LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2012
Judul KAK (PROPOSAL) :
BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH
Oleh :
Agus Djoko Utomo, Ngurah N Wiadnyana, Siti Nurul Aida, Susilo Adjie, Muhamad
Ali, Khoirul Fatah, Taufiq Hidayah, Solekhah, Gatot Subroto, Busyrol Waro ,
Dr.Ir. Pujiono. MS,Ir Prijadi Sudarsono MSc.Ir. Anhar Solichin,MPi.,
Prof Norma Afianti, PhD, Dr. Ir. Subianto,MSc.
.
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN
DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH
Abstrak
Rawa Pening adalah merupakan Danau Rawa Air Tawar di Jawa Tengah merupakan tempat hidup organisme air, sumber air untuk pertanian. Tekanan ekologis yang sangat menonjol yaitu adanya blooming eceng gondok yang menimbulkan pendangkalan dan penurunan potensi sumberdaya ikan, disambing itu juga kegiatan penangkapan yang semakin meningkat. Kajian biologi dan dinamika populasi beberapa spesies kunci diharapkan akan memberikan masukan bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Rawa pening. Penelitian biologi ikan meliputi biologi reproduksi, foot habits, ruaya. Sedangkan dinamika populasi meliputi pertumbuhan, mortalitas dan rekrutmen. Pendugaan parameter dinamika populasi dan ruaya ikan dengan menggunakan metode penandaan ikan. Diharapkan informasi tersebut dapat dijadikan landasan untuk pngelolaan sumberdaya ikan di rawa pening.
Kata kunci : Biologi, dinamika populasi, Rawa Pening.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian
Tahun Anggaran 2012 yang berjudul BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA
JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA Tujuan akhir penelitian adalah untuk memberikan
masukkan bagi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Rawa Pening. Tujuan
penelitian pada tahun 2012 yaitu mendapatkan data dan informasi tenatang biologi, dan
dinamika populasi beberapa species kunci, data dan informasi kualitas air di Rawa
Pening. Sasaran penelitian adalah optimalisasi kegiatan penangkapan ikan di rawa pening
Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2012, kami mengucapkan
terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas
fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa Laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran
sangat diperlukan guna penyempurnaan laporan ini.
Palembang, Desember 2012
Tim Penulis
D A F T A R I S I
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 2
1.2.
1.3.
Justifikasi
Tujuan dan Sasaran
2
1.4. Keluaran 15
1.5. Manfaat dan Dampak 16
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karateristik Waduk
2.2. Ekologi Perairan Waduk
2.3. Pencemaran di Waduk
BAB III. METODOLOGI
5
5
6
9
3.1. Komponen Kegiatan 13
3.2. Alat dan Bahan Penelitian 13
3.3. Metode 13
3.3.1. Pengumpulan Data
A. Ruaya Ikan Patin
B. Analisis Data Pertumbuhan Ikan
C. Analisis Biologi Ikan Patin
13
13
14
15
D. Kualitas Air 16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Daerah.
4.2. Pola Kebiasaan Makanan Ikan
4.3. Biologi Reproduksi
4.4. Hubungan Panjang Berat
4.5. Beberapa Aspek Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus),
Gabus (Channa channa), dan Nilem (Ostheochilus hasselti) 4.6. Ruaya ikan Nila
4.7. Pola pertumbuhan
4.8. Dinamika Populasi Ikan Nila Di Rawa Pening
4.9. Pendugaan populasi
33
70
78
87
94
106
112
120
128
BAB V. KESIMPULAN 132
DAFTAR PUSTAKA 134
LAMPIRAN-LAMPIRAN 136
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Parameter dan Metode Analisis Sampel Air 23
Tabel 2 Metode Analisis Biologi Ikan 24
Tabel 3 Metode Analisis Dinamika Populasi 24
Tabel 4 Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun 38
Tabel 5 Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3) 39
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks
Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada
Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun 1.
Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks
Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada
Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun II.
Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun
Kelimpahan Fitoplankton (ind/150L), Indek keanekaragaman , kesegaran, dan dominansi jenis pada ke-3 lokasi penelitian Indeks Kepenuhan Lambung Nila Di Rawa Pening
Panjang Relatif Ikan Nila Di Rawa Pe
Persentase Jenis Makanan Alami Ikan Nila Di Rawa Pening
Berdasarkan Bulan Pengamatan
Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie
(1997)
40
40
56
73
74
75
79
Tabel 14 Indeks Kematangan Gonad DanFekunditas Ikan Nila Di Rawa
Pening
83
Tabel 15 Rasio Kelamin Ikan Nila di Rawa Pening. 86
Tabel 16 Pola pertumbuhan ikan nila di Rawa Pening 91
Tabel 17 TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Mei 2012 97
Tabel 18 TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Juni 2012 98
Tabel 19 Pengamatan index of Preponderance ikan nilem (Ostheochilus
hasselti)
102
Tabel 20 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Jantan 103
Tabel 21 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina ( Sampling 1 Tanggal
25 Mei 2012 )
104
Tabel 22 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina (Sampling ke 2
Tanggal 19 Juni 2012) 105
Tabel 23 Lokasi Suaka di Waduk Rawa Pening 107
Tabel 24 Ruaya Ikan Nila Di Waduk Rawa Pening 110
Tabel 25 PERUBAHAN UKURAN IKAN NILA SETELAH TERTANGKAP 114
Tabel 26 Simulasi Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Nila 117
Tabel 27 Laju Pertumbuhan Dan Berat Ikan Nila Di Rawa Pening 118
Tabel 28 Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produks Berdasarkan
Jenis Ikan Di Rawa Pening.
121
Tabel 29 Beberapa parameter dinamika populasi ikan Nila (Oreochromis
nilotica) di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah.
123
Tabel 30 Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila
di Waduk Rawa Pening , Jawa Tengah
125
Tabel 31 Hasil Tangkapan Ikan Nila Anggota Kelompok Nelayan
di Waduk Rawa Pening
129
Tabel 32 Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produksi Berdasarkan
Jenis Ikan Di Rawa Pening 2006
130
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Peta DAS di Rawa Pening 12
Gambar 2 Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup
oleh tanaman air
34
Gambar 3 Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan 35
Gambar 4 Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung 36
Gambar 5 Alat Tangkap Beranjang 36
Gambar 6 Fisika Kimia Perairan di Muara Sungaui Torong 63
Gambar 7 Fisika Kimia Perairan di Outlet Sungai Tuntang 63
Gambar 8 Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Bejalan 64
Gambar 9 Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Torong 64
Gambar 10 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok 65
Gambar 11 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 100 m 65
Gambar 12 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 200 m 66
Gambar 13 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang 66
Gambar 14 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 100 m 67
Gambar 15 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 200 m 67
Gambar 16 Fisika Kimia Perairan di Sungai Puteran. 68 Gambar 17 Berat Total dan ISC Ikan Nila Di Rawa pening 72
Gambar 18 Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Rawa Pening 73
Gambar 19 Indeks Propenderance ikan Nila Di Rawa Pening Mei -2012 74
Gambar 20 Komposisi Makanan (IP) Ikan Nila Pada Bulan Mei dan
September 2012
75
Gambar 21 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus). 82
Gambar 22 Rasio Kelamin Ikan Nila Rawa Pening 85
Gambar 23 Hubungan Panjang Berat Ikan Nila bulan Mei,
Juni, Oktober dan Nopember
91
Gambar 24 Grafik pola pertumbuhan Ikan Gabus Bulan Mei dan Juni
Di Rawa Pening
97
Gambar 25 TKG ikan gabus Pada Bulan Mei Dan Juni Di Rawa Pening 100
Gambar 26 Indeks propenderance Ikan Nilem Di Rawa Pening 101
Gambar 27 Penandaan Ikan Pada Punggung Ikan 107
Gambar 28 Peta Arah Ruaya Ikan Nila (Oereochromis niloticus) Di Rawa
Pening
110
Gambar 29 Grafik Pertumbuhan Panjang Ikan Nila 115
Gambar 30 Hubungan Panjang berat ikan Nila 116
Gambar 31 Grafik Pertumbuhan Berat Ikan Nila di Rawa Pening 116
Gambar 32 Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di
waduk Rawa Pening, Jawa Tengah
124
Gambar 33 Grafik Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening, Jawa
Tengah
124
Gambar 34 Grafik Mortalitas Ikan Nila di Waduk Rawa Pening 126
Gambar 35 Nilai Keeratan Panjang Maksimal Dengan Kecepata
Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening.
127
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1 KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012 136
2 KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012 140
3 KUALITAS AIR RAWA PENING BULAN OKTOBER 2012 147
4 Hasil Analisis Laboratorium Fisika Kimia Perairan di Rawa Pening
5 Kualitas Air Permukaan di Lokasi KJA Rawa Pening Bulan Juli
2012
6 Kualitas Air Permukaan di Lokasi Pemotongan Eceng Gondok,
Rawa Pening Bulan Juli 2012
7 Beberapa aktivitas kegiatan riset di Rawa Pening
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Belanda pada tahun 1912 1916 membangun dam di Kali Tuntang
sebagai satu-satunya pintu keluar, sehingga terbentuk Danau Buatan Rawa Pening. Danau
ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan
dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha. Danau
Rawapening terletak pada Astronomi 704 LS - 7030 LS dan 1100 2446 BT
11004906 BT, dan berada di ketinggian antara 455 465 meter di atas permukaan laut
(dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau
ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang
Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa Kota Salatiga.
Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas
2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa,
Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di
bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19
sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai
Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian,
pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.
Semarang, 2007).
Fungsi Rawa Pening yang sangat vital seolah menjadi jantung kehidupan bagi
masyarakat sekitarnya. Rawa Pening sebagai Danau alam yang menjadi sumber
2
kehidupan disekitar dan sepanjang aliran yang dilaluinya. Memiliki fungsi sebagai
penyangga ekosistem dan menjadi habitat bagi beraneka ragam mahluk hidup. Rawa
Pening adalah salah satu danau yang berperan penting dalam menjaga kesinambungan
kehidupan. Seolah tidak tergantikan perannya, sehingga perlu adanya konservasi, tetapi
yang terjadi saat ini adalah exploitasi yang terus-menerus. Keluhan adanya goncangan
keseimbangan alam seperti; berkurangnya kwalitas dan kwantitas ikan, pendangkalan dan
pengurangan luasan danau (http://wisata.kompasiana.com, 2010)
Hasil penelitian menunjukkan ada 14 jenis ikan yang mudah ditemui di Rawa
pening yaitu : Rasbora lateristriata, Rasbora jacopsoni, Mystacoleusus marginatus,
Barbus conchonius, Puntius binotatus, Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus,
Trichogaster trichopterus, Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis
mossambica, Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax. Plus ikan belut
& bulus (http://rowopening.blogspot.com/2009). Ikan tebaran yang tumbuh dengan baik
yaitu Bandeng air tawar, Nila, Karper dan Mujair. Keunikan potensi sumberdaya alam
yang dimiliki oleh perairan Rawa Pening maka Wilayah Rawa Pening dijadikan salah
satu dari sebelas kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan sentra
produksi (KPS) di Wilayah Kabupaten Semarang . Visi dari pemda setempat tentang
Wilayah Rawa Peing yaitu mewujudkan peternakan dan perikanan yang mandiri, maju,
tangguh, efisien, dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya kesejahteraan
masyarakat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007).
Penelitian biologi dan dinamika populasi beberapa species kunci di Rawa pening
diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan perikanan tangkap di Rawa
pening.
http://wisata.kompasiana.com/http://rowopening.blogspot.com/2009
3
1.2. Justifikasi
Penelitian biologi terutama yang menyangkut ruaya, food habits dan bilogi
reproduksi merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan. Ruaya merupakan salah satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk
menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan
kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing (1968) merupakan hal yang
fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui lingakaran ruaya ikan
akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti
penyesuaian, peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan
untuk reproduksi.
Biologi reproduksi merupakan komponen yang menentukan keberadaan stok
ikan. Pada saat ikan matang gonad mau memijah harus dapat menemukan habitat yang
sesuai untuk pemijahan (spawning ground). Musim pemijahan juga memegang peran
penting bagi keberadaan stokm ikan, pada umumnya ikan memijah pada saat musim
penghujan. Dengan diketahuinya informasi tentang biologi reproduksi ikan maka kita
dapat pengaturan daerah larangan untuk dilakukan penangkapan atau waktu penangkapan
saat ikan memijah.
Pola kebiasaan makan (food habits) merupakan komponen biologi perikanan yang
penting diketahui, karena dengan mempelajari food habits bisa mengetahui preferensi
pakan alami ikan dan habitat tempat mencari pakan (feeding ground). Dengan diketahui
4
feeding ground maka kita dapat melindungi habitat sebagai tempat mencari makanan.
Dengan diketahui prferensi makanan ikan maka dalam pengembangan budidaya ikan
maka kita dapat membuat komposisi pakan yang sesuai dengan pakan alami.
Dinamika populasi mempelajari pertumbuhan, mortalitas alami dan mortalitas
penangkapan. Dengan diketahuinya parameter dinamika populasi beberapa jenis ikan
yang dominan di Rawa Pening maka diharapkan mdapat dijadikan landasan untuk
pengelolaan perikanan tangkap.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pola ruaya, biologi dan
dinamika populasi beberapa jenis ikan sebagai bahan masukkan pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap di Rawa Pening
Sasaran
Bahan kebijakan pemerintah daerah untuk pengelolaan sumberdaya perikanan
tangkap di rawa pening.
1.4. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari riset ini adalah:
Tahun ke 1 (2012).
Data dan informasi tentang biologi, ruaya, pertubumhan dan populasi beberapa jenis ikan
ekonomis penting dan dominan.
Data dan infromasi Fisika Kimia perairan
5
Tahun ke 2 (2013)
Data dan informasi tentang tingkat pemanfaatan kegiatan penangkapan ikan di rawa
pening
Monitoring ikan bertanda tertangkap kembali (recapture)
1.5. Manfaat dan Dampak
Manfaat
Tersidianya infromasi tentang biologi dan dinamika populasi ikan di Rawa
Pening, sebagai bahan masukan pengelolaan perikanan tangkap
Dampak
Diharapkan hasil penelitian mempunyai dampak terhadap kelestarian sumberdaya
ikan di Rawa Pening
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik perairan.
Berdasarkan terbentuknya waduk maka secara umum waduk ada tiga macam
yaitu waduk Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk
karena pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10
ha, kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal.
Waduk irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim
penghujan), luasan 10500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan,
fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen,
luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan;
mempunyai funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum,
pengendali banjir. Waduk mempunyai ciri fisik sebagai berikut; banyak teluk, daerah
tangkap hujan luas, garis pantai panjang, pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar
(5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral
luas, tidak terjal seperti danau (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air,
2006.).
Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air
termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam
memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah
tangkap hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk.
Garis pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan.
Banyak teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil
7
Rawa pening merupakan perairan sungai rawa banjiran yang dibendung. Sekitar
9 sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai
Tuntang. Beberapa anak sungai yang masuk ke Rawa Pening antara lain Sungai Torong,
Sungai Bejalen/Sungai Panjang, Sungai Kedung Ringin, Sungai Muncul, Sungai Blolok,
Sungai Ngalik, Sungai Galeh, Sungai Legi. Debit air yang banyak menjadikan Rawa
Pening sebagai irigasi untuk pertanian, pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air.
Berdasarkan sejarah terbentuknya Rawa Pening maka perairan Rawa Pening merupakan
waduk (bendungan) yang sudah mengalami pendangkalan dan sudah banyak ditumbuhi
oleh tanaman eceng gondok, sehingga menyerupai rawa. Sedimentasi yang masuk ke
waduk cukup tinggi, permukaan yang tertutup eceng gondok mencapai 70 %, dan banyak
kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.
Semarang, 2007).
Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan
bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawa-
rawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun
1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500
Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan
untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah
tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang
akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi
organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut
mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai
ke dasar danau.
8
Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone
D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya
memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara
25OC - 29
OC serta kelembaman udara antara 70-90%. Berdasarkan data dari Biro Pusat
Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan
curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan
(bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau
selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak
masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September. Lebih jelasnya
lihat hydrograph curah hujan harian dua stasiun rata-rata tahun 2003 2007.
Kondisi hidrologi meliputi kondisi air permukaan dan air tanah. Kondisi ini sangat
dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan jumlah curah hujan. Berdasarkan topografi
Danau Rawapening terletak di daerah yang rendah dan merupakan lembah yang
dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali
Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah air di danau mengalami penambahan terus-
menerus, sementara air yang keluar hanya sedikit. Namun penambahan air juga
membawa material-material yang diendapkan di danau sehingga memberi sumbangan
endapan yang cukup besar.
Jenis tanah atau jenis endapan di danau adalah kedap air, sehingga danau mampu
menampung air. Vegetasi yang ada disekeliling danau cukup banyak sehingga mampu
untuk menyimpan air dan mengeluarkannya melalui mata air-mata air yang mengalir ke
danau melalui sungai dan mata air. Dengan demikian jumlah air di Danau Rawapening
dipengaruhi langsung oleh banyaknya curah hujan, air tanah yang muncul sebagai mata
9
air (spring), aliran permukaan (air sungai), dan secara tidak langsung oleh kondisi
topografi dan aktifitas manusia. Oleh karena sedimentasi terjadi secara terus-menerus,
maka sejak tahun 1970 pada saat musim penghujan danau ini sering di landa banjir
terutama di DAS Tuntang Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobogan.
Aliran air sungai yang masuk ke Danau Rawapening berasal dari pemasukan air
tanah yang terdapat di tempat yang lebih tinggi, yakni aliran influen dengan tipe
konsekuen. Sungai-sungai yang mengalir ke Danau Rawapening terdiri dari:
(1) Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung
Sub DAS Galeh melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa
Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan
desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan
Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha.
(2) Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong
Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa
Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di
sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga
melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem
dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas
wilayah 2.687 ha.
