TUGAS REVIEW JURNAL
“MOLAR PREGNANCY”
Pembimbing :
dr. Sjafril Sanusi, SpOG
Disusun Oleh:
Selly Marchella Prestika G4A013015
Heriyanto Edy Irawan G4A013016
Muhammad Taufiqurokhman G4A013073
Bagus Sanjaya G4A014074
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi review jurnal dengan judul :
MOLAR PREGNANCY
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
di bagian obstetri dan ginekologi program profesi dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh :
Selly Marchella Prestika G4A013015
Heriyanto Edy Irawan G4A013016
Muhammad Taufiqurokhman G4A013073
Bagus Sanjaya G4A014074
Purwokerto, Desember 2014
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa merupakan
kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili korialis
plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis
terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat
sedikit pembuluh darah (Cuningham, 2006).
Mola Hidatidosa merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas
gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit
berasal dari sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta
pada masa kehamilan, meliputi berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel
trofoblast yang diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola
hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit
(Complete Mola Hydatid, CMH), koriokarsinoma, mola invasif, dan
placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah tipe GTD
tersering ditemukan dan merupakan neoplasma jinak dari sel trofoblast
(McLennan M, 1999).
Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia,
Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di Amerika
Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka kejadian mola
hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000
- 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia dilaporkan terjadi 2 kejadian
kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di Timur Jauh bahkan tercatat 1
kejadian dalam 90 kehamilan. Kehamilan mola dapat terjadi di semua
umur wanita hamil, angka kejadian tersering adalah pada wanita hamil
berusia kurang dari 20 tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun
(Bugti, 2005).
Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan amenore, hiperemesis,
perdarahan pervaginam, uterus lebih dari usia kehamilan, dan kadar b-
hCG lebih tinggi daripada usia kehamilan normal. Pengkuretan merupakan
salah satu terapi evakuasi jaringan mola hidatidosa. Setelah dikuret kadar
β hCG akan menurun secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak
ditemukan lagi (Martaadisoebrat, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mola Hidatidosa
1. Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh
villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa
merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari
vili korialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak.
Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai
tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola
Hidatidosa merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas gestasional
(Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit berasal dari
sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta pada
masa kehamilan. (Cuningham, 2006).
2. Epidemiologi
Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia,
Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di
Amerika Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka
kejadian mola hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1 kejadian
kehamilan mola dari 1.000 - 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia
dilaporkan terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di
Timur Jauh bahkan tercatat 1 kejadian dalam 90 kehamilan.
Kehamilan mola dapat terjadi di semua umur wanita hamil, angka
kejadian tersering adalah pada wanita hamil berusia kurang dari 20
tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun (Bugti, 2005).
3. Faktor risiko
Faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia sebagai berikut
(Cuningham, 2006):
a. Usia
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada
awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat
dijumpai pada wanita berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi
lesi relatif lebih dari 10 kali lipat dibandingkan pada usia 20 sampai
40 tahun.
b. Riwayat Mola
Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 sampai
2 % kasus.
4. Patogenesis
Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast.Pada mola
hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik.Beberapa teori
yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast
yaitu (Prince S.A.etc., 2006) :
a. Teori missed abortion
embrio mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi
gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang
abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke
dalam villi sehigga timbul gelembung.
c. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi
awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke
lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan
fungsinya selama pembentukan cairan.
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi (Cunningham F.G. etc, 2006) :
1. Mola Hidatidosa Komplet (Klasik), jika tidak ditemukan janin.
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel
jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter
sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok
menggantung pada tangkai kecil.Mola hidatidosa komplet tidak
berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX
dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal.Ovum
yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid
yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2
sperma.Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti
buah anggur, dan terdapat tropoblastik hyperplasia.Mola hidatidosa
komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46xx sering, 46 xy
jarang, tapi 46xx nya berasal dari reduplikasi haploid sperma dan
tanpa kromosom dari ovum).Temuan Histologik ditandai oleh:
a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion.
2. Mola Hidatidosa Inkomplet (Parsial )
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin.Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian
villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena. Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari
kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid,
69xxx atau 69xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi
haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia). Mola
hidatidosa parsial / inkomplet memiliki ciri yaitu terdapat jaringan
plasenta yang sehat dan fetus .Gambaran edema villi hanya fokal
dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan
sinsitiotrofoblas.Perkembangan janin terhambat akibat kelainan
kromosom dan umumnya, mati pada trimester pertama.Eritrosit
fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan.Vili
khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma
tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.
