BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan
arah kebijakan pembangunan kesehatan antara lain berupa Posyandu, dana sehat,
Poliklinik Desa, Pos Obat Desa, pengembangan masyarakat atau Community
Development, perbaikan sanitasi lingkungan yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi
pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan
Sumber Daya Manusia, serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang
kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
adalah menumbuhkembangkan Posyandu (Kemenkes RI, 2011).
Terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997,
berpengaruh terhadap kinerja Posyandu yang turun secara bermakna. Dampaknya
terlihat pada menurunnya status gizi dan kesehatan masyarakat, terutama pada bayi
dan balita. Tahun 2007 lebih kurang 250.000 Posyandu di Indonesia hanya 40% yang
masih aktif dan diperkirakan hanya 43% anak balita yang terpantau status
kesehatannya (Kemenkes RI, 2011,Sudarsana 2003).
Status gizi balita dipengaruhi oleh beberapa faktor disamping faktor utama
yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor lainnya seperti pelayanan
kesehatan dapat mempengaruhi status gizi secara tidak langsung. Posyandu sebagai
wadah pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat berperan sangat besar dalam
meningkatkan perilaku kesehatan dan gizi masyarakat. Ibu yang aktif berkunjung ke
1
Posyandu sampai anak berusia 5 tahun, diharapkan bisa mendapatkan bimbingan dan
pengawasan tumbuh kembang anak secara berkelanjutan, sehingga status gizi anak
bisa dipertahankan dalam kondisi baik (Sudarsana, 2003)
Peranan petugas Posyandu dalam menjalankan program pokok dan program
tambahan posyandu sangat penting dalam rangka penanggulangan masalah yang
menjadi prioritas pada tiap-tiap posyandu. Bila petugas Posyandu tidak aktif maka
pelaksanaan Posyandu akan menjadi tidak berjalan dan akibatnya status gizi balita
tidak dapat dideteksi secara dini dengan jelas. Hal ini secara langsung akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan program Posyandu khususnya dalam
pemantauan tumbuh kembang balita dan penanggulangan masalah gizi (Kemenkes
RI, 2011).
Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat pada tahun
2009, jumlah Posyandu tahun 2006 sebanyak 6.652 buah yang terdiri dari 28,05%
Posyandu Purnama, dan 5,59% Posyandu Mandiri. Pada tahun 2007 Posyandu di
Sumatera Barat berjumlah 6.894 buah yang terdiri 33,17% Posyandu Purnama dan
6,44% Posyandu Mandiri, sedangkan pada tahun 2008 jumlah Posyandu 6.995 buah
dengan Posyandu Purnama sebanyak 37,78% dan Posyandu Mandiri sebanyak 7,82%
(Dinkes Sumbar, 2011).
Data pemantauan status gizi 2010, prevalensi anak kurus di Sumbar 11.8%,
terdiri dari 3.6% sangat kurus dan 8.2% kurus. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010,
Kabupaten Solok termasuk salah satu kabupaten yang paling tinggi prevalensi
masalah gizi dengan persentase gizi buruk 3%, gizi kurang 13%, balita sangat
pendek 19%, pendek 22% (Dinkes Sumbar, 2011).
Laporan Tahunan Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih
Kabupaten Solok tahun 2012 menyebutkan Puskesmas Paninggahan memiliki 8
2
jorong dengan jumlah Posyandu 33 Posyandu. Dengan prevalensi balita yang ikut
menimbang (D/S) sebanyak 77% sedangkan target D/S yang akan dicapai adalah
80%. Sekitar 7 dari 33 balita pernah mengalami penyakit infeksi dengan masalah air
bersih yang kurang memadai.
Hasil observasi awal peneliti, Posyandu Sakura 1 di Wilayah kerja Puskesmas
Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok memiliki kinerja petugas
Posyandu yang baik dan dikepalai oleh bidan desa yang menjalankan program
Posyandu dengan aktif, mampu menggerakkan kader dan masyarakat dalam
meningkatkan partisipasi ke Posyandu. Penimbangan dilakukan setiap bulan dengan
pencatatan pembukuan yang lengkap, baik mengenai balita yang sudah tidak
menimbang, balita yang dirujuk ke Puskesmas dengan masalah infeksi maupun
masalah lainnya, PMT yang diberikan rutin setiap bulan dari dana swadaya
masyarakat setempat dan kegiatan tambahan Posyandu seperti PKK yang aktif.
Observasi berikutnya dilakukan di Posyandu Gando Indah 6 di Wilayah kerja
Puskesmas Paninggahan. Posyandu ini melakukan penimbangan setiap bulan, namun
PMT tidak di berikan rutin karena dana swadaya masyarakat setempat yang tidak
rutin.Penyuluhan dilakukan pada saat jadwal penyuluhan masal wilayah kerja
Puskesmas dan jarang dilakukan penyuluhan tersendiri di Posyandu dan kegiatan
tambahan Posyandu yang tidak berjalan. Posyandu kurang didukung dengan peran
bidan desa yang tidak seaktif bidan desa pada Posyandu aktif dalam menggerakkan
kader. Observasi juga menemukan tingginya angka balita yang pernah menderita
penyakit infeksi seperti diare dalam beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan perbedaan keaktifan kedua Posyandu tersebut peneliti ingin
melihat apakah status gizi, penyakit infeksi dan pola konsumsi protein balita juga
berbeda atau tidak. Jika dilakukan penelitian dan ternyata masalah status gizi,
3
penyakit infeksi dan pola konsumsi balita disebabkan keaktifan Posyandu maka baik
untuk perubahan Posyandu dalam hal pelayanan kesehatan terutama penanggulangan
masalah gizi. Namun jika tidak diteliti, maka tidak dapat dibuktikan bahwa masalah
gizi yang tidak terdeteksi secara dini disebabkan oleh Posyandu yang kurang aktif
seperti yang dijelaskan pada buku pedoman umum pengelolaan Posyandu Kemenkes
RI (2011) dan tidak dapat dilihat pengaruh keberadaan Posyandu terhadap masalah
yang terjadi pada masyarakat khususnya balita.
Dari permasalahan itulah peneliti tertarik meneliti tentang “Perbedaan
Status Gizi, Prevalensi Penyakit Infeksi dan Pola Konsumsi Protein Balita di
Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan
Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013”.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan status gizi balita, prevalensi penyakit infeksi dan pola
konsumsi protein di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas
Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan status gizi, prevalensi penyakit infeksi dan pola
konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja
Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah
kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok
Tahun 2013
4
1.3.2.2 Diketahuinya pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif
diwilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten
Solok Tahun 2013
1.3.2.3 Diketahuinya prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu aktif dan
kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung
Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
1.3.2.4 Diketahuinya perbedaan status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif
di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih
Kabupaten Solok Tahun 2013
1.3.2.5 Diketahuinya perbedaan pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan
kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung
Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
1.3.2.6 Diketahuinya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu
aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan
Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Sebagai masukan bagi masyarakat Nagari Paninggahan terutama pada
Posyandu terpilih untuk ikut berpartisipasi dalam program yang sedang
dijalankan Posyandu dalam rangka menekan angka masalah gizi dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya dan angka kematian bayi dengan lebih aktif
melakukan penimbangan tiap bulan dan aktif bertanya tentang status gizi
balitanya.
5
1.4.2 Bagi Puskesmas
1. Sebagai masukan agar lebih meningkatkan pencapaian angka status gizi
normal pada program Posyandu kedepannya.
2. Sebagai acuan bagi Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih untuk
menjadikan Posyandu yang telah dikategorikan Posyandu aktif untuk menjadi
contoh bagi Posyandu yang masih tergolong kurang aktif dengan lebih
meningkatkan kinerja petugas Posyandu dilihat dari hal-hal yang
melatarbelakangi aktif dan kurang aktifnya sebuah Posyandu.
