Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
1
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Balai Persuteraan Alam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telur ulat sutera merupakan bahan baku yang sangat penting untuk
keperluan pembuatan benang sutera, yang pada saat ini merupakan salah satu
kegiatan yang penting dalam rangka penciptaan bahan baku untuk kain sutera.
Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas yang tinggi, maka sejak awal
perlu dilakukan penanganan telur ulat sutera.
Penanganan telur ulat sutera secara baik akan menyebabkan hasil kokon
yang tinggin dengan kualitas baik dan selanjutnya akan dapat menghasilkan benang
sutera dengan kualitas yang baik serta rendemen yang tinggi. Untuk penanganan ini
tidak cukup hanya pada saat produksi telurnya saja, namun sampai dengan
bagaimana cara perlakukan penanganan pasca produksi yang meliputi pengepakan
dan pengangkutannya hingga sampai ke petani dan dipelihara sesuai dengan
persyaratan-persyaratan teknis yang diperlukan.
Penanganan telur ulat sutera sangat diperlukan sebab pada masa-masa yang
akan datang cukup banyak permintaan petani akan telur ulat sutera dengan
produksi yang tinggi dan berkualitas baik.
Buku petunjuk teknis ini disusun untuk keperluan melengkapi hal-hal yang
berkaitan dengan penanganan dimaksud dan merupakan pegangan dari para
produsen yang bergerak di bidang telur ulat sutera.
B. Maksud dan Tujuan
Buku Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini disusun dengan maksud
sebagai pedoman, arahan dan pegangan bagi para produsen telur ulat sutera.
Adapun tujuan yang akan dicapai adalah agar produsen dapat menghasilkan telur
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
2
ulat sutera dengan mutu yang baik dan dapat disalurkan kepada konsumen sesuai
dengan kebutuhan serta terjamin kualitasnya.
C. Pengertian-Pengertian
Beberapa pengertian yang akan dipakai dalam Petunjuk Teknis Penanganan
Telur F1 ini antara lain:
1. Chorion adalah selaput terluar pada telur yang bersifat kuat dan kukuh serta
tebal
2. Hibernasi adalah perlakuan dengan cara penyimpanan dengan waktu dan
temperatur tertentu (penetasan buatan) yang dilakukan terhadap telur ulat
sutera
3. Inkubasi adalah suatu perlakuan dimana telur ulat sutera diletakkan ke dalam
ruangan yang bersuhu 25 OC dengan kelembaban 80 %
4. Kotak telur adalah tempat pengepakan telur yang berbentuk kotak dengan
ukuran 20 x 10 cm terbuat dari kayu yang terbungkus dari kain kasa yang
dapat diisi telur ulat sutera sebanyak 20.000 – 25.000 butir (setara 12 – 13
gram)
5. Refrigertaor adalah mesin pendingin yang digunakan untuk mengawetkan
telur ulat sutera
6. Treatment ruangan adalah perlakuan pencelupan telur ke dalam air yang
telah dipanaskan (± 40 OC )
7. Telur sertifikasi adalah telur yang telah diperiksa (diteliti) kualitasnya dan
dianggap aman untuk disalurkan
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
3
BAB II
DASAR-DASAR PENANGANAN TELUR F1
A. Morfologi dan Fisologi Telur Ulat Sutera
Telur ulat sutera berbentuk bulat, dengan panjang 1,3 mm; lebar 1 mm;
tebal 0,5 mm dan berat 0,6 gram. Telur diliputi oleh kulit telur yang pada salah
satu ujungnya terdapat microphyl tempat masuknya sperma ke dalam telur. Telur
menampakkan warna yang berbeda-beda menurut jenis ulatnya. Warna telur
merupakan paduan warna dari warna kulit telur, serasa dan kuning telur.
Di bawah kulit telur terdapat selaput vitellina yang tipis dan transparant.
