49
BAB V
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Dalam bab ini, akan dijabarkan dalam implementasi desain, implementasi visualisasi
3D, dan hasil pengujian yang dilakukan demonstrasi langsung di Museum Geologi
Bandung.
5.1 Implementasi Visualisasi 3D
Dalam menbuat model-model visual 3Dimensi, digunakan dua cara yaitu dengan
menggunakan alat bantu 3D creator 3ds MAX 2008 untuk MagicBook dan 3dem
untuk mengolah data digital menjadi Heightmap (peta ketinggian).
5.1.1 Visualisasi di MagicBook
ARVolcano dalam bentuk magic book menampilkan empat pemodelan dari fenomena
gunungapi, bentuk visualisasi tersebut dibangun dengan menggunakan alat bantu 3ds
max 2008 Software visualisasi 3D (modeling dan animasi).
1. Edit Mesh/poly dapat mendrag vertex sesuai keinginan
2. Mudah membentuk model model gunung api
Gambar 5.1 Grid dan Vertex 3dsmax
vertex
50
5.1.1.1 Model Virtual Pembentukan Gunungapi
Gambar 5.2 Model Pembentukan Gunungapi
Di lembar pertama pada MagicBook ditampilkan model pembentukan gunungapi
akibat tumbukan 2 lempeng. Yaitu lempeng samudera dan lempeng benua. Tanda
panah menunjukkan arah gerakkan tanah dan lava. User dapat menggerakkan
MagicBook dari berbagai sisi.
5.1.1.2 Model Virtual Lapisan Perut Bumi
Gambar 5.3 Lapisan Perut Bumi
Di lembar kedua ditampilkan model lapisan tanah yang memuat informasi nama-
nama, temperatur, unsur dominan dan kedalaman tiap lapisan.
51
5.1.1.3 Model Virtual Tipe-tipe Letusan
Gambar 5.4 Tipe-tipe Letusan
Searah dengan arah jarum jam, di lembar kedua di visualkan animasi letusan
gunungapi. Pada awalnya gunung dalam keadaan diam, kemudian dengan menekan
virtual button maka user dapat mengamati tipe letusan pele, kemudian dengan
menekan virtual button kedua maka user dapat mengamati letusan hawai.
5.1.1.4 Model Virtual Persebaran gunungapi di Indonesia
Gambar 5.5 Model virtual persebaran gunungapi di Indoesia.
52
5.1.2 Pengolahan Data Digital Menjadi bentuk Augmented Reality
ARVolcano dalam bentuk penyajian media peraga menampilkan pemodelan
gunungapi merapi dan gunung sumbing dan bersimulasi dengan letusannya. Model
gunung api tersebut di upayakan mendekati dengan bentuk yang sebenarnya, baik
dari segi kontur, tekstur dan elevasi nya. Untuk itu di perlukan file digital yang
merupakan hasil dari pencitraan satelit.
File Digital Elevation Model (DEM ) biasa dipakai oleh lembaga pemetaan geologi
pemerintah amerika serikat United States Geological Survey (USGS) untuk pemetaan
dan pencitraan permukaan bumi. Dengan extensi diantaranya adalah: dem, tar, tar.gz.
Data digital gunungapi yang diperoleh untuk penelitian ini adalah geotiff yang
diperoleh dari museum geologi bandung. Diagram alir proses visualisasi 3Dimensi
adalah sebagai berikut:
Gambar 5.6 Diagram Alir Visualisasi ARVolcano.
Terrain digunakan sebagai model landscape pada gunung api. Gunung api yang
mempunyai kontur yang kasar dan tidak beraturan dapat dimodelkan dengan baik
DATA PETA
DIGITAL/ DEM
HEIGHTMAP
TERRAIN
VISUALISASI ARVOLCANO
53
menggunakan metode ini. Model gunung yang dibuat merupakan model yang
sebenarnya yang didapatkan dari peta dijital yang diproses menjadi Heightmap.
