4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung Terigu
Tepung terigu berasal dari tanaman gandum (triticum sp) yang tumbuh dan
dapat berproduksi dengan baik di daerah sub tropis seperti Australia, Kanada,
Amerika dll. Setelah melalui berbagai macam proses, gandum digiling dan diayak
sehingga mendapatkan tepung terigu yang biasa kita pakai. Fungsi utama dari tepung
terigu adalah untuk membentuk struktur dari makanan atau kue yang dibuat
(Murthado, 2014).
Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum yang dihaluskan.
Di pasaran dijual beberapa jenis tepung terigu, jenis pertama adalah tepung terigu
protein rendah (soft wheat), tepung ini mengandung protein gluten antara 8 - 9%.
Tepung terigu rendah protein memiliki kandungan rendah protein yang cocok
digunakan untuk membuat adonan kue kering. Jenis tepung terigu yang kedua adalah
tepung terigu protein sedang (medium wheat) kandungan protein gluten tepung
medium wheat adalah sekitar 10 - 11%. Tepung jenis ini masih bisa digunakan untuk
membuat kue kering. Jenis yang ketiga adalah tepung terigu tepung terigu protein
tinggi (hard wheat). Kandungan proteinnya antara 11 - 13%. Tepung jenis ini cocok
untuk membuat adonan yang memerlukan pengembangan tinggi. Seperti saat
membuat adonan roti, pasta, atau mie (Handayani dan Wibowo, 2014).
2.2 Proses Produksi Tepung Terigu
Salah satu proses produksi tepung terigu adalah dengan menggiling bahan
baku berupa gandum. Penggilingan yang sempurna akan menghasilkan tepung terigu
yang baik. Selain penggilingan, proses penambahan air juga dibutuhkan guna
memperoleh tepung terigu dengan kadar air yang optimal (Herjanto, 2007). Tahap -
Tahap dalam produksi tepung terigu gandum secara garis besar meliputi (Makfoeld,
1982):
1.Tahap Pembersihan (Cleaning Process)
Pembersihan dimaksudkan untuk menghindarkan benda-benda lain dan berbagai
kotoran yang menempel pada butiran biji gandum, dan juga memisahkan bagian-
bagian yang tidak seragam. Berbagai peralatan pembersihan yang sering
5
digunakan antara lain pemisah (milling separator, pemisah magnet (magnet
separator), dan pneumatic separator.
2.Tahap Pemberian Air (Conditioning Process)
Pemberian sedikit air pada biji gandum akan melunakkan bagian lapis luar dan butir
endosperm. Hal ini akan memudahkan dalam penggilingan. Selain itu juga
diharapkan adanya perubahan tekstur dan struktur endosperm, dan juga untuk
mendapatkan biji dengan kekerasan kandungan air yang seragam. Menurut
Makfoeld (1982), perlakuan dalam conditioning melalui empat tahap yaitu
pemanasan pada suhu tertentu, penambahan air dipertahankan dalam waktu
tertentu, pendinginan pada suhu kamar, dan pendiaman pada suhu tangki.
3.Tahap Penggilingan (Milling Process)
Tahap utama dari penggilingan adalah memisahkan endosperm dan aleuron cell
atau lapisan bran dan mereduksi endosperm menjadi tepung. Penggilingan ini
diharapkan mampu memperoleh tingkat ekstraksi yang tinggi dan kualitas tepung
yang baik.
2.3 Milling Process
Prinsip utama penggilingan adalah memisahkan endosperm dari bran dan
mereduksi endosperm tersebut menjadi tepung dengan ekstraksi yang tinggi dan
kadar abu yang rendah sehingga dapat menghasilkan tepung dengan kualitas baik.
Menurut Gaman (1994), tahap penggilingan dibagi menjadi tiga proses yaitu :
a. Proses pemecahan
Biji gandum akan mengalami proses pemecahan dimana biji akan terkelupas dan
endosperm yang pecah akan dibagi menjadi tiga fraksi yaitu partikel kasar sekam
yang dilekati endosperm, partikel endosperm yang kasar (semolina), dan
sejumlah pertikel halus endosperm (tepung). Pada proses pemecahan ini,
diusahakan agar bran tidak hancur.
b. Pengecilan ukuran
Hasil pada proses pemecahan Semolina akan direduksi menjadi tepung yaitu
dengan melewati roll pengecil ukuran yang berupa penggilas yang halus.
6
c. Pengayakan
Hasil dari roll pengecil ukuran akan diayak dan dipisahkan menjadi partikel halus
(tepung) dan partikel yang lebih besar dari tepung akan dilewatkan kembali ke roll
pengecil ukuran berikutnya.
