Transcript
Page 1: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

Ester Marcelia Anastasia

102013236

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6, Telp 56942061, Jakarta

[email protected]

Pendahuluan

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah miokardium yang

mengalami nekrosis akibat iskemia total, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST

pada EKG. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal

tersering kematian dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.

Kejadian STEMI merupakan suatu kegawatdaruratan medis dengan morbiditas dan

mortalitas komplikasi yang masih tinggi, sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan

tepat.1

Pada kasus skenario diketahui seorang perempuan 50 tahun mengeluh nyeri dada kiri

yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri awalnya

sedikit berkurang saat istirahat namun terus-menerus dan semakin berat. Dalam makalah ini

saya akan membahas lebih mendalam penyakit yang di derita wanita tersebut, yaitu penyakit

sindrom koroner akut dengan elevasi ST.

Anamnesis

Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit

jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada perawatan penderita.

Riwayat pasien sebaiknya juga mencakup riwayat mengenai keluarga dan insidensi penyakit

kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama (orang tua dan anak). Biasanya dijumpai

gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini pada saat anamnesis dengan penderita penyakit

jantung:

1. Angina (atau nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium.

Sebagian penderita menyangkal adanya “nyeri” dada dan menjelaskan rasa

kekakuan, rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada tanpa disertai nyeri. Angina

dapat dijumpai sebagai nyeri yang dijalarkan, atau nyeri yang seolah berasal dari

1

Page 2: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

mandibula, lengan atas, atau pertengahan punggung. Terdapat juga angina “silent”

yang timbul tanpa disertai rasa tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah.1

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat

dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau

salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada

tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus

mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada

lainnya, karena gejala ini merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.1

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:1

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas

dan lemas.

2. Dispnea (atau kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi

akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan

paru; ortopnea (atau kesulitan bernapas pada posisi berbaring); dispnea nokturnal

paroksimal ( atau dispnea yang terjadi sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan

ventrikel kiri dan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur.

3. Palpitasi (atau merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan

kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.

4. Edema perifer ( atau pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang

interstitial) jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan

didahului oleh bertambahnya berat badan.

5. Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak

adekuat.

6. Kelelahan dan kelemahan, seringkali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi

aliran darah perifer yang berkurang.

Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus ditentukan.

Angina biasanya dicetuskan apabila pasien beraktivitas dan berkurang dengan istirahat.

2

Page 3: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

Dispnea biasanya dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi perubahan posisi tubuh dan

redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi yang mengikutinya dapat mencetuskan dispnea.

Ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal. Selain itu derajat

gangguan yang berkaitan dengan gejala-gejala itu juga harus ditentukan. New York Heart

Association (NYHA) telah membuat pedoman klasifikasi sesuai tingkat aktivitas fisik yang

dapat menimbulkan gejala.1 Kategori berkisar dari penderita kelas I, yaitu mereka yang

asimptomatik dengan kegiatan fisik biasa, sampai penderita kelas IV, yaitu mereka yang

menunjukan gejala-gejala penyakit walaupun dalam keadaan istirahat. Klasifikasi NYHA

paling sering digunakan untuk menentukan pengaruh gagal jantung kongestif pada aktivitas

fisik. Klasifikasi Angina menurut Canadian Cardiovascular Society paling sering digunakan

untuk menentukan derajat angina.1

Pemeriksaan fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali pucat

disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat

dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai

manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/ atau hipotensi). Tanda fisis lain

pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara

karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.2

Pemeriksaan penunjang

A. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri

dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG merupakan senter dalam

menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen

dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika

pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI terapi pasien tetap simtomatik dan

terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan 5-10 menit atau pematauan EKG 12

sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi

segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk

mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.3

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami

evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard

gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika

3

Page 4: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

obstruksi trombus tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,

biasanya tidak ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris

tak stabil atau non STEMI.3

Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang

Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG

menunjukkan gelombang Q atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non trasmural

jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun

ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark ( mural/

tramsmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/

nontrasmural.3

Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalu 3 stadium :

Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T

Elevasi segmen ST

Munculnya gelombang Q baru

Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran

darah yg adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika

aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami

inverse berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati).3

Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan

menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi

kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T.

