BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MONEY LAUNDERING DAN SISTEM TRANSFER BANK
A. Tentang Money Laundering
1. Sejarah Istilah Pencucian Uang
Munculnya istilah pencucian uang (Money laundering) dikenal sejak tahun
1930 di Amerika Serikat, istilah tersebut erat kaitannya dengan perusahaan
laundry. Pada saat itu kejahatan ini dilakukan oleh organisasi kejahatan mafia
melalui pembelian perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) yang
kemudian digunakan oleh organisasi tersebut sebagai tempat pencucian uang yang
dihasilkan dari kegiatan ilegal atau hasil kejahatan.1
Money Laundering sebagai sebutan sebenarnya belum lama di pakai.
Penggunaan pertama kali di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan
mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan
penggunaan sebutan tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk
pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.255.625,39 (1982) 551 F
Supp.314. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di
seluruh dunia.2
2. Pengertian Money Laundering1 Da’I Bachtiar, Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang .Pencucian Uang,
Bandung: Tidak Ada Penerbit., 2003, hlm 42 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2004, hlm 1
21
Pencucian uang telah didefinisikan sebagai “Penggunaan uang diperoleh
dari aktivitas ilegal dengan menutupi identitas individu yang memperoleh uang
tersebut dan mengubahnya menjadi asset yang terlihat seperti diperoleh dari
sumber yang syah”. Secara sederhana definisi tersebut dapat disederhanakan
adalah “ Suatu proses untuk membuat uang kotor terlihat seperti bersih”.3
Pencucian uang atau dalam istilah Inggrisnya disebut Money Laundering sudah
merupakan fenomena dunia dan merupakan tantangan internasional.4
3. Objek Money Laundering
Menurut Sarah N. Welling, money laudering dimulai dengan adanya dirty
money atau uang kotor atau uang haram. Menurut Welling, uang dapat menjadi
kotor dengan dua cara. Cara yang pertama ialah melalui pengelakan pajak (tax
evasion). Yang maksudnya dengan pengelakan pajak ialah memperoleh uang
secara legal atau halal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk
keperluan perhitungan pajak lebih sedikit dari pada yang sebenarnya diperoleh.
Cara yang kedua ialah memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar
hukum. Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu antara lain ialah
penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkotika secara gelap (drug
sales atau drug trafficking), perjudian gelap, penyuapan, terorisme, pelacuran
perdagangan senjata, penyelundupan minuman keras, tembakau, penyelundupan
imigran, dan kejahatan kerah putih. Dalam perbuatan tax aversion, asal usul
semula dari uang yang bersangkutan adalah halal, tetapi uang tersebut kemudian
menjadi haram karena tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Sedangkan pada
3 Da’I Bachtiar, Ibid., hlm 54 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid., hlm 1
22
cara yang kedua, uang tersebut sejak semula sudah merupakan uang haram karena
perolehannya melalui cara-cara ilegal.5
4. Sumber Utama Objek Money Laundering
Perdagangan narkoba (drug trafficking) dan kejahatan keuangan
(financiasl crime), yaitu kecurangan berkaitan dengan bank (bank fraund),
kecurangan berkaitan dengan kartu kredit (credit card fraund), kecurangan
berkaitan dengan investasi (investment fraund), kecurangan berkaitan dengan
pembayaran dimuka atas uang jasa (advance fee fraund), penggelapan
(embezzlement), dan lain-lain, tetap masih sering disebut-sebut sebagai sumber
utama dari kejahatan. Meskipun secara keseluruhan perdagangan narkoba (drug
trafficking) masih dianggap sebagai sumber tunggal yang terbesar dari dana
haram, namun skala pencucian uang yang dikaitkan dengan financial crime telah
meningkat tajam. Anggota FATF dari negara-negara skandinavia melaporkan
bahwa tingkat perkembangan dari hasil kejahatan yang berasal dari kejahatan
keuangan lebih besar daripada yang berasal dari narkotika.
Kejahatan terorganisasi (organized crime) mengambil bagian yang sangat
besar terhadap aliran uang haram melalui jalur keuangan. Mafia Italia (Italian
Mafia), Yakuza Jepang (Japanes Yakuza), kelompok-kelompok kartel Kolombia
(Colombian Cartels), perusahaan-perusahaan kriminal dari Rusia dan Eropa
Timur, kelompok-kelompok etnis Amerika, dan lain-lain terlibat kegiatan
kriminal yang sangat luas. Di samping perdagangan narkoba, perusahaan-
perusahaan ini juga menghasilkan dana dari kegiatan loan sharking, perjudian
5 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid., hlm 7
23
gelap (illegal gambling), kecurangan (fraund), penggelapan, extortion, prostitusi
(prostitution), perdagangan gelap senjata dan orang (illegal trafficking in arms,
and human being), dan kejahatan-kejahatan lainnya. Acap kali, mereka
melakukan penyertaan dalam bisnis-bisnis yang sah yang dapat dimanipulasi baik
untuk menutupi dan untuk menginvestasikan dana-dana yang diperolehnya secara
melanggar hukum.
B. Sistem Transfer
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani, “systema” yang mengandung
arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur.
