4
IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tahu Tek
Tahu tek merupakan salah satu kuliner khas kota Surabaya. Kuliner tahu
tek terdiri atas tahu yang digoreng setengah matang dengan lontong yang
dipotong kecil-kecil, kentang goreng, taoge, dan irisan ketimun, lalu setelah
disiram dengan bumbu khusus tahu tek dan kemudian sebagai pelengkap
diatasnya ditaburkan kerupuk udang yang bentuknya kecil kurang lebih
dengandiameter 3 cm (Judi, 2012).
Tahu Tek terdiri atas tahu goreng setengah matang yang dipotong kecil-
kecil dengan gunting, kentang goreng setengah matang, taoge, irisan ketimun
dipotong kecil-panjang (seperti acar) dan kerupuk udang. Dinamakan Tahu Tek
karena gunting yang digunakan untuk memotong bahan masakan (tahu, kentang,
telur) dibunyikan terus seakan memotong, walaupun bahan makanan telah habis
dipotong, sehingga seperti berbunyi tek ( Ratih, 2011).
Bumbu khusus kuliner tahu tek ini terbuat dari petis, kacang tanah, cabai,
dan bawang putih disertaiair secukupnya. Semua bumbu diulek sampai halus
dan kental. Petis yang digunakan adalah petis udang dari Sidoarjo, karena terasa
lebih enak dan asli sesuai dari daerah asalnya, karena Surabaya berbatasan
langsung dengan Sidoarjo (Judi, 2012).
2.2 Bumbu Instan
Bumbu didefinisikan sebagai bahan yang mengandung satu atau lebih jenis
rempah yang ditambahkan ke dalam bahan makanan pada saat makanan
tersebut diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan untuk memperbaiki aroma,
citarasa, tekstur, dan penampakan secara keseluruhan. Setiap komponen bumbu
menyumbangkan citarasa, warna, aroma, dan penampakannya yang khas,
sehingga kombinasinya satu sama lain akan memberikan sensasi baru yang
dapat meningkatkan selera, daya terima, dan identitas tersendiri kepada setiap
produk yang dihasilkan. Secara alami rempah-rempah mengandung berbagai
macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan rasa
suatu produk. Rempah-rempah mengandung zat antioksidan, anti bakteri,
antikapang, anti khamir, anti septik, antikanker, dan anti biotik yang semuannya
itu sangat besar peranannya dalam membuat bumbu-bumbuan menjadi awet
(Astawan, 2009).
5
Perubahan hidup masyarakat yang semakin maju, ikut serta merubah
kebutuhan masyarakat yang menginginkan segala sesuatu dalam bentuk instan,
termasuk juga dengan kebutuhan bumbu yang menyebabkan perubahan pada
bentuk produk bumbu dan rempah dalam bentuk instan (Andi, 2013).
Bumbu instan adalah campuran dari berbagai macam bumbu dan rempah-
rempah yang diolah dan diproses dengan komposisi tertentu. Bumbu instan ada
dua jenis, yang berbentuk pasta dan berbentuk kering atau bubuk (Andi, 2013).
2.3 Bahan
2.3.1 Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari Brasilia yang diduga
masuk ke Indonesia pada pertengahan abad ke-16 yang konon memiliki
beberapa nama antara lain kacang brudul (Jawa), kacang cina dan kacang brol.
Pola tanam kacang tanah sudah tersebar di seluruh penjuru dunia dengan total
luas panen ±21 juta hektar, dimana produktivitas rata-ratanya 1,1 ton/hektar
polong kering. Adapun di Asia ternyata Indonesia menempati urutan ketiga
terbesar menurut luas arealnya 650.000 hektar setelah India 9 juta hektar dan
Cina 2,2 juta hektar, sedangkan di dunia merupakan urutan ketujuh sebagai
produsen kacang tanah terbesar setelah India, Cina, Amerika Serikat, Senegal,
Nigeria dan Brazil (Indrasti, 2003).
