KAJIAN TEKNIS ALAT BONGKAR, MUAT, DAN ANGKUT PADA PENAMBANGAN BIJIH NICKEL DI
PT. INTERNATIONAL NICKEL INDONESIA,Tbk SOROWAKO SULAWESI-SELATAN
PROPOSAL TUGAS AKHIRDisusun sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan Tugas Akhir
Pada Jurusan Teknik Pertambangan
Oleh :
UMMI WAHYUNI03033120004
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2007
A. JUDUL
KAJIAN TEKNIS ALAT BONGKAR, MUAT, DAN ANGKUT PADA
PENAMBANGAN BIJIH NIKEL DI PT. INTERNATIONAL NICKEL
INDONESIA, Tbk SOROWAKO SULAWESI-SELATAN
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Cadangan endapan bijh nikel di PT. International Nickel, Tbk Soroako
Sulawesi Selatan ditambang dengan sistem tambang terbuka (open pit) guna
memenuhi kebutuhan para konsumen nikel. Kegiatan utama pada penambangan
tersebut terdiri dari pembersihan lahan (clearing), pengupasan lapisan tanah
penutup (stripping), pemuatan (loading) dan pengangkutan (hauling) material dari
lokasi penambangan ke lokasi stasiun penyaringan (screening).
Masalah yang sering timbul pada kegitan penambangan adalah kesediaan
alat mekanis yang tidak bekerja secara optimal. Masalah ini terjadi karena
perawatan terhadap alat mekanis yang sangat minim dan tidak terjadwal dengan
baik sehingga komponen-komponen alat yang semestinya harus diganti karena
rusak tidak langsung diganti, penggunaan waktu yang tidak effisien karena adanya
hambatan-hambatan termasuk hambatan waktu saat perbaikan alat. Maka untuk
mengetahui sejauh mana masalah diatas dapat teratasi, pengkajian masalah dengan
adanya rencana peremajaan alat yaitu tindakan perbaikan dan penggantian
komponen-komponen alat dengan tujuan mengembalikan kondisi alat agar
mendekati kondisi ketika pertama kali digunakan, diupayakan untuk dapat
mencapai target yang menjadi tujuan perusahaan.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data masukan guna mengetahui
kondisi kerja dan kondisi pengelolaan alat bongkar, muat dan angkut sehingga
dapat menilai kesediaan kerja alat mekanis guna tindakan peremajaan alat.
1
D. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang terjadi adalah kondisi alat mekanis yang tidak lagi
berproduksi dengan baik atau effisiensi kerjanya menjadi menurun. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya kenyataan produksi yang tidak lagi mencapai target
yang diharapkan. Cara pendekatan masalah adalah dengan mengevaluasi
kemampuan kesediaan mekanis daripada alat bongkar, muat dan angkut atau disebut
dengan penataan manajemen alat. Penataan manajemen alat bertujuan agar alat
dapat berproduksi baik dengan jam rusak serendah mungkin dan biaya operasi alat
seminimal mungkin, meliputi penyediaan alat sesuai jumlah yang dibutuhkan,
penentuan jadwal kerja, perawatan, perbaikan, dan peremajaan alat.
E. PENYELESAIAN MASALAH
Dalam melakukan penyelesaian masalah yang ada di lapangan, digunakan
penggabungan antara teori-teori, metode atau data yang berhubungan dengan kasus
yang ada dengan data yang diperoleh di lapangan.
I. Pendekatan Dasar Teori
Langkah-langkah dalam pemilihan alat-alat mekanis adalah :
1. Analisa tempat kerja
Medan kerja sangat berpengaruh sekali, karena apabila medan kerja
buruk akan mengakibatkan peralatan mekanis sulit untuk dapat dioperasikan
secara optimal. Kondisi suatu medan kerja tercipta oleh keadaan alam dan jenis
material yang ada didalamnya seperti ketinggian tempat kerja serta sifat fisik
dari material itu sendiri. Sifat fisik material berpengaruh besar terhadap
pengoperasian alat-alat, terutama dalam menentukan jenis alat yang akan
digunakan dan taksiran kapasitas produksinya serta perhitungan volume
pekerjaan. Beberapa sifat fisik material yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan peralatan adalah :
a. Pengembangan dan penyusutan ( swell factor )
2
Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan yang berupa
penambahan atau pengurangan volume material, apabila material
tersebut diganggu dari bentuk aslinya (dibongkar, diangkut atau dipadatkan).