Istilah sistem paling sering digunakan untuk menunjuk pengertian metode atau
cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan satu
sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. Sebenarnya penggunaannya lebih dari
itu tetapi kurang dikenal sebagai himpunan sistem pun didefinisikan bermacam-
macam pula.6
Kata transfer mempunyai arti pengiriman uang yang perintah
pembayarannya atau payment order dilaksanakan oleh bank, dengan melalui
beberapa sarana, yakni telegrafik transfer, mail atau surat dan bankers draft atau
cek. Sedangkan Internasional transfer adalah transfer baik dari atau ke bank
koresponden dan atau ke bank non koresponden.7
Ada 2 (dua) macam transfer yakni : transfer masuk dan transfer keluar.
1. Transfer Masuk
6 Tatang M Amirin, Pokok-pokok Teori Sistem., Jakarta: CV. Rajawali., 1986, hlm 17 Budi Fitriadi, Aspek Hukum Dalam Kegiatan Perbankan di Indonesia,bahan
perkuliahan hukum perbankan dan aspek hukum dalam bank, Bandung; Tidak Ada Penerbit, 2002, hlm 43
24
Transfer masuk adalah perintah pembayaran yang diterima oleh suatu
bank dari bank lain di luar negeri (bank koresponden dan atau ke bank non
koresponden) untuk keuntungan pihak ketiga atau beneficiary di dalam negeri.
Perintah pembayaran ini bisa diterima oleh kantor pusat, bisa pula diterima
oleh kantor cabang bank.
Sarana yang biasa digunakan dalam pelaksanaan internasional transfer
ini adalah:
a. Telegrapihic transfer atau telex payment order;
b. Mail payment order;
c. Bankers draft/chek.
2. Transfer Keluar
Transfer keluar adalah perintah pembayaran langsung dari suatu bank
atau cabang di dalam negeri untuk keuntungan beneficiary pada bank diluar
negeri. Hampir sama dengan transfer masuk, sarana pada transfer adalah
dengan:
a. Telek
b. Surat
c. Banker’s draft, dimana pihak tertarik adalah depository correspondent
bank di luar negeri.
Berdasarkan Rancangan Undang-Undang Teknologi Informasi pasal 1 ayat 3,
menyebutkan:8
“ Perdagangan secara elektronik adalah setiap perdagangan barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya.”
8 Agus Raharjo, Lampiran Cybercrime RUU Teknologi Informasi, Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI, 2002, hlm 292
25
Pasal 1 ayat 7, menyebutkan :
“ Akses adalah memasuki, mengintruksikan atau berkomunikasi dengan fungsi logika, aritmetika, atau memori dari komputer, sistem komputer, atau jaringan komputer.”
Jika di hubungkan sistem transfer dengan RUU Teknologi Informasi,
maka sistem transfer merupakan perdagangan secara elektronik berupa jasa yang
dilakukan melalui jaringan komputer atau elektronik lainnya yang dilakukan oleh
bank melalui pengaksesan jaringan komputer dan internet.
C. Pengertian Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan penyalurannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.9
1. Asas Perbankan Indonesia
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan
“demokrasi ekonomi” adalah demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, bukan demokrasi liberal sebagaimana lazim dianut oleh
negara-negara barat.
Peningkatan aspek perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada
lembaga perbankan melalui penerapan “prinsip kehati-hatian” (prudential
banking), antara lain dapat disimpulkan pada pasal 2, 16, 29 dan pasal 46 sampai
9 Budi Fitriadi., Ibid., hlm 1.
26
dengan pasal 53 Undang-Undang Perbankan. Pasal-pasal tersebut mengatur
tentang perizinan pendirian usaha bank, pengawasan oleh Bank Indonesia dan
sanksi pidana serta sanksi administrative.
2. Fungsi Perbankan Indonesia
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana
penyalur dana masyarakat. Dana yang dapat dihimpun oleh bank merupakan
simpanan yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank. Dana tersebut
kemudian disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat secara efektif dan
efesien, dalam bentuk pemberian fasilitas kredit ataupun penyedia dana kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik untuk keperluan investasi maupun
keperluan modal kerja.
3. Tujuan Perbankan
Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah
peningkatan kesejahteraan pada rakyat banyak. Dengan perkataan lain, perbankan
Indonesia mempunyai misi sebagai “Stabilisator”.
4. Tugas Pokok
Membantu pemerintah dalam:
1. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilitasan nilai rupiah
2. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup.
