itu. Tanggapan kita dapat membantu individu
yang didampingi ke arah rekonsiliasi atau pemahaman yang lebih baik. Pelayanan
26
pastoral ini membuat tenaga pendamping untuk mendengarkan secara aktif dan
kreatif huruf-huruf mati di dalam kisah seseorang dapat diubah menjadi drama
yang hidup, dimana harapan dapat ditemukan, mungkin di dalam kisah-kisah
selanjutnya.
3) Hasrat akan Kebenaran
Ciri yang ketiga dalam pelayanan pastoral adalah hasrat akan kebenaran.
Hal ini secara alamiah bertalian dengan komitmennya pada keberadaannya yang
berani menempuh resiko dan dengan komitmennya untuk mendengarkan kisah.
Pelayanan pastoral ini memiliki orientasi ke masa depan yang tidak berhenti pada
apa yang ada, tetapi juga mencari apa yang akan terjadi, akhir dari suatu kisah
yang pada akhirnya mengungkapkan cinta yang mencari kebenaran dalam
pelayanan pastoral ini.
3. Pelayanan Pendampingan di Institusi Pendidikan
Berdasarkan buku karangan Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed. dan Drs.
Erman Amti yang berjudul “Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling”, penulis
mengemukakan dasar-dasar dari pelayanan pendampingan di institusi pendidikan
sebagai berikut;
a. Landasan Pedagogis
Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelenggarakan
pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup
mereka. Boleh dikatakan bahwa pendidikan itu merupakan salah satu lembaga
sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial. Dengan
27
reproduksi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang melandasi
kehidupan masyrakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya. Karena itu
berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti
menceritakan dongeng-dongeng mitos, menanamkan etika sosial dengan
memberitahu, menegur dan keteladanan; melalui permainan, terutama yang
memperkenalkan peran-peran sosial, serta kegiatan-kegiatan dengan teman sebaya
lainnya.
Pelayanan pendampingan atau bimbingan ini berfokus pada manusia
adalah merupakan pelayanan dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia.
Manusia yang dimaksudkan disini adalah manusia yang berkembang, yang terus
menerus berusaha mewujudkan manusia yang seutuhnya. Wahana paling utama
untuk terjadinya proses dan tercapainya tujuan perkembangan itu tidak lain adalah
pendidikan. Dalam konteks pendampingan, pendidikan merupakan upaya
memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan seorang manusia yang lahir tidak akan
mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialannya,
kesusilaannya, dan keberagamaannya. Ia akan menjadi “manusia alam”, bukan
manusia budaya yang hidup bersama dengan manusia-manusia lainnya dalam
tatanan budaya tertentu.
Dalam hal ini pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan
manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi garis besarnya penyiapan
manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan
nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai serta
menyelenggarakan kehidupan yang layak. Untuk tugas-tugas masa depan mereka
28
itu, melalui proses pendidikan manusia muda memperkembangkan diri dan
sekaligus mempersiapkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka
serta sarana dan prasarana yang tersedia. Pendidikan ini merupakan upaya
berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu
tidak hanya berhenti di sana. Ia maju terus dengan kegiatan dan program
pendidikan lainnya. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin jauh
menggelinding makin besar. Proses pendidikan yang berhasil setiap kali
memperkaya peserta didik dan makin memantapkan pribadi peserta didik menuju
manusia seutuhnya. Demikian pula kegiatan pendampingan. Hasil pelayanan
pendampingan tidak hanya berhenti sampai pada pencapaian hasil itu saja,
melainkan terus digelindingkan untuk mencapai hasil-hasil berikutnya.
b. Fungsi-Fungsi dalam Pendampingan
Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai
pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna
dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif
terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu. Tentunya pelayanan
pendampingan ini diberikan sesuai dengan latar belakang dan kondisi peserta
didik dengan melihat segala potensi yang ada dalam diri mereka. Dengan
demikian, manfaat, kegunaan, keuntungan dan jasa yang diperoleh dari pelayanan
pendampingan ini bisa dilihat dari hasil terlaksananya fungsi pelayanan
pendampingan tersebut. Fungsi pelayanan pendampingan dapat diketahui dengan
melihat kegunaan, manfaat, ataupun keuntungan yang diberikan oleh pelayanan
pendampingan. Suatu pelayanan pendampingan dapat dikatakan tidak berfungsi
29
apabila ia tidak memperlihatkan kegunaan ataupun tidak memberikan manfaat
atau keuntungan tertentu.
Fungsi pelayanan pendampingan dapat ditinjau dari kegunaan atau
manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa saja yang diperoleh melalui
pelayanan pendampingan tersebut, yaitu;
1) Fungsi Pemahaman
Dalam fungsi pemahaman lebih mengajak peserta didik yang didampingi
yaitu bagaimana pemahaman tentang diri mereka sendiri beserta permasalahan
yang ada oleh peserta didik sendiri dan oleh para pendamping/pihak-pihak yang
membantu peserta didik, serta pemahaman tentang lingkungan peserta didik itu
sendiri. Pemahaman tentang peserta didik merupakan titik tolak upaya pemberian
pelayanan pendampingan terhadap peserta didik. Sebelum tenaga pendamping
memberikan pelayanan pendampingan, maka mereka perlu terlebih dahulu
memahami peserta didik/individu yang akan dibantu. Pemahaman tersebut tidak
hanya sekedar mengenal diri individu tersebut, melainkan lebih jauh lagi, yaitu
pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi individu, kekuatan dan
kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.
Dalam konteks pendampingan terhadap anak luar biasa, maka materi
pemahaman dalam pelayanan pendampingan ini meliputi; identitas anak luar biasa
(nama, jenis kelamin, status dalam keluarga, tingkat ekonomi keluarga dan
keadaan tempat tinggal), tingkat kecacatan mental anak tersebut,
kemampuan/level intelegensi (bakat, minat dan hobi), kecenderungan sikap dan
kebiasaan anak tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Daftar tersebut dapat
30
diperpanjang dan dirinci lebih jauh sampai dengan peristiwa-peristiwa khusus
yang dialami masing-masing anak luar biasa. Perluasan, spesifikasi ini
dikembangkan sesuai dengan tujuan pelayanan pendampingan dalam pemahaman
terhadap diri anak masing-masing.
2) Fungsi Pencegahan
Ada suatu slogan yang berkembangan dalam bidang kesehatan, yaitu
“mencegah lebih baik daripada mengobati”. Slogan ini relevan dalam pelayanan
pendampingan yang sangat mendambakan sebaiknya individu tidak mengalami
suatu masalah. Apabila individu tidak mengalami masalah, maka besarlah
kemungkinan bahwa ia akan dapat melaksanakan proses perkembangannya
dengan baik, dan kegiatan kehidupannya pun dapat terlaksana tanpa hambatan
yang berarti. Pada gilirannya, prestasi yang hendak dicapainya pun semakin
meningkat.
Dalam dunia kesehatan mental “pencegahan” didefinisikan sebagai upaya
mempegaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat
menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu benar-
benar terjadi. Upaya pencegahan dengan menekankan penilaian positif terhadap
diri sendiri (self-esteem) dari masing-masing individu yang meliputi; menghindari
timbulnya atau meningkatnya kondisi bermasalah pada peserta didik, usaha
menurunkan faktor-faktor pendukung stres dan meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah terhadap diri sendiri dan kelompok. Dengan demikian
motivasi dan nilai-nilai positif yang ditanamkan selama proses pendampingan
tetap terjaga kelangsungannya dalam diri individu.
31
3) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang
ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil
perkembangan yang telah dicapai selama ini. Tingkat intelegensi dan emosi, bakat
yang ada, minat-minat yang menonjol untuk hal-hal yang positif dan produktif,
sikap dan kebiasaan yang telah terbina dalam bertindak dan bertingkah laku
sehari-hari, hubungan sosial yang baik, dan berbagai aspek positif lainnya dari
individu perlu dipertahankan dan dipelihara. Bukan itu saja. Lingkungan yang
baik pun (lingkungan fisik, sosial dan budaya) harus dipelihara dan sebesar-
besarnya dimanfaatkan untuk kepentingan individu dan orang lain.
Dalam pelayanan pendampingan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan
dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, permainan, dan program. Misalnya di
sekolah, bentuk dan ukuran meja/kursi murid disesuaikan dengan ukuran tubuh
dan sikap tubuh yang diharapkan (tegap dan gagah). Ventilasi, suhu, bentuk dan
susunan ruang kelas diusahakan agar mereka yang berada di ruangan itu merasa
nyaman, betah dapat melakukan kegiatan dengan tenang dan sepenuh
kemampuan. Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga di satu sisi tidak
kaku atau membosankan dan di sisi lain tidak menciptakan suasana keributan dan
kesimpangsiuran. Tempat membuang air dan membersihkan diri tersedia
secukupnya agar kesehatan dan kebersihan tetap terjaga. Kegiatan kelompok
belajar dijaga kelangsungannya dan dikembangkan sebagai salah satu arah
kegiatan belajar para siswa di luar kelas.
32
Chris D. Kehas dalam karangannya yang berjudul Education and Personal
Developtment (seperti dikutip oleh Winkel: 1991) menegaskan, bahwa dalam
merumuskan tujuan pendidikan sekolah memang diberikan tekanan pada
perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi dalam praktek di lapangan hanya
aspek perkembangan intelektuallah yang diperhatikan. Tenaga-tenaga pendidikan,
terutama tenaga-tenaga pengajar, mengutamakan kemajuan peserta didik dalam
bidang belajar akademik; aspek-aspek perkembangan yang lain, seperti
perkembangan emosional dan perkembangan sosial. Menurut pendapat Kehas,
pendidikan sekolah biasanya dianggap sama dengan mengajar, sehingga fokus
perhatian terletak pada proses belajar-mengajar dan pada hubungan guru dan
siswa. Dengan demikian, tenaga-tenaga pendampingan hanyalah berfungsi dalam
rangka meningkatkan efektivitas proses belajar-mengajar di kelas. Selanjutnya
Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha
mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di
bidang akademik saja, tetapi juga belajar tentang diri sendiri dan lingkungan
hidup. Dengan kata lain, belajar tidak hanya menyangkut perkembangan
intelektual, tetapi juga aspek perkembangan yang lain.
Contoh-contoh di atas baru menyebut beberapa dan secara garis besar
berkenaan dengan kehidupan siswa di sekolah. Tugas-tugas dan kegiatan
pemeliharaan dan pengembangan individu manusia dengan segala aspek
kemanusiaannya tidak dapat terpisah dari kedua fungsi sebelumnya. Ketiga fungsi
ini secara berkelanjutan dalam proses pelayanan pendampingan. Dengan demikian
33
pemeliharaan dan pengembangan segenap potensi individu terjaga dalam menuju
manusia yang seutuhnya.
c. Pola-Pola Dasar Pelaksanaan Pendampingan
Pola dasar pelaksanaan pendampingan disini ialah suatu asas pokok yang
mengatur penyebaran pelayanan pendampingan di sekolah, dengan
mempertimbangkan kegiatan-kegiatan pendampingan apa yang akan diadakan dan
kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan oleh siapa serta diberikan kepada siapa.
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (seperti dikutip oleh Winkel.1991) ada
empat pola dasar sebagai berikut:
1) Pola Generalis
Pola generalis berasaskan keyakinan, bahwa corak pendidikan dalam suatu
institusi pendidikan berpengaruh terhadap kualitas serta kuantitas usaha belajar
siswa, dan bahwa seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan
kepribadian masing-masing siswa. Oleh karena itu pendampingan ini tersebar luas
dan melibatkan banyak tenaga kependidikan. Dalam pola generalis,
pendampingan secara kelompok menjadi bentuk pelayanan utama, pelayanan
secara individual dipandang sebagai kelengkapan pada pendampingan kelompok.
Ruang lingkup pelayanan pendampingan ini mencakup presensi siswa, pelayanan
kesehatan dan pengajaran remedial. Pola generalis ini menekankan pada
perkembangan optimal masing-masing siswa.
2) Pola Spesialis
Pola spesialis ini berasakan keyakinan, bahwa pelayanan pendampingan di
institusi pendidikan harus ditangani oleh tenaga-tenaga ahli, yang masing-masing
34
mempunyai keahlian khusus dalam pelayanan pendampingan ini., seperti testing
psikologis. Pola dasar ini kerap membawa akibat, bahwa pelayanan
pendampingan secara individual diutamakan, meskipun pelayanan secara
kelompok tidak seluruhnya diabaikan.
3) Pola Kurikuler
Pola kurikuler berasaskan keyakinan, bahwa kegiatan pendampingan di
institusi pendidikan sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum pengajaran bentuk
pelajaran khusus, dalam rangka suatu kursus pendampingan. Materi kursus
pendampingan ini biasanya meliputi topik-topik sebagai berikut; konsep diri,
perbedaan-perbedaan individual, motivasi dan belajar, faktor-faktor sosial dan
kultural dalam perkembangan kepribadian, minat, bakat serta intelegensi.