Di sebelah dalam selaput vitellina terdapat seroso dan embrio, sedang kuning telur
terletak di tengah. Embrio berubah-ubah bentuk dalam proses pertumbuhan. Warna
putih telur kekuning-kuningan, dua sampai tiga hari setelah peletakkan telur
warnanya berubah menjadi merah kecoklatan. Tanda-tanda telur yang akan
menetas terdapat bintik-bintik biru.
Telur ulat sutera kaya dengan zat yang penuh mengandung lemak dan zat-
zat lain yang menjadi sumber bahan untuk pertumbuhan sel telur tersebut. Telur
diliputi oleh selaput bersifat kuat dan kukuh serta tebal dinamakan chorion dan
bagian dalam chorion terdapat selaput tipis yang disebut selaput telur. Chorion
terdiri dari choriorinin yaitu suatu zat putih telur yang mirip dengan keratin.
Telur ulat sutera yang hibernasi akan mengalami masa istirahat (dormancy)
dan telur yang tidak mengalami hibernasi embrionya akan berkembang dengan tidak
mengalami masa istirahat.
B. Perkembangan Embrio
Perkembangan embrio dalam telur ulat sutera sangat kuat kaitannya
dengan penyimpanan dan penanganan telur. Hal ini sangat mempengaruhi
keberhasilan penyimpanan dan pentasan telur. Telur yang disimpan dalam
temperatur tertentu dimana tingkat perkembangan embrio tidak sesuai dapat
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
4
menyebabkan penetasan telurnya kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan
produksi kokonnya rendah.
1. Pembentukan Telur
Di bagian dalam telur, primordial reproductive cells yang berkembang
memisah pada tahap awal dari pertumbuhan embrio akan mencapai tahap
oogonium. Dan akan berkembang terus menjadi sel telur dan membentuk sel
telur dalam larva (pada pertengahan tahap ke-4) akan mencapai oogonium
dan kemudian masing-masing akan berkembang menjadi satu sel telur
pertama dan 7 nurse cells yang diselubungi oleh tunic cells.
2. Pembentukan embrio 2 jam setelah peneluran (suhu 25 OC)
Inti sel telur bersatu dengan inti sperma membentuk zigote, kemudian
mengalami pembelahan sel akan pindah ke bagian marginal dan membentuk
bagian sel tunggal ini akan terus berkembang dan akan berpisah menjadi
benih berbentuk sabuk dan bagian lainnya (sekitar 20 jam kemudian).
Kemudian benih berbentuk sabuk ini mulai mengkerut dari bagian kiri dan
kanannya ke arah bagian perut telur. Kekerutan ini akan berlangsung terus
dan dari bagian kiri kanan akan nampak semacam ”pelintiran”. Pada tahap
ini dapat dibedakan dengan jelas antara bagian kepala dan ekor. Dari
bentuknya, tahap ini dinamakan tahap pembentukkan ”embrio”. Ini akan
terjadi 30 jam setelah peneluran atau 15 jam setelah treatment biasa.
3. Pembentukan Organ
Pada tahap ini bermacam orgam terbentuk dalam tubuh embrio. Bagi telur
yang ditreatment dengan cara biasa, 30 jam kemudian setelah treatment
akan timbul lekukan saraf pada bagian garis tengah embrio dan mass
mesoderma berpisah ke samping kiri kanan.
Pada tahapan ini akan mulai nampak rahang dan dada dari embrio. Dalam
waktu yang sama kepala akan mebentuk segi empat. Bersamaan dengan
proses pertumbuhannya, bagian rahang dan dada akan memanjang dan
bagian kaki mulai nampak pada bagian perut.
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
5
Embrio akan berada dalam tahap ini untuk waktu yang agak lama sebelum
memasuki tahap emrio berbalik. Proses ini akan terjadi 35 jam setelah
treatment.
4. Tahap embrio berbalik
Setelah melewati tahap pembentukan organ, tubuh embrio yang panjang
nampak menonjol dan mulai membentuk pembuluh pernafasan dan kelenjar
sutera. Pada saat yang sama segmen rahang mulai terbentuk dan nampak
perbedaan antara bagian yang akan menjadi kepala dan dada. Selanjutnya,
embrio yang tadinya berada di bagian perut telur dan memanjang sepanjang
lingkaran telur, akan mulai berputar dan bergerak ke belakang sambil
menghadap ke arah bagian perut sedikit demi sedikit dan berakhir pada
posisi yang hampir sama dengan posisi larva. Ini terjadi 3 – 5 hari setelah
treatment.
