3Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Pendidikan adalah atap
yang menaungi manusia
dari kebodohan, dinding
yang melindunginya dari
kehancuran, dan tanah tempat
berpijak yang menjadikannya
tetap berdiri selamanya.
Kegunaan pendidikan adalah
untuk mengajarkan seseorang
untuk berpikir dengan intensif
dan kritis. Kecerdasan dan
karakter merupakan tujuan
pendidikan sesungguhnya
karena kedua hal tersebut akan
terus dibawa sampai mati.
Bangsa besar adalah bangsa
yang memiliki karakter
kuat berdampingan dengan
kompetensi yang tinggi, yang
tumbuh dan berkembang dari
pendidikan yang
menyenangkan dan lingkungan
yang menerapkan nilai-nilai baik
dalam seluruh sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hanya
dengan karakter yang kuat dan
kompetensi yang tinggilah jati diri
bangsa menjadi kokoh, kolaborasi
dan daya saing bangsa meningkat
sehingga mampu menjawab
berbagai tantangan era abad 21.
Kemampuan abad 21 menuntut
perubahan secara sistematis
dalam dunia pendidikan untuk
mempersiapkan generasi
masa depan, yaitu insan yang
mampu bekerja sama dalam tim,
memecahkan masalah sehari-
hari, berpikir kritis, menguasai
teknologi, serta mampu
berkomunikasi dengan efektif.
Selain kemampuan akademis,
Latar Belakang yang mempunyai kemampuan
belajar, beradaptasi, dan
berinovasi. Untuk itu, pendidikan
nasional harus berfokus pada
penguatan karakter di samping
pembentukan kompetensi.
Didalam Nawacita yang
dicanangkan oleh Presiden Joko
Widodo melalui Gerakan Nasional
Revolusi Mental (GNRM), salah
satu butirnya menunjuk pada
penguatan karakter bangsa.
Komitmen ini kemudian
ditindaklanjuti dengan arahan
Presiden kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
untuk mengutamakan dan
membudayakan pendidikan
karakter di dalam dunia
pendidikan.
4
Atas dasar ini, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
mencanangkan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) secara
bertahap yang dimulai pada tahun
2016.
Sejatinya Penguatan Pendidikan
Karakter bukan merupakan
suatu kebijakan baru sama
sekali karena sejak tahun 2010
pendidikan karakter di sekolah
sudah menjadi Gerakan Nasional.
Satuan pendidikan menjadi sarana
strategis bagi pembentukan
karakter bangsa karena memiliki
sistem, infrastruktur, dan
dukungan ekosistem pendidikan
yang tersebar di seluruh
Indonesia, mulai dari perkotaan
sampai pedesaan. Sudah banyak
praktik baik yang dikembangkan
oleh sekolah, namun masih
banyak pekerjaan rumah yang
harus dituntaskan
untuk memastikan agar proses
pembudayaan nilai- nilai karakter
berjalan dan berkesinambungan.
Selain itu, diperlukan kebijakan
yang lebih komprehensif dan
bertumpu pada kearifan lokal
untuk menjawab tantangan
zaman yang semakin kompleks.
Kebijakan ini akan menjadi
dasar bagi perumusan langkah-
langkah yang lebih konkret agar
penyemaian dan pembudayaan
nilai-nilai utama pembentukan
karakter bangsa dapat dilakukan
secara efektif dan menyeluruh.
Pada tahun 2017, diterbitkanlah
Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter yang
dapat memberikan haluan
untuk menyiapkan Generasi
Emas Indonesia 2045 dalam
menghadapi dinamika perubahan
di masa depan.
Hal ini merupakan penerjemahan
dari Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 dan telah
menetapkan sembilan agenda
prioritas, yang dikenal sebagai
Nawa Cita, yaitu :
5Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Menghadirkan kembali
negara untuk melindungi
segenap bangsa dan
memberikan rasa aman
kepada seluruh warga
negara
Membuat pemerintah selalu
hadir dengan membangun
tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya;
Membangun Indonesia
dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka
negara kesatuan
Memperkuat kehadiran
negara dalam melakukan
reformasi sistem dan
penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat,
dan terpercaya;
Mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik;
Meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia;
Melakukan revolusi karakter
bangsa; serta
01 04 07
05 08
06 09
02
03 Meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di
pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa
maju dan bangkit bersama
bangsa-bangsa Asia lainnya;
Memperteguh kebhinekaan
dan memperkuat restorasi
sosial Indonesia.
6
Pembangunan pendidikan dan
kebudayaan mempunyai peran
strategis dalam mendukung
terwujudnya agenda prioritas,
antara lain:
meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia;
melakukan revolusi
karakter bangsa;
meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar
internasional;
memperteguh kebhinekaan
serta memperkuat restorasi
sosial Indonesia.
Berdasarkan Sembilan Agenda
Prioritas di atas, Rencana
Strategis Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud)
menetapkan bahwa visi
Kemendikbud 2019 adalah:
Salah satu paradigma yang
dituangkan dalam Renstra
Kemendikbud 2015-2019 adalah
pendidikan membentuk karakter.
Pendidikan berorientasi pada
pembudayaan, pemberdayaan,
dan pembentukan kepribadian.
Pada tahun 2016, telah digagas
dan dirumuskan program
Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) yang menekankan pada 5
nilai utama yang sedianya dapat
diterapkan secara berkelanjutan
pada tingkat satuan pendidikan
di Indonesia. Nilai tersebut
adalah religiositas, nasionalisme,
kemandirian, gotong royong,
dan integritas.
Implementasi nilai-nilai PPK
dilaksanakan secara bertahap
yang dimulai dari penentuan
542 sekolah piloting di
wilayah Indonesia. Sekolah-
sekolah tersebut dipilih untuk
kemudian menjadi prototipe
penyelenggaraan PPK dengan
mempertimbangkan segala
dimensi keberagaman yang
ditemui di Indonesia. Penentuan
sekolah piloting ini bertujuan
untuk mengidentifikasikan bentuk
PPK yang dilakukan di masing-
masing daerah yang memiliki
karakteristik yang beragam.
Implementasi nilai-nilai PPK
terus belanjut. Pada tahun 2017,
Kemendikbud telah melaksanakan
pelatihan, pengimbasan, dan
pendampingan kepada 64.213
sekolah di Indonesia. Selain itu,
beberapa Bantuan Pemerintah
juga telah digulirkan kepada
sekolah-sekolah piloting PPK
untuk program pengimbasan.
Terbentuknya Insan
serta Ekosistem Pendidikan dan
Kebudayaan yang Berkarakter
dengan Berlandaskan Gotong
Royong
“
“
7Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Dalam melancarkan rencana
pengimbasan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan telah
mengeluarkan SK Tim Konsultasi
dan Asistensi dengan penanggung
jawab yaitu Kepala Dinas
Pendidikan di masing-masing
Provinsi dan Kepala LPMP ditunjuk
sebagai Koordinator.
Selanjutnya, pada tahun
2018 total capaian pelatihan,
pendampingan, dan pengimbasan
PPK telah mencapai jumlah
angka sebanyak 188.646 sekolah.
Berikut ini merupakan grafik
54 2(0 .2 5% )
20172016 2018
188.46 4(8 6. 14 %)
2019
21 8. 98 9(1 00 %)
64 .2 13(2 9. 32%)
0%
20 %
40 %
60 %
80 %
10 0%
Sebelum Perpres Setelah Perpres No. 87 Tahun 2017
*Sumber : Kemendikbud 2018
Telah tersosialisasi PPK pasca terbitnya Perpres No.87 Tahun
2917 tentang PPK, melalui kegiatan sosialisasi, surat edaran
Permendikbud, dan metode pengimbasan.
218.989 Sekolah
Sasaran PPK
2016 : 542 Sekolah (Piloting PPK)
2017 : 64.213 Sekolah
2018 : 188.464 Sekolah
2019 : 218.989 Sekolah* (Target)
Pertumbuhan implementasi PPK melalui pelatihan, bimbingan
teknis, workshop, TOT, lokakarya, rakor, semiloka, sarasehan,
Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD), pengimbasan, konsultasi,
pendampingan, dan lain-lain di 34 Provinsi.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepala
Sekolah, Pengawas, Peserta Didik dan seluruh UPT
Kemendikbud di daerah.
Pertumbuhan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal Tahun 2016-2019.
8
Beberapa hasil kajian
internasional terdahulu
menyebutkan bahwa ketika
orang tua dan sekolah
bekerja sama secara efektif,
siswa dapat berperilaku dan
menunjukan prestasi yang
lebih baik di sekolah.
Selain itu, keterlibatan orang
tua di sekolah memberikan
kontribusi yang positif dalam
prestasi akademis, frekuensi
kehadiran anak, iklim sekolah,
persepsi orang tua dan anak
tentang belajar dikelas,
sikap dan perilaku positif
anak, kesiapan anak untuk
mengerjakan PR, peningkatan
waktu yang dihabiskan anak
bersama orang tuanya,
aspirasi pendidikan, kepuasan
orang tua terhadap guru, dan
kesadaran anak terhadap well
being (Greenwood &
Hickman, 2010, dalam Gurbuzturk
& Sad).
Di dalam studi dampak
program pendidikan dan
pengembangan anak usia dini
di 50 kabupaten tertinggal
(World Bank, 2013) menunjukan
bahwa intensitas dukungan
keluarga berpengaruh
meningkatkan pencapaian
perkembangan anak usia dini.
Sementara itu, kondisi anak
yang bersekolah di Indonesia
dapat digambarkan ke dalam
empat kondisi. Pertama,
terdapat empat tipe keluarga
di dalam penanaman nilai-nilai
karakter baik terhadap anak-
anaknya.
(Izzo dkk, 1999, dalam American
Journal of Community Psychology).
Didalam implementasinya,
tidah hanya satuan pendidikan
saja yang terlibat dalam
mengembangkan karakter peserta
didik, akan tetapi lingkungan
keluarga juga perlu terlibat.
Keluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama dalam
mendidik anak. Peranan orang
tua di lingkungan keluarga sangat
penting dalam implementasi PPK.
Baik buruknya pendidikan anak di
dalam keluarga dipengaruhi oleh
bagaimana komunikasi terjalin
antara orang tua dengan anak dan
bagaimana kualitas waktu yang
diluangkan oleh orang tua untuk
anaknya. Selain antara orang tua
dan anak, komunikasi yang baik
antara keluarga dan sekolah
sangat penting. Kerjasama
keduanya diyakini akan
meningkatkan capaian pendidikan
anak-anak.
9Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu untuk terus meningkatkan kampanye PPK melalui berbagai upaya strategi komunikasi yang kreatif dan inovatif kepada seluruh ekosistem pendidikan sesuai kondisi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi khususnya pada orang tua peserta didik.
Tipe yang pertama adalah
keluarga yang peduli dan
mampu untuk menanamkan
nilai-nilai karakter baik kepada
anaknya. Tipe ini merupakan
contoh keluarga harmonis
yang menyediakan waktu luang
untuk menanamkan nilai-nilai
karakter kepada anak.
Tipe kedua adalah keluarga
yang peduli namun tidak
mampu untuk menanamkan
nilai-nilai karakter kepada
anaknya. Keluarga ini
sebenarnya peduli terhadap
penanaman karakter anaknya
tetapi mereka tidak mampu.
Mereka tidak memiliki
kapasitas dan keluangan waktu
untuk menanamkan nilai-nilai
karakter baik tersebut.
Tipe ketiga adalah yang tidak
peduli meski sebenarnya
mampu untuk menanamkan
nilai-nilai karakter kepada
anaknya.
Keluarga ini cenderung penuh
dengan kesibukan sendiri
sehingga tidak mempedulikan
penumbuhan karakter baik
bagi anaknya.
Tipe keempat adalah keluarga
yang tidak peduli dan tidak
mampu. Sebagai contoh,
keluarga yang memiliki latar
belakang sosial ekonomi lemah
yang memang tidak terpikirkan
untuk menanamkan pendidikan
karakter kepada anaknya
karena keterbatasan wawasan
dan sumber daya. (World Bank,
2013) menunjukan bahwa
intensitas dukungan keluarga
berpengaruh meningkatkan
pencapaian perkembangan
anak usia dini.
10
Dari berbagai observasi yang dilakukan oleh Tim Implementasi
Penguatan Pendidikan Karakter, masih ditemukan orang tua yang
belum maksimal dalam menerapkan prinsip-prinsip PPK dengan baik
kepada anak- anaknya, maka beberapa hal yang perlu ditingkatkan
adalah:
Mendorong sinergi Tripusat
Pendidikan (Sekolah,
Keluarga, Masyarakat) serta
menjalin kolaborasi dengan
sumber-sumber belajar di
dalam dan luar lingkungan
keluarga;
Mendorong peran serta
orang tua dan sekolah
untuk lebih memperhatikan
dan menumbuhkan
perkembangan karakter
(religiositas, nasionalisme,
kemandirian, gotong
royong, integritas), literasi
dasar dan kompetensi abad
21 bagi anaknya secara
optima
Menumbuhkan akhlak,
watak, budi pekerti, dan
perilaku baik serta menggali
potensi, minat dan bakat
anak melalui harmonisasi
olah hati, olah pikir, olah
rasa, dan olah raga yang
terintegrasi dalam kegiatan-
kegiatan di lingkungan
keluarga;
Mendorong orang tua
untuk terus meningkatkan
kreativitas serta komunikasi
yang menyenangkan bagi
anak-anaknya;
01 02
03 04
B
IdentifikasiMasalah
11Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah:
Semakin meningkatnya
pemahaman
orang tua dalam
mengimplementasikan
prinsip-prinsip PPK dengan
baik dan sistematis.
Tersusunnya strategi
komunikasi Penguatan
Pendidikan Karakter
(PPK) dalam berbagai
media kampanye, melalui
berbagai upaya strategis
berupa komunikasi yang
kreatif dan inovatif sesuai
kondisi kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
Tersusunnya rumusan
rekomendasi kebijakan
kepada internal maupun
eksternal Kemendikbud
terkait implementasi
Program Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) di
sekolah.
C
Hasil Yang Diharapkan
01 02 03
01 02 03Menyusun strategi komunikasi
Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) dalam berbagai media
kampanye, melalui berbagai
upaya strategis berupa komunikasi
yang kreatif dan inovatif sesuai
kondisi kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
Menyusun perumusan
rekomendasi kebijakan
kepada internal maupun
eksternal Kemendikbud terkait
implementasi Program Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) di
sekolah.
Tujuan
D
Orang tua dapat memahami dan
mengimplementasikan prinsip-
prinsip PPK dengan baik.
12
E
PenerimaManfaat
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan;
Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter;
Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.23 Tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti;
Permendikbud Nomor 82 Tahun
2015 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan;
Permendikbud Nomor 64 Tahun
2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok di Lingkungan Sekolah;
Permendikbud Nomor 18 Tahun
2016 tentang Pengenalan
Lingkungan Sekolah;
Permendikbud Nomor 75 Tahun
2016 tentang Komite Sekolah;
Permendikbud Nomor 30
Tahun 2017 tentang Pelibatan
Keluarga Pada Penyelenggaraan
Pendidikan;
Permendikbud Nomor 17 Tahun
2017 tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB);
Permendikbud Nomor 20
Tahun 2018 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter pada Satuan
Pendidikan Formal.
Penerima manfaat kajian
ini adalah para pemangku
kepentingan pendidikan baik
internal maupun eksternal,
khususnya kepala orang tua.
F Dasar Hukum
14
Pendidikan karakter merupakan
sebuah proses panjang, yaitu
proses penanaman nilai-nilai
luhur, budi pekerti, akhlak mulai
yang berakar pada ajaran agama,
adat istiadat, dan nilai-nilai
keindonesiaan dalam rangka
mengembangkan kepribadian
peserta didik supaya menjadi
manusia yang bermartabat,
menjadi warga negara yang
berkarakter sesuai dengan nilai-
nilai luhur bangsa dan agama.
Pendidikan karakter juga upaya
mengajarkan kebiasaan berfikir
dan kebiasaan berbuat yang dapat
membantu orang-orang hidup
dan bekerja bersama sebagai
keluarga, sahabat, tetangga,
masyarakat, dan bangsa.
Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai proses
pembelajaran untuk memahami,
peduli tentang dan berbuat
berlandaskan nilai-nilai
moral seperti rasa hormat,
keadilan, kebajikan warga dan
kewarganegaraan dan
bertanggung jawab terhadap diri
sendiri maupun kepada orang
lain.
Sejak zaman Yunani Kuno,
karakter sudah menjadi bagian
dari etika normatif. Etika normatif
bertalian dengan prinsip-prinsip
moral yang dianggap baik dan
buruk. Terdapat tiga arus etika
normatif. Etika keutamaan (virtues
ethics), etika deontologikal atau
etika kewajiban (deontological
ethics) dan etika konsekuensi
(consequentialism atau, sering
juga dijuluki, utilitarianism
(etika utilitas atau kegunaan)
dengan berbagai perbedaan
tekanan.
AH
ak
ika
t P
en
did
ika
n
15Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Pemaknaan tentang
karakter seperti yang
ditulis oleh Kalidjernih
(2010: 3),
Karakter berasal dari kata Yunani
charakter yang mengacu kepada
suatu tanda yang terpatri pada
sisi sebuah koin. Karakter lazim
dipahami sebagai kualitas-kualitas
moral yang awet yang terdapat
atau tidak terdapat pada setiap
individu yang terekspresikan
melalui pola-pola perilaku
atau tindakan yang dapat
dievaluasi dalam berbagai situasi.
Selanjutnya, jika dimaknai
secara harfiah menurut
beberapa bahasa, karakter
memiliki berbagai arti seperti:
“character” (Latin) berarti
instrument of marking;
“charessein” (Prancis) berarti
to engrove (mengukir);
“watek” (Jawa) berarti ciri
wanci; watak (Indonesia)
berarti sifat pembawaan
yang mempengaruhi tingkah
laku, budi pekerti, tabiat, dan
perangai.
Dalam Kamus Poerwadarminta,
karakter diartikan sebagai
tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan
seseorang dari pada yang
lain. Disebut watak jika telah
berlangsung lama dan melekat
pada diri seseorang.
16
Pemaknaan karakter juga
diungkapkan oleh para
ahli psikologi sebagaimana
yang dikutip oleh
Purwasasmita (2010: 13)
adalah sebagai berikut:
A
B
C
D
E
Karakter sebagai sebuah
sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan
tindakan seorang individu.
Karakter adalah suatu kualitas
atau sifat yang tetap dan
terus menerus, kekal, yang
dapat dijadikan ciri untuk
mengidentifikasi seorang
pribadi, suatu objek, atau
suatu kejadian (J.P. Chaplin).
Karakter adalah a striving
system which underly
behavior, yaitu kumpulan tata
nilai yang mewujud dalam
suatu sistem daya dorong
(daya juang) yang melandasi
pemikiran, sikap dan perilaku,
yang akan ditampilkan secara
mantap (Sigmund Freud).
Karakter menunjuk pada
kebiasaan positif dan sudah
diolah sebagai tanggung
jawab sosial, komitmen moral,
disiplin diri, dan kemantapan
dengan kumpulan seluruh
orang yang dinilai menjadi
tidak sempuma, cukup
memadai, atau patut dicontoh
(Baumrind).
Karakter mengembangkan
secara berangsur-angsur
secara keseluruhan kehidupan
dan tidak hanya berpikir dan
berbicara belaka, karakter
ditambahkan dengan
kemampuan emosional dan
tingkah laku (Maudsley).
Karakter adalah ciri khas
yang dimiliki individu yang
membedakan individu dengan
individu lainnya. Ciri khas ini
diperoleh dari hasil evaluasi
terhadap kepribadian individu.
Oleh karena karakter berkaitan
dengan evaluasi atau penilaian
maka dalam menggambarkan
karakter individu seringkali
digunakan istilah baik atau
buruk (Allport).
17Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Karakter menurut
Budimansyah (2010: 23) adalah “nilai-nilai kebajikan
(tahu nilai kebajikan, mau
berbuat baik, dan nyata
berkehidupan baik) yang
terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam
perilaku.”Sejalan dengan
Rivai dan Arifin (2009: 23)
berpendapat bahwa “karakter
adalah tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain.
Samani dan Hariyanto
(2012: 41-42)
menjelaskan bahwa karakter
dimaknai sebagai cara berpikir
dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Individu
yang berkarakter baik
adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan
setiap akibat dari keputusannya.
Karakter dapat dianggap
sebagai nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata
norma, budaya, adat istiadat,
dan estetika. Karakter adalah
perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari baik
dalam bersikap maupun dalam
bertindak.
“
“
Dapat dikatakan bahwa
karakter merupakan sesuatu
yang melekat pada diri
manusia, baik berupa watak
ataupun pola pikir yang sudah
menjadi ciri khas dan sebagai
pembeda antara seseorang
dengan orang lain.
