FTIP001653/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tepung Bonggol Pisang
Bonggol pisang merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam rangka memenuhi peningkatan kebutuhan pangan terutama
sumber karbohidrat. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) menyatakan
bahwa kandungan karbohidrat bonggol pisang cukup tinggi yaitu sekitar karbohidrat
11,6%, dan serat kasar 5%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat
dan serat. Umumnya semua jenis bonggol pisang dapat dimanfaatkan menjadi
berbagai produk pangan (Widyasari, 2004 dikutip Riana, 2005).
Bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca var forma tipica) dan pisang batu
(Musa brachycarpa) lebih mudah didapat dibandingkan dengan jenis lainnya tanpa
pemeliharaan khusus dan umur panennya singkat. Satu bonggol pisang memiliki
berat rata-rata + 9-12 kg, sedangkan umur panen buah pisang sekitar 8-12 bulan
setelah masa tanam. Gambar bonggol pisang batu disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bonggol Pisang Batu(Dokumentasi Pribadi, 2011)
FTIP001653/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
Tanaman pisang yang telah dipanen, bonggolnya tidak akan bertunas kembali,
sehingga apabila tanaman tidak produktif lagi, tanaman akan ditebang dan bonggol
pisangnya akan dibiarkan saja membusuk menjadi limbah pertanian yang tidak
memiliki nilai ekonomis. Komposisi kimia bonggol pisang segar dan kering dapat
dilihat Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Bonggol Pisang Segar dan Kering dalam 100 g
Komponen KimiaBonggol Pisang
Segar Kering
Kalori (Kal) 43 245Protein (g) 0,6 3,4Lemak (g) - -Karbohidrat (g) 11,6 66,2Mineral:Kalsium (mg) 15 60Fosfor (mg) 60 150Zat besi (mg) 0,5 2,0
Vitamin:
Vitamin A (mg) - -
Vitamin B (mg) 0,01 0,04
Vitamin C (mg) 12 4Air (%) 86 20
Sumber : Direktoriat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981) dikutip Emininta (2011)
Berdasarkan komposisi kimia tersebut, tidaklah salah jika bonggol pisang
dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat dan mineral yang cukup baik
untuk kesehatan tubuh, baik bagi manusia maupun ternak. Nilai tambah bonggol
pisang dapat ditingkatkan dengan pengolahan bonggol pisang menjadi tepung.
Tepung bonggol pisang merupakan bentuk olahan bonggol pisang setengah jadi yang
FTIP001653/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
dibuat dengan menggiling bonggol pisang yang telah dikeringkan. Pengolahan
bonggol pisang menjadi tepung selain dapat menambah nilai ekonomis, juga
mempunyai daya tahan simpan yang relatif lama dibandingkan dengan bonggol
pisang segarnya sehingga lebih mudah diolah menjadi berbagai produk pangan.
Menurut Ardiyanto (2008), tepung bonggol pisang adalah butiran halus yang
lolos ayakan 80 mesh yang dihasilkan dari proses penggilingan gaplek bonggol
pisang. Komposisi kimia dan fisik tepung bonggol pisang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Fisikokimia Tepung Bonggol Pisang dalam 100 g Bahan
Karakteristik KomposisiKimia1. Kadar Air (%) 7,12**2. Kadar abu (%) 6,10**3. Kadar Serat (%) 52,9180**4. Kadar Amilosa (%) 8,8325*5. Kadar Pati (%) 74,99**6. Rasio Amilosa Dalam Pati (%) 36,5343*7. Rasio Amilopektin Dalam Pati (%) 63,4657*Fisik1. Suhu Awal Tergelatinisasi (0C) 70,5*2. Absorbansi Air (g/g) 0,2183*3. Modulus Kehalusan 1,19**4. Derajat putih (%) 36,13**5. Rendemen (%) 11,39*6. Visikositas Puncak 520**7. Visikositas Balik 260**8. Konsistensi Amilografi 257**
Sumber : * Ardiyanto (2008)** Prameswari (2008)
Berdasarkan hasil penelitian Prameswari (2008), kandungan pati dan serat
pada tepung bonggol pisang cukup tinggi sehingga baik digunakan untuk produk
FTIP001653/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
olahan pangan sumber karbohidrat. Tepung bonggol pisang batu memiliki
karakteristik fisikokimia yang baik yaitu memiliki waktu gelatinisasi yang cepat 40,5
menit pada suhu 70,50 C, viskositas puncak 520 BU (Brabender Unit), viskositas
balik 260 BU, dan konsistensi amilografi 257 BU serta kandungan amilopektin
63,465%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tepung bonggol pisang batu sesuai
untuk produk semi basah seperti mie, cookies, biskuit dan makanan sarapan seperti
flakes.
