Transcript
Page 1: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia
Page 2: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia
Page 3: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

i

KARYA TULIS

EUTANASIA PADA HEWAN

OLEH :A.A. GDE ARJANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2016

Page 4: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

ii

KATA PENGANTAR

Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa penulis dapat

menyelesaikan penulisan karya ilmiah dengan judul : Euthanasia Pada Hewan.

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana cara

membunuh (euthanasia) pada hewan dengan cara yang benar.Terima kasih penulis sampaikan

kepada semua pihak yang telah membantu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan

dengan baik

Demikian penulis sampaikan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa melimpahkan

segala rahmatNya kepada kita semua

Denpasar, 30 Juni 2016

Penyusun

Page 5: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… iDAFTAR ISI……………………………………………………………………………… ii

I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ………..……………………………………………….... 11.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 21.3 Tujuan Analisis Bioetika …..…….…………………………………….. 21.4 Analisis Bioetika .………….…………………………………………… 3

II EUTHANASIA………………………………………………………….…… 42.1 Terminologi ………………………………...…………………………… 42..2 Euthanasia dari Sudut Pelaksanaannya .……………………………….. 4

III EUTHANASIA PADA HEWAN ………………… 63.1 Hewan Penelitian ………………………………………………………. 73.2 Metode Euthanasia ……………………………………………………… 93.3 Pelaksanaan Euthanasia pada Hewan 93.4 Pendekatan Bioetika Euthanasia pada Hewan ………………………… 14

IV SIMPULAN ……………………………..…………………………………... 18

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 19

Page 6: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian merupakan misteri yang paling besar, dan ilmu pengetahuan belum berhasil

menguaknya. Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini, merupakan hak

dari tuhan. Mati sesungguhnya masalah yang sudah pasti akan terjadi. Pengertian tentang

kematian itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan. Kematian dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu : somatic

death (Kematian Somatik) dan biological death (Kematian Biologik). Kematian somatik

merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda-tanda kehidupan seperti denyut

jantung, gerakan penafasan, suhu badan yang menurun dan tidak adanya aktifitas listrik otak

pada rekaman EEG. Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian

biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam diantara kematian biologic

dan kematian somatik dikenal sebagai fase mati suri.

Kemajuan ilmu pengetahuan seperti respirato (alat bantu nafas), seseorang atau hewan

yang dikatakan mati batang otak yang ditandai dengan rekaman EEG yang datar, masih bisa

menunjukkan aktifitas denyut jantung, suhu badan yang hangat, fungsi alat tubuh yang lain

seperti ginjalpun masih berjalan sebagaimana mestinya, selama dalam bantuan alat respirator

tersebut. Tanda-tanda kematian somatic selain rekaman EEG tidak terlihat. Tetapi begitu alat

respirator tersebut dihentikan maka dalam beberapa menit akan diikuti tanda kematian

somatik lainnya. Walaupun tanda-tanda kematian somatik sudah ada, sebelum terjadi

kematian biologik, masih dapat dilakukan berbagai macam tindakan seperti pemindahan

organ tubuh untuk trasnplantasi, kultur sel ataupun jaringan dan organ atau jaringan tersebut

masih akan hidup terus, walaupun berada pada tempat yang berbeda selama mendapat

perawatan yang memadai.

Page 7: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

2

Permasalahan penentuan saat kematian ini sangat penting bagi pengambilan

keputusan baik oleh dokter maupun keluarganya dalam kelanjutan pengobatan. Apakah

pengobatan dilanjutkan atau dihentikan. Dilanjutkan belum tentu membawa hasil, tetapi yang

jelas akan menghabiskan materi, sedangkan bila dihentikan pasti akan membawa ke fase

kematian. Penghentian tindakan pengobatan ini merupakan salah satu bentuk dari euthanasia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

otonomi ?.

2. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

nonmaleficience ?.

3. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

beneficience ?.

4. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

justice ?.

5. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

veracity ?.

6. Apakah pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip bioetika

confidentiality ?.

1.3 Tujuan Analisis Masalah Bioetika

1. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika otonomi.

2. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika nonmaleficience.

3. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika beneficience.

Page 8: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

3

4. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika justice.

5. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika veracity.