Untuk menghitung swell faktor digunakan rumus 4) :
- Faktor pengembangan (Swell Factor)
pengembangan volume suatu material perlu diketahui, karena yang
diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada ‘bank volume’
sedangkan material yang ditangani (dimuat dan diangkut) adalah material
yang sudah mengembang ( loose volume ).
- Faktor penyusutan (Shrinkage factor)
dimana :
V bank : volume material dalam keadaan asli ( BCM )
V loose : volume material dalam keadaan lepas ( LCM )
V compact : volume material dalam keadaan padat ( CCM )4) Angka menunjukkan daftar urut pustaka
b.Jenis Material
Jenis material akan menentukan besarnya produksi alat dan cara
pengoperasiannya, karena hal ini berhubungan dengan factor pengembangan
material dan factor pengisian mangkuk (bucket) atau bilah (blade). Berikut
jenis material dapat dilihat pada tabel 1berdasarkan bobot isi dan faktor
pengembangannya.
3
Tabel 1Klasifikasi Material Menurut Bobot Isi dan Faktor Pengembangan
Macam Material Bobot Isi(Ton/BCM)
Faktor Pengembangan(%)
Tanah Liat Kering 1,50 0,85Tanah Liat Basah 1,80 – 2 0,82 – 0,80Tanah Biasa Kering 1,80 0,85Tanah Biasa Basah 2,20 0,85Tanah Biasa Bercampur Pasir dan Kerikil
2,03 0,9
Kerikil Kering (Gravel) 2,10 0,89Kerikil Basah (Gravel) 2,40 0,88Lumpur 1,40 – 1,90 0,83PasirKering 1,40 – 2,10 0,89Pasir Basah 2,10 – 2,40 0,88
c. Berat material
Berat adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap material. Kemampuan alat
mekanis untuk melakukan pekerjaan seperti mendorong, mengangkat,
menarik, mengangkut dan lainnya sangat dipengaruhi oleh berat material
tersebut. Pada umumnya setiap alat berat mempunyai batasan kapasitas,
volume tertentu. Berat material akan berpengaruh terhadap volume yang
diangkat atau didorong dan biasanya dihitung dalam keadaan asli atau lepas.
d.Kohesivitas material
Kohesivitas material adalah daya lekat atau kemampuan saling mengikat
diantara butir-butir material itu sendiri. Material dengan kohesivitas tinggi
akan mudah menggunung. Jadi apabila material ini berada pada suatu
tempat, akan mreggunung. Volume material yang menempati ruangan ini
akan ada kemungkinan bisa melebihi volume ruangan. Kohesivitas ini
berhubungan dengan daya dukung tanah, dimana semakin tinggi kohesivtas
semakin tinggi pula daya dukung tanah.
e. Daya dukung tanah
4
Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung alat yang
berada diatasnya. Apabila suatu alat berada diatas tanah, maka alat tersebut
akan memberikan “Ground Pressure”, sedangkan perlawanan yang akan
diberikan tanah adalah “Daya Dukung”. Jika daya dukung relatif lebih kecil
maka alat tersebut akan terbenam. Daya dukung tanah dapat dirumuskan
sebagai berikut 7)
q = c Nc + DNq + 1/2 BN
dimana :
q : daya dukung keseimbangan
B : lebar jejak ban luar alat
D : dalamnya jejak ban terhadap tanah
: berat isi tanah
c : kohesi
f. Kekuatan material
Material yang keras akan lebih sukar untuk dikoyak, digali atau dikupas oleh
alat mekanis. Hal ini akan menurunkan produktivitas alat. Material yang
umumnya keras adalah batu-batuan (beku, sedimen atau metamorf ) Karena
perbedaan kekerasan dari material yang akan digali sangat bervariasi, maka
sering dilakukan penggolongan berdasarkan mudah sukarnya digali. Berikut
pada tabel 2 pengklasifikasian material berdasarkan skala kekerasan dan kuat
tekan material
Tabel 2Klasifikasi Material Menurut Skala Kekerasan dan Kuat Tekan
Klasifikasi Material Skala KekerasanMoh’s
Kuat Tekan(Mpa)
Sangat Keras (Very hard digging) + 7 + 200Keras (Hard digging) 6 – 7 120 -200Agak Keras (Medium hard digging) 4,5 - 6 60 – 120Lunak (Easy digging) 1 – 4,5 10 – 60
g.Keadaan jalan angkut
Pemilihan alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh jarak
yang dilalui. Fungsi jalan adalah untuk menunjang operasi tambang terutama
5
dalam kegiatan pengangkutan. Secara geometri yang perlu diperhatikan dan
dipenuhi dalam penggunaan jalan angkut 6) :
- Lebar jalan angkut
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau
lebih menurut “Asho Manual Rural High-Way” pada jalan lurus
adalah :
L(m) = N . Wt + (N+ 1)(1/2 . Wt)
dimana :
L(m) : lebar minimum jalan angkut (meter)
N : jumlah jalur
W(t) : lebar alat angkut (meter)
- Lebar jalan angkut pada belokan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada jalur
lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung
dengan mendasarkan pada :
i. Lebar jejak ban
Lebar juntai atau tonjolan alat angkut bagian depan dan belakang saat
membelok.
