ANALISIS FAKTOR DETERMINAN
ATAS PEMBERIAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
OLEH AUDITOR
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI 2004 -2008)
Oleh :
Brian Pramudita
106082002542
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1421 H / 2010 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kondisi ekonomi belakangan ini semakin tidak menentu, semakin banyak
ketidakpastian, dimulai dari krisis keuangan yang merembet pada sektor riil.
Di mulai pada kasus kredit macet pada sektor perumahan (Subprime Morgage)
pada tahun 2008 di Amerika Serikat berlanjut pada tumbangnya bank–bank
pembiayaannya yang berefek pada krisis kepercayaan para investor di pasar
modal dengan menarik dananya secara besar–besaran, disinilah awal dari
krisis yang menyebabkan nilai saham di berbagai pasar uang di seluruh dunia
berjatuhan. Sebagai fakta dari dampak krisis ini adalah banyaknya para
pekerja yang diputuskan secara sepihak (PHK) dan jumlahnya yang tidak
sedikit. Hal tersebut terjadi dikarenakan sulitnya perusahaan–perusahaan
untuk mendapatkan modal dalam upaya melanjutkan kelangsungan usahanya
(going concern).
Belajar dari sejarah pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 yang
melanda Indonesia, dimana banyak perusahaan mengalami kerugian besar-
besaran (Collapsed), diakibatkan depresiasi mata uang tesebut juga berdampak
pada berbagai sektor diantaranya perbankan dan riil atau manufaktur. Pada
sektor perbankan saat itu mengalami negative spread based dimana kewajiban
bank membayar bunga nasabah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan
yang dihasilkan dari bunga pinjaman kejadian tersebut telah memberi dampak
yang buruk terhadap kepecayaan nasabah maupun investor bank untuk
menginvestasi dananya. Namun di sektor manufaktur krisis tersebut
diakibatkan oleh kenaikkan nilai mata uang dollar yang sangat signifikan
akibat kurangnya likuiditas atau peredaran uang dollar dalam negeri pada saat
itu yang digunakan oleh para pengusaha sektor manufaktur untuk
membayarkan hutang–hutangnya dalam bentuk dollar. Kesulitan tersebut
telah mengakibatkan banyak dampak seperti dirumahkannya para buruh
pabrik hingga diharuskannya pemberian opini audit yaitu wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelasan (Unqualified with Explainatory
Paragraph) yang didalamnya mengungkapkan mengenai kemampuan
manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan untuk terus going
concern terutama mengenai masalah hutang–hutangnya dalam bentuk dollar
yang di peroleh dari pinjaman luar negeri oleh perusahaan.
Disinilah terdapat peran auditor sebagai lembaga independen yang
berfungsi sebagai monitoring dengan opininya tentang going concern
perusahaan, pada laporan keuangan perusahaan, sehingga dapat memprediksi
apakah perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress)
atau tidak. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para
investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan
keuangan perusahaan (Chen dan Church 1996) dalam Praptitorini (2007).
Kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal
perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas, ataupun respon
investor terhadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau
tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang
going concern. (Lenard, et al., 2000) dalam Petronela (2004).
Going concern (kelangsungan hidup) adalah kelangsungan hidup suatu
badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas
sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi sebaliknya, entitas tersebut
menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Going concern merupakan asumsi
dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu perusahaan diasumsikan
tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, 2009).
Going concern disebut juga sebagai suatu asumsi yang menyatakan bahwa
tiap perusahaan mempunyai umur yang tidak terbatas. Dengan demikian
tersedia waktu untuk menyelesaikan usaha, melakukan kontrak-kontrak dan
perjanjian dagang lainnya (Ardiyos, 2006). Dengan demikian, jika suatu
perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan
tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang
berkaitan dengan kelangsungan hidup suatu bisnis.
Pernyataan wajar tanpa pengecualian (unqulified opinion) mempunyai arti
bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Namun, apabila
laporan audit bentuk wajar dengan pengecualian (qualified), tidak wajar
(adverse), atau tidak menyatakan pendapat (disclaimer) diterbitkan pada saat
auditor merasa tidak memperoleh kepuasan menurut keahlian professionalnya
dalam pelaksanaan proses auditnya, atau menemukan bahwa laporan keuangan
tidak disajikan secara wajar menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK), atau merasa tidak independen sehingga auditor wajib untuk
memberikan informasi tambahan. Penyebab utama ditambahkannya suatu
paragraf penjelasan atau modifikasi kalimat pada laporan audit bentuk baku
antara lain, Alvin A. Arens dkk (2004 : 71):
1. Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku,
2. Ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern),
3. Auditor menyetujui terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi
yang berlaku umum,
4. Penekanan atas suatu masalah,
5. Laporan yang melibatkan auditor lainnya.
Penelitian – penelitian tentang opini audit going concern yang dilakukan
di Indonesia antara lain dilakukan oleh Eko Budi Setyarno dkk. (2006) yang
menggunakan 4 variabel penelitian, yaitu 2 variabel keuangan (Kondisi
Keuangan Perusahaan dan Pertumbuhan Penjualan) serta 2 variabel non-
keuangan (Kualitas Audit dan Opini tahun sebelumnya) terhadap perusahaan
manufaktur dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris
bahwa variabel kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Untuk variabel kualitas audit dan yang diproksikan dengan besaran Kantor
Akuntan Publik (KAP) dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap opini audit going concern.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mirna Dyah Praptitorini dkk. (2007)
dapat disimpulkan bahwa kualitas audit dan opinion shopping tidak
berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern dimana
debt default yang juga merupakan salah satu variabel bebasnya, yaitu,
kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan atau
bunganya pada waktu jatuh tempo berpengaruh positif terhadap penerimaan
opini audit going concern yang di analisis dari 348 perusahaan manufaktur
yang listing di Jakarta Stock Exchange (JSX) pada waktu itu dari tahun 1999
sampai dengan 2002.
Hingga saat ini topik tentang bagaimana tanggung jawab auditor dalam
mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk diteliti (Ruiz
Barbadillo et al,2004). Independensi auditor dalam memberikan opini atas
laporan keuangan yang diauditnya harus mempertimbangkan going concern
(kelangsungan usaha) auditee. Auditor tidak bisa lagi hanya menerima
pandangan manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going
concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan
operasinya dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada
kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak,
auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencana-rencana
manajemen. Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang
kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur
yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. Dan
kekonsistensian faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi
yang fluktuatif, status going concern tetap dapat di prediksi. (Praptitorini, et.
al. 2007). Pada penelitian ini, penulis berusaha untuk menganalisis beberapa
faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern diantaranya;
kualitas audit, opini audit sebelumnya, kondisi keuangan perusahaan,
pertumbuhan perusahaan, dan debt default dalam meningkatkan kemungkinan
sebuah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress)
untuk menerima pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
untuk kelangsungan usahanya (going concern). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Sampel Penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) antara tahun 2004 – 2008.
2. Penggunaan 4 variabel bebas yaitu, kondisi keuangan perusahaan,
pertumbuhan penjualan, debt default dan opini audit tahun sebelumnya
yang ditambahkan dan pengabungan dari 3 jurnal ilmiah akuntansi.
3. Untuk keandalan daya analisis pengaruh variabel bebas dengan
variabel dependennya maka pengujian dilakukan dengan menggunakan
regresi logistik berbantuan program komputer statistik terbaru SPSS
versi 17.
Dengan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor Determinan atas Pemberian Opini
Audit Going Concern oleh Auditor (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di BEI 2004 -2008).”
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya maka pertanyaan
penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Altman Z-
Score 1968 berpengaruh terhadap kemungkinan pemberian opini going
concern oleh auditor?
2. Apakah pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan
penjualan berpengaruh terhadap kemungkinan pemberian opini going
concern oleh auditor?
3. Apakah debt default berpengaruh terhadap kemungkinan pemberian opini
going concern oleh auditor?
4. Apakah opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap kemungkinan
pemberian opini going concern oleh auditor?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh bukti empiris bahwa faktor kondisi keuangan
perusahaan, pertumbuhan perusahaan, debt default dan opini audit
tahun sebelumnya, berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan
opini going concern.
2. Manfaat Penelitian
1. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan
penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan
hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini
dengan memperhatikan kondisi keuangan dan non keuangan pada
perusahaan.
2. Bagi masyarakat bisnis, dalam hal ini investor agar hasil dari penelitian
ini dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk
berinvestasi di perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan audit going concern pada laporan keuangan perusahaan
tersebut.
3. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian diharapkan dapat
menambah pengetahuan para pembaca maupun sebagai salah satu
bahan referensi atau bahan pertimbangan pada penelitian selanjutnya
dan sebagai penambah wacana keilmuan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) dalam Praptitorini (2007) menggambarkan
hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal yang
melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan
melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Baik prinsipal maupun agen diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata-
mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Shareholders atau prinsipal
mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer
atau agen. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai
keinginan shareholders, sebagian dikarenakan oleh adanya moral hazard.
Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan
antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku
manajer (agen) apakah sudah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak
prinsipal (shareholders) dengan pihak manajer (prinsipal) dalam mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan, 2006).
Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah
sarana yaitu laporan tahunan. Tugas auditor adalah memberikan opini atas
laporan keuangan tersebut, mengenai kewajarannya. Selain itu, auditor saat ini
juga harus mempertimbangkan akan kelangsungan hidup perusahaan.
B. Opini Audit
Menurut (SPAP SA Seksi 150 ; PSA no. 1) dalam proses audit terdapat 3
standar yang harus dipenuhi dalam rangka menjalankan standar profesionalnya
yaitu :
1. Standar Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi1 bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.