Karbohidrat dalam tepung bonggol pisang batu juga mengandung
oligosakarida. Menurut Winarno (1992), oligosakarida adalah polimer dengan derajat
polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakrida dalam
tepung bonggol pisang tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun dapat
digunakan oleh bakteri dalam usus besar seperti Bifidobacterium, Eubacterium dan
Lactobacillus; sehingga jumlah bakteri baik dalam usus besar dapat dipertahankan.
Hal ini akan memberikan dampak positif bagi kesehatan pencernaan manusia.
2.2. Probiotik
Probiotik yang berasal dari kata probios yang berarti kehidupan adalah
pangan yang mengandung mikroorganisme hidup secara aktif meningkatkan
kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam
keadaan hidup dengan jumlah yang memadai (Hidayat, et.al, 2006).
Jenis- jenis bakteri yang digunakan pada probiotik antara lain: Lactobacilli,
Streptococcus, dan Bifidobacteria. Manfaat bakteri tersebut adalah untuk menekan
tumbuhnya bakteri penyebab pantogen, meningkatkan imunitas, kesehatan
FTIP001653/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
pencernaan dan penyerapan gizi, serta untuk sintesis vitamin. Konsumsi bakteri
probiotik bersama dengan produk makanan termasuk susu dan olahan susu seperti
yoghurt dapat mengimbangi tingkat keasaman pada lambung dan memberi
kesempatan pada bakteri probiotik untuk bertahan hidup sampai usus besar (Bahar,
2008). Berbagai macam tipe probiotik dan bakteri probiotik yang umumnya
digunakan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tipe-tipe Produk Probiotik dan Bakteri Probiotik yang Digunakan
Probiotik Bakteri (yang umumnya digunakan)Produk - produk susu fermentasi
(yoghurt, buttermilk, susu asidofilus,dan lain-lain )
L. bulgaricusS. thermophilusL. acidophilus
L. casaeiBifidobacteria spp.
L. reuteriPangan yang disuplementasi (susupasteurisasi, minuman-minuman)
L. bulgaricusS. thermophilusL. acidophilus
Bifidobacteria spp.L. reuteri
Pharmaceuticals (tablets, kapsul,granula
L. bulgaricusL. acidophilus
Bifidobacteria spp.Produk-produk health food ( cairan,
kapsul, bubuk.)L. acidophilus
Bifidobacteria spp.Lactobacillus spp.
Sumber : Hidayat, et.al (2006)
Menurut Hidayat, et.al (2006), probiotik yang efektif sebaiknya memenuhi
beberapa kriteria, seperti: memberikan efek yang menguntungkan pada host, tidak
patogenik dan tidak toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup, mampu bertahan
dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, tetap hidup selama penyimpanan
FTIP001653/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
dan waktu yang digunakan, mempunyai sifat sensori yang baik dan dapat diisolasi
dari host.
Strain probiotik bersifat antibakteri patogen karena adanya senyawa
antimikroba yang dihasilkan (Saarele, et.al, 2000 dikutip Surono, 2004). Selain
antimikroba, probiotik juga berkompetisi terhadap reseptor pelekatan pada
permukaan saluran usus. Ketika bakteri probitotik terikat pada mukosa usus, bakteri
patogen tidak dapat melekat pada mukosa usus sehingga mengurangi terjadinya
infeksi usus dengan demikian terjadinya peningkatan sistem imun dari tubuh.