27
D. Money Laundering Melalui Sistem Transfer Pada Suatu Bank
1. Bentuk-Bentuk Transaksi/Pembayaran Pada Suatu Bank Melalui Internet
Globalisasi sistem keuangan telah diikuti oleh kecendrungan yang pararel
dengain ternasionalisasi perbankan (internationalization of banking) yang
mengarah kepada konsolidasi globalisasi dari industri keuangan secara
keseluruhan. Di balik gencarnya fenomena internasioanal perbankan, model-
model jasa perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring denga
proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan aspek yang menarik untuk
dicermati saat ini menyangkut pada sistem pembayaran pada sistem pembayaran
di dunia perbankan.10
Sistem pembayaran adalah sistem dan peraturan di mana sebuah lembaga
mempertemukan pihak yang membayar dan menerima pembayaran. Dalam tataran
ini, lembaga perbankan yang mempunyai fungsi intermediary yaitu salah satu
lembaga yang dapat mempertemukan pihak yang membayar dan penerima
pembayaran. Dalam sistem pembayaran tersebut hal ini tidak lepas dari peranan
lembaga perbankan dari sudut padang yuridis, sebagai pihak yang dapat secara
langsung memfasilitasi transfer dana antar pihak saat ini, sistem pembayaran
mengalami perluasan, tidak saja dalam lingkup nasional, tetapi sistem pembayaran
itu sudah melewati batas-batas negara (binderless states). Kenyataan ini tentunya
telah menjadi suatu perhatian global.11
Perlu diketahui dunia perbankan dikenal berbagai macam jenis sistem
pembayaran diantaranya sistem electronic fund transtransfer. Elektronic Fund
10 Budi Agus Riswandi., Aspek hukum Internet Banking., Jakarta : PT. Raharja Grafindo Persada, 2005., hlm 55
11 Ibid., hlm 56
28
Transfer Sistem ini yang pada esensinya adalah proses pertukaran nilai dengan
menggunakan media alektronik melalui perintah kredit maupun debit. Metode
yang digunakan sebagai berikut12:
a. Point of sale transfer, Sistem ini memfasilitasi penggunaan kartu debit, di
mana hal ini lebih baik daripada kartu kredit. Biasanya, sistem pembayaran ini
digunakan di supermarket atau di outlet-outlet lainnya.
b. Automatic Teller Machine (ATM) adalah terminal elektronik yang
menyediakan jasa secara pasti yang meliputi deposito, penarikan
(withdrawals), transfer antar rekening, dan lain sebagainya. ATM secara
umum dapat diakses 24 jam- caranya dengan memasukan kartu dan password
atau personal number (istilah lainnya PIN- Personal Indentification Number).
PIN disediakan untuk mesin unik yang dapat mengidentifikasi apakah
seseorang mempunyai hak atau kewenangan untuk mengakses rekening.
Sebuah kartu tanpa PIN tidak dapat mengakses ATM.
c. Transfer Initiated by telephone, Fasilitas ini membolehkan nasabah untuk
menelpon lembaga induk dari rekeningnya (baca: bank), kemudian memberi
suatu kode atau bentuk lainnya dari identifikasi nasabah. Setelah itu lembaga
atau pihak ketiga diperintahkan untuk menarik dana dari rekening nasabah
tersebut guna pembayaran dari nasabah.
d. Elektronic data Interchange (EDI) adalah perdagangan tanpa kertas-
perubahan bisnis elektronik kepada bisnis komunikasi seperti perintah
penjualan dan dokumen pengapalan dari komputer ke komputer tanpa
intervensi manusia. EDI mengurangi dokumen kertas dan membolehkan untuk
12 Ibid., hlm 56
29
transaksi perdagangan secra otomatis. Masalah hukum dari EDI meliputi
penyesuaian prinsip-prinsip hukum kontrak yang didasarkan pada kertas.
e. Virtual cash-payment on the internet, yaitu metode pembayaran melalui
internet untuk barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit. Dalam
sistem pembayaran ini, terhadap masalah, yakni dalam hal autentifikasi dan
keamanan. Akan tetapi tingkat efisien dalam virtual cash ini sangat tinggi
mengingat dalam pembayaran itu sendiri tidak berbasis kertas.
2. Internet Sebagai Media Transfer
Revolusi Informasi yang ditandai dengan kemunculan internet telah
berdampak hampir kesetiap aspek sektor kehidupan manusia, yang dimulai dari
sektor pertahanan dan keamanan hingga sampai pada sektor perbankan, hasil dari
revolusi informasi ini adalah ditemukannya sebuah konsep baru yang disebut
Internet banking. Pengertian internet banking menurut Karen Furst adalah sebagai
berikut:13
Internet banking is the use of the internet as remote delivery channel for banking servies, including traditional services, such as opening a deposit account, as well as new banking sevice, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s websit.
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban,
meskipun ia memberikan istilah internet banking dengan istilah online banking.