1.4.3 Bagi Petugas
Menjadi masukan bagi para petugas Posyandu dalam meningkatkan kinerja
yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap keaktifan Posyandu dan
kritis dalam penanggulangan masalah gizi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
1.4.4 Bagi penulis
Memperluas pengetahuan penulis tentang perbedaan status gizi balita,
perbedaan prevalensi penyakit infeksi dan perbedaan pola konsumsi protein
balita di Posyandu aktif dan Posyandu kurang aktif
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum banyak faktor yang berhubungan dengan status gizi balita,
namun karena keterbatasan penulis dalam penelitian, penulis hanya membahas
tentang penggolongan Posyandu aktif dan kurang aktif, status gizi balita di Posyandu
aktif dan kurang aktif, prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu aktif dan
kurang aktif, pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di
wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok
Tahun 2013.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi menjadi penting karena merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang
baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi balita dapat
dilihat dari data antropometrinya (Almatsir, 2009)
Pendapat lain tentang status gizi juga disampaikan oleh Supariasa
(2002) yaitu suatu keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan jumlah zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berbagai fungsi biologis, pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan
pemeliharaan kesehatan.
2. Penilaian Status Gizi
a. Penilaian secara Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Pengukuran
antropometri dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter.
Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia. Jenis parameter
antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, dan tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, 2002 ).
7
a) Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu parameter yang
memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif pada
perubahan yang mendadak seperti terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi
juga menurun. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutritional status) (Riskesdas, 2010).
Indikator BB/U ini digunakan sebagai indikator underweight
dengan klasifikasi :
1) Gizi lebih : >2 SD
2) Gizi baik : -2 SD s/d 2 SD
3) Gizi kurang : -3 SD s/d < -2 SD
4) Gizi buruk : < -3 SD
(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)
b) Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Panjang Badan
menurut Umur
Tinggi/ panjang badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan sketal. Pertumbuhan tinggi/
panjang badan tidak seperti berat badan, kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi/ panjang badan berdampak pada
waktu yang relatif lama (Riskesdas, 2010).
Indikator TB/U,PB/U digunakan sebagai indikator stunting
dengan klasifikasi :
1) Tinggi : > 2 SD
2) Normal : -2 SD s/d <-2 SD
8
3) Pendek : -3 SD s/d <-2 SD
4) Sangat pendek : <-3 SD
(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)
c) Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Mengingat indeks BB/TB, BB/PB dapat memberikan gambaran
tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka
dalam penggunaan metode ini merupakan indikator kekurusan
(wasting) (Riskesdas, 2010). Kasus ini sudah dianggap serius bila
prevalensi kekurusan antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila
prevalensi kekurusan sudah di atas 15,0% (FKM UI, 2012)
Indikator BB/TB, BB/PB ini diklasifikasikan atas :
1) Gemuk : >2 SD
2) Normal : -2 SD s/d 2 SD
3) Kurus : -3 SD s/d < -2 SD
4) Sangat kurus : < -3 SD
(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)
2.1.2 Penyakit Infeksi
Scrimshaw et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat
erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Adanya
interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. Mekanisme
patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersamaan yaitu :
9
1) Penurunan asupan zat gizi akibatnya kurang nafsu makan, menurunnya
absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.
2) Peningkatan kehilangan cairan/ zat gizi akibat penyakit Diare, Diare pada
anak umumnya disebabkan oleh virus yang juga dikaitkan dengan mual/
muntah dan demam ringan. Gejala yang hampir sama juga dilihatkan pada
penyakit Dysentri.
3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit
(human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Peningkatan
kebutuhan disebabkan oleh penyakit infeksi akut yang menyerang salah
satu atau lebih bagian saluran pernafasan, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah). Jenis penyakitnya adalah: Morbili/
Campak, Tetanus, Polio, DBD, TBC, ISPA. Peningkatan kebutuhan juga
dialami oleh anak dengan penyakit Cacingan
Kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh penyakit infeksi akut pada
balita dapat dibantu pembentukan sel barunya oleh protein yang masuk
melalui makanan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti sel yang rusak
dan mempertahankan sel yang masih utuh berkisar 4 hingga 12 bulan. Balita
yang mengalami malnutrisi ringan akibat penyakit infeksi akut ditandai
penurunan berat badan. Infeksi akut adalah tingkatan tertinggi pada penyakit
infeksi yang mana balita mengalami demam tinggi selama berhari-hari
bahkan berminggu-minggu
2.1.3 Pola Konsumsi Protein
Pola konsumsi protein adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan sumber protein yang
dimakan setiap hari oleh balita dan mempunyai ciri khas untuk suatu
10
kelompok masyarakat tertentu. Gambaran konsumsi sangat penting untuk
mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh balita dan hal ini dapat
berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat
menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002)
Gambaran konsumsi protein sangat berpengaruh kepada balita karena
Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat menghambat pertumbuhan, rentan
terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, kematian dan mengakibatkan
rendahnya tingkat kecerdasan. Salah satu gejala dari penderita KEP ialah
Hepatomegali, yaitu pembesaran hepar yang terlihat sebagai pembuncitan
perut. Anak yang menderita tersebut sering pula terkena infeksi cacing.
KEP berat dibedakan gambaran penyakit Kwashiorkor, Marasmus dan
Marasmus Kwashiorkor. Kwashiorkor adalah penyakit KEP dengan
kekurangan protein sebagai penyebab dominan, Marasmus adalah gambaran
KEP dengan defisiensi energi yang kronis dan Marasmus Kwashiorkor adalah
kombinasi defisiensi kalori dan protein pada berbagai variasi (FKM UI, 2012)
Pola konsumsi protein balita sesuai dengan umurnya diantaranya :
a) Makanan Pendamping ASI
Makanan pendamping ASI diberikan pada bayi yang sudah
berumur 6 bulan keatas. Secara berangsur-angsur diberikan makanan
pelengkap berupa sari buah atau buah-buahan, makanan lunak dan
berangsur makanan lembek. Tujuan pemberian makanan tambahan
adalah:
a. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-
macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
11
d. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi
yang tinggi.
Jenis makanan yang dapat diberikan adalah :
a. Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah, misalnya:
pisang ambon yang di haluskan, sari jeruk manis dan buahan lainnya.
b. Bubur susu
c. Nasi tim
b) Makanan Balita
Dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, anak usia 1-5 tahun
hendaknya digunakan kebutuhan prinsip sebagai berikut :
a. Bahan makanan sumber kalori harus dipenuhi baik berasal dari
makanan pokok, minyak, gula, dan zat pelengkap lainnya
b. Berikan sumber protein nabati dan hewani
c. Berikan makanan selingan disela jam makan dengan makanan ringan
dan bergizi.
Makanan anak usia 1 tahun belum banyak berbeda dengan makanan
waktu usia kurang dari 1 tahun. Makanan yang diberikan masih makanan
lunak dan mudah dicerna. Setelah mencapai umur 3 tahun lebih banyak
makanan padat, usia 3 tahun anak rentan dengan penyakit infeksi
sehingga keadaan gizi anak melalui konsumsi harus mendapat perhatian
yang baik. Umur 3-5 tahun kebutuhan protein anak sedapatnya diambil
dari protein hewani (FKM UI, 2012)
12
Tabel 2.1 Distribusi Persentase Energi dari Protein Berdasarkan
Estimasi Kebutuhan pada Balita
Umur Berat badan (Kg)
Tinggi Badan (Cm)
Energi Protein (%AKG)
AKE 2012
6-11 bulan
9 71 11.2 725
1-3 tahun 13 91 13.0 1125
4-6 tahun 19 112 13.1 1600
(Sumber : Angka Kecukupan Protein, 2012. Riskesdas 2010. AKG 2012)
2.2 Posyandu
2.2.1 Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi. Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah
suatu upaya mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi
perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak (FKM UI, 2012)
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat (Kemenkes RI, 2011). Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Posyandu
adalah pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan masyarakat, agar masyarakat tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
13
sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek tindakan atau practice) (Depkes RI, 2005, 2007).
2.2.2 Sasaran Posyandu
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:
1. Bayi
2. Anak balita
3. Ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui
4. Pasangan Usia Subur (PUS)
(Kemenkes RI, 2011).
2.2.3 Tingkat Perkembangan Posyandu
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang
ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin
serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.
Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping
karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya
masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat
adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih
rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan
mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih
menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
14
Contoh intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan Modul Posyandu dengan
metode simulasi.
b. Merumuskan masalah dan menetapkan cara penyelesaiannya, dalam
rangka meningkatkan cakupan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,
mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang
pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK (Kepala Keluarga) di
wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan
peringkat antara lain:
a. Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan
pemahaman masyarakat tentang dana sehat.
b. Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang
kuat, dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan
adalah para tokoh masyarakat, terutama pengurus dana sehat desa/
kelurahan, serta untuk kepentingan Posyandu mengikutsertakan
pengurus Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,
mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh
15
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang
pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk
pembinaan program dana sehat, sehinggat terjamin kesinambungannya.