W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C
dimana :
W : lebar jalan angkut pada tikungan (meter)
U : jarak jejak roda (meter)
Fa : lebar juntai depan (meter)
Fb : lebar juntai belakang (meter)
Z : lebar bagian tepi jalan (meter)
C : total lateral clearance (meter)
ii. Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi
kendaraan atau alat angkut yang digunakan, dimana jari-jari
6
lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan
berpotongan di pusat C dengan sudut sama terhadap sudut
penyimpangan roda depan, persamaannya sebagai berikut :
dimana :
R : jari-jari tikungan jalan angkut (meter)
W : jarak antara poros depan dan belakang (meter)
: sudut penyimpangan roda depan (derajat)
h. Curah hujan dan waktu yang tersedia
Dalam memilih alat-alat mekanis harus diperhatikan pula adalah iklim dan
curah hujan, hal ini perlu untuk mengetahui sampai batasan mana landasan
kerja bila terkena air hujan akan rusak atau tidak, dan untuk mengetahui
jumlah hari kerja yang benar-benar tersedia didaerah bersangkutan.
2. Penambangan
Penambangan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi yang ada,
misalnya letak endapan, lebar jenjang, tinggi jenjang.
3. Jenis alat dan sistem kerja yang digunakan
Sistem kerja dan jenis alat yang digunakan disesuaikan dengan kondisi kerja
yang ada, karena jika tidak sesuai akan menyebabkan berkurangnya
produktivitas.
4. Memeperkirakan kapasitas produksi alat bongkar, muat dan angkut
a. Kemampuan nyata
- Alat bongkar (bulldozer)
- Alat garu (ripper)
Produksi gabungan alat garu dan alat bongkar
7
- Alat muat
- Alat angkut ( Dump truck )
dimana :
Qi : kemampuan produksi ( m3/jam )
Qgab : produksi gabungan ( m3/jam )
Qgr : produksi alat garu /ripper ( m3/jam )
Qbk : produksi alat bongkar / bulldozer ( m3/jam )
Ct : waktu edar (menit)
=jarak kerja / kecepatan maju + jarak kerja/kecepatan mundur
+ waktu tetap
KB : kapasitas bilah ( m3 )
= lebar x (tinggi)2 x faktor bilah
KM : kapasitas mangkuk ( m3 )
= lebar x (tinggi)2 x faktor mangkuk
FK : Faktor Koreksi
= Eff. Waktu x Eff. Kerja x Eff. Operator
LK : lebar permuka kerja (meter)
KP : kedalaman penetrasi gigi-gigi ripper (meter)
j : jarak penggaruan (meter)
b. Effesiensi Kerja (E)
Produktivitas dari suatu alat yang diperlukan adalah produktivitas standart
dari alat tersebut dalam kondisi ideal dikalikan dengan suatu faktor. Faktor
ini dinamakan effisiensi kerja. Effisiensi kerja alat adalah perbandingan
antara waktu produktif dengan waktu kerja yang tersedia. Berikut
8
berdasarkan pengalaman dapat ditentukan effisiensi kerja yang mendekati
kenyataan pada table 3, (Rochmanhadi, Dept. Pekerjaan Umum).
Tabel 3Effisiensi kerja
Kondisi Operasi Alat
Pemeliharaan Mesin
Baik sekali Baik Sedang Buruk Buruk sekali
Baik sekali 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63Baik 0,76 0,75 0,71 0,65 0,60Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45Buruk sekali 0,52 0,50 0,47 0,42 0,32
5. Estimasi jumlah alat yang diperlukan
Untuk dapat mengestimasikan jumlah alat yang diperlukan, maka harus
diketahui terlebih dahulu :
a. volume pekerjaan, dinyatakan dalam m3/ton
b. waktu penyelesaian pekerjaan, dinyatakan dalam jam kerja
c. taksiran kapasitas produksi alat yang digunakan, dinyatakan dalam
m3/jam atau ton/jam.
