Transcript

BAB IPENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kemerdekaan merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia oleh generasi terdahulu. Namun bukan berarti perjuangan berakhir di titik ini saja, karena akhir dari perjuangan merebut kemerdekaan menjadi langkah baru bagi generasi selanjutnya untuk mempertahankan serta mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala bidang kehidupan. Negara Indonesia adalah Negara berkembang yang kemiskinannya masih merajalela. Padahal Negara yang melimpah kekayaan alamnya melimpah. Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi penduduk Indonesia menjadi tidak stabil lagi. Apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia jumlah angka kemiskinan belum bias dikurangi dengan jumlah yang banyak, tetapi hanya turun beberapa persen.

Kenyataan menunjukan bahwa kemiskinan masih terdapat pada penduduk Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kemiskinan masih sering dihubungkan dengan keterbelakangan dan ketertinggalan. Di samping itu kemiskinan juga merupakan salah satu masalah social yang amat serius. Untuk mencari solusi yang relevan dalam memecahkan masalah kemiskinan, perlu dipahami sebab kemiskinan.Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Konsep pembangunan sosial dapat dilihat kaitannya dalam rangka upaya mewujudkan cita-cita negara Kesejahteraan. Konsep tersebut bersumber dari pemahaman tentang fungsi negara. Negara tidak lagi hanya bertugas memelihara ketertiban dan menegakkan hukum, tetapi terutama adalah meningkatkan kesejahteraan warganya. Dalam pandangan tersebut, negara dituntut untuk berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya, yang didorong oleh pengakuan atau kesadaran bahwa rakyat berhak memperoleh kesejahteraan sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dalam banyak hal, hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan ini juga akan terkait dengan hak-hak asasi manusia.

Berbagai kebijakan telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan Surat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor B-2143 / KMK / Dep. II/XI/2007 tertanggal 30 Nopember 2007, salah satu alternatif tindakan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini diwujudkan dalam kebijakan beras untuk rumah tangga miskin (RASKIN) yaitu pendistribusian beras bersubsidi dengan ketentuan setiap RTM memperoleh 10 Kg hingga 15 Kg selama 10 bulan dengan harga Rp. 1.600,-/kg netto di titik distribusi dengan ketentuan Rp 4.616 harga beras/sesuai dengan HPP harga pembelian oleh pemerintah, sedangkan Rp 3.016 disubsidi oleh pemerintah/APBN. Nama RASKIN ( Beras untuk Keluarga Miskin) yang mulai diterapkan tahun 2002 (lima tahun setelah Operasi Pasar Khusus / OPK 1998) adalah metamorfosis yang bertujuan untuk lebih menjelaskan arti program sehingga diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan di lapangan.Berdasarkan Surat Deputi Menko Kesra Bidang Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat No. B.216/KMK/DEP.II/II/2008 Tanggal 5 Pebruari 2008 perihal Pagu RASKIN menyatakan bahwa pendistribusian beras bersubsidi dengan ketentuan setiap RTM memperoleh 10 Kg hingga 15 Kg selama 10 bulan dengan harga Rp. 1.600,-/kg netto di titik distribusi. Namun, pada kenyataannya pelaksanaan kebijakan RASKIN tidak selalu berpedoman penuh pada prosedur kebijakan karena masih tidak sesuai dengan realisasi pembagian beras RASKIN kepada masyarakat penerima RASKIN.II. Rumusan Masalah BAB II

LANDASAN TEORI

Menurut Wahab (1991 : 45): Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.

Ia juga menyatakan, dalam implementasi khususnya yang dilibatkan oleh banyak organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang yakni : (1) pemprakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the center atau pusat); (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery); (3) aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah kepada siapa program-program itu diwujudkan yakni kelompok-kelompok sasaran(Wahab,1997 :63).

Secara garis besar garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai Out come (hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan negara tersebut Policy delivery system (sistem penyampaian/penerusan kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki (Wahab:1990:123-124).