Menurut Surono (2004), mekanisme probiotik dalam memperbaiki dan menstimulir
sistem imun adalah dengan meningkatkan aktivitas makrofag, meningkatkan
kandungan antibodi, memfasilitasi transpor antigen, dan membantu perbaikan
mukosa.
2.3. Prebiotik
Prebiotik berbeda dengan probiotik yang merupakan mikroorganisme hidup,
dimana prebiotik sebenarnya merupakan karbohidrat yang tidak dicerna oleh tubuh.
Prebiotik ini menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan
pada usus manusia (Hidayat, et.al, 2006).
Prebiotik secara alami terdapat pada tanaman, misalnya pada umbi dahlia,
bawang merah, bawang putih, asparagus, kedelai, ubi jalar, dan juga pada susu.
Jumlah dan jenisnya tergantung pada varietas tanaman. Menurut Muchtadi (2010),
bahan pangan yang dapat digolongkan ke dalam prebiotik adalah karbohidrat
golongan oligosakarida yang tidak dapat dicerna, yaitu oligosakarida yang tahan
FTIP001653/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
terhadap proses hidrolisis pada bagian atas usus tetapi dapat dihidrolisis dan
difermentasi dalam usus besar seperti inulin, olifruktosa, frukto-oligosakarida (FOS)
dan galakto-oligosakarida (GOS).
Menurut Hidayat, et.al (2006), prebiotik dapat berfungsi sebagai
antikarsinogenik, antimikrobal, aktivitas hipolipidemik, dan glukosa-mudalator,
memperbaiki aktivitas dalam penyerapan mineral dan mengatur keseimbangan
sehingga mencegah osteoporosis. Bahan prebiotik juga dapat ditambahkan atau
dikonsumsi bersama dengan makanan yang mengandung bakteri probiotik. Prebiotik
ini dapat memberikan nutrisi bagi probiotik. Dampak positifnya, jumlah bakteri
menjadi banyak sehingga ketika dikonsumsi kuantitas dan kualitas dari probiotik
dapat dipertahankan. Menurut Muchtadi (2010), keuntungan lain yang diperoleh dari
konsumsi prebiotik adalah perbaikan komposisi mikroflora usus besar, perbaikan
fungsi lambung (bowel), peningkatan penyerapan kalsium, serta mungkin perbaikan
metabolisme lipida.
2.4. Yoghurt Sinbiotik
Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi
kemudian difermentasi dengan bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus sampai
diperoleh keasaman, bau, dan rasa yang khas tanpa adanya penambahan bahan yang
diizinkan. Mikroorganisme yang terdapat dalam yoghurt bekerja secara simbiosis
mutualisme, dimana keduanya akan bekerjasama untuk membentuk cita rasa yoghurt
(Badan Standarisasi Nasional, 1992). S. thermophilus tumbuh terlebih dahulu yang
menghasilkan asam asetat, asam laktat, asetat dehid dan asam format. Adanya asam
FTIP001653/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
format menurunkan pH 6,6-6,7 menjadi pH 4,0-4,5, sehingga dalam keadaan asam L.
bulgaricus tumbuh. L. bulgaricus menghasilkan asam amino valin, histidin, dan glisin
yang dibutuhkan S. thermophilus.
Teknologi pengolahan yoghurt kini telah menghasilkan suatu produk olahan
baru yaitu yoghurt sinbiotik. Istilah sinbiotik berasal dari kata sinergis dan digunakan
pada produk yang mengandung probiotik dan prebiotik (Surono, 2004). Perbedaan
yoghurt sinbiotik dengan yoghurt lainnya terletak pada kandungan bakteri dan adanya
substrat dalam yoghurt sinbiotik. Pada yoghurt sinbiotik terkandung bakteri probiotik
yang juga terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan adanya bahan prebiotik
yang menjadi substrat bagi probiotik.