Dari ketiga data tersebut maka dapat dihitung jumlah alat yang diperlukan,
dengan memasukkan kepersamaan 2) :
atau
dimana :
Vp : volume pekerjaan
Wp : waktu penyelesaian
Tvp : target volume pekerjaan ( Tvp = Vp/Wp )
Kp : kapasitas produksi alat
6. Keserasian kerja alat bongkar, muat dan alat angkut
Untuk menilai keserasian kerja alat muat dan alat angkut digunakan penilaian
meliputi 1):
9
- Penyesuaian berdasarkan spesifikasi teknik alat, yaitu tinggi penumpahan
alat muat harus lebih tinggi dari alat angkut dan perbandingan volume ideal
alat muat sekitar 1/4 sampai 1/5 dari volume alat angkut.
- Penyesuaian berdasarkan nilai faktor keserasian ( Macth Factor ), faktor
keserasian merupakan persamaan matematis yang dguanakan untuk
menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat gali, muat dan alat angkut.
Faktor keserasian dihitung dengan menggunakan rumus :
Adapun cara menilainya adalah :
a. MF < 1 , artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat
angkut bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat
karena menunggu alat angkut yang belum datang.
b. MF = 1 , artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehigga tidak
terjadi waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
c. MF > 1 , artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut
bekerja kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat
angkut.
Dengan keserasian kerja alat bongkar, muat dan angkut maka dapat menekan
waktu tunggu daripada alat angkut yang berpangaruh langsung terhadap
pencapaian produksi.
7. Kesediaan Alat
Salah satu hal yang terpenting dalam pengaturan peralatan mekanis dalam
pengoperasiannya adalah mengenai kesediaan mekanis dari alat tersebut.
Beberapa pengertian yang menunjukkan tingkat kesediaan alat mekanis sebagai
berikut 3):
a. Kesediaan Mekanik (Mechanical Avaibility, MA).
Kesediaan mekanik (MA) ini menunjukkan secara nyata kesediaan alat
karena adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari kesediaan
mekanik (MA) sebagai berikut :
10
dimana :
W : jumlah jam kerja alat, yaitu waktu dibebankan kepada seorang
operator suatu alat yang dalam kondisi dapat dioperasikan,
artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap waktu hambatan
yang ada, seperti waktu untuk pulang pergi ke permuka kerja,
waktu pelumasan dan pengisian bahan bakar, dan waktu
hambatan akibat cuaca.
R : jumlah jam perbaikan, yaitu waktu untuk perbaikan dan waktu
yang hilang karena saat perbaikan termasuk juga waktu untuk
penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan
pencegahan.
b. Kesediaan Fisik ( Physical Availability, PA )
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan
dalam beroperasi. Faktor ini meliputi adanya pengaruh dari segala waktu
akibat permasalahan yang ada. Persamaan dari keadaan fisik (PA), sebagai
berikut :
dimana :
S : jumlah jam menunggu alat, yaitu jumlah jam suatu alat yang tidak
dapat dipergunakan padahal alat baik dan dalam keadaan siap
beroperasi.
T : W + R + S
Adalah jumlah jam yang tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau
jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
Kesediaan fisik (PA) pada umumnya selalu lebih besar daripada kesediaan
mekanik (MA). Tingkat effesiensi dari sebuah alat mekanis baik, jika angka
kesediaan fisik (PA) mendekati angka kesediaan mekanik (MA)
c. Kesediaan Pemakaian ( Use of Availability )
11
Menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan. Persamaan dari
kesediaan pemakaian (UA), sebagai berikut :
Angka dari kesediaan pemakaian (UA) biasanya dapat memperhatikan
seberapa efektif suatu alat yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal
ini dapat menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan peralatan yang
dipergunakan.
d. Penggunaan Efektif (Effective Utilization, EU)
Menunjukkan beberapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk bekerja produktif. Penggunaan efektif (EU) sebenarnya
sama dengan pengertian effisiensi kerja. Persamaan dari penggunaan effektif
(EU) sebagai berikut :
8.Manajemen Alat
Manajemen alat adalah suatu penataan yang bertujuan agar alat dapat
berproduksi baik dengan jam rusak serendah mungkin dan biaya operasi alat
seminimal mungkin. Manajeman alat meliputi penyediaan alat sesuai jumlah
yang dibutuhkan, penetuan jadwal kerja, perawatan, perbaikan, dan peremajaan
alat.
a). Perawatan
Perawatan adalah usaha untuk menjaga kemampuan alat yang dilakukan
pada saat alat masih dapat bekerja dengan baik.