5. Tahap Penyempurnaan
Setelah selesai berbalik, embrio selanjutnya membentuk bermacam organ
seperti bulu kasar, pembentukan gigi taring, pembentukan warna mata,
pertumbuhan batang tenggorokan, pigmentasi dan rahang.
Permukaan kepala menjadi teratur dan berwarna coklat dan bagian pusat
menjadi tertutup rapat. Pada tahap ini tampak melalui kulit telur, bagian
kepala menjadi kebiru-biruan dan kemudian bagian tubuh mulai berwarna
menyebabkan seluruh tubuh menjadi kebiru-biruan. Ini terjadi 8 hari setelah
treatment atau sesaat sebelum penetasan.
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
6
Gambar 1. Perkembangan Embrio Telur Ulat Sutera
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
7
C. Syarat-Syarat Produsen untuk Menangani Telur F1
Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.56/Menhut-II/2007 tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera pada
tanggal 7 Desember 2007. Dalam Permenhut tersebut disebutkan tentang
pengadaan, pemuliaan, pelepasan, sertifikasi dan peredaran telur ulat sutera.
Pada dasarnya ada beberapa persyaratan untuk menjadi produsen telur F1,
antara lain:
1. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam hal penyimpanan telur ulat
sutera
2. Mempunyai sarana dalam hal penyimpanan telur antara lain refrigerator yang
lengkap
3. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai Persuteraan
Alam persuteraan Alam
4. Ditunjuk atau mendapat ijin sebagai produsen telur ulat sutera dari
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
8
BAB III
TEKNIK PENYIMPANAN TELUR
A. Tanpa Penyimpanan
Pelaksanaan cara ini adalah merupakan cara yang terbaik untuk
pemeliharaan ulat sutera. Hal ini disebabkan telur tidak melalui lagi masa istirahat
(penyimpanan), karena akan dapat mempengaruhi penetasan telur (kalau
penyimpanan kurang hati-hati).
Telur-telur yang baru diletakkan oleh kupu-kupu dibiarkan selama 15 jam
pada suhu 25 OC, kemudian langsung ditreatment HCl, lalu dicuci dan dikeringkan
kemudian dimasukkan ke dalam ruang inkubasi/disalurkan kepada petani. Menurut
pengamatan, daya tetas telur ini rata-rata di atas 90 %.
bertelur 15 jam treatment Inkubasi/penyaluran
25 OC 25 OC
B. Penyimpanan Sebelum Treatment HCl
Cara ini dimaksudkan untuk menunda penetasan telur tanpa mempengaruhi
daya tetas dan daya tahan ulat sutera selama pemeliharaan. Telur tersebut akan
disimpan pada suhu rendah, apabila suhu dinaikkan, maka pembentukkan embrio
akan aktif kembali. Untuk mempercepat penetasan tersebut maka perlu dibantu
dengan treatment.
Cara ini ada 3 perlakuan:
1. Penyimpanan sebelum treatment selama 20 jam – 7 hari
2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari
3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari
Proses pelaksanaan adalah sebagai berikut, setelah peneluran, telur
dibiarkan pada suhu 25 OC dan keadaan ini dibiarkan selama 40 s/d 50 jam atau bila
keadaan telur telah berubah warna menjadi merah kecoklatan. Penyimpanan akan
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
9
lebih aman jika terleih dahulu disimpan pada suhu 15 OC selama 6 – 12 jam.
Selanjutnya dapat disimpan selama 25 – 35 hari pada suhu 5 OC.
