Acara I
KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Agustinus Yulianto
NIM : 12.70.0150
Kelompok : A5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan.
Kelompok Perlakuan Warna Rasa Aroma Salinitas PenampakanA1 Enzim Papain 0,4% ++ ++++ ++++ 3% ++A2 Enzim Papain 0,8% ++ +++++ ++++ 2,8% ++A3 Enzim Papain 1,2% ++ ++++ ++++ 3,3% ++A4 Enzim Papain 1,6% ++ +++++ ++++ 3,5% +++A5 Enzim Papain 2,0% ++ ++++ ++++ 2,8% +++A6 Enzim Papain 2,5% +++ +++ ++++ 3,3% +
Keterangan:Warna Rasa Aroma+ : Tidak Coklat Gelap + : Sangat Tidak Asin + : Sangat Tidak Tajam++ : Kurang Coklat Gelap ++ : Kurang Asin ++ : Kurang Tajam+++ : Agak Coklat Gelap +++ : Agak Asin +++ : Agak Tajam++++ : Coklat Gelap ++++ : Asin ++++ : Tajam+++++ : Sangat Coklat Gelap +++++ : Sangat Asin +++++ : Sangat Tajam
Penampakan+ : sangat cair++ : cair+++ :agak kental++++ :kental+++++ :sangat kental
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan dari percobaan yang sudah dilakukan
didapatkan bahwa pada kelompok A1 dengan perlakuan enzim papain 0,4% didapatkan
warna kurang coklat gelap, rasa asin, aroma tajam, salinitas 3%, dan penampakan cair.
Pada kelompok A2 dengan perlakuan enzim papain 0,8% didapatkan warna kurang
coklat gelap, rasa sangat asin, aroma tajam, salinitas 2,8%, dan penampakan cair. Pada
kelompok A3 dengan perlakuan enzim papain 1,2% didapatkan warna kurang coklat
gelap, rasa asin, aroma tajam, salinitas 3,3%, dan penampakan cair. Pada kelompok A4
dengan perlakuan enzim papain 1,6% didapatkan warna kurang coklat gelap, rasa sangat
asin, aroma tajam, salinitas 3,5%, dan penampakan agak kental. Pada kelompok A5
dengan perlakuan enzim papain 2,0% didapatkan warna kurang coklat gelap, rasa asin,
aroma tajam, salinitas 2,8%, dan penampakan agak kental. Pada kelompok A6 dengan
perlakuan enzim papain 2,5% didapatkan warna agak coklat gelap, rasa agak asin,
aroma tajam, salinitas 3,3%, dan penampakan sangat cair. Salinitas tertinggi didapat
1
2
kelompok A4 yakni 3,5% dan salinitas terendah didapatkan kelompok A2 dan A5 yakni
2,8%.
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan bertujuan untuk membuat kecap ikan. Bahan baku
utama yang digunakan oleh praktikan adalah limbah ikan tongkol, dimana limbah ikan
terdiri dari tulang ekor dan kepala.Pada prinsipnya pengolahan ikan bermanfaat untuk
memperbaiki bau, cita rasa, penampakan, tekstur dan dapat memperpanjang umur
simpan dari produk. Tidak hanya daging yang dapat dimanfaatkan namun bagian ikan
yang tidak dapat dimakan seperti tulang, kepala, dan insang juga dapat dimanfaatkan
untuk dijadikan produk lain (Jin-Jin et al., 2007 dan Gustaf et al., 2007)
Jin-Jin et al (2007), menjelaskan bahwa kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan
(secara fermentasi/ garam, enzimati dan kimiawi) yang berwarna coklat jernih dan cair.
Kecap ikan merupakan suatu produk sampingan yang dibuat dengan sari daging ikan
yang berasal dari sari pengolahan lain. Menurut Somboon et al., (2009), kecap ikan
digunakan sebagai penambah cita rasa dalam suatu produk pangan dan biasa digunakan
pula sebagai pengganti garam untuk memunculkan rasa asin. Juga kecap ikan digunakan
dengan merendam daging ikan dalam larutan garam dengan perbandingan 3:1 dalam
suhu ruang.
Afrianto & Liviawaty (1989), menjelaskan untuk kecap ikan mempunyai karaktersitik
seperti rasa yang agak asin, dengan warna yang kekuningan hingga coklat muda, serta
tinggi kandugan senyawa nitrogen juga kualitasnya ditentukan oleh banyaknya garam
yang digunakan dan lamanya fermentasi. Kecap ikan tidak menggunakan jenis ikan
tertentu secara spesifik bahkan untuk ikan yang sudah tidak bernilai ekonomis pun dapat
digunakan untuk sebagai bahan asar dalam pembuatan kecap ikan (Sim et al., 2009).