Selengkapnya menyatakan; “ online bangking, includes various banking activities
conducted from home, business, or on the road instead of at aphysicalbank
location.” Dari pengertian ini dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet
banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk
13 Budi Agus Riswandi.,Ibid., hlm 20
30
mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari
produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru.14
Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan layanan
internet banking dilakukan melalui dua jalan, yaitu pertama, melalui bank
konvensional (anexisting bank) dengan representasi kantor secara fisik
menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada
nasabahnya dan hal ini merupakan penyerahan secara tradisional. Kedua, suatu
bank mungkin mendirikan suatu “virtual,” “cabang,” atau internet bank. Virtual
bank dapat menawarkan kepada nasabahnya kemampuan untuk penyimpanan
deposito dan tagihan dana pada ATM atau bentuk lainnya yang dimiliki.15
Kehadiran layanan internet banking melalui home banking, ternyata telah
merubah secara dramatis terhadap pola interaksi antara lembaga keuangan (baca:
bank) dengan nasabahnya. Dengan disediakannya fasilitas layanan internet
banking, nasabah bank mendapatkan keuntungan berupa fleksibelitas untuk
melakukan kegiatan setiap saat. Nasabah juga dapat mengakses layanan internet
banking melalui personal komputer, ponsel atau media wireless lainnya. Namun
demikian, layanan internet banking di-setting sebagai sebuah chanel baru dan
customer touchpoint. Untuk membuat layanan internet banking memberi
keuntungan, lembaga keuangan bank harus menyediakan bagian integral dari
strategi multichannel yang membolehkan nasabah bagaimanapun, kapanpun, di
mana pun mereka dapat bertransaksi.16
14 Budi Agus Riswandi.,Ibid., hlm 2115Ibid., hlm 2116 Budi Agus Riswandi.,Ibid., hlm 22
31
Sebagai dasar menciptakan strategi multichannel, lembaga keuangan bank
harus menyediakan fasilitas layanan internet banking yang real time and cross-
channel view dari semua informasi nasabah. Dengan pandangan demikian,
lembaga keuangan bank dapat merespons dengan segera untuk setiap
kontak/transaksi dengan nasabah, dengan memperbaiki layanan nasabah,
membuka kesempatan keuntungan untuk penjualan secara silang, dan juga dengan
layanan internet banking ini di harapkan lembaga keuangan mampu masuk pada
generasi selanjutnya dari retail banking.17
Internet telah memunculkan dan memperkenalkan dunia baru yang disebut
virtual world atau dunia maya, atau yang disebut pula cyberspace, yaitu bentuk
dunia yang lain dari pada yang kita kenal selama ini. Dengan kata lain, virtual
world atau cyberspace itu adalah lawan dari dunia yang kita kenal, suatu dunia
dimana kita berada dan bernafas, yang disebut real world atau physical world.18
Sebelum adanya virtual world, pencucian uang dilakukan sebagai physical
transportation of hard cash. Secara makin marak transaksi perbankan secara
elektronik, antara lain berupa elektronik transfer (wire transfer), yang ditawarkan
oleh bank-bank yang menawarkan jasa-jasa internet banking (elektronik banking
atau cyberbanking) dengan menggunakan dan memanfaatkan internet dan virtual
world atau cyberspace dari internet itu, maka pencucian uang mulai dilakukan,
bahkan menjadi makin marak, oleh para pencuci uang. Wire transfer system
memungkinkan organisasi-organisasi kejahatan maupun bisnis yang sah nasabah-
nasabah perbankan yang sah untuk memindahkan uang dengan cepat dana dari
17 Ibid hlm 22.18 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid., hlm 52
32
rekening (account) mereka dari satu bank ke bank yang lain keseluruh dunia.
Pencucian uang yang dilakukan dengan cara itu disebut cyberlaundering dan
merupakan teknik paling mutakhir pencucian uang.19
Salah satu ciri dari transfer yang bersifat digital (digital tranfer) adalah
bahwa transfer (tersebut dapat dilakukan) dengan anonim (anonymous). Oleh
karena itu, ketentuan undang-undang atau peraturan perundangan lainnya dari
suatu negara mengharuskan bank-bank untuk membuat dan menyampaikan
laporan kepada otoritas yang berwenang atas transaksi-transaksi yang
mencurigakan (suspicious transactions), menjadi tidak punya makna oleh karena
bank-bank yang diwajibkan melapor itu tidak mengetahui dari mana asal-usul
uang yang masuk kedalam suatu rekening. Laporan transaksi keuangan hanya
berguna apabila transaksi itu dapat dilacak sampai kepada suatu rekening yang
spesifik. Dengan demikian pecahan jumlah transaksi yang disebut structuring of
transaction, dengan maksud untuk menghindari ketentuan-ketentuan pelaporan
transaksi keuangan menjadi sangat kecil risikonya apabila dana-dana yang
mengalami restructuring itu praktis tidak dapat dilacak (untraceable).20
Menurut Departemen Kehakiman Kanada (1998), potensi penyalah gunaan
e-money oleh para pencuci uang adalah karena dua alasan menarik, yaitu:21
a. Transaksi-transaksi yang dimaksud tidak dapat dilacak (untraceable).
b. Transaksi –transaksi tersebut bergerak sangat cepat (highly mobile)
3. Faktor Dan Proses Money Laundering
a. Faktor-Faktor Proses Pencucian Uang
19 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid.,hlm 5220 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid., hlm 5421 Ibid., hlm 54
33
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan sesesorang
atau organisasi kejahatan melakukan pencucian uang adalah agar asal-usul uang
tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Agar
tujuan tersebut tercapai, ada 4 (empat) faktor yang harus diperhatikan oleh para
pencuci uang.22
Faktor yang pertama, kepemilikan yang sebenarnya dan sumber yang
sesungguhnya dari uang yang dicuci itu harus disembunyikan. Tidak ada gunanya
untuk melakukan pencucian uang apabila setiap orang mengetahui siapa yang
memiliki uang tersebut apabila uang itu nantinya muncul diakhir dari proses hasil
pencucian uang itu.