Selain itu dapat dilakukan intervensi memperbanyak macam program
tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-masing.
Untuk mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, ditetapkan
seperangkat indikator yang digunakan sebagai penyaring atau penentu
tingkat perkembangan Posyandu.
Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat diuraikan
sebagai berikut:
Tabel 2.2Indikator Tingkat Perkembangan Posyandu
IndikatorPosyandu Kurang Aktif Posyandu AktifPratama Madya Purnama Mandiri
Frekwensi Penimbangan <8 > 8 >8 >8
Rerata kader tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5ReratacakupanD/S <50% <50% ≥50% ≥50%Cakupankumulatif KIA <50% <50% ≥50% ≥50%
Cakupankumulatif KB <50% <50% ≥50% ≥50%CakupankumulatifImunisasi
<50% <50% ≥50% ≥50%
ProgramTambahan - - + +Cakupan danasehat <50% <50% <50% ≥50%
Sumber : Kemenkes, 2011
2.2.4 Struktur Organisasi Posyandu
Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada
saat pembentukan Posyandu. Struktur ini terdiri dari bidan desa, petugas Puskesmas,
dokter (bila diperlukan), kader dan relawan. Struktur organisasi tersebut bersifat
fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
16
permasalahan dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari
ketua, sekretaris, dan bendahara serta kader Posyandu yang merangkap sebagai
anggota.
Unit Pengelola Posyandu dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para
anggotanya. Biasanya yang menjadi ketua pada pengelolaan Posyandu adalah bidan
desa terkait. Bentuk organisasi Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab
masing-masing unsur Pengelola Posyandu, disepakati dalam Unit/ Kelompok
Pengelola Posyandu bersama masyarakat setempat.
Pengelola Posyandu adalah unsur masyarakat, lembaga kemasyarakatan,
organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga mitra
pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu dan
kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di Posyandu. Pengelola
Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat pada saat musyawarah pembentukan
Posyandu.
Kriteria pengelola Posyandu antara lain sebagai berikut:
a. Diutamakan berasal dari para dermawan dan tokoh masyarakat setempat.
b. Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan berjalan atau kurang berjalannya
Posyandu itu nantinya.
c. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat.
(Dodo. D, 2009, Depkes RI, 2005,2007, Kemenkes, 2011 )
2.2.5 Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/
pilihan, secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:
17
a. Kegiatan Utama
Secara umum upaya Posyandu dapat di kelompokkan menjadi enam
bagian utama yaitu: Kesehatan ibu dan anak mencakup pelayanan Antenatal,
cakupan persalinan dan pemeriksaan Neonatal, keluarga berencana,
imunisasi, Gizi, Peran serta masyarakat diukur berdasarkan rasio partisipasi
masyarakat ke Posyandu dalam upaya mendorong keberhasilan program
pemerintah dan pemanfaatan fasilitas kesehatan (Depkes RI, 2010).
Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita adalah
penyelenggaraan sistem lima meja yang terdiri dari:
a. Meja pertama, dilaksanakan kegiatan pendaftaran sekaligus melakukan
pencatatan pada bayi, balita. Kegiatan ini dilakukan oleh kader yang
bertugas dimeja pertama. Balita yang tidak memiliki Kartu Menuju Sehat/
KMS maka dibuatkan KMS yang baru. Selanjutnya balita diatur
ditimbang berat badannya.
b. Meja kedua, dilakukan penimbangan balita, kemudian mencatatnya pada
kertas kecil atau buku yang telah disediakan. Tahap ini kader yang
bertugas dibantu oleh kader yang lain dan ibu balita yang ditimbang.
c. Meja ketiga, melakukan pengisian KMS, kemudian titik berat badan
balita dihubungkan agar pertumbuhan balita bisa terlihat.
d. Meja keempat yaitu untuk mengetahui berat badan anak yang naik/ turun,
Pemberian Makanan Tambahan (PMT), Oralit, Vitamin A, dan tablet Zat
Besi dan pemberian penyuluhan secara bertahap sesuai dengan semua
kesimpulan yang didapat pada hari penimbangan. Penyuluhan ini dapat
digunakan alat peraga agar sasaran lebih mengerti.
18
e. Meja kelima, pelayanan diberikan oleh tenaga profesional meliputi:
Pelayanan pemberian imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,
pencegahan dan penanggulangan diare dengan pemberian oralit (Dodo. D,
2009).
b. Kegiatan Pengembangan/Tambahan
Dalam keadaan tertentu masyarakat dapat menambah kegiatan
Posyandu dengan kegiatan baru, di samping 5 (lima) kegiatan utama yang
telah ditetapkan. Kegiatan baru tersebut misalnya: perbaikan kesehatan
lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program
pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut
dengan nama Posyandu Terintegrasi. Penambahan kegiatan baru sebaiknya
dilakukan apabila 5 kegiatan utama telah dilaksanakan dengan baik dalam arti
cakupannya di atas 50%, serta tersedia sumber daya yang mendukung.
Penetapan kegiatan baru harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat
yang tercermin dari hasil Survey Mawas Diri (SMD) dan disepakati bersama
melalui forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Pada saat ini telah dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu
yang berkaitan dengan status gizi balita antara lain:
1. Bina Keluarga Balita (BKB).
2. Kelas Balita.
3. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB), misalnya: Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Demam
Berdarah Dengue (DBD), Gizi buruk, Polio, Campak, Difteri, Pertusis,
Tetanus Neonatorum.
4. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
(Depkes RI, 2005. Kemenkes RI, 2011).
19
2.2.6 Penyelenggaraan Posyandu
1. Waktu Penyelenggaraan
Posyandu buka satu kali dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih,
sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka Posyandu
dapat lebih dari satu kali dalam sebulan
2. Tempat Penyelenggaraan
Tempat penyelenggaraan kegiatan Posyandu sebaiknya berada pada lokasi
yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut
dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan,
balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan
perkantoran, atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh
masyarakat
3. Penyelenggaraan Kegiatan Posyandu
Kegiatan rutin Posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh Kader
Posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait.
Pada saat penyelenggaraan Posyandu minimal jumlah kader adalah 5
(lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan
oleh Posyandu, yakni yang mengacu pada sistim 5 langkah.
Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak.
Tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan
Posyandu adalah sebagai berikut:
1) Tugas Kader
Tugas kader sebelum hari buka Posyandu, antara lain:
a. Menyebarluaskan hari buka Posyandu melalui pertemuan warga
setempat.
20
b. Mempersiapkan tempat pelaksanaan Posyandu.
c. Mempersiapkan sarana Posyandu seperti alat ukur berat, tinggi/
panjang badan
d. Melakukan pembagian tugas antar kader.
e. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya.
f. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.
Tugas kader pada hari buka Posyandu, antara lain:
a. Melaksanakan pendaftaran pengunjung Posyandu.
b. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung
ke Posyandu.
c. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS dan mengisi
buku register Posyandu.
d. Pengukuran LILA (Lingkar Lengan Atas) pada ibu hamil dan WUS
(Wanita Usia Subur).
e. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan
gizi sesuai dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT.
f. Setelah pelayanan Posyandu selesai, kader bersama petugas
kesehatan melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan
serta tindak lanjut.
Tugas kader di luar hari buka Posyandu, antara lain:
a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu yaitu balita
b. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua
balita yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu, jumlah
balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku
21
KIA, jumlah balita yang Datang pada hari buka Posyandu dan
jumlah balita yang timbangan berat badannya Naik.
c. Melakukan tindak lanjut terhadap sasaran yang tidak datang,
sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan.
d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke
Posyandu saat hari buka.
e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan
menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi
keagamaan.
2) Tugas Petugas Puskesmas (Bidan desa, Petugas pembantu, Dokter)
Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di
Posyandu satu kali dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran
tenaga kesehatan Puskesmas tidak pada setiap hari buka Posyandu
(untuk Posyandu yang buka lebih dari 1 kali dalam sebulan).