Menurut Menurut Ripley & Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan Whats happening ? (Apa yang terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk whats happening mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.

Jadi implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan/perilaku unit birokrasi untuk bertanggungjawab untuk melaksanakan program, tetapi lebih dari itu jaringan social politik dan ekonomi yang berpengaruh pada semua pihak terlibat dan akhirnya terdapat suatu dampak yang tidak diharapkan.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III (dalam Subarsono 2005:90) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi.

1. Komunikasi

Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni:a. Transmisi

Sebelum penjabat pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikelurkan.b. Konsisten

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.

c. Kejelasan

Edward mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

2. Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokemen.

3. Disposisi(Kecenderungan)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.B. Lingkungan KebijakanLingkungan kebijakan (policy environment) adalah keadaan yang menyebabkan timbulnya isu-isu kebijakan (policy issues) yang terdiri dari intra dan extra societal environments. Lingkungan kebijakan merupakan Faktor dinamis yang merupakan salah satu unsur dari sistem kebijakan publik dan berperan dalam proses kebijakan (formulasi, implementasi dan evaluasi kinerja kebijakan), unsur-unsur yang lain adalah:

1. Pembuat dan pelaksana kebijakan (policy maker and implementer), adalah seseorang dan sekelompok orang, atau organisasi yang mempunyai peranan dalam proses kebijakan dalam sistem politik tertentu.

2. Policy contents (muatan kebijakan) yaitu keputusan atau sejumlah pilihan yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu.

3. Kelompok sasaran kebijakan (target group) yaitu orang atau sekelompok orang, atau organisasi dalam masyarakat yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi oleh kebijakan yang bersangkutan.

Berbagai model dikembangkan dan dipergunakan dalam proses kebijakan, seperti misalnya: model kelembagaan (kebijakan dipandang sebagai kegiatan lembaga pemerintahan), model proses (kebijakan dipandang sebagai aktivitas politik), model elite (kebijakan dipandang sebagai preferensi elite), model kelompok (kebijakan dipandang sebagai konsensus kelompok), model rasional (kebijakan dipandang sebagai pencapaian tujuan secara rasional, dan menjamin optimalitas sosial), model inkremental (kebijakan dipandang sebagai modifikasi kebijakan sebelumnya), model sistem (kebijakan dipandang sebagai keluaran dari sistem), model permainan (kebijakan dipandang sebagai pilihan rasional dalam situasi yang kompetitif, dan model pilihan publik (kebijakan dipandang sebagai pembuatan keputusan kolektif dari individu-individu yang berkepentingan.

Sebagaimana model lainnya, model proses kebijakan publik merupakan simplifikasi dari realitas yang jauh lebih kompleks dan dinamis. Untuk mendapatkan representasi yang mendekati kenyataan, dapat dikembangkan model-model yang mengkombinasikan beberapa variabel yang relevan dari model-model yang ada.C. Evaluasi Lingkungan KebijakanEvaluasi kebijakan memiliki berbagai lingkup yang dapat dikaji, misalnya bidang sosial dan politik. Dengan pendekatan disiplin ilmu sosial dan politik diharapkan, evaluasi yang dilakukan dapat lebih terarah dan tepat sasaran. Dibutuhkan evaluator yang paham tentang ilmu-ilmu dasar evaluasi sekaligus menguasai tahapan-tahapan evaluasi agar dapat benar-benar mendapatkan hasil yang memuaskan..

Berikut ini adalah salah satu contoh tahapan evaluasi :

1. Mengamati, memahami tujuan evaluasi

2. Mengamati, memilih kriteria

3. Mengamati sensitivitas metode

4. memperhatikan efektivitas biaya

5. memperhatikan kendala yang berhubungan dengan anggaran, yakni SDM dan juga data

Diharapkan dengan tahapan evaluasi yang baik, pengkajian evaluasi lingkungan kebijakan dapat terlaksana dengan baik, dan memunculkan identifikasi maupun alternatif kebijakan yang menguntungkan bagi pemerintah, masyarakat maupun stakeholder yang terlibat dalam kebijakan tersebut.D. Tujuan dan Sasaran Program Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin)Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin.