Pola dasar ini membangun hubungan yang lebih erat antara siswa dan
tenaga pengajar, karena tenaga-tenaga pengajar langsung terlibat dalam seluk-
beluk pengajaran. Di samping itu, siswa menghubungkan perkembangan
kepribadiannya dengan pertambahan pemahaman serta pengetahuan di bidang
studi akademik. Selain itu, pelaksanaan pola dasar ini disesuaikan dengan kondisi
dan situasi siswa yang didampingi.
4) Pola Relasi-Relasi Manusiawi serta Kesehatan Mental
Pola relasi-relasi manusiawi dan kesehatan mental berasaskan keyakinan,
bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya
dan membina hubungan baik dengan orang lain. Pola dasar ini membantu
meningkatkan taraf kesehatan mental peserta didik yang dilakukan dengan cara
mendalami pemahaman diri, cara berpikir dan berperasaan secara dewasa, serta
35
liku-liku pergaulan dengan orang lain. Disamping itu, pola dasar ini membantu
peningkatan kerja sama antara peserta didik sendiri dan dengan tenaga
pendamping. Dengan demikian, sasaran utama tercapai, yaitu meningkatkan taraf
integrasi dalam kepribadian serta kesehatan mental peserta didik, dan
mempertinggi kualitas hubungan manusiawi dengan sesama.
d. Langkah-Langkah Dasar Pelaksanaan Pendampingan
1) Mengamati
Pendamping mengamati melalui indera (melihat, mendengar),
mengumpulkan informasi dari cerita / kejadian-kejadian yang dialami oleh
individu yang didampingi. Informasi ini bersifat deskripsi semata.
2) Menginterpretasi / menganalisis
Setelah pendamping mendeskripsikan informasi yang bersangkutan.
Kemudian menentukan maknanya dengan cara menginterpretasikan masalah yang
ada pada individu. Cara menginterpretasikan informasi yang berhasil
dikumpulkan bergantung pada tiga hal, yaitu; informasi itu sendiri, dugaan
tentang hal-hal yang menyebabkan dan sudut pandang atau asumsi terhadap apa
yang individu tersebut butuhkan dan tidak butuhkan. Sudut pandang atau asumsi
tersebut harus benar-benar dikritisi. Kemudian pendamping memberitahu kepada
individu mengenai makna masalahnya, ataupun memberikan tambahan
pemahaman / insight melalui keterangan atau penjelasan.
3) Memahami / menghayati perasaan
Selayaknya seorang pendamping, haruslah juga memahami dengan
segenap rasa sebagai mahkluk sosial yang memiliki rasa peduli terhadap
36
sesamanya. Dengan demikian, pendamping juga mengalami perasaan tertentu
sebagai reaksi spontan atas hasil dari interpretasi tersebut.
4) Menanggapi (tanggapan evaluatif-penilaian)
Nasihat dan penilaian mengkomunikasikan sikap evaluatif, korektif,
sugestif maupun moralitas. Secara tersirat pendamping ingin menyatakan apa
yang seharusnya atau sebaiknya dilakukan oleh individu untuk memecahkan
masalahnya. Nasihat yang diberikan pada saat yang tepat dan bersifat relevan
memang sangat membantu, namun terkadang nasihat dan penilaian juga akan
menciptakan penghalang untuk menolong orang lain dan justru membangun
persahabatan yang intim.
5) Meneguhkan / memberi dukungan
Tanggapan lebih bersifat memberikan dukungan menunjukkan bahwa
individu bersangkutan ingin menyakinkan kembali, menunjukkan rasa simpati,
atau ingin meringankan beban perasaan individu. Namun dukungan yang
diberikan ini tidak boleh tergesa-gesa supaya individu tidak merasa diremehkan.
B. Kecakapan Emosional
1. Pengertian Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2007 : 411) emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah
37
dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan
dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,
emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga
dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain
Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci),
Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
Sedangkan JB. Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear
(ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2007 : 411)
mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua
tokoh di atas, yaitu;
a. Amarah : Beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.
b. Kesedihan : Pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa.
c. Rasa takut : Cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri.
d. Kenikmatan : Bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,
bangga.
e. Cinta : Penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati,
rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih.
f. Terkejut : Terkesiap, terkejut.
38
g. Jengkel : Hina, jijik, muak, mual, tidak suka.
h. Malu : Malu hati, kesal.
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut
Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam
emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku
terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan
Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar,
tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan.
Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu
membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat
dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut
Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai
keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2007 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2007 : 65) orang cenderung menganut gaya-
gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri,
tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka
penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan
hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang dijalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat penulis dapat menyimpulkan bahwa
emosi adalah suatu perasaan (afeksi) yang mendorong individu untuk merespon
atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari
luar dirinya.
39
2. Fungsi Emosi
Uraian mengenai definisi emosi di atas tersebut, sedikit memberi
keterangan apa itu emosi dan bagaimana emosi itu bisa terjadi. Emosi tidaklah
selalu mendorong manusia untuk bertindak yang negatif. Emosi, jika mampu
dikendalikan akan mengarahkan setiap individu untuk melakukan tindakan yang
sangat bermanfaat, bahkan, tidak jarang berupa tindakan heroik.
Sebagai pemahaman akan maksud dan potensi emosi, tindakan
kepahlawanan tersebut mempertegas peran cinta tanpa pamrih yang lahir dari
emosi masing-masing individu dalam kehidupan ini. Emosi yang dirasakan dalam
hidup ini menyiratkan akan perasaan manusia yang terdalam, nafsu, dan hasrat
kita, merupakan pedoman penting, dan bahwa spesies manusia berutang sama
banyak pada kekuatan emosi karena dengan adanya emosilah manusia dapat
menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Kekuatan emosi
ini luar biasa, mampu mendorong manusia yang lain untuk menyelamatkan
manusia lain yang membutuhkan. Hal ini mengalahkan hasrat untuk menolong
diri sendiri. Bila ditinjau dari aspek nalar, pengorbanan diri semacam itu tidak
rasional; bila ditinjau dari aspek perasaan, tindakan tersebut merupakan satu-
satunya pilihan.
Keunggulan perasaan dibandingkan nalar pada saat-saat kritis semacam
itu, bila disimpulkan bahwa emosilah yang menjadi titik pusat jiwa manusia.
Emosi ini menuntun manusia menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang
terlampau riskan bila diserahkan kepada otak, bahaya, kehilangan yang
menyedihkan, bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekecewaan. Setiap
40
emosi menawarkan pola persiapan tindakan tersendiri; masing-masing menuntun
manusia ke arah yang telah terbukti berjalan baik ketika menangani tantangan
yang datang berulang-ulang dalam hidup manusia. Sering kali disalah
mengertikan mengenai emosi dalam kehidupan manusia. Sebagaimana diketahui
dari pengalaman, apabila masalahnya menyangkut pengambilan keputusan dan
tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih penting daripada
nalar. Manusia sudah terlampau lama menekankan pentingnya nilai dan makna
rasional murni yang menjadi tolok ukur tingkat intelektual dalam kehidupan
manusia. Bagaimanapun, kecerdasan tidaklah berarti apa-apa bila emosi yang
berkuasa.
3. Kecakapan Emosional
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire (seperti di kutip oleh Daniel Goleman: 2007) untuk
menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain adalah empati, mengungkapkan dan
memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi,
ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan adanya sikap hormat.
Kecerdasan emosional merupakan dasar dari semua tindakan dan perilaku
hasil ekspresi dari emosi tersebut. Tindakan dan perilaku inilah disebut dengan
41
kecakapan emosional. Kecakapan emosional ini meliputi aspek perkembangan
pribadi peranannya individu dalam lingkungan sosial. Berdasarkan kecakapan
emosional dari individu tersebutlah, tingkat perkembangan kecerdasan emosional
diukur, sejauh mana individu bersangkutan memaknai proses pelatihan dalam
memperkembangkan dan mengarahkan emosinya dengan cara yang baik.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang
sering disebut EQ (seperti di kutip Daniel Goleman : 2007) sebagai :
“Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”
Kecakapan emosional adalah bentuk dari kecerdasan emosional ini sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap
saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak
sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecakapan emosional. Keterampilan
EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Sebuah model pelopor lain tentang kecakapan emosional diajukan oleh
Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel (seperti di kutip oleh Daniel
Goleman: 2007), yang mendefinisikan kecakapan emosional sebagai serangkaian
kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan.
42
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2007 :
50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecakapan yang monolitik yang
penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum
kecakapan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecakapan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecakapan pribadi yang oleh
Daniel Goleman disebut sebagai kecakapan emosional.
Menurut Gardner, kecakapan pribadi terdiri dari :”kecakapan antar pribadi
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,
bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecakapan.
Sedangkan kecakapan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi
terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu
model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk
menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.”
(Goleman, 2007 : 52).
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecakapan antar
pribadi itu mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan
tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain. Dalam kecerdasan
antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan
akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk
membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun
tingkah laku.
43
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
memilih kecakapan interpersonal dan kecakapan intrapersonal untuk dijadikan
sebagai dasar untuk mengungkap kecakapan emosional pada diri individu.
Menurutnya kecakapan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
(empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.
Menurut Goleman, kecakapan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecakapan emosional adalah
kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina
hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
4. Faktor Kecakapan Emosional
Sesuai dengan kutipan dari Goleman dari Salovey (2007:58-59)
menempatkan menempatkan kecakapan pribadi Gardner dalam definisi dasar
tentang kecakapan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan
tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
44
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan
dasar dari kecakapan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut
Mayer (Goleman, 2007) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati
maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi
mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang
belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat
penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang
meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita.
Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang
menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
45
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,
yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut
Goleman (2007 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia
lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang
lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Robert Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang
mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri
secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman,
2007 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak
mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus
merasa frustasi (Goleman, 2007 : 172). Seseorang yang mampu membaca emosi
orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka
pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka
orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Membina Hubungan
46
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman,
2007 : 59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar
dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses
dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
berkomunikasi (Goleman, 2007 :59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai
orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina
hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat
dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengambil komponen-komponen utama
dan prinsip-prinsip dasar dari kecakapan emosional sebagai faktor untuk
mengembangkan instrumen kecakapan emosional.
5. Pengaruh Kecakapan Emosional
Anak-anak yang masih kecil pada dasarnya mempunyai sifat percaya diri
yang alami, bahkan ketika menghadapi sesuatu yang mustahil dan kegagalan
berulang kali. Sebagai penemu pertama eksperimen menara, Deborah Stipek
menulis, "Hingga usia enam atau tujuh tahun, anak-anak menaruh harapan yang
47
tinggi untuk berhasil meskipun kinerja pada usaha-usaha yang dilakukannya
hampir selalu buruk. Mereka hampir selalu mempunyai harapan dapat menaikkan
pelat sampai ke puncak, bahkan meskipun mereka hampir tidak mengangkat pelat
itu dari tempat asalnya tanpa menjatuhkan bola pada empat usaha pertama."
Kecakapan emosional/EQ, bukan didasarkan pada kepintaran seorang
anak, melainkan pada sesuatu yang dahulu disebut karakteristik pribadi atau
"karakter". Penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa keterampilan
emosional ini mungkin bahkan lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang
kemampuan intelektual. Dengan kata lain, memiliki EQ tinggi mungkin lebih
penting dalam pencapaian keberhasilan ketimbang IQ tinggi yang diukur
berdasarkan uji standar terhadap kecerdasan kognitif verbal dan nonverbal.
Daniel Goleman lewat Emotional Intelligence, memperluas konsep EQ ini
dan menyeruak menyadarkan masyarakat, dijadikan judul utama pada sampul
majalah Time dan dijadikan pokok pembicaraan dari kelas-kelas hingga ruang-
ruang rapat. Peran nyata dan pentingnya EQ bahkan telah sampai ke Gedung
Putih. "Tahukah kalian bahwa sekarang ada buku yang istimewa?" kata mantan
Presiden Clinton kepada para wartawan di Tattered Cover Bookstore di Denver,
Colorado, mengenai buku Daniel Goleman yang berjudul Emotional Intelligence.
Sangat tertariknya banyak orang kepada konsep kecakapan emosional
memang dimulai dari perannya dalam membesarkan dan mendidik anak-anak,
tetapi selanjutnya orang menyadari pentingnya konsep ini baik di lapangan kerja
maupun di hampir semua tempat lain yang mengharuskan manusia saling
berhubungan. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa keterampilan EQ
48
yang sama untuk membuat siswa menjadi bersemangat tinggi dalam belajar, atau
untuk disukai oleh teman-temannya di arena bermain, juga akan membantunya
dua puluh tahun kemudian ketika sudah masuk ke dunia kerja atau ketika sudah
berkeluarga.