Faktor kedua, bentuk uang tersebut harus berubah. Dana yang berasal dari
perdagangan narkoba hampir dipastikan berupa uang tunai. Uang tunai ini harus
dapat diubah bentuknya menjadi alat pembayaran lain misalnya berbentuk cek.
Tidak ada seorang pun yang ingin mencuci uang sejumlah £3 juta dalam
bentuk uang-uang kertas £20-an hanya untuk berpayah-payah dengan memproses
uang £3 juta yang akhirnya muncul dalam bentuk uang kertas £20-an juga. Antara
lain apabila terlihat jumlah uang tunai yang besar sekali, mengubah bentuk uang
tunai itu berarti juga melakukan pengurangan tumpukannya. Berbeda pada
keyakinan yang umum, kita tidak dapat misalnya, memasukan uang kertas senilai
£1 juta kedalam suatu attaché case. Satu juta pound (£1 juta) yang terdiri atas
uang kertas £50 hampir setinggi 10 kaki.
Faktor ketiga, jejak yang ditinggalkan oleh proses pencucian uang harus
tersamar atau tidak dapat diketahui (obscured). Tujuan dari pencucian uang akan
22 Ibid., hlm 31
34
sia-sia apabila orang lain dapat mengikuti jalannya proses pencucian uang dari
permulaan sampai akhir proses tersebut.
Faktor terakhir, pengawasan terus menerus harus dilakukan terhadap uang
tersebut. Pada akhirnya banyak orang yang muncul ketika uang itu sedang dicuci
mengetahui bahwa uang terebut adalah uang haram (dirty money) dan apabila
mereka dapat mengambil atau mencurinya , maka kecil sekali kemungkinannya
bagi pemilik uang itu untuk dapat mengambil tindakan hukum terhadap perbuatan
tersebut.
Masih dapat dilacaknya asal usul uang yang akan dicuci itu akan
membawa penegak hukum menangkap pelaku prediket crime, yaitu kejahatan
yang menghasilkan uang yang dicuci melalui proses pencucian uang tersebut. Dua
penjahat ternama dalam abad 20 yang lalu terungkap karena kegagalan mereka
untuk menyembunyikan jejak hasil kejahatan tersebut. Al Capone pada akhirnya
dapat ditangkap dan dihukum bukan oleh karena tuduhan racketeering, tetapi oleh
karena melakukan tax evasion. Bruno Richard Hauotman, yang menculik anak
laki-laki Charles Linbergs pada tahun 1932 ditangkap karena dia gagal dalam
upayanya mencuci uang tebusan. Pada tahun 1999, ketika kerugian terhadap dana-
dana yang diperoleh secara ilegal di Rusia yang masuk ke Amerika Serikat
melalui sistem perbankan, masalahnya sebagai uang haram masih dapat tercium.
b. Proses-Proses Money Laundering
Agar keempat faktor tersebut di atas dapat tercapai, maka proses
pencucian uang harus dilakukan dengan menempuh beberapa tahap. Para pakar
telah membagi proses money laundering ke dalam tiga tahap, yaitu: Placement,
35
Layering, dan Integration. Masing-masing tahap tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut: 23
a. Tahap Penempatan (Placement)
Tahap pertama dari pencucian uang adalah menempatkan
(mendepositokan) uang haram tersebut kedalam sistem keuangan (finanacial
system). Jeffrey Robinson menggunakan istilah immersion bagi tahap pertama
ini, yaitu yang berarti consolidation and placement.
Pada tahap placement, bentuk dari uang hasil kejahatan harus
dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang itu.
Misalnya, hasil yang diperoleh dari perdagangan narkoba yang pada umumnya
terdiri atas uang yang berdenominasi kecil dalam tumpukan-tumpukan yang
besar dan lebih berat dari pada narkobanya sendiri, dikonversi ke dalam
denominasi uang yang lebih besar. Kemudian uang itu didepositokan langsung
kedalam suatu rekening di bank atau digunakan untuk membeli sejumlah
instrumen-intrumen moneter (monetary instruments) seperti cheques, money
orders, dan lain-lain kemudian menagih uang tersebut serta
mendepositokannya kedalam rekening-rekening lokasi lain. Sekali uang tunai
itu telah dapat ditempatkan pada suatu bank, maka uang itu telah masuk
kedalam sistem keuangan negara yang bersangkutan oleh karena uang yang
telah ditempatkan di satu bank itu selanjutnya dapat dipidahkan lagi ke bank
lain, baik di negara tersebut maupun di negara lain, maka uang tersebut bukan
saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, tetapi
telah masuk pula ke dalam sistem keuangan global atau internasioanal.