Tujuan program raskin adalah memberikan bantuan dan meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan beras sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan dan mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebangian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.

Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras keluarga miskin yang telah terdata dengan kuantum tertentu sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin.

E. Pelaksana Program Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin)Kinerja pelaksanaan Raskin dapat ditinjau dari aspek-aspek sosialisasi dan transparansi informasi, alokasi, penargetan, frekuensi pendistribusian, jumlah beras yang diterima penerima manfaat, sistem pembayaran dan harga beras, serta penggunaan dana. Salah satu ukuran kinerja masing-masing aspek pelaksanaan Raskin ditentukan oleh kesesuaian antara aturan program yang tertulis dalam Pedum Raskin dengan realisasi pelaksanaan berdasarkan informasi dari tinjauan dokumen, analisis data sekunder, dan temuan lapangan.

Kepala desa/Lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaan distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkan salah satu dari 3 alternatif Pelaksana Distribusi Raskin, yaitu:

1. Kelompok Kerja(Pokja)2. Warung Desa(Wardes)3. Kelompok Masyarakat(Pokmas)

Pembentukan Pokmas dan Wardes diatur dalam Pedoman Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin.F. Penetapan Penerima RaskinPenetapan penerima manfaat Program RASKIN di Desa/Kelurahan menggunakan mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Musyawarah Desa/Kelurahan dilakukan untuk menentukan nama-nama calon penerima manfaat untuk ditetapkan sebagai RTM penerima manfaat sesuai dengan sasaran.Musyawarah Desa/Kelurahan dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah dan diikuti oleh aparat Desa/Kelurahan (termasuk Kepala Dusun/Lingkungan, RW, RT), PLKB, anggota Badan Permusyawaratan Desa/Dewan Kelurahan, institusi kemasyarakatan Desa/Kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat, dll.) serta perwakilan Rumah Tangga Miskin.Daftar RTM Penerima Manfaat RASKIN (Format DPM-1) dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah, dan disahkan oleh Camat setempat. RTM Penerima Manfaat yang tercantum dalam DPM-1 diberikan identitas berupa tanda tertentu.Mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan lebih rinci diatur oleh Tim RASKIN Provinsi atau Tim RASKIN Kabupaten/Kota dalam Pedoman Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis.G. Mekanisme Distribusia) Bupati/Walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog berdasarkan alokasi pagu RASKIN dan Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat RASKIN di masing-masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan.b) Berdasarkan SPA, Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing Kecamatan/Desa/Kelurahan kepada SATKER RASKIN pada saat beras akan didistribusikan ke Titik Distribusi. Apabila terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka penerbitan SPPB/DO ditangguhkan sampai ada pelunasan.c) Berdasarkan SPPB/DO, SATKER RASKIN mengambil beras di gudang penyimpanan Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras RASKIN kepada Pelaksana Distribusi di Titik Distribusi. Kualitas beras yang diserahkan, harus sesuai dengan kualitas beras BULOG. Apabila dalam penyerahan ditemukan beras tidak memenuhi standar maka beras dikembalikan kepada SATKER RASKIN untuk diganti/ditukar.d) Pelaksanaan Distribusi menyerahkan beras kepada Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat RASKIN secara perorangan atau kelompok yang mewakili masyarakat.e) Mekanisme distribusi secara lebih rinci agar diatur dalam Pedoman Pelaksanaan RASKIN Provinsi atau Petunjuk Teknis RASKIN Kabupaten/ Kota disesuaikan dengan kondisi obyektif masing-masing daerah.f) Penyerahan beras di Titik Distribusi dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh SATKER RASKIN dan Pelaksana Distribusi yang menerima beras RASKIN serta diketahui oleh Kepala Desa/ Lurah/Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk. Nama dan identitas penandatangan dicantumkan secara jelas dan dicap/stempel Desa/Kelurahan/Kecamatan.g) Berdasarkan BAST, Divre/Subdivre/Kansilog membuat rekapitulasi Berita Acara pelaksanaan RASKIN masing-masing Kecamatan (Format MBA-O) yang ditandatangani SATKER RASKIN Divre/Subdivre/Kansilog dan Tim RASKIN Kecamatan serta diketahui oleh Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.h) Berdasarkan MBA-O, Divre/Subdivre/Kansilog membuat Rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan RASKIN Kabupaten/Kota (Format MBA-1) yang ditandatangani oleh Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog dan Bupati/Walikota atau pejabat yang mewakili, serta seorang Saksi dari Tim RASKIN Daerah. Nama dan identitas penandatangan dicantumkan secara jelas dan dicap/distempel.i) Pembuatan MBA-1 bisa dilakukan secara bertahap tanpa harus menunggu MBA-O selesai seluruhnya. Dengan demikian dalam satu Kabupaten/Kota untuk bulan alokasi yang sama dimungkinkan dibuat lebih dari 1 (satu) MBA-1. Setelah MBA-1 selesai ditandatangani segera dikirimkan ke Divre dengan dilampiri copy SPA dan Rekap SPPB/DO(MDO).j) Sebelum dikirim ke Divre, dokumen administrasi distribusi tersebut diverifikasi terlebih dahulu untuk kelengkapan dan ketepatannya. Berdasarkan MBA-1, dibuat rekapitulasi di tingkat Divre (Format MBA-2) dan langsung dikirim ke Kantor Pusat Perum BULOG.(Sumber : Buku Pedoman Umum Raskin 2010)STUDI KASUS