2.4 Produktivitas
2.4.1 Konsep Produktivitas
Secara umum, produktivitas sering didefinisikan sebagai hubungan antra
output yang dihasilkan oleh system dengan jumlah faktor input yang digunakan oleh
system untuk menghasilkan output. Output dapat berupa hasil dari proses, berupa
produk atau jasa, sedabgkan faktor inpt terdiri dari setiap sumber daya manusia dan
fisik yang digunakan dalam proses (Pekuri, 2011). Produktivitas berhubungan dengan
produksi secara efisien dan terutama ditujukan kepada hubungan antara keluaran
dengan masukan yang digunkan untuk menghasilkan keluaran tersebut (Mulyadi,
2007). Rumusan umum yang dibentuk dalam perhtungan produktivitas perusahaan
dihitung atas dasar rasio, yaitu jumlah keluaran dbagi jumlah maukan terpakai (Aroef
dam Djamal, 2009).
Murthy (2005) menjelaskan, produktivitas telah menjadi kata kunci setiap
orang berbicara tentang memperbaiki atau meningkatkan produktivitas. Dengan cara
ini memungkinkan untuk berbicara tentang produktivitas modal, investasi, bahan baku
atau tenaga kerja tergantung pada konsumsi sumber daya tertentu untuk produk yang
diproduksi, konsumsi sumber daya tertentu untuk produk yang diproduksi.
Produktivitas kerja dapat dipengaruhi beberapa faktor, seperti tingkat teknologi yang
digunakan; strategi perusahaan dan kebijakan – kebijakan pelaksanaanya;
keseimbangan lintasan proses masukan, proses produksi dan proses keluarannya;
kekuatan sumber daya modal, manusia, energy, lahan, air dan sumber bahan –
bahan; iklim usaha yang diciptakan oleh pemerintah; faktor – faktor lingkungan;
kewirausahaan dan daya inovasi dari rekayasa (Aroef, 2009). Sumanth 1985
memperkenalkan suatu konsep formal yang disebut sebagai siklus produktivitas
(productivity cycle) untuk dipergunakan dalam produktivitas terus-menerus. Pada
dasarnya konsep siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama yaitu ;
1. Tahap pengukuran produktivitas
2. Evaluasi produktivitas
7
3. Perencanaan produktivitas
4. Peningkatan produktivitas
konsep produktivitas ini seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1;
Gambar 2.1. Siklus Produktivitas
(Sumber: Sumant dalam Choridin 2004)
Produktivitas mengikut sertakan pendaya gunaan secara terpadu sumber
daya manusia dan ketrampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi, energi dan
sumber – sumber lain menuju kepada pengembangan dan peniningkatan standar
hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas semesta atau total
(Masno, 2011). Menurut aprilian (2010), produktivitas adala interaksi antara tiga faktor
yang mendasa, yaitu investasi, manajemen dan tenaga kerja. Investasi / modal
meruapakan landasan gerak suatu usaha. Kelompk manajemen dalam organisasai
mempunyai tugas pokok menggerakkan orang lain untuk bekerja sedemikian rupa
sehingga tujuan tercapai dengan baik. Tenaga kerja adalah salah satu faktor
terpenting dalam proses produksi di samping faktor produksi modal, teknolohi dan
sumberdaya alam karena merupakan pelaksana dan penggerak segala kegiatan,
menggunakan peralatan dengan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang
bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan jasa yang bernilai ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan manusia (Herawai, 2008).
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS
EVALUASI PRODUKTIVITAS
PERENCANAAN PRODUKTIVITAS
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
8
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
produktivitas diantaranya adalah (Matthias, 2009):
1. Kemampuan, adalah kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan,
lingkungan kerja yang menyenangkan akan menambah kemampuan kerja.
2. Sikap, seuatu yang menyangkut tenaga kerja yang banyak dihubungkan
dengan moral dan semangat kerja.
3. Situasi dan keadaan lingkungan, faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan
dimana semua karyawan dapat bekerja dengan tenang serta sistem
kompensasi yang ada.
4. Motivasi, setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha
meningkatkan produktivitas.
5. Upah, upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan
pemerintahan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja.
6. Tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja
akan mempengaruhi produktivitas karenanya perlu diadakan peningkatan
pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja.
7. Penerapan teknologi, kemajuan teknologi sangat mempengaruhi
produktivitas, karena itu penerapan teknologi harus berorientasi
mempertahankan produktivitas.