(3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang
Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan
(Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren,
10
Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di
sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha.
(4) Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi
Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan
sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng
gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening.
(5) Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat
Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa
Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub
DAS Parat berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35
ha yang meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang)
Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan
mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur.
Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi
Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa
Nogosaren.
(6) Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten
Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur,
Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe.
(7) Sub-DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin
Sub DAS Rengas hanya melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan
meliputi kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kupang dan desa Mlilir. Berdasarkan
11
letaknya sub DAS Rengas berada di sebelah utara Danau Rawapening, dengan luas
wilayah 1.751 ha.
(8) Sub-DAS Kedung Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin
Sub DAS Kedungringin melewati daerah Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo,
Lopait dan Desa Tuntang). Sub DAS Kedungringin berada di sebelah timur Danau Rawa
Pening, dengan luas catchment area 774,86 ha. Di sub-sub DAS Kedungringinmengalir
sungai Ngreco, Ndogbacin dan sungai Praguman, yang ketiganya bermuara di Danau
Rawapening. Sub DAS Kedungringin merupakan sub DAS yang paling kecil, dengan
mata air di sekitar Gunung Kendil.
(9) Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis
Sub DAS Ringis melewati daerah Kecamatan Tuntang tepatnya di Desa Jombor,
Kesongo dan Desa Candirejo serta Kecamatan Sidorejo (Kelurahan Sidorejo, Blotongan),
dan Kecamatan Argomulyo (Kelurahan Pulutan dan Mangunsari) Kota Salatiga. Sub
DAS Ringis berada di sebelah timur Danau Rawapening luas catchment area 1.584,84 ha
yang terdiri dari 7 desa/Kelurahan 3 Kecamatan (Tuntang Kabupaten Semarang,
Sidomukti dan Sidorejo Kota Salatiga). Di sub-sub DAS Ringis mengalir Sungai Tengah
dan Sungai Tapen, yang keduanya bermuara di danau Rawapening.
12
Gambar 1. Peta DAS di Rawa Pening
13
2.2. Biologi Perairan.
Perairan waduk merupakan habitat bagi organisme air, ada lima kelompok utama
organisme perairan di waduk yaitu yaitu:
2.2.1. Plankton
Plankton merupakan organisme air yang hidupnya melayang di perairan, arah
peregerakanya sangat ditentukan oleh arus. Ada dua macam plankton yaitu fitoplankton
dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton nabati (tumbuhan) sedang
zooplankton merupakan plankton hewani. Plankton merupakan organisme yang penting
dalam rantai makanan di perairan yaitu sebagai pakan alami bagi larva ikan. Plankton
nabati merupakan jenis plankton yang punya zat hijau daun, dapat melakukan proses
fotosintesa mengasilkan oksigen dan bahan organik (Effendie, 1997). Beberapa genera
fitoplankton ditemukan di Rawa Pening sebagai indikator bahwa perairan tersebut sudah
masuk katagori eutrofik yaitu Fragillaria, Melosira, Stepanidiscus, Anabaena,
Mycrocystis, Oscilatoria, Asterionela. Menurut Leyli (2009) ada 10 jenis fitoplankton
yaitu: Closterium sp, Cooneis sp, Microcytis sp, Navicula sp, Nitzchia sp, Perinidium sp,
Actinastrum sp, Scenedesmus sp, Staurastrum sp, Synendra sp. Menurut Wijaya dan
Hariyati (2009) kelimpahan fitoplankton tertinggi di daerah Asinan 122 ind./L yang
didominansi oleh Melosira. Nilai rata-rata produktivitas primer di Rawapening adalah 7,17
g C/m2/hari dengan kisaran 6,2 9,2 g C/m2/hari. Dari kriteria kualitas air untuk kesuburan
perairan maka berdasarkan nilai tersebut dinyatakan berkesuburan tinggi sampai sangat
tinggi (eutropik) (Suparjo, 2005). Kelimpahan suatu populasi fitoplankton di perairan akan
cenderung menarik zooplankton dalam proses pemangsaan, sebaliknya dibagian perairan
yang lain dimana jumlah zooplankton relatif sedikit (adanya migrasi) maka akan terjadi
perkembangan populasi fitoplankton kembali apabila didukung oleh potensi unsur hara
14
yang cukup. Oleh karena itu kompetisi untuk menggunakan oksigen, ruang, makanan,
maupun cahaya matahari, akan berpengaruh terhadap kelimpaha planton diperairan
tersebut. Dari dasar tropodinamik didalam ekosistem perairan yang tergenang seperti
Rawapening pendugaan tingkat kesuburan dapat dilakukan melalui evaluasi jumlah
populasi fitoplankton yang ada. Jenis dari zooplankton air tawar terdiri dari protozoa,
rotifera, cladocera, dan capepoda.
Menurutwinner (1975), untuk perairan tergenang yang telah mantap pada
komunitas zooplanktonnya akan didominer oleh udang-udangan kecil
(cladocera/copepoda), rotifera dan protozoa yang tidak berpigmen serta beberapa larva
dari insekta. Oleh karena itu Landner (1976) memberikan penilaian kualitas perairan
berdasarkan komonitas zooplankton yang kriterianya dinyatakan dalam jumlah per liter
zooplankton rotifera dan udang-udangan kecil (cladodera, copepoda) yang dihubungkan
dengan tingkat kesuburan dan produktivitas perairannya. Kandungan rotifera di perairan
Rawapening rata-rata sebanyak 422 ind/l dengan kisaran 316 586 ind/l, sedangkan
udang-udangan kecil (cladosera, copepoda) rata-rata sebanyak 96 ind/l dengan kisaran 66
133 ind/l. Dari kriteria yang diberikan Landner (1976) berdasarkan 183 kelimpahan
rotifer dan udang-udangan kecil, maka perairan Rawapening dikatakan sangat subur.
2.2.2. Bentos
Bentos yaitu organisme air yang hidupnya di dasar perairan, bersifat menetap tidak
banyak mengadakan perpindahan. Bentos memakan bahan organik yang mengendap di
dasar perairan. Peran bentos dalam rantai makanan yaitu sebagai pakan alami ikan yang
hidupnya di dasar seperti ikan Lele (Clarias). Beberapa macam bentos yang terdapat di
15
perairan Rawa Pening yaitu: a).Cacing (Tubificidae) dari genus: Aulodrilus, Limnodrilus,
b). Serangga air (Insect) dari genus: Parachironomus, Clinotypus.
2.2.3. Macrophyta (tanaman air)
Tanaman air ada yang mengapung contoh eceng gondok (Ecornia), ada yang
tenggelam contoh Hydrilla, ada yang mencuat contoh teratai. Tanaman air mempunyai
zat hijau daun dapat melakukan fotosintesa menghasilkan oksigen dan bahan organik.
Dalam biologi perairan, tanaman air berperan sebagai makanan ikan, tempat naungan
anak ikan, tempat menempel perifyton, tempat pemijahan ikan. Gulma air seperti
Eichhornia crassipes dan Salvinia cucullata tumbuh dengan subur yang menyebabkan
ketidakseimbangan ekosistem Danau Rawa Pening. Sementara itu di sisi yang lain H.
verticillata merupakan habitat bagi berkembang biaknya Caridina laevis. Keberadaan C.
laevis di danau Rawa Pening memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan
ekologis yaitu sebagai pemakan alga, sisa materi organik dan juga makanan bagi ikan dan
udang air tawar lainnya. C. laevis merupakan salah satu jenis udang air tawar dan
masyarakat sekitar Rawa Pening cenderung menggunakan istilah rebon untuk
menyebut C. laevis yang jauh lebih kecil dari udang biasa (Sulistyo 2003). Tanaman air
yang berkembang pesat di Rawa Pening yaitu Eceng Gondok, Hidriola dan Nayas.
Keberadaan tanaman air tersebut trutama eceng gondok yang telah menutup 70 % luas
perairan sangat mengganggu transportasi air dan menghambat penetrasi sinar matahari ke
perairan (Wibowo 2004).
Menurut Balai PSDA Jragung Tuntang (2010) laju pertumbuhan eceng dondok di
Rawa Pening dan sekitarnya telah meningkat tajam dan mulai mengganggu pasokan air
ke PLTA Jelok. Saat ini eceng gondok telah menutupi kanal dari Rawa Pening menuju
16
PLTA Jelok mencapai 1.800 m2. Debit air yang mengalir dari Rawa Pening menuju Jelok
saat ini sebesar 8,36 m3/detik. Sedangkan yang mengalir di saluran irigasi sekitar 0,5
m3/detik. Dengan debit air sebesar itu, hanya mampu menggerakkan tiga dari empat
turbin yang ada. Untuk memperlancar aliran air, eceng gondok tersebut dibuang lewat
pintu dam Jelok.