18
Sejalan dengan pendapat
tersebut, menurut
Purwasasmita (2010: 14)membangun karakter (character
building) adalah proses mengukir
atau memahat jiwa sedemikian
rupa, sehingga berbentuk unik,
menarik, dan berbeda atau dapat
dibedakan dengan orang lain.
Proses membangun karakter
itu memerlukan disiplin tinggi
karena tidak pernah mudah
dan seketika atau instant.
Diperlukan refleksi mendalam
untuk membuat rentetan moral
choice (keputusan moral) dan
ditindaklanjuti dengan aksi nyata
sehingga menjadi praksis, refleksi,
dan praktik. Diperlukan sejumlah
waktu untuk membuat semua itu
menjadi custom (kebiasaan) dan
membentuk watak atau tabiat
seseorang.
Terkait pemaknaan karakter,
Sumantri (2011: 6) menegaskan bahwa karakter
mengandung pengertian:
Sehingga menurut beliau bahwa
membangun karakter berarti
proses mengukir atau memahat
jiwa sedemikian rupa, sehingga
“berbentuk” unik, menarik dan
berbeda dengan orang lain.
Suatu kualitas positif yang
dimiliki seseorang, sehingga
membuatnya menarik dan
atraktif.
Reputasi seseorang.
Seseorang yang unusual atau
memiliki kepribadian yang
eksentrik.
Helen Keller
(Purwasasmita, 2010: 15) mengungkapkan
Character cannot be develop in
ease and quite. Only through
experience of trial and suffering
can the soul be strengthened,
vision cleared, ambition inspired,
and success achieved.
Sehingga dengan karakter
yang telah dibangun dengan
kokoh, bisa menjadikan seorang
individu tidak mudah dikuasai
oleh seseorang ataupun
kondisi tertentu. Apabila orang
- orang yang dikenal cerdas
dan berpengetahuan tidak
menunjukkan karakter (terpuji),
maka tak diragukan lagi bahwa
dunia akan menjadi lebih dan
semakin buruk. Dengan kata lain
ungkapan knowledge is power
akan menjadi lebih sempurna jika
ditambahkan menjadi
“
“
Enam pilar characters building,
yaitu trustworthiness, respect,
responsibility, fairness, caring,
dan citizenship.
knowledge is power, but
character is more.
19Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Winataputra dan
Saripudin (2011: 33) menegaskan sebagai suatu
konsep akademis, character
atau kita terjemahkan karakter
memiliki makna substantif dan
proses psikologis yang sangat
mendasar, dengan kata lain
karakter dapat kita maknai
sebagai kehidupan berperilaku
baik/penuh kebijakan, yakni
berperilaku baik terhadap
pihak lain (Tuhan Yang Maha
Esa, manusia, dan alam
semesta) dan terhadap diri
sendiri. Karakter tidak muncul
atau dimiliki begitu saja oleh
seseorang, akan tetapi karakter
dibentuk seiring berjalannya
waktu, perubahan pemikiran
serta perubahan tindakan-
tindakan yang dilakukan
mencerminkan nilai-nilai yang
baik. Dengan demikian karakter
merupakan suatu perilaku yang
dibentuk, dikembangkan dan
Menurut Aristoteles
(Lickona, 1991: 50) berpendapat bahwa
“Good character as the life of
right conduct - right conduct in
relation to other persons and in
relation to self”,
karakter yang baik sebagai
kehidupan dengan melakukan
tindakan- tindakan yang benar
sehubungan dengan diri dan
orang lain.
Karakter yang baik dapat dapat
dimaknai setiap aktivitas yang
dilakukan oleh umat manusia
dalam kehidupan sehari- hari
seyogyanya dilaksanakan dengan
perbuatan yang baik sehingga
memberikan manfaat bagi dirinya
sendiri dan juga orang lain.
Karakter yang baik terintergrasi
dalam pemikiran, niat dan
tindakan yang dilakukan.
“
“Selain itu, Lickona (1991: 51) menegaskan “Good character
consists of knowing the good,
desiring the good, and doing the
good”. Artinya karakter yang baik
terdiri dari mengetahui hal yang
baik, menginginkan hal yang baik,
dan melakukan hal yang baik.
20
Budimansyah (2011: 56-57) menyebutkan perlunya upaya pendidikan karakter yang dilakukan
secara menyeluruh dengan pertimbangan sebagai berikut:
Dalam setiap masyarakat
terdapat landasan etika
umum, yang bersifat universal
melintasi batas ruang dan
waktu, sekalipun dalam
masyarakat pluralistik yang
mengandung banyak potensi
terjadinya konflik nilai.
Demokrasi mempunyai
kebutuhan khusus akan
pendidikan karakter karena
inti dari demokrasi adalah
pemerintahan yang berakar
dari rakyat, dilakukan oleh
wakil pembawa amanah
rakyat, dan mengusung
komitmen mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan
rakyat.
Persoalan yang selalu
dihadapi baik individu ataupun
masyarakat yang amat sulit
dipecahkan adalah dilema
nilai moral.
Terdapat dukungan yang
mendasar dan luas bagi
pendidikan karakter di
sekolah.
Komitmen yang kuat
terhadap pendidikan karakter
sangatlah esensial untuk
menarik dan membina guru-
guru yang berkeadaban dan
professional.
Pendidikan karakter adalah
pekerjaan yang dapat dan
harus dilakukan sebagai
suatu keniscayaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara disamping sebagai
anggota masyarakat dunia.
Peranan sekolah sebagai
wahana psiko-pedagogis
dan sosio-pedagogis yang
berfungsi sebagai kawasan
pendidikan karakter menjadi
semakin penting pada saat
dimana hanya sebagian kecil
anak yang mendapat
pendidikan karakter dari
orang tuanya disamping
peranan pranata sosial
lainnya termasuk pranata
keagamaan yang semakin
kecil.
A
B
C E
F
G
H
I
D
Pendidikan karakter
merupakan suatu kebutuhan
sosiokultural yang jelas dan
mendesak bagi kelangsungan
hidup yang berkeadaban.
Pewarisan nilai antar generasi
dan dalam satu generasi
merupakan wahana sosio-
psikologis dan selalu menjadi
tugas dari proses peradaban.
21Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Perlunya Pendidikan karakter dijelaskan pula oleh Lickona
(Suyatno, 2010: 5) yang mengungkapkan beberapa alasan
pokok, di antaranya:
Banyaknya generasi muda
saling melukai karena
lemahnya kesadaran pada
nilai-nilai moral
Memberikan nilai-nilai
moral pada generasi muda
merupakan salah satu fungsi
peradaban yang paling
utama;
Peran sekolah sebagai
pendidik karakter menjadi
semakin penting ketika
banyak anak-anak
memperoleh sedikit
pengajaran moral dari
orang tua, masyarakat, atau
lembaga keagamaan;
Masih adanya nilai-nilai
moral yang secara universal
masih diterima seperti
perhatian, kepercayaan, rasa
hormat, dan tanggung jawab
Demokrasi memiliki
kebutuhan khusus untuk
pendidikan moral karena
demokrasi merupakan
peraturan dari, untuk dan
oleh masyarakat;
Tidak ada sesuatu sebagai
pendidikan bebas nilai,
sekolah mengajarkan nilai-
nilai setiap hari melalui
desain ataupun tanpa desain
Komitmen pada pendidikan
karakter penting manakala
kita mau dan terus menjadi
guru yang baik; dan
Pendidikan karakter yang
efektif membuat sekolah
lebih beradab, peduli pada
masyarakat, dan mengacu
pada performansi akademik
yang meningkat.
01 04
02
05
03
06
07
08
22
Husen, dkk (2010: 23) menjelaskan pendidikan karakter
berpijak dari karakter dasar
manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal (bersifat
absolut) yang bersumber dari
agama yang juga disebut sebagai
the golden rule. Pendidikan
karakter dapat memiliki tujuan
yang pasti, apabila berpijak
dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut.
Menurut para ahli psikolog,
beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada
Allah dan ciptaan-Nya (alam
dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri,
kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan
kepemimpinan, baik dan rendah
hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan.
Pendapat lain mengatakan
bahwa karakter dasar manusia
terdiri dari: dapat dipercaya,
rasa hormat dan perhatian,
peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan,
berani, tekun, disiplin, visioner,
adil, dan punya integritas.
Penyelenggaraan pendidikan
karakter di sekolah atau di
kampus harus berpijak kepada
nilai-nilai karakter dasar, yang
selanjutnya dikembangkan
menjadi nilai-nilai yang lebih
banyak atau lebih tinggi (yang
bersifat tidak absolut atau bersifat
relatif) sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, dan lingkungan sekolah
atau kampus itu sendiri.
Winataputra (2010: 8) juga
menegaskan bahwa pendidikan
karakter atau character education
digunakan sebagai umbrella term,
untuk mendeskripsikan
“...the teaching of children in a
manner thet will help them
develop variously as moral,
civic, good, mannered, behaved,
non bullying, healthy, critical,
successful, traditional, compliant
and/or sociallyacceptable
beings.”
Dalam konteks itu di berbagai
sumber kepustakaan dikenal
beberapa jargon pendidikan
seperti social and emotional
learning, moral reasoning/
cognitive development, life skills
education, health education,
violent prevention, critical
thinking, ethical reasoning, and
conflict resolution and mediation.
23Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Dengan kata lain pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
24
Dalam rangka pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab
orang tua dalam implementasi
PPK, maka orang tua memiliki
peran untuk:
BP
era
n O
ran
gtu
a
A
B
C
D
Mendukung kegiatan belajar
anak di keluarga yang
merupakan kesinambungan
kegiatan di satuan
pendidikan.
Mendukung kegiatan belajar
anak di satuan pendidikan.
Memberikan masukan/
pertimbangan dalam
pengambilan keputusan
dan berbagai kegiatan
satuan pendidikan dalam
meningkatkan layanan
terhadap kebutuhan
perkembangan dan belajar
anak.
Memantau perkembangan
dan hasil belajar anak
atau peserta didik secara
bersama-sama antara orang
tua dengan pihak satuan
pendidikan.
25Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Definisi
Pemilihan kampanye sebagai
metode utama dilandasi oleh
tujuan dari perancangan itu
sendiri, yakni memberikan
pemahaman kepada orang tua
tentang pentingnya Penguatan
Pendidikan Karakter dalam
rangka menyiapkan Generasi
Emas 2045.
Menurut Rogers dan Storey
(1987) mengidentifikasi
kampanye sebagai serangkaian
tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan
untuk menciptakan efek
tertentu pada sejumlah besar
khalayak yang dilakukan secara
berkelanjutan pada kurun
waktu tertentu.
