0
ITTO PD 74/01 Rev.1 (M)
Penyusunan Dan Penerapan Pedoman Penanggulangan
Illegal Logging Sebagai Pra Kondisi Dalam Pencapaian
Pengelolaan Hutan Lestari Di Indonesia
1
LLAAPPOORRAANN PPEENNYYEELLEESSAAIIAANN PPRROOYYEEKK
ITTO PD 74/01 Rev.1 (M) Penyusunan Dan Penerapan Pedoman
Penanggulangan Illegal Logging Sebagai Pra Kondisi Dalam Pencapaian Pengelolaan Hutan
Lestari Di Indonesia
DDEEPPAARRTTEEMMEENN KKEEHHUUTTAANNAANN
DDAANN
WWF INDONESIA Agustus, 2005
2
DDAAFFTTAARR IISSII
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................4
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................5
BAGIAN 1: RINGKASAN EKSEKUTIF .....................................................7
1. LATAR BELAKANG PROYEK ...................................................................... 7 1.1. Masalah Utama (Situasi Proyek).......................................................... 7 1.2. Tujuan dan Output Spesifik............................................................... 8 1.3. Strategi Proyek.............................................................................. 9 1.4. Rencana Tata Waktu dan Anggaran Proyek ...........................................10
2. HASIL PROYEK ................................................................................. 10 2.1. Pencapaian Proyek.........................................................................10 2.2. Pencapaian Tujuan Khusus ...............................................................15 2.3. Kontribusi Terhadap Tujuan-Tujuan Pengembangan................................16
3. PIHAK-PIHAK YANG MENDAPATKAN MANFAAT .................................................. 16
4. PELAJARAN YANG DIPEROLEH .................................................................. 17 4.1. Pelajaran dan Pengembangan ...........................................................17 4.2. Pelajaran Pelaksanaan ....................................................................20
5. REKOMENDASI.................................................................................. 21
BAGIAN II: TEKS UTAMA ................................................................ 22
1. RUANG LINGKUP PROYEK ...................................................................... 22
2. KONTEKS PROYEK.............................................................................. 24
3. DESAIN PROYEK DAN ORGANISASI .............................................................. 26 3.1. Desai Proyek ................................................................................26 3.2. Organisas Proyek ...........................................................................26
4. PELAKSANAAN PROYEK......................................................................... 27 4.1. Kegiatan yang Dilaksanakan selama Proyek Berlangsung...........................27 4.2. Perbedaan Antara Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek ..........................29 4.3. Cara dan Tindakan untuk Menghilangkan Perbedaan antara Rencana dan
Pelaksanaan.................................................................................30 4.4. Ketepatan dalam Menyusun Asumsi dan Mengidentifikasi Resiko dalam
Pelaksanaan Proyek........................................................................31 4.5. 31 4.6. Keberlanjutan Kegiatan Setelah Proyek Berakhir....................................31 4.7. Ketepatan dalam Penggunaan Sumberdaya di dalam Pelaksanaan Proyek (Kualitas
dan Kuantitas) ..............................................................................32
5. PROJECT RESULTS ............................................................................. 32 5.1. Perubahan Keadaan Sebelum dan sesudah Proyek Dilaksanakan..................32 5.2. Tingkat Pencapaian Tujuan Spesifik....................................................33 5.3. Dampak Proyek .............................................................................33
6. SINTESA ANALISIS .............................................................................. 34
BAGIAN III: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................... 35
3
1. PELAJARAN DALAM PENGEMBANGAN ........................................................... 35
2. PELAJARAN DALAM PELAKSANAAN.............................................................. 37
3. REKOMENDASI BAGI PROYEK LANJUTAN ........................................................ 38
LAMPIRAN 1 .............................................................................. 41
1. DAFTAR PRODUK YANG DIHASILKAN OLEH PROYEK .............................................. 41
4
DDAAFFTTAARR SSIINNGGKKAATTAANN
ASEAN : Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara
BKSDA : Balai Konservasi Sumberdaya Alam
CI : Conservation International
DfID : Department for International Development, UK
EIA : Environmental Investigation Agency
GDA : Global Development Alliances
HPH : Hak Pengusahaan Hutan
ILRC : Illegal Logging Response Center
ITTO : International Tropical Timber Organisation
JICA : Japan International Cooperation Agency
JIKALAHARI : Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau, di Riau
KAIL : Konsorsium Anti Illegal Logging, di Kalimantan Barat
DEPHUT : Departemen Kehutanan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat (non pemerintah)
SIPIL : Sistem Informasi Pergerakan Kayu Illegal
TNBK : Taman Nasional Betung Kerihun
TNC : The Nature Conservancy
TP3STS : Tindak Pidana Penebangan Pohon Secara Tidak Sah, disebut juga
sebagai Pedoman Penanggulangan Illegal Logging
USAID : US Agency for International Development
5
UUCCAAPPAANN TTEERRIIMMAA KKAASSIIHH
WWF-Indonesia sangat menghargai dukungan yang diberikan oleh ITTO dan
Departemen Kehutanan Republik Indonesia sehingga proyek ini dapat dilaksanakan.
Karena itu, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktur
Eksekutif ITTO, Sekretaris Jenderal - Departemen Kehutanan, Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam – Departemen Kehutanan, dan Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan.
Dalam pelaksanaannya, proyek ini menerima banyak dukungan individu-individu
berupa waktu, keahlian dan saran-saran profesional sehingga tujuan dan sasaran
proyek ini dapat dicapai. Secara khusus, kami ingin mengucapkan penghargaan
kepada Bapak Datuk Amha Buang dari ITTO, Bapak Bambang Moerdiono dan stafnya
dari Biro Kerjasama Luar Negeri - Departemen Kehutanan, serta Bapak Agus
Setyarso dan Bapak Suwignyo selaku Pimpinan pelaksana proyek ini.
Kami juga ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah
Daerah Kalimantan Barat (utamanya Dinas Kehutanan sebagai mitra utama proyek
ini) dan Pemerintah Daerah Riau (utamanya Balai Konservasi Sumberdaya Alam
sebagai mitra utama proyek ini) atas petunjuk, kerjasama dan dukungan dalam
pelaksanaan investigasi di lapangan dan dalam menjaga komunikasi lintas sektor di
masing-masing wilayah kerjanya. Selanjutnya, WWF-Indonesia juga menghargai
kerjasama yang baik yang telah diberikan oleh LSM-LSM di daerah yang telah
menciptakan pondasi yang kuat bagi anggota tim proyek ini dalam mencapai target-
ratget yang telah digariskan di dalam proyek ini. Akhir kata, WWF-Indonesia juga
memberikan apresiasi yang tinggi kepada manajemen proyek, staf lapangan, dan
konsultan yang telah berhasil menyelesaikan tugasnya dalam keadaan yang sulit
dan atas dedikasinya yang tinggi sehingga proyek ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Dian Achmad Kosasih Forest Program Director, WWF-Indonesia
6
IIDDEENNTTIIFFIIKKAASSII PPRROOYYEEKK
Judul : Penyusunan dan penerapan pedoman penanggulangan illegal logging sebagai pra kondisi dalam pencapaian pengelolaan hutan lestari di Indonesia
Nomor Seri : ITTO Project PD 74/01 Rev.1 (M)
Lembaga Pelaksana : Departemen Kehutan dan WWF Indonesia
Pemerintah : Republik Indonesia
Tanggal Dimulai : 1 Mei 2002
Waktu Pelaksanaan Actual : 24 bulan, ditambah perpanjangan selama 12 bulan
Biaya Aktual : Yang berasal dari ITTO berjumlah US$ 665,850.00. Kontribusi Pemerintah Indonesia sebesar US$ 72,250.00. Anggaran total: US$ 738,100.00.
7
BBAAGGIIAANN 11:: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF
11.. LLaattaarr BBeellaakkaanngg PPrrooyyeekk
11..11.. MMaassaallaahh UUttaammaa ((SSiittuuaassii PPrrooyyeekk))
Salah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan
pengelolaan hutan yang lestari adalah kegiatan illegal logging. Masalah ini dapat
terjadi diantaranya karena:
• Tingginya permintaan kayu di pasar nasional dan pasar dunia;
• Kurangnya koordinasi dari lembaga pemerintah yang terkait
• Tidak berfungsinya hukum dan lemahnya kapasitas aparat penegak hukum,
terutama bidang kehutanan;
• Masih belum teratasinya budaya KKN;
• Proses desentralisasi yang belum tuntas, sehingga membuka ruang ketidak
pastian hukum, peran dan tanggungjawab diantar pemerintah pusat dan
daerah.
Masalah utama di atas tersebut juga bersinggungan dan bertambah kompleks
karena adanya:
• Krisis ekonomi nasional yang tidak terselesaikan dan bahkan berkembang
menjadi krisis multi-dimensional;
• Masalah hak kepemilikan, terutama untuk kepemilikan masyarakat adat; dan
• Struktur industri kehutanan yang tidak sejalan dengan kemampuan memberi
pasokan kayu secara lestari.