Walaupun kecakapan emosional belum lama menjadi istilah populer
seperti sekarang, penelitian tentang bidang ini tidak baru. Selama lima puluh
tahun terakhir, sudah ribuan penelitian yang mempelajari perkembangan
keterampilan EQ pada anak-anak. Sayangnya, hanya sedikit di antara temuan-
temuan ini yang memperoleh jalan untuk diterapkan dalam praktek, terutama
karena skisma antara dunia akademik yang terpaku pada paradigma-paradigma
statistik yang terencana dengan cermat oleh para guru dan profesional bidang
kesehatan mental. Sekolah-sekolah sebagai informasi praktis tentang efektivitas
pengajaran kecakapan emosional. Walaupun ada kontroversi di antara para
pendidik mengenai faedah mengangkat masalah kesehatan mental ke dalam
pendidikan umum, namun selama dua puluh tahun terakhir, berbagai usaha telah
dikembangkan untuk pengajaran keterampilan emosional ini. Legitimasi
pengajaran keterampilan ini di sekolah-sekolah dapat dirunut balik ke sebuah
undang-undang yang disahkan Kongres, Public Law 94- 142, Education for All
Handicapped Children's Act (undang-undang pendidikan bagi anak-anak cacat).
Undang-undang yang merupakan terobosan besar ini menyatakan bahwa semua
anak mempunyai hak atas pendidikan umum tanpa memandang ketidakmampuan
atau kecacatan mereka, dan semua masalah yang merintangi kemampuan belajar
anak harus diatasi oleh sistem sekolah.
49
Psikolog sekolah dan guru-guru sekolah luar biasa yang berusaha
menerapkan undang-undang ini merupakan sebagian dari profesional-profesional
pertama yang mencoba menghubungkan apa yang sekarang disebut EQ dengan
prestasi akademik dan keberhasilan sekolah. Berkat upaya mereka, sekarang kita
dapat menyaksikan bermacam-macam teknik dan beragam program yang dikem-
bangkan untuk anak-anak dengan kebutuhan-kebutuhan khusus, dan
menerapkannya pada anak-anak di rumah.
C. Anak Luar Biasa
1. Konsep Kata Luar Biasa
Dalam masyarakat umum kata “luar biasa” seringkali dipakai untuk
menerangkan sesuatu yang hebat dan yang patut dikagumi, misalnya
memenangkan suatu perlombaan, juara kelas dan lain-lain. Karena itu kata luar
biasa jarang dipakai untuk menerangkan sesuatu yang berhubungan dengan
kekurangan. Misalnya miskin, cacat, bodoh dan sebagainya.
Dalam ilmu pendidikan (khususnya pendidikan luar biasa), kata luar biasa
digunakan untuk menerangkan hal-hal yang hebat juga hal-hal yang kurang.
Dalam konteks pendidikan luar biasa kata luar biasa menerangkan kecerdasan
yang menyimpang ke bawah bila dibandingkan dengan kecerdasan normal.
50
2. Pengertian Anak Luar Biasa
Pada dasarnya setiap individu mempunyai karakter dan kepribadian yang
berbeda. Perbedaan yang terjadi terkadang hanya sebagian kecilnya saja namun
juga tidak hanya sebagian kecilnya saja yang mengalami perbedaan yang
menyolok. Keadaan yang demikian ini menimbulkan istilah anak luar biasa yaitu
anak yang pertumbuhannya dan perkembangannya menyimpang dari
pertumbuhan dan perkembangan anak normal. Penyimpangan tersebut meliputi
pertumbuhan fisik, mental, sosial, emosi dan juga intelegensinya.
Istilah lain untuk menyebut anak luar biasa, antara lain adalah abnormal.
Kata abnormal berarti keluar atau menyimpang dari ukuran anak pada umumnya.
Untuk mengetahui seseorang itu menyimpang atau tidak, kita perlu mengetahui
ciri-cirinya, baik secara fisik maupun mental. Sebab seseorang yang abnormal
dalam satu segi, belum tentu abnormal pula dalam segi yang lain. Sebagai contoh,
anak yang berkelainan dalam fisik, belum tentu berkelainan dalam mentalnya.
Banyak pengertian anak luar biasa yang telah dirumuskan oleh para ahli,
salah satu diantaranya :
Menurut Sri Moerdani dan J. Sambira (1989:1) menyatakan:
Anak luar biasa adalah anak yang mengalami penyimpangan kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental dan sosial atau gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus, yang disesuaikan dengan penyimpangan, kelainan atau ketunaan mereka
Dari pengertian anak luar biasa yang dikemukakan tesebut, penulis dapat
menyimpulkan bahwa anak luar biasa adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan bila dibandingkan
51
dengan anak normal yang sebaya, baik dalam fisik, emosi, sosial dan mentalnya,
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan yang khusus untuk memperoleh
pertumbuhan dan perkembangan yang seoptimal mungkin.
3. Klasifikasi Anak Luar Biasa
Anak luar biasa dibedakan menjadi beberapa jenis yang sesuai dengan
kelainnya, yakni : Kelainan pendengaran, kelainan penglihatan, kelainan
kecerdasan, pertumbuhan fisik, sosial dan emosi.
a. Anak Tuna Rungu
Tuna rungu berasal dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna berarti
penyimpangan atau kelainan, dan rungu berarti kemampuan mendengar. Anak
dikatakan kelainan pendengaran apabila anak itu tidak mampu mendengar suara.
Ada orang yang tidak mampu mendengar suara, tetapi bisa diajak bicara, yaitu
menggunakan bahasa bibir yang disertai dengan ekspresi wajah. Ada orang yang
tidak bisa mendengar dengan suara biasa dan hanya bisa mendengar dengan suara
keras. Dan ada orang yang tidak bisa mendengar suara sama sekali, yaitu disebut
“Tuli”.
Ketunaruguan terjadi apabila udara tidak dapt diterima atau diteruskan ke
otak, karena terjadinya kerusakan pada saluran pendengaran, salah satu definisi
dikemukakan oleh Sri Moerdani dan J. Sambira. (1990)
Secara medis, ketunaruguan berarti kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena hambatan dalam perkembangan, sehingga bimbingan dan pendidikan khusus.
Tuna rungu atau kelainan pendengaran dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
52
1) Tuli; yaitu mereka yang kehilangan kemampuan dengar 90 dB atau lebih
2) Kurang dengar; yaitu mereka yang kehilangan kemampuan dengar kurang
dari 90 dB.
b. Anak Tuna Netra
Istilah una netra dari kata “Tuna” dan “Netra”. Tuna berarti penyimpangan
atau kelainan dan “Netra” berarti kemampuan melihat. Jadi, anak tuna netra dapat
diartikan sebagai anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan pada daya
penglihatan. Anak dikatakan tuna netra apabila kehilangan daya penglihatan
sedemikian rupa, sehingga tidak dapat memanfaatkan pengajaran anak awas.
Orang dikatakan buta apabila tidak dapat menangkap cahaya sama sekali. Seperti
yang dikemukakan oleh Slamet Riyadi (1977:19) bahwa:
“Anak yang tidak dapat melihat dapat disebut “buta”. Sedangkan yang masih dapat melihat tetapi penglihatannya samar-samar atau kabur, dikatakan anak yang tidak awas, tetapi tidak buta”.
Ada dua macam klasifikasi tuna netra, yaitu buta total (Total Blind) dan kurang
lihat (Low Vision). Sedangkan alat yang dipakai untuk mengukur daya
penglihatan adalah Kartu Snellen.
c. Anak Tuna Grahita
Istilah tuna grahita berasal dari kata “Tuna” dan “Grahita”. Tuna berarti
kelainan atau penyimpangan. Grahita berarti mental atau intelegensi. Anak tuna
grahita adalah anak yang perkembangan mental atau kecerdasannya serta adaptasi
tingkah lakunya sedemikian terbelakang, sehingga mereka memerlukan pelayanan
pendidikan yang khusus, agar potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan
sesuai dengan situasi anak.
53
Secara umum, perkembangan mental anak tuna grahita lebih rendah dari
anak normal. Kapasitas intelektual (IQ) anak normal rata-rata berkisar antara 90-
110. Anak dapat digolongkan luar biasa, jika IQ nya dibawah dari 90. Orang-
orang yang terbelakang mental adalah mereka yang tidak dapat menolong dirinya
sendiri, karena keterbelakangan mental (Sri Murdani, 1990:42).
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa anak tuna grahita
adalah anak yang mengalami kelainan dalam hal perkembangan dan memiliki
kadar kecerdasan yang rendah sehingga mengakibatkan terbatasnya
perkembangan kemampuan sehingga mereka tidak dapat mengikuti pelajaran di
sekolah umum, maka dari itu untuk mengembangkan kemampuannya sangat
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.
Adapun klasifikasi anak tuna grahita dengan meninjau beberapa sudut
pandang:
1) Klasifikasi menurut kecacatan (Degree of Defect)
a) Idiot : Seorang yang memiliki derajat kecerdasan paling rendah 0-25,
sehingga tidak dapat mengurus diri sendiri (mampu rawat).
b) Embisil : Seorang yang memiliki derajat kecerdasan antara 25-50 dengan
latihan dapat mengurus diri sendiri (mampu latih).
c) Debil / moron : Seorang yang memiliki derajat kecerdasan antara 50-70,
disamping dapat dilatih mengurus diri sendiri juga mampu didik.
d) Borderline Child : Seorang yang memiliki derajat kecerdasan antara 70-80,
mampu didik dan dapat mengikuti pendidikan di sekolah umum.
2) Klasifikasi menurut penyebab (Etiologi)
54
a) Kecacatan mental karena faktor keturunan yaitu: faktor penyebab kelainan baik
yang bersifat organis maupun sensorik serta genetik yang diturunkan oleh
generasi sebelumnya.
b) Kecacatan mental karena gangguan fisik yaitu: pada waktu ibu mengandung
terserang penyakit yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan, misalnya:
campak, virus, polio, dan lain-lain.
c) Kecacatan mental karena kerusakan otak yaitu: pada saat ibu hamil sering
mengkonsumsi obat-obatan yang kurang baik bagi bayi dalam kandungan.
3) Klasifikasi menurut tipe-tipe klinis
a) Crefinisme : anak kerdil, kondisi dimana perkembangan fisik terhambat
disebabkan tidak adanya perkembangan tyroid.
b) Mongolisme / Down Syndrome : bentuk keterbelakangan mental yang disertai
ciri fisik yang mirip bangsa mongol.
c) Hydrocephalus : kepala yang berisi / kepala busung, hal ini berkenaan dengan
banyaknya cairan di dalam otak sehingga tengkorak kepala menjadi besar.
d) Macrocephalus : bentuk kepala yang sangat besar dibandingkan dengan badan
anak.
e) Microcephalus : bentuk kepala sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran
badannya.
4) Klasifikasi menurut tujuan pendidikan
a) The feoble kinded children, yaitu : kelompok anak-anak yang disebut
uniducable sehingga memerlukan perawatan terus menerus.
b) The mentally handicapped children, yaitu : kelompok anak-anak yang memiliki
55
kemampuan mengikuti program pelayanan pendidikan khusus yang juga
disebut presendifecble kinded
c) The slow learn, yaitu : kelompok anak-anak dengan kemampuan akademiknya
sedikit tertinggal dan perlu bimbingan khusus.
d. Anak Tuna Daksa
Istilah tuna daksa berasal dari kata “Tuna” dan “Daksa”. Tuna artinya
kelainan atau penyimpangan sedangkan daksa berarti jasmani atau fisik. Jadi, tuna
daksa berarti kelainan tubuh atau cacat pada tubuh. Cacat tubuh ada yang berat
dan ada yang ringan. Bentuknya pun beraneka macam. Ada yang tidak
mempunyai kaki sebelah atau dua-duanya, ada yang tidak mempunya tangan satu
atau dua-duanya. Ada yang anggota tubuhnya lengkap, tetapi layu sebagian atau
dua-duanya dan sebagainya.
Menurut Sri Moerdani dan J. Sambira(1990:20) bahwa anak tuna daksa
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1) Polio
Polio adalah suatu kecacatan yang ditandai dengan kelumpuhan yang sifatnya
layu atau lemas dan dapat menyerang secara sistematis (aimetris)
2) Celebral Palcy (CP)
Celebral Palcy adalah kekakuan atau kelayuan yang disebabkan oleh kelainan
otak, sehingga penderitanya mengalami keterbatasan dalam berpikir atau
bergerak
3) Cacat Tubuh lainnya
Yaitu semua kelainan tubuh yang bukan termasuk polio atau CP
56
e. Anak Tuna Laras
Istilah lain sering dijumpai adalah anak tuna sosial, anak nakal, anak
sukar, anak berkelainan tingkah laku dan sebagainya. Tuna sosial dikenakan pada
mereka oleh salah satu sebab melakukan pelanggaran sosial terhadap peraturan
atau hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, seperti : adat istiadat,
kepercayaan, undang-undang dan sebagainya, yang berlaku di lingkungan sosial.