Pada yoghurt sinbiotik bonggol pisang batu, bahan yang menjadi prebiotik
adalah tepung bonggol pisang batu, dimana di dalamnya terkandung oligosakarida
yang tidak dapat dicerna, sedangkan probiotik yang digunakan adalah bakteri L.
acidophillus. Bakteri tersebut bersama dengan bakteri lainnya yaitu S. thermophillus
dan L. bulgaricus akan mendapat asupan prebiotik dari tepung bonggol pisang batu
dan akan memfermentasi susu menjadi yoghurt sinbiotik bonggol pisang batu.
Bahan dasar pembuatan yoghurt adalah susu segar yang telah dipasteurisasi.
Penggunaan susu segar juga dapat ditambahkan dengan menggunakan susu full cream
atau menggunakan sari kacang kedelai. Menurut Emininta (2011) susu bubuk full
cream ditambahkan untuk meningkatkan kadar padatan dan meningkatkan cita rasa
pada yoghurt sinbiotik. Selanjutnya dikatakan bahwa pada yoghurt sinbiotik bonggol
pisang batu, perbandingan terbaik antara susu full cream dengan tepung bonggol
pisang batu yaitu dengan perbandingan 2,5:1 (b/v). Karakteristik kimia total asam
FTIP001653/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
titrasi 0,996%, pH 4,075, total padatan terlarut 8,58, visikositas 1525,83 m.Pas, kadar
lemak 3,6 %, kadar protein 3,71 %, kadar serat pangan 2,06%, total bakteri asam
laktat 6x107cfu/ml. Karakteristik warna, aroma, rasa,tekstur, kekentalan, dan
kenampakan keseluruhan yang disukai panelis.
Proses pembuatan yoghurt sinbiotik bonggol pisang dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut :
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Yoghurt Sinbiotik Pisang Batu(Emininta, 2011)
Susu bubuk fullcream : tepungbonggol pisang
batu(2,5 : 1(b/v))
Susu Segar
Pencampuran
PateurisasiT= 780C ± 20C; t= 30 menit
PendinginanT= 40C± 20C
InkubasiT= 420C; t= 5jam
Inokulasi
PendinginanT= 400C ± 20C
Yoghurt Sinbiotik Bonggol Pisang Batu
Starter 4%(S. thermophilis ,L. bulgaricus danL. achidophillus)
FTIP001653/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
Tahapan pembuatan yoghurt sinbiotik adalah sebagai berikut :
1. Pencampuran
Pencampuran dilakukan antara susu segar dengan perbandingan susu full
cream dan tepung bonggol pisang batu. Kekentalan yoghurt dipengaruhi oleh kadar
padatan dari susu, dan dapat ditingkatkan dengan menambahkan susu full cream.
Susu full cream pada pencampuran selain meningkatkan kadar padatan, juga dapat
menambah cita rasa, sedangkan tepung bonggol pisang berfungsi sebagai bahan
prebiotik. (Emininta, 2011)
2. Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu sebelum inokulasi dilakukan pada suhu 780C selama 30
menit. Tujuan dari pasteurisasi susu menurut Rahman (1992) adalah sebagai berikut :
a. Agar susu relatif steril untuk pertumbuhan starter secara optimum.
b. Penguapan sebagian air agar terbentuk media yang lebih sesuai untuk
pertumbuhan starter laktat yang bersifat mikroaerofilik.
c. Memecahkan beberapa komponen susu, dan
d. Denaturasi dan koagulasi albumin serta globulin susu
3. Pendinginan Susu
Susu yang telah dipasteurisasi harus didinginkan sampai suhu antra 43-400C,
bertujuan untuk memberikan suhu yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Susu yang
masih terlalu panas pada saat inokulasi kultur yoghurt dapat rusak sehingga
viabilitasnya rendah, begitu sebaliknya apabila suhu terlalu rendah maka kultur
kurang aktif untuk melakukan fermentasi. Oleh karena itu, diperlukan suhu yang tepat
pada saat susu diinokulasi dengan starter (Helferich dan Westhoff 1980).