6. Menganalisis pendekatan kasus Eutanasia pada hewan sudah sesuai dengan prinsip

bioetika confidentiality

1.4 Analisis Bioetika

1.4.1 Otonomi

1. Pasien

- Memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan

- Memiliki hak atas perlindungan privacy, yang harus dihormati dokter

2. Dokter

- Memiliki kebebasan professional dari dokter (diagnostic, terapeutik/tindakan

terbaik, berdasarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman) dokter tersebut.

- Mengungkap, merahasiakan, dan menjaga privacy

- Mendapatkan persetujuan untuk intervensi

- Membantu orang lain membuat keputusan yang penting

1.4.2 Nonmalefiecence (tidak menyakiti)

- Tidak menyebabkan kerugian secara sengaja (first do no harm/Prium non nocere)

- Menolong penderita/memberi pertimbangan sesuai kemampuan,

- Tidak pernah menyakiti/meniadakan kenyamanan

- Tidak menghina

1.4.3 Beneficence : memberi manfaat

- Tindakan yang dilakukan/pertimbangan yang diberikan sangat bermanfaat

- Tindakan/pertolongantidak memberi risiko/risiko minimal

Page 9: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

4

- Benefit lebih besar dibandingkan dengan risk

1.4.4 Justice / Keadilan

- Perlakuan yang tepat / wajar sesuai hak / kewajiban dan norma-norma yang berlaku

1.4.5 Veracity

- Kejujuran mengungkapkan apa adanya / tidak ada manipulasi

1.4.6 Confidentiality

- Kepercayaan

II EUTANASIA

2.1 Terminologi

Kata euthanasia sendiri berasal dari Yunani, yaitu Eu – baik dan Thanatos – kematian

sehingga euthanasia disebutkan sebagai kematian dengan cara yang baik karena dilakukan

dengan meminimalisasikan rasa sakit dan stress. Euthanasia dinyatakan sebagai jalan keluar

terakhir disaat tidak diketemukannya alternatif medis lain yang dapat membantu pasien

menuju persembuhan.

Aturan hukum mengenai masalah ini sangat berbeda-beda di seluruh dunia dan

seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan tersedianya

perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan

di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan

dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

2.2 Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya.

Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

1. Euthanasia agresif atau euthanasia aktif

yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan

lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan

Page 10: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

5

memberikan obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida

atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien.

2. Euthanasia non agresif atau autoeuthanasia (euthanasia otomatis) atau disebut juga

euthanasia negative.

yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima

perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan

memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat

sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah

suatu praktek euthanasia pasif atas permintaan.

3. Euthanasia pasif.

Euthanasia pasif, dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negatif yang tidak

menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si

sakit. Tindakan pada euthanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi)

memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak

memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam

pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat

ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien. Euthanasia pasif ini seringkali secara terselubung

dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan euthanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis, maupun pihak

keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena ketidak

sanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien

yang tidak mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan

meminta untuk dibuat "pernyataan pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan

mati secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis.

Page 11: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

6

III EUTHANASIA PADA HEWAN

Euthanasia atau Mercy Sleeping adalah tindakan membunuh hewan oleh seorang

dokter hewan dengan rasa sakit seminimal mungkin karena si hewan menderita penyakit yang

tidak dapat diobati atau situasi dimana perlakuan/pengobatan tidak memungkinkan lagi

memperoleh kesembuhan. Tapi bagi seorang klien kata-kata ”euthanasia” sering menjadi

sesuatu yang sangat menakutkan jika hal itu harus terjadi pada hewan kesayangannya. Oleh

karena itu kebanyakan dokter menyebutnya ”ditidurkan” atau ”disuntik tidur” untuk

mengurangi kesan ngeri tersebut. Istilah euthanasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang

berarti kematian yang baik atau mati dengan cara yang baik

Euthanasia atau suntik mati hingga kini masih menjadi pro-kontra. Secara moral dan

etika, euthanasia tidak dibenarkan bagi sebagian orang, karena dianggap tidak ada bedanya

dengan tindakan pembunuhan. Namun di sisi lain, euthanasia adalah sebuah pilihan bagi sang

pemilik hewan yang mengetahui bahwa piaraannya secara medis sudah tidak punya harapan

untuk hidup lagi.

Tindakan medis ini disebut sebagai tindakan euthanasia aktif, untuk membedakan dari

istilah euthanasia pasif. Euthanasia pasif adalah keputusan medis untuk menghentikan sama

sekali pengobatannya. Namun istilah euthanasia pasif tidak lagi dipakai karena masalah etika

kedokteran sudah dapat diatasi. Euthanasia pasif biasanya diganti dengan sebutan

membiarkan pasien meninggal karena harapan hidup sudah tidak ada lagi.