Mola hidatidosa sempurna Mola hidatidosa parsial
Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX atau
69, XXY)
Patologi
Fetus Tidak ada sering dijumpai
Amnion, sel darah merah
janin
Tidak ada Sering dijumpai
Edema vilus Difus Bervariasi, fokal
Proliferasi trofoblas Bervariasi, ringan sampai
berat
Bervariasi, fokal, ringan
sampai sedang
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed Abortion
Ukuran uterus 50% lebih besar untuk
masa kehamilan
Kecil untuk masa
kehamilan
Kista theca-lutein 25-30% Jarang
Komplikasi Sering Jarang
Penyakit post mola 20 % Kurang dari 5-10 %
Tabel 2.1 karakteristik mola hidatidosa sempurna dan parsial
5. Patofisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan,
sebutir ovum sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba
uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba
uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40
minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis
tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam
rongga abdomen pada masa fetus (Cunningham F.G. etc, 2006).
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi
yang sempurna.Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu
demikian.Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan.Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan
kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi
janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,
berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai
gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Sebagian dari villi
berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih.Biasanya
tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada
janin.Gelembung itu sebesar bulir kacang hijau sampai sebesar buah
anggur .Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.Di bawah
mikroskop nampak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak
adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast.Pada pemeriksaan
kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua karus mola
susunan sex kromatin adalah wanita.Pada mola hidatidosa, ovaria
dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu
ovarium kadang-kadang pada keduanya.Kista ini berdinding tipis dan
berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran
sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan
ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang
sendiri setelah mola dilahirkan (Cunningham F.G. etc, 2006)
6. Penegakkan diagnosis
a. Anamnesis
Perdarahan pervaginam: Gejala yang paling sering terjadi pada
mola sempurna yaitu perdarahan pervaginam. Jaringan mola
terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus
dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar
dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini
terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa.
Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang
hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic
gonadotropin (HCG).
Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan
takikardia, tremor, dan kulit hangat
(Goldstein, et al, 2008;Kavanagh, et al, 2007)
b. Pemeriksaan fisik
Mola sempurna: Ukuran yang tidak sesuai dengan umur
gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada biasanya pada
usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola
sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung.
Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan
umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan.
Preeklampsia: Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna
mengalami toxemia ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan
darah [BP] >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/d), dan
edema dengan hyperreflexia. Kejang jarang terjadi.
Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter
lebih besar dari 6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium.
Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan
bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien
biasanya mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya
peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini
berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan
kadarnya biasanya menurun setelah mola
Mola Parsial: Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik.
Paling sering ditemukan dengan USG. Pembesaran uterus dan
preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus. Kista
Teka lutein, hiperemesis and hipertiroidism jarang terjadi.
Mola Kembar: Gestasi kembar dengan mola sempurna dan
janin dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi
lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti
ini juga pernah dilaporkan. Wanita dengan gestasi normal dan
mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung dapat
bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang
direkomendasikan. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status
maternal stabil, tanpa perdarahan, tirotoksikosis, atau
hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko
dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar.
Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus
atau amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi
kariotip fetus.
Denyut jantung janin tidak dijumpai
(Goldstein, et al, 2008)
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Kadar beta-HCG kuantitatif: Kadar HCG lebih besar dari
100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblastik
sehat dan meningkatkan kecurigaan bahwa diagnosis
kehamilan mola dapat disingkirkan. Terjadi peningkatan
kadar HCG yang lebih dari biasanya daripada yang
diperkirakan untuk tahap gestasinya.
Darah Rutin: Anemia merupakan komplikasi medis yang
umum,
Serum inhibin A dan activin A: Serum inhibin A dan activin
A telah memperlihatkan peningkatan 7 hingga 10 kali lebih
besar pada kehamilan mola dibandingkan dari kehamilan
normal pada usia kehamilan yang sama. Adanya penurunan
inhibin A dan activin A setelah pengangkatan mola dapat
berguna untuk memonitor remisi
(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)
2) Gambaran Radiologi
Ultrasonografi merupakan baku emas untuk mengidentifikasi
baik mola sempurna maupun parsial. Gambaran khas, dengan
menggunakan teknologi USG pada umumnya, yaitu adanya
pola badai salju (Snowstorm) mengindikasikan vili korionik
yang hidropik. USG resolusi tinggi memperlihatkan adanya
massa kompleks intrauterin yang mengandung banyak kista-
kista kecil.
Ketika kehamilan mola di diagnosa, pemeriksaan thoraks x-
ray sebaiknya dilakukan. Paru-paru merupakan tempat
metastasis paling utama terjadinya tumor trofoblastik
(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)
3) Gambaran Histologik
Mola Sempurna: Jaringan fetus tidak ditemukan dan
proliferasi trofoblastik berat, hidropik villi, dan kromosom
46,XX or 46,XY didapatkan. Sebagai tambahan, mola
sempurna memperlihatkan peningkatan ekspresi
(dibandingkan dengan plasenta normal) dari beberapa faktor
pertumbuhan termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan
c-erb B-2.
