Kata Pengantar
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan tugas ketiga dari mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan yaitu
Implikasi Central Place Theory Dalam Jurnal: Pola Distribusi Minimarket di Kota-Kota Kecil oleh
Astri Aulia S, Adisti Madella Elmanisa dan Myra P Gunawan. Dimana dalam tugas ini akan
dibahas mengenai analisis implikasi teori lokasi dengan lokasi yang dipilih, alasan pemilihan
lokasi yang relevan dengan teori, faktor-faktor lokasi, serta review dari Central Place Theory.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Analisa
Lokasi dan Keruangan, Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc. dan Surya Hadi Kusuma, ST. MT. yang
turut membimbing dalam penyelesaian makalah ini, serta sumber-sumber terkait yang turut
menjadi referensi makalah ini. Jauh dari semua ini makalah masih sangat jauh dari kata
sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Surabaya, Maret 2015
Penulis
1
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
1.2 Tujuan.........................................................................................................................................4
1.3 Sistematika Penulisan..............................................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi.....................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................................7
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi..........................................................................................................7
3.2 Faktor-Faktor Lokasi.................................................................................................................7
3.3 Implikasi Teori terhadap lokasi yang dipilih...........................................................................8
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................10
4.1 Lesson Learned.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................11
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lokasi berarti letak atau tempat. Dalam
perencanaan wilayah atau kota pemilihan lokasi yang yang tepat untuk guna lahan tertentu
sangatlah penting. Oleh karena itu, dirumuskanlah teori-teori lokasi yang berguna sebagai
acuan menentukan lokasi yang strategis bagi guna lahan tertentu. Teori lokasi adalah ilmu
yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki
alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau
pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi
maupun sosial (Tarigan, 2006).
Salah satu teori lokasi yaitu Teori Tempat Pusat (Central Place Theory) dikemukakan oleh
Walter Christaller pada 1933. Teori ini menyatakan bahwa suatu lokasi dapat melayani
berbagai kebutuhan yang terletak pada suatu tempat yang disebutnya sebagai tempat
pusat. Tempat pusat merupakan pusat kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi.
Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan
wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah
belakangnya (hinterland).Tempat pusat tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu sesuai
kemampuannya melayani kebutuhan wilayah tersebut. Bentuk pelayanan tersebut
digambarkan dalam segi enam/heksagonal. Pada teori tempat pusat juga menjelaskan
tentang hubungan keterkaitan antara sosial – ekonomi dan fisik yang saling mempengaruhi.
Studi kasus yang diambil berdasarkan jurnal “Pola Distribusi Spasial Minimarket Di Kota–
Kota” yang ditulis oleh Astri Aulia S, Adisti Madella Elmanisa dan Myra P Gunawan pada
tahun 2009. Peneliti merupakan kelompok keahlian perencanaan dan perancangan kota
dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut
Teknologi Bandung.
Makalah ini akan membahas bagaimana implikasi mengenai pola persebaran minimarket
menggunakan Teori Tempat Sentral (Central Place Theory). Pada umumnya minimarket
berlokasi di dekat permukiman penduduk yang merupakan target pasarnya (Jones and
Simmons, 1990). Persebaran minimarket di kota-kota kecil ini mempunyai pola
tersendiri dalam menangkap peluang pasarnya. Maka dari itu perlu adanya penjelasan
3
secara deskriptif pola persebaran minimarket khususnya di kota-kota kecil yang
mengeksplorasi teori tempat sentral.
1.2 Tujuan
Menjelaskan implikasi teori lokasi Christaller yaitu Central Place Theory terhadap fenomena
lokasi dan keruangan yang terbentuk dalam studi kasus pola persebaran minimarket di
kota-kota kecil seperti Soreang, Lembang, dan Tanjung Sari-Jatinangor, Jawa Barat.
1.3 Sistematika Penulisan
Laporan tugas ini ini disusun dalam tiga bab yang dijabarkan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan laporan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan dasar teori lokasi yaitu Central Place Theory yang digunakan
dalam studi kasus
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan mengenai alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor lokasi, dan
implikasi teori lokasi Central Place Theory terhadap lokasi yang dipilih.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan secara keseluruhan dari hasil makalah dan lesson learned.
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi
Teori tempat sentral (Central Place Theory) diintroduksikan pertama kali oleh Walter
Christaller pada tahun 1933 yang menjelaskan distribusi spasial kota dalam suatu
ruang. Pada suatu pusat kota di Selatan Jerman, Crhristaller berpendapat bahwa
tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang dan
jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Inti pokok teori tempat sentral adalah
menjelaskan model hirarki perkotaan (urban hierarchy).