FTIP001653/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
4. Inokulasi Starter
Setelah didinginkan, starter diinokulasikan ke dalam susu dimana banyaknya
tergantung pada jumlah susu yang digunakan. Starter yang digunakan adalah mother
culture yang mengandung tiga jenis bakteri yaitu L. bulgaricus, S. thermophillus, dan
L. achidophillus.
5. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penyimpanan produk pada suhu dan waktu
tertentu sesuai kondisi pertumbuhan optimum bakteri sehingga menghasilkan yoghurt
dengan karakteristik yang diinginkan. Inkubasi dilakukan segera setelah starter
diinokulasikan ke dalam susu. Pada yoghurt sinbiotik, inkubasi dilakukan 420C
selama 5 jam.
6. Pendinginan yoghurt
Pendinginan yoghurt dilakukan setelah inkubasi selesai dilakukan.
Pendinginan dilakukan agar yoghurt tetap awet dan untuk mencegah terjadinya
fermentasi lebih lanjut dari bakteri. Yoghurt yang telah jadi harus diturunkan di
bawah 100C dan suhu ini dipertahankan sampai konsumsi, (Tamime dan Robinson,
1999) dikutip Fathir, 2010). Hal ini dilakukan untuk mencegah reaksi kimia dan
biologi pada susu yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme starter dan mikroba
yang mengkonsumsi yoghurt.
2.5 Sistem Imunitas Tubuh
Kondisi sistem kekebalan tubuh atau sistem imunitas tubuh menentukan
kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat.
FTIP001653/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
17
Sistem pertahanan tubuh secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan
mekanisme responnya, yaitu respons imun alami (innate Immunity) dan imun spesifik
(adaptive Immunity). Respons imun alami (innate Immunity) dimana respon
mencegah invasi benda-benda asing melalui kulit, mukosa, dan permukaan tubuh,
yang dikenal juga sebagai yang respons imun non spesifik. Respons imun spesifik
(adaptive Immunity) dimana respon untuk memproses benda asing. (Surono, 2004)
Sel darah putih yang bertanggung jawab terhadap respon imun adalah
limfosit. Limfosit memiliki reseptor yang mengenali antigen spesifik, dan teraktivasi
pada saat antigen hadir dan terikat pada permukaannya. Setelah teraktivasi limfosit
mengendap pada imun humoral atau seluler. Sistem imun humoral menghasilkan
antibodi. Antibodi yang disebut juga immunoglobulin, dihasilkan sebagai respons
adanya antigen dalam tubuh, dan secara spesifik terikat dengan antigen yang
distimulinya. Reaksi antigen-antibodi melindungi tubuh dari dari berbagai efek
negatif seperti mikroba dan benda-benda asing lainnya. (Surono, 2004)
Kemampuan sistem imun mukosal berperan baik secara immunogenik
maupun tolerogenik untuk menjaga tubuh terhadap infeksi dan peradangan usus.
Mekanisme bakteri asam laktat probiotik menginduksi respon imun mukosa yang
tepat tanpa efek samping. Bakteri asam laktat melakukan kontak dengan sistem imun
yang berada pada mukosa saluran usus melalui sel M atau sel folikel epitelum dari
Preyer’s patches atau melalui sel epithel saluran usus halus atau usus besar.
(Perdigon, dkk 2000 dikutip Surono, 2004)
Peyer’s patches adalah suatu daerah yang berbentuk oval, terdapat dalam usus
kecil yang tidak mengandung villi, dimana didalamnya terdapat kumpulan limfosit
FTIP001653/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
dan makrofag. Limfosit-limfosit ini akan membentuk cluster dalam bentuk nodule
sebesar 2 sampai 3 milimeter diameternya, yang disebut nodule lymphe. Terdapat 20
sampai 30 nodule lymphe didalam peyer’s Patches, sehingga banyak pakar
menyebutkan bahwa usus kecil merupakan organ imunitas terbesar dalam tubuh
(Winarno, et.al, 2003). Gambar dari peyer’s patches dan nodule lymphe dapat dilihat
pada Gambar 3
Gambar 3. Penampang Peyer’s Patches dan Nodule Lymphe(Boston University, 2009)
Bakteri asam laktat dan probiotik terbukti menstimulir sistem imun pada
orang sehat maupun yang sakit. Sistem imun ini melibatkan berbagai sel termasuk
makrofag, sel T, sel B, granuloside (neutrofil, basofil, dan eosinofil), seluruh sel
tersebut membentuk jaringan kerjasama yang kuat menghasilkan sistem kekebalan
tubuh. Probiotik mampu menstimulir sistem imun, akibat adanya senyawa
peptidoglikan dan lipopolisakarida dalam dinding selnya. Komponen dinding sel
bakteri probiotik yang dikenal sebagai muramil peptida dapat memacu sistem imun.