Mola Parsial: Jaringan fetus biasanya ditemukan dalam
bentuk amnion dan sel darah merah janin. Hidropik villi dan
proliferasi trofoblastic juga ditemukan.
(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)
7. Penatalaksaan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase:
Evakuasi mola segera dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi
trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum
evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan
sepintas untuk mencari metastasis. Radiografi toraks harus dilakukan
untuk mencari lesi paru.
a. Perbaikan umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan
memerlukan transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok.
Disamping itu evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan.
Persiapan darah menjadi program vital pada waktu mengeluarkan
mola dengan kuretase. Pemberian ureterotonika sehingga uterus
mengecil sehingga dapat mengurangi perdarahan.
b. Evakuasi mola segera
c. Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.
Untuk mola besar, dipersiapkan darah yang sesuai. Zat dilator
serviks digunakan apabila serviks panjang, sangat padat, dan
tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dengan aman dilakukan dalam
anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk
memasukkan kuret plastik pengisap. Setelah sebagian besar mola
dikeluarkan melalui aspirasi dan pasien diberi oksitosin, serta
myometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase secara
menyeluruh tetapi hati-hati dengan kuret tajam dan besar. Bisa
dilakukan laparotomy darurat seandainya terjadi perdarahan yang
tidak terkendali atau trauma serius pada uterus.
Histerektomi
Prosedur tindak lanjut
Tujuan utama tindakan adalah deteksi dini setiap perubahan yang
menuju keganasan. Metode umum tindak lanjut seperti berikut:
a. Mencegah kehamilan selama masa tindak lanjut minimal 1 tahun
b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu
c. Menunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar
yang meningkat atau mendatar perlu dilakukan evaluasi dan biasanya
terapi
d. Setelah kadar normal (mencapai batas bawah pengukuran)
pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan
untuk total 1 tahun
e. Tindak lanjut dapat dihentian dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun
Kadar hCG harus turun secara progresif sampai kadar yang tidak bisa
terdeteksi, karena apabila tidak berarti trofoblas menetap. Peningkatan
kadar hCG mengisyaratkan proliferasi trofoblas yang memungkinkan
keganasan kecuali wanita yang bersangkutan hamil. Apabila kadar
hCG serum mendatar atau naik, apabila tidak ada bukti penyakit di luar
uterus, dan apabila uterus tidak lagi penting untuk reproduksi di massa
mendatang, histerektomi perlu dipertimbangkan. Apabila usia dan
paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi memerlukan
kehamilan, maka histerektomi merupakan mungkin lebih dipilih
daripada kuretase isap. Histerektomi merupakan suatu tindakan yang
logis bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi
penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar.
Tow(1966) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari
40 tahun dengan mola sempurna kemudian menjadi tumor trofoblastik
gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,
histerektomi cukup banyak mengurangi kekambuhan penyakit. Namun
apabila uterus akan dipertahankan, apabila terdapat bukti radiografik
keterlibatan paru, atau terdapat metastase di vagina, pasien diberi
kemoterapi.
8. Komplikasi dan Prognosis
Mortalitas akibat mola saat ini praktis telah berkurang menjadi nol
oleh diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Pada kehamilan
mola tahap lanjut, wanita yang bersangkutan biasanya anemia dan
mengalami perdarahan akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini
dapat menyebabkan morbiditas yang serius. Selain ituhampir 20 persen
dari mola sempurna berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional.
Kehamilan Mola
Seorang wanita sehat usia 37 tahun datang dengan hamil 10 minggu disertai
perdarahan pervaginam. Pemeriksaan fisik memperlihatkan ukuran uterus sesuai
dengan umur kehamilan. Kadar hCG serum 22.000 mIU per millimeter. Pada
USG tidak memperlihatkan adanya detak jantung janing. Setelah mendapat
diagnosis klinis missed abortion, pasien menjalani pengangkatan rahim; hasil
pemeriksaan patologis mengindikasikan mola kehamilan komplit. Bagaimana
seharusnya kasus ini di atasi?