RINGKASAN EKSEKUTIF
8
11..22.. TTuujjuuaann ddaann OOuuttppuutt SSppeessiiffiikk
Development objective proyek ini ialah mengembangkan pengelolaan hutan
berkelanjutan di Indonesia melalui peningkatan kapasitas institusional dan
membuat pedoman operasional dalam menanggulangi kegiatan illegal logging.
Proyek ini memiliki dua tujuan spesifik: pertama ialah melakukan studi statistik
mengenai arus kayu, laju degradasi hutan, dan latar sosial ekonomi terkait dalam
praktek illegal logging; dan kedua ialah meningkatkan kapasitas institusional bagi
pengendalian illegal logging.
Adapun Output yang perlu dicapai adalah:
Output 1.1 : Gambaran kuantitatif dari produksi log, aliran dan perdagangan kayu
illegal.
Output 1.2 : Menyusun dokomentasi dan mempublikasikan keadaan sosial ekonomi
terkait dengan aktivitas illegal loging.
Output 1.3 : Mengidentifikasi laju dan distribusi dari degradasi hutan.
Output 2.1 : Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam pelaksanaan
kegiatan pemantauan dan penanggulangan kegiatan illegal logging.
Output 2.2 : Mendesain Model Pergerakan Kayu (log).
Output 2.3 : Menyusun pedoman penanggulangan kegiatan illegal logging yang
terkini.
Output 2.4 : Membangun forum koordinasi bagi keamanan hutan dan mendorong
ditegakkannya hukum dengan baik.
RINGKASAN EKSEKUTIF
9
11..33.. SSttrraatteeggii PPrrooyyeekk
Dalam pencapaian tujuan yang dicanangkan dalam proyek ini, beberapa aspek
sangat diperhatikan yaitu: berbasis keilmuan (scientific foundation), kepraktisan
teknis (technical practicability), daya guna ekonomis (economic performance),
keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability), kepatutan sosial (social
equitability), dan keterkelolaan resiko (risks managability).
Secara garis besar proyek ini didasarkan analisis ilmiah dan statistik atas berbagai
kondisi nyata dari praktek illegal logging di Indonesia. Atas dasar analisis ilmiah
terhadap peta praktek illegal logging secara fisik dan kehutanan, sosial, ekonomi,
budaya, kriminologi dan antropologi. Pada akhir pelaksanaan, proyek ini berhasil
mengembangkan strategi dan pedoman operasional dalam rangka penguatan
kelembagaan dalam mengatasi praktek illegal logging.
Selain penguatan kelembagaan melalui pelatihan-pelatihan dan seminar dan
lokakarya juga dikembangkan beberapa piranti lunak yang menunjang penanganan
praktek illegal logging seperti SPIL, SIPIL dan Pedoman Operasional
Penanggulangan Tindak Pidana Penebangan Pohon Secara Tidak Sah (TP3STS) atau
disebut juga sebagai Pedoman Operasional Penanggulangan Kegiatan Illegal
Logging. Dengan ketersediaan piranti lunak ini diharapkan para pelaksana dan
penegak hukum memiliki kemampuan dalam mendeteksi, memantau dan menindak
pelaku illegal logging dengan alat yang terukur dan bisa dipercaya kebenarannya.
Untuk mendorong agar piranti lunak dan data-data ilmiah mengenai praktek illegal
logging yang dikumpulkan oleh proyek ini dipergunakan sebagaimana dicanangkan,
maka dilakukan berbagai seminar, workshop, konsultasi publik dan diskusi informal
yang semuanya melibatkan berbagai stakeholders mulai dari tingkat masyarakat
sampai tingkat pejabat tinggi di Departemen Kehutanan, Kepolisian, Militer dan
Kejaksaan.
Propinsi Kalimantan Barat dan Riau dipilih sebagai daerah kerja didasarkan pada
pertimbangan besarnya persoalan kehutanan, banyaknya jumlah perusahaan
RINGKASAN EKSEKUTIF
10
pemegang konsesi usaha kehutanan (HPH), aksesnya pada pasar lokal hingga
internasional. Karena letak geografisnya, Riau memiliki lokasi dan akses yang dekat
ke Singapura, Malaysia Peninsula sedangkan Kalimantan Barat ke Sarawak.
11..44.. RReennccaannaa TTaattaa WWaakkttuu ddaann AAnnggggaarraann PPrrooyyeekk
Proyek ini mulai dilaksanakan pada tanggal 1 May 2002 dengan rencana awal akan
diselesaikan selama 2 tahun. Namun demikian, realisasi pelaksanaannya menjadi 2
tahun di tambah 12 bulan perpanjangan tanpa ada penambahan biaya.
Perpanjangan waktu pelaksanaan proyek disebabkan oleh 2 hal utama yaitu:
1. Waktu membangun jaringan kerja dan forum-forum lebih lama dari yang
diperkirakan semula, karena dibutuhkan waktu untuk membangun rasa saling
percaya; dan
2. Project Coordinator mengundurkan diri pada saat proyek akan berakhir.
Adapun biaya pelaksanaan proyek yang direncanakan adalah USD 741.100 dengan
komposisi USD 665.850 dari ITTO dan USD 75.250 dari pemerintah Indonesia c.q.
Departemen Kehutanan. Pada masa perpanjangan tidak ada penambahan dana dari
ITTO. Hasil audit menunjukkan bahwa dari segi finansial, proyek ini berjalan
dengan baik.
22.. HHaassiill PPrrooyyeekk
22..11.. PPeennccaappaaiiaann PPrrooyyeekk
Gambaran umum dari output yang dihasilkan dari proyek ini disajikan sebagai
berikut:
RINGKASAN EKSEKUTIF
11
Output 1.1 : Gambaran kuantitatif dari produksi log, aliran dan perdagangan
kayu illegal.
Kondisi statistik kehutanan telah dihasilkan dan dipublikasikan dalam bentuk
Laporan Investigasi Illegal Logging di Kalimantan Barat dan Riau. Selanjutnya,
informasi ini telah digunakan oleh Departemen Kehutanan dalam memformulasikan
kebijakannya, terutama untuk kepentingan Operasi Wanalaga 2 dan 3.
Keterangan gambar: Produk kayu gergaji (1), pulau Sematan (2), Entikong (3), Kayu bulat (4), dan Daftar kayu bulat kiriman ke Entikong (5). Foto: WWF-Indonesia, Proyek ITTO PD 74/01 Rev.1 (M))
Output 1.2 : Menyusun dokomentasi dan mempublikasikan keadaan sosial
ekonomi terkait dengan aktivitas illegal loging.
Kondisi sosial ekonomi dari illegal logging telah selesai dikerjakan dan telah
dipublikasikan, namun belum didistribusikan secara luas. Hasil kajian bidang sosial
1 2
3
4
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
12
ekonomi ini banyak dimanfaatkan oleh berbagai lembaga dan proyek-proyek lainnya
di lingkungan Departemen Kehutanan seperti ILRC dan MoU UK – Indonesia (DfID).
”Kerang Kang” (1) dan ”Sepeda sarad” (2) di kawasan penyangga Taman Nasional Betung Kerihun. Foto: WWF-Indonesia, Proyek ITTO PD 74/01 Rev.1 (M)
Output 1.3 : Mengidentifikasi laju dan distribusi dari degradasi hutan.
Prosedur untuk mengidentifikasi laju dan distribusi degradasi hutan telah di susun
dan hasilnya dijadikan bahan pelatihan. Pelatihan ini telah dilaksanakan di Bogor
dan diikuti oleh 26 peserta dari berbagai instansi yang terkait dengan illegal
logging di areal kerja proyek ini ditambah perwakilan dari LSM dan Departemen
Kehutanan R.I.
Pelatihan Pemantauan Sebaran dan Tingkat Kerusakan Hutan, Agustus 2003, Bogor. Foto: WWF-Indonesia, Proyek ITTO PD 74/01 Rev.1 (M))
1 2
RINGKASAN EKSEKUTIF
13
Output 2.1 : Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam pelaksanaan
kegiatan pemantauan dan penanggulangan kegiatan illegal
logging.
Telah diselenggarakan serangkaian pelatihan penanganan kasus bagi polisi
kehutanan dan petugas lokal di dua propinsi – Kalimantan Barat dan Riau. Selain itu
pelatihan ini juga diikuti oleh beberapa aktivis dari berbagia LSM yang tergabung
dalam Konsorsium Antil Illegal Logging (KAIL) di Kalimantan Barat dan Jaringan
Kerja Penyelamatan Hutan Riau (JIKALAHARI) di Propinsi Riau.
Rapat Project Steering Committee (1), dan Kampanye Anti Illegal Logging di Pontianak (2). Foto: WWF-Indonesia, Proyek ITTO PD 74/01 Rev.1 (M))
Output 2.2 : Mendesain Model Pergerakan Kayu (log).