Pemanfaatan hewan pada bidang penelitian yang disebut sebagai hewan model atau

hewan percobaan telah berlangsung sejak berabad lalu sejalan dengan berkembangnya bidang

kedokteran. Pemanfaatannya semakin meluas setelah ditemukannya anaesthesi dan publikasi

dari Darwin yang menyatakan bahwa ada persamaan secara biologis antara manusia dan

hewan. Ironisnya hewan yang telah selesai menjalani perlakuan, untuk melihat perubahan

Page 12: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

7

yang ditimbulkan oleh agen yang diujikan maka di akhir masa penelitian hewan tersebut

harus dimatikan. Periode mematikan hewan percobaan ini dikatagorikan sebagai euthanasia.

Pemakaian metode euthanasia dalam bidang keilmuan sangat penting perannya,

apabila ditinjau dari segi manfaatnya. Uji laboratorium terhadap material non-toksik dan

non–infectius sangat bisa diterima karena hewan diasumsikan tidak akan merasakan

penderitaan selama penelitian berlangsung. Keadaan menjadi sangat memprihatinkan apabila

hewan-hewan tersebut dipergunakan untuk uji biologis virus maupun logam berat dan zat

toxik lainnya. Kondisi ini yang menyebabkan perlu dilakukan suatu kajian etik terhadap

hewan yang akan menjalani euthanasia.

3.1 Hewan Penelitian

Pemanfaatan hewan untuk penelitian sejalan dengan perkembangan di bidang

kedokteran yang akarnya ada di Yunani dimulai oleh Aristoteles dan Hippocrates yang

meneliti tentang struktur dan fungsi tubuh manussia. Selanjutnya Galen (130-201 AD),

seorang dokter melakukan penelitian efek fisiologis obat pada babi, monyet dan kuda,

merupakan dasar untuk praktek kedokteran. Setelah Galen pemanfaatan hewan riset terhenti.

Hewan digunakan kembali saat dilakukan studi anatomi oleh Vesalius. Patogenitas

mikroorganisme dapat dibuktikan dengan memanfaatkan hewan yang peka utamanya setelah

ditemukannya Postulat Koch. Penggunaannya meningkat tajam pada abad 20 terutama pada

bidang biomedis termasuk farmakologi, toxicology dan imunologi. Sejalan dengan

pemanfaatan hewan untuk penelitian, perlu disusun suatu aturan yang ketat terhadap

pemakaian hewan untuk penelitian. Diakhir abad 20 pemakaian hewan semakin meningkat

sejalan dengan perkembangan bidang genetik, utamanya pemakaian mencit. Tabel 1

menunjukkan pemanfaatan beberapa spesies yang umum dipergunakan untuk penelitian

sedangkan Tabel 2 merupakan data pemanfaatan hewan model pada beberapa bidang ilmu.

Page 13: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

8

Tabel 1. Hewan Percobaan yang Digunakan untuk Penelitian (Baumans,www.nature.com/gt/journal)

No Jenis Hewan Persentase (%)

1 Mencit 44

2 Tikus 33

3 Unggas 10

4 Ikan 7

5 Guinea pig 2

6 Kelinci 1

7 Lainnya 3

Tabel 2. Bidang Ilmu yang Diteliti dengan Memanfaatkan Hewan (Baumans,www.nature.com/gt/journal)

No Bidang Ilmu Persentase (%)

1 Obat-obatan 23

2 Vaksin/biologi 21

3 Kanker 12

4 Tes Toksisitas 9

5 Jantung/Sirkulasi 2

6 Pendidikan 1

7 Lainnya 32

Page 14: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

9

3.2 Metode Euthanasia

Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan

euthanasia kimia.

3.2.1 Euthanasia Fisik terdiri dari :

a. Cervical dislocation (pemutaran leher).

merupakan metode euthanasia untuk burung, hewan dengan bobot <125 gr, kelinci

dan rodensia dengan BB 125 gr – 1 kg. Hewan yang akan dimatikan harus dalam keadaan

telah dianaestesi dan tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar. Metode ini

tidak diperbolehkan untuk meng-euthanasia kelinci atau rodensia dengan BB > 1 kg, anjing,

kucing, ternak potong Teknik ini sangat efektif, cepat, murah dan efek terhadap tes diagnostik

sangat rendah.

b. Decapitation (perusakan otak lewat leher).

