Transcript
Page 1: juvenile rheumatoid arthtritis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak dan

menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang

merupakan respon normal dari sistem kekebalan tubuh. Peradangan pada sendi

menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak serta gejala lainnya. Selain itu,

peradangan sering mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan

tidak dihambat atau dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena

dan jaringan lainnya.1

Insiden JRA diperkirakan 2 - 20 kasus per 100.000 anak dengan prevalensi

16 - 150 kasus per 100.000 anak diseluruh dunia. Juvenil Rheumatoid Arthritis

(JRA) biasanya muncul sebelum usia 16 tahun. Namun onset penyakit juga dapat

terjadi lebih awal, dengan frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun. Perempuan

lebih sering terkena dari pada laki-laki.2,3

Tipe JRA yang paling umum pada anak usia kurang dari 8 tahun adalah

pausiartikular. Tipe ini hanya mempengaruhi beberapa sendi, yakni kurang dari

lima sendi seperti sendi bahu, siku, pinggul, dan lutut. Gejala lain yang dapat

timbul adalah demam tinggi, ruam pada kulit, dan masalah lain yang disebabkan

oleh peradangan pada organ dalam seperti jantung, limpa, hati, dan saluran

pencernaan. Tipe ini merupakan 30% dari seluruh kasus JRA.1

Anak dengan JRA mungkin menderita komplikasi spesifik dari setiap jenis

JRA. Komplikasi yang paling sering berhubungan dengan efek samping dari obat,

terutama obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), seperti ibuprofen. Bila sering

digunakan, obat ini dapat menyebabkan iritasi, rasa nyeri, dan pendarahan di

lambung dan usus bagian atas. Obat-obat tersebut juga dapat menyebabkan

kerusakan pada hati dan ginjal yang sering tidak bergejala sampai tahap yang

sangat parah. Selain itu, pertumbuhan anak bisa terganggu yang menyebabkan

anak gagal tumbuh. 1,2,3

1

Page 2: juvenile rheumatoid arthtritis

Angka kematian pada penderita JRA sedikit lebih tinggi dari pada anak

normal. Angka kematian tertinggi terjadi pada JRA sistemik. Juvenile Rheumatoid

Arthritis (JRA) juga dapat berkembang menjadi penyakit lain, seperti Systemic

Lupus Erythematosus (SLE) atau skleroderma, yang memiliki angka kematian

yang lebih tinggi dari pada JRA pausiartikular atau poliartikular.1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang Juvenil Rheumatoid Arthritis (JRA) mulai dari

definisi sampai prognosis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit

JRA sehingga mampu menegakkan diagnosis pasien dengan JRA.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini merujuk ke berbagai literatur.

2

Page 3: juvenile rheumatoid arthtritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) adalah peradangan kronis autoimun pada

sendi yang onsetnya terjadi sebelum usia 16 tahun dan menetap lebih dari 6

minggu, setelah menyingkirkan penyebab lain.1

2.2Epidemiologi

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) pada anak bukan penyakit yang jarang,

namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras

dan geografik, namun insidennya di seluruh dunia berbeda-beda. Insiden JRA

bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000 anak. JRA biasanya bermula sebelum

usia 16 tahun. Namun onset penyakit juga dapat terjadi lebih awal, dengan

frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun. Perempuan lebih sering terkena dari pada

laki-laki.2,3

Sekitar 300.000 anak di Amerika Serikat diperkirakan menderita artritis

dengan berbagai tipe. Insiden JRA diperkirakan 4-14 kasus per 100.000 anak per

tahun. Di seluruh dunia, JRA terjadi lebih sering pada populasi tertentu seperti

Inggris, Columbia dan Norwegia. Sebuah studi dari Jerman menemukan tingkat

prevalensi 20 kasus per 100.000 penduduk, dengan insiden 3,5 kasus per 100.000

penduduk. Di Norwegia tingkat prevalensi sekitar 148 kasus per 100.000

penduduk dengan insiden 22 kasus per 100.000 penduduk. Insiden JRA di Jepang

dilaporkan sangat rendah.1

Angka kematian JRA sulit untuk dihitung tetapi diperkirakan kurang dari

1% di Eropa dan kurang dari 0,5% di Amerika Utara. Sebagian besar kematian

JRA di Eropa terkait dengan amiloidosis, dan di Amerika Serikat berhubungan

dengan infeksi.1

Persentase berbagai tipe JRA adalah sebagai berikut :1

3

Page 4: juvenile rheumatoid arthtritis

a. Pausiartikular : 30%

b. Poliartikular (faktor reumatoid negatif) : 20%

c. Poliartikular (faktor reumatoid positif) : 5%

d. Onset sistemik : 5%

e. Psoriatik : 5%

f. Terkait enthesitis : 25%

g. undifferentiated : 10%

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe pausiartikular dan poliartikular

lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio

masing-masing 3 : 1 dan 2,8 : 1. Sedangkan tipe sistemik terjadi dengan frekuensi

yang sama antara anak laki-laki dan perempuan.1

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) dengan tipe poliartikular faktor

rematoid negatif memiliki puncak onset bifasik. Puncak pertama terjadi pada usia

muda (1-4 tahun), mirip dengan JRA pausiartikular, dan puncak kedua terjadi

pada usia 6-12 tahun. Poliartikular faktor rematoid positif lebih sering terjadi pada

remaja. Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe sistemik tidak memiliki puncak

onset usia.1

Penelitian deskriptif cross sectional dilakukan untuk memperoleh profil

pasien JRA berdasarkan kriteria dan klasifikasi ILAR di RSCM. Selama kurun

waktu 6 tahun sejak 1 Januari 2001 hingga 31 Desember 2006 di RSCM

didapatkan 203 pasien dengan keluhan utama artritis. Peneliti menemukan 68

pasien merupakan penderita JRA (34,3%). Tipe oligoartikular merupakan jenis

terbanyak yang ditemukan (40,8%).5

2.3 Etiologi

Etiologi JRA belum banyak diketahui, diduga terjadi karena respon yang

abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di lingkungan. Peran

imunogenetik diduga memiliki pengaruh yang sangat kuat.4

4

Page 5: juvenile rheumatoid arthtritis

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit autoimun

dimana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan yang seharusnya

dilindungi. Namun, belum pernah ditemukan autoantibodi spesifik untuk JRA.

Penyebab yang mungkin adalah respon imun pejamu yang secara genetik rentan

terhadap suatu antigen (yang belum diketahui). Secara luas dipercaya bahwa

pemicu respon imun awal adalah suatu agen infeksius. Antigen Presenting Cell

(APC) menelan protein asing, mengolahnya, dan kemudian menyajikan peptida

antigenik melalui reseptor MHC klas II ke sel T-helper CD4+ yang mengenali

peptida antigenik melalui reseptor antigen sel T-klonotipik (TCR). Sel T-helper

yang sudah diaktifkan mengeluarkan berbagai sitokin dan merekrut sel T lain dan

sel B yang dipacu untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma penghasil antibodi.

Pada dewasa, antigen MHC klas II HLA-DR4 dan HLA-DR1 dikaitkan dengan

peningkatan kerentanan terhadap JRA. Sedangkan pada anak, peningkatan

kerentanan terhadap JRA dikaitkan dengan HLA-DR5 dan HLA-DR8. Protein

MHC klas II ini mungkin sama-sama memiliki sekuen spesifik asam amino yang

berkaitan dengan cara menyajikan antigen tertentu yang kemudian menyebabkan

peningkatan kerentanan terjadinya radang sendi.6

Belum pernah berhasil diisolasi suatu agen infeksius tertentu yang secara

spesifik menyebabkan artritis walaupun sudah dilakukan riset intensif bertahun-

tahun. Mikroorganisme yang mungkin berperan sebagai agen infeksius antara lain

virus limfotropik sel T tipe 1, virus rubella, sitomegalovirus, herpesviridiae,

mikoplasma, dan virus Epstein-Barr (EBV). Epstein-Barr (EBV) adalah suatu

aktivator poliklonal sel B yang menghasilkan banyak immunoglobulin, termasuk

faktor reumatoid. Sebagian orang dewasa penderita artritis reumatoid terbukti

memperlihatkan peningkatan jumlah sel B yang terinfeksi oleh EBV dalam

sirkulasi serta penurunan respon sel T sitotoksik terhadap virus tersebut.6

Terdapat data yang menunjang suatu respon autoimun sebagai kausa

primer artritis reumatoid tetapi data tersebut belum kuat. Kolagen dan IgG adalah

protein utama yang paling sering dianggap sebagai auto-antigen. Reaksi terhadap

kolagen dapat menyebabkan artritis pada hewan pengerat dan mamalia yang lebih

tinggi tetapi antibodi terhadap kolagen yang terdapat di tulang rawan sendi

tampaknya tidak menyebabkan artritis reumatoid pada manusia. Ketika terjadi

5

Page 6: juvenile rheumatoid arthtritis

kerusakan tulang rawan pada artritis, terbentuk autoantibodi terhadap bagian

kolagen yang mengalami degradasi. Autoantibodi ini bersama dengan faktor

reumatoid mengendap di tulang rawan dan berfungsi sebagai kemoatraktan dan

menyebabkan proses kerusakan secara terus-menerus. Sel T CD4+ aktif

berkumpul di dalam ruang sendi. Membran sinovial juga terkena. Makrofag dan

fibroblas menghasilkan interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor α (TNF-α)

yang menumpuk di membran sinovial. Sitokin-sitokin ini memiliki efek luas

terhadap banyak sel serta menyebabkan pengaktifan dan proliferasi sel T lebih

lanjut, peningkatan aktivitas prostaglandin dan protease penghancur matriks, serta

resorpsi tulang.6

Netrofil adalah sel utama dalam cairan sendi walaupun limfosit dan

makrofag merupakan sel predominan di membran sinovial. Kemoatraktan untuk

netrofil adalah C5a yang dihasilkan dari pengaktifan komplemen, leukotrien B4,

dan platelet activating factor. Netrofil dalam cairan sendi dengan cepat memakan

debris sel dan komplek imun. Pengaktifan netrofil menyebabkan terjadinya

degranulasi, pengeluaran protease, dan pembentukan rangsangan kemotaktik lebih

lanjut. Di cairan sendi, pengaktifan sistem komplemen, pengeluaran enzim

lisosom oleh netrofil, pembentukan oksidan reaktif, pembentukan kinin vasoaktif

oleh kalikrein, serta pengaktifan fibrinolisis dan jenjang pembekuan menyebabkan

terjadinya peradangan yang intensif. Rasa nyeri, peningkatan suhu, kemerahan,

dan efusi mencerminkan peradangan sendi akut.6

2.4 Klasifikasi

Pada tahun 1970, dua kriteria digunakan untuk mengklasifikasikan JRA pada anak

yaitu klasifikasi oleh American Collage of Rheumatology (ACR), dan European

League Against Rheumatism (EULAR). Pada tahun1993, klasifikasi ketiga

muncul dari International League of Association for Rheumatology (ILAR).