23 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid., hlm 33
36
Jeffrey Robinson memberikan contoh bagaimana dalam tahap immersion,
pencucian uang dilakukan, seorang pengedar narkoba (drugs dealer) yang
mengumpulkan uang tunai sejumlah £5 juta dihadapkan pada tugas yang berat
untuk menempatkan uang tersebut sebanyak-banyaknya kedalam sistem
perbankan (banking system). Tidak seperti hal pemalsu uang, yang harus dapat
memasukan uang palsu yang dibuatnya kedalam sirkulas, pencuci uang
(laundryman) terpaksa mengandalkan rekening-rekening bank (bank accounts)
surat berharga yang dikeluarkan oleh kantor pos (postal orders), cek bepergian
(traveler checks), dan negotiable instruments lainnya untuk menyalurkan uang
tunai kedalam sistem perbankan.
b. Tahap Pelapisan (Layering)
Pekerjaan dari pihak pencucian uang (launderer) belum berakhir
dengan ditempatkannya atau didepositokannya uang tunai tersebut ke dalam
sistem keuangan seperti diterangkan di atas, jumlah uang haram yang sangat
besar, yang ditempatkan disuatu bank tetapi tidak dapat dijelaskan asal-
usulnya itu, akan sangat menarik perhatian otoritas moneter negara yang
bersangkutan, yang pada gilirannya akan menarik pula perhatian para penegak
hukum. Setelah pencuci uang berhasil melakukan tahap placement, tahap
berikutnya ialah melakukan layering atau disebut pula heavi soaping. Dalam
tahap ini pencucian uang berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil
kejahatan itu dari sumbernya. Hal itu dilakukan denga cara memindahkan
37
uang tersebut dari satu bank ke bank lain dan dari negara yang satu ke negara
yang lain sampai beberapa kali, yang sering pelaksanaanya dilakukan dengan
cara memecah-mecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan
pemindahan beberapa kali itu asal-usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat
dilacak oleh otoritas moneter atau oleh penegak hukum. Para pencuci uang
melakukan dengan mengupayakan konversi atau memindahkan dana tersebut
menjauh dari sumbernya. Dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian
dan penjualan invesment instrument, atau cukup dilakukan pemindahan
dengan cara funds wire melalui sejumlah rekening pada berbagai bank di
seluruh dunia. Sering hal itu dilakukan dengan mengirimkan dari perusahaan
gadungan (dummy company) yang satu keperusahan gadungan yang lain
dengan mengandalkan ketentuan rahasia bank (bank secrecy) dan ketentuan
mengenai kerahasiaan hubungan antara pengacara dan kliennya (attorney
client privilege) untuk menyembunyikan identitas pribadinya dengan sengaja
menciptakan jaringan transaksi keuangan yang kompleks. Penggunaan
rekening-rekening yang secara luas tersebar itu untuk maksud melakukan
pencucian terutama di negara-negara yang tidak melakukan kerja sama dalam
melaksanakan investigasi terhadap kegiatan money laundering. Dalam
beberapa hal para pencuci uang menyamarkan pemindahan dana tersebut
(transfer) seakan-akan sebagai pembayaran untuk barang-barang dan jasa-jasa
agar terlihat sebagai transaksi yang sah.
Dalam tahap layering ini para penjahat pencuci uang antara lain
melakukannya dengan mendirikan perusahaan-perusahaan gadungan atau
38
bohong-bohongan (shell companies) di negara-negara yang dikenal dengan
undang-undang rahasia bank yang ketat atau yang tidak memiliki undang-
undang pencucian uang atau yang dikenal lemah dalam menegakan undang-
undang pencucian uang. Uang tersebut kemudian ditransfer diantara
perusahaan-perusahaan gadungan tersebut sehingga muncul sebagai uang yang
bersih.
Transaksi dalam tahap layering harus dapat dilakukan sedemikian rupa
dengan mencampurkan kedalam transaksi-transaksi sah yang berjumlah
triliunan yang terjadi setiap hari. Beberapa variasi dalam melakukan transaksi
dalam tahap layering ini ialah menggunakan apa yang disebut loan-backs dan
double invoicing. Kedua transaksi tersebut merupakan teknik dalam tahap
layering yang lazim dilakukan. Pada loan-backs, pencucian uang
menempatkan hasil kejahatan yang diperolehnya ke dalam perusahaan di luar
negeri (offshore entity). Perusahaan tersebut didirikan bukan atas namanya
tetapi atas nama pihak lain, tetapi dikendalikan olehnya secara rahasia.
Kemudian perusahaan di luar negeri itu memberikan pinjaman dengan
menggunakan kembali dana yang ditempatkan oleh pencuci uang yang
bersangkutan kepada diri sendiri. Teknik ini dapat dilaksanakan karena di
beberapa negara tertentu sulit untuk dapat menentukan siapa yang sebenarnya
mengendalikan (siapa pemilik yang sebenarnya) perusahaan di luar negeri itu.
Teknik lain dari layering ialah membeli afek (saham dan obligasi),
kendaraan, dan pesawat terbang atas nama orang lain. Kasino sering juga
digunakan karena kasino menerima uang tunai. Sekali uang tunai tersebut
39
dikonversikan kedalam chips dari kasino tersebut, maka dana yang telah
dibelikan chips tersebut dapat ditarik kembali dengan menukar chips tadi
dengan cek yang dikeluarkan oleh kasino tersebut.
c. Tahap Penggabungan (Integration)
Tahap yang ketiga ialah integration, atau ada kalanya disebut juga
repratriation and integration, atau disebut pula spin dry. Pada tahap ini uang
yang telah dicuci dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan
yang bersih, bahkan merupakan objek pajak (tax table). Begitu uang tersebut
telah berhasil diupayakan sebagai uang halal melalui cara layering, tahap
selanjutnya adalah menggunakan uang yang telah menjadi uang halal (clean
money) itu untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat
atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut. Para pencuci
uang dapat memilih penggunaannya dengan mengivestasikan dana tersebut ke
dalam real-estate, barang-barang mewah (luxury assets), atau perusahaan-
perusahaan ( business ventures).