Terkait dengan tahap pelaporan tersebut, auditor mempunyai kewajiban
untuk memberikan opini atas laporan keuangan yang telah diauditnya. Menurut
(SPAP SA Seksi 508 ; Paragraf 10) terdapat 5 tipe opini auditor, yaitu :
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified).
Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified) dinyatakan bila,
menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia dan didalamnya tidak terdapat salah saji material
yang akan mempengaruhi para pengguna dari laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan.
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan bahasa penjelasan yang
ditambahkan dalam laporan keuangan auditor bentuk baku
(Unqualified with Explanatory Paragraph).
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan
(Unqualified with Explanatory Paragraph) dinyatakan bila, menurut
pertimbangan auditor, dimana kondisi atau keadaan tertentu seringkali
mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa
penjelasan lain) dalam laporan keuangan auditor bentuk baku.
Keadaan tersebut meliputi :
a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor
independen lain (Paragraf 12 & 13).
b. Laporan Keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip
akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI (Paragraf 14 & 15).
c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan
auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan
hidup entitas (going concern), namun setelah mempertimbangkan
rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana
menajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan
pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d. Diantara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya
(ketidakkonsistensian) (Paragraf 16 & 18).
e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas
laporan keuangan komparatif (Paragraf 68, 69 & 72 s/d 74).
f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Bapepam,
namun tidak disajikan atau tidak direview.
g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI - Dewan SAK telah
dihilangkan, yang penyajiannya penyimpang jauh dari panduan
yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat
melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi
tersebut.
h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan
auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified).
Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified) dinyatakan bila,
menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha,
dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan.
Pendapat ini dinyatakan bilamana:
a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan
bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak
memberikan pendapat (paragraf 22 s.d. 34).
b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi
penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk
tidak menyatakan pendapat tidak wajar (paragraf 35 s.d. 57).
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse).
Pendapat tidak wajar (Adverse) dinyatakan bila, menurut
pertimbangan auditor, laporan keuangan tidak menyajikan secara
wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer).
Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer) menyatakan
bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak
dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang
kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat,
laporan auditor harus memberikan semua alasan substantif yang
mendukung pernyataannya tersebut. Dalam keadaan auditor
menghadapi keraguan signifikan tentang kelangsungan hidup entitas
(going concern issues) auditor dapat tidak memberikan pendapat.
1. Opini Audit Going Cocern
Opini audit going cocern ini adalah opini audit yang berada pada
lingkup pemberian pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan, dimana auditor dapat meyakini rencana manajemen, auditor
berkesimpulan bahwa rencana menajemen tersebut dapat secara efektif
dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
Going concern adalah salah satu konsep yang paling penting yang
mendasari pelaporan keuangan (Gray & Manson, 2000). Adalah tanggung
jawab utama director untuk menentukan kelayakan dari persiapan laporan
keuangan menggunakan dasar going concern dan tanggung jawab auditor
untuk meyakinkan dirinya bahwa penggunaan dasar going concern oleh
perusahaan adalah layak dan diungkapkan secara memadai dalam laporan
keuangan (Setiawan, 2006). Menurut Altman dan McGough (1974)
masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi
kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang,
kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian
operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan,
kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi.
Audit report dengan modifikasi atau bahasa penjelasan mengenai going
concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko
perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Auditor harus
mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan
kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang dari penelitian yang
dilakukan Praptitorini (2007) dari 348 perusahaan manufaktur sampel
penelitian dari periode 1997 sampai dengan 2002.
PSA No.30 memberikan pedoman kepada auditor mengenai dampak
kemampuan satuan usaha dalam mepertahankan kelangsungan hidupnya
terhadap opini auditor sebagai berikut :
1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas, ia harus:
a. memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
tersebut, dan
b. menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan.
Dijelaskan dalam SA Seksi 341 ; Paragraf 06 mengenai
pertimbangan auditor atas kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor dapat
mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa
tertentu yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan,
menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka
waktu yang pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa
tersebut akan tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya
kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama
dengan kondisi atau peristiwa yang lain.
Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa tersebut:
1) Trend negatif - sebagai contoh, kerugian operasi yang
berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif
dari kegiatan usaha, ratio keuangan penting yang jelek.
2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan - sebagai
contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau
perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan
oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit
biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber
atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar
aktiva.
3) Masalah intern - sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan
hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas
sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak
bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan
memperbaiki operasi.
4) Masalah luar yang telah terjadi - sebagai contoh, pengaduan
gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-
masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan
entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten
penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian
akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan,
yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan
pertanggungan yang tidak memadai.
2. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak
dari kondisi atau peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya auditor mempertimbangkan
untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
3. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang
harus dilakukan auditor adalah menyimpulkan (berdasarkan
pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut.
Auditor harus memperoleh informasi tentang rencana manajemen tersebut
dan mempertimbangkan apakah ada kemungkinan bila rencana manajemen
tersebut dapat secara efektif dilaksanakan, mampu mengurangi dampak
negatif merugikan kondisi dan peristiwa tersebut dalam jangka waktu yang
pantas. Pertimbangan auditor yang berhubungan dengan rencana manajemen
dapat meliputi (Sukrisno, Agoes : 2004) :
a. Rencana untuk menjual aktiva
b. Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang
c. Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran
d. Rencana untuk menaikkan modal pemilik
Jika informasi keuangan prospektif sangat signifikan bagi rencana
manajemen, auditor harus meminta kepada manajemen untuk menyediakan
informasi tersebut dan harus mempertimbangkan cukup atau tidaknya
dukungan terhadap asumsi signifikan yang melandasi informasi itu. Auditor
harus menaruh perhatian khusus atas asumsi yang:
a. Material bagi informasi keuangan prospektif.
b. Rentan atau mudah sekali berubah.
c. Tidak konsisten dengan trend masa lalu.
C. Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Mc Keown dkk (1991)
menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going
concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Dalam
penelitian yang dilakukan Setyarno (2006) menunjukkan bahwa semakin
buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas
perusahaan menerima opini going concern. Fanny dan Saputra (2005), dalam
penelitiannya digunakan empat model prediksi kebangkrutan untuk mengukur
kondisi keuangan perusahaan yaitu The Zmijeski Model, The Altman Model,
Revised Altman Model dan Springate Model.
1. The Zmijeski Model (1984)
Zmijeski (1984) menggunakan analisis rasio yang mengukur kondisi
keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio leverage dan likuiditas
untuk model prediksinya. Model yang dikembangkannya adalah sebagai
berikut:
X = -4.3-4.5X1 + 5.7X2-0.004X3
X1 = ROA (return on asset)
X2 = Leverage (debt ratio)
X3 = Likuiditas (current ratio)
2. The Altman Model (1968)
Altman (1968) menemukan bahwa perusahaan dengan profitabilitas
serta solvabilitas yang rendah sangat berpotensi mengalami kebangkrutan.
Altman mengembangkan model kebangrutan dengan menggunakan 22
rasio keuangan yang diklasifikasikan kedalam lima kategori yaitu
likuiditas, profitabilitas, leverage, rasio uji pasar dan aktivitas. Model
Altman sebagai berikut:
Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market capitalization/book value of debt
Z5 = sales/total asset
3. Revised Altman Model (1993)
Model yang dikembangkan sebelumnya mengalami revisi yang
tujuannya adalah agar model prediksinya tidak hanya digunakan pada
perusahaan manufaktur tetapi juga dapat digunakan untuk perusahaan selain
manufaktur. Model Revisi Altman adalah sebagai berikut:
Z’ = 0.717Z + 0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = book value of equity/book value of debt
Z5 = sales/total asset
4. The Springate Model (1978)
Springate menggunakan analisis multidiskriminan untuk memprediksi
40 perusahaan sampelnya. Model prediksinya:
S = 1.03A + 3.07B + 0.66C +0.4D
A = working capital/total asset
B = net profit before interest and taxes/total asset
C = net profit before taxes/ current liabilities
D = sales/total asset
Mengacu pada penelitian Stephen, John Grice, Sr (1998), maka peneliatian
ini dilakukan dengan menggunakan salah satu rasio yaitu, analisis Z Score.
Analisis Z Score dapat digunakan sebagai alat prediksi kebangkrutan dan
penilaian kinerja keuangan perusahaan, analisis ini pertama kali dikemukakan
oleh Edward I. Altman pada pertengahan tahun 1960 di New York City.
Dalam studinya setelah menyeleksi 22 rasio keuangan ditemukan 5 rasio yang
dapat dikombinasikan untuk melihat perusahaan yang bangkrut dan tidak
bangkrut. Kemudian Altman melakukan perbaikan dengan membuatnya
dalam versi lima variabel, yaitu :
Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market capitalization/book value of debt
Z5 = sales/total asset
Hasil perhitungan Z Score dapat dibandingkan dengan standar yang
ditetapkan atau dapat pula dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun.
Apabila dari tahun ke tahun Z Score mengalami penurunan nilai, hal ini dapat
mengidentifikasikan terjadinya gejala kesulitan keuangan yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kebangkrutan.
Dari keempat variabel yang digunakan dari model analisis ini oleh
perusahaan, semuanya berasal dari kelompok-kelompok rasio keuangan yang
dapat dilihat keterkaitannya dalam menilai kinerja keuangan perusahaan.
Variabel Z1 memperlihatkan likuiditas perusahaan, variabel Z2
memperlihatkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba kumulatif,
variabel Z3 mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
setiap tahunnya dengan penggunaan aktiva yang dimiliki dan variabel Z4
memperlihatkan solvabilitas perusahaan.