Beberapa ahli komunikasi
mengakui bahwa definisi yang
diberikan Rogers dan Storey
adalah yang paling popular
dan dapat diterima dikalangan
ilmuan komunikasi, antara lain
Grossberg, 1998; Snyder, 2002;
Klingemann dan Rommele,
2002. Hal ini didasarkan
pada dua alasan. Pertama,
definisi tersebut secara tegas
menyatakan bahwa kampanye
merupakan wujud tindakan
komunikasi, dan alasan kedua
adalah bahwa definisi tersebut
tidak dapat mencakup
keseluruhan proses dan
fenomena praktek kampanye
yang terjadi di lapangan.
Ha
kik
at
Ka
mp
an
yeC 01/05
26
Leslie B. Snyder (Gudykunst
& Mody, 2002)
Kampanye komunikasi adalah
tindakan komunikasi yang
terorganisasi yang diarahkan
pada khalayak tertentu, pada
periodewaktu tertentuguna
mencapai tujuan tertentu.
Rajasundarman (1981)
Kampanye dapat diartikan
sebagai pemanfaatan
berbagai metode komunikasi
yang berbeda secara
terkoordinasi dalam periode
waktu tertentu yang ditujukan
untuk mengarahkan khalayak
pada masalah tertentu berikut
pemecahannya.
Dalam setiap aktivitas kampanye
komunikasi mengandung
empat hal, yaitu tindakan
kampanye yang ditujukan untuk
menciptakan efek atau dampak
tertentu, jumlah target audiens
yang besar, dipusatkan dalam
kurun waktu tertentu, dan melalui
serangkaian tindakan komunikasi
yang terorganisir. Selain empat
pokok ciri diatas, kampanye juga
memiliki ciri atau karakteristik
yang lainnya, yaitu sumber yang
jelas, yang menjadi penggagas,
perancang, penyampai sekaligus
penanggung jawab suatu produk
kampanye, sehingga setiap
individu yang menerima pesan
kampanye dapat mengidentifikasi
bahkan mengevaluasi kredibilitas
sumber pesan tersebut setiap
saat.
Pfau dan Parrot (1993)
Kampanye adalah suatu
proses yang dirancang
secara sadar, bertahap
dan berkelanjutan yang
dilaksanakan pada rentang
waktu tertentu dengan tujuan
mempengaruhi target audiens
yang telah diterapkan.
Definisi Rogersda Storey juga
umumnya dirujuk oleh berbagai
ahli dari disiplin ilmu yang
berbeda seperti ilmu politik dan
kesehatan masyarakat. Beberapa
definisi lain yang sejalan dengan
batasan yang disampaikan Rogers
dan Storey diantaranya sebagai
berikut :
A
B
C
27Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Pesan-pesan kampanye juga
terbuka untuk didiskusikan,
bahkan gagasan-gagasan
pokok yang melatarbelakangi
diselenggarakannya
kampanye juga terbuka untuk
dikritisi. Keterbukaan seperti ini
dimungkinkan karena gagasan
dan tujuan kampanye pada
dasarnya mengandung
kebaikan untuk publik. Segala
tindakan dalam kegiatan
kampanye dilandasi oleh
prinsip persuasi, yaitu
mengajak dan mendorong
publik untuk menerima atau
melakukan sesuatu atas yang
dianjurkan dasar kesukarelaan.
Dengan demikian kampanye
pada prinsipnya adalah contoh
tindakan persuasi secara
nyata. Dalam ungkapan Perloff
(1993) dikatakan “Campaign
generally exemplify persuation
in action”.
Kampanye dalam praktiknya
senantiasa mendayagunakan
teori- teori dan teknik-teknik
persuasi yang kebanyakan
diperoleh di ruang- ruang
laboratorium untuk kemudaian
diterapkan guna mencapai
tujuan di lingkungan nyata.
28
Motivasi yang mendasarinya
adalah memperoleh
keuntungan finasial. Cara
yang ditempuh adalah dengan
memperkenalkan produk dan
melipatgandakan penjualan
sehingga diperoleh
keuntungan yang diharapkan.
Charles U. Larson (1992: 10)
membagi kampanye menjadi tiga
katagori yang dikutip ulang oleh
Drs. Antar Venus, M.A. dalam
bukunya berjudul “Manajemen
Kampanye”, yaitu : product-
oriented campaigns, candidate-
oriented campaigns dan
ideologically or cause oriented
campaigns.
Jenis, Tujuan, dan Media Kampanye02/05
AB
CIdeologically or cause
oriented campaigns adalah
jenis kampanye yang
beriontasi pada tujuan-
tujuan yang bersifat khusus
dan seringkali berdimensi
perubahan sosial. Karena itu
kampanye jenis ini dalam
istilah Kotler disebut sebagai
social change campaigns,
yakni kampanye yang
bertujuan untuk menangani
masalah-masalah sosial
melalui perubahan sikap
perilaku publik yang terkait.
Product-oriented
campaigns atau kampanye
yang berorientasi pada
produk umumnya terjadi di
lingkungan bisnis. Istilah lain
yang sering dipertukarkan
dengan kampanye jenis ini
adalah commercial campaigns
atau corporate campaigns.
Candidate-oriented
campaigns atau kampanye
yang berorientasi pada
kandidat umumnya dimotivasi
oleh hasrat untuk meraih
kekuasan politik. Karena itu
jenis kampanye ini dapat
pula disebut sebagai political
campaigns (kampanye politik).
Jenis Kampanye
29Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Upaya perubahan yang dilakukan
kampanye selalu terkait aspek
pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude) dan perilaku
(behavioural)
(Pfau dan Parrot, 1993:10).
Sedangkan Ostergaard (2002)
menyebutkan bahwa kampanye
memiliki tiga aspek tujuan yang
disebut dengan istilah ‘3A’ sebagai
kependekan dari awareness,
attitude dan action. Ketiga aspek
ini bersifat saling terkait dan
merupakan sasaran pengaruh
(target of infuences) yang mesti
dicapai secara bertahap agar satu
kondisi perubahan dapat tercipta.
Adapun penjelasan dari setiap
tahapan adalah sebagai berikut.
pada tahap pertama kegiatan
kampanye biasanya diarahkan untuk
menciptakan perubahan pada tataran
pengetahuan atau kognitif. Pada
tahap ini yang diharapkan adalah
munculnya kesadaran, berubahnya
keyakinan atau meningkatnya
pengetahuan khalayak tentang isu
tertentu. Dalam kosep Ostergaard
tahap ini merupakan tahap untuk
menggugah kesadaran, menarik
perhatian dan memberikan informasi
tentang produk, gagasan yang
dikampanyekan.
tahapan berikutnya diarahkan pada
perubahan dalam ranah sikap. Dalam
tahap ini yang diharapkan adalah
untuk memunculkan simpati, rasa
suka, kepedulian atau ke berpihakan
khalayak pada isu-isu yang menjadi
tema kampanye.
sementara pada tahap terakhir
kegiatan kampanye ditujukan
untuk merubah perilaku khalayak
secara konkret dan terukur.
Tahapan ini menghendaki adanya
perilaku tertentu yang dilakukan
oleh sasaran kampanye. Tindakan
tersebut dapat bersifat sekali itu
saja atau berkelanjutan (terus
menerus). Contoh-contoh tindakan
sekali itu saja misalnya: menjadi
pendonor darah, menyumbangkan
dana untuk korban bencana alam,
atau mengikuti imunisasi massal
yang diselenggarakan pemerintah.
Sementara tindakan berkelanjutan
lebih terlihat dalam perubahan
perilaku secara permanen pada diri
sasaran seperti: perubahan pola
makan, cara memasak air, pemakain
helm pengaman, atau turut serta
menjadi akseptor KB (Schenk dan
Dobler, 2002:37).
Awareness Action
Attitude
TujuanKampanye
30
Oleh karena itu, pemilihan media
yang tepat akan sangat
menentukan apakah pesan
yang ingin disampaikan pada
kelompok sasaran akan sampai
atau tidak (Sutisna, 2002: 283).
Pemilihan media yang tepat untuk
berkampanye iklan dalam rangka
membuat pelanggan menjadi
tahu, paham, menentukan sikap,
hingga melakukan pembelian
adalah suatu langkah penting
dalam kegiatan kampanye.
Dalam beriklan, komunikator
(produsen) dapat memilih satu
mau pun kedua media untuk
menyampaikan pesan yang ingin
mereka sampaikan.
Komunikasi dalam suatu media
periklanan mengenal dua
kelompok besar media, yaitu
above the line (ATL) dan media
below theline (BTL). Menurut
Amalia E. Maulana dalam artikel
yang dimuat di majalah Bisnis
Indonesia (2008) menyatakan
bahwa sebenarnya istilah line
(yang berarti garis) dalam ATL dan
BTL itu berawal dari kategorisasi
dalam neraca keuangan. Kategori
pertama berlaku bagi kegiatan
pemasaran yang terkena komisi
biro iklan. Komisi dimasukkan
dalam ‘cost of sales’ dan dikurangi
sebelum ditentukan gross profit.
Kategori kedua untuk kegiatan
pemasaran non iklan yang tidak
kena komisi. Biayanya dimasukkan
dalam biaya operasional dan
dikurangi sebelum ditentukan
net profit. Untuk lebih jelasnya
mengenai pembagian ATL dan
BTL akan dijelaskan sebagai
berikut.
Media kampanye sebagai
penyampai pesan memegang
peranan penting dalam proses
komunikasi. Tanpa media, pesan
tidak akan sampai pada target
audiens yang diinginkan.
Media Kampanye
31Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Merupakan media yang
memungut komisi atau biaya
pemasangan media. Biaya
tersebut diperuntukan bagi jasa
pemanfaatan ruang dan waktu,
dimana pengiklan mendapat
keuntungan dari pemuatan iklan.
Penggunaan media ATL memiliki
kelebihan dalam hal menjangkau
target audiens yang sangat luas.
Kekurangannya adalah selain
biaya yang mahal adalah tidak
adanya interaksi langsung dengan
target audiens.
merupakan media yang tidak
memungut komisi atau biaya
tambahan dalam hal pemasangan
media. Media ini hanya dibiayai
oleh biaya produksi dan aktivitas
promosi. Kelebihan penggunaan
BTL adalah biaya media yang
rendah serta membuka peluang
untuk terjadinya interaksi secara
langsung terhadap target audiens
melalui berbagai kegiatan. Bahkan
tidak menutup kemungkinan
terjadinya penjualan bersamaan
dengan diadakannya aktivitas
promosi. Kekurangannya adalah
terbatasnya cakupan target
audiens dalam satu wilayah.