Karakteristik klinis JRA yang sering digunakan adalah oligoartritis, poliartritis

dan onset sistemik.2

6

Page 7: juvenile rheumatoid arthtritis

Tabel 1.Karakteristik JRA tipe onset penyakit 2

Karakteristik Poliartritis Oligoartritis Sistemik

Presentase kasus 30 % 60% 10%

Sendi terlibat ≥ 5 ≤ 4 Bervariasi

Usia onset Seluruh masa

anak, puncak usia

1-3 tahun

Awal masa anak,

puncak usia 1-2

tahun

Seluruh masa

anak, tidak ada

puncak

Rasio jenis

kelamin ( laki-laki:

perempuan )

1:3 1:5 1:1

Keterlibatan

sistemik

Penyakit sistemik

sedang

Tidak ada

penyakit sistemik,

penyebab utama

morbiditas adalah

uveitis

Penyakit sistemik

sering sembuh

sendiri, sebagian

mengalami

destruksi artritis

kronik

Adanya uveitis

kronik

5% 5-15% Jarang

Frekuensi

seropositif faktor

rheumatoid

10% ( meningkat

dengan usia )

Jarang Jarang

Antibodi

antinuclear

40-50% 75-85% 10%

Prognosis Sedang Baik, kecuali

untuk penglihatan

Buruk

7

Page 8: juvenile rheumatoid arthtritis

2.5 Patofisiologi

Artritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang nonsupuratif.

Jaringan sinovial yang terkena menjadi edema, hiperemis, serta diinfiltrasi oleh

limfosit dan sel plasma. Bertambahnya cairan sendi menimbulkan efusi.

Penonjolan dari membran sinovial yang menebal membentuk vili yang menonjol

ke dalam ruang sendi; reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan

melekat pada kartilago artikuler sehingga terbentuk pannus. Pada sinovitis kronis

dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi

lainnya dapat mengalami erosi dan rusak secara progresif. Terdapat variasi waktu

yang dibutuhkan untuk terjadinya proses kerusakan sendi yang permanen pada

sinovitis. Pada anak, proses kerusakan kartilago artikuler terjadi lebih lambat

dibandingkan pada dewasa, sehingga anak yang menderita JRA tidak pernah

mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama. Penghancuran

sendi terjadi lebih sering pada anak dengan faktor reumatoid positif atau penyakit

tipe sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang

subkhondral, penyempitan ruang sendi, penghancuran tulang, deformitas dan

subluksasi atau ankilosis persendian. Mungkin dijumpai tenosinovitis dan

miositis. Osteoporosis, periostitis, pertumbuhan epifisis yang dipercepat, dan

penutupan epifisis yang prematur dapat terjadi di dekat sendi yang terkena.6

Nodul reumatoid lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan orang

dewasa, terutama pada faktor reumatoid positif, dan memperlihatkan bahan

fibrinoid yang dikelilingi oleh sel radang kronis. Pada pleura, perikardium dan

peritoneum dapat terjadi serositis fibrinosis non spesifik. Nodul reumatoid secara

histologis tampak seperti vaskulitis ringan dengan sedikit sel radang yang

mengelilingi pembuluh darah kecil.6

Terdapat 4 jenis patogenesis terjadinya JRA, yaitu :7

1. Berhubungan dengan molekul HLA dan non HLA

Gen HLA merupakan faktor genetik penting pada JRA karena fungsi utama dari

gen ini sebagai APC ke sel T. Hubungan antara HLA dengan JRA berbeda-beda

tergantung subtipe JRA. Secara spesifik oligoartritis dihubungkan dengan

genHLA-A2, HLA-DRB1*11, dan HLA-DRB1*08. Faktor reumatoid positif pada

8

Page 9: juvenile rheumatoid arthtritis

poliartritis berhubungan dengan gen HLA–DR4 pada anak, dan begitu juga pada

dewasa. Selain itu, adanya gen HLA-B27 meningkatkan risiko entesitis terkait

artritis. 7

Protein Tyrosine Phosphatase Nonreceptor 22 (PTPN22) mengkode suatu

fosfatase limfoid spesifik (lyp), suatu varian dalam pengkodean region di gen ini.

Gen ini dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun yang juga telah

teridentifikasi sebagai suatu lokus untuk JRA. Efek dari PTPN22 ini bervariasi

antara masing-masing subtipe JRA tetapi secara umum lebih terkait daripada gen

HLA. Beberapa gen lainnya yaitu faktor makrofag inhibitor, IL-6, IL-10 dan TNF

α juga berhubungan dengan JRA. 7

2. Mediator inflamasi pada kerusakan sendi

Membran sinoval pada pasien JRA mengandung sel T, sel T yang teraktivasi sel

plasma, dan makrofag yang teraktivasi, yang didatangkan melalui suatu proses

neovaskularisasi. Antigen spesifik sel T berperan dalam patogenesis subtipe

artritis pada JRA. Sel T predominan adalah sel Th1. Sel ini akan mengaktivasi sel

B, monosit, makrofag dan fibroblas sinovial untuk memproduksi immunoglobulin

(Ig) dan mediator inflamasi. Sel B yang teraktivasi akan memproduksi

immunoglobulin termasuk faktor reumatoid dan antinuclear antibody (ANA). 7

Patogenesis yang tepat tentang faktor reumatoid belum diketahui

sepenuhnya, diduga melibatkan aktivasi komplemen melalui pembentukan

komplek imun. Antinuclear antibody (ANA) dihubungkan dengan onset dini

terjadinya oligoartritis tetapi antibodi ini tidak spesifik untuk JRA. Makrofag yang

teraktivasi, limfosit, dan fibroblas memproduksi vascular endothelial growth

factor (VEGF) dan osteopontin yang menstimulasi terjadinya angiogenesis. Pada

pasien JRA, VEGF banyak ditemukan di jaringan sinovial. Osteopontin

meningkat di cairan sinovial dan berhubungan dengan neovaskularisasi. 7

Tumor necrosis factor (TNF) dan IL-1 diproduksi oleh monosit teraktivasi,

makrofag dan fibroblas sinovial. Mediator inflamasi ini sepertinya memiliki peran

penting dalam terjadinya JRA. Sitokin ini ditemukan meningkat pada cairan sendi

penderita JRA dan telah diketahui menstimulasi sel mesenkim seperti fibroblas

sinovial, osteoklast dan khondrosit untuk melepas matrix metaloproteinase (MTP)

9

Page 10: juvenile rheumatoid arthtritis

yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Pada kelinci percobaan, injeksi IL-1

pada sendi lutut mengakibatkan terjadinya degradasi pada kartilago. 7

Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin multifungsi yang memiliki aktivitas

biologik yang luas dalam regulasi respon imun, reaksi fase akut, hematopoesis

dan metabolisme tulang. Jumlah IL-6 yang beredar di sirkulasi meningkat pada

pasien JRA. Hal ini dihubungkan dengan hasil laboratorium dan manifestasi klinis

dari derajat aktivitas penyakit. Interleukin-6 (IL-6) menstimulasi hepatosit dan

menginduksi produksi protein fase akut seperti C-reactive Protein (CRP). Jadi,

peningkatan kadar IL-6 dalam serum berkorelasi dengan peningkatan CRP dalam

fase aktif penyakit. 7

Interleukin-17 (IL-17) diproduksi oleh sel Th17 dan menginduksi reaksi

jaringan yang berlebihan karena memiliki reseptor yang tersebar luas di seluruh

tubuh. Bukti terbaru menunjukkan IL-17 mempunyai peran penting dalam reaksi

inflamasi autoimun. Interleukin-17 (IL-17) akan meningkatkan sitokin

proinflamasi di jaringan sendi, menstimulasi produksi TNF dan IL-1, serta akan

saling bersinergi untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8 dan IL-17 sehingga

menyebabkan kerusakan sendi akibat proses inflamasi. Interleukin-17 (IL-17)

meningkat pada pasien JRA dengan penyakit yang aktif dibandingkan dengan

pasien yang mengalami remisi. 7

3. Profil inflamasi khas pada penyakit tipe sistemik

Patogenesis dari JRA tipe sistemik berbeda-beda pada jenis JRA dalam berbagai

bagian seperti kurangnya keterkaitan antara tipe HLA serta tidak adanya

autoantibodi dan sel T reaktif. Penderita dengan penyakit tidak menunjukkan

tanda-tanda dari limfosit mediated antigen yang merupakan respon imun spesifik.