Kebaikan analisis Z Score adalah dapat mengkombinasikan berbagai
rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti dan dapat dipergunakan
untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, perusahaan pribadi,
perusahaan manufaktur ataupun perusahaan jasa dalam berbagai ukuran.
Sedangkan kelemahan dari model ini adalah tidak adanya rentang waktu yang
pasti kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z Score diketahui lebih
rendah dari standar yang ditetapkan. Model ini juga tidak dapat mutlak
digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda. Meski demikian
kita dapat tetap menggunakannya untuk memberikan peringatan yang
berharga sehingga kesulitan keuangan perusahaan dapat diatasi segera.
D. Pertumbuhan Perusahaan
Pengukuran pertumbuhan suatu perusahaan dapat diukur dari beberapa
aspek, seperti tren laba bersih yang selalu meninggat setiap tahunnya, tingkat
pertumbuhan penjualan yang meningkat dari tahun sebelumnya, ukuran suatu
perusahaan yang dilihat dari besarnya asset bila dibandingkan perusahaan
sejenis, indeks harga saham yang terus menerus menguat, laporan arus kas
perusahaan dan sebagainya. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan
arus kas yang tinggi (Weston dan Bringham, 1993). Perusahaan yang
mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan
keuangan yang memiliki prospek baik dan perusahaan dapat diartikan tumbuh
(growth), sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (opini non-
going concern) akan lebih besar.
Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio
pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam
kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Penjualan merupakan kegiatan operasi
utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang
positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi
ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern).
Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi
peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio
pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor
untuk menerbitkan opini audit going concern.
E. Debt Default
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor
dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan
debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan/ atau bunganya pada
waktu jatuh tempo. Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti
oleh Chen dan Church (1992) dalam Praptitorini (2007) yang menemukan
hubungan yang kuat status default terhadap opini going concern. Semenjak
auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini
going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini
seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini
going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali.
Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan
auditor mengeluarkan laporan going concern.
Praptitorini (2007) menunjukkan bahwa variabel debt default, kondisi
keuangan, dan opini audit tahun sebelumnya signifikan berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramadhany (2004) yang
menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan
masalah going concern ini.
F. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada
tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada
tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi
publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang
telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant
analisis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai
akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding
model yang lain.
Penelitian oleh Ramadhany (2004) serta Setyarno (2006) memperkuat
bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya
dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang
signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini
audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor
telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar
kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going cocern
pada tahun berikutnya.
H. Kerangka Dasar Penelitian
H 1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan
pemberian opini going concern oleh auditor.
H 2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan pemberian
opini going concern oleh auditor.
H 3 : Debt default berpengaruh terhadap kemungkinan pemberian opini going
concern oleh auditor.
H 4 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap kemungkinan
pemberian opini going concern oleh auditor.
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Opini Tahun Sebelumnya
Kondisi Keuangan Perusahaan
Pertumbuhan Perusahaan
Debt Default
Penerimaan Opini Audit
Going Concern
G. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Opini Audit Going Concern
No Peneliti Sampel Variabel Alat
Analisis Hasil Penelitian
1 Mutchler
(1985)
119
Perusahaan
Manufaktur
6 Rasio
Keuangan
Diskriminan
Berganda
LTDA, NWTL & TLTA
berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini
audit going concern
2 Chen and
Cruch
(1992)
127
Perusahaan
6 Rasio
Keuangan
dan Status
Default
Hutang
Regresi
Logistik
Variabel keuangan
merupakan indikator yang
penting untuk
memprediksi penerimaan
opini audit going concern
3 Chen and Cruch
(1992)
106 Perusahaan
Return saham dan 3
variabel
pasar
Regresi Berganda
Auditee yang menerima opini going concern akan
mengalami return negatif
di sekitar publikasi
laporan audit
4 Manao dan
Nursetyo
(2002)
55
Perusahaan
6 Rasio
Keuangan
Paired
sample t test
Rasio keuangan auditee
yang diaudit oleh auditor
Big 5 lebih baik daripada
yang diaudit non Big 5.
5 Hani dkk
(2003)
24
Perusahaan
Perbankan
6 Rasio
Keuangan
Regresi
Logistik
Quick Ratio, Return on
Asset dan Interest Margin
of Loans berpengaruh
signifikan
6 Petronela
(2004)
141
Perusahaan
2 Rasio
Keuangan
Analisis
Diskriminan
Berganda
Return on Assets
berpengaruh signifikan
7 Ramadhany (2004)
86 Perusahaan
Manufaktur
1 Variabel kondisi
keuangan
dan 5 non
keuangan
Regresi Logistik
Status default hutang, kondisi keuangan dan
opini tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan
8 Setyarno
(2006)
59
Perusahaan
Manufaktur
5 Rasio
keuangan
dan 3
Variabel non
keuangan
Regresi
Logistik
Rasio Likuiditas dan opini
audit tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan
9 Praptitorini
(2007)
348
Perusahaan
Manufaktur
2 Rasio
Keuangan
dan 5 non
keuangan
Regresi
Logistik
Status Debt Default
berpengaruh signifikan
10 Arga Fajar (2007)
310 Perusahaan
Manufaktur
3 Rasio Keuangan
dan 2 non
keuangan
Regresi Logistik
Kondisi keuangan dengan model The Altman Model
dan Springate Model,
Opini audit tahun
sebelumnya berpengaruh
signifikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan atau emiten yang memperoleh
opini going concern dan opini non going concern dengan time series penelitian
selama 5 tahun yaitu periode Januari 2004 sampai dengan Desember 2008 pada
perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1. Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel terikat (Dependent
Variable) dan variabel bebas (Independent Variable). Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk auditee
yang menerima opini audit going concern dan kategori 0 untuk auditee yang
menerima opini audit non going concern. Variabel independen terdiri atas
kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit pada tahun
sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan dan debt default. Definisi
operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel Dependen
1) Opini audit going concern
Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang
dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan operasinya (SPAP, 2001)
Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah opini going
concern unqualified/qualified dan going concern disclaimer opinion.
Opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan opini audit non
going concern diberi kode 0.
b. Variabel Independen
1) Kondisi Keuangan Perusahaan
The Altman Model (1968)
Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market capitalization/book value of debt
Z5 = sales/total asset
2) Pertumbuhan Perusahaan
Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur
kemampuan auditee dalam pertumbuhan perusahaan dari tingkat
penjualan.
3) Debt Default
Pertumbuhan Penjualan =
Penjualan Bersih t – Penjualan Bersih t-1
Penjualan Bersih t-1
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan
sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar
hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan
Church, 1992). Variabel dummy digunakan (1 = status debt default,
0 = tidak debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan
dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.
4) Opini Audit tahun sebelumnya
Didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh auditee
pada tahun sebelumnya. Variabel dummy digunakan, Opini audit
going concern (GCAO) diberi kode 1, sedangkan opini audit non
going concern (NGCAO) diberi kode 0.
B. Metode Pengumpulan Data
Populasi sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 26
perusahaan dari total 98 perusahaan dimana terdapat 130 data laporan
keuangan yang di analisis. Pengambilan populasi sampel dilakukan dengan
metode Purpossive Sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Auditee sudah terdaftar di BEI 1 Januari 2004-2008.
2. Auditee tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (2004–
2008).
3. Auditee konsisten terhadap pengaruh kondisi ekonomi makro di Indonesia
maupun Internasional.
C. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
tersebut diperoleh pada auditee manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dari tahun 2004 -2008 yang telah dipublikasikan dalam
websitenya dan tersedia di database perpustakaan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dengan tujuan untuk mengetahui trend perkembangan penerimaan opini going
concern semasa krisis finansial global dan tahun-tahun sesudahnya.
D. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis
1. Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif dalam penelitan ini pada dasarnya merupakan proses
transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah
dipahami dan diinterpretasikan. Ukuran yang digunakan dalam deskripsi
antara lain : maksimum, minimum, mean, dan standar deviasi.
2. Pengujian Statistik
Pengujian ke lima hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat
dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel
bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal)
untuk menguji pengaruh kualitas audit, opini audit sebelumnya, kondisi
keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan debt default terhadap
penerimaan opini audit going concern. Uji regresi logistik digunakan
karena pada pengujian ini memiliki variabel dependen yang menggunakan
dummy dan memiliki variabel independen yang diukur dengan skala rasio
(Windarty, 2002). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas
dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Imam Ghozali, 2006 : 211).
Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan
heteroscedasitiy, artinya variabel dependen tidak memerlukan
homoscedacity untuk masing-masing variabel independennnya.
SPSS versi 17 menyediakan prosedur regresi logistik yaitu :
a. Regresi Logistik Biner (Binary Logistic Regression), adalah regresi
logistik dimana variabel dependennya berupa variabel dikotomi atau
variabel biner. Contoh : variabel dikotomi atau variabel biner adalah
sukses - gagal, ya - tidak, benar - salah, hadir - bolos, pria -
perempuan dan seterusnya.
Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut :
= Dummy variabel opini audit (kategori 1 untuk
auditee dengan opini audit going cocern (GCAO)
dan 0 untuk auditee dengan opini audit non going
concern (NGCAO)).
α = Konstanta
Z Score (1968) = Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan
dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan.
SALGR = Rasio Pertumbuhan Penjualan Auditee.