Contoh media BTL adalah
Event, Sposorship, Sampling,
Print of Sales Materials (flyer,
brosur, marchindise), Consumer
Promotion, Trade Promotion,
dan lainnya.
Above The Line Below The Line Saat ini, di mana landscape
media sudah bergeser secara
dramatis dengan munculnya
media-media baru, terutama yang
berbasis teknologi tinggi seperti
Internet dan semakin banyaknya
pengguna gadget dari tahun ke
tahun menjadikan perbedaan
antara ATL dan BTL semakin
kabur. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik media baru yang
tidak eksklusif lagi. Internet
media, karena fiturnya yang
sangat kaya (disebut dengan rich
media), bisa mencakup target
audiens yang luas sekaligus
spesifik; mempunyai fasilitas
interaksi secara langsung. Situasi
dalam pemasaran modern ini
yang mengharuskan Strategic
Brand Planner berpikir secara
terintegrasi dalam disain pesan
dan alokasi medianya. Integrasi
kegiatan komunikasi secara
simultan ini dikenal dengan
sebutan ’Integrated Marketing
Communication’ (IMC).
Media yang digunakan seperti
televisi, koran, majalah,
billboard, dan lainnya.
32
Komunikasi pemasaran terpadu
(Integrated Marketing
Communication/IMC) adalah
sebuah konsep di mana suatu
perusahaan mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan
berbagai saluran komunikasi
untuk mengirim pesan
yang jelas, konsisten, dan
meyakinkan berkenaan
dengan perusahaan dan
produknya. (Kotler dan
Amstrong; 2005)
Sedangkan definisi IMC
menurut American Association
of Advertising Agencies adalah
sebuah konsep perencanaan
komunikasi pemasaran
yang memberikan nilai tambah
terhadap suatu perencanaan
yang mendalam dengan cara
melakukan evaluasi terhadap
peran strategis dari berbagai
macam ilmu komunikasi dan
mengkombinasikannya untuk
menghasilkan keakuratan,
konsistensi, dan efek
komunikasi secara maksimal
melalui integrasi dari pesan –
pesan yang terpisah.
Paul Smith (1996), dalam
artikelnya yang berjudul
Admap menyatakan bahwa IMC
adalah konsep sederhana yang
menyatukan semua bentuk
dari komunikasi menjadi satu
kesatuan solusi. Pada intinya
IMC mengintegrasikan semua
alat-alat promosi sehingga
alat-alat tersebut dapat
bekerja bersama-sama secara
harmonis.
03/05
Komunikasi
Pemasaran Terpadu
(Integrated
Marketing
Communication),
Proses Komunikasi,
Laswell Model,
dan Strategi AISAS
Komunikasi Pemasaran Terpadu
33Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Menggunakan IMC berarti
memberikan konsistensi
pesan yang disampaikan
pada konsumen meskipun
menggunakan media yang
berbeda. Konsistensi tersebut
secara tidak langsung akan
menjadi retensi (pengulangan)
ketika konsumen melihat
iklan yang sama pada media
yang berbeda, kemudian
pesan akan melekat dalam
benak konsumen. Berbagai
keuntungan lain yang didapat
dengan menggunakan IMC
adalah sebagai berikut.
IMC memastikan komunikasi
antara agensi dan menciptakan
ikatan yang lebih kuat
antara mereka dank lien.
Dengan menyediakan
arus informasi yang lebih
terbuka, IMC memungkinkan
partisipan komunikasi untuk
berkonsentrasi dalam kunci
dari pengembangan strategis,
ketimbang mengejar tujuan
individu.
IMC menyediakan kesempatan
bagi agensi periklanan untuk
memainkan peran penting
yang signifikan dalam
pengembangan proses
komunikasi, dan menjadi
partner yang efektif dalam
hubungan dengan klien.
IMC menawarkan kesempatan
untuk memotivasi agensi
periklanan. Pemikiran yang
tergabung dari keseluruhan
tim lebih baik dari pemikiran
yang berasal dari individu saja.
Hal ini juga memotivasi setiap
anggota dalam tim agensi
periklanan untuk menemukan
potensi kreativitas mereka.
Kemungkinan keuntungan yang
terpenting adalah penyampaian
kemampuan mengukur respon
dan akuntabilitas proses
komunikasi.IMC dapat digunakan oleh
klien sebagai alat strategis
dalam mengkomunikasikan
citra dan keuntungan dari
produk atau jasa.
Corporate cohesion.
Client relationship.
Interaction
Motivation
Measurability
34
Komunikasi pemasaran terpadu
(Integrated Marketing
Communication/IMC) adalah
sebuah konsep di mana suatu
perusahaan mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan berbagai
saluran komunikasi untuk
mengirim pesan yang jelas,
konsisten, dan meyakinkan
berkenaan dengan perusahaan
dan produknya. (Kotler dan
Amstrong; 2005)
Sedangkan definisi IMC menurut
American Association of
Advertising Agencies adalah
sebuah konsep perencanaan
komunikasi pemasaran yang
memberikan nilai tambah
terhadap suatu perencanaan
yang mendalam dengan cara
Komunikasi merupakan interaksi
antar pribadi yang menggunakan
sistem simbol linguistik, seperti
sistem simbol verbal (kata-kata)
dan non verbal. Sistem ini dapat
disosialisasikan secara langsung
atau tatap muka atau melalui
media lain seperti tulisan, oral,
dan visual (Karfried Knapp, 2003).
Komunikasi dapat dikatakan
berhasil apabila kedua belah
pihak dapat memahami pesan
yang disampaikan.
Segmentasi dan personifikasi
target audiens juga menjadi
dasar strategi komunikasi pesan
yang akan disampaikan dalam
perancangan sebuah kampanye,
apakah akan disampaikan
secara langsung ataukah secara
bertahap.
Strategi komunikasi ini
mencakup aspek think-feel-
do yang merupakan salah satu
tahap penyampaian pesan
pada target audiens. Proses berlangsungnya komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Merupakan pihak yang memiliki
tujuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan
mengirimkan suatu pesan pada
orang yang dimaksud. Pesan
yang disampaikan dapat berupa
informasi dalam bentuk bahasa
ataupun simbol yang dapat
dimengerti oleh kedua belah
pihak. Dalam proses komunikasi,
pesan disampaikan melalui suatu
media baik secara langsung
maupun tidak langsung. Seorang
komunikator harus memiliki daya
tarik (source of attractiveness).
Komunikator (sender)
Proses Komunikasi
35Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Merupakan pihak yang menerima
pesan yang disampaikan
kemudian menerjemahkan pesan
yang diterimanya ke bahasa yang
dimengerti oleh kedua belah
pihak. Kemudian komunikan
memberi umpan balik (feedback)
atas pesan yang dikirimkan
kepadanya.
Merupakan isi atau maksud
yang akan disampaikan oleh
pihak komunikator kepada pihak
komunikan.
Menurut May Lwin & Jim
Aitchison (2002), aspek pertama
dan yang paling penting dari
sebuah strategi komunikasi
kampanye adalah sebuah tujuan
dan sasaran. Tujuan atau sasaran
itu tergantung apa yang ingin
dicapai oleh kampanye tersebut.
Menurut Marcello Minale
dalam bukunya yang berjudul
“Design and Designer Role in
21st Century”, mengemukakan
bahwa terdapat 9 fungsi desain yang bisa diterapkan menjadi suatu strategi komunikasi, yakni to build awareness, to entertain, to inform, to enrich, to enlarge, to magnify, to emphasize. 9 fungsi desain
tersebut dapat diimplementasikan
sebagai tujuan proses kampanye
yang ingin dicapai sebagai
strategi perancagan komunikasi
dalam kampanye.
Dalam dunia periklanan,
kampanye merupakan kegiatan
yang bersifat memberi informasi
suatu produk atau pesan tertentu,
selain itu juga menitikberatkan
pada bujukan (persuasif) dan
menanamkan atau menarik
awareness ke benak konsumen.
Oleh karena itu, strategi
komunikasi merupakan hal
penting agar pesan yang ingin
disampaikan dalam kegiatan
kampanye menjadi efektif. Salah
satu cara untuk menerangkan
proses komunikasi adalah
menggunakan teori Harold
Laswell.
Komunikan (receiver)
Pesan (message)
36
Laswell Model merupakan
model komunikasi yang
diciptakan oleh Lasswell,
seorang ilmuwan sekaligus
politisi berkebangsaan Amerika
dan pakar teori komunikasi.
Model ini dianggap sebagai
model paling awal (1948)
yang digunakan dalam
dunia komunikasi. Lasswell
menyatakan bahwa cara yang
terbaik untuk menerangkan
proses komunikasi adalah
dengan menjawab pertanyaan:
Who says in which channel
to whom with what effect
(siapa mengatakan apa melalui
saluran apa kepada siapa
dengan efek apa).
Model ini secara jelas mengelompokkan elemen-elemen
mendasar dari komunikasi ke dalam lima elemen yang tidak bisa
dihilangkan salah satunya (Laswell dalam Littlejohn, 1996:334).
Kelompok tersebut terdiri dari:
Apa yang akan disampaikan/
dikomunikasikan kepada
penerima (komunikan) dari
sumber (komunikator) atau
isi informasi. Merupakan
seperangkat simbol verbal
atau non verbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau
maksud komunikator. Ada tiga
komponen pesan yaitu makna,
simbol untuk menyampaikan
makna, dan bentuk atau
organisasi pesan.
Says WhatWho
Sumber atau komunikator
adalah pelaku utama atau
pihak yang mempunyai
kebutuhan untuk
berkomunikasi atau yang
memulai suatu komunikasi,bisa
seorang individu, kelompok,
organisasi,maupun suatu
negara sebagai komunikator.
LasswellModel
37Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Wahana atau alat untuk
menyampaikan pesan dari
komunikator (sumber) kepada
komunikan(penerima) baik
secara langsung (tatap muka),
maupun tidak langsung
(melalui media cetak atau
elektronik dan lain-lain).
Orang, kelompok, organisasi,
atau suatu negara yang
menerima pesan dari sumber
(komunikator), disebut
tujuan (destination), khalayak
(audience), atau komunikan.
Dampak atau efek yang
terjadi pada komunikan
(penerima) setelah menerima
pesan dari sumber, misalnya
seperti perubahan sikap,
bertambahnya pengetahuan,
dan lain-lain.