2.5 Model Pengukuran Produktivitas Objective Matrix
Menurut Sinungan (2005) model pengukuran produktivitas Objective Matrix
dikembangkan oleh James L. Riggs berdasarkan pendapat bahwa produktivitas
adalah fungsi dari beberapa faktor yang berlainan. Objective Matriks (OMAX) adalah
suatu sistem pengukuran produktifitas parsial yang dikembangkan untuk memantau
produktifitas di tiap bagian perusahaan dengan kriteria produktifitas yang sesuai
dengan keberadaan bagian tersebut (objektif). Dimana struktur dasar dari Objective
Matriks dapat dilihat pada Gambar 2.2. Adapun implementasi dari proses OMAX
melalui 11 tahap sebagai berikut:
9
1. Commitment
Dalam tahap ini manajer tingkat atas menentukan penggunaan matriks OMAX,
mengalokasikan sumber, memilih koordinator, menerangkan proses OMAX
kepada supervisor, dan melakukan suatu komitmen bersama.
2. Support
Manajer dan supervisor mengorganisasikan proses pengukuran, menentukan
jadwal implementasi, menentukan grup kerja, menentukan matriks awal dan
menilai kinerja awal.
3. Introduction
Dalam tahap ini dilakukan perencanaan program pada grup kerja, manajer
meneekankan pentingnya produktifitas dan menunjukkan hasil dari pengukuran
kinerja awal kepada grup kerja.
4. Coordination
Manajer mereview hasil pengukuran, memulai matriks pengukuran dan mengatur
sistem reward.
5. Kriteria
Grup kerja mendefinisikan kriteria, mengatur pembagian pekerjaan dan
menentukan hubungan antar kriteria.
6. Objectives
Grup kerja memberikan persetujuannya akan prosedur pengukuran, menetapkan
tujuan, mengkoordinasikan dengan grup kerja lain.
7. Scores
Koordinator memimpin pembentukan matriks, mengisi level pada matriks,
mereview ulang secara teliti.
8. Priorities
Manajer mengisi bobot pada matriks, menentukan program pengawasan.
9. Start up
Manajer bertemu dengan grup kerja untuk mendiskusikan cara-cara memperbaiki
produktifitas, mengorganisasikan pendukung tambahan jika diperlukan dan
membentuk tim khusus dalam implementasi perbaikan.
10. Feedback
10
Grup kerja memberikan feedback sesuai dari hasil pengukuran, mengkalkulasikan
hasil kinerja dan membuat chart progress.
11. Maintenance
Menetapkan pengukuran matriks, review hasil dan mengumumkan hasil penelitian
serta menambah jumlah grup kerja untuk memperluas penggunaan matriks.
A
B
C
Indikator Performansi
Skor
Bobot
Nilai
1
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Performansi
Kriteria
Produktivitas
Performansi
Standart
Level
Gambar 2.2. Struktur Dasar Objective Matrix
(Sumber: Riggs dalam Rustiana 2006)
Menurut Riggs dalam Rustiana (2006), dalam menyusun matriks model OMAX
terdiri dari tiga langkah utama yaitu :
1. Penjelasan (Defining): Bagian ini menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja suatu unit kerja yang diidentifikasi sebagai kriteria
produktivitas dan dinyatakan dalam bentuk rasio.
a. Productivity Criteria merupakan aktivitas yang menunjukkan nilai
produktivitas ditetapkan dalam bentuk rasio, seperti outpun/jam, cacat/100
unit, dan sebagainya. Rasio ini dimasukkan pada bagian puncak dari
kolom matriks.
11
b. Performance merupakan pengukuran dan performansi suatu periode. Ini
adalah hasil actual yang telah dicapai pada periode tersebut sesuai
dengan kriterianya.
2. Pengukuran (Quantifying): Tabel Objective Matrix terdiri dari 11 level
pencapaian kinerja, dimulai dari level 0 yang menunjukkan nilai kinerja yang
kurang memuaskan sampai level 10 yang menunjukkan nilai kinerja terbaik
yang dapat dicapai oleh suatu unit kerja (Pratama, 2011).
3. Pemantauan (Monitoring): Bagian dasar dari matriks berisi niali performansi
yang diukur dimasukkan pada baris di atas badan matriks, kemudian
ditransformasi menjadi nilai (Skor) pada baris di bawah badan. Kemudian nilai
tersebut dikalikan dengan bobot dari setiap kriteria yang sudah ditetapkan.