Untuk mendapatkan penyimpanan selama 60 hari, telur yang telah
diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 OC lalu dimasukkan ke dalam
refrigerator dengan suhu 5 OC. Selanjutnya disimpan pada suhu 25 OC selama 2O
hari dengan kelembaban harus dipertahankan berkisar antara 80 – 90 %. Jadi
penyimpanan ini akan dapat bertahan sampai 40 hari.
Untuk telur yang penyimpanannya selama 20 jam – 7 hari, maka telur yang
telah diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 O C lalu dimasukkan
ke dalam refrigerator dengan suhu 5 OC.
Untuk lebih jelasnya ketiga perlakuan di atas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
1. Penyimpanan sebelum treatment (20 jam – 7 hari)
bertelur treatment inkubasi/penyaluran
25 OC 25 OC
20 jam – 7 hari
2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari
Bertelur 40 – 50 jam
25 OC
6 – 12 jam
25 OC
4O hari 3–6 jam treatment inkubasi
25 OC 25O C
2O hr
2,5 OC
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
10
3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari
Bertelur 4O – 5O jam
25 OC 25 OC
2 – 6 jam 3–6 jamtreatment inkubasi
15 OC 25 OC 25 OC
25 - 35 hari
5 OC
C. Penyimpanan Telur Setelah Treatment
Penyimpanan telur setelah treatment perlu dilakukan dengan hati-hati
karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam penetasan. Cara ini ada 2 perlakuan :
1. Penyimpanan setelah treatment selama 2O hari
Setelah telur selesai ditreatment segera dikeringkan (dianginkan) dalam
waktu yang singkat, kemudian disimpan kedalam refrigerator dengan suhu 5O
C dan dapat bertahan selama 2O hari.
Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam inkubasi
25 OC 25 OC 25 OC 25 OC
12 jam
2O hari 15 OC
5 OC
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
11
2. Penyimpanan setelah treatment selama 3O hari
Sementara bila diinginkan waktu yang lebih lama (30 hari) telur tersebut
disimpan pada suhu 2,5 OC.
Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam Inkubasi
25 OC
2O hari 2 jam
5 OC 15 OC
1O hari
2,5 OC
D. Penyimpanan Sebelum dan Sesudah Treatment
Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment perlu penanganan dengan
hati-hati, merngingat adanya perbedaan suhu yang sangat tinggi. Jika salah dalam
menentukan lama masa penyimpanan dan tinggi suhu peralihan, maka akan banyak
terjadi telur yang mati (tidak menetas).
Penyimpanan dengan cara ini dimaksudkan untuk menunda perkembangan
embryo, karena itu harus diusahakan agar perbedaan suhu tidak terlalu drastis dan
untuk memperkecil tekanan terhadap telur maka lama penyimpanan ulang
ditentukan tidak lebih dari 10 hari.
Cara ini ada 2 macam :
1. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 12 jam
Telur ulat sutera yang telah mengalami penyimpanan kemudian akan
ditreatment memrlukan suhu peralihan 15 OC sebelum diletakkan pada suhu
25 OC setelah treatment, maka penyimpanan ulang (5 OC) hendaknya
dilaksanakan tidak lebih dari 12 jam.
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
12
Telur Reishin 6 – 12 jam Treatment 12 jam inkubasi/penyaluran
15 OC 15 OC 15 OC
2. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 48 – 110 jam
Bila menginginkan penyimpanan 48 – 110 jam kemudian, maka terlebih
dahulu telur diletakkan pada suhu 15 OC selama 6 – 12 jam, kemudian
disimpan pada suhu 5 OC.
Bertelur Reishin 6 - 12 jam Treatment
15 OC
6-12 jam inkubasi
15 OC
42-98 jam inkubasi
10 hari
E. Penyimpanan Telur Secara Hibernasi
Penyimpanan telur secara hibernasi adalah salah satu cara penyimpanan
telur dengan waktu dan temperatur tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
1. Penyimpanan telur selama 40 – 70 hari
Setelah peletakan telur oleh induk kupu-kupu, telur dibiarkan selamam 1 – 3
hari, ada suhu 25 OC kemudian disimpan pada suhu 5 OC selama 40 – 70 hari,
setelah melewati masa tersebut, telur dikeluarkan untuk diinkubasi. Cara ini
tidaklah begitu baik (penetasan tidak secara serentak).
