Kekuasaan Keluarga di Wajo, Sulawesi Selatan
Andi Faisal Bakti
Pendahuluan
Dalam bab ini saya mengamati posisi kaum bangsawan di Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan, semenjak akhir pemerintahan Orde Baru hingga pemilihan umum tahun 2004.
Secara khusus saya ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: (1) Sejauh mana kekuasaan
pemerintah menjadi tertanam dalam kekuasaan keluarga bangsawan di zaman Orde
Baru yang lalu? Keluarga yang mana saja yang terlibat dan bagaimana mereka
menggunakan kekuasaan itu? (2) Apa impak Reformasi dan otonomi daerah di Wajo?
Perubahan-perubahan apa saja yang bisa dilihat? (3) Apa pengaruhnya hasil pemilu
2004 pada posisi-posisi para bangsawan? (4) Akhirnya, perubahan seperti apakah
yang terjadi dalam struktur kekuasaan daerah di antara periode akhir Orde Baru dan
tahun 2004?
Christian Pelras (1976:314) menganalisis penguasa tradisional di Wajo pada tahun
1960-an. Dia menyimpulkan bahwa kaum bangsawan akan tetap berkuasa, meskipun
dalam bentuk yang berbeda dengan yang ada di masa lampau. Demikian juga Burhan
Magenda (1989:891-2) menekankan terutama untuk Sulawesi Selatan, tetap bertahannya
kaum bangsawan setempat dalam aparat pemerintahan (pamong praja). Fakta bahwa
pamong praja telah menjadi penunjang kaum bangsawan setempat tidak
mengherankan mengingat birokrasi daerah tidak lain merupakan perkembangan dari
birokrasi turun temurun berbagai teritori yang memerintah sendiri sejak masa kolonial.
Reformasi desentralisasiyang terjadi pada tahun 1938 telah mengakibatkan perluasan
birokrasi turun-temurun, membuahkan kesempatan mengenyam pendidikan yang
lebih luas dan semakin bertambahnya jumlah kaum bangsawan (Burhan Magenda
1989:896). Mengacu pada apa yang terjadi di Filipina, Ben Anderson (1988) melukiskan
491
Andi Faisal Baku
apa yang dinamakan cacique democracy, di mana sebuah oligarki yang berdiri kokoh
bekerja sama dengan mesin pengatur negara yang sangat sentral. Anderson
menunjukkan bagaimana orang-orang penting Filipina belajar memanipulasi politik
pemilihan selama kepemimpinan Marcos. Dalam halaman-halaman berikut saya akan
menjelaskan bagaimana kaum elit bangsawan di Wajo berusaha bertahan dengan
menerapkan berbagai strategi coerseductive" pada saat sis tern politik yang selama ini
biasa bagi mereka itu mulai berubah.
Peran kaum bangsawan Wajo di zaman Orde Baru lalu
Pada akhir tahun 1980-an seorang anggota kelompok bangsawan melakukan berbagai
penyesuaian untuk mengembalikan dinasti yang solid yang pernah memerintah di
Wajo.2 Tindakan ini adalah inisiatif seorang politisi senior Wajo yang memiliki latar
belakang militer. Saya sebut dia Puang, istilah yang digunakan untuk menyebut orang
Bugis yang masih berdarah bangsawan. Dia dilahirkan di Sengkang pada tahun 1942
dalam sebuah keluarga bangsawan. Pada tahun 1965, setelah lulus SMA, dia masuk
angkatan darat. Saat itulah dia merintis karier pemerintahan di Sulawesi Selatan. Dia
menikah dengan putri seorang bangsawan, tuan tanah sekaligus pemilik peternakan
dari Gilirang dan dikarunia empat orang anak. Pada tahun 1995 dia naik pangkat
menjadi kolonel. Sang Puang memulai karier politiknya pada tahun 1987 dengan
masuk Golkar sebagai anggota Wanhat Golkar (Dewan Penasehat Golkar). Pada
tahun yang sama dia menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)
Wajo. Tahun 1993 dia diangkat sebagai pemimpin cabang daerah Golkar dan ketua
DPRD Wajo, jabatan yang diembannya hingga tahun 2004 ketika dia akhirnya diangkat
sebagai kepala daerah.
Meskipun dia memperoleh jabatan itu berkat masuk militer dan melalui Partai
Golkar, dia juga menggunakan serta menggalang jaringan dari para koneksi keluarga.
Dia menunjuk kerabat untuk menduduki jabatan birokratif yang strategis, "basah" dan
menguntungkan. Melalui Jalurjati (jalur, arah atau jalan, yang mengacu ke Jalan
1 Silogisme antara memaksa dan menggoda, sebuah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh ReneJean Ravault (1985, 1986)
2 Pada tahun 2002 Wajo berpenduduk 359.326 orang yang tersebar di 176 desa dan kota-kota kecil (BPSWajo 2002).
492
Kekuasaan Keluarga di Wajo
u^ jalan tempat rumah dinas ketua DPRD itu berada), orang memperoleh jabatan
atau kenaikan pangkat, dan para anggota keluarga muncul sebagai birokrat-birokrat
yangberkuasa.