Tanaman kacang tanah varietas lokal culik merupakan tipe tanaman tegak
dan umur panen antara 90-100 hst. Hasil kacang tanah ha-1 varietas Lokal Culik
tidak berbeda nyata pada hasil biji kadar air 10% dengan varietas Kelinci dan
varietas Domba yang masing-masing beratnya 2,77 t ha-1, 2,99 t ha -1 dan 2,75 t
ha-1(Sumadi, 2010). Kacang tanah dengan kandungan lemak dan protein tinggi,
dapat ditanam di sawah atau tegalan dan menghasilkan biji 1100 kg ha-
1.Kuantitas zat hara tanah yang diserap ha-1 meliputi: 15-20 kg N, 45 kg P2O5,
dan 50-60 kg K2O (Marzuki, 2007).
Dilihat dari kandungan gizinya, kacang tanah memiliki nilai gizi yang tinggi.
Kadar protein mencapai 25 gram per 100 gram. Protein kacang merupakan
protein nabati berkualitas tinggi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
anak, vegetarian dan orang mengkonsumsi sedikit daging. Kadar lemak kacang
tanah merupakan bahan pangan sumber minyak. Kadar lemak kacang tanah
mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah kaya akan asam lemak tidak
jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah (Astawan,2009).
6
Kacang tanah sebagai sumber bahan pangan dapat dikonsumsi
secaralangsung, namun dapat juga diolah menjadi beberapa produk pangan
antara lainpenut butter, salted peanut, peanut candies dan susu kacang tanah
(Considine &Considine diacu dalam Kurmawan 2004). Menurut Woodrof
(1983) diacu dalamKusumaningrum (2007) pengolahan kacang tanah
dengan panas akanmemperbaiki aroma, flavor dan tekstur kacang, tetapi
menurunkan daya tahankomponen minyak karena rusaknya antioksidan
alami. Sifat tengik yang terjadipada kacang tanah, disebabkan oleh
kandungan minyaknya. Pengeluaransebagian atau keseluruhan minyak akan
membuat kacang tanah lebih tahanlama. Komposisi kimia kacang tanah
disajikan pada Tabel 2.1Adapun komposisi kimia kacang tanah dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Komposisi kimia kacang tanah
Sumber: DKBM (2004)
Untuk memperoleh mutu yang baik kacang tanah harus disimpan dengan
kadar air 12-13%. Penyimpanan yang tidak sesuai akan menghasilkan biji
kacang tanah yang mutunya menurun akibat pertumbuhan kapang Aspergillus
flavus, kadar air tinggi, atau keberadaan insekta. Kacang tanah yang
terkontaminasi dengan aflatoksin akan mempengaruhi hasil olahan (Obrien,
2001).
Kacang tanah sebagai bahan pangan dapat menjadi substrat yang baik
bagi jamur toksigenik yang menghasilkan mikotoksin. Jamur toksigenik yang
biasa menginfeksi kacang tanah adalah Aspergillus flavus dan A. parasiticus.
Toksin yang dihasilkan tersebut disebut aflatoksin. Di Indonesia,
aflatoksintergolong ke dalam mikotoksin utama yang banyak mengkontaminasi
produk-produk pertanian, seperti jagung, kacang tanah, bahan pakan ternak dan
Zat gizi Kacang Tanah
Kalori (kal) 452 Protein (g) 25,3 Lemak (g) 42,8 Karbohidrat (g) 21,1 Kalsium (g) 58 Posfor (mg) 335 Besi (g) 1,3 Vitamin B1 (mg) 3
Vitamin C (mg) 0,3
Air (g) 4
7
produk ternak. Kacang tanah merupakan salah satu substrat yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan kapang (Kasno, 2004).
Kacang tanah yang digunakan dalam hasil penelitian dapat berdampak
baik karena penambahan kacang tanah mempengaruhi rasa gurih dan juga
dapat terlihat kadar air yang berkurang. Karena pada penelitian semakin tinggi
susu kacang tanah yang ditambahkan maka semakin rendah kadar airnya,
hal ini diduga karena adanya sejumlah air yang ditambahkan sebagai
pendispersi pada bubursusu kacang tanah agar bubur susu kacang tanah tidak
gosong (Edo, 2008)
2.3.2 Petis Udang
Petis udang biasa dibuat dari bahan dasar kaldu udang yang ditambah
bahan pengental berupa tepung tapioka dan tepung beras serta bumbu-bumbu
berupa bawang merah, bawang putih, daun salam, lengkuas, sereh, jahe, daun
jeruk purut, garam gula merah, gula pasir dan vetsin (Suprapti, 2001).