Peran petugas Puskesmas pada hari buka Posyandu antara lain
sebagai berikut:
a. Membimbing kader dalam penyelenggaraan Posyandu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana
di langkah 5 (lima). Sesuai dengan kehadiran wajib petugas
Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB oleh petugas Puskesmas
hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan perkataan lain
jika hari buka Posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan,
pelayanan tersebut diselenggarakan hanya oleh kader Posyandu
sesuai dengan kewenangannya.
22
c. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan
gizi kepada pengunjung Posyandu dan masyarakat luas.
d. Menganalisa hasil kegiatan Posyandu, melaporkan hasilnya kepada
Puskesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya
perbaikan sesuai dengan kebutuhan Posyandu.
e. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap bayi dan
anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila
dibutuhkan.
3) Peran PKK
1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan Posyandu.
2) Penggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan Posyandu.
3) Penyuluhan, baik di Posyandu maupun di luar Posyandu.
Melengkapi data sesuai dengan Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau
Sistim Informasi Manajemen (SIM) (Depkes RI, 2005, Kemenkes RI,
2011).
2.2.7 Pembiayaan Posyandu
1. Sumber Biaya
Pembiayaan Posyandu berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a. Masyarakat:
a) Iuran pengguna/ pengunjung Posyandu.
b) Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat.
c) Sumbangan/ donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat.
d) Sumber dana sosial lainnya, misal dana sosial keagamaan, Zakat,
Infaq, Sedekah (ZIS)
23
Apabila Forum Peduli Kesehatan Kecamatan telah terbentuk, upaya
pengumpulan dana dari masyarakat ini seyogyanya dikoordinir oleh
Forum Peduli Kesehatan Kecamatan (Depkes RI, 2005. Kemenkes RI,
2011).
b. Swasta/Dunia Usaha
Peran aktif swasta/ dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang
pembiayaan Posyandu. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana,
sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan Posyandu
(Depkes RI, 2005, Kemenkes RI, 2011).
c. Hasil Usaha
Pengurus dan kader Posyandu dapat melakukan usaha yang
hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan Posyandu.
Contoh kegiatan usaha yang dilakukan antara lain:
1) Kelompok Usaha Bersama (KUB)
2) Hasil karya kader Posyandu, misalnya kerajinan, Tanaman Obat
Keluarga (TOGA)
d. Pemerintah
Bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal
pembentukan, yakni berupa dana stimulant atau bantuan lainnya
dalam bentuk sarana dan prasarana Posyandu yang bersumber dari
dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota, APBDes dan
sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana
a. Pemanfaatan Dana
Dana yang diperoleh Posyandu, baik dari dana swadaya
masyarakat yang maupun dana yang diberikan pemerintah yang
24
bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota
dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat digunakan untuk
membiayai kegiatan Posyandu, antara lain dalam bentuk:
a) Biaya operasional Posyandu.
b) Biaya penyediaan PMT.
c) Pengganti biaya perjalanan kader.
d) Modal usaha KUB.
e) Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan
b. Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana dilakukan oleh pengurus Posyandu. Dana
harus disimpan ditempat yang aman dan jika mungkin mendatangkan
hasil. Keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh
kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat
dan dikelola secara bertanggungjawab
2.2.8 Pencatatan dan Pelaporan
1. Pencatatan
Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan.
Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format baku sesuai dengan
program kesehatan, Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau Sistim
Informasi Manajemen (SIM) yakni:
a. Untuk balita, Buku register kelahiran dan kematian bayi
b. Buku register bayi dan balita yang mencatat jumlah seluruh bayi dan
balita di wilayah Posyandu.
c. Buku catatan kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh
Posyandu.
25
Posyandu Aktif
Pola konsumsi protein/hari
Prevalensi Penyakit Infeksi
Status gizi
Posyandu Kurang Aktif
Pola konsumsi protein/hari
Prevalensi Penyakit Infeksi
Status gizi
d. Buku catatan kegiatan usaha apabila Posyandu menyelenggarakan
kegiatan usaha.
e. Buku pengelolaan keuangan dan lain-lain sesuai kegiatan yang
dilaksanakan dan kebutuhan Posyandu yang bersangkutan
2. Pelaporan
Pada dasarnya kader Posyandu tidak wajib melaporkan kegiatannya
kepada Puskesmas ataupun kepada sektor terkait lainnya. Bila Puskesmas
atau sektor terkait membutuhkan data tertulis yang terkait dengan
pelbagai kegiatan Posyandu, Puskesmas atau sektor terkait tersebut harus
mengambilnya langsung ke Posyandu. Untuk itu setiap Puskesmas harus
menunjuk petugas yang bertanggungjawab untuk pengambilan data hasil
kegiatan Posyandu.
2.3 Kerangka Konsep
26
2.4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Status Gizi Balita
Keadaan tubuh anak balita sebagai akibat dari pemakaian, penyampaian dan penggunaan zat gizi yang didapat dari asupan makanan maupun dipengaruhi oleh faktor lain
Dengan cara menimbang berat badan balita, pengukuran tinggi/ panjang badan balita
- Dacin dengan ketelitian 0,1 kg
- Microtoice dengan ketelitian 0,1 cm
- Alat ukur panjang badan dengan ketelitian 0,1 cm
Z-Score status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U.PB/U, TB/BB.PB/BB
Ratio
Infeksi Balita yang sedang sakit atau pernah mengalami sakit infeksi akut dalam 3 bulan terakhir. Selama lebih dari tiga hari sehingga berpengaruh terhadap penurunan berat badan
Wawancara Kuesioner 10 pertanyaan
Ya : Pernah menderita salah satu atau lebih penyakit infeksi seperti : TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan
Tidak : Tidak pernah menderita salah satu penyakit infeksi TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan atau TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan
Nominal
27
Pola konsumsi protein
Berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah protein yang dikonsumsi balitadalam waktu lebih dari 24 jam
Wawancara SQ-FFQ Jumlah protein yang dikonsumsi balita dalam waktu lebih dari 24 jam (gram/kkal)
Ratio
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional dimana variabel independen yaitu
karakteristik Posyandu serta variabel dependen yaitu status gizi balita, pola konsumsi
protein, penyakit infeksi diteliti secara bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik
yaitu untuk mengetahui perbedaan status gizi, penyakit infeksi dan pola konsumsi
balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan
Kecamatan Junjung Sirih Tahun 2013.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Posyandu dalam wilayah kerja Puskesmas
Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok yang dipilih secara
purposive yaitu mengambil salah satu tempat penelitian sebagai perwakilan dengan
syarat yang sudah ditentukan oleh peneliti. Posyandu Pratama dan Madya
digolongkan sebagai Posyandu kurang aktif. Posyandu Purnama dan Mandiri
digolongkan sebagai Posyandu aktif (Kemenkes, 2011). Dalam penelitian ini
Posyandu Sakura 1 dipilih sebagai perwakilan Posyadu aktif dengan kriteria
perkembangan Posyandu yang sudah bisa dikategorikan sebagai Purnama dan
Mandiri dengan jumlah kader lebih dari 5 orang, D/S 100%, ada dan berjalannya
program tambahan, adanya buku kas untuk kepentingan Posyandu, pencatatan
terperinci dan jelas. Posyandu Gando Indah 6 dipilih sebagai perwakilan Posyandu
kurang aktif dengan perkembangan Posyandu yang masih Pratama dan Madya
dengan jumlah kader kurang dari 5 orang, D/S kurang 50%, ada namun tidak
29
berjalannya program tambahan Posyandu. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
September 2012 sampai bulan Juli 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi pada penelitian ini
adalah semua balita yang melakukan penimbangan di Posyandu Sakura1 yaitu
sebanyak 33 balita dan Posyandu Gando 6 sebanyak 28 balita. Pengambilan jumlah
populasi dilakukan dengan kriteria umur 6 bulan – 59 bulan. Kriteria berdasarkan
balita yang sudah bisa diberikan makanan selain ASI dan bisa diukur pola
konsumsinya
3.3.2 Sampel Penelitian
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus finit yaitu :
n=(Z2−α
2 )× P (1−P ) N
d2 ( N−1 )+(Z21−∝2 )× P(1−P)
n=1.962× 0.41 (1−0.41 )× 61
0.022 (61−1 )+1.962× 0,41(1−0.41)
n=3.8416 × 0.41(0.59)×610.024+3.8416 ×0.2419
n=56.686270.95328
n = 59.46445
¿59 sampel
Keterangan :
n = jumlah sampel
d = presisi (2%)
30
N = jumlah populasi balita
Z = 1.96 pada derajat kepercayaan 95%
P = Proporsi (Prevalensi penyakit infeksi balita wilayah kerja Puskesmas
Paninggahan tahun 2012) (41%)
Dari perhitungan sampel diperoleh sampel 59 sampel, dan ditentukan secara
proporsional untuk sampel Posyandu Sakura 1 dan Posyandu Gando Indah 6
yaitu :
Posyandu Sakura 1 :
D= populasibalita di Posyandu Sakura1populasi
× sampel
D=3361
x 59
¿31.91803
¿32 balita
Posyandu Gando Indah 6:
D= populasibalita di Posyandu Gando Indah6populasi
× sampel
D=2861
×59
D=27.08197
¿27 balita
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.
