Transcript
Page 1: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo
Page 2: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo
Page 3: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Biota Vol. 17 (2): 78−84, Juni 2012 ISSN 0853-8670

Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Kawasan Ekowisata Goa Kiskendo, Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Species Diversity of Herpetofauna in Kiskendo Cave Ecotourism Area, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Province Tony Febri Qurniawan1* dan Rury Eprilurahman2

1Kelompok Studi Herpetologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sekip Utara, Yogyakarta 55281 2Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sekip Utara, Yogyakarta 55281

E-mail: [email protected] *Penulis untuk korespondensi

Abstract This research was aimed to figure out the diversity of herpetofauna in Kiskendo Cave ecotourism area, Jatimulyo District, Kulonprogo Regency, Daerah Istimewa Yogyakarta Province. During six months (November 2007April 2008), nocturnal and diurnal surveys were administered in Kiskendo Cave ecotourism area. Total number of 42 species which consist of 29 species of reptiles and 13 amphibians were recorded. They are belong to six families of frogs, four families of lizard and five families of snake. On all of identified species, only two (Limnonectes kuhlii and Michrohyla achatina) are endemic to Java. Based on the current study, Kiskendo Cave ecotourism area still has a good ecosystem conditions to support herpetofauna lives.

Keywords: Herpetofauna, diversity, Kiskendo Cave, ecotourism

Abstrak Perubahan ekosistem dan kondisi lingkungan sangat memengaruhi kehidupan herpetofauna (amfibi dan reptil). Salah satu wilayah yang diduga masih cukup layak untuk menunjang kehidupan herpetofauna adalah Kawasan Ekowisata Goa Kiskendo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tentang keanekaragaman jenis herpetofauna di daerah tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi jumlah jenis dan sebarannya sebagai data awal keanekaragaman fauna. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan (November 2007–April 2008) dengan metode pengamatan langsung baik siang maupun malam. Berdasarkan penelitian diperoleh 42 jenis herpetofauna yang terdiri atas 29 jenis reptil dan 13 jenis amfibi. Reptil yang diperoleh terdiri atas kadal (empat suku) dan ular (lima suku), sedangkan untuk amfibi terdiri dari enam suku. Dua jenis amfibi (Limnonectes kuhlii dan Michrohyla achatina) diketahui merupakan jenis endemik Pulau Jawa. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi ekosistem di kawasan wisata Goa Kiskendo masih cukup bagus sebagai habitat herpetofauna.

Kata kunci: Herpetofauna, keanekaragaman, Goa Kiskendo, ekowisata

Diterima: 11 Oktober 2011, disetujui: 07 Maret 2012

Pendahuluan

Goa Kiskendo merupakan salah satu objek wisata pegunungan yang terletak di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, ± 38 km dari Kota Yogyakarta atau ± 21 km dari Kota Wates. Berdasarkan

posisi astronomi Goa Kiskendo terletak pada “07o 44’51.7”LS dan “110o 07’52.1”BT. Kawasan ekowisata Goa Kiskendo memiliki luas wilayah ± 80 hektar dengan ketinggian berkisar antara 450–780 mdpl (Anonim, 2007). Kondisi lingkungan di kawasan ekowisata Goa Kiskendo terlihat masih bagus dan alami,

Page 4: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Qurniawan dan Eprilurahman

Biota Vol. 17 (2), Juni 2012 79

sehingga memungkinkan hidup beranekaragam jenis fauna khususnya herpetofauna.