Perawatan (maintenance) itu sendiri terbagi menjadi 3, yaitu 5) :
1. Perawatan Terjadwal
Perawatan yang harus dilakukan berdasarkan jadwal yang ditentukan .
Ada dua sistem pengaturan jadwal perawatan terhadap alat, yaitu :
- Sistem Kalender
Dilakukan dengan interval mingguan, bulanan, ataupun tahunan,.
Metode ini tepat untuk operasi dengan jam operasi alat rata-rata yang
12
tetap dan kurang tepat diterpkan pada kegiatan yang memiliki jam
operasi alat yang tidak tetap.
- Sistem Pedoman Hourmeter
Penentuan dengan hourmeter biasanya berdasarkan ketentuan yang
diberikan oleh pabrik pembuat alat. Pedoman ini tepat diterapkan
pada kegiatan dengan jam operasi alata yang tetap maupun tidak
tetap. Namun jika unit yang dimiliki cukup banyak maka akan
kesulitan dalam pelaksanaannya karena banyak waktu yang terbuang
jika harus melaksanakan perawatan untuk beberapa unit sekaligus
yang kebetulan telah mncapai nilai hourmeter yang sama. Perlakuan
terhadap alat yang dilakukan dalam perawatan terjadwal antara lain
adalah pelumasan bagian-bagian mesin, penggantian komponen-
komponen sekunder.
2. Perawatan Koreksi
Perawatan yang bersifat memantau kondisi alat setiap kali alat akan
ataupun selesai digunakan. Perawatan koreksi merupakan perawatan
harian yang harus dilakukan bersama-sama antara operator dengan ahli
mesin. Perawatan ini bertujuan, agar apabila ditentukan kelainan pada
unit dapat segera dicegah sedini mungkin sehingga tidak berkembang
menjadi kerusakan yang parah.
3. Perawatan Pencegahan
Serangkaian uji dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap alat yang
beroperasi berdasarkan hasil laporan operator mengenai kelainan pada
alat, ketika bersama-sama ahli mesin melakukan perawatan koreksi
sewaktu alat selesai digunakan.
Perawatan pencegahan juga dilakukan menyesuaikan kondisi alat
maupun kondisi cuaca, misalnya :
- pada musim kemarau mesin harus lebih sering mengalami pelumasan
meskipun belum jatuh tempo perawatan terjadwal.
- tekanan ban harus lebih sering diperiksa agar kenaikannya dapat
terkontrol dan lain-lain.
13
Penanganan yang dilakukan antara lain :
- pengambilan sampel oli untuk mengukur tingkat keausan,
- pengukuran kekuatan tekanan hidrolik,
- pemeriksaan under carriege (alat angkut),
- pelumasan di luar perawatan terjadwal dan lain-lain tanpa melakukan
penggantian baik terhadap komponen utama maupun komponen
sekunder alat.
b). Perbaikan
Perbaikan adalah penanganan yang dilakukan terhadap alat yang rusak dan
tidak dapat digunakan. Dimana kerusakan yang terjadi pada alat bersifat
mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Secara garis besar,
perbaikan dibagi atas dua yaitu :
- Perbaikan ringan
pelaksanaan perbaikan terhadap masalah-masalah yang ringan dan
memerlukan waktu cepat untuk penanganannya.
- Perbaikan berat
Pelaksanaan perbaikan terhadap masalah-masalah berat yang
memerlukan waktu pengerjaan yang lama, penyediaan suku cadang yang
sulit dijumpai di pasaran, serta membutuhkan peralatan dan mekanik
khusus.
c). Peremajaan ( Overhaul )
Peremajaan adalah penanganan yang meliputi perbaikan, dan penggantian
yang dilakukan terhadap komponen alat (baik komponen utama, komponen
sekunder maupun perangkat kerja) yang dinilai kemampuannya telah
menurun atau di bawah standart yang ditentukan. Peremajaan biasanya
diawali dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap seluruh komponen alat.
Penanganan ini dilakukan meskipun komponen-komponen tersebut masih
berfungsi atau unit masih dapat menjalankan fungsinya (tidak rusak).