Keunggulan lainnya adalah sifat dari kecap ikan yang mudah dicerna (bentuk protein)
dan mudah untuk diserap oleh tubuh manusia, komposisi dari komponen yang
mempunyai berat molekul rendah menyebabkan mudahnya kecap ikan larut dalam
tubuh manusia. Sifat untuk pelarutan kecap ikan dalam air mencapai hingga 90%
dengan perbandingan antara nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Senyawa
protein teutama dalam bentuk peptide sederhana dan asam amino. Disamping itu
mengandung protein lengkap yang memiliki seluruh asam amino esensial (Gustaf et al.,
3
4
2007). Namun, menurut Sim et al., (2009), kelemahan dari produk kecap ikan adalah
waktu pembuatannya yang cukup lama.
Pertama-tama ikan tongkol yang sudah mati. Dihilangkan dagingnya dan bahan selain
daging dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap ikan. Setelah itu, bahan-
bahan yang terkumpul di blender dan dibagi untuk 6 kelompok sehingga didapatkan
kurang lebih 25 gram. Selanjutnya ditambah enzim papain komersial dengan
konsentrasi yang berbeda untuk tiap kelompoknya. Kelompok 1 ditambah enzim papain
sebanyak 0,4 %, kelompok 2 ditambah dengan enzim papain sebanyak 0,8 %, kelompok
3 ditambah dengan enzim papain sebanyak 1,2 %, kelompok 4 ditambah dengan enzim
papain sebanyak 1,6 %, dan kelompok 5 ditambah dengan enzim papain sebanyak 2,0 %
dan kelompok 6 dengan penambahan enzim papain 2,5%.
Pada praktikum ini bagian ikan yang digunakan adalah seluruh bagian ikan selain
daging ikan yaitu yang meliputi kepala, tulang, ekor, sisik (Muhammad et al., 2010).
Kemudian bahan-bahan ini yang telah dipersiapkan di blender untuk menjadi halus.
Tujuan dari dihaluskannya ikan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi
karena kerusakan sel akan memudahkannya keluar senyawa flavor. Perlakuan
penghancuran diwala memiliki tujuan karena senyawa pembentuk flavor dapat
terdistribusi dalam bentuk terikat (lemak, protein atau air menjadi satu), dimana diawal
praktikan telah memblender bahan-bahan yang digunakan, selain itu dengan
penghancuran dapat menjadikan luas permukaan dari bahan tinggi sehingga didapatkan
rasio permukaan terhadap volume bahan akan semakin tinggi, dan komponen flavor
akan semakin mudah keluar (Muhammad et al., 2010). Setelah itu, ditambah dengan
enzim papain komersial. Enzim yang digunakan pada praktikum kali ini termasuk dalam
enzim protease sulfhidril golongan protein dimana enzim mampu menguraikan protein
menjadi beberapa komponen seperti peptide, peptone, dan asam amino yang saling
berinteraksi dan menciptakan rasa yang khas. Hal ini membuktikan bahwa pembuatan
kecap ikan secara enzimatis dapat dilakukan. Pada praktikum ini digunakan enzim
papain dimana, enzim ini berasal dari buah papaya (Carica papaya) yang mengandung
enzim papain yang digunakan untuk memecah molekul protein. Jin- Jin et al., 2007),
Papain merupakan enzim proteolitik pada getah pepaya, baik batang, daun, dan
5
buahnya.. Papain tergolong dalam kelompok enzim protease sulfhidril golongan protein.
Enzim protease yang dihasilkan dari pepaya dapat digunakan untuk memecah molekul
protein.
Sehingga tujuan dari penambahan enzim kali ini adalah untuk menghidrolisis protein
melalui aktivitas proteolitik dan mempercepat proses fermentasi. Dan dikatakan bahwa
tingkat hidrolisis yang tinggi mungkin menghasilkan beberapa asam amino bebas, tapi
angka ikatan peptide pada rantai peptide yang panjang akan berkurang (Somboon et al.,
2009). Sim et al., (2009), menambahakan bahwa Mekasnisme dasar adalah enzim akan
merusak struktur jaringan otot rangka yang tersusun dari myofibril yang merupakan
protein sehinggaakan ada beberapa komponen penyusun flavor seperti peptide, peptone
dan asam amino yang akan lepas dan akhirnya berikatan satu sama lain membentuk
flavor yang khas.