Proyek juga telah mengembangkan SPIL dan SIPIL yang juga telah dilatihkan kepada
para stakeholders terkait agar bisa dikuasai teknologi dan cara penggunaannya bagi
penangangan illegal logging di areal kerja masing-masing. Untuk output 2.2 ini,
khususnya SIPIL, telah ditindaklanjuti dan dilakukan pengembangan piranti
1
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
14
lunaknya oleh ahli yang sama dan kemudian digunakan dalam pelaksanaan proyek
Illegal Logging Response Center – Uni Eropa.
Output 2.3 : Menyusun pedoman operasional penanggulangan kegiatan illegal
logging yang up to date.
Pedoman Penanggulangan TP3STS sebagai salah satu output utama dari proyek ini
telah selesai dikerjakan dengan sangat baik. Namun, sesuai dengan perkembangan
dinamika keadaan di lapangan, panduan ini perlu revisi secara berkala akibat
perubahan situasi kongkrit di lapangan, perkembangan kebijakan kehutanan
nasional dan lokal. Pada masa perpanjangan, panduan ini kemudian diverifikasi di
tingkat propinsi (training workshop di 3 propinsi) dan workshop di tingkat nasional.
Sehingga laporan akhir dari panduan ini selesai dikerjakan sesuai dengan rencana
dalam proposal. KAIL di Kalimantan Barat telah menerapkan dua panduan dari
enam panduan yang dihasilkan, yaitu panduan mengenai supresi dan panduan
mengenai kampanye bersama. Kalimantan Timur telah juga menyatakan
ketertarikannya untuk mengadopsi ke enam panduan ini dengan memperhatikan
kemajuan yang diperoleh oleh KAIL di Kalimantan Barat.
Hasil konsultasi publik proyek ini yang dilakukan secara sinergis dengan inisiatif lain
seperti WWF/World Bank Alliance dan WWF-GDA Project telah menghasilkan studi
komprehensif mengenai kegiatan Illegal Logging di Indonesia serta upaya-upaya
pencegahannya yang terdiri dari: deteksi, pencegahan dan pemberantasannya.
Hasil ini merupakan sumber utama dalam penyusunan Pedoman Penanggulangan
TP3STS dan rumusan WWF/Worldbank Alliance ”10 Tahap untuk Memberantas
Illegal Logging di Indonesia”. Kedua produk tersebut diterima dan dimanfaatkan
dengan sangat baik oleh Departemen Kehutanan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
15
Output 2.4 : Membangun forum koordinasi bagi keamanan hutan dan
mendorong ditegakkannya hukum dengan baik.
Forum koordinasi formal ditingkat pusat belum tuntas terbentuk pada saat proyek
ini berakhir, namun demikian koordinasi yang dilakukan selama proyek berjalan
menunjukkan hasil yang menggembirakan seperti terlihat pada uraian di bawah ini:
Pendirian forum koordinasi dan penguatan kapasitas institusi merupakan indikator
keberlanjutan pengaruh proyek ini ke depan. Di tingkat propinsi telah didirikan satu
forum koordinasi penanggulangan illegal logging di Propinsi Riau dengan nama
JIKALAHARI yang tetap aktif sampai saat laporan ini ditulis. Di samping itu, telah
diberi penguatan dan peningkatan kapasitas terhadap KAIL di Kalimantan Barat.
KAIL, karena tahapannya jauh lebih maju sebelum proyek ini dilaksanakan,
mengalami tingkat perkembangan yang sangat baik setelah aktif dalam jaringan
kerja proyek ini. Saat ini KAIL dipercaya untuk menjalankan pilot project sebagai
implementasi Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia denga Inggris dalam
persoalan illegal logging (MoU UK – INA) dengan didanai oleh DfID.
Meski tidak ditegaskan dalam proposal proyek ini, dalam konteks kampanye telah
dibuat dua buah film dokumenter mengenai proyek ini. Film pertama tentang visi,
misi, latar belakang dan rencana strategis serta proses pendirian KAIL di
Kalimantan Barat. Sedangkan film kedua merupakan sebuah film kampanye tentang
dampak illegal logging di Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat yang
proses pembuatannya merupakan sebuah proses kolaborasi proyek, WWF TNBK dan
KAIL.
22..22.. PPeennccaappaaiiaann TTuujjuuaann KKhhuussuuss
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kedua tujuan spesifik dari proyek ini
telah dapat dicapai.
RINGKASAN EKSEKUTIF
16
Secara keseluruhan, dengan memperoleh penambahan waktu kerja proyek tanpa
penambahan biaya, tujuan umum dan khusus proyek telah berhasil dikerjakan.
Dapat dikatakan bahwa proyek ini memiliki tingkat keberlanjutan yang cukup
tinggi.
Sejumlah output yang dihasilkan proyek ini masih tetap berjalan, berfungsi dan
berkembang. Sebagai contohnya adalah KAIL dan JIKALAHARI yang tetap berupaya
keras menghentikan praktek illegal logging, atau konsep dan data yang dihasilkan
digunakan oleh Uni Eropa dan Departemen Kehutanan RI dalam memberantas
illegal logging sampai saat laporan ini dibuat.
22..33.. KKoonnttrriibbuussii TTeerrhhaaddaapp TTuujjuuaann--TTuujjuuaann PPeennggeemmbbaannggaann
Sumbangan utama yang dihasilkan dari proyek ini adalah adanya sebuah “payung”
(Pedoman Penanggulangan TP3STS dan rumusan 10 Tahap untuk Memberantas
Illegal Logging di Indonesia), yang dapat digunakan untuk memperjelas koordinasi
dan meningkatkan sinergi upaya penanggulangan illegal logging yang pada waktu
yang lalu sangat bersifat ad hoc dan tidak sistematis. Dalam sisi yang lain, pedoman
tersebut juga memberikan bantuan dalam menjelaskan peran dan memberikan
dasar bagi pembangunan alat ukur kinerja dari setiap kantor pemerintah yang
terkait dalam upaya ini.
Untuk membuat hasil proyek ini efektif dalam membantu menciptakan pengelolaan
hutan yang lestari, maka penerapan pedoman yang telah disusun perlu
dilaksanakan dengan komitmen yang tinggi dan dan dengan konsisten.
33.. PPiihhaakk--PPiihhaakk yyaanngg MMeennddaappaattkkaann MMaannffaaaatt
Penerima manfaat dari proyek ini terutama adalah:
• Departemen Kehutanan (pusat, propinsi dan kabupaten);
RINGKASAN EKSEKUTIF
17
• Instansi Pemerintahan lain yang terkait dengan masalah penanggulangan
kegiatan illegal logging seperti Kepolisian dan Kehakiman;
• WWF Indonesia dan LSM lainnya;
• Perusahaan yang diharapkan dapat membantu; dan
• Masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, proyek ini mendapat dukungan dan bantuan dari banyak
pihak, dan keluaran dari proyek ini selain bermanfaat bagi pihak-pihak tersebut di
atas akan dapat bermanfaat pula bagi negara-negara anggota ITTO lainnya.
44.. PPeellaajjaarraann yyaanngg DDiippeerroolleehh
44..11.. PPeellaajjaarraann ddaann PPeennggeemmbbaannggaann
Banyak pembelajaran yang diperoleh dari pelaksanaan proyek ini, beberapa hal
yang utama diuraikan di bawah ini:
Kompleksitas Permasalahan
Proyek ini memberikan telaahan ilmiah yang komprehensif tentang sangat tingginya
kompleksitas permasalahan di dalam berlangsungnya kegiatan illegal logging. Hal
ini dilihat dari:
• Tingginya jumlah dan keragaman stakeholders yang terlibat (lokal, nasional,
regional, dan internasional; individu, masyarakat dan pemerintah);
• Karena itu, pasar yang terlibatpun meliputi pasar lokal, nasional, regional,
dan internasional;
• Dampak yang ditimbulkannya sangat besar dan beragam (sosial-budaya,
ekonomi, dan lingkungan; jangka pendek, menengah dan jangka panjang);
RINGKASAN EKSEKUTIF
18
• Memiliki kaitan juga terhadap permasalahan politik (pusat-daerah dan internal
daerah);
• Terkait juga dengan serangkaian kelemahan dalam sistem hukum dan
penegakan hukum.
Karena itu, penanggulangan illegal logging harus dilaksanakan secara komprehensif
dan terpadu, melibatkan serangkaian strategi dan rencana tindak yang harmonis
pada tingkat daerah (Kabupaten dan Propinsi), Pusat, Regional (ASEAN) dan
internasional. Selain itu, kunci utama keberhasilannya akan terletak kepada
komitmen dan konsistensi yang tinggi dari stakeholders, terutama dari pemerintah
Indonesia dan negara lain yang terkait.
Ruang Untuk Partisipasi Publik
Terlepas dari klaim yang menyatakan bahwa illegal logging ini diperlukan karena
masyarakat tidak memiliki alternatif untuk memenuhi tuntutan kehidupannya,
proyek ini menunjukkan bahwa:
• Masyarakat yang diuntungkan dari kegiatan illegal logging merupakan
masyarakat dengan jumlah minoritas;
• Dilihat dari asal masyarakat berada, seringkali kegiatan illegal logging
dilakukan oleh masyarakat pendatang (karena keterampilan khusus yang
diperlukan, dan ikatan kerjasama sebelumnya); dan
• Keuntungan terbesar tidak terdistribusi ke masyarakat, tetapi kepada pemilik
modal di belakang aktifitas illegal logging tersebut.