FTIP001653/031
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
Berbagai jenis riset mengenai probiotik, khususnya respons imun telah dilakukan
baik secara in vivo, yaitu dengan menggunakan hewan percobaan, maupun secara
klinis (Surono, 2004).
Fruktooligosakarida (FOS) diantara oligosakarida alami, merupakan produk
yang saat ini diakui dan digunakan sebagai bahan pangan yang memenuhi kriteria
sebagai prebiotik (Soedarto, 2008). Dengan berkembangnya penelitian mengenai
fungsi FOS, diketahui bahwa FOS sebagai substrat bakteri probiotik menyebabkan
percepatan pertumbuhan bakteri ini. Metabolit-metabolit yang dihasilkan berfungsi
sebagai penjaga kesehatan usus halus dan kolon, terutama melalui mekanisme
antagonisme dengan bakteri patogen, metabolit asam lemak rantai pendek (ALRP),
dan peningkatan respons imun pada usus halus (Zakaria, 2003 dikutip Supriadi,
2003).
Usus halus merupakan daerah rentan terhadap infeksi dan gangguan senyawa
karsinogenik dan senyawa toksik lainnya. Jumlah mikroflora usus halus lebih terbatas
dibandingkan dengan mikroflora pada kolon, sehingga diperlukannya asupan bahan
pangan dari luar yang dapat melindungi usus halus. Mikroflora yang dapat
menghasilkan metabolit seperti yang dihasilkan oleh bakteri probiotik merupakan
mikroorganisme yang diharapkan mengkolonisasi usus halus. Usus halus merupakan
pusat lokasi sistem imun sistem pencernaan, yang merupakan bagian sistem imun
tubuh yang terbesar. Bakteri yang mengkoloni usus halus diharapkan dapat memacu
respon imun saluran pencernaan sehingga menjaga kesehatan tubuh secara utuh
(Zakaria, 2003 dikutip Supriadi, 2003).
FTIP001653/032
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
2.5.1 Sel Darah Putih
Sel darah putih (leukosit) adalah sel yang membentuk komponen darah,
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian
dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat
bergerak secara amoeboid, dan dapat menembus dinding kapiler/ diapedesis. Dalam
keadaan normal terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam satu liter
darah manusia yang sehat ( sekitar 7000-25000 sel per tetes) (Wikipedia, 2010).
Leukosit ada dua macam jenis yaitu yang mengandung granula dalam
sitoplasma (granulosit) dan tanpa granula (agranulosit). Leukosit terdiri dari 75% sel
granulosit dan 25% agranulosit yang terbentuk dari sumsum tulang belakang
(Baratawidjaya, 1994 dikutip Zairisman, 2006). Kelompok agranulosit meliputi sel
limfosit dan monosit, sedangkan basofil, neutrofil, dan eosinofil termasuk ke dalam
kelompok granulosit (bergranula) (Roitt, 1994 dikutip Zairisman, 2006). Jangka
hidup dari leukosit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 3-12 hari untuk
leukosit granulosit, dan sedikit lama untuk agranulosit (Williams, 1987 dikutip
Alamsyah, 2009). Persentase normal tipe sel darah putih disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Normal Tipe Sel Darah Putih
Tipe Sel Darah Putih PersentaseNeutrofil 62%Eosinofil 2,3%Basofil 0,4%Limfosit 30%Monosit 5,3%
Sumber : Gayton (1987) dikutip Zairisman (2006)
FTIP001653/033
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
Berikut ini adalah tipe sel darah putih :
Neutrofil
Neutrofil memiliki fungsi untuk membantu melindungi tubuh melawan infeksi
bakteri dan jamur serta mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Neutrofil
memiliki diameter antara 12-15 µm. jumlahnya sekitar 50-70% dari total sel darah
putih. Granula yang dimiliki neutrofil berwarna merah namun hanya sedikit di
seluruh sitoplasma, dengan jumlah nukleus terdiri dari tiga lobe atau lebih dimana
masing-masing lobe hanya dihubungkan oleh filamen sehingga terlihat seperti
terpisah (Sartika, 2008). Bentuk neutrofil pada Gambar 4.