Herpetofauna yang terdiri dari reptil dan amfibi merupakan salah satu jenis potensi keanekaragaman hayati hewani yang jarang diketahui dan kurang dikenal oleh masyarakat Yogyakarta. Hal ini karena penelitian mengenai keanekaragaman jenis herpetofauna di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum banyak dilakukan, salah satunya seperti di kawasan ekowisata Goa Kiskendo. Data mengenai keanekaragaman jenis herpetofauna di kawasan ekowisata ini belum ada. Padahal, sangatlah penting bagi suatu kawasan ekowisata untuk memiliki data tentang keanekaragaman fauna, karena masing–masing fauna, termasuk herpetofauna memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem kawasan ekowisata tersebut. Data yang terkumpul tersebut berguna dalam menyusun rencana dan strategi pengelolaan sumberdaya di kawasan ekowisata Goa Kiskendo secara terarah dan terpadu (Primack dkk., 1998 dan Riyanto, 2008). Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan populasi herpetofauna secara global mulai tahun 1980-an seiring dengan meningkatnya pencemaran lingkungan dan berkurangnya habitat-habitat asli (hutan). Jika hal ini berlanjut menyebabkan kepunahan herpetofauna di dunia sebelum sempat diteliti dan didata dengan baik (Kusrini, 2009).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan mendata dan mengetahui keanekaragaman jenis herpetofauna yang ada di kawasan ekowisata Goa Kiskendo. Hal ini dilakukan untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih baik pada masyarakat dalam mendukung kelestarian herpetofauna. Penelitian ini diharapkan dapat merangsang para peneliti lain untuk meneliti keanekaragaman flora dan fauna lainnya yang ada di kawasan ekowisata Goa Kiskendo.

Metode Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari Bulan November 2007–April 2008, total sebanyak 12

kali survei. Survei meliputi beberapa daerah di sekitar kawasan ekowisata Goa Kiskendo yang mewakili dua ekosistem yaitu terestrial dan akuatik. Pada lokasi ekosistem terestrial terdapat empat tipe habitat bagi herpetofauna, yaitu daerah pemukiman, taman ekowisata, kebun/ladang, dan hutan terganggu. Pada lokasi ekosistem akuatik terdapat tiga jenis tipe habitat bagi herpetofauna, yaitu daerah aliran sungai di luar goa, daerah aliran sungai di dalam goa dan kolam taman ekowisata. Survei aktif dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00−15.00 WIB dan malam hari antara pukul 19.00−23.00 WIB untuk mendapatkan data jenis herpetofauna nokturnal dan diurnal.

Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: senter untuk survei di malam hari, GPS untuk mendapatkan koordinat lokasi dan ketinggian, pH meter untuk mengetahui pH air, termometer raksa untuk mengukur suhu air dan udara, kamera untuk dokumentasi dan identifikasi, kantong blacu dan botol selai untuk penyimpanan spesimen.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan spesimen menggunakan metode awetan basah antara lain ethanol 70%, formaldehid 4% dan akuades.

Pengambilan data

Metode aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VES (Visual

Encounter Survei) (Heyer dkk., 2004) yang dimodifikasi dengan teknik puposive sampling (Hamidy dkk., 2007), yaitu teknik pencarian dan pengambilan (capture and remove) herpetofauna di semua mikrohabitat suatu area tertentu dan mencatat jenis-jenis herpetofauna yang ditemui baik yang tertangkap maupun yang tidak tertangkap. Dari tiap-tiap lokasi di lakukan pendataan meliputi: waktu penjumpaan, keterangan cacat atau tidak, jenis kelamin, SVL (snouth vent length), jenis substrat dan aktivitas ketika dijumpai.

Selain menggunakan metode VES, penelitian ini dilakukan juga metode wawancara terhadap penduduk setempat mengenai keanekaragaman jenis herpetofauna yang ada di kawasan ekowisata Goa Kiskendo. Data hasil wawancara digunakan sebagai data

Page 5: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Keanekaragaman Jenis Herpetofauna

80 Biota Vol. 17 (2), Juni 2012

sekunder untuk melengkapi data primer hasil survei.

Herpetofauna di lokasi penelitian ditangkap dan diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi menggunakan kunci identifikasi yang tersedia. Identifikasi dan penamaan jenis menggunakan panduan identifikasi Rooij (1915 dan 1917), Manthey dan Grossmann (1997), Iskandar (1998), Iskandar dan Colijn (2000; 2001) dan Frost dkk., (2006).