Decapitation dilakukan dengan jalan memotong kepala hewan dengan menggunakan

peralatan tajam dengan tujuan untuk memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang

diperbolehkan untuk di-decapitation sama dengan pada cervical dislocation.

c. Stunning & exsanguinations (removal blood).

dilakukan dengan jalan merusak bagian tengah tengkorak agar hewan menjadi tidak

sadar diikuti penyembelihan untuk mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah

utama di bagian leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan potong serta

hanya bisa dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak tidak diperlukan.

d. Captive bolt atau gunshot.

merupakan metode yang umum dipergunakan di rumah potong hewan utamanya

kuda, ruminansia dan babi. Hewan dimatikan dengan jalan menembak langsung kepalanya

apabila otaknya diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher.

Page 15: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

10

Pelaksanaannya memerlukan seorang ahli agar tercapai kematian yang manusiawi selain

untuk keamanan.

3.2.2 Euthanasia Kimia

yaitu memasukkan agen toksin kedala tubuh dengan suntikan atau inhalasi. Prosedur

inhalasi hanya boleh dilakukan oleh operator yang telah mendapat ijin untuk menggunakan

bahan kimia karena material yang akan digunakan sangat berbahaya bagi manusia. Inhalasi

ditujukan untuk membuat hewan dengan bobot < 7kg. Agen inhalasi yang dipilih harus

menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun agen yang diperbolehkan adalah

halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous oxide karena nonflammable dan

nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat, magnesium sulfat, KCl. Sedangkan agen

inhalassi yang tidak boleh ddipergunakan adalah Chloroform, gas hydrogen sianida, CO,

Chloral hidrat, striknin. Meskipun demikian pada kenyataannya CO, chloroform maupun

ether masih tetap dipergunakan terutama apabila jumlah hewan yang akan dieuthasia banyak.

Eutanasia kimia umum dilakukan untuk euthanasia burung mencit atau tikus dalam jumlah

banyak dengan jalan meletakkan hewan pada kotak yang tertutup plastik yang dialiri gas CO2

secara bertahap. Agen inhalasi juga bisa dicelupkan dan diletakkan di dalam kotak sampai

hewan tidak sadar dan mati apabila fasilitas di bawah ini tidak tersedia. Inhalasi dosis lethal

umum diberikan pada hewan peliharaan yang sudah tua yang menderita sakit. Prosedur ini

apabila titerapkan pada hewan percobaan kemungkinan besar akan mempengaruhi hasil akhir

penelitian serta karkasnya tidak bisa dikonsumsi.

3.3 Pelaksanaan Euthanasia pada Hewan.

Euthanasia atau mercy killing mempunyai prosedur yang berbeda apabila diterapkan

pada hewan kesayangan, penderita penyakit zoonosis dan hewan liar.

Page 16: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

11

1. Hewan Kesayangan

Euthanasia atau suntik mati pada hewan kesayangan bisa dilakukan apabila ada

permintaan dari pemilik bahwa hewan tersebut sudah sangat menderita dan pemilik sudah

tidak sanggup merawatnya. Pada kasus seperti ini, petugas harus menjelaskan pada pemilik

mengenai metode yang akan digunakan serta efek yang akan dirasakaan oleh hewan tersebut

apabila pemilik berkeinginan untuk menyaksikan proses euthanasia dengan demikian pemilik

tidak akan mengalami trauma. Proses menjadi lebih mudah apabila pemilik menyerahkan

sepenuhnya kepada petugas karena efek psikologis dari petugas tidak akan muncul. Pemilik

umumnya memiliki ikatan emosional yang sangat kental dengan hewan kesayangannya

seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Severino. Oleh karena itu, mereka lebih memilih

untuk tetap merawat hewan tersebut sampai kematian menjemput secara alamiah. Apabila

hewan tersebut setelah diobservasi ternyata menderita penyakit yang bersifat zoonosis seperti

rabies dengan alasan mengganggu keselamatan manusia maka pemilik harus merelakan

hewannya dieuthanasia. Solusi yang perlu dilakukan para pemilik hewan kesayangan adalah

dengan melakukan pemeriksaan rutin dengan demikian euthanasia akibat kecerobohan

pemilik bisa dihindari.