Data DEM yang digunakan adalah data yang diperoleh dari hasil foto satelit oleh
Bakosurtanal. Pemakaian data ini menjamin model yang dihasilkan lebih real dan
kontur terlihat sama dengan yang sebenarnya. Data DEM yang diperoleh diubah
menjadi citra Heightmap yang selanjutnya dijadikan sebagai data masukan untuk
men-generate terrain. Tahapan dalam pemrosesan data Heightmap ini adalah sebagai
berikut :
1. Data DEM diperoleh dari citra satelit, setiap titik pada peta DEM
mengandung informasi dan letak dan ketinggian.
2. Data DEM diubah menjadi Heightmap menggunakan software 3DEM,
keluaran yang diperoleh adalah gambar Heightmap dengan format grayscale,
warna putih menunjukan ketinggian maksimum, warna hitam untuk area yang
paling rendah.
3. Mengatur kedalaman warna Heightmap menggunakan image editor, pada
aplikasi ini kedalaman warna adalah 8 bit, sehinggan mempunyai jangkauan 0
255, artinya terrain mempunyai 256 skala ketinggian.
Data Heightmap dapat berupa file RAW atau BMP, image grayscale ini selanjutnya
dijadikan data masukan untuk membuat terrain (permukaan tanah). Untuk men-
generate terrain digunakan terrain engine. Lebih detail dijelaskan dalam 3 tahap di
bawah ini.
5.1.2.1 Mengubah Data DEM Menjadi Heightmap
Konversi ini menggunakan software opensource 3dem. Tampilan awal ketika
software ini dijalankan terlihat di bawah. Langsung mencari tipe file yang sesuai
dari list di bawah.
54
Gambar 5.7 Tampilan Awal Software 3dem
Setelah file geotif di pilih maka akan muncul viewer peta digital yang didalamnya
terdapat gunung merapi. Data yang dihasilkan tersebut lengkap dengan koordinat
bujur maupun lintang.
Gambar 5.8 Tampilan 3dem setelah membuka file dem
L
Selanjutnya untuk menzoom area yang kita pilih, dengan memilih patch smaller area,
nampak seperti gambar di bawah.
Gunung Sumbing Jawa Tengah Lokasi gunung merapi yogyakarta
55
Gambar 5.9 Patch Smaller Area Gunung Merapi
Peta gunung merapi sudah diperoleh namun masih dalam bentuk file digital.
Selanjutnya kita rubah menjadi skala warna hitam putih (grayscale). Pada settingan
color scale, terrain color.elevasi terendah di beri nilai RGB (Red, Green Blue) sama
dengan nol, sehingga mendekati warna putih. Spred to elevasi tinggi dengan nilai
skala warna RGB 255.
Gambar 5.10 Terrain Colors Scale
56
Dari settingan di atas dapat file grayscale skala warna hitam putih. Selanjutnya di
image editor photoshop diatur kedalaman warna Heightmap. Pada aplikasi ini
kedalaman warna adalah 8 bit, sehinggan mempunyai jangkauan 0 255, artinya
terrain mempunyai 256 skala ketinggian.
Dengan cara yang sama didapat pula file Heightmap dalam format grayscale untuk
gunung sumbing.
Gambar 5.11 Heightmap Gunung Merapi dan Gunung Sumbing
File grayscale terdiri dari 8 bit sehingga skala warna dari 0 255 pixel. Angka
tersebut menunjukkan skala ketinggian gunung merapi yang memliki ketinggian 0-
2968 meter dari kaki gunung. Warna hitam menunjukkan elevasi paling bawah dan
warna hitam menunjukkan elevasi paling tertinggi. Sehingga gradasi greyscale setiap
1 pixel menunjukkan ketinggian = 2968/ 256 = 11,5 meter.
5.1.2.2 Generate Heightmap To Terrain
Langkah selanjutnya dalam proses pembangunan visualisasi 3d ARVolcano gunung
merapi adalah mengubah file Heightmap menjadi terrain yang dapat mengenerate
menjadi objek visual 3Dimensi.