Karena hal-hal tersebut di atas, proyek ini mendapatkan dukungan yang cukup
besar dari berbagai stakeholders di lapangan karena mereka melihat kesempatan
untuk berpartisipasi dalam menanggulangi masalah illegal logging. Contoh terbaik
untuk masalah ini adalah adanya kesediaan masyarakat untuk secara sukarela
berpatroli, lahirnya JIKALAHARI di Riau, dan semakin kuatnya aktifitas KAIL di
Kalimantan Barat. Kedua LSM ini masih terus aktif dan semakin menunjukkan
kredibilitas dan kontribusinya sampai saat ini.
RINGKASAN EKSEKUTIF
19
Dengan demikian, magnifikasi keberhasilan di atas perlu dijadikan salah satu target
jika proyek sejenis atau kelanjutan proyek ini akan dilaksanakan dikemudian hari.
Koordinasi Dengan Inisiatif yang Sedang Berjalan
Walaupun kendala-kendala masih ditemukan untuk melaksanakan koordinasi yang
baik dengan pihak-pihak terkait di lapangan, proyek ini menghasilkan sebuah
contoh yang baik melalui koordinasi dengan inisiatif lain yang sedang berjalan,
yaitu dengan kegiatan yang dilakukan oleh WWF-World Bank Alliance. Salah satu
produk utama dari proyek ini adalah serangkaian pedoman untuk penanggulangan
kegiatan illegal logging. Pedoman ini diterima dengan baik oleh Departemen
kehutanan dan dijanjikan akan diimplementasikan.
Selanjutnya, melalui basis kajian komprehensif dari proyek ini (yang kemudian
menghasilkan serangkaian pedoman lengkap untuk menanggulangi kegiatan illegal
logging), WWF-World Bank Alliance kemudian dapat merumuskan versi yang lebih
ringkas (disebut: 10 Tahap untuk Menanggulangi Kegiatan Illegal Logging) dan
meneruskan kegiatan advokasi sehingga dokumen ini dapat diadopsi penuh oleh
Departemen Kehutanan sebagai landasan strategi yang digunakan oleh Menteri
Kehutanan.
Pembelajaran yang dapat diambil adalah pentingnya koordinasi dan pembagian
peran yang jelah antar sebuah inisiatif (proyek) dengan inisiatif lainnya. Hal ini
harus menjadi kewajiban, bagi pelaksanaan proyek selanjutnya agar dapat dicapai
hasil yang maksimal. Juga disadari, agar pedoman yang dihasilkan dan 10 Tahap
untuk Menanggulangi Kegiatan Illegal Logging dapat berfungsi secara efektif,
diperlukan kegiatan advokasi dan sosialisasi terus menerus kepada lembaga
pemerintah dan stakeholders lainnya yang terkait.
Strategi Pengahiran Proyek
Proyek ini secara eksplisit tidak mengharuskan adanya strategi pengahiran proyek
(exit strategy) yang di desain untuk membuat hasil yang dicapai dapat terus
RINGKASAN EKSEKUTIF
20
bertahan dan berkembang ketika proyek ini berakhir. Untuk proyek yang akan
datang, sebaiknya strategi pengahiran proyek dijadikan sebuah persyaratan yang
melekat di dalam pelaksanaan proyek, sehingga keberlanjutan hasil proyek dapat
lebih terjaga.
44..22.. PPeellaajjaarraann PPeellaakkssaannaaaann
Untuk yang bersifat manajemen dan administrasi internal, masalah utama yang
dihadapi proyek ini adalah mundurnya Project Coordinatorr pada tahap akhir dari
pelaksanaan proyek ini. Dampak dari hal ini antara lain adalah tertundanya
penyelesaian proyek, kurang sempurnanya pembentukan forum penanggulangan
illegal logging di tingkat pusat dan sintesis hasil kegiatan secara keseluruhan
menjadi tidak optimal. Hal seperti ini tidak boleh terulang pada pelaksanaan
proyek lain di kemudian hari.
Permasalahan lain yang relatif tidak terlalu besar adalah masih ditemukan kendala-
kendala konvensional seperti:
• Adanya proses komunikasi yang tidak lancar;
• Adanya ketidakjelasan peran dan tanggungjawab;
• Keterlambatan pelaporan; dan
• Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak lain terkait di lapangan.
Untuk masalah di atas, upaya yang harus lebih baik dilakukan adalah menyusun
strategi koordinasi dan strategi komunikasi (internal dan eksternal) yang lebih
tegas dan komprehensif secara proaktif (pada phase awal proyek dan secara
berkala dievaluasi dan disesuaikan).
RINGKASAN EKSEKUTIF
21
55.. RReekkoommeennddaassii
Untuk memperbaiki pelaksanaan proyek sejenis di kemudian hari, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Sistem kerja yang jelas dan diikuti dengan konsisten oleh semua pihak yang
terlibat di dalam proyek. Sistem kerja dimaksud meliputi kejelasan peran dan
tanggungjawab, koordinasi dengan semua pihak yang terkait di lapangan, dan
prosedur komunikasi (internal dan eksternal). Jika hal ini tidak dilakukan,
pelaksanaan proyek tidak akan maksimal karena adanya tumpang tindih
kegiatan dan tidak adanya sinergi dengan inisiatif yang sedang berjalan di
lapangan;
• Komitmen pelaksana proyek perlu ditegakkan. Kedepan, semua staf inti dari
pelaksana proyek harus tidak diperkenankan keluar sebelum proyek berakhir;
• Perbaikan tata waktu pelaksanaan proyek. Dalam pelaksanaan proyek ini,
pembangunan forum dan jaringan anti illegal logging di tingkat pusat tidak
terumuskan dengan baik, karena dalam pelaksanaannya aktivitas di daerah
menyita waktu lebih banyak dari yang diantisipasi pada awal proyek;
• Hasil yang dicapai dalam proyek ini menunjukkan bahwa peningkatan
partisipasi publik dan pemberdayaan masyarakat dapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap upaya penanggulangan illegal logging. Karena itu,
jika dapat dilanjutkan, maka pengutan partisipasi publik dan pemberdayaan
masyarakat perlu mendapatkan perhatian utama, selain perbaikan kapasitas
(jumlah dan kualitas) dari aparat penegak hukum di daerah yang tetap perlu
ditingkatkan karena kondisi yang sangat lemah saat ini.
RINGKASAN EKSEKUTIF
22
BBAAGGIIAANN IIII:: TTEEKKSS UUTTAAMMAA
11.. RRuuaanngg LLiinnggkkuupp PPrrooyyeekk
Tujuan dari proyek - ITTO PD 74/01 Rev.1 (M) – ini adalah untuk mendorong
terciptanya “pengelolaan hutan yang berkelanjutan” di Indonesia melalui
peningkatan kapasitas institusional dan membuat pedoman operasional untuk
mengendalikan kegiatan illegal logging. Agar tujuan tersebut bisa dicapai, dalam
pelaksanaan proyek ini telah dilakukan berbagai investigasi, penelitian dan analisis
terhadap berbagai situasi terkait dengan aktivitas illegal logging – baik kuantitatif
maupun kualitatif – sebagai dasar dari penyusunan panduan dan serangkaian
pelatihan-pelatihan.
Tujuan spesifik dari proyek ini adalah memberikan, memahami dan memperoleh
gambaran kuantitatif mengenai arus kayu, nilai degradasi hutan dan latar belakang
hubungan sosial ekonomi di dalam dan di balik praktek illegal logging [specific
objective 1]. Untuk mencapai tujuan spesifik nomor 1 ini telah dilakukan
serangkaian aktivitas yang meliputi: 1) survey pergerakan kayu; 2) investigasi
lapangan terhadap jumlah dan kapasitas pabrik pengolahan kayu; 3) analisis data
statistik; 4) pelaporan distribusi kayu; 5) survey ekonomi lokal, 6) survey dinamika
sosial-kultural, dan 7) publikasi laporan permasalahan dan kondisi sosial ekonomi.
Data dari aktivitas ini kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi nilai dan
distribusi kerusakan hutan. Selanjutnya, hasil analisisnya disampaikan pada
berbagai stakeholders melalui kegiatan: 1) pelatihan tenaga JOFCA dalam
pengawasan kerusakan hutan; 2) pelatihan aplikasi pengawasan densitas; dan 3)
menyajikannya dalam bentuk laporan ukuran dan distribusi kerusakan hutan.
Semua temuan seperti dimuat dalam laporan kemajuan kegiatan proyek ini tidak
akan memiliki dampak apapun jika kapasitas lembaga terkait – langsung dan tidak
langsung – tetap seperti semula. Karenanya telah dilakukan berbagai aktivitas
untuk mencapai tujuan spesifik proyek berikutnya yaitu: pengembangan
TEKS UTAMA
23
kemampuan kelembagaan untuk mengendalikan kegiatan illegal logging, yaitu
dengan cara meningkatkan kemampuan polisi hutan dan petugas lokal dalam
mengawasi dan mengendalikan kegiatan illegal logging [specific objective 2].
