JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Abstrak— Syiah Kuala merupakah salah satu kecamatan di
kota Banda Aceh yang paling parah diterjang tsunami 2004
silam. Tercatat korban 77.804 orang meninggal dan 96.576
rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa dan tsunami.
Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan
tsunami yang tinggi, maka perlu dilakukan analisa terhadap
ketersediaan fasilitas penunjang evakuasi yang ada di kecamatan
tersebut, salah satunya adalah Bangunan Evakuasi (BE). Sistem
Informasi Geografis (SIG) merupakan metode yang sesuai
digunakan untuk menganalisa persebaran Bangunan Evakuasi
sebagai salah satu upaya perencanaan evakuasi bencana. SIG
dapat membantu menganalisa persebaran BE tersebut dengan
memanfaatkan fasilitas Network Analyst. Network Analyst
memanfaatkan data jaringan jalan untuk menemukan area
jangkauan BE Tool utama yang digunakan yaitu Service Areas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17.764 orang
yang berada di area rawan tsunami. Dari jumlah tersebut, 9.899
orang yang dapat diselamatkan melalui evakuasi horizontal.
Sedangkan sisanya diselamatkan melalui evakuasi vertikal, yaitu
dengan menaikkan pengungsi ke Bangunan Evakuasi (BE). Dari
hasil observasi lapangan, teridentifikasi 11 bangunan yang dapat
dijadikan BE. Namun jumlah pengungsi yang dapat ditampung
di BE tersebut adalah 2.684 orang. Sedangkan sisanya, yaitu
sebesar 5.181 orang, memerlukan penambahan kapasitas BE dan
pembuatan BE tambahan. Ada 4 BE yang perlu ditambah
kapasitasnya dan 12 BE tambahan yang perlu dibangun.
Kata Kunci—Network Analyst, tsunami, SIG, evakuasi, BE.
I. PENDAHULUAN
YIAH KUALA merupakan salah satu kecamatan di kota
Banda Aceh. Wilayah kecamatan Syiah Kuala yang
terletak di pesisir bagian timur Kota Banda Aceh adalah
salah satu kawasan yang terkena dampak bencana alam gempa
bumi dan tsunami tanggal 24 Desember 2004 yang lalu.
Sebagian besar wilayah ini, terutama yang berada di bagian
pesisir, mengalami dampak berupa banyaknya korban jiwa
serta hancurnya sarana dan prasarana seperti rumah, tempat
ibadah, fasilitas pendidikan, jaringan jalan, saluran drainase,
tambak dan lain-lain. Tercatat korban 77.804 orang meninggal
dan 96.576 rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa
dan tsunami [1].
Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan
tsunami yang tinggi, maka perlu diketahui ketersediaan
fasilitas evakuasi yang ada di wilayah tersebut. Selain itu,
besarnya jumlah korban yang ditimbulkan dapat menjadi
indikasi bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai cara
menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Pengalaman dari
berbagai gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004
yang menelan jumlah korban yang sangat besar menunjukkan
bahwa masih kurangnya perhatian terhadap upaya
penyelamatan diri saat bencana terjadi.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut,
perlu dilakukan analisa terhadap persebaran BE yang ada di
Kecamatan Syiah Kuala dengan memanfaatkan fasilitas
Network Analyst yang terdapat di SIG sehingga dapat
dijadikan sebagai masukan untuk perencanaan evakuasi
bencana ke depannya.
II. METODE PENELITIAN
Dalam menganalisa persebaran BE untuk perencanaan
evakuasi tsunami, jaringan jalan merupakan bahan dasar dari
analisa yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengumpulan data jaringan jalan serta data-data lain untuk
menunjang proses analisa. Berhubung BE dibutuhkan dalam
proses evakuasi vertikal, maka analisa mengenai area evakuasi
tersebut perlu dilakukan. Proses analisa dilakukan dengan
terlebih dahulu menentukan area aman. Area aman dapat
berupa area yang berada di luar jangkauan gelombang tsunami
ataupun area yang berada di dalam area rendaman tsunami.