Sampel diambil menggunakan program Excel
Responden pada penelitian ini adalah ibu dari balita sampel atau orang yang
paling mengetahui tentang asupan balita sampel.
31
3.4 Jenis Data dan Cara Pengambilan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang langsung didapat dari lokasi penelitian. Data
primer berupa tingkatan yang dimiliki Posyandu, penggolongan tingkatan Posyandu
diperoleh dari hasil wawancara kepada tenaga pelaksana gizi Puskesmas, observasi
fasilitas Posyandu dan kriteria yang harus dipenuhi Posyandu untuk penggolongan
tingkatan Posyandu. Pengukuran BB/U, TB/U, PB/U, BB/TB menggunakan Dacin
dengan ketelitian 0.1 kg, Timbangan digital ketelitian 0.1, microtoice ketelitian 0.1
cm menggunakan format antropometri. Pola konsumsi dan penyakit infeksi didapat
dari wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner dibantu
oleh bidan desa. Pengukuran BB dan TB/ PB diukur oleh peneliti dibantu oleh kader
pada saat penyelenggaraan Posyandu.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah diolah dan didapatkan dari instasi
terkait sebagai data penunjang yaitu jumlah jorong di wilayah kerja Puskesmas
Junjung Sirih, jumlah penduduk, sarana dan prasarana yang ada, jumlah Posyandu
dan data D/S tiap-tiap Posyandu. Gambaran umum status ekonomi masyarakat
Nagari Paninggahan, gambaran umum penyakit infeksi pada balita di tiap-tiap jorong
wilayah kerja Puskesmas Paninggahan. Gambaran umum lokasi penelitian diperoleh
dari jorong dan masyarakat setempat berupa peta topografi wilayah dan gambaran
demografi jorong.
32
3.5 Pengolahan Data dan Analisis Data
3.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan secara manual dan komputerisasi.
Pengolahan data tersebut berupa :
Status gizi balita diolah menggunakan WHO Antro 2005 versi Indonesia
(Usman, 2013) yaitu program untuk pengolahan data status gizi balita yang mana
status gizi sudah dalam pengkategorian. Data yang di masukkan berupa nama, BB,
TB/PB, tanggal lahir, hasil olah WHO Antro selanjutnya di copy ke Microsoft excel
kemudian di ekspor ke SPSS, selanjutnya dilakukan analisis data berdasarkan
TB/BB, BB/U, PB/TB/U.
Penyakit infeksi pengolahan data menggunakan Epidata. Langkah yang
dilakukan dalam olah kuesioner adalah setelah data terkumpul diedit bagian yang
sekiranya menimbulkan missing pada data saat di entry, editing bisa dilakukan pada
skors yang salah ataupun kode kuesioner. Beri total skors dan entry data ke Epidata,
selanjutnya olah data menggunakan SPSS dan Lakukan cleaning data dan analisa
data.
Konsumsi protein balita diolah menggunakan SQ-FFQ (Semi Quantitatif
Food Frequency) yaitu program yang digunakan untuk pengolahan konsumsi balita,
bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan. SQ-FFQ dapat
memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif. Pengolahan
data dilakukan dengan tahap Entry data sesuai pola konsumsi yang didapatkan,
selanjutnya dianalisis berdasarkan jumlah konsumsi protein balita.
33
3.5.2 Analisis Data
Analisis data berfungsi untuk menyederhanakan atau meringkas kumpulan
data hasil pengukuran. Tujuannya untuk menjelaskan/ mendeskriptifkan karakter
masing-masing variabel yang diteliti. Analisis data yang dilakukan adalah analisis
univariat dan bivariat. Analisis univariat dibagi dua yaitu data kategorik yang mana
peringkasan datanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase
atau proporsi dan data numerik yang mana ukuran tengah merupakan cerminan dari
nilai-nilai hasil pengukuran. Data kategorik digunakan untuk analisis univariat,
pengkategorian dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi tiap-tiap variabel yang
akan diuji. Variabel yang dikategorikan adalah status gizi balita, pola konsumsi
protein balita dan prevalensi penyalit infeksi pada balita. Variabel univariat dengan
data numerik dilakukan uji normality untuk menentukan uji yang akan digunakan
pada analis bivariat, variabel tersebut berupa status gizi dan pola konsumsi protein
balita, apabila data berdistribusi tidak normal lakukan transformasi data, apabila data
masih tidak normal maka data dapat diolah menggunakan uji non parametrik.
Analisis bivariat bertujuan untuk analisis hubungan dua variabel,
kegunaannya adalah melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua
kelompok (sampel). Uji yang digunakan pada analisis bivariat dilihat dari variabel
yang akan diuji.
Uji yang digunakan dalam penelitian adalah Uji T Independen yaitu uji
statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua kelompok sampel
yang berbeda, atau uji yang digunakan untuk membandingkan apakah kedua rata-rata
kelompok yang diuji berbeda secara signifikan atau tidak (Martono, 2011). Syarat
yang harus dipenuhi untuk uji ini adalah variabel yang dihubungkan berbentuk
34
numerik dan kategorik (variabel kategorik hanya dengan dua kelompok), data
berdistribusi normal dan kedua kelompok merupakan data independen. Variabel
yang memenuhi syarat tersebut adalah variabel status gizi dan pola konsumsi protein.
Setelah dilakukan uji normality terdapat data yang tidak normal dan dilakukan
transformasi data. Sebaran data pada variabel pola konsumsi protein, status gizi
berdasarkan TB/U normal dan memenuhi syarat sehingga dapat dilakukan Uji T.
Sebaran data yang tidak normal terdapat pada variabel status gizi berdasarkan BB/U
dan BB/TB sehingga dilanjutkan pengolahan data dengan menggunakan Uji Mann
Whitney (non parametrik)
Uji Mann Whitney digunakan untuk data numerik yang tidak normal setelah
di lakukan transformasi data. Variabel yang diolah menggunakan uji Mann Whitney
adalah status gizi balita berdasarkan BB/U dan BB/TB
Uji Chi_Square digunakan untuk uji beda proporsi antara dua atau lebih
variabel kategorik (Sutanto, 2006). Variabel yang dapat menggunakan uji ini adalah
variabel prevalensi penyakit infeksi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif untuk
melihat adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi di Posyandu aktif dan kurang
aktif.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Paninggahan terletak di Nagari Paninggahan Kecamatan Junjung
Sirih Kabupaten Solok. Nagari Paninggahan adalah salah satu dari dua Nagari yang
berada di Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok yang terletak dibagian barat
Kota Solok. Batas-batas Nagari Paninggahan:
Utara : Nagari Guguak Malalo, Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten
Tanah Datar
Selatan : Nagari Muaro Pingai
Barat : Nagari Lubuak Minturun, Kecamatan Koto Tangah, Kota
Padang
Timur : Nagari Singkarak, Kecamatan X Koto Singkarak
Nagari Paninggahan terletak disekitar Danau Singkarak dengan keadaan alam
topografi yang berbukit. Luas wilayah 14.340 Ha dan suhu 24°C- 29°C. Terdiri dari
7 jorong yaitu Jorong Gando Talago, Gantiang Padang Palak, Kampuang Tangah,
Parumahan Bawah, Parumahan Atas, Subarangan dan Dadok dengan jumlah
penduduk 10.356 jiwa.