I. Masalah Klinis
Kehamilan mola dibagi menjadi dua, mola parsial dan komplit, yang bisa
dibedakan oleh penampakan morfologis dan pemeriksaan histopatologi dan
berdasarkan pola kromosom. Mola komplit tidak ditemui jaringan embrionik
atau janin. Pada vili korionik, trofoblas bersifat difus dan mengalami
hyperplasia dan pembengkakan, dan trofoblas pada tempat implantasi bersifat
difus, atipia jelas. mola komplit biasanya mempunyai kariotip 46,XX dan
kromosom mola diturunkan dari ayah. Kebanyakan mola komplit
kromosomnya bersifat homozigot dan tumbuh dari ovum kosong yang
dibuahi oleh sperma haploid (23X), kemudian memperbanyak kromosomnya
sendiri, Kromosom pada mola komplit berasal dari ayah, DNA mitokondria
berasal dari ibu.
Berbeda dengan mola komplit, mola parsial mempunyai karakteristik pada
ciri patologis berikut: vili korionik bervariasi besarnya dan mengalami
pembengkakan dan hyperplasia trofoblas fokal; atipia ringan bersifat fokal
pada trofoblas di tempat implantasi; vili yang jelas dan berkelok kelok dan
inklusi stroma trofoblas yang jelas; dan terdapat jaringan embrio atau janin.
Mola parsialbiasanya mempunyai kariotip triploid yang berkembang setelah
pembuahan pada ovum normal oleh dua sperma. Setelah janin dengan mola
parsial teridentifikasi, biasanya terdapat kelainan kongenital yang
berhubungan denga triploid seperti sindakliti dan bibir sumbing.
Mola komplit bisa didiagnosis pada trimester kedua, dengan tanda dan
gejala tertentu umumnya adalah ukuran uterus yang sering membesar lebih
cepat dari biasanya, anemia, toksemia, hyperemesis, hipertiroidisme, dan
kegagalan nafas. Bagiamanapun presentasi klinis dan karakteristik patologis
dari mola komplit berubah sepenuhnya pada lebih dari dua decade. Pada
beberapa kasus antara tahun 1965 sampai 1975 di New England
Trophoblastic Disease Center, pada rerata kehamilan usia 16,5 minggu,
frekuensi gejala yang ada seperti pembesaran ukuran uterus yang berlebih
sebanyak 51%, anemia 54%, toksemia 27%, hyperemesis 26%,
hipertiroidisme 7%, dan kegagalan pernapasan 2 %.
Dengan tersedianya tes yang akurat dan sensitive untuk mendeteksi kadar
hCG dan penggunaan ultrasonografi, penegakan diagnosis sekarang bisa
dibuat pada trimester pertama, bahkan sebelum timbulnya tanda dan gejala
klasik. Untuk contoh, pada beberapa kasus yang didiagnosis antara tahun
1988 sampai 1993, rerata umur kehamilan pada saat diagnosis adalah 11,8
minggu. Pembesaran uterus berlebih, anemia, toksemia, dan hyperemesis
dideteksi ,berturut-turut, hanya 28 %, 5%, 1%, dan 8% pada pasien, dan tidak
ada pasien yang mempunyai gejala hipertiroidisme dan kegagalan
pernapasan. Insiden perdarah pervaginam sebagai gejala juga menurun dari
97% pada kasus-kasus awal menjadi 84% pada kasus-kasus terakhir.
Pasien dengan mola parsial biasanya datang dengan tanda dan gejala dari
missed aborsi atau inkomplit, termasuk perdarahan pervaginam dan ukuran
uterus kecil atau sesuai dengan usia kehamilan, dibanding dengan tampilan
klasik pada mola komplit. Gejala dan usia kehamilan pada diagnosis mola
parsial, tidak seperti diagnosis pada mola komplit, tidak berubah pada
beberapa tahun terakhir.
Tampilan patologis mola komplit pada trimester pertama juga kurang bisa
teridentifikasi disbanding mola komplit pada trimester kedua. Beberapa kasus
dibandingkan temuan patologis pada 23 mola komplit didiagnosis antara
tahun 1994 dan 1997, dengan rerata usia kehamilan 8,5 minggu, dengan 20
riwayat terdiagnosis mola komplit antara tahun 1969 dan 1975, dengan rerata
usia kehamilan 17 minggu. Kasus terbaru, dibandingkan dengan kasus lama,
memiliki diameter villus lebih kecil (5,7 mm vs 8,2 mm). Selain itu juga
mempunyai lingkar hyperplasia trofoblastik lebih kecil (39% vs 75%) dan
nekrosis (22% vs 54%) dan lebih banyak memiliki villus stroma primitive
(70% vs 10%). Neoplasia persisten bisa berkembang pada mola parsial
maupun komplit dan membutuhkan kemoterapi.
II. Strategi dan Bukti
Diagnosis
Pemeriksaan Ultrasonografi
Karena kehamilan mola komplit ditandai dengan adanya pembengkakan vili
korionik, pada ultrasonografi, menemukan pola versikuler mempunyai makna
kuat dalam diagnosis. Dibandingkan dengan mola komplit yang didiagnosa
sebelumnya, mola komplit yang didiagnosa pada trimester pertama
memperlihatkan kavitas yang lebih sedikit dan villi yang lebih kecil.