Bedakan dengan fenomena repolarisasi awal pada orang normal atau lebih dikenal dengan

elevasi titik J (junction), dimana pada elevasi titik J gelombang T tetap pada bentuk nya

yang independen.3

Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel

miokardium yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostic

infark miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis. Gelombang Q

yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Nama nya adalah

gelombang Q signifikan.3 Kriteria gelombang :

Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik

Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks

QRS yang sama

4

Page 5: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

Gambar I . Gambar Gelombang EKG dengan elevasi pada segmen ST.

Diunduh dari http://debarus.files.wordpress.com.12-09-2015

B. Pemeriksaan Laboratorium.1,4

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien

STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.

Petanda ( BIOMARKER) kerusakan jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac

specific Troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial.1 CTn harus digunakan

petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada

keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala

IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan

biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada

nekrosis jantung ( infark miokard).

1. Pemeriksaan CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark

dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 – 4 hari. Operasi

jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

2. Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin)

ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi

setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

3. Pemeriksaan Mioglobin

Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel otot

rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Kadar

5

Page 6: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 8-12 jam. Nilai rujukan :

12-90 ng / ml.

4. Lactic dehydrogenase (LDH)

LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari

dan kembali normal dalam 8-14 hari.

5. Pemeriksaan Kolesterol Serum

Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel

darah merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator

penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan

penumpukan plak di arteri koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan

kolesterol juga bisa karena obat-obatan seperti aspirin. Nilai rujukan : Nilai ideal <

200mg/dL. Risiko sedang : 200-240 mg/dL. Risiko tinggi: > 240 mg/dL.

6. Pemeriksaan Lipoprotein

Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein : HDL

(kelompok α) , LDL, VLDL (kelompok β). Kelompok β merupakan contributor terbesar

terjadi nya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok α membantu

mengurangi deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan : HDL 29-77 mg/dL , LDL

60-160 mg/dL.

7. Pemeriksaan Creatin Kinase

Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada

otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine

Kinase (CK) meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat

pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia. CK memiliki 2 jenis isoenzim

yaitu B dan M. Dan dapat dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian : MM (otot rangka

dan sebagian jantung), MB (jantung), dan BB (dalam otak).

C. Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding

ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat

luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.5

D. Angiografi Koroner

6

Page 7: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan

pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada

arteri koroner.5

Diagnosis Banding

Angina Pectoris Tak Stabil

Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien dengan angina yang

masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih

dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya

angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,

sedangkan faktor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu

istirahat.6

Menurut pedoman American College of ( (ACC) dan America Heart Association

(AHA) angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial

infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan kerusakan

pada miokardium, sehingga petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis

angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tak ada kenaikan troponin

maupun dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk seperti adanya depresi segmen ST

ataupun elavasi sebentar atau adanya gelombang T yang negatif kenaikan enzim biasanya

dalam waktu 12 jam tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bias dibedakan

dari NSTEMI.6

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga

tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya

mempunyai penyempitan yang minimal.Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan

agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100% terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus

tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak

stabil.6

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST

Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST (non ST elevation miocardial infarction =NSTEMI) diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada

prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika

7

Page 8: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa

peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri pda,

yang menjadi salah sata gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke

IGD.7

Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh

penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat

oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi

koroner. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan

ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,

berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.

Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan

baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,

epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada

pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.7

Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST

merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in

Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV

merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko

outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST,

dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan

tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.7

Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, iseralis atau keduanya. Respons

perikard terhadap eradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah Efusi perikard),

deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, embentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah

sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang

khas.10(8) Perkarditis akut adalah perdangan primer maupun sekuder perkardium

parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,

jamur,uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.1

Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, menjalar ke belakang

dari tepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal

atau sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan.6 Keluhan lainnya rasa

sulit bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard.Pemeriksaan jasmani

didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat

8

Page 9: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

terjadi,akan didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen

ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).8

Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat

normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-

lain). Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung,

mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk mencari

penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran perikard dan atau jaringan biopsy perikard.8

Gerd

Kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik ke esofagus melebihi

jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan.9 Gejala dari gerd adalah heartburn

yaitu rasa terbakar di daerah dada (pasien sering datang dengan keluhan sesak) yang

disertai nyeri, regurgitasi, disfagia, mual, dan rasa pahit dilidah.9 Diagnosis gerd ditegakan

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan gold

standar pada penyakit gerd adalah endoskopi.