2.2.4. Nekton
Nekton adalah jenis organisme air yang dapat bergerak bebas di perairan contoh
ikan, udang. Nekton merupakan jenis organisme air yang mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi dibanding organisme air lainnya. Beberapa jenis ikan ekonomis penting dan
dominan yang terdapat di perairan Rawa Pening yaitu: Nila (Oreochromis niloticus,
Linn), Gabus (Channa striata). Menurut Leyli (2009) ada 14 jenis ikan yang mudah
ditemui di Rawa pening Kabupetan Semarang yaitu: Rasbora lateristriata, Rasbora
jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius binotatus,
Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus, Trichogaster
pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica, Trorichthys meeki, Channa
melasoma, Aplocheilus panchax, belut, bulus.
2.2.5. Neuston
Neuston adalah organisme air yang mengapung di permukaan air termasuk
serangga air yang berada di permukaan perairan. Peran neuston dalam rantai makanan
yaitu sebagai makanan ikan. Serangga air termasuk dalam neuston, banyak terdapat di
perairan yang banyak tumbuhan air. Beberapa jenis ikan yang memakan serangga air
yaitu Nila (Oreochromis niloticus, Linn), Mujair (Oreochromis, mussambicu), Melem
(Osteochilus spp).
17
2.3. Fisika Kimia Perairan.
Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa
sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan
petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk
memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar
perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya.
Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani
dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol
penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di
butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang
berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme
sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara
langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada
konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi
organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan
organ organisme ( Djojosumarto, 2008).
Furadan 3G adalah salah satu jenis dari pestisida yang sering digunakan para
petani di lahan pertanian sekitar Danau Rawa Pening. Furadan 3G termasuk jenis
insektisida-akarisida-nematisida karbamate, dengan bahan aktif karbofuran 3% dan
berbentuk butiran, pestisida ini efektif memberantas hama khususnya serangga. Cara
penggunaan Furadan 3G dengan menyebarkan disekitar tanaman, dan jika sudah berada
dalam lingkungan memiliki waktu paruh 30-60 hari. Sifat racun dalam karbofuran
sebagai racun kontak dan racun perut, yang berpengaruh terhadap jalannya impuls syaraf,
18
yakni pada tranmisi aksonal, reseptor asetilkholin atau asetilkholinesterase (
Djojosumarto, 2008 ). Furadan 3G masuk ke perairan Rawa Pening dalam konsentrasi
kecil dan bersifat sublethal atau mempengaruhi secara perlahan, tetapi dari efek sublethal
tersebut kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan Caridina laevis untuk
menetaskan telurnya dan keberhasilan persentasennya kira-kira 85% dari jumlah telur
yang dihasilkan. Dari sifat sublethal tersebut kemudian dilakukan penelitian dengan
tujuan penelitian pada berbagai macam konsentrasi Furadan 3G terhadap kemampuan
penetasan Caridina laevis.
Menurut Wibowo 2004, Perairan Rawa Pening sudah dalam kondisi eutrofik
(kesuburan tinggi). Kecerahan rata rata 118,07 cm, kandungn nitrogen 0,746 2,88
mg/L, total fosfor rata rata 0,260 mg/L, klorofil 4,47 21,72 g/L. Menurut Effendi,
2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar Fospor total
kurang dari 10 (g/ l), Nitrogen total kurang dari 200 (g/ l),Klorofil-a kurang dari
4 (g/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (g/l), Nitrogen
total 200-500 (g/ l ), Klorofil a 4-10 (g/l ). Sedangkan perairan eutrophic mempunyai
kadar Fospor total lebih besar 20 ( g/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 ( g/ l ),
Klorofil-a lebih besar 10 ( g/ l ).
Konsentrasi phosphat pada akhir tahun 2017di perairan Rawa Pening lebih dari
0,2 mg/L. Kadar phosphat ini melebihi baku mutu kualitas air kelas II yang mempunyai
fungsi peruntukan untuk perikanan (PP No. 82 tahun 2001). Oleh karena itu apabila tidak
ada perbaikan kualitas air, pada masa sepuluh tahun mendatang Danau Rawa Pening
tidak layak untuk dijadikan tempat budidaya ikan. Selain itu kandungan phosphat dalam
perairan lebih dari 0,01 mg/L akan menyebabkan pertumbuhan ganggang yang tidak
19
terkendali pada badan air atau disebut eutrofik. Meskipun kadar nitrat masih di bawah
baku mutu kualitas air kelas II yaitu di bawah 10 mg/L, keberadaannya bersama dengan
phosphat kadar tinggi akan menyebabkan tumbuhnya ganggang dan kekurangan oksigen
dalam air (Budiarjo dan Haryono, 2007).
Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan
suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin dingin.
Namun pada kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang menyolok.
Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan
hypolimnion. Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada permukaan, suhu panas.
Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu yang tajam.
Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin (Mitsch
and Jorgensen 2004).
Perairan waduk yang dalam berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka
lapisan Fotik dan Afotik. Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya matahari
yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses fotosintesa,
kondungan oksigen relatip tinggi. Sedangkan lapisan afotik merupakan lapisan yang
berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas
fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses
dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan
fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk
kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut.
Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus
maka suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi
20
perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke
atas. Peristiwa ini disebut UP-WELLING (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan
nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas
beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga
akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring
Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata,
peristiwa tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan UMBALAN.
Selanjutnya dikatakan oleh Krismono, 2003 bahwa terjadinya Upwelling di
waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, kelimpahan
Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya kedalaman air di inlet.
Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan
menyebabkan kematian masal bagi ikan.
2.4. Kegiatan Perikanan Tangkap.
Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan.
Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok
mempunyai anggota antara 15 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa
ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok.
Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan
rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan
untuk melakukan pembinaan.
Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton 1.134
ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air
tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang.
21
Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang
Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat
Beranjang Kerap, Jala, Jaring.
Ketentuan penangkapan ikan dengan alat Beranjang Kerap. Beranjang Kerap
ukuran mata jaring minimal 0,5 inch, luas lahan per unit maksimal 20 m x 20 m, jarak
antar beranjang minimal 20 m, ukuran beranjang maksimal 2 m x 2 m, pemasangan
beranjang harus pada alur sungai di Rawa Pening. Ketentuan kegiatan penangkapan ikan
dengan Jala yaituukuran mata jaring minimal 2 inch. Ketentuan penangkapan ikan
dengan alat Jaring yaitu ukuran mata jaring minimal 2 inch, tinggi jaring maksimal 1 m,
panjang jaring maksimal 1.000 m.
Perda Kabupaten Semarang Nomor 25 tahun 2001 juga mengatur tentang zona
penagkapan ikan. Perairan Rawa Pening dibagi dalam tiga zona yaitu zona suaka, zona
penangkapan dan zona budidaya. Zona suaka yaitu zona tertutup untuk umum, mupakan
tempat berkembang biak ikan. Zona penangkapan merupakan zona untuk usaha
penangkapan ikan. Zona penangkapan dibagi menjadi tiga yaitu untuk alat tangkap
beranjang, alat tangkap sodo tarik, alat tangkap lainnya (jaring, jala dll).
2.5. Kegiatan Perikanan Budidaya.
Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa pemeliharaan ikan dalam
keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001 luas maksimal lahan yang
dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400 m2, luas lahan yang
diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m2, Jumlah kelompok pembudidaya ikan
ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan
Nila, Karper dan Lele.
22
Zona budidaya Keramba Jaring Apung juga sudah diatur dalam Perda yaitu Sub
zona Muncul 1,5 ha, Sub zona Talang Alit 1,5 ha, Sub zona Puteran 1,5 ha, Sub zona
Cobening 1,5 ha, Sub zona Sagalok 1,5 ha, sub zona Sumenep 1,5 ha, Sub zona Nglonder
1,5 ha, Sub zona Serondo 1,5 ha, Sub zona Sumurup 1,5 ha dan sub zona Tuntang 1,5 ha.
Ikan mas/tombro/waderbang/bader (Cyprinus carpio)pada umumnya dipelihara di
karamba sungai maupun di danau pada umumnya di berbagai tempat di Jawa. Budidaya
jenis ikan mas menggunakan karamba di rawa pening tidaklah cocok, kenapa?
Menurut Leyli (2010) budidaya ikan mas di rawa pening dengan karamba akan
meningkatkan kandungan organik dalam air yang memperkeruh air. Hal ini akan
mempengaruhi kemampuan sinar matahari untuk menembus air dan mengurangi intesitas
fotosintesis ganggang dan tumbuhan air lainnya, sehingga mengarah ke penurunan
produktifitas rawa, dimana kandungan oksigen air rawa yang disuplay dari alga dan
tumbuhan rawa seperti Hydrilla otomatis akan berkurang. Produktivitas sejumlah species
juga akan terganggu, dan juga budidaya karamba ikan mas ini akan menghilangkan
sumber makanan di bawah atau didasar rawa sekitar karamba. Akan banyak sisa makanan
karamba yang jatuh ke dasar rawa, makanan sisa yang tidak terkonsumsi menyebabkan
pembusukan, meningkatkan suspensi yang memperkeruh dan mengurangi akses mahatari
ke dasar rawa dan ini merupakan sebab utama penurunan oksigen dirawa.
Ikan mas termasuk ikan yang membutuhkan oksigen continyu siang dan malam,
sementara di rawapening, tinggkat oksigen dimalam hari akan mendekati 0.