Untuk evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan
pengungsi ke area yang berada di luar jangkauan tsunami,
maka disebut evakuasi horizontal. Sedangkan evakuasi yang
dilakukan dengan mengarahkan pengungsi ke area aman yang
berada dalam area jangkauan tsunami dinamakan evakuasi
vertikal [2].
A. PERSIAPAN DATA
Sebelum analisa dilakukan, maka perlu dipersiapkan
beberapa data sebagai bahan dasar analisa yang akan
dilakukan. Berikut adalah data-data yang diperlukan untuk
kepentingan penelitian ini:
a. Peta Rendaman Tsunami: Peta ini menunjukkan zonasi
ketinggian gelombang tsunami serta sejauh mana
jangkauan gelombang tsunami. Peta ini diperlukan
untuk menentukan lokasi area aman (area di luar
jangkauan tsunami) serta sebagai kriteria penilaian
kelayakan suatu bangunan sebagai BE.
b. Peta Topografi: Peta ini digunakan untuk menentukan
Analisa Persebaran Bangunan Evakuasi
Bencana Tsunami menggunakan Network
Analyst di SIG Ahmad Muhajir, Agung Budi Cahyono
Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
S
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
2
batas administrasi wilayah penelitian serta referensi
dalam melakukan koreksi geometrik pada citra satelit.
c. Peta Jaringan Jalan: Peta ini menunjukkan jalan yang
dapat dijadikan sebagai rute evakuasi.
d. Peta Tutupan Lahan: Peta ini digunakan sebagai
rekomendasi dalam menentukan lokasi pembangunan
BE tambahan.
e. Peta Persebaran Bangunan Penting: Peta ini
menunjukkan lokasi bangunan-bangunan yang dapat
dijadikan sebagai BE. BE digunakan sebagai lokasi
aman bagi penduduk yang tidak dapat mencapai area
yang berada di luar jangkauan tsunami dalam waktu
yang tersedia.
f. Peta Persebaran Penduduk: Peta ini menunjukkan
bagaimana penduduk terdistribusi dalam wilayah studi.
Distribusi penduduk ini digunakan sebagai titik awal
pemodelan evakuasi.
g. Lebar jalan: Lebar jalan digunakan sebagai konstrain
dalam menentukan kecepatan berjalan penduduk
sepanjang rute evakuasi. Lebar jalan ini mempangaruhi
sejauh mana jalan yang dapat dilalui para pengungsi
dalam waktu yang tersedia.
h. Perkiraan waktu tibanya gelombang tsunami pertama:
Perkiraan waktu ini digunakan untuk menghitung
waktu yang tersedia bagi para pengungsi untuk
melakukan evakuasi ke area aman [2].
B. NETWORK ANALYST
Jaringan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari elemen-
elemen yang saling terkoneksi, sebagaimana jalan yang saling
terhubung pada persimpangan jalan, yang merepresentasikan
rute-rute yang mungkin dari suatu lokasi ke lokasi yang lain
[3].
Layer Network Analyst dapat dikelompokkan menjadi lima
jenis, yaitu:
1. Route
Ekstensi ini digunakan untuk menemukan rute terbaik
untuk bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain. Rute
terbaik dapat memiliki beragam arti. Rute terbaik dapat
berarti terdekat, tercepat atau terindah tergantung pada
impedansi yang dipakai. Bila impedansi yang dipakai
adalah waktu, maka rute terbaik adalah rute yang
tercepat.
2. Closest Facility
Closest facility merupakan ekstensi yang digunakan
untuk menemukan fasilitas mana yang paling dekat,
seperti rumah sakit yang terdekat dari sekian banyak
rumah sakit, sekolah mana yang terdekat dengan rumah
dan lain-lain. Setelah menemukan fasilitas terdekat,
maka ekstensi ini juga dapat menampilkan rute yang
terbaik untuk menuju fasilitas tersebut.
3. Service Areas
Service areas digunakan untuk menemukan area yang
dapat diakses dari suatu titik yang ada pada suatu
jaringan. Sebagai contoh, service area 10 menit dari
suatu fasilitas akan menunjukkan seluruh jalan yang
dapat mencapai fasilitas tersebut dalam waktu 10
menit.