Diagnosa kerja

ST-elevation Myocardial Infraction (STEMI)

Penyakit jantung koroner dibagi menjadi 3 tipe; Infark Miokard Akut (IMA) dengan

elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction - STEMI), IMA tanpa elevasi ST (Non-

STEMI), dan juga Angina Pektoris tidak stabil (Unstable Angina Pectoris). Diagnosis

STEMI ditegakan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya

elevasi ST>=2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial berdampingan atau >=1mm pada 2

sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang mengikat,

memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu

menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip

penatalaksanaan adalah time is muscle.10

Faktor Resiko.10 :

Faktor risiko aterosklerose koroner

Tidak dapat diubah :

Usia (Laki-laki >=45 tahun; perempuan >=55 tahun atau menopause prematur

tanpa terapi penggantian estrogen)

Riwayat CAD pada keluarga (Ml pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia

55 tahun atau pada ibu atau saudara perempuan sebelum berusia 65 tahun)

Dapat diubah :

Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130*159 mg/di; tinggi >160mg/dl

9

Page 10: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

HDL-C rendah: <40 mg/dl

Hipertensi (>140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)

Merokok sigaret

Diabetes mefrtus (bergantung-insulin atau tidak bergantung-insul in)

Obesitas, terutama abdominal

Ketidakaktifan fisik

Hiperhomostetelnemia (216 m mol/L)

Etiologi

Pada pembuluh yang memperdarahi jantung terdapat kerak ateroskeloris lalu

semakin lama bertumbuh dan berkembang dan menyebabkan diameter lumen arteri koroner

menyempit (disebut dengan lesi stenotik). Ini terjadi karena adanya suatu lesi / luka pada

kerak tersebut maka kerak itu akan mengalami erosi / rupture yang kemudian diikuti oleh

respon pembekuan / pengentalan melalui suatu proses yang cukup rumit dan terbentuklah

thrombus (gumpalan – gumpalan darah) dan kemudian akhirnya menyumbat pembuluh

darah tersebut yang menyebabkan darah tidak dapat lewat.1

Bagian jantung yang tidak mendapatkan suplay darah yang berupa nutrisi dan

oksigen untuk sel – sel ototnya lalu akan mengalami infark.1

Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. stenosis arteri koroner berat berkembang secara lambat biasanya

tidak memicu STEMI karena berkembang banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi

jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini

dicetuskan oleh factor – factor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur,

rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri . Penelitian

histologist menunjukan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari firbin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respons terhadap terapi trombolitik.1

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain ini aktivasi trombosit memicu

10

Page 11: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang

larut (integrin) seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya

adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet dan agregasi.1

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri dari agregat trombosit dan

fibrin.1 Pada kondisi STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kogenital, spasme koroner dan berbagai

penyakit inflamasi sistemik.1

Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di

negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari

separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas

menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap

hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.1 Di Inggris

penyakit kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan

hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.11

Manifestasi Klinis

Pada STEMI ditemukan gejala klinis berupa pasien tampak pucat, berkeringat, dan

gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan.Pasien juga tampak sesak.Demam derajat sedang

(< 38o C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi

pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.

Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung

sebagai komplikasi dari infark.3 Peningkatan tekanan darah moderat merupakan akibat dari

pelepasan kotekolamin.Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat

dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok

kardiogenik.3 Pada pemeriksaan enzim ditemukan kenaikan dua kali batas atas. Nyeri dada

substernal diatas 30 menit.

Pada pemeriksaan jantung, terdangar bunyi jantung S4 dan S3gallop , atau mur-mur.

Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi

(hingga 6 minggu) sebagai gambaran dari sindrom Dressler.3 Pada pemeriksaan, ronkhi

11

Page 12: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru

pada radiografi.Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,

biasanya anterior.3

Gambaran EKG terlihat elevasi segmen ST > 0,1 mv pada 2 atau lebih sadapan

ekstremitas. Biasa ditemukan inverse dari gelombang T.3

Gambaran spesifik pada rekaman EKG

Daerah infark anterior: Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal

(depresi ST) pada lead II, III, aVF.

Daerah infark inferior: Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal

(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.

Daerah infark lateral: Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.

Daerah infark posterior: Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,

terutama gelombang R pada V1 – V2.

Daerah infark ventrikel kanan: Perubahan gambaran dinding inferior.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

1. Penatalaksanaan umum : Oksigen

Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada

semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam

pertama.1

Untuk mengatasi nyeri dada diberikan:

- Nitrogliserin (NTG)

Sediaan yang tersedia adalah dalam bentuk tablet sublingual dan dapat diberikan

dengan aman dengan dosis 0,04 mg dan dapat diberikan dalam 3 dosis dengan

interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri, NTG dapat menurunkan kebutuhan

oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen

miokard dengan cara dilatasi penuh pembuluh koroner. Apabila sediaan ini tidak

dapat mengatasi rasa nyeri maka dapat diberikan sediaan intravena yang juga

digunakan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Biasanya NTG

diberikan pada pasien gawat di ruang gawat darurat.1

- Morfin

Morfin dapat mengurangi nyeri dengan sangat efektif dan merupakan pilihan

utama untuk pasien STEMI dengan nyeri dada. Dosis yang diberikan adalah 2-4

12

Page 13: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

mg dan dapat diulang dengan interval waktu 5-15 menit hingga mencapai dosis

total 20 mg. Efek samping morfin juga perlu diperhatikan karena dapat

menyebabkan bradikardia atau blok AV derajat tinggi.1

- Aspirin

Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada

spectrum sindrom koroner akut. Pada kasus emergensi diberikan dengan dosis

160-325 mg selanjutnya diberikan dengan dosis 75-162 mg. 1

- Beta-bloker

Apabila morfin tidak dapat mengatasi nyeri dada pasien maka pemberian beta-

bloker intravena dapat membantu meringankan rasa nyeri. Dapat diberikan

metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis dengan beberapa syarat

yaitu frekuensi jantung lebih dari 60 kali permenit, tekanan darah sistolik lebih

dari 100 mmHg, interval PR lebih dari 0,24 detikdan ronki tidak lebih dari 10 cm

dari diafragma. Lima belas menit setelah pamberian dosis terakhir, diberikan

metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan

dengan 100 mg tiap 12 jam. 1

Untuk mengatasi trombosis dan IMA:

- Antitombotik

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan

patensi arteri koroner yang terkait infark. Sedangkan tujuan sekundernya adalah

menurunkan kecenderungan pasien untuk mengalami trombosis. Aspirin

merupakan antitrombotik standar untuk pasien STEMI. 1

- Beta-bloker

Obat ini dapat diberikan secara akut dan jangka panjang. Untuk keadaan akut

diberikan secara intravena. Terapi pasca STEMI dapat bermanfaat untuk pasien

yang juga mendapatkan terapi ACE inhibitor. Kecuali pasien dengan

kontraindikasi tertentu.1

- ACE inhibitor

ACE inhibitor menurunkan angka mortalitas pasca STEMI. Diberikan dalam 24

jam pertama. Tetapi pemberian tanpa batas dapat mengakibatkan gagal jantung,

penurunan fungsi ventrikel kiri, atau abnormalitas pergerakan dinding global.1

Nonmedikamentosa

- Istirahat total

13

Page 14: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

- Diet makanan lunak atau makanan saring yang rendah garam (bila terdapat gagal

jantung)

- Bedah

Dengan teknik CABG (Coronary Artery Bypass Graft) dimana akan dibuat

saluran baru disamping arteri yang terkena aterosklerosis sehingga aliran darah

masih bisa berlanjut dan tidak terjadi oklusi. Biasanya arteri yang dipakai adalah

arteri mamaria interna, vena saphena, arteri radialis arteri gastroepiploica, atau

arteri epigastrika. Tetapi yang paling sering dipakai adalah ateri mamaria

interna.1

Komplikasi

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk

ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.

Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului

berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun

pasca infark. Segera setalah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi..

Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan

penipisan yang disproposional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang

jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,

dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang

mengakibatkan.1

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di

rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang

baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)

dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru

dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai

kongesti paru.1

3. Syok Kardiogenik

Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai

penyakit arteri koroner multivesel.1

4. Infark Ventrikel Kanan

14

Page 15: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan

sekurang- kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien

dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan

secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena

jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi

segmen ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, seting dijumpai

dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. 1

5. Aritmia Pasca STEMI

Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset

gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system

saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona

iskemia miokard.1

6. Ekstrasistol Ventrikel

Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi

pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia

dan hipomagnesimia merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien

STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan

magnesium 2,0 mmol/liter.1

7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat

terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.1

8. Fibrilasi ventrikel

9. Fibrilasi atrium

10. Aritmia supraventrikular

11. Asistol Ventrikel

12. Bradiaritmia dan blok

13. Komplikasi mekanik\

14. Perikarditis

Prognosis

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan hasil akhir prognosis yaitu,

potensi terjadinya aritmia gawat, potensi serangan iskemia yang lebih jauh, dan potensi

15

Page 16: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

terjadinya hemodinamik yang memburuk. Sehingga dapat diperkirakan bahwa prognosisnya

adalah ditentukan oleh seberapa cepat dan tepatnya penanganan terhadap pasien.1

Pencegahan

Perlu dilakukan pencegahan terjadinya arteriosklerosis yaitu dengan melakukan hal-

hal dibawah ini:

Tidak merokok

Diet rendah lemak, rendah garam

Olahraga

Intinya, pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh dan sangat mempengaruhi gaya

hidup pasien.1

Kesimpulan

Penyakit infark miokard dengan peningkatan ST segmen merupakan penyakit yang

terjadi karena kebiasaan pola hidup yang kurang sehat. Dimana lemak yang dikonsumsi dan

gaya hidup yang kurang aktivitas fisik akan mengkibatkan lemak tersebut terakumulasi di

dalam dinding pembuluh darah koroner jantung. Mengakibatkan tersumbatnya pembuluh

darah coroner jantung,mengakibatkan jantung mendapat pasokan darah yang kurang,yang

mengakibatkan terjadinya nekrosis jaringan jantung. Karenanya perubahan gaya hidup harus

dilakukan untuk mengurangi resiko terkena serangan jantung. Dikarenakan semua orang

berpotensi terkena serangan jantung dengan presentasi yang sama dan semakin meningkat

seiring bertambahnya usia,karenanya pencegahan dan perubahan pola hidup haruslah

dilakukan sedini mungkin.

Daftar Pustaka

1. Setiawati S, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penyakit jantung koroner.

Edisi ke VI. Jilid II. Jakarta:Interna Publishing; 2014.h.1457-74.

16

Page 17: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST

2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit

Erlangga ; 2007. h. 166 ; 170 – 71 ; 112 – 3.

3. Thaler M S. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Edisi VII. EGC : Jakarta ;

2013h,9-60 ; 221-64..

4. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:

2007. h.149 – 5 ; 295 – 7.

5. Sudoyo Aru W, et all. Buku Ajar IPD : Angina Pektoris Tak Stabil. Jilid 2. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;

2009.h.1728 - 32.

6. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume

3. Jakarta : EGC ; 2008.h.1201- 44.

7. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin

Rahman(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009.h.1757 - 65.

8. Sudoyo Aru W, et all. Buku Ajar IPD : Perikarditis. Jilid 2. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009.h.1725 - 26.

9. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Gerd. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Ukrida; 2012.h. 21-4.

10. Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST.

Edisi V. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.1741-54.

11. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture Notes Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta : Erlanga ;

2005. h.107 – 50.

17