Tahap selanjutnya adalah inkubasi selama kurun waktu 3 hari. Tahap inilah yang
disebut sebagai tahap fermentasi. Dimana dengan penambahan enzim protease akan
dibutuhkan waktu yang sangat singkat dan dihasilkan nilai protein yang lebih tinggi
(Gustaf et al., 2007). Bila dalam proses fermentasi terlalu cepat, maka enzim yang
terlalu sedikit tidak menimbulkan reaksi penting karena komponen yang tak dihasilkan.
Namun jika terlalu lama waktu fermentasi dilakukan maka reaksi dan semakin banyak
yang dihasilkan oleh enzim maka akan didapatkan cita rasa yang kurang baik.
Penyebabnya dikarenakan hasil penyerdehanaan oleh enzim menjadi pemecahan
komponen gizi yang dihasilkan selama proses fermentasi (amylase, maltase, fosfatase,
lipatase,lipase, proteinase, dan sebagainya) sehingga dapat mempengaruhi rasa dari
kecap ikan yang diperoleh (Sim et al., 2009). Pada tahap fermentasi maka wadah atau
toples yang digunakan harus dalam keadaan tertutup rapat agar dapat menciptakan
konsidi anaerob sehingga proses berjalan lebih cepat serta mencegah terjadinya
kontaminasi.
Setelah 3 hari maka, Nampak air yang keluar dari limbah ikan didalam toples yang
tertutup. Astawan & Astawan, (1988), mengatakan bahwa kualitas dari suatu kecap ikan
sebenarnya ditentukan dari jumlah penggunaan garam dan waktu yang dibutuhkan
6
untuk proses fermentasi. Air yang keluar dari dalam tubuh ikan tersebut mengandung
banyak komponen gizi seperti protein dan mineral. Fungsi pemberian garam dalam
dosis tinggi akan melindungi ikan dari pencemaran yang merugikan seperti lalat,
serangan belatung, dan bahkan pembusukan oleh bakteri pembusukitu sendiri. Selama
fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis, dan Pediococcus yang
tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor.
Kemudian, setelah 3 hari maka toples dibuka dan hasil fermentasi tersebut diencerkan
dengan akuades 250 ml, lalu disaring menggunakan kain saring. Tujuannya adalah
untuk memisahkan filtrat dari ampas limbah ikan. Filtrat yang diperoleh kemudian
dimasak sampai mendidih dengan penambahan bumbu yang telah ditentukan.
Muhammad et al., (2010) mengatakan bahwa pemasakkan bertujuan untuk
mengentalkan suatu larutan, hal ini dapat terjadi karena akan adanya evaporasi selama
proses pemasakan. Kemudian selama pemasakan bumbu yang ditambahkan adalah gula
jawa dan bawang putih yang telah dihaluskan dengan blender sebanyak 50 gram, dan
garam sebanyak 25 gram. Somboon et al., (2009) dan Jin- Jin et al., (2007) ,
penggunaan gula jawa bertujuan untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan,
memberikan rasa lembut pada produk, dan meningkatkan cita rasa, aroma dan warna
produk yang dihasilkan serta sebagai pengawet. Selain itu, panas selama pemasakan
juga menyebabkan terjadinya karamelisasi gula sehingga warna campuran menjadi
coklat dan viskositas yang meningkat (Sim et al., 2009). Reaksi Maillard di mana
komponen asam amino dalam ikan bereaksi dengan komponen gula reduksi dalam gula
jawa sehingga menyebabkan munculnya warna coklat pada produk (Gustaf et al., 2007).
Penambahan garam juga berfungsi lain yaitu untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa,
dan memberi efek pengawetan karena garam dapat digunakan untuk menurunkan Aw
(Water Activity), menurunkan tingkat dari kelarutan oksigen, serta terjadinya kenaikan
jumlah proton di dalam sel yang dapat mengganggu keseimbangan ionik dari sel
mikroorganisme itu sendiri (Muhammad et al., 2010), sehingga dapat menghambat
mikroba perusak dan memiliki umur simpan kecap ikan yang lebih lama.
Sedangkan,penggunaan bawang putih dapat digunakan untuk pengawetan terhadap
produk. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Gustaf et al., (2007) yang
7
menambahkan bahwa garam dapur dan rempah-rempah (bawang putih) selain berfungsi
sebagai bahan pemberi aroma dan cita rasa, juga dapat memberikan daya awet pada
kecap ikan, seperti halnya garam, bawang putih juga mengandung senyawa yang
disebut sebagai zat allicin dimana zat tersebut dikenal sebagai antimikrobia karena
sifatnya yang efektif dalam membunuh bakteri.