Puang telah merintis jalan untuk menjadi pemknpin keluarga sejak tahun 1983
ketika dia (hingga tahun 1988) masih bertugas di bagian keamanan di kantor wilayah
Wajo. Dia berhasil menunjuk saudara-saudara laki-laki dan para kerabat lain untuk
menduduki berbagai posisi yang berbeda-beda di kantor wilayah itu. Pada tahun
1989 dia menunjukkan ambisinya menjadi kepala daerah, namun akhirnya dia
memutuskan berkonsentrasi pada karier militer.
Pada tahun 1993 sang Puang menegakkan kembali kekuatannya ketika saudara
laki-lakinya diangkat sebagai Asisten II Kepala Daerah untuk Bagian Ekonomi dan
Pembangunan saat dia bertugas menangani berbagai anggaran proyek pembangunan.
Kedudukan itu dianggap menguntungkan karena penjabatnya bisa menentukan harga
dan anggaran serta menyetujui berbagai alokasi proyek dan mempercayakannya kepada
para kontraktor. Kedua asisten lainnya (asisten satu dan tiga) juga mempunyai hubungan
darah dengan Puang. Meskipun keduanya tidak langsung mengatur keuangan, namun
tanda tangan mereka sangat dibutuhkan untuk menyetujui berbagai proyek. Karena
ketiga asisten itu merupakan kerabat Puang semua, deal selalu bisa dilakukan dengan
mulus.
Pada tahun 1998, saat dia menjadi ketua dewan perwakilan rakyat daerah, dia
mengadu nasib lagi untuk meraih jabatan bupati namun dalam pemilihan dikalahkan
oleh seorang anggota Golkar yang bukan dari golongan bangsawan dan didukung
secara nnansial oleh pemerintah pusaL
Bupati yang baru, bagaimanapun, tidak berperan besar dalam politik di Wajo
karena dia akhirnya berada di bawah bayangan sang Puang. Meskipun kalah dalam
pemilihan, namun pada tahun-tahun antara tahun 1998-2004 dia berusaha
memperkuat posisinya karena birokrat pendukung yang masih kerabat semakin
banyak. Beberapa kepala bagian, camat, dan lurah diangkat melalui Jalur Jati. Posisi
Puang tampak tidak tertandingi lagi, dan karena kekuasaannya semakin besar, banyak
Hal itu juga mencerminkan Jalan Cendana, sebuah jalan di Jakarta di mana Suharto dan keluarganya tinggal, yang juga dinamai scperti nama pohon.
493
Andi Faisal Bakti
pemimpin terkemuka Wajo menyatakan bahwa mereka masih familinya.4 Posisi penting-
dibagi-bagikan kepada para kerabat bangsawannya dan mereka yang dekat dan loyal
padanya. Sementara itu, kaum bangsawan yang tidak bisa menggunakan Jalur ]ati
sangat kecil kemungkinannya untuk dipromosikan. Sebagaimana dikatakan oleh seorang
responden, "Kami tahu bahwa ^Jalur Jati' adakh jalan untuk memperoleh pekerjaan,
namun kami tidak tahu siapa yang mesti dihubungi. Dan, kalau kami keliru dalam
melakukannya, kami tidak bakal dapat pekerjaan dan justru kehilangan uang sogokan
pula. Itu risikonya".
Saudara laki-laki Puang yang lain bertugas sebagai Kepala Bagian Pedengkapan,
sebuah posisi yang juga menguntungkan. Urusannya adalah menentukan belanja
berbagai perlengkapan (pesawat televisi, komputer, overhead projector, radio, mesin
faks, mesin ketik), berbagai peralatan, kendaraan, alat tulis, mebel (meja, kursi,
bangku), pakaian, kado, dan sebagainya. Sebagaimana yang terjadi di kabupaten-
kabupaten lainnya di Indonesia, mark-up atau duplikasi kuitansi pembelian
merupakan praktik yang sudah umum dilakukan, dan ketika pemeriksaan dilakukan,
inspekturnya disogok dengan dibelikan tiket pesawat, diberi voucherhotel, atau uang
yang ditransfer ke rekening salah satu anggota keluarga. Praktik lainnya adalah
menyediakan Surat Perjanjian Dinas atau SPD palsu yang menyatakan bahwa
inspektur pemeriksa telah melakukan pemeriksaan di wilayah tersebut, yang
memungkinkan mereka menuntut bonus perjalanan dari para supervisor tanpa harus
meninggalkan kantor mereka. Kepala Bagian Perlengkapan bekerja sama dengan
kepala Bagian Ekonomi dan Sub-bagian Manajemen Keuangan dan Belanja Daerah
(BPKBD), yang semuanya masih kerabat dekat Puang. Kantor dinas yang dianggap
sehat, misalnya pertanian (paling kaya), pajak (kaya nomor dua), transportasi,
pertanahan, dan informasi/komunikasi, maupun perhutanan dan
Terminologi kekeluargaan Bugis mulai dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung, lalu saudara sepupu pertama, kedua, dan ketiga. Saudara keempat dan kelima dianggap kerabat. Anak-anak saudara sepupu ini disebut keponakan dan cucu-cucu mereka juga disebut cucu, dan seterusnya. Ayah dari para keponakan disebut paman, dan ibu mereka bibi, dan cucu mereka juga disebut cucu. Jadi sis tern ikatan keluarga memungkinkan lingkaran kekerabatan yang sangat luas. Referensi lebih lanjut mengenai keluarga Bugis bisa dilihat dalam buku Miller (1989), Pelras (1976, 1996, 2000), Mattulada (1974), dan Andi Faisal Bakti (2004). Sebagai contoh cara orang Bugis memperluas kekuasaan di Johor-Riau, baca buku L. Andaya (1995).