Alasan lain adalah; rawapening pada umumnya dangkal.
23
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi
Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari-Desember 2012 di Rawa Pening,
Kabupaten Semarang.
3.2. Kebutuhan data
3.2.1. Analisis Fisika kimia perairan
Sebagai data dukung lainnya maka diamati pula beberapa parameter kualitas air yaitu:
Suhu, Kecerahan, Conductivity (DHL), pH, CO2, alkalinitas, BOD, TSS, TDS berdasarkan
metode APHA 1986 (Tabel 1).
Tabel 1. Parameter dan Metode Analisis Sampel Air
Parameter Satuan Metode dan peralatan
1. Suhu 0 C Insitu. Termometer
2. Kecerahan cm Insitu. Piring sechi
3. DHL S/ cm Insitu. SCT meter
4. pH pH unit Insitu. pH universal indicator
5. Karbondioksida mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri
dengan NaOH sebagai titrant
6. Oksigen terlarut mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri
dengan larutan thiosulfat sebagai
titrant.
7. Alkalinitas mg/L Insitu, metode Winkler, titrimetri
dengan larutam H2SO4 sebagai
titrant
8. PO4 mg/L Metode Vanadate molibdate,
Spectrophotometric
9. NO3 mg/L Metode Nessler, Spectrophoto
metric.
10. TN Mg/L Metode Nessler, Spectrophoto
metric Sumber (Source): APHA 1986
24
3.2.2. Biologi Ikan
Metoda dan analisis yang akan digunakan dalam kegiatan ini dan data yang
dikumpulkan adalah TKG, Fekunditas, ekosistem dan habitat perairan, sebaran jenis ikan
dan food habits serta penyajian dengan tabulasi data, peta, analisis keanekaragaman ikan
(indeks Shannon) dan grafik tertera pada (Tabel 2).
Tabel 2. Metode Analisis Biologi Ikan
Data / Parameter Metoda/Peralatan Penyajian/Analisa
-TKG
-Fekunditas
- Nikolsky
- Gravimetri
- Tabulasi data
- Grafik/Histogram
Tipe Ekosistem dan
Habitat Perairan
- Observasi Lapangan
- Peta
- Photo
Sebaran Jenis Ikan
- Sampling Hasil Tangkapan
Nelayan
- Blanko Isian (enumerator)
- Percobaan penangkapan
- Penentuan posisi dengan GPS
- Peta
- Analisa Keaneka
ragaman Ikan
(Indeks Shannon).
Food habits
- Index of Preponderance
- Frekuensi kejadian (untuk
ukuran kecil/benih)
- Tabulasi data
- Grafik/Histogram
Ruaya Tagging Peta ruaya
3.2.3. Dinamika Populasi.
Tabel 3. Metode Analisis Dinamika Populasi
Data / Parameter Metoda/Peralatan Penyajian/Analisa
Parameter Pertumbuhan Data release dan recapture tagging
- VBGF
- Regresi analisis
Mortalitas Alami Length frequency, FISAT
Empiris Pauliy, D
Mortalitas Penangkapan Length frequency, FISAT Jones and Van
25
(F) dan Total (Z)
Zalinge analisis Plot
Tingkat eksploitasi (E) Length frequency, FISAT Pauliy, D
Pendugaan populasi Pelepasan dan penangkapan
kembali ikan bertanda
Petersen
3.2.4. Ruaya
Penelitian tentang ruaya ikan dilakukan percobaan penandaan (tagging experiment)
pada ikan untuk mengetahui pola ruaya dan pertumbuhannya di Rawa Pening. Sebelum
dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada masyarakat dan nelayan
di sekitar waduk Rawa Pening tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan Gun tags dan
TBA dan PDS (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dipasang ke tubuh ikan pada sirip keras
punggungnya (contoh pada gambar). Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang
(cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya
dilepas di perairan. Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat
tanggal ditemukan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap (Form
1), selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan atau
kepada petugas dilapangan yang telah ditunjuk sebagai pengumpul catatan dari nelayan.
Tempat pelepasan ikan bertanda harus sama dengan tempat tertangkapnya ikan tersebut,
ukuran ikan harus mewakili dari ukuran kecil sampai ke yang besar. Percobaan penandaan
ikan harus mewakili saat musim kemarau dan musim penghujan. Monitoring ikan bertanda
ini akan dilakukan terus dan dilanjutkan ke tahun berikutnya.
26
3.3. Teknik pengumpulan data
Sampling dan observasi lapangan akan dilakukan sebanyak 4 kali yang mewakili musim
kemarau dan penghujan yaitu pada bulan Maret, Mei, Juli, Oktober 2012. Penelitian bersifat
survei lapangan dan studi kasus di Rawa Pening, Kabupaten Semarang.
3.3.1. Metode analisis data
3.3.1.1. Analisis Fisika-Kimia Perairan
Data fisika-kimia perairan yang diperoleh selama survei lapangan akan ditabulasikan kemudian
diuraikan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan lain-lain.
3.3.2. Analisis Biologi ikan
3.3.2.1. Hubungan Panjang bobot
Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Effendie (1979) yaitu :
W = aLb
Keterangan:
W = berat ikan (gr)
L = panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta regresi
Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau
penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb :
Ho : b = 3
H1 : b 3
T hitung dihitung menggunakan rumus sbb :
T hit = 1
21
S
3.3.2.2.Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan
isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :
5
310x
L
WK
27
Keterangan :
K = faktor kondisi
W= berat rata rata ikan (gr)
L = panjang rata rata ikan (mm)
Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b3) maka faktor kondisi dapat
dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :
ncL
WKn
Keterangan :
Kn= faktor kondisi nisbi
W= berat rata rata (gr)
c = a
n= b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.
3.3.2.3. Kebiasaan makan
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan
menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi
kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979).
Metode frekuensi kejadian
Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai
bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat
pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan
yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan
yang berisi nyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti
namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat
frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam
persen.
Metode volumetrik
28
Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian makanan tadi
dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas kertas saring supaya
airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing organisme yang dapat
dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak
dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume
makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor
ikan.
Vi x Oi
IP = ------------- x 100
Vi x Oi
Keterangan :
Vi = persentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
IP = Index of preponderance
3.3.3. Analisis Biologi Reproduksi
3.3.3.1. Nisbah kelamin (Sex ratio)
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang
diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :
Rasio kelamin = J/B
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan
uji Chi-square (Walpole, 1993).
29
3.3.3.2. TKG
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997 yaitu:
Tingkat I : Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti benang,
butir telur belum kelihatan.
Tingkat II : Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat
terlihat dengan kaca pembesar.
Tingkat III : Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna kuning,
butir telur mulai kelihatan oleh mata.
Tingkat IV : Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna kuning,
butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah keluar, siap
memijah.
Tingkat V : Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam
ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.
Ukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber
(Udupa, 1986) dengan persamaan sebagai berikut:
m = (Xk + X/2) (X, pi )
Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan:
Antilog (m lebih kurang 1,96 (var(m))
Keterangan :
M = Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m)
m = Log panjang ikan pada kematangan gonad yang pertama
Xk = Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad
X = Pertambahan log panjang nilai tengah kelas
Pi = ri/ni
= perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang
ri = jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i
30
ni = jumlah contao ikan pada kelas ke i
qi = 1 pi
3.3.3.3. IKG (Indeks Kematangan Gonad)
Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992)
dengan Rumus :
Bg
IKG = _________
x 100 %
Bi
Keterangan:
IKG = Indeks kematangan gonad
Bg = Berat gonad (gram)
Bi = Berat ikan (gram)
3.3.3.4.Fekunditas
Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG
IV. Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992). Cara
menghitung fekunditas dengan metode gravimetrik yaitu seluruh gonad yang berisi telur
dikeringkan udara dahulu. Tentukan terlebih dahulu berat kering udara seluruh gonadnya,
demikian pula sebagian dari telur yang akan ditimbang beratnya. Fekunditas ditentukan
dengan menggunakan rumus
G
F = ______
x n
g
Keterangan:
F = jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)
G = bobot gonad tiap satu ekor ikan
g = bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan
n = jumlah telur dari sampel gonad
31
3.3.4. Analisis Dinamika Populasi
3.3.4.1. Analisis Data Pertumbuhan Ikan
Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly 1984:
Lt = L ( 1- e -k(
t to )
)
Lt = Panjang ikan pada saat t (Cm)
L = Panjang infinity (Cm).
k = Koefisien pertumbuhan.
t0 = Umur pada saat panjangnya = 0 Cm.
Dari percobaan penandaan ikan akan didapatkan nilai L (perubahan ukuran, selisih
ukuran saat dilepas dan tertangkap kembali) dan t (perubahan waktu, selang waktu saat
dilepas dan tertangkap kembali). Untuk mencari parameter pertumbuhan (L) dan k dengan
cara membuat analisis regresi L/t = a + b.L (Gulland and Holt 1959 dalam Spare 1992).
L/t = perubahan ukuran/ perubahan waktu.
L = ukuran rata rata panjang antara saat dilepas dan tertangkap kembali.