4. OD cost matrix
OD (Origin-Destination) cost matrix adalah suatu tabel
yang berisi impedansi jaringan dari berbagai titik asal
ke berbagai titik tujuan.
5. Vehicle routing problem
Tool ini berfungsi untuk menyediakan pelayanan
tingkat tinggi terhadap pelanggan dengan
memperhatikan waktu operasi secara keseluruhan dan
biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap rute sekecil
mungkin [3].
Penentuan rute terbaik oleh software Network Analyst
dilakukan dengan menggunakan sebuah algoritma yang
dikembangkan oleh Edgar Dijkstra (1959). Algoritma
Dijkstra digunakan untuk mengkalkulasi jalur terpendek
dari titik awal ke semua titik lainnya. Gambar 1 merupakan
contoh dari Algoritma Dijkstra [4]. Jarak terpendek dari
titik 1 ke semua titik lain ditunjukkan melalui garis panah
yang ditebalkan. Angka di atas garis panah tersebut
menunjukkan biaya atau cost dari setiap jalur.
C. WAKTU EVAKUASI
Sejak analisa dilakukan dengan tool Network Analyst di
SIG, maka perlu untuk mendefinisikan cost atau biaya yang
diperlukan untuk bergerak di atas suatu jaringan jalan.
Waktu digunakan sebagai faktor biaya dalam Network
Analyst ini karena waktu yang tersedia untuk melakukan
evakuasi bencana tsunami ini sangat terbatas.
Waktu evakuasi terdiri dari empat komponen waktu [5],
yaitu waktu keputusan (waktu antara terdeteksinya bencana
dan keputusan institusi untuk memerintahkan evakuasi),
waktu pengumuman ke masyarakat (peringatan evakuasi),
waktu reaksi dari masyarakat (Reaction Time/RT) dan
waktu respon (Response Time/RsT) yang merupakan waktu
yang tersedia bagi para pengungsi untuk melakukan
evakuasi ke area aman.
Waktu evakuasi (ET) atau waktu respon bagi masyarakat
dapat dikalkulasi berdasarkan formula [5] berikut:
(1)
(2)
Keterangan:
RsT = ET = Waktu yang tersedia untuk evakuasi
ETA = Perkiraan waktu tsunami tiba
ToNW = Waktu teknis peringatan alami
RT = Waktu reaksi masyarakat
IDT = Waktu pengambilan keputusan dari institusi
INT = Waktu pemberitahuan dari institusi
Gambar. 1. Contoh Algoritma Dijkstra
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
Gambar. 2. Alokasi Waktu untuk Evakuasi Tsunami [4]
D. KECEPATAN PENGUNGSI
Dengan asumsi seluruh pengungsian dilakukan dengan
berjalan kaki, maka perlu dikalkulasi kecepatan berjalan
pengungsi sehingga dapat sampai ke tempat evakuasi dalam
waktu yang tersedia. Hasil perhitungan ini selanjutnya
diperlukan untuk mengetahui area jangkauan dari BE. Berikut
adalah kecepatan berjalan pada evakuasi bencana [4]:
Berdasarkan data di atas, maka kecepatan 0,751 m/s
dijadikan sebagai kecepatan evakuasi penduduk. Kecepatan ini
dipilih karena jika pengungsi dengan kecepatan terendah dapat
diselamatkan, maka otomatis pengungsi yang lain diasumsikan
juga selamat. Kecepatan berjalan dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti lebar jalan, kepadatan jalan, jumlah pejalan kaki
dalam suatu kelompok, dan lain-lain [6]. Namun karena
keterbatasan waktu, faktor yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kecepatan berjalan pengungsi dan lebar jalan.