Tanda-tanda klinis dari JRA tipe sistemik juga dihubungkan dengan

granulositosis, trombositosis, dan peningkatan regulasi reaktan fase akut yang

menandakan aktivasi tidak terkontrol dari sistem imun didapat. Selama

manifestasi awal dari perjalanan penyakit ini, muncul infiltrasi perivaskular dari

netrofil dan monosit yang memproduksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam

proses patogenesis penyakit.7

10

Page 11: juvenile rheumatoid arthtritis

Data terbaru menunjukkan IL-1 memiliki peran utama dalam gejala klinis

JRA tipe sistemik. Pengobatan dengan reseptor antagonis IL-1 telah menunjukkan

perbaikan gejala klinis dan laboratorium pada pasien yang resisten terhadap

pengobatan anti-TNF. Monosit yang teraktivasi pada pasien dengan gejala

sistemik memiliki jumlah IL-1 yang lebih tinggi, dimana sekresi dari TNF dan

IL-6 tidak terlalu meningkat. Anggota lain dari IL-1 yaitu IL-18 ditemukan

meningkat tajam pada pasien dengan onset usia yang lebih besar dibandingkan

dengan pasien JRA lainnya. Interleukin-18 (IL-18) ditemukan lebih meningkat

pada serum anak dengan tipe sistemik dibandingkan dengan tipe poliartikular dan

pausiartikular. Konsentrasi IL-18 juga meningkat pada pasien serositis dan

hepatosplenomegali. 7

Konsentrasi IL-6 ditemukan meningkat pada pasien dengan tipe sistemik

dan berhubungan dengan keterlibatan sendi. IL-6 juga meningkat pada cairan

sinovial pasien dengan tipe sistemik dibandingkan dengan pasien JRA tipe

lainnya. Produksi berlebihan IL-6 berhubungan dengan manifestasi ekstra

artikular seperti anemia mikrositik dan gangguan pertumbuhan. Pengobatan

dengan monoklonal antibodi yang langsung menyerang reseptor IL-6 menunjukan

perbaikan klinis pada reaktan fase akut pasien dengan tipe sistemik. Aktivasi dan

proliferasi yang tidak terkontrol pada limfosit T dan makrofag yang menyebabkan

terjadinya pelepasan dari sitokin inflamasi seperti TNF α, IL-1, dan IL-6

mengakibatkan munculnya manifestasi klinis dan patologi pada macrofage

activation syndome (MAS). 7

4. Mediator anti inflamasi pada JRA

Dua sitokin anti-inflamasi yang paling dikenal pada JRA adalah IL-10 dan IL-4.

Interleukin-10 (IL-10) menunjukkan degradasi kartilago oleh antigen stimulated

mononuclear cell pada pasien dewasa dengan artritis. Polimorfonuklear (PMN)

dengan produksi IL-10 yang rendah berhubungan dengan artritis tipe berat. IL-4

menghambat aktivasi sel Th1 dan penurunan produksi dari TNF α, IL 1 dan

menghambat kehancuran kartilago. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-10 menghambat

produksi dari sitokin inflamasi seperti IL-6 dan IL-8. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-

10 yang tinggi pada sendi bermanifestasi sebagai pausiartikular yang ringan dan

11

Page 12: juvenile rheumatoid arthtritis

non-erosif. Foxp3, CD4, CD25, dan sel T regulasi penting untuk pengontrolan

inflamasi. Defek pada X-linked pada foxp3 merupakan penyebab dari kondisi

multipel autoimun disebut juga imunodisregulasi, poliendokrinopati, dan

enteropati (IPEX syndrome). Kerusakan pada sel T regulasi juga merupakan

penyebab adanya kegagalan toleransi pada penyakit autoimun, meskipun belum

ada bukti yang menunjukkan adanya defek pada sel T regulasi pada JRA.

Penurunan jumlah sel T regulasi menyebabkan oligoartritis yang lebih berat. Pada

pasien dengan JRA ditemukan peningkatan jumlah T regulasi yang lebih tinggi di

sendi dibandingkan darah tepi, yang mengindikasikan terjadinya suatu proses

inflamasi.7

2.6 Manifestasi Klinis

2.6.1 Poliartikular

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe ini ditandai dengan keterlibatan banyak

sendi secara khas, yaitu ≥ 5 sendi, termasuk sendi kecil tangan. Biasanya tipe ini

terjadi pada 35% anak yang menderita JRA. Ada 2 subtipe JRA poliartikular,

yaitu poliartritis faktor reumatoid positif (20-30%) dan poliartritis dengan faktor

reumatoid negatif (5-10%). Penyakit dengan faktor reumatoid positif biasanya

dimulai pada akhir masa kanak-kanak. Pada artritis yang lebih berat sering timbul

nodul reumatoid dan vaskulitis reumatoid. Selama masa kanak-kanak, penyakit

tanpa faktor reumatoid bisa terjadi kapanpun, biasanya ringan dan jarang disertai

dengan nodul reumatoid. Anak perempuan lebih banyak terkena dari pada anak

laki-laki.4,8

Perjalanan penyakit ini bisa terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung hebat,

atau secara progresif lambat yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan sendi,

pembengkakan dan kehilangan gerakan. Pada sendi yang terkena ditemukan

tanda-tanda terjadinya proses inflamasi, seperti nyeri, bengkak, panas, penurunan

fungsi tetapi jarang terlihat memerah. Bengkak terjadi akibat edema periartikular,

efusi sendi, dan penebalan sinovial. Nyeri jarang dikeluhkan pada anak yang lebih

kecil. Gejala klinis terlihat dari berkurangnya pergerakan pada sendi yang terkena.

12

Page 13: juvenile rheumatoid arthtritis

Hal ini dapat merupakan akibat dari spasme otot sendi yang mengalami efusi dan

proliferasi sinovial.8

Proliferasi sinovial dapat mengakibatkan timbulnya kista disekitar sendi

yang terkena, herniasi sinovial, dan ekstravasasi cairan sinovial sehingga

mengenai struktur disekitarnya terutama pada daerah poplitea. Kekakuan sendi

pada pagi hari dan perlunakan pasca inaktivasi merupakan ciri khas JRA. 8

Artritis yang mengenai setiap sinovial persendian sering bermula dari

sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku.

Serangan awal ini sering simetris. Peradangan sendi interfalang proksimal

mengakibatkan pengurusan atau perubahan fusiformis pada jari-jari. Serangan

pada sendi metakarpofalangeal seringkali bersamaan dan sendi interfalangeal

dapat juga terkena. Artritis dari spina servikalis ditandai oleh kekakuan dan nyeri

leher yang terjadi pada sekitar 50% penderita. Keterlibatan sendi

temporomandibular ditandai dengan terbatasnya gerakan membuka rahang dan

nyerinya bisa timbul sebagai nyeri telinga. Keterlibatan panggul sekurang-

kurangnya terjadi pada 50% anak yang menderita poliartritis, biasanya mulai pada

proses penyakit yang lanjut. Penghancuran kaput femoris dapat terjadi. Penyakit

pinggul yang berat merupakan penyebab utama kecacatan pada stadium akhir

JRA. Penyempitan sendi sakroiliaka bisa diketahui dari foto rontgen. Artritis

krikoaritenoid bisa mengakibatkan suara serak dan stridor laring serta

mengakibatkan terjadinya obstruksi akut saluran napas, namun hal ini jarang

terjadi. Keterlibatan sendi sternoklavikular dan sambungan kostokondral dapat

menyebabkan nyeri dada. 4

Gangguan pertumbuhan yang terjadi pada sendi yang meradang bisa

mengakibatkan pertumbuhan yang berlebih atau berkurang. Penambahan panjang

kaki dapat menyertai artritis lutut yang kronis dan mikrognatia pasca artritis

temporomandibular. Hal ini dapat menjadi suatu tanda stadium akhir JRA. Kaki

yang kecil dan berubah bentuk dapat disebabkan karena keterlibatan kaki pada

masa awal kanak-kanak dan jari-jari yang pendek adalah karena keterlibatan

tangan pada masa dini. 4

13

Page 14: juvenile rheumatoid arthtritis

Manifestasi ekstra-artikular JRA poliartikular tidak sehebat manifestasi

yang tampak pada JRA tipe sistemik. Kebanyakan penderita dengan penyakit

poliartikular yang aktif menderita malaise, anoreksia, iritabilitas, dan anemia

ringan. Demam ringan, hepatosplenomegali ringan, dan limfadenopati dapat

dijumpai. Bisa terjadi perikarditis dan iridosiklitis tetapi jarang. Nodulus

reumatoid dapat terjadi pada titik tekanan. Hal ini biasanya dijumpai pada

penderita dengan hasil uji aglutinasi positif terhadap faktor reumatoid. Vaskulitis

reumatoid kadang-kadang terjadi pada penderita dengan faktor reumatoid positif

sebagaimana pada penyakit sjogren. 9

2.6.2 Pausiartikular

Pada pausiartikular, sendi yang terkena terbatas pada ≤ 4 sendi selama 6 bulan

pertama sesudah timbulnya penyakit. Sendi yang terkena terutama sendi besar,

dan penyebarannya sering tidak simetris. Ada 2 subtipe dari pausiartikular ini,

yaitu tipe 1 terutama menyerang anak perempuan yang masih kecil pada saat

mulainya penyakit dan berisiko menderita iridosiklitis kronis. Tipe 2 terutama

menyerang anak laki-laki dengan usia yang lebih besar pada saat mulainya

penyakit dan lebih berisiko mengalami spondiloartropati. 4,8

Gambar 1.Artritis unilateral lutut kiri pada JRA pausiartikular.10

Pausiartikular tipe 1 adalah tipe yang paling umum terjadi (30-40%).