DEBT = Debt Default sebagai variabel dummy, (1 jika
perusahaan dalam keadaan default, dan 0 jika tidak)
PRIOP = Opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya
(kategori 1 bila opini audit going concern (GCAO),
0 bila bukan (NGCAO))
ε = Kesalahan Residual
1. Menilai Kelayakan Model Regresi
LN GC
1 - GC
LN GC
1 - GC = α + β 1 (Z score 1968) + β 2 SALGR + β 3 DEBT +
β 4 PRIOP + ε
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow Goodness of fit lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis nol
tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai
observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai
dengan data observasinya (Ghozali, 2006).
2. Menilai Model Fit
Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function)
dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model
yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006). Log Likelihood pada
regresi logistik mirip dengan pengertian "Sum of Square Error" pada
model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model
regresi semakin baik.
3. Estimasi parameter dan interpretasinya
Estimasi parameter dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi
dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan
antara variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara
membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi
(α).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI)
Pasar modal di Indonesia sudah dimulai sejak adanya zaman
pemerintahan Belanda. Sedangkan perdagangan efek di Indonesia dimulai
sejak tanggal 14 Desember 1912. Tujuan awalnya adalah untuk
menghimpun dana guna kepentingan pengembangan sektor perkebunan di
Indonesia. Investor yang berperan saat itu adlah orang-orang Hindia
Belanda dan orang-orang Eropa linnya, sedangkan efek-efek yang
diperjualbelikan adalah saham dan obligasi milik perusahaan Belanda
yang ada di Indonesia maupun yang diterbitkan oleh pemerintah Hindia
Belanda.
Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga dibuka juga
Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa Efek di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Terjadinya gejolak politik di
Eropa pada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek yang
ada di Indonesia. Akibatnya, pemerintah Belanda menutup Bursa Efek di
Surabaya dan Semarang, sehingga yang tersisa hanya Bursa Efek Jakarta.
Namun, dengan terjadinya Perang Dunia kedua, Bursa Efek Jakarta pun
ikut ditutup. Hal ini sekaligus menandai berakhirnya aktivitas pasar modal
di Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka dan mendapat pengakuan kedaulatan
oleh dunia, khususnya pemerintah Belanda, pemerintah Republik
Indonesia Serikat kembali mengawali kebangkitan pasar modal dengan
penerbitan obligasi Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini ditegaskan lagi
dengan adanya Undang-Undang Darurat tentang Bursa No.13 tanggal 1
September 1951, yang kemudian diterapkan sebagai Undang-Undang No.
15 tahun 1952, sedangkan penyelenggaraan bursa saat itu diserahkan
kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), dan
sebagai penasehatnya adalah Bank Indonesia. Namun, inflasi dan resesi
ekonomi pada tahun 1958 menghentikan kegiatan bursa efek.
Bursa Efek semakin tidak aktif pada tahun 1956 ketika pemerintah
meluncurkan program nasionalisasi perusahaan Belanda. Kebangkitan
kembali pasar modal di Indonesia dimulai pada tahun 1977. Pada tanggal
10 Agustus 1977 bursa efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
Bursa Efek Jakarta dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana
Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT.
Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
Pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan Pasar Modal
dengan mengeluarkan paket deregulasi yang memberikan kemudahan bagi
perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing untuk
menanamkan modal mereka di Indonesia. Paket deregulasi pada tahun
tersebut ditandai dengan hadirnya paket Desember 1987 (PKDES 87).
Salah satu isi paket tersebut yang terpenting adalah dinaikkanya pajak
penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar
15% final. Kebijaksanaan pengenaan pajak final atas tabungan, ternyata
berdampak sangat positif bagi pasar modal. Kebijakan perpajakkan
tersebut membuat pendapatan masyarakat pemodal atas tabungan menjadi
berkurang, sehingga mereka cenderung mencari alternatif lain dalam
menginvestasikan uangnya. Kegiatan perdagangan ada kapitalisasi pasar
modalpun mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar keuangan
dan sektor swasta.
Pada bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan paket
Desember 88 (PAKDES) yang memberikan kemudahan erusahaan untuk
go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar
modal. Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya pada
tanggal 16 Juni 1989.
Pada tanggal 13 Juli 1992 diberlakukannya swastanisasi bursa
efek sebagai tanggapan atas dikeluarkannya Paket deregulasi Desember
1987 dan Desember 1988. Bursa Efek Jakarta berubah menjadi perusahaan
swata PT. BURSA Efek Jakarta. Pemilik saham perusahaan efek yang
menjadi anggota bursa. Pada saat itu pula Bapepam yang mulanya sebagai
Badan Pelaksana Pasar Modal berubah menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal Tahun 1993 berdiri lembaga penunjang pasar modal, yaitu lembaga
kliring dan penyelesaian, yaitu PT.Kustodian Depositori Efek Indonesia
(KDEI) dan pada tahun 1994 berdiri PT.Pemeringkat Efek Indonesia
(pefindo).
Seiring dengan perkembangan kegiatan pasar modal, kegiatan di
bursa juga semakin ramai dan kompleks. Data yang ada di Bursa Efek
Jakarta diketahui bahwa jumlah saham yang tercatat semakin pesat, dari 24
saham ditahun 1988 menjadi lebih dari 200 saham. Dengan kenyataan
tersebut, sistem perdagangan manual yang dilakukan sejak tahun 1877
oleh Bursa Efek Jakarta tidak lagi efisien. Akhirnya pada tahun 1995,
tepatnya pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan sistem otomatis yang dapat
memantau dengan segera pergerakan naik turunnya harga saham, serta
informasi-informasi lain secara akurat dan cepat.
Sistem ini dikenal dengan JATS (Jakarta Automated Trading
System) atau sistem perdagangan efek. Sistem ini dapat memonitoring
pialang dan investor dalam hal aktivitas perdagangan yang terjadi di
Bursa. Di samping itu pelaksanaan order jual beli dapat berjalan lebih
transparan dan adil. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta telah menerapkan
perdagangan jarak jauh (remote trading) sebagai upaya menigkatkan akses
pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.
Pada tanggal 3 Desember 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya resmi bergabung dan mengusung satu nama, yaitu Bursa Efek
Indonesia. Persetujuan perubahan nama ini sudah di dapat dari Depkum
HAM sejak 27 November 2007. Walaupun sudah resmi menjadi Bursa
Efek Indonesia, namun saham-saham yang single listing di Bursa Efek
Surabaya belum akan dimaksukkan ke dalam perhitungan IHSG (Indeks
Harga Saham Gabungan) sampai kondisi normal, hal ini dilakukan agar
tidak mengganggu kinerja Indeks di Bursa. Kondisi ini kemungkinan akan
berlangsung maksimal selama 2 tahun, terhitung sejak tanggal
dibentuknya Bursa Efek Indonesia, yaitu 3 Desember 2007. Diharapkan
dengan adanya penggabungan ini, maka akan membawa spirit baru dan
integritas baru bagi pasar modal Indonesia, sehingga prospek ke depan
menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan penggabungan yang dilakukan
pada waktu yang tepat, yaitu di tengah membaiknya kinerja pasar modal
Indonesia, sehingga diharapkan reputasinya akan lebih baik.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan Pasar Modal
Indonesia kedepannya dan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi
perdagangan di Bursa Efek, maka PT. Bursa Efek Indonesia telah
mengembangkan satu sistem baru dengan nama JATS-NextG (Generation)
yang akan mampu menangani semua produk financial (saham, obligasi
dan derivative) dalam satu platform. Dengan sistem baru tersebut
penyebaran informasi perdagangan dan pengawasan terhadap semua
produk yang diperdagangkan di Bursa dapat dilakukan secara terpadu.
Kapasitas JATS-NextG dirancang mampu menampung 1.000.000 order
dan 500.000 transaksi per hari, dibandingkan dengan sistem saat ini yang
menampung 360.000 order dan 200.000 transaksi per hari.
Penetapan ‘live’ JATS-NextG semula adalah tanggal 1 Desember
2008, namun karena BEI memandang perlu untuk melakukan pengujian
yang lebih intens baik dari sisi BEI, Anggota bursa, maupun para
pelanggan data feed, maka tanggal ‘live’ diubah menjadi tanggal 2 Maret
2009. Untuk kesiapan live JATS-NexG, BEI telah melakukan 14 kali
mock trading, dari bulan September 2008 sampai dengan Februari 2009,
guna melakukan pengujian sistem secara terintegrasi bersama Anggota
Bursa dan data vendor. Beberapa perubahan kebijakan terkait
pengimplementasian sistem JATS-NextG diantaranya adalah 1 (satu)
fasilitas booth di lantai perdagangan bagi tiap AB, dan fasilitas untuk
implementasi Single ID. Pengimplementasian sistem JATS-NextG
merupakan salah satu faktor pendukung Bursa Efek Indonesia dalam
mencapai visinya untuk menjadi Bursa kompetitif dengan kredibilitas
tingkat dunia.
2. Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2008.
Sampel perusahaan yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini sebanyak
26 perusahaan dengan total data yang dianalisis sebanyak 130 laporan
keuangan perusahaan. Perolehan data yang digunakan melalui website:
http://www.idx.co.id. Sementara penyesuaian harga saham penutupan
(adjusted closing price) diambil dari website: http://finance.yahoo.com
karena memang terdapat unsur pemantauan investor baik dalam maupun
luar negeri.