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman berdasarkan Shanon-Wiener (Krebs, 1978 dan Kusrini, 2009) yang mempunyai formula:

H’= -∑ Pi Ln Pi

Keterangan: H’= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = Proporsi jenis ke-i.

Menurut Brower dan Zarr (1997),

keanekaragaman dikatakan sangat rendah jika nilainya <1, jika nilainya berkisar antara 1−1,5 maka dikatakan rendah dan dikatakan sedang jika nilainya berkisar antara 1,5−2,0. Adapun dikatakan tinggi jika nilainya >2,0.

Untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada lokasi penelitian digunakan indeks kemerataan berdasarkan Simpson sebagai berikut:

H’ E =

Ln S

Keterangan : E = Indeks kemerataan jenis H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis yang ditemukan.

Jika nilai E mendekati 1 maka

menunjukkan jumlah individu antarjenis relatif sama. Namun, jika lebih dari 1 ataupun kurang maka kemungkinan besar terdapat jenis dominan di komunitas tersebut.

Derajat kemelimpahan relatif jenis herpetofauna yang dijumpai selama penelitian dikategorikan dalam 4 kelompok mengikuti Buden (2000), yaitu: dapat dikatakan banyak dijumpai jika minimal tercatat 30

perjumpaan/hari, dikatakan cukup banyak dijumpai jika 1030 perjumpaan/hari, jarang dijumpai jika hanya 10 perjumpaan/hari, sulit dijumpai jika hanya 5 perjumpaan/hari dan dikatakan langka jika penjumpaannya di bawah 5 perjumpaan/hari pada sebagian besar waktu survei.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini berhasil mendata sebanyak 42 jenis herpetofauna yang termasuk dalam 15 suku atau secara rinci terdiri atas 13 jenis amfibi, 12 jenis kadal dan 17 jenis ular (Tabel 1). Tercatat dua jenis amfibi endemik Jawa yaitu Limnonectes kuhlii dan Michrohyla

achatina (Iskandar, 1998 dan Natus dan Rosmayati, 2005). Dua jenis herpetofauna endemik ini ditemukan di sekitar sungai berarus dengan aliran lambat dan di sekitar genangan air yang terletak di luar goa.

Analisis menggunakan indeks Shanon-Weiner menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis herpetofauna di kawasan ekowisata Goa Kiskendo tergolong tinggi dengan nilai sebesar 3,03 dengan kemerataan 0,8 (kurang dari 1) yang menunjukkan bahwa tidak ada dominasi jenis herpetofauna tertentu. Bila dibandingkan dengan jumlah jenis herpetofauna di Taman Nasional Gunung Halimun, jumlah jenis herpetofauna kawasan ekowisata Goa Kiskendo mencapai 62%. Adapun, bila dibandingkan dengan jumlah jenis herpetofauna di Taman Nasional Gunung Ceremai sudah mencapai 98% dan bila dibandingkan dengan jumlah jenis herpetofauna di Taman Nasional Ujung Kulon sudah mencapai 64%. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman jenis herpetofauna kawasan ekowisata Goa Kiskendo relatif tinggi, hampir setara dengan Taman Nasional Gunung Ceremai. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kesamaan kondisi lingkungan seperti suhu, pH, vegetasi dan topografi tempat.