Kegiatan money laundering dapat pula terkonsentrasi secara geografis
sesuai dengan tahap pencucian uang sebagaimana dikemukan di atas. Pada
tahap placement misalnya, dana tersebut biasanya diproses di tempat di dekat
aktivitas yang menghasilkan dana itu dilakukan sering, tetapi tidak pada setiap
kasus, di negara di mana dana itu dihasilkan. Pada tahap layering pencucian
uang yang bersangkutan mungkin memilih suatu offshore financial center,
pusat bisnis regional yang besar ( a large busnies center) atau pusat perbankan
dunia (world banking center), yaitu di mana saja yang menyediakan
40
infrastruktur keuangan atau bisnis yang memadai. Pada tahap ini dana yang
dicuci tersebut mungkin saja hanya transit di rekening-rekening bank di
beberapa tempat, yang dapat dilakukan tanpa meninggalkan jejak mengenai
sumber atau tujuan akhir dari dana tersebut. Akhirnya pada tahap integration,
para pencuci uang dapat memilih atau menginvestasikan dana yang telah
dicuci itu dilokasi lain apabila di negara tersebut kesempatan-kesempatan
investasinya sangat terbatas.
Adalah menarik perumpamaan yang dikemukakan oleh Jeffrey
Robinson mengenai apa yang sebenarnya terjadi terhadap uang yang berhasil
dicuci. Jeffrey Robinson menggambarkannya seperti melempar batu kedalam
kolam.
Dikemukakan oleh Jeffrey Robinson, tahap immersion (atau
placement, penulis) adalah tahap yang paling rentan (vulnerable) bagi pencuci
uang karena apabila pencuci uang tidak dapat memasukan uang haram
tersebut ke dalam proses pencucian, maka ia tidak akan dapat mencuci uang
haram tersebut. Namun, sekali uang haram itu berhasil dikonversikan ke
dalam nomor-nomor (rekening bank, penulis) yang muncul disuatu layar-layar
komputer atau nomor-nomor tersebut berhasil dipindahkan mondar-mandir
melintasi dunia, maka hal itu seperti halnya riak air sebagaimana digambarkan
di atas lenyap dan batu tersebut terkubur di dalam lumpur di dasar kolam itu.
4. Upaya Penanggulangan Money Laundering Melalui Sistem Tranfer Pada Suatu Bank
41
Untuk menangkal kejahatan money laundering yang dilakukan secara
internasional, negara-negara industri (Negara G-7) telah membentuk suatu satuan
tugas yang disebut dengan Financial Action Task Force (FATF), sedangkan di
Indonesia, berdasarkan undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah
dibentuk suatu institusi independent yang bertanggung jawab langsung kepada
presiden. Yang disebut dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK).24
Berkenaan dengan sangat rawannya penggunaan Internet banking untuk
dipakai melakukan pencucian uang, maka Financial Action Task Force’s 1999-
2000 Money laundering Typologies Report telah memasukan internet banking
sebagai salah satu masalah-masalah money laundering yang utama yang perlu
mendapat perhatian global. Laporan tersebut mengemukakan bahwa karena
internet banking memungkinkan akses langsung ke rekening-rekening (account),
lembaga-lembaga keuangan (Financial institution) tidak mungkin melakukan
verifikasi bahwa orang-orang yang mengakses rekening-rekening on-line yang
anonim dan tidak terbatas ke rekening-rekening bank tersebut. Menurut laporan
tersebut, kelompok-kelompok kejahatan, termasuk Colombian Black Market Peso
Exchange, Indian “Hawala,” dan Chinese “Flying Money” makin sering
menggunakan jaringan perbankan tersebut untuk memindahan uang hasil
kejahatan mereka. Laporan tersebut lebih jauh mengemukakan bahwa sistem itu
merupakan cara yang murah (inexpensive), memberi kemudahan (convinient) dan
dapat diandalkan untuk memindahkan uang dari satu lokasi ke lokasi lainnya di
24Munir Fuady., Bisnis Kotor Anatomi Kejahatan Kerah Putih., Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI., 2004., hlm 84
42
luar sistem peraturan perundang-undangan nasional dibidang keuangan dan tanpa
melakukan pemindahan fisik dari uang tersebut. Sistem tersebut melibatkan hanya
sedikit paper work, menyulitkan upaya untuk melacak aliran uang haram yang
dicuci itu melewati batas-batas internasional.25
Financial Action Task Force (FATF) dalam laporannya dua tahun
berturut-turut mengemukakan keprihatinan negara-negara anggotanya mengenai
kerentanan internet yang mungkin di pakai untuk kegiatan pencucian uang.