4. Faktor Penyebab Anak Luar Biasa
Ada beberapa faktor yang mengakibatkan anak menjadi luar biasa,
diantaranya :
a. Faktor penyebab yang datangnya dari luar diri anak (eksogen)
Kelainan atau penyimpangan yang diakibatkan oleh kecelakaan, penyakit dan
kekacauan. Sri Moerdani dan J. Sambira M. (1989:223-224), menyatakan
bahwa : “kecelakaan dapat menyebabkan anak menjadi luar biasa”
Keluarbiasaan anak dapat terjadi ketika anak belum lahir (Pranatal), pada
saat lahir (Natal) dan sesudah lahir (Post Natal). Contoh : Kecelakaan yang
menimpah anak ketika belum lahir, misalnya : Waktu ibu hamil terjatuh, kena
tabrak, salah mengkonsumsi obat, alkohol dan keracunan. Sedangkan pada saat
lahir, misalnya penyempitan jalannya kelahiran sehingga menggunakan tang / di
kop, bayi sebelum waktunya (prematur). Ketika sudah lahir, misalnya geger otak,
patah tulang. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyakit, misalnya : Cacar,
typus, rubella yang menyerang ibu waktu hamil.
b. Faktor yang berasal dari diri anak (endogen)
57
Faktor endogen yaitu penyimpangan yang berasal dari dalam diri anak.
Penyimpangan ini bisa terjadi pada saat anak masih dalam kandungan. Misalnya
hereditas, yaitu kelainan atau penyimpangan yang diwariskan oleh orang tua.
5. Karateristik Anak Luar Biasa
Karakteristik identik dengan istilah ciri-ciri khusus, terutama yang dimiliki
oleh anak luar biasa. Berikut ini karakteristik anak luar biasa dipandang dari tiga
sudut:
a. Karakteristik anak luar biasa ditinjau dari kepribadian.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak normal anggota tubuhnya komplit
jasmani dan rohaninya baik. Orang normal, biasanya menunjukkan pribadi
sebagai berikut :
1) Memiliki perasaan aman, yaitu mampu mengadakan hubungan dengan
lingkungan secara serasi.
2) Dapat mengadakan penelitian diri yang tepat
3) Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang tepat
4) Memiliki pandangan yang luas dan realitas
5) Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidup
6) Mampu mengadakan orientasi sosial terhadap lingkungannya
7) Ada integrasi dalam pribadinya
Kriteria tersebut merupakan ukuran yang ideal, hal ini berarti bahwa setiap
anak yang normal biasanya menunjukkan sikap seperti itu. Namun, tidak berarti
bahwa anak yang tidak menunjukkan sikap seperti itu, lalu digolongkan anak luar
58
biasa. Dikatakan anak luar biasa, jika perbuatannya menyimpang jauh dari anak
normal. Sri Moerdani dan J. Sambira (1990) menyatakan :
Pribadi luar biasa realitas jauh dari status sosial. Sering menimbulkan gangguan mental dan emosi, kadang diliputi oleh konflik batin dan jiwanya yang tidak stabil, acuh tak acuh, selalu gelisah, penakut dan sering sakit-sakitan.
b. Karakteristik anak luar biasa ditinjau dari tingkah laku
Biarpun ditentukan batas normal dan luar biasa, pada kenyataannya
memang ada anak yang normal dan anak luar biasa. Tingkah laku normal adalah
sikap hidupnya sesuai dengan pola kehidupan masyarakat setempat, sehingga
anak dengan mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Tetapi bila ada
anak yang tingkah lakunya jelas-jelas menyimpang, maka anak tersebut adalah
anak luar biasa.
c. Karakteristik anak luar biasa dari segi emosi
Emosi sangat erat hubungannya dengan jiwa dan tingkah laku. Sehingga,
untuk mengetahui karakteristik anak luar biasa, perlu diketahui dari tingkah
lakunya. Tingkah laku yang terlihat adalah sebagai berikut :
1) Kurang matang dalam menghadapi tuntutan kehidupan
2) Kurang berani dalam bergaul
3) Emosi tidak stabil
4) Kurang senang untuk bergaul
5) Kurang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada dimasyarakat
7) Mudah terpengaruh kedalam tingkah laku yang kurang baik
8) Mudah marah dan cepat tersinggung
59
6. Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa
Dalam usaha merencanakan dan menyelenggarakan pendidikan luar biasa
perlu didasari suatu landasan yang kuat, agar dapat menjamin dan mendukung
kegiatan-kegiatan pendidikan. Yang dimaksud dengan landasan atau dasar
pendidikan anak luar biasa adalah hal-hal yang menjadi dasar dalam
penyelenggaraan pendidikan anak luar biasa. Landasan-landasan tersebut adalah :
a. Landasan Idil Filosofis
Pendidikan di Indonesia berfilsafat Pancasila yang bertitik tolak dari
kodrat hakekat pada umumnya.
b. Landasan Yuridis Formil
1) Undang-Undang Dasar 1945
Didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alenia ke empat
menyatakan bahwa :
“... ... dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa ... ...”
Selanjutnya pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan bahwa :
Pasal 31 ayat (1) : Tiap tiap warga negara berhak mendapat pengajaran Pasal 31 ayat (2) : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional dengan Undang-Undang. Maka dari itu Undang-Undang Dasar 1945 adalah pengakuan terhadap hak
memperoleh pengajaran bagi semua warga negara, termasuk anak luar biasa untuk
memperoleh pendidikan yang sama dengan anak pada umumnya.
2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
60
Yang menerangkan dengan langsung tentang pendidikan dan pengajaran
luar biasa sebagai berikut ;
Bab II pasal 3 : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bab IV pasal 5 ayat (2) :
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Bab V pasal 12 ayat (1b):
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Bab VI pasal 32 ayat (1) :
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
c. Landasan Psikologis dan Pedagogis
Pada hakekatnya, semua manusia berbeda satu dengan yang lainnya. Sri
Moerdani dan J. Sambira (1990), mengatakan : “ Setiap anak atau orang yang
memiliki ciri khas tersendiri, baik pertumbuhan fisik maupun perkembangan
mental dan sosialnya”. Antara anak yang normal dan yang luar biasa mempunyai
perbedaan yang menyolok, terutama pada segi psikologis. Oleh karena perbedaan
yang menyolok itulah, maka anak luar biasa mendapat pendidikan yang khusus.
d. Landasan Sosial Ekonomi
Sejalan dengan tujuan pendidikan luar biasa, maka anak luar biasa yang
telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Luar Biasa, diharapkan dapat
61
berkembang sesuai dengan kemampuannya. Diharapkan pula anak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia berada. Untuk mencapai tujuan
ini, perlu adanya dukungan dari orang tua dalam bidang ekonomi, agar anak dapat
mandiri.
7. Tujuan Pendidikan Luar Biasa
Tujuan pendidikan untuk anak luar biasa tidak jauh berbeda dengan tujuan
pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Karena tujuan pendidikan anak
luar biasa tidak terlepas dari tujuan Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan luar
biasa adalah agar anak luar biasa memahami kelalaiannya, menyadari bahwa
mereka adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, sesuai dengan
kemampuan yang ada, serta bersyukur atas keagungan Tuhan yang begitu besar.
Salah satu tujuan utama yang diharapkan dari pendidikan luar biasa
melalui sekolah, yaitu mereka diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan seoptimal mungkin sehingga memenuhi hak dan kewajibannya
sebagai anggota masyarakat dan tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat sekita. Sedangkan tujuan khususnya dari pendidikan luar biasa ini,
sebagaimana dikemukakan oleh SA. Bratanata (1976), sebagai berikut :
a. Agar anak berkelainan menjadi warga negara ber-Pancasila dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Agar anak sehat jasmani dan rohani c. Agar anak dapat menerima keadaan dirinya dan berusaha mengembangkan kemampuan yang ada d. Agar anak dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan e. Agar anak dapat menolong dirinya sendiri dan dapat mengembangkan rasa aman dan bahagia kepada lingkungannya f. Agar anak dapat bertumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang bertanggung jawab
62
Bertitik tolak dari tujuan pendidikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pendidikan bagi anak luar biasa bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
tetapi juga untuk memperoleh keterampilan, yang nantinya akan berguna bagi
masa depan anak di masyarakat.
8. Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa
Secara umum, organisasi atau lembaga sekolah pada saat ini memakai
sistem kelas. Anak-anak diklasifikasikan atas dasar usia. Pada pendidikan luar
biasa, terkadang mengalami kesulitan untuk mengklasifikasikan anak luar biasa
dari segi usia, karena anak luar biasa memiliki kecacatan yang berbeda. Dengan
demikian pendidikan untuk anak luar biasa harus dipisahkan dari anak normal
berdasarkan pandangan bahwa adanya kekhwatiran akan keadaan anak luar biasa,
dalam hal pelajaran, pergaulan dan pekerjaan. Adapun pemisahan tersebut
meliputi :
a. Sekolah Khusus
Bentuk ini merupakan bentuk yang sempurna. Anak-anak bukan hanya
dipisahkan dari anak normal saja, melainkan juga dari anak lain yang termasuk
luar biasa. Bahkan diantara anak luar biasa yang sejenis, juga masih bisa
dipisahkan, mana yang pandai dan mana yang lamban.
1) SLB-A (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Netra)
Jenis SLB-A ini diberikan kepada anak atau orang yang mengalami
kelainan dalam penglihatan, karena tidak dapat mengikuti pendidikan biasa. Ciri
63
dari pendidikan khusus ini adalah “Huruf Braile”. Alat tulis yang digunakan
adalah “Reglete daan pen / stils” dan mesin ketik braile.
2) SLB-B (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Rungu)
Sekolah ini dikhususkan bagi anak yang mengalami kelainan pendengaran
yang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dimasukkan ke sekolah biasa. Ciri-
ciri khusus dari SLB-B adalah “Bahasa Isyarat, lib rading / membaca bibir, mimik
muka dan gerakan tubuh atau lebih dikenal dengan sebutan Sign Language)
3) SLB-C (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Grahita)
Sekolah ini untuk anak yang berkelainan mental, yakni anak yang tingkat
kemampuan atau kecerdasannya dibawah dari anak normal. Jika dibandingkan
dengan sekolah biasa, metode penyampaian materi di SLB-C tidak jauh dengan
sekolah biasa. Hanya waktu dan alat bantu belajar yang sedikit berbeda.
4) SLB-D (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Daksa)
Jenis pendidikan ini ditujukan kepada anak / orang yang menyandang
cacat atau kelainan tubuh. Misalnya : Polio, Celebral Palcy (CP), Hemiplegia dan
sebagainya. Sekolah untuk anak tuna daksa biasanya dilengkapi dengan berbagai
macam alat anggota badan buatan / protese, fisio therapi (pengobatan tanpa bahan
kimia dan bedah) dan peralatan-peralatan, seperti; kursi roda, kruk dan
sebagainya.
5) SLB-E (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Laras)
Sekolah ini untuk anak yang mengalami kelainan tingkah laku dan emosi.
Hal utama yang perlu diperhatikan bagi anak tuna laras adalah bimbingan secara
khusus dari orang yang mengerti masalah-masalahnya.
64
6) SLB-F (Sekolah Luar Biasa untuk Anak Gifted / Genius)
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak yang kemampuannya di atas atau
lebih dari anak normal. Untuk Indonesia, sekolah ini belum begitu banyak.
Sebagai akibatnya, anak gifted atau genius dimasukkan di sekolah biasa, dengan
sistem percepatan “akselerasi” (percepatan)
b. Pendidikan di Asrama dan Panti Rehabilitasi
Pendidikan di asrama merupakan salah satu bagian dari kegiatan asrama,
sedangkan pendidikan panti rehabilitasi bagi mereka yang menjelang dewasa.