Implementasi Kebijakan Program Beras Miskin di Kelurahan Barusari SemarangKelurahan Barusari Kecamatan Semarang Selatan yang berada di pusat Kota Semarang mempunyai luas wilayah 50,50 Ha. Kelurahan Barusari Semarang memiliki hamparan bidang wilayah atau ketinggian tanah berada pada 3 meter diatas permukaan laut (m.dpl). Secara geologi, Topografi wilayah Kelurahan Barusari berupa dataran rendah dan memiliki suhu udara rata-rata 23 - 31 C. Jumlah Penduduk atau Masyarakat Miskin Kelurahan Barusari Semarang Jumlah penduduk atau masyarakat yang tergolong sebagai masyarakat miskin di Kelurahan Barusari Semarang berjumlah 1.065 jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kelurahan Barusari Semarang tergolong tinggi. Apabila ditinjau dari kategori penduduk menurut mata pencaharian, penduduk Kelurahan Barusari Semarang yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, pengusaha, buruh industry, buruh bangunan sebanyak , pedagang, pengangkutan, Pegawai Negeri (Sipil+ABRI) dsb.

Implementasi kebijakan RASKIN di Kelurahan Barusari Semarang belum berjalan dengan

baik dikarenakan masih banyak penyimpangan kebijakan, antara lain pembagian RASKIN tidak tepat sasaran, keterlambatan aparat pelaksana distribusi Kepala Desa/Lurah dalam menyetorkan pelunasan Hasil Penjualan Beras (HPB) dari warga ke rekening BULOG di BRI, jumlah jatah beras yang diterima masyarakat kurang dari 10 Kg yang disebabkan jumlah RTM yang disepakati oleh MUSKEL lebih tinggi dibanding data RTM yang resmi dari BPS karena untuk menghindari kecemburuan sosial, sedangkan jumlah alokasi atau pagu beras RASKIN sangat terbatas. Selain itu pembagian beras RASKIN sering terlambat dan kualitas beras cenderung buruk.