Sarana prasarana kesehatan yang ada di Nagari Paninggahan adalah 1
Puskesmas, 8 bidan praktek swasta, 1 klinik kesehatan, dan 2 apotik. Sarana
pendidikan yang terdapat di Nagari Paninggahan adalah 2 TK, 15 SD/ sederajat, 3
SMP/ sederajat, 2 SMA/ sederajat.
36
4.2 Gambaran Umum Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian adalah seluruh balita di Posyandu Sakura 1 dan
Posyandu Gando Indah 6 yang dapat diukur konsumsi proteinnya dan tidak dalam
keadaan sakit.
Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang melakukan penimbangan di
Posyandu Sakura 1 dan Posyandu Gando Indah 6. Usia balita berkisar 6-59 bulan.
Apabila dalam satu keluarga terdapat dua orang balita yang dijadikan sampel adalah
anak pertama dan tidak dalam keadaan sakit pada saat penelitian.
4.3 Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di Nagari
Paninggahan. Responden diambil dari 2 jorong yang berbeda tingkat Posyandunya
yaitu jorong Gando dengan Posyandu Gando Indah 6 dan Jorong Gantiang Padang
Palak dengan Posyandu Sakura 1. Responden diambil untuk mengetahui prevalensi
penyakit infeksi dan pola konsumsi protein balita yang menjadi sampel dalam
penelitian. Rata-rata pendidikan terakhir responden adalah tamatan SMA dengan
rata-rata pekerjaan responden adalah petani dan nelayan. Responden berbeda yang
tinggal serumah tidak semua dijadikan sampel dalam penelitian hanya salah satu
responden saja.
4.4 Hasil Penelitian
Analisis univariat berupa data kategorik disajikan dalam bentuk grafik. Data
yang disajikan berupa status gizi balita (BB/TB, TB/U, BB/U), pola konsumsi
protein balita dan prevalensi penyakit infeksi di Posyandu aktif dan kurang aktif.
37
4.4.1 Status Gizi Balita (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB, BB/PB dapat memberikan
gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan. Status gizi
berdasarkan indeks BB/TB tidak dipengaruhi oleh umur karena hanya melihat
kesesuaian tinggi dengan berat badan balita. Tinggi badan merupakan masalah gizi
kronis yang mana pengaruh zat gizi berdampak dalam waktu yang lama sedangkan
berat badan merupakan masalah gizi akut yang mana zat gizi yang dikonsumsi dapat
dilihat pengaruhnya dalam waktu relatif singkat. Permasalahan pada status gizi
menurut BB/TB disebut juga masalah akut kronis. Status gizi balita menurut BB/TB
disajikan dalam bentuk grafik dengan kategori gemuk, normal, kurus dan sangat
kurus. Perbedaan status gizi balita menurut BB/TB dari hasil penelitian yang
dilakukan dikedua Posyandu dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :
Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus0%
10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
12.5%
87.5%
0.0% 0.0%
11.1%
81.5%
3.7% 3.7%
Posyandu Aktif
Posyandu Kurang Ak-tif
Grafik 4.1 Status Gizi Balita menurut BB/TB di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah
Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten SolokTahun 2013 (n=59)
Berdasarkan grafik diketahui status gizi balita di Posyandu aktif berdasarkan
BB/TB, balita dengan status gizi normal di Posyandu aktif lebih banyak
dibandingkan pada Posyandu kurang aktif. Balita gemuk ditemukan pada kedua
38
Posyandu dengan jumlah yang tidak banyak. Posyandu kurang aktif ditemukan balita
dengan status gizi kurus dan sangat kurus sedangkan di Posyandu aktif tidak
ditemukan balita dengan status gizi sangat kurus dan kurus.
4.4.2 Status Gizi Balita (TB/U)
Tinggi/ panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan jangka lama. Pertumbuhan tinggi/ panjang badan tidak seperti berat
badan, kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi/panjang badan berdampak pada waktu
yang relatif lama maka dari itu status gizi TB/U merupakan masalah gizi kronis
apabila tinggi badan tidak sesuai dengan umur balita. Kategori yang terdapat pada
hasil pengukuran status gizi balita menurut TB/U adalah sangat pendek, pendek,
normal dan tinggi. Hasil pengukuran status gizi balita menurut TB/U disajikan dalam
grafik di bawah :
Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi0%
10%20%30%40%50%60%70%80%
3%
25%
72%
0%3.7%
29.6%
59.3%
7.4%
Posyandu Aktif
Posyandu Kurang Ak-tif
Grafik 4.2 Status Gizi Balita menurut TB/U di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah
Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n = 59)
Grafik 4.2 menjelaskan status gizi balita di Posyandu aktif menurut TB/U,
balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek ditemukan di Posyandu aktif dan
kurang aktif dengan jumlah yang tidak jauh berbeda. Balita tinggi ditemukan pada
Posyandu kurang aktif sedangkan pada Posyandu aktif tidak ditemukan balita dengan
39
status gizi tinggi. Balita dengan status gizi normal lebih banyak ditemukan di
Posyandu aktif dibandingkan dengan Posyandu kurang aktif
4.4.3 Status Gizi Balita (BB/U)
Berat badan menurut umur merupakan salah satu parameter yang
memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif pada perubahan yang
mendadak seperti terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan sehingga
jumlah makanan yang dikonsumsi juga menurun. Indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi balita saat ini. Hasil penelitian menunjukkan distribusi
status gizi balita berdasarkan BB/U adalah sebagai berikut :
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0 0
0.969000000000001
0.031000000000000
10.0%7.4%
92.6%
0.0%
Posyandu AktifPosyandu Kurang Aktif
Grafik 4.3 Status Gizi Balita menurut BB/U di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah
Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n= 59)
Status gizi balita menurut BB/U di Posyandu aktif dan kurang aktif
ditemukan balita dengan status gizi kurang yaitu di Posyandu kurang aktif sedangkan
pada Posyandu aktif tidak ditemukan balita dengan status gizi buruk dan kurang.
Balita dengan status gizi lebih ditemukan di Posyandu aktif sedangkan pada
Posyandu kurang aktif tidak ditemukan balita dengan status gizi lebih. Persentase
balita dengan status gizi normal tinggi pada kedua Posyandu dengan angka yang
tidak jauh berbeda.
40
4.4.4 Pola Konsumsi Protein Balita
Pola konsumsi protein pada balita memberikan pengaruh langsung pada
keadaan status gizi balita dalam pembentukan maupun pemulihan jaringan yang
rusak akibat penyakit infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan pada balita di kedua
Posyandu dibagi atas dua kategori yangdisajikan dalam grafik dibawah ini :
Kurang Cukup0%
10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
65.6%
34.4%
92.6%
7.4%
Posyandu Aktif
Posyandu Kurang Ak-tif
Grafik 4.4Pola Konsumsi protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja
Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n=59)
Konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif rata-rata tidak
memenuhi kebutuhan protein sehari. Balita di Posyandu kurang aktif merupakan
balita dengan kecukupan protein kurang dengan angka tertinggi dibandingkan balita
di Posyandu aktif. Hampir seluruh balita pada Posyandu kurang aktif kurang
kecukupan protein (AKG 2012).
4.4.5 Prevalensi Penyakit Infeksi Balita
Penyakit infeksi merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan masa
otot balita yang mana mempengaruhi keadaan status gizi balita secara langsung.
Balita dengan sakit infeksi membutuhkan asupan protein yang cukup untuk
membantu pemulihan jaringan otot. Hasil penelitian mengenai prevalensi penyakit
infeksi dapat dilihat dalam grafik berikut :
41
Ya Tidak0%
10%20%30%40%50%60%70%80%
53.1% 46.9%
70.4%
29.6%
Posyandu Aktif Posyandu Kurang Aktif
Grafik 4.5 Prevalensi Penyakit Infeksi dalam Tiga Bulan Terakhir pada Balita di Posyandu
Aktif dan kurang aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n = 59)
Berdasarkan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu kurang aktif
pada grafik diketahui hampir setiap balita di Posyandu kurang aktif pernah
mengalami sakit infeksi dalam tiga bulan terakhir, sedangkan pada Posyandu aktif
hanya sebagian balita pernah mengalami sakit infeksi selama tiga bulan terakhir.