In Which Channel To Whom With What Effect
Tiga tujuan utama teori
Laswell adalah to serve
understanding, to
establish acceptance, to
motivate action.
38
Merupakan tahap awal di mana
target audiens diarahkan untuk
mulai mengetahui dan menyadari
keberadaan dari suatu produk.
Tahapan ini dimulai ketika
sebuah brand atau produk
mulai untuk memperkenalkan
dirinya di tengah-tengah target
audiens yang dimilikinya. Bentuk
perkenalan bisa dilakukan
melalui berbagai bentuk kegiatan
komunikasi marketing (above the
line maupun below the line) dan
aktivitas Public Relation.
AISAS digunakan untuk melihat
efektif atau tidaknya media
yang akan digunakan. Teori
ini dipilih karena media yang
akan digunakan mempunyai
kemungkinan untuk terus
diakses oleh penggunanya,
tidak hanya sekedar berhenti
sampai dengan tahap action.
Strategi AISAS merupakan
sebuah strategi media yang
diciptakan oleh Kotaro
Sugiyama (2011), strategi AISAS
merupakan pengembangan
dari strategi AIDMA (Awaraness
- Interest – Desire - memory
- Action) yang mulai harus
menyesuaikan dengan iklim
arus informasi di era digital
ini. AISAS adalah kepanjangan
dari Awaraness - Interest -
Search - Action – Share.
Awaraness
Strategi AISAS
39Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Merupakan tahapan dari proses
berikutnya, target audiens
mulai tertarik dengan sebuah
brand. Ketertarikan itu terjadi
karena pemilihan strategi
komunikasi yang tepat bagi
target audiens. Target audiens
mulai menempatkan sebuah
brand tertentu dalam benaknya.
Tahapan ini akan berhasil ketika
target audiens mulai mencari
informasi lebih jauh tentang
brand maupun produk yang
ditawarkan.
Merupakan tindakan yang
dilakukan target audiens demi
memenuhi keinginannya dengan
berinnteraksi langsung dengan
brand atau produk. Pada tahap
ini pengalaman target audiens
terhadap brand atau produk
mulai tercipta. Proses interaksi
langsung antara target audiens
melalui sales channel, transaksi,
delivery, konsumsi, hingga after
sales service merupakan sebuah
kesatuan dari pengalaman yang
benar-benar harus senantiasa
diperhatikan agar sesuai dan
bahkan melebihi ekspektasi target
audiens itu sendiri terhadap
sebuah brand atau produk.
Merupakan tahapan akhir di mana
target audiens telah merasakan
semua pengalaman interaksi
mereka dengan produk atau
brand, mereka akan membagi
pengalamannya kepada orang lain
melalui media sosial, email, chat,
blogs, dan lain-lain. Sehingga
pengalaman baik ataupun buruk
akan tersebar ke banyak orang
dan menghasilkan word of mouth.
Informasi yang dihasilkan dari
tahapan share juga tidak menutup
kemungkinan akan ter-index
oleh search engine dan menjadi
acuan orang-orang yang mencari
referensi terhadap brand maupun
brand tersebut.
Interest Action Share
Search
Merupakan tahap dimana target
audiens mulai mencari tahu
tentang informasi mendalam
mengenai produk atau
brand tertentu yang menarik
perhatiannya.
40
Target Audiens, SegmentasiKhalayak
Target audiens atau target
audience merupakan salah satu
komponen penting dari rangkaian
terjadinya proses komunikasi
secara utuh. Target audiens
adalah sekumpulan orang yang
menjadi pembaca, pendengar,
dan pemirsa berbagai media
atau komponen beserta isinya,
seperti pendengar radio dan atau
penonton televisi. Kata khalayak
menjadi mengemuka ketika
diidentikan dengan “receivers”
dalam model proses komunikasi
massa (source, channel,
message, receiver, effect)
yang dikemukakan oleh Wilbur
Schramm (1955).
Dalam media, khalayak dapat
diartikan sebagai pasar dan
program yang disajikan
merupakan produk yang
ditawarkan. Pada dasarnya
khalayak merupakan sekumpulan
orang yang membaca,
mendengar, menonton berbagai
media massa, baik cetak maupun
elektronik. Audiens juga
merupakan kehidupan sosial
yang dilayani oleh media dengan
menyampaikan suatu informasi
yang dibutuhkan. Pada kajian ini,
target audiens adalah para kepala
sekolah dan guru.
04/05
Religiositas
Nasionalisme
Integritas
Literasi NumerasiLiterasi Sains
Literasi DigitalLiterasi Finansial
Target Audiens
41Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Segmentasi Khalayak
Media kampanye harus
menentukan segmentasi khalayak
yang akan ditujunya, dalam
proses pemasaran, segmentasi ini
tidak berdiri sendiri, segmentasi
merupakan satu kesatuan dengan
targeting dan positioning.
Targeting atau menetapkan target
audiens adalah tahap selanjutnya
dari analisis segmentasi. Produk
dari targeting adalah target
audiens yang akan menjadi
fokus kegiatan-kegiatan iklan.
Segmentasi pasar khalayak
adalah suatu konsep yang sangat
penting dalam memahami
audiens penyiaran dan pemasaran
program. Eric Berkowitz dan
rekannya mendefinisikan segmen
pasar sebagai “dividing up market
into distinct groups that (1) have
common needs and (2) will
respond similarly to a market
acion”.
(membagi uatu pasar kedalam
kelompok-kelompok yang jelas
yang (1) memiliki kebutuhan yang
sama dan (2) memberikan respons
yang sama terhadap suatu
tindakan pemasaran). Dengan
demikian, jika ditinjau dari
prespektif khalayak umum, maka
segmentasi pasar adalah suatu
kegiatan untuk mebagi-bagi
atau mengelompokkan audien
kedalam kotak-kotak yang lebih
homogen.
Khalayak umum memiliki sifat
yang heterogen, maka akan
sulit bagi media untuk melayani
semuanya. Oleh karenannya harus
dipilih segmen-segmen tertentu
saja dan meninggalkan segmen
lainnya.
Bagian atau segmen yang dipilih
itu adalah bagian yang homogen
yang memiliki ciri-ciri yang
sama. Salah satu contoh terdekat
dari ciri-ciri yang dimiliki oleh
khalayak adalah dengan cara
melihat gaya hidup mereka.
Menurut Agustina (2010) dalam
artikelnya Marketing Word Of
Mouth, menyatakan bahwa secara
luas, gaya hidup didefinisikan
sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana
orang menghabiskan waktu
mereka (aktivitas), apa yang
mereka anggap penting dalam
lingkungannya (ketertarikan/
interest), dan apa yang mereka
pikirkan tentang diri mereka
sendiri dan juga dunia di
sekitarnya (pendapat/opini).
42
Gaya hidup suatu masyarakat
akan berbeda dengan masyarakat
di sekitarnya. Bahkan dari masa
ke masa gaya hidup suatu individu
dan kelompok masyarakat
tertentu akan bergerak dinamis.
Namun demikian, gaya hidup
tidak cepat berubah, sehingga
pada kurun waktu tertentu gaya
hidup relatif permanen.
Djito Kasilo (2008) membagi
segmentasi khalayak ke dalam
klasifikasi geografis, demografis
dan psikografis. Penjelasan dari
klasifikasi tersebut adalah sebagai
berikut.
Segmentasi geografi akan
membagi khalayak ke dalam
beberapa bagian geografi yang
berbeda-beda seperti negara,
negara bagian, wilayah, kota,
dan desa. Perancang pesan
akan melakukan penyesuaian
pesan berdasarkan area geografi
yang dipandang potensial dan
menguntungkan.
Dalam segmentasi demografi,
khalayak dibagi menjadi grup-
grup dengan dasar pembagian
seperti usia, jenis kelamin, tingkat
pendekatan, tingkat pendidikan,
dan agama. Setidaknya ada lima
alasan mengapa pendekatan
demografi ini hampir selalu
disertakan, antara lain adalah
informasi demografi adalah
informasi yang mudah dijangkau
dan relatif lebih murah untuk
mengidentifikasikan para
khalayak, informasi demografi
memberikan insight tentang trend
yang sedang terjadi, meski tidak
dapat untuk meramalkan perilaku
konsumen, demografi dapat
dilihat untuk melihat perubahan
permintaan aneka produk dan
yang terakhir demografi dapat
digunakan untuk mengevaluasi
kampanye- kampanye pemasaran.
Geografis Demografis
43Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Khalayak dapat dibagi menurut
demografi tetapi seringkali
pembagian ini tidak memenuhi
kebutuhan para perancang pesan.
Mereka ingin tahu lebih jauh
apa sebenarnya yang membuat
orang-orang yang memiliki
usia, penghasilan, pendapatan
dan pendidikan yang sama
berbeda dalam merespon suatu
stimuli pemasaran. Segmentasi
psikografis merupakan pembagian
konsumen berdasarkan
karakteristik psikologisnya. Dalam
segmentasi psikografis, perilaku
konsumen diobservasi melalui
gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai
kehidupan yang dianut (value) dan
kepribadian (personality).
Berkembangnya teknologi
mendasari munculnya pembagian
segmentasi berdasarkan
teknografis. Segmentasi
teknografis ini membagi
konsumen berdasarkan tingkat
penggunaan konsumen dan
penetrasi teknologi terhadap
suatu wilayah tertentu terhadap
barang-barang berteknologi
modern seperti barang-barang
elektronik (televisi, radio, DVD
player, MP3 player, handphone,
komputer, dan software). Dua
setengah tahun lalu Forrester
Research memperkenalkan istilah
baru, Social Technography, untuk
mendeskripsikan bagaimana
pengguna Internet berinteaksi
dengan jejaring sosial seperti
blog, Facebook, Delicious dan
sejenisnya.
Ada enam segmentasi yang
disodorkan yakni creator
(memiliki situs sendiri, blog
sendiri, dan update video di
Youtube), Critics (suka memberi
komentar di blog orang lain,
menulis rating), Collectors
(berlangganan RSS), Joiners
(ikut social media), spectators
(membaca blog, menonton
video teman, mendengarkan
podcasting teman), Inactive (tidak
melakukan apapun). Pemetaan
target audiens berdasarkan
segmentasi teknografis dapat
membuat strategi penyebaran
pesan menjadi lebih efektif dan
efisien dan sesuai dengan konteks
kekinian.