Hasil (Value) akhir didaptkan dengan menjumlahkan setiap nilai X bobot untuk
semua kriteria (Erni, 2009):
a. Kriteria produktifitas
Setiap aktivitas yang menunjukkan nilai produktifitas diterapkan dalam
bentuk rasio, seperti output / jam, cacat / 100 unit. Nilai-nilai ini
menunjukkan karakteristik dari kinerja suatu badan / usaha tertentu yang
diukur. Rasio ini dimasukkan pada bagian puncak dari kolom matriks.
b. Kinerja
Pengukuran dari kinerja suatu periode dimasukkan pada bagian ini untuk
keseluruhan kriteria. Ini adalah hasil actual yang telah dicapai pada periode
tersebut sesuai dengan kriterianya. Data ini biasa didapat dari produksi,
akuntansi, data pribadi atau informasi dari konsumen.
c. Scales
Badan dari matriks disusun berdasarkan level 0 sampai 10. level 0
merupakan nilai kinerja terjelek dan level 10 adalah nilai pencapaian
optimal yang dapat terjadi. Level 3 merupakan nilai dasar yang didapatkan
dari hasil pengukuran awal.
d. Skor
Pada baris tepat dibawah badan matriks, setiap nilai performansi yang
dicapai dikonversikan menjadi skor dari badan matriks. Pengkonverikan ini
mengikuti aturan yaitu bila nilai performansi lebih rendah dari nilai
12
performansi pada level tertentu, namun lebih tinggi dari level sebelumnya,
maka nilai performansi digolongkan pada level sebelumnya.
e. Weight
Tingkat kepentingan pada setiap kriteria ditunjukkan dari nilai bobot
(Weight) yang tertera. Jika kriteria itu dianggap penting, maka akan diberi
bobot yang lebih besar dari kriteria yang lain. Total bobot keseluruhan
adalah 100%.
f. Value
Nilai Value untuk tiap kriteria didapatkan dengan cara mengalikan bobot
(Weight) dengan nilai (Skor) pada tiap kriteria.
g. Performance Indicator
Penjumlahan dari setiap value (weighted skord) adalah nilai performance
dari periode yang diukur (current) dan index didapatkan dengan cara
mengurangkan nilai periode yang diukur (current) dengan nilai sebelumnya
(previous) lalu hasilnya dikalikan dengan 100%.
2.7 Penentuan Prioritas
Penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif
pentingnya. Dalam melakukan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan
keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu elemn-elemen
dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Prioritas tersebut
dijadikan sebuah kuisoner perbandingan berpasangan yang dapat diisi oleh tenaga
ahli sebaga bahan pertimbangan. Hasil dari perbandingan tersebut kemudain di
validasi secara numeric dengan pengujian konsistensi dengan niali rasio yang telah
ditentukan (Arsanti, 2006).
Untuk setiap kriteria dan alternatif, kita harus melakukan pertandingan
berpasangan (pairwaise comparison) yaitu membanginkan setiap elemen dengan
elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga didapat nilai
tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk
mengkuantitatifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilain sehingga
akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Nilai-nilai
perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh
13
alternatif (Dharma, 2004). Masing-masing perbandingan berpasangan dievaluasi
dalan Saaty’s scale 1-9 pada Table 2.1.
Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan
Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen memiliki pengaruh yang
sama besar terhadap tujuan
2 Elemen yang satu sedikit lebih
penting dari elemen yang lain
Pengalaman dan penilain sedikit
menyokong satu elemen
disbandingkan elemen lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting
dari elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilain sangat kuat
menyokong satu elemen
dibandingkan elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak
penting dari pada elemen yang
lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang
satu terhadap elemen lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang
mungkit menguatkan
9 Satu elemen mutlak penting dari
elemen yang lainnya
Bukti yang mendukung elemen lain
memiliki tingkat penegasan tertinggi
yang mungkit menguatkan
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua
pertimbangan nilai yang
berdekatan
Nilai ini diberikan jika ada kompromi
antara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktivasi I mendapatkan satu angka dibandingkan dengan
aktivasi j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i
Sumber: Saaty dalam Dharma (2004)
2.8 Penelitian Terdahulu
Leonard dan Marselinus (2010) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul
“Analsis Produktivitas dengan Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX) pada
Bagian Pengolahan Potong (Cutting) PT X menjelaskan bahwa terdapat 10 kriteria
yang berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan antara lain minimasi jumlah
produk cacat, minimasi jumlah produk rework, minimasi jumlah scrap,
mengoptimalkan kapasitas produksi optimasi jam kerja, minimasi jumlah jam absen,
14
minimasi over time, minimasi jumlah karyawan tidak hadir. Berdasarkan angka indeks
produktivitas selama periode pengukuran dari bulan Januari 2010 sampai dengan Mei
2010, terjadi penurunan dari kondisi awal pada bulan Januari, Februari dan Maret
sedangkan bulan April dan Mei terjadi peningkatan dari kondisi awal. Usulan
perbaikan yang dilakukan adalah dilakukan perbaikan pada spare part dilakukan
inspeksi berkala, membeli alat yang sesuai untuk membersihkan mesin, menetapkan
suatu prosedur standart proses kerja, melakukan pembersihan gudang bahan baku
secara bertahap dan melakukan setting mesin. Berdasarkan perhitungan hasil
implementasi yang dilakukan bahwa peningkatan skor pada ketiga kriteria mengalami
peningkatan yang drastis antara lain: kriteria 1 (0 menjadi 7), kriteria 5 (0 menjadi 10)
dan kriteria 6 (0 menajdi 7).