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
13
1 – 3 hari inkubasi
25 OC 25 OC
4O – 7O hari
5 OC
2. Penyimpanan telur selama 150 hari
Setelah peletakan telur, telur tersebut disimpan pada suhu 25 OC selama 3
hari, begitupun pada suhu 15 OC, 10 O C dan 5O C masing-masing selama 3
hari. Setelah memasuki hari yang ke -50 , telur tersebut disimpan pada suhu
2,5 OC selama 90 hari kemudian setelah memasuki hari yang ke-140 , telur
tersebut dipindahkan pada suhu 5 OC, 10 OC, 15 OC dan 2 OC masing-masing
selama 1 hari dan selanjutnya telur-telur tersebut segera diinkubasi.
3. Penyimpanan telur selama 180 hari
Setelah peletakan telur, telur dibiarkan pada suhu 25 OC selama 20 – 30 hari,
kemudian disimpan pada suhu dingin dengan menurunkan suhunya secara
bertahap, yakni setiap tahapan sekitar 2,5 OC sampai mencapai suhu
terendah 5 OC dan dibiarkan selama 60 hari. Untuk mencegah masih adanya
telur yang belum aktif sebaiknya telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC
selama 60 hari. Bila jumlah seluruh penyimpanan kurang dari 100 hari
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
14
(termasuk suhu 5 OC dan 2,5 OC), maka sebaiknya dilakukan treatment ringan
untuk mendapatkan penetasan yang serentak. Akan tetapi jika dibiarkan
pada suhu rendah lebih dari 120 hari, treatment ringan tidak perlu
dilakukan.
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
15
BAB IV
PENANGANAN PASCA PRODUKSI TELUR F1
A. Pengepakan
Setelah telur dikeringkan diambil sampel masing-masing 0,1 gram,
kemudian dihitung telur yang dibuahi dan tak dibuahi. Pemeriksaan ini dilakukan
sebagai dasar dalam transaksi dan standar pemeliharaan.
Berdasarkan pemeriksaan ini telur ditimbang dengan seksama kemudian
dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kayu yang terbungkus dengan kain
kasa, kemudian kotak telur tersebut ditutup rapi.
Gambar 2. Kotak telur produksi KPSA Perum Perhutani
B. Labelisasi
Maksud dari pemberian label adalah untuk mencegah adanya telur yang
beredar ke petani tanpa melalui pemeriksaan penyakit Pebrine (sertifikasi).
Pemberian label biasanya ditempelkan pada lubang/bagian atas dari kotak telur
untuk memudahkan petani dalam mengenalnya.
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
16
Contoh label adalah sebagai berikut:
KODE NOMOR
JENIS
TGL. PENELURAN
JUMLAH TELUR INDUK (± 25.000 BUTIR)
MACAM TREATMENT
TGL PEMERIKSAAN
PENYAKIT PEBRINE
BEBAS
PENYAKIT
TGL PERKIRAAN MENETAS
PRODUKSI
ALAMAT
C. Pengangkutan Telur
Untuk mendapatkan hasil telur dengan kualitas yang baik sampai di
konsumen, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Telur yang dikirim perlu dipak secara rapi, sirkulasi udara harus baik, serta
dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung dan terkena air.
2. Pengiriman telur dilaksanakan setelah ada permintaan dari
penyalur/konsumen
3. Telur yang disalurkan adalah telur-telur yang sudah mendapat sertifikasi dari
Balai Persuteraan Alam Persuteraan Alam dan dinyatakan aman untuk
disalurkan kepada konsumen
4. Pengiriman telur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perusahaan
ekspedisi dengan pesawat udara, kapal laut atau angkutan darat. Pemilihan
alat angkutan dipertimbangkan menurut jumlah permintaan dan lamanya
waktu pengiriman, disesuaikan dengan tanggal penetasan dan paling lama 9
hari setelah treatment.