Oleh karena itu, untuk menghitung kecepatan berjalan
pengungsi pada sebuah jalan, digunakan rumus berikut:
Keterangan:
C0 = Kapasitas dasar jalan (nilai dibulatkan ke bawah)
C1 = Kapasitas aktual jalan saat bencana (nilai dibulatkan ke
atas)
V = Kecepatan berjalan saat bencana (m/s)
Vs = Kecepatan berjalan orang tua berkelompok 0.751 m/s
W = Lebar jalan (m)
S = Luas yang dibutuhkan tiap pengungsi 0.625 m2 [4]
E. BANGUNAN EVAKUASI (BE)
Pada kondisi dimana dalam waktu yang tersedia untuk
melakukan evakuasi (RsT) para pengungsi tidak dapat
menyelamatkan diri ke area di luar jangkauan tsunami, maka
para pengungsi tersebut diarahkan ke bangunan evakuasi
terdekat. Untuk itu, maka perlu dilakukan penilaian terhadap
suatu bangunan untuk mengetahui kelayakannya untuk
dijadikan BE. Berikut adalah beberapa kriteria penilaian
bangunan tersebut:
1. Terletak pada jarak lebih dari 200 meter dengan garis
pantai atau 100 meter dengan sungai yang berada dekat
pantai;
2. Terletak dekat dengan konsentrasi penduduk; 3. Memiliki fungsi alternatif seperti mesjid, sekolah,
kantor pemerintahan, pusat perbelanjaan, convention
centre, gelanggang olahraga, hotel dan gedung parkir; 4. Lantai gedung yang digunakan sebagai tempat evakuasi
memiliki ketinggian di atas ketinggian gelombang
tsunami; 5. Didesain dan terencana dengan baik; 6. Kualitas konstruksi bagus (bangunan tahan gempa dan
tsunami) [7].
F. ANALISIS AREA EVAKUASI
Dalam menentukan area evakuasi, maka sasaran evakuasi
menjadi hal pertama yang harus ditentukan. Sebagaimana
yang telah disebutkan sebelumnya, area aman dijadikan
sebagai sasaran evakuasi. Dalam hal ini, area aman yang
dijadikan sebagai sasaran evakuasi petama kali adalah area
yang berada di luar jangkauan tsunami. Untuk mendapatkan
area ini, maka digunakan peta rendaman tsunami [2].
Berhubung jaringan jalan merupakan sarana yang dipakai
dalam melakukan evakuasi, maka setiap perpotongan antara
jaringan jalan dan batas area rendaman tsunami dijadikan
sebagai titik sasaran evakuasi. Dengan demikian, area
evakuasi horizontal dapat ditentukan dengan menghitung dari
sejauh mana seseorang dapat mencapai lokasi tersebut dalam
waktu evakuasi (RsT) yang tersedia. Untuk mendapatkan
lokasi ini, maka digunakan tool Service Area yang tersedia
pada ekstensi Network Analyst.
Setelah mendapatkan area evakuasi horizontal, maka
otomatis seluruh area yang tidak termasuk area evakuasi
horizontal menjadi area evakuasi vertikal. Untuk melakukan
evakuasi vertikal, maka BE dijadikan sebagai sasaran
evakuasi. Setelah BE ditentukan, maka selanjutnya dibuat
Service Area dari BE tersebut untuk mengetahui area yang
menunjukkan dari mana saja bangunan tesebut dapat
dijangkau. Untuk wilayah yang memiliki BE namun dengan
kapasitas yang tidak mencukupi, maka diberikan rekomendasi
penambahan jumlah kapasitas penampungan. Sedangkan
untuk wilayah yang tidak dapat menjangkau BE, maka
direkomendasikan lokasi pembangunan BE tambahan [4].
G. BE TAMBAHAN
Penentuan BE tambahan dilakukan dengan membuat
Service Area dari titik-titik awal evakuasi, yaitu titik-titik
konsentrasi penduduk. Service Area dibuat dengan
memperhatikan waktu evakuasi dan aturan jalan satu arah
untuk menghindari penggunaan jalan menuju garis pantai yang
berarti pengungsi akan bergerak dari titik awal evakuasi
menjauhi garis pantai. Kapasitas dari BE tambahan ini
bergantung pada jumlah penduduk yang ada di sekitar BE
tambahan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah memeriksa kesesuaian lokasi
BE tambahan tersebut dengan menggunakan peta tutupan
lahan. BE tambahan sebaiknya dibangun di area terbuka,
karena area ini masih belum dipergunakan. Prioritas kedua
bila area terbuka tidak ditemukan adalah fasilitas umum yang
telah ada di sekitar area tesebut. Alternatif selanjutnya adalah
area kebun karena area ini memiliki nilai ekonomi yang lebih
ToNW
Gempa Bumi Gelombang Tsunami
pertama tiba
RT RsT (Waktu Evakuasi)
WAKTU PERJALANAN
TSUNAMI
Tabel 1.