Dalam kegiatan ini juga dilibatkan tokoh masyarakat dan elemen LSM untuk
memberi imbangan pada petugas formal pemerintah. Untuk itu proyek telah
melakukan kegiatan: 1) pembuatan kurikulum, silabus dan bahan-bahan pelatihan;
2) melaksanakan pelatihan polisi hutan dan petugas lokal. Selain itu juga telah
dikembangkan “rancangan model pergerakan kayu.” Untuk menghasilkan model
tersebut dilakukan identifikasi sistem pergerakan kayu di masing-masing propinsi di
mana proyek ini dilaksanakan. Dari hasil identifikasi tersebut proyek telah berhasil
mengembangkan sistem informasi pergerakan kayu dan kemudian memberi
pelatihan sistem pergerakan kayu tersebut kepada pengguna potensial di tingkat
lokal, propinsi dan nasional.
Hasil utama dari proyek ini adalah Pedoman Penanggulangan TP3STS. Pedoman ini
terdiri dari enam bagian.
Dalam penyusunannya, seri pedoman ini dirumuskan melalui berbagai konsultasi
publik (melalui rapat kerja atau seminar), focus group discussion, dan konsultasi
dengan nara sumber. Pada saat proyek ini berakhir, Departemen Kehutanan telah
memberikan komitmen untuk menggunakan pedoman ini dalam upaya
penanggulangan kegiatan illegal logging.
Ketersediaan perangkat berupa Sistem Informasi Pergerakan Kayu Illegal (SIPIL)
dan Pedoman Penanggulangan TP3STS tidaklah memilik kekuatan peubah apapun.
Karena itu, Pedoman Penanggulangan TP3STS perlu diinstitusionalisasikan ke dalam
institusi jaringan atau Forum Koordinasi yang telah dibentuk sebelumnya sebagai
pengguna [specific objective 3]. Forum ini diharapkan dapan menjadi sarana
penyebaran hasil kegiatan proyek dan sekaligus mendorong pemanfaatan hasil
proyek secara optimal oleh semua stakeholder terkait. Dalam kerangka
mewujudkan forum koordinasi, proyek telah melakukan: pertemuan konsultasi
publik, pembuatan kerangka koordinasi, dan formulasi program kampanye bersama
TEKS UTAMA
24
untuk bertindak mengurangi dan atau menghentikan aktivitas illegal logging. Selain
itu, telah dilaksanakan training workshop Pedoman Penanggulangan TP3STS di tiga
propinsi yang kemudian dilanjutkan dengan aktivitas yang sama di tingkat nasional.
Untuk memperkuat hasil-hasil yang telah dicapai dalam tiga specific objective di
atas, maka komponen akhir dari proyek ini ialah memperluas jaringan proyek
melalui forum koordinasi dan kampanye bersama [specific objective 4]. Hal ini
dilakukan dengan cara memprogramkan dan mempertahankan aktivitas forum
koordinasi melalui pengkajian program anti illegal logging ditingkat propinsi,
mengkonsolidasikan aktivitas forum di setiap tingkatan, dan menyalurkan serta
menghubungkan aktivitas foum koordinasi ini kepada gerakan nasional dalam
pemberantasan illegal logging.
22.. KKoonntteekkss PPrrooyyeekk
Proyek ini berlangsung dalam dua masa kepeminpinan nasional (Megawati dan
Susilo Bambang Yudhoyono) dan dua orang menteri di tingkat departemen (M.
Prakosa dan M.S. Ka’ban). Para pemimpin nasional ini sangat prihatin dengan
praktek illegal logging yang telah merugikan negara dalam tingkat trilyunan rupiah.
Namun demikian, hingga saat ini belum ditemukan formulasi kebijakan yang
komprehensif dan dapat dijadikan pedoman (koordinasi dan teknis) bagi semua
pihak yang terlibat dalam upaya pemberantasan illegal logging di Indonesia.
Dengan demikian, keberadaan proyek ini terutama dalam merumuskan Pedoman
Penanggulangan TP3STS dan peningkatan kapasitas petugas di tingkat Kabupaten
dan Propinsi, menjadi sangat relevan.
Permasalahan illegal logging adalah permasalah kompleks dan multi dimensi yang
melibatkan banyak sektor dan pihak, sehingga untuk mengatasi dan mencarikan
jalan keluarnya juga harus didekati dengan model kerjasama yang melibatkan
sebanyak mungkin para pemangku kepentingan (pendekatan multi-stakeholders) di
TEKS UTAMA
25
sektor kehutanan dan sektor lainnya yang terkait. Sangat tidak efektif untuk
bertindak sendiri-sendiri, sektoral dan parsial.
Dalam proses implementasi di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten, proyek ini
melibatkan pihak-pihak terkait secara langsung sebagai pelaksananya. Implementor
proyek di tingkat propinsi melibatkan kepala dinas dan jajarannya dalam rangkaian
aktivitas mulai dari investigasi lapangan, hingga penyelenggaraan konsultasi publik
dan penyusunan laporan. Mereka yang terlibat antara lain adalah Kepala Dinas
Kehutanan Propinsi dan jajarannya, Kepala Kepolisian Daerah dan jajarannya,
Konsorsium LSM dengan segenap aktivis dan organisasinya, Perguruan Tinggi dan
lembaga kemahasiswaannya. Dalam proses pelaksaan proyek seperti konsultasi
publik, seminar, workshop dan pelatihan instansi pemerintah seperti Kejaksaan
Tinggi Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bea dan Cukai, BKSDA,
Polairud, dan instansi relevan lainnya selalu dilibatkan. Bahkan dalam
pelaksanaanya ada aktivitas proyek yang melibatkan masyarakat secara langsung
dalam dialog dengan penguasa lokal di tingkat kabupaten.
Koordinasi dengan proyek sejenis dengan dukungan dana di luar ITTO juga
dilakukan. Pada implementasi di tingkat propinsi dan nasional lembaga seperti
Illegal Logging Response Center, USAID, DFID, JICA dan beberapa LSM seperti
Telapak dan EIA, CI dan TNC selalu dilakukan.
Adapun penerima manfaat langsung dari proyek ini adalah Departemen Kehutanan,
Dinas Kehutanan Propinsi, Kepolisian Daerah, LSM Lokal dan Masyarakat Adat, serta
WWF Indonesia sebagai implementor proyek.
TEKS UTAMA
26
33.. DDeessaaiinn PPrrooyyeekk ddaann OOrrggaanniissaassii
33..11.. DDeessaaii PPrrooyyeekk
Desain proyek ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari penelitian,
pembangunan kapasitas aparat pemerintah dan pembangunan partisipasi publik
dalam menaggulangi masalah illegal logging, serta analisis komprehensif untuk
merumuskan pedoman penanggulangan kegiatan illegal logging.
Dengan desain kegiatan seperti tersebut di atas, maka kunci keberhasilan proyek
ini terletak pada:
• Membangun kepercayaan stakeholders dalam rangka pencarian data yang
akurat dan dalam membangun forum-forum koordinasi;
• Membangkitkan partisipasi aktif dari stakeholders kunci; dan
• Pemilihan Koordinator Proyek dan anggota tim pelaksana yang memiliki
krdibilitas, kompetensi dan komitment yang tinggi.
Disain proyek inipun menuntut dimilikinya koordinasi dan kerjasama yang baik dari
inisiatif (proyek) lain yang relevan dan sedang berjalan pada saat proyek ini
dilaksanakan. Karena itu, Focus Group Discussion, Workshop, Seminar dan
konsultasi publik adalah alat yang seringkali digunakan dalam implementasi proyek
ini.
33..22.. OOrrggaanniissaass PPrrooyyeekk
Proyek ini di danai oleh ITTO dan dilaksanakan bersama antara Departemen
Kehutanaan dan WWF Indonesia.
Untuk mengawasi dan mengarahkan pelaksanaan proyek, perwakilan dari
Departemen Kehutanan, WWF dan ITTO duduk di dalam Project Steering
TEKS UTAMA
27
Committee. Committee ini secara berkala bertemu dengan pelaksana proyek untuk
memantau perkembangan kegiatan teknis dan penggunaan dana proyek.
Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia menunjuk seorang Project Coordinator
untuk memimpin pelaksanaan proyek ini. Selanjutnya Project Coordinator dibantu
oleh:
• Staf administrasi;
• Tenaga ahli nasional dan internasional;
• Asisten Koordinator bidang Sosial Ekonomi dan Analisis Statistik;
• Asisten Koordinator bidang pelatihan;
• Asisten Koordinator bidang Data Base dan penyusunan pedoman; dan
• Tenaga lapang dan tenaga teknis.
Dalam pelaksanaanya, proyek ini bekerjasama dengan kantor-kantor WWF di
Pekanbaru dan Putussibau, serta dengan proyek lain yang terkait.