Mereka dilatih dalam pekerjaan sederhana sebagai pegangan hidupnya.
c. Kelas Khusus
Kelas khusus terdiri dari satu kelas atau dua kelas, yang berfungsi sebagai
satu sekolah atau kelas khusus. Jika suatu kelas berfungsi sebagai kelas khusus,
ini merupakan salah satu bentuk pelayanan anak luar biasa, dimana kelas khusus
tersebut merupakan bagian dari salah satu sekolah.
d. Integrasi (Terpadu)
Salah satu layanan pendidikan anak luar biasa yang berbentuk integrasi,
disebut “Sekolah Terpadu”. Adapun bentuk terpadu adalah :
1) Integrasi Penuh
Anak luar biasa bisa mengikuti pelajaran secara penuh dengan anak
normal. Integrasi penuh ini berlaku untuk anak luar biasa yang intelegensinya
normal. Misalnya : Anak tuna fisik, kecuali olah raga. Sedangkan bagi tuna netra,
yang perlu mendapat bimbingan khusus adalah membaca “Braile”
2) Integrasi Sebagian
65
Pada integrasi sebagian, anak luar biasa mengikuti sebagian bidang studi
bersama anak normal, dan sebagian lagi, anak luar biasa terpisah dengan anak
normal dalam hal belajar.
3) Integrasi Lokasi
Integrasi lokasi ini diperuntukkan bagi anak luar biasa yang mempunyai
kelainan berat. Mereka bermain di lapangan atau lokasi yang sama, tetapi kelas /
tempat berlajar berbeda.
D. Perkembangan Anak Luar Biasa
Penulis menfokuskan terhadap anak tunagrahita yang mengalami
hambatan dalam perkembangannya, terutama perkembangan kemampuan
(intelegensi). Sehingga sangat mempengaruhi pada jiwa dan kepribadiannya.
1. Perkembangan Fisik
Dalam segi fisik anak tunagrahita banyak mengalami hambatan, walaupun
ada sebagian yang terganggu dalam keseimbangan yang terjadi di dalam dirinya.
Demikian pula ada sebagian anak tunagrahita yang perkembangan fisiknya
terhambat akibat tekanan-tekanan jiwa yang dideritanya, sebaliknya anak
tunagrahita yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanan-tekanan jiwa
yang dideritanya. Sebaliknya tunagrahita mengakibatkan hambatan dalam
berbagai perkembangan dalam berbagai proses belajar mengajar yang banyak
memerlukan bantuan
66
2. Perkembangan Intelegensi
Perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh berbagai macam proses
belajar mengajar, sehingga hambatannya sangat besar pada tingkat intelegensinya.
Kerendahan tingkat intelegensi anak tunagrahita berasal dari kemampuan
intelektualnya yang rendah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebabnya,
maka pemberian bimbingan dan pembinaan yang teratur dan sistematis akan dapat
membantu perkembangan intelegensinya anak tunagrahita.
3. Perkembangan Emosional
Keterbatasan kemampuan dapat juga mengakibatkan kesukaan yang
akhirnya menghambat perkembangan emosional. Emosi ini tidak tersalurkan
sehingga membawa berbagai macam dampak, terjadi reaksi lambat dan sukar
memusatkan perhatian. Selain itu sering kali terjadi emosi yang meledak-ledak
dan terkadang tidak terkendali.
Hal ini tentunya sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak
tunagrahita yang terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada
umumnya diarahkan pada anak itu sendiri. pertemuan antara faktor-faktor dalam
diri anak tunagrahita sering gagal mengenal pengalaman-pengalaman lampau,
kurang inisiatif dan tidak mampu menciptakan pedoman kata sendiri.
E. Efektivitas
Dalam memaknai efektivitas, setiap orang memberi arti yang berbeda
sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Efektif berarti ada
67
efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab, dapat
membawa hasil. Jadi efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Segala bentuk organisasi dan
institusi menjadi sangat efektif jika setiap orang menyadari dan melaksanakan
tugasnya secara definitif, yang dapat dimengerti, dapat dilaksanakan dan yang
merangsang pengembangan pribadinya. Efektivitas selalu berhubungan dengan
personal / pribadi, karena manusia dapat berfungsi secara baik hanya ketika ia
memiliki hubungan sosial.
Menurut Mulyasa, efektivitas biasanya berkaitan erat dengan
perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan / hasil
yang dicita-citakan (2002:82).
Dari konsep tersebut di atas, penulis mengambil paradigma efektivitas dari
Mulyasa yaitu perbandingan hasil nyata dengan hasil yang dicita-citakan.
Efektivitas pendampingan personal terhadap anak luar biasa berhasil apabila dari
kenyataan situasi anak luar biasa di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
mengalami perkembangan , yaitu mampu mengenali emosi mereka serta dapat
mengekspresikannya secara benar tanpa merugikan orang yang ada disekitarnya.
Dari uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa efektivitas pendampingan personal
berfokus pada personal / manusia. Pribadi dan situasi personal lebih penting dari
pada benda.
68
F. Kerangka Pikir
Karya pastoral gereja dimengerti sebagai tindakan gereja yang
menyangkut keseluruhan umat Allah dalam rangka melaksanakan tugas perutusan
serta penggilannya, dimana seluruh umat terlibat untuk mewujudkan Kerajaan
Allah (Adisusanto, 200:14) seperti persaudaraan, kesatuan, pembebasan,
kemerdekaan, perdamaian, keadilan, kebenaran, kebahagiaan dalam layanan
seluruh umat.
Tujuannya tidak lain adalah pembebasan dan perkembangan umat manusia
secara integral. Pastoral gereja ini merupakan janji akan adanya keberhasilan dan
kebahagiaan yang berwujud kehidupan manusia yang bersatu serta didasari
pertobatan, yakni pernyerahan diri secara total kepada Allah.
Secara khusus dalam pendampingan terhadap anak luar biasa dalam
membantu perkembangan kecakapan emosional mereka merupakan tujuan
pastoral dalam mengangkat harkat dan martabat manusia sehingga keberadaan
mereka diakui di masyrakat sebagai citra Allah.
Proses pendampingan personal terhadap perkembangan kecakapan
emosional anak luar biasa ini membutuhkan waktu yang tidak singkat dan
pendampingan secara intensif oleh tenaga pendamping dan juga orang tua.
Pendampingan ini dilaksanakan dengan metode-metode yang ada dan sesuai
dengan kondisi anak, dan didukung oleh materi-materi serta kreativitas dari
pendamping. Dengan demikian, anak-anak dibantu dari keadaan awal yang tidak
bisa apa-apa berkembang menjadi bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi
kehidupannya sendiri dan masyarakat.
69
Metode gabungan dan metode individual merupakan cara dalam
pelaksanaan pendampingan ini. Dengan metode gabungan anak luar biasa
dikelompokkan sesuai dengan tingkat retardasi mental mereka, kemudian dalam
kelompok ini masing-masing anak didampingi sesuai dengan keunikan atau
kekhasan mereka, ini disebut pendampingan dengan metode individual. Metode-
metode pendampingan ini menjadi efektif dan mempunyai dampak positif dalam
mendukung keberhasilan visi dan misi SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang.
G. Fokus
Ada pun fokus penelitian efektivitas pendampingan personal terhadap
anak luar biasa dalam memperkembangan kecakapan emosional di SLB-C Sang
Timur Ciledug Tangerang adalah, hasil nyata di bandingkan dengan hasil yang
dicita-citakan atau tujuan yang direncanakan sesuai dengan tujuan nyata yang
dicapai oleh SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang.
H. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah tujuan, indikator, kriteria dan hasil SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang ?
2. Apakah tujuan, indikator, kriteria dan hasil pendampingan personal?
3. Seberapa efektif pendampingan personal dalam perkembangan
kecakapan emosional di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang?
70
BAB III
METODOLOGI, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif dalam sebuah penelitian merupakan penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini tidak hanya diarahkan
pada latar belakang dan individu organisasi ke dalam variabel tapi memandangnya
sebagai kesatuan utuh (Muhadjir, 2000: 24-25). Sedangkan pendekatan
fenomenologis berarti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya
terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong, 2001:9). Hal terebut
berarti pengalaman manusia diperiksa melalui penjelasan yang terperinci dari
orang yang diselidiki. Pendekatann fenomenologi ini diambil dengan
pertimbangan bahwa peneliti dituntut untuk bersatu dengan subjek penelitian.
Keterlibatan peneliti di lapangan dan penghayatan yang dilakukan merupakan
salah satu ciri pendekatan fenomenologi. Penelitian ini diambil atas dasar
spesifikasi obyek penelitian sekaligus mendalami tentang obyek kajian tersebut.
2. Pemilihan Setting
Pemilihan setting dalam penelitian ini adalah SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang. SLB-C ini merupakan salah satu sekolah untuk anak-anak
berkebutuhan khusus yang ada di Kabupaten Banten, Tangerang. Sekolah luar
71
biasa ini didirikan oleh Yayasan Sang Timur yang dikelola oleh para suster Sang
Timur sendiri. Sekolah luar biasa ini terbuka untuk semua kalangan masyarakat
yang memiliki anak yang berkebutuhan khusus.
3. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan 5 orang guru
dan bercengkerama dengan 4 siswa SMA dan 3 siswi. Hal ini memungkinkan
untuk membantu memperlancar pencarian data secara objektif.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Observasi dilakukan dengan mengamati langsung kegiatan siswa-siswi
ketika sedang dalam proses belajar mengajar dan pada waktu istirahat,
mendokumentasikan kejadian di lapangan berupa foto-foto dengan kamera digital.
Selain itu penulis juga melakukan wawancara disertai dengan pertanyaan
panduan wawancara dilakukan dengan dua cara, yaitu; dengan pembicaraan
informal bersifat institusional dan spontanitas peneliti dan dengan pertanyaan-
pertanyaan yang telah disusun berdasarkan tema.
5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data (Truthworthiness)
Validitas : membandingkan hasil pengamatan peneliti dengan hasil
wawancara. Ternyata hasil pengamatan dan hasil wawancara sesuai, ini berarti
data dari hasil penelitian valid karena sesuai dengan kenyataan di lapangan (bukti
dapat dilihat pada lampiran hasil wawancara dan data-data yang berupa foto-foto).
Reliabilitas : ditunjukkan dengan jalan mengadakan replikasi studi sebagai
alat. Jika dua atau beberapa kali diadakan pengulangan suatu studi dalam kondisi
72
yang sama dan hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan reliabilitasnya
tercapai ( bukti terlampir pada lembaran hasil wawancara)
Obyektivitas : adalah kesepakatan antar subyek. Disini pemastian bahwa
sesuatu itu obyektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Jadi, dalam hal ini
obyektivitas-obyektivitasnya suatu hal tergantung hal itu tergantung pada
kesepakatan ini dilakukan dengan 5 orang responden, yaitu; Sr Sylvia, PIJ, Ibu
Albert, Ibu Sari, Ibu Murni dan Ibu Ratri ( bukti persetujuan dapat dilihat pada
lampiran tanda tangan persetujuan dari lima responden tersebut tentang hasil
wawancara terhadap mereka semua).
6. Teknik Analisa Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan
sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah
mengadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi ini
merupakan rangkuman inti, proses dan penelitian ini.
Adapun langkah-langkah tersebut seperti yang digambarkan pada kerangka
dibawah ini;
73
Pada tahap reduksi, data-data yang sudah dipilih kemudian dikategorikan
sesuai dengan tema/kategori (display), kemudian peneliti menarik kesimpulan
dengan mendeskripsikan fenomena lapangan yang sesuai atau berhubungan sangat
dekat dengan pandangan subyek penelitian berdasarkan data-data yang ada. Dan
pada tahap terakhir melakukan verifikasi antara data-data yang sudah
dikumpulkan dengan kejadian di lapangan.
B. Hasil Penelitian
Peneliti mulai melakukan observasi di SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang pada tanggal 27 April 2009 sampai tanggal 2 Mei 2009. Peneliti
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan belajar mengajar mulai dari masuk hingga
semua siswa/wi pulang. Dengan demikian observasi dapat dilaksanakan lebih
efektif sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti.
1. Temuan Umum
a. Latar Belakang SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Yayasan Karya Sang Timur yang berpusat di Malang adalah suatu yayasan
yang bergerak di bidang pendidikan, pengajaran yang secara khusus
Kesimpulan
Display
Verifikasi
Reduksi
74
memperhatikan serta mengutamakan mereka yang lemah, miskin, tersisih dari
masyarakat. Juga yang cacat dengan wawasan kebangsaan tanpa membedakan
suku, bangsa, golongan maupun agama. Dengan visi mendidik siswa menjadi
mandiri, terampil, berprestasi, berinteraksi sosial berdasarkan iman dan kasih.
Dasar dari SLB-C Sang Timur ini adalah Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai
dengan semangat iman Kristiani. Misinya SLB-C Sang Timur ini adalah siswa
mampu melaksanakan ajaran agama, mampu mandiri, mampu berkarya, mampu
membaca, menulis dan berhitung, mampu berprestasi dalam bidang non akademik
serta mampu berinteraksi.