B. Statistik Deskriptif
Sampel yang digunakan di penelitian ini depilih secara purposive
sampling, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
representasi dari populasi sampel yang ada serta sesuai dengan tujuan
penelitian. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
dan ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Tabel Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kriteria Jumlah Akumulasi
Total Perusahaan Manufaktur yang terdaftar 1
di BEI antara tahun 2000-2004 98
2 Delisting selama periode penelitian 2004-2008 (4)
3 Auditee inkonsisten terhadap pengaruh kondisi ekonomi
makro di Indonesia maupun Internasional. (68)
4 Data tersedia 0 26
Jumlah Sampel Total Selama 5 tahun Periode Penelitian 130
Berikut adalah nama-nama perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini :
Tabel 4.2 Tabel Nama Perusahaan Hasil Observasi
Going Concern & Non Going Concern Opinion No
Nama Perusahaan 2004 2005 2006 2007 2008
1 Aneka Tambang √ √ √ √ √ 2 Arwana Citra Mulia √ √ √ √ √
3 Asiaplast Industry √ √ √ √ √GC 4 Barito Pasific Timber √GC √GC √GC √GC √GC
5 Bintang Mitra Semesta Raya
√GC √GC √ √ √
6 Citra Dubindo √ √ √ √ √
7 Davomas Abadi √ √GC √ √ √
8 Delta Dunia Petrindo √ √ √ √ √ 9 Dynaplast √ √ √ √ √
10 Ekadarma √ √ √ √ √ 11 Eterindo √GC √ √ √ √
12 Fajar Surya Wisesa √ √GC √ √ √
13 Indah Kiat Pulp √GC √GC √GC √GC √GC 14 Indal Alumunium √GC √GC √ √ √
15 Modernland √GC √GC √GC √GC √GC
16 Multi Prima Sejahtera √GC √GC √GC √GC √GC
17 Mustika Ratu √GC √GC √ √ √ 18 New Century √GC √GC √GC √GC √GC
19 Paradisha √GC √GC √GC √GC √GC
20 Roda √GC √ √ √ √ 21 Roda Vivatex √GC √GC √GC √GC √GC
22 Siwani Makmur √ √ √ √GC √GC
23 Sumalindo Lestari √GC √GC √GC √GC √GC
24 Sunson Textile Manufacturing
√GC √GC √GC √GC √GC
25 Surabaya Agung Industry √GC √GC √GC √GC √GC
26 Twiji Kimia √GC √GC √GC √GC √GC
Total 130 Laporan Keuangan 26 26 26 26 26
Catatan :
√GC : mendapatkan opini going concern (GCAO)
√ : tidak mendapatkan opini going concern (NGCAO)
Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh
sebanyak 26 auditee sektor manufaktur yang digunakan sebagai sampel dan
dikelompokkan ke dalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis
opini audit yang diterimanya, yaitu : kelompok auditee dengan opini audit
going concern (GCAO) dan auditee dengan opini audit non going concern
(NGCAO). Distribusi auditee sektor manufaktur berdasarkan opini audit
yang diterima, ditampilkan dalam tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Observasi Berdasarkan Opini Audit
2004 2005 2006 2007 2008 Total
OPINI Auditee % Auditee % Auditee % Auditee % Auditee % Auditee %
GCAO
(dummy=1) 16 62 16 62 11 42 12 46 13 50 68 52
Non
GCAO
(dummy=0)
10 38 10 38 15 58 14 54 13 50 62 48
Total 26 100 26 100 26 100 26 100 26 100 130 100
Variabel GCAO (Going Concern Auditor Opinion) merupakan variabel
dependen penelitian. Dalam tabel 4.2 diatas, menyajikan mengenai frekuensi
data perusahaan yang menerima opini going concern dan yang tidak
menerima opini going concern selama tahun penelitian, mulai dari 2004
sampai dengan tahun 2008. Secara rata-rata dapat dikatakan bahwa 51%
perusahaan menerima opini audit going concern atau sebanyak 68 laporan
keuangan perusahaan. Hal ini
dapat terjadi dimana pada tahun-tahun sebelumnya perusahaan tersebut
pernah mengalami diantaranya kerugian operasi yang berulangkali terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio keuangan
penting yang jelek, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya,
penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap
pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang,
kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau
penjualan sebagian besar aktiva, pengaduan gugatan pengadilan dan dapat
pula keadaan keberlangsungan hidup perusahaan sangat terpengaruh oleh
kondisi ekonomi Indonesia sejak tahun-tahun sebelumnya yang dijelaskan
dalam CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan). Sedangkan 62 laporan
keuangan perusahaan atau 48% dari total sampel tidak menerima opini going
concern pada persusahaan yang sama. Jadi dapat dikatakan secara
keseluruhan, terdapat kemungkinan yang besar kepada perusahaan yang
sebelumnya pernah terkena imbas dari kondisi-kondisi tersebut diatas untuk
dapat kembali menerima opini audit going concern.
1. Analisis Kondisi Keuangan Perusahaan Manufaktur yang go public
Pada variabel kondisi keuangan digunakan analisis rasio keuangan
dengan menggunakan metode analisis Altman Z-Score model tahun 1968
dengan persamaan Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5 dimana,
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market capitalization/book value of debt
Z5 = sales/total asset
Penilaian analisis Z-Score ini dengan membandingkan antara nilai pada
laporan keuangan perusahaan hasil perhitungan Z-Score dengan nilai 1,23
dimana jika nilai Z-Score lebih kecil dari 1,23 (<1,23) maka perusahaan
mengalami kesulitan keuangan sebaliknya jika nilai Z-Score lebih besar dari
1,23 perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi yang baik.
Penjelasan mengenai rasio keuangan dengan metode Altman Z-Score
adalah sebagai berikut :
a. Rasio Likuiditas : Working Capital to Total Asset
Merupakan rasio untuk mengukur perbandingan Working Capital
(Aktiva Lancar - Kewajiban Lancar) dengan Total Aktiva. Rasio ini
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Yang termasuk dalam aktiva lancar dalam perusahaan
manufaktur adalah kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, pajak
dibayar dimuka, biaya dibayar dimuka dan aktiva lancar lain-lain.
Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah hutang usaha, hutang
lain-lain, biaya masih harus dibayar, hutang pajak, hutang jangka panjang
yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, uang muka pelanggan
yang akan jatuh tempo dalam satu tahun, bagian pinjaman investasi jangka
panjang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun dan sebagainya.
b. Rasio Profitabilitas : Retained Earnings to Total Asset dan Earnings before
Interest and Tax to Total Asset
1) Rasio Retained Earnings / Total Asset mengukur kemampuan laba
kumulatif dari perusahaan. Rasio ini juga mencerminkan umur
perusahaan, karena semakin lama perusahaan beroperasi
memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.
2) Rasio Earnings before Interest and Tax / Total Asset mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang
digunakan.
c. Rasio Aktivitas : Market Capitalization to Book Value of Debt dan Sales to
Total Asset
1) Rasio Market Capitalization to Book Value of Debt menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dari
nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri
diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa dibagi market
capital. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban
lancar dengan kewajiban jangka panjang.
2) Rasio Sales / Total Asset menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh
harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan. Penjualan
pada perusahaan manufaktur terdiri dari penjualan ekspor, lokal
maupun kepada pihak ketiga.
Tabel 4.4
Tabel Hasil Analisis Z-Score antara Perusahaan yang mendapatkan
Opini Going Concern dan Non Going Concern
Going Concern & Non Going Concern Opinion No
Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008
1 Aneka Tambang
Opini NGC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 3,554 3,748 4,918 6,293 7,953
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Baik Baik
2 Arwana Citra Mulia Opini NGC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 3,009 2,840 2,098 2,081 2,130
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Baik Baik
3 Asiaplast Industry Opini NGC NGC NGC NGC GC
Z-Score 1,129 1,072 0,840 0,943 1,562
Kondisi Keuangan Baik Baik Tidak Baik
Tidak Baik
Baik
4 Barito Pasific Timber
Opini GC GC GC GC GC Z-Score 0,4686 0,836 0,2876 0,859 1,487
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Baik
5 Bintang Mitra Semesta Raya
Opini GC GC NGC NGC NGC
Z-Score 0,5932 0,762 1,020 2,107 0,203
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Baik Tidak Baik
6 Citra Dubindo
Opini NGC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 1,5365 2,087 2,6221 2,824 2,705
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Baik Baik
7 Davomas Abadi
Opini NGC GC NGC NGC NGC
Z-Score 1,558 1,493 0,966 1,757 1,754
Kondisi Keuangan Baik Baik Tidak Baik
Baik Baik
Going Concern & Non Going Concern Opinion No
Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008
8 Delta Dunia Petrindo
Opini NGC NGC NGC NGC NGC Z-Score 1,100 1,099 1,117 1,329 0,767
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Baik Tidak Baik
9 Dynaplast
Opini NGC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 2,176 2,703 2,262 2,522 2,468
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Baik Baik
10 Ekadarma
Opini NGC NGC NGC NGC NGC Z-Score 3,364 3,1147 3,362 3,512 2,759
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Baik Baik
11 Eterindo
Opini GC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 0,825 1,477 1,395 1,736 1,872
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Baik Baik Baik Baik
12 Fajar Surya Wisesa
Opini NGC GC NGC NGC NGC Z-Score 1,501 0,777 1,896 2,008 2,216
Kondisi Keuangan Baik Tidak Baik
Baik Baik Baik
13 Indah Kiat Pulp Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,295 0,245 0,202 0,134 -
0,267
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
14 Indal Alumunium
Opini GC GC NGC NGC NGC Z-Score -0,255 0,609 1,146 1,566 1,408
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Baik Baik Baik
Going Concern & Non Going Concern Opinion No
Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008
15 Modernland Opini GC GC GC GC GC
Z-Score -0,215 0,812 0,445 0,593 0,710
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
16 Multi Prima Sejahtera
Opini GC GC GC GC GC Z-Score 0,7187 0,7288 0,7187 1,4428 0,978
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Baik Tidak Baik
17 Mustika Ratu
Opini GC GC NGC NGC NGC
Z-Score 0,807 1,881 2,040 2,020 2,108
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Baik Baik Baik Baik
18 New Century
Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,255 0,170 0,179 -0,140 0,444
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
19 Paradisha
Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,297 0,179 0,674 0,916 0,672
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
20 Roda
Opini GC NGC NGC NGC NGC
Z-Score 0,424 1,281 1,537 1,407 1,487
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Baik Baik Baik Baik
21 Roda Vivatex
Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,859 0,790 0,495 0,439 0,737
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Going Concern & Non Going Concern Opinion No
Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008
22 Siwani Makmur
Opini NGC NGC NGC GC GC
Z-Score 2,098 2,028 1,930 -0,223 0,446
Kondisi Keuangan Baik Baik Baik Tidak Baik
Tidak Baik
23 Sumalindo Lestari Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,431 0,790 0,325 0,765 0,222
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
24 Sunson Textile Manufacturing Opini GC GC GC GC GC
Z-Score
-0,361 -0,137 0,013 0,168 -
0,210
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
25 Surabaya Agung Industry
Opini GC GC GC GC GC
Z-Score -3,319 -3,995 -3,797 -1,319 -
1,319
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
26 Twiji Kimia Opini GC GC GC GC GC
Z-Score 0,813 0,796 0,697 0,593 0,468
Kondisi Keuangan Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Catatan :
GC = Laporan keuangan yang mendapatkan opini going concern.