Berdasarkan Tabel 1, jenis herpetofauna yang bersifat nokturnal lebih banyak daripada yang diurnal. Hasil ini menunjukkan bahwa pola penggunaan ruang herpetofauna dipengaruhi oleh pola aktivitasnya. Amfibi cenderung aktif pada malam hari, sedangkan

Page 6: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Qurniawan dan Eprilurahman

Biota Vol. 17 (2), Juni 2012 81

untuk jenis reptil hanya beberapa saja yang aktif pada malam hari. Pola aktivitas herpetofauna sebenarnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor tersebut yaitu suhu. Suhu memiliki peranan penting bagi kehidupan herpetofauna. Suhu tubuh herpetofauna berfluktuasi mengikuti suhu lingkungan seperti hewan poikilotermik-ektotermik lainnya. Perbedaan perilaku, pergerakan dan aktivitas tiap jenis herpetofauna sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan cara merespon suhu lingkungan. Ketika terjadi fluktuasi suhu lingkungan yang relatif konstan, maka perilaku dan pola aktivitas yang dilakukan kesehariannya hampir sama. Namun jika terjadi fluktuasi suhu lingkungan yang ekstrem perilaku dan pola aktivitasnya cenderung berubah dengan melakukan adaptasi tertentu misalnya pada musim kemarau melakukan hibernasi dengan cara meliang sehingga pada musim kemarau akan sulit ditemukan. Adapun pada musim hujan frekuensi aktivitas berjemur dan kawin meningkat sehingga akan lebih mudah ditemukan (Zug, 1993).

Dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa kawasan ekowisata Goa Kiskendo memiliki suhu yang senantiasa relatif konstan di setiap bulannya. Pengukuran suhu udara yang dilakukan selama penelitian rata-rata berkisar antara 21–23oC, sedangkan suhu air rata-rata berkisar antara 21–23,5oC dengan kisaran pH antara 6,1–7,1. Suhu yang senantiasa relatif konstan karena di sekitar kawasan ekowisata Goa Kiskendo memiliki vegetasi dan sumber air yang melimpah yang berfungsi sebagai penyerap panas yang berlebih dan penyuplai air jika kekeringan.

Derajat keasaman (pH) air sungai diluar dan didalam goa memiliki nilai bervariasi. Menurut Achillea dan Fara (2008), sumber mata air sungai disekitar kawasan ekowisata Goa Kiskendo berasal dari karst Jonggarangan. Mataair kawasan karst Jonggarangan banyak mengandung unsur karbonat tinggi, serta variasi unsur terlarut dan tingkat kejenuhannya banyak dipengaruhi oleh kejadian hujan sehingga pH air sungai lebih fluktuatif.

Faktor-faktor tersebut di alam saling berinteraksi antara satu dan yang lain dan membentuk kondisi makrohabitat yang khas

yang mendukung kelangsungan hidup beranekaragam jenis herpetofauna di sana. Adanya aktivitas masyarakat seperti merambah kayu hutan dan kegiatan pertanian tanpa berprinsip kelestarian. Jika terus dibiarkan dapat menimbulkan perubahan kondisi makrohabitat yang akan mengancam kelestarian herpetofauna di kawasan ekowisata Goa Kiskendo.

Pada Gambar 1, diilustrasikan bahwa grafik hubungan antara frekuensi survei dan penambahan jumlah jenis herpetofauna secara keseluruhan pada survei terakhir tidak mengalami kenaikan. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah survei yang dilakukan selama musim penghujan (November−April) sudah maksimal. Kemungkinan besar jika jumlah pengamatan ditambah, kemungkinan besar komposisi jenis herpetofauna yang ditemukan tidak berubah/tidak mengalami penambahan jenis herpetofauna.

Pada Tabel 1, persentase jumlah individu tiap jenis yang paling banyak ditemukan adalah Eutropis multifasciata sebesar 14,8%, Leptobrachium hasseltii sebesar 10,3% dan Hemydactylus frenatus sebesar 9,05%. Ketiganya banyak ditemukan karena memiliki kepadatan yang tinggi dan persebaran yang luas serta dapat hidup di berbagai jenis tipe habitat selama habitat tersebut memilki sumber air dan suhu yang relatif konstan. Adapun yang sulit ditemukan sebagian besar adalah jenis dari golongan ophidia berjumlah delapan jenis hasil dari survei dan enam jenis, hasil dari wawancara dengan warga. Hal ini karena jenis dari golongan ophidia memiliki kepadatan yang rendah dan sebagian besar merupakan fauna

dengan mobilitas tinggi serta pandai bersembunyi sehingga sulit untuk ditemukan.