Melihat gambaran Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) diatas dapat terlihat bahwa implementasi kebijakan Program Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) khususnya di Kelurahan Barusari Semarang kurang berhasil diimplementasikan. Dengan melihat pernyataan tersebut di atas telah membuktikan bahwa implementasi kebijakan RASKIN masih belum berjalan dengan efektif. empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Keempat faktor tersebut adalah :1. Komunikasi;

2. Sumber daya;

3. Kondisi Ekosospol ;

4. Disposisi/sikap

Hambatan-hambatan Implementasi Kebijakan RASKIN

1. Komunikasi

a. Komunikasi yang disampaikan komunikator jelas tetapi pendidikan masyarakat rendah sehingga terjadi salah pengertian/miskomunikasi.b. Pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator masih tidak sesuai atau tidak konsisten.

2. Sumber Daya

a. Aparat pelaksana kebijakan RASKIN memiliki kualifikasi yang cukup baik. Namun, karena RASKIN merupakan program cukup lama sehingga menimbulkan kejenuhan bagi aparat pelaksana kebijakan RASKIN.

b. Tingkat kompetensi yang dimiliki aparat pelaksana kebijakan RASKIN masih kurang.

c. Antara anggaran dengan kegiatan program RASKIN tidak seimbang.

d. Penggunaan alokasi anggaran kebijakan RASKIN tidak tepat.

e. Fasilitas yang digunakan tidak memadai.

f. Informasi meluas dan merata tetapi pendidikan masyarakat rendah

3. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik (EKOSOSPOL)a. Kondisi ekonomi masyarakat Kelurahan Barusari Semarang benar-benar tidak mampu tetapi masyarakat mampu juga tetap mendapatkan RASKIN karena terjadi kecemburuan sosial/iri.

b. Distribusi atau pembagian beras kepada masyarakat Kelurahan Barusari tidak berdasarkan kriteria masyarakat miskin.

c. Kurangnya kesadaran dan budaya malu dari masyarakat Kelurahan Barusari untuk tidak mengambil hak masyarakat miskin.

d. Besarnya tebusan bagi sebagian besar masyarakat Kelurahan Barusari tidak memberatkan tetapi tergantung dari pendapatan yang diperoleh masing-masing masyarakat.

4. Disposisi/Sikap

a. Pembagian /distribusi beras RASKIN sering terlambat

b. Sosialisasi pembagian beras dari pihak Kelurahan Barusari kepada masyarakat sering terlambat

c. Pihak Kelurahan Barusari Semarang tidak melakukan pendataan ulang

d. Timbangan atau ukuran beras yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan pemerintah

e. Terdapat masyarakat Kelurahan Barusari yang menjual beras RASKIN

5. Implementasi Kebijakan RASKIN

a. Jumlah alokasi atau jatah beras RASKIN kurang dari 10 Kg.b. Kualitas beras RASKIN masih burukc. Masyarakat Kelurahan Barusari Semarang dikenakan biaya tambahan untuk menebus berasd. Apabila pendistribusian beras dikelola oleh Kelurahan, maka masyarakat tidak dapat menyicil biaya tebusan beras RASKIN6. Karakteristik dan Kapabilitas Instansi dan Aparat Pelaksana

Kurangnya koordinasi, mekanisme kontrol, integrasi keputusan yang baik, serta ketidakkonsistenan pemerintah dan aparat pelaksana kebijakan RASKIN sehingga terjadi ketidaksesuaian antara prosedur kebijakan dengan pelaksanannya di lapangan.D. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Kebijakan RASKIN

1. Komunikasi

Interaksi yang insentif antara organisasi pelaksana kebijakan RASKIN dengan kelompok sasaran

Pesan yang disampaikan komunikator mengandung kejelasan

Sosialisasi rutin kepada masyarakat tentang kebijakan RASKIN baik berupa penanganan pengaduan masyarakat

2. Sumber Daya Sumber Daya Manusia aparat yang terlibat dalam melaksanakan kebijakan RASKIN cukup baik dan sesuai dengan jabatan serta keahlian