Pratama (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Produktivitas
dengan Menggunakan Metode Penilaian Objective Matrix (OMAX) (Studi Kasus Pada
Ekamas Fortuna)” menyatakan bahwa tingkat produktivitas masing-masing kriteria
untuk produk Chip Boarf CB masih belum mampu mencapai target optimal yang
ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebut dikarenakan adanya penyebab rendahnya
produktivitas dari masing-masing kriteria. Usulan perbaikan untuk peningkatan
produktivitas yang diukur pada produktivitas material adalah dengan memperbaiki
komunikasi antara bagian pengolahan dengan pihak management, pemasangan
packing pada pipa, dan pengontrolan penggunaan bahan kimia. Untuk produktivitas
energi rekomrndasi perbaikan yang dapat diberikan adalah dengan pemasangan
selang karet pada sambungan pipa, dan melakukan pengontrolan dakam penggunaan
steam. Untuk produktivitas tenaga kerja perbaikan yang dapat diberikan adalah
dengan penerapan sistem punishment, pelaksanaan kegiatan job training dan
seminar motivasi, serta pemberian bonus. Untuk produktivitas produk baik perbaikan
yang dapat diberikan adalah dngan mengingkatkan koordinasi saat melakukan set
up, pengecekan kondisi alat-alat produksi serta kebersiahan lingkungan kerja.
Aki Jääskeläinen (2008) dalam jurnal Electronic Journal of Knowledge
Management Volume 7 Issue 4, (447 - 459) dengan judul “Identifying a Suitable
Approach for Measuring and Managing Public Service Productivity” dengan
menggunakan metode objectives matrix (OMAX), productivity matrix, multi-criteria
performance measurement technique (MCP/PMT) dimana penelitian ini
15
disempurnakan dengan menggunakan metode Balanced Scorecard. Langkah awal
yang dilakukan ialah mewawancarai 20 direksi (terutama kepala departemen) Kota
Helsinki. Para direktur disajikan beberapa persyaratan yang berkaitan dengan
pengukuran produktivitas. Sebagai contoh, pengukuran produktivitas harus
memberikan informasi rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
dalam rangka untuk mengidentifikasi target konkret untuk pembangunan. Di sisi lain,
pengukuran produktivitas akan membantu dalam memantau tren produktivitas dalam
badan organisasi yang lebih besar, seperti Departemen Sosial. Selain itu, langkah-
langkah produktivitas harus menyediakan alat untuk benchmarking unit yang berbeda.
Secara umum jelas perlu ada untuk mendapatkan informasi lebih rinci tentang
produktivitas. Hasil penelitian ini berupa hasil identifikasi pendekatan yang sesuai
untuk mengukur dan mengelola produktivitas dalam pelayanan publik. Kontribusi dari
penelitian ini adalah terkait dengan penjelasan rinci tentang penerapan pendekatan
pengukuran terpilah dalam praktek. Dalam pelaksanaan evaluasi pendekatan, terpilih
metode pengukuran yang cocok diperlukan pada keaadaan. Berdasarkan beberapa
argumen, perwakilan layanan dalam kasus ini merasa bahwa metode matriks adalah
yang paling cocok untuk tujuan mereka. Alasan utamanya tidak memilih metode
indeks output misalnya, adalah persyaratan kesederhanaan. Selain itu, metode
matriks menyediakan alat yang ampuh untuk pengelolaan operasi produktivitas.
Fleksibilitas metode ini juga dihargai oleh perwakilan dari organisasi kasus.
Komponen produktivitas dapat teratur dievaluasi dan langkah-langkah yang lebih baik
bagi mereka dapat dirancang.