Besarnya koefisien pertumbuhan yaitu K = -b, sedangkan L = -a/b, besarnya t0 diduga
berdasarkan persamaan empiris Pauly, 1984:
Log (-t0) = - 0,3922-0,2752 Log L - 1,038 Log K.
3.3.4.2. Analisis Pendugaan Populasi
Pendugaan populasi dilakukan dengan mengguakan metode Petersen, metode ini merupakan
metode sensus tunggal dengan cara melaskan ikan bertanda dan menangkap kembali.
Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat di
sekitar tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Alat atau bahan
penandaan yang digunakan dengan menggunakan T. tags dan PDS Tags (Hoggarth,
1994). Bahan penandaan dimasukan ke ikan pada punggungnya. Ikan bertanda dicatat
nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan
32
posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan (Gambar 2 dan 3). Nelayan yang
menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat jenis ikan, nomor tanda, tempat
penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat
melakukan penelitian dilapangan.
Hasil tangkapan ikan Patin dari Nelayan ada yang bertanda dan ada yang tidak ada
tandanya. Berdasarkan metode Petersen maka populasi ikan dapat dihitung sebagai berikut
(Effedie 1992) :
MxC
N = ______
R
Keterangan:
N = Popuasi ikan Patin yang akan di hitung
M = Jumlah ikan Patin bertanda yang dilepas keperairan
C = Jumlah ikan Patin yang tertangkap (tidak bertanda dan bertanda)
R = Ikan Patin bertanda tertangkap kembali.
3.3.5. Analisis Ruaya
Data yang diperoleh dari hasil monitoring ikan bertanda yang tertangkap kembali (recapture)
akan ditabulasi, diuraikan secara deskriptif dan dibuat peta ruaya.
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Daerah.
Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas
2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa,
Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di
bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19
sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai
Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian,
pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.
Semarang, 2007). Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704 LS - 7030 LS dan
1100 2446 BT 11004906 BT, dan berada di ketinggian antara 455 465 meter di
atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan
Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang
- Solo dan Semarang Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa Kota
Salatiga.
Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan
bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawa-
rawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun
1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500
Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan
untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah
tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang
akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi
34
organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut
mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai
ke dasar danau.
Gambar 2. Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup
oleh tanaman air
Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa
sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan
petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk
memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar
perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya.
Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani
dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol
penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di
http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/pano41.jpg
35
butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang
berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme
sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara
langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada
konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi
organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan
organ organisme ( Djojosumarto, 2008).
Gambar 3. Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan
Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan.
Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok
mempunyai anggota antara 15 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa
ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok.
Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan
http://2.bp.blogspot.com/_0OOvrBZD1sc/SxiuXN_Td8I/AAAAAAAAAdA/hAQERPmC2qM/s1600-h/gondok.jpg
36
rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan
untuk melakukan pembinaan.
Gambar 4. Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung
Gambar 5. Alat Tangkap Beranjang
http://3.bp.blogspot.com/_0OOvrBZD1sc/SxbBgWV9ikI/AAAAAAAAAbg/ZVXQVhCCZ5w/s1600-h/keramba.jpg
37
Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton 1.134
ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air
tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang.
Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang
Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat
Beranjang Kerap, Jala, Jaring. Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa
pemeliharaan ikan dalam keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001
luas maksimal lahan yang dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400
m2, luas lahan yang diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m
2, Jumlah kelompok
pembudidaya ikan ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang
dibudidayakan yaitu ikan Nila, Karper dan Lele.
4.2. Betnos.
Selama penelitian didapatkan 10 jenis Bentos, didominansi oleh Gastropoda dan
Oligochaeta. Ditinjau dari segi jumlah maka perairan Rawa Pening merupakan perairan
yang jenis bentosnya tidak banyak, namun kelimpahan bentos Rawa Pening tinggi
berkisar antara 4031- 7109 ind/m3.
Nilai indeks keanekaragaman (H) plankton pada semua stasiun menunjukkan
nilai yang rendah dengan kisaran 1,148 2,03, dengan rata rata H= 1,29. Nilai indeks
kesergaman (E) bentos pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,73-0,98, dengan
nilai rata rata E = 0,77. Rawa Pening mempunyai nilai keanekaragaman bentos rendah.
Dominansi oleh salah satu spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil,
kelimpahan yang tinggi namun keanekaragaman yang rendah merupakan indikasi bahwa
perairan tersebut sudah tercemar. Makanan bentos adalah bahan organik yang ada di
38
dasar perairan. Bahan organik di sungai krengseng berasal dari limbah rumah tangga
dan pertanian , mengingat Rawa Pening berada di lingkungan yang padat penduduk dan
pertanian.
4.2.1. Lokasi : Karamba Jaring Apung Tuntang
Titik 1
Titik 2
: S 7o 1615,08
E 110o 2624,34
: S 7o 1611,7
E 110o 2628,7
Titik 3
Titik 4
: S 7o1610,18
E 110o2634,54
: S 7o1608,29
E 110o2640,79
Waktu : Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)
Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)
Sampling ke 3 (Sabtu, 30 Juni 2012)
Tabel 4. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun
No Spesies Stasiun I Stasiun II
1 2 3 4
Gastropoda
1 Melanoides 9 8 18 18
2 Pleurocera 6 5 0 0
3 Bithynia 4 5 13 11
Bivalvia
4 Anondota 0 0 1 1
5 Corbicula 0 0 4 6
Oligochaeta
6 Lumbriculus 3 3 6 10
7 Tubifex 4 5 6 7
8 Limnodrilus 4 7 10 5
9 Branchiurinae 5 5 9 7
Larva Insecta
10 Chironomous 3 4 0 0
Jumlah 38 42 67 65
Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3
dengan cara sebagai
berikut :
Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m
3
39
Karena disetiap stasiun ada 2 kali ulangan dan setiap ulangan ada 2 volume Grab maka :
Volume per stasiun adalah = 2 x 2 x Volume Grab
= 2 x 2 x 0,002356 m3
= 0,009424 m3
Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,009424 = 106,11 dengan demikian jumlah biota setelah
dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3)
Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan
Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
No Spesies Stasiun I Stasiun II
1 2 3 4
Gastropoda
1 Melanoides 955 849 1910 1910
2 Pleurocera 637 531 0 0
3 Bithynia 424 531 1379 1167
Bivalvia
4 Anodota 0 0 106 106
5 Corbicula 0 0 424 637
Oligochaeta
6 Lumbriculus 318 318 637 1061
7 Tubifex 424 531 637 743
8 Limnodrilus 424 743 1061 531
9 Branchiurinae 531 531 955 743
Larva Insecta
10 Chironomous 318 424 0 0
Jumlah 4031 4458 7109 6898
40
a). Stasiun I
Tabel 6. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan
Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
No Spesies Ni pi lnpi pilnpi -pilnpi KR (%)
Gastropoda
1 Melanoides 1804 0,21 -1,55 -0,33 0,33 21,25
2 Pleurocera 1168 0,21 -1,98 -0,27 0,27 13,76
3 Bithynia 955 0,11 -2,18 -0,25 0,25 11,25
Bivalvia
4 Anodota 0 0 0 0 0 0
5 Corbicula 0 0 0 0 0 0
Oligochaeta
6 Lumbriculus 636 0,07 -2,59 -0,19 0,19 7,49
7 Tubifex 955 0,11 -2,18 -0,25 0,25 11,25
8 Limnodrilus 1167 0,14 -1,98 -0,27 0,27 13,75
9 Branchiurinae 1062 0,13 -2,08 -0,26 0,26 12,51
Larva Insecta
10 Chironomous 743 0,09 -2,44 -0,21 0,21 8,75
Jumlah 8490 H' = 2,03 100
e = 0,98
D = 0,14
E= = 0,98
b). Stasiun II
Tabel 7. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan
Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
No Spesies ni pi lnpi pilnpi -pilnpi KR (%)
Gastropoda
1 Melanoides 3820 0,27 -1,3 -0,35 0,35 25,18
2 Pleurocera 0 0 0 0 0 0
3 Bithynia 2546 0,18 -1,71 -0,31 0,31 18,17
Bivalvia
4 Anodota 212 0,02 -4,19 -0,06 0,06 1,51
5 Corbicula 1061 0,08 -2,58 -0,2 0,2 7,57
Oligochaeta
6 Lumbriculus 1704 0,12 -2,11 -0,26 0,26 12,16
41
7 Tubifex 1380 0,1 -2,32 -0,23 0,23 9,85
8 Limnodrilus 1592 0,11 -2,17 -0,25 0,25 11,36
9 Branchiurinae 1698 0,12 -2,11 -0,26 0,26 12,12
Larva Insecta
10 Chironomus 0 0 0 0 0 0
Jumlah 14013 H' = 1,92 100
e = 0,92
D = 0,17
e = = 0,92
4.2.2. Lokasi : Sungai Tuntang
Stasiun I : S 7o 1548,0
E 110o 2702,0
Stasiun II : S 7o 1548,0
E 110o 2702,0
Stasiun III : S 7o 1548,0
E 110o 2628,7
Waktu : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)
-Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)
A. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.1)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 5 3
2 Tubifex sp 1 -
3 Chironomous sp - 5
4 Melanoides spp 7 16
5 Tarebia sp - 1
6 Sulcospira sp - 1
7 Corbicula sp - 1
B. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tengah 1.2)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 1 2
2 Melanoides spp 2 18
3 Tarebia sp 2 1
42
C. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.3)
D.