Warna hitam menunjukkan titik kontour dengan elevasi yang rendah dan warna putih
menunjukkan elevasi yang tinggi. Dengan menggunakan Heightmap maka kita dapat
mengenerate (menghasilkan) 3D mesh (visualisasi 3 dimensi).
57
Dengan menggunakan Heightmap, kita dapat menghitung ketinggian tanah. ukuran
pixel 256x256, kedalaman warna 8 bit grayscale image, dengan warna yang hitam
menunjukkan elevasi rendah dan warna putih menunjukkan elevasi tertinggi, maka
teknik rendering terrain didapatkan visualisasi gunung 3 dimensi. Ini adalah
pendekatan teknik yang cukup untuk mendapatkan visualisasi heightfield (ketinggian
tanah).
Tahapan dalam renderring Heightmap adalah sebagai berikut :
1. Loading Heightmap Data Heightmap disimpan dalam bentuk variabel Heightmap yang akan di kalkulasi
menjadi ketinggian tanah dengan menggunakan data berupa gradasi warna grayscale
di dalam Heightmap dengan skala dari 0 sampai dengan 255 skala ketinggian warna.
2. Generate Heightfield
Dengan menghitung nilai gradasi warna setiap pixel dari Heightmap, data tersebut di
kalkulasikan menjadi bentuk mesh / bidang grid heightfield 3 Dimensi yang
menunjukkan ketinggian tanah.
Posisi sumbux dan sumbu y tiap vertex dapat diketahui dengan jarak dari 0 sampai
dengan ukuran Heightmap dalam kasus ini adalah 256 pixel, selanjutnya yang kita
butuhkan adalah mencari ketinggian tiap vertex. Setiap posisi pada sumbu X dan
sumbu Y di Heightmap diambil nilai pixelnya dan di set ke dalam koordinat sumbu
Z dan mengkalikannya dengan skala warna greyscale (0 255). Dari sini di
dapatkan objek terrain.
58
5.1.2.3 Posisi Koordinat Tekstur Dan Koordinat Heightmap
Gambar 5.12 Tekstur Gunung Merapi dan Gunung Sumbing
1. 7
[14]
Setelah gunung terbentuk maka dibutuhkan tekstur untuk menberi warna/ kesan
bahwa gunung tersebut adalah gunung merapi atau gunung sumbing. Tekstur tersebut
diperoleh dari googleearth. Tekstur tersebut sebagai pembungkus/ ditempelkan pada
terrain sehingga nampak nyata bentuk permukaan sesuai dengan gunung yang
sebenarnya. Namun sebelumnya tekstur tersebut di edit terlebih dahulu untuk
menghilangkan tulisan dan menutup area abu-abu.
Untuk memastikan setiap titik tekstur yang diperoleh dengan menggunakan
perangkat lunak 3dem berada tepat pada posisi Heightmap, maka diperlukan posisi
koordinat yang sama ketika membentuk Heightmap dan koordinat googleearth ketika
mengcapture texture.
Untuk membentuk area persegi mendapatkan daerah gunungapi yang diambil, maka
dibutuhkan empat titik koordinat. Posisi koordinat latitude (lintang) dan longitude
(bujur) yang diambil adalah
o 40 01 LU dan 110o
2. 7
40 3 BT. o 49 61 LU dan 110o
3. 7
40 3 BT. o 40 01 LU dan 110o 49 56 BT. .
59
4. 7o 49 61 LU dan 110o
Dengan demikian didapat setiap titik pada texture berada tepat pada heigtmap sesuai
dengan posisi aslinya.
49 56 BT.
5.1.2.4 Rendering OpenGL
Dengan menggunakan pustaka milik OpenGL yaitu glut32 maka Heightmap dapat di
render dengan perhitungan greyscale (skala abu-abu). Digunakan vertex array Untuk
merender terrain, sebab dengan vertex array dapat kita panggil kembali.
5.1.2.5 Virtual Model (Augmented Reality)
Dengan menggunakan library Augmented Reality berupa ARToolKitPlus maka objek
3Dimensi dibuat menjadi model virtual yang nampak di dunia nyata. Tampak
dibawah hasil dari pengolahan.