Meskipun demikian, ultrasonografi masih dapat digunakan untuk mendetekss
banyak kasus. Seperti pada laporan 24 kasus mola komplit pada trimester
pertama (rerata usia kehamilan 8,7 minggu), 17 kasus (71%) terdiagnosis
secara tepat oleh pemeriksaan ultrasonografi. Temuan pada ultrasonografi
yang tidak masuk dalam karakteristik kehamilan mola biasanya disangka
missed aborsi. Kenaikan kadar hCG serum pada pemeriksaan ultrasonografi
bisa membantu membedakan mola komplit awal dengan missed aborsi.
Meskipun demikian, diagnosis pastinya tetap membtuhkan konfirmasi dari
seorang patologis.
Mola parsial juga dihubungkan dengan karakteristik temuan ultrasonografi.
Seperti temuan yang diperlihatkan secara signifikan berhubungan dengan
adanya mola parsial seperti perubahan kistik fokal pada plasenta dan rasio
tranversal ke anteroposterior pada kantung amnion yang lebih dari 1,5;
temuan terakhir bisanya berhibungan dengan triploid. Pada salah satu studi,
ketika temuan keduanya ada, nila prediksi untuk mola parsial sebanyak 87%
meskipun temuan tersebut tidak divalidasi.
Pengukuran hCG
Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hyperplasia pada
kehamilan molar, adanya mola komplit ditandai dengan peningkatan nilai
hCG. Kadar hCG yang lebih dari 100.000 mIU per milliliter sebelum
evakuasi telah di amati pada 30 dari 74 pasien dengan mola komplit (41%)
dalam suatu studi dan 70 dari 153 pasien dengan mola komplit (46%) yang
diikuti di New England Trophoblastic Disease Center.
Dibandingkan dengan mola komplit, mola parsial mempunyai karakteristik
hyperplasia trofoblas yang lebih sedikit. Sehingga, pasien dengan mola
parsial datang tidak pasti mengalami pemingkatan kadal hCG. Telah
dilaporkan kadar hCG serum lebih dari 100.000 mIU per milliliter pada 2 dari
30 pasien dengan mola parsial. Begitu juga, hanya 1 dari 17 pasien dengan
mola parsial pada studi lain yang mencatatkan kadar hCG urin yang lebih dari
300.000,IU permililiter.
Tantangan pada diagnosis patologi
Kesempatan untuk deteksi dini dan evakuasi dari mola komplit telah
membuat diagnosis patologi mendapat tantangan lebih. Mola komplit awal
mempunyai morfologi yang kurang jelas yang bisa membuat kesalahan
klasifikasi sebagai mola parsial atau aborsi hidrofik non mola.
Diagnosis patologi yang tepat didapatkan dari penggunaan sitometri untuk
menentukan ploidy(mola diploid atau triploid) dan melalui penilaian dari
biomarker dari produk gen dari ayah dan ibu. Pada mola komplit dan aborsi
hidrofik diploid, sedangkan mola parsial umumnya triploid. Biomarker yang
mengambil keuntungan dari gen yang tercetak untuk membedakan mola
komplit dari kehamilan lain yang bisa diidentifikasi.Karena mola komplit
umumnya tidak mempunyai kromosom ibu, produk cetakan gen ayah, yang
normalnya diekspresikan oleh hanya kromosom ibu, seharusnya tidak ada.
Sebagai contoh, pada mola komplit, nucleus dari stroma villi dan sel
sitotrofoblas tidak mengekpresikan p57 atau PHLDA2 (Pleckstrin homology-
like domain, family A, member 2), dimana tercetak dari ayah, produk gen
ekspresi dari ibu, meskipun demikian semua kehamilan lainnya, termasuk
moa parsial, di karakteristikkan oleh nuclear immunostaining pada sel ini.
Jadi, mola komplit merupakan diploid dan negative untuk p57 dan PHLDA2,
aborsi hidrofik diploid dan positif untuk p57 dan PHLDA2, dan mola parsial
umumnya triploid dan positif untuk p57 dan PHLDA2.
III. Manajemen
Pasien yang sudah terdiagnosis kehamilan mola harus dievaluasi untuk
melihat potensi komplikasi medis yang terjadi seperti anemia, toksemia, atau
hipertiroidisme. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan fisik dan
laboratorium lengkap, termasuk golongan darah, hematokrit, evaluasi tiroid,
hati, dan fungsi ginjal.