494
Kekuasaan Keluarga di Wajo
konservasi tanah dipimpin oleh para saudara sepupu Puang.5 Selain itu, 10 dari 14
camat yang ada adalah kaum bangsawan, dan semua menyatakan diri masih ada
hubungan darah dengan Puang. Empat di antaranya bukan bangsawan, namun
memiliki hubungan dekat dengan Puang berkat kerabat mereka.6 Sejak tahun 1988
Puang telah memperoleh dukungan dari para bangsawan dan anggota Golkar
nonbangsawan yang berpendidikan tinggi. Para kerabatnya termasuk wakil ketua,
sekretaris dua, dan bendahara Golkar cabang Wajo. Tiga dari lima kepala bagian pasti
masih kerabatnya sementara itu salah satu saudari iparnya menjabat kepala bagian
Peranan Wanita. Selain para kerabat, kroni yang kaya raya juga dimasukkan sebagai
wakil sekretaris dan bendahara satu dan dua. Bagian-bagian lain dipimpin oleh
teman-teman dekatnya.
Meskipun para bangsawan itu menjadi minoritas dalam Golkar, mereka masih
memegang posisi-posisi strategist Golongan nonbangsawan membentuk mayoritas
dalam dewan perwakilan rakyat daerah Wajo, yang sebagian besar sedang kuliah di
Universitas Hasannudin, Makassar. Sebagai mahasiswa, banyak di antaranya aktif
dalam organisasi seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia), Mahasiswa
Muhammadiyah, atau PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Biasanya,
karena menjadi anggota organisasi, para mahasiswa juga
Dalam lingkungan nondcpartemen, sepupu Puang mcngepalai Pcrusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di mana dana biasanya juga mengucur ke dalam. Anehnya, Depot Logistik (DOLOG yang dulunya bemama BULOG), bagian yang sangat lukratif yang menangani produk-produk pertanian khususnya bcras, dipimpin oleh seseorang yang bukan anggota keluarga Puang. Seorang responden menjclaskan: 'Kepala DOLOG itu orang Jawa dan kemungkinan besar ditempatkan di sana oleh pemerintah pusat\ Dari 176 lurah/ kepala desa, 59 di antaranya adalah bangsawan dan kerabat Puang. Sama-sama memerintah suatu unit desa, lurah mengepalai desa yang lebih maju. Seorang kepala desa dituntut memiliki ijazah SMA, lurah dituntut memiliki gelar akademik, terutama dari akademi milik pemerintah, misalnya, Akademi Pemerintahan Dalam Negeri atau APDN. Salah satu akademi ini dulu tcrdapat di Makassar, sebelum dipindahkan ke Bandung dan diberi status sekolah tinggi, menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Kebanyakan lurah termasuk kaum bangsawan. Kebanyakan birokrat Wajo, terutama yang menjabat di kantor kabupaten, kecamatan, dan para wakilnya, adalah lulusan lembaga pemerintahan ini. Jaringan sekolah milik pemerintah ini di Sulawesi Selatan menjadi semakin crat ketika Ryaas Rasyid, seorang alumnus 1976 APDN menjadi rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Jakarta, yang juga mengkader para birokrat. Pada pertengahan tahun 1998, dalam masa jabatan kepresidenan Habibie, dia diangkat sebagai Menteri Otonomi Regional dan merancang kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Jamaluddin Santo adalah sahabat dekat Ryaas Rasyid dan, dari pihak istrinya, merupakan kerabat Puang. Istri Santo juga lulusan APDN dan sekarang bekerja di Bappeda di bawah kepemimpinan Puang.Bacalah tulisan Schulte Nurdholt dalam kumpulan ini untuk membandingkannya dengan semakin merosotnya golongan bangsawan di Bali.