NGC = Laporan keuangan yang tidak mendapatkan opini going concern.
Kriteria = Perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau tidak baik
dengan nilai Z-Score <1,23 dan tidak mengalami kesulitan keuangan
atau baik dengan nilai Z-Score >1,23)
Berikut adalah ringkasan dari tabel 4.4 diatas :
Tabel 4.5 Tabel Matriks Kondisi Keuangan Perusahaan
Non Going
Concern (NGC)
Going Concern
(GC) Total
Baik 53
(91,3%) 5
(8,7%) 58
(100%)
Tidak baik 8
(11,1%) 64
(88,9%) 72
(100%)
Dari hasil tabel 4.4, perbandingan hasil dengan kriteria pada analisis Z-
Score akan menghasilkan dua kategori yaitu perusahaan yang sedang mengalami
kondisi tidak baik dengan nilai kriteria Z-Score kurang dari 1,23 (<1,23) dan
perusahaan dalam kondisi baik atau yang tidak mengalami kesulitan keuangan
dengan nilai kriteria Z-Score lebih dari 1,23 (<1,23).
Kondisi Keuangan
Opini
Dari tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa probabilitas bagi perusahaan yang
mengalami kondisi keuangan baik dan tidak mendapatkan opini going concern
(NGC) sebesar 53 atau 91,3%. Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan yang
mengalami kondisi keuangan yang relatif baik tidak akan mendapatkan opini
going concern oleh auditor. Sedangkan, probabilitas bagi perusahaan yang
mengalami kondisi keuangan tidak baik dan mendapatkan opini going concern
(GC) sebesar 64 atau 88,9%. Hal ini pula dapat disimpulkan bahwa perusahaan
yang mendapatkan opini going concern oleh auditor akan diberikan kepada
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan atau kondisi keuangannya
tidak baik.
Kondisi keuangan perusahaan dikatakan bermasalah jika perusahaan
memiliki beberapa indikator seperti total modal negatif, arus kas negatif,
pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, kerugian tahun berjalan, dan
defisit saldo laba tahun berjalan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
pula bahwa mayoritas perusahaan yang menerima opini going concern memiliki
modal kerja, saldo pendapatan setelah pajak, dan saldo laba ditahan pada tahun
berjalan negatif. Hal ini disebabkan karena pada beberapa perusahaan manufaktur
memiliki kewajiban atau hutang yang besar yang terjadi akibat transaksi pada
masa lalu dan ditambah lagi perusahaan dituntut untuk segera melunasinya pada
jangka waktu yang pendek sehingga menyebabkan kemampuan perusahaan dalam
menyediakan modal kerja sedikit bahkan cencerung negatif. Modal kerja adalah
selisih dari aset lancar dengan kewajiban lancar. Jika modal kerja yang digunakan
oleh perusahaan sebagai modal untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
tidak mencukupi (negatif), perusahaan akan mengalami kesulitan dalam
menjalankan kegiatan operasinya secara normal, yang pada akhirnya berkibat
pada kesulitan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan setelah pajak
(earnings after tax) bahkan menyediakan laba ditahan (retained earning) untuk
periode akuntansi tahun berikutnya.
Pada variabel pertumbuhan perusahaan yang di proksikan dengan
pertumbuhan penjualan (sales growth), baik pada perusahaan yang mengalami
going concern maupun yang non going concern sama-sama mangalami
pertumbuhan laba yang positf dari tahun ketahunnya dengan total 94 laporan
keuangan (94%) dari total penjualan. Data tersebut sesuai pada tabel 4.6 berikut
ini.
Tabel 4.6 Tabel Frekuensi Pertumbuhan Laba
Keterangan Going
Concern
Non Going
Concern Total
Pertumbuhan Penjualan (Positif) 40 54 94 72,3%
Pertumbuhan Penjualan (Negatif) 28 10 38 27,7%
100 100%
Peningkatan laba yang terlihat pada tabel diatas mengartikan bahwa faktor
penjualan pada perusahaan, tidak mempengaruhi pemberian opini going concern
dan non going concern pada perusahaan oleh auditor. Pada industri manufaktur
penjualan adalah faktor yang dipengaruhi faktor siklus, dianalogikan pada
penjualan jas hujan atau payung yang meningkat pada saat musim hujan maka
sebaliknya akan menurun pada musim kemarau dan peningkatan penjualan sirup
akan terjadi pada saat-saat menjelang hari raya dan cenderung flat pada saat bukan
hari raya. Penyebab inilah yang tidak bisa dikatakan bahwa perusahaan yang
sedang mengalami penurunan penjualan adalah perusahaan yang sedang
mengalami keadaan kesulitan keuangan atau dalam keadaan yang sehat dengan
catatan bahwa perusahaan tidak dapat menghasilkan cash flow positif yang
digunakan untuk membiayai kegiatan operasinya ke depan.
Kaitan dengan opini yang diberikan oleh auditor mengenai going concern
ini, maka peningkatan penjualan tidak bisa menjadi indikator bahwa perusahaan
sehat akan tetapi peningkatan penjualan ini dapat menjadi indikator awal bahwa
perusahaan tersebut mampu untuk mempertahankan hidupnya dengan berusaha
meningkatkan kinerjanya.
Tabel 4.7 Tabel Frekuensi Debt Default
Non Going
Concern (NGC)
Going Concern
(GC) Total
Default 4
(7,1%) 53
(92,9%) 57
(100%)
Non Default 58
(79,4%) 15
(20,4%) 73
(100%)
Variabel berikutnya, debt default yaitu kegagalan suatu perusahaan dalam
membayarkan kewajiban hutangnya pada saat jatuh tempo baik pokok hutangnya
maupun bunganya. Dari tabel 4.7 menunjukkan perusahaan yang mengalami debt
default lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan opini going concern
DEBT
Opini
terlihat sebanyak 53 laporan keuangan (92,9%) yang mengalami debt default
mendapatkan opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan tidak
mengalami debt default hanya 15 laporan keuangan saja atau sekitar (20,4%) yang
mendapatkan opini going concern. Hal ini juga terjadi pada laporan keuangan
yang tidak mengalami going concern (Non Going Concern / NGC) hanya
mayoritas perusahaan yang tidak mengalami debt default-lah yang tidak
mendapatkan opini going concern yaitu 58 laporan keuangan atau 79,8%. Jadi,
dapat diambil kesimpulan bahwa faktor debt default ini adalah faktor determinan
atau penentu bagi pertimbangan auditor dalam memberikan opini going concern.
Dari 130 laporan keuangan yang di observasi dalam penelitian ini, terdapat
banyak perusahaan yang mengalami debt default yang diungkapkan (disclose)
dalam paragraf penjelasan pada opini auditor maupun yang dijelaskan dalam
catatan atas laporan keuangan. Terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat
dilakukan oleh para auditee dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
antara lain menjadwalkan kembali jatuh tempo pembayarannya, melakukan
langkah penjualan aktiva-aktivanya atau mengkonversi kewajiban dengan aset-
aset yang dimiliki atau konversi dengan saham-sahamnya, dan dapat pula
meminta kepada para kreditur (Bank, Lembaga keuangan lainnya atau pihak
ketiga lainnya) untuk menghapus bunga dari pokok hutangnya. Dari beberapa
alternatif pilihan diatas, mayoritas dari 26 auditee yang mendapatkan opini going
concern dalam penelitian ini, cenderung memilih alternatif pilihan untuk
melakukan restrukturisasi hutang-hutannya yaitu dengan penjadwalan kembali
(reschedule) jatuh tempo pembayaran untuk jumlah cicilan pokok dan bunga
hutangnya.
Tabel 4.8 Tabel Frekuensi Opini tahun sebelumnya
Non Going
Concern (NGC)
Going Concern
(GC) Total
Non Going
Concern (NGC)
52 (83,8%)
10 (16,2%)
62 (100%)
Going Concern
(GC)
10 (14,7%)
58
(85,3%) 68
(100%)
Opini tahun sebelumnya yang digunakan menjadi salah satu variabel
dalam penelitian ini, berkaitan dengan variabel debt default yang terjadi pada
perusahaan hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan atau ketidakmampuan
perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajibannya yang telah jatuh tempo di
tambah lagi dalam jumlah yang sangat material membuat perusahaan mengambil
langkah untuk segera merestrukturisasi kewajibannya dengan menjadwalkan
kembali jatuh temponya dan menyesuaikan kembali jumlah dari cicilan-cicilan
hutang pokok maupun bunga yang akan terakumulasi pada tahun-tahun berikutnya
sampai seluruh kewajibannya lunas atau cicilannya selesai.