Ningrum (2002) menjelaskan bahwa petis sari udang merupakan petis
yang bermutu prima dan banyak disukai orang. Petis udang adalah ekstrak
udang yang di kentalkan dengan tambahan beberapa macam bahan untuk
memberi rasa, warna, dan konsistensi yang menarik. Umumya terbuat dari
daging udang atau limbah udang (kepala dan kulit udang) yang sengaja direbus
untuk di ambil sarinya. Limbah udang umumnya berasal dari industri pembekuan
udang atau industri pengolah kerupuk udang.
Tabel 2.2 Kandungan gizi petis udang
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (2005)
Petis udang dibuat dari kepala udang, bukan udang utuh. Kepala udang ini
digiling, diberi air secukupnya dan diperas. Kaldu yang terkumpul dimasak dalam
Zat gizi Petis Udang
Kalori (kal) 220 Protein (g) 15 Lemak (g) 0,1 Karbohidrat (g) 40 Kalsium (g) 37 Posfor (mg) 36 Besi (g) 2,8 Vitamin A 0 Vitamin B1 (mg) 0
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 39
8
waktu yang lama hingga mulai pekat baru kemudian ditambah gula merah,
garam dan beberapa bumbu lain sesuai selera, dilanjutkan memasak hingga
sangat pekat. Hasil perasan pertama menghasilkan petis kualitas super. Hasil
perasan kedua menghasilkan petis istimewa dan seterusnya. Pada kualitas
sedang dan biasa air kaldu yang encer tidak lagi bisa menghasilkan konsistensi
yang pekat sehingga harus dibantu dengan tepung atau pati untuk membentuk
petis (Suprapti, 2001).
2.3.3 Kecap Manis
Kecap adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau
cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L.) dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan
(SNI 01-3543-1994). Kecap merupakan salah satu bentuk pangan tradisional dari
kedelai. Kecap telah terkenal di negara Asia sejak lebih dari seribu tahun yang
lalu. Kecap berasal dari Cina dan dikenal di berbagai negara dengan nama
yangberbeda-beda, misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu di Cina, kan jang di
Korea, dan di Indonesia disebut dengan kecap (Rose, 2002).
Kecap manis merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Tidak hanya populer, tetapi kecap
manis sangat bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Suprapti (2005), kecap manis
merupakan produk olahan yang teksturnya kental, berwarna coklat kehitaman,
dan digunakan sebagai penyedap makanan. Tingginya kadar gula dan viskositas
yang tinggi pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam
proses pembuatannya. Sebagian besar dari kecap di Indonesia menunjukkan
adanya perbedaan kandungan gula, kandungan asam, dan konsentrasi asam
amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi. Tiga Komponen
terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa, dan
fruktosa. Kecap manis memiliki kandungan asam amino cukup tinggi, karena
kecap manis terbuat dari kacang kedelai yang memiliki kandungan protein yang
tinggi (Santoso, 2004). Kecap manis mengandung gula lebih banyak (26-61%)
dibandingkan kecap asin (4-19%) (Judoamidjojo, 2007).
Kecap manis di Indonesia berbeda dengan kecap Cina dan Kecap Jepang.
Perbedaan utamanya terletak pada penambahan gula kelapa dan rempah-
rempah, sehingga rasa dari kecap manis adalah manis, asin, beraroma rempah,
9
dan gurih. Sementara itu, rasa utama pada kecap Cina dan Jepang adalah asin
dan gurih (Apriyantono et al., 2006).