495
Andi Faisal Baku
bergabung dengan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), suatu asosiasi
yang berafiliasi pada Golkar. Hal itu dianggap sebagai jalur tol untuk masuk
keanggotaan Golkar. Organisasi-organisasi tersebut cukup sukses dalam
menyelenggarakan training kepemimpinan, organisasi, manajemen maupun
pemerintahan bagi nonbangsawan di Sulawesi Selatan, seperti halnya di tempat-
tempat lain.8 Beberapa bangsawan bahkan ikut aktif dalam organisasi-organsisi
tersebut, namun tetap saja mereka merupakan kelompok yang marginal.
Puang juga menjabat wakil ketua dewan penasihat ICMI di wilayah itu sebagai
cara untuk memainkan peran sentral.9 Karena Puang termasukyang mengusulkan
nama-nama yang sebaiknya menjadi anggota dewan baru, dia bisa mengendalikan
organisasi itu. Yang menarik, bendahara ICMI ternyata seorang pengusaha yang
juga merupakan bendahara Golkar. Bendahara ICMI Wajo lainya juga mengepalai
BKPBD. Sebagaimana diketahui dari wawancara, karena dalam kepemimpinan
ICMI golongan nonbangsawan lebih banyak dibanding kaum bangsawan, mereka
juga sangat menghormati Puang.
Agar bisa memperoleh kekuatan politik di Sulawesi Selatan, orang perlu mendapatkan akses ke Golkar, baik melalui HMI atau KNPI. Hal ini juga bisa dilihat sebagai cara untuk memperkuat posisi Islam modernis. Beberapa Muslim yang baru saja muncul, misalnya Marwah Daud, akhirnya mendominasi Gokar di Sulawesi Selatan dan mengadakan link langsung dengan ketua partai Akbar Tanjung, yang pada tahun 1970-an menjadi pemimpin HMI dan KNPI. Bagaimanapun, selama masa kepresidenan Habibie, kelompok ini dikecewakan olch Akbar Tanjung yang berkompetisi dengan Habibie untuk merebut kursi kepresidenan dari Golkar. Habibie berasal dari Sulawesi dan oleh orang-orang Sulawesi Selatan lebih dipilih sebagai pemimpin. Setelah Habibie turun, para pemimpin Golkar yang Muslim mendirikan kaukus regional di dalam Golkar yang diberi nama Iramasuka (Irian, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan). Di akhir zaman Orde Baru peran partai (PDI dan PPP) sangat terbatas. Hanya mereka yang sangat percaya pada politik Islam mau mendukung PPP, sedangkan PDI hanya didukung olch minoritas Kristen Toraja di Sengkang, Bottodongga, Siwa, dan Lauwa. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) didirikan di awal tahun 1990-an dan diprakarsai oleh Habibie yang kemudian menjadi menteri riset dan teknologi, dengan dukungan yang kuat. Biasanya, gubernur dan pemimpin daerah menjadi pemimpin ICMI. ICMI dalam waktu cepat mempunyai cabang-cabang di seluruh dunia, terutama di kota-kota yang ada kedutaan dan konsulat Indonesianya. Berkat kepopuleran ICMI, para duta besar maupun konsul otomatis menjadi anggota ICMI di luar negeri. Di Sulawesi Selatan, gubernur yang sudah tidak menjabat menjadi pimpinan dewan penasihat untuk ICMI cabang provinsi. Banyak rektor dan profesor universitas menjadi wakil atau sekretaris. Selain itu, para pengusaha Muslim termasuk pasangan yang pada tahun 2004-2009 diangkat sebagai wakil presiden, Jusuf Kalla dan rekan-rekannya, merupakan penyandang dana yang penting. Karena ICMI lebih condong ke Muslim modern daripada tradisional, banyak anggota dewan juga anggota Muhammadiyah atau HMI. Seorang profesor IAIN Alauddin yang merupakan lulusan University of Michigan menjadi penasihat ICMI di Wajo dan Sulawesi Selatan. Dia juga pimpinan tertinggi Pesantren As'adiyah di Wajo. Puang secara finansial membantu pesantren ini. Sementara itu, dewan ICMI untuk Sulawesi Selatan juga melibatkan para haji dan kaum nonbangsawanj anggota dewan Wajo kebanyakan haji dan bangsawan yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan Puang.
496
Kekuasaan Keluarga di Wajo
Puang juga menggalang kontak yang dekat dengan para pengusaha. Semua orang
kaya di pusat perdagangan penting di Sengkang, misalnya para pengecer dan pemilik
toko, menjalin hubungan baik dengan Golkar dan memberi donasi reguler. Tampaknya,
Golkar memiliki sistem monitoring yang canggih untuk menjamin bahwa mereka
tetap setia pada partai itu dan untuk mempertimbangkan apakah para pengusaha mesti
dipromosikan di dalam Golkar. Sebenamya, salah satu pengusaha terbesar dijadikan
bendahara Golkar.10 Puang memberikan berbagai kontrak pembangunan kantor dinas
dan terminal angkutan umum di Sengkang kepada para pengusaha kaya, semua
anggota dewan perwakilan rakyat daerah dari Golkar serta semua yang termasuk
penyandang dana Golkar. Jadi, proyek-proyek pemerintah tersebut menguntungkan
Puang beserta para kroninya. Sebagai penyandang dana Golkar, pengusaha kaya Wajo
diberi kontrak yang sangat banyak oleh pemerintah termasuk pembangunan jalan
antara Ana'banua dan Tarungpakkae, sebuah ring road di Sengkang, dan jalan antara
Sidrap dan Siwa.