Setelah komplikasi medis telah ditangani, keputusan harus dibuat mengenai
metode terbaik untuk dilakukan evakuasi. Kuret hisap adalah metode optimal
evakuasi, terlepas dari ukuran uterus, pada pasien yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksi, karena mengakibatkan risiko signifikan
yang lebih rendah dari perdarahan yang berlebihan, infeksi, dan
mempertahankan jaringan molar dibandingkan metode yang melibatkan
induksi dengan oksitosin atau prostaglandin. Karena antigen RhD berada di
dalam trofoblas, pasien dengan golongan darah Rh-negatif harus menerima
Rh globulin imun pada saat evakuasi rahim. Pasien yang telah selesai atau
tidak memiliki kepentingan untuk melahirkan dapat dilakukan histerektomi.
Meskipun histerektomi akan mencegah perkembangan invasi secara lokal,
tetapi tidak akan menghilangkan penyakit yang metastasis. Oleh karena itu,
memantau kadar hCG masih diperlukan untuk memastikan bahwa neoplasia
yang menetap tidak akan berkembang.
IV. Neoplasia yang menetap setelah Kehamilan Mola
Neoplasia trofoblas gestasional nonmetastatic atau metastasis dapat
berkembang pada kehamilan mola lengkap atau parsial. Neoplasia
nonmetastatic terjadi ketika jaringan molar atau koriokarsinoma menyerang
dinding rahim dan tidak ada bukti penyakit luar rahim, sedangkan penyakit
metastasis menyebar di luar rahim. Pada tahun 2002, Federasi Internasional
Ginekologi dan kebidanan membuat kriteria baru untuk diagnosis neoplasia
yang menetap setelah kehamilan mola Kriteria ini meliputi kadar serum hCG
yang tidak kembali ke kisaran normal setelah evakuasi, bukti adanya
metastasis, dan diagnosis patologis koriokarsinoma , salah satu dari yang
menetapkan diagnosis neoplasia yang menetap
Insiden kehamilan neoplasia trofoblas setelah kehamilan molar lengkap di
Amerika Serikat telah dilaporkan 18 sampai 29% dan belum terpengaruh oleh
diagnosis dini dan pengobatan mola lengkap. Di pusat kami, setelah evakuasi
mola sempurna, invasi uterus lokal didiagnosis pada 15% pasien, dan
metastasis didiagnosis pada 4% dari patients. Kemoterapi telah terbukti
sangat efektif dalam pengobatan baik penyakit nonmetastatic dan metastasis ,
dengan tingkat kesembuhan berkisar antara 80 dan 100%, tergantung pada
tingkat penyakit.
Gambaran klinis tertentu untuk memprediksi tumor setelah kehamilan mola.
antara 858 pasien dengan mola sempurna yang diikuti di pusat kami, tumor
persisten setelah evakuasi secara signifikan lebih mungkin di antara mereka
yang ditandai dengan tanda-tanda proliferasi trofoblas (41% dari total
kohort), termasuk tingkat hCG yang lebih besar dari 100.000 mIU per
mililiter, ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya,
dan teka lutein kista ovarium lebih besar dari 6 cm, dibanding mereka yang
tidak ditemukan klinis ini. Tingkat invasi uterus berikutnya antara pasien
dengan tanda-tanda proliferasi trofoblas adalah 31,0%, dibandingkan dengan
3,4% di antara pasien tanpa tanda-tanda ini, dan tingkat metastasis adalah
8,8% dibandingkan dengan 0,6%. Oleh karena itu, pasien dengan mola
sempurna yang nyata kadar hCG dan uterus abnormal besar sebelum evakuasi
dikategorikan sebagai berisiko tinggi untuk neoplasia trofoblas gestasional
berikutnya.
Risiko yang dilaporkan mengenai perkembangan kehamilan neoplasia
trofoblas setelah kehamilan mola parsial berkisar 0-11%. kehamilan
neoplasia trofoblas dilaporkan di 73 dari 7155 pasien dengan mola parsial
dari 10 pusat (1,0%) dan 22 dari 390 pasien di pusat kami (5,6%); dalam seri
kasus kami, gejala klinis pada tidak mepresentasikan perbedaan antara pasien
yang berisko terkena tumor dengan yang tidak berisiko.