Tabel 2.3 Spesifikasi persyaratan mutu kecap manis
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan - 1.1 Bau - Normal, khas 1.2 Rasa - Normal, khas 2 Protein (N x 6.25) b/b - Min. 2.5% 3 Padatan terlarut b/b - Min. 10% 4 NaCl (garam) b/b - Min. 3% 5 Total gula (dihitung sebagai
sakarosa) b/b - Min. 40%
6 Bahan Tambahan Makanan 6.1 Pengawet 1) Benzoat mg/kg Maks. 600 2) Metil para hidroksi benzoate mg/kg Maks. 250 3) Propil para hidroksi benzoate mg/kg Maks. 250 6.2 Pewarna Tambahan - Sesuai SNI 01-
0222-1995 7 Cemaran Logam Maks. 1,0 7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 30,0 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 40,0 7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 0,05 7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,5 8 Cemaran arsen (As) mg/kg 9 Cemaran mikroba 9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 10
5
9.2 Bakteri koliform APM/g Maks. 102
9.3 E. coli APM/g < 3 9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks. 50
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1999
2.3.4 Garam
Garam merupakan salah satu kebutuhan pelengkap dari kebutuhan
pangan dan merupakan suber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia
termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum
diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk
kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium
kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium
serta garam industri (Burhanuddin, 2001).
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Klorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat,
Kalsium Klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat atau karakteristik
10
higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan)
sebesar 0,8-0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya
dengan unsur iodin padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak
higroskopis, bila mengandung MgCl2menjadi berasa agak pahit dan higroskopis.
Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku
pembuatan logam Na dan NaOH, sebagai pengawet (Mulyono, 2009).
2.3.5 Bawang Putih
Bawang putih telah lama menjadi bagian kehidupan masyarakat di
berbagaiperadaban dunia. Namun belum diketahui secara pasti sejak kapan
tanaman inimulai dimanfaatkan dan dibudidayakan. Awal pemanfaatan bawang
putihdiperkirakan berasal dari Asia Tengah. Hal ini didasarkan pada temuan
sebuahcatatan medis yang berusia sekitar 5000 tahun yang lalu (3000 SM). Dari
AsiaTengah kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk
Indonesia(Santoso,2000). Bangsa Sumeria telah mengenal bawang putih untuk
pengobatan, sekitartahun 2600–2100 SM. Sedangkan bangsa Mesir Kuno,
dalam Codex Ebers(1550 SM), mengenal bawang putih sebagai bahan ramuan
untuk mempertahankanstamina tubuh para pekerja dan olahragawan. Orang
Yahudi kuno mempelajaripemanfaatan bawang putih dari Bangsa Mesir dan
menyebarkannya kesemenanjung Arab. Penduduk Romawi diketahui telah lama
mengkonsumsibawang putih terutama, para tentara dan budak. Penduduk Cina
dan Korea sudahbiasa memanfaatkan bawang putih sebagai obat dan pengusir
roh jahat (Banerjeedan Maulik, 2002).
Bawang putih mengandung zat-zat kimia aktif seperti diallysulfida60%,
dially trisulfida20%, alyll propil disulfida 6% dan dietil disulfida, dialyll polisulfida,
ailin serta allicin dalam jumlah sedikit (Farrel,1990). Allicin yang terkandung
dalam bawang putih juga kemungkinan adalah zat aktif yang berkhasiat
antihelmic. Allicin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena pada
bawang putih utuh mengandung allin dan enzim allinase. Apabila bawang putih
diiris atau dihancurkan maka alliin akan bereaksi dengan enzim allianase
membentuk allicin (Farrel,1990).
Umbi bawang putih mengandung minyak atsiri 0,2-1% dengan unsur utama
alliin. Alliin dalam proses pengeringan akan berubah menjadi allicin yang
memberikan aroma khas dari umbi bawang putih. Kandungan lainnya allil sulfida,
11
allil propel disulfida, allil divinil sulfida, allil vinil sulfoksida, diallil trisulfida,
adenosin, allistin,garlisin, tuberkulosid, dan senyawa fosfor.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Bawang Putih dalam 100 gram bahan
Bahan Jumlah
Air 66,2-71,0 g
Kalori 95,0-122 kal
Protein 4,5-7 g
Lemak 0,2-0,3 g
Karbohidrat 23,1-24,6 mg
Kalium 26-42 mg
Fosfor 15-109 mg
Besi 1,4-1,5 mg
Kalium 346-377 mg
Sumber : Syamsiah dan Tajudin (2003)
Pada penelitian Tamal (2008), perendaman bakso dengan ekstrak bawang
putih hinggal level 30% dapat meningkatkan nilai kesukaan konsumen terhadap
bakso serta meningkatkan nilai kekenyalan. Namun pada penelitian Yustina
(2012), penambahan bawang putih dengan 0,5% pada krupuk sapi segar dapat
meningkatkan sifat fisik dan organoleptik serta kesukaan konsumen terhadap
kerupuk susu.