2. Hewan yang Tertular Penyakit Menular (zoonosis)

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, hewan yang diduga tertular penyakit yang

bersifat zoonosis harus langsung dimusnahkan. Meskipun demikian panduan pelaksanaan

tetap harus ditegakkan karena hewan tersebut masih dalam kesadaran penuh. Kasus penyakit

anthrax, hewan tidak boleh dipotong atau jangan sampai mengeluarkan darah karena spora

bakteri yang terdapat di darah apabila kontak langsung dengan udara akan menjadi sangat

aktif. Penanganan kasus ini harus hati-hati karena hewan dalam keadaan sadar maka sebelum

dibakar hewan harus dianaesthesi dengan dosis lethal sehingga hewan tidak merasakan stress

dan rasa sakit saat meregang nyawa. Permasalahan menjadi sangat sulit apabila penyakit

Page 17: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

12

tersebut menyerang pada populasi hewan yang padat. Oleh karena itu, pemerintah setempat

lebih memilih untuk menyatakan daerah tertular sebagai daerah tertutup bagi lalulintas

hewan. Keputusan ini menjadi solusi yang terbaik sampai observasi dan penanganan kasus

selesai atau terkendali.

3. Satwa Liar

Prosedur pemusnahan satwa liar tidak melalui pemberian anestetik ataupun sedatif

tetapi dengan meminimalkan efek visual, auditory dan stimulasi gerakan karena

pemanfaatkan dua prosedur terdahulu terbukti tidak efektif. Penembakan boleh dilakukan

langsung pada kepala atau leher sehingga hanya petugas yang benar-benar ahli yang

diperbolehkan untuk melaksanakan. Euthanasia pada satwa liar biasanya dilakukan apabila

hewan tersebut menjadi sangat tidak terkendali sehingga membahayakan manusia atau

terjadi over populasi.

Pelaksanaannya menjadi lebih mudah karena saat ini satwa liar telah terlokalisir

sehingga pengawasannya menjadi lebih mudah. Euthanasia pada hewan kesayangan,

penderita penyakit zoonosis maupun satwa liar meskipun secara etik diperbolehkan akan

tetapi harus tetap diperhatikan pelaksanaannya. Prosedurnya harus selalu diperbaiki utamanya

untuk mengurangi efek ketakutan dan rasa sakit terutama pada saat euthasia dilakukan di

tempat yang berbeda dengan habitat hewan tersebut. Selain hal tersebut, petugas yang trampil

dan terlatih akan sangat bermanfaat dalam mengurangi penderitaan hewan.

Hal lain sebagai alasan dilakukannya euthanasia pada hewan (animal euthanasia)

umumnya dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Terminal Iliness

Hewan diketahui menderita penyakit-penyakit seperti kanker, rabies, dan penyakit

lain yang dapat menyebabkan kematian.

Page 18: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

13

2. Aggressive Behavior (vicious, dangerous, unmanageable)

Hewan memiliki perilaku agresif yang tidak dapat dikendalikan lagi dan

membahayakan lingkungan sekitarnya, terutama bagi manusia. Ini merupakan kisah nyata

tentang seorang anak kecil di Amerika di gigit pitbull milik pamannya hingga meninggal,

sementara neneknya terluka parah.

3. Overpopulated (animal with limited adoption)

Hewan-hewan liar yang ditampung di shelter dan terpaksa harus ditidurkan karena

jumlahnya terlalu banyak dengan jumlah adopsi yang tidak berimbang, dalam kasus ini

kebanyakan anjing ataupun kucing liar yang berada di jalanan.

4. Accident Causing Permanent Damage with financial difficulty for the owner to support

the therapy.

Mengalami kecelakaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan permanen sehingga

membutuhkan terapi khusus, sementara pemilik mengalami kesulitan finansial untuk

mensupport biaya terapi yang dibutuhkan.

5. Old age

Usia hewan yang semakin tua menyebabkan penurunan fungsi dari organ-organ tubuh

hewan sehingga pada fase ini sering dikatakan bahwa hewan telah mengalami penurunan

kualitas hidup.

Secara umum, kebanyakan euthanasia pada hewan kesayangan dilakukan melalui

injeksi intra vena (IV) menggunakan sediaan barbiturate dalam dosis tinggi (pentobarbital).

Penyuntikan ini dapat dilakukan dengan satu tahapan atau dua tahapan. Euthanasia dengan

dua tahapan yaitu; diawali dengan penyuntikan obat bius hingga pasien menjadi tidak sadar,

kemudian baru dilanjutkan dengan penyuntikan kedua sehingga hewan tidak mengalami rasa

sakit, penyuntikan kedua ini dapat dilakukan melalui injeksi intra cardiac.