Pada laporan keuangan terdapat salah satu rasio keuangan yaitu modal
kerja yang diperoleh dari selisih antara aset lancar dengan kewajiban lancar,
dimana kejadian debt default ini terjadi (jumlah kewajibannya akan semakin
besar) akan menyebabkan modal kerja yang negatif. Modal kerja yang negatif
akan menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan operasional pada tahun berjalan. Hal tersebut akan terus berdampak pada
laporan keuangan pada tahun berikutnya apabila perusahaan mengalami terus
kesulitan dalam melakukan pencicilan hutangnya sampai lunas. Lain halnya
Opini tahun sebelumnya
Opini
ketika perusahaan tersebut mampu meningkatkan penjualan sekaligus
mengefisienkan biaya yang terjadi untuk menghasilkan produk sehingga pada
akhirnya mampu untuk meningkatkan laba bersih yang dihasilkan guna
membayarkan hutang-hutangnya. Pemberian opini going concern pada tahun
sebelumnya memiliki kecenderungan yang besar akan diberikan opini yang sama
pada tahun berikutnya, apabila kesulitan keuangan terjadi. Tabel 4.8 menunjukan
bagaimana opini yang terbit pada tahun sebelumnya berpengaruh besar pada
pemberian opini yang sama pada tahun berikutnya dengan catatan bahwa
mengalami kejadian yang berdampak pada tahun berikutnya yaitu sebanyak 58
laporan keuangan (85,3%) dibandingkan perusahaan yang sebelumnya tidak
mendapatkan opini going concern sebesar 10 laporan keuangan (14,7%).
C. Analisis dan Pembahasan
1. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik. Regresi
logistik digunakan untuk menguji pengaruh kondisi keuangan perusahaan
(Z-Score 1968), rasio pertumbuhan penjualan perusahaan (SALGR), debt
default (DEBT), dan opini audit tahun sebelumnya (PRIOP). Pengujian
dilakukan pada tingkat signifikansi (α) 5 persen (5%).
2. Menguji Kelayakan Model Regresi
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan model
regresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi
logistik dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur
dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Homser and Lemeshow.
Tabel 4.9 Tabel Uji Kelayakan Model Regresi
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 4.997 8 .758
Tabel 4.9 menunjukkan hasil pengujian Homser and Lemeshow.
Dengan probabilitas signifikansi menunjukkan angka 0,758, nilai
signifikansi yang diperoleh lebih besar daripada 0,05, maka H0 tidak dapat
ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan
dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara
klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
3. Menguji Keseluruhan model (overall model fit)
Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall
model fit). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2
Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log
Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan
atau selisih antara -2LL awal (initial - 2LL function) dengan nilai - 2LL
pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang
dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006).
Tabel 4.10 Tabel Uji Keseluruhan Model dengan Data
-2LL awal (Block Number = 0) 179,491
-2LL akhir (Block Number = 1) 37,193
Tabel 4.10 menunjukkan perbandingan antara nilai -2LL awal
dengan -2LL akhir. Perhatikan angka -2LL, pada -2LL awal (Block
Number = 0) dengan nilai 179,491 sedangkan pada -2LL akhir (Block
Number = 1) yang mengalami penurunan menjadi 37,193. Penurunan -2
Log Likelihood ini menunjukkan model regresi yang lebih baik atau
dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.
4. Koefisien Determinasi
Tabel 4.11
Tabel Variabilitas Variabel Dependen dengan Varibel Independen
Nagelkerke R Square
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 37.193 .666 .889
Tabel 4.11 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Nilai
Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada
regresi berganda (Ghozali, 2006). Dilihat dari hasil output pengolahan data
nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,889 yang berarti variabilitas
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah
sebesar 88,9% persen, sisanya 11,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain
di luar model penelitian seperti kualitas audit yang dilakukan oleh
Setyarno (2006), opinion shopping yang dilakukan oleh Praptitorini
(2007), dan ukuran perusahaan (size firm) yang dilakukan oleh Arga Fajar
(2007).
5. Menguji Multikolinearitas
Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala
korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas
menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya
korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar
variabel independen di dalam penelitian ini Z-Score 1968, SALGR,
DEBT, PRIOP. Tabel 4.12 menunjukkan korelasi antar variabel
independen di dalam penelitian ini. Matrik korelasi di atas menunjukkan
tidak adanya gejala multikolinearitas yang serius antar variabel bebas
masih jauh di bawah 0,8.
Tabel 4.12 Tabel Matrik Korelasi
Constant Z-Score SALGR DEBT PRIOP
Constant 1.000 -.836 .061 -.431 -.611
Z-Score -.836 1.000 -.104 .258 .248
SALGR .061 -.104 1.000 .162 -.139
DEBT -.431 .258 .162 1.000 .233
Step 1
PRIOP -.611 .248 -.139 .233 1.000
6. Matriks Klasifikasi
Matrik klasifikasikan akan menunjukkan kekuatan prediksi dari
model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit
going concern pada auditee.
Tabel 4.13 Tabel Matrik Klasifikasi
Prediksi
Opini
Observasi NGCAO GCAO Persentase
NGCAO 58 4 93.5 Step 1 Opini
GCAO 3 65 95.6
a. The cut value is ,500 94.6
Prediksi
Opini
Observasi NGCAO GCAO Persentase
NGCAO 58 4 93.5 Step 1 Opini
GCAO 3 65 95.6
a. The cut value is ,500 94.6
Tabel 4.13 menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi
untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern
pada laporan keuangan auditee adalah sebesar 95,6 persen. Hal ini berarti
bahwa dengan menggunakan model regresi yang diajukan ada 65 laporan
keuangan auditee (95,6%) yang diprediksi akan menerima opini audit
going concern (GCAO) dari total 68 laporan keuangan auditee yang
menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi model untuk
penerima opini audit non going concern adalah sebesar 93,5 persen, yang
berarti bahwa dengan model regresi yang diajukan ada 58 laporan
keuangan auditee (93,5%) yang diprediksi akan menerima opini audit non
going concern (NGCAO) dari total 64 laporan keuangan auditee yang
menerima laporan audit non going concern.
7. Menguji Koefisien Regresi
Tabel 4.14 Tabel Uji Koefisien Regresi
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Z-Score -1.803 .823 4.796 1 .029 .165
SALGR .257 .527 .238 1 .625 1.293
DEBT 3.734 1.316 8.044 1 .005 41.828
PRIOP 2.889 .947 9.300 1 .002 17.983
Step 1a
Constant -.481 1.366 .124 1 .725 .618
a. Variable(s) entered on step 1: ZScore, SALGR, DEBT, PRIOP.
Signifikansi pada level 5% atau 0.05
Tabel 4.14 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada
tingkat signifikansi 5 persen (5%). Dari pengujian persamaan regresi
logistik diatas maka dapat diperoleh model regresi logistik sebagai berikut
:
a. H 1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh positif terhadap
kemungkinan pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z-
Score Altman model tahun 1968 dengan menilai tingkat rasio likuiditas,
profitabilitas, dan aktivitas didalamnya yang memprediksi kebangkrutan
menunjukkan nilai koefisien (β) sebesar -1,803 pada tingkat signifikansi
dibawah 5% yaitu 0,029 (2,9%). Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa dari model prediksi Z-Score Altman 1968 yang
dinotasikan dengan Z-Score menunjukkan hasil yang signifikan (nilai
signifikansi 0,029 lebih kecil dari 0,05) bahwa model ini yang digunakan
sebagai proksi dari kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif
terhadap kemungkinan pemberian opini audit wajar dengan bahasa
penjelasan mengenai keberlangsungan usaha (going concern) oleh auditor.
= -0,481 - 1,803 ZScore + 0,257 SALGR +
3,734 DEBT + 2,889 PRIOP
OPINI
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesa 1 (H1)
berhasil didukung. Hasil ini mendukung penelitian Setyarno (2006) dan
Arga Fajar (2007) yang menyatakan bahwa semakin baik kondisi
keuangan perusahaan maka akan semakin kecil kemungkinan bagi auditor
untuk memberikan opini audit going concern, karena auditor hanya akan
memberikan opini ini jika perusahaan dikatakan bangkrut atau mengalami
kesulitan dalam melanjutkan kelangsungan hidup usahanya.
b. H 2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap
kemungkinan pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan
pertumbuhan penjualan (Sales Growth Ratio) menunjukkan nilai koefisien
positif sebesar 0,257 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,625 (62,5%)
lebih besar dari 0,05 (5%). Kesimpulan yang dapat diambil adalah hipotesa
2 (H2) tidak berhasil didukung, dengan demikian terbukti bahwa rasio
pertumbuhan penjualan perusahaan tidak berpengaruh terhadap
kemungkinan pemberian opini going concern oleh auditor.