2.4 Pembuatan Bumbu Tahu Tek
2.4.1 Pencucian
Mencuci bahan makanan lebih baik dikerjakan sebelum bahan makanan
tersebut dipotong atau dirajang, karena zat-zat mudah larut dalam air akan ikut
terbang dengan air pencuci tersebut. Mencuci bahan pangan dapat disebut juga
dengan sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan
dan penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati
(2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan
manusia.
12
2.4.2 Penyangraian
Penyangraian adalah proses pengeringan yang relatif cepat. Kadar air
kacang tanah akan menyusut dari 5% menjadi 0,5%. Pengurangan kandungan
air ini dibarengi dengan keluarnya minyak dari permukaan kotiledon. Minyak
kacang ini keluar melalui sitoplasma sehingga sitoplasma menjadi bebas dari
minyak (Indarasti, 2003).
Tujuan penyangraian adalah mempermudah pengupasan kulit dan
membentuk aroma seperti pada kacang-kacangan, membentuk cita rasa dan bau
seperti pada penyangraian kopi dan cokelat, atau membentuk tekstur yang
diinginkan seperti pada penyangraian kerupuk pasir. Pada proses penyangraian
terjadi inaktivasi enzim, mikroba, dan senyawa-senyawa antinutrisi seperti
antitripsin. Inaktivasi senyawa antinutrisi akibat penyangraian terjadi pada
kacang-kacangan (Estiasih, 2009).
2.4.3 Penggorengan
Proses penggorengan berlangsung melalui kontak dengan media
penghantar panas dan dilakukan pada suhu tinggi. Meskipun penggorengan
merupakan proses pemasakan pangan yang sudah lama dilakukan, tetapi proses
tersebut masih banyak yang belum diungkap secara ilmiah (Levine, 1990;
Supriyanto, 2007).
Menurut Estiasih (2009) penggorengan adalah proses dehidrasi
(pengambilan air) dari produk pangan, baik dari bagian luar maupun keseluruhan
bagian produk. Proses penggorengan menggunakan minyak atau lemak sebaga
media pindah panas. Proses pindah panas terjadi dari permukaan penggorengan
menuju minyak/lemak dan dari minyak/lemak yang panas menuju permukaan
produk yang digoreng. Selama penggorengan, air mengalami penguapan dan
permukaan produk yang digoreng menjadi mengeras (terbentuk lapisan keras
atau crust), sedangkan tekstur bagian dalam produk dapat mengeras atau tetap
lembek/ lunak bergantung pada sifat bahan yang digoreng.
2.4.4 Penghancuran (Pengecilan ukuran)
Penghancuran (pengecilan ukuran) bahan bumbu dilakukan menggunakan
alat tradisional cobek. Penghancuran pada bahan bumbu ini bertujuan untuk
memberikan hasil bahan menjadi lebih halus. Dan penghancuran pada kacang
tanah menggunakan blender. Penggunaan blender bertujuan untuk
13
mempermudah dalam proses pembuatan bumbu tahu tek instan.Penghancuran
(pengecilan ukuran) secara umum digunakan untuk menunjukkan pada suatu
operasi, pembagian atau pemecahan bahan secara mekanis menjadi bagian
yang berukuran kecil (lebih kecil) tanpa diikuti perubahan sifat kimia. Pengecilan
ukuran dilakukan untuk menambah permukaan padatan sehingga pada saat
penambahan bahan lain percampuran dapat dilakukan secara merata (Rifai,
2009).