Page 19: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

14

Untuk hewan-hewan kecil seperti marmot, hamster, atau burung – euthanasia

dilakukan melalui inhalasi menggunakan anesthetics gas seperti isoflurane dan sevoflurane.

Sementara itu pada hewan besar seperti kuda, euthanasia dilakukan dengan penembakan pada

dahi yang diarahkan ke spinal cord melalui medulla oblongata yang menyebabkan kematian

seketika pada hewan, tentu saja hal tersebut harus dilakukan oleh orang yang sudah

berpengalaman. Perlakuan terhadap hewan-hewan untuk kepentingan konsumsi manusia juga

disebutkan sepantasnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan hewan yang akan

dieuthanasia. Dalam hal ini, euthanasia pada sapi dilakukan dengan menggunakan captive

bolt/ penyetruman yang dilanjutkan dengan exsanguinasi.

Lokasi pelaksanaan euthanasia dapat dilakukan di klinik hewan, di rumah klien,

ataupun di tempat kejadian, hal tersebut disesuaikan dengan keinginan klien. Euthanasia yang

dilakukan pada tempat kejadian biasanya terjadi pada kuda pacu yang mengalami kecelakaan

pada saat berpacu di lapangan. Pada saat pelaksanaan euthanasia, pemilik diberikan

kesempatan untuk mengikuti proses atau menunggu hingga proses itu selesai. Pemilik yang

memutuskan untuk mendampingi hewannya tentu saja harus diberikan penjelasan mengenai

rigor mortis, urinasi atau defekasi yang mungkin dapat terjadi pada saat proses berjalan

sehingga pemilik tidak kaget dan mengalami shock. Bahkan pada beberapa kasus pemilik

dianjurkan untuk melakukan nekropsi supaya mendapatkan informasi yang jelas mengenai

kondisi penyakit yang diderita hewannya.

3.4 Pendekatan Bioetika Euthanasia Pada Hewan

Mengacu pada petunjuk pelaksanaan euthanasia, pada dasarnya euthanasia pada

hewan diperbolehkan apabila manfaat yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan hewan

tersebut serta hewan tidak menderita. Para ahli sepakat bahwa dasar utama euthanasia adalah

meminimalkan rasa takut dan rasa sakit dari hewan. Meskipun demikian dalam

pelaksanaannya masih ada unsur moral yang belum diatur sehingga selalu menimbulkan

Page 20: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

15

kontroversial. Salonii mengungkapkan bahwa euthanasia apabila diterapkan pada hewan

masih bisa diterima sedangkan pada manusia merupaka tindakan illegal. Perbedaan ini erat

kaitannya dengan fungsi hewan dalam menunjang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan

bahwa selama hewan tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia maka euthanasia

diperbolehkan.

Euthanasia apabila ditinjau dari kajian etiknya sangat dipengaruhi oleh faktor

manusia. Petunjuk pelaksanaan yang lebih detail yang lebih mengutamakan prosedur yang

paling rendah yang harus ditanggung hewan percobaan perlu segera ditetapkan khususnya di

Indonesia. Institutional Animal Care dan Use Committee yang berkedudukan di America

telah menerbitkan Guidelines for Animal Euthanasia. Panduan ini ditulis sebagai upaya untuk

meminimalkan penderitaan hewan sehingga akhir hidup dari hewan tersebut benar-benar

damai dan bermanfaat Satu bagian dari panduan tersebut dinyatakan bahwa euthanasia

diperbolehkan apabila dimanfaatkan untuk keilmuan.

Mengacu pada Tabel 2 diatas, hewan penelitian yang dipergunakan untuk pendidikan

hanya 1% sedangkan pemanfaatan terbesar adalah pengujian obat dan bidang biomedis.

Hewan percobaan sangat berjasa dalam menunjang keberhasilan di bidang kedokteran. Solusi

yang dipilih sangat sulit karena ilmu pengetahuan terus berkembang dan semakin luas ilmu

yang dipelajari. Upaya yang bisa meminimalkan efek negatif pemanfaatan hewan untuk uji

biologis adalah membuat kultur jaringan atau organ sehingga efek kesakitan yang mungkin

timbul sudah bisa diantisipasi terlebih dahulu serta peneliti akan lebih akurat dalam

pengamatan dengan melihat efeknya pada organ atau jaringan tertentu.