Sebanyak 90% penderita memiliki tes ANA positif dan tidak disertai dengan

faktor reumatoid ataupun HLA 27. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi

14

Page 15: juvenile rheumatoid arthtritis

lutut, pergelangan kaki, dan siku. Kadang-kadang ada keterlibatan tersendiri pada

sendi lainnya, seperti sendi temporomandibular, satu jari kaki atau tangan,

pergelangan tangan, atau leher. Pinggul dan tulang lingkar panggul biasanya tidak

terkena dan tidak disertai sakroilitis. Gambaran klinis dan histologi sinovial sendi

yang terkena tidak dapat dibedakan dari gambaran klinis dan histologi JRA. 4

Penderita dengan penyakit pausiartikuler tipe 1 berisiko tinggi untuk

menderita komplikasi mata. Iridosiklitis kronis terjadi pada 15-30% pada suatu

waktu selama 10 tahun pertama penyakit. Ciri khas iridosiklitis kronis JRA adalah

tidak disertai gejala atau tanda-tanda awal. Kadang kala anak menampakkan

gejala awal kemerahan, nyeri, fotofobia, dan penurunan tajam peglihatan. Satu

atau dua mata dapat terkena. Jika dimulai dari unilateral, mata yang lain biasanya

tetap tidak terlibat. Iridosiklitis kadang-kadang merupakan manifestasi JRA yang

ada tetapi biasanya iridosiklitis menyertai awal timbulnya keluhan sendi selama

berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Penderita dengan iridosiklitis biasanya

memiliki tes ANA yang positif. Tanda-tanda peradangan iris dan korpus siliaris

yang paling awal adalah bertambahnya jumlah sel serta jumlah protein dalam

kamera okuli anterior. Perubahan yang timbul hanya dapat dideteksi dengan

pemeriksaan slit lamp. Seringkali radang okuler tetap aktif selama bertahun-tahun.

Sekuelenya meliputi sinekia posterior, katarak dengan komplikasinya, glaukoma

sekunder, dan ptosis bulbi yang dapat berakibat kehilangan visus dan kebutaan

permanen. Oleh karena itu, pada anak dengan pausiartikular harus dilakukan

pemeriksaan slit lamp 3-4 kali setahun sekurang-kurangnya selama 5 tahun

pertama penyakit tanpa memandang aktivitas penyakit sendi. Manifestasi ekstra-

artikular lainnya pada JRA pausiartikular biasanya ringan, seperti demam ringan,

malaise, hepatomegali, limfedenopati sedang, dan anemia ringan. Hal ini bisa

dikaitkan dengan aktivitas penyakit yang aktif. 9

Penyakit pausiartikular tipe 2 mengenai 10-15% penderita JRA terutama

anak laki-laki yang berusia lebih dari 8 tahun. Riwayat keluarga sering

menunjukan adanya anggota keluarga yang juga menderita artritis pausiartikular,

spondilitis ankilosa, dan penyakit reiter (iridosiklitis akut). Uji ANA biasanya

negatif. Pada tipe ini sendi yang sering terkena adalah sendi besar, terutama sendi

ekstremitas bawah. Nyeri tumit, fasiitis plantaris atau tendinitis achilles sering

15

Page 16: juvenile rheumatoid arthtritis

ditemui. Kemungkinan juga dapat ditemukan radang pada tempat insersi tendon

pada tulang. Seiring berjalannya waktu, artritis pausiartikular tipe 2 ini

berkembang menjadi spondilitis ankilosa yang khas dengan keterlibatan spina

lumbodorsal, manifestasi sindroma reiter (hematuria atau piuria, uetritis,

iridosiklitis akut atau manifestasi mukokutan), atau adanya tanda-tanda penyakit

radang usus. 4

2.6.3 Sistemik

Penyakit tipe sistemik adalah jenis JRA yang paling berat tetapi sangat jarang

ditemui. Penyakit ini hanya terjadi pada 10% dari semua anak dengan JRA

dengan perbandingan yang sama antara kedua jenis kelamin. Penderita umumnya

datang dengan demam tinggi yang melonjak-lonjak selama beberapa minggu

disertai ruam-ruam yang cepat menghilang. Demam timbul setiap hari atau dua

kali sehari, sering melonjak hingga suhu 40oC- 41oC pada sore hari, dan sering

menurun dengan cepat sampai subnormal pada jam lain. Demam tinggi mungkin

berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul temuan sendi yang objektif.

Lonjakan demam sering disertai oleh ruam makular berwarna salem yang cepat

menghilang, terutama timbul di badan dan paha sebelah dalam. Tiap-tiap makular

tidak kembali muncul di tempat yang sama pada lonjakan demam berikutnya.

Ruam sering memperlihatkan fenomena Koebner, yaitu kemampuan untuk

memicu timbulnya lesi dengan menggosok kulit secara lembut.6

Selain itu, penderita yang usianya lebih besar sering mengeluh artralgia

dan/atau mialgia yang parah. Penurunan nafsu makan dan iritabilitas juga sering

dikeluhkan. Adanya limfadenopati generalisata mungkin cukup menonjol

sehingga memberi kesan kuat akan adanya keganasan. Hepatosplenomegali juga

dapat sebagai tanda keganasan.6

Anak dengan JRA tipe sistemik tidak jarang mengalami perikarditis,

kadang disertai miokarditis yang mungkin mengancam jiwa. Beberapa dari anak

ini juga menderita efusi pleura dan pneumonitis. Kadang-kadang anak mengalami

serositis abdomen yang menimbulkan gambaran mirip akut abdomen.6

Pada sebagian anak gejala sistemik akan berkurang secara perlahan

sementara mereka terus mengalami penyakit sendi poliartikular. Sedangkan yang

16

Page 17: juvenile rheumatoid arthtritis

lain mengalami serangan demam, ruam, dan keluhan sendi secara intermitten

sepanjang masa kanak-kanak dan bahkan sampai masa dewasa tetapi di antara

serangan mungkin terdapat masa normal.6

2.7 Diagnosis

Terdapat beberapa pengelompokan dalam mendiagnosis JRA, di antaranya:

Kriteria diagnosis Juvenile Rheumatoid Arthritis menurut American

College of Rheumatology (ACR) :2

1. Usia penderita < 16 tahun

2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda : keterbatasan

gerak, nyeri saat gerak dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebih

3. Lama sakit > 6 minggu

4. Tipe onset penyakit (dalam 6 bulan pertama) :

a. Poliartritis : ≥ 5 sendi

b. Pausiartikular : < 5 sendi

c. Sistemik : artritis dengan demam minimal 2 minggu, mungkin terdapat

ruam atau keterlibatan ekstraartikular, seperti limfadenopati,

hepatosplenomegali atau perikarditis

5. Kemungkinan penyakit artritis lain dapat disingkirkan

Kriteria diagnosis Juvenile Chronic Arthritis menurut European League

Against Rheumatism (EULAR) :2

1. Usia penderita < 16 tahun

2. Artritis pada satu sendi atau lebih

3. Lama sakit > 3 minggu

4. Tipe onset penyakit :

a. Poliartritis : > 4 sendi, faktor reumatoid negatif

b. Pausiartikular: < 5 sendi

c. Sistemik : artritis dengan demam

d. Artritis reumatoid juvenil : > 4 sendi, faktor reumatoid positif

e. Spondilitis ankilosing juvenil

17

Page 18: juvenile rheumatoid arthtritis

f. Artritis psoriasis juvenil

Kriteria diagnosis Juvenile Idiopatic Arthritis menurut International

League of Associations for Rheumatology (ILAR) :2

1. Sistemik

2. Oligoartritis

a. Persisten

b. Extended

3. Poliartritis ( faktor reumatoid negatif )

4. Poliartritis ( faktor reumatoid positif )

5. Artritis psoriasis

6. Artritis terkait entesitis

7. Artritis Lain

a. Tidak memenuhi kategori

b. Memenuhi lebih dari satu kategori

Artritis sistemik

Definisi: artritis dengan demam atau didahului oleh demam paling sedikit 2

minggu, yang terekam sebagai demam quotidian minimal 3 hari, disertai satu atau

lebih tanda berikut:5

1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap (non-fixed)

2. Pembesaran kelenjar getah bening generalisata

3. Hepatomegali atau splenomegali

4. Serositis.

Eksklusi: eksklusi untuk klasifikasi artritis sistemik tidak dicantumkan,

tetapi bila tidak ditemukan tanda klasik penyakit sistemik, maka kemiripan

dengan penyakit infeksi atau keganasan harus disingkirkan dengan pemeriksaan

laboratorium yang tepat. 5

Deskriptor:

1 Usia pada saat onset penyakit

2. Pola artritis selama periode onset (selama 6 bulan pertama sakit)

a. oligoartritis

18

Page 19: juvenile rheumatoid arthtritis

b. poliartritis

c. artritis timbul setelah 6 bulan pertama kelainan sistimik

3. Pola artritis selama perjalanan penyakit (setelah 6 bulan pertama sakit)

a. oligoartritis

b. poliartritis

c. tanpa artritis setelah 6 bulan pertama sakit

4. Gambaran penyakit sistimik setelah 6 bulan

5. Adanya faktor reumatoid (FR)

6. Kadar protein C-reaktif. 5

Oligoartritis

Definisi: artritis pada 1-4 sendi dalam 6 bulan pertama sakit. Terdapat 2 kategori:

1. Oligoartritis persisten: mengenai tidak lebih dari 4 sendi selama perjalanan

penyakit

2. Oligoartritis extended: secara kumulatif mengenai 5 sendi atau lebih setelah 6

bulan pertama sakit. 5

Eksklusi:

1. Riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 pedigri,

dengan konfirmasi oleh dermatologis

2. Riwayat penyakit dalam keluarga yang secara medis terbukti berhubungan

dengan HLA-B27 paling tidak pada tingkat 1 atau 2 pedegri

3. FR positif

4. Anak lelaki HLA-B27 positif dengan onset artritis setelah usia 8 tahun

5. Artritis sistemik. 5

Deskriptor:

1. Usia pada saat onset artritis dan psoriasis

2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir

a. hanya sendi besar

b. hanya sendi kecil

c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah

predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah

d. keterlibatan sendi spesifik (paha, leher)

19

Page 20: juvenile rheumatoid arthtritis

e. simetri artritis

3. Adanya uveitis anterior (akut atau kronik)

4. Adanya ANA

5. Alel protektif atau predisposisi HLA kelas I atau II. 5

Poliartritis FR negatif

Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, uji FR

negatif. 5

Eksklusi:

1. Faktor Reumatoid positif

2. Artritis sistemik. 5

Deskriptor:

1. Usia saat onset artritis

2. Simetri artritis

3. Adanya ANA

4. Adanya uveitis (akut atau kronik). 5

Poliartritis FR positif

Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, dengan

uji FR positif pada dua kali pemeriksaan dengan jarak paling sedikit 3 bulan. 5

Eksklusi:

1. Uji Faktor Reumatoid negatif pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak paling

sedikit 3 bulan

2. Artritis sistemik.5

Deskriptor:

1. Usia saat onset artritis

2. Simetri artritis

3. Adanya ANA

4. Karakter imunogenetik (sebanding dengan populasi artritis reumatoid dewasa).5

20

Page 21: juvenile rheumatoid arthtritis

Artritis psoriatik

Definisi:

1. Artritis dan psoriasis, atau

2. Artritis dan paling sedikit terdapat 2 dari tanda:

a. daktilitis

b. kelainan kuku (pitting atau onikolisis)

c. riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2

pedegri, dengan konfirmasi oleh dermatologis. 5

Eksklusi:

1. Faktor Reumatoid positif

2. Artritis sistemik. 5

Deskriptor:

1. Usia saat onset artritis atau psoriasis

2. Pola artritis pada saat 6 bulan setelah onset sakit, dan kunjungan klinik terakhir

a. hanya sendi besar

b. hanya sendi kecil

c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah

predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah

d. keterlibatan tulang punggung

e. keterlibatan sendi sakroiliaka

f. keterlibatan sendi glenohumerus

g. keterlibatan sendi paha

h. keterlibatan sendi sternoklavikula

i. artritis simetri

3. Perjalanan penyakit

a. oligoartritis

b. poliartritis

4. Adanya ANA

5. Uveitis anterior

a. kronik

b. uveitis dengan karakteristik mata nyeri, kemerahan, atau fotofobia

6. Deskriptor HLA. 5

21

Page 22: juvenile rheumatoid arthtritis

Artritis yang berhubungan dengan entesitis

Definisi:

1. Artritis dan entesitis, atau

2. Artritis atau entesitis dengan paling sedikit 2 dari tanda:

a. nyeri sendi sakroiliaka dan/atau nyeri punggung inflamasi

b. adanya HLA-B27

c. riwayat penyakit dalam keluarga yang secara medis terbukti berhubungan

HLA-B27 paling tidak pada tingkat 1 atau 2 pedigri.

d. uveitis anterior yang biasanya berhubungan dengan mata nyeri, kemerahan,

atau fotofobia

e. onset artritis pada anak lelaki setelah usia 8 tahun. 5

Eksklusi:

1. Psoriasis, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 pedigri, dengan konfirmasi oleh

dermatologis

2. Artritis sistemik. 5

Deskriptor:

1. Usia saat onset artritis

2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir hanya sendi besar

a. hanya sendi kecil

b. predominansi pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah

predominan, (iii) tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah

d. keterlibatan tulang punggung

e. keterlibatan sendi sakroiliaka

f. keterlibatan sendi glenohumerus

g. keterlibatan sendi paha

3. Simetri artritis

4. Perjalanan penyakit

a. oligoartritis

b. poliartritis

5. Adanya penyakit inflamasi usus. 5

22

Page 23: juvenile rheumatoid arthtritis

Artritis lain

Definisi: Artritis pada anak dengan penyebab tidak diketahui yang menetap paling

sedikit 6 minggu, tetapi:

1. Tidak memenuhi kriteria salah satu kategori, atau

2. Memenuhi kriteria lebih dari satu kategori. 5

Eksklusi: Pasien yang memenuhi kriteria salah satu kategori. 5

2.8 Diagnosis Banding

Beberapa hal harus dipertimbangkan dan disingkirkan sebelum menegakkan

diagnosis JRA dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, yakni:

2.8.1 Artritis pada Penyakit Infeksi

Beberapa proses infeksi seperti artritis septik, artritis reaktif dan osteomielitis

dapat menunjukkan manifestasi artritis. Pada artritis septik, jaringan sinovial

terinfeksi secara langsung oleh bakteri, virus ataupun agen infeksi lain. Diagnosis

didapatkan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan kultur dari cairan sinovial,

kultur darah dan pemeriksaan serologis. Pasien yang menderita artritis septik

dapat melibatkan lebih dari satu sendi namun tidak harus menunjukkan adanya

tanda sepsis ataupun tanda penyakit sistemik. Beberapa anak yang menderita

onset akut harus dicurigai menderita artritis septik.11

Infeksi oleh Borrelia burgdorferi pada penyakit Lyme dapat menyebabkan

artritis yakni pausiartikular baik pada anak maupun pada dewasa. Artritis Lyme

biasanya selalu respon terhadap terapi antibiotik. Beberapa agen non-bakterial

seperti rubella, mumps, varisella, adenovirus, hepatitis B, and Mycoplasma dapat

diduga sebagai penyebab artritis. Artritis seperti ini biasanya terjadi pada akhir

dari perjalanan infeksi, meskipun kadang-kadang mendahului manifestasi klinis.

Parvovirus telah diketahui dapat menyebabkan artritis transien pada anak dengan

atau tanpa manifestasi klinis yang menyertainya.11

Artritis reaktif adalah artritis steril yang menyertai infeksi gastrointestinal

dengan patogen seperti Shigella, Salmonella, Yersinia, atau Campylobacter sp

pada pejamu yang dicurigai. Beberapa anak dengan artritis akut dengan

23

Page 24: juvenile rheumatoid arthtritis

manifestasi gastroenteritis harus dievaluasi lebih lanjut. Anak umumnya memiliki

histokompatibilitas antigen HLA B27.11

Manifestasi anak dengan osteomielitis kadang mirip dengan penyakit

reumatik. Sendi yang berdekatan dengan area metafisis yang terinfeksi dari tulang

panjang dapat membengkak, namun dengan cairan sendi yang jernih. Pada

osteomielitis nyeri dan pembengkakan pada daerah metafisis lebih menyolok

daripada nyeri sendi. Perubahan gambaran radiografi pada osteomielitis terjadi

setelah sakit minimal hari ke-7. Ultrasonografi atau scanning tulang dapat

menjadi alat untuk diagnosis pada saat awal penyakit.11

2.8.2 Artritis pada Keganasan

Beberapa keganasan anak seperti pada leukemia, neuroblastoma, limfoma,

penyakit hodgkin dan rabdomiosarkoma, seperti halnya pada tumor tulang primer

seperti osteogenik sarkoma dan ewing sarkoma, dapat menyebabkan keluhan

muskuloskeletal yang sangat mirip dengan penyakit reumatik. Artritis pada

leukemia dan keganasan lainnya secara umum lebih disebabkan oleh infiltrasi sel

ganas pada struktur di sekitar sendi, dibandingkan dengan keterlibatan langsung

dari sinovial. Anak biasanya terlihat lebih menderita dibandingkan pada JRA, dan

nyeri sendi yang terjadi biasanya lebih parah, sehingga anak tidak mau

mengerakkan lengan dan tungkainya.11

Diagnosis terhadap kemungkinan keganasan, dengan didapatkannya

gambaran hematologi abnormal (leukopenia, anemia berat, trombositopenia),

abnormalitas jaringan lunak atau jaringan tulang serta pemeriksaan yang tepat

seperti pemeriksaan sumsum tulang atau biopsi. Pemeriksaan radiologi sendi yang

terlibat dapat menggambarkan infiltrasi langsung ke tulang atau temuan

nonspesifik seperti penipisan metafisis atau periostitis. Namun, pemeriksaan

radiologi dapat juga menunjukkan tampilan normal yang kadang tidak membantu

dalam menegakkan diagnosis.11

2.8.3 Artritis pada Kondisi non-inflamasi

Beberapa kondisi non-inflamasi dapat menyebabkan nyeri sendi yang kadang

diduga sebagai JRA. Diantaranya yaitu nyeri tungkai idiopatik pada anak dan

sindrom nyeri lainnya seperti pada fibromialgia serta trauma muskuloskeletal.

24

Page 25: juvenile rheumatoid arthtritis

Nyeri pada tumit setelah aktivitas berat merupakan penyebab tersering dari nyeri

tumit pada anak yang lebih besar dan remaja. Kondisi ini dapat menunjukkan

efusi pada lutut yang kadang-kadang mirip dengan artritis. Beberapa sindrom

genetik dan kongenital yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal mirip dengan

artritis, seperti pada dislokasi panggul kongenital, dan displasia epifisis serta

metafisis. Diagnosis dari berbagai kondisi non-inflamasi tersebut dapat dibedakan

dari artritis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, riwayat

keluarga lengkap dan pemeriksaan radiologi sendi dan tulang.11

2.8.4 Artritis pada penyakit reumatik lain

Penyakit reumatik anak lainnya dapat mirip dengan artritis. Diagnosis pada

kondisi ini biasanya didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semuanya

biasanya menunjukkan gejala dan tanda yang berbeda.11

Demam rematik adalah penyakit post infeksi streptokokus yang dikaitkan

dengan artritis berpindah. Karditis adalah temuan utamanya. Temuan lain

termasuk rash, nodul subkutan dan korea. Demam rematik jarang menyebabkan

artritis kronik, jadi untuk membedakanya dengan JRA tidaklah sulit.11

Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem

yang dimulai dengan artritis. Artritis pada penyakit ini jarang menjadi kronik

seperti halnya JRA dan manifestasi klinisnya sangat berbeda. Anti Nuclear

Antibody (ANA) dapat ada pada hampir semua kasus lupus, umumnya dengan

titer yang tinggi. Nefritis adalah temuan yang sering pada lupus anak, dimana

kadar komplemen hemolitik serum menurun dan terjadi peningkatan dari kadar

autoantibodi DNA, temuan yang biasanya tidak ditemukan pada JRA.