Rupanya proyek-proyek pemerintah secara rutin disodorkan dulu pada BUMN-
BUMN dan kemudian disub-kontrakkan ke perusahaannya.11
Reformasi dan otonomi daerah (1998-2003)
Setelah reformasi, Puang semakin memperkuat posisinya dan memanfaatkan otonomi
daerah dengan memasukkan para kerabat dan kroni ke dalam pos-pos kunci. Bahkan
penunjukan-penunjukan dalam perusahaan-perusahaan dan LSM-LSM yang tidak
berada di bawah kekuasaan langsungnya akhirnya tetap harus sampai ke mejanya
untuk mendapatkan persetujuan.
Sebagai hasil dari otonomi daerah, bupati kepala daerah tidak lagi diken-dalikan
oleh gubernur provinsi dan pemerintah pusat. Bupati tidak lagi bertanggung jawab
pada gubernur provinsi, melainkan pada DPRD. Karena itulah Puang
Bisnisnya meliputi sepuluh dealer motor, perusahaan konstruksi, produksi tekstil, toko buku , kantor-kantor dan sebagainya. Dia juga mempunyai banyak cabang di Makassar dan Jakarta. Seorang pengusaha keturunan Cina bekerja sama secara erat dengan Puang. la memiliki PT Nei Dua Karya Persada, yang bergerak dalam real estate, konstruksi, persewaan mobil, retail emas dan peralatan elektronik. la sudah menjadi Bendahara II Golkar sejak tahun 1988, ketika Puang merekrut dia. Pengusaha ini mendanai Golkar dan memberikan sumbangan pada kampanye-kampanye pemilu Golkar. Sebagai imbalan ia memperoleh akses ke berbagai proyek pemerintah.
497
Andi Faisal Bakti
berusaha keras untuk memastikan agar anggota-anggotanya - dan tidak hanya orang-
orangnya yang Golkar - setia padanya. Sejak tahun 1999, pertarungan untuk
memperoleh kursi di DPR sangat terbuka dan partai-partai baru bermunculan seperti
jamur. Sekalipun Golkar dan fraksi-fraksi milker tetap mendominasi, pemilu 1999
membuahkan perubahan-perubahan setelah PAN PKB, PPP, PDR, PBB, dan PDI-P
memperoleh masing-masing satu kursi.
Kekuasaan Puang diperkuat melalui anggota kerabat dan kroni dalam
pemerintahan, dari tingkat kabupaten ke tingkat desa, maupun di parlemen, sehingga
mencapai titik hegemoni. Meskipun begitu, kasus Wajo tidak merepresentasikan
Sulawesi Selatan secara keseluruhan, ketika hegemoni aristokratik tidak betul terlihat
karena hanya 12 dari 28 bupati kepala daerah berasal dari kaum bangsawan.
Pada tahun 1999 Puang dipilih oleh DPRD sebagai ketua untuk satu masa
jabatan lagi. Golkar masih mendominasi pemilu 1999 karena memenangkan 26
kursi. Meskipun kaum bangsawan merupakan minoritas di DPRD (dengan hanya 10
dari 36 anggotanya), Puang juga mengendalikan anggota-anggota yang
nonbangsawan. Kekayaan, pendidikan, atau perkawinan dengan kaum bangsawan
memungkinkan para nonbangsawan menjadi anggota-anggota DPRD.12 Mereka
didekati oleh Puang untuk bergabung dengan Golkar, dan mereka bahkan menjadi
mayoritas di Golkar (19 dari 26).
Berlainan dari komposisiDPRD, lapisan atas birokrasi Wajo sangat didominasi
oleh aristokrasi, karena mereka menguasai 90% dari kedudukan-kedudukanyang
lebih tinggi. Mereka semua diyakini telah memasuki elit birokrasi melalui cJalur
Jati\Asisten Tata Praja, yang sekaligus kepala informasi dan komunikasi, dan kepala