Hasil penelitian empiris ini sejalan dengan penelitian Setyarno
(2006) yang menemukan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan
penjualan yang positif tidak dapat menjamin auditee untuk tidak menerima
opini audit going concern. Dari 130 sampel penelitian yang diamati rata-
rata dari rasio pertumbuhan penjualan kelompok auditee dengan opini
going concern maupun tidak going concern mengalami pertumbuhan
pejualan yang positif sebanyak 107 sampel dari 130 sampel yang diamati
dan sisanya 23 sampel dari 130 sampel mengalami pertumbuhan yang
negatif. Hal ini berarti auditee yang menjadi sampel dalam penelitian ini
baik auditee yang menerima opini going concern maupun tidak mengalami
peningkatan dalam penjualannya, tetapi peningkatan penjualan ini tidak di
ikuti dengan dengan kemampuan auditee untuk menghasilkan laba serta
meningkatkan saldo labanya yang bisa disebabkan oleh peningkatan harga
pokok produksi ataupun beban-beban yang terjadi pada kegiatan operasi
perusahaan. Dengan kata lain hal ini, bahwa auditee untuk dapat terus
berlangsung hidup selain dengan cara peningkatan penjualan dari tahun ke
tahun yang harus digenjot, juga melakukan berbagai tindakan efisiensi
pada setiap lini produksinya sehingga beban-beban yang terjadi sesuai
dengan semestinya.
c. H 3 : Debt default berpengaruh positif terhadap kemungkinan
pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel debt default menunjukkan nilai koefisien positif sebesar
3,734 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari 0,05 (5%).
Dapat disimpulkan bahwa hipotesa 3 (H3) berhasil didukung, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh positif
terhadap kemungkinan pemberian opini wajar dengan bahasa penjelasan
mengenai keberlangsungan usaha (going concern) oleh auditor. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Praptitorini (2007) yang
menunjukkan bahwa gagal bayar hutang (Debt Default) berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kegagalan
dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator
going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Pada masa krisis moneter yang
melanda Indonesia dimulai tahun 1997, nilai tukar mata uang rupiah
Indonesia dengan dollar Amerika Serikat mengalami fluktuasi yang
melemahkan nilai rupiah pada level 1 dollarnya mencapai diatas Rp
13.000,- yang disebabkan kurangnya jumlah mata uang dollar yang
beredar. Hal ini mengakibatkan jumlah hutang perusahaan yang
menggunakan dollar pada waktu itu, meningkat secara signifikan yang
membuat perusahaan sulit untuk membayar pada saat jatuh tempo
dikarenakan harga dollar yang tinggi. Selain itu pula banyak perusahaan
yang mengalami rugi operasi dan realisasi penjualan yang menurun.
Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga hutang serta terjadi rugi
selisih kurs.
Pada saat ini pun, pengaruh kondisi ekonomi tersebut masih
mempengaruhi perusahaan-perusahaan pada masa sekarang. Karena
rentannya kondisi ekonomi regional maupun internasional akibat krisis
finansial global pada tahun 2007 dan 2008 kemarin yang mempengaruhi
industri manufaktur terutama dalam hal permodalan, perolehan bahan baku
yang diperoleh secara kredit dan penjualan produk-produknya di pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
d. H 4 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap
kemungkinan pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel opini audit tahun sebelumnya menunjukkan nilai koefisien
positif sebesar 2,889 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil
dari 0,05 (5%). Dapat disimpulkan bahwa hipotesa 4 (H4) berhasil
didukung, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun
sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan pemberian opini
wajar dengan bahasa penjelasan mengenai keberlangsungan usaha (going
concern) oleh auditor. Hasil ini konsisten dengan penelitian Setyarno
(2006), Praptitorini (2007), dan Arga Fajar (2007) yang menyatakan bukti
empiris bahwa opini audit going concern yang diterima pada tahun
sebelumnya menjadi pertimbangan sebagai keputusan auditor untuk
memberikan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya.
Dari hasil penelitian ini pula memberikan bukti empiris bahwa
auditor dalam proses pemberian opini auditnya juga mempertimbangkan
opini audit pada tahun sebelumnya, terutama masalah yang berkaitan
dengan keberlangsungan hidup (going concern) auditee. Kaitan
pertimbangan ini disebabkan oleh salah satu dari beberapa kemungkinan
yang dapat mempengaruhi perusahaan yaitu terjadinya gagal bayar hutang
(debt default) yang terjadi pada perusahaan yang sedang mengalami
kesulitan atau pun tidak mengalami kesulitan keuangan yang sangat
mempengaruhi kegiatan operasional perusahaan. Karena dampak dari
kejadian tersebut akan terakumulasi di tahun-tahun berikutnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan
Altman Z-Score 1968 model berpengaruh signifikan terhadap
kemungkinan pemberian opini audit wajar dengan bahasa penjelasan
mengenai kelangsungan usaha (going concern) oleh auditor dengan
hubungan semakin rendah nilai Z-Score akan semakin besar bagi
auditee untuk mendapatkan opini going concern. Kesimpulan ini
sejalan dengan penelitian Setyarno (2006) dan Arga Fajar (2007).
2. Variabel debt default berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
pemberian opini audit wajar dengan bahasa penjelasan mengenai
kelangsungan usaha (going concern) oleh auditor. Kesimpulan ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Praptitorini (2007).
3. Variabel opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap
kemungkinan pemberian opini audit wajar dengan bahasa penjelasan
mengenai kelangsungan usaha (going concern) oleh auditor dan
kesimpulan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Setyarno (2006), Praptitorini (2007), dan Arga Fajar (2007).
4. Variabel pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan rasio
pertumbuhan penjualan dari tahun ke tahun tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan pemberian opini
audit wajar dengan bahasa penjelasan mengenai kelangsungan usaha
(going concern) oleh auditor dengan catatan bahwa perusahaan tidak
dapat menghasilkan cash flow positif yang digunakan untuk
membiayai kegiatan operasinya ke depan dan kesimpulan ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno (2006).
B. Implikasi
1. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan
penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan
hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang agar
mempertimbangkan faktor dari kondisi keuangan auditee yang
diproksikan dengan Altman Z-Score model 1968, debt default, dan
opini tahun sebelumnya.
2. Bagi investor yang akan menanamkan investasinya di Bursa Efek
Indonesia (BEI) terutama pada sektor industri manufaktur dapat
menggunakan perhitungan Altman Z-Score 1968, kondisi debt default,
dan opini pada tahun sebelumnya dalam mengambil keputusan untuk
berinvestasi dan tidak menggunakan rasio pertumbuhan penjualan
perusahaan dalam menilai baik buruknya kondisi perusahaan pada
sektor manufaktur.
C. Saran
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel, yaitu 3 variabel
keuangan (kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan dan
debt default) serta 1 variabel non keuangan (opini audit tahun
sebelumnya).
2. Periode pengamatan hanya 5 (lima) tahun sehingga kurang
merefleksikan tren pemberian opini going concern dalam jangka
panjang dan kondisi terbaru.
Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut, maka untuk peneliti yang akan
datang disarankan untuk :
1. Menambahkan variabel baru seperti integritas manajemen dan rasio
keuangan lain sehingga hasil penelitian akan lebih dapat memprediksi
penerbitan opini audit going concern yang lebih tepat.
2. Jumlah tahun maupun banyaknya sampel lebih diperbanyak sehingga
dapat merefleksikan tren pemberian opini going concern dari tahun ke
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik.” Edisi ketiga. Jilid I. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 2004.
Altman, E dan McGough, T. Evaluation of a Company as A Going Concern.
Journal of Accountancy. December. 50-57. 1974.
Ardiyos. Kamus Standar Akuntansi. Jakarta : Citra Harta Prima. 2006.
Gray, Iain dan Stuart Manson. The Audit Process, Principles, Practice and Cases.
Second Edition. Thomson Learning. 2000.
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba
Empat. 2009.
Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta :
Salemba Empat. 2009.
Imam Ghozali . Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006.
McKeown, J. Mutchler, J dan Hopwood W. “Towards an Explanation of Auditor
Failure to Modify the Audit Opinion of Bankrupt Companies”. Auditing : A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13. 1991.
Mutchler, J. “Auditors Perception of the Going Concern Opinion Decision”. Auditing : Journal Practice & Theory. 1984.
Mutchler, J. “A Multivariate Analysis of the Auditors Going Concern Opinion
Decision”. Journal of Accounting Research. Autumn. 1985.
Setiawan, Santy. “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan
Perusahaan.” Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol V No 1. Mei. Hal 59-67. 2006.
Setyarno, Eko Budi dan Indira Januarti, Faisal. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit tahun sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern.” Simposium Nasional
Akuntansi ke IX. 12. 2006.
Stephen, John Grice, Sr. ”Bankruptcy Prediction Models and Going Concern
Audit Opinions Before and After SAS No. 59”. Journal of Accounting
Research. Autumn. 1988
Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit tahun sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern : Suatu Studi Kasus
Perusahaan Manufaktur yang terlisting di BEI.” Simposium Nasional
Akuntansi ke X. 3-4. 2007.
Petronela, Thio. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian
Opini Audit.” Jurnal Balance. 47 - 55. 2004.
Ramadhany, Alexander. “Analisis Faktor-faktor Mempengaruhi Penerimaan
Opini Going concern pada Perusahaan Manufaktur yang mengalami
Financial Distress di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal Maksi Volume 4. 2004.
Ruiz, barbadillo Emiliano, Nivez Gomez-Aguilar, Christina De Fuentes-Barbera
dan Maria Antonia Garcia-Benau. “Audit Quality and The Going Concern
Decision Making Process.” European Accounting Review, Vol 13 No 4. pp
597-620. 2004.
Weston, J. Fred & Eugene F. Bringham. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jilid 1. Edisi ke-9. Erlangga : Jakarta. 1993.
Windarty. “Analisis Rasio Keuangan Perusahaan yang Melakukan Merger dan
Akuisisi.” Yogyakarta : Tesis UGM. 2002.