Untuk menjaga tertib administrasi, secara berkala dilakukan pemantauan,
pelaporan dan evaluasi baik untuk kemajuan kegiatan di lapangan maupun untuk
penggunaan dana dan persyaratan administrasi lainnya.
44.. PPeellaakkssaannaaaann PPrrooyyeekk
44..11.. KKeeggiiaattaann yyaanngg DDiillaakkssaannaakkaann sseellaammaa PPrrooyyeekk BBeerrllaannggssuunngg
Pekerjaan yang dilaksanakan selama proyek berlangsung adalah:
1. Investigasi dan studi statistik pergerakan, arus dan perdagangan kayu secara
illegal.
a. Survey pergerakan kayu;
b. Investigasi lapangan atas jumlah dan kapasitas pemotongan kayu;
TEKS UTAMA
28
c. Analisis data statistik; dan
d. Pelaporan distribusi kayu.
2. Dokumentasi dan publikasi karakteristik sosio-ekonomi dari pemangku
kepentingan yang terkait dengan illegal logging.
a. Survey ekonomi lokal;
b. Survey dinamika sosial dan kebudayaan; dan
c. Publikasi laporan survey.
3. Identifikasi rata-rata dan distribusi degradasi hutan
a. Pelatihan pemantauan degradasi hutan oleh JOFCA;
b. Pelatihan lapangan penggunaan kepadatan kanopi hutan oleh JOFCA; dan
c. Laporan besaran dan distribusi degradasi hutan.
4. Peningkatan kemampuan memantau dan mengendalikan dari Polisi Hutan dan
aparat lokal.
a. Pengembangan kurikulum, silabus dan materi pelatihan;
b. Pelatihan polisi hutan; dan
c. Pelatihan aparat lokal.
5. Merancang model pergerakan kayu.
a. Identifikasi sistem pergerakan kayu di tiap propinsi;
b. Pengembangan sistem informasi pergerakan kayu illegal (SIPIL); dan
c. Pelatihan penggunaan SIPIL.
TEKS UTAMA
29
6. Menyusun prosedur/panduan bagi pengendalian illegal logging.
a. Review prosedur dan panduan yang pernah ada;
b. Memformulasikan panduan yang telah direvisi;
c. Penyelenggaraan focus group discussion;
d. Workshop nasional; dan
e. Publikasi dan distribusi panduan.
7. Pendirian forum koordinasi keamanan hutan, terutama di tingkat kabupaten
dan propinsi.
a. Pertemuan konsultatif dengan stakeholders;
b. Pendirian badan koordinasi; dan
c. Formulasi kampanye bersama.
44..22.. PPeerrbbeeddaaaann AAnnttaarraa PPeerreennccaannaaaann ddaann PPeellaakkssaannaaaann PPrrooyyeekk
Secara keseluruhan proyek dijalankan sebagaimana direncanakan dan diajukan
dalam proposal. Namun beberapa bagian dari proyek, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, belum terlaksana dengan tuntas dan perlu ditingkatkan,
sehingga menyebabkan diperlukannya perpanjangan waktu tanpa penambahan
biaya selama 12 bulan. Dalam masa perpanjangan ini terjadi juga perubahan
anggota tim studi.
Walaupun dari sisi waktu terdapat keterlambatan dan anggota tim studi mengalami
perubahan, tetapi secara keseluruhan hasil proyek dapat dijaga sesuai dengan yang
direncanakan. Secara keseluruhan hasil dari proyek ini justru lebih dari yang
diencanakan. Pedoman yang dihasilkan tidak saja melalui kajian dan workshop
TEKS UTAMA
30
nasional, tetapi juga dikembangkan dan didistribusikan melalui training workshop
regional di 3 propinsi (rencananya hanya 2 propinsi) dan workshop nasional. Dari
sisi kampanye juga melebihi dari yang ditargetkan dalam proposal. Selain peliputan
media terhadap aktivitas proyek juga telah dihasilkan dua buah film dokumenter.
Hasil lain yang sangat positif ialah pemanfaatan hasil kerja proyek ini oleh proyek
sejenis lainnya, baik dari sisi areal kerja maupun rekomendasinya. Selain itu proyek
ini masih tetap dijalankan oleh forum koordinasi yang telah difasilitasi pendirian
dan penetapannya di tingkat propinsi yang tetap berjalan meskipun proyek telah
selesai. Informasi dan data terakhir adalah digunakannya Pedoman Penanggulangan
TP3STS dan Usulan Program 10 Tahap untuk memerangi illegal logging di Indonesia
oleh Menteri Kehutanan dalam memformulasikan kebijakan resmi pemerintah yang
dituangkan dalam bentuk rencana aksi dalam dua tahun mendatang.
44..33.. CCaarraa ddaann TTiinnddaakkaann uunnttuukk MMeenngghhiillaannggkkaann PPeerrbbeeddaaaann aannttaarraa RReennccaannaa ddaann
PPeellaakkssaannaaaann
Evaluasi internal yang dilakukan setelah kegiatan proyek berakhir memberikan
kesimpulan bahwa tindakan-tindakan yang akan dapat menghilangkan atau
menurunkan perbedaan antara rencana dan pelaksanaan adalah:
• Membuat perencanaan yang matang dan komprehensif berdasarkan data yang
akurat;
• Memantau dan mengevaluasi kemajuan pekerjaan serta secara proaktif
melakukan perbaikan-perbaikan;
• Memilih anggota tim (terutama bagi Project Coordinator) yang kompeten,
kredible, serta mempunya komitmen dan kepemimpinan yang baik;
• Menyusun strategi komunikasi dan koordinasi sebagai bagian utama dalam
perencanaan proyek secara keseluruhan.
TEKS UTAMA
31
44..44.. KKeetteeppaattaann ddaallaamm MMeennyyuussuunn AAssuummssii ddaann MMeennggiiddeennttiiffiikkaassii RReessiikkoo ddaallaamm
PPeellaakkssaannaaaann PPrrooyyeekk
Resiko yang telah diantisipasi sebelum proyek dilaksanakan seperti:
• Sulitnya melakukan investigasi karena berbagai sebab;
• Kompleksitas permasalahan; dan
• Luasnya areal proyek.
memang terjadi pada waktu proyek dilaksanakan. Namun demikian, secara umum
resiko tersebut juga dapat diatasi dan atau dieliminasi dengan baik.
44..55..
44..66.. KKeebbeerrllaannjjuuttaann KKeeggiiaattaann SSeetteellaahh PPrrooyyeekk BBeerraakkhhiirr
Konsep keberlanjutan dalam konteks suatu proyek bukan pada apakah proyek
tersebut bisa berlangsung dalam waktu lama, tapi apakah misi proyek tersebut bisa
diambilalih oleh stakeholders untuk kebijakan-kebijakan jangka panjang. Dengan
kata lain, capaian proyek tersebut tetap memberi kontribusi dan pengaruh secara
terus-menerus.
Dalam pengertian ini capaian proyek ini dapat dinilai memiliki keberlanjutan yang
tinggi, mengingat pengaruh dan pemanfaatan proyek ini oleh stakeholders lainnya.
Keberhasilan pendirian forum koordinasi penanggulangan illegal logging,
pemanfaatan hasil kajian dan output proyek oleh ILRC, dan adopsi 6 Pedoman
Penanggulangan TP3STS oleh Departemen dalam bentuk Program 10 Tahap dalam
Menanggulangi Kegiatan Illegal Logging, merupakan beberapa indikator dari
keberhasilan proyek ini.
TEKS UTAMA
32
44..77.. KKeetteeppaattaann ddaallaamm PPeenngggguunnaaaann SSuummbbeerrddaayyaa ddii ddaallaamm PPeellaakkssaannaaaann PPrrooyyeekk
((KKuuaalliittaass ddaann KKuuaannttiittaass))
Secara umum penggunaan sumberdaya di dalam proyek ini dapat dinilai baik. Dari
segi dana, pengeluaran selama proyek tidak melebihi budget yang tersedia. Project
Coordinator pada awal proyek juga telah berhasil memilih dan membangun
kerjasama adiantar tim dengan baik. Kendala muncul, pada saat Project
Coordinator ini mundur dan perlu dicari penggantinya.
55.. PPrroojjeecctt RReessuullttss
55..11.. PPeerruubbaahhaann KKeeaaddaaaann SSeebbeelluumm ddaann sseessuuddaahh PPrrooyyeekk DDiillaakkssaannaakkaann
Beberapa perubahan penting telah terjadi sebagai dampak dari diselesaikannya
proyek ini. Perubahan tersebut adalah:
• Dimilikinya pedoman penanggulan kegiatan illegal logging yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan koordinasi, sinergi dan efektifitas
penanggulangan. Pedoman ini disusun berdasarkan penilitian ilmiah,
pengamatan di lapangan dan focus group discussion yang intensif;
• Diperolehnya peningkatan partisipasi masyarakat dan LSM dalam turut serta
memberantas kegiatan illegal logging;
• Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kerugian yang ditimbulkan oleh
kegiatan illegal logging;
• Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan aparat pemenrintah; dan
Semakin kuatnya kerjasama jaringan multi pihak dalam menangulangi
TEKS UTAMA
33
55..22.. TTiinnggkkaatt PPeennccaappaaiiaann TTuujjuuaann SSppeessiiffiikk
Sebagian besar tujuan spesifik dalam proyek ini telah dapat dicapai.