dinas pendapatan pajak adalah paman-paman Puang. Sepupu Puang, seorang mantan
camat, sekarang mengepalai Program Perlindungan lingkungan, dengan anggaran
yang lumayan besar untuk ekologi. Sementara saudara ipamya menjadi Kabag Tata
Pemerintahan Umum, sepupunya, anak seorang mantan camat pada tahun 1960-
1970-an, ditunjuk sebagai sekretaris bupati. Dua saudara kandungnya tetap dalam
posisi mereka, yaitu sebagai pembantu bupati urusan ekonomi dan pembangunan,
dan kepala bagian perbekalan. Kepala bagian pendapatan tetap di
12 Tiga belas anggota DPRD adalah haji, yang menunjukkan kekayaan mereka.
498
Kekuasaan Keluarga di Wajo
bawah kepemimpinan keponakannya. Dua saudara dari Gilirang, kota asal Puang,
menjadi kepala informasi dan komunikasi, dan pembantu III (administrasi dan
keuangan). Kepala transportasi adalah kerabat dekat Puang. Dua kerabat Puang juga
tetap di pos mereka sebagai kepala pertanian dan kehutanan, dan konservasi tanah.
Kepala bagian keamanan adalah sepupu Puang. Sepuluh dari empat belas camat
konon dipromosikan melaluijalurjati. CamatTempe (Sengkang) adalah sepupu Puang.
KPU juga dikepalai oleh saudara dekat kepala daerah. Seorang anak'mantan bupati
(pada tahun 1960-an) ditunjuk sebagai kepala bimbingan dan penyuluhan, sementara
sekretaris daerah adalah anak dari mantan bupati lainnya, dan seorang bangsawan.
Puang juga memegang kendali atas komunitas bisnis di Wajo, khususnya
sekelompok kecil wiraswasta keturunan Cina. Otonomi daerah telah mengubah cara
beroperasi para wiraswasta ini. Sebagaimana dijelaskan oleh seorang wiraswasta:
Otonomi daerah memfasilitasi bisnis dan lobi kami. Di masa lampau, birokrasi sangat rumit dan kami harus melobi ke Jakarta. Sekarang segala sesuatu dilakukan di sini. DPRD sekarang juga merdeka, jadi kami bisa dengan mudah melobi masing-masing anggota parlemen. Di bawah bupati yang dulu (1998-2003), pemerintah kabupaten itu kuat. Tetapi bayangkan, sejak otonomi daerah dan kepala daerah yang juga bangsawan (mengacu pada Puang), pemerintah sekarang malah jauh lebih kuat! Selain itu, di bawah otonomi daerah, urusan administrasi lebih kecil dan lobi lebih mudah. Saya satu sekolah dengan sekretaris daerah yang sekarang, yang mempermudah akses ke birokrasi. Saya juga teman dekat kepala fasilitas dan perbekalan, yang juga saudara Puang. Jalur-jalur itu membantu saya bergabung dengan Golkar, dan menjadi pembantu bendahara. Kedudukan ini memberi saya kesempatan untuk mendapatkan akses ke pemimpin-pemimpin Golkar. Saya bahkan pernah diminta untuk menjadi seorang calon legislatif Golkar dalam pemilu terakhir, tapi saya menolak, karena saya lebih suka menjalankan bisnis.
Di Wajo organisasi-organisasi masyarakat sipil tidak mampu membangun
pengimbang yang independen terhadap dominasi Puang. Mereka malah dimasukkan
ke dalam rezimnya. As'adiyah, pondok pesantren tertua di Wajo, berafiliasi dengan
Nahdlatul Ulama, tapi mendukung Golkar. Sebagai imbalan-nya, Puang memberi
pesantren itu berbagai fasilitas, misalnya sebuah sekolah dan
499
Andi Faisal Bakti
asrama, mesjid-mesjid, rumah-rumah untuk guru-guru, dan menyumbangkan Rp 100
juta untuk merenovasi rumah pemimpin pesantren tersebut.
Begitu pula, Muhamadiyah di Wajo juga tidak begitu kritis. Tetapi anggota-
anggota DPRD yang berasal dari PAN, partai politik yang paling dekat dengan
Muhamadiyah, menyuarakan kritik tentang korupsi dan peranan dominan kaum
bangsawan, dan akibatnya mereka akhirnya diasingkan oleh kelompok Puang.
Di antara 400 LSM yang ada di Wajo, hanya empat yang dianggap kritis.
Mereka meliputi AISS (Aku Ingin Sehat Sejahtera) dan Sabri Study Club. Pemimpin
AISS mengeluh bahwa banyak LSM berhenti mengkritik kesalahan-kesalahan
pemerintah setelah mereka diiming-imingi uang atau ditekan oleh Puang. la
mengkritik Puang secara khusus, kerabat-kerabatnya dan para pengikutnya karena
memonopoli posisi-posisi pemimpin di Wajo. la mengerahkan orang-orang di
Sengkang untuk membersihkan makam Muslim, yang sudah lama terbengkalai tetapi
dibiarkan saja oleh pemerintah. Meskipun beberapa birokrat di bawah Puang
menyebutnya gila atau aneh, ia mendapatkan simpatisan yang semakin besar, karena
aksi-aksinya menunjukkan bahwa mengkritik pemerintah tanpa ditahan itu bisa
dilakukan.