5.1.3 Visualisasi di Meja Landscape
1. Model gunung merapi dengan simulasi letusannya :
Gambar 5.13 Model Virtual Letusan Gunung Merapi
60
Bentuk Penyajian Augmented Reality Volcano yang kedua dalam bentuk meja
landscape untuk meletakkan marker. Pertama kali aplikasi ini dijalankan akan
tampak model virtual gunung merapi dengan narasi tentang gunung tersebut. Dengan
menekan keyboard Q, maka akan terjadi animasi letusannya. Model virtual kedua
yang dihadirkan dalam meja landscape adalah bentuk gunung sumbing yang
beranimasi dengan letusannya.
Gambar 5.14 Model Virtual Letusan Gunung Sumbing.
5.1.4 Implementasi Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan dalam sistem alat peraga berbasis augmented reality
ada dua, yaitu unit proses dan unit visual
1. Unit Proses
Untuk unit proses, digunakan komputer yang telah disediakan di laboratorium
LSKK-ITB, dengan spesifikasi sebagai berikut.
a. Processor Intel Core Duo dengan kecepatan proses 2,33 GHz.
b. RAM sebesar 2 GB.
c. Kapasitas harddisk sebesar 160 GB.
61
d. Motherboard dengan chipset yang kompatibel dengan VGA card yang dipakai.
e. Memiliki opsi konektifitas USB 2.0 dan nirkabel.
f. VGA card nVidia GeForce 8600 GT.
Gambar 5.15 Unit Proses
2. Unit Visual
Unit visualisasi yang ditempatkan menjadi satu dengan meja tempat meletakkan
marker field juga telah dibuat.
Gambar 5.16 Meja Marker dan Unit Visual
Pada sistem tersebut, diletakkan juga sebuah kamera yang berfungsi untuk
mendeteksi marker. Gambar yang ditangkap kamera akan diproses dan kemudian
diasosiasikan dengan obyek virtual, sesuai dengan yang terprogram dalam sistem.
62
5.2 Pengujian Sistem Aplikasi ARVolcano.
Tahap pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu prngujian fungsional dan
pengujian aplikasi untuk mendapatkan opini dari user, yaitu pengunjung museum.
5.2.1 Pengujian Fungsional.
Pengujian fungsional terdiri dari pengujian dari fungsi-fungsi yang ada yang
disesuaikan dengan prasyarat desain yang telah ditentukan diawal.
No Materi Film dokumenter
Foto/
Lukisan Maket Magic
Book Meja
1. Menampilkan model mirip aslinya
2. Visualisasi 3Dimensi
3. Gambar Bergerak
4. Interaksi dengan user
5. Dapat dilihat secara massal
v
Tabel 5.1 Tabel Pengujian Fungsional
Dari data diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi ARVolcano memenuhi
prasyarat desain sebagai alat peraga museum geologi.
5.2.2 Pengujian terhadap User
Pengujian sistem aplikasi ARVolcano dilaksanakan langsung di Museum Geologi
Bandung, pada hari rabu tanggal 9 Juli 2008 dari pukul 14.00 sampai dengan 16.00.
Tujuan pengujian sistem ini adalah untuk mengetahui pendapat dari pengunjung
museum tentang sistem alat peraga berbasis augmented reality yang telah dibuat.
Pengujian ini sebagai pengujian awal dari Preliminary Design ARVolcano dengan
pengguna terbatas. Skenario pengujian sebagai berikut:
1. Pengunjung diberi penjelasan awal tentang alat peraga yang baru, tentang
teknologi Augmented Reality, isi dari alat peraga dan cara menggunakannya.
2. Setelah mendengar penjelasan, pengunjung dapat mencoba sistem aplikasi,
atau melihatnya dari dekat.