Kecepatan berjalan saat evakuasi
Kondisi Berjalan Kecepatan Berjalan Rata-rata
Seseorang dengan kereta bayi 1.070 m/s Seseorang dengan seorang anak 1.020 m/s
Orang tua berjalan sendiri 0.948 m/s
Orang tua berjalan berkelompok 0.751 m/s
(3)
(4)
(5)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4
rendah dari sawah. Sedangkan sawah, tambak dan sungai tidak
direkomendasikan untuk pembangunan BE tambahan [6].
III. HASIL DAN DISKUSI
A. ANALISA PERSEBARAN PENDUDUK
Penelitian tugas akhir ini mengambil studi kasus di area
rawan tsunami di Kecamatan Syiah Kuala yang mencakup 8
desa, yaitu Aluenaga, Deah Raya, Tibang, Jeulingke,
Lamgugop, Prada, Rukoh dan Kopelma Darussalam.
Berikut adalah peta distribusi penduduk di Kecamatan
Syiah Kuala.
B. INVENTARISASI BE EKSISTING
Data mengenai BE diperoleh melalui observasi lapangan.
Berikut adalah bangunan-bangunan yang dapat dijadikan
sebagai BE beserta kapasitas penampungannya:
Dari estimasi di atas, maka dapat diketahui bahwa Mesjid
Jami’ul Wustha memiliki daya tampung terbesar yaitu 889
orang. Total dari seluruh daya tampung di atas adalah sebesar
4.195 orang.
C. ANALISIS EVAKUASI HORIZONTAL DAN VERTIKAL
Untuk evakuasi horizontal, maka yang dijadikan sebagai
titik evakuasi adalah perpotongan antara jalan dengan batas
rendaman tsunami. Selanjutnya dari titik-titik tersebut di buat
service area sebesar 22 menit, artinya ditentukan lokasi mana
saja yang dapat mencapai titik evakuasi tersebut dalam waktu
22 menit. 22 menit adalah waktu yang tersedia untuk
melakukan evakuasi. Berikut adalah peta service area untuk
evakuasi horizontal berdasarkan waktu perjalanan 22 menit.
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka diperoleh jumlah
penduduk yang dapat diselamatkan melalui evakuasi
horizontal sebesar 9.899 orang dari 17.764 orang penduduk
yang berada di area rawan tsunami.
Setelah menganalisa daerah evakuasi horizontal, maka
otomatis seluruh daerah yang tidak termasuk daerah tersebut
menjadi daerah evakuasi vertikal. Hal ini dikarenakan tidak
tersedianya waktu yang cukup bagi penduduk diluar daerah
evakuasi horizontal untuk mencapai titik aman. Sehingga
untuk mengevakuasi panduduk di daerah tersebut diperlukan
BE darurat.
Untuk evakuasi vertikal, BE dijadikan sebagai lokasi tujuan
evakuasi. Maka seperti halnya evakuasi horizontal, dari BE
tersebut dibuat service area dalam hal ini sebesar 17 menit.
Berbeda dengan evakuasi horizontal yang memiliki waktu 22
menit, 5 menit digunakan untuk pengungsi menaiki gedung
evakuasi darurat sehingga waktu yang tersisa adalah 17 menit.