2.4.5 Pencampuran
Pencampuran merupakan suatu proses yang penting untuk mencampurkan
beberapa macam bentuk konstituen bahan. Baik itu berberntuk cair, padat,
maupun gas. Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk
keseragaman dari beberapa konstituan baik cair-padat (pasta), atau padat-padat
dan kadang cair-gas. Berbagai proses pencampuran harus dilakukan di
dalam industri pangan seperti pencampuran susu dengan coklat, tepung dengan
gula atau CO2 dengan air (Wirakartakusumah, 1992).
Tujuan dari pencampuran adalah untuk mencampurkan satu atau lebih
bahan dengan menambahkan satu bahan ke dalam bahan lainnya, sehingga
dihasilkan suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik padat,
padat-cair, maupun cair-gas (Wirakartakusumah, 1992).
2.5 Perubahan Bumbu Tahu Tek
2.5.1 Perubahan fisik
Perubahan fisik erat kaitannya dengan kelembaban relative ruang
penyimpanan. Menurut Adnan (1980), apabila bahan makanan hasil pertanian
yang lain diletakkan dalam udara bebas terbuka, kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Mengerasnya tekstur
bahan makanan selama penyimpanan dapat terjadi karena perubahan
kelembaban relative (RH) dan suhu ruang penyimpanan. Bila kadar air bahan
tringgi dan ruang penyimpanan berkelembaban relative rendah maka hal ini akan
memungkinkan terjadinya penguapan air dari dalam bumbu tahu tek sehingga
teksturnya mengeras.
14
2.5.2 Perubahan Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan baku, produk setengah
jadi atau produk jadi. Penyebab utama kerusakan mikrobiologis adalahbakteri,
kapang dan khamir. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisis
ataumerusak jaringan atau makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-
molekul kecil misalnyakarbohidrat menjadi gula sederhana atau asam organik;
protein menjadi peptida, asam amino dan gas amonia; lemak menjadi gliserol
dan asam lemak. Terurainya makromolekul ini menyebabkanpenurunan pH,
penyimpangan bau dan rasa bahkan dapat menghasilkan toksin atau racun yang
berbahaya bagi manusia seperti racun yang dihasilkan mikroba patogen antara
lain Salmonella, Clostridium botulinum, Listeria dan lain-lain(Susiwi, 2009).
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan
mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan.
Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan
karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.
Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi
yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar(Susiwi, 2009).
Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba
seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa
atau mendegradasi makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi
fraksi-fraksi yang lebih kecil (Susiwi, 2009).
2.5.3 Perubahan Kimiawi
Perubahan kimiawi pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya
saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Pencetus kerusakan pangan yang
menyebabkan, perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi
berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi, reaksi biologis seperti
enzimatik, pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan
adanya logam yang menjadi prekursor reaksi(Frankel, 1985).
Proses ketengikan tersebut lebih dikenal dengan ketengikan oksidatif yang
disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dari minyak atau
lemak. Autooksidasi dimulai dari hilangnya atom hidrogen yang terikat pada atom
karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan
rangkap akibat adanya logam, cahaya, atau panas. Hasilnya berupa radikal
bebas yang kemudian membentuk radikal bebas(Frankel, 1985).
15
Selain itu dapat dilihat dari aroma, senyawa aldehid berantai pendek dan
mudah menguap sangat mempengaruhi aroma minyak atau makanan berlemak.
Setiap jenis senyawa volatil hasil dekomposisi hidroperoksida lemak memiliki
kontribusi berbeda-beda tergantung antara lain pada interaksi senyawa tersebut,
konsentrasinya, dan medium yang digunakan untuk pengujiannya. Beberapa
senyawa volatil tersebut memiliki nilai ambang deteksi yang bervariasi mulai dari
puluhan ppm sampai dengan konsentrasi dibawah 1 ppb. Hidrokarbon memiliki
nilai ambang deteksi aroma paling tinggi (90-2.150 ppm) sehingga dianggap
tidak terlalu mendominasi kotribusinya terhadap aroma, sedangkan 2-alke-nal,
2,4-alkadienal, dan vinil keton memiliki nilai ambang flavor sangat rendah yang
berarti sangat menentukan pengaruhnya terhadap aroma (Frankel, 1985).