Alternatif di atas sejalan dengan pemikiran Russell dan Burch dalam bukunya “The

Principles of Humane Experimental Technique tahun 1959, mengungkapkan bagaimana

pemanfaatan hewan yang secara etik bisa diterima yang dikenal dengan Three R’s yaitu

Replacement, Reduction and Refinement. Replacement dengan menggantikan hewan hidup

Page 21: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

16

dengan teknik in vitro, Reduction dengan menurunkan jumlah hyang akan dipergunakan

dengan cara mengestimasikan sebelum penelitian dilakukan secara statistik, Refinement

artinya mengurangi rasa tidak nyaman pada hewan yang dieuthasia dengan menggunakan

anaestesi, analgesik, perhatian dan keahlian dari operator yang melakukannya.

Cervical dislocation, kira-kira 6 bulan yang lalu diterapkan pada saat pemunahan

unggas yang diduga tercemar flu burung di beberapa peternakan di Indonesia karena

dianggap paling efisien dan murah. Pada saat dibakar, unggas tersebut masih dalam keadaan

sadar sehingga Persatuan Dokter Hewan Indonesi (PDHI) bekerjasama dengan tokoh agama,

peneliti serta badan yang independen perlu menerbitkan aturan yang jelas dan terperinci

beserta sangsinya mengenai euthanasia yang manusiawi.

Sesuai dengan Kode Etik Dokter Hewan yang termuat dalam Bab III pasal 18 yaitu

”Dokter Hewan dengan persetujuan kliennya dapat melakukan Euthanasia jika diyakini

tindakan itulah yang terbaik sebagai jalan keluar bagi pasien dan kliennya.” Sebab-sebab

hewan dieuthanasia jika hewan itu berpemilik adalah hewan yang memiliki luka secara

menyeluruh, hewan dalam kondisi sangat menderita, hewan terlalu agresif, dan hewan sudah

sangat tua. Dalam hal ini diperlukan kerjasama dan saling pengertian antara Dokter hewan,

pemilik hewan dengan memperhatikan kesejahtraan hewan. Kerja sama tersebut seperti

terlihat pada bagan dibawah ini :

Page 22: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

17

Bagan 1. Interaksi Dokter dengan Pasien/Keluarga dalam Mengambil KeputusanEutanasia pada Hewan

Bagi seorang dokter hewan, melakukan euthanasia juga bukan merupakan hal yang

mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter hewan sebelum

melakukan euthanasia, diantaranya adalah :

1. Mengakhiri kehidupan hewan adalah suatu keputusan yang sangat sulit bagi pemilik

hewan maupun dokter hewan, sehingga harus dipertimbangkan matang-matang.

2. Membicarakan kepada klien faktor-faktor yang menyebabkan kenapa keputusan

euthanasia harus dilakukan.

3. Pelaksanaan euthanasia hendaknya dijadwalkan sehingga masih ada waktu untuk

mendiskusikan dan tidak tergesa-gesa.

4. Beberapa klien merasa bersalah setelah dilakukannya euthanasia.

5. Klien harus menyadari bahwa kehidupan dan kematian hewan adalah sesuatu yang sangat

penting, sehingga euthanasia bukan suatu keputusan yang mudah.

DOKTER

PASIENKELUARGA

KEPUTUSAN

Page 23: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

18

Sesuai Kode Etik Dokter Hewan yang menjunjung tinggi kesejahteraan hewan, maka

tindakan melakukan euthanasia pun harus menggunakan metode-metode yang ideal.

Beberapa metode euthanasia yang ideal adalah :

1. Hewan direstrain dengan sedikit mungkin menderita kesakitan

2. Metode yang digunakan layak bagi operator (dokter hewan) dan klien

3. Resikonya sangat kecil bagi operator

4. Biaya relatif terjangkau

5. Derivat Barbiturat diinjeksikan secara intravena dengan ukuran over dosis biasa digunakan

di beberapa negara untuk anjing, kucing, kuda dan keledai.

Page 24: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

19

IV SIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Euthanasia pada hewan dapat dilakukan sesuai Kode Etik Dokter Hewan yang menjunjung

tinggi kesejahteraan hewan.

2. Euthanasia pada hewan berpemilik dapat dilakukan, apabila hewan menderita penyakit

zoonosi, memiliki luka secara menyeluruh, hewan dalam kondisi sangat menderita, hewan

terlalu agresif, dan hewan sudah sangat tua.