55..33.. DDaammppaakk PPrrooyyeekk
Dampak proyek terjadi di tataran lokal, daerah (kabupaten dan propinsi), maupun
di tingkat nasional pada intensitas yang berbeda-beda. Sebagian besar dampak
hanya dirasakan pada propinsi di mana proyek ini berlangsung (Riau dan Kalimantan
Barat), dan di tingkat pusat dalam memperbaiki kebijakan Departemen Kehutanan.
Intensitas Kegiatan Illegal Logging
Sulit untuk mengukur dengan pasti dampak proyek ini intensitas kegiatan illegal
logging yang sedang berlangsung. Namun demikian, dapat dikatakan dengan pasti
bahwa proyek ini telah memberikan kontribusi positif terhadap upaya penurunan
kegiatan illegal logging terutama di daerah di mana lokasi proyek berada.
Sebagai contoh: KAIL di Kalimantan Barat dan JIKALAHARI di Riau secara terus
menerus digunakan oleh Departemen Kehutanan sebagai salah satu sumber
informasi utama dalam melakukan operasi-operasi yang bersifat represif. Selain itu,
pedoman yang dihasilkan bemnar-benar digunakan oleh Departemen Kehutanan
sebagai referensi dalam menyusun strategi penanggulangan yang lebih sistematik,
komprehensif dan multi-pihak.
Sikap dan Partisipasi Masyarakat dan LSM
Walaupun tidak terlalu besar, terlihat adanya peningkatan kesadaran, sikap dan
partisipasi masyarakat terhadap upaya-upaya penanggulangan illegal logging,
terutama pada daerah di mana proyek ini berjalan.
TEKS UTAMA
34
Selain KAIL dan JIKALAHARI seperti sudah disebutkan di atas, terlihat adanya
inisiatif lokal yang spontan untuk ikut menyusun kekuatan dalam menanggulangi
kegiatan illegal logging, seperti: patroli hutan swadaya, demonstratsi tandingan
menyusul adanya demonstrasi ketika pelaku illegal logging ditangkap, dan
kesediaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan forum-forum sejenis di daerah.
Kebijakan Departemen Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging
Pedoman Penanggulangan TP3STS dan rumusan 10 Tahap untuk Memberantas Illegal
Logging di Indonesia telah diterima oleh Departemen Kehutan sebagai input
strategis dan operasional dalam menyempurnakan upaya penanggulangan illegal
logging di Indonesia.
Kapasitas Aparat Pemerintah yang Terkait
Pelatihan-pelatihan yang diberikan selama proyek berlangsung telah menambah
pengetahuan dan keterampilan aparat pemerintah yang terlibat dalam
penanggulangan illegal logging. Namun demikian, hal ini akan kurang efektif jika
tidak disertai dengan penambahan jumlah tenaga dan peralatan yang dibutuhkan di
lapangan.
66.. SSiinntteessaa AAnnaalliissiiss
Pencapaian terhadap tujuan spesifik proyek : Dapat diwujudkan.
Keluaran proyek : Sebagian besar dapat dicapai.
Jadwal Kegiatan : Terlambat.
Pengeluaran aktual : Tidak melebihi budget.
Potensi untuk di replikasi : Kecil, tetapi perlu dilanjutkan.
Potensial untuk diperluas : Besar.
TEKS UTAMA
35
BBAAGGIIAANN IIIIII:: KKEESSIIMMPPUULLAANN DDAANN RREEKKOOMMEENNDDAASSII
11.. PPeellaajjaarraann DDaallaamm PPeennggeemmbbaannggaann
• Pembelajaran penting yang dapat ditarik dari pelaksanaan proyek ini ialah
soal bagaimana membangun dan mempertahankan sebuah jaringan kerja,
yaitu: pertama, dalam membangun jaringan tidak bisa dimulai dengan
mengumpulkan orang dan membuat wadah organisasinya. Yang terbaik ialah
dengan membangun hubungan solidaritas mekanik (pertemanan) yang
kemudian ini menjadi awal dari pembangunan rasa saling percaya (trust
building). Dalam pelaksanannya, trust building ini harus diuji secara terus-
menerus melalui pekerjaan-pekerjaan yang tidak selalu harus didasarkan pada
ketersediaan uang. Kedua, dalam mempertahankan sebuah jaringan sangat
dibutuhkan paling tidak dua orang yang memiliki komitmen kerja dan moral
yang tinggi dalam menjaga spirit dari tujuan pendirian jaringan tersebut.
Dengan kata lain dalam sebuah jaringan diperlukan strong leadership dari
beberapa orang anggotanya. Dan ketiga, keanggotaan suatu jaringan tidak
harus selalu sebuah organisasi, tapi juga harus dimungkinkan keterlibatan
orang secara pribadi dengan komitmen tinggi;
• Kajian ilmiah dan penggunaan statistik menjadi penting dalam proyek yang
berdimensi kompleks seperti illegal logging. Sulit bagi suatu proyek untuk
mampu meyakinkan stakeholders lainnya jika data yang dimiliki adalah data
umum, opini dan parsial. Ketersediaan data mutakhir, valid, rinci dan akurat
yang dikumpulkan selama proyek ini berlangsung membuat dia mudah
dipahami, membangun inspirasi, dan menggugah para pengambil kebijakan.
Keberadaannya dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan di
tingkat lokal, regional dan nasional. Tiap pihak yang terlibat dalam illegal
logging menjadi memiliki sedikit peluang untuk lari atau berkilah dari
kesalahan yang dilakukannya;
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
36
• Proyek ini telah membuktikan bahwa persoalan illegal logging memiliki
banyak dimensi yang saling terkait. Illegal logging tidak saja berdampak pada
kerusakan hutan dan kehilangan sumber daya hayati, tapi juga berdampak
secara sosiologis dan antropologis dimana struktur sosial dan tataran budaya
dan perilaku masyarakat bergerak ke arah yang salah dari apa yang dipandang
sebagai modern, seperti pola hidup konsumtif dan foya-foya. Interaksi antara
pendatang dan penduduk lokal berlangsung dalam suasana persaingan dan
persekongkolan dalam melakukan kejahatan (sisi kriminologis). Ternyata
masyarakat lokal yang sebagian besar sebagai pekerja penebang tidak
memperoleh keuntungan maksimal, karena keuntungan terbesar jatuh kepada
para perantara, pedagang dan pemodal yang sebagian besar merupakan
masyarakat pendatang yang dapat pergi kapan saja mereka mau. Ini sangat
berbahaya dalam jangka panjang, terutama ketika kayu tidak lagi tersedia.
Dapat diperkirakan jika ini terjadi, maka kesengsaraan dan kemiskinan massal
serta bencana alam akan rutin terjadi. Sehingga yang terjadi bukan struktur
keteraturan sosial baru, tapi justru social disorder;
• Dalam membangun kampanye penyadartahuan dan atau advokasi suatu proyek
tidak harus membuat media publikasinya sendiri seperti koran atau
newsletters, tidak harus membuat pelatihan teknik dan pengetahuan
jurnalistik yang melahirkan wartawan sendiri. Jauh lebih menguntungkan dan
lebih efektif jika setiap satu proyek memasukan unsur jurnalis dalam jaringan
kerjanya. Pelibatan tersebut bisa memasukan komponen wartawan dalam
jaringannya atau membangun relasi kerja atau networking antara jaringan
dengan para wartawan. Untuk bisa terwujudnya kerjasama dan networking
dengan wartawan dan medianya maka tiap satu jaringan, organisasi atau
proyek dituntut untuk memiliki: 1] data dan informasi yang dimiliki dan akan
dikomunikasikan kepada wartawan sebaiknya memenuhi persyaratan
validitas, mutakhir, detil, disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami, dan
komprehensif sehingga memudahkan jurnalis untuk mengolahnya menjadi
berita; 2] adanya upaya membangun rasa saling percaya dan sikap kritis
terhadap sesama dalam melakukan kerjasama. Akan lebih baik jika relasi ini
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
37
didukung oleh pertemuan berkala antara wartawan dengan pengelola jaringan
atau proyek dalam bentuk aktivitas sederhana seperti diskusi informal dan
saling bertukar informasi; dan
• Satu proyek tidak bisa hanya berhenti pada penyajian dan publikasi temuan
dari penelitian dan investigasinya, tidak cukup hanya pada tataran advokasi
semata. Dia juga harus bisa dirumuskan dalam bentuk kertas kerja yang bisa
digunakan bagi pengambilan keputusan, dia juga dapat digunakan untuk
melakukan perencanaan pembangunan, dapat diimplementasikan dan selalu
relevan untuk jangka waktu panjang. Satu proyek juga harus memiliki
fleksibilitas dalam mengakomodasi konteks kebutuhan lokal.