Pada tanggal 18 Juli 1992, atas persetujuan Yayasan Karya Sang Timur
Pusat Malang, dimulailah pendirian gedung sekolah dengan peletakan batu
pertama yang dilaksanakan oleg Ny. JB. Sumarlin isteri mantan menteri
Keuangan RI. Adapun lokasi bangunan masih berada di dalam kompleks
Keuangan RI di Jalan Barata Pahala 37 Ciledug 15157 Tangerang. Bersamaan
dengan dimulainya pembangunan gedung sekolah tersebut dan izin operasional
dari Kakanwil Dekdikbud Jawa Barat tertanggal 1 Desember 1992 No.
911/I02?Kep/E/92, maka pada tanggal 20 Juli 1992 secara resmi SLB-C Katolik
Sang Timur dibuka/dimulai dengan menumpang di Sekolah Dasar Katolik Sang
Timur yang kebetulan masih mempunyai 3 ruang kosong dan pada saat itu sudah
ada 5 murid luar biasa, 2 orang suster dan 2 tenaga pengajar.
Seiring dengan berjalannya waktu, SLB-C Sang Timur pun semakin
berkembang mulai dari pembangunan gedung dan jumlah siswa. Sampai saat ini
75
bangunan terdiri dari 2 lantai dengan 12 ruang kelas dan mampu melayani 120
anak (setiap kelas maksimal 10 anak).
Tabel Jumlah Siswa-siswi SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Tingkat Laki-laki Perempuan Total TK 7 4 11 SD 32 36 68
SMP 10 8 18 SMA 7 7 14
Alumni (yang bekerja di Unit Pelatihan Keterampilan)
3 2 5
Murid observasi 2 2 4 TOTAL 61 59 120
b. Tujuan Pendidikan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang 1) Mengangkat harkat dan martabat anak-anak tunagrahita 2) Menyadari/menerima keadaan dirinya. 3) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik. 4) Memiliki kehidupan jasmani, rohani, dan mandiri serta dapat bersosialisasi dengan masyarakat pada umumnya 5) Memiliki pengetahuan, keterampilan sederhana dan sikap dasar untuk berkomunikasi, bekerja dan berintegrasi dalam kehiduapan masyarakat serta berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. 6) Agar mereka dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki keterampilan dan sikap cinta tanah air dan sesama, mampu mandiri membangun dirinya sendiri dan masyarakat pada umumnya.
c. Tujuan Bidang Kurikulum di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang. 1) Mewujudkan kemadirian anak dalam bidang komunikasi, bina diri, sosial- emosional, fungsional dan vokasional sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya (bila berkeluarga dalam masyarakat). 2) Melibatkan orangtua / wali murid untuk berpartisipasi dan proaktif dalam mewujudkan keberhasilan tujuan pendidikan sekolah. 3) Menumbuhkan kesadaran masyrakat akan keberadaan anak-anak tunagrahita ringan, sedang dan autisme ringan bahwa anak-anak tersebut mempunyai hak yang sama dengan anak-anak yang lain dalam masyarakat. 4) Menumbuhkan sikap masyarakat untuk menghargai hasil karya dari kemapuan anak anak tunagrahita ringan, sedang, dan autisme ringan tersebut. 5) Menciptakan situasi kegiatan belajar mengajar yang kondusif demi perkembangan anak tunagrahita ringan, sedang dan autisme ringan dengan
76
terciptanya budaya belajar yang aman, tertib dan disiplin.
d. Tujuan Bidang Kesiswaan di SLB-C Sang Timur Tangerang. 1) Membina anak tunagrahita ringan, sedang dan autisme ringan untuk lebih mengenal kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. 2) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif (aman, nyaman dan tertib). 3) Menggali dan mengembangkan potensi anak tunagrahita ringan, sedang dan autisme ringan. 4) Tujuan Bidang Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang. 5) Mengembangkan kualitas pendidikan dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berada di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang. 6) Mengembangkan komunitas iman yang dijiwai semangat kasih persaudaraan /kekeluargaan, kegembiraan, kesederhanaan di unit SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang.
e. Metode yang digunakan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Metode yang digunakan adalah metode gabungan dan metode individual.
Artinya anak-anak tetap mengikuti proses belajar mengajar dalam satu kelas
bersama dengan rekan-rekannya, namun guru tetap memperhatikan kekhasan
masing-masing anak. Metode gabungan(Gbr.1a) ini memungkinkan anak bersikap
aktif dan mandiri serta mampu berkomunikasi dengan sesama anak luar biasa
maupun dengan masyarakat pada umumnya. Sedangkan metode individu (Gbr.1b)
dengan maksud bahwa setiap anak mempunyai kekhasannya masing-masing dan
membutuhkan pelayanan secara individu pula untuk perkembangan potensi anak.
Gbr.1a. Metode Individual Gbr.1b. Metode Gabungan
77
Anak-anak dipisahkan sesuai dengan tingkat retardasi mental dan
hambatan pribadi masing-masing anak dalam belajar, misalnya; anak-anak yang
tidak bisa membaca dan menulis digabungkan menjadi satu kelas, dalam kelas ini
dibagi lagi menurut hambatan dari anak-anak yang tidak bisa membaca dan
menulis ini dalam mengikut porses belajar mengajar. Dari keadaan awal inilah
para guru di SLB-C Sang Timur mendampingi sesuai dengan kebutuhan dan
potensi dalam diri anak. Dengan demikian, guru dapat membantu perkembangan
kepribadian dan mengarahkan potensi-potensi dalam diri anak-anak tersebut.
Alasan metode ini digunakan adalah anak yang memiliki taraf kecerdasan
di bawah rata-rata normal, maka metode gabungan ini yang terdiri dari model drill
(pengucapan kata secara berulang), ceramah, demontrasi, dan lain-lain
memungkinkan anak untuk cepat mengerti.
f. Kegiatan-kegiatan di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
1) Kegiatan Belajar Mengajar bidang akademik Kegiatan belajar mengajar bidang akademik diberikan sesuai jenjang kelas masing-masing anak. Jenjang pendidikan tersebut mulai dari TKLB (Tingkat Kanak Luar Biasa), observasi, dasar kategori sedang dan ringan, menengah pertama kategori sedang dan ringan serta individual. 2) Kegiatan Rohani Kegiatan rohani ini meliputi: doa pagi yang diadakan hari yang diikuti oleh seluruh siswa/wi dan para suster serta guru. Selain doa pagi ada ibadat anak yang diadakan sebulan sekali bertujuan mengembangkan penghayatan iman dan budi pekerti anak. Dan yang terakhir adalah pelajaran dan penerimaan Sakramen Ekaristi diadakan 2 bulan sekali. 3) Kegiatan Pramuka Kegiatan pramuka diadakan seminggu sekali bertujuan melatih kemandirian dan mengembangkan kreatifitas pengetahuan anak. Kegiatan Persami (Perkemahan Sabtu minggu) atau Perjusa (Perkemahan Jumat Sabtu) adalah kegiatan yang ditunggu para siswa/wi. Kegiatan ini memberi kesempatan untuk belajar mandiri.
78
4) Kegiatan Kelas Bakat Kegiatan kelas bakat terdiri dari kelas menari, kelas menyanyi, kelas mewarnai/menggambar dan kelas keterampilan bertujuan mengembangkan bakat dan kemampuan dalam diri anak. 5) Kegiatan Hari Anak Kegiatan hari anak dilaksanakan setiap Jumat pertama dalam tiap bulan. Kegiatan hari anak dilaksanakan untuk memberi kesempatan anak bersosialisasi dengan teman yang berbeda kelas didalam satu kegiatan. Semakin banyak teman dan kesempatan bersosialisasi membuat anak untuk belajar lebih mudah beradaptasi.
6) Kegiatan Pengembangan Prestasi Siswa Mengikuti kegiatan-kegiatan seperti lomba menari, lomba kemampuan merawat diri, lomba menggambar/melukis, lomba lari, lomba renang dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut dari berbagai tingkatan dari tingkat daerah hingga nasional. 7) Kegiatan Rekreatif Siswa/wi SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang mempunyai program rekreasi bersama di setiap tahunnya. Rekreasi bersama juga mempunyai tujuan belajar dan berkreasi sehingga lebih mengembangkan pengetahuan anak.
8) Kegiatan Fisio Therapy dan Therapy Wicara Kegiatan fisio therapy dan therapy wicara untuk membantu anak-anak yang mempunyai hambatan motorik dan wicara agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan ada tenaga medis yang bertugas membantu anak-anak dalam hal kesehatan. 9) Kegiatan Pengembangan Kemampuan Keterampilan Siswa Keterampilan adalah bekal hidup bagi siswa/si yang berkebutuhan khusus agar dapat bertahan hidup. Maka keterampilan mendapat porsi yang cukup banyak dijenjang Pendidikan Menengah Pertama. Keterampilan yang diberikan antara lain adalah menjahit(terlampir pada Gbr.2c dan Gbr.2e), membuat pernak-pernik hiasan tangan(Gbr.2f), keterampilan memasak(Gbr.2a), keterampilan jasa mengetik(Gbr.2b) keterampilan teknik menganyam dan menyulam(Gbr.2f) dan keterampilan bercocok tanam(Gbr.2d)
79
Gbr. 2a.Memasak Gbr. 2b. Mengetik
Gbr. 2c. Menjahit Gbr. 2d. Berkebun
Gbr. 2e. Pola dasar menjahit Gbr. 2f. Menyulam
80
g. Tabel Fasilitas-fasilitas di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
No Keterangan Jumlah
1 Ruang kelas siswa 12 2 Ruang kepala sekolah (sekaligus terdapat ruang tamu) 1 3 Ruang administrasi ( Tata Usaha, fotocopy) 1 4 Ruang guru 1 5 Ruang therapy wicara yang memiliki cermin sepanjang dinding 1 6 Ruang pemeriksaan kesehatan siswa/wi lengkap dengan
peralatan 1
7 Ruang praktik menjahit siswa/siswi (lengkap dengan mesin jahit yang memadai dan perlengkapan menjahit)
2
8 Dapur praktik masak siswa/wi (lengkap peralatan dan bahan serta bumbu-bumbu masak)
1
9 Dapur sekolah 1 10 Ruang makan siswa/wi pada waktu istirahat 1 11 Kantin SLB-C Sang timur 1 12 WC (tersedia dengan tempat cuci tangan untuk siswa/siswi) 2 13 WC guru 2 14 Gudang 1 15 Rumah kaca penuh dengan tanaman hiasan perawatan siswa/wi 1 16 Lapangan upacara (sekaligus dijadikan lapangan basket) 1 17 Lapangan main yang terdapat fasilitas ayunan, tangga-
tanggaan (terdapat di samping lapangan upacara) 1
18 Rak kecil untuk tas/barang-barang lain siswa/wi “locker” 3 19 Kapel 1
Gbr.3 Tenaga pendampingan yang bersahabat dengan siswa-siswi
81
Gbr. 4a. Gedung SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang yang memiliki dua lantai
tampak dari tengah lapangan basket.
Gbr. 4b. Susunan tempat duduk SLTP
Gbr. 4c. Susunan tempat duduk SD
82
Gbr. 5a. Susunan tempat duduk TK
Gbr. 5b. Lorong lantai atas dan WC
Gbr. 5c. Lorong lantai bawah
83
Gbr. 6a. Gua Maria tempat berdoa orang tua dan wali murid
Gbr. 6b. Majalah Dinding (MaDing) siswa-siswi SLB-C
2. Temuan Khusus
a. Tabel Tujuan, indikator dan kriteria SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Tujuan Indikator Kriteria a.Pendampingan Personal - mandiri
- Mampu melakukan kegiatan hidup sehari hari dengan sendiri, seperti; membersihkan diri sendiri (mandi, cuci tangan dan ke WC), berpakaian, makan serta membeli
84
- Berinteraksi sosial - Terampil
perlengkapan sederhana di warung dekat rumah. - Berperilaku sopan dan santun ketika beradaptasi dengan masyarakat, misal; menyapa orang yang lebih tua dengan hormat. - Merasa nyaman serta aman ketika berada di lingkungan masyarakat. - Terampil dalam bergaul/berinteraksi dengan sesama di sekolah maupun di masyarakat. - Mampu menghasilkan karya sendiri, seperti; menjahit, memasak, sablon dan juga mengetik.
b. Hasil SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
“Dulu ketika pertama kali bersekolah di SLB-C Sang Timur ini, Ferdy sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan dan juga teman-teman sekelasnya, namun setelah terus didampingi di sekolah ini, sampai saat ini Ferdy bisa berkomunikasi dengan baik, jarang bertengkar dengan teman-temannya, dan hasil akademisnya meningkat pesat”.
Gbr. 7. Siswa-siswi yang bersahabat satu sama lain
85
Pernyataan Ibu Murni ini di Cross Check dengan pernyataan Ibu Albert
dan Ibu Sari dan hasilnya sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Ibu Murni.