Prevalensi balita dengan penyakit infeksi di Posyandu kurang aktif lebih tinggi
dibandingkan Posyandu aktif.
4.4.6 Perbedaan Status Gizi Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
Status gizi balita merupakan variabel dengan data numerik yang diolah
menggunakan uji beda rata-rata parametrik, yang bersyaratkan data harus
berdistribusi normal. Hasil uji normality menunjukkan status gizi berdasarkan
BB/TB dan BB/U berdistribusi tidak normal maka dilanjutkan dengan melakukan
transformasi data. Hasil yang didapatkan data masih berdistribusi tidak normal maka
tidak layak dilakukan uji parametrik (T-test). Data yang berdistribusi tidak normal
diolah menggunakan uji Mann Whitney yaitu uji non parametrik.
Data yang berdistribusi normal adalah status gizi menurut TB/U, diolah
menggunakan Uji rata-rata (T-test). Hasil uji beda rata-rata didapatkan tidak ada
perbedaan status gizi menurut TB/U antara Posyandu aktif dengan Posyandu kurang
42
aktif dengan P value 0.137 (p >0.05). Hasil uji beda rata-rata (Mann Whitney) pada
BB/U, dan BB/TB,PB juga memperlihatkan tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan BB/U dengan p value 0.263 dan BB/TB,PB dengan p value 0.915 (p
>0.05)
4.4.7 PerbedaanPola Konsumsi Protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
Pola konsumsi protein balita adalah variabel numerik yang diolah
menggunakan uji parametrik apabila data berdistribusi normal. Uji normality
menunjukkan sebaran data normal sehingga dapat dilakukan uji T-test untuk melihat
apakah ada perbedaan jumlah konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang
aktif. Distribusi frekuensi pola konsumsi diolah dengan cara mengkategorikan data,
pengkategorian ini digunakan hanya untuk keperluan analisis data, setelah
didapatkan distribusi frekuensi konsumsi protein selanjutnya dilakukan uji T-test
untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan pola konsumsi protein balita di Posyandu
dan kurang aktif. Nilai rata-rata jumlah konsumsi protein balita di Posyandu aktif
adalah 1.3438 dan kurang aktif 1.074 dengan standar deviasi Posyandu aktif 0.48256
dan kurang aktif 0.26688. Standar error mean Posyandu aktif adalah 0.08531, kurang
aktif 0.5136. p value 0.009 (p <0.05) yang menandakan adanya perbedaan pola
konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif.
4.4.8 Perbedaan Prevalensi Penyakit Infeksidi Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013
Variabel penyakit infeksi merupakan data kategorik dengan skala ukur
nominal yang mana prevalensi kejadian penyakit dari dua Posyandu diolah
menggunakan uji chi-square. Uji Chi-square bisa digunakan untuk melihat hubungan
maupun perbedaan dua proporsi variabel kategorik. Variabel kategorik tidak melalui
43
proses normalitas data maka dapat langsung dilakukan uji. Hasil uji beda proporsi
didapatkan p value 0.194 yaitu tidak ada perbedaan prevalensi penyakit infeksi di
Posyandu aktif dan kurang aktif.
4.5 Pembahasan
4.5.8 Perbedaan Status Gizi Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif
Hasil penelitian status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif
didapatkan 4 balita di Posyandu aktif dengan status gizi gemuk, 8 balita pendek, 1
sangat pendek dan 1 gizi lebih dan Posyandu kurang aktif 1 balita dengan status gizi
sangat kurus, 1 kurus, 3 gemuk, 1 sangat pendek, 8 pendek, 2 tinggi, 2 balita gizi
kurang. Jenis parameter yang digunakan antara lain umur, berat badan, tinggi/
panjang badan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kedua Posyandu dengan
tingkat keaktifan yang berbeda, kesimpulannya tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara status gizi balita di Posyandu aktif dengan Posyandu kurang aktif.
Distribusi frekuensi memperlihatkan adanya perbedaan status gizi antara
Posyandu aktif dan kurang aktif namun pada uji rata-rata ditemukan tidak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan data yang didistribusikan hanya
melihat proporsi kejadian yang telah dikategorikan bukan berdasarkan nilai rata-rata.
Menurut data Puskesmas Paninggahan tahun 2012 terdapat 65.95% dari 1.072
balita dengan gizi normal menurut BB/TB. Data yang didapatkan dari hasil
penelitian pada Posyandu aktif sebanyak 87.5% balita dengan status gizi normal
menurut BB/TB dan 81% dari Posyandu kurang aktif. Jumlah balita dengan status
gizi kurang pada kedua Posyandu belum termasuk kategori serius. Kasus gizi kurang
dianggap serius apabila prevalensi antara 10.1% - 15.0%, dan dianggap kritis apabila
prevalensi diatas 15.0% (FKM UI, 2012).
44
Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsana (2003) mengenai perbedaan status
gizi anak balita berdasarkan keaktifan ditimbang di Posyandu menunjukkan anak
yang rutin melakukan penimbangan lebih terpantau status gizinya, penimbangan
rutin dapat memperkecil resiko kejadian gizi kurang pada anak.Ibu balita lebih
banyak terpapar informasi baru mengenai kesehatan balita, makanan penunjang
kesehatan, makanan pengganti dan makanan tambahan yang selalu diadakan oleh
Posyandu. Kesamaan dari penelitian di atas adalah, ditemukannya ibu balita di
Posyandu kurang aktif kurang berpartisipasi dalam pemantauan status gizi balita,
banyak balita yang didata ke rumahnya untuk dilakukan penimbangan pada jadwal
Posyandu.
Kemenkes (2011) menjelaskan masalah gizi yang tidak terdeteksi secara dini
dengan jelas disebabkan oleh Posyandu yang kurang aktif sehingga mempengaruhi
tingkat keberhasilan pemantauan tumbuh kembang balita dan penanggulangan
masalah gizi.
Perbedaan Posyandu aktif dan kurang aktif dalam pemantauan status gizi
balita adalah Posyandu aktif memiliki PMT rutin yang bervariasi sehingga menarik
partisipasi masyarakat untuk melakukan penimbangan secara rutin dibandingkan
Posyandu kurang aktif yang terkadang tidak menyediakan PMT untuk balita.
Sebagian besar ibu balita di Posyandu kurang aktif yang diwawancarai mengenai
pemantauan status gizi balita menjadikan PMT alasan tidak semangat melakukan
penimbangan ke Posyandu karena tidak mendapatkan apa-apa.
Supariasa (2012) menjelaskan status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah asupan makanan dan penyakit
infeksi sedangkan faktor tidak langsung adalah pelayanan kesehatan, perawatan anak
dan kesediaan makanan dirumah. Status gizi balita merupakan salah satu faktor
45
resiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi akan berkontribusi terhadap
kesahatan dan kemampuan dalam proses pemulihan.
4.5.9 Perbedaan Pola Konsumsi Protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif
Hasil penelitian menunjukkan jumlah konsumsi protein balita di Posyandu
aktif dan kurang aktif rata-rata tidak memenuhi AKP (Angka Kecukupan Protein).
Jumlah konsumsi protein balita ditentukan berdasarkan pola konsumsi dengan
menggunakan SQ-FFQ. Sebanyak 92.6% balita di Posyandu kurang aktif tidak
terpenuhi kebutuhan proteinnya sedangkan di Posyandu aktif sebanyak 65.6% balita
yang juga tidak terpenuhi kebutuhan proteinnya. Kesimpulan yang didapatkan adalah
adanya perbedaan pola konsumsi protein antara Posyandu aktif dengan Posyandu
kurang aktif.
Menurut Trintin Tjukarni (2005) dalam penelitian Furkaniaty (2006),
kegiatan kader seperti penyuluhan gizi yang diberikan kader Posyandu dan tokoh
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu balita serta konsumsi energi
protein anak balitanya. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan dilapangan dari hasil
penelitian dan observasi beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya konsumsi
protein pada balita di Posyandu kurang aktif mengenai pola konsumsi adalah ibu
balita menyayangkan kurangnya penyampaian informasi dari petugas kesehatan
mengenai manfaat zat gizi terutama protein bagi balita sehingga ibu balita hanya
memberikan makanan yang disenangi oleh balita tanpa tahu manfaatnya.