Peremajaan yang biasanya dilakukan adalah peremajaan standart, yaitu
penggantian yang dilakukan terhadap suatu komponen setelah komponen
ini bekerja untuk suatu jumlah jam operasi tertentu. Jumlah jam operasi
14
tersebut biasanya ditentukan oleh pabrik pembuat. Tujuan dilakukannya
peremajaan standart secara tepat sesuai dengan ketentuan pabrik pembuat
adalah :
- Menghindari jam rusak yang tinggi
- Persiapan pengadaan suku cadang terutama suku cadang yang
langka
- Persiapan peralatan mekanik
- Alokasi dana sesuai dengan jadwal.
F. METODOLOGI PENELITIAN
Di dalam melaksanakan permasalahan ini, penulis menggabungkan antara
teori dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya di dapat pendekatan
penyelesaiaan masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari :
- Instansi yang terkait dalam permasalahan
- Perpustakaan
- Brosur-brosur
- Grafik, dan table
- Informasi-informasi yang terkait
2. Penelitian di lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap, yaitu :
- Observasi lapangan, dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung yang terkait dengan
permasalahan yang akan dibahas.
- Menentukan lokasi pengamatan dan mengambil data-data yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah.
- Mencocokan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar penelitian yang
dilakukan tidak meluas. Data yang diambil dapat digunakan secara efektif.
15
3. Pengambilan Data
Dilakukan dengan cara :
- Melakukan pengukuran-pengukuran
- Meneliti proses produksi yang sedang berlangsung
- Mencatat data yang diperlukan seperti jumlah hari dan jam kerja, target
produksi, spesifikasi alat, kapasitas produksi alat dll.
- Wawancara seperlunya.
4. Keakuratan Akuisisi Data
Akuisisi data ini bertujuan untuk :
- Mengumpulkan dan mengelompokkan data untuk memudahkan analisa
nantinya.
- Mengolah nilai karakteristik data-data yang mewakili obyek pengamatan,
sehingga kerja menjadi efisien.
5. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukanbeberapa perhitungan dan
penggambaran. Selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik-grafik ata rangkaian
perhitungan dalam penyelesaian masalah yang ada.
6. Analisa hasil pengelompokan data
Dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif guna memperoleh
kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara ini akan diolah lebih
lanjut dalam kegiatan pembahasan.
7. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah
dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.
G. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Penelitian direncanakan akan mulai dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2007,
dengan perincian kegiatan yang akan dilakukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kenedy Bruce A. (1990), Surface Mining, SMNE, Lettleton, Colorado, 724-728, 746-747.
2. Prodjosumarto P.(1986), Tambang Terbuka, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, ITB, Bandung,.
17
3. Prodjosumarto P. (1994), Jalan Angkut Tambang, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Direktorat Pembinaan Pengusaha Pertambangan, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan.
4. Rochmanhadi (1992), Alat-alat Berat dan Penggunaannya, Cetakan IV, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
5. Ronald M Hayes and Association Coal Age (1987), Engineering Journal’s Seminar, Modern Mine Material Handling, Mc-Graw Hill Publication, 97-102, 321-326.
6. Suyono (1993), Beberapa Geometri Penting Yang Akan Mempengaruhi Keadaan Jalan Angkut pada Tambang Terbuka, Edisi November, BTM No.79.
7. Wesley LD (1977), Mekanika Tanah, Cetakan IV, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta,.
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIANTUGAS AKHIR MAHASISWA
1. Judul : KAJIAN TEKNIS ALAT BONGKAR, MUAT, DAN ANGKUT PADA PENAMBANGAN BIJIH NICKEL DI PT. INTERNATIONAL NICKEL INDONESIA,Tbk SOROWAKO SULAWESI-SELATAN
2. Pengusul
18
a. Nama : Ummi Wahyunib. Nim : 03033120004c. Jenis Kelamin : Perempuand. Semester : IX (Sembilan)e. Fakultas : Teknikf. Jurusan : Teknik Pertambangan
3. Lokasi Penelitian : PT. INTERNATIONAL NICKEL INDONESIA, Tbk
Indralaya, September 2006Pengusul,
Ummi Wahyuni Nim : 03033120004
Pembimbing Proposal,
Ir. Effendi Kadir, MTNIP : 131 595 555
Menyetujui: Menyetujui,Ketua Jurusan Teknik Pertambangan an. Pimpinan Perusahaan,
Ir. Abu Amat HSK, MSc, IE …………………………NIP : 130 779 470
19