Neutrofil
Lobe
Gambar 4. Neutrofil(Sartika, 2008)
Eosinofil
Eosinofil memiliki fungsi untuk membunuh parasit, merusak sel kanker dan
berperan dalam respon alergi. Jumlah eosinofil dalam sel putih yaitu sekitar 2- 4%,
dimana diameternya sama dengan diameter neutrofil yaitu 12-15 µm. Jumlah
nukleusnya terdiri dari dua lobe yang keduanya juga terhubung oleh filamen. Granula
eosinofil berwarna merah kekuningan, dalam sitoplasma jumlahnya sedikit sehingga
FTIP001653/034
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
nukleus masih dapat dilihat jelas (Sartika, 2008). Bentuk eosinofil disajikan pada
Gambar 5.
Eosinofil
Lobe
Gambar 5 Eosinofil(Sartika, 2008)
Basofil
Basofil memiliki peran dalam respon alergi, diameter lebih kecil dari mesofil,
yaitu sekitar 9-10 µm, jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Granula basofil
berwarna merah kebiruan, dalam sel jumlahnya sangat banyak hampir menutupi
semua sel, sehingga nukleus yang lobe dua dan terhubung oleh filamen tidak dapat
dilihat jelas (Sartika, 2008). Bentuk basofil disajikan pada Gambar 6.
Lobe
Basofil
Gambar 6. Basofil(Sartika, 2008)
FTIP001653/035
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
23
Limfosit
Limfosit adalah sel darah putih yang mampu menghasilkan respon imun
spesifik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Limfosit merupakan sel kunci
dalam proses repon imun spesifik, mengenali antigen melalui reseptor antigen dan
mampu membedakannya dari komponen tubuhnya sendiri (Kuby, 1992 dikutip
Zairisman, 2006).
Limfosit memiliki fungsi yang memberikan perlindungan terhadap infeksi
virus, dapat menemukan dan merusak beberpa sel kanker, serta membentuk sel-sel
yang menghasilkan antibodi dan sel plasma. Nukleusnya berbentuk bulat hampir
memenhi sel atau dengan kata lain hanya ada satu lobe. Jumlahnya sekitar 20-40%
dalam sel darah putih, dengan diameter 8-10 µm (Sartika, 2008). Bentuk limfosit
disajikan pada Gambar 7.
Limfosit
Lobe
Gambar 7. Limfosit(Sartika, 2008)
Monosit
Monosit memiliki fungsi untuk menerima sel-sel yang mati atau yang rusak
dan memberikan perlawanan imunologi terhadap berbagai organisme penyebab
FTIP001653/036
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
24
infeksi. Nukleusnya terdiri dari dua lobe yang bersatu; jumlah monosit 3-8% dalam
sel darah putih dengan diameter antara 16-20 µm (Sartika, 2008). Bentuk monosit
disajikan pada Gambar 8.
Lobe
Monosit
Gambar 8. Monosit(Sartika, 2008)
2.5.2 Pengujian In vivo
Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di
dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus
dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan
mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas,
mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak (Retnomurti, 2008).