Hal yang menarik dari komunitas herpetofauna di kawasan ekowisata Goa Kiskendo adalah ditemukannya Ptychozoon

kuhli. Berdasarkan publikasi penelitian keanekaragaman herpetofauna yang pernah dilakukan di Pulau Jawa akhir-akhir ini, tercatat untuk jenis cicak Ptychozoon kuhli belum ditemukan lagi di Pulau Jawa sejak 1912 (Rooij, 1915). Dalam Rooij (1915) mengatakan bahwa persebaran Ptychozoon kuhli di Pulau Jawa meliputi Gadok, Buitenzorg, Preanger, Sukabumi, Gunung Ungaran, Willis dan

Page 7: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Keanekaragaman Jenis Herpetofauna

82 Biota Vol. 17 (2), Juni 2012

Tengger, sehingga ditemukannya Ptychozoon

kuhli di kawasan ekowisata Goa Kiskendo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menambahkan informasi lokasi persebarannya di Pulau Jawa. Namun sayangnya selama

survei, jenis ini memang susah sekali ditemukan. Kemungkinan kemelimpahan relatif cicak jenis ini di kawasan ekowisata Goa Kiskendo tergolong langka.

Tabel 1. Komposisi dan Persentase jumlah tiap-tiap jenis herpetofauna yang terdata selama penelitian di kawasan

ekowisata Goa Kiskendo pada bulan November 2007April 2008.

Taksa Persentase Derajat kelimpahan

Ekologi Suku No Jenis Habitat Perilaku

Megophryidae 1 Leptobrachium hasseltii 10.288 Cu Terestrial Nokturnal Bufonidae 2 Ingerophrynus biporcatus 2.8806 Ja Terestrial Nokturnal 3 Phrynoidis aspera 3.7037 Ja Semi Akuatik Nokturnal 4 Duttaphrynus melanostictus 4.9382 Ja Terestrial Nokturnal Micrhohylidae 5 Microhyla achatina 2.0576 La Semi Akuatik Nokturnal Dicroglossidae 6 Fejervarya limnocharis 4.1152 Ja Terestrial Nokturnal 7 Limnonectes kuhlii 1.6460 La Akuatik Nokturnal 8 Occydozyga sumatrana 1.2345 La Semi Akuatik Nokturnal Rhacophoridae 9 Philautus aurifasciatus 1.2345 La Semi arboreal Nokturnal 10 Polypedates leucomystax 6.9958 Ja Arboreal Nokturnal 11 Rhacophorus reindwardtii 1.2345 La Arboreal Nokturnal Ranidae 12 Hylarana chalconota 8.2304 Cu Semi akuatik Nokturnal 13 Odorrana hosii 2.0576 La Semi akuatik Nokturnal Gekkonidae 14 Cyrtodactylus marmoratus 3.7037 Ja Arboreal Nokturnal 15 Hemydactylus frenatus 9.0534 Cu Arboreal Nokturnal 16 Hemydactylus platyurus 4.1152 Ja Arboreal Nokturnal 17 Ptychozoon kuhli 2.0576 La Arboreal Nokturnal 18 Gekko gecko 2.4691 Ja Arboreal Nokturnal Agamidae 19 Draco volans 1.6460 La Arboreal Diurnal 20 Bronchocela cristatella 0.8230 La Arboreal Diurnal 21 Bronchocela jubata 1.2345 La Arboreal Diurnal