22.. PPeellaajjaarraann DDaallaamm PPeellaakkssaannaaaann
• Proyek ini direncanakan untuk dikerjakan dalam 24 bulan. Kegiatan studi dan
investigasi dapat diselesaikan tepat waktu. Namun demikian, kegiatan
pembangunan jaringan kerja dan forum koordinasi berjalan lebih lama dari
yang direncanakan. Disetujuinya perpanjangan waktu proyek selama 12 bulan
sangat bermanfaat bagi pencapaian hasil ahir proyek. Esensi dari
pembangunan dan pemeliharaan jaringan kerja dan forrum koordinasi yang
efektif kemudian dapat dicapai pada ahir masa pelaksanaan proyek ini;
• Bagian tersulit dalam mewujudkan misi proyek ini ialah membangun
kemitraan dengan pihak korporasi. Ini memerlukan jangka waktu yang panjang
untuk sampai pada satu sikap kesalingsepahaman dengan korporasi yang
selama ini posisinya selalu dipandang negatif dikalangan NGO. Hal ini juga
mengakibatkan pembentukan forum di tingkat pusat tidak dapat tercapai
dengan sempurna; dan
• Situasi paling dilematis dalam implementasi proyek ditemukan ketika harus
berhadapan dengan pihak penegak hukum yang sering sulit dipegang
komitmen dan posisinya. Kebanyakan aktivis LSM masih sulit memberikan
kepercayaan kepada aparat penegak hukum di Indonesia, sementara dalam
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
38
konteks proyek ini mereka adalah salah satu stakeholders kunci, tetapi posisi
dan keberpihakannya belum diketahui dengan baik. Namun, proyek ini
berhasil memperoleh komitmen resmi dari aparat penegak hukum di tingkat
nasional, sehingga ini bisa dijadikan alat untuk menekan dan mendorong
aparat lokal dalam menegakan hukum di bidang kehutanan.
33.. RReekkoommeennddaassii BBaaggii PPrrooyyeekk llaannjjuuttaann
Penyelesaian proyek ini [ITTO Project PD 74/01 Rev.1(M)], merupakan sebagian
dari keseluruhan persoalan illegal logging yang kompleks dan multi dimensi,
sementara persoalan di lapangan terus berkembang. Data dan analisis yang
dihasilkan secara berkala perlu diperbaharui. Demikian pula rekomendasi kebijakan
yang ditawarkan perlu disesuaikan seiring dengan kemajuan yang telah dicapai dan
pergantian penguasa negeri dan penguasan daerah secara politik.
Dengan demikian hasil-hasil yang telah diperoleh selama pelaksanaan ITTO Project
PD 74/01 Rev.1(M) perlu ditindak lanjuti seperti diuraikan di bawah ini:
1. Tindak lanjut dari proyek ini sebaiknya mengarah pada bagaimana jaringan
yang telah terbentuk tersebut mampu menjalankan dan menerapkan enam
pedoman yang telah dihasilkan proyek ini di lapangan. Hasil positif yang telah
dicapai oleh KAIL dan JIKALAHARI perlu terus didorong, diperkuat dan
difasilitasi agar kedua forum atau konsorsium ini (dan lembaga-lembaga
lainnya yang terkait dengan kegiatan penanggulangan kegiatan illegal logging)
dapat terus berperan secara efektif
2. Beberapa tindak lanjut yang dapat dilakukan di tingkat lokal antara lain:
a. mendorong stakeholders untuk menggunakan piranti lunak yang telah
dihasilkan oleh proyek ini secara permanen;
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
39
b. melakukan penyesuaian terhadap software ini agar dia tetap sesuai
dengan situasi dan kondisi mutakhir;
c. melakukan pemantauan dan pengawalan kasus;
d. investigasi aktivitas illegal logging agar datanya tetap up to date;
e. meningkatkan kapasitas stakeholders terutama dalam bidang penegakan
hukum dan kemampuan analisis ilmiah terhadap persoalan illegal logging;
f. mempertinggi atau memperbanyak frekuensi kampanye di media massa,
dan memfasilitasi wartawan lokal, nasional dan internasional untuk
melakukan perjalanan tugas jurnalistik di areal illegal logging; dan
g. meningkatkan intensitas keterlibatan kalangan korporasi.
3. Sedangkan di tingkat nasional hal-hal berikut penting untuk dilakukan:
a. Salah satu pengaruh dari proyek ini ialah upaya Departemen Kehutanan
untuk memfasilitasi terbentuknya Dewan Kehutanan Nasional yang
melibatkan hampir semua stakeholders bidang kehutanan. Jaringan yang
telah terbentuk dan dibentuk oleh proyek ini secara aktif terlibat di
dalamnya. Sehingga menjadi penting untuk memfasilitasi keterlibatan
aktif anggota jaringan ini dalam Dewan Kehutanan Nasional. Paling tidak
kedua jaringan ini memiliki pengalaman dan konsep penting untuk bisa
dimanfaatkan oleh Dewan Kehutanan Nasional, terutama dalam cara
membangun solidaritas mekanik dan trust building dalam kedua jaringan
tersebut yang akan memberi dampak penting terhadap DKN;
b. Diperlukan pengawalan dan pemantauan terhadap penerapan Pedoman
Penanggulangan kegiatan illegal logging atau 10 Tahap Penanggulangan
Illegal Logging yang telah dihasilkan proyek ini, sehingga pedoman
tersebut bisa berkontribusi dan berpengaruh positif terhadap kebijakan
kehutanan nasional dalam pemberantasan illegal logging;
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
40
4. Pada tingkat Internasional, perlu diusahakan fasilitasi jaringan yang telah
terbentuk terlibat dalam pertemuan-pertemuan kehutanan internasional, baik
berupa konferensi maupun seminar. Kemudian juga perlu didorong agar
jaringan yang sudah terbentuk melakukan negosiasi dan advokasi ke negara
konsumen dalam bentuk road show. Dengan cara ini diharapkan juga ada
ketertarikan pihak negara konsumen mendukung tindakan penghentian illegal
logging.
5. Di tingkat akar rumput atau di masyarakat pekerja kayu, perlu dipersiapkan
berbagai kemungkinan alternatif penyelesaian masalah dan identifikasi
kemungkinan dan potensi terjadinya konflik horisonal. Sudah waktunya
aktivitas penanggulangan illegal logging melakukan kajian dan pemetaan
terhadap:
a. Potensi sumber daya alam yang masih dimiliki dan potensi sumber daya
manusia suatu komunitas jika kemudian aktivitas illegal logging dapat
dihentikan;
b. Berdasarkan point a di atas, perlu diperhitungkan peluang dan potensi
penyelesaian masalah yang sudah diperkirakan akan dihadapi oleh
masyarakat terutama komunitas lokal;
c. Mendorong arah pembangunan pemerintah daerah dan pemerintah pusat
ke arah pemberdayaan masyarakat agar mereka mampu
mengakumulasikan modal yang tidak melulu berbasis model extractive
economics, tapi lebih mengarah pada pengembangan kualitas
sumberdaya manusia dan industri yang berbasis kebutuhan dan potensi
lokal; dan
d. Melibatkan masyarakat lokal secara langsung dalam aktivitas dan upaya
konservasi, dan membuat strategi agar mereka dapat merasakan manfaat
langsung dari upaya-upaya konservasi.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
41
LLAAMMPPIIRRAANN 11
11.. DDaaffttaarr pprroodduukk yyaanngg ddiihhaassiillkkaann oolleehh pprrooyyeekk
11..11.. OObbjjeeccttiivvee 11
1.1.1. Output 1.1, 1.2 and 1.3
1. Illegal Logging Investigation in West Kalimantan
2. Illegal Logging Investigation in Riau
1.1.2. Output 1.2
1. "Influence to some sociological parameters (Descriptive case Study in Riau Province)
2. Illegal Logging in Riau Province : "Criminology Perspective"
3. IIllegal Logging in Kalimantan Barat Province: "Criminology Perspective".
4. Sociology study on forest communities in the effort to overcome illegal logging
5. Illegal Logging in Riau Province: "Anthropological Perspective"'
6. Cultural Changes and Conflicts in Forest Community: An Anthropological Study
7. Socio-Economic Report
1.1.3. Output 1.3
1. Report on Training: Identification and Rate of Forest Degradation,
2. Report on Training: Monitoring of Distribution and Intensity of Forest Degradation
42
11..22.. OObbjjeeccttiivvee 22
1.2.1. Output 2.1
1. Training Needs Assessment
2. Training Report: Capacity Building of Forest Ranger in Controlling Illegal Logging
1.2.2. Output 2.2
1. Training Report: Illegal Logging Identification, and Logs Movement using System Approach
2. Mapping of System Dynamic of Illegal Logging Practices
1.2.3. Output 2.3
1. Guidelines on Controlling Illegal Logging (Six Volumes)
1.2.4. Output 2.4
1. Meeting of Communication Forum in Riau and Kalbar
2. Campaign Movie Film 1 and 2
LAMPIRAN
LAMPIRAN
43