Sabrio Study Club bekerja sama dengan AISS, tetapi pemimpinnya terutama
disibukkan dengan bidang pendidikan dan bahasa. Ia mengkhawatirkan nasib bahasa
Bugis, dan keengganan pemerintah untuk mempromosikan budaya lokal dan
pendidikan Islam. Menurut dia, Islam mestinya mengizinkan semua orang, tidak
peduli asal-usulnya, untuk memerintah daerah itu.
Menurut seorang aktivis LSM lain, otonomi daerah rupanya telah mengubah
para birokrat di tingkat kabupaten menjadi para panglima perang:
Sekretaris-sekretaris daerah sangat berkuasa. Selain itu, semua anggota staf harus 'patuh' pada kepala daerah, yang bagi mereka mewakili bangsawan. Mereka dipaksa untuk memilih Golkar. Orang-orang juga dijanjikan bahwa kedudukan mereka tidak akan diusik, atau akan dipromosikan setelah terpilihnya calon yang dijagokan. Biasanya para politikus menjanjikan sebuah desa atau komunitas bahwa mereka akan memperoleh sebuah jalan atau mesjid, jika politikus itu terpilih. Pemerintah juga memberikan uang pada para pembentuk opini. Sebuah sepeda motor dijanjikan akan diberikan pada masing-masing kepala desa, sementara individu-individu ditawari umrah sebagai imbalan atas dukungan mereka.13
13 Rupanya, beberapa anggota dari 'tim sukses' Puang diajak ke Mekah untuk ibadah umrah.
500
Kekuasaan Keluarga di Wajo
Di Sulawesi Selatan beberapa kota memiliki koran sendiri. Kota Makassar mempunyai
Pedoman Rakyat dan Fajar, koran yang paling luas dibaca di Sulawesi Selatan.
Parepare Pos diterbitkan di Parepare, sementara Palopo, sebuah kota di utara,
mempunyai Palopo Pos. Sengkang mempunyai Merdeka Pos, yang ditutup pada bulan
Januari 2004 setelah dua tahun terbit. Banyak orang percaya bahwa koran yang disebut
terakhir ini diciptakan oleh Puang khusus untuk mendukung pemilihannya sebagai
kepala daerah. Setelah Puang terpilih, koran itu sudah tidak berguna lagi dan ditutup.
Beberapa dari koran-koran itu cukup kritis terhadap perilaku jelek pemerintah
Sulawesi Selatan, termasuk pemerintah Wajo. Pedoman Rakyat, Fajar, Parepare Pos
dan Palopo Pos sering menerbitkan artikel-artikel dan surat-surat pembaca mengenai
salah urus oleh para birokrat, pengusaha, dan anggota parlemen Wajo.14 Meskipun
begitu, rupanya para wartawan itu juga sudah didekati dan disogok oleh wakil-wakil
pemerintah agar tidak menerbitkan cerita-cerita itu. Praktik itu tidak bertepuk sebelah
tangan. Menurut seorang pemimpin LSM:
Kadang-kadang kami bertemu dengan wartawan-wartawan tanpa koran, yang memperkenalkan diri dan mewawancarai kami. Karena kami kritis terhadap pemerintahan Puang, mereka meminta kami agar membayar mereka untuk mencetak dan menerbitkan wawancara itu. Tetapi sekalipun kami membayar, kami belum pernah melihat wawancara itu diterbitkan, entah karena koran si wartawan tadi memang tidak pernah ada, atau karena wartawan itu telah disogok agar artikelnya tidak diterbitkan.15
Pemilu 2004: jaringan-jaringan lama dalam konteks baru
Empat bulan sebelum pemilu April 2004, Puang dipilih oleh anggota-anggota
parlemen sebagai kepala daerah, dan secara resmi dilantik pada Februari 2004.
Lawannya, yang hanya memperoleh tiga suara, adalah seorang bangsawan dari
14 Misalnya, keterlibatan yang tidak tepat dari para kroni Puang dalam berbagai proyek telah diekspos.Masalah-masalah lokal cukup sering ditulis, misalnya penyuapan yang terkait dengan dana-danaproyek (sebuah proyek pembangunan pelabuhan senilai Rp 20,3 miliar di Bansale, Wajo Utara, lihatmisalnya Fajar 2-3-2005) dan kontroversi mengenai pembangunan pusat pemrosesan beras di Ana'banua, Wajo.
15 Lihat juga McCarthy dalam kumpulan ini.
501
Peta 15. Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan
keluarganya sendiri yang pencalonannya harus menunjukkan bahwa demokrasi
berjalan di Wajo. Posisi kepala daerah adalah puncak karier politik yang panjang,
tetapi tak lama kemudian basis kekuatan Puang yang solid di DPRD akan ditantang.