Christaller mengembangkan pemikirannya menyusun suatu model wilayah perdagangan
yang efisien yang berbentuk segi enam (heksagonal). Tiap wilayah perdagangan
heksagonal memiliki pusat. Besar kecilnya pusat-pusat tersebut adalah sebanding dengan
besar kecilnya masing-masing heksagonal.
Christaller mengembangkan model tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar dan sama.
2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropis surface).
3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh
wilayah.
4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya.
Model Christaller menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan
menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan
threshold.
1.Range (jarak) adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas
pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang. Misalnya seseorang membeli
baju di lokasi pasar tertentu, range adalah jarak antara tempat tinggal orang tersebut
dengan pasar lokasi tempat dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih jauh
dari kemampuan jangkauan penduduk yang bersangkutan, maka penduduk
cenderung akan mencari barang dan jasa ke pasar lain yang lebih dekat.
2.Threshold (ambang batas) adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen yang
dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang
5
bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen dalam
ruang (spatial population distribution).
Dari komponen range dan threshold muncul prinsip optimalisasi pasar (market optimizing
principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas,
dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place).
Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya.
Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran bertemu
dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan
terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang
bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke dua pusat
pasar tersebut.
Berdasarkan teori ini, terdapat dua hal mendasar yang menjadi pertimbangan yaitu
jarak dan ambang batas. Jarak adalah seberapa jauh konsumen mau melakukan
perjalanan untuk membeli barang sedangkan ambang batas adalah permintaan
minimum yang dibutuhkan bagi sebuah toko agar dapat melangsungkan usahanya.
Konsumen diasumsikan berada pada tingkat pendapatan yang sama akan tersebar
merata di seluruh wilayah sehingga jarak adalah satu-satunya hambatan bagi
konsumen dalam melakukan perjalanan. Kombinasi jarak dan ambang batas ini akan
menggambarkan jangkauan pelayanan ritel dengan bentuk heksagonal. Model ini
menggambarkan lokasi optimal bagi ritel karena mengkombinasikan antara jarak tempuh
konsumen dengan skala ekonomi optimal ritel.
6
Gambar 1 Range dan Threshold dalam Central Place Theory
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi
Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur hirarki pusat-pusat kota dan
wilayah-wilayah nodal. Tiap wilayah perdagangan heksagonal memiliki pusat. Besar
kecilnya pusat-pusat tersebut adalah sebanding dengan besar-kecilnya masing-masing
heksagonal. Heksagonal terbesar memiliki pusat yang paling besar sedangkan heksagonal
yang terkecil memiliki pusat yang paling kecil.
Dalam pemilihan lokasi ini mengacu pada Bandung Metropolitan Area. Dalam penelitian
terpilih tiga kota kecil yang berada di sekitar Kota Bandung dengan variasi status
dan aktivitas kota-kota kecil yaitu Soreang (kawasan pemerintahan), Lembang
(kawasan pariwisata) dan Tanjung Sari-Jatinangor (kawasan pendidikan dan
perdagangan). Dengan adanya variasi status dan aktivitas kota-kota tersebut,
diharapkan dapat mewakili gambaran pengaruh perkembangan pengecer modern di
kota-kota kecil dengan status dan aktivitas yang berbeda. dalam Wilayah Pengaruh,
yaitu daerah yang diarahkan untuk membantu mengendalikan arus desa kota dan
ketergantungan pelayanan ke kota Bandung (counter magnet).
Kota Bandung dan kota-kota kecil disekitarnya diasumsikan dalam perdagangan
heksagonal. Dengan kota Bandung sebagai heksagonal terbesar dan memiliki pusat yang
paling besar. Jika dilihat dari persebarannya, alasan pemilihan lokasi lebih diprioritaskan
untuk pengunjung yang lewat khususnya dari dan menuju Kota Bandung.
3.2 Faktor-Faktor Lokasi
Berdasarkan teori tempat sentral ini, terdapat dua hal mendasar yang menjadi
pertimbangan yaitu jarak dan ambang batas. Jarak merupakan komponen penting karena
menganalisis seberapa jauh konsumen mau melakukan perjalanan untuk membeli
barang sedangkan ambang batas adalah permintaan minimum yang dibutuhkan bagi
sebuah toko agar dapat melangsungkan usahanya. Untuk ambang batas sendiri sangat
identic dengan jumlah penduduk dalam sebuah kota.
1. Kawasan Perkotaan Tanjungsari
Memiliki jarak 30 km dari Kota Bandung juga memiliki peranan cukup penting
dalam pengembangan Bandung Metropolitan Area yaitu termasuk ke dalam
7
Wilayah Pengaruh, yaitu daerah yang diarahkan untuk membantu mengendalikan
arus desa kota dan ketergantungan pelayanan ke kota Bandung (counter magnet).