Perbedaan yang terdapat di Posyandu aktif adalah memiliki kader yang aktif
mengunjungi rumah warga dan memantau pertumbuhan balita dan memberikan
informasi terkait kesehatan, baik mengenai manfaat gizi seimbang untuk balita
maupun penyampaian informasi kesehatan lainnya yang dilakukan setiap ada
46
kesempatan. Sehingga meskipun dengan tingkatan ekonomi yang hampir sama balita
di Posyandu aktif banyak mengkonsumsi protein dari sumber nabati dengan harga
murah seperti tahu, tempe dan sumber hewani seperti telur sehingga pada umumnya
balita di Posyandu aktif tidak bermasalah dengan pola konsumsinya.
Permasalahan yang terdapat di Posyandu kurang aktif terkait konsumsi
protein selain kader yang kurang menggerakkan warga adalah jarak tempat dengan
pasar cukup jauh namun masih banyak ditemukan warung kecil yang menyediakan
kebutuhan rumah tangga seperti sayuran dan bahan mentah yang tahan disimpan
dalm suhu dingin.
Konsumsi protein merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung
terhadap keadaan gizi balita. Pola konsumsi protein melalui makanan dapat
menggambarkan status gizi balita pada periode yang akan datang. Gambaran pola
konsumsi protein sangat berpengaruh kepada balita karena KEP dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, kematian dan
rendahnya tingkat kecerdasan anak. Anak dengan kekurangan konsumsi protein akan
rentan terhapat penyakit cacingan. Mengkonsumsi protein yang bervariasi sangat
penting untuk melengkapi kebutuhan protein balita menghindari resiko penyakit
Kwashiorkor sebagai protein penyebab yang dominan (FKM UI, 2012).
4.5.10 Perbedaan Prevalensi Penyakit infeksi pada balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif
Penelitian menunjukkan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu
aktif tercatat 17 balita pernah mengalami penyakit infeksi dalam 3 bulan terakhir
dengan persentase 53.1%, Posyandu kurang aktif 19 balita dengan persentase 70.4%.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai prevalensi penyakit infeksi pada balita
didapatkan adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu
47
aktif dan kurang aktif. Prevalensi penyakit infeksi di Posyandu kurang aktif lebih
tinggi dibandingkan Posyandu aktif.
Data Puskesmas Paninggahan menyebutkan dalam 2 bulan terakhir prevalensi
penyakit infeksi sangat tinggi terutama Diare pada batita. Balita pada Posyandu
Gando indah 6 tercatat sebagai balita dengan prevalensi penyakit infeksi tertinggi
dalam 2 bulan terkahir. Data ini diperkuat dari hasil penelitian bahwa hampir semua
balita di Posyandu kurang aktif pernah menderita penyakit infeksi dalam 3 bulan
terakhir.
Wawancara dengan ibu balita di kedua Posyandu, Posyandu kurang aktif
tidak melakukan penyuluhan dengan rutin seputar kesehatan balita dan
penanggulangan penyakit infeksi pada anak sedangkan Posyandu aktif lebih sering
melakukan penyuluhan pada kegiatan Posyandu. Penyuluhan dilakukan oleh bidan
desa yang aktif melakukan pemantauan kegiatan Posyandu. Kemenkes (2011)
menjelaskan peran petugas Posyandu dalam menjalankan program pokok dan
program tambahan Posyandu sangat penting dalam rangka penanggulangan masalah
yang menjadi prioritas pada tiap-tiap Posyandu karena dari data yang didapatkan
melalui Puskesmas Paninggahan kejadian penyakit infeksi terutama Diare sudah
sering terjadi di Posyandu kurang aktif terutama Posyandu Gando indah 6 namun
masih kurang mendapatkan perhatian
Martinah (2008) dalam Sudarsana (2009) menyebutkan mekanisme patologis
penyakit infeksi bermacam-macam baik secara sendiri-sendiri maupun secara
bersamaan. Asupan zat gizi yang kurang menyebabkan adanya penurunan fungsi
imun yang menyebabkan balita lebih rentan terserang penyakit infeksi.
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang penulis lakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Status gizi balita di Posyandu aktif diketahui 4 balita status gizi gemuk, 8
balita pendek, 1 sangat pendek, dan 1 gizi lebih dan Posyandu kurang aktif 1
balita dengan status gizi sangat kurus, 1 kurus, 3 gemuk, 1 sangat pendek, 8
pendek, 2 tinggi, 2 balita gizi kurang
2. Sebanyak 92.6% dari 27 balita di Posyandu kurang aktif angka kecukupan
proteinnya rendah dan pada Posyandu aktif sebanyak 65.6% dari 32 balita.
3. Berdasarkan prevalensi penyakit infeksi dalam tiga bulan terakhir pada balita
di Posyandu aktif 53.1% dari 32 balita mengalami sakit infeksi dan pada
Posyandu kurang aktif balita yang mengalami sakit infeksi sebanyak
70.4%balita.
4. Tidak ada perbedaan status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB.PB) yang signifikan
antara Posyandu aktif dan kurang aktif (p> 0.05)
5. Adanya perbedaan pola konsumsi protein balita yang signifikan antara
Posyandu aktif dan kurang aktif (p< 0.05)
6. Tidak adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita dalam 3
bulan terakhir di Posyandu aktif dan kurang aktif (p> 0.05)
49
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Masyarakat
1. Disarankan kepada masyarakat terutama ibu balita untuk rutin membawa
balita ke Posyandu melakukan penimbangan dan mendapatkan informasi
terbaru mengenai masalah gizi balita agar kedepannya tidak ada lagi balita
yang tidak terdaftar di Posyandu.
2. Tingginya prevalensi penyakit infeksi dikedua Posyandu disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya asupan makanan dan personal hygiene. Ibu balita
disarankan untuk lebih memperhatikan kebersihan diri dan balita untuk
mencegah timbulnya penyakit infeksi. Mengolah makanan dengan air yang
bersih dan benar-benar matang.
3. Disarankan ibu balita banyak bertanya kepada petugas kesehatan makanan
apa yang baik dan dibutuhkan balita untuk tumbuh kembangnya dan mudah
didapatkan ditempat tinggalnya terutama ibu balita di Posyandu kurang aktif.
5.2.2 Bagi Puskesmas
1. Untuk menekan prevalensi penyakit infeksi terutama di Posyandu kurang
aktif petugas Puskesmas disarankan lebih aktif memberikan penyuluhan
terkait penyakit infeksi, penyebabnya, serta cara penanggulangannya agar
mayarakat bertambah pengetahuannya mengenai penyebab penyakit infeksi.
2. Petugas Puskesmas disarankan memberikan penyuluhan di Posyandu kurang
aktif, salah satu metodanya demo masak untuk memperlihatkan kepada
masyarakat bahan makanan apa saja yang bisa dimanfaatkan ibu untuk balita
disekitar tempat tinggalnya, penyuluhan mengenai pemanfaatan lahan kosong
untuk dijadikan tempat beternak unggas dan bisa dikonsumsi untuk memeuhi
kebutuhan protein hewani yang kurang. Apabila konsumsi balita sudah baik,
50
dengan pengetahuan ibu terkait gizi baik dan prevalensi penyakit infeksi
dapat ditekan angka kejadiannya maka akan berdampak pada status gizi
balita.
5.2.3 Bagi Petugas Posyandu
1. Disarankan kader di Posyandu kurang aktif lebih meningkatkan pendekatan
individu kepada masyarakat untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi
di tengah masyarakat dan petugas kesehatan bisa memberikan solusi.
2. Kader di Posyandu kurang aktif disarankan banyak bertanya kepada petugas
kesehatan seputar permasalahan gizi balita agar kader memiliki wawasan dan
pengetahuan baik sehingga bisa meyakinkan masyarakat dan mengajak
masyarakat untuk aktif ke Posyandu.
3. Bidan desa yang diberi tanggung jawab oleh Puskesmas dengan jalannya
Posyandu disarankan lebih giat menghimbau masyarakat untuk mengunjungi
Posyandu bagi ibu hamil, balita dan lansia di jorong bersangkutan. Bidan
harus lebih aktif menghimbau dan mengingatkan warga. Pendekatan antara
bidan dan masyarakat harus dijalin agar tumbuh kepercayaan masyarakat
pada bidan setempat sehingga memiliki mau mengindahkan himbauan
petugas kesehatan.
51