502
Andi Faisal Bakti
Kekuasaan Keluarga di Wajo
Selama pemilu April 2004 untuk perebutan parlemen daerah, Golkar terpaksa
menghadapi kemerosotan serius dalam dukungan populer karena ia kehilangan 9
kursi (dari 26 menjadi 17).16 Akibatnya, Golkar kehilangan mayoritas di DPRD
Wajo. Kemerosotan Golkar pasti lebih dramatis andaikata Puang tidak berusaha
mengkonsolidasikan posisi Golkar. Menurut seorang anggota KPU, sepucuk surat
dari Puang yang diedarkan di antara para anggota KPU dan birokrasi di mana ia
menginstruksikan para pejabat administratif bawahan agar mengamankan
kemenangan Golkar.
Tantangan utama terhadap rezimnya datang dari dua partai Islam modernis,
PAN dan PKS. PAN berhasil meraih lima kursi dan mendasarkan kebangkitannya
pada banyak pengikut dari Muhamadiyah. PKS adalah partai baru yang tidak
memiliki konstituen lokal yang kuat, tetapi toh berhasil meraih empat kursi.
Kebangkitannya terutama berkat fakta bahwa partai itu menggunakan gambar
Habibie dalam leaflet kampanyenya di seluruh Sulawesi Selatan, dan dengan
demikian mengisyaratkan bahwa Habibie adalah kandidat presidennya (sekalipun
pada waktu itu Habibie bahkan tidak berada di Indonesia).
Perubahan-perubahan itu tidak dengan serta merta mengisyaratkan bahwa
Puang telah kehilangan dominasinya di DPRD. Jumlah anggota DPRD yang
mempunyailatar belakang bangsawan meningkat dari 10 menjadi 14, yang sebagian
besar terkait dengan Puang dengan satu atau lain cara.17 Juga dari sudut pandang
kekayaan, wakil-wakil dari kelas menengah atas, yang banyak di antaranya
bersekutu dengan Puang, masih mendominasi DPRD Wajo.18
Kesimpulan
Secara umum, ketegangan-ketegangan antara para bangsawan dan nonbangsawan
rupanya telah muncul ke permukaan, meskipun jarang diakui secara eksplisit. Di
jajaran para bangsawan, persaingan juga meningkat ketika orang-orang bersiap
16 Pada tahun 1999 anggota parlemen berjumlah 36, tetapi setelah kursi milker dicoret sesudah pemilu2004, angka ini turun menjadi 35. Karena Golkar memperoleh 17 dari 35 kursi, pangsanya turunmenjadi kurang dari 50 % - sebuah pukulan hebat bagi popularitas Golkar.
17 Hanya 10% dari populasi adalah keturunan bangsawan, tetapi kelompok ini menguasai 40% kursi diDPRD Wajo.
18 Lima belas anggota DPRD adalah haji, dan sembilan belas mempunyai gelar akademik.
503
Andi Faisal Bakti
memperebutkan kekuasaan jika kekuasaan Puang berakhir.19
Impak Puang pada politik Wajo lumayan besar. Meskipun ia dari keturunan
bangsawan, kariernya dalam pemerintahan Orde Baru lah yang membawanya ke
kekuasaan di Wajo. Kebangkitannya di angkatan darat dan kepindahannya ke Golkar
memberinya titik tolak yang sangat kuat, dari mana ia bisa memperluas jaringan
pribadinya, yang intinya terdiri dari anak saudaranya. Sebagaimana pemerintahan
Orde Baru yang kuat dan yang mula-mula memfasilitasi karier politik Puang di Wajo,
kebangkitan Puang ke puncak kekuasaan lokal didasarkan pada artikulasi kekuasaan
institusional dengan jaringan^tf/r0//-f//>;z/yang kuat. Secara bersama-sama hal-hal ini
membentuk kekuasaan patrimonial Puang. Otonomi daerah mempercepat kariernya,
yang akhirnya membuatnya terpilih sebagai kepala daerah pada tahun 2004 dan
memberinya kesempatan untuk membangun sebuah rezim hegemonis di Wajo. Apa
yang ditunjukkan oleh studi kasus ini adalah bahwa desentralisasi dan otonomi daerah
telah memperkuat pemerintahan otokratis, bukannya membangun tata pemerintahan
yang baik {good governance), transparansi, dan demokrasi.
Meskipun begitu, demokrasi elektoral memungkinkan lawan-lawan memperkuat
posisi ketika Golkar kehilangan mayoritasnya. Pemerintahan Puang terutama
didasarkan pada kemampuannya untuk mengendalikan dan mengomando negara
lokal dan DPRD-nya. Tinggal ditunggu sejauh mana demokrasi cacique ini bisa
bertahan hidup di masa mendatang, ketika kepala daerah secara langsung dipilih dleh
rakyat.
***
19 Pada waktu tulisan ini ditulis (pertengahan 2005), saudara Puang, yang sekarang menjabat asisten II, sedang disiapkan untuk menggantikan dia, jika Puang tidak mampu melanjutkan.
504