3. Euthanasia pada hewan harus menggunakan metode-metode yang ideal, hewan direstrain

dengan sedikit mungkin menderita kesakitan

4. Diperlukan kerjasama dan saling pengertian antara Dokter hewan, pemilik hewan dengan

memperhatikan kesejahtraan hewan.

Page 25: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

20

DAFTAR PUSTAKA

Almagor, Raphael (2001). The right to die with dignity: an argument in ethics, medicine, andlaw. New Brunswick, N.J: Rutgers University Press. ISBN 0-8135-2986-7.

Ansella.2008. animal Euthanasia.

Appel, Jacob.2007. A Suicide Right for the Mentally III? A Swiss Case Opens a New Debate.Hastings Centre Report, Vol. 37, No. 3.

Battin, Margaret P., Rhodes, Rosamond, and Silvers, Anita,eds. Physician assisted suicide:expanding the debate. NY : Routledge, 1998.

Dworkin, R. M. Life’s Dominion: An Argument About Abortion, Euthanasia, and IndividualFreedom. Newyork: Knopf, 1993

Emanuel, Ezekiel J. 2004. “The history of euthanasia debates in the United States andBritain” in Death and dying: a reader, edited by T. A. Shannon. Lanham, MD:Rowman & Littlefield Publishers.

Enny, T.S. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada Hewan. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Fletcher, Joseph F. 1954. Morals and medicine; the moral problems of: the patient’s right toknown the truth, contraception, artificial insemination, sterilization, euthanasia.Princeton, N.J.: Princeton University Press.

Humhry, Derek, Ann Wickett (1986). The right to die: understanding euthanasia. SanFrancisco: Harper & Row. ISBN 0-06-015578-7.

Horan, Dennis J., David mall, eds. (1977). Death, dying, and euthanasia. Frederick, MD:University Publications of America. ISBN 0-89093-139-9.

Kamisar, Yale. 1877. Some non-religious views against proposed ‘mercy-killing’ legislation.In Death, dying, and euthanasia, edited by D. J. Horan and D. Mall. Washington:University Publications of America. Original edition, Minnesota Law Review 42:6(May 1958).

Kelly, Gerald. “The duty of using artificial means of preserving life” in Theological Studies(11:203-220), 1950.

Kopelman, Loretta M., deVille, Kenneth A., eds. Physician-assited suicide: What are theissues? Dordrecht: Kluwe Academic Publisher, 2001. (E.g., Engelhardt on secularbioethics).

Magnusson, Roger S. “The Sanctity of life and the right to die: social and jurisprudentialaspects of the euthanasia debate in Australia and the United States” in Pacific RimLaw & Policy Journal (6:1), January 1997.

Palmer, “Dr. Adams’ Trial for Murder” in The Criminal law Review. (Reporting on R. v.Adams with Devlin J. at 375f.) 365-377, 1957.

Page 26: KARYA TULISerepo.unud.ac.id/id/eprint/3604/1/527433e118c4c8746f18c...3.2 Metode Euthanasia Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi euthanasia fisik dan euthanasia kimia

21

Panicola, Michael. 2004. Catholic teaching on prolonging life: setting the record straight. InDeath and dying: a reader, edited by T. A. Shannon. Lanham, MD: Rowman &Littlefield Publishers.

PCSEPMBBR, United States. President’s Commision for the study of Ethical Problems inMedicine and Biomedical and Behavioral Research. 1983. Deciding to forego life-sustaining treatment: a report on the ethical, medical, and legal issues in treatmentdecisions. Washington, DC: President’s Commission for the study of EthicalProblems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research: For sale by theSupt. of Docs. U.S. G.P.O.

Rachels, James. The End of Life: Euthanasia and Morality. New York: Oxford universityPress, 1986.

Robertson, John. 1977. Involuntary euthanasia of defective newborns: a legal analysis. InDeath, dying, and euthanasia, edited by D. J. Horan and D. Mall. Washington:University Publications of America. Original edition, Stanford Law Review 27(1975) 213-269.

Sacred congregation for the doctrine of the faith. 1980. The declaration on euthanasia.Vatican City: The Vatican.

Stone, T. Howard, and Winslade, William J. “Physician-assisted suicide and euthanasia in theUnited States” in Journal of Legal Medicine (16:481-507), December 1995.