22 Gonocephalus

chamaeleontinus 3.7037 Ja Arboreal Diurnal

23 Pseudocalotes tympanistriga 0.8230 La Arboreal Diurnal Lacertidae 24 Takydromus sexlineatus 0.8230 La Terestrial Diurnal Scincidae 25 Eutropis multifasciata 14.814 Ba Terestrial Diurnal Xenopeltidae 26 Xenopeltis unicolor 0.4115 La Terestrial Diurnal Elapidae 27 Maticora intestinalis 0.4115 La Terestrial Diurnal 28 Bungarus candidus W W Terestrial Nokturnal 29 Bungarus fasciatus W W Terestrial Nokturnal Viperidae 30 Cryptelytrops albolabris 0.4115 La Arboral Diurnal 31 Naja sputatrix W W Terestrial Nokturnal Colubridae 32 Ahaetulla prasina 0.8230 La Arboreal Diurnal 33 Ptyas korros W W Terestrial Diurnal 34 Ptyas mucosus W W Terestrial Diurnal 35 Calamaria linnaei 0.4115 La Terestrial Diurnal 36 Xenochrophis trianguligerus 0.4115 La Semi akuatik Diurnal 37 Xenochrophis piscator W W Terestrial Diurnal 38 Gonyosoma oxycephalum 0.4115 La Arboreal Diurnal 39 Homalopsis bucata W W Terestrial Nokturnal 40 Enhydris enhydris 0.4115 La Semi akuatik Diurnal 41 Dendrelapis pictus 0.4115 La Arboreal Diurnal Pythonidae 42 Python reticulatus W W Terestrial Nokturnal

W = hasil wawancara penduduk (untuk melengkapi data jenis yang tidak ditemukan selama penelitian); Ba = banyak; Cu = cukup; Ja = jarang; La = langka.

Page 8: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Qurniawan dan Eprilurahman

Biota Vol. 17 (2), Juni 2012 83

Tabel 2. Hasil rata-rata pengukuran parameter lingkungan kawasan ekowisata Goa Kiskendo, Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan November 2007April 2008.

Faktor Lingkungan Bulan ke

Pagi (08.0015.00 WIB) Malam (19.00–23.00 WIB) I II III IV V VI I II III IV V VI

pH air kolam taman 7,2 7,1 7,1 7,1 7,1 7,2 7,1 7,1 7,1 7,1 7,2 7,2 pH air sungai didalam goa 6,1 6,3 6,3 6,2 6,2 6,2 6,2 6,3 6,3 6,2 6,2 6,2 pH air sungai diluar goa 6,5 6,6 6,5 6,5 6,5 6,4 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 Suhu udara Awal (oC) 23 22,5 22,5 22 22 22,5 21 21,5 21,5 22 21,5 21 Suhu udara Akhir (oC) 24 23 23 23 23 23 20 20 20 21 20 20 Suhu air kolam taman (oC) 22 21 23 22 23 23 22 21 22 22 21 21 Suhu air sungai didalam goa 21 21,5 22,5 21 21 23 23 23,5 23 23,5 22 22,5 Suhu air sungai diluar goa 22 22 21,5 21 22 21,5 22 21 22 22,5 22 22

Gambar 1. Penambahan jumlah jenis herpetofauna disetiap survei dari

bulan bulan November 2007−April 2008.

Simpulan dan Saran

Simpulan Dari hasil penelitian berhasil ditemukan

42 jenis herpetofaua yang terdiri atas 13 jenis amfibia, 12 jenis lasertilia dan 17 jenis ophidia. Dua jenis yaitu Limnonectes kuhlii dan Michrohyla achatina endemik Jawa. Ternyata keanekaragaman jenis herpetofauna di kawasan ekowisata Goa Kiskendo tergolong tinggi dengan indeks Shanon-Weiner sebesar 3,03. Diharapkan dengan mengetahui kenyataan bahwa keanekaragaman jenis herpetofauna di kawasan ekowisata Gua Kiskendo tergolong tinggi, pemerintah dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya dan Kulonprogo khususnya bersama-sama menjaga kelestarian hayati yang dimilikinya.