V. Monitoring kadar hCG setelah evakuasi Mola
Setelah evakuasi, kadar hCG serial harus dipantau pada pasien dengan
kehamilan mola lengkap atau parsial sebagai fasilitas untuk deteksi dini
neoplasia persisten trofoblas gestasional. Untuk memastikan bahwa pasien
sudah lengkap, remisi berkelanjutan, tes hCG sering dilakukan setiap minggu
sampai terdeteksi (<5 mIU per mililiter) selama 3 minggu, dengan
pemeriksaan bulanan berikutnya sampai tingkat telah terdeteksi selama 6
bulan. Data dari beberapa pusat untuk beberapa ribu wanita dengan
kehamilan mola menunjukkan bahwa setelah tingkat hCG menjadi tidak
terdeteksi, elevasi berulang dilakuakan dalam waktu kurang dari 1% dari
pasien. Waktu kambuh belum secara khusus ditunjukkan dalam sebagian
besar pasien ini. Dalam satu seri yang melibatkan 4.754 pasien dengan tahi
lalat, 27 (0,6%) memiliki kambuh setelah tes setidaknya satu hCG
menunjukkan tingkat tidak terdeteksi (<5 mIU per mililiter dalam serum atau
<25 mIU per mililiter dalam urin) dalam delapan seri klinis yang diterbitkan
sejak tahun 2004, hanya 2 dari lebih dari 2000 pasien dengan kehamilan mola
memiliki tumor persisten setelah kadar serum hCG telah menjadi tidak
terdeteksi. Data ini menunjukkan bahwa kemungkinkan untuk memperpendek
periode pemeriksaan hCG tindak lanjut setelah evakuasi mola tanpa
mengorbankan keselamatan pasien.
Karena terjadinya kehamilan yang baru akan mengganggu pemeriksaan
tindak lanjut dari kadar hCG, pasien dengan kehamilan mola sangat
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan selama
seluruh interval monitoring hcg. alat kontrasepsi dalam rahim tidak boleh
dimasukkan sebelum gonadotropin remisi karena risiko perforasi rahim
apabila adanya tumor. Penggunaan metode penghalang baik kontrasepsi atau
kontrasepsi oral harus dianjurkan setelah evakuasi. Meskipun data terbatas
telah disarankan bahwa penggunaan kontrasepsi oral sebelum gonadotropin
remisi dapat dikaitkan dengan peningkatan dengan 2-3 faktor seringnya tumor
muncul setelah kehamilan mola, dibandingkan dengan frekuensi antara
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral , uji coba secara acak yang
lebih baru tidak menunjukkan peningkatan risiko kehamilan neoplasia
trofoblas setelah kehamilan mola dengan penggunaan kontrasepsi ini. Selain
itu, beberapa studi observasional lain juga menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara penggunaan oral setelah kehamilan mola
VI. Kehamilan berikutnya
Setelah kehamilan mola, pasien dan pasangannya sering mengungkapkan
kekhawatiran tentang potensi untuk mengalami kehamilan mola dalam waktu
yang akan datang. Kasus series menunjukkan bahwa kebanyakan pasien
dengan kehamilan mola yang kemudian hamil akan memiliki kehamilan
normal, tetapi ada peningkatan risiko kehamilan mola lain. risiko mutlak
bahwa kehamilan berikutnya akan menjadi kehamilan mola adalah sekitar 1%
setelah satu mola dan sekitar 15 sampai 18% setelah dua mola.
Karena peningkatan risiko penyakit mola, pemeriksaan ultrasonografi
dianjurkan pada trimester pertama kehamilan berikutnya untuk
mengkonfirmasi bahwa kehamilan adalah normal. Hal ini dianggap aman
bagi pasien untuk mencoba hamil setelah pemeriksan hCG tindak lanjut telah
selesai.
VII. Area Ketidakpastian
Periode diperlukan pengujian hCG tindak lanjut setelah evakuasi mola masih
belum jelas. Penggunaan kemoterapi profilaksis pada saat evakuasi juga
masih belum jelas. Dalam dua uji acak, kemoprofilaksis pada pasien dengan
risiko tinggi lengkap kehamilan mola mengakibatkan penurunan yang
signifikan dalam kejadian neoplasia persistent trofoblas gestasional (14%
untuk kedua studi, dibandingkan 47% dan 50% di antara pasien yang tidak
menerima kemoprofilaksis). Penggunaan kemoprofilaksis pada pasien dengan
resiko tinggi mola lengkap umumnya dianggap dalam keadaan sesuai
kenyataan di mana pemeriksaan hcg tindak lanjut tersedia atau penting bagi
pasien.
VIII. Pedoman
The American College of Obstetricians dan gynecology (ACOG) telah
merekomendasikan bahwa setelah evakuasi mola, kadar hCG serum harus
dipantau setiap 1 sampai 2 minggu pada semua pasien sementara tingkat
yang tinggi dan kemudian pada interval bulanan untuk tambahan 6 bulan
setelah tingkat menjadi tidak terdeteksi (<5 mIU per mililiter). The
International Federation of Gynecology dan Obstetricians telah menetapkan
pedoman berikut untuk diagnosis tumor persisten setelah kehamilan mola:
empat atau lebih pengukuran tingkat hCG yang menunjukkan dalam nilai-
nilai di atas periode minimal 3 minggu, peningkatan tingkat hCG dari 10%
atau lebih dalam tiga atau lebih pengukuran selama minimal 2 minggu,
analisi munculnya koriokarsinoma secara histologis dan kadar hCG
terdeteksi 6 bulan setelah evakuasi mole.