Berikut adalah peta service area untuk evakuasi vertikal
berdasarkan waktu perjalanan 17 menit
Gambar. 3. Peta Distribusi Penduduk Kec. Syiah Kuala
Tabel 2. Estimasi kapasitas BE
No Nama
Bangunan
Luas
Area
(m2)
Jumlah
Lantai
Estimasi Kapasitas
(Orang)
1 Mesjid Jami'ul Wustha
570.12 3 (570.12*2*0.78)=889
2 SDN 46 Banda
Aceh
258.8 2 (258.8*1*0.3)=77
3 SDN 81 Tibang 380.04 2 (380.04*1*0.3)=114
4 Mesjid
Baitussalam
208.56 2 (208.56*1*0.78)=162
5 Meunasah
Rukoh
364.8 2 (364.8*1*0.78)=285
6 MTsN & MAN Rukoh
2640 2 (2640*1*0.3)=792
7 SDN 19 Banda
Aceh
160.8 2 (160.8*1*0.3)=48
8 Mesjid Jamik
Silang
66 2 (66*1*0.78)=51
9 BPN Aceh 1665 3 (1665*2*0.236)=785 10 Wisma Kompas 569 3 (569*2*0.263)=300
11 Asrama Baru
USK
877 4 (877*3*0.263)=692
Gambar. 4. Area Evakuasi Horizontal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
5
Jumlah penduduk yang dapat dievakuasi melalui evakuasi
vertikal tergantung pada kapasitas gedung evakuasi vertikal
yang tersedia. Oleh karena itu, tidak semua penduduk yang
berada dalam service area dapat diselamatkan. Tabel berikut
menunjukkan perbandingan kapasitas BE dengan jumlah
penduduk yang dapat dievakuasi ke BE tersebut.
Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah orang yang dapat
diselamatkan melalui evakuasi ke BE adalah 2.684 orang atau
65 % dari total kapasitas BE. Untuk BE nomor 7 dan 8
dijadikan satu karena terletak dalam satu komplek dan saling
berdekatan (< 10 meter).
Dengan 9.899 orang yang dapat dievakuasi melalui
evakuasi horizontal dan 2.684 orang yang dapat dievakuasi ke
BE, maka terdapat 5.181 orang dari total 17.764 orang
penduduk yang tidak dapat dievakuasi melalui kedua macam
evakuasi tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Keterbatasan kapasitas BE yang dapat dijangkau
2. Terdapat BE yang memiliki kapasitas yang jauh lebih
besar dibandingkan jumlah penduduk yang dapat
dievakuasi ke BE tersebut, namun penduduk dari area
lain tidak dapat dievakuasi ke BE tersebut karena tidak
tersedianya waktu yang cukup.
Oleh karena itu, diperlukan BE tambahan untuk dapat
mengevakuasi penduduk yang tersisa.
D. BE TAMBAHAN
Semenjak BE yang tersedia hanya mampu menampung
2.710 orang, maka terdapat 5.387 orang yang tidak dapat
dievakuasi menuju BE. Hal ini menjadikan penduduk yang
tidak dapat dievakuasi tersebut sangat rawan terhadap
tsunami. Oleh karena itu, diperlukan tambahan BE.
BE tambahan ditentukan dengan membuat service area dari
tiap-tiap heksagon (sumber populasi) dengan konstrain waktu
17 menit. Kemudian dari service area tersebut, dipilih lokasi
dimana service area tersebut saling bertampalan yang berarti
lokasi tersebut dapat dijangkau oleh seluruh sumber populasi
dalam waktu 17 menit. Sedangkan penentuan kapasitasnya
berdasarkan jumlah penduduk yang service areanya
bertampalan tersebut. Berikut adalah daftar BE tambahan
beserta kapasitas yang diusulkan.
Selain membuat BE tambahan, rekomendasi yang dapat
diberikan adalah dengan menambah kapasitas BE yang telah
ada. Hal ini dikarenakan BE tersebut memiliki kapasitas yang
kecil namun dekat dengan sumber populasi. Selain itu,
penambahan kapasitas juga memakan biaya yang lebih kecil
dibandingkan dengan membangun BE dari awal. Berikut
rekomendasi BE yang dapat ditambah kapasitasnya beserta
kapasitas tambahan yang diperlukan.