“Pada awalnya anak-anak di sini memang agak susah untuk bisa berkomunikasi dengan guru-gurunya, namun dengan sabar dan tekun dalam pendampingan para guru disini, anak-anak nantinya mampu berkomunikasi, bahkan banyak dari anak-anak yang bertumbuh menjadi sangat mandiri, contohnya si Randy, dulunya dia sama sekali tidak pernah bisa mendengarkan kata-kata guru, apalagi sampai melaksanakan, tapi sekarang dia mau mematuhi ketika guru.”, jelas Ibu Albert. (Gbr. 8b) “Anak-anak kalau sering didampingi dan terus diingatkan, mereka pada akhirnya bisa memahami dan mengerti apa yang harus mereka lakukan”, begitu Ibu Sari menjelaskan.(Gbr.8a)
Gbr. 8a Gbr. 8b
c. Tabel Tujuan dan kriteria Pendampingan Personal
Tujuan Kriteria - Anak menyadari keadaan diri dan mau berusaha untuk berkembang menjadi lebih baik.
- Anak jarang bertengkar dan minta barang teman secara sopan dengan permisi atau bertanya dulu. - Anak duduk dengan diam dan mendengarkan guru. -Mau mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik dan benar. -Anak ketika sedang emosi hanya berupa kata-kata,
86
dan menjadi reda ketika diberi masukan dari guru. - Anak bisa ke WC sendiri. - Mampu mengoperasikan mesin jahit dan menjahit sendiri.
Gbr. 9. Siswa-siswi mau mendengarkan guru
Gbr. 10a. Hasil-hasil kerajinan tangan siswa-siswi SLB-C Sang Timur
87
Gbr. 10b. Prestasi-prestasi yang diraih oleh siswa-siswi SLB-C Sang Timur
ciledug Tangerang, baik tingkat daerah maupun nasional.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Tujuan, indikator, kriteria dan hasil pendampingan personal di SLB-C Sang
Timur Ciledug Tangerang.
Tuhan mempercayakan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di dunia
ini. Terutama menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri. Hal ini adalah mendasar,
sebab apabila manusia tidak mampu memimpin dirinya sendiri, maka akan hancur
leburlah kehidupan manusia dan akan lenyaplah kemanusiaan manusia itu.
Sebaliknya, kalau manusia mampu memimpin dirinya sendiri, maka berarti
berhasil pula memimpin kehidupan mahkluk-mahkluk lainnya. Tuhan Yang Maha
pemurah memberikan segenap kemampuan/potensial kepada manusia, yaitu
kemampuan yang mengarah pada kemampuan manusia dengan Tuhannya, dengan
88
sesamanya dan dunianya. Penerapan segenap potensial itu secara langsung
berkaitan dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perwujudan ini
hendaknya seimbang dan lengkap, mencakup wujud ketakwaan manusia kepada
Tuhan dalam hubungan dengan sesamanya di dunia ini. Dengan membangun
relasi dengan orang lain, seseorang akan terus dapat mengaktualisasikan diri,
dengan demikian seseorang dapat berfungsi sepenuhnya.
Pendampingan ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, persahabatan antara Raja Daud dan Yonatan ditumbuhkan dan
dikembangkan karena merasa saling memilik dan membantu, bahkan ketika ayah
Yonatan hendak membunuh, Daud mengungkapkan hal ini kepada Yonatan dan
Yonatan membantu memberi jalan keluar (1Sam.20:1-43). Kehadiran Yonatan
dalam hidup Daud menjadikan Daud tetap hidup.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus bahkan memerlukan kehadiran
teman, sahabat atau orang lain dalam menyelesaikan tugas perutusanNya. (Luk.
6:12-16). Bahkan ketika sedang terbeban berat dalam menghadapi hari-hari akhir
hidupNya, Ia meminta murid-muridNya untuk menemani Dia berdoa di taman
Zaitun. “HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah disini dan
berjaga-jagalah dengan Aku” (Mat.26:38)
Pada dasarnya pendampingan itu bertujuan untuk menggali dan membantu
perkembangan potensi-potensi dalam diri anak. Dengan demikian dapat diarahkan
menuju perkembangan manusia seutuhnya, dengan kemampuan hidup mandiri
dan bersosialisasi dalam masyarakat. Seperti yang tertuang dalam visi dan misi
SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang untuk mengangkat harkat dan martabat
89
anak berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat hidup mandiri dan
bersosialisasi dengan masyarakat berdasarkan iman dan kasih. Anak-anak
didampingi dalam proses pendidikan yang memadukan unsur-unsur pendidikan
formal yang spesifik, informal dan nonformal yang mencakup segi-segi
religiositas, humanitas, sosialitas dan juga intelektualitas.
Dalam melaksanakan misinya membantu anak-anak yang berkebutuhan
khusus, SLB-C Sang Timur berusaha memberikan yang terbaik. Pendampingan
dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana kegembiraan, kesederhanaan
dan persaudaraan yang saling asah, asih, dan asuh, maka bisa dipastikan bahwa
hasilnya adalah perkembangan yang menyenangkan, baik bagi yang didampingi
atau yang mendampingi.
Guru-guru di SLB-C Sang Timur juga sering kali diutus oleh yayasan
untuk mengikut berbagai macam seminar, lokakarya dan kursus yang berkaitan
dengan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Kerja sama dengan orang
tua/wali murid juga merupakan salah satu usaha dalam membantu perkembangan
anak berkebutuhan khusus, baik dalam segi iman maupun segi keterampilan.
Selain itu SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang juga menumbuhkan sikap
masyarakat untuk menghargai keberadaan dan kemampuan hasil karya anak
berkebutuhan khusus.
Indikatornya bisa dilihat bahwa Anak-anak luar biasa dididik dan
didampingi dari keadaan awal di mana mereka tidak bisa apa-apa menjadi bisa,
mengerti dan terampil sampai bisa hidup tanpa harus selalu tergantung pada
orang-orang disekitarnya, misalnya; bisa membersihkan dan berpakaian sendiri,
90
pergi ke WC sendiri, makan tanpa harus disuap, dan juga bisa bertanya jika
mereka memerlukan bantuan. Berperilaku sopan dan santun ketika beradaptasi
dengan masyarakat, misal; menyapa orang-orang sekitar dengan hormat. Merasa
nyaman serta aman ketika berada di lingkungan masyarakat dan terampil dalam
bergaul/berinteraksi dengan sesama di sekolah maupun di masyarakat.
Pencapaian-pencapaian tersebut tentunya tidak dalam waktu singkat dan
tidak semua anak bisa ditargetkan akan berkembang dalam waktu yang
ditentukan. Pendampingan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus ini
sepenuhnya tergantung pada diri anak tersebut. Anak harus sering dimotivasi dan
didampingi secara terus menerus, diperhatikan dan tidak boleh dibiarkan sendiri
sehingga perkembangan anak berkebutuhan khusus terus meningkat.
Untuk memperkuat indikator di atas tersebut, peneliti mengutip hasil
wawancara yang merupakan kriteria dari SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang,
yang telah di cross check terhadap tiga responden.
“...,mereka mampu beradaptasi dan bersosialisasi...,” “...,mereka tahu waktu yang baik untuk menyirami tanaman dan cara menyiramnya...,” “...,bisa mandi dan makan sendiri....,” Pengakuan para guru yang mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus
di SLB-C Sang Timur ini bahwa anak-anak terus berkembang dari hari ke hari
dalam proses pendampingi. Dari keadaan awal mereka yang tidak bisa apa-apa
menjadi bisa melakukan sesuatu walaupun hanya berupa hal-hal yang sederhana.
Pencapaian ini tentunya membutuhkan kerja sama antara sesama guru, guru
dengan orang tua/wali murid, dan yang utama adalah guru dengan anak
91
bimbingannya sendiri. Hasil-hasil dari kriteria di atas tersebut dapat dilihat pada
kutipan hasil wawancara di bawah ini.
“..., anak-anak makan sendiri, juga pergi ke WC sendiri...,” “..., anak-anak menyiram tanaman sendiri...,” “..., menyapa orang-orang disekitarnya dengan sopan dan santun”. Dari penjelasan di atas tersebut, ditemukan bahwa tujuan pendampingan
personal di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang adalah efektif sesuai dengan
kriteria dan hasil yang dicapai. Tentunya pencapaian ini semua karena adanya
dukungan dari berbagai pihak, baik yang berupa materi maupun non materi.
Contohnya adalah kerja sama antara sesama pendamping di SLB-C Sang Timur
Ciledug Tangerang dengan semangat pelayanan mereka, fasilitas-fasilitas dan
kurikulum yang ada serta para staf yang baik secara langsung terlibat maupun
tidak langsung.
Selain faktor-faktor pendukung yang dijelaskan tersebut, terdapat juga
pola-pola pendampingan yang dilakukan oleh pendamping. Tentunya pola-pola
tersebut didasari oleh semangat pelayanan serta ketekunan dari setiap tenaga
pendamping. Pola-pola tersebut antara lain adalah:
Pertama adalah penyertaan dekat yang terus menerus. Anak-anak
berkebutuhan khusus ini hendaknya tidak dibiarkan sendiri, apalagi dalam jarak
yang tidak bisa dikontrol dengan penglihatan. Ketika porses sedang berlangsung,
hendaknya anak-anak tidak duduk terlalu jauh dari tempat duduk guru.
Pola kedua adalah kesabaran dan ketekunan dari pendamping. Jika
pendampingan yang dilakukan dengan terburu-buru, tidak sabar, dan tidak tekun
mencari celah-celah untuk masuk dalam dunia anak yang berkebutuhan khusus
92
ini, maka tujuan pendampingan untuk menggali dan mengembangkan potensi-
potensi dalam diri anak tidak akan tercapai. Anak berkebutuhan khusus memang
membutuhkan perhatian tambahan jika dibandingkan dengan anak “normal” pada
umumnya. Selain kesabaran, pendamping juga dituntut untuk bisa kreatif dalam
mendampingi. Metode dan program bisa saja tersusun dengan rapi dan bagus,
tetapi jika tidak sesuai dengan keadaan retardasi mental anak, maka pencapaian
tujuan tidak akan mengena sasaran. Pendamping harus jelih mengenal latar
belakang dan kondisi retardasi mental anak. Dengan demikian pendampingan bisa
berjalan sesuai dengan kebutuhan anak yang didampingi.
Ketiga adalah rasa simpati dan empati dari pendamping. Dengan demikian
seorang pendamping bisa mengerti, memahami serta menaruh kepercayaan
kepada anak yang didampingi. Perlu diingat, bahwa anak berkebutuhan khusus
sangat berbeda dengan anak “normal” pada umumnya. Pendamping harus lebih
hati-hati dan ekstra energi dalam mendampingi mereka. Rasa simpati dan empati
ini membuat pendamping “terpanggil” untuk membantu/melayani anak
berkebutuhan khusus ini dalam memperkembangkan segala potensi yang ada pada
diri mereka. Dengan perasaan dan situasi inilah anak-anak merasa nyaman, aman
dan merasa dipercaya oleh pendamping dalam menjalani proses pendampingan.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan, indikator, kriteria dan hasil
pendampingan personal di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang sesuai dengan
hasil/kenyataan yang dialami oleh siswa/wi SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang. Dengan demikian tujuan, indikator, hasil dan kriteria pendampingan
personal di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang dapat dikatakan efektif karena
93
tercapai sesuai dengan visi dan misi pendampingan pastoral bagi anak
berkebutuhan khusus.
2. Tabel Efektivitas Pendampingan Personal di SLB-C Sang Timur Ciledug
Tangerang
Indikator Kriteria Hasil Kesimpulan
Hidup mandiri Ada usaha untuk mencoba lagi ketika gagal melakukan sesuatu, ada rasa percaya diri.
Bisa makan, mandi, berpakaian dan ke WC sendiri Anak mampu mengikuti dan mengerjakan pelajaran yang diberikan oleh guru Anak mampu mengontrol dan mengekspresikan emosi mereka dengan tidak merugikan orang-orang disekitarnya.
Anak makan, mandi, berpakaian dan ke WC sendiri Anak mengerjakan tugas yang diberikan guru, misalnya; menghapus papan tulis sesuai dengan jadual, mengerjakan PR dan mengumpulkannya tepat pada waktunya. Tidak lagi memukul orang sekitarnya dan melemparkan barang ketika sedang emosi, dan mau menuruti ketika guru menenangkan.