Dermatomiositis biasanya dihubungkan dengan artritis namun dengan manifestasi

miositis dan rash.11

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan penunjang

yang tepat serta pemeriksaan laboratorium yang sesuai dapat secara efektif

membantu menyingkirkan diagnosis banding dari JRA. Penting untuk

menyingkirkan penyakit yang dapat diterapi secara pasti, seperti penyakit infeksi

dan keganasan, beberapa kondisi non-inflamasi dari tulang dan sendi, serta

25

Page 26: juvenile rheumatoid arthtritis

penyakit reumatoid yang fatal seperti lupus dermatomiositis maupun demam

reumatik sebelum menetapkan diagnosis dari JRA.11

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Laboratorium

Tidak ada uji diagnostik yang spesifik. Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai

penunjang diagnosis. Bila ditemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor

Reumatoid (FR) dan peningkatan C3 serta C4 maka diagnosis JRA menjadi lebih

sempurna.1

Selama penyakit aktif, LED dan CRP biasanya meningkat. Anemia pada

umumnya dijumpai, biasanya dengan angka retikulosit rendah dan uji Coomb

negatif. Selain itu ditemukan peningkatan sel darah putih. Trombositosis dapat

terjadi terutama pada penyakit. Analisis urin normal, selama terapi non-steroid

mungkin ditemukan sedikit eritrosit dan sel tubuler ginjal. Terdapat kenaikan

fraksi α2-dan gamma globulin dalam serum dan penurunan albumin. Salah satu

atau semua kadar imunoglobulin serum dapat naik.8

ANA ditemukan pada beberapa anak dengan penyakit faktor reumatoid-

negatif (25%), faktor reumatoid positif (75%), atau pausiartikular tipe I (90%)

tetapi jarang, pada mereka yang dengan penyakit sistemik atau pausiartikuler tipe

II. Penemuan ANA tidak berkolerasi dengan keparahan penyakit.8

Faktor reumatoid ditemukan pada sekitar 5% anak JRA dan berkolerasi

dengan JRA yang mulai pada umur yang lebih tua. Hasil uji positif paling sering

dihubungkan dengan penyakit poliartikular, yang mulai pada akhir masa kanak-

kanak, artritis destruksi berat, dan nodulus reumatoid.8

Cairan sinovial pada JRA tampak seperti berawan dan biasanya berisi

jumlah protein yang naik. Jumlah sel dapat bervariasi dari 5000-80.000 sel/mm3;

sel-sel tersebut terutama netrofil. Kadar glukosa pada cairan sendi mungkin

rendah; kadar komplemen mungkin normal atau menurun.8

Faktor reumatoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah

dideteksi, sedangkan pada JRA lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar

26

Page 27: juvenile rheumatoid arthtritis

dideteksi laboratorium. Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada

JRA. Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan oligoartritis

dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA

B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis

ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.1

2.9.2 Radiologi

Pemeriksaan radiologi JRA dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan

yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan radiologik yang terlihat pada

sendi biasanya adalah pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran

ruang sendi, osteoporosis, dan kelainan yang agak jarang seperti formasi tulang

baru periostal. Pada tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2 tahun) dapat terlihat

erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat

ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran nekrosis aseptik

jarang dijumpai pada JRA walaupun dengan pengobatan steroid dosis tinggi

jangka panjang.1

Tidak semua sendi kelompok JRA menunjukkan gambaran erosi, biasanya

hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak, sedangkan erosi sendi

hanya didapatkan pada kelompok poliartikular.1

Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi

tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan

lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran

radiologik yang menurut mereka khas untuk JRA sistemik, yaitu a)tulang panjang

yang memendek, melengkung, dan melebar, b)metafisis mengembang, dan

c)fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara

bertahap bergabung ke dalam metafisis. 1

27

Page 28: juvenile rheumatoid arthtritis

Gambar 2.Rontgen sendi pergelangan tangan.12

Perempuan 7 tahun dengan JRA tipe pausiartikular sejak usia 3 tahun. Gangguan pertumbuhan ulnar dengan subluksasi ke tulang karpal, fraktur kompresi pada epifisis radius distal, destruksi dan fusi tulang metacarpal.

Pemeriksaan foto rontgen tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit tulang

atau manifestasi jaringan lunak pada fase awal. Selain dengan foto rontgen biasa

kelainan tulang dan sendi JRA dapat pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi

dengan technetium 99m. Pemeriksaan radionuklida ini sensitif namun kurang

spesifik. Skintigrafi menunjukkan keadaan hemodinamik dan aktivitas metabolik

di tulang dan sendi saat pemeriksaan dilakukan, sehingga dapat menunjukkan

inflamasi sendi secara dini. Ultrasonografi merupakan sarana paling baik untuk

mengetahui keadaan cairan intra-artrikular, terutama pada sendi-sendi yang susah

dilakukan pemeriksaan cairan secara klinis, seperti pinggul dan bahu.1

Ultrasonografi juga dapat menilai efusi atau sinovitis dengan menilai

penebalan membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan pembungkus

tendon. Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan gadolinium juga dapat

28

Page 29: juvenile rheumatoid arthtritis

membedakan inflamasi sinovial dengan cairan sinovial. Sarana MRI dapat

digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan destruktif dari penyakit artritis.

Berlawanan dengan foto rontgen, pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk

mendeteksi inflamasi jaringan lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain

itu dapat menilai progresifitas penyakit.1

2.10 Penatalaksanaan

Dasar pengobatan JRA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah

mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range

of motion), mengatasi komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan

pertumbuhan yang normal. Karena itu pengobatan dilakukan secara terpadu untuk

mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter

anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, bila perlu konsultasi pada ahli

bedah dan psikiatri.2

Tujuan penatalaksanaan JRA ini tidak hanya sekedar mengatasi nyeri.

Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi nyeri, yaitu mencegah erosi

lebih lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang permanen, dan mencegah

kecacatan sendi permanen. Modalitas terapi yang digunakan adalah farmakologi

maupun non farmakologi. Selain obat-obatan, nutrisi juga tak kalah penting. Pada

pasien JRA pertumbuhannya sangat terganggu baik karena konsumsi zat gizi yang

kurang atau menurunnya nafsu makan akibat sakit atau efek samping obat.4

2.10.1 Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)

Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah. Masalahnya sangat kompleks,

karena pada umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan nyeri. Obat anti

inflamasi non-steroid (OAINS) merupakan anti nyeri pada umumnya yang dapat

ditoleransi dengan baik oleh anak-anak. Selain untuk mengurangi nyeri, OAINS

juga dapat digunakan mengontrol kaku sendi. Efek analgesiknya juga sangat

cepat.2

Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan pada sebagian besar

anak dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik,

29

Page 30: juvenile rheumatoid arthtritis

analgetik, dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada

anak. Selain itu obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar

anak dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respon baik

terhadap pengobatan OAINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.2

Penggunaan aspirin sebagai pilihan obat telah digantikan dengan OAINS

karena adanya peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai

dengan transaminasemia. Dengan adanya OAINS yang menghambat siklus

siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan OAINS lebih

dipilih daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi trombosit, sehingga

dapat digunakan pada pasien yang mempunyai masalah perdarahan. Namun

demikian, aspirin masih mampu menekan demam dan aspek inflamasi lainnya dan

terbukti aman dalam penggunaan jangka panjang. Dosis yang biasa dipakai adalah

75-90 mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian, diberikan bersama dengan

makanan untuk mencegah iritasi lambung. Dosis tinggi biasanya untuk anak yang

beratnya kurang dari 25 kg, sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan

dosis yang lebih rendah. Aspirin diberikan terus sampai 1 atau 2 tahun setelah

gejala klinis menghilang. 2

Macam OAINS yang sering digunakan pada anak-anak:

a. Tolmetin

Tolmetin diberikan bersama makanan, dalam dosis 25-30 mg/kgBB/hari,

dibagi dalam 3 dosis.2,4

b. Naproksen

Naproksen efektif dalam tatalaksana inflamasi sendi dengan dosis 15-20

mg/kgBB/hari yang diberikan dua kali perhari bersama makanan. Dapat

timbul efek samping berupa ketidaknyamanan epigastrik dan

pseudoporfiria kutaneus yang ditandai dengan erupsi bulosa pada wajah,

tangan, dan meninggalkan jaringan parut. 2,4

30

Page 31: juvenile rheumatoid arthtritis

c. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan antiinflamasi derajat sedang dan mempunyai

toleransi yang baik pada dosis 35 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4 dosis

dan diberikan bersama makanan. 2,4

d. Diklofenak

Diklofenak dapat diberikan pada anak yang tidak dapat OAINS lain karena

adanya efek samping pada lambung. Dosis yang diberikan adalah 2-3

mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. 2,4

2.10.2 Analgetik

Walaupun bukan obat antiinflamasi, asetaminofen dalam 2-3 kali pemberian dapat

bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada penyakit sistemik.

Obat ini tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat menimbulkan

kelainan ginjal.2

2.10.3 Imunosupresan

Imunosupresan hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan

berat yang mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi sudah

mulai memakainya dalam protokol baku. Obat yang biasa dipergunakan adalah

azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, dan metotreksat. 2

Metotreksat mempunyai onset kerja cepat, efektif, toksisitas yang masih

dapat diterima, sehingga merupakan obat lini kedua dalam JRA. Keunggulan

penggunaan obat ini adalah efektif dan dosis relatif rendah, pemberian oral dan

dosis 1 kali per minggu. Indikasinya adalah untuk poliartritis berat, oligoartritis

yang agresif atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan OAINS,

hidroksiklorokuin, atau garam emas. Dosis inisial 5 mg/m2 luas permukaan

tubuh/minggu dapat dinaikkan menjadi 10 mg/m2 luas permukaan tubuh/minggu

bila respon tidak adekuat setelah 8 minggu pemberian (dosis maksimal 30 mg/

m2). Lama pengobatan yang dianggap adekuat adalah 6 bulan. Asam folat 1

mg/hari sering diberikan bersama metotreksat untuk mengurangi toksisitas

mukosa gastrointestinal. Anak-anak dengan poliartritis berat yang tidak berespon

dengan metotreksat oral dapat digantikan dengan intramuskular atau subkutan. 2

31

Page 32: juvenile rheumatoid arthtritis

2.10.4 Obat Antireumatik Kerja Lambat

Golongan ini terdiri dari obat antimalaria (hidroksiklorokuin), preparat emas oral

dan suntikan, penisilamin, dan sulfasalazin. Obat golongan ini hanya diberikan

untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukan perbaikan dengan OAINS.

Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan OAINS untuk anak

besar dengan dosis awal 6-7 mg/kgBB/hari, dan setelah 8 minggu diturunkan

menjadi 5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroksiklorokuin harus didahului dengan

pemeriksaan mata, khususnya keadaan retina, lapangan pandang, dan warna. Oleh

karena itu, penggunaan obat ini jarang diberikan pada anak di bawah usia 4-7

tahun karena adanya kesulitan tindak lanjut pada pemeriksaan mata. Bila setelah 6

bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan maka hidroksiklorokuin harus

dihentikan.2

Sulfasalazin tidak diberikan pada anak dengan hipersensitivitas terhadap

sulfa atau salisilat dan penurunan fungsi ginjal dan hati. Dosis dimulai dengan 500

mg/hari diberikan bersama makanan (untuk anak yang lebih kecil 12,5 mg/kgBB).

Dosis dinaikkan sampai 50 mg/kgB/hari (maksimal 2 gram). Monitor dilakukan

melalui pemeriksaan hematologi dan fungsi hati. Sulfasalazin dapat diberikan

sebagai langkah sementara sebelum menambah obat kedua selain OAINS, seperti

metotreksat. Sulfasalazin kadang-kadang diberikan sebagai antiinflamasi lini

kedua pada anak dengan tipe poliartritis atau oligoartritis persisten.2

2.10.5 Kortikosteroid

Diberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk

suntikan intraartikular. Penggunaan kortikosteroid tunggal tidak dianjurkan untuk

menekan inflamasi sendi, namun dosis rendah dapat digunakan pada anak dengan

poliartritis berat yang tidak berespon dengan terapi lain. Dosis rendah prednison

(0,1-0,2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai agen “jembatan” dalam terapi inisial

anak yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya menggunakan obat

antiinflamasi kerja lambat. Untuk gejala penyakit sistemik berat yang tak

terkontrol diberikan prednison 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimal 40

mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat. Bila terjadi perbaikan klinis

maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek samping yang

32

Page 33: juvenile rheumatoid arthtritis

dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom cushing,

penekanan pertumbuhan, fraktur, katarak, gejala gastrointestinal dan defisiensi

glukokortikoid. 2

Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada oligoartritis yang tidak

berespon dengan OAINS atau sebagai bantuan dalam terapi fisik pada sendi yang

sudah mengalami inflamasi dan kontraktur. Kortikosteroid intra-artikular juga

dapat diberikan pada poliartritis dimana satu atau beberapa sendi tidak berespon

dengan OAINS. Namun, pemberian injeksi intra-artikular ini harus dibatasi,

misalnya 3 kali pada 1 sendi selama 1 tahun. Triamsinolon heksasetonid

merupakan obat pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi besar. 2

2.10.6 Fisioterapi dan Latihan Fisik

Banyak manfaat terapi dengan fisioterapi. Kegunaannya antara lain untuk

mengontrol nyeri, dengan cara pemasangan bidai, terapi panas dingin, dan

hidroterapi. Hidroterapi pemanasan dengan air pada suhu 96 oF sangat membantu

mengurangi nyeri. Selain itu, fisioterapi berguna bagi anak-anak untuk melakukan

peregangan otot yang dapat berguna memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif

sangat diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Latihan aktif

dengan atau tanpa beban sangat membantu menambah massa otot. Fisioterapi juga

berguna untuk mempertahankan fungsi gerak sendi serta mempertahankan

pertumbuhan normal.2,4

Latihan fisik bertujuan untuk meminimalisir nyeri, menjaga dan

mengembalikan fungsi dan mencegah deformitas dan disabilitas. Pada anak

dengan artritis aktif dianjurkan untuk beristirahat dan meningkatkan waktu tidur

saat malam hari. Pasien dengan JRA harus sedapat mungkin aktif, namun kegiatan

yang menyebabkan kelelahan berlebih dan nyeri pada sendi perlu dihindari. 2,4

2.10.7 Psikoterapi

Dukungan psikologis bagi anak dan keluarganya sangat penting untuk

memperbaiki prognosis jangka panjang. Anak dengan RJA berat sering

mengalami retardasi pertumbuhan dan sering terlalu dilindungi oleh keluarga,

guru dan teman sekelasnya. Anak tersebut sering memanfaatkan hal ini untuk

tidak pergi ke sekolah, tidak melakukan pekerjaan di rumah ataupun tidak

33

Page 34: juvenile rheumatoid arthtritis

melakukan tugas yang tidak menyenangkan. Terapis harus dapat meyakinkan

semua orang yang berinteraksi dengan anak pengidap RJA untuk menghadapi

anak tersebut secara normal sesuai anak seusianya dan menekankan indepedensi

serta pendewasaan sebanyak mungkin. Bila hal itu tidak dilakukan, anak mungkin

akan makin mengalami regresi atau imatur seiring dengan waktu.6

Selain itu, memiliki anak berpenyakit kronik akan menimbulkan stress

besar pada interaksi anak tersebut dengan saudara-saudaranya dan pada perkawina

orang tua. Perlunya terapi fisik akan menjadi beban bagi oang tua, sehingga

membutuhkan banyak dukungan dan dorongan. Beban biaya untuk semua

penyakit kronik mungkin sangat besar. Terapis harus bekerja sama dengan guru

dan departemen pendidikan, untuk memastikan bahwa anak diijinkan dan

didorong untuk menjadi senormal mungkinselagi di sekolah.6

2.10.8 Nutrisi

Nutrisi dan vitamin suplemen (vitamin B dan asam folat) menjadi aspek penting

dalam penatalaksanaan jangka panjang, karena adanya proses retardasi

pertumbuhan dan kerusakan mineralisasi tulang akibat penyakit dan pemberian

kortikosteroid.2

Seringkali didapatkan gangguan pertumbuhan, baik lokal karena

kerusakan pusat pertumbuhan tulang maupun umum karena asupan nutrisi yang

kurang dan menurunnya produksi insulin like growth factor. Anak-anak dengan

inflamasi kronis mempunyai risiko untuk terjadi malnutrisi oleh karena menahan

sakit yang menyebabkan nafsu makan menurun. Dengan demikian jumlah kalori

yang didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping obat-obatan juga

mempengaruhi penurunan nafsu makan. Obat-obatan yang dapat menurunkan

nafsu makan antara lain OAINS dan klorokuin.4

Obesitas mungkin dijumpai pada beberapa kasus, hal ini disebabkan

karena kurangnya aktivitas, intake makanan yang berlebihan atau akibat efek

samping kortikosteroid. Penanganan diet pada anak sangatlah kompleks. Vitamin,

zat besi, dan kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, dan sebaiknya

ditambahkan pada diet. Oleh karena pemakaian steroid jangka panjang, maka

diperlukan vitamin D. Dosis untuk anak umur 1-10 tahun adalah vitamin D 400

34

Page 35: juvenile rheumatoid arthtritis

IU dan kalsium 400 mg, sedangkan kalsium 800 mg digunakan pada anak lebih

dari 10 tahun.4

2.10.9 Bedah

Terapi bedah dilakukan hanya pada sebagian kecil JRA yakni pada kasus dimana

terdapat deformitas sendi, ketidakmampuan bergerak atau nyeri yang parah.

Pembedahan adalah pilihan pengobatan yang harus dipertimbangkan bila tidak

ada perbaikan dengan obat maupun terapi fisik serta tidak dapat berjalan dan

mengerjakan pekerjaan sehari-hari. 1

Beberapa prosedur pembedahan yang sering digunakan untuk

memperbaiki deformitas sendi, diantaranya dengan:

Membebaskan jaringan lunak pada kontraktur, dengan memotong otot

yang berdempet pada sendi yang bengkok. Setelah otot dan jaringan yang

memendek lainnya dibebaskan, sendi yang terlibat akan kembali ke posisi

yang lebih normal.

Penggantian sendi total dilakukan bila terpaksa, dimana sendi yang terlibat

telah sangat rusak yakni sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa untuk

berjalan. Hal penting yang harus dipertimbangkan adalah umur anak,

jumlah sendi yang terlibat, dan dampaknya terhadap mobilitas anak. 1

Prosedur bedah lainnya yang telah digunakan untuk penanganan JRA,

namun hanya direkomendasikan pada beberapa kasus, yakni:

Osteotomi, membuang jaringan pada tulang untuk memberikan struktur

yang normal pada sendi. Osteotomi dapat direkomendasikan pada anak

dengan kontraktur sendi yang parah.

Epifisiodesis, dimana bagian dari tulang panjang tumbuh terjadi dibuang

untuk mencegah pertumbuhan lebih lanjut dari tulang.

Sinovektomi atau tenosinovektomi, prosedur ini jarang dilakukan pada

JRA. Sinovektomi adalah operasi penggantian dari sinovium

tendosinovektomi sedangkan adalah operasi pada jaringan yang

menyelimuti tendon untuk mengurangi inflamasi sendi.