Implementator dan aparat pelaksana kebijakan RASKIN sudah memiliki tenaga terampil dan memadai Kewenangan yang terjadi antara aparat pelaksana kebijakan RASKIN sudah jelas dan sesuai dengan jabatan serta keahlian

3. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik (EKOSOSPOL)

Kondisi aparat pelaksana kebijakan RASKIN dengan masyarakat sudah kondusif Peran politik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendukung kebijakan RASKIN

4. Disposisi / Sikap

Persepsi / pendapat aparat pelaksana kebijakan RASKIN dan masyarakat yang baik terhadap kebijakan RASKIN

Implementator dan aparat pelaksana kebijakan RASKIN diperlukan komitmen, kejujuran yang tinggi serta tingkat kepatuhan yang tinggi dan sifat demokratis Masyarakat diperlukan memiliki komitmen dan kejujuran serta kepatuhan terhadap aturan dan prosedur kebijakan

5. Karakteristik dan Kapabilitas Instansi dan Aparat Pelaksana Kebijakan RASKIN

Dukungan berupa dana untuk pelaksanaan kebijakan RASKIN serta Political Area dan situasi yang kondusif

Pola-pola hubungan atau koordinasi antara aparat pelaksana kebijakan di tingkat Kota dengan aparat pelaksana distribusi di tingkat Kecamatan dan Kelurahan

E. Strategi Optimalisasi Implementasi Kebijakan RASKIN

Implementasi kebijakan RASKIN khususnya di kelurahan Barusari Semarang sampai saat ini masih belum berjalan dengan baik. Adapun strategi optimalisasi kebijakan RASKIN antara lain sebagai berikut :

1. Sosialisasi Peraturan Perundangan Kebijakan RASKIN

Sosialisasi Peraturan Perundangan ini berkaitan dengan komunikasi agar masyarakat dapat mengetahui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kebijakan RASKIN agar masyarakat tidak lagi melakukan penyimpangan kebijakan RASKIN.

2. Validasi Penerima RASKINValidasi penerima RASKIN ini berkaitan dengan sumber daya dalam hal ini sumber daya financial agar sumber daya financial atau anggaran yang dipergunakan untuk pelaksanaan kebijakan RASKIN sebanding dengan jumlah penerima RASKIN. Selain itu, pelaksanaan RASKIN menjadi tepat sasaran dan yang menerima beras RASKIN adalah benar-benar masyarakat tidak mampu atau membutuhkan.

3. Sanksi Penyimpangan Kebijakan RASKIN

Sanksi yang jelas dan tegas ini berkaitan dengan disposisi atau sikap sehingga aparat pelaksana kebijakan dan masyarakat tidak melakukan penyimpangan kebijakan RASKIN

tersebut.

4. Pendistribusian RASKIN Melalui Lembaga Masyarakat atau Koperasi

Strategi optimalisasai ini berkaitan dengan implementasi kebijakan RASKIN.

5. Peningkatan Pengetahuan dan Pembedayaan Ekonomi dan Sosial Masyarakat serta Kekuatan Politik

Strategi optimalisasi ini berkaitan dengan kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik (EKOSOSPOL).

6. Peningkatan Pelatihan, Pengembangan dan Evaluasi Kinerja Instansi dan Aparat Pelaksana Kebijakan

Strategi optimalisasi ini berkaitan dengan karakteristik dan kapabilitas instansi dan aparat pelaksana kebijakan RASKIN.KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Sahaya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung : CV Pustaka Setia.

http://viaaana.blogspot.com/2012/10/keberhasilan-implementasi-program_7854.htmlhttp://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-i/beras-bersubsidi-bagi-masyarakat-berpenghasilan-rendah-raskin/http://admneg08029.blogspot.com/2011/06/review-buku-evaluasi-kebijakan-publik.htmlhttp://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bPiMBniL6QAJ:wahyunurharjadmo.staff.fisip.uns.ac.id


Recommended