Saran Untuk penelitian lebih lanjut disarankan

dilakukan pada musim kering, sehingga dapat dibandingkan kekayaan dan kemelimpahan jenis herpetofauna di kawasan ekowisata Goa Kiskendo antara musim penghujan dan musim kering. Selain itu, perlu diadakan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi perambahan kayu hutan dan perburuan hewan liar secara berlebihan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Drs. Trijoko, M.Si. dan kepada keluarga besar Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Page 9: Keanekaragaman Herpetofauna Goa Kiskendo

Keanekaragaman Jenis Herpetofauna

84 Biota Vol. 17 (2), Juni 2012

Daftar Pustaka

Achillea, V.R.P. dan Fara, D.S. 2008. Karakteristik Mata Air Kenteng dan Sumitro di Kawasan Karst Jonggrangan, Kabupaten Kulonprogo. Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst

Journal, 4: 9.

Anonim. 2007. Geografi Daaerah Wisata. http//:www. kulonprogokab.go.id/av. 03 Maret 2007.

Brower, J.E. dan Zarr, J.H. 1997. Field and Laboratory

for General Ecology, W.M.C Brown Company Publishing, Portugue, IOWA.

Buden, D.W. 2000. The Reptiles of Pohnpei, Federated Stated of Micronesia. Micronesia, 32 (2): 155180.

Frost, D.R., Grant, T., Faivovich, J.N., Bain, R.H., Haas, A., Haddad, C.F.B., Desa, R.O., Channing, A., Wilkinson, M., Donnellan, S.C., Raxworthy, C.J., Campbell, J.A., Blotto, B.L., Moler, P., Drewes, R., Nussbaum, R.A., Lynch, J.D., Green, D.M. dan Wheeler, W.C. 2006. The Amphibian Tree of Life. Bulletin of the

American Museum of Natural History, 297.

Hamidy, A., Mulyadi dan Isman. 2007. Herpetofauna di

Pulau Waigeo (in press). Pp: 4.

Heyer, W.R., Donnelly, M.A., McDiarmid, R.W., Hayek, L.C. dan Foster, M.S. 1994. Measuring and

Monitoring Biological Diversity: Standard

Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press, Washington.

Iskandar, D.T. 1998. The Amphibian of Java and Bali. Research and Development Centre for Biology-LIPI-GEF-Biodiversity Collection Project. Bogor.

Iskandar, D.T. dan Colijn, E. 2000. Preliminary checklist of Southeast Asian and New Guinean herpetofauna: Amphibians. Treubia, 31 (3): 1−133.

Iskandar, D.T. dan Colijn, E. 2001. Preliminary Checklist

of Southeast Asian and New Guinean Reptiles

Part I: Serpentes. The Gibbon Foundation. Jakarta.

Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher. New York.

Kusrini, D.M. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei

Amphibia Di lapangan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Manthey, U. dan Grossmann, W. 1997. Amphibien and

Reptilien Sudostasiens. Natur & Tier-Verlag. Musnter, Germany.

Natus dan Rosmayati, I. 2005. Biodiversity and Endemic

Centres of Indonesian Terrestrial Vertebrates. Biogeography Institute of Trier University. Pp: 33−38.

Primack, Richard, B., Supriatna, J., Indrawan, M. dan Kramadibrata, P. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Rooij, N.De. 1915. The Reptiles of the Indo-Australian

Archipelago I. Lacertilia, Chelonia,

Emydosauria. EJ Brill. Leiden, The Netherlands.

Rooij, N.De. 1917. The Reptiles of the Indo-Australian

Archipelago II. Ophidia. EJ Brill. Leiden, The Netherlands.

Riyanto, A. 2008. Komunitas Herpetofauna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal

Biologi Indonesia, 4 (5): 349−358.

Zug, G.R. 1993. Herpetology: An Introductory Biology of

Amphibians and Reptiles. Academic Press. San Diego California.