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 1 2
2 Tubifex sp 3 1
3 Melanoides spp 17 12
4 Tarebia sp - 2
5 Anentome sp - 2
E. Lokasi Stasiun II(titik sampling I/ titik tepi 2.1)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 4 1
2 Tubifex sp 5 -
3 Melanoides spp 33 10
4 Tarebia sp 1 2
F. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tengah 2.2)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 5 1
2 Tubifex sp 2 1
3 Melanoides spp 4 16
4 Anentome sp - 1
5 Chironomous sp - 1
6 Ripistes sp - 1
G. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tepi 2.3)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 6 1
2 Tubifex sp - 1
3 Melanoides spp 40 38
4 Anentome sp - 1
5 Tarebia sp 3 1
6 Corbicula sp 3 -
7 Sulcospira sp 2 -
H. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.1)
No Species Ulangan
1 2
43
1 Branchiura sp 2 -
2 Tubifex sp 1 -
3 Melanoides spp 0 8
I. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tengah 3.2)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp - 1
2 Tubifex sp 1 1
3 Melanoides spp 7 3
4 Tarebia sp 1 4
5 Corbicula sp 3 -
J. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.3)
No Species Ulangan
1 2
1 Branchiura sp 1 -
2 Tubifex sp 1 -
3 Melanoides spp 2 6
4 Tarebia sp 1 2
5 Corbicula sp 2 -
6 Sulcospira sp - 2
Tabel 8. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun
No Species Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 1 2 1 2
Oligochaeta
1 Branchiura sp 7 7 15 3 3 1
2 Tubifex sp 4 1 8 1 2 1
3 Ripistes sp 0 0 0 1 1 0
Insecta
4 Chironomous sp 0 5 0 1 0 0
Gastropoda
5 Melanoides spp 26 46 77 64 9 17
6 Tarebia sp 2 4 4 3 2 6
7 Sulcospira sp 0 1 2 0 0 2
8 Anentome sp 0 2 0 2 0 0
Bivalvia
9 Corbicula sp 0 1 3 0 5 0
Jumlah 39 67 109 75 22 27
44
Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3
dengan cara sebagai
berikut :
Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m
3
Karena disetiap stasiun ada 3 kali ulangan dan setiap ulangan ada 3 volume Grab maka :
Volume per stasiun adalah = 3 x 3 x Volume Grab
= 3 x 3 x 0,002356 m3
= 0,021204 m3
Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,021204 = 47,16 dengan demikian jumlah biota setelah
dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut :
a). Stasiun I
No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C
1 Branchiura sp 14 0,132 -2,024 0,26716 13,2 660,24 0,01744
2 Tubifex sp 5 0,047 -3,057 0,14367 4,72 235,8 0,00222
3 Chironomous sp 5 0,047 -3,057 0,14367 4,72 235,8 0,00222
4 Melanoides spp 72 0,679 -0,387 0,26277 67,92 3395,52 0,46137
5 Tarebia sp 6 0,046 -2,882 0,16139 5,67 282,96 0,0032
6 Sulcospira sp 1 0,009 -4,71 0,04239 0,94 47,16 0,00008
7 Anentome sp 2 0,018 -4,017 0,0723 1,89 94,32 0,00035
8 Corbicula sp 1 0,009 -4,71 0,04239 0,94 47,16 0,00008
Jumlah 106 H'= 1,13574 100 4998,96 0,48696
e = 0,54617
Stasiun II
No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C
1 Branchiura sp 18 0,097 -2,33 0,2263 9,79 848,88 0,00956
2 Tubifex sp 9 0,048 -3,036 0,14572 4,89 424,44 0,00239
3 Chironomous sp 1 0,005 -5,298 0,02649 0,54 47,16 0,00003
4 Melanoides spp 141 0,766 -0,266 0,20375 76,64 6649,56 0,58722
5 Tarebia sp 7 0,038 -3,27 0,12426 3,8 330,12 0,00144
6 Sulcospira sp 2 0,01 -4,605 0,04605 1,08 94,32 0,00012
7 Anentome sp 2 0,01 -4,605 0,04605 1,08 94,32 0,00012
8 Corbicula sp 3 0,016 -4,135 0,06616 1,64 141,48 0,00026
9 Ripistes sp 1 0,005 -5,298 0,02649 0,54 47,16 0,00003
Jumlah 184 H'= 0,91127 100 8677,44
e = 0,41473
45
Stasiun III
No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C
1 Branchiura sp 4 0,082 -2,501 0,20508 8,16 188,64 0,00664
2 Tubifex sp 3 0,061 -2,796 0,17055 6,12 141,48 0,00373
3 Melanoides spp 26 0,531 -0,632 0,33559 53,06 1226,16 0,28155
4 Tarebia sp 8 0,163 -1,814 0,29568 16,33 377,28 0,02665
5 Sulcospira sp 2 0,041 -3,194 0,13095 4,08 94,32 0,00167
6 Corbicula sp 5 0,102 -2,282 0,23276 10,21 235,8 0,01041
7 Ripistes sp 1 0,02 -3,912 0,07824 2,04 47,16 0,00041
Jumlah 49 H' = 1,44885 100 2310,84
e = 0,74456
4.3. Lokasi Sungai Torong
Lokasi Sampling
1. Stasiun I (Sungai Torong)
S 7o 1548,0
E 110o 2702,0
2. Stasiun II (Muara Sungai Torong)
S 7o 1548,0
E 110o 2702,0
3. Stasiun III (Percampuran Sungai Torong dan Rawa Pening)
S 7o 1548,0
E 110o 2628,7
Waktu : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)
-Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)\
-Sampling ke 3 (Sabtu, 23 Juni 2012)
Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi dan Kelimpahan Relatif
Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
Stasiun I Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI(Ind/m3)
1 Tubifex 17 0,515 -0,67 0,342 0,26 51,5 7214,8
Branchiura 4 0,121 -2,12 0,254 0,014 12,1 1697,6
Limnodrillus 4 0,121 -2,12 0,254 0,014 12,1 1697,6
Lumbricus 8 0,243 -1,43 0,343 0,058 24,3 3395,2
N= 33 H"= 1,193
2 Pila 2 0,125 -2,12 0,254 0,0144 12,5 848,8
Tubifex 9 0,563 -0,58 0,325 0,3136 56,3 3819,6
Branchiura 2 0,125 -2,12 0,254 0,0144 12,5 848,8
Lumbricus 3 0,817 -1,66 0,315 0,0361 18,7 1273,2
46
N= 16 H"= 1,148
3 Pila 1 0,09 -2,41 0,217 0,0008 9 424,4
Tubifex 6 0,55 -0,62 0,335 0,2916 55 2546,4
Lumbricus 2 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 848,8
Branchiura 2 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 848,8
N= 11 H"= 1,168
Sampling 1
H = - PiLnPi
= 1,193
e = H / Ln S
= 0,850
Sampling 2
H = - PiLnPi
= 1,148
e = H / Ln S
= 0,828
Sampling 3
H = - PiLnPi
= 1,168
e = H / Ln S
= 0,84
Stasiun II
Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI
(Ind/m3)
1 Tubifex 36 0,54 -0,62 0,335 0,2916 54 15278,4
Branchiura 6 0,09 -2,41 0,217 0,0008 9 2546,4
Limnodrillus 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6
Lumbricus 15 0,22 -1,51 0,332 0,0484 22 6366
Physella 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6
Bellamya 2 0,03 -3,51 0,105 0,00009 3 848,8
N= 67 H'= 1,327
2 Tubifex 22 0,47 -0,75 0,352 0,2209 47 9336,8
Branchiura 8 0,17 -1,77 0,301 0,0289 17 3395,2
Limnodrillus 3 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1273,2
Lumbricus 9 0,19 -1,66 0,315 0,0361 19 3819,6
Physella 4 0,09 -2,52 0,202 0,0006 9 1697,6
Bellamya 1 0,02 -3,91 0,08 0,00004 2 424,4
N= 47 H'= 1,419
3 Tubifex 25 0,49 -0,71 0,348 0,2401 49 10610
Branchiura 8 0,16 -1,83 0,293 0,0256 16 3395,2
Limnodrillus 5 0,09 -2,3 0,23 0,01 9 2122
Lumbricus 9 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 3819,6
Physella 2 0,04 -3,22 0,129 0,0002 4 848,8
Bellamya 2 0,04 -3,22 0,129 0,0002 4 848,8
N= 51 H'= 1,437
Sampling 1
H = - PiLnPi
= 1,327
Sampling 2
H = - PiLnPi
= 1,419
Sampling 3
H = - PiLnPi
= 1,437
47
e = H / Ln S
= 0,738
e = H / Ln S
= 0,792
e = H / Ln S
= 0,802
Stasiun III
Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI
(Ind/m3)