Pendampingan personal di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang efektif
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti hanya melakukan observasi selama seminggu, mulai dari
mengamati anak-anak datang kesekolah sampai mereka keluar dari lingkungan
94
sekolah SLB-C Sang Timur ini. Memang waktu seminggu masih kurang untuk
melakukan penelitian kualitatif ini. Namun sejauh ini peneliti sudah berusaha
sebisa mungkin dalam mengumpulkan berbagai dokumen dengan cara wawancara
dengan para guru dan staf, mengabadikan moment-moment dengan kamera,
mengikuti proses belajar mengajar serta berkomunikasi dan bercengkerama
dengan siswa/wi dan selalu mengamati selama mereka berada dalam lingkungan
sekolah ini.
Keterbatasan waktu ini juga membuat penulis kurang membandingkan
pendampingan personal ini dengan ilmu-ilmu lain yang ternyata sangat relevan
pada saat ini. Bagaimanapun juga, keterbatasan waktu di atas tetap menjadi suatu
dukungan dan tantangan bagi penulis untuk sungguh-sungguh dapat
melaksanakan proses pendampingan personal dengan lebih efektif dengan waktu
yang cukup dan kajian ilmu lain yang lebih mendalam, sehingga siswa/wi SLB-C
Sang Timur Ciledug Tangerang mengalami akan kasih Allah yang dicurahkan
melalui pendampingan yang diberikan kepada mereka.
E. Refleksi Kateketis
Manusia terkadang seperti burung yang lupa cara terbang, karena kedua
sayapnya diinjak oleh orang-orang di sekitar. Begitu pun juga dengan anak-anak
atau orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus. Pesimis, putus asa dan tidak
berguna menjadi image yang melekat pada diri mereka. Seandainya sayap-sayap
burung tidak diinjak, pastilah dia mampu terbang jauh. Anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus bukan berarti tidak bisa melakukan sesuatu yang berguna.
95
Namun jika diberi kepercayaan dan dukungan serta didampingi, maka akan timbul
rasa percaya diri sehingga anak mau berusaha untuk bangkit dari keadaan yang
dianggap tidak berdaya. Dengan pendampingan yang berkelanjutan, anak
mengalami perkembangan dengan segala potensi yang ada dalam dirinya. Salah
satu bentuk pendampingan yang bisa diterapkan adalah pelayanan pastoral.
Sebagai calon pendidik sekaligus katekis, penulis berharap mampu
menerapkan apa yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di bidang
katekese. Menjadi tenaga pelayan pastoral yang membantu seseorang dalam
mengatasi permasalahan dalam hidupnya. Dalam konteks ini, penulis lebih
memberi perhatian kepada anak-anak atau orang-orang dengan kebutuhan khusus.
Membantu mereka dalam memperkembangkan segala potensi yang ada dalam diri
mereka atas dasar semangat kasih. Menjadi rekan yang memiliki telinga untuk
setia mendengarkan dan hati untuk selalu berempati dan bersimpati. Dengan
demikian tugas sebagai pengikut Kristus yang terwujud dalam lima fungsi gereja
terlaksana lewat pelayanan.
Menjadi katekis atau tenaga pelayanan, baik itu dalam lembaga hirarki
gereja maupun di instusi pendidikan berarti menjadi saksi Kristus yang hidup di
tengah-tengah masyarakat. Menjadi tenaga pendamping untuk membantu anak-
anak berkebutuhan khusus untuk terbang dengan sayap-sayap mereka. berekspresi
dan berkreasi bersama-sama dengan saudara dan saudari sekitar. Dengan
demikian mereka menjadi manusia utuh menuju kesatuan hidup sebagai citra
Sang Pencipta Yang Maha Esa.
96
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan masa depan yang cerah bagi
putra-putrinya. Mereka berharap agar kelak anak mereka menjadi orang yang
sukses, berguna bagi Nusa dan Bangsa. Ini tentu menjadi dambaan setiap insan
manusia, para orang tua yang mencintai putra-putri mereka.
Anak-anak seumpama bunga-bunga indah di taman, masing-masing
mempunyai keelokan tersendiri. Namun, pada kehidupan nyata keadaan ideal
tersebut sering tidak mudah untuk dicapai. Banyak faktor internal dari anak yang
tak jarang membuat orangtua harus mengelus dada karena anak-anak yang
dilahirkan memiliki beragam keunikan tersendiri, baik yang menghambat atau
yang mendukung perkembangan anak tersebut. Misalnya anak yang dilahirkan
dengan rasa ingin tahu yang luar biasa yang sering kali disebut dengan anak
berbakat atau cerdas, maupun anak-anak yang memiliki hambatan dalam
perkembangan fisik dan mentalnya yang kemudian dikenal dengan sebutan anak-
anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dengan demikian anak-anak yang
dilahirkan dengan keadaan tersebut membutuhkan bantuan dari orang-orang
disekitarnya dalam perkembangan kepribadian mereka untuk menjadi manusia
yang utuh, hidup mandiri dan bersosialisasi dalam masyarakat.
97
Dibawah ini adalah temuan atas permasalahan yang muncul di SLB-C
Sang Timur Ciledug Tangerang:
1. Tujuan Pendidikan SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Tujuan utama adalah mengangkat harkat dan martabat anak-anak
tunagrahita, membantu perkembangan kepribadian mereka sehingga anak-anak
mampu hidup mandiri dan mendidik berinteraksi dengan masyarakat pada
umumnya. Program yang ada adalah mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam diri anak-anak, dengan demikian mereka mampu hidup mandiri dan tidak
harus tergantung sepenuhnya kepada orang-orang disekitarnya.
2. Realitas Kehidupan siswa/wi di SLB-C Sang Timur
Jadual proses belajar mengajar mulai dari pukul 07.30 sampai 12.45 WIB.
Segala aktivitas dan program dilakasanakan di dalam lingkungan sekolah.
Hambatan yang terjadi, adakala anak jenuh dan bosan. Untuk mengatasi hal ini
guru mereka yang selalu senantiasa mendampingi memberi mereka istirahat atau
diisi dengan kegiatan yang menyenangkan/refreshing sesuai dengan tingkat
retardasi mental masing-masing anak, misalnya bermain menyusun balok dan
puzzle.
3. Pendampingan Personal
Pendampingan personal di SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Pendampingan ini
dilaksanakan dengan metode gabungan, yaitu sesuai dengan tingkat retardasi
98
mental anak dan metode individual sesuai dengan kekhasan anak. Anak-anak
berkebutuhan khusus mengalami banyak perkembangan setelah mengalami proses
pendamping di SLB-C Sang Timur ini (bukti dapat ada pada hasil wawancara dan
dokumen berupa foto-foto).
4. Efektivitas Pendampingan Personal
Pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB-C Sang Timur dalam
membantu perkembangan kepribadian siswa/wi, khususnya kecakapan emosional
mereka berdampak positif. Anak-anak mengalami perkembangan dari keadaan
awal mereka yang tidak mau berinteraksi, kalau emosi sering memukul orang
disekitar atau melemparkan barang-barang menjadi mau berinteraksi, dan kalau
sedang emosi, anak mau mendengarkan ketika ditenangkan oleh guru atau mereka
bisa mengekspresikannya dengan tidak memukul dan melemparkan barang-barang
lagi.
Dari responden yang penulis wawancara mengakui bahwa dengan
pendampingan terus menerus, anak-anak selalu mengalami perkembangan ke arah
yang lebih baik. Efektivitas pendmapingan personal ini dapat dilihat hasil
kenyataan di atas dibandingkan dengan yang dicita-citakan oleh SLB-C Sang
Timur Ciledug Tangerang.
5. Faktor-faktor Pendukung Efektivitas Pendampingan Personal.
a. Tenaga pendamping yang berkualitas, memiliki rasa cinta terhadap anak
berkebutuhan khusus, berpengertian, ulet, sabar dan tekun dalam mendampingi.
99
b. sarana dan prasana yang mendukung proses pendampingan personal (data dapat
di lihat pada hasil temuan penelitian)
c. Program-program dan kurikulum yang membantu perkembangan kepribadian
dan potensi diri anak (data dapat di lihat pada hasil temuan penelitian)
d. kerja sama antar sesama pendamping, dan pendamping dengan orangtua/wali
siswa/wi. Dengan kerja sama antar pendamping dan pendamping dengan
orangtua/wali siswa/wi akan memudah untuk mengetahui kebiasaan dan
kekhasan masing-masing anak. Dengan demikian akan mempermudah proses
pendampingan.
6. Faktor-faktor Penghambat Efektivitas Pendampingan Personal
a. Tingkat retardasi mental anak luar biasa yang sering kali menyebabkan timbul
kebiasaan baru yang sulit dikenal oleh pendamping maupun orang tua.
b. Pengetahuan pendamping mengenai anak luar biasa terbatas sehingga
mempengaruhi pelaksanaan pendampingan berjalan seadanya saja.
c. Orangtua atau wali siswa-siswi yang kurang kerja sama dengan pihak sekolah
dan menyerahkan sepenuhnya pendampingan ini kepada pihak sekolah, dengan
demikian tidak ada pendampingan kelanjutan ketika anak berada di rumah.
B. Saran
Melihat kenyataan-kenyataan di atas dan menyadari hasil yang cukup
efektif dengan mempergunakan proses pendampingan personal dalam membantu
perkembangan kecakapan anak-anak luar biasa, maka penulis mengusulkan:
100
1. Kepada Yayasan SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Agar pendampingan personal menjadi salah satu alternatif sistem
pendidikan luar biasa dan program-program yang sudah direncanakan dapat
mencapai sasaran seperti yang dicita-citakan.
Karena cukup efektif untuk membantu perkembangan kepribadian anak
luar biasa, kiranya SLB-C Sang Timur lebih intensif dalam membangun kerja
sama dengan orangtua/wali murid, dengan demikian perkembangan anak-anak
luar biasa yang sudah tercapai tidak berhenti begitu saja di sekolah, tetapi ada
kelanjutan terus ketika anak tidak berada di lingkungan sekolah.
2. Bagi para guru SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Senyum anda semua sudah sangat menyejukkan bagi insan yang
mengalami sentuhan anda. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan secara tidak langsung membawa pengaruh terhadap kebutuhan anak-
anak luar biasa, maka sebisanya para guru/pendamping lebih memperbanyak
pengetahuan saat ini mengenai seluk-beluk anak-anak berkebutuhan khusus.
3. Bagi orangtua siswa/wi SLB-C Sang Timur Ciledug Tangerang
Anak adalah karunia paling indah dari Sang Pencipta. Sebagai orangtua
sudah sepantasnya berbangga dan bersyukur karena telah dipercayakan oleh Sang
Pencipta untuk merawat anak-anak titipan-Nya. Semakin banyak bersyukur,
semakin besar pula cinta yang tumbuh.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F X. SJ. 2000. Katekis Dalam Konteks Pastoral Gereja (Seri Puskat 3). Yogyakarta: Puskat.
Al Tridhonanto.2009. Melejitkan Kecerdasan Emosi Buah Hati. Jakarta: Gramedia.
Baranata. SA. 1976. Tujuan pendidikan Luar Biasa. Bandung: CV Tarsito. Berk, E. Laura. 1997. Child Development. 4th Edition. London Pubrisher. Kehas, Chris. D. 1970. Education and Personal Development . London pubrisher. Clinebell, Howard. 2002. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.
Yogyakarta: Kanisius. Colston, Lowell G. 1970. Pastoral Care with Handicapped Persons. Philadelphia:
Fortress Press. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan
II. (R. Hardowiryono SJ : Penterjemah). Jakarta: Obor. DePorter, Bobbi dkk. 1999. Quantum Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Ekman. Paul. 2008. Membaca Emosi Orang. Yogyakarta: Penerbit Think. Goleman, Daniel. 2007. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia. __________________.Working with Emotional Intelligence, London:
Bloomsbury. H. Prayitno dan Erman Amti.1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta. Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Moleong, L. J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Muhadjir, Noeng. H. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin. Mulyasa. E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rodaskarya. Konferensi Wali Gereja Indonesia. 1996. Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta : Kanisius. Lembaga Alkitab Indonesia. 1993. Alkitab Deuterokanonika Perjanjian Lama dan
Perjanjian baru. Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia. OSHO, 2008, Emotional Learning. Yogyakarta: BACA. Pedoman Penulisan Skripsi. 2006. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Roslina Verauli. Reorientasi Pemahaman Terhadap Keterbelakangan Mental.
Artikel. Skinner, B.F. 1965. Science and Human Behavior. New York: The Free Press. Sri Moerdani dan J. Sambira. 1990. Psikologi Anak Luar Biasa. Tim Penyusun. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2007. Yogayakarta: Pustaka
Pelajar. Universal Declaration of Human Rights, 1948-1998. Adopted and proclaim by
General Assembly Resolution of United Nation Convention for Rights of the Child.
102
Winkel, W.S.1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Y. Handojo. 2008. Austisma. Jakarta: Buana Ilmu Populer. Yustinus Semiun, OFM. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.
103
Lampiran