2. Kawasan Perkotaan Soreang
Kawasan kota Soreang terletak 20 km dari Kota Soreang. Kota Soreang memiliki fungsi
sebagai kawasan pemerintahan dan memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak
dibandingkan dengan dua kawasan perkotaan lainnya. Dalam konstelasi Metropolitan
Bandung Area, kawasan perkotaan Soreang merupakan kota satelit 1, yaitu kawasan
perkotaan di sekitar dan/atau terkait langsung dengan kota inti Bandung.
3. Kawasan Perkotaan Lembang
Lembang terletak 16 km di sebelah utara Kota Bandung. Dalam konstelasi Metropolitan
Bandung Area, kawasan perkotaan Lembang merupakan wilayah yang mendukung
pengembangan Kota Inti (Bandung-Cimahi) maka Lembang merupakan Kota Satelit I.
3.3 Implikasi Teori terhadap lokasi yang dipilih
Teori tempat sentral berusaha menjelaskan pola actual arus pelayanan jasa, dan untuk
sebagian lagi bersifat normative karena berusaha menentukan pola optimal distribusi
tempat-tempat sentral.
Dalam studi kasus pola distribusi spasial minimarket menitikberatkan pada fungsi yang
berbeda dari ketiga kota tersebut. Hasil penelitian yang didapatkan menekankan dengan
fungsi kota yang berbeda, menghasilkan pola distribusi minimarket yang berbeda pula.
Namun pada dasarnya pola distribusi tersebut sama-sama berada pada tempat sentral atau
jalan-jalan utama.
Proses penyebaran minimarket di ketiga kota tersebut sudah sesuai dengan teori tempat
sentral yakni mengikuti pola ambang (jumlah penduduk) dan pola lingkup (system lokasi).
Kedua faktor tersebut menentukan hirarki tempat sentral. Jika dilihat dari persebarannya,
minimarket berlokasi di sepanjang jalan utama dan jalan-jalan lokal. Persebaran
minimarket mengikuti persebaran jumlah penduduk dan akses jalan utama. Hal ini
terlihat dari kebanyakan jumlah minimarket berada di Desa Cingcin, Soreang dan
Pamekaran yang memiliki jumlah penduduk yang besar.
8
Gambar 2 Jumlah Toko Pengecer Tradisional dan Minimarket di Tiga Kota Dibandingkan Dengan Kebutuhan
Jumlah Toko Berdasarkan Standar Jumlah Penduduk
Dalam salah satu asumsinya, Christaller menyebutkan bahwa konsumen memilih tempat
pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa. Konsumen akan memilih
tempat pusat yang paling dekat dengan lokasi mereka. Namun, pada kenyataannya dalam
studi kasus ini tak jarang konsumen harus beralih ke tempat pusat yang memiliki hirarki
yang lebih tinggi daripada tempat pusat terdekat dari lokasi mereka karena barang dan jasa
yang ingin didapatkan tidak tersedia di lokasi mereka.
Seperti yang terjadi pada kawasan perkotaan Tanjungsari jika dilihat dari persebaran dan
jumlahnya (pada gambar 2), jumlah toko kelontong dan minimarket di kawasan
pendidikan lebih banyak daripada toko kelontong dan minimarket yang berada di
kawasan perdagangan. Hal ini dikarenakan bangkitan pengunjung di kawasan pendidikan
lebih tinggi dibandingkan di kawasan perdagangan. Sehingga masyarakat cenderung
beralih ke kawasan pendidikan sebagai tempat pusat yang memiliki hirarki yang lebih tinggi
untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Lesson Learned
Teori ini menyatakan bahwa suatu lokasi dapat melayani berbagai kebutuhan yang terletak
pada suatu tempat yang disebutnya sebagai tempat pusat. Tempat pusat merupakan pusat
kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Teori tempat sentral mengemukakan model
yang mudah dimengerti untuk menjelaskan pertumbuhan hirarki kota dan ketergantungan
antara pusat-pusat kota dan wilayah di sekitarnya. Teori ini juga relevan bagi perencanaan
wilayah dan kota, karena sistem hirarki merupakan sarana yang efisien untuk perencanaan
wilayah. Namun teori tempat sentral dapat dikatakan kaku dan terlalu sederhana
(oversimplification). Agar teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis maka
perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah lainnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tanpa Tahun. Definisi Lokasi. Dalam www.kbbi.web.id
diakses pada 19 Maret 2015
11