Beberapa hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan
misalnya mencit, tikus, marmut, kelinci, babi, hamster, monyet, dan anjing. Lima
macam galur tikus putih (Albino rat) antara lain Long Evans, Osborine, Sherman,
Sparague Dawley, dan Wistar. Albino Rat sangat baik digunakan sebagai hewan
percobaan karena nokturnal (aktif pada malam hari, tidur di siang hari), tidak
FTIP001653/037
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
25
mempunyai kantung empedu, tidak muntah, dan tidak berhenti tumbuh meskipun
setelah 100 hari pertumbuhan berkurang. Hewan yang digunakan harus benar-benar
bebas dari mikroba (germ-free), bebas dari semua mikroba pantogen, bebas dari
mikroba pantogen tertentu, dan tidak diperlakukan khusus terhadap mikroorganisme
lingkungannya (Retnomurti, 2008).
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dan skala penelitian serta pengamatan laboratorium (Malole dan
Pramono, 1989, dikutip Retnomurti, 2008). Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis
atau keturunanan dan lingkungan yang memadai pengelolaannya, disamping faktor
ekonomi, mudah tidaknya diperoleh, dan mampu memeberikan reaksi biologis
(Retnomurti, 2008).
Tikus putih (Albino rat) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering
digunakan dalam penelitian. Jenis tikus yang sering digunakan adalah spesies tikus
Rattus norvegicus. Tikus percobaan ini memiliki sifat lebih tenang dan cenderung
tidak menggigit, dapat mentolerir untuk berkumpul dalam jumlah yang lebih besar,
berkembang biak lebih awal dan memproduksi lebih banyak keturunan, dan memiliki
ukuran otak, hati, ginjal, kelenjar adrenal, dan hati yang lebih kecil (Isroi, 2010).
Sistem taksonomi tikus putih sebagai berikut: filum Chordata, kelas Mammaliis,
ordo Rodentia, famili Muridae, sub famili Murinae, genus Rattus, spesies Rattus
norvegicus (Wikipedia, 2011).
FTIP001653/038
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
26
Strain atau galur tikus pada dasarnya bermacam-macam, namun yang sering
digunakan adalah tikus putih galur Wistar. Jenis galur ini dikembangkan di Institut
Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Galur
ini juga merupakan galur tikus pertama yang dikembangkan sebagai hewan
percobaan. Ciri-ciri dari tikus galur Wistar ini adalah mata merah, berbulu putih,
kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki ekor panjang yang selalu kurang dari
panjang tubuhnya. Galur tikus Sprague Dawley dan Long-Evans dikembangkan dari
tikus galus Wistar. Tikus Wistar lebih aktif daripada jenis lain seperti tikus Sprague
Dawley (Isroi, 2010). Data biologis dari Rattus norvegicus sebagaimana tertera pada
Tabel 5.
Tabel 5. Data Biologis Rattus norvegicus
Kegiatan/ Siklus Jumlah/Waktu
Lama Hidup 2 – 3,5 tahun
Usia pubertas jantan 39 – 47 hari
Usia pubertas betina 34 – 38 hari
Usia kedewasaan sosial 160 – 180 hari
Lama kehamilan 21 – 22 hari
Umur disapih 20 – 21 hari
Konsumsi makanan sehari-hari 5g/100g berat badan
Konsumsi air sehari-hari 8-11 ml/100g berat badan
Sumber : Isroi (2010)
Kebutuhan gizi hewan selama percobaan harus dipenuhi antara lain kebutuhan
karbohidrat, lemak atau minyak, protein, vitamin, mineral dan air. Pemberian
FTIP001653/039
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
27
makanan dan minuman dilakukan secara berlebih (ad libitum). Makanan yang
diberikan haruslah berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan
pembiakan yang normal dan membantu menjaga keseimbangan gizi hewan percobaan
(Retnomurti, 2008).
Kondisi kandang dan ruangan yang digunakan juga mempengaruhi kondisi
hewan percobaan selain makanan dan minuman. Suhu, kelembapan, cahaya, dan
kebisingan harus sesuai dengan kebutuhan hidup hewan (Siregar dkk, 1991 dikutip
Retnomurti, 2008). Hewan percobaan membutuhkan masa adaptasi terhadap
lingkungan percobaan selama 7 hari.