IX. Kesimpulan dan rekomendasi
Wanita dijelaskan dalam ilustrasi yang disajikan dengan tanda-tanda dan
gejala pada trimester pertama keguguran kandung. Dia tidak memiliki
keistimewaan dalam kehamilan mola (misalnya, rahim yang lebih besar dari
yang sesuai untuk usia kehamilan, ditandai peningkatan kadar hCG, dan
penampilan karakteristik mola pada pemeriksaan ultrasonografi); tidak
adanya temuan yang umum bahwa kehamilan mola biasanya didiagnosis
pada pertama trimester. Dalam kasus di mana temuannon diagnostik secara
histologi, penggunaan flow cytometry untuk menentukan ploidy (umumnya
triploid pada mola lengkap) dan immunostaining untuk maternal
diungkapkan melalui produk gen (mola lengkap adalah p57 negatif dan
PHLDA2) dapat memfasilitasi diagnosis patologis yang akurat.
Kuret hisap dianjurkan untuk evakuasi, setelah kadar hCG seri harus
diukur pada semua pasien dengan kehamilan mola untuk memastikan
kembali ke tingkat tidak terdeteksi, yang menunjukkan remisi lengkap. The
ACOG saat ini merekomendasikan kelanjutan dari pengujian tindak lanjut
selama 6 bulan setelah tingkat menjadi tidak terdeteksi, tetapi risiko
kekambuha tidak terdeteksi sangat rendah (<1%), dan ada kemungkinan
bahwa durasi ini tindak lanjut bisa dengan aman disingkat. Pasien harus
diinstruksikan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan
selama Seluruh interval monitoring hCG; Data menunjukkan bahwa
penggunaan kontrasepsi oral aman selama periode ini. Pasien harus
diyakinkan bahwa, meskipun ada sedikit peningkatan risiko dari kehamilan
mola berikutnya setelah satu kehamilan mola, dalam banyak kasus,
kehamilan berikutnya dapat menjadi normal.
Tidak ada potensi konflik kepentingan yang relevan dengan artikel yang
dilaporkan
BAB III
KESIMPULAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa merupakan
kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili korialis plasenta
dan biasanya tidak disertai fetus yang intak.Pada mola hidatidosa kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik.
Beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblast yaitu Teori missed abortion, Teori neoplasma dari Park dan
Studi dari Hertig. Mola hidatidosa terbagi menjadi mola parsial dan komplit.
Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan
pervaginam.Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Sekitar 7%
pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan ukuran uterus yang tidak sesuai dengan umur gestasi, toxemia
ditandai oleh adanya hipertensi, kista teka lutein, denyut jantung janin tidak
dijumpai. Selain itu kadar HCG lebih besar dari 100,000 mIU/mL dan terus
meningkat. Ultrasonografi merupakan baku emas untuk mengidentifikasi baik
mola sempurna maupun parsial.
Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase; Evakuasi mola segera dan
tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan
keganasan.Hampir 20 persen dari mola sempurna berkembang menjadi tumor
trofoblastik gestasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bugti QA, Baloch N, Baloch MA. Gestational Trophoblastic Disease in Quetta.
Pakistan J. Med. Res. 2005; 44(2): 92-5
Cuninngham. FG., Gant NF., Leveno KJ., Gilstrap LC., Hauth JC., Wenstrom
KD. 2006.Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional pada Obstetri
Williams. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Cunningham F. Gerry, Gant Norman F, Leveno Kenneth J, et al. 2005.Obstetri
Williams. Dalam: Bagian VIII Gangguan Plasenta Bab.32 Penyakit dan
kelainan plasenta. Jakarta: EGC. Hal.931-9
Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy. Obstetrics -
Normal and Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier Churchill
Livingstone; Philadelphia, 2007
Goldstein D. P., Berkowitz R. S.; Gestational trophoblastic disease. 4th edition;
Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia; 2008.
Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic disease:
Hydatidiform Mole, Nonmetastatic and Metastatic Gestational
Trophoblastic Tumor: Diagnosis and Management; Comprehensive
Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.
Martaadisoebrata D. Mola hidatidosa dalam Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit
Trofoblas Gestasional, EGC, Jakarta, 2005; 7–41.
McLennan M.K. Molar pregnancy (hydatidiform mole; gestational trophoblastic
disease. JANVIER 1999; 45: 49-62
Price SA., Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Recommended