Psikografis Teknografis
44
Elemen Visual dan Pendekatan Kreatif
Dalam membangun sebuah pesan
visual, dibutuhkan beberapa
komponen yang menunjang
dalam pembangunan persepsi
dengan tujuan agar tercapainya
kesamaan makna dari pesan yang
sedang dirancang. Dalam kajian
teori desain komunikasi visual,
terdapat beberapa elemen yang
dapat membangun sebuah citra
visual. Elemen visual tersebut
meliputi:
Tipografi merupakan seni
menyusun huruf-huruf sehingga
dapat dibaca namun masih
memiliki nilai desain. Tipografi
digunakan sebagai metode untuk
menerjemahkan kata-kata (lisan)
ke dalam bentuk tulisan (visual).
Fungsi bahasa visual ini adalah
untuk menyampaikan ide, cerita
dan informasi melalui segala
bentuk media, mulai dari label
pakaian, tanda-tanda lalu lintas,
poster, buku, surat kabar dan
majalah. Karena itu pekerjaan
seorang tipografer (penata huruf)
tidak dapat lepas dari semua
aspek kehidupan sehari-hari.
Simbol telah ada sejak adanya
manusia, lebih dari 30.000 tahun
yang lalu, saat manusia prasejarah
membuat tanda-tanda pada batu
dan gambar-gambar pada dinding
gua di Altamira, Spanyol. Manusia
pada jaman ini menggunakan
simbol untuk mencatat apa
yang mereka lihat dan kejadian
yang mereka alami sehari-hari.
Simbol sangat efektif digunakan
sebagai sarana informasi untuk
menjembatani perbedaan bahasa
yang digunakan, contohnya
sebagai komponen dari signing
systems sebuah pusat
perbelanjaan. Untuk
menginformasikan letak
toilet, telepon umum, restoran,
pintu masuk dan keluar, dan lain-
lain digunakan simbol. Bentuk
yang lebih kompleks dari simbol
adalah logo.
05/05Tipografi Simbolisme
45Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Logo adalah identifikasi dari
sebuah perusahaan, karena itu
suatu logo mempunyai banyak
persyaratan dan harus dapat
mencerminkan perusahaan itu.
Seorang desainer harus mengerti
tentang perusahaan
itu, tujuan dan objektifnya,
jenis perusahaan dan image
yang hendak ditampilkan dari
perusahaan itu. Selain itu logo
harus bersifat unik, mudah diingat
dan dimengerti oleh pengamat
yang dituju.
Ilustrasi adalah suatu bidang
dari seni yang berspesialisasi
dalam penggunaan gambar yang
tidak dihasilkan dari kamera
atau fotografi (nonphotographic
image) untuk visualisasi.
Dengan kata lain, ilustrasi yang
dimaksudkan di sini adalah
gambar yang dihasilkan secara
manual. Pada akhir tahun 1970-
an, ilustrasi menjadi tren dalam
Desain Komunikasi Visual. Banyak
orang yang akhirnya menyadari
bahwa ilustrasi dapat juga
menjadi elemen yang sangat
kreatif dan fleksibel, dalam arti
ilustrasi dapat menjelaskan
beberapa subjek yang tidak
dapat dilakukan dengan
fotografi, contohnya untuk untuk
menjelaskan informasi detil
seperti cara kerja fotosintesis.
Logo Ilustrasi
46
Ada dua bidang utama di mana
seorang desainer banyak
menggunakan elemen fotografi,
yaitu penerbitan (publishing) dan
periklanan (advertising). Beberapa
tugas dan kemampuan yang
diperlukan dalam kedua bidang ini
hampir sama. Menurut Margaret
Donegan dari majalah GQ, dalam
penerbitan (dalam hal ini majalah)
lebih diutamakan kemampuan
untuk bercerita dengan baik
dan kontak dengan pembaca;
sedangkan dalam periklanan (juga
dalam majalah) lebih diutamakan
kemampuan untuk menjual
produk yang diiklankan tersebut
Fotografi sangat efektif untuk
mengesankan keberadaan suatu
tempat, orang atau produk.
Sebuah foto mempunyai
kekuasaan walaupun realita yang
dilukiskan kadangkala jauh dari
keadaan yang sesungguhnya.
Selain itu sebuah foto juga harus
dapat memberikan kejutan dan
keinginan untuk bereksperimen,
misalnya dalam hal mencoba
resep masakan yang baru atau
tren berpakaian terbaru.
Fotografi
47Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Pendekatan Kreatif
Dalam mengemas sebuah
pesan yang diwujudkan melalui
sebuah visual diperlukan
sebuah strategi yang dapat
menyelesaikan permasalahan
komunikasi yang sedang
terjadi. Pendekatan kreatif
dihadirkan sebagai strategi
yang bertujuan agar visual
lebih menarik, unik, dan
mempunyai makna. Mario
Pricken (2002) dalam bukunya
Creative Advertising
menyebutkan beberapa teknik
pendekatan kreatif yang dapat
digunakan dalam mengemas
sebuah pesan. Salah satu
pendekatan kreatif yang
digunakan dalam perancangan
ini adalah pendekatan metafor.
Menurut Mario Pricken,
pendekatan metafor selalu
menjadi metode paling efektif
untuk mengkomunikasikan
sebuah arti dengan cara
yang cukup elegan,karena
cara terbaik untuk
mengkomunikasikan pesan
adalah mengibaratkan pesan
tersebut menjadi sesuatu yang
familiar dengan khalayak.
49Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Review kepustakaan
Penulisan analisa situasi awal
tentang Strategi Komunikasi
PPK bagi Orang Tua.
Identifikasi para orang tua dan
narasumber yang relevan.
Pengamatan dan monev
dengan berkunjung kepada
sekolah- sekolah, komunitas,
yayasan, dan pemangku
kepentingan lainnya. Kegiatan
ini penting dilakukan untuk
menganalisis pengalaman
langsung ekosistem
pendidikan. Praktik-praktik
baik dihimpun sebagai acuan
perumusan laporan.
Melakukan rapat koordinasi
dengan para akademisi,
praktisi, dan pemangku
kepentingan tentang Kajian
Strategi Komunikasi PPK
bagi Orang Tua. Untuk
mempertajam proses tersebut,
dilakukan pengumpulan
data melalui dialog serta
pendalaman secara langsung
kepada sumber informasi
melalui kegiatan rapat
koordinasi.
Penggandaan dan distribusi
hasil laporan ”Kajian Strategi
Komunikasi PPK bagi Orang Tua”
kepada pihak terkait.
Persiapan
Pelaksanaan
Penyelesaian
Perumusan draft laporan
kajian.
AP
ela
ksa
na
an
a.
a.
b.
b.
c.
c.
50
BW
ak
tu &
Te
mp
at
Kegiatan Kajian ”Strategi
Komunikasi PPK bagi Orang
Tua” dilakukan selama 3
(3 bulan) terhitung sejak
bulan September sampai
November 2018 yang
terbagi dalam 3 (tiga)
tahap kegiatan yakni
Tahap Persiapan, Tahap
Pelaksanaan; dan Tahap
Pembuatan Laporan.
Lokasi penelitian adalah kepada
orang tua siswa yang ada pada 12
sekolah yang berada di Daerah
Jakarta, Bogor, Tangerang,
Bekasi, Bandung, Banjar, dan
Kulon Progo. Pada setiap daerah,
data yang dikumpulkan berupa
hasil observasi dan wawancara
di sekolah SD dan SMP yang
telah ditetapkan sebagai sasaran
observasi.
Karena terbentur oleh
ketersediaan waktu observasi
dan jadwal kegiatan belajar
mengajar (KBM) di kelas yang
hampir selesai, maka observasi ke
sekolah-sekolah dilakukan dalam
kurun waktu kurang lebih 10 hari.
Adapun rincian jumlah sekolah
dapat dilihat pada tabel berikut.
Catatan: Lokasi ditentukan bersama oleh Tim dengan memperhatikan data sekolah
pilot dan mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan SDM.
51Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Berdasarkan tahapan kegiatan di
atas, maka diuraikan bahwa pada
tahapan Persiapan, tim kajian
menyiapkan administrasi dan
penentuan narasumber teknis
kajian melalui keputusan Staf Ahli
Menteri Bidang Pembangunan
Karakter, tahapan pelaksanaan,
meliputi narasumber teknis
menyusun design pelaksanaan
kegiatan dan dipresentasikan
di hadapan pimpinan untuk
memperoleh kesamaan konsep
sebelum pelaksanaan kegiatan.
Penyusunan instrumen kajian,
uji coba instrumen, validasi
instrumen dengan cara panel
dan masukan pakar. Pelaksanaan
survey dan pengumpulan data
untuk mendapatkan data yang
valid dan realibel.
Pengolahan dan analisis data
hasil survey dan pendataan,
pembuatan laporan survey
oleh narasumber teknis sesuai
hasil pengolahan data secara
kuantitatif dan kualitatif, dan
presentasi draf laporan yang
dibuat oleh narasumber teknis
untuk mendapatkan masukan
dan tanggapan. Pada tahapan
Penyusunan Laporan, disusun
berdasarkan data yang diperoleh
serta rumusan rapat koordinasi
yang telah dilaksanakan. Laporan
tersebut merupakan kesimpulan
dan rekomendasi dalam
memberikan masukan, perbaikan
serta kebutuhan sarana-prasarana
pendidikan yang mendukung
pelaksanaan program yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
Kegiatan Kajian ini dikerjakan oleh
Staf Ahli Menteri Bidang
Pembangunan Karakter bersama
Tim Staf Ahli Menteri Bidang
Pembangunan Karakter (Tenaga
Sub Profesional).
Pembiayaan untuk pelaksanaan
kegiatan kajian ini bersumber
dari alokasi DIPA Biro Umum
Kemdikbud.
Unsur Yang Terlibat
Pembiayaan
52
C
Pendekatan, Metode, dan Desain Kajian
Pendekatan yang akan
digunakan dalam kajian ini
adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif
dimaksudkan untuk
mendeskripsikan data yang
diperoleh dari hasil survei
lapangan dengan metode
penelitian secara alamiah,
dimana tim Staf Ahli Menteri
Bidang Pembangunan
Karakter adalah sebagai
instrumen kunci, teknik
pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi,
analisis data bersifat
induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan
makna daripada
generalisasi.
Data-data dan informasi yang
akan dikumpulkan dalam
kajian ini memiliki bentuk dan
karakteristik yang masing-
masing membutuhkan teknik
yang berbeda dalam proses
pengumpulannya. Proses
pengumpulan data primer dan
data sekunder dalam kajian ini
dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
Analisis Dokumen
Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
D ATujuan dilakukannya
dokumentasi dalam kajian ini
adalah untuk mengumpulkan
dan mengidentifikasi data dan
informasi yang ada pada
sumber data, yang dianggap
dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan kajian. Dokumentasi
dalam penelitian ini adalah
untuk mengumpulkan dan
mengidentifikasi data dan
informasi yang ada pada sumber
data, yang dianggap dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan
kajian. Untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan kajian
tersebut dokumen- dokumen
yang diperoleh dianalisis sesuai
dengan jenis data dan teknik
analisis yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan kajian.
53Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Kuesioner merupakan
seperangkat pertanyaan yang
akan menggali informasi atau
data tentang persepsi responden
terhadap pelaksanaan kajian.
Angket atau kuesioner merupakan
instrumen pengumpulan data
penelitian yang terdiri dari daftar
pertanyaan yang disampaikan
kepada responden untuk dijawab
secara tertulis. Menurut Creswell
kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data dimana
partisipan/responden mengisi
pertanyaan atau pernyataan
kemudian setelah diisi dengan
lengkap mengembalikan kepada
peneliti. Penggunaan kuesioner
ini lebih praktis, hemat waktu
dan tenaga dibandingkan dengan
metode wawancara.
Namun kelemahannya adalah
kemungkinan jawaban yang
diberikan responden tidak sesuai
dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam penelitian ini untuk
menguji kebenaran jawaban dan
angket yang diisi oleh responden
dilakukan observasi dan
wawancara.
Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan
melalui dialog langsung antara
peneliti dengan informan/
sumber data yang dianggap dapat
memberi informasi/data tentang
keadaan, opini, maupun sikap
yang relevan dengan fokus kajian.
Teknik ini dapat dilakukan dengan
tiga macam pendekatan yaitu:
Kuesioner
Wawancara
Dalam bentuk percakapan
informal,
Menggunakan lembaran
berisi garis besar pokok-
pokok, topik atau masalah
yang dijadikan pegangan
dalam pembicaraan,
Menggunakan daftar
pertanyaan yang lebih
terinci, namun bersifat
terbuka yang telah disiapkan
(Nasution, 2003). Untuk
mendapatkan data dilakukan
wawancara secara langsung
dengan stakeholders terkait
dan pemangku kepentingan
dalam program.
1.
2.
3.
B
C
54
Wawancara adalah suatu cara
mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung
kepada seorang informan atau
autoritas atau seorang ahli yang
berwenang dalam suatu masalah.
Teknik wawancara ini dilakukan
untuk menggali berbagai
informasi yang tidak dapat
diperoleh melalui dokumen-
dokumen maupun hasil observasi
terhadap obyek penelitian, seperti
perasaan, opini atau keinginan
seseorang serta hal-hal peristiwa
yang dialami orang tersebut pada
saat kita tidak/belum berada
di tempat untuk melakukan
observasi dengan kata lain tujuan
dilakukannya wawancara adalah
untuk memungkinkan kita masuk
ke dalam perspektif orang yang
kita wawancarai.
Adapun bentuk-bentuk
wawancara yang akan dilakukan
dalam kajian ini antara lain adalah
wawancara percakapan informal,
dan wawancara mendalam,
yang dilakukan sesuai dengan
kepentingan perolehan data untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Metode Pengumpulan Data
merupakan teknik atau
cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Dalam
kajian ini menggunakan metode
observasi dan wawancara.
Obrservasi merupakan salah
satu teknik pengumpulan data
yang tidak hanya mengukur sikap
dari responden (wawancara
dan angket) namun juga dapat
digunakan untuk merekam
berbagai fenomena yang terjadi
(situasi, kondisi).
Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan
melalui tatap muka dan tanya
jawab langsung antara pengumpul
data maupun peneliti terhadap
para sumber atau sumber data.
Wawancara dilakukan Kepala
Dinas Pendidikan Kota atau
yang mewakili, Kepala Sekolah,
orangtua dan Murid.
55Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Dokumen didapatkan dengan
cara berkomunikasi langsung
dan meminta dokumen yang
dibutuhkan untuk keperluan
penelitian. Dokumen yang
dijadikan dasar acuan peneliti
diantaranya dokumen pribadi dan
buku harian, surat, autobiografi,
dokumen resmi serta fotografi.
Studi kepustakaan yang dilakukan
oleh peneliti yakni dengan
mengumpulkan sejumlah buku-
buku, artikel, jurnal, serta sumber
lain yang relevan, yang berkenaan
dengan masalah dan tujuan
kajian. Sedangkan studi literatur,
selain dari mencari sumber data
sekunder yang akan mendukung
kajian, juga diperlukan untuk
mengetahui sampai ke mana
ilmu yang berhubungan dengan
penelitian telah berkembang,
sampai ke mana terdapat
kesimpulan dan degeneralisasi
yang telah pernah dibuat,
sehingga situasi yang diperlukan
dapat diperoleh.
Teknik analisis data yang
digunakan dalam kajian ini adalah
menggunakan analisis data
kualitatif dan statistika deskriptif.
Statistika deskriptif yaitu dengan
melihat gambaran kajian ini
disajikan dalam bentuk tabel,
diagram dan dilengkapi dengan
interpretasi data. Sedangkan
analisis kualitatif menggunakan
pendekatan yang dipopulerkan
oleh Miles dan Huberman, yakni
tim harus melakukan tiga tahapan
analisis yakni reduksi data,
penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi (Miles dan
Haberman, 1992).
Teknik Analisis Data
Tim Staf Ahli Menteri
menggunakan teknik studi
dokumentasi sebagai langkah
mengumpulkan sejumlah
dokumen yang diperlukan sebagai
bahan data informasi sesuai
dengan masalah penelitian.
Penulis yakin bahwa dokumen
sangat berguna karena dapat
memberikan latar belakang yang
lebih luas mengenai pokok kajian,
dapat dijadikan bahan triangulasi
untuk mengecek kesesuaian data.
Studi Dokumentasi Studi Kepustakaan/LiteraturD E F
56
Proses triangulasi adalah
salah satu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap
data itu. Menurut Denzin dalam
Patton menerangkan empat tipe
dasar triangulasi:
1) Triangulasi data,
2) Triangulasi investigator,
3) Triangulasi teori, dan
4) Triangulasi metodologis
(Patton, 2006).
Menurut Sugiyono, triangulasi
diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada.
Selanjutnya Sugiyono menyatakan
bahwa dalam pengumpulan data
dengan triangulasi, maka
sebenarnya peneliti
mengumpulkan data yang
sekaligus menguji kredibilitas
data, dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai
sumber data.
Triangulasi teknik dapat diartikan
bahwa peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber
yang sama, sedangkan triangulasi
sumber diartikan bahwa untuk
mendapatkan data dari sumber
yang berbeda-beda dengan
teknik yang sama (Sugiyono,
2009). Kajian ini menggunakan
triangulasi data dengan
melakukan pemeriksaan secara
silang antara data hasil penelitian
dengan data lain sebagai
pembanding yang berkaitan
dengan informasi/data.
57Kajian Strategi Komunikasi Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Orang Tua
Untuk menguji keabsahan data
(validitas internal) dilakukan
perpanjangan pengamatan,
meningkatkan ketekunan
penelitian, triangulasi dengan
hasil tehnik pengumpulan data
yang berbeda, diskusi dengan
teman sejawat, dan pengecekan
anggota (member check).
Selanjutnya untuk menentukan
transferabilitas (validitas
eksternal) dibuat laporan secara
rinci, sistematis, dan jelas,
sehingga hasil penelitian ini
dapat digunakan dalam konteks
dan situasi yang lain. Terakhir,
untuk menguji reabilitas dilakukan
“audit trail” (proses penjaminan
kebenaran penelitian) oleh
pembimbing.
Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan
multimetode yang
dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis
data. Ide dasarnya adalah bahwa
fenomena yang diteliti dapat
dipahami dengan baik sehingga
diperoleh kebenaran tingkat
tinggi jika didekati dari
berbagai sudut pandang.
Memotret fenomena tunggal dari
sudut pandang yang berbeda-
beda akan memungkinkan
diperoleh tingkat kebenaran
yang handal. Karena itu,
triangulasi ialah usaha mengecek
kebenaran data atau informasi
yang diperoleh peneliti dari
berbagai sudut pandang yang
berbeda dengan cara mengurangi
sebanyak mungkin perbedaan
yang terjadi pada saat
pengumpulan dan analisis data.
Kajian ini menggunakan
triangulasi data dengan
melakukan pemeriksaan secara
silang antara data hasil penelitian
dengan data lain sebagai
pembanding yang berkaitan
dengan informasi/data strategi
pembiayaan kajian tersebut.
Menurut sugiono, triagulasi
diartikan sebagai teknik
pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada. Selanjutnya
sugiono menyatakan dalam
pengumpulan data dengan
triagulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang
sekaligus menguji kredibilitas
data, dengan berbagai teknik
pengumpulan dta dan berbagai
sumber data.
58
Menurut Wiersma dalam
Sugiyono (2009), triagulation is
cross- validation. It assesses the
sufficiency of the data according
to the convergence of multiple
data sources or multiple data
collection procedural. Dari
pernyataan wiersma di atas dapat
diketahui bahwa triagulasi dalam
pengujian kredibilitas diartikan
sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan berbagai waktu.
Dengan demikian terdapat
triagulasi sumber, triagulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu.
Untuk meningkatkan keabsahan
hasil, upaya yang evaluator
lakukan atas hasil yang diperoleh,
ada berbagai prinsip utama
yang harus diperhatikan yakni:
meningkatkan kualitas
keterlibatan dirinya dalam
kegiatan pengumpulan data di
lapangan, melakukan pengamatan
secara terus menerus, melakukan
triagulasi, pelibatan para pakar
metodologi dan/atau substansi
program yang di evaluasi,
menggunakan bahan referensi
untuk meningkatkan nilai
kepercayaan akan kebenaran data
yang diperoleh, dan member
check (Arikunto dan Jabar, 2010).
Triagulasi teknik dapat diartikan
bahwa peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber
yang sama, sedangkan triagulasi
sumber diartikan bahwa untuk
mendapatkan data dari sumber
yang berbeda-beda dengan teknik
yang sama. Sedangkan menurut
Shypher, triagulation is a teqnique
often used case studies that uses
different perspectives in order
to generalize finding beyond the
spesific case (Shypher, 1997). Dari
pernyataan Shypher dapat
diketaui bahwa triagulasi
merupakan teknik yang sering
digunakan dalam studi kasus
dengan penggunaan perspektif
yang berbeda guna
menggeneralisasikan temuan di
luar kasus tertentu.