Kemudian, filtrat yang dihasilkan disaring menggunakan kain saring dan didinginkan
sebentar untuk uji sensori dan salinitas. Gustaf et al., 2007), menjelaskan bahwa kecap
ikan mempunyai rasa yang berbeda apabila dibandingkan dengan kecap yang berasal
dari kedelai, yaitu memiliki rasa yang agak asin, berwarna kekuningan sampai coklat
muda. Hal ini dikarenakan, kecap ikan yang dihasilkan tidak murni hasil fermentasi
ikan saja, tetapi ditambah dengan berbagai bumbu untuk meningkatkan aroma dan cita
rasa dari kecap ikan tersebut yang dihasilkan (Sim et al., 2009).
Berdasarkan hasil praktikum urutan warna kecap ikan untuk kelompok A1 sampai A5
dengan konsentrasi secara beruturut-turut adalah dengan penambahan enzim papain
konsentrasi 0,4%, 0,8%, 1,2%, 1,6% dan 2,0% menghasilkan warna kecap ikan yang
kurang coklat gelap, sedangkan pada kelompok A6 dengan penambahan enzim papain
sebesar 2,5% menghasilkan warna yang coklat gelap. Sebenarnya warna coklat ini
didapat karena adanya pencampuran gula jawa pada proses pemasakan. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan warna kecap ikan menjadi coklat. Perlakuan yang dilakukan
menjadi sesuai dengan teori dari Somboon et al., (2009), yang mengatakan bahwa
warna coklat pada kecap ikan disebabkan karena adanya aktivitas enzim proteolitik,
proses pemanasan, reaksi pencoklatan antara gula jawa dengan beberapa komponen
pembentuk citarasa lainnya. Sim et al., (2009), menambahkan bahwa reaksi yang terjadi
yaitu reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gugus asam amino dengan
gula pereduksi sehingga berwarna coklat.
Dari hasil uji sensori mengenai rasa asin. Didapatkan rasa yang paling asin didapatkan
pada kecap ikan kelompok A2 dan A4 dengan konsentrasi papain 0,8% dan 1,6% dan
yang mendapatkan rasa asin adalah pada kecap ikan dengan konsentrasi 0,4%, 1,2% dan
2,0%. Rasa kecap cenderug agak asin, kecap yang diberi perlakuan enzim papain 0.8%
8
dan 1,6% berasa sangat asin. Berdasarkan hasil pengamatan, rasa yang khas pada kecap
ikan ditimbulkan karena terjadinya pemecahan protein menjadi peptida, pepton dan
asam amino oleh enzim yang saling berinteraksi dan menghasilkan rasa yang khas
(Astawan & Astawan, 1988 dan Sim et al., 2009).
Aroma kecap dengan perlakuan yang beda adalah sama, yaitu beraroma tajam. Menurut
Muhammad et al., (2010) dan Gustaf et al., (2007) secara kimiawi, aroma dan flavor
kecap ditentukan oleh bagian nitrogen pendukung seperti kadaverin, histidin, arginin,
putresin, dan amonia. Flavor yang enak akan terbentuk pada saat senyawa-senyawa
tersebut bergabung dan menjadi senyawa lain yaitu senyawa garam dengan asam
glutamat. Asam suksinat dengan senyawa lain (seperti: arginin, histidin, lisin, putresin)
pun juga akan menghasilkan flavor yang enak namun aroma yang lebih baik timbul
pada asam glutamat atau secara komersil disebut sebagai MSG (monosodium
glutamate).
Afrianto & Liviawaty (1989) dan Gustaf et al., (2007), yang mengatakan proses
penguraian protein dengan bantuan enzim protease akan menghailkan aroma yang khas
karena terbentuk dari komponen peptida yaitu pepton, dan asam amino yang saling
berinteraksi satu sama lain. Sehingga dengan semakin kuatnya sifat proteolitik enzim
maka aroma amis dari ikan akan semakin kuat. Jadi, seharusnya yang menggunakan
penambahan enzim papain paling 2,5%, mendapatkan aroma paling tajam. Begitu juga
sebaliknya kecap ikan dengan penambahan enzim papain 0,4% mendapatkan aroma
paling tidak tajam. Namun sesuai dengan hasil praktikum bahwa aroma yang dihasilkan
pada semua kecap ikan adalah tajam. Sehingga terjadi ketidak sesuaian antara teori
dengan hasil dari praktikum.