Menurut FATF, ada tiga faktor yang menimbulkan kerentan tersebut, yaitu:26
a. Ease of access to accounts through the Internet;
b. Absence of face-to-face transactions between the online
bank and the customer;
c. The immediacy of electronic transactions.
Menurut pendapat FATF, masalah ini menjadi makin rumit (complicated)
karena beberapa server tidak menggunakan “log files” untuk dapat melacak asal
dari komputer yang melakukan transaksi tersebut. Dengan demikian, Internet
protocol number dari server yang bersangkutan dan tanggal serta waktu terjadinya
hubungan tidak dapat disimpan di dalam elektronik file. Akar dari transmisi-
transmisi tersebut disimpan secara pribadi dan praktis tidak mungkin dilacak27.
Penggunaan internet yang makin meningkat telah pula menjadikan internet
sebagai ajang perjudian, dan ajang perjudian itu dipakai sebagai alat untuk
25 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid., hlm 5526 Ibid., hlm 55 27 Ibid., hlm 56
43
mencuci uang. Ada hal-hal yang sangat menguntungkan untuk menggunakan
internet sebagai ajang perjudian.28
U.S. Senate Permanent Subcommittee on Investigations menemukan
bahwa bank-bank koresponden pada bank of America dan J.P. Morgan Chase
Manhattan telah memindahkan berjuta-juta dolar hasil Internet gambling.29
Namun masih ada ahli yang berpendapat bahwa ancaman penggunaan
internet untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencucian uang pada saat ini masih
merupakan publisitas yang berlebihan. Hal ini dikemukakan oleh Rowan
Bosworth-Davies, principal consultant dari Unisye Strategic Global Business
Development Program yang dikenal sebagai ahli internasional dalam bidang
pencegahan kecurangan dan ahli pemberantasan pencucian uang. Mengapa dia
berpendapat demikian, adalah karena menurutnya sistem keuangan yang ada pada
saat ini masih mungkin dilacak jejaknya. Seperti dikatakan olehnya: “existing
fianacial system that are in place all over the worl still leave en electronic audit
trail, which in veri important in investigating money laundering activities.”
Selanjutnya dia mengatakan bahwa apabila dikemudian hari dunia telah berhasil
membuat electronic money tidak terlihat, maka ancaman money laundering
melalui internet menjadi nyata karena transaksi tersebut tidak mungkin dilacak
jejaknya. Dikatakan olehnya; “it is when the world has already produced a totally
invisible electronic money that the threat of money laundering through the
Internet will become more real because it will not leave an audit trail.”
28 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid.hlm 5629 Ibid., hlm 57
44
Bosworth-Davies mengemukakan itu disuatu seminar di Filipina di bulan Januari
2001, yaitu seminar untuk Bankers Association.30
Dalam mendekteksi "uang haram" ini perlu diterobos kendala peraturan
tentang "kerahasiaan data bank" (UU Perbankan 7/1992 diubah UU 10/1998 dan
Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000). Kerahasiaan data bank ini
mempunyai kaitan erat dengan kepercayaan pada "hubungan nasabah dengan
bank", dan hal ini selanjutnya berpengaruh pula pada iklim investasi yang sangat
perlu diperbaiki untuk "economic recovery" Indonesia. Diperlukan strategi
bersama bidang ekonomi, bidang keuangan dan bidang penegakan hukum, bahwa
tidak terjadi "abuse" (misalnya "data" nasabah diteruskan ke instansi pajak atau
"dijual" ke saingan bisnis nasabah bersangkutan) dalam kewenangan memperoleh
data keuangan nasabah bank.31
Transaksi "money laundering" melalui internet (web transaction) hanya
dapat dilacak melalui keahlian khusus tentang sistem komputer dan keamanannya
(serupa kemampuan seorang "hacker") apalagi apabila pelaku "money
laundering" dibantu oleh "inhouse cybercriminals". Seharusnya di Kepolisian,
Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah
mempersiapkan dengan cukup ahli-ahli khusus ini.32
Sudah dapat diantisipasi bahwa kejahatan "money laundering" ini akan
membawa masalah yurisdiksi, karena itu kekurangan UU Money Laundering
adalah tidak mengatur tentang yurisdiksi. Masalah yurisdiksi sebenarnya sudah
30 Sutan Remy Sjahdeni., Ibid.hlm 5731 Mardjono Reksodiputro, Money Laundering; Bank Secrecy Act, Drugs,
http://www.Geogle.com, 2005, hlm 232 Ibid,.hlm 2
45
lama menjadi isu dalam kejahatan terorganisasi (KTO). Apalagi kalau kita pahami
bahwa bentuk kejahatan money laundering akan memanfaatkan teknologi
informasi (internet) dan "cyber space", sehingga tepat bila kita lebih khusus lagi
memikirkan tentang "cyberjurisdiction". Menarik adalah pendapat Barda Nawawi
Arief tentang kejahatan tanpa batas wilayah" (cybercrime), untuk mempergunakan
"asas universal" atau prinsip ubikuitas" (the principle of ubiquity) (lihat BNA
dalam "Kejahatan Kriminalisasi dan Masalah Jurisdiksi Tindak Pidana
Mayantara"-26 Juli 2001).33
33 Mardjono Reksodiputro.,Ibid., hlm 3.
46