Artrodesis, jarang dilakukan pada anak. Prosedur ini dilakukan pada anak

yang terjadi fusi pada dua tulangnya, sehingga sendi tidak mampu

bergerak lebih luas. 1

35

Page 36: juvenile rheumatoid arthtritis

Hal yang harus diperhatikan sebelum pembedahan dilakukan adalah usia

anak, dan apakah tulang mereka masih tumbuh. Saat mempertimbangkan

penggantian sendi total, sangat penting untuk memikirkan kebutuhan penggantian

total pada sendi lainnya dalam 10-20 tahun berikutnya. Waktunya tergantung pada

umur anak, kemungkinan hidup dengan sendi pengganti, dan kemungkinan

kehilangan kekuatan otot dan tulang bila pembedahan ditunda terlalu lama.1

2.11 Prognosis

Pada kebanyakan kasus, JRA berespon secara lambat dan berangsur-angsur

terhadap terapi yang cocok. JRA biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien yang

menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik dari

pada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit untuk

disembuhkan. Walaupun hal ini dapat menjadi masalah yang serius, namun hanya

sedikit orang yang meninggal karenanya.13

Prognosis bervariasi berdasarkan kepada bentuk JRA. Lebih dari 50%

pasien berkembang menjadi lesi sendi yang berat dengan poliartikuler seropositif,

25% berkembang menjadi bentuk sistemik, dan 10-20% berupa poliartikuler

seronegatif. Penyebab utama morbiditas pada JRA poliartikuler dan sistemik

adalah penyakit sendi kronis.20% anak yang menderita penyakit pausiartikuler

tipe I nantinya berkembang menjadi poliartritis berat. Pada penyakit

pausiartikuler, morbiditas utama adalah iridosiklitis kronis pada penderita tipe I

dan selanjutnya spondiloartropati pada penderita tipe II. 8,14

Dalam perjalanan penyakit mungkin terdapat eksaserbasi, remisi, atau

gejala-gejala dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan artritis ringan atau

berat yang menyebabkan penghancuran sendi dan deformitas permanen sehingga

menyebabkan timbulnya cacat. Penyakit tidak selalu mereda pada masa pubertas.

Beberapa penderita terus menderita artritis aktif sampai dewasa, dan beberapa

penderita mengalami eksaserbasi sesudah penyakit yang dalam waktu bertahun-

tahun tampak mereda secara sempurna.8

Penderita dengan poliartritis faktor reumatoid-positif dan JRA sistemik

mempunyai prognosis yang paling jelek terhadap fungsi sendi. Namun, prognosis

36

Page 37: juvenile rheumatoid arthtritis

terhadap keseluruhan baik. Sekurang-kurangnya 75% penderita JRA akhirnya

mengalami penyembuhan lama tanpa deformitas sisa atau kehilangan fungsi.

Hanya sedikit yang tetap dengan cacat deformitas sendi. Kelemehan pada

penderita terutama diakibatkan oleh penyakit sendi pinggul berat, sebagaimana

hilangnya visus karena iridosiklitis. Di Eropa, amiloidosis mengenai sekitar 5%

penderita JRA tetapi di Amerika Serikat komplikasi ini jarang ditemui.8,13

Dengan terapi yang tepat, anak dengan segala bentuk dari artritis akan

selalu membaik seiring waktu. Sebagian besar anak dengan artritis tumbuh normal

tanpa kesulitan berarti. Biasanya untuk kasus berat dengan pengobatan yang tepat,

terapi fisik dan okupasi yang tepat dan operasi yang tepat bila diperlukan,

sebenarnya tidak satu pun pasien yang membutuhkan kursi roda. Anak dengan

penyakit onset sistemik cenderung berespon baik dengan pengobatan medis atau

berkembang menjadi poliartikular berat yang cenderung resisten dengan

pengobatan medis, dengan penyakit persisten hingga dewasa.13

Saat ini telah banyak kemajuan signifikan dalam pengobatan anak dengan

artritis. Kemajuan pengobatan selama 20 tahun terakhir ini terutama dengan

ditemukannya steroid intraartikular, metotreksat, dan pengobatan biologik telah

didapatkan kemajuan dramatis dari prognosis anak dengan artritis. Hampir semua

anak dengan JRA dapat hidup produktif. Namun, banyak pasien, khususnya yang

memiliki penyakit poliartikular, mungkin memiliki masalah penyakit aktif saat

dewasa, dengan mencapai remisi terus-menerus pada sebagian kecil pasien.13

2.12 Komplikasi

Beberapa komplikasi penting dapat terjadi akibat JRA. Namun dengan tetap

memantau keadaan anak dan pemberian pengobatan dapat menurunkan resiko dari

komplikasi-komplikasi berikut:13

1. Komplikasi pada mata

Uveitis (inflamasi pada mata) merupakan komplikasi yang sering tanpa gejala.

Biasanya terjadi pada anak perempuan yang memiliki hasil ANA positif. Bila

kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya katarak,

37

Page 38: juvenile rheumatoid arthtritis

glaukoma bahkan kebutaan. Uveitis terkait JRA biasanya asimptomatik. Skrining

terhadap uveitis telah dilakukan selama beberapa tahun dan telah membantu

menurunkan prevalensi pasien yang kehilangan penglihatan.13

2. Deformitas tulang

Inflamasi sinovitis dan efek destruksinya pada sendi dapat menyebabkan berbagai

komplikasi neurologis pada pasien rheumatoid arthritis. Kompresi yang berlokasi

pada saraf median di pergelangan tangan merupakan neuropati yang paling

banyak dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis dewasa. Dalam suatu

penelitian didapatkan bahwa saraf median tidak terpengaruh pada pasien dengan

JRA. Namun, perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar sehingga

dapat mengevaluasi struktur pada carpal tunner. 13

3. Gangguan pertumbuhan

JRA dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tulang anak. Beberapa

obat yang digunakan untuk mengobati JRA, terutama kortikosteroid, juga dapat

menghambat pertumbuhan, menyebabkan diskrepensi panjang tungkai, kaki tidak

sama panjang, dan deformitas tulang. 13

4. Kontraktur sendi

Pada lutut, dapat terjadi kekakuan lutut, deformitas sendi dan kerusakan sendi.

Komplikasi pada tulang leher mengakibatkan anak mengalami kesulitan

menekukkan kepala ke depan. Komplikasi pada tulang punggung berupa

keterbatasan gerakan punggung. 13

5. Lainnya

Perkarditis dapat terjadi dengan gejala terseringnya berupa nafas pendek yang

tidak dapat dijelaskan. Dapat juga terjadi anemia atau kelainan darah sejenisnya.

Inflamasi dari arteri pada tangan dan kaki yang dapat mengganggu sirkulasi dan

menyebabkan kerusakan serius pada jari tangan dan jari kaki. Selain itu pernah

juga dilaporkan terjadinya inflamasi hepar. 13

38

Page 39: juvenile rheumatoid arthtritis

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) adalah peradangan kronis pada sendi yang

onsetnya terjadi sebelum usia 16 tahun dan menetap lebih dari 6 minggu. Juvenil

Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak dan

menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang

menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak pada sendi. Peradangan sering

mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan tidak dihambat atau

dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena dan jaringan

lainnya.

Angka kematian tertinggi pada anak-anak dengan JRA terjadi pada pasien

JRA sistemik yang menunjukkan gejala-gejala sistemik. Dasar pengobatan JRA

adalah suportif, bukan kuratif. Modalitas terapi yang digunakan adalah

farmakologi maupun non farmakologi. Modalitas farmakologi diantaranya obat

anti inflamasi nonsteroid (OAINS), analgetik, imunosupresan, obat antireumatik

kerja lambat, dan kortikosteroid. Sedangkan modalitas non farmakologi yaitu

fisioterapi, latihan fisik, nutrisi, dan terapi bedah.

Pada kebanyakan kasus, JRA berespon secara lambat dan berangsur-

angsur terhadap terapi yang cocok. JRA biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien

yang menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik

daripada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit untuk

disembuhkan.

39

Page 40: juvenile rheumatoid arthtritis

DAFTAR PUSTAKA

1. David DS. Juvenile Idiopathic Arthritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1007276-overview#a0156, 2011.

2. Akib AAP. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008; hal 322-44.

3. Khan P. Juvenile Idiopathic Arthritis, An Update on Pharmacotherapy. Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2011; 69(3): 264-76.

4. Yuliasih. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2010; 2520-5.

5. Pribadi A, Akib AAP, Taralan T. Profil Kasus Artritis Idiopatik Juvenil (AIJ) Berdasarkan Klasifikasi International League Against Rheumatism (ILAR). Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri.2008; 9 (6) : 40-8.

6. Rudolph MA. Artritis Reumatoid Juvenilis. Dalam: Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Vol. 1. Ed : 20. Deborah Welt Kredich. Jakarta: EGC. 2006; 537-8.

7. Hahn YS, Kim JG. Pathogenesis and clinical manifestation of juvenile reumathoid arthritis. Korean Journal of Pediatrics. 2010; 921-30.

8. Kliegman R, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, Arvin A. Artritis Reumatoid Juvenil. Juvenile Idiopathic Arthritis. Dalam: Kliegman Robert M ... [et al.]. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Philadelphia: Elsevier. 2011; 2671-2689.

9. Saxena N. Is the enthesitis-related arthritis subtype of juvenile idiopathic arthritis a form of chronic reactive arthritis?. Oxford University Press on behalf of the British Society for Rheumatology. 2006; 1129-32.

10. Woo P, Laxer RM, Sherry DD. Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA). Dalam: Pediatric Rheumatology in Clinical Practice. London: Springer. 2007; 23-46.

11. Schaller JG. Juvenil Reumatoid Artritis. American Academy of Pediatrics. 1997; 9-11.

40

Page 41: juvenile rheumatoid arthtritis

12. Cantani A. Autoimmnune Diseases. Dalam: Dr. Ute Heilmann, Heidelberg, Germany. Pediatric Allergy, Asthma and Immunology. Roma: Springer. 2007; 1075-84.

13. Shiel, William C. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/juvenile_rheumatoid_arthritis/article_em.htm tanggal 19 September 2012

14. Cantani A. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam: Pediatric Allergy, Asthma, and Immunology. Springer Berlin Heidelberg New York.2008:1085-100.

41