3. Pengunjung mengisi kuesioner yang telah disediakan.
63
Jumlah pertanyaan terdiri dari 10 buah pertanyaan jajak pendapat tentang keberadaan
museum, 10 pertanyaan tentang perbandingan alat-alat peraga museum yang sudah
ada dengan alat peraga berbasis Augmented Reality dan 1 pertanyaan tentang alat
peraga yang paling disukai (Kuesioner terlampir).
Jumlah pengunjung yang bersedia mencoba menggunakan sistem alat peraga dan
mengisi kuesioner adalah sebanyak 15 orang dari berbagai kelompok umur (16 s.d.
43 tahun). Namun data yang valid hanya diperoleh 13 data. Pertanyaan 1, tentang
informasi yang didapatkan oleh pengunjung dari berbagai sarana peraga. Respon
dalam bentuk grafik ditampilkan di gambar 5.17.
Gambar 5.17 Respon Pengunjung Terhadap banyaknya informasi
Pertanyaan 2 adalah tentang tingkat ke-detail-an obyek yang ditampilkan oleh setiap
alat peraga. Respon dalam bentuk grafik ditampilkan di gambar 5.18.
(1). Banyaknya Informasi yang Disampaikan
0
2
4
6
8
10
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
64
Gambar 5.18 Respon Pengunjung Terhadap Ke-detail-an Obyek
Pertanyaan nomor 3, responden diminta untuk memberikan pendapat tentang sistem
alat peraga mana yang cepat membuat bosan. Respon dalam bentuk grafik
ditampilkan di gambar 5.19.
Gambar 5.19 Respon Pengunjung Tentang Kebosanan yang Ditimbulkan
Pertanyaan nomor 4 adalah tentang daya tarik yang dimiliki oleh sistem peraga.
Respon dalam bentuk grafik ditampilkan di gambar 5.20.
(2). Gambar/ Model Lebih Detil
0
2
4
6
8
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
0
2
4
6
8
FILM DOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
(3). Cepat Bosan
Respon
65
Gambar 5.20 Respon Pengunjung Terhadap Tingkat Ketertarikan
Pertanyaan nomor 5 adalah tentang kesenangan yang dirasakan oleh pengunjung
pada saat menggunakan alat peraga. Respon dalam bentuk grafik ditampilkan pada
gambar 5.21.
Gambar 5.21 Respon Pengunjung Terhadap Tingkat Kesenangan yang Dirasakan
(4). Lebih Menarik / atraktif
0
2
4
6
8
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
(5). Lebih Menyenangkan
0
2
4
6
8
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
66
Dalam pertanyaan nomor 6, responden diminta untuk menunjukkan sistem alat
peraga yang mana yang lebih mudah digunakan. Respon dalam bentuk grafik
ditampilkan pada gambar 5.22.
Gambar 5.22 Respon Pengunjung Terhadap Kemudahan Penggunaan Alat Peraga
Pertanyaan nomor 7 adalah tentang kemudahan memahami materi yang hendak
disampaikan melalui sarana peraga. Respon dalam bentuk grafik ditampilkan pada
gambar 5.23.
Gambar 5.23 Respon Pengunjung Terhadap Kemudahan Memahami Materi
(6). Mudah Digunakan
0
2
4
6
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
(7). Mudah Dipahami
0
2
4
6
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
67
Pertanyaan nomor 8 adalah tentang interaktifitas dari sarana peraga. Respon dalam
bentuk grafik ditampilkan pada gambar 5.24.
Gambar 5.24 Respon Pengunjung Terhadap Interaktifitas Sarana Peraga
Pertanyaan nomor 9 dimaksudkan untuk mengetahui sarana peraga mana yang
memberikan experience lebih kepada pengunjung. Respon dalam bentuk grafik
ditampilkan pada gambar 5.24.
Gambar 5.25 Respon Pengunjung Terhadap Experience yang Didapatkan
(8). Lebih Interaktif
0
2
4
6
8
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
(9). Mempunyai Pengalaman Lebih
0
2
4
6
8
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
68
Pertanyaan terakhir, nomor 10, bertujuan untuk mengetahui sarana peraga mana yang
metoda interaksinya paling mudah dimengerti cara penggunaannya dan paling mudah
dilakukan.