Salinitas kecap berkisar 25 – 45%. Semakin besar konsentrasi enzim papain yang
ditambahkan, semakin rendah salinitas enzim papain, meskipun pada kecap yang diberi
perlakuan papain 0,8 % dan 2,0% memiliki salinitas yang paling rendah. Uji salinitas ini
dilakukan dengan melihat derajat brix dari pada kecap ikan yang dihasilkan. Menurut
Jin-Jin et al., (2007), derajat brix dari pada kecap ikan mengindikasikan peningkatan
flavor dari pada kecap ikan yang dihasilkan, jadi, semakin besar derajat brix nya, maka
9
semakin banyak flavor yang terbentuk pada kecap ikan tersebut. Ditambahkan oleh
Somboon et al., (2009), bahwa pengukuran salinitas ini juga dilakukan dengan
menggunakan refraktometer untuk mengukur kandungan padatan terlarut yang
terkandung dalam kecap ikan. Juga dapat mengindikasikan tingkat hidrolisa protein
selama proses fermentasi. Dimana indeks refraktiv ini tergantung pada jumlah asam
amino bebas dan peptida kecil yang terlepaskan melalui proses hidrolisa protein.
Sehingga, dengan semakin banyaknya jumlah enzim papain yang ditambahkan, maka
proses hidrolisa akan berlangsung lebih cepat dan banyak asam amino dan peptide yang
terlepaskan, sheingag seharusnya nilai indeks refraktifnya akan meningkat.
3. KESIMPULAN
Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan (secara fermentasi/ garam, enzimatic
dan kimiawi) yang berwarna coklat jernih dan cair.
Enzim yang sering digunakan adalah enzim protease seperti bromelin (dari buah
nanas muda) dan papain (dari getah buah papaya)
Hal yang mempengaruhi aktivitas enzim : konsentrasi substrat atau konsentrasi
enzim, suhu, pH, dan kondisi lingkungan yang lain (Aktivator dan inhibitor)
Tujuan penghalusan tubuh ikan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi.
Tujuan dari penambahan enzim adalah untuk menghidrolisis protein melalui
aktivitas proteolitik dan mempercepat proses fermentasi.
Jumlah penggunaan garam dan lamanya waktu proses fermentasi akan
mempengaruhi kualitas kecap ikan.
Gula jawa yang ditambahkan dapat memberikan warna coklat karamel, serta
meningkatkan viskositas kecap ikan yang dihasilkan
Garam berfungsi untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa, memberi efek
pengawetan, menurunkan kelarutan oksigen, dan mengganggu keseimbangan ionik
sel mikroorganisme.
Penggunaan bawang putih dapat digunakan untuk pengawetan terhadap produk
Warna kecap dipengaruhi oleh faktor suhu pemasakan, waktu pemasakan dan
adanya penambahan gula jawa
Semakin tingi konsentrasi enzim yang ditambahkan maka warna semakin coklat,
rasa semakin asin, aroma semakin kuat dan memiliki kadar salinitas paling tinggi.
Semarang, 29 September 2014Praktikan, Asisten Dosen
-Yuni Rusiana
Agustinus Yulianto12.70.0150
10
4. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Astawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Gustaf H. Hjalmarsson., Jae W. Park., Kristberg Kristbergsson. (2007). Seasonal Effects on The Physicochemical Characteristics of Fish Sauce Made from Capelin (Mallotus villous). Journal of Food Chemistry. Iceland.
Jin-Jin., Jiang., Qing-Xiao Zeng., Zhi-Wei Zhu., Li-Yan Zhang. (2007). Chemical and Sensory Changes Associated Yu-lu Fermentation Process – A Traditional Chinese Fish Sauce. Food Chemistry Journal 104 1629-1634. China.
Muhammad., Zukhrufuz Zamal., Fatimah Abu Baka., Jinap Selamat., Jamilah Bakar.(2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Czech Journal of Food Science.
Sim K., Yuen., Chye Fook Yee., Ann Anton.(2009). Microbiological Characterization Of , An Indigenous Malaysian Fish Sauce. Journal of Biotechnolgy Research Institute. Malaysia.
Somboon., Tanasupawat., Sirilak Namwong., Takuji Kudo., Takashi Itoh. (2009). Identification of Halophilic Bacteria from Fish Sauce (Nam-Pla) in Thailand. Journal of Culture Collections Volume 6, 2008-2009, pp. 69-75 .Thailand
11
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan
%o Salinitas = h asil pengukuran
1000x100 %
Kelompok A1
Salinitas = 30
1000 x 100%
= 3%
Kelompok A2
Salinitas = 28
1000 x 100%
= 2,8%
Kelompok A3
Salinitas = 33
1000 x 100%
= 3,3%
Kelompok A4
Salinitas = 35
1000 x 100%
= 3,5%
Kelompok A6
Salinitas = 33
1000 x 100%
= 3,3%
5.2. Diagram Alir
5.3. Laporan Sementara
12
13
Recommended