Gambar. 5. Service Area BE berdasarkan 17 menit waktu perjalanan
Tabel 3. Jumlah Penduduk yang dapat dievakuasi
No Nama Bangunan Kapasitas Jumlah Penduduk yang
dapat dievakuasi
1 Mesjid Jami'ul
Wustha
889 872
2 SDN 46 Banda
Aceh
77 76
3 SDN 81 Tibang 114 113 4 Mesjid Baitussalam 162 132
5 Meunasah Rukoh 285 264
6 MTsN & MAN Rukoh
792 764
7-
8
SDN 19 Banda
Aceh - Mesjid Jamik Silang
99 46
9 BPN Aceh 785 140
10 Wisma Kompas 300 171 11 Asrama Baru USK 692 106
Total 4.195 2.684
Tabel 4. Bangunan Evakuasi tambahan dan kapasitas yang diusulkan
No Bangunan Evakuasi
Tambahan
Usulan Kapasitas
1 MIN Rukoh 302
2 Al-Washliyah 112 3 Jeulingke 1 1044
4 Jeulingke 2 388
5 Tibang 1 659 6 Aluenaga 1 187
7 Aluenaga 2 232
8 Aluenaga 3 185 9 Aluenaga 4 342
10 Aluenaga 5 129
11 Deah Raya 1 390 12 Deah Raya 2 348
Tabel 4.
Kapasitas tambahan untuk Bangunan Evakuasi Eksisting
No Bangunan Evakuasi
Eksisting
Kapasitas Tambahan
13 SDN 19 Rukoh 180
14 Mesjid Jamik Silang 181
15 SDN 46 Rukoh 62
16 Meunasah Rukoh 76
17 SDN 81 Tibang 324
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
6
IV. KESIMPULAN
Berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan dari
penelitian ini:
a. Dari 17.764 penduduk yang berada di area rendaman
tsunami, hanya 9.899 penduduk yang dapat
diselamatkan melalui evakuasi horizontal. Sedangkan
sisanya, 7.865 penduduk, harus diungsikan melalui
evakuasi vertikal.
b. Dalam evakuasi vertikal, bangunan yang tinggi dan
resistan terhadap tsunami dijadikan sebagai titik
evakuasi. Terdapat sebelas bangunan yang dapat
dijadikan sebagai BE. Jumlah penduduk yang dapat
disungsikan ke BE tersebut adalah 2.684 orang.
Artinya, terdapat 5.181 dari 7.865 penduduk yang
belum bisa dievakuasi.
c. Untuk mengevakuasi 5.181 orang tersebut, maka
dibutuhkan penambahan kapasitas BE dan
pembangunan BE tambahan. Ada 5 BE yang perlu
ditingkatkan kapasitasnya dan 12 BE tambahan yang
perlu dibangun.
DAFTAR PUSTAKA
[1] DIBA, “Data dan Informasi Bencana Aceh,” diakses 12 Juni 2013,
http://diba.acehprov.go.id:8080/DesInventar/results.jsp
[2] S. J. Scheer V. Varela, G. Eftychidis, “A generic framework for tsunami evacuation planning,” Physics and Chemistry of the Earth 49 (2012) 79-
91
[3] ESRI, “ArcGIS 10.0 Desktop Help : Network Analyst – Type of Networks,” diakses 5 Juni 2013,
http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/10.0/index.cfm?TopicName=Typ
es_of_networks. [4] R. S. Dewi. “A-Gis Based Approach of an Evacuation Model for
Tsunami Risk Reduction,” Journal of Integrated Disaster Risk
Management. (2012) 2 (2) [5] Post, J., et al. “Assessment of Human Immediate Resonse Capability
Related to Tsunami Threats in Indonesia at a Sub-national Scale,”
Natural Hazards Earth System Sciences. No.9 (2009) 1075 – 1086.
[6] R. L. Knoblauch, M. T. Pietrucha, M. Nitzburg,”Field Studies of
Pedestrian walking Speed and Start-Up Time,” Transportation Research
Record 1538: 27-38
[7] A. Budiarjo, “Evacuation Shelter Building planning for tsunami prone
area : a case study of Meulaboh city, Indonesia.” Enschede, ITC. (2006)
Gambar. 6. Persebaran BE Eksisting dan BE Tambahan yang diusulkan