Gambar 5.26 Respon Pengunjung Terhadap Kemudahan Metoda Interaksi
5.3 Analisis Hasil Pengujian
Dari tabel diatas dapat di rangkum sebagai berikut:
No Materi Film dokumenter
Foto/
Lukisan Maket Magic
Book Meja
1. Informasi lebih banyak 8 (61,5%) 3(23,1%) 1 (7,7%) 1 (7,7%) 0 2. Gambar/ model lebih detail 3 (23,1%) 1(7,7%) 6(46,2%) 3(23,1%) 0 3. Cepat bosan 0 5(38,5%)) 2(15,4%) 0 6(46,2%) 4. Lebih menarik/ atraktif 5(38,5%) 0 1(7,7%) 7(53,8%) 0 5. Menyenangkan 7 (53,8%) 0 1(7,7%) 5(38,5%) 0 6. Mudah digunakan 3(23,1%) 3(23,1%) 5(38,5%) 2(15,4%) 0 7. Mudah dipahami 5(38,5%) 2(15,4%) 4(30,8%) 2(15,4%) 0 8. Lebih Interaktif 5(38,5%) 0 0 7(53,8%) 0 9. Mempunyai pengalaman lebih 6(46,2%) 0 1(7,7%) 6(46,2%) 0 10. Interaksi dengan user
5(38,5%) 0 3(23,1%) 4(30,8%) 0
Tabel 5.2 Hasil Pengujian dengan user
Pengujian yang dilakukan untuk menjaring opini awal dari pengunjung museum
geologi terhadap alat peraga sesuai dengan prasayarat desain yang telah ditentukan
(10). Interaksi Dengan User
0
2
4
6
FILMDOKUMENTER
FOTO MAKET MAGICBOOK MEJA
Respon
69
oleh pihak Museum Geologi Bandung. Dari opini tersebut dapat diketahui kelemahan
sistem untuk perbaikan selanjutnya.
Dari tabel hasil pengujian terbatas diatas, menunjukkan bahwa pengunjung merasa
bahwa sistem alat peraga berbasis augmented reality merupakan sebuah sarana
peraga yang menarik, interaktif dan memiliki pengalaman lebih dibandingkan alat
peraga yang lain di museum. Respon dari pengunjung yang menyatakan bahwa
sistem alat peraga masih kurang menyenangkan, membosankan, tidak mudah
digunakan dan menampilkan model yang kurang detil, serta tidak memberikan
informasi yang cukup.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengurutkan alat peraga yang paling disukai. Tabel
dibawah diambil dari urutan pertama dan kedua yang paling disukai oleh
pengunjung.
Film dokumenter Foto/Lukisan Maket Magic Book Meja
12 2 2 10 4
Tabel 5.3 Alat Peraga yang Paling Diminati
Gambar 5.27 Alat Peraga yang Paling Diminati
Alat Peraga yang paling Diminati
0
2
4
6
8
10
12
14
Film Foto Maket MagicBook Meja AR
respon
70
Dari tabel di atas terlihat bahwa pengunjung lebih menyukai film dokumenter,
kemudian MagicBook, meja, maket dan foto. Dari opini diatas dapat ditarik
kesimpulan awal bahwa alat peraga berbasis Augmented Reality untuk dimuseum
cukup diminati oleh pengunjung museum
Film Dokumenter rmerupakan alat peraga unggulan di museum geologi Bandung,
sebab dikemas secara ekslusif layaknya studio. Sehingga pengunjung merasa nyaman
melihatnya seolah-olah menyaksikan film di bioskop. Oleh karena itu film
dokumenter paling diminati oleh pengunjung museum.
MagicBook dan meja landscape urutan kedua dan ketiga yang paling diminati oleh
pengunjung, hal ini karena memberikan warna baru yang dapat menarik minat
pengunjung karena belum pernah melihat model virtual kegunungapian sebelumnya.
2012-03-13T14:24:08+0700Digital Content