1 Tubifex 12 0,444 -0,82 0,361 0,194 44,4 5092,8
Branchiura 6 0,222 -1,51 0,332 0,048 22,2 2526,4
Lumbricus 5 0,186 -1,71 0,308 0,032 18,6 2122
Physella 2 0,074 -2,66 0,186 0,0005 7,4 848,8
Limnodrillus 2 0,074 -2,66 0,186 0,0005 7,4 848,8
N= 27 H'= 1,373
2 Tubifex 31 0,45 -0,8 0,36 0,2025 45 13156,4
Branchiura 15 0,22 -1,51 0,332 0,0484 22 6366
Limnodrillus 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6
Lumbricus 14 0,2 -1,61 0,322 0,04 20 5941,6
Physella 5 0,07 -2,66 0,186 0,0005 7 2122
N= 69 H'= 1,369
3 Tubifex 15 0,43 -0,84 0,361 0,1849 43 6366
Branchiura 5 0,14 -1,97 0,276 0,0196 14 2122
Limnodrillus 3 0,09 -2,52 0,202 0,0006 9 1273,2
Lumbricus 8 0,23 -1,47 0,338 0,0529 23 3395,2
Physella 4 0,11 -2,21 0,243 0,0121 11 1697,6
N= 35 H'= 1,42
Sampling 1
H = - PiLnPi
= 1,373
e = H / Ln S
= 0,861
Sampling 2
H = - PiLnPi
= 1,369
e = H / Ln S
= 0,851
Sampling 3
H = - PiLnPi
= 1,42
e = H / Ln S
= 0,882
4.3. Plankton.
Selama penelitian didapatkan 18 jenis plankton. Fitoplankton yang mendominansi
adalah jenis Nizschia sp dan Mellosira sp. Ditinjau dari segi jumlah jenis plankton maka
48
perairan Rawa Pening merupakan perairan yang jenis planktonnya tidak banyak, bila
dibanding Waduk lain di luar Jawa seperti Waduk Koto Panjang Riau jumlah jenis
fitoplankton mencapai 36 spesies (Sugiyanti, et al 2009). Kelimpahan fitoplankton Rawa
Pening rendah hanya berkisar antara 330 730 ind/L.
Nilai indeks keanekaragaman (H) plankton pada semua stasiun menunjukkan
nilai yang rendah dengan kisaran 1,026 1,902. Nilai indeks kesergaman (E) plankton
pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,63-0,87. Bila dibanding dengan Waduk
lain diluar Jawa seperti Waduk Koto Panjang yang mempunyai kisaran indeks
keanekaragaman fitoplankton 2,57 2,97 (Sugiyanti et al, 2009), maka Rawa Pening
mempunyai nilai keanekaragaman plankton lebih rendah. Dominansi oleh salah satu
spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil, bila terjadi perkembangan
yang Sangat peasat (blooming) terhadap species tersebut maka akan membawa dampak
negatif terhadap kualitas perairan.
49
Plankton
Tanggal : 3 mei 2012
Lokasi : Keramba Jaring Apung Tuntang
Titik 1 : S 0716'11.2''
E 11026'32.5''
Titik 2 : S 071611.7''
E 11026'28.3''
Titik 3 : S 0716'16.9''
E 11026'22.7''
Hasil Identifikasi Fitoplankton
Sampling 1
Titik 1 (Tepat pada keramba jaring apung)
Genus ni Pi pi In pi H max e D
Nitzschia sp 49 0.1045 0.236 3.89 0.061 0.0109
Pediastrum sp 12 0.0256 0.094 2.48 0.038 0.00066
Melosira sp 272 0.549 0.315 1.84 0.171 0.335
Cherella sp 4 0.0085 0.040 1.39 0.029 0.00007
Staurastrum sp 8 0.0171 0.0695 2.08 0.033 0.0003
Ceratium sp 2 0.0043 0.0 235 0.69 0.034 0.00002
Scenedesmus sp 28 0.0597 0.1683 3.33 0.051 0.00356
Selenastrum sp 37 0.0789 0.2004 3.61 0.056 0.062
Volvox sp 4 0.0085 0.040 1.39 0.029 0.00007
Actinastrum sp 44 0.0938 0.222 3.78 0.059 0.00879
Mougeotia sp 9 0.0192 0.0759 2 .197 0.035 0.00037
50
Titik 2 (100 m dari KJA)
Genus ni Pi pi In pi H max e D
Scenedesmus sp 55 0.075 0.194 4.007 0.048 0.00563
Nitzschia sp 43 0.0587 0.1665 3.76 0.0448 0.00345
Pediastrum sp 9 0.01228 0.0540 2.197 0.0256 0.000151
Selenastrum sp 161 0.2196 0.333 5.08 0.0056 0.0482
Volvox sp 1 0.01228 0.0092 0 0 0.000002
Pandorina ssp 33 0.2196 0.1395 3.496 0.0399 0.00203
Dactilococopsis sp 1 0.0014 0.0092 0 0 0.000002
Staurastrum sp 15 0.0205 0.0797 2.71 0.0294 0.00042
Cymbella sp 2 0.0027 0.0159 0.69 0.023 0.0000075
Cyclotella sp 214 0.292 0.3595 5.366 0.0669 0.0853
Chlorella 6 0.0082 0.0394 1.792 0.0219 0.000067
Melosira sp 193 0.263 0.3513 5.263 0.0667 0.0692
Titik 3 (200 m dari KJA)
Genus Ni Pi Pi In Pi H max e D
Scenedesmus sp 10 0.0342 0.1154 2.3 0.0517 0.00117
Actinastrum sp 20 0.0685 0.1873 2.996 0.06132 0.00469
Nizschia sp 46 0.1575 0.2911 3.829 0.076 0.02481
Pediastrum sp 2 0.0068 0.0339 0.693 0.0489 0.000046
Selenastrum sp 154 0.5274 0.3374 5.037 0.0669 0.02782
Pandorina sp 14 0.0479 0.1455 2.639 0.0551 0.00229
Staurastrum sp 4 0.0139 0.0596 1.386 0.043 0.000193
Mellosira sp 49 0.1678 0.2995 3.892 0.07695 0.02817
Mougeotia sp 33 0.113 0.2464 3.497 0.0705 0.01277
Waktu Sampling
51
Sampling ke-1
( Kamis, 3 Mei 2012)
Sampling ke-2
(Minggu, 27 Mei 2012)
Sampling 2 Tgl 27 mei 2012
Titiik 1 (Tepat pada KJA)
Genus Ni Pi Pi In Pi H max e D
Scenedesmus sp 19 0.04798 0.1457 2.94 0.0496 0.0023021
Actinastrum sp 2 0.0051 0.0269 0.69 0.0389 0.000026
Nizschia sp 161 0.4066 0.3659 5.08 0.072 0.16532
Pediastrum sp 17 0.04293 0.1352 2.83 0.0478 0.001843
Pandorina sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076
Cymbella sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076
Staurastrum sp 15 0.03788 0.1239 2.708 0.0458 0.00143
Mellosira sp 239 0.6035 0.3048 5.476 0.0557 0.3642
Chlorella 2 0.0051 0.0269 0.69 0.0389 0.000026
Selenastrum sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076
Titik 2 (100 m dari KJA)
Genus ni Pi Pi In Pi H max e D
Scenedesmus sp 23 0.06199 0.17238 3.135 0.0549 0.003843
Actinastrum sp 3 0.00809 0.03897 1.099 0.0355 0.000065
Nizschia sp 121 0,32615 0.3654 4.796 0.068 0.106374
Pediastrum sp 18 0.04852 0.14681 2.89 0.0508 0.00235
52
Selenastrum sp 15 0.04043 0.12971 2.71 0.0479 0.001635
Mellosira sp 157 0.42318 0.3639 5.06 0.0719 0.1791
Syanedrra sp 1 0.00296 0.0159 0 0 0.00000724
Staurastrum sp 11 0.02965 0.1043 2.398 0.0435 0.000879
Chlorella 1 0.00809 0.03897 1.099 0.0355 0.000065
Titik 3 (200 m dari KJA)
Genus ni Pi Pi In Pi H max e D
Scenedesmus sp 54 0.10019 0.2305 3.99 0.0578 0.010038
Actinastrum sp 11 0.020408 0.0794 2.398 0.0331 0.000416
Nizschia sp 135 0.25046 0.3467 4.91 0.0706 0.003935
Pediastrum sp 19 0.03525 0.1179 2.94 0.0401 0.001243
Volvox sp 6 0.0113 0.0501 1.792 0.0279 0.000124
Selenastrum sp 16 0.02968 0.1044 2.773 0.0376 0.000881
Mellosira sp 240 0.4453 0.3603 5.481 0.0657 0.19829
Chlorella SP 8 0.01484 0.0625 2.079 0.0301 0.00022
sampling 1 : tgl 27 mei 2012
Lokasi Sampling
1. Stasiun I ( Sungai Torong)
S 0716'53.4''
